BAB II PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL DAN SELF-CONFIDENCE SISWA TERISOLIR. a. Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Bimbingan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL DAN SELF-CONFIDENCE SISWA TERISOLIR. a. Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Bimbingan"

Transkripsi

1 15 BAB II PROGRAM BIMBINGAN PRIBADI SOSIAL DAN SELF-CONFIDENCE SISWA TERISOLIR A. Konsep Bimbingan Pribadi Sosial 1. Konsep Dasar Bimbingan a. Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Bimbingan Pada dasarnya, bimbingan merupakan upaya pembimbing untuk membantu mengoptimalkan individu. Suherman (2007:10), menjelaskan bimbingan merupakan proses bantuan kepada individu (konseli) sebagai bagian dari program pendidikan yang dilakukan oleh tenaga ahli (konselor) agar individu (konseli) mampu memahami dan mengembangkan potensinya secara optimal sesuai dengan tuntutan lingkungannya. Kartadinata (1998:3), menjelaskan bimbingan merupakan proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal. Pengertian bimbingan di atas mengandung arti lebih luas, yaitu: 1) Bimbingan merupakan suatu proses yang berkesinambungan Bimbingan bukan merupakan kegiatan insidental tetapi dilakukan berdasarkan analisis: (a) kebutuhan individu, (b) harapan dan kondisi lingkungan, (c) direncanakan secara matang, baik tujuan, fungsi, kegiatan, strategi dan prosedurnya, (d) disusun dengan melibatkan semua personel pendidikan selain konselor, mulai kepala sekolah, wali kelas, guru bidang studi, orang tua bahkan para peserta didik sesuai dengan fungsi, peran dan kewenangannya, (e) dalam

2 16 pelaksanaannnya memperhatikan fasilitas, tempat dan waktu serta (f) dilakukan dengan penuh tanggung jawab melalui proses evaluasi, baik terhadap program, proses maupun hasil yang dicapainya. 2) Bimbingan merupakan bantuan bagi individu Layanan bimbingan diperuntukan bagi seluruh individu dengan segala aspek kehidupannya, baik kehidupan pribadi, sosial, pendidikan maupun kehidupan kariernya. Artinya bimbingan bukan hanya untuk individu yang bermasalah (penyembuhan) tetapi lebih berorientasi pendidikan, pengembangan, pencegahan, dan penyesuaian. 3) Bimbingan bertujuan mengembangkan potensi secara optimal Tujuan layanan bimbingan bukan hanya untuk memecahkan masalah yang dihadapi individu tetapi agar individu memiliki pemahaman tentang potensi yang dimiliki, mampu memanfaatkan potensi untuk meraih keberhasilan minat dan cita-cita masing-masing sesuai dengan tuntutan kehidupan lingkungannya, serta mampu mengembangkan potensi yang dimiliki individu dan lingkungan secara optimal. 4) Bimbingan dilakukan oleh tenaga profesional Bimbingan adalah kegiatan profesional, karena itu harus dilakukan oleh tenaga ahli profesional (konselor). Namun kegiatan bimbingan bukan merupakan pekerjaan yang bisa dilakukan hanya oleh seorang konselor (one man show) tetapi perlu melibatkan ahli-ahli lain (team work) sesuai dengan keahlian dan kewenangannya.

3 17 Tujuan pemberian layanan bimbingan adalah agar individu dapat : 1) Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier, serta kehidupannya pada masa yang akan datang. 2) Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin. 3) Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, serta lingkungan kerjanya. 4) Mengatasi hambatan serta kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, ataupun lingkungan kerja. Upaya bimbingan dan konseling diselenggarakan melalui pengembangan potensi individu secara optimal, dengan memanfaatkan berbagai cara dan sarana, berdasarkan pada norma-norma yang berlaku dan mengikuti kaidah-kaidah profesional. Bimbingan menurut Yusuf dan Nurihsan (2005: 16-17) memiliki fungsi sebagai berikut : 1) Pemahaman, yaitu membantu agar siswa memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensi) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini diharapkan siswa mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.

4 18 2) Preventif, yaitu usaha konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang timbul dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh siswa. Melalui fungsi ini diharapkan siswa mampu menghindari diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. 3) Pengembangan, yaitu konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa. Konselor bersama-sama dengan personel sekolah membantu siswa dalam mencapai tugas-tugas perkembangan yang harus dilaluinya dengan cara melaksanakan dan merumuskan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan. 4) Perbaikan (kuratif), yaitu konselor memberikan bantuan kepada siswa yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek sosial, pribadi, belajar maupun karier. 5) Penyaluran, yaitu konselor memberikan bantuan kepada siswa dalam memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karier atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian serta ciri-ciri kepribadian lainnya. 6) Adaptasi, yaitu konselor membantu siswa dalam mengadaptasi program pendidikan terhadap latar-belakang pendidikan, minat dan bakat, dan kebutuhan siswa.

5 19 7) Penyesuaian, yaitu konselor membantusiswa agar dapat menyesuaikan diri secara dinamis dan konstruktif terhadap program pendidikan, peraturan sekolah dan norma agama. Seorang konselor dalam melaksanakan bimbingan konseling harus mampu menjalankan perannya dalam berbagai fungsi. Pemberian bantuan kepada individu tidak hanya dilakukan pada saat muncul masalah, melainkan lebih pada pencegahan sebelum permasalahan terjadi. Dengan demikian diharapkan siswa mampu memelihara dan mengembangkan berbagai potensi yang ada dalam dirinya secara efektif dan optimal. b. Pendekatan Bimbingan Menurut Muro dan Kottman (Yusuf dan Nurihsan 2005: 82), pendekatan bimbingan dan konseling di sekolah menengah dibagi menjadi 4 pendekatan yaitu : 1) pendekatan krisis, 2) pendekatan remedial, 3) pendekatan preventif, dan 4) pendekatan perkembangan. 1) Pendekatan krisis. Pendekatan ini diarahkan kepada individu yang mengalami krisis masalah. Pendekatan ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikoanalisa yang berpusat pada pengaruh masa lalu sebagai suatu hal yang menentukan bagi berfungsinya kepribadian pada masa kini. 2) Pendekatan remedial. Pendekatan ini diarahkan kepada individu yang mengalami kesulitan. Dalam pendekatan ini guru pembimbing memfokuskan pada kelemahan-kelemahan individu dan selanjutnya individu berusaha untuk memperbaikinya. Pendekatan remedial ini

6 20 banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi behavioristik yang menekankan pada perilaku klien disini dan saat ini dalam lingkungan pada saat ini pula. 3) Pendekatan preventif. Pendekatan ini diarahkan untuk mengantisipasi masalah-masalah umum individu dan mencoba mencegah jangan sampai terjadi masalah tersebut pada individu. Pendekatan preventif ini tidak didasari oleh teori tertentu, pendekatannya memiliki banyak teknik terapi, tetapi sedikit konsep. 4) Pendekatan perkembangan. Pendekatan ini diarahkan untuk mengembangkan segala potensi yang dimiliki individu secara optimal. Teknik yang digunakan dalam pendekatan perkembangan adalah pembelajaran, pertukaran informasi, bermain peran, tutorial, dan konseling. c. Prinsip-prinsip Bimbingan Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai landasan bagi layanan bimbingan dan konseling. Berikut prinsip-prinsip bimbingan yang dirumuskan oleh Yusuf dan Nurihsan (2005: 17). 1) Bimbingan diperuntukan untuk semua orang (guidance for all). Bimbingan diberikan kepada semua individu, tidak memandang ia bermasalah atau tidak, tidak memandang gender dan tidak memandang golongan. 2) Bimbingan bersifat individualisasi. Setiap individu bersifat unik, artinya satu sama lainnya berbeda dan tidak ada samanya, melalui

7 21 bimbingan inilah individu dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikan tersebut. 3) Bimbingan menekankan hal yang positif. Dalam bimbingan individu diarahkan untuk selalu berfikir positif dan menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan dorongan, dan peluang untuk perkembangan. 4) Bimbingan merupakan usaha bersama. Proses bimbingan akan berjalan dengan baik jika dibina secara terpadu, artinya bimbingan bukan hanya tanggung jawab guru pembimbing, tetapi juga tanggung jawab guru bidang studi, kepala sekolah, orang tua siswa dan siswa itu sendiri. 5) Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan. Dalam proses bimbingan, pengambilan keputusan sepenuhnya berada di tangan klien, pembimbing hanya mengarahkan, memberi informasi dan memberikan nasihat, karena salah satu tujuan bimbingan adalah mengembangkan kemampuan individu untuk memecahkan masalahnya dan mengambil keputusan. 6) Bimbingan berlangsung dalam berbagai setting kehidupan. Pemberian layanan bimbingan tidak hanya terjadi di sekolah saja, tetapi juga dilakukan di lingkungan keluarga, perusahaan/industri, instansiinstansi pemerintah, dan masyarakat pada umumnya. Hal ini mengacu pada prinsip, masalah bisa terjadi pada siapa saja, dan setiap orang berhak mendapatkan bimbingan dari seorang konselor.

8 22 2. Bimbingan Pribadi Sosial Bimbingan pribadi-sosial merupakan bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah sosial pribadi. Bimbingan pribadi-sosial adalah layanan bimbingan untuk membantu siswa agar menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, mantap dan mandiri, sehat jasmani dan rohani serta mampu mengenal dengan baik dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya secara bertanggung jawab. Yusuf dan Nurihsan (2005: 11), menjelaskan bahwa bimbingan pribadi-sosial adalah suatu upaya membantu individu dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan keadaan psikologis dan sosial klien, sehingga individu mampu memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan pribadi-sosial diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalahmasalah dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang dialami oleh individu. Tujuan pelaksanaan bimbingan pribadi sosial menurut Yusuf dan Nurihsan (2005: 14) adalah agar individu dapat: a. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME, baik dalam kehidupan

9 23 pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, sekolah, tempat bekerja, maupun masyarakat pada umumnya. b. Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati atau memelihara hak dan kewajibannya masing-masing. c. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersifat fluktuatif antara yang menyenangkan (anugerah) dan tidak menyenangkan (musibah), serta mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut. d. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkuat dengan keunggulan maupun kelemahan baik fisik maupun psikis. e. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain. f. Memiliki kemampuan melakukan pilihan secara sehat. g. Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati dan menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya. h. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkannya dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajiban. i. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial (human relationship) yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, bersaudaraan atau silaturahmi dengan sesama manusia. j. Memiliki kemampuan dalam menyelesaikan konflik (masalah) baik bersifat internal maupun eksternal. k. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan secara efektif.

10 24 B. Program Bimbingan Program merupakan rencana kegiatan yang disusun secara operasional dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan pelaksanaannya. Faktor-faktor itu berupa masukan yang terdiri dari aspek-aspek tujuan, jenis kegiatan, personel, waktu, teknik atau strategi pelaksanaan dan fasilitas lainnya (Suherman, 1989 : 8). Program bimbingan dan konseling merupakan rancangan aktifitas dan kegiatan yang akan memfasilitasi tercapainya tujuan pendidikan nasional. Artinya program bimbingan dan konseling di sekolah harus menyediakan sistem layanan yang bermanfaat bagi kemajuan akademik, karir dan perkembangan pribadi sosial para siswa dalam menyiapkan dan menghadapi tantangan masa depan dalam kehidupan pribadi, masyarakat dan bangsanya di masa depan. Program bimbingan dan konseling adalah dimana program tersebut tertuju pada apa yang ingin dicapai dari tujuan bimbingan sehingga program tersebut berjalan efisien dan efektif. Untuk membuat program yang efektif dan efisien diperlukan perencanaan yang matang dalam membuat program bimbingan dan konseling sehingga tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan harapan dari pendidikan dan individu. Program bimbingan berisikan mengenai sejumlah kegiatan bimbingan. Suatu program bimbingan merupakan suatu rangkaian kegiatan bimbingan yang terencana, terorganisasi, dan terkoordinasi selama periode waktu tertentu. Program bimbingan yang dikembangkan merupakan pedoman bagi tenaga pembimbing sehingga pelaksanaan bimbingan di sekolah dapat terlaksana dengan

11 25 lancar, efektif, efisien, serta dapat dilakukan evaluasi baik terhadap program, proses maupun hasil. Sukardi (1995:28) mengungkapkan bahwa kegiatan penyusunan program bimbingan dan konseling di sekolah merupakan seperangkat kegiatan yang dilakukan melalui berbagai bentuk survey untuk menginventarisasi tujuan, kebutuhan, kemampuan sekolah serta persiapan sekolah untuk melaksanakan program bimbingan dan konseling. Karena program bimbingan yang efektif dan efisien adalah program bimbingan dan konseling yang terencana secara kontinu dan sesuai dengan tujuan serta visi dan misi bimbingan dan konseling sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan mutu dari layanan bimbingan dan konseling. Nurihsan (2003:87) menjelaskan bahwa untuk tercapainya program perencanaan bimbingan yang efektif dan efisien, maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan diantaranya, 1. Analisis kebutuhan dan permasalahan peserta didik 2. Penentuan tujuan program layanan bimbingan dan konseling yang ingin dicapai 3. Analisis situasi dan kondisi sekolah 4. Penentuan jenis-jenis kegiatan yang akan dilakukan 5. Penetapan metode dan teknik yang akan dilakukan dalam kegiatan 6. Penetapan personel-personel yang akan melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan

12 26 7. Persiapan fasilitas dan biaya pelaksanaan kegiatan bimbingan yang direncanakan 8. Perkiraan tentang hambatan-hambatan yang akan ditemui dan usaha-usaha apa yang dilakukan dalam menangani hambatan-hambatan. Program bimbingan dan konseling pengembangan pribadi-sosial difasilitasi melalui aktivitas pemilihan kemampuan, sikap dan pengetahuan yang membantu siswa memahami dan menghargai diri dan orang lain. Peran konselor sekolah sebagai ahli yang memiliki kemampuan memandirikan siswa, mampu menuangkan atau memberdayakan semua potensi sekolah ke dalam pengembangan program bimbingan dan konseling sekolah. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan program bimbingan, yaitu : 1. karakteristik peserta didik serta kebutuhan akan bimbingan dan konseling 2. dasar dan tujuan lembaga pendidikan yang bersangkutan 3. kemampuan lembaga dalam menyediakan dana dan fasilitas yang diperlukan 4. lingkup sasaran dan prioritas kegiatan 5. jenis kegiatan dan layanan yang perlu diprioritaskan 6. ketersediaan tenaga profesional untuk melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling Secara khusus program bimbingan dan konseling sekolah yang komprehensif harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

13 27 1. Program bimbingan dan konseling sekolah merupakan kesatuan komponen tujuan institusi sekolah 2. Program bimbingan dan konseling sekolah memberikan kesempatan pelayanan kepada smeua siswa 3. Program bimbingan dan konseling ditunjang dengan keberadaan konselor yang profesional (keahlian, keterampilan, komitmen, pengembangan diri). 4. Memastikan bahwa program konseling sekolah merupakan rancangan yang dapat dilaksanakan dalam sebuah gaya yang sistematik untuk semua siswa 5. Program bimbingan dan konseling mampu menghasil kan pengetahuan, sikap dan kemampuan-kemampuan siswa lainnya yang dapat didemonstrasikan sebagai sebuah hasil dari keikutsertaan mereka dalam sebuah program bimbingan dan konseling skeolah. Adapun fase dalam pengembangan program bimbingan dan konseling di sekolah, menurut Gysbers dan Handerson (Muro & Kottman, 1995 : 55-61) ada empat fase yaitu : 1. Perencanaan (planning) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan adalah: 1) identifikasi target populasi layanan (siswa, orang tua, guru), 2) isi pokok program (tujuan dan ruang lingkup program), 3) organisasi program layanan (pengorganisasian layanan bimbingan). 2. Perancangan (designing)

14 28 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses perancangan ini adalah manyangkut aspek-aspek berikut : a. Kompetensi dan tujuan manakah yang perlu diprioritaskan? b. Siapa saja yang harus diberi layanan: apakah semua siswa dengan pendekatan pengembangan, atau beberapa siswa dengan pendekatan kuratif? c. Keterampilan apa yang sebaiknya dilakukan oleh pembimbing: mengajar, membimbing, konsultasi, konseling, koordinasi, atau menyebarkan informasi dengan mempertimbangkan prioritas tertentu? d. Bagaimana hubungan antara program bimbingan pendidikan lainnnya? e. Apakah program bimbingan itu mendukung program pengajaran? 3. Penerapan (implementing) Dalam menerapkan program, pembimbing sebaiknya perlu memiliki kesiapan untuk melaksanakan setiap kegiatan yang telah dirancang sebelumnya. Sehingga terdapat kesesuaian antara program yang telah dirancang dengan pelaksanaan di lapangan dan program terlaksana dengan baik. 4. Evaluasi (evaluating) Evaluasi menjadi umpan balik secara berkesinambungan bagi semua tahap pelaksanaan program. Evaluasi ini bertujuan untuk memperoleh data yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan, baik untuk perbaikan maupun pengembangan program di masa yang akan datang. evaluasi juga dimaksudkan untuk menguji keberhasilan atau pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

15 29 Berdasarkan jenis layanan, dalam bimbingan dan konseling dibedakan empat jenis layanan utama, yaitu : a. Layanan dasar bimbingan adalah layanan bimbingan yang bertujuan membantu para siswa mengembangkan perilaku efektif dan keterampilan-keterampilan hidupnya yang mengacu pada tugas-tugas perkembangannya pada aspek sosial dan pribadi. b. Layanan responsif adalah layanan bimbingan yang bertujuan membantu memenuhi kebutuhan yang dirasakan sangat penting oleh siswa saat ini. Layanan ini lebih bersifat preventif atau kuratif. Isi layanan responsif sesuai dengan kebutuhan siswa dalam bidang pribadi dan sosial. c. Layanan perencanaan individual adalah laynan bimbingan yang memberikan bantuan kepada semua siswa agar mampu membuat dan melaksanakan perencanaan masa depannya berdasarkan pemahaman akan kekuatan dan kelemahan dirinya. d. Dukungan sistem adalah kegiatan-kegiatan manajemen yang bertujuan memantapkan, memelihara, dan meningkatkan program bimbingan secara menyeluruh melalui pengembangan profesional (hubungan masyarakat dan staf, konsultasi dengan guru, staf ahli/penasehat) masyarakat yang lebih luas, manajemen program, penelitian dan pengembangan (Thomas Ellis, 1990).

16 30 C. Percaya Diri (self-confidence) 1. Konsep Dasar Remaja Secara umum periode masa remaja adalah suatu periode dalam perkembangan yang dijalani seseorang yang terbentang sejak berakhirnya masa kanak-kanaknya sampai datangnya masa dewasanya. Secara tentatif pula para ahli umumnya sependapat bahwa rentangan masa remaja itu berlangsung dari sekitar tahun sampai tahun menurut kalender kelahiran seseorang. Para ahli juga cenderung mengadakan pembagian lagi ke dalam masa remaja awal (early adolescent, puberty) dan remaja akhir (late adolescent, adolesecent) yang mempunyai rentangan waktu antara sampai tahun dan sampai tahun. Charlotte Buhler malah menambahkan suatu masa transisi ke periode ini ialah masa pre puberteit (pra remaja ) yang berkisar sekitar tahun dari kalender kelahiran yang bersangkutan. Lajunya proses perkembangan perilaku dan pribadi dipengaruhi oleh tiga faktor dominan yaitu faktor bawaan (heredity), kematangan (maturation), dan lingkungan (environment) termasuk belajar dan latihan (training and learning). Ketiga faktor dominan utama itu senantiasa bervariasi yang mungkin dapat menguntungkan atau menghambat atau membatasi lajunya proses perkembangan tersebut. Adapun masalah-masalah yang timbul pada masa remaja yang bertalian dengan perkembangan perilaku sosial, moralitas, dan keagamaan diantaranya sebagai berikut :

17 31 a. Keterkaitan hidup dalam gang (peer group) yang tidak terbimbing mudah menimbulkan juvenile deliquency (kenakalan remaja) yang berbentuk perkelahian antar kelompok, pencurian, perampokan, prostitusi, dan bentuk-bentuk perilaku antisosial lainnya. b. Konflik dengan orang tua, yang mungkin berakibat tidak senang di rumah, bahkan minggat (melarikan diri dari rumah). c. Melakukan perbuatan-perbuatan yang justru bertentangan dengan norma masyarakat atau agamanya, seperti mengisap ganja, narkotika dan sebagainya. 2. Pengertian Percaya Diri (Self-Confidence) Menurut S.Eko Putro Widoyoko dari team e-psikologi, kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa, karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri. Hakim (2002:6) menyatakan kepercayaan diri sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan

18 32 keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya. Bandura (Amien, 2000:9) mendefinisikan kepercayaan diri sebagai suatu perasaan yang berisi kekuatan, kemampuan dan keterampilan untuk melakukan atau menghasilkan sesuatu yang dilandasi keyakinan untuk sukses. Dengan demikian kepercayaan diri seseorang berisi keyakinan tentang kekuatan, kemampuan dan keterampilan diri untuk melakukan dan meraih kesuksesan serta tanggung jawab atas keputusan yang telah ditetapkan. Beberapa pendapat di atas memberikan gambaran mengenai kepercayaan diri yang merupakan aspek penting dalam kepribadian manusia yang trebentuk melalui proses belajar dengan lingkungan sosial. Kepercayaan diri merupakan suatu keadaan dalam diri seseorang yang berisi kekuatan, kemampuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang, selanjutnya keadaan ini mendorong individu meraih kesuksesan serta bertanggung jawab atas keputusan yang telah ditetapkan. Kepercayaan diri terbentuk melalui proses perkembangan manusia pada umumnya, khususnya dalam interaksi dengan lingkungan. Menurut Saranson (Amien, 2000:13), kepercayaan diri terbentuk dan berkembang melalui proses belajar secara individual maupun sosial. Saranson juga mengemukakan bahwa proses belajar sosial secara individual berhubungan dengan umpan balik dari lingkungan melalui pengalaman psikologis. Proses belajar secara sosial terjadi melalui interaksi individu dengan lingkungan sosial.

19 33 Menurut pendapat Rahmat (2004:108) dalam hubungan yang terjadi antara individu yang satu dengan individu yang lain, seseorang tidak hanya menghadapi orang lain, namun ia juga mempersepsikan dirinya sendiri dalam keterkaitan hubungan sosial yang tercipta. Proses individu mempersepsi dirinya adalah sebagai berikut. Pertama orang melihat sejauh mana keadaan dirinya, lalu berpikir bagaimana orang lain melihat sejauh mana keadaan dirinya. Melalui proses interaksi dengan lingkungannya akan timbul perasaan bangga atau kecewa dengan keadaan dirinya. Adanya kemampuan penglihatan, perasaan, pemikiran manusia terhadap dirinya, menyebabkan seseorang menyadari siapa dirinya itu, hal inilah yang disebut dengan konsep diri. Apabila seseorang memiliki perasaan positif terhadap dirinya yang diperoleh individu dari penilaian lingkungan, maka orang itu akan dapat menghargai dirinya bahwa ia memiliki kelebihan, dengan sendirinya ia telah memiliki harga diri yang baik. Perkembangan harga diri yang baik, yaitu apabila seseorang mudah mengaktualisasikan dirinya guna mengembangkan potensi dan kapasitas yang dimilikinya. Akhirnya dengan adanya konsep diri yang positif, akan mendukung adanya harga diri yang baik, maka hal ini akan mewujudkan kepercayaan diri pada seseorang. Masalah kurangnya kepercayaan diri banyak dialami khususnya oleh para remaja. Kurangnya rasa percaya diri pada remaja disebabkan oleh faktorfaktor psikologis dan sosiologis. Faktor psikologis berkaitan dengan masa perkembangan remaja yang sedang mengalami banyak perubahan, baik secara fisik, psikis dan sosiologis. Masa ini disebut dengan masa krisis identitas,

20 34 sehingga remaja merasa ragu-ragu dan canggung terhadap peran yang disandangnya. Di samping itu adanya pandangan dari orang tua atau orang dewasa yang menyatakan bahwa remaja belum mampu mengatasi masalahnya sendiri, hal ini akan memperlemah rasa kepercayaan diri remaja. Faktor sosiologis yang menyebabkan kurangnya rasa kepercayaan diri pada remaja berkaitan dengan tuntutan sosial diluar diri remaja. Pada umumnya orang tua dan guru lebih memberikan perhatian dan penghargaan pada remaja yang prestasi akademiknya baik. Sementara jumlah remaja yang mempunyai prestasi yang baik relatif lebih sedikit daripada remaja dengan prestasi akademik yang biasa. Tuntutan lingkungan yang selalu menekankan agar remaja berprestasi akademik yang tinggi akan dapat menimbulkan adanya perasaan-perasaan kurang berhasil pada diri remaja, meskipun mungkin mereka memiliki prestasi yang baik di bidang lain. Apabila perasaan kurang berhasil ini terus menghantui remaja, maka hal ini akan dapat menghambat atau mengurangi rasa kepercayaan diri remaja. Hal lain Natawidjaja (Amien, 2000:17) menyebutkan bahwa adanya kehidupan dalam masyarakat yang senantiasa berubah menuntut individu untuk dapat menyesuaikan dengan suasana baru, berbagai konflik, berbagai pilihan, yang harus dipilihnya secara tepat. Hal ini menyebabkan individu senantiasa dituntut untuk membuat keputusan-keputusan yang tepat dalam hidupnya. Di pihak lain, karena tantangan dan konflik serta pilihan yang dihadapinya sangat beragam dan banyak, individu cenderung untuk kurang percaya diri dalam mengambil keputusan yang penting. Individu terutama

21 35 remja senantiasa ragu-ragu terhadap keputusannya dan hal ini akan memperlemah rasa kepercayaan dirinya. 3. Faktor Penyebab Percaya Diri Beberapa faktor yang berpengaruh dalam proses pembentukan percaya diri remaja adalah interaksi di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat, Amien (2000:16), diantara ketiga faktor situasi yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat, kiranya faktor sekolah merupakan peran yang lebih penting. Hal ini disebabkan karena di dalam sekolah biasanya remaja membentuk kelompok-kelompok teman sebaya. Interaksi di dalam keluarga terutama dengan orang tua cenderung berkurang. Hal ini mengingat bahwa adanya perubahan remaja ke arah pemisahan diri dari lingkungan keluarganya dan bergabung dengan teman-teman sebayanya. Selain itu, komformitas remaja dengan kelompoknya seringkali menyebabkan mereka cenderung mengabaikan peranannya sebagai anggota masyarakat. Maka faktor-faktor yang dominan mempengaruhi perkembangan kepercayaan diri remaja adalah kondisi sekolah serta bentuk interaksi remaja dengan teman sebayanya. Percaya diri seseorang tidak terbentuk dengan sendirinya, ada proses tertentu dalam pribadi seseorang sehingga terjadi pembentukan rasa percaya diri. Menurut Hakim (2006:6), terbentuknya rasa percaya diri yang kuat terjadi melalui proses sebagai berikut.

22 36 a. Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu. b. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan memanfaatkan kelebihan-kelebihannya. c. Pemahaman dan reaksi prositif seseorang terhadap kelemahankelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri. d. Pengalaman di dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya. Proses pembentukan rasa tidak percaya diri pada seseorang sama halnya dengan pembentukan kepercayaan diri melalui proses yang panjang, yang dimulai dari pendidikan dalam keluarga. Awal dari proses tersebut menurut Hakim (2006:9) terjadi sebagai berikut. a. Terbentuknya berbagai kekurangan atau kelemahan dalam berbagai aspek kepribadian seseorang yang dimulai dari kehidupan keluarga dan meliputi berbagai aspek, seperti : aspek mental, fisik, sosial atau ekonomi. b. Pemahaman negatif seseorang terhadap dirinya sendiri yang cenderung selalu memikirkan kekurangan tanpa pernah meyakini bahwa ia juga memiliki kelebihan. c. Kehidupan sosial yang dijalani dengan sikap negatif, seperti merasa rendah diri, suka menyendiri, lari dari tanggung jawab, mengisolasi

23 37 dari kelompok, dan reaksi negatif lainnya, yang justru semakin memperkuat rasa tidak percaya diri. 4. Karakteristik percaya Diri Menurut S. Eko Putro Widoyoko dari team e-psikologi (2009), beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai rasa percaya diri yang proporsional, diantaranya adalah : a. Percaya akan kompetensi/kemampuan diri b. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterima oleh orang lain atau kelompok c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain berani menjadi diri sendiri d. Memiliki pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil) e. Memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, tergantung dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak tergantung/mengharapkan bantuan orang lain) f. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya Beberapa ciri atau karakteristik individu yang mempunyai kurang percaya diri adalah sebagai berikut :

24 38 a. Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok b. Menyimpan rasa takut/kekhawatiran terhadap penolakan c. Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan diri) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri d. Pesimis, mudah menilai segala sesuatu dari sisi negatif e. Takut gagal, sehingga menghindari segala resiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil f. Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena undervalue diri sendiri) g. Selalu menempatkan/memposisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu h. Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada nasib, sangat tergantung pada keadaan dan pengakuan/penerimaan serta bantuan orang lain) D. Pengertian Siswa Terisolir Frank M.Graham dan Dinan Stuart (Yaya Sunarya, 1999 : 21) menjelaskan bahwa siswa terisolir adalah siswa yang mempunyai pengaruh sosial rendah dan penerimaan sosial rendah. Siswa populer adalah siswa yang memiliki penerimaan sosial yang tinggi dan penerimaan sosial yang tinggi juga.

25 39 Menurut Yaya Sunarya (1999 : 9) siswa terisolir adalah siswa yang berdasarkan sosiometri memperoleh skor paling rendah bahkan tidak mendapat pilihan dari teman-temannya. Mereka dikenal sebagai siswa yang terasing atau terpencil atau dikucilkan oleh teman sekelompoknya. Terisolir merujuk pada suatu keadaan seseorang yang mengalami keterasingan atau terpencil dari lingkungannya. Yang dimaksud dengan siswa terisolir adalah siswa yang tidak mendapatkan pilihan dari teman sekelasnya sebagai teman yang disenangi atau disukai dalam situasi tertentu. Anak terisolir adalah anak yang tidak mempunyai sahabat diantara teman sebayanya dalam suatu kelompok. Isolasi atau isolate itu sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu voluntary isolate dan involuntary isolate. Voluntary isolate adalah suatu perbuatan yang menarik diri dari kelompok karena adanya rasa kurang memiliki minat untuk menjadi anggota suatu kelompok. Involuntary iasolate adalah sikap atau perbuatan menolak terhadap orang lain dalam kelompoknya meskipun dia ingin menjadi anggota kelompok tersebut. Involuntary yang subyektif beranggapan bahwa dia tidak dibutuhkan oleh kelompoknya dan menjauhkan diri dari kelompok, sedangkan involuntary yang obyektif sebaliknya dia benar-benar ditolak oleh kelompoknya. Anak yang terisolasi dari lingkungannya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Penampilan diri yang kurang menarik 2. Kurang sportif 3. Penampilan yang tidak sesuai dengan standar teman

26 40 4. Perilaku yang menonjolkan diri, mengganggu orang lain, suka memerintah, tidak bekerjasama, dan kurang bijaksana 5. Mementingkan diri sendiri dan mudah marah 6. Status sosio ekonomis berada di bawah sosio ekonomis kelompok 7. Tempat yang terpencil dari kelompok E. Faktor Penyebab Keterisoliran Keterisoliran merupakan suatu akibat yang berkaitan dengan penerimaan dan penolakan sosial. Siswa yang mendapat status sosiometri terisolir merupakan suatu indikator dari rendahnya penerimaan sosial dan adanya penolakan sosial terhadapnya. Siswa yang mendapat penerimaan dan perlakuan orang lain secara wajar akan memunculkan perasaan berharga dan berarti serta dibutuhkan oleh kelompoknya. Siswa tersebut akan merasa gembira, puas, bahagia serta tumbuh rasa percaya diri. Dengan rasa percaya diri itulah muncul keberanian dan inisiatif. Siswa yang mendapatkan penolakan sosial atau penerimaan yang tidak wajar akan muncul perasaan kecewa dan merasa diabaikan pada dirinya. Keadaan itu memungkinkan siswa bertingkah laku tidak wajar, bersifat pengunduran diri (withdrawl) atau agresif. Tingkah laku pengunduran diri merupakan bentuk tingkah laku yang menunjukan ada kecenderngan putus asa dan merasa tidak aman sehingga menarik diri dari kegiatan masyarakat. Sedangkan perilaku agresif merupakan salah satu bentuk perilaku menyimpang yang cenderung merusak dan melanggar hukum.

27 41 Andi Mappiare (Suherlan, 2005:25) sekaitan dengan penerimaan dan penolakan sosial mengemukakan beberapa hal yang menyebabkan seorang remaja diterima atau ditolak dalam kelompoknya. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan diterima dalam kelompoknya yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Penampilan (performance) dan perbuatan yang meliputi tampang baik, paling rapi, serta aktif dalam urusan kelompok. 2. Kemampuan pikir, antara lain : mempunyai inisiatif, banyak memikirkan kepentingan kelompok, dan mengemukakan buah pikiran. 3. Sikap, sifat, perasaan, antara lain : bersikap sopan, memperhatikan orang lain, penyabar dan dapat menahan amarah jika dalam keadaan tidak menyenangkan dirinya. 4. Pribadi, meliputi : jujur, dapat dipercaya, bertanggung jawab dan suka menjalankan pekerjaannya, menaati aturan kelompok. 5. Aspek lain, meliputi : pemurah dan tidak pelit, suka bekerja sama dan membantu anggota kelompok. Adapun faktor penyebab seorang remaja ditolak kelompoknya meliputi : 1. Penampilan (performance) dan perbuatan, antara lain : sering menentang, malu-malu, senang menyendiri. 2. Kemampuan pikir, meliputi : bodoh sekali atau sering disebut tolol. 3. Sikap dan sifat, meliputi : suka melanggar norma dan nilai kelompok, suka menguasai, curiga dan melaksanakan kemauan sendiri. 4. Ciri lain : faktor rumah yang terlalu jauh dari tempat teman sekelompok.

28 42 F. Penelitian Terdahulu Untuk mendukung penelitian yang akan dilaksanakan, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan kajian yang akan diteliti. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Heri Suherlan (2005) menyatakan ada 14,14 % siswa terisolir. Hasil tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Neni Rohaeni (2006) ada 5,49 % siswa yang mendapat status terisolir. Hal ini pun terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Yaya Sunarya (1999) bahwa terdapat 67 orang siswa terisolir atau 22,79 % dari keseluruhan 294 siswa. Ini artinya hampir dapat dipastikan bahwa di setiap sekolah terdapat anak-anak terisolir yang secara teori akan mengganggu hubungan sosial dengan teman sebayanya dan proses belajarnya karena statusnya sebagai siswa terisolir.

Sigit Sanyata

Sigit Sanyata #3 Sigit Sanyata sanyatasigit@uny.ac.id Komitmen kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/ Madrasah,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi

BAB II LANDASAN TEORI. yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang terbentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh

Lebih terperinci

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k

Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah k FOKUS LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING Dr. Suherman, M.Pd. Kemandirian sebagai tujuan Bimbingan dan Konseling Kompetensi peserta didik yang harus dikembangkan melalui pelayanan bimbingan dan konseling adalah

Lebih terperinci

Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling adalah kompetens

Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang dikembangkan melalui layanan bimbingan dan konseling adalah kompetens BIMBINGAN DAN KONSELING SEBAGAI LAYANAN PENGEMBANGAN PRIBADI MAHASISWA Dr. Suherman, M.Pd. Universitas Pendidikan Indonesia Kemandirian sebagai Tujuan Layanan Bimbingan dan Konseling Kompetensi SISWA yang

Lebih terperinci

FUNGSI DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING

FUNGSI DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 Hak cipta Direktorat Pembelajaran, Dit Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018 FUNGSI DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING Dr. Catharina

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992).

BAB II LANDASAN TEORI. berhubungan dengan orang lain. Stuart dan Sundeen (dalam Keliat,1992). BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Diri 2.1.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan

Lebih terperinci

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran Pendidikan bertanggungjawab mengembangkan kepribadian siswa sebagai upaya menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan inti dan arah penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan asumsi penelitian, hipotesis, metode penelitian,

Lebih terperinci

KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM SITEM PENDIDIKAN NASIONAL BERORIENTASIKAN BUDAYA

KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM SITEM PENDIDIKAN NASIONAL BERORIENTASIKAN BUDAYA KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM SITEM PENDIDIKAN NASIONAL BERORIENTASIKAN BUDAYA DI SUSUN OLEH : SURANTO HARIYO H RIAN DWI S YUNITA SETIA U YUYUN DESMITA S FITRA VIDIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK

PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK Pendekatan Perkembangan dalam Bimbingan di Taman Kanak-kanak 47 PENDEKATAN PERKEMBANGAN DALAM BIMBINGAN DI TAMAN KANAK-KANAK Penata Awal Bimbingan perkembangan merupakan suatu bentuk layanan bantuan yang

Lebih terperinci

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB.

ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. PENDIDIKAN BERMUTU efektif atau ideal harus mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergis, yaitu (1) bidang administratif dan kepemimpinan, (2) bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi operasional dan metode penelitian. A. Latar Belakang

Lebih terperinci

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik

diri yang memahami perannya dalam masyarakat. Mengenal lingkungan lingkungan budaya dengan nilai-nilai dan norma, maupun lingkungan fisik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap manusia adalah unik, dan peserta didik yang memasuki masa remaja harus dapat menyadari hal tersebut. Melalui layanan bimbingan konseling disekolah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

BAB II KAJIAN TEORITIK. sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang BAB II KAJIAN TEORITIK A. Kemampuan Pemecahan Masalah Menurut Nasution (2010), memecahkan masalah dapat dipandang sebagai proses dimana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajarinya

Lebih terperinci

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) :

POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : 1. Konsep dasar bimbingan dan konseling pribadi - sosial : a. Keterkaitan diri dengan lingkungan sosial b. Pengertian BK pribadi- sosial c. Urgensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. regenerasi bangsa. Masa muda atau remaja adalah proses peralihan masa. ini dipenuhi dengan perkembangan dan perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. regenerasi bangsa. Masa muda atau remaja adalah proses peralihan masa. ini dipenuhi dengan perkembangan dan perubahan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Generasi muda merupakan salah satu elemen utama penerus dan regenerasi bangsa. Masa muda atau remaja adalah proses peralihan masa kanak-kanak menuju masa dewasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan berlanjut menjadi orang tua merupakan proses yang dilalui oleh setiap manusia secara berkesinambungan dalam hidupnya.

Lebih terperinci

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan L A M P I R A N 57 INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan Anda diminta untuk memilih 1 (satu) pernyataan dari setiap rumpun yang

Lebih terperinci

Sigit Sanyata

Sigit Sanyata #6 Sigit Sanyata sanyatasigit@uny.ac.id School guidance curriculum Individual student planning Responsive servise System support proses pemberian bantuan kepada seluruh konseli penyiapan pengalaman terstruktur

Lebih terperinci

BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF

BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF BIMBINGAN DAN KONSELING KOMPREHENSIF Program bimbingan dan konseling sekolah yang komprehensif disusun untuk merefleksikan pendekatan yang menyeluruh bagi dasar penyusunan program, pelaksanaan program,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS

KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS KONTRIBUSI KONSEP DIRI DAN PERSEPSI MENGAJAR GURU TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SISWA SMA GAMA YOGYAKARTA TAHUN 2009 TESIS Diajukan Kepada Program Studi Manajemen Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hubungan interpersonal sangat penting untuk perkembangan perasaan kenyamanan seseorang dalam berbagai lingkup sosial. Hubungan Interpersonal membantu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fahmi Dewi Anggraeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fahmi Dewi Anggraeni, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) berada dalam tahap remaja awal dengan kisaran usia antara 12-15 tahun dan sedang berada dalam masa pubertas. Santrock (2006:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam 15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam membentuk pribadi siswa, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup diri pribadi tidak dapat melakukan sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang lain. Terdapat ikatan saling ketergantungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS

BAB II KAJIAN TEORETIS BAB II KAJIAN TEORETIS A. Hakikat Bimbingan dan Konseling Bimbingan konseling adalah salah satu komponen yang penting dalam proses pendidikan sebagai suatu sistem. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karier adalah bagian hidup yang berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan. Oleh karenanya ketepatan memilih serta menentukan keputusan karier

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Fitts (1971) Konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang,

BAB II LANDASAN TEORI. Fitts (1971) Konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Fitts (1971) Konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang, karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kunci keberhasilan dan kesuksesan seseorang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan kunci keberhasilan dan kesuksesan seseorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kunci keberhasilan dan kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupannya. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas

BAB I PENDAHULUAN. yang matang akan menciptakan generasi-generasi yang cerdas baik cerdas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah aspek yang sangat penting dalam kehidupan. Pendidikan yang dilaksanakan secara baik dan dikelola dengan perencanaan yang matang akan menciptakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan terencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang berkemampuan, cerdas, dan handal dalam pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada

BAB I PENDAHULUAN. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum maju ada 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Perkembangan ekonomi, sosial, budaya masyarakat dewasa ini semakin pesat. Dunia sedang memasuki zaman informasi, bangsa-bangsa yang belum

Lebih terperinci

KAJIAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SD

KAJIAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SD Nama : Deawishal Wardjonyputri NIM : 1600201 Kelas : 2A-PGSD Dosen Pengampu : Arie Rakhmat Riyadi M.Pd. KAJIAN BIMBINGAN DAN KONSELING DI SD Moh surya (1988:12) mengartikan bimbingan sebagai suatu proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja adalah masa pencarian nilai-nilai hidup. Dalam situasi demikian

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja adalah masa pencarian nilai-nilai hidup. Dalam situasi demikian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa yang sangat berpotensi untuk mengembangkan kemampuan yang dimiliki sesuai dengan bakat dan minat, karena masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa remaja mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase perkembangan individu. Pada masa remaja mengalami perubahan-perubahan yang sangat cepat dalam setiap aspek perkembangannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis dalam mengembangkan segenap potensi yang ada pada diri manusia, tingkat pendidikan suatu bangsa merupakan cermin kesejahteraan

Lebih terperinci

A. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

A. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Bimbingan merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan kepada individu agar dapat mengembangkan kemampuannya seoptimal mungkin, dan membantu siswa agar memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Deasy Yunika Khairun, Layanan Bimbingan Karir dalam Peningkatan Kematangan Eksplorasi Karir Siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita individu. Pendidikan secara filosofis merupakan proses yang melibatkan berbagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Atlet Atlet adalah Individu yang memiliki keunikan dan memiliki bakat tersendiri lalu memiliki pola perilaku dan juga keperibadia tersendiri serta memiliki latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja menurut Elizabeth B Hurlock, (1980:25) merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja menurut Elizabeth B Hurlock, (1980:25) merupakan salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja menurut Elizabeth B Hurlock, (1980:25) merupakan salah satu masa perkembangan manusia yang menarik perhatian untuk dibicarakan, karena pada masa

Lebih terperinci

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN

PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN PERTEMUAN 13 PENYELENGGARAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING PADA JALUR PENDIDIKAN FORMAL RAMBU-RAMBU PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM JALUR PENDIDIKAN FORMAL DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Semakin baik pendidikan suatu bangsa, semakin baik pula kualitas bangsa, itulah asumsi secara umum terhadap program pendidikan suatu bangsa. Pendidikan menggambarkan

Lebih terperinci

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd A. PENDAHULUAN Banyak pertanyaan dari mahasiswa tentang, bagaimana menjadi konselor professional? Apa yang harus disiapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sangat tergantung pada bantuan orang-orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang rentang kehidupannya individu mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus dijalani untuk tiap masanya. Tugas perkembangan tersebut terbentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita serta mencapai peran sosial

Lebih terperinci

ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN

ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN ADJOURNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelompok merupakan kesatuan unit yang terkecil dalam masyarakat. Individu merupakan kesatuan dari kelompok tersebut. Anggota kelompok tersebut merupakan individu-individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Sebelum dikaji tentang pengertian bimbingan dan konseling Terlebih dahulu diuraikan

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Sebelum dikaji tentang pengertian bimbingan dan konseling Terlebih dahulu diuraikan BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.I Kajian Teori 2.1.1 Pengertian Bimbingan dan Konseling Sebelum dikaji tentang pengertian bimbingan dan konseling Terlebih dahulu diuraikan tentang pengertian bimbingan

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut Piaget, remaja usia 11-20 tahun berada dalam tahap pemikiran formal operasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam hidupnya didunia ini. Pendidikan sangat berperan dalam upaya menjamin kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju masa dewasa, serta masa dimana seseorang mulai mengembangkan dan memperluas kehidupan sosialnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik di SMA memasuki masa late adolescence yang berada pada rentang usia 15-18 tahun. Santrock (2007) menjelaskan, remaja mengalami berbagai perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari masa pranatal, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, dan masa tua. Masing-masing fase memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tujuan institusional yang diemban oleh suatu lembaga.

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan tujuan institusional yang diemban oleh suatu lembaga. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA Kepuasan Siswa Atas Layanan Bimbingan dan Konseling

BAB II KAJIAN PUSTAKA Kepuasan Siswa Atas Layanan Bimbingan dan Konseling BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Siswa Atas Layanan Bimbingan dan Konseling 2.1.1. Pengertian Kepuasan Kepuasan menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang; prihal (hal bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa adalah manusia berpotensi yang layak dikembangkan untuk mencapai kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Namun, pendidikan di sekolah sampai saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki kondisi internal, di mana kondisi internal tersebut turut berperan dalam aktivitas dirinya sehari-hari. Salah satu dari kondisi internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. dan dokumentasi maka konselor/peneliti melakukan analisis data. Analisis data

BAB IV ANALISIS DATA. dan dokumentasi maka konselor/peneliti melakukan analisis data. Analisis data 94 BAB IV ANALISIS DATA Setelah menyajikan data hasil lapangan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi maka konselor/peneliti melakukan analisis data. Analisis data ini dilakukan untuk memperoleh

Lebih terperinci

Ciri dan Watak Wirausaha

Ciri dan Watak Wirausaha Ciri dan Watak Wirausaha SALAH Dilazimkan Menyalahkan: -Orang lain -Lingkungan akibatnya -Tidak percaya diri -Tidak bisa menerima kritik -Pasif Kondisi SEHARUSNYA Dilatih Intropeksi -Responsibility -Konsekuen

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT This study was aimed to investigate the relationship between social

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disetujui bagi berbagai usia di sepanjang rentang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. yang disetujui bagi berbagai usia di sepanjang rentang kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu memiliki tugas perkembangan yang sudah terbagi menjadi beberapa fase dalam rentang kehidupan individu. Menurut Hurlock (1999) tugas perkembangan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

Pendekatan dan Teknik Bimbingan dan Konseling. Siti Fatimah, S.Psi., M.Pd

Pendekatan dan Teknik Bimbingan dan Konseling. Siti Fatimah, S.Psi., M.Pd Pendekatan dan Teknik Bimbingan dan Konseling Siti Fatimah, S.Psi., M.Pd Bimbingan Klasikal Bimbingan Kelompok Berkolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran Berkolaborasi dengan Wali Kelas Berkolaborasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang memiliki tujuan sama dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk membantu individu dalam mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hindam, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hindam, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Remaja sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri, melainkan senantiasa hidup dan bergaul dengan lingkungan sosialnya sebagai sarana untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan adalah kata yang senantiasa diinginkan oleh semua orang.

BAB I PENDAHULUAN. Kesuksesan adalah kata yang senantiasa diinginkan oleh semua orang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan adalah kata yang senantiasa diinginkan oleh semua orang. Sukses menunjukkan tercapainya sesuatu yang diinginkan atau diharapkan. Kesuksesan berkaitan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. 2002), hlm.22

BAB IV ANALISIS. 2002), hlm.22 BAB IV ANALISIS A. Optimalisasi manajemen layanan bimbingan dan konseling di SMP Islam Sultan Agung 1 Semarang Pendidikan merupakan aset yang tidak akan ternilai bagi individu dan masyarakat, pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan antara siswa satu dengan lain, memiliki potensi untuk tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan antara siswa satu dengan lain, memiliki potensi untuk tumbuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen penting dalam dunia pendidikan. Diadakannya layanan bimbingan dan konseling di sekolah bukan karena adanya

Lebih terperinci

PENILAIAN KINERJA BIMBINGAN DAN KONSELING AMIN BUDIAMIN. Oleh JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI

PENILAIAN KINERJA BIMBINGAN DAN KONSELING AMIN BUDIAMIN. Oleh JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI PENILAIAN KINERJA BIMBINGAN DAN KONSELING Oleh AMIN BUDIAMIN JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI Penilaian kinerja bagian dari penilaian alternatif. Berkembang tahun

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Tinjauan Tentang Layanan Bimbingan Karir. 1. Pengertian Layanan Bimbingan Karir

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Tinjauan Tentang Layanan Bimbingan Karir. 1. Pengertian Layanan Bimbingan Karir BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Layanan Bimbingan Karir 1. Pengertian Layanan Bimbingan Karir Secara umum bimbingan adalah istilah yang mencakup pengertian umum proses layanan bantuan kemanusian.

Lebih terperinci