5 IDENTIFIKASI POTENSI WILAYAH KABUPATEN KUPANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "5 IDENTIFIKASI POTENSI WILAYAH KABUPATEN KUPANG"

Transkripsi

1 5 IDENTIFIKASI POTENSI WILAYAH KABUPATEN KUPANG Abstrak Dalam pengembangan kawasan minapolitan, pendekatan potensi kelautan yang ada di perairan Kabupaten Kupang sangat diperlukan untuk nantinya dikembangkan agar dapat menambah pendapatan daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi kelautan dan perikanan di Kabupaten Kupang dalam rangka pengembangan kawasan minapolitan. Metode analisis data yang dipakai mencakup analisis spasial (kesesuaian lahan), daya dukung lahan, dan kelayakan usaha budidaya laut. Hasil penelitian dari hasil analisis spasial didapatkan luas kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut sebesar 31,43 km 2, 3,91 km 2 untuk budidaya KJA, 1,91 km 2 untuk budidaya tiram mutiara, dan budidaya teripang sebesar 2,37 km 2. Hasil analisis daya dukung lahan, budidaya rumput laut pada kategori sangat sesuai dapat memanfaatkan unit longline, budidaya KJA pada kategori sangat sesuai dapat memanfaatkan unit keramba, budidaya tiram mutiara pada kategori sesuai dapat memanfaatkan unit keramba, dan budidaya teripang pada kategori sesuai dapat memanfaatkan unit penculture. Bidang usaha budidaya laut dalam penelitian ini yang meliputi budidaya KJA, rumput laut, tiram mutiara dan teripang merupakan peluang usaha yang mempunyai prospek ekonomi dan finansial yang baik dan layak untuk dikembangkan di Kabupaten Kupang. Kata kunci : potensi wilayah, kesesuaian lahan, kelayakan usaha 5.1 Pendahuluan Potensi kelautan di perairan Kabupaten Kupang sangat beragam, hal ini dikarenakan wilayah perairan laut yang subur dan kaya akan unsur hara. Secara khusus dalam bidang budidaya laut ada lima budidaya yang pernah/sedang berjalan seperti rumput laut, keramba jarring apung, tiram mutiara, dan teripang. Penentuan potensi unggulan untuk dikembangkan dalam kawasan minapolitan melalui beberapa tahapan pengidentifikasian potensi. Adapun metode analisis data yang dipakai dalam mengidentifikasi potensi Kabupaten Kupang seperti analisis spasial (kesesuaian lahan), daya dukung lahan, dan kelayakan usaha budidaya laut. Analisis spasial digunakan untuk melihat kesesuaian perairan untuk budidaya laut, analisis daya dukung lahan digunakan untuk mengetahui kemampuan lahan dalam menampung suatu kegiatan budidaya laut, dan kelayakan usaha dipakai dalam mengkaji pengembangan usaha budidaya laut dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang sesuai dengan karakteristik wilayah dan kondisi masyarakat setempat.

2 Metode Analisis Identifikasi Potensi di Kabupaten Kupang Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam mengidentifikasi potensi di Kabupaten Kupang terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer yang dibutuhkan adalah data perairan hasil pengukuran di lapangan dan data hasil penjajakan dengan menggunakan kuesioner seperti data biaya dan penerimaan usaha budidaya laut dan data skoring dari pendapat pakar. Data sekunder berupa data citra Landsat, peta ruba bumi indonesia (RBI), peta lingkungan pantai indonesia (LPI), peta penggunaan lahan, data curah hujan, sifat fisik dan kimia perairan, data jumlah penduduk, produksi dan produktivitas budidaya, dan luas lahan perairan Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data primer dalam identifikasi potensi dalam rangka pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang dilakukan melalui diskusi, wawancara, kuesioner, dan survei lapangan dengan responden di wilayah studi yang terdiri dari berbagai pakar dan stakeholder yang terkait dengan topik penelitian. Data sekunder diperoleh dari beberapa sumber kepustakaan dan dokumen dari beberapa instansi yang terkait dengan penelitian Metode Analisis Data Metode analisis data dalam identifikasi potensi terbagi atas tiga bagian yaitu analisis spasial/keruangan, analisis daya dukung dan analisis kelayakan usaha/finansial. Berikut ini adalah penjelasan mengenai ketiga analisis tersebut. a. Analisis Spasial Kesesuaian Lahan Analisis keruangan digunakan untuk melihat kesesuaian pemanfaatan ruang secara visual dalam bentuk peta untuk beberapa potensi sumberdaya perairan di kawasan budidaya laut. Analisis dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu (1) mendeliniasi batas kajian yang mencakup lahan daratan dan perairan di sekitar Kabupaten Kupang, (2) untuk lahan perairan, pengumpulan data lapangan berupa titik (point information) yang mengandung informasi karakteristik perairan, (3) menganalisis secara spasial titik yang berisi informasi tersebut dengan metode interpolasi yaitu pengolahan data titik menjadi area (polygon) untuk membuat tema-tema yang akan di overlay berdasarkan kriteria kesesuaian pada masing-masing peruntukan (Lampiran 2).

3 67 Metode ini menggunakan metode Nearest Neighbour (Burrough & McDonnell, 1998; Morain, 1999), (4) untuk lahan daratan, pengumpulan data primer dan sekunder berupa data tabular (attribute) dan spasial yang dihimpun dalam suatu basis data. Peta tematik yang dihasilkan dari hasil interpolasi tersebut, selanjutnya diberikan skor dan bobot kemudian di overlay untuk mendapatkan lokasi yang sesuai bagi berbagai peruntukan berdasarkan berbagai kriteria kesesuaian lahan yang disusun sebelumnya. Pada setiap tahapan tersebut, data diolah dengan menggunakan Software Arc View GIS. Informasi yang diharapkan dari hasil analisis spasial ini adalah kesesuaian peruntukan ruang untuk pengembangan minapolitan budidaya laut berdasarkan hasil analisis peta land system, peta kemiringan lahan (slope), peta land use, dan peta RBI. Analisis kesesuaian lahan berdasarkan nilai hasil pembobotan dan skoring pada masing-masing parameter yang menjadi indikator kesesuaian. Pembobotan pada setiap faktor pembatas/parameter ditentukan berdasarkan pada dominannya parameter tersebut terhadap peruntukan. Besarnya pembobotan ditunjukkan pada suatu parameter untuk seluruh evaluasi lahan, sebagai contoh : keterlindungan dan kedalaman mempunyai bobot yang lebih tinggi untuk budidaya keramba dan rumput laut dibandingkan dengan penangkapan ikan. Pemberian nilai (scoring) ditujukan untuk menilai beberapa faktor pembatas/parameter/kriteria terhadap suatu evaluasi kesesuaian. Adapun kriteria dan matriks kesesuaian lahan (lokasi) yang dapat digunakan sebagai acuan pada setiap peruntukan dan urutan overlay dapat dilihat pada Lampiran 1. Dalam peneltian ini, penentuan kelas kesesuaian lahan didasarkan pada klasifikasi menurut FAO (1976), namun dengan pertimbangan lahan yang dievaluasi (perairan) cukup sempit sehingga kelas kesesuaian dibagi ke dalam tiga kelas yaitu kelas sangat sesuai (SS), sesuai (S) dan tidak sesuai (TS) dengan nilai skor masing-masing 3, 2, dan 1 (DKP, 2002). Analisis overlay yang digunakan adalah index overlay model. Benham dan Carter (1994) dalam Subandar (1999), menyatakan bahwa setiap coverage memiliki bobot (weight) dan setiap kelas dalam model memiliki nilai (score) sesuai dengan tingkat kepentingannya. Dalam model ini setiap coverage memiliki urutan kepentingan dimana coverage yang memiliki pengaruh yang paling besar diberikan penilaian yang lebih tinggi dari yang lainnya, begitu juga dengan urutan

4 68 overlay harus berdasarkan urutan tingkat kepentingan atau pengaruh yang paling besar ke tingkat yang paling kecil. Model matematis disajikan sebagai berikut : (2) dimana : S = Indeks terbobot pada area objek atau area terpilih Sij = Skor pada kelas ke-j dari peta ke-i Wi = Bobot pada input peta ke-i n = Jumlah peta Hasil analisis kesesuaian lahan untuk kegiatan pengembangan budidaya rumput laut, keramba jaring apung, penangkapan ikan dan kawasan lindung (konservasi) akan diperoleh peta yang mendeskripsikan pola penggunaan lahan yang sesuai bagi peruntukan kawasan tersebut. Dengan demikian diharapkan pemilihan lokasi untuk berbagai kawasan ini akan memberikan dampak positif bagi masyarakat pengguna ruang maupun pemerintah. b. Analisis Daya Dukung Lahan Berkaitan dengan semakin meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, maka kebutuhan lahan juga semakin bertambahan yang akhirnya berdampak kepada semakin terbatasnya lahan, baik untuk tempat tinggal (permukiman) maupun untuk kegiatan pemanfaatan lainnya. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis untuk menentukan seberapa besar daya dukung suatu lahan untuk menampung suatu kegiatan pemanfaatan pada suatu wilayah tanpa merusak kelestarian lingkungan yang ada. Daya dukung yang dianalisis dalam kajian ini hanya dibatasi pada daya dukung kemampuan lahan (ruang) dalam menampung suatu kegiatan ditinjau dari aspek kesesuaian lahan (fisik) dan sosial budaya masyarakat setempat, sedangkan daya dukung lingkungan perairan yang berhubungan erat dengan produktifitas lestari perairan tersebut. Hasil analisis ini akan memberikan informasi mengenai seberapa besar luas lahan dan jumlah unit kegiatan dalam mendukung suatu kawasan tertentu untuk diusahakan. Berikut ini uraian analisis daya dukung bagi berbagai peruntukan yang akan dikembangkan pada kawasan Kabupaten Kupang. Pertama, untuk perhitungan daya dukung lahan budidaya rumput laut dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan luas areal budidaya sesuai (kategori sangat sesuai dan sesuai), kapasitas lahan dan metode budidaya yang diterapkan. Parameter yang menjadi acuan dalam penentuan daya dukung lahan tersebut menurut Rauf (2008) antara lain :

5 69 a) Luas lahan budidaya rumput laut yang sesuai Luas lahan (areal perairan) budidaya rumput laut yang sesuai dapat diperoleh dari hasil analisis kesesuaian lahan dengan menggunakan SIG. Dalam studi ini dibagi dua musim dimana luas pada musim peralihan lebih besar dari musim timur atau barat sehingga analisis-nya pun dipisahkan. b) Kapasitas lahan perairan Kapasitas lahan diartikan sebagai luasan lahan perairan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya rumput laut secara terus menerus dan secara sosial tidak menimbulkan konflik serta secara ekologi tidak mengganggu ekosistem pesisir. Besarnya kapasitas lahan yang ditetapkan dalam studi ini dianalisis dengan formula sebagai berikut : KL = = (3) dimana : KL = Kapasitas lahan ΔL = L 2 L 1 L 1 = Luas unit budidaya L 2 = Luas yang sesuai untuk satu unit budidaya l 1 = Lebar unit budidaya l 2 = Lebar yang sesuai untuk satu unit budidaya p 1 = Panjang unit budidaya = Panjang yang sesuai untuk satu unit budidaya p 2 Kapasitas lahan ditentukan dari selisih antara luas lahan yang sesuai dengan luas unit budidaya dibagi dengan luas lahan yang sesuai kali 100%. Luas unit budidaya (L 1 ) ditentukan berdasarkan luas rata-rata unit budidaya yang ada di Kabupaten Kupang. Luas yang sesuai untuk satu unit budidaya (L 2 ) ditentukan berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan. c) Luasan unit budidaya Luasan unit budidaya adalah besaran yang menunjukkan luasan dari satu unit budidaya rumput laut, dimana setiap luasan unit budidaya berbeda-beda tergantung dari metode budidaya yang digunakan. Dalam kajian ini luasan satu unit budidaya didasarkan pada metode long line dengan ukuran 30 m x 100 m = 3000 m 2 atau 0,003 km 2.

6 70 d) Daya dukung lahan Daya dukung lahan menunjukkan kemampuan maksimum lahan yang mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan terjadinya penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial. Berdasarkan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung lahan untuk budidaya rumput laut dapat dihitung dengan formula sebagai berikut : DDL RL = LLS x KL. (4) dimana : DDL RL = Daya dukung lahan budidaya rumput laut (ha) LLS = Luas lahan sesuai (ha) KL = Kapasitas lahan (%) Untuk menghitung berapa jumlah unit budidaya yang dapat didukung oleh lahan berdasarkan daya dukung yang diperoleh, dapat dianalisis dengan persamaan sebagai berikut : JUB RL =.... (5) dimana : JUB RL = Jumlah unit budidaya rumput laut (unit) DDL = Daya dukung lahan (ha) LUB = Luas unit budidaya (unit/ha) Kedua, analisis daya dukung lahan perairan Kabupaten Kupang untuk kegiatan budidaya ikan dengan keramba jaring apung dilakukan dengan pendekatan luas areal kegiatan budidaya yang sesuai dan kapasitas lahan. Parameter yang menjadi acuan dalam penentuan daya dukung lahan tersebut, antara lain : a) Luas lahan budidaya ikan dengan KJA yang sesuai Luas lahan (areal perairan) budidaya ikan dengan KJA yang sesuai dapat diperoleh dari hasil analisis kesesuaian lahan. b) Kapasitas lahan perairan Besarnya kapasitas lahan yang digunakan untuk kegiatan budidaya dengan KJA dianalisis seperti formula yang digunakan pada budidaya rumput laut. Yang membedakan adalah luas unit budidaya yang digunakan secara umum di perairan Indonesia (Sunyoto, 2000) yaitu dengan luas (12 x 12) m 2 = 144 m 2 = 0,00014 km 2.

7 71 c) Luasan unit rakit KJA Luasan unit rakit KJA adalah besaran yang menunjukkan luasan dari satu unit rakit dengan empat keramba berukuran (3x3x2,5) m 3. d) Daya dukung lahan Daya dukung lahan menunjukkan kemampuan maksimum lahan yang mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan terjadinya penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial. Berdasarkan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung lahan untuk budidaya KJA dapat dihitung dengan formula sebagai berikut : DDL KJA = LLS x KL. (6) dimana : DDL KJA = Daya dukung lahan budidaya KJA (ha) LLS = Luas lahan sesuai (ha) KL = Kapasitas lahan (%) Untuk menghitung berapa jumlah unit budidaya yang dapat didukung oleh lahan berdasarkan daya dukung yang diperoleh, dapat dianalisis dengan persamaan sebagai berikut : JUB KJA = (7) dimana : JUB KJA = Jumlah unit budidaya KJA (unit) DDL = Daya dukung lahan (ha) LUB = Luas unit budidaya (unit/ha) Analisis daya dukung lahan perairan di Kabupaten Kupang untuk kegiatan budidaya teripang dan tiram mutiara memakai teknik perhitungan yang sama dengan KJA, namun disesuaikan dengan luasan unit budidaya teripang dan tiram mutiara. c. Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Laut Dalam mengkaji suatu pengembangan usaha, di samping menganalisis tingkat kelayakan lahan dan perairan yang sesuai bagi peruntukannya juga dilakukan analisis terhadap kelayakan usaha dari sisi finansial. Analisis kelayakan usaha dimaksudkan untuk menilai keberhasilan usaha pada suatu bidang produksi dengan menilai besarnya pendapatan (keuntungan) yang diperoleh, sedangkan analisis finansial diperlukan untuk penetapan alternatif pemanfaatan budidaya dan pegembangan minapolitan secara berkelanjutan.

8 72 Untuk menentukan keuntungan, dilakukan perhitungan besar manfaat (benefit) yang diperoleh dan besarnya biaya (cost) yang dikeluarkan selama satu kali produksi (Soekartawai, 1986). Secara matematis, fungsi keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut : RC = TR -TC (8) dimana : RC = Keuntungan TR = Total penerimaan usaha (Rp/ha/tahun) TC = Total pengeluaran (Rp/ha/tahun) Sementara itu untuk mengetahui sejauh mana hasil yang diperoleh usaha tersebut telah layak dilanjutkan atau tidak, digunakan analisis perimbangan antara penerimaan dan biaya yang dirumuskan sebagai berikut : (9) dimana : R/C pi yi pj xj = Perbandingan pendapatan dan pengeluaran = Harga output produk ke-i = Jenis output produk ke-i = Harga input ke-j = Jenis input ke-j Untuk kepentingan pengambilan keputusan R/C dinilai dengan menggunakan kriteria sebagai berikut : R/C > 1, usaha budidaya laut untung R/C = 1, usaha budidaya laut berada pada titik impas (break even point) R/C < 1, usaha budidaya laut rugi Selanjutnya untuk menentukan prospek pengembangan berbagai kegiatan peruntukan di Kabupaten Kupang, maka dilakukan perhitungan besar manfaat (benefit) dan besarnya biaya (cost) yang dihitung berdasarkan nilai sekarang (net present value). Menurut Abelson (1979), beberapa indikator yang biasa digunakan dalam analisis ini, yaitu : a) Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) atau nilai bersih sekarang adalah nilai kini dari keuntungan bersih yang akan diperoleh pada masa yang akan datang, dengan menghitung selisih antara manfaat dan biaya kini. Secara matematis NPV dapat dirumuskan sebagai berikut : (10)

9 73 dimana : B i = Keuntungan kotor tahunan, selama i tahun C i = Biaya kotor tahunan, selama i tahun 1/(1+r) i = Discount factor (DF) r = Tingkat suku bunga bank (discount rate) n = Umur ekonomis dari unit usaha i = 0,1,2,3,. tahun ke n Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut : NPV > 0 berarti budidaya laut layak diusahakan NPV = 0 berarti budidaya laut berada pada titik impas (break even point) NPV < 0 berarti budidaya laut tidak layak diusahakan b) Internal Rate of Return (IRR) IRR merupakan suku bunga maksimal untuk sampai kepada NPV = 0, jadi dalam keadaan batas untung-rugi. Disamping itu juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi bersih dalam suatu proyek, asal setiap manfaat yang diwujudkan secara otomatis ditanam kembali pada tahun berikutnya dan mendapatkan tingkat keuntungan yang sama dan diberi bunga selama sisa umur proyek. IRR digunakan untuk mengetahui tingkat pengembalian bunga usaha, dapat juga dianggap sebagai tingkat keuntungan atas investasi dalam suatu usaha (Kadariah et al., 1999). Secara matematis dituliskan :.... (11) dimana : i + = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV positif i- = tingkat suku bunga yang menghasilkan NPV negatif NPV + = NPV pada tingkat suku bunga i + NPV - = NPV pada tingkat suku bunga i - Dengan kriteria pengambilan keputusan : IRR > i + artinya kegiatan usaha budidaya laut dapat dilanjutkan IRR > i - artinya kegiatan usaha budidaya laut tidak dapat dilanjutkan c) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Merupakan perbandingan antara jumlah total nilai kini (present value) dari keuntungan bersih pada tahun-tahun dimana keuntungan bersih bernilai positif dengan keuntungan bersifat negatif. Secara matematis, net benefit cost ratio (B/C) dapat dituliskan :.... (12) dimana : B = Keuntungan bersih tahunan yang diharapkan C = Modal investasi yang diharapkan

10 74 r = Tingkat suku bunga per tahun n = Jumlah tahun kegiatan Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut : Net B/C > 1 berarti kegiatan usaha budidaya laut layak untuk diusahakan Net B/C = 1 berarti kegiatan usaha budidaya laut berada pada titik impas Net B/C < 1 berarti kegiatan usaha budidaya laut tidak layak untuk diusahakan d) Pay Back of Period (PBP) Pay Back of Period adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat lama waktu yang diperlukan oleh kegiatan usaha untuk mengembalikan investasi, yaitu dengan membandingkan investasi dengan tingkat keuntungan selama satu periode produksi (1 tahun) (Kadariah et al., 1999). Secara matematis dituliskan sebagai berikut : Pay Back of Period = Investasi / Tingkat keuntungan...(13) e) Break Event Point (BEP) Break Event Point (BEP) merupakan sebuah pengukuran untuk mengetahui berapa volume atau kapasitas produksi minimum agar investasi itu tidak menderita rugi tetapi juga belum memperoleh keuntungan/laba, yang diformulasikan sebagai berikut : dimana: TBT = Total biaya tetap TBV = Total biaya variabel TH = Total harga TP = Total produksi BEP = (TBT+TBV/ TH ) x TP...(14)

11 Hasil dan Pembahasan Analisis Potensi Wilayah di Kabupaten Kupang Analisis Spasial/Keruangan Hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan yang dilakukan dalam studi ini merupakan kesesuaian lahan pada saat ini, dimana kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan pada data yang tersedia dan belum mempertimbangkan asumsi/usaha perbaikan bagi tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala fisik atau faktor-faktor penghambat yang ada. Evaluasi kesesuaian lahan dalam penelitian ini ada empat peruntukkan budidaya laut yaitu budidaya rumput laut, keramba jaring apung, tiram mutiara, dan teripang. a. Rumput Laut Hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan untuk kegiatan budidaya rumput laut di Kecamatan Semau, Sulamu, dan Kupang Barat disajikan pada Tabel 6, sedangkan peta kesesuaian untuk masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Gambar 6 sampai 8. Tabel 6 Hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan untuk budidaya rumput laut Kecamatan Kesesuaian lahan (km 2 ) Jumlah total perairan Sangat sesuai Sesuai Tidak sesuai yang sesuai (km 2 ) Semau 5,94 0,32 0,63 6,26 Sulamu 3,20 0,28 0,17 3,48 Kupang Barat 22,29 3,96 4,16 26,25 Sumber : Hasil analisis 2011 Dalam penentuan kesesuaian lahan ini dievaluasi beberapa parameter fisik dan kimia perairan, namun parameter-parameter yang memiliki bobot terbesar dalam kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut adalah fosfat, nitrat, kedalaman, kecerahan, dan kecepatan arus. Hasil evaluasi di lapangan diperoleh nilai fosfat berkisar antara 0,2-0,7 mg/l, nitrat 0,8-1,5mg/l, kedalaman perairan m, kecerahan perairan berkisar antara 5-9 m, dan kecepatan arus cm/dtk. b. Keramba Jaring Apung Hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan untuk kegiatan budidaya ikan kerapu dengan keramba jaring apung (KJA) di Kecamatan Semau, Sulamu, dan Kupang Barat disajikan pada Tabel 7, sedangkan peta kesesuaian untuk masingmasing kecamatan dapat dilihat pada Gambar 9 sampai 11.

12 76 Tabel 7 Hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan untuk budidaya KJA Kecamatan Kesesuaian lahan (km 2 ) Jumlah total perairan Sangat sesuai Sesuai Tidak sesuai yang sesuai (km 2 ) Semau 2,13 4,29 0,48 6,24 Sulamu 0,45 0,55 2,66 1,00 Kupang Barat 1,33 3,96 25,11 5,29 Sumber : Hasil analisis 2011 Dari hasil evaluasi kesesuaian lahan yang didapatkan (Tabel 7) terungkap bahwa lokasi yang sesuai untuk usaha budidaya KJA tersebar di tiga kecamatan namun Kecamatan Semau yang memiliki potensi kesesuaian lahan yang luas sebesar 2,13 km 2. Adapun persentase masing-masing kategori yang sesuai terhadap luas wilayah perairan kecamatan yaitu Semau 100%, Sulamu 99,99% dan Kupang Barat 100%. Penentuan lokasi tersebut dengan mempertimbangkan beberapa parameter seperti kecepatan arus, kedalaman air, muatan padatan tersuspensi, material dasar perairan, oksigen terlarut, kecerahan perairan, suhu, salinitas, ph, fosfat, nitrat, kepadatan fitoplankton dan klorofil-a. Hasil pengamatan lapangan di Kecamatan Semau diperoleh kedalaman perairan m, kecepatan arus cm/dtk dengan jenis substrat dasar perairan berpasir dan pecahan karang, serta kecerahan perairan 5-10 m memungkinkan untuk dikembangkannya budidaya ikan kerapu dengan KJA. Untuk perairan Kecamatan Sulamu diperoleh kedalaman perairan m, kecepatan arus cm/dtk dengan jenis substrat dasar perairan berpasir, serta kecerahan perairan 5-10 m memungkinkan untuk dikembangkannya budidaya ikan kerapu dengan KJA. Sedangkan perairan Kecamatan Kupang Barat diperoleh kedalaman perairan m, kecepatan arus cm/dtk dengan jenis substrat dasar perairan berpasir, serta kecerahan perairan m memungkinkan untuk dikembangkannya budidaya ikan kerapu dengan KJA. Kedalaman perairan sangat berperan dalam pengoperasian KJA untuk mengetahui kedalaman jaring yang akan digunakan dapat ditentukan. Parameter kecepatan arus sangat berperan untuk membawa/membilas (flushing) sisa pakan atau kotoran ikan tetapi tidak sampai mengganggu jaring sehingga mengurangi luasan ruang ikan dalam keramba. Kecerahan perairan juga mempengaruhi kegiatan budidaya KJA dalam menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu, faktor-faktor yang mempengaruhi kecerahan adalah kandungan lumpur, plankton, dan bahanbahan yang terlarut lainnya.

13 77 Keadaan tersebut dapat mengurangi laju fotosintesis serta mengganggu pernapasan hewan di air dan bahkan tidak layak untuk pengamatan lapangan bahwa suhu perairan berkisar antara C, salinitas perairan berkisar antara gr/kg, ph air laut berkisar antara 7-9. Menurut Baveridge (1987) dalam pemilihan lokasi untuk pengembangan KJA di laut kriteria (suhu, salinitas, DO, ph, kekeruhan, pencemaran, padatan terlarut dan alga) lebih diperuntukkan pada kondisi fisika-kimia air laut yang akan menentukan bagi pemilihan/perkembangan ikan budidaya. c. Tiram Mutiara Hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan untuk kegiatan budidaya tiram mutiara di Kecamatan Semau, Sulamu, dan Kupang Barat disajikan pada Tabel 8, sedangkan peta kesesuaian untuk masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Gambar 12 sampai 14. Tabel 8 Hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan untuk budidaya tiram mutiara Kecamatan Kesesuaian lahan (km 2 ) Jumlah total perairan Sesuai Tidak sesuai yang sesuai (km 2 ) Semau 0,72 6,18 0,72 Sulamu 0,15 3,51 0,15 Kupang Barat 1,04 29,36 1,04 Sumber : Hasil analisis 2011 Hasil dari parameter-parameter penting yang berpengaruh terhadap usaha budidaya tiram mutiara adalah kecepatan arus 35 cm/dtk, muatan padatan terlarut berkisar antara mg/l, kedalaman perairan berkisar antara m, dan kepadatan fitoplankton yang berkisar antara sel/l. d. Teripang Hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan untuk kegiatan budidaya teripang di Kecamatan Semau, Sulamu, dan Kupang Barat disajikan pada Tabel 9, sedangkan peta kesesuaian untuk masing-masing kecamatan dapat dilihat pada Gambar 15 sampai 17. Tabel 9 Hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan untuk budidaya teripang Kecamatan Kesesuaian lahan (km 2 ) Jumlah total perairan Sesuai Tidak sesuai yang sesuai (km 2 ) Semau 0,61 6,28 0,61 Sulamu 0,17 3,49 0,17 Kupang Barat 1,59 28,81 1,59 Sumber : Hasil analisis 2011

14 78 Hasil evaluasi parameter-parameter yang penting untuk kesesuaian lahan budidaya teripang adalah kecepatan arus cm/dtk, kedalaman yang berkisar antara 5-10 m, kecerahan perairan 3-8 m, material dasar perairan agak landai dan berpasir, dan kondisi perairan terbuka. Dari Gambar 15 sampai 17 dapat disimpulkan bahwa budidaya teripang tidak sesuai dibudidayakan untuk Kecamatan Kupang Barat dan Kecamatan Semau karena kondisi kedua wilayah ini terbuka dan kondisi arus yang tidak memungkinkan untuk dibudidayakan usaha teripang Analisis Daya Dukung a. Rumput Laut Aspek daya dukung sangat menentukan keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut. Daya dukung yang digunakan dianalisis dengan pendekatan luas areal budidaya yang sesuai (kategori sangat sesuai dan sesuai), kapasitas lahan dan metode budidaya yang diterapkan. Hasil analisis daya dukung lahan untuk pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Daya dukung lahan perairan untuk budidaya rumput laut Kecamatan Luas lahan (km 2 ) Kapasitas lahan (km 2 Daya dukung lahan (Jumlah ) unit budidaya rumput laut) Sangat Sangat Sangat Sesuai Sesuai Sesuai sesuai sesuai sesuai Semau 5,94 0,32 5,94 0, Sulamu 3,20 0,28 3,20 0, Kupang Barat 22,29 3,96 22,29 3, Jumlah 31,43 4,56 31,43 4, Sumber : hasil analisis 2011 Keterangan Tabel : Kapasitas lahan perairan adalah 99,95% dari luas lahan yang sesuai (sangat sesuai dan sesuai) Luas satu unit budidaya dengan metode longline = 3000 m 2 atau 0,003 km 2 DD lahan (jumlah unit) = kapasitas lahan/luas unit budidaya rumput laut Berdasarkan hasil analisis daya dukung lahan untuk kegiatan budidaya rumput laut didapatkan luas kapasitas lahan untuk kategori sangat sesuai dan sesuai masing-masing sebesar 31,43 km 2 dan 4,56 km 2 sedangkan jumlah unit usaha budidaya rumput laut yang dapat didukung untuk kegiatan budidaya tersebut pada kategori sangat sesuai dan sesuai masing-masing sebanyak unit dan unit (Tabel 10). Jika digabungkan jumlah unit usaha budidaya rumput laut tersebut maka total unit yang dapat diusahakan sebesar unit.

15 79 b. Keramba Jaring Apung Analisis daya dukung lahan perairan di Kabupaten Kupang untuk kegiatan budidaya keramba jaring apung dilakukan dengan pendekatan luas areal kegiatan budidaya yang sesuai (kategori sangat sesuai dan sesuai) dan kapasitas lahan. Hasil analisis daya dukung lahan untuk pengembangan kegiatan budidaya ikan kerapu dengan KJA di Kabupaten Kupang disajikan pada Tabel 11. Berdasarkan hasil analisis daya dukung lahan tersebut diperoleh luas kapasitas lahan untuk kategori sangat sesuai dan sesuai masing-masing sebesar 3,91 km 2 dan 8,80 km 2 sedangkan jumlah unit KJA yang dapat didukung untuk kegiatan budidaya tersebut pada kategori sangat sesuai dan sesuai masingmasing sebanyak unit dan unit. Tabel 11 Daya dukung lahan perairan untuk budidaya KJA Kecamatan Luas Lahan (km 2 ) Kapasitas lahan (km 2 Daya dukung lahan (jumlah ) unit budidaya KJA) Sangat Sangat Sesuai Sesuai Sangat Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai Semau 2,13 4,29 2,13 4, Sulamu 0,45 0,55 0,45 0, Kupang Barat 1,33 3,96 1,33 3, Jumlah 3,91 8,80 3,91 8, Sumber : hasil analisis 2011 Keterangan Tabel : Kapasitas lahan perairan adalah 99,99% dari luas lahan yang sesuai (sangat sesuai dan sesuai) Luas satu unit budidaya dengan metode KJA = (8 x 8) m 2 = 64 m 2 atau 0, km 2 DD lahan (jumlah unit) = kapasitas lahan/luas unit budidaya KJA c. Tiram Mutiara Analisis daya dukung lahan perairan di Kabupaten Kupang untuk kegiatan budidaya tiram mutiara dilakukan dengan pendekatan luas areal kegiatan budidaya yang sesuai (kategori sesuai) dan kapasitas lahan. Hasil analisis daya dukung lahan untuk pengembangan kegiatan budidaya tiram mutiara di Kabupaten Kupang disajikan pada Tabel 12. Tabel 12 Daya dukung lahan perairan untuk budidaya tiram mutiara Luas lahan (km 2 ) Kapasitas lahan (km 2 Daya dukung lahan (jumlah ) Kecamatan unit budidaya mutiara) Sesuai Sesuai Sesuai Semau 0,72 0, Sulamu 0,15 0, Kupang Barat 1,04 1, Jumlah 1,91 1, Sumber : hasil analisis 2011 Keterangan Tabel : Kapasitas lahan perairan adalah 99,99% dari luas lahan yang sesuai Luas satu unit budidaya tiram mutiara = (7 x 7) m 2 = 49 m 2 atau 0, km 2 DD lahan (jumlah unit) = kapasitas lahan/luas unit budidaya tiram mutiara

16 80 Berdasarkan hasil analisis daya dukung lahan ketiga kecamatan di Kabupaten Kupang tersebut diperoleh luas kapasitas lahan untuk kategori sesuai sebesar 1,91 km 2 sedangkan jumlah unit keramba untuk tiram mutiara yang dapat didukung untuk kegiatan budidaya tersebut pada kategori sesuai masingmasing sebanyak unit. d. Teripang Analisis daya dukung lahan perairan di Kabupaten Kupang untuk kegiatan budidaya teripang dengan sistem penculture dilakukan dengan pendekatan luas areal kegiatan budidaya yang sesuai (kategori sesuai) dan kapasitas lahan. Hasil analisis daya dukung lahan ketiga kecamatan di Kabupaten Kupang untuk pengembangan kegiatan budidaya teripang dengan sistem penculture di Kabupaten Kupang disajikan pada Tabel 13. Berdasarkan hasil analisis daya dukung lahan tersebut diperoleh luas kapasitas lahan untuk kategori sesuai sebesar 2,37 km 2 sedangkan jumlah unit penculture teripang yang dapat didukung untuk kegiatan budidaya tersebut pada kategori sesuai sebanyak unit. Tabel 13 Daya dukung lahan perairan untuk budidaya teripang Luas lahan (km 2 ) Kapasitas lahan (km 2 Daya dukung lahan (jumlah ) Kecamatan unit budidaya teripang) Sesuai Sesuai Sesuai Semau 0,61 0, Sulamu 0,17 0, Kupang Barat 1,59 1, Jumlah 2,37 2, Sumber : hasil analisis 2011 Keterangan Tabel : Kapasitas lahan perairan adalah 99,99% dari luas lahan yang sesuai (sangat sesuai dan sesuai) Luas satu unit budidaya teripang = (50 x 10) m 2 = 500 m 2 atau 0,0005 km 2 DD lahan (jumlah unit) = kapasitas lahan/luas unit budidaya teripang dengan penculture

17 Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Laut Analisis kelayakan usaha budidaya laut dalam penelitian ini terdiri dari empat bagian yaitu budidaya keramba jaring apung, rumput laut, tiram mutiara, dan teripang. Analisis ini dimaksudkan untuk melihat peluang usaha dan profil investasi komoditas atau produk unggulan daerah Kabupaten Kupang khususnya dalam bidang/kegiatan budidaya laut sebagai suatu peluang investasi yang sangat fisibel yang dapat mendorong peningkatan ekonomi wilayah dan masyarakat dalam rangka pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang. a. Budidaya Keramba Jaring apung Untuk mendirikan usaha budidaya ikan kerapu dengan sistem keramba jaring apung (KJA), dibutuhkan sejumlah dana untuk membiayai investasi dan modal kerja. Komponen-komponen biaya investasi ini meliputi : a) pembuatan rakit berukuran 8 m x 8 m, b) pembuatan waring berukuran 1 m x 1 m x 1,5 m, c) pembuatan jaring ukuran 3 m x 3 m x 3 m, d) pembuatan rumah jaga, dan e) pengadaan sarana kerja. Sedangkan untuk modal kerja meliputi : biaya pengadaan benih, pakan, bahan bakar, upah/gaji, dan lain-lain. Adapun jumlah dana untuk membiayai berbagai komponen biaya di atas, dihitung berdasarkan tingkat harga di lokasi penelitian dan beberapa asumsi sebagai berikut : 1. Umur investasi 5 tahun 2. Sumber dana untuk membiayai kegiatan investasi khusus untuk biaya investasi berasal dari pinjaman sebesar Rp ,00 dengan tingkat bunga 18% per tahun (flat) dalam jangka waktu 5 tahun 3. Pajak penghasilan 15% per tahun 4. Penyusutan atas aktiva tetap dihitung dengan metoda garis lurus dengan sisa = 0 dan umur ekonomis dari setiap aset 5 tahun 5. Benih yang ditebarkan berukuran 4-5 cm sebanyak ekor dengan tingkat kehidupan sampai umur panen 65% dengan berat 450 gr/ekor 6. Jangka waktu pembesaran atau umur produksi untuk mencapai berat jual/panen adalah 12 bulan (1 tahun) 7. Harga jual Rp ,00 per kg Atas dasar asumsi-asumsi di atas, perkiraan biaya investasi dan biaya variabel disajikan pada Tabel 14.

18 94 Tabel 14 Perkiraan biaya investasi usaha budidaya ikan kerapu Komponen Jumlah (Rp) % Biaya investasi ,00 26,2 Biaya variabel ,00 63,0 Biaya tetap ,00 10,8 Total ,00 100,0 Total besarnya biaya investasi, biaya variabel dan biaya tetap sebesar Rp ,00 di mana biaya terbesar adalah biaya variabel mencapai 63% diikuti oleh biaya investasi 26,2% dari total biaya. Rincian biaya investasi, biaya variabel, dan biaya tetap yang diperlukan untuk usaha budidaya ikan kerapu tikus dengan sistem KJA di Kabupaten Kupang disajikan pada Lampiran 15. Sedangkan perhitungan/analisis rugi laba dari usaha budidaya ikan kerapu tikus dengan sistem KJA di Kabupaten Kupang ini didasarkan pada asumsi-asumsi seperti yang telah dikemukan terdahulu. Hasil analisis rugi laba seperti ditunjukkan pada Tabel 15. Tabel 15 Analisis rugi laba usaha budidaya ikan kerapu No Uraian Total (Rp) 1 Total biaya ,00 2 Total penerimaan ,00 3 Total pendapatan sebelum pajak ,00 4 Pajak penghasilan (15%) ,00 5 Total pendapatan bersih setelah pajak ,00 Dari Tabel 15, terlihat bahwa usaha budidaya ikan kerapu tikus selama 5 tahun atau 5 kali siklus produksi memberikan pendapatan memberikan pendapatan bersih setelah pajak sebesar Rp ,00 untuk rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 15. Berikutnya adalah analisis cash flow dan kelayakan Investasi yang menggambarkan proyeksi arus penerimaan dan arus pengeluaran dari usaha budidaya ikan kerapu tikus dengan sistem KJA selama 5 tahun usaha (Lampiran 15). Tabel 16 Kriteria kelayakan usaha budidaya ikan kerapu dengan sistem KJA No Kriteria kelayakan Nilai kelayakan 1 Net present value/npv pada DF 18% (Rp) ,00 2 Net B/C pada DF 18% 1,65 3 Internal rate of return/irr (%) 46,6 4 Payback period/pbp tahun ke-1 5 Break event point/bep : unit (kg) unit (Rp/kg) ,00

19 95 Kriteria-kriteria dan nilai kelayakan finansial dari usaha budidaya ikan kerapu tikus dengan sistem KJA di Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Tabel 16. Investasi di bidang usaha budidaya ikan kerapu di Kabupaten Kupang dengan teknologi dan kapasitas produksi yang ada, mampu memberikan adanya surplus pendapatan bagi pihak investor. Dari Tabel 16 terlihat bahwa dalam jangka waktu 1 tahun lebih atau tepatnya 1 tahun 1 bulan produksi dana yang diinvestasikan itu dapat diperoleh kembali. Sedangkan untuk total dana yang diinvestasikan untuk usaha budidaya ikan kerapu tikus dengan sistem KJA di Kabupaten Kupang saat ini, nilai uang yang diterima selama masa investasi (NPV) sebesar Rp ,00 dengan net B/C 1,65 pada tingkat diskon (DF) 18%. Angka yang ada menunjukkan bahwa kegiatan investasi di bidang usaha budidaya ikan kerapu tikus dengan sistem KJA di Kabupaten Kupang secara finansial layak atau memiliki daya keuntungan yang tinggi. Dari hasil analisis diperoleh IRR sebesar 46,6% yang bila dibandingkan dengan tingkat suku bunga pinjaman 18% per tahun, hal ini menunjukkan bahwa investasi di bidang budidaya ikan kerapu tikus dengan sistem KJA di Kabupaten Kupang layak untuk diusahakan. Berikutnya untuk mencapai BEP, maka jumlah hasil budidaya ikan kerapu tikus ini setiap tahunnya minimum sebanyak 333 kg atau Rp ,00 per kg. b. Budidaya Rumput Laut Usaha budidaya rumput laut dengan sistem longline membutuhkan sejumlah dana untuk membiayai investasi dan modal kerja. Komponenkomponen biaya investasi ini meliputi : a) pembuatan unit budidaya rumput laut berukuran 100 m x 30 m, b) pembuatan para-para/tempat penjemuran, c) perahu sampan, dan d) timbangan gantung. Sedangkan untuk modal kerja meliputi : biaya pengadaan bibit, karung jangkar, pelampung botol aqua, pelampung jeregen, dan upah/gaji. Adapun jumlah dana untuk membiayai berbagai komponen biaya di atas, dihitung berdasarkan tingkat harga di lokasi penelitian dan beberapa asumsi sebagai berikut : (1) umur investasi 1 tahun (1 periode = 6 siklus kegiatan budidaya rumput laut), (2) satu siklus kegiatan budidaya = 45 hari ( Periode budidaya : awal april oktober), (3) bibit rumput laut awal kg, (4) rendemen: berat basah menjadi kering 12,50%, (5) luas lahan budidaya 100 m x 30 m = m 2, (6) berat bibit rumput laut yang diikat 200 gr, (7) hasil panen

20 96 rumput laut 6 kali berat semula, dan (8) harga jual rumput laut kering Rp10.000,00 per kg. Atas dasar asumsi-asumsi di atas, perkiraan biaya investasi sebesar Rp ,00 dan biaya produksi sebesar Rp ,00 untuk usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Kupang. Analisis cash flow dan kelayakan Investasi yang menggambarkan proyeksi arus penerimaan dan arus pengeluaran dari usaha budidaya rumput laut dengan sistem longline selama 1 periode usaha atau 6 kali siklus panen. Pada Lampiran 15 terlihat bahwa investasi di bidang usaha budidaya ikan kerapu di Kabupaten Kupang dengan teknologi dan kapasitas produksi yang ada, mampu memberikan adanya surplus pendapatan bagi pihak investor. Kriteriakriteria dan nilai kelayakan finansial dari usaha budidaya rumput laut dengan sistem longline di Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Kriteria kelayakan usaha rumput laut dengan sistem long line No Kriteria kelayakan Nilai kelayakan 1 Net present value/npv pada DF 18% (Rp) ,00 2 Net B/C pada DF 18% 1,44 3 Internal rate of return/irr (%) 46,6 4 Payback period/pbp (1 siklus panen = 45 hari) 5 Break event point/bep : unit (kg) unit (Rp/kg) 0,5 tahun (5 kali siklus panen) ,00 Dari Tabel 17 terlihat bahwa dalam jangka waktu 0,5 tahun lebih atau tepatnya 5 kali siklus produksi dana yang diinvestasikan itu dapat diperoleh kembali. Sedangkan untuk total dana yang diinvestasikan untuk usaha budidaya rumput laut dengan sistem longline di Kabupaten Kupang saat ini, nilai uang yang diterima selama masa investasi (NPV) sebesar Rp ,00 dengan Net B/C 1,44 pada tingkat diskon (DF) 18%. Angka yang ada menunjukkan bahwa kegiatan investasi di bidang usaha budidaya rumput laut dengan sistem longline di Kabupaten Kupang secara finansial sangat layak atau memiliki daya keuntungan yang tinggi. Dari hasil analisis diperoleh IRR sebesar 98,6% yang bila dibandingkan dengan tingkat suku bunga pinjaman 18% per tahun, hal ini menunjukkan bahwa investasi di bidang budidaya rumput laut dengan sistem longline di Kabupaten Kupang sangat layak untuk diusahakan, dan untuk mencapai BEP, maka jumlah hasil budidaya rumput laut ini setiap tahunnya minimum sebanyak kg atau Rp6.955,00 per kg.

21 97 c. Budidaya Tiram Mutiara Budidaya tiram mutiara ini menggunakan teknologi sederhana dan modern. Teknologi sederhana berupa rakit tempat pemeliharaan sedangkan teknologi modern yang digunakan adalah bioteknologi untuk perawatan tiram dari spat sampai tiram siap untuk dioperasi. Usaha budidaya mutiara menggunakan tenaga keamanan dengan biaya yang cukup besar untuk mencegah terjadinya penjarahan. Siklus produksi adalah 5 tahun sejak awal usaha dengan melakukan penyuntikan pada spat umur 1,5 tahun. Mutiara dapat dipanen 1,5 tahun setelah penyuntikan. Masa tunggu panen kedua dan ketiga dari proses penyuntikan hanya 1 tahun. Setelah panen pertama, tiram dapat disuntik lagi untuk dipanen 1 tahun berikutnya. Penyuntikan dapat dilakukan 3 kali pada tiram yang sama sehingga selama 5 tahun dapat dilakukan 3 kali panen. Asumsi-asumsi dasar perhitungan untuk usaha budidaya tiram mutiara di Kabupaten Kupang disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Asumsi-asumsi dasar perhitungan usaha budidaya tiram mutiara No Uraian Satuan Jumlah/nilai 1 Periode proyek tahun 6 2 Luas tanah dan area budidaya : a. luas tanah untuk kantor & gudang b. jumlah jalur area budidaya 3 Pembenihan : a. siklus usaha b. lama pemeliharaan c. ukuran spat d. ukuran spat siap dioperasi e. intensitas operasi tiap tiram f. jangka waktu panen 1 dan ke 2 g. jangka waktu panen 2 dan ke 3 4 Harga mutiara dan siput : a. spat ukuran 2 3 cm b. harga mutiara 5 Tenaga kerja : a. tetap (termasuk manajemen) b. tidak tetap c. tenaga keamanan m 2 jalur tahun tahun cm cm kali tahun tahun Rp/cm Rp/gr orang orang orang ,5 2 3 minimal , ,00 6 Pakan untuk spat sampai panen tidak ada 7 Resiko kegagalan panen % 30 8 Isi kolektor ekor Isi net (waring) ekor Isi keranjang ekor Harga nukleus Rp/kg ,00 12 Kebutuhan nukleus kg Biaya operasi nukleus ke tiram Rp ,00 14 Jumlah spat yang dipelihara ekor

22 98 Berdasarkan asumsi-asumsi dasar di atas, kebutuhan investasi untuk usaha budidaya tiram mutiara disajikan pada Tabel 19. Investasi yang dibutuhkan untuk usaha budidaya tiram mutiara ini adalah Rp ,00 dengan umur usaha 5 tahun, maka nilai penyusutan per tahunnya adalah Rp ,00. Investasi merupakan biaya tetap (fixed cost) yang terdiri dari beberapa komponen seperti biaya perijinan, sewa tanah, sewa bangunan, konstruksi rakit untuk budidaya, dan peralatan-peralatan lainnya. Dalam proyek ini, areal budidaya adalah perairan laut tenang sehingga luas areal budidaya diukur dalam satuan jalur penggantung tiram untuk budidaya mutiara. Tabel 19 Kebutuhan investasi budidaya tiram mutiara Jenis Investasi Nilai (Rp) Penyusutan (Rp) Perijinan ,00 Sewa tanah , ,00 Kontruksi tambak , ,00 Peralatan budidaya mutiara , ,00 Bangunan , ,00 Jumlah , ,00 Sumber dana investasi : a) kredit 70% ,00 b) dana sendiri 30% ,00 Biaya operasional pada budidaya mutiara sedikit berbeda dengan biaya operasional untuk budidaya produk perikanan lainnnya. Biaya operasional pada budidaya mutiara lebih banyak bersifat tetap sepanjang waktu, mulai dari penebaran spat sampai dengan masa panen. Hal ini dikarenakan pada budidaya mutiara, tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk pakan. Biaya operasional pada budidaya mutiara terdiri dari biaya pembelian spat (anakan tiram mutiara), biaya tenaga kerja, dan biaya operasional lainnya, seperti penyuntikkan/operasi tiram mutiara. Tabel 20 Biaya operasional budidaya tiram mutiara No Jenis biaya Nilai (Rp) 1 Biaya pembelian spat dan nukleus ,00 2 Biaya tenaga kerja tetap ,00 3 Biaya tenaga kerja tidak tetap ,00 4 Biaya tenaga keamanan ,00 5 Biaya bola lampu sorot ,00 6 Biaya operasional dan lain-lain ,00 Jumlah ,00

23 99 Dari Tabel 20 menunjukkan besarnya pengeluaran biaya operasional budidaya tiram mutiara selama lima tahun. Biaya operasional yang harus dikeluarkan untuk 3 kali penyuntikkan/operasi tiram mutiara dalam tahun produksi adalah Rp ,00 dimana biaya penyuntikkan/operasi Rp10.000,00 per tiram mutiara. Dana yang digunakan untuk investasi ini dilakukan pada tahun nol proyek. Sumber dana pembiayaan investasi diasumsikan 70% berasal dari kredit (Rp ,00) dan 30% modal sendiri (Rp ,00). Sumber kredit berasal dari perbankan dan jenis kredit komersial, yang syarat dan tingkat bunganya disesuaikan dengan kondisi masing-masing bank. Untuk usaha budidaya mutiara ini, suku bunga kredit adalah 17% menurun. Perincian hitungan biaya operasional dan total aliran kas dapat dilihat pada Lampiran 15. Dalam proses produksi budidaya tiram mutiara, setelah dilakukan penyuntikkan/operasi memasukkan inti bundar pada ukuran tiram mutiara 9 10 cm atau setelah 1,5 tahun, maka produksi tiram mutiara akan terjadi pada 1,5 tahun kemudian atau pada tahun ke 3. Dengan mengoperasi tiram mutiara, maka akan diperoleh hasil Rp ,00 angka ini memperhitungkan kegagalan maksimal 50% dengan harga jual mutiara Rp ,00 per gr. Secara lengkap, proyeksi aliran kas (cash flow) untuk budidaya tiram mutiara selama lima tahun dapat dilihat pada Lampiran 23. Dilihat cash flow selama lima tahun, bahwa pada tahun 0 sampai tahun 2, usaha budidaya ini mengalami defisit karena tiram yang dibudidayakan belum menghasilkan mutiara. Pada tahun ketiga sampai tahun ke-5, usaha budidaya tiram mutiara ini akan memberikan keuntungan Rp ,00. Kriteriakriteria dan nilai kelayakan finansial dari usaha budidaya tiram mutiara dengan di Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Kriteria kelayakan usaha tiram mutiara di kabupaten Kupang No Kriteria kelayakan Nilai kelayakan 1 Net present value/npv pada DF 17% (Rp) ,00 2 Net B/C pada DF 17% 1,60 3 Internal rate of return/irr (%) 25,7 4 Payback period/pbp usaha kredit 5 Break event point/bep : unit (gr) unit (Rp/gr) tahun ke-4 3,7 tahun ,00

24 100 Hasil perhitungan kelayakan usaha budidaya tiram mutiara menunjukkan bahwa investasi di bidang usaha budidaya tiram mutiara di Kabupaten Kupang dengan teknologi dan kapasitas produksi yang ada, mampu memberikan adanya surplus pendapatan bagi pihak investor. Dari Tabel 21 terlihat bahwa dalam jangka waktu 4 tahun usaha ini mampu mengembalikan modal investasinya atau tepatnya 3 tahun 8 bulan dana kredit itu dapat dibayar kembali. Sedangkan untuk total dana yang diinvestasikan untuk usaha budidaya tiram mutiara di Kabupaten Kupang saat ini, nilai uang yang diterima selama masa investasi (NPV) sebesar Rp ,00 dengan Net B/C 1,60 pada tingkat diskon (DF) 17%. Angka yang ada menunjukkan bahwa kegiatan investasi di bidang usaha budidaya teripang putih dengan sistem penculture di Kabupaten Kupang secara finansial sangat layak atau memiliki daya keuntungan yang tinggi. Dari hasil analisis diperoleh IRR sebesar 25,7% yang bila dibandingkan dengan tingkat suku bunga pinjaman 17% per tahun, hal ini menunjukkan bahwa investasi di bidang budidaya tiram mutiara di Kabupaten Kupang layak untuk diusahakan. Berikutnya untuk mencapai BEP, maka jumlah hasil budidaya teripang putih ini setiap tahunnya minimum sebanyak gr atau Rp37.550,00 per gr. d. Budidaya Teripang Usaha budidaya teripang putih dengan sistem penculture dibutuhkan sejumlah dana untuk membiayai investasi dan modal kerja. Komponenkomponen biaya investasi ini meliputi : a) pembuatan unit penculture berukuran 50 m x 10 m, b) jaring (net), dan c) Tali PE. Sedangkan untuk modal kerja meliputi : biaya pengadaan bibit, pakan tambahan, tenaga kerja, perawatan penculture, dan biaya pengeringan. Adapun jumlah dana untuk membiayai berbagai komponen biaya di atas, dihitung berdasarkan tingkat harga di lokasi penelitian dan beberapa asumsi sebagai berikut : (1) umur investasi 1 tahun dan lama pemeliharaan 7 bulan, (2) ukuran penculture seluas 500 m 2, (3) padat tebar 15 ekor setiap m 2, (4) kebutuhan bibit ekor, (5) mortalitas 20%, (6) berat rata-rata panen 200 gr, (7) produksi basah 1200 kg dan produksi kering 120 kg, dan (8) harga jual teripang Rp ,00 per kg. Atas dasar asumsi-asumsi di atas, perkiraan biaya investasi sebesar Rp ,00 dan biaya produksi sebesar Rp ,00 untuk usaha budidaya teripang putih dengan sistem penculture di Kabupaten Kupang,

25 101 selanjutnya, analisis cash flow dan kelayakan Investasi yang menggambarkan proyeksi arus penerimaan dan arus pengeluaran dari usaha budidaya teripang putih dengan sistem penculture selama 1 tahun usaha. Pada Lampiran 15 terlihat bahwa investasi di bidang usaha budidaya teripang putih di Kabupaten Kupang dengan teknologi dan kapasitas produksi yang ada, mampu memberikan adanya surplus pendapatan bagi pihak investor. Kriteria-kriteria dan nilai kelayakan finansial dari usaha budidaya budidaya teripang putih dengan sistem penculture di Kabupaten Kupang dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Kriteria kelayakan usaha teripang putih dengan sistem Penculture No Kriteria kelayakan Nilai kelayakan 1 Net present value/npv pada DF 18% (Rp) ,00 2 Net B/C pada DF 18% 1,22 3 Internal rate of return/irr (%) 74 4 Payback period/pbp tahun ke-1 5 Break event point/bep : unit (kg) unit (Rp/kg) 98, ,00 Dari Tabel 22 terlihat bahwa dalam jangka waktu 1 tahun atau tepatnya 1 kali produksi dana yang diinvestasikan itu dapat diperoleh kembali. Sedangkan untuk total dana yang diinvestasikan untuk usaha budidaya teripang putih dengan sistem penculture di Kabupaten Kupang saat ini, nilai uang yang diterima selama masa investasi (NPV) sebesar Rp ,00 dengan Net B/C 1,22 pada tingkat diskon (DF) 18%. Angka yang ada menunjukkan bahwa kegiatan investasi di bidang usaha budidaya teripang putih dengan sistem penculture di Kabupaten Kupang secara finansial sangat layak atau memiliki daya keuntungan yang tinggi. Dari hasil analisis diperoleh IRR sebesar 74% yang bila dibandingkan dengan tingkat suku bunga pinjaman 18% per tahun, hal ini menunjukkan bahwa investasi di bidang budidaya teripang putih dengan sistem penculture di Kabupaten Kupang sangat layak untuk diusahakan. Berikutnya untuk mencapai BEP, maka jumlah hasil budidaya teripang putih ini setiap tahunnya minimum sebanyak 98,18 kg atau Rp ,00 per kg. 5.4 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis potensi keruangan (spasial) dengan menggunakan SIG untuk tiga kecamatan di Kabupaten Kupang, didapatkan luas kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut sebesar 31,43 km 2, 3,91 km 2

Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti. Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara

Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti. Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara 123 123 Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara 124 124 125 125 Lampiran.2. Sarana Input Produksi Budidaya Ikan Kerapu dan Rumput Laut di Kawasan Teluk Levun Unit Budidaya

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI

6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6 ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN SURIMI 6.1 Pendahuluan Industri surimi merupakan suatu industri pengolahan yang memiliki peluang besar untuk dibangun dan dikembangkan. Hal ini didukung oleh adanya

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 23 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan yaitu Bulan Januari 2011 sampai dengan Juni 2011. Pengambilan data primer yaitu pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 36 36 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Budidaya pembesaran ikan kerapu bebek (Chromileptes altivelis) dengan sistem KJA dan budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) dengan sistem Long

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Untuk memperjelas dan menghindari kesalahpamaham mengenai pengertian tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional sebagai

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis aspek finansial bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan.

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS FINANSIAL

VIII. ANALISIS FINANSIAL VIII. ANALISIS FINANSIAL Analisis finansial bertujuan untuk menghitung jumlah dana yang diperlukan dalam perencanaan suatu industri melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik. dari segi materi maupun waktu. Maka dari itu, dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar penambangan yang dilakukan tidak menimbulkan kerugian baik dari segi materi maupun waktu. Maka dari

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Kelayakan Investasi Evaluasi terhadap kelayakan ekonomi proyek didasarkan pada 2 (dua) konsep analisa, yaitu analisa ekonomi dan analisa finansial. Analisa ekomoni bertujuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit III. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif, yang banyak membahas masalah biayabiaya yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit yang diterima, serta kelayakan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan batasan penelitian Penelitian ini berlokasi di proyek perintis TIR Transmigrasi Jawai di Dusun Kalangbahu Desa Jawai Laut Kecamatan Jawai Kabupaten Sambas Kalimantan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI 5.1 PENDAHULUAN Pengembangan usaha pelayanan jasa pengeringan gabah dapat digolongkan ke dalam perencanaan suatu kegiatan untuk mendatangkan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantatif

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

IV METODOLOGI PENELITIAN

IV METODOLOGI PENELITIAN IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sebuah lokasi yang berada Desa Kanreapia Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FINANSIAL

VII. ANALISIS FINANSIAL VII. ANALISIS FINANSIAL Usaha peternakan Agus Suhendar adalah usaha dalam bidang agribisnis ayam broiler yang menggunakan modal sendiri dalam menjalankan usahanya. Skala usaha peternakan Agus Suhendar

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Lebih terperinci

VII. RENCANA KEUANGAN

VII. RENCANA KEUANGAN VII. RENCANA KEUANGAN Rencana keuangan bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan. Untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut:

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut: BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan permasalahan serta maksud dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka penulis dapat menarik simpulan sebagai berikut: 1. Estimasi incremental

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data secara langsung.

Lebih terperinci

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT 5.1 Kesesuaian Kawasan Budidaya Rumput Laut Keberhasilan suatu kegiatan budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh faktor lahan perairan, oleh

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Usaha warnet sebetulnya tidak terlalu sulit untuk didirikan dan dikelola. Cukup membeli beberapa buah komputer kemudian menginstalnya dengan software,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi 23 III METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dalam empat tahapan penelitian yaitu tahap pengumpulan data dan informasi, tahap pengkajian pengembangan produk, tahap pengkajian teknologi, tahap uji coba dan

Lebih terperinci

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit),

Lebih terperinci

A. Kerangka Pemikiran

A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Penelitian ini mengkaji studi kelayakan pendirian industri pengolahan keripik nangka di kabupaten Semarang. Studi kelayakan dilakukan untuk meminimumkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, 26 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN WIRAUSAHA

ANALISIS KELAYAKAN WIRAUSAHA ANALISIS KELAYAKAN WIRAUSAHA Tahapan Analisis... Tahap penemuan ide Tahap formulasi tujuan Tahap analisis Tahap keputusan Tahap Penemuan Ide Memunculkan ide usaha dari... Hobi atau kesukaan Keahlian yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Analisis finansial dilakukan untuk melihat sejauh mana Peternakan Maju Bersama dapat dikatakan layak dari aspek finansial. Untuk menilai layak atau tidak usaha tersebut

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Agrifarm, yang terletak di desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL

MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL MATERI 7 ASPEK EKONOMI FINANSIAL Analisis kelayakan finansial adalah alat yang digunakan untuk mengkaji kemungkinan keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman modal. Tujuan dilakukan analisis kelayakan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. II. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014. Tempat Pengambilan sampel harga pokok produksi kopi luwak dilakukan di usaha agroindustri

Lebih terperinci

METODE PERBANDINGAN EKONOMI. Pusat Pengembangan Pendidikan - Universitas Gadjah Mada

METODE PERBANDINGAN EKONOMI. Pusat Pengembangan Pendidikan - Universitas Gadjah Mada METODE PERBANDINGAN EKONOMI METODE BIAYA TAHUNAN EKIVALEN Untuk tujuan perbandingan, digunakan perubahan nilai menjadi biaya tahunan seragam ekivalen. Perhitungan secara pendekatan : Perlu diperhitungkan

Lebih terperinci

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan pembesaran ikan lele sangkuriang kolam terpal. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam aspek finansial

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele phyton, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Jenis/Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif karena dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Usaha Kecil Menengah (UKM) pengolahan pupuk kompos padat di Jatikuwung Innovation Center, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara 65 LAMPIRAN 66 Lampiran 1. Kuisioner Survei Analisis Nilai Ekonomi Tambak Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian No: Waktu: Hari/Tanggal: A. Identitas Responden / Informan 1. Nama

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi

BAB III METODE PENELITIAN. Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di industri pembuatan tempe UD. Tigo Putro di Rantauprapat Kabupaten Labuhanbatu Propinsi Sumatera Utara. Pemilihan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. (2012) penelitian deskriptif adalah metode pencarian fakta dengan interpretasi

METODE PENELITIAN. (2012) penelitian deskriptif adalah metode pencarian fakta dengan interpretasi III. METODE PENELITIAN Penelitian tentang analisis kelayakan usahatani salak nglumut di Gapoktan Ngudiluhur dilakukan di Desa Kaliurang, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang. Penelitian ini menggunakan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 31 Oktober 2011 sampai 18 Desember 2011 selama 42 hari masa pemeliharaan di Tambak Balai Layanan Usaha Produksi

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung. 22 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah usaha ternak sapi perah penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Desa Ciporeat, Kecamatan Cilengkrang, Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yang merupakan suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya perikanan Indonesia termasuk dalam kategori terbesar di dunia karena memiliki wilayah yang sebagian besar berupa perairan. Indonesia memiliki potensi lahan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

Gambar 4 Peta lokasi penelitian (Sumber: Hasil olahan 2012)

Gambar 4 Peta lokasi penelitian (Sumber: Hasil olahan 2012) 17 3. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian difokuskan pada kawasan minawana di Desa Jayamukti, Blanakan dan Langensari, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat.

Lebih terperinci

BAB V HASIL ANALISA. dan keekonomian. Analisis ini dilakukan untuk 10 (sepuluh) tahun. batubara merupakan faktor lain yang juga menunjang.

BAB V HASIL ANALISA. dan keekonomian. Analisis ini dilakukan untuk 10 (sepuluh) tahun. batubara merupakan faktor lain yang juga menunjang. BAB V HASIL ANALISA 5.1 ANALISIS FINANSIAL Untuk melihat prospek cadangan batubara PT. XYZ, selain dilakukan tinjauan dari segi teknis, dilakukan juga kajian berdasarkan aspek keuangan dan keekonomian.

Lebih terperinci

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11

Aspek Ekonomi dan Keuangan. Pertemuan 11 Aspek Ekonomi dan Keuangan Pertemuan 11 Aspek Ekonomi dan Keuangan Aspek ekonomi dan keuangan membahas tentang kebutuhan modal dan investasi yang diperlukan dalam pendirian dan pengembangan usaha yang

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 hingga April 2011, berlokasi di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian 36 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Lampung Timur. Lokasi penelitian dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa daerah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, yaitu untuk mengetahui kelayakan pengembangan usaha pengolahan komoditi kelapa, dampaknya terhadap

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada akhirnya setelah penulis melakukan penelitian langsung ke perusahaan serta melakukan perhitungan untuk masing-masing rumus dan mencari serta mengumpulkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerangka pemikiran penelitian ini diawali dengan melihat potensi usaha yang sedang dijalankan oleh Warung Surabi yang memiliki banyak konsumen

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan

III. METODE PENELITIAN. mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik

Lebih terperinci

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos-chanos) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM 1

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos-chanos) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM 1 1 Abstrak ANALISIS PROFITABILITAS USAHA BUDIDAYA IKAN BANDENG (Chanos-chanos) DI TAMBAK, KECAMATAN SEDATI, SIDOARJO, JATIM 1 Zainal Abidin 2 Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penurunan produktivitas hutan alam telah mengakibatkan berkurangnya suplai hasil hutan kayu yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri kehutanan. Hal ini mendorong

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG LAMPIRAN 83 Lampiran 1. Kuesioner kelayakan usaha KUESIONER PENELITIAN KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Pengelolaan Sumberdaya Perairan Gugus Pulau Nain. Jenis data. Metode. Data & Info. Pengalaman meneliti

3 METODE PENELITIAN. Pengelolaan Sumberdaya Perairan Gugus Pulau Nain. Jenis data. Metode. Data & Info. Pengalaman meneliti 31 3 METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Umumnya pemanfaatan sumberdaya di perairan Gugus Pulau Nain adalah budidaya rumput laut. Pemanfaatan yang tidak terkendali telah mendorong timbulnya penurunan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai dengan 30 tahun tergantung dengan letak topografi lokasi buah naga akan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai dengan 30 tahun tergantung dengan letak topografi lokasi buah naga akan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kelayakan Usahatani Buah Naga Buah naga merupakan tanaman tahunan yang sudah dapat berbuah 1 tahun sampai dengan 1,5 tahun setelah tanam. Buah naga memiliki usia produktif

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2010 di Desa Lamaran Tarung, Kecamatan Cantigi, Kabupaten Indramayu, dan Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK

KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Kelayakan Ekonomi Bendungan Jragung Kabupaten Demak (Kusumaningtyas dkk.) KELAYAKAN EKONOMI BENDUNGAN JRAGUNG KABUPATEN DEMAK Ari Ayu Kusumaningtyas 1, Pratikso 2, Soedarsono 2 1 Mahasiswa Program Pasca

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha pengembangan kerupuk Ichtiar merupakan suatu usaha yang didirikan dengan tujuan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Melihat dari adanya peluang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Konsep Agribisnis Semakin bergemanya kata agribisnis ternyata belum diikuti dengan pemahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kota depok yang memiliki 6 kecamatan sebagai sentra produksi Belimbing Dewa. Namun penelitian ini hanya dilakukan pada 3 kecamatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 46 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan Bab 4 Hasil Dan Pembahasan 4.1. Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Potensi sumberdaya lahan pesisir di Kepulauan Padaido dibedakan atas 3 tipe. Pertama adalah lahan daratan (pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui kelayakan pengusahaan ikan lele, serta untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan pada kelompok

Lebih terperinci

MODUL 13 PPENGANTAR USAHATANI: KELAYAKAN USAHATANI 1. PENDAHULUAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT

MODUL 13 PPENGANTAR USAHATANI: KELAYAKAN USAHATANI 1. PENDAHULUAN SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT PPENGANTAR USAHATANI: KELAYAKAN USAHATANI Silvana Maulidah, SP, MP Lab of Agribusiness Analysis and Management, Faculty of Agriculture, Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor

III. METODE PENELITIAN. Proses produksi kopi luwak adalah suatu proses perubahan berbagai faktor III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kawasan Kepulauan Tanakeke (Gambar 5), yang terdiri dari lima gugusan pulau-pulau sangat kecil, yaitu P. Tanakeke (32,80 km

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian Usaha

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengertian Usaha Menurut Gittinger (1986) bisnis atau usaha adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI DESA MALLASORO KECAMATAN BANGKALA KABUPATEN JENEPONTO

ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI DESA MALLASORO KECAMATAN BANGKALA KABUPATEN JENEPONTO ANALISIS KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI DESA MALLASORO KECAMATAN BANGKALA KABUPATEN JENEPONTO Feasibility Analysis of Seaweed Farming in the Village Mallasoro Bangkala District Jeneponto Irmayani,

Lebih terperinci

Aspek Keuangan. Dosen: ROSWATY,SE.M.Si

Aspek Keuangan. Dosen: ROSWATY,SE.M.Si Aspek Keuangan Dosen: ROSWATY,SE.M.Si PENGERTIAN ASPEK KEUANGAN Aspek keuangan merupakan aspek yang digunakan untuk menilai keuangan perusahaan secara keseluruhan. Aspek keuangan memberikan gambaran yang

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB 5 ANALISIS KEUANGAN

BAB 5 ANALISIS KEUANGAN BAB 5 ANALISIS KEUANGAN 5.1. Ekuitas Ekuitas adalah modal kepemilikan yang diinvestasikan dalam suatu usaha. Vraniolle merupakan badan perorangan dengan modal yang berasal dari pemilik. Ekuitas modal pemilik

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di perusahaan peternakan sapi perah di CV. Cisarua Integrated Farming, yang berlokasi di Kampung Barusireum, Desa Cibeureum, Kecamatan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Elsari Brownies and Bakery yang terletak di Jl. Pondok Rumput Raya No. 18 Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sudi Mampir di Kecamatan Bone Pantai Kabupaten Bone Bolango. Waktu penelitian adalah bulan April sampai

Lebih terperinci