BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH"

Transkripsi

1 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III 1 BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH A. PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH Pengelolaan penerimaan Daerah harus dilakukan secara cermat, tepat dan hati hati. Pemerintah Daerah dituntut untuk mampu menciptakan suatu perangkat yang dapat menjamin seluruh penerimaan Daerah dapat terkumpul, diterima di kas Daerah dan dicatat sesuai sistem akuntansi pemerintah Daerah. Dalam hal ini pemerintah Daerah perlu memiliki sistem pengendalian intern yang memadai untuk menjamin ditaatinya prosedur dan kebijakan manajemen yang telah ditetapkan. Perangkat yang digunakan harus mampu mendeteksi adakah penerimaan yang tidak disetor ke kas Daerah dan disalah gunakan oleh petugas/kolektor di lapangan. Disamping itu perlu ditinjau pula adanya para subjek pajak Daerah yang tidak memenuhi kewajibannya, pemberian sanksi penggelapan pajak serta pemberian reward bagi subjek pajak yang melunasi kewajibannya tepat waktu bahkan sebelum periode yang ditentukan. Untuk meningkatkan minat para subjek pajak maka perlu dilakukan penyederhanaan prosedur administrasi namun disisi lain prosedur pengendalian perlu ditingkatkan. Hal ini dimaksudkan untuk memberi kemudahan bagi masyarakat pembayar pajak sehingga dapat meningkatkan jumlah penerimaan pajak Daerah, disisi lain peningkatan prosedur pengendaliannya dimaksudkan untuk menjamin keamanan dan akuntabilitas penerimaan Daerah. Dalam rangka otonomi Daerah maka sudah selayaknya Pemerintah Daerah melakukan kajian serius atas upaya upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah sedangkan untuk penerimaan Daerah yang berasal dari Dana Perimbangan diperlukan manajemen dan optimalisasi baik dalam alokasi maupun penggunaannya. Walaupun pada saat ini pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk melakukan pinjaman Daerah, namun alternatif ini hendaknya perlu dipertimbangkan secara matang berhubung pengembalian pinjaman khususnya pinjaman jangka panjang akan sangat membebani anggaran Daerah untuk jangka waktu yang cukup lama. Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat dalam pengelolaan pendapatan Daerah telah berupaya semaksimal mungkin untuk terus berupaya menggali maupun mengoptimalkan potensi potensi yang ada. Disamping itu administrasi penerimaan Daerah menyangkut prosedurnya telah beberapa kali mengalami penyederhanaan untuk mempermudah para penyetor pajak maupun retribusi Daerah dalam melakukan penyetoran. Adapun langkah nyata yang telah ditempuh antara lain penerapan pelayanan satu atap dalam hal pengurusan berbagai macam perijinan

2 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III 2 meliputi perdagangan, perindusrian maupun jasa pemborongan, jasa konsultan dan jasa pelayanan lainnya. Sedangkan menyangkut peningkatan prosedur pengendalian pengelolaan pendapatan, Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat senantiasa dari tahun ke tahun terus membenahi sistem dan mekanisme yang ada. 1. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan Daerah Dalam rangka meningkatkan pendapatan Daerah, disamping berupaya memperbaiki data kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal dana perimbangan Pusat maupun Propinsi melalui pengiriman data dan rekonsiliasi Dana Perimbangan, maka arah dan kebijakan umum pendapatan Daerah adalah mengintensifkan sumbersumber pendapatan potensial yang dimiliki Kabupaten Pakpak Bharat, tanpa harus menambah beban bagi masyarakat dan tetap menjaga penciptaan kondisi bagi pengembangan dunia usaha. Sumber dana penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Daerah dalam melaksanakan fungsi pelayanan dasar bagi masyarakat, masih banyak bergantung pada penerimaan Dari Dana Perimbangan yang terdiri dari DAU, DAK, dan Dana Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak. Adanya otonomi Daerah diharapkan dapat memacu Daerah menuju ke tingkat kemampuan keuangan yang lebih baik, yang tercermin dengan semakin meningkatnya Kapasitas Fiskal dan menyempitnya celah fiskal dari tahun ke tahun. Beberapa strategi yang akan dilakukan untuk menutup terjadinya kesenjangan fiskal adalah dengan jalan intensifikasi pendapatan melalui upayaupaya: 1) Mengadakan kajian untuk meningkatkan pendapatan melalui peningkatan pajak, retribusi,dan upaya pelayanan dan pembenahan regulasi yang bertujuan untuk meningkatkan kegiatan sektor swasta; 2) Menaikkan pendapatan dari pajak dan retribusi Daerah melalui peningkatan self assesment pajak, pencarian obyek pajak/ retribusi, dan meminimalisir tingkat kebocoran; 3) Melakukan perbaikan administrasi penerimaan pendapatan dan belanja Daerah (revenue and spending administration); 4) Mengoptimalkan penerimaan Dana Bagi Hasil Dari Pajak Dan Bukan Pajak. 5) Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu sumber pendapatan Daerah yang potensial untuk ditingkatkan, walaupun kontribusi PAD terhadap APBD masih relatif rendah hanya berkisar 1,94 %. Untuk mengetahui posisi komponen PAD sebagai sumber pendapatan Daerah, dengan menganalisis rasio pertumbuhan jenis penerimaan dengan proporsi atau sumbangannya terhadap ratarata total penerimaan Daerah.

3 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III 3 Salah satu tolak ukur dari perkembangan ekonomi Daerah adalah besarnya pendapatan Daerah pada pos Pendapatan Asli Daerah (PAD). Besarnya PAD secara umum menunjukkan kemajuan aktivitas perekonomian pada masyarakat yang dapat dijadikan obyek pungut. Oleh karena itu, pencapaian target PAD merupakan faktor penting dalam menilai laju pembangunan di Daerah. Di dalam rangka memacu roda perekonomian masyarakat dari segi administrasi pengelolaan pajak dan retribusi dilaksanakan dengan pelayanan yang mudah dan cepat sehingga usaha ekonomi tersebut diharapkan akan mampu memberikan kontribusi terhadap pemerataan pendapatan masyarakat. Dengan memperhatikan arah pendapatan di atas, maka kebijakan ekstensifikasi pendapatan yang diambil yaitu: 1) Meningkatkan manajemen pengelolaan dan sistem akutansi pendapatan Daerah sehingga terwujud kinerja yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel sesuai Peraturan Perundangundangan yang berlaku. 2) Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat, baik pelayanan administrasi maupun pelayanan kontra prestasi terhadap fasilitasfasilitas yang digunakan dan dipungut atas penggunaannya sehingga peran serta masyarakat dalam membayar Pajak Daerah dan retribusi Daerah dapat meningkat. 3) Peningkatan efektivitas pengawasan internal atas penyelenggaraan dan proses pengelolaan pendapatan Daerah. 2. Target dan Realisasi Pendapatan Sumber Pendapatan Daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan LainLain Pendapatan Yang Sah. Pengelolaan Pendapatan Daerah tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan sumber pendapatan Daerah dalam rangka meningkatkan Kapasitas Fiskal Daerah dengan tujuan memaksimalkan penyelenggaraan pemerintahan untuk pelayanan kepada masyarakat. Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Daerah harus dilakukan secara cermat dan hatihati sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Upaya untuk meningkatkan Kapasitas Fiskal Daerah (fiscal capacity) tidak hanya dilakukan dalam rangka peningkatan PAD, namun juga harus melihat dampaknya terhadap kegiatan ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Artinya peningkatan PAD tidak boleh memiliki dampak langsung terhadap penurunan pendapatan kelompok masyarakat tertentu. Peningkatan Kapasitas Fiskal juga harus mempertimbangkan Tata Kelola (governance) tentang keuangan Daerah, karena peningkatan anggaran yang besar jika tidak dikelola dengan baik justru

4 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III akan menimbulkan masalah, sehingga arah kebijakan pengelolaan pendapatan Daerah adalah optimalisasi fungsi anggaran yang meliputi fungsi perencanaan, distribusi dan stabilisasi. Perkembangan target dan capaian realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten Pakpak Bharat selama Tahun 2010 adalah dirinci dalam tabel berikut ini: Tabel.III.1 Target dan Capaian Realisasi Pendapatan Daerah Tahun 2010 Target Realisasi Lebih/(Kurang) % Pendapatan 230,927,338, ,935,451, ,008,113, Pendapatan Asli Daerah Dana Perimbangan LainLain Pendapatan Daerah Yang Sah Kontribusi Terhadap Pendapatan 4,136,963, ,533,364, ,401, ,755,923, ,108,249, ,352,326, ,034,451, ,293,837, (740,614,072.00) Melalui upayaupaya intensifikasi dan ekstensisfikasi pendapatan daerah sebagaimana tersebut di atas, secara keseluruhan untuk target pendapatan tahun 2010 dapat terealisasi sebesar Rp. 233,935,451, bila dibandingkan dengan targetnya yaitu sebesar Rp. 230,927,338,404. Dari realisasi penerimaan tersebut pendapatan yang bersumber dari PAD mencapai % sementara yang bersumber dari Dana Perimbangan mencapai 101,57 % dan LainLain Pendapatan Daerah Yang Sah mencapai 94,32 %. Harus diakui bahwa kontribusi Pendapatan Daerah yang terbesar berasal dari jenis Dana Perimbangan yakni sebesar 92,81 %, sementara Pendapatan Asli Daerah hanya memberi kontribusi sebesar 1,94 % dan Lain Lain Pendapatan Daerah Yang Sah sebesar 5,26 %. Secara rinci masingmasing jenis Pendapatan Daerah dijelaskan sebagai berikut : 2.1 Pendapatan Asli Daerah. Capaian penerimaan yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah dari target sebesar Rp. 4,136,963,517, dengan realisasi mencapai Rp. 4,533,364,577.25, atau 109,58 %, yang dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut ;

5 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III 5 Tabel. III.2 Target dan Capaian Realisasi Pendapatan Asli Daerah Tahun 2010 PENDAPATAN ASLI DAERAH Target Realisasi Lebih/(Kurang) % 4,136,963, ,533,364, ,401, Kontribusi Terhadap PAD 1 Pajak Daerah 484,138, ,893, ,754, Retribusi Daerah 886,445, ,454, (206,990,579.00) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Lainlain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah 670,738, ,738, ,095,640, ,415,277, ,636, Dari capaian tersebut pendapatan yang bersumber dari Pajak Daerah dari target Rp. 484,138,850, realisasi sebesar Rp. 767,893,553.45, atau 158,61 %, sementara untuk Pendapatan Retribusi dari target Rp. 886,445,399, realisasi mencapai Rp. 679,454,820, atau 76,65 % dan pendapatan yang berasal dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah mencapai Rp. 670,738,568, atau 100 % dari target Rp. 670,738,568, serta yang bersumber dari Lainlain PAD yang Sah mencapai Rp. 2,415,277,635.80, atau 115,25 % dari target Rp. 2,095,640,700, dari data yang ada terlihat bahwa Retribusi Daerah belum dapat memenuhi target sebagaimana yang telah ditetapkan. Namun jika dilihat dari besarnya kontribusi masing masing jenis terhadap total penerimaan PAD maka persentase tertinggi terdapat pada jenis penerimaan LainLain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah yang mencapai 53,28 % sedangkan kontribusi terendah diperoleh dari jenis penerimaan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang hanya mencapai 14,80%. Untuk lebih jelasnya perkembangan capaian dari masing masing jenis PAD dapat dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut : Pajak Daerah. Tabel. III.3 Target dan Capaian Realisasi Pajak Daerah Tahun 2010 Target Realisasi Lebih/(Kurang) % 1 Pajak Daerah 484,138, ,893, ,754, Pajak Hotel 1,680, , (1,580,000.00) Pajak Restoran 302,463, ,636, ,173, Kontribusi Terhadap Pajak Daerah

6 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III 6 2 Pajak Hiburan 1,560, ,200, (360,000.00) Pajak Reklame 18,435, ,150, ,714, Pajak Penerangan 4 Jalan 60,000, ,316, ,316, Pajak Pengambilan 5 Bahan Galian ,000, ,490, (22,509,680.00) Golongan C 0.16 Dari tabel data tersebut realisasi penerimaan dari Pajak sebesar Rp. 767,893,553.45, atau 158,61 % hal telah melampaui target sebagaimana yang telah ditetapkan. Hal ini disebabkan oleh karena terdapat beberapa jenis pajak yang realisasinya telah melampaui target sebagaimana yang telah ditetapkan seperti Pajak Penerangan Jalan yang mencapai 230,53 %, Pajak Restoran mencapai 174,45 % serta Pajak Reklame mencapai 125,57 % sedangkan jenis pajak yang belum dapat melampaui target antara lain Pajak Hotel hanya mencapai 5,95 %, Pajak Hiburan 76,92 %, serta Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C 77,49 %. Jika dilihat dari besarnya kontribusi masing masing jenis terhadap total penerimaan Pajak daerah maka Pajak Restoran memberikan kontribusi yang tinggi terhadap penerimaan Pajak Daerah yang mencapai 68,71 % sedangkan kontribusi terendah diperoleh dari jenis penerimaan Pajak Hotel yang hanya mencapai 0,01% Retribusi Daerah Retribusi daerah terdiri dari retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha dan Retribusi Perijinan tertentu. Total penerimaan Retribusi daerah adalah sebesar Rp. 679,454,820, atau 91,47 % dari target Rp , Untuk lebih jelasnya perkembangan capaian penerimaan masingmasing jenis retribusi daerah dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel III.4 Target dan Capaian Realisasi Retribusi Daerah Tahun 2010 Target Realisasi Lebih/(Kurang) % 2 Retribusi Daerah 886,445, ,454, (206,990,579.00) Retribusi Jasa Umum 427,092, ,660, (36,432,280.00) Retribusi Pelayanan Kesehatan 119,250, ,032, ,782, Retribusi Penggantian Biaya KTP dan Akte Catatan Sipil 82,750, ,627, (41,123,000.00) 50.30

7 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III 7 Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum 10,080, ,240, (840,000.00) Retribusi Pelayanan Pasar 51,060, ,245, ,185, Retribusi Penggantian Penggandaan Dokumen Pengadaan Barang dan Jasa 163,952, ,514, (91,438,000.00) Retribusi Jasa Usaha 399,230, ,169, (197,061,000.00) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah 355,660, ,023, (189,637,000.00) Retribusi Pasar Grosir/Pertokoan 360, , Retribusi Terminal 2,500, ,750, , Retribusi Rumah Potong Hewan 210, , Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah 40,500, ,826, (7,674,000.00) Retribusi Perizinan Tertentu 60,122, ,625, ,502, Retribusi Izin Mendirikan Bangunan 18,828, ,225, ,397, Retribusi Izin Gangguan/Keramaian 15,784, ,569, ,784, Retribusi SIUP/TDP 12,020, ,720, ,700, Retribusi Izin Usaha Industri 640, , Retribusi Izin Usaha Konstruksi 9,150, ,450, ,300, Retribusi Izin Pertambangan Bahan 400, , Galian Gol. "C" Retribusi Izin Pemanfaatan Kayu Rakyat 2,100, ,270, , Retribusi Izin Penutupan Jalan 500, , , Retribusi Izin Penyelenggaraan Pelayanan 700, , Kesehatan Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa Realisasi Retribusi Jasa Umum mencapai 91,47 %, Retribusi Jasa Usaha mencapai 50,64 % dan Retribusi Jasa Perijinan tertentu mencapai 144,08 %. Walaupun secara total realisasi retribusi daerah mencapai target yang telah ditetapkan, namun masih terdapat beberapa jenis retribusi yang mencapai target. Dari 19 jenis Retribusi Daerah yang mencapai target sebanyak 14 jenis retribusi sementara yang belum mencapai target sebanyak 5 jenis retribusi Bagian Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah. Capaian penerimaan bagian hasil pengelolaan kekayaan daerah dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 670,738,568, realisasi mencapai Rp. 670,738,568, atau 100 %. Untuk jelasnya Jenis

8 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III 8 penerimaan dari Bagian Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah dapat dilihat pada tabel berikut ini ; Tabel III.5 Target dan Capaian Realisasi Bagian Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Tahun 2010 Target Realisasi Lebih/(Kurang) % 3 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 670,738, ,738, Bagian Laba Atas Penyertaan Modal pada Perusahaan Milik Daerah/BUMD 670,738, ,738, Lainlain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Capaian penerimaan lain lain pendapatan asli daerah dari target yang ditetapkan sebesar Rp , terealisasi sebesar Rp ,80, atau 115,25 %. Untuk jelasnya jenis penerimaan LainLain Pendapatan Asli Daerah dapat dilihat pada tabel berikut ini ; Tabel III.6 Target dan Capaian Realisasi Lainlain Pendapatan Asli Daerah yang sah Tahun 2010 Target Realisasi Lebih/(Kurang) % 1 Lainlain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah 2,095,640, ,415,277, ,636, Hasil Penjualan Aset Daerah yang Tidak Dipisahkan 40,500, ,367, (11,133,000.00) Penerimaan Jasa Giro 2,000,000, ,429,997, (570,002,506.00) Tuntutan Ganti Kerugian Daerah (TGR) Pendapatan Denda Keterlambatan Pelaksanaan Pekerjaan Pendapatan Dari Pengembaliaan 202,869, ,869, ,974, ,974, ,219, ,219, Penerimaan Lainlain 55,140, ,848, (36,291,937.00) Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa penerimaan jasa giro selang tahun anggaran 2010 capaiannya sangat tinggi yakni 115,25 % dari target yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan

9 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III 9 terdapat komponen penerimaan yang sebelumnya diprediksi target anggaran 0 namun dalam pelaksanaannya memperoleh realisasi yang capaiannya cukup tinggi. Komponen penerimaan tersebut antara lain penerimaan bunga deposito sebesar Rp , penerimaan dari Tuntutan ganti kerugian daerah sebesar Rp. 202,869,925, Pendapatan denda dari keterlambatan pekerjaan sebesar Rp. 115,974,536.80, pendapatan dari pengembalian sebesar Rp. 618,219,917, Dana Perimbangan. Seperti yang telah dijelaskan pada uraian sebelumnya bahwa dana perimbangan yang merupakan pendapatan transfer dari Pemerintah Pusat yang masih mendominasi total penerimaan daerah. Tahun 2010 jumlah penerimaan daerah yang berasal dari dana perimbangan mencapai Rp , atau 100,74% dari target yang ditetapkan sebesar Rp , Adapun dana perimbangan yang teranggarkan pada Tahun 2010 adalah sebagaimana pada tabel berikut ini ; Tabel III.7 Target dan Capaian Realisasi Dana Perimbangan Tahun Kontribusi Terhadap Target Realisasi Lebih/(Kurang) % Dana Perimbangan DANA PERIMBANGAN 213,755,923, ,108,249, ,352,326, Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil 21,364,878, ,717,204, ,352,326, Bukan Pajak Bagi Hasil Pajak 20,915,259, ,228,421, ,313,162, Bagi Hasil dari Pajak Bumi dan Bangunan Bagi Hasil dari Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan Bagi Hasil dari Pajak Penghasilan Pasal 25, Pasal 29 WP Orang Pribadi dan PPh Pasal 21 Bagi Hasil dari Pajak Cukai Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam Bagi Hasil dari Iuran Hak Pengusahaan Hutan 15,469,627, ,358,951, ,889,324, ,023,553, ,756,700, (266,852,955.00) ,322,077, ,012,768, (309,309,133.00) ,000, ,000, ,618, ,782, ,164, ,515, ,634, ,119,

10 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III Bagi Hasil dari Pungutan Hasil Perikanan Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi Bagi Hasil dari Pertambangan Gas Bumi Bagi Hasil dari Pertambangan Umum Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus 241,448, ,334, (108,114,181.00) ,092, ,496, ,404, ,222, ,191, (69,030,486.00) 31,340, ,125, (24,214,851.00) ,780,345, ,780,345, ,610,700, ,610,700, Dari 3 komponen penerimaan yang berasal dari dana perimbangan masingmasing Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak, DAU serta DAK, prosentase realisasi paling tinggi adalah dari komponen penerimaan yang berasal dari Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak yakni sebesar 115,69 %. Dari capaian tersebut penerimaan yang bersumber dari Bagi Hasil Pajak mencapai 115,84 % sementara untuk penerimaan yang bersumber dari Bagi Hasil Bukan Pajak mencapai 108,71 %., jika dilihat dari besarnya kontribusi masing masing komponen penerimaan terhadap total penerimaan Dana Perimbangan maka penerimaan yang berasal dari DAU memberikan kontribusi yang tinggi mencapai 77,28 % sementara penerimaan yang berasal dari Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak memberikan kontribusi mencapai 11,38 % dan DAK sebesar 11,34 % Lain Lain Pendapatan Daerah yang sah. Penerimaan yang berasal dari LainLain Pendapatan Daerah Yang Sah merupakan sumber pendapatan yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap APBD setelah Dana Perimbangan yakni sebesar 5,26 %. Komponen pendapatan yang berasal dari Pos ini antara lain Dana Bagi Hasil Pajak Provinsi dan Dana Penyesuaian, serta Bantuan Keuangan Dari Provinsi Atau Pemerintah Daerah Lainnya, dengan total capaian realisasi sebesar Rp. 12,293,837,788, atau 94,32 % dari target anggaran Rp. 13,034,451,860,. Untuk jelasnya capaian masingmasing koponen penerimaan dapat dilihat pada tabel berikut ini ;

11 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III Tabel III.8 Target dan Capaian Realisasi Lainlain Daerah yang sah Tahun 2010 Target Realisasi Lebih/(Kurang) % LAINLAIN PENDAPATAN DAERAH 13,034,451, ,293,837, (740,614,072.00) YANG SAH Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah 3,597,459, ,548,371, (1,049,088,072.00) Lainnya Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi 3,597,459, ,548,371, (1,049,088,072.00) Bagi Hasil dari Pajak Kendaraan Bermotor 785,350, ,407, (4,942,631.00) Bagi Hasil dari Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 629,268, ,268, Bagi Hasil dari Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 2,012,157, ,685, (1,024,471,563.00) Bagi Hasil dari Pajak Pengambilan dan Pemanfataan Air Bawah 54,335, ,661, (19,673,878.00) Tanah Bagi Hasil dari Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air 116,348, ,348, Permukaan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 5,004,532, ,888,857, ,325, Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah 4,432,460, ,856,609, (575,851,000.00) Lainnya Bantuan Keuangan dari Provinsi 4,432,460, ,856,609, (575,851,000.00) Permasalahan dan Solusi Permasalahan Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah diharapkan memiliki kemandirian yang lebih besar. Akan tetapi saat ini banyak masalah yang dihadapi pemerintah daerah terkait dengan upaya meningkatkan penerimaan daerah, antara lain : 1. Tingginya tingkat kebutuhan daerah ( fiscal need) yang tidak seimbang dengan kapasitas fiskal ( fiscal capasity) yang dimiliki daerah. 2. Belum diketahuinya potensi PAD yang mendekati kondisi riil sehingga volume Pendapatan Asli Daerah dirasa masih sangat kurang. 3. Kualitas layanan Public yang Belum efektif dan maksimal menyebabkan produk layanan Public yang sebenarnya dapat dijual kemasyarakat kurang

12 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III 12 direspon secara positif, bahkan keadaan tersebut juga berakibat pada keengganan masyarakat untuk membayar pajak dan retribusi. 4. Sistem Perpajakan Pusat tidak memberikan peluang kepada daerah untuk memungut pajak lain karena selalu terbentur pada permasalahan pajak ganda (tumpang tindih) 5. Pemberian kewenangan kepada daerah dalam perpajakan (Tax Assigment) tidak selalu dapat disesuaikan dengan pemberian kewenangan dalam tanggung jawab pengeluaran (expenditure assigment) yang artinya, kebutuhan pengeluaran daerah tidak dapat sepenuhnya dibiayai dari pajak daerah atau PAD. 6. Lemahnya infrastruktur prasarana dan sarana umum yang dapat memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan daerah khususnya PAD. 7. Jenis retribusi yang tidak efektif diakibatkan oleh karena jenis retribusi tersebut tidak diikuti oleh penyediaan jasa maupun sarana pelayanan bagi masyarakat. Fakta menunjukkan bahwa terdapat beberapa jenis retribusi yang ditetapkan dengan PERDA yang kurang memberikan kontribusi terhadap PAD. Solusi Permasalahan diatas ditanggulangi dengan melakukan upayaupaya sebagai berikut : 1. Meningkatkan sistem koordinasi dan informasi pendapatan daerah kepada Pemerintah Pusat dengan memberikan dukungan data yang cepat, tepat dan akurat sehingga beroleh dana perimbangan yang memadai. 2. Melakukan pengawasan dan evaluasi secara rutin dan berjenjang mulai dari tingkat bawah atau wajib pajak dan wajib retribusi. 3. Secara bertahap membangun serta memperbaiki dan melengkapi fasilitas sarana dan prasarana penunjang peningkatan pengelolaan pendapatan daerah. 4. Melakukan perbaikan administrasi penerimaan pendapatan untuk menjamin agar semua pendapatan dapat terkumpul dengan baik. 5. Mengoptimalkan penerimaan bagi hasil pajak yang dapat di sharing dengan daerah seperti PPh, BPHTB, PBB sehingga bagian bagi hasil pajak daerah akan lebih tinggi. 6. Memberikan dukungan dana yang lebih memadai dalam upaya intensifikasi dan ekstensifikasi Pendapatan Daerah khususnya pungutan pajak dan retribusi daerah, berupa pemberian biaya operasional dan insentif 7. Peningkatan kualitas Pelayanan publik antara lain peningkatan peran pemerintah daerah dalam bidang perijinan.

13 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III Melakukan kerjasama dengan investor dengan tujuan diperoleh multiplayer kearah peningkatan pendapatan masyarakat sebagai obyek dan subyek pendapatan daerah. 9. Mengkaji sumber pendapatan daerah yang baru untuk ditetapkan dalam Perda pungutan baik pajak daerah maupun retribusi daerah serta mengkaji ulang peraturan daerah tentang pajak dan retribusi daerah yang kurang efektif. 10. Melakukan penyederhanaan sistem administrasi pengelolaan pendapatan daerah melalui sistem pelayanan satu atap untuk meningkatkan kualitas pelayanan perijinan yang pada gilirannya diharapkan dapat meningkatkan jumlah pendapatan daerah. B. PENGELOLAAN BELANJA DAERAH Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu : 1) Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat 2) Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah 3) Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Oleh karenanya, untuk dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, maka anggaran daerah sebagai salah satu alat kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pencapaian visi dan misi pembangunan sudah selayaknya diarahkan seoptimal mungkin dengan penerapan efisiensi dan efektivitas dalam pengalokasiannya. Setiap daerah dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan didaerahnya diwajibkan melakukan penyusunan anggaran sebagai salah satu dokumen perencanaan daerah yang berfungsi sebagai acuan ataupun pedoman dikarenakan beberapa alasan yaitu : 1) merupakan alat terpenting bagi pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial ekonomi, menjamin kesinambungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. 2) diperlukan karena adanya kebutuhan dan keinginan masyarakat yang tidak terbatas dan terus berkembang, sedangkan sumber daya yang ada terbatas. diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber daya. 3) diperlukan untuk meyakinkan bahwa pemerintah daerah telah bertanggungjawab pada rakyat, dimana hal ini dapat dilihat dalam besaran alokasi anggaran yang langsung diarahkan pada kepentingan masyarakat dan publik.

14 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III 14 Khusus untuk penetapan anggaran belanja daerah, Pemerintah Kabupaten Pakpak Bharat telah berupaya mengarahkan pengalokasian anggaran agar dari tahun ke tahun dapat lebih berpihak kepada kepentingan rakyat melalui pelaksanaan program dan kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. 1. Kebijakan Umum Keuangan Daerah Sebelum anggaran daerah disusun maka Pemerintah Daerah perlu menyusun arah kebijakan keuangan daerah yang sekaligus merupakan cerminan dari arah kebijakan umum anggaran daerah. Proses perencanaan APBD pada saat ini lebih menekankan pada pendekatan bottomup planning dengan tetap memperhatikan arah kebijakan serta prioritas pembangunan pemerintah pusat dalam rangka harmonisasi kegiatan pembangunan atar Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pada dasarnya arah kebijakan umum keuangan daerah ditetapkan setelah proses penjaringan aspirasi dilaksanakan. Tahapan selanjutnya mengharuskan tim perumus anggaran eksekutif dan legislatif untuk menyusun arah kebijakan umum anggaran untuk seterusnya menetapkan skala prioritas program kegiatan. Penetapan skala prioritas dibutuhkan karena adanya keterbatasan sumber daya yang dihadapkan dengan banyaknya kebutuhan yang ditampung dalam penjaringan aspirasi. Pada tahun 2010 kebijakan umum keuangan daerah Kabupaten Pakpak Bharat diarahkan untuk menanggulangi isu isu strategis yang memerlukan penanganan pemerintah daerah. Antara lain isu isu strategis tersebut adalah : 1) Jumlah penduduk miskin masih relatif besar 2) Masih rendahnya produksi dan produktivitas sektor pertanian 3) Penduduk masih mengalami kesulitan dalam mengakses layanan pendidikan dan kesehatan serta kualitas pelayanan publik masih rendah. 4) Belum optimalnya pengelolaan sumber daya energi 5) Proses desentralisasi masih belum berjalan sepenuhnya 6) Kondisi perekonomian global saat ini masih jauh berbeda 7) Terbatasnya sumber pembiayaan pembangunan dan masih belum optimalnya peran sektor swasta dalam pemberdayaan masyarakat. Memperhatikan permasalahan tersebut diatas maka alokasi anggaran belanja daerah tahun 2010 diarahkan pada program dan kegiatan dalam rangka penuntasan permasalahan tersebut di atas. 2. Target dan Realisasi Belanja Sesuai data yang tertuang dalam Laporan Realisasi yang merupakan bagian dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2010, realisasi Belanja Daerah Kabupaten Pakpak Bharat tercatat sebesar Rp , atau

15 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III 15 sebesar 92,13 % dari total anggaran yang tersedia sebesar Rp , atau terjadi penghematan sebesar Rp ,90,. Dari jumlah ini , atau 92,63 % dari total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp ,90 atau terjadi penghematan sebesar Rp. 9,307,817,474.90,. Sedangkan realisasi untuk Belanja Langsung adalah sebesar Rp , dari anggaran yang ditetapkan sebesar Rp , atau terjadi penghematan sebesar Rp ,. Adapun gambaran perbandingan antara target dan realisasi belanja daerah tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel III.9 Target dan Capaian Realisasi Belanja Daerah Tahun 2010 Target Realisasi Lebih/(Kurang) % BELANJA 251,368,145, ,573,004,143 19,795,141, BELANJA TIDAK LANGSUNG 126,339,844, ,032,027,330 9,307,817, Belanja Pegawai 97,576,387, ,827,217,876 5,749,169, Belanja Hibah 10,473,280,778 10,336,539, ,741, Belanja Bantuan Sosial 13,535,776,633 11,055,481,300 2,480,295, Belanja Bantuan Keuangan Kepada Pemerintaha Desa 3,754,400,000 3,754,400, Belanja Tidak Terduga 1,000,000,000 58,389, ,611, BELANJA LANGSUNG 125,028,300, ,540,976,813 10,487,323, Belanja Pegawai 5,401,359,550 4,993,909, ,450, Belanja Barang dan Jasa 63,507,958,741 56,606,657,711 6,901,301, Belanja Modal 56,118,982,482 52,940,409,602 3,178,572, Belanja Pegawai Dapat dijelaskan bahwa Belanja Tidak Langsung terdiri dari Belanja Pegawai yang terealisasi sebesar Rp , atau 92,63 % dari total anggaran yang dialokasikan sebesar Rp ,90 atau terjadi penghematan sebesar Rp. 9,307,817,474.90,. Belanja ini ditujukan untuk pembayaran gaji PNS, Pejabat Negara, Tunjangan Representasi DPRD, Tambahan Penghasilan, serta Operasional Kepala Daerah dan DPRD. Adapun jenis belanja ini mencapai 39,65 % dari total realisasi Belanja Daerah.

16 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III Belanja Hibah Belanja Hibah pada tahun 2010 terealisasi sebesar Rp , atau 94,11 % dari anggaran yang tersedia sebesar Rp , atau terjadi penghematan sebesar Rp ,. Belanja Hibah pada tahun 2010 ditujukan untuk, Operasional KONI, KPUD, Polres dan Panwaslu dalam rangka mensukseskan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. Belanja ini mencapai 4,46 % dari total realisasi Belanja Daerah. 2.3 Belanja Bantuan Sosial Belanja Bantuan Sosial dari anggaran sebesar Rp , dengan realisasi sebesar Rp , atau mencapai 81,68 % dari alokasi yang tersedia pada tahun 2010 sehingga terjadi penghematan sebesar Rp ,. Belanja ini ditujukan untuk membantu Organisasi Kemasyarakatan, Partai Politik, Keagamaan, Kemahasiswaaan, Kepemudaan Dan Olah Raga, Organisasi Profesi Serta Bantuan Keuangan Lainnya. Belanja ini mencapai 4,77 % dari total realisasi Belanja Daerah. 2.4 Belanja Bantuan Keuangan Kepada Pemerintahan Desa Belanja Bantuan Keuangan Kepada Pemerintahan Desa dari anggaran sebesar Rp , dengan realisasi 100 %. Belanja ini ditujukan untuk Alokasi Dana Desa (ADD). Belanja ini mencapai 1,62 % dari total realisasi Belanja Daerah. 2.5 Belanja Tidak Terduga Belanja Tidak Terduga dari anggaran sebesar Rp , direalisasikan sebesar Rp , atau sebesar 5,84 % dari total alokasi anggaran yang tersedia. Dari total realisasi Belanja Daerah, belanja tidak terduga mencapai realisasi sebesar 0,03 % dari total Belanja Daerah. Adapun gambaran perbandingan antara target dan realisasi Belanja Tidak Langsung Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel III.10 Target dan Capaian Realisasi Belanja Tidak Langsung Tahun 2010 Target Realisasi Lebih/(Kurang) % 1. BELANJA TIDAK LANGSUNG 126,339,844, ,032,027,330 9,307,817, Belanja Pegawai 97,576,387, ,827,217,876 5,749,169, Belanja Hibah 10,473,280,778 10,336,539, ,741,

17 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III 17 3 Belanja Bantuan Sosial 13,535,776,633 11,055,481,300 2,480,295, Belanja Bantuan Keuangan Kepada Pemerintaha Desa 3,754,400,000 3,754,400, Belanja Tidak Terduga 1,000,000,000 58,389, ,611, Untuk melihat gambaran perbandingan antara target dan realisasi Belanja Tidak Langsung per SKPD Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel III.11 Target dan Capaian Realisasi Belanja Tidak Langsung Per SKPD SKPD Tahun 2010 BELANJA TIDAK LANSUNG (Rp) Realisasi (Rp) SISA ANGGARAN (Rp) Persentase (%) 1 2 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 2,509,015,000 2,381,876,035 (127,138,965) ,102, ,337,382 (51,764,996) Sekretariat Daerah 5,968,010,459 5,185,222,197 (782,788,262) Sekretariat DPRD 1,151,194,419 1,094,675,300 (56,519,119) Inspektorat Kabupaten 1,312,845,483 1,277,716,695 (35,128,788) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintahan Desa, Perempuan Dan KB Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan Dan Kehutanan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah 1,492,267,718 1,414,725,670 (77,542,048) ,308,722,888 1,190,250,893 (118,471,995) ,651,768,295 2,200,177,817 (451,590,478) ,300,000 98,000,000 (61,300,000) ,461,194,996 27,120,288,627 (4,340,906,369) Dinas Pendidikan 47,657,074,681 46,509,523,490 1,147,551,191) Dinas Kesehatan 7,892,204,210 7,604,521,953 (287,682,257) Dinas Pekerjaan Umum 2,568,518,295 2,292,281,687 (276,236,608) Dinas Pertanian Dan 14 Perkebunan 2,122,377,850 1,946,170,388 (176,207,462) Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Dan 15 Usaha Mikro, Kecil Dan 1,735,454,281 1,648,348,847 (87,105,434) Menengah Dinas Sosial, Tenaga Kerja Dan 16 Transmigrasi 1,297,664,364 1,222,848,851 (74,815,513) 94.23

18 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Perhubungan, Pertamanan Dan Kebersihan 1,351,695,468 1,224,181,411 (127,514,057) Dinas Kehutanan, Lingkungan Hidup Dan Pertambangan 1,780,449,744 1,590,870,105 (189,579,639) Dinas Kependudukan Dan 19 Catatan Sipil 271,962, ,892,862 (139,069,366) Kantor Kepegawaian Daerah 887,351, ,509,256 (45,842,720) Kantor Kependudukan Dan 21 Catatan Sipil 545,221, ,030,187 (5,191,753) Kantor Pelayanan Perijinan 22 Satu Pintu Dan Penanaman Modal 512,542, ,937,829 (39,604,304) Satuan Polisi Pamong Praja 731,413, ,988,316 (65,425,406) Kecamatan Salak 906,880, ,516,714 (75,363,546) Kecamatan Kerajaan 947,541, ,805,972 (54,735,965) Kecamatan Sitellu Tali Urang 26 Jehe 757,179, ,015,924 (39,163,434) Kecamatan PergettengGetteng 27 Sengkut 726,748, ,923,235 (25,824,765) Kecamatan Pagindar 614,643, ,300,927 (73,342,782) Kecamatan Siempat Rube 546,240, ,218,500 (41,021,737) Kecamatan Tinada 748,031, ,268,108 (29,763,572) Kecamatan Sitellu Tali Urang 31 Julu 693,570, ,968,039 (39,601,987) Rumah Sakit Umum Daerah 32 Salak 2,744,657,070 2,580,634,113 (164,022,957) TOTAL 126,339,844, ,032,027,330 (9,307,817,475) Belanja Pegawai Selanjutnya untuk Belanja Pegawai untuk keperluan Pembayaran Honor PNS, n PNS, Beasiswa Serta Belanja Kursus, Pelatihan Dan Bimbingan Teknis sebesar Rp ,. dari anggaran yang ditetapkan sebesar Rp , atau 92,46 % sehingga terdapat penghematan sebesar Rp , dari alokasi anggaran yang tersedia untuk belanja ini. Jika dilihat dari total realisasi Belanja Daerah maka jenis Belanja Pegawai mencapai 2,16 % dari total realisasi Belanja Daerah. 2.7 Belanja Barang dan Jasa Belanja Barang Dan Jasa dari anggaran yang ditetapkan sebesar Rp , dengan realisasi mencapai angka Rp , atau dengan sebesar 88,49% sehingga terjadi penghematan sebesar Rp , dari anggaran yang ada. Alokasi Belanja Barang Dan Jasa mencapai 24,44 % dari total realisasi Belanja Daerah. Belanja Barang Dan Jasa diarahkan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan Satuan

19 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III 19 Kerja antara lain dalam Bentuk Belanja Bahan Habis Pakai Kantor, Jasa Kantor, Premi Asuransi, Perawatan Kendaraan Bermotor, Keperluan Barang Cetakan Dan Penggandaan, Belanja Sewa, Makan Minum, Pakaian Dinas Dan Perjalanan Dinas. 2.7 Belanja Modal Belanja Modal mencapai realisasi sebesar Rp , dari anggaran yang ditetapkan sebesar Rp , atau sebesar 94,34 % dari alokasi yang tersedia sehingga terjadi penghematan sebesar Rp ,. Belanja ini ditujukan untuk pelaksanaan program dan kegiatan yang bersifat fisik dan menambah volume Aset Daerah. Belanja Modal ditujukan untuk Pengadaan Tanah, Alat Berat Dan Alat Angkut Darat Dan Air, termasuk didalamnya Alat Pengolahan Pertanian, Peralatan Dan Perlengkapan Kantor, Pengadaan Komputer, Meubelair, Alat Kedokteran, Kontruksi Jalan, Jaringan Dan Irigasi, Pengadaan Buku Serta Hewan Ternak Dan Tanaman. Belanja ini mencakup 26,76% dari total realisasi belanja daerah. Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat penghematan Belanja Daerah sebesar Rp ,90,dari Total Belanja Daerah Tahun 2010 dan bila jika diperhadapkan dengan jumlah pendapatan daerah terjadi selisih lebih jumlah pendapatan terhadap belanja yang mengakibatkan terjadinya surplus sebesar Rp ,25, dalam laporan realisasi APBD Tahun Tabel III.12 Target dan Capaian Realisasi Belanja Langsung Tahun 2010 Target Realisasi Lebih/(Kurang) % 2. BELANJA LANGSUNG 125,028,300, ,540,976,813 10,487,323, Belanja Pegawai 5,401,359,550 4,993,909, ,450, Belanja Barang dan Jasa 63,507,958,741 56,606,657,711 6,901,301, Belanja Modal 56,118,982,482 52,940,409,602 3,178,572, Untuk melihat besaran Realisasi Belanja Langsung dan Belanja Langsung Per SKPD Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel III.12 dan Tabel III.13 berikut;

20 K e b i j a k a n U m u m P e n g e l o l a a n K e u a n g a n D a e r a h III Permasalahan dan Solusi Permasalahan Pada dasarnya permasalahan umum yang dihadapi daerah saat ini terkait belanja daerah adalah pemerintah daerah seringkali diperhadapkan akan tingginya tingkat kebutuhan daerah yang tidak seimbang dengan kapasitas fiskal yang dimiliki daerah sehingga menimbulkan kesenjangan fiskal. Sementara disisi lain masyarakat menuntut adanya perbaikan kualitas pelayanan dimana hal ini tentunya memerlukan sumber daya yang cukup besar dalam merealisasikannya. Solusi Olehnya menghadapi situasi ini ini diperlukan penangan ataupun solusi sebagai upaya pemecahan permasalahan yang antara lain adalah sebagai berikut : 1. Menetapkan skala prioritas belanja daerah dalam menghadapi begitu banyak kebutuhan yang memerlukan pembiayaan yang besar pula. 2. Memilih aktivitas ataupun kegiatan yang dapat memberi umpan balik ataupun memberikan dampak positif bagi peningkatan sektor pembangunan lain. 3. Menetapkan standar analisa belanja yang pada saat ini masih dalam bentuk standar harga barang dan jasa yang menjadi acuan atau batas tertinggi dalam penganggaran belanja daerah. 4. Pengendalian dan pengukuran untuk alokasi anggaran masing masing kegiatan untuk menilai kewajaran pembebanan biaya dalam pelaksanaan kegiatan. 5. Merealisasikan anggaran belanja sesuai kebutuhan riil karena tidak selamanya belanja yang telah dianggarkan harus dihabiskan.

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pelaksanaan Otonomi Daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab yang diletakkan pada Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan

Lebih terperinci

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB V ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH A. Pendahuluan Kebijakan anggaran mendasarkan pada pendekatan kinerja dan berkomitmen untuk menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Anggaran kinerja adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa lalu Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sintang diselenggarakan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17

Lebih terperinci

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN 2006 1) dan Pendapatan Dalam tahun anggaran 2006, Pendapatan Daerah ditargetkan sebesar Rp.1.028.046.460.462,34 dan dapat direalisasikan sebesar Rp.1.049.104.846.377,00

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN CAPAIAN KINERJA Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 34 BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan rangkaian siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang pelaksanaannya dimulai dari perencanaan,

Lebih terperinci

3.2.1 Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan

3.2.1 Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pendapatan BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 1 Kebijakan pengelolaan keuangan daerah Provinsi Jambi yang tergambar dalam pelaksanaan APBD merupakan instrumen dalam menjamin terciptanya disiplin dalam

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2013 ) PERHATIAN

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2013 ) PERHATIAN RAHASIA REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2013 ) PERHATIAN 1. Daftar isian ini digunakan untuk mencatat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Tahun

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Tahun 2008-2013 3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan Daerah adalah hak dan kewajiban daerah dalam melaksanakan

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN RAHASIA REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN 1. Daftar isian ini digunakan untuk mencatat Realisasi Pendapatan Dan Belanja Daerah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut: BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu BAB - III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kinerja Keuangan Masa Lalu Arah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kebijakan Umum Anggaran Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum mengenai pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB V PENDANAAN DAERAH BAB V PENDANAAN DAERAH Dampak dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kebijakan pengelolaan keuangan daerah Provinsi Jambi yang tergambar dalam pelaksanaan APBD merupakan instrumen dalam menjamin terciptanya disiplin dalam

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 3.1.PENGELOLAAN PENDAPATAN DAERAH 1. UMUM Bertitik tolak pada arti dan ruang lingkup keuangan Daerah, maka dikemukakan bahwa keuangan Daerah adalah semua

Lebih terperinci

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR

NOTA KESEPAKATAN PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR NOTA KESEPAKATAN ANTARA PEMERINTAH KABUPATEN TANAH DATAR DENGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR Nomor : 03 /KB/BTD-2012 03/KSP/DPRD-TD/2012 TANGGAL 15 OKTOBER 2012 TENTANG KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH BAB V ANGGARAN PEMBANGUNAN DAERAH 5.1 PENDANAAN Rencana alokasi pendanaan untuk Percepatan Pembangunan Daerah pada Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 2009 memberikan kerangka anggaran yang diperlukan

Lebih terperinci

A. Struktur APBD Kota Surakarta APBD Kota Surakarta Tahun

A. Struktur APBD Kota Surakarta APBD Kota Surakarta Tahun A. Struktur APBD Kota Surakarta 2009 2013 APBD Kota Surakarta Tahun 2009-2013 Uraian 2009 2010 2011 1 PENDAPATAN 799,442,931,600 728,938,187,952 Pendapatan Asli Daerah 110,842,157,600 101,972,318,682 Dana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III

KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti dengan Undang Undang Nomor 33 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II)

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Tingkat II (Dati II) merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui potensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN BUPATI SUMEDANG

LAMPIRAN PERATURAN BUPATI SUMEDANG LAMPIRAN PERATURAN BUPATI SUMEDANG Nomor : 36 TAHUN 2009 Tanggal : 2 PEBRUARI 2009 Tentang : PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BIDANG PENDAPATAN DAERAH DAN PIUTANG DAERAH DARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. Catatan Atas Laporan Keuangan (CALK) Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud dan Tujuan Penyusunan Laporan Keuangan Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Dalam upaya reformasi pengelolaan keuangan daerah, Pemerintah telah menerbitkan paket peraturan perundang undangan bidang pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Hal mendasar dalam perencanaan pembangunan tahunan adalah kemampuannya dalam memproyeksikan kapasitas riil keuangan daerah secara

Lebih terperinci

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu

BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Pengelolaan keuangan daerah Pemerintah Kota Medan tahun 2005-2009 diselenggarakan sesuai dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah untuk berkreasi dalam meningkatkan

Lebih terperinci

1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran Anggaran Setelah

1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran Anggaran Setelah ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA DAERAH KABUPATEN GARUT TAHUN 2005 A. PENDAPATAN 1. dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun 2005 Pendapatan Asli Daerah (PAD) 1 Pajak Daerah 5.998.105.680,00 6.354.552.060,00

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahan, oleh karena itu pengelolaan keuangan daerah selalu

Lebih terperinci

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara

Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 2013 PERDA KOTA PASURUAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 13 HLM, LD No. 23 ABSTRAK : -

Lebih terperinci

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih, APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis perekonomian daerah, sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan

Lebih terperinci

III. KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

III. KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH III. KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah merupakan sub-sistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BATU NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 LAMPIRAN XIV PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013 KODE 4 1 PENDAPATAN ASLI

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Perkembangan kinerja keuangan pemerintah daerah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otonomi Daerah Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN A. KINERJA KEUANGAN TAHUN 2011-2015 Pengelolaan keuangan daerah telah mengalami berbagai perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i iii x xi BAB I PENDAHULUAN... I - 1 A. Dasar Hukum... I - 1 B. Gambaran Umum Daerah... I - 4 1. Kondisi Geografis Daerah...

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 10 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia tumbuh semakin pesat seiring dengan adanya otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dana Alokasi Umum (DAU) Diera otonomi daerah ini ternyata juga membawa perubahan pada pengelolaan keuangan daerah. Diantaranya dalam hal sumber-sumber penerimaan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG. LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN Desember 2015 dan 2014

PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG. LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN Desember 2015 dan 2014 PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN Desember 205 dan 204 Dalam Rupiah Anggaran 205 204 4. 4.. 4... 4...0. 4...03. 4...05.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah di daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi serta akuntabilitas memaksa pemerintah baik

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 1.1 Tinjauan Teoretis 1.1.1 Otonomi Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom

Lebih terperinci

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat 1 Desentralisasi Politik dan Administrasi Publik harus diikuti dengan desentralisasi Keuangan. Hal ini sering disebut dengan follow money function. Hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

Jumlah Anggaran 1 BELANJA , ,00 97, ,95

Jumlah Anggaran 1 BELANJA , ,00 97, ,95 PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR SKPD : 1.01.01. - DINAS PENDIDIKAN LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN Desember 2016 dan 2015 Dalam Rupiah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten Bekasi merupakan titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN A. PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berkaitan dengan manajemen keuangan pemerintah daerah, sesuai dengan amanat UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu Kabupaten Jembrana dalam hal pengelolaan keuangan daerah telah menerapkan pola pengelolaan keuangan berbasis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam pembangunan nasional sangat didukung oleh pembiayaan yang berasal dari masyarakat, yaitu penerimaan pajak. Segala bentuk fasilitas umum seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), variabel-variabel yang diteliti serta penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH JEMBER TAHUN ANGGARAN 2016

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH JEMBER TAHUN ANGGARAN 2016 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN JEMBER TAHUN ANGGARAN 2016 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjalankan roda pemerintahan, oleh karena itu pengelolaan keuangan daerah selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang 10 BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, Pemerintah Indonesia melakukan reformasi di bidang Pemerintahan Daerah dan Pengelolaan Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kota Bandung merupakan salah satu daerah otonom yang termasuk ke dalam Provinsi Jawa Barat yang tidak lepas dari dampak penerapan otonomi daerah. Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu landasan yuridis bagi pengembangan Otonomi Daerah di Indonesia adalah lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Pengganti

Lebih terperinci

REALISASI PENDAPATAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN ANGGARAN 2015 SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2015

REALISASI PENDAPATAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN ANGGARAN 2015 SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2015 1 REALISASI PENDAPATAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN ANGGARAN 2015 SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2015 U R A I A N TARGET JUMLAH PERUBAHAN 2015 S/D BULAN INI % ( Rp ) ( Rp ) 1 2 3 4 PENDAPATAN DAERAH

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Kupang, Februari 2014 KEPALA BAPPEDA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR,

Kata Pengantar. Kupang, Februari 2014 KEPALA BAPPEDA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR, Kata Pengantar Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih karena atas penyertaan-nya maka penyusunan Buku Statistik Kinerja Keuangan Provinsi NTT Beserta SKPD 2009-2013 ini dapat diselesaikan. Dalam era

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan.

I. PENDAHULUAN. sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas pada kemampuan keuangan daerah. Artinya daerah harus memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN - 61 - BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Dasar yuridis pengelolaan keuangan Pemerintah Kota Tasikmalaya mengacu pada batasan pengelolaan keuangan daerah yang tercantum

Lebih terperinci

Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI KALBAR

Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI KALBAR Urusan Pemerintahan 1 - URUSAN WAJIB 1.20 - Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, 1.20.05 - BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI KALBAR 15.090.246.60 5.844.854.40

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Fiscal Stress Ada beberapa definisi yang digunakan dalam beberapa literature. Fiscal stress terjadi ketika pendapatan pemerintah daerah mengalami penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Menurut Halim (2004:15-16) APBD adalah suatu anggaran daerah, dimana memiliki unsur-unsur

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA DINAS PENDAPATAN DAERAH TARGET DAN REALISASI PENDAPATAN TAHUN ANGGARAN 2014

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA DINAS PENDAPATAN DAERAH TARGET DAN REALISASI PENDAPATAN TAHUN ANGGARAN 2014 PEMERINTAH PROVINSI PAPUA DINAS PENDAPATAN DAERAH DAN REALISASI PENDAPATAN TAHUN ANGGARAN 2014 Periode : AGUSTUS 2014 DARI 4 PENDAPATAN 10.49.109.379.000,00 4.353.462.924.626,44 391.639.007.509,46 4.745.101.932.135,90

Lebih terperinci

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2014 )

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2014 ) K 2 Keuangan Pemerintah Kab/Kota REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2014 ) 1. Daftar isian ini digunakan untuk mencatat Realisasi Pendapatan Dan Belanja

Lebih terperinci

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2015 )

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2015 ) APBD 1 Keuangan Pemerintah Provinsi REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH PROVINSI ( APBD 2015 ) 1. Daftar isian ini digunakan untuk mencatat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Upaya Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Penajam Paser Utara. Ditetapkannya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif

Lebih terperinci

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2017 BAB III GAMBARAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN III 1 RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2017 3.1.KINERJA KEUANGAN MASA LALU No Kinerja keuangan daerah masa lalu merupakan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah merupakan sub-sistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Purworejo. Adapun yang menjadi fokus adalah kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi Berdasarkan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan 2009-2013 Pengelolaan keuangan daerah yang mencakup penganggaran, penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan

Lebih terperinci