BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bank Sentral 1. Pengertian Bank Sentral Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang Undang Republik Indonesia No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang Undang Republik Indonesia No. 6 tahun 2009, yang dimaksud dengan Bank Sentral adalah lembaga negara yang mempunyai wewenang untuk mengeluarkan alat pembayaran yang sah dari suatu negara, merumuskan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi perbankan, serta menjalankan fungsi sebagai lender of the last resort. Bank sentral dimaksud mempunyai tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dan tidak melakukan kegiatan intermediasi seperti yang dilakukan oleh bank pada umumnya. Walaupun demikian, dalam rangka mendukung tugas tugasnya, bank sentral dapat melakukan aktivitas perbankan yang dianggap perlu. Sesuai dengan Pasal 23D Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, bank sentral hanya ada satu di Indonesia yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang undang, yaitu Bank Indonesia. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang Undang Republik Indonesia No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang Undang Republik Indonesia No. 6 tahun 2009, Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari 14

2 15 campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal hal yang secara tegas diatur dalam undang undang ini. Bank Indonesia berfungsi sebagai bank sirkulasi, bank to bank dan lender of the last resort (Kasmir, 2013:5). Bank Indonesia lebih banyak melayani pihak pemerintah dan dunia perbankan sehingga dapat dikatakan bahwa nasabah Bank Indonesia bukanlah masyarakat umum tetapi kebanyakan adalah lembaga perbankan yang terdiri dari bank bank umum. Tujuan Bank Indonesia berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang Undang Republik Indonesia No. 3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir kali dengan Undang Undang Republik Indonesia No. 6 tahun 2009, adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah yang dimaksud dalam ayat ini adalah kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa, serta terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa diukur dengan atau tercermin dari perkembangan laju inflasi. Kestabilan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain diukur dengan atau tercermin dari perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Kestabilan nilai rupiah sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan. 2. Kelembagaan Bank Indonesia Bank sentral merupakan lembaga yang memiliki peran penting dalam perekonomian, terutama di bidang moneter, keuangan, dan perbankan. Bank sentral mempunyai peran yang sangat strategis bagi masyarakat pada umumnya dan pembangunan ekonomi pada khususnya. Peran penting Bank Indonesia ini tercermin pada tujuan

3 16 dari Bank Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kelembagaan Bank Indonesia menguraikan kelembagaan Bank Indonesia dalam rangka menjalankan tugas tugasnya sebagai bank sentral. Selain itu, berisi perkembangan status dan kedudukan bank sentral yang bermula dari bank umum yang diberi tanggung jawab khusus sampai dengan perkembangannya yang terkini, perkembangan status dan kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral Republik Indonesia, serta struktur Bank Indonesia dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. a. Perkembangan Status dan Kedudukan Bank Sentral (Bank Indonesia, 2003:16-18) Bank sentral pada mulanya berkembang dari suatu bank yang mempunyai tugas sebagaimana dilakukan oleh bank bank lainnya. Namun, bank sentral mempunyai tugas dan tanggung jawab yang lebih besar dibandingkan bank lainnya, seperti menerbitkan uang kertas dan bertindak sebagai agen dan bankir pemerintah. Dalam perkembangan selanjutnya, bank sentral mempunyai tugas dan tanggung jawab yang lebih besar dan terlepas dari tugas dan tanggung jawab utama bank pada umumnya. Pada awalnya bank sentral disebut sebagai bank of issue bank sirkulasi karena mempunyai tugas untuk mempertahankan konversi uang kertas yang dikeluarkannya terhadap emas atau perak atau keduanya. Selanjutnya dalam perkembangannya, bank sirkulasi ini menjalankan fungsi fungsi lain, seperti mengawasi dan mengatur perbankan, mempertahankan stabilitas ekonomi dengan mengatur jumlah uang beredar, dan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan sistem pembayaran. Namun, semakin berkembangnya tujuan dan tugasnya, bank sentral tidak lagi identik dengan bank

4 17 komersial, bank tabungan, atau lembaga keuangan lainnya sehingga masyarakat umum tidak dapat lagi menyimpan uangnya atau meminta kredit atau mentransfer uang di bank sentral. Dalam perkembangannya, peranan dan fungsi bank sentral telah mengalami evolusi dari yang semula hanya sebagai bank sirkulasi menuju ke bank sentral yang mempunyai fungsi sebagai pelaksana kebijakan moneter, pengatur perkreditan, dan pengawas perbankan. Dengan demikian, secara lebih rinci peran bank sentral selain sebagai bankers bank adalah sebagai sumber dana bagi bank bank dan lender of the last resort, yaitu sumber dana pinjaman terakhir bagi bank bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Hal ini merupakan peran Bank Indonesia dalam pengawasan bank bank secara makroprudensial meskipun saat ini telah ada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang juga memiliki tugas untuk mengawasi perbankan dari sisi mikroprudensialnya. Bank sentral pada dasarnya tidak menekankan motif mencari keuntungan seperti bank bank komersial, tetapi bank sentral dibentuk untuk mencapai suatu tujuan sosial ekonomi tertentu yang menyangkut kepentingan nasional atau kesejahteraan umum, seperti stabilitas harga dan perkembangan ekonomi. Di sisi lain, keberadaan bank sentral diperlukan juga untuk menjaga dan mengarahkan agar aktivitas perbankan dapat berjalan secara lancar sehingga dapat mendorong kegiatan ekonomi. Hal itu mengingat bahwa keberadaan koordinator dan regulator yang tidak berpihak akan membawa bank bank dapat melaksanakan operasinya secara efisien. Contohnya, kalau tidak ada regulator secara ekonomi keberhasilan bank bank kecil dapat mengalami kesulitan

5 18 karena adanya praktek bisnis yang tidak fair yang dilakukan oleh bank bank yang lebih besar. Berkaitan dengan keadaan tersebut, jelas diperlukan pengaturan dalam bentuk undang undang, kebijakan, dan peraturan untuk mengarahkan aktivitas industri perbankan dalam mendorong kegiatan ekonomi. Sementara itu, pengendalian jumlah uang beredar merupakan faktor yang sangat penting dalam seluruh kegiatan ekonomi suatu negara. Untuk itulah diperlukan suatu lembaga bank sentral yang mempunyai wewenang untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, terutama untuk mengatur dan mengawasi aktivitas yang terkait dengan peredaran uang, kredit, dan perbankan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bank sentral pada umumnya merupakan suatu lembaga yang bertugas untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter dan mengawasi (mengontrol) sistem keuangan dan perbankan. b. Perkembangan Status dan Kedudukan Bank Indonesia (Bank Indonesia, 2003:20-22) Peran dan tugas Bank Indonesia selaku bank sentral di Indonesia hingga saat ini telah mengalami evolusi dari yang semula hanya sebagai bank sirkulasi hingga sebagai agen pembangunan, dan terakhir sejak tahun 1999 telah menjadi independen dan mempunyai tugas mencapai sasaran tunggal, yaitu menjaga stabilitas nilai rupiah. Sebelum Indonesia merdeka, Indonesia belum memiliki bank sentral seperti yang ada pada saat ini. Pada periode tersebut, fungsi bank sentral hanya terbatas sebagai bank sirkulasi. Tugas sebagai bank sirkulasi dilaksanakan oleh De Javasche Bank NV yang telah diberi hak oktroi (1827),

6 19 yaitu hak mencetak dan mengedarkan uang Gulden Belanda oleh pemerintah Belanda. Pada masa setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, dalam penjelasan Bab VII pasal 23 UUD 1945, disebutkan bahwa akan segera dibentuk sebuah bank yang disebut Bank Indonesia dengan tugas mengeluarkan dan mengatur peredaran uang kertas. Selanjutnya, pada tanggal 19 September 1945 dalam sidang Dewan Menteri, Pemerintah Indonesia mengambil keputusan untuk mendirikan satu bank sirkulasi berbentuk bank milik negara. Berkaitan dengan hal tersebut, langkah pertama dibentuk yayasan dengan nama Pusat Bank Indonesia. Yayasan tersebut merupakan cikal bakal berdirinya Bank Negara Indonesia (BNI). Pada tahun 1949 berlangsung Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, dan salah satu keputusan pentingnya adalah penyerahan kedaulatan Indonesia kepada Pemerintah Republik Indonesia Serikat. Berkaitan dengan masalah perbankan, pada saat tersebut urusan pemerintah mengalami kesulitan untuk mengusahakan agar Bank Negara Indonesia yang telah didirikan sejak tahun 1946 ditetapkan sebagai bank sentral Republik Indonesia Serikat sehingga pemerintah Indonesia terpaksa menerima De Javasche Bank sebagai bank sentral. Dalam perkembangannya, pada tanggal 6 Desember 1951, dikeluarkan undang undang nasionalisasi De Javasche Bank. Pada Juli 1953 dikeluarkan UU No. 11 tahun 1953 tentang Pokok Bank Indonesia sebagai pengganti Javasche Bank Wet tahun Mulai saat itu lahirlah satu bank sentral di Indonesia yang diberi nama Bank Indonesia. Sejak keberadaan Bank Indonesia sebagai bank sentral hingga tahun 1968, tugas pokok Bank Indonesia selain menjaga stabilitas

7 20 moneter, mengedarkan uang, dan mengembangkan sistem perbankan, juga masih tetap melaksanakan beberapa fungsi sebagaimana dilakukan oleh bank komersial. Namun demikian, tanggung jawab kebijakan moneter berada di tangan pemerintah melalui pembentukan Dewan Moneter yang tugasnya menentukan kebijakan moneter yang harus dilaksanakan oleh Bank Indonesia. Selain itu, Dewan Moneter juga bertugas memberi petunjuk kepada direksi Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai mata uang dan memajukan perkembangan perkreditan dan perbankan. Kesemuanya ini mencerminkan bahwa kedudukan Bank Indonesia pada periode tersebut masih merupakan bagian dari pemerintah. Pada tahun 1968 dengan dikeluarkannya UU No. 13 tahun 1968, Bank Indonesia tidak lagi berfungsi ganda karena beberapa fungsi sebagaimana dilaksanakan oleh bank komersial dihapuskan. Namun demikian, misi Bank Indonesia sebagai agen pembangunan masih melekat, demikian juga tugas tugas sebagai kasir pemerintah dan bankers bank. Selain itu, Dewan Moneter sebagai lembaga pembuat kebijakan yang berperan sebagai perumus kebijakan moneter masih tetap dipertahankan. Tugas Bank Indonesia sebagai agen pembangunan tercermin pada tugas pokoknya, yaitu (1) mengatur, menjaga, dan memelihara stabilitas nilai rupiah, dan (2) mendorong kelancaran produksi dan pembangunan, serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat. Tugas tugas pokok yang diemban Bank Indonesia sebagai otoritas moneter pada periode tersebut, khususnya untuk memelihara kestabilan nilai rupiah, berkontradiksi dengan tugas lain Bank Indonesia, yaitu tugas untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas

8 21 kesempatan kerja. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, misalnya sering pula diikuti oleh peningkatan harga harga (inflasi) yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh menguatnya permintaan di dalam negeri sehubungan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat sebagai dampak pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Inflasi yang tinggi berkelanjutan dan tidak terkendali pada gilirannya akan mengganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Selanjutnya, dengan diberlakukannya UU RI No. 23 tahun 1999, kedudukan Bank Indonesia selaku Bank Sentral Republik Indonesia telah dipertegas kembali. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia telah mempunyai kedudukan yang independen sebagaimana bank bank sentral di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Cili, Filipina, Inggris, Jepang, Jerman, Korea Selatan, dan Swiss. Sebagai suatu otoritas moneter yang independen, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk merumuskan kebijakan moneter dan melaksanakan kebijakan yang telah diterapkan dalam pelaksanaan tugasnya tanpa campur tangan pihak di luar Bank Indonesia. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia wajib menolak dan mengabaikan setiap bentuk campur tangan atau intervensi dari pihak di luar Bank Indonesia. Dengan independensi tersebut, Bank Indonesia selaku otoritas moneter diharapkan dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya secara efektif. Berdasarkan UU RI No. 23 tahun 1999, Bank Indonesia dinyatakan sebagai badan hukum. Dengan status tersebut, Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum termasuk mengelola kekayaannya sendiri terlepas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Selain itu, Bank Indonesia juga berwenang membuat peraturan yang mengikat masyarakat luas sesuai dengan tugas

9 22 dan kewenangannya, serta dapat bertindak atas namanya sendiri di dalam dan di luar pengadilan. c. Struktur Bank Indonesia dalam Sistem Ketatanegaraan (Bank Indonesia, 2003:23-24) Dilihat dari sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, kedudukan Bank Indonesia sebagai lembaga negara yang independen tidak sejajar dengan lembaga tinggi negara seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung (MA). Kedudukan Bank Indonesia juga tidak sama dengan Departemen karena kedudukan Bank Indonesia berada di luar pemerintahan. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai Otoritas Moneter secara lebih efektif dan efisien. Meskipun Bank Indonesia berkedudukan sebagai lembaga negara yang independen, dalam melaksanakan tugasnya, Bank Indonesia mempunyai hubungan kerja dan koordinasi yang baik dengan DPR, BPK, Pemerintah dan pihak lainnya. Dalam hubungannya dengan Presiden dan DPR, Bank Indonesia setiap awal tahun anggaran menyampaikan informasi tertulis mengenai evaluasi pelaksanaan kebijakan moneter dan rencana kebijakan moneter yang akan datang. Khusus kepada DPR, Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan tugas dan wewenang setiap triwulan dan sewaktu waktu bila diminta oleh DPR. Selain itu, Bank Indonesia menyampaikan rencana dan realisasi anggaran tahunan kepada Pemerintah dan DPR. Dalam hubungannya dengan BPK, Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan kepada BPK.

10 23 B. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) 1. Pengertian dan Karakteristik UMKM Pembentukan usaha baru dan dorongan terhadap budaya kewirausahaan merupakan isu sentral di banyak negara termasuk di Indonesia. Isu tersebut menjadi alternatif sumber pembangunan di Indonesia. Pembentukan bisnis baru melalui kewirausahaan berkontribusi terhadap penciptaan lapangan pekerjaan, inovasi dan pembangunan ekonomi. Adanya definisi UMKM secara jelas sangat diperlukan untuk tujuan perencanaan dan penetapan kebijakan pengembangan sektor usaha serta dibutuhkan untuk mengidentifikasi kebutuhan UMKM dan efektivitas program pembinaan kepada unit usaha dimaksud. Namun, sampai saat ini belum ada definisi atau pengertian yang berlaku secara universal tentang kriteria dari UMKM. Pada umumnya setiap negara memiliki definisi UMKM yang berlaku di negara tersebut. Meskipun ada beranekaragam definisi dan batasan UMKM di berbagai negara, tetapi secara umum ada beberapa indikator atau kriteria yang lazim digunakan dalam definisi UMKM. Menurut Azis dan Rusland (2009:3), Indikator yang digunakan dalam definisi UMKM tersebut antara lain berupa besarnya volume usaha, besarnya modal, nilai aset, kekayaan bersih, dan besarnya jumlah pekerja. Definisi ini dibedakan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah. Dari berbagai pembicaraan, sampai saat ini belum ada kesepakatan apa yang dimaksud dengan UMKM. Beberapa lembaga atau instansi memberikan definisi UMKM berdasarkan kepentingannya sendiri sendiri dan saling berbeda beda, demikian pula dalam istilah yang digunakan. Karakteristik UMKM di Indonesia hampirlah seragam kendati terdapat beberapa definisi mengenai UMKM. Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang

11 24 merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan, serta memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. Kedua, rendahnya akses industri kecil terhadap lembaga lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang perantara, bahkan rentenir. Ketiga, sebagian besar usaha kecil ditandai dengan belum dipunyainya status badan hukum. Keempat, dilihat menurut golongan industri tampak bahwa hampir sepertiga bagian dari seluruh industri kecil bergerak pada kelompok industri makanan, minuman dan tembakau (ISIC31), diikuti oleh kelompok industri barang galian bukan logam (ISIC36), industri tekstil (ISIC32), dan industri kayu, bambu, rotan, rumput dan sejenisnya termasuk perabotan rumah tangga (ISIC33) masing masing berkisar antara 21% hingga 22% dari seluruh industri kecil yang ada. Sedangkan yang bergerak pada kelompok usaha industri kertas (34) dan kimia (35) relatif masih sangat sedikit yaitu kurang dari 1% (Kuncoro dan Suhardjono, 2002 : ). Berikut ini merupakan definisi dan kriteria Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menurut undang undang dan lembaga lembaga yang terkait dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Menurut Undang Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang undang ini. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik

12 25 langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang undang ini. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang - undang ini. Berdasarkan Undang Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2008 tentang UMKM yang berlaku saat ini, definisi atau kriteria UMKM didasarkan kepada nilai kekayaan bersih dan nilai hasil penjualan sebagaimana dapat dibaca pada tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Definisi dan Kriteria UMKM Menurut Undang Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Skala Usaha Kriteria Usaha Mikro Memiliki kekayaan (aset) bersih maksimal Rp 50 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) Memiliki hasil penjualan tahunan (omzet) sampai dengan Rp 300 juta Usaha Kecil Memiliki kekayaan (aset) bersih lebih dari Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) Memiliki hasil penjualan tahunan (omzet) lebih dari Rp 300 juta sampai dengan Rp 2,5 milyar Usaha Menengah Memiliki kekayaan (aset) bersih lebih dari Rp 500 juta sampai dengan Rp 10 milyar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) Memiliki hasil penjualan tahunan (omzet) lebih dari Rp 2,5 milyar sampai dengan Rp 10 milyar Sumber : Undang Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

13 26 b. Menurut Undang Undang Republik Indonesia No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil 1. Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam undang undang ini. Usaha kecil adalah usaha yang : a) Milik Warga Negara Indonesia (WNI); b) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha besar atau usaha menengah; c) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi. 2. Usaha Menengah dan Usaha Besar adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan Usaha Kecil. Yang dimaksud dengan Usaha Menengah dan Usaha Besar meliputi usaha nasional (milik negara atau swasta), usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia. Tabel 2.2 Definisi dan Kriteria UMKM Menurut Undang Undang Republik Indonesia No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil Skala Usaha Kriteria Usaha Mikro Memiliki kekayaan (aset) bersih kurang dari Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) Memiliki hasil penjualan tahunan (omzet) kurang dari Rp 1 milyar Usaha Kecil Memiliki kekayaan (aset) bersih maksimal Rp 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) Usaha Menengah Memiliki hasil penjualan tahunan (omzet) maksimal Rp 1 milyar Memiliki kekayaan (aset) bersih lebih dari Rp 200 juta sampai dengan Rp 10 milyar (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) Memiliki hasil penjualan tahunan (omzet) lebih dari Rp 10 milyar Sumber : Undang Undang Republik Indonesia No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil

14 27 c. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UMKM berdasarkan kuantitas atau jumlah tenaga kerja. Usaha mikro merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja kurang dari 5 orang. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang. Usaha menengah merupakan entitas usaha yang memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang. Usaha besar merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang. Definisi UMKM menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut ini. Tabel 2.3 Definisi dan Kriteria UMKM Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Skala Usaha Jumlah Tenaga Kerja Usaha Mikro < 5 orang Usaha Kecil 5 20 orang Usaha Menengah orang Usaha Besar > 100 orang Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan Sensus Ekonomi tahun 2006 d. Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 316/KMK.016/1994 Usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omzet per tahun setinggi tingginya Rp atau asset (aktiva) setinggi tingginya Rp (diluar tanah dan bangunan yang ditempati) yang terdiri dari: (1) badan usaha (Firma, CV, PT, dan Koperasi), dan (2) perorangan (pengrajin industri rumah tangga, peternak, nelayan, pedagang barang dan jasa, dan yang lainnya).

15 28 d. Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan tanggal 17 Juni 2003 Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam keputusan ini. Usaha Kecil yang dapat ikut serta dalam Program Kemitraan adalah sebagai berikut: a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp ,- (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp ,- (satu milyar rupiah); c) Milik Warga Negara Indonesia (WNI); d) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar; e) Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi; f) Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun serta mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan.

16 29 e. Menurut Bank Dunia (World Bank) Skala Usaha Usaha Mikro (Micro Enterprise) Bank Dunia (World Bank) membagi UMKM menjadi tiga kelompok dengan kriteria masing masing sebagai berikut: Tabel 2.4 Definisi dan Kriteria UMKM Menurut Bank Dunia (World Bank) Kriteria Jumlah karyawan tidak lebih dari 10 orang Jumlah aset yang dimiliki tidak melebihi US$ 100 ribu Pendapatan setahun tidak melebihi US$ 100 ribu Usaha Kecil (Small Enterprise) Jumlah karyawan tidak lebih dari 30 orang Jumlah aset yang dimiliki tidak melebihi US$ 3 juta Pendapatan setahun tidak melebihi US$ 3 juta Usaha Menengah (Medium Enterprise) Sumber : Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo, 2006 Jumlah karyawan tidak lebih dari 300 orang Jumlah aset yang dimiliki tidak melebihi US$ 15 juta Pendapatan setahun tidak melebihi US$ 15 juta f. Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 7/39/PBI/2005 tentang Pemberian Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan UMKM Tabel 2.5 Definisi dan Kriteria UMKM Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 7/39/PBI/2005 tentang Pemberian Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan UMKM Skala Usaha Kriteria Usaha Mikro Usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia, secara individu atau tergabung dalam Koperasi dan memiliki hasil penjualan secara individu paling banyak Rp (seratus juta rupiah) per tahun Usaha Kecil Usaha kecil adalah kegiatan rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria sebagai berikut: a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp ,00 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp ,00 (satu miliar rupiah); c) Milik Warga Negara Indonesia (WNI); d) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar; Lanjutan

17 30 Lanjutan Tabel 2.5 Usaha Menengah e) Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum; atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk Koperasi. Usaha Menengah adalah usaha dengan kriteria sebagai berikut: a) Memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp ,00 (dua ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; b) Milik Warga Negara Indonesia (WNI); c) Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Besar; d) Berbentuk usaha perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum; atau badan usaha yang berbadan hukum. Sumber : Peraturan Bank Indonesia No. 7/39/PBI/2005 tentang Pemberian Bantuan Teknis dalam Rangka Pengembangan UMKM Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki karakteristik yang berbeda sehingga perlu dilakukan pemisahan pengelompokan ketiga jenis usaha tersebut, terutama untuk kebutuhan pemberian jenis bantuan atau pembinaan yang diperlukan oleh masing masing usaha. Secara umum, usaha kecil dan menengah memiliki kemampuan yang lebih baik dari usaha mikro, terutama dalam menciptakan kesempatan kerja. Perusahaan perusahaan dengan skala usaha kecil dan menengah pada umumnya memiliki potensi yang besar dalam pertumbuhan tenaga kerja karena potensinya untuk memperluas usahanya cukup besar, dan usaha menengah dipandang sebagai cikal bakal atau embrio dari usaha besar. Di sisi lain, usaha mikro umumnya dengan tingkat pertumbuhan yang relatif terbatas dari waktu ke waktu hampir jarang yang berkembang menjadi usaha kecil maupun usaha menengah. Aspek lain dari karakteristik UMKM adalah biasanya usaha mikro dan kecil memberikan kontribusi utama dalam penghasilan rumah tangga, pemilikan perusahaan secara pribadi, belum memiliki struktur organisasi dan perencanaan yang memadai, tingkat pendidikan dan kualitas tenaga kerja yang relatif rendah, dan masih menggunakan teknologi yang masih rendah dalam pengelolaan perusahaannya (Biro Kredit BI dalam Azis dan Rusland, 2009:5).

18 31 2. Aspek Aspek UMKM Apabila dikaji lebih lanjut, aspek UMKM sangatlah bervariasi, terutama jika dilihat dari berbagai dimensi yang membentuk profil UMKM. Beberapa hal yang perlu diketahui mengenai aspek/dimensi UMKM adalah sebagai berikut: 1) Aspek karakteristik pengusaha Karakteristik pengusaha merupakan ciri yang melekat pada pengusaha tersebut. Karakteristik ini akan menyangkut dan meliputi: jenis kelamin (gender), usia, pengalaman usaha, status dalam keluarga, pendidikan, dan karakteristik yang relevan lainnya. 2) Aspek input Aspek input menyangkut berbagai masukan yang dipergunakan oleh UMKM, yaitu jenis usaha, bahan baku, bahan penunjang, bahan penolong, mesin dan tenaga kerja yang digunakan. 3) Aspek produksi Aspek produksi menyangkut sistem produksi yang digunakan, urutan proses produksi, jumlah produksi, dan keahlian yang dibutuhkan dalam produksi. 4) Aspek pemasaran Aspek pemasaran menyangkut dimensi konsumen, situasi pasar dan sistem distribusi. Dimensi konsumen menyangkut siapa konsumen, dimana mereka berada dan banyak konsumen. Dimensi situasi menyangkut situasi persaingan, daerah pemasaran, indentitas pesaing dan pangsa pasar. Dimensi distribusi menyangkut bagaimana distribusi produk ke konsumen, saluran pemasaran yang digunakan dan alat transportasi yang digunakan. 5) Aspek usaha Aspek usaha menyangkut jenis usaha, jumlah unit usaha, sarana usaha yang dimiliki, peluang usaha dan pola kemitraan yang sudah dilakukan.

19 32 6) Aspek keuangan Aspek keuangan menyangkut perkembangan modal, hutang usaha, laba usaha, sumber dan penggunaan dana, rasio keuangan, piutang usaha dan kendala keuangan yang dihadapi. 7) Aspek manajemen dan tingkat penguasaan teknologi Aspek manajemen dan tingkat penguasaan teknologi menyangkut struktur organisasi beserta tugas dan wewenang, balas jasa dan insentif yang diberikan kepada karyawan, teknologi yang digunakan, adanya rencana dan jadwal kegiatan. 8) Aspek legalitas usaha Aspek legalitas usaha menyangkut perizinan yang dimiliki, yuridis perkreditan yang diambil, pembayaran pajak dan masalah yuridis penggunaan tenaga kerja. 9) Faktor pembatas dan intervensi diperlukan Faktor pembatas menyangkut kendala yang dihadapi dalam usaha serta faktor intervensi menyangkut keinginan UMKM terhadap pihak pemerintah untuk mengatasi faktor pembatas tersebut. 3. Ketahanan UMKM dalam Suatu Gejolak Ekonomi Suatu perusahaan dapat dikategorikan berkelas dunia kalau mampu menjadi salah satu pelaku utama di suatu industri. Hal ini dapat dilihat dari pangsa pasar perusahaan tersebut apakah cukup berarti dan/atau memiliki pengaruh yang cukup besar dalam penentuan harga di pasar (market leader). Semakin utama lagi, seandainya perusahaan tersebut menjadi trend setter di lingkungan industrinya. Selanjutnya, perusahaan perusahaan yang mampu bersaing di pasar internasional secara berkelanjutan biasanya memiliki kemampuan untuk selalu beradaptasi dengan lingkungan yang selalu berubah. Paling tidak, perusahaan tersebut mampu untuk mempertahankan pangsa pasarnya dengan bertopang pada landasan yang kokoh karena memiliki kompetensi harga dan kualitas.

20 33 Kompetensi harga terbentuk dari kemampuan berekspansi sampai pada tingkat produksi yang optimal, yaitu pada tingkat yang menghasilkan biaya rata rata jangka panjang yang terendah. Setiap jenis usaha memiliki tingkat optimal yang berbeda beda. Misalnya, perusahaan listrik dan telekomunikasi pada umumnya mencapai tingkat optimal pada skala produksi yang sangat besar. Sementara itu, kompetensi kualitas akan diperoleh dari kemampuan perusahaan untuk selalu memperbarui produknya lewat proses invensi atau inovasi. Hal ini akan terjadi jika berlangsung kegiatan riset dan pengembangan (R&D) yang melembaga dan built-in dalam proses produksi. Teorinya, besar kecilnya skala perusahaan ataupun kategori kategori lainnya tidak cukup relevan dalam menentukan besarnya kontribusi bagi penyehatan perekonomian. Kekokohan sosok dunia usaha lebih bergantung pada proses dinamika di pasar, dalam suatu lingkungan politik yang demokratis sehingga memberikan akses kesempatan yang sama bagi semua pelaku dalam mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimilikinya secara optimal. Namun, suatu hal yang sangat penting dan menarik untuk dikaji lebih jauh adalah, ternyata Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) lebih tangguh menghadapi krisis ketimbang perusahaan perusahaan besar. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 lalu, yang diawali dengan krisis nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan krisis moneter telah mengakibatkan perekonomian Indonesia mengalami suatu resesi ekonomi yang besar. Krisis ini sangat berpengaruh negatif terhadap hampir semua lapisan/golongan masyarakat dan hampir semua kegiatan-kegiatan ekonomi di dalam negeri, tidak terkecuali kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam skala kecil dan menengah. Dampak daripada suatu gejolak ekonomi terhadap UMKM perlu dianalisis dari dua sisi, yakni sisi penawaran dan sisi permintaan. Namun demikian, besarnya efek tersebut bervariasi

21 34 menurut jenis kegiatan atau sektor/subsektor, skala usaha dan wilayah usaha (lokasi perusahaan dan lokasi pasar) yang berbeda. Perbedaan ini karena orientasi dan struktur pasar output dan input, pola proses produksi dan jenis serta intensitas pemakaian input/bahan baku berbeda menurut kegiatan ekonomi yang berbeda. Menurut Basri (2002:206), beberapa alasan mengapa UMKM tidak seterpuruk usaha besar pada saat krisis, yaitu: 1) Sebagian besar usaha kecil menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama. Kelompok barang ini dicirikan oleh permintaan terhadap perubahan pendapatan (income elasticity of demand) yang relatif rendah. Artinya, seandainya terjadi peningkatan pendapatan masyarakat, permintaan atas kelompok barang ini tidak akan meningkat banyak. Sebaliknya, jika pendapatan masyarakat merosot sebagai akibat dari krisis, maka permintaan tidak akan banyak berkurang. Dengan demikian, secara rata rata tingkat kemunduran usaha kecil tidak separah yang dialami oleh kebanyakan usaha besar, terutama usaha yang selama ini bisa bertahan karena topangan proteksi, fasilitas istimewa dan praktik-praktik KKN lainnya. 2) Mayoritas usaha kecil lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan usaha. Hal ini terjadi karena akses usaha kecil pada fasilitas perbankan sangat terbatas. Maka, bisa dipahami kalau ditengah keterpurukan sektor perbankan justru usaha kecil tidak banyak terpengaruh. Oleh karena itu, jangan sampai kebijakan pemerintah terlalu mengedepankan aspek pendanaan usaha kecil dengan beragam paket kredit murah yang disubsidi, mengingat bisa saja langkah demikian justru merupakan usaha menggali liang kubur bagi pengusaha kecil. Jangan sampai pula, pemberian kredit murah lebih merupakan komoditi politik bagi keuntungan segelintir orang atau kelompok kelompok tertentu saja.

22 35 3) Pada umumnya usaha kecil melakukan spesialisasi produksi yang ketat, dalam artian hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja. Modal yang terbatas menjadi salah satu faktor yang melatarbelakanginya. Di lain pihak, mengingat struktur pasar yang mereka hadapi mengarah pada persaingan sempurna (banyak produsen dan banyak konsumen), tingkat persaingan sangatlah ketat. Akibatnya, yang bangkrut atau keluar dari arena usaha relatif banyak, tetapi pemain baru yang masuk pun cukup banyak pula sehingga secara neto jumlah pelaku tidak akan mengalami pengurangan yang berarti. Spesialisasi dan struktur pasar persaingan sempurna inilah yang membuat usaha kecil cenderung lebih fleksibel dalam memilih dan berganti jenis usaha, apalagi mengingat bahwa usaha kecil tidak membutuhkan kecanggihan teknologi dan kualitas sumber daya manusia yang tinggi. 4) Terbentuknya usaha usaha kecil, terutama di sektor informal, sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal yang disebabkan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Banyaknya unit usaha baru di sektor informal ini pada akhirnya membuat tidak terjadinya penurunan jumlah UMKM dan koperasi, bahkan sangat mungkin mengalami peningkatan. 4. Peranan UMKM dalam Perekonomian a. Peranan UMKM di Indonesia Pengalaman di berbagai negara dan beberapa studi yang dilakukan tentang UMKM telah membuktikan bahwa sektor usaha tersebut merupakan bagian penting dari perekonomian negara karena mereka telah memberikan kontribusi yang besar dalam mendorong perekonomian, antara lain kontribusinya dalam membuka kesempatan kerja baru sebagai pemacu pertumbuhan ekonomi dan sebagai sumber inovasi. Di samping itu, dalam struktur perekonomian, umumnya UMKM merupakan lapisan

23 36 pelaku usaha yang paling besar, yang sering juga disebut dengan pelaku ekonomi rakyat. Oleh karena itu, eksistensi dan peran UMKM ini harus dipelihara dan dijaga kesinambungannya dalam membentuk perekonomian yang tangguh. Dalam era perubahan lingkungan ekonomi global dan perdagangan bebas, yang diikuti dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, UMKM mempunyai peranan baru yang lebih penting lagi bagi perekonomian, yaitu sebagai salah satu sumber pendorong pertumbuhan ekspor non - migas dan sebagai unit usaha pendukung bagi usaha besar dengan menyediakan bahan bahan tertentu, seperti komponen komponen dan suku cadang melalui keterkaitan proses produksi antara lain dengan sistem subcontracting. Pengalaman di negara negara industri baru, seperti Taiwan, Korea Selatan dan Cina, penerapan inovasi kerja sama antara usaha kecil dan menengah dengan usaha besar dengan pola subcontracting ini ternyata membuat produk produk di negara tersebut lebih kompetitif, baik di pasar domestik maupun di pasar global dalam menghadapi produk produk sejenis dari negara lain. Selain itu, dari pengalaman Bank Indonesia menangani proyek proyek UMKM seperti Proyek Pengembangan Hubungan Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat (PHBK) dan Proyek Kredit Mikro (PKM), menunjukkan bahwa UMKM pada waktu terjadi krisis ekonomi pada pertengahan 1997 terbukti lebih mampu bertahan dibandingkan dengan usaha besar. Hal ini terjadi karena sifat UMKM yang kurang bergantung pada pasar formal sehingga unit usaha tersebut dapat bergerak lebih cepat dan lebih fleksibel terhadap gejolak yang datang tiba tiba. Sebagaimana diketahui bahwa UMKM merupakan salah satu sektor usaha yang memiliki peran atau kontribusi yang sangat strategis dalam perekonomian nasional, sebagaimana tercermin

24 37 pada beberapa hal berikut, yaitu 1) dalam dominasi jumlah unit usaha yang mencapai 99.99%, dimana 98.77% diantaranya adalah usaha mikro, 2) sumbangan terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai 96.99%, 3) sumbangan terhadap PDB nasional mencapai 60.34%, 4) sumbangan terhadap total ekspor non migas mencapai 15.68%, serta 5) sumbangan terhadap investasi mencapai 63.42% dari total keseluruhan (Kementerian Koperasi dan UKM, 2013).

25 38 a) Tabel Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar di Indonesia pada tahun , menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM Tabel 2.6 Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun No Indikator Satuan Jumlah Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun Unit Usaha (A+B) (Unit) 52,769,426 54,119,971 55,211,396 56,539,560 57,900,787 (A) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Unit) 52,764,750 54,114,821 55,206,444 56,534,592 57,895,721 Usaha Mikro (Unit) 52,176,771 53,504,416 54,559,969 55,856,176 57,189,393 Usaha Kecil (Unit) 546, , , , ,222 Usaha Menengah (Unit) 41,336 42,008 44,280 48,997 52,106 (B) Usaha Besar (Unit) 4,676 5,150 4,952 4,968 5, Tenaga Kerja (A+B) (Orang) 98,885, ,991, ,613, ,808, ,681,244 (A) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Orang) 96,193,623 98,238, ,722, ,657, ,144,082 Usaha Mikro (Orang) 89,960,695 91,729,384 94,957,797 99,859, ,624,466 Usaha Kecil (Orang) 3,520,497 3,768,885 3,919,992 4,535,970 5,570,231 Usaha Menengah (Orang) 2,712,431 2,740,644 2,844,669 3,262,023 3,949,385 (B) Usaha Besar (Orang) 2,692,374 2,753,049 2,891,224 3,150,645 3,537, PDB Atas Dasar Harga Berlaku (A+B) (Rp. Milyar) 5,285, ,068, ,445, ,241, ,014,951.2 (A) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Rp. Milyar) 2,969, ,411, ,321, ,869, ,440,007.9 Usaha Mikro (Rp. Milyar) 1,747, ,011, ,579, ,951, ,326,564.8 Usaha Kecil (Rp. Milyar) 517, , , , ,385.3 Usaha Menengah (Rp. Milyar) 704, , ,002, ,120, ,237,057.8 (B) Usaha Besar (Rp. Milyar) 2,315, ,657, ,123, ,372, ,574,943.3 Lanjutan

26 39 Lanjutan Tabel PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (A+B) (Rp. Milyar) 2,089, ,217, ,377, ,525, ,670,314.9 (A) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Rp. Milyar) 1,212, ,282, ,369, ,451, ,536,918.8 Usaha Mikro (Rp. Milyar) 682, , , , ,804.5 Usaha Kecil (Rp. Milyar) 224, , , , ,579.2 Usaha Menengah (Rp. Milyar) 306, , , , ,535.1 (B) Usaha Besar (Rp. Milyar) 876, , ,007, ,073, ,133, Total Ekspor Non Migas (A+B) (Rp. Milyar) 953, ,112, ,140, ,185, ,161,327.5 (A) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Rp. Milyar) 162, , , , ,112.7 Usaha Mikro (Rp. Milyar) 14, , , , ,989.5 Usaha Kecil (Rp. Milyar) 36, , , , ,051.8 Usaha Menengah (Rp. Milyar) 111, , , , ,071.4 (B) Usaha Besar (Rp. Milyar) 790, , , ,018, , Investasi Atas Dasar Harga Berlaku (Rp. Milyar) 1,588, ,923, ,982, ,283, ,609,778.8 (A) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Rp. Milyar) 781, , , ,250, ,655,233.5 Usaha Mikro (Rp. Milyar) 123, , , , ,717.2 Usaha Kecil (Rp. Milyar) 288, , , , ,216.0 Usaha Menengah (Rp. Milyar) 369, , , ,0 849,300.3 (B) Usaha Besar (Rp. Milyar) 807, , , ,033, , Investasi Atas Dasar Harga Konstan 2000 (A+B) (Rp. Milyar) 453, , , , ,879.3 (A) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Rp. Milyar) 224, , , , ,341.6 Usaha Mikro (Rp. Milyar) 37, , , , ,053.3 Usaha Kecil (Rp. Milyar) 85, , , , ,652.8 Usaha Menengah (Rp. Milyar) 101, , , , ,635.5 (B) Usaha Besar (Rp. Milyar) 229, , , , ,537.7 Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM, 2013

27 40 Berdasarkan Tabel 2.6 diatas, dapat diketahui bahwa perkembangan dari tahun , unit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lebih besar daripada Usaha Besar (UB). Hal ini terbukti dari beberapa indikator penilaian yang terdiri dari jumlah unit usaha, jumlah tenaga kerja, dan perolehan PDB (Produk Domestik Bruto), dimana Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan dan perkembangan yang lebih besar daripada Usaha Besar (UB). Sementara dalam indikator ekspor non migas, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) jumlahnya dari tahun ke tahun memang lebih kecil daripada Usaha Besar, tetapi sektor UMKM total ekspor non migasnya mampu terus meningkat. Kemudian, dari sisi investasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memberikan sumbangan terhadap investasi yang lebih besar daripada Usaha Besar (UB), dan selama lima tahun terakhir nilai investasinya terus mengalami peningkatan.

28 41 b) Kontribusi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam Perekonomian Indonesia Tabel 2.7 Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun No Indikator Satuan Tahun 2012 Tahun 2013 Jumlah Pangsa (%) Jumlah Pangsa (%) Perkembangan Tahun Jumlah Pangsa (%) 1. Unit Usaha (A+B) (Unit) 56,539,560 57,900,787 1,361, A. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Unit) 56,534, ,895, ,361, Usaha Mikro (Unit) 55,856, ,189, ,333, Usaha Kecil (Unit) 629, , , Usaha Menengah (Unit) 48, , , B. Usaha Besar (Unit) 4, , Tenaga Kerja (A+B) (Orang) 110,808, ,681,244 6,873, A. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Orang) 107,657, ,144, ,486, Usaha Mikro (Orang) 99,859, ,624, ,764, Usaha Kecil (Orang) 4,535, ,570, ,034, Usaha Menengah (Orang) 3,262, ,949, , B. Usaha Besar (Orang) 3,150, ,537, , PDB Atas Dasar Harga Berlaku (A+B) (Rp. Milyar) 8,241, ,014, , A. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Rp. Milyar) 4,869, ,440, , Usaha Mikro (Rp. Milyar) 2,951, ,326, , Usaha Kecil (Rp. Milyar) 798, , , Usaha Menengah (Rp. Milyar) 1,120, ,237, , B. Usaha Besar (Rp. Milyar) 3,372, ,574, , Lanjutan

29 42 Lanjutan Tabel PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (A+B) (Rp. Milyar) 2,525, ,670, , A. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Rp. Milyar) 1,451, ,536, , Usaha Mikro (Rp. Milyar) 790, , , Usaha Kecil (Rp. Milyar) 294, , , Usaha Menengah (Rp. Milyar) 366, , , B. Usaha Besar (Rp. Milyar) 1,073, ,133, , Total Ekspor Non Migas (A+B) (Rp. Milyar) 1,185, ,161,327.5 (24,063.5) (2.03) A. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Rp. Milyar) 166, , , Usaha Mikro (Rp. Milyar) 15, , Usaha Kecil (Rp. Milyar) 32, , (457.0) (1.41) Usaha Menengah (Rp. Milyar) 118, , , B. Usaha Besar (Rp. Milyar) 1,018, , (39,549.7) (3.88) 6. Investasi Atas Dasar Harga Berlaku (Rp. Milyar) 2,283, ,609, , A. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Rp. Milyar) 1,250, ,655, , Usaha Mikro (Rp. Milyar) 175, , , Usaha Kecil (Rp. Milyar) 452, , , Usaha Menengah (Rp. Milyar) 622, , , B. Usaha Besar (Rp. Milyar) 1,033, , (78,526.7) (7.60) 7. Investasi Atas Dasar Harga Konstan 2000 (A+B) (Rp. Milyar) 583, , , A. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Rp. Milyar) 300, , , Usaha Mikro (Rp. Milyar) 44, , (2,658.0) (5.94) Usaha Kecil (Rp. Milyar) 104, , , Usaha Menengah (Rp. Milyar) 150, , , B. Usaha Besar (Rp. Milyar) 283, , (16,713.0) (5.90) Sumber : Kementerian Koperasi dan UKM, 2013

30 43 1) Peranan UMKM dari Aspek Jumlah Unit Usaha Peran UMKM sebagai penopang perekonomian salah satunya dapat dilihat dari jumlah unit usaha. Pangsa UMKM di Indonesia mencapai hampir 100% dari total unit usaha. Pada tahun 2013, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah unit Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia adalah (57,9 juta) unit atau sekitar 99,99 % dari jumlah unit usaha yang ada, terdiri dari usaha mikro sebesar 98,77%, usaha kecil sebesar 1,13%, dan usaha menengah sebesar 0,09%, yang menyebar di seluruh sektor ekonomi. Pada tahun 2013 ini, unit UMKM mengalami peningkatan sebesar 2,41% dibandingkan tahun 2012 yang jumlahnya ada (56,5 juta) unit. Pada tahun yang sama, UMKM mempunyai jumlah unit usaha yang lebih banyak daripada Usaha Besar (UB). Pada tahun 2013, jumlah unit Usaha Besar (UB) hanya ada unit atau sekitar 0,01% saja dari jumlah unit usaha yang ada.

31 44 Grafik 2.1 Data Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun Sumber:

32 45 2) Peranan UMKM dari Aspek Kesempatan Kerja Menurut Tambunan (2002:21), UMKM di Indonesia sangat penting terutama dalam hal penciptaan kesempatan kerja. Argumentasi ini didasarkan bahwa, di satu pihak, jumlah angkatan kerja di Indonesia sangat berlimpah mengikuti jumlah penduduk yang besar, sedangkan di pihak lain, usaha besar tidak sanggup menyerap semua pencari kerja. Ketidaksanggupan usaha besar dalam menciptakan kesempatan kerja yang besar disebabkan karena memang pada umumnya kelompok usaha tersebut relatif pada modal, sedangkan UMKM relatif padat karya. Selain itu, pada umumnya usaha besar membutuhkan pekerja dengan pendidikan formal yang tinggi dan pengalaman kerja yang cukup, sedangkan UMKM khususnya usaha mikro dan kecil, sebagian pekerjanya berpendidikan rendah. Namun demikan, ketika terjadi masalah pada usaha besar akibat kesalahan keputusan mereka sendiri, UMKM menjadi penyedia kesempatan kerja bagi sebagian besar tenaga kerja yang baru di PHK. Mobilitas tenaga kerja di antara UMKM sendiri sangat terbuka. Hal ini yang menyebabkan UMKM tahan terhadap dinamika perubahan ekonomi nasional. Yustika (2006:51), menyebutkan bahwa kemampuan inilah yang disebut dengan sistem kemandirian ekonomi. Pada tahun 2013, jumlah tenaga kerja secara keseluruhan di Indonesia ada orang, dimana penyerapan tenaga kerja terbesar berasal dari UMKM. Jumlah tenaga kerja UMKM pada tahun 2013 adalah orang atau sekitar 96,99% dari total tenaga kerja keseluruhan. Jumlah tenaga kerja UMKM pada tahun 2013 ini juga mengalami peningkatan sebanyak orang atau sekitar 6,03% dibandingkan tahun Sedangkan jumlah tenaga kerja usaha besar pada tahun 2013 hanya ada orang atau sekitar 3,01% dari total keseluruhan.

33 46 Grafik 2.2 Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan Usaha Besar (UB) Tahun Sumber:

34 47 3) Peranan UMKM dari Aspek Pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Pada tahun 2013, kontribusi terhadap pembentukan PDB (atas harga berlaku), UMKM mampu menyumbang Rp ,9 milyar atau sekitar 60,34% dari total PDB Indonesia, terdiri dari usaha mikro sebesar 36,90%, usaha kecil sebesar 9,72%, dan usaha menengah sebesar 13,72%. Pada tahun 2013 ini, kontribusi UMKM dalam PDB Indonesia juga mengalami kenaikan sebesar Rp ,8 milyar atau sekitar 11,71% dibandingkan tahun Pada tahun yang sama, UMKM memberikan kontribusi terhadap pembentukan PDB lebih banyak daripada Usaha Besar (UB). Pada tahun 2013, kontribusi Usaha Besar (UB) sebesar Rp ,3 milyar atau sekitar 39,66%. Kontribusi terbesar UMKM terhadap pembentukan PDB ini berasal dari sektor pertanian. Struktur kontribusi PDB ini menunjukkan bahwa peran UMKM di Indonesia masih lebih kuat/besar di sektor pertanian atau di sektor primer, berbeda dengan kondisi di negara negara yang lebih maju seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan, dengan dominasi di sektor industri atau sekunder. Oleh karena itu, produk produk UMKM di Indonesia perlu terus dikembangkan perannya, kalau perlu dikembangkan kearah sektor industri mengingat sektor industri memiliki pertumbuhan yang relatif tinggi (Azis dan Rusland, 2009:10).

35 48 Grafik 2.3 PDB Atas Dasar Harga Berlaku UMKM dan Usaha Besar (UB) Tahun Sumber:

36 49 Grafik 2.4 PDB Atas Dasar Harga Konstan UMKM dan Usaha Besar (UB) Tahun Sumber:

37 50 4) Peranan UMKM dalam Ekspor Non Migas Tidak bisa dipungkiri bahwa struktur ekspor Indonesia telah mengalami perubahan yang cukup mendasar. Walaupun demikian, kinerja UMKM di Indonesia dalam kegiatan ekspor masih sangat lemah. Kontribusi UMKM terhadap ekspor non migas Indonesia pada tahun 2012 dan 2013 masih relatif lebih kecil dibandingkan dengan ekspor Usaha Besar (UB). Pada tahun 2013, kontribusi UMKM terhadap ekspor sebesar Rp ,7 milyar atau sekitar 15,68% dari total ekspor non migas Indonesia. Sedangkan pada tahun 2012, menyumbang sebesar Rp ,5 milyar atau sekitar 14,06%. Padahal pada tahun yang sama, yaitu tahun 2013 dan 2012, kontribusi Usaha Besar (UB) terhadap ekspor non migas bisa lebih besar dari 50%, yaitu masing masing sebesar Rp ,8 milyar dan Rp ,5 milyar atau sekitar 84,32% dan 85,94%. Namun, bila dilihat dari perkembangan total ekspor non migas Indonesia tahun , ekspor UMKM mengalami kenaikan sebesar Rp ,2 milyar atau sekitar 9,29% dibandingkan ekspor Usaha Besar (UB) yang mengalami penurunan sebesar Rp ,7 milyar atau sekitar 3,88%. Menurut Azis dan Rusland (2009:9), selain sumbangannya yang masih relatif kecil terhadap ekspor, jenis jenis produk ekspor yang dihasilkan oleh usaha kecil dan menengah pada umumnya sebagian besar masih dalam kategori barang barang konsumsi sederhana, seperti pakaian jadi, kaus kaki, barang barang dari kayu, rotan, dan bambu. Tidak hanya dibandingkan dengan Usaha Besar (UB), bila dibandingkan dengan UMKM di negara negara lain di Asia, kinerja ekspor Indonesia masih sangat lemah (Tambunan, 2002:22). Kondisi ini sangat berbeda dengan komposisi produk ekspor usaha kecil dan menengah dari negara negara industri baru di kawasan Asia

38 51 seperti Taiwan, Tiongkok, Korea Selatan, Hongkong, dan Singapura, yang didominasi oleh barang barang konsumsi elektronik, dan produk produk untuk keperluan industri (Azis dan Rusland, 2009:9). Fakta ini menunjukkan bahwa saat ini pada umumnya pasar dari produk produk UMKM di Indonesia masih berorientasi pada pasar domestik atau lokal (local market oriented) (Tambunan, 2002:48; Azis dan Rusland, 2009:9). Di sisi lain, Indonesia merupakan pasar ASEAN yang paling besar. Besarnya peluang pasar di Indonesia ini diharapkan dapat dikuasai oleh para pelaku UMKM di Indonesia. Meski Indonesia memiliki pasar yang besar, bukan berarti pelaku UMKM hanya fokus menggarap pada dalam negeri saja. Mereka harus berani berekspansi ke luar negeri demi memperluas pasar. Dengan pasar yang lebih luas, tentu keuntungan yang diraih bisa lebih tinggi.

39 52 Grafik 2.5 Total Ekspor Non Migas UMKM dan Usaha Besar (UB) Tahun Sumber:

40 53 5) Peranan UMKM dalam Investasi Pada tahun 2013, kontribusi terhadap investasi (atas harga berlaku), UMKM mampu menyumbang Rp ,5 milyar atau sekitar 63,42% dari total investasi, terdiri dari usaha mikro sebesar 7,12%, usaha kecil sebesar 23,77%, dan usaha menengah sebesar 32,54%. Pada tahun 2013 ini, kontribusi UMKM dalam investasi Indonesia juga mengalami kenaikan sebesar Rp ,4 milyar atau sekitar 32,33% dibandingkan tahun Pada tahun yang sama, UMKM memberikan kontribusi terhadap investasi lebih banyak daripada Usaha Besar (UB). Pada tahun 2013, kontribusi Usaha Besar (UB) sebesar Rp ,2 milyar atau sekitar 36,58% sehingga turun Rp ,7 milyar atau sekitar 7,60% daripada tahun b. Proporsi Unit UMKM pada Sektor Ekonomi Diagram 2.1 Proporsi Sektor Ekonomi UMKM Berdasarkan Jumlah Unit Usaha Tahun 2013 Sumber: Kementerian Koperasi dan UKM, 2013

41 54 Jika ditinjau dari proporsi unit usaha pada sektor ekonomi UMKM yang memiliki unit usaha terbesar adalah sektor (1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; (2) Perdagangan, Hotel, dan Restoran; (3) Pengangkutan dan Komunikasi; (4) Industri Pengolahan, serta (5) Jasa jasa, yang masing masing tercatat sebesar 49,80 persen; 23,74 persen; 6,86 persen; 6,85 persen dan 5,28 persen. Sedangkan sektor ekonomi yang memiliki proporsi unit usaha terkecil secara berturut turut adalah sektor (1) Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; (2) Bangunan; (3) Pertambangan dan Penggalian; serta (4) Listrik, Gas, dan Air Bersih, yang masing masing tercatat sebesar 3,51 persen; 3,25 persen; 0,66 persen dan 0,04 persen. c. Pengakuan Peran UMKM Kiranya UMKM jelas mempunyai peran penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia. UMKM tidak lain adalah sekelompok aktor yang bersama sama dengan usaha besar menggerakkan roda produksi. Menurut Basri (2002:218), agar permasalahan UMKM bisa ditempatkan di dalam kerangka utuh bagi terwujudnya suatu pembaruan ekonomi yang mendasar, maka diperlukan suatu landasan pijak yang kokoh dan kerangka pemikiran yang menyeluruh untuk memayunginya. Dengan cara ini, diharapkan bisa ditemukan dan dikenali sumber sumber permasalahan yang sebenarnya sehingga cara cara penyelesaiannya pun bisa lebih terstruktur. Kemudian, ia menambahkan bahwa pemberdayaan ekonomi rakyat haruslah menempatkan manusia sebagai subjek pembangunan yaitu dengan cara meningkatkan potensi yang ada pada rakyat itu sendiri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dengan perannya yang sangat besar di dalam perekonomian Indonesia, maka sudah sewajarnya bila pemberdayaan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Indonesia perlu dilakukan.

42 55 5. Permasalahan UMKM Meskipun memiliki berbagai unggulan dan mengalami perkembangan, UMKM di Indonesia tidak lepas dari berbagai macam kendala atau masalah dalam pengembangannya, yang tingkat intensitas dan sifatnya berbeda tidak hanya menurut jenis produk atau pasar yang dilayani, tetapi juga berbeda antarwilayah/lokasi, antarsentra, antar sektor atau subsektor atau jenis kegiatan, dan antarunit usaha dalam kegiatan/sektor yang sama. Namun demikian, ada beberapa masalah umum yang dihadapi oleh pengusaha kecil dan menengah seperti keterbatasan modal kerja dan/atau modal investasi, kesulitan mendapatkan bahan baku dengan kualitas yang baik tetapi dengan harga yang terjangkau, keterbatasan teknologi modern, SDM dengan kualitas yang baik (terutama manajemen dan teknisi produksi), dan informasi khususnya mengenai pasar, dan kesulitan dalam pemasaran (termasuk distribusi). Permasalahan yang dihadapi UMKM antara negara satu dengan negara lainnya pun juga dapat berbeda. Pada negara yang memiliki perekonomian yang telah maju, permasalahan yang dihadapi usaha kecil dan menengah umumnya lebih berhubungan dengan perlindungan hak kekayaan intelektual, seperti hak paten atas produk produk ekspor. Sedangkan di negara negara berkembang seperti Indonesia, permasalahan yang dihadapi adalah dalam hal pengembangan UMKM, terutama menyangkut aspek kemampuan pengelolaan usaha dan keterbatasan akses terhadap sumber daya produktif. Pada dasarnya, permasalahan dalam pengembangan UMKM dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) kategori permasalahan (Bank Indonesia, 2011:45), yaitu: a) Permasalahan dasar (basic problems) Permasalahan dasar (basic problems) dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti aspek pemasaran, Sumber Daya

43 56 Manusia (SDM), teknologi, keuangan, legalitas maupun aspek permodalan/pendanaan yang bersifat mendasar, dan rata rata dialami UMKM pada umumnya. Permasalahan permasalahan tersebut relatif masih sederhana dan lebih mudah untuk ditangani. Contohnya masalah mengenai bagaimana UMKM mencari pasar yang potensial pada suatu daerah target pemasaran, membuat kemasan produksi yang lebih baik dan menarik, keperluan tambahan modal dari teman dan keluarga, penggunaan teknologi yang relatif masih sederhana, dan manajemen usaha yang bersifat manajemen keluarga atau one man show. b) Permasalahan antara (intermediate problems) Permasalahan antara (intermediate problems) merupakan permasalahan yang menghubungkan antara masalah dasar dengan masalah yang lebih kompleks dan canggih. Masalah masalah ini dapat tergambar dari permasalahan pada aspek pemasaran, keuangan, Sumber Daya Manusia (SDM), dan produksi. Permasalahan dari aspek pemasaran berupa kurangnya informasi maupun data data yang akurat dan terkini mengenai peluang pasar baik dalam negeri maupun luar negeri. Permasalahan dari aspek keuangan khususnya keterbatasan modal disebabkan kesulitan UMKM mengakses kredit ke bank. Permasalahan dari aspek SDM disebabkan karena kurangnya SDM yang cakap atau memadai dalam hal entrepreneurship, manajemen, teknik produksi, dan pengembangan produk yang masih belum optimal. Kemudian, permasalahan dari aspek produksi berupa ketergantungan pada bahan baku impor. c) Permasalahan lebih lanjut (advanced problems) Pada tingkatan akhir, terdapat permasalahan permasalahan yang dikategorikan sebagai permasalahan lebih lanjut

44 57 (advanced problems) terutama terkait dengan pengembangan ekspor. Permasalahan tersebut antara lain pengenalan pasar dan penetrasi pasar untuk promosi ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar, permasalahan hukum yang menyangkut hak paten, kontrak penjualan serta peraturan yang berlaku di negara tujuan ekspor. Selain itu, permasalahan dalam engineering design, quality control, organisasi bisnis, data processing, dan penelitian/investigasi pasar UMKM secara mendalam. Manajemen yang digunakan oleh UMKM pada umumnya masih terkonsentrasi kepada satu atau dua orang yang merupakan kerabat dekat. Belum terdapat pembagian tugas yang jelas, menyebabkan satu orang harus mengerjakan banyak tugas seperti bahan baku, penentuan harga jual, penyimpanan uang hasil usaha. Seringkali tidak ada pemisahan antara harta perusahaan dengan harta keluarga sehingga sulit diketahui secara cepat dan tepat informasi posisi keuangan perusahaan. Penjelasan lebih lanjut, permasalahan yang dihadapi UMKM di Indonesia dapat berasal dari permasalahan internal yang dihadapi oleh UMKM serta permasalahan yang dihadapi oleh berbagai pihak yang terkait dengan pengembangan sektor usaha tersebut, seperti Pemerintah, Bank Indonesia, perbankan, dan pihak eksternal UMKM lainnya. Permasalahan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut ini: a. Permasalahan internal UMKM 1) Menurut Azis dan Rusland Menurut Azis dan Rusland (2009:10-11), pada dasarnya permasalahan yang dihadapi oleh UMKM dapat

45 58 disederhanakan menjadi dua kelompok, yaitu (1) rendahnya kemampuan pengelola usaha, terutama disebabkan oleh rendahnya kualitas SDM (Sumber Daya Manusia), dan (2) adanya keterbatasan akses kepada sumber daya produktif, terutama pemasaran, permodalan, dan teknologi. Masalah Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor yang paling menentukan untuk mencapai keberhasilan dalam berbagai kegiatan atau usaha, baik Usaha Mikro, Kecil,dan Menengah (UMKM) maupun Usaha Besar (UB). Kondisi ini terjadi karena rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman dalam sektor usaha tersebut. Keterbatasan yang menonjol atau umumnya terjadi adalah pada aspek kompetensi kewirausahaan, manajemen, teknik produksi, perencanaan, pengawasan kualitas dan pengembangan produk, akuntansi, dan teknik pemasaran. Keterbatasan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) tentunya akan menurunkan kualitas produk sehingga menurunkan kemampuan sektor usaha tersebut untuk menembus pasar baru. Peningkatan pengetahuan dan keahlian sangatlah diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dalam pengelolaan usaha, terutama di era globalisasi saat ini. Kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang baik sangat diperlukan untuk mendorong peningkatan daya saing produk UMKM di pasar internasional. Beberapa aspek yang terkait dengan masalah pemasaran adalah tingkat persaingan yang keras baik di pasar domestik maupun di pasar ekspor. Sementara itu, pada umumnya, kualitas produk dan tingkat produktivitas UMKM di Indonesia rendah, ditambah dengan iklim usaha yang belum kondusif di dalam negeri, yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi, seperti pengurusan perizinan yang mahal

46 59 disertai dengan prosedur yang panjang, serta banyaknya biaya pungutan tidak resmi turut memperlemah daya saing produk produk UMKM. Selain itu, tekanan persaingan juga muncul disebabkan kurangnya informasi yang akurat dan terkini mengenai peluang peluang pasar di dalam dan di luar negeri. Di samping itu, dalam era keterbukaan dan perdagangan bebas, yang telah disepakati banyak negara di dunia, seperti kesepakatan dalam Asean Free Trade Agreement (AFTA), European Union (EU) dan World Trade Organization (WTO), menuntut keterbukaan pasar di masing masing negara. Sementara itu, semakin banyaknya perkembangan peraturan yang dikeluarkan oleh negara maju dapat menghambat pengembangan UMKM Indonesia untuk menembus pasar global, antara lain larangan penggunaan buruh anak anak, keharusan untuk memperhatikan pelestarian lingkungan hidup dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Kesepakatan internasional tersebut, dalam beberapa hal dapat menimbulkan ketidakadilan dalam persaingan antar negara, karena adanya perbedaan tingkat kemajuan ataupun kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berbeda di masing masing negara. Apabila kesepakatan tersebut dipaksakan untuk dilaksanakan, tentunya akan menimbulkan kesenjangan yang lebar antara negara maju dan negara berkembang. Kendala lain yang dihadapi UMKM adalah masalah finansial berupa kurangnya modal yang dimiliki dan sulitnya akses untuk memperoleh bantuan permodalan dari lembaga keuangan, terutama perbankan. Permasalahan ini umumnya terjadi pada para pelaku usaha UMKM pemula, yaitu UMKM yang belum memiliki izin usaha, dan berlokasi di daerah

47 60 daerah pedalaman dengan kondisi infrastruktur yang kurang memadai sehingga sulit dijangkau oleh lembaga lembaga keuangan. Selain itu, yang menjadi permasalahan adalah sulitnya UMKM dalam memperoleh bantuan dana dari perbankan karena adanya sejumlah persyaratan yang sulit dipenuhi oleh UMKM, seperti keharusan adanya agunan dan bermacam macam urusan administratif yang harus disiapkan, serta minimnya informasi tentang prosedur dan skim skim kredit yang ada. Keterbatasan lainnya dari UMKM yang tidak kalah pentingnya adalah keterbatasan penggunaan teknologi, khususnya pada usaha mikro dan kecil. Kendala teknologi ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain keterbatasan modal untuk membeli mesin mesin baru untuk memperbaiki atau menyempurnakan proses produksi, keterbatasan informasi tentang perkembangan teknologi atau alat alat produksi baru, serta keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam mengoperasikan mesin atau alat teknologi informasi baru sehingga sulit untuk dilakukan inovasi inovasi dalam produk maupun proses produksi. Sementara itu, penggunaan dan penguasaan teknologi modern merupakan faktor yang lebih penting daripada faktor sumber daya alam dalam era perdagangan bebas dan persaingan global saat ini. Penggunaan dan penguasaan teknologi modern yang baik, tentunya akan meningkatkan daya saing dan keunggulan produk yang dihasilkan oleh UMKM. 2) Menurut Tulus Tambunan a) Kesulitan Pemasaran Pemasaran sering dianggap sebagai salah satu kendala yang kritis bagi perkembangan UMKM. Hasil dari suatu studi lintas negara yang dilakukan oleh James

48 61 dan Akrasanee dalam Tambunan (2002:73) di sejumlah negara di ASEAN, menunjukkan bahwa pemasaran adalah termasuk growth constraints yang dihadapi oleh banyak pengusaha kecil dan menengah (masalah ini dijumpai tidak terlalu serius di Singapura). Studi ini menyimpulkan bahwa jika usaha kecil dan menengah tidak melakukan perbaikan yang cukup di semua aspek aspek yang terkait dengan pemasaran seperti kualitas produk dan kegiatan promosi maka sulit sekali bagi unit usaha kecil dan menengah untuk dapat turut berpartisipasi dalam era perdagangan bebas. Salah satu aspek yang terkait dengan masalah pemasaran yang umum dihadapi oleh UMKM adalah tekanan tekanan persaingan, baik di pasar domestik dari produk produk serupa buatan usaha besar dan impor, maupun di pasar ekspor. Tambunan (2002:73) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi penghambat bagi banyak usaha kecil dan menengah Indonesia untuk dapat menembus pasar global atau untuk mempertahankan dan meningkatkan pangsa ekspor mereka, antara lain banyak pelaku usaha kecil dan menengah yang kekurangan informasi yang akurat dan up to date mengenai (1) peluang peluang pasar di dalam maupun di luar negeri, seperti potensi pembeli, perubahan selera masyarakat global, progres teknologi, dan ciri ciri pesaing pesaing baru (seperti kekuatan, kelemahan, serta strategi pemasarannya); (2) peraturan peraturan mengenai tata niaga pemasaran regional atau internasional di dalam konteks ASEAN Free Trade Area (AFTA), Masyarakat Eropa (UE), dan World Trade Organization/General Agreement on Tariffs and Trade

49 62 (WTO/GATT), serta (3) aspek aspek legal lain seperti kesepakatan kesepakatan internasional mengenai larangan penggunaan buruh anak anak, lingkungan hidup dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dikaitkan dengan perdagangan internasional dan mengenai dumping dan kebijakan anti dumping. Selain terbatasnya informasi, Tambunan (2002:73) juga menambahkan bahwa banyak pengusaha kecil dan menengah, khususnya mereka yang kekurangan modal dan Sumber Daya Manusia (SDM), berlokasi di daerah daerah pedalaman yang relatif terisolasi dari pusat pusat informasi, komunikasi dan transportasi juga mengalami kesulitan untuk memenuhi standar standar internasional yang terkait dengan produksi dan perdagangan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika hingga saat ini, perusahaan yang pernah mendapat sertifikat International Organization for Standardization (ISO) dan sejenisnya pada umumnya hanya dari usaha besar. b) Keterbatasan Finansial Tambunan (2002:74) mengatakan bahwa ada dua masalah utama dalam aspek finansial yang dihadapi oleh Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), khususnya usaha kecil di Indonesia, yaitu mobilisasi modal awal (star-up capital) dan akses ke modal kerja dan finansial jangka panjang untuk investasi yang sangat diperlukan demi pertumbuhan output jangka panjang. Walaupun pada umumnya modal awal bersumber dari modal (tabungan) sendiri atau sumber sumber informal, tetapi sumber sumber permodalan ini sering

50 63 tidak cukup untuk kegiatan produksi, apa lagi untuk investasi (perluasan kapasitas produksi atau menggantikan mesin mesin yang sudah tua). Sementara itu, sumber sumber pendanaan dari sektor informal masih tetap dominan dalam pembiayaan kegiatan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), terutama usaha mikro/rumah tangga walaupun saat ini telah ada begitu banyak skim skim kredit dari perbankan dan bantuan dari pemerintah ataupun dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini disebabkan karena lokasi bank yang terlalu jauh bagi banyak pengusaha yang tinggal di daerah yang relatif terisolasi, persyaratan terlalu berat, urusan administrasi terlalu bertele tele, dan kurangnya informasi mengenai skim skim perkreditan yang ada dan prosedurnya (Tambunan, 2002:74). Lalu dalam hal jenis kepemilikan modal, jumlah pengusaha yang membiayai usahanya sepenuhnya dengan uang sendiri atau dengan modal sendiri dan pinjaman, lebih banyak daripada jumlah pengusaha yang menggunakan 100 persen modal dari pihak lain. Sebagian besar dari jumlah pengusaha dengan 100 persen modalnya sendiri terdapat di industri makanan, minuman dan tembakau, industri kulit, tekstil dan produk produknya, serta industri kayu, bambu, dan rotan beserta dengan produk produknya (Tambunan, 2002:75). Bank merupakan sumber pinjaman yang dominan bagi pengusaha UMKM. Namun, sebagian besar dari pengusaha pengusaha UMKM, terutama paling banyak di kalangan usaha mikro, masih sulit memperoleh pinjaman dari bank. Alasan utamanya karena mereka tidak mempunyai agunan yang

51 64 dipersyaratkan oleh bank. Pada umumnya, para pengusaha mikro ini mayoritas berasal dari kelompok keluarga miskin yang tidak mampu memenuhi persyaratan kolateral dari bank, misalnya dalam bentuk rumah yang mempunyai nilai tinggi atau tanah dengan luas yang cukup. Alasan alasan lainnya adalah kurangnya informasi mengenai prosedur peminjaman, atau prosedur yang terlalu sulit dan makan waktu, atau pun suku bunga peminjaman yang terlalu tinggi (Tambunan, 2002:76-77). c) Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) Keterbatasan SDM juga merupakan salah satu kendala serius bagi banyak UMKM di Indonesia, terutama dalam aspek aspek entrepreneurship, manajemen, teknik produksi, pengembangan produk, engineering design, quality control, organisasi bisnis, akuntansi, data processing, teknik pemasaran, dan penelitian pasar. Sedangkan semua keahlian ini sangat dibutuhkan untuk mempertahankan atau memperbaiki kualitas produk, meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam produksi, memperluas pangsa pasar dan menembus pasar baru. Sering dikatakan bahwa untuk menanggulangi masalah SDM ini, memberikan pelatihan langsung kepada pengusaha sangatlah penting dan ini merupakan satu satunya cara yang paling efektif. Akan tetapi, banyak UMKM, khususnya usaha mikro tidak sanggup menanggung sendiri biaya pelatihan. Oleh karena itu, peran pemerintah sangatlah penting dalam menyelenggarakan program program

52 65 pendidikan/pelatihan bagi pengusaha maupun tenaga kerja di UMKM. Memang selama ini sudah banyak pelatihan dan penyuluhan yang diberikan oleh pemerintah kepada pengusaha UMKM, tetapi pelatihan yang dilakukan oleh pemeritah ini dianggap belum berjalan efektif karena banyak pengusaha yang pernah mengikuti pelatihan pelatihan tersebut mengeluh bahwa pelatihan pelatihannya sering terlalu teoretis, waktunya terlalu singkat, tidak ada tindak lanjut (misalnya beberapa saat setelah pelatihan selesai, pihak pemberi pelatihan mengunjungi kembali pengusaha untuk melihat sejauh mana pelatihan tersebut diterapkan dalam kegiatan usahanya) dan sering kali tidak cocok dengan kebutuhan mereka sebenarnya (Tambunan, 2002:79). Keterbatasan SDM merupakan salah satu ancaman serius bagi UMKM Indonesia untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun di pasar internasional di dalam era perdagangan bebas, bahkan kualitas SDM dan teknologi akan menjadi suatu hal yang jauh lebih penting dibandingkan modal sebagai faktor penentu utama kemampuan UMKM untuk meningkatkan daya saing globalnya. d) Masalah bahan baku Keterbatasan bahan baku (dan input input lainnya) juga sering menjadi salah satu kendala serius bagi pertumbuhan output atau kelangsungan produksi bagi banyak UMKM di Indonesia. Pada saat krisis ekonomi yang melanda Indonesia dahulu pun banyak sentra sentra usaha kecil dan menengah di sejumlah

53 66 subsektor industri manufaktur seperti sepatu dan produk produk tekstil yang mengalami kesulitan mendapatkan bahan baku atau input lainnya karena harga bahan baku tersebut dalam rupiah menjadi sangat mahal akibat depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Sejarah juga mencatat bahwa pada saat krisis dulu tidak sedikit pengusaha kecil dan menengah terpaksa menghentikan usaha dan berpindah profesi ke kegiatan ekonomi lainnya, misalnya menjadi pedagang. Beberapa contoh kasus, misalnya pada tahun 1998 ada sekitar 200 pengusaha tempe di Banjarnegara terpaksa menghentikan kegiatan produksi mereka karena harga kedelai yang diimpor ternyata menjadi sangat mahal. Demikian juga, banyak pengusaha batik tradisional di Pekalongan, dan ratusan pengusaha kecil sepatu di sejumlah sentra sentra di Jakarta, Cibaduyut, dan Medan terpaksa gulung tikar dan berubah profesi menjadi pedagang kecil atau kerja di sektor transportasi atau menjadi buruh bangunan (Tambunan,2002:80). Dengan demikian, tersedianya bahan baku merupakan hal yang penting bagi kelangsungan produksi banyak UMKM di Indonesia. e) Keterbatasan Teknologi Berbeda dengan negara negara maju, UMKM di Indonesia umumnya masih menggunakan teknologi lama/tradisional dalam bentuk mesin mesin tua atau alat alat produksi yang sifatnya manual. Keterbelakangan teknologi ini tidak hanya membuat rendahnya total factor productivity dan efisiensi di dalam proses produksi, tetapi juga rendahnya kualitas produk

54 67 yang dibuat. Keterbatasan teknologi khususnya usaha usaha mikro/rumah tangga, disebabkan oleh banyak faktor, antara lain keterbatasan modal investasi untuk membeli mesin mesin baru atau untuk menyempurnakan proses produksi, keterbatasan informasi mengenai perkembangan teknologi atau mesin mesin dan alat alat produksi baru, dan keterbatasan SDM yang dapat mengoperasikan mesin mesin baru atau melakukan inovasi inovasi dalam produk maupun proses produksi. Rendahnya pemilikan/penguasaan teknologi modern merupakan suatu ancaman serius bagi kesanggupan UMKM Indonesia untuk dapat bersaing di dalam era pasar bebas (Tambunan, 2002:80). 3) Menurut Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono Menurut Kuncoro dan Suhardjono (2002:489), beberapa kendala yang umumnya dihadapi oleh UMKM antara lain rendahnya tingkat kemampuan, keterampilan, keahlian, manajemen SDM, kewirausahaan, pemasaran dan lemahnya akses keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumber daya manusia ini mengakibatkan pengusaha UMKM, terutama usaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik. Secara lebih spesifik, masalah dasar yang dihadapi para pengusaha UMKM antara lain: (1) kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar, (2) kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber sumber permodalan, (3) kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia, (4) keterbatasan jaringan usaha kerja sama antarpengusaha kecil (sistem informasi pemasaran), (5) iklim usaha yang kurang

55 68 kondusif, karena persaingan yang saling mematikan, serta (6) pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil. 4) Menurut Pickle dan Abrahamson bahwa, Pickle dan Abrahamson (1989:23) mengatakan Small business contributes significantly to our economy. However, we examine some of the common problems of small business ownership. We are convinced that the identification and analysis of the cause of these problems will enable the prospective small business manager to develop the management knowledge and skills necessary to avoid these problems in their firms. Menurut Pickle dan Abrahamson (1989:23-29), ada beberapa permasalahan yang umumnya dihadapi oleh usaha kecil (common problems of small business firms), antara lain a) manajemen yang tidak cukup (inadequate management) yang disebabkan karena kurangnya pengalaman dan lemahnya kemampuan yang dimiliki oleh pelaku usaha kecil dalam manajemen usaha (lack of experience and incompetence); b) penyia nyiaan (neglect) yang dilakukan oleh pelaku usaha, contoh yang umumnya dilakukan yaitu menggunakan waktu yang tidak tepat (improper use of time), kesehatan yang rendah (poor health), kemalasan (laziness), dan sebagainya; c) penipuan (fraud), misalnya penyajian gambaran mengenai status kepemilikan perusahaan yang sengaja dibuat keliru oleh pemilik usaha untuk melakukan penipuan, seperti menggunakan nama lain untuk

56 69 usahanya, memalsukan laporan keuangan atau pun rekening keuangan usahanya, memalsukan jumlah aset usaha yang dimiliki, dan sebagainya; d) terjadi bencana alam (natural disaster), seperti gempa bumi, banjir, dan sebagainya; e) kebijakan pemerintah (government regulations and paperwork) yang menempatkan sektor usaha kecil pada posisi yang tidak tepat dan tidak sebanding dengan kemampuan yang dimiliki oleh sektor usaha kecil sehingga menjadi beban berat bagi sektor usaha kecil ini; f) adanya tekanan (stress), semua pemilik/pelaku usaha kecil harus menghadapi situasi yang penuh tekanan (stressful), tidak hanya menghadapi situasi manajemen usaha yang mereka hadapi sehari hari tetapi terkadang mereka juga menghadapi berbagai masalah pribadi. Berbagai hal yang dapat memicu tekanan atau stress, contohnya yaitu pada saat menghadapi karyawan yang kinerjanya terus menurun, produktivitas yang menurun, banyak dari karyawannya yang membolos, kelambatan usaha yang meningkat, pendapatan yang menurun, bahkan juga bisa disebabkan dari konflik pribadi, dan sebagainya. 5) Menurut studi The Small Bussiness Administration (SBA) Menurut studi yang dilakukan oleh The Small Bussiness Administration (SBA) dalam Scarborough dan Zimmerer (2006:27-31), lemahnya daya saing yang dihadapi usaha kecil disebabkan oleh beberapa hal, antara lain sumber daya yang terbatas (limited resources), manajemen yang

57 70 kurang berpengalaman (inexperienced management), dan kurangnya stabilitas keuangan (lack of financial stability). b. Permasalahan yang dihadapi pemerintah Berdasarkan pengalaman selama ini, ada kesan bahwa pemerintah memandang penanganan masalah UMKM lebih sebagai masalah sosial daripada masalah bisnis, yaitu dengan adanya proteksi atau pemberian fasilitas kepada sektor usaha tersebut terlalu berlebihan sehingga kebijakan UMKM yang dibuat oleh pemerintah ini kurang menekankan pada pendekatan pasar untuk menghadapi persaingan (Azis dan Rusland, 2009:13). Misalnya, sampai saat ini suku bunga murah untuk UMKM masih menjadi isu utama di Indonesia walaupun sudah ada berbagai penelitian dan proyek percontohan yang membuktikan bahwa suku bunga pasar bukan merupakan masalah bagi UMKM. Permasalahan penting bagi UMKM sampai saat ini adalah adanya kemudahan akses serta ketepatan dan kecepatan penyaluran dana dari lembaga keuangan kepada unit usaha tersebut (Azis dan Rusland, 2009:13). Azis dan Rusland (2009:13) menyatakan bahwa permasalahan yang dihadapi pemerintah dalam pembinaan UMKM lebih mengarah pada masih lemahnya iklim yang kondusif bagi pengembangan sektor usaha tersebut, seperti koordinasi lintas sektoral yang belum berjalan sebagaimana diharapkan, baik horizontal yaitu antar departemen teknis terkait, maupun vertikal yaitu koordinasi antar instansi terkait di pusat dan daerah. Pembuatan kebijakan, pembinaan yang diberikan, serta penanganan permasalahan UMKM sering dilakukan secara parsial oleh masing masing intansi dan dalam beberapa hal terjadi tumpang tindih. Penyebab belum mulusnya koordinasi antar instansi terkait tersebut antara lain adanya ego

58 71 sektoral yang masih kental dari masing masing lembaga. Oleh karena itu, perlunya kemungkinan untuk membentuk atau menunjuk lembaga yang lebih tinggi yang berfungsi sebagai koordinator pembinaan UMKM. Selain itu, adanya keanekaragaman definisi tentang UMKM di Indonesia juga menjadi penyebab sulitnya perencanaan dan penetapan kebijakan pengembangan UMKM yang terpadu dan terkoordinasi. Ketidakseragaman tersebut menimbulkan hambatan untuk mendapatkan statistik data potensi UMKM sebagai dasar pembuatan kebijakan karena sampai saat ini sulit untuk mengetahui secara pasti dengan data yang terkini, berapa jumlah UMKM, dan sumbangannya terhadap penciptaan tenaga kerja, ekspor, dan PDB. Statistik tentang kinerja UMKM ini juga sangat diperlukan untuk mengukur dan mengevaluasi efektivitas dari pembinaan yang telah dilakukan. c. Permasalahan yang terkait dengan Bank Indonesia Sampai saat ini, Bank Indonesia telah berperan banyak dalam pengembangan UMKM di Indonesia, antara lain melalui pengaturan kebijakan perkreditan dan pemberian bantuan teknis kepada bank bank. Dalam kebijakan kredit, sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Undang Undang RI No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang telah disempurnakan dengan Undang Undang RI No. 3 tahun 2004, Bank Indonesia telah mengeluarkan ketentuan tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil (KUK), yang bersifat anjuran kepada bank bank di Indonesia untuk menyalurkan sebagian dananya melalui pemberian KUK. Kemudian, Bank Indonesia telah mengeluarkan relaksasi ketentuan untuk mendorong bank bank dalam pemberian KUK, antara lain dalam komponen kualitas aktiva produktif,

59 72 khususnya untuk kredit kepada usaha kecil, penilaian kolektibilitas kredit tersebut tidak lagi berdasarkan pada prospek usaha dan laporan keuangan, tetapi hanya dinilai berdasarkan ketepatan pembayaran angsuran kredit. Namun, kebijakan ini belum dapat memacu bank bank untuk lebih mendorong penyaluran kreditnya kepada UMKM (Azis dan Rusland, 2009:14 15). d. Permasalahan yang dihadapi perbankan Menurut Azis dan Rusland (2009:15), beberapa hal yang dihadapi oleh sebagian besar bank, terutama bank bank besar yang fokus usaha atau orientasinya pada pinjaman besar, dalam pemberian kredit kepada UMKM adalah keterbatasan jumlah tenaga analisis kredit kecil dan pemasaran bidang UMKM, di samping kendala jaringan kantor yang terbatas karena sebagian besar kantor kantor bank tersebut berada di kota kota besar. Di samping itu, pada umumnya perbankan memiliki aturan main yang baku dalam pemberian kredit, misalnya, permintaan agunan tambahan, laporan keuangan calon nasabah, surat surat perizinan seperti SITU, SIUP, termasuk ketentuan kehati hatian lainnya yang harus dipatuhi. Sumodiningrat dalam Yustika (2006:50), menambahkan bahwa selama ini keengganan dari pihak perbankan komersial untuk menyalurkan kredit kepada usaha kecil karena anggapan kelompok atau individu yang mempunyai predikat sebagai masyarakat miskin sangatlah tidak bankable. Hal itu karena pihak perbankan memandang pelayanan terhadap masyarakat miskin akan mendatangkan biaya transaksi tinggi dan penuh dengan risiko. Tingginya biaya kredit disebabkan karena yang mereka butuhkan terlalu kecil untuk bank komersial, kemudian tidak mampu memberikan agunan, ditambah lagi dengan

60 73 pendapatan yang menjadi jaminan pengembalian juga rendah, dan kenyataan bahwa jarak lembaga keuangan dengan mereka demikian jauh. Di luar itu, bagi UMKM sendiri, bukan hanya ketiadaan agunan yang menyebabkan mereka sulit memperoleh layanan perbankan, tetapi juga aspek legal formal itu sendiri. Belum lagi masalah keluwesan yang menjadi ciri sekaligus kekuatan UMKM yang sulit diikuti oleh fleksibilitas fasilitas lembaga keuangan konvensional. Dengan demikian, ada tiga faktor terpenting yang membatasi hubungan UMKM dengan perbankan konvensional, yaitu masalah agunan, formalitas, dan keluwesan. Di pihak lain, sebagian besar UMKM, terutama usaha mikro dan kecil, pada umumnya belum mengetahui sistem dan prosedur pemberian kredit bank tersebut sehingga permohonan kredit mereka sering tidak lengkap dan dikembalikan bank. Akibatnya, timbul kesan bahwa prosedur perbankan terlalu berbelit belit dan sangat lama dalam pemberian kredit kepada UMKM. Di sisi lain, perbankan juga memiliki informasi yang minim mengenai bisnis atau komoditi yang potensial untuk dibiayai dan data UMKM lainnya. Kendala lain adalah relatif tingginya biaya operasional untuk pemberian kredit kepada usaha mikro dan kecil dibandingkan dengan kredit untuk usaha besar. Hal ini terjadi karena jumlah pekerjaan administrasi yang harus dikerjakan tidak jauh berbeda, tetapi nilai kredit yang diberikan relatif kecil. Sejalan dengan kondusifnya kondisi makro ekonomi, dalam beberapa tahun belakangan ini kita mencermati adanya perubahan paradigma operasional perbankan yang melegakan UMKM. Bank umum yang biasanya fokus pada pembiayaan korporasi, telah mulai mengalihkan perhatiannya pada UMKM sebagai outlet pembiayaannya. Berdasarkan data data kredit

61 74 hingga bulan Agustus 2011, net ekspansi kredit yang disalurkan perbankan ke sektor UMKM mencapai Rp 55,6 triliun atau sebesar 52,1% dari total business plan tahun 2011, yaitu sebesar Rp 106,8 triliun. Baki debet kredit UMKM secara total telah mencapai Rp 449,9 triliun atau sebesar 21,6% dari total kredit perbankan dengan komposisi usaha mikro sebesar 23,1%, kecil sebesar 32%, dan menengah sebesar 45% (Bank Indonesia, 2011:46). Meski perhatian perbankan terhadap UMKM tersebut mulai tumbuh, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak pengusaha UMKM yang belum terjangkau akses perbankan. Secara umum, permasalahan yang menghambat sinergi antara perbankan dan UMKM ini adalah terbatasnya jaringan, besarnya biaya transaksi dan pelayanan, terbatasnya akses informasi mengenai profil individu UMKM dan kurangnya pemahaman UMKM mengenai aspek keuangan (financial literacy). Intinya permasalahan rendahnya interaksi antara UMKM dan perbankan adalah karena masih lebarnya kesenjangan informasi (information gap). Hal ini berakibat pada tingginya risiko intermediasi akibat minimnya informasi keuangan UMKM yang layak, serta rencana usaha yang realistis sebagai dasar bagi perbankan untuk menyalurkan kredit (Bank Indonesia, 2011:46). 6. Kekuatan dan Kelemahan UMKM Menurut Tambunan (2000: ), ada beberapa hal yang menjadi kekuatan dan kelemahan UMKM. Beberapa kekuatan yang dimiliki oleh UMKM, khususnya usaha kecil antara lain: a. Daya tahan Sebagaimana di negara lain, pelaku usaha sektor UMKM memegang peran yang signifikan. Salah satu keunggulan pelaku

62 75 sektor usaha ini adalah kemampuannya dalam beradaptasi. Ketika lingkungan ekonomi berubah, pelaku usaha ini akan dengan cepat melakukan penyesuaian. Kondisi ini berbeda dengan perusahaan besar atau korporasi yang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melakukan penyesuaian. Lihainya UMKM dalam berdaptasi terlihat dari jumlah pelaku usaha sektor ini yang relatif tidak berubah pasca krisis tahun 1998, yang menandakan bahwa gejolak ekonomi tidak terlalu berpengaruh terhadap eksistensi pelaku usaha mikro (Jatmiko dan Djumena, 2015:2). Walaupun selama krisis ekonomi terbukti banyak juga usaha kecil di subsektor subsektor manufaktur tertentu yang gugur (terutama mereka yang sangat tergantung pada impor), secara umum dapat dikatakan bahwa usaha kecil memiliki kemampuan bertahan hidup yang tinggi. Motivasi pengusaha kecil sangat kuat dalam mempertahankan kelangsungan usahanya karena usaha itu merupakan satu satunya sumber penghasilan keluarganya. Oleh karena itu, usaha kecil sangat adaptif dalam mengadapi perubahan situasi dalam lingkungan usahanya. b. Padat karya Usaha kecil merupakan usaha yang sangat padat karya dan persediaan tenaga kerja di Indonesia sangat banyak sehingga harganya (upah) relatif lebih murah jika dibandingkan dengan negara negara lain dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit daripada di Indonesia. c. Keahlian khusus (tradisional) Usaha mikro dan kecil di Indonesia lebih banyak membuat produk produk sederhana yang di satu pihak membutuhkan keahlian khusus. Keahlian khusus (traditional skills) tersebut biasanya dimiliki warga setempat secara turun temurun, dari generasi ke generasi. Namun, pada era perdagangan bebas saat ini, para pengusaha UMKM di Indonesia juga perlu menambah

63 76 kemampuannya melalui pendidikan formal, terutama mengenai pemasaran global dan modern management. d. Jenis produk Banyak usaha mikro dan kecil di Indonesia yang membuat produk produk yang bernuansa kultur, seperti produk produk kerajinan tangan dari bambu dan rotan atau ukir ukiran kayu, yang pada dasarnya merupakan keahlian tersendiri dari masyarakat di masing masing daerah. e. Permodalan Kebanyakan pengusaha kecil menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri atau dana pinjaman dari sumber sumber informal (di luar sektor perbankan/keuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan investasi mereka, walaupun banyak juga pengusaha kecil yang memakai fasilitas fasilitas kredit khusus dari pemerintah. Selain itu, memang investasi usaha mikro dan kecil rata rata jauh lebih rendah daripada investasi di usaha menengah dan usaha besar. f. Kontribusi yang besar bagi pertumbuhan PDB Pengusaha sektor UMKM sejauh ini menjadi kontributor terbesar bagi pertumbuhan PDB di Indonesia, yaitu diatas 50%. Hal ini lantaran sebagian besar dari pelaku usaha sektor tersebut beroperasi di wilayah perdesaan, dan keberadaan mereka banyak memberikan dampak positif terhadap pembangunan di area tersebut berupa serapan tenaga kerja. Kemudian, tidak sedikit dari pelaku usaha ini juga banyak yang bermain di pasar ekspor serta menjadi penyuplai bagi industri yang lebih besar (ADB dalam Jatmiko dan Djumena, 2015:3). Sedangkan kelemahan UMKM, khususnya usaha kecil menurut Tambunan (2000:167) tercermin pada kendala kendala yang dihadapi kelompok usaha tersebut yang sering kali menjadi hambatan hambatan serius bagi pertumbuhan dan perkembangannya.

64 77 Tambunan (2000:167) mengatakan bahwa diperkirakan jumlah unit usaha kecil yang gugur atau mengalami stagnasi setiap tahunnya sangat besar, terutama pada saat periode krisis. Kemudian, kendala kendala lain yang banyak dialami oleh pengusaha pengusaha UMKM adalah keterbatasan modal khususnya modal kerja, kesulitan dalam pemasaran dan penyediaan bahan baku, keterbatasan sumber daya manusia (pekerja dan manajer), pengetahuan yang minim mengenai bisnis, serta keterbatasan dan kurangnya penguasaan teknologi. Kelemahan lainnya yang menjadi permasalahan pengusaha pengusaha adalah pengadaan bahan baku (misalnya tempat beli bahan baku terlalu jauh, harga mahal, dan tidak selalu tersedia), kurang keahlian dalam jenis jenis teknik produksi tertentu (misalnya tenaga ahli/perancang sulit dicari atau mahal), kurang keahlian dalam pengelolaan, dan persaingan yang tajam. Dalam hal pemasaran, pengusaha pengusaha kecil menghadapi kesulitan yang disebabkan oleh keterbatasan akan berbagai hal penting, seperti informasi mengenai perubahan dan peluang pasar yang ada, dana pemasaran/promosi, pengetahuan mengenai bisnis dan strategi pemasaran (terutama pada tingkat regional dan internasional), dan komunikasi. Keterbatasan keterbatasan tersebut membuat banyak pengusaha UMKM, khususnya usaha mikro dan kecil yang ada di perdesaan menjadi sangat tergantung pada pedagang pedagang keliling dan pemilik pemilik grosir di kota kota, khususnya bagi mereka yang ingin menjualnya ke pasar pasar di luar daerah mereka. Sedangkan pengusaha pengusaha kecil yang hanya melayani pasar lokal, kebanyakan mereka berhubungan langsung dengan konsumer, tanpa perantara pedagang. Kemudian dalam hal persaingan, produk produk usaha mikro dan usaha kecil mendapat persaingan yang ketat dari produk produk hasil usaha yang skalanya lebih besar seperti usaha menengah dan usaha besar dalam negeri maupun barang barang impor. Persaingan tidak saja dalam hal kualitas dan harga,

65 78 tetapi juga dalam pelayanan pelayanan setelah penjualan (after sale services) dan penampilan produk. Keterbatasan keterbatasan yang ada, mulai dari keterbatasan dana, skill, hingga kesulitan mendapatkan bahan baku dengan kualitas baik, membuat banyak usaha mikro dan usaha kecil di Indonesia mengalami kesulitan untuk meningkatkan kualitas produk mereka agar dapat bersaing di pasar domestik dan ekspor. Secara ringkas analisis terhadap kekuatan dan kelemahan UMKM, terutama usaha kecil berkaitan dengan sumber daya (manusia dan ekonomi) dapat diuraikan dalam tabel 2.8 sebagai berikut Tabel 2.8 Analisis Kekuatan dan Kelemahan UMKM Faktor faktor Kekuatan Kelemahan 1. Manusia Motivasi yang kuat untuk mempertahankan usahanya Suplai tenaga kerja berlimpah dan murah 2. Ekonomi (bisnis) Mengandalkan sumber sumber keuangan informal yang mudah diperoleh Mengandalkan bahan baku lokal (tergantung pada jenis produk yang dibuat) Melayani segmen pasar bawah yang tinggi permintaan (proporsi dari populasi paling besar) Efisien menggunakan bahan baku Sumber : Sjaifudian dalam Tambunan (2000:169) Kualitas SDM (terutama pendidikan formal) rendah, termasuk kemampuan melihat peluang bisnis terbatas Produktivitas rendah Etos kerja dan disiplin rendah Pengunaan tenaga kerja cenderung eksploitatif dengan tujuan untuk mengejar target Sering mengandalkan anggota keluarga sebagai pekerja tidak dibayar Nilai tambah yang diperoleh rendah dan akumulasinya sulit terjadi Manajemen keuangan buruk Tidak ada organisasi formal (tidak ada pembagian tugas yang jelas)

66 79 7. Tantangan dan Peluang UMKM a. Tantangan Tantangan yang dihadapi UMKM pada umumnya menurut Tambunan (2000:170), adalah terutama dalam aspek aspek berikut ini: 1) Perkembangan teknologi yang pesat Perubahan teknologi memengaruhi ekonomi atau dunia usaha dari dua sisi, yaitu sisi penawaran dan sisi permintaan. Dari sisi penawaran, perkembangan teknologi memengaruhi metode atau pola produksi, komposisi serta jenis material/input, dan bentuk serta kualitas produk yang dibuat. Sedangkan dari sisi permintaan, perubahan teknologi membuat pola permintaan berbeda. Pada periode awal setelah perubahan tersebut lebih banyak berasal dari perusahaan atau industri, sedangkan dari masyarakat, setelah mereka diperkenalkan dengan produk produk baru yang mengandung teknologi baru, maka permintaan konsumen di pasar juga akan berubah. Jadi, berkaitan dengan ini, survival capability dari UMKM sangat tergantung pada tingkat fleksibilitasnya dalam melakukan penyesuaian penyesuaian di segala bidang yang berkaitan dengan perubahan teknologi. Dengan demikian, penguatan sumber daya manusia (SDM) dalam hal ini sangatlah penting. 2) Persaingan semakin bebas Dengan diterapkannya sistem pasar bebas dengan pola atau sistem persaingan yang berbeda ditambah lagi dengan perubahan teknologi yang berlangsung terus dalam laju yang semakin cepat dan perubahan selera masyarakat yang terutama akibat pendapatan masyarakat yang terus meningkat, maka setiap pengusaha Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

67 80 bahkan Usaha Besar (UB) di Indonesia ditantang, apakah mereka sanggup menghadapi/menyesuaikan usaha mereka. 3) Pemberdayaan UMKM oleh pemerintah Dalam GBHN tercantum beberapa misi yang diantaranya: Pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah, dan koperasi dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan Pemberdayaan ekonomi rakyat akan terasa semakin penting, jika kenyataan menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia sebenarnya berbasis ekonomi rakyat. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bentuk dari ekonomi kerakyatan. Indonesia sendiri jelas memiliki basis ekonomi rakyat karena 90 persen dari total jumlah unit usaha (business entity) dalam wujud usaha kecil, yaitu menyediakan sekitar 80 persen kesempatan kerja, melakukan lebih dari 65 persen kegiatan distribusi, mengerjakan kegiatan produksi bagi sekitar 55 persen produk dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, dan keberadaannya tersebut merata di seluruh Indonesia (Bobo dalam Yustika, 2006:53). Menurut Ananda dalam Yustika (2006:53), seharusnya dengan potensi yang dimiliki UMKM tersebut mampu meningkatkan peran UMKM yang potensial dalam meningkatkan pasokan barang serta persaingan, menyesuaikan dan mengembangkan teknologi, menciptakan ragam pasar baru, dan mampu meningkatkan kesempatan kerja dan hasil produksi. Adanya potensi besar yang dimiliki UMKM tersebut, seharusnya mendorong pemerintah untuk terus memberikan perhatian yang serius terhadap perkembangan UMKM kedepan, diantaranya melalui beberapa kebijakan yang mampu mengembangkan UMKM di Indonesia melalui program program pemberdayaan dan pembangunan UMKM.

68 81 b. Peluang Menurut Tambunan (2002:170), akibat krisis ekonomi dan perubahan politik, muncul banyak peluang besar bagi UMKM, antara lain: 1) Akibat krisis Selain memberi dampak negatif, krisis ekonomi juga menciptakan suatu peluang besar bagi UMKM. Dari sisi penawaran, krisis ini memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan output (bukan produktivitas) di UMKM lewat labour market effect, yaitu pertumbuhan jumlah unit usaha, jumlah pekerja, atau pengusaha akibat meningkatnya jumlah pengangguran (akibat dari banyaknya pekerja di usaha menengah dan besar yang di PHK-kan). Dorongan positif lainnya dari sisi penawaran (produksi) adalah munculnya tawaran dari usaha besar untuk melakukan mitra usaha atau aliansi dengan usaha kecil dan menengah karena kondisi yang memaksa. 2) Otonomi daerah Kebijakan pemerintah di dalam pengembangan pemerintah daerah atau otonomi daerah juga merupakan suatu peluang besar bagi UMKM di daerah karena salah satu syarat utama untuk menjadi otonom adalah bahwa daerah yang bersangkutan harus mempunyai pendapatan daerah yang cukup untuk membiayai roda perekonomian. Ini berarti perlu adanya kegiatan kegiatan atau lembaga lembaga ekonomi lokal, termasuk UMKM yang akan memberikan pendapatan daerah. Jadi, peranan UMKM di daerah tidak hanya sebagai salah satu instrument kebijakan pemerintah untuk menghilangkan kesenjangan pendapatan/pembangunan antarwilayah, tetapi juga sebagai alat pengembang ekonomi daerah.

69 82 3) Jumlah unit usaha yang besar Di Indonesia, jumlah UMKM hingga tahun 2013 mencapai 57,9 juta unit lebih. Jumlah tersebut bukan merupakan angka yang kecil. Hal ini menunjukkan bahwa minat usaha dari masyarakat kecil di Indonesia sangat besar (Farida, 2011:44). 4) Indeks Kebijakan Pengembangan UMKM Menurut hasil penelitian ASEAN Working Group melalui kerja sama dengan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) dan Organization for Economic Research Cooperation and Development (OECD) (yang dikutip dalam majalah kontan edisi khusus, terbit Januari 2016) mengenai Indeks Kebijakan UMKM di ASEAN pada tahun 2014, indeks kebijakan pengembangan UMKM di Indonesia mencapai 4,1. Angka ini diatas indeks rata rata ASEAN sebesar 3,7. Hal ini menandakan bahwa sebenarnya para pelaku usaha kecil di Indonesia tergolong sudah siap dalam menghadapi MEA yang telah bergulir sejak tanggal 31 Desember C. Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) 1. Perlunya Pengembangan UMKM Memang cukup berat tantangan yang dihadapi untuk memperkuat struktur perekonomian nasional. Pembinaan pengusaha kecil harus lebih diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pengusaha kecil menjadi pengusaha menengah. (Kuncoro dan Suhardjono, 2002:489). Di lain pihak, Yustika (2006:57) berpendapat bahwa ada perbedaan yang mendasar antara sistem yang berlaku di UMKM dan Usaha Besar (UB). Ia mengatakan bahwa UMKM, terutama usaha mikro dan kecil bukan merupakan bentuk mikro atau kecil dari usaha besar sehingga pengembangannya tidak berarti yang

70 83 mikro dan kecil harus dibesarkan atau yang informal harus diformalkan. Jika pengaturan kebijakan pengembangan UMKM dilakukan dengan mind-set usaha besar, maka akan sulit diperoleh tingkat efektivitas yang tinggi. UMKM merupakan sebuah karakter tersendiri yang perlu diapresiasi dan pengembangannya harus dilakukan atas dasar apresiasi itu. Akhirnya, terdapat beberapa aspek kunci yang harus diperhatikan dalam pengembangan UMKM. Yustika (2006:59) mengatakan bahwa aspek aspek kunci tersebut terdiri dari: 1) Pemerintah harus membantu pengembangan UMKM dalam bentuk pelayanan di bidang hukum, misalnya atas kepemilikan aset produktif. Selama ini kegiatan dan pelaku UMKM hampir selalu berada pada urutan terbawah dalam prioritas penegakan perlindungan atas aset produktif. Contohnya, kepemilikan lahan pertanian produktif oleh para petani kecil sering diciderai, artinya hak atas lahan tersebut sangat mudah berpindah tangan ke pihak lain yang lebih memahami aspek formal legalistik dalam hukum pertanian serta memiliki modal yang lebih besar. Selain itu, saat ini produk produk spesifik dari ekonomi rakyat seperti tahu tempe, batik, dan jamu mulai dipatenkan dan diakui hak ciptanya oleh pihak lain. Dengan demikian, kepastian hukum pada layanan perizinan untuk menjalankan usaha menjadi sangat penting dalam mendukung aset produktif rakyat. 2) Pemberian izin usaha yang cepat, transparan, murah, dan pasti. 3) Tersedianya sistem pembiayaan yang sesuai dengan karakter usaha UMKM. Artinya, undang undang perbankan seharusnya lebih memungkinkan ekonomi

71 84 rakyat memperoleh akses yang terbuka terhadap layanan perbankan. 2. Pengertian Pemberdayaan dan Pengembangan UMKM Pemberdayaan UMKM merupakan bagian integral dari pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang demokratis, adil dan makmur sesuai dengan amanat konstitusi Undang Undang Dasar Tahun Menurut Pasal 1 Undang Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2008 tentang UMKM, yang dimaksud dengan pemberdayaan UMKM adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri. Sedangkan pengembangan UMKM adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan, dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) perlu diberdayakan dengan cara penumbuhan iklim usaha yang mendukung pengembangan usahanya, dan melakukan kegiatan pengembangan dan pembinaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tersebut. Sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dan peran serta kelembagaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam perekonomian nasional, maka pemberdayaan tersebut perlu dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat secara menyeluruh, sinergis, dan berkesinambungan.

72 85 Prinsip pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berdasarkan pasal 4 Undang Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2008 tentang UMKM, terdiri dari: a. Penumbuhan kemandirian, kebersamaan, dan kewirausahaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk berkarya dengan prakarsa sendiri; b. Perwujudan kebijakan publik yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan; c. Pengembangan usaha berbasis potensi daerah dan berorientasi pasar sesuai dengan kompetensi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); d. Peningkatan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); e. Penyelenggaraan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian secara terpadu. Sedangkan tujuan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) berdasarkan Pasal 5 Undang Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2008 tentang UMKM, antara lain: a. Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan berkeadilan; b. Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; c. Meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari kemiskinan. Pemerintah melakukan berbagai cara dalam membantu pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Menurut Undang Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2008, bantuan pemerintah terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

73 86 (UMKM) adalah melalui pemberian fasilitas pengembangan UMKM dalam bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, sumber daya manusia, serta desain dan teknologi yang dipakai. Dalam rangka mewujudkan bantuan tersebut, ada berbagai cara yang dilakukan oleh pemerintah, antara lain: a) Pengembangan dalam bidang produksi dan pengolahan 1) meningkatkan teknik produksi dan pengolahan serta kemampuan manajerial bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); 2) memberikan kemudahan dalam pengadaan sarana dan prasarana, produksi dan pengolahan, bahan baku, bahan penolong, dan kemasan bagi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); 3) mendorong penerapan standardisasi dalam proses produksi dan pengolahan; 4) meningkatkan kemampuan rancang bangun dan perekayasaan bagi usaha menengah. b) Pengembangan dalam bidang pemasaran 1) melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran; 2) menyebarluaskan informasi pasar; 3) meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran; 4) menyediakan sarana pemasaran yang meliputi penyelenggaraan uji coba pasar, lembaga pemasaran, penyediaan rumah dagang, dan promosi Usaha Mikro, dan Kecil; 5) memberikan dukungan promosi produk, jaringan pemasaran, dan distribusi; 6) menyediakan tenaga konsultan profesional dalam bidang pemasaran. c) Pengembangan dalam bidang Sumber Daya Manusia (SDM) 1) Memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan; 2) Meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial;

74 87 3) Membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan untuk melakukan pendidikan dan pelatihan untuk melakukan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, motivasi dan kreativitas bisnis, dan penciptaan wirausaha baru. d) Pengembangan dalam bidang desain dan teknologi 1) Meningkatkan kemampuan di bidang desain dan teknologi serta pengendalian mutu; 2) Meningkatkan kerja sama dan alih teknologi; 3) Meningkatkan kemampuan Usaha Kecil dan Menengah di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru; 4) Memberikan insentif kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang mengembangkan teknologi dan melestarikan lingkungan hidup; 5) Mendorong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk memperoleh sertifikat hak atas kekayaan intelektual. 3. Kebijakan Bank Indonesia dalam Pemberdayaan Ekonomi Daerah Saat ini, kebijakan Bank Indonesia dalam mendorong pengembangan UMKM mengalami perubahan mendasar. Semenjak diberlakukannya Undang Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia pada tanggal 17 Mei 1999, yang kemudian diubah dengan Undang Undang Republik Indonesia No. 3 tahun 2004, Bank Indonesia tidak lagi dapat memberikan bantuan permodalan untuk usaha kecil. Bukan berarti pembiayaan usaha kecil menjadi tidak penting, melainkan ada pembagian tugas dan wewenang yang lebih tegas antara Bank Indonesia dan pemerintah. Menurut undang undang tersebut, tujuan dan misi Bank Indonesia lebih difokuskan pada pencapaian dan pemeliharaan kestabilan nilai rupiah

75 88 yang ditunjukkan oleh laju inflasi yang rendah dan kurs tupiah yang stabil. Dengan berbagai pengalaman yang dimiliki oleh Bank Indonesia dalam mendukung pemerintah mengembangkan UMKM, maka Bank Indonesia telah belajar bahwa dalam upaya pengembangan UMKM, terdapat lima stakeholders (pemangku kepentingan). Kelima elemen tersebut sepatutnya saling bekerja sama dan menjalankan peran masing masing secara sinergis sebagaimana tertuang dalam filosofi lima jari (five-finger philosophy). Filosofi lima jari (five-finger philosophy) adalah upaya Bank Indonesia dalam memberdayakan UMKM. Pemberdayaan UMKM dapat diibaratkan seperti lima jari di tangan kita. Setiap jari mempunyai peran masing masing dan tidak dapat berdiri sendiri, akan lebih kuat jika digunakan secara bersamaan. Filosofi lima jari (five-finger philosophy) ini terdiri dari: Pertama, jari jempol, yang mewakili peran dari lembaga keuangan atau perbankan. Perbankan memiliki peran yang vital mengingat fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediasi yang mengumpulkan dana masyarakat untuk disalurkan dalam bentuk kredit kepada masyarakat. Bank berperan penting dalam meningkatkan kegiatan usaha masyarakat dan menjaga berputarnya roda perekonomian. Namun demikian, bank juga dibebani tanggung jawab untuk dapat menyalurkan kredit dan tentunya dapat berhati hati. Hal ini sesuai dengan amanat Undang Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1998, dimana perbankan dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati hatian. Tujuannya adalah untuk menjaga keamanan, kesehatan, dan kestabilan sistem perbankan.

76 89 Gambar 2.1 Filosofi Lima Jari dalam Pemberdayaan UMKM: Jari Jempol Sumber: Kedua, jari telunjuk, yang mewakili regulator yaitu peran dari pemerintah, termasuk juga peran Bank Indonesia. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kapasitas UMKM sehingga mampu untuk lebih berkembang. Gambar 2.2 Filosofi Lima Jari dalam Pemberdayaan UMKM: Jari Telunjuk Sumber: Ketiga, jari tengah, yang mewakili katalisator, yaitu peran dari lembaga lembaga pendukung pemberian kredit, diantaranya adalah Lembaga Penjamin Kredit. Di Indonesia, peran ini belum

77 90 sepenuhnya optimal, tetapi diupayakan untuk mengoptimalkan fungsi dan peran lembaga tersebut. Di samping itu, juga diperlukan keberadaan lembaga lain seperti lembaga pelatihan tenaga tenaga pendamping UMKM untuk menjaga kualitas dan kontinuitas. Gambar 2.3 Filosofi Lima Jari dalam Pemberdayaan UMKM: Jari Tengah Sumber: Keempat, jari manis, yang mewakili fasilitator, yaitu peran dari berbagai lembaga pendamping UMKM. Lembaga ini tumbuh dan bermunculan, baik yang inisiatifnya berasal dari pemerintah maupun swasta seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Bank Indonesia juga bekerja sama dengan pemerintah mempunyai program berupa Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB), yang meskipun belum optimal diharapkan akan mampu menjembatani akses kredit UMKM kepada perbankan. Pendamping pendamping tersebut bukan hanya harus mampu membantu UMKM untuk mengakses kredit perbankan tetapi harus mampu memberikan bantuan teknis kepada UMKM. Sebagai pendamping, KKMB juga sekaligus pengawas dari UMKM tersebut. Oleh karena itu, adanya KKMB seharusnya mampu mengamankan pinjaman dari bank, yang pada gilirannya membantu bank menekan Non Performing Loan (NPL) atau kredit macetnya.

78 91 Gambar 2.4 Filosofi Lima Jari dalam Pemberdayaan UMKM: Jari Manis Sumber: Kelima, jari kelingking, yang mewakili keberadaan UMKM itu sendiri. UMKM tidak bisa selalu mengandalkan uluran tangan dari pemerintah. UMKM juga harus selalu kreatif dan aktif untuk berupaya sendiri, mencari peluang peluang untuk pengembangan usaha. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pembentukan semacam asosiasi atau kelompok usaha yang saling bahu membahu, sampai dengan bentuk sentra maupun klaster. Gambar 2.5 Filosofi Lima Jari dalam Pemberdayaan UMKM: Jari Kelingking Sumber:

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara yang kuat sering di artikan sebagai negara dengan kondisi ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara yang kuat sering di artikan sebagai negara dengan kondisi ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara yang kuat sering di artikan sebagai negara dengan kondisi ekonomi yang kuat. Beberapa negara di dunia yang ekonominya kuat umumnya memiliki pondasi

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998

BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA. Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 BAB II KEDUDUKAN BANK INDONESIA DALAM SISTEM KEUANGAN NEGARA A. Pengertian Bank Indonesia Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998, bank adalah badan usaha yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari peranan pemerintah, lembaga lembaga di sektor keuangan, dan para pelaku usaha. Percepatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. definisi industri kecil tersebut antara lain: tanah dan bangunan tempat usaha. c) Milik Warga Negara Indonesia (WNI)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. definisi industri kecil tersebut antara lain: tanah dan bangunan tempat usaha. c) Milik Warga Negara Indonesia (WNI) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Industri Kecil Sampai saat ini industri kecil memiliki berbagai macam definisi. Kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan industri kecil pun beranekaragam, sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan bagian penting dalam kehidupan perekonomian suatu negara, sehingga merupakan harapan bangsa dan memberikan

Lebih terperinci

PENGERTIAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

PENGERTIAN USAHA KECIL DAN MENENGAH PENGERTIAN USAHA KECIL DAN MENENGAH ENDRA YUAFANEDI ARIFIANTO TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MATERI MUKM PENGANTAR MANAJEMEN UKM PENGERTIAN UKM KONSEP DASAR USAHA KECIL DAN MENENGAH

Lebih terperinci

PERBANDINGAN BANK INDONESIA DENGAN BANK NEGARA LAIN DI ASEAN

PERBANDINGAN BANK INDONESIA DENGAN BANK NEGARA LAIN DI ASEAN PERBANDINGAN BANK INDONESIA DENGAN BANK NEGARA LAIN DI ASEAN I. BANK INDONESIA a. Sejarah Bank Indonesia Pada 1828 De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bank sirkulasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara pada dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi negara lain. Suatu negara akan sangat tergantung dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

BAB II TINJAUAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH BAB II TINJAUAN UMUM USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH A. Definisi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) UMKM di definisikan dengan berbagai cara yang berbeda tergantung pada negara dan aspek-aspek lainnya.

Lebih terperinci

Makalah Bank Central (Bank Indonesia) Ekonomi

Makalah Bank Central (Bank Indonesia) Ekonomi http://saranghaeqoutes.blogspot.co.id/2016/11/makalah-bank-central-bank-indonesia.html Makalah Bank Central (Bank Indonesia) Ekonomi imam imroni 11/16/2016 08:56:00 am Ekonomi MAKALAH EVALUASI PROYEK BANK

Lebih terperinci

Bank Indonesia : Apa, Siapa dan Bagaimana

Bank Indonesia : Apa, Siapa dan Bagaimana Bank Indonesia : Apa, Siapa dan Bagaimana 1. Banyak yang mengira tugas Bank Indonesia sama dengan tugas bank komersial. Apa benar begitu, dan apa perbedaan Bank Indonesia dengan bank lain? 2. Banyak juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 2.1.1 Pengertian UMKM Ada beberapa pengertian UMKM menurut para ahli atau pihak yang langsung berhubungan dengan UMKM, antara lain: 1.

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X ekonomi BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami fungsi serta peranan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Fungsi pokok bank sebagai lembaga intermediasi sangat membantu dalam siklus aliran dana dalam perekonomian suatu negara. Sektor perbankan berperan sebagai penghimpun dana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah,

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah, BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Usaha Mikro Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil, dan menengah, Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/ atau badan usaha perorangan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. menimbulkan munculnya gagasan pendirian bank sirkulasi untuk Hindia Belanda.

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. menimbulkan munculnya gagasan pendirian bank sirkulasi untuk Hindia Belanda. BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Bank Indonesia (BI) Adanya kesulitan keuangan di Hindia Belanda memerlukan penertiban dan pengaturan sistem pembayaran di Hindia Belanda. Hal itu di

Lebih terperinci

INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL NEGARA

INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL NEGARA INDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL NEGARA OLEH MUSA MUJADDID IMADUDDIN 19010110 Pendahuluan Pemerintah Indonesia menganut sistem pemerintahan demokratis dalam penyelenggaraan negaranya. Kekuasaan

Lebih terperinci

Pengaruh Kondisi Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Terhadap Pembayaran Pajak Penghasilan

Pengaruh Kondisi Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Terhadap Pembayaran Pajak Penghasilan Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Thesis of Accounting http://repository.ekuitas.ac.id Public Sector Accounting 2015-12-14 Pengaruh Kondisi Usaha Mikro Kecil Dan Menengah (UMKM) Terhadap

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang

BAB I PENDAHULUAN. tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Secara umum perekonomian Indonesia 2005 menghadapi tantangan yang cukup berat. Kondisi perekonomian global yang kurang menguntungkan, terutama meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) 2.1.1 Pengertian UMKM Beberapa defenisi dari UMKM memiliki pengertian yang berbeda berdasarkan sumbernya (Hubeis, 2009; Tambunan, 2009)

Lebih terperinci

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA

KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA KRISIS EKONOMI DI INDONESIA MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA Definisi Krisis ekonomi : Suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara mengalami penurunan akibat krisis keuangan Krisis keuangan/ moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.

Lebih terperinci

Ilmu Ekonomi Bank Sentral dan Kebijakan moneter

Ilmu Ekonomi Bank Sentral dan Kebijakan moneter Ilmu Ekonomi Bank Sentral dan Kebijakan moneter 1 Bank Sentral (BI di Indonesia) Bank Indonesia (BI) - Sebagai Bank Sentral berdasarkan pasal 4 ayat 1 Undangundang RI No. 23 tahun 1999 Lembaga Negara yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pasca krisis tahun 1997 dan krisis ekonomi global tahun 2008 di Indonesia, UMKM mampu membuktikan bahwa sektor ini mampu menjadi tumpuan bagi perekonomian nasional. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Filipina, Malaysia dan lainnya yang mengalami distorsi ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. Filipina, Malaysia dan lainnya yang mengalami distorsi ekonomi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat terjadinya krisis ekonomi yang melanda Asia pada tahun 1997-1998, banyak negara-negara di Asia seperti Thailand, Singapura, Filipina, Malaysia dan lainnya

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia

IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia IV. KINERJA MONETER DAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA 4.1. Kinerja Moneter dan Perekonomian Indonesia 4.1.1. Uang Primer dan Jumlah Uang Beredar Uang primer atau disebut juga high powered money menjadi sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia dewasa ini ditandai dengan semakin terintegrasinya perekonomian antar negara. Indonesia mengikuti perkembangan tersebut melalui serangkaian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA, Menimbang : a. bahwa usaha mikro, kecil dan

Lebih terperinci

Pelaksanaan Fungsi Bank Indonesia Sebagai Lender Of The Last Resort Dalam Stabilitas Sistem Keuangan Oleh: Muhammad Yusuf Sihite *

Pelaksanaan Fungsi Bank Indonesia Sebagai Lender Of The Last Resort Dalam Stabilitas Sistem Keuangan Oleh: Muhammad Yusuf Sihite * Pelaksanaan Fungsi Bank Indonesia Sebagai Lender Of The Last Resort Dalam Stabilitas Sistem Keuangan Oleh: Muhammad Yusuf Sihite * Naskah diterima: 2 Februari 2016; disetujui: 4 Februari 2016 A. Latar

Lebih terperinci

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (U MKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian di Indonesia secara nasional menunjukkan bahwa kegiatan usaha mikro merupakan salah satu bidang usaha yang konsisten dan berkembang. Bahkan sejarah telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terhadap dunia investasi di Indonesia. Di samping itu, pemerintah juga. internasional adalah Cina dan Mexico (Deperindag, 2002).

I. PENDAHULUAN. terhadap dunia investasi di Indonesia. Di samping itu, pemerintah juga. internasional adalah Cina dan Mexico (Deperindag, 2002). I. PENDAHULUAN A. DESKRIPSI UMUM Pertumbuhan ekonomi nasional berdasarkan proyeksi pemerintah pada tahun 2004, berada pada kisaran angka 4,5%-5% (BPS, 2003). Harapan yang optimis ini dibarengi dengan kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan dibutuhkan untuk menunjang kegiatan usaha di Indonesia, hal ini terlihat dari besarnya

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Inflasi Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus maksudnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mengambil langkah meningkatkan BI-rate dengan tujuan menarik minat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia pernah mengalami krisis pada tahun 1997, ketika itu nilai tukar rupiah merosot tajam, harga-harga meningkat tajam yang mengakibatkan inflasi yang tinggi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Bank Indonesia selaku bank sentral berdasarkan pasal 4 Ayat 1 Undangundang RI No. 23 Tahun 1999 merupakan lembaga negara yang independen. Hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan multidimensi, pertumbuhan ekonomi nasional relatif masih

Lebih terperinci

- 2 - Hal ini dirasakan sangatlah terbatas dan belum mencakup fungsi the Lender of the Last Resort yang dapat digunakan dalam kondisi darurat atau

- 2 - Hal ini dirasakan sangatlah terbatas dan belum mencakup fungsi the Lender of the Last Resort yang dapat digunakan dalam kondisi darurat atau PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UMUM Kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sebagai negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, seperti Indonesia serta dalam era globalisasi sekarang ini, suatu negara tidak terlepas dari kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA. tersebut. Mengingat besarnya pengaruh bank terhadap perekonomian

BAB II TELAAH PUSTAKA. tersebut. Mengingat besarnya pengaruh bank terhadap perekonomian 14 BAB II TELAAH PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Bank Bank merupakan jantung perekonomian suatu negara. Kemajuan perekonomian suatu negara dapat diukur dari kemajuan bank di negara tersebut. Mengingat besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010 PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak Juni 2010 viii Ringkasan Eksekutif: Keberlanjutan di tengah gejolak Indonesia terus memantapkan kinerja ekonominya yang kuat,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Usaha Mikro,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

1. Tinjauan Umum

1. Tinjauan Umum 1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam dunia perekonomian yang terus berubah seiring berjalannya waktu, tidak dapat dipungkiri adanya persaingan bisnis antar perusahaan untuk dapat terus bertahan

Lebih terperinci

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar perekonomian yang sangat berpotensi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan

BAB I PENDAHULUAN hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja perekonomian Indonesia dalam lima tahun terakhir, antara tahun 2008 hingga tahun 2012 terlihat cukup mengesankan. Di tengah krisis keuangan di Eropa dan Amerika,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK, BANK INDONESIA, DAN OTORITAS JASA KEUANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK, BANK INDONESIA, DAN OTORITAS JASA KEUANGAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI BANK, BANK INDONESIA, DAN OTORITAS JASA KEUANGAN 2.1 Bank 2.1.1 Pengertian Bank Pelaksanaan pembangunan memerlukan dana yang tidak sedikit dan berkesinambungan. Dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan

BAB I PENDAHULUAN. cenderung mengakibatkan gejolak ekonomi moneter karena inflasi akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator ekonomi makro guna melihat stabilitas perekonomian adalah inflasi. Inflasi merupakan fenomena moneter dimana naik turunnya inflasi cenderung mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri Mikro dan Kecil (IMK) merupakan salah satu komponen yang mempunyai sumbangan cukup besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan pemerataan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Kecil Dan Mikro (UKM) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Kecil Dan Mikro (UKM) merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Kecil Dan Mikro (UKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu kelompok ini terbukti tahan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor perbankan telah mengalami kemajuan yang cukup pesat. Dahulu sektor perbankan hanya sebagai fasilitator kegiatan pemerintah dan beberapa perusahaan besar,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh Arief Rahman Yuditya (2010) hasil jumlah lapangan pekerjaan tidak diimbangi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh Arief Rahman Yuditya (2010) hasil jumlah lapangan pekerjaan tidak diimbangi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai landasan ini mempunyai sejumlah persamaan dan perbedaan dengan penelitian saat ini. Hasil penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dan kekurangan dana (Mishkin, 2009). Bank memiliki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang menerima simpanan dan membuat pinjaman serta sebagai lembaga perantara interaksi antara pihak yang kelebihan dana dan kekurangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan masyarakat demokratis, yang

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam pembangunan nasional. Kontribusi sektor Industri terhadap pembangunan nasional setiap tahunnya

Lebih terperinci

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial

Tugas Bank Indonesia. Kebijakan Sistem Pembayaran. Kebijakan Moneter. Pengawasan Makroprudensial Tugas Bank Indonesia 1 Kebijakan Moneter 2 Kebijakan Sistem Pembayaran 3 Pengawasan Makroprudensial 4 Keterkaitan Tugas Bank Sentral dengan Sektor Lain 3 SEKTOR EKSTERNAL Transaksi Berjalan Ekspor Impor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dilihat dari sejarah berdirinya Bank Indonesia pada tahun 1960-an dimana

PENDAHULUAN. Dilihat dari sejarah berdirinya Bank Indonesia pada tahun 1960-an dimana PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dilihat dari sejarah berdirinya Bank Indonesia pada tahun 1960-an dimana pada masa itu Bank Indonesia difokuskan sebagai sarana untuk pemulihan perekonomian dengan tugas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika

BAB I PENDAHULUAN. (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran Usaha Mikro Kecil Menengah atau yang lebih dikenal dengan (UMKM) dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika krisis ekonomi terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, peternakan serta jasa sangat erat kaitan dan apabila telah terjalin kerjasama yang

BAB I PENDAHULUAN. pertanian, peternakan serta jasa sangat erat kaitan dan apabila telah terjalin kerjasama yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peranan bank sebagai lembaga keuangan dalam berbagai sektor kegiatan ekonomi semakin meningkat kebutuhannya. Semua sektor kegiatan yang meliputi industri,

Lebih terperinci

9. UANG DAN LEMBAGA KEUANGAN

9. UANG DAN LEMBAGA KEUANGAN 9. UANG DAN LEMBAGA KEUANGAN Uang dan Lembaga Keuangan Sistem Keuangan di Indonesia Fungsi Uang Komponen uang beredar (Mo,M1, M2, M3) Peran Bank Sentral Perkembangan terbaru kasus uang dan perbankan (Indonesian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha kecil, dalam arti umum di Indonesia, terdiri atas usaha kecil menengah (UKM) maupun industri kecil (IK) telah menjadi bagian penting dari sistem perekonomian nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan usaha yang tergolong besar (Wahyu Tri Nugroho,2009:4).

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan usaha yang tergolong besar (Wahyu Tri Nugroho,2009:4). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertengahan tahun 1997 terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan perekonomian Indonesia terpuruk. Fenomena yang menggambarkan hal ini yaitu tingginya tingkat inflasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kunci penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat adalah sinergi antara sektor moneter, fiskal dan riil. Bila ketiganya dapat disinergikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga berperan

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga berperan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan suatu bank dalam perekonomian modern merupakan kebutuhan yang sulit dihindari karena bank telah menyentuh pada seluruh aspek kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam pembangunan jangka panjang, sektor industri merupakan tulang punggung perekonomian. Tumpuan harapan yang diletakkan pada sektor industri dimaksudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam

I. PENDAHULUAN. Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Tingkat inflasi berbeda dari satu periode ke periode lainnya,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan

I PENDAHULUAN. (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada prinsipnya pengertian agribisnis adalah merupakan usaha komersial (bisnis) di bidang pertanian (dalam arti luas) dan bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen)

Grafik 1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDRB Jawa Timur q-to-q Triwulan IV (persen) BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 13/02/35/Th. XII, 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR I. PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR EKONOMI MENURUT LAPANGAN USAHA Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wirausaha memiliki peran penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara, salah satu contohnya adalah negara adidaya Amerika. Penyumbang terbesar perekonomian Amerika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. rakyat (Yunan, 2009:2). Pertumbuhan ekonomi juga berhubungan dengan proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berusaha dengan giat melaksanakan pembangunan secara berencana dan bertahap, tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan berbagai keragaman sumber daya alam, sumber daya manusia, kebudayaan dan bahasanya. Namun,

Lebih terperinci

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 1980-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibanding usaha besar yang hanya mencapai 3,64 %. Kontribusi sektor

BAB I PENDAHULUAN. dibanding usaha besar yang hanya mencapai 3,64 %. Kontribusi sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu semata-mata ditujukan untuk membawa pada suatu keadaan perekonomian yang diharapkan. Hal ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada orang yang mampu membayar serta tidak demokratis, telah

BAB I PENDAHULUAN. kepada orang yang mampu membayar serta tidak demokratis, telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembanguanan nasional merupakan salah satu usaha peningkatan kwalitas sumber daya manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, dengan didasari oleh kemampuan dan memenfaatkan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi usaha mikro, kecil, menengah dan besar berdasarkan asset dan pendapatan per tahun. Undang- Undang No 20 Tahun 2008 telah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu kelompok ini terbukti tahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang diantaranya hukum, ekonomi, dan politik. Perkembangan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing nasional. Selama dua dasawarsa sebelum krisis ekonomi, peran sektor

BAB I PENDAHULUAN. saing nasional. Selama dua dasawarsa sebelum krisis ekonomi, peran sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor ini tidak saja berpotensi mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan persaingan pada dunia bisnis di era globalisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan persaingan pada dunia bisnis di era globalisasi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dan persaingan pada dunia bisnis di era globalisasi ini semakin tinggi, dimana persaingan antara perusahaan besar dan tidak terkecuali bagi usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan oleh setiap pemerintahan terutama ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pemerataan distribusi pendapatan, membuka kesempatan kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat terus tumbuh, namundengan tetap memperhatikan prinsip kehatian-hatian

BAB I PENDAHULUAN. dapat terus tumbuh, namundengan tetap memperhatikan prinsip kehatian-hatian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai jembatan antara pihakyang kelebihan dana dengan pihak yang memerlukan dana. Bank diharapkan dapatmemberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Keberhasilan atau tidaknya pembangunan ekonomi di suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi merupakan hal yang harus dilakukan oleh setiap negara terutama negara berkembang seperti Indonesia agar dapat berdiri sejajar dengan negara maju

Lebih terperinci