GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. NOMOR l& TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. NOMOR l& TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN"

Transkripsi

1 p GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR l& TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, nomenklatur Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BP2TPM) berubah menjadi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP); b. bahwa dalam upaya peningkatan pelayanan publik di bidang pelayanan perizinan dan untuk mengakomodir perubahan kewenangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka perlu melakukan penambahan dan perubahan jumlah layanan perizinan yang disatukan/diintegrasikan melalui penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang dilaksanakan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 217, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4033); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843);

2 5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4585); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 215, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357); 10. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 221); 11. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu; 12. Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Lembaran Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2016 Nomor 1 Seri D); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 2. Gubernur adalah Gubernur Kepulauan Bangka Belitung. 3. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

3 -3-4. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat DPMPTSP adalah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 5. Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disebut Kepala DPMPTSP adalah Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 6. Perangkat Daerah Teknis yang selanjutnya disebut PD Teknis adalah Badan dan Dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang melakukan fasilitasi, pembinaan, pengawasan dan pengendalian sesuai tugas pokok dan fungsinya. 7. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. 8. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu. 9. Pendelegasian Wewenang adalah penyerahan tugas, hak, kewajiban, dan pertanggungjawaban Perizinan dan Non Perizinan, termasuk penandatangannya atas nama pemberi wewenang. 10. Perizinan adalah segala bentuk persetujuan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan. 11. Non Perizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. 12. Perizinan yang Bersifat Strategis adalah perizinan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang memiliki karakteristik tertentu dengan kriteria meliputi perizinan yang membutuhkan kajian komprehensif dari banyak pihak terkait, jangka waktu tertentu, berdampak sangat luas terhadap lingkungan hidup, konservasi, pemanfaatan penataan ruang provinsi dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. 13. Tatalaksana Perizinan adalah prosedur, syarat formal, dan proses kerja yang harus dipenuhi oleh penyelenggara PTSP dalam rangka penetapan keputusan perizinan. 14. Pemohon adalah orang perseorangan, badan usaha, badan hukum maupun bukan badan hukum, yang mengajukan permohonan perizinan dan nonperizinan. 15. Tim Teknis adalah kelompok kerja yang terdiri dari unsurunsur Perangkat Daerah Teknis terkait yang mempunyai wewenang untuk memberikan saran pertimbangan atau rekomendasi mengenai diterima atau ditolaknya suatu permohonan perizinan kepada Kepala DPMPTSP. 16. Standar Pelayanan yang selanjutnya disingkat SP adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji dari Penyelenggara pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur.

4 Standar Operasional Prosedur yang selanjutnya disingkat SOP adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi pemerintahan, bagaimana dan kapan harus dilakukan, dimana dan oleh siapa dilakukan. 18. Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. 19. Honorer adalah pegawai non Pegawai Negeri Sipil yang bekerja pada Pemerintah Daerah dan upahnya dibayar atau digaji dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). 20. Calo atau Perantara adalah orang yang menjadi perantara dan memberikan jasanya untuk menguruskan sesuatu berdasarkan upah maupun tidak menerima upah. 21. Koordinator Perizinan adalah petugas yang berstatus Pegawai Negeri Sipil atau Honorer atau masyarakat, yang bertugas membantu mengoordinasikan dan menghimpun secara kolektif permohonan pelayanan perizinan sektor kelautan dan perikanan di lapangan. 22. Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara elektronik yang selanjutnya disingkat SPIPISE adalah sistem pelayanan perizinan dan nonperizinan yang terintegrasi antara Pemerintah yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan dengan pemerintah daerah. 23. Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Provinsi kepada orang pribadi atau badan usaha. 24. Mai Administrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan. BAB II ASAS DAN PRINSIP Pasal 2 Penyelenggaraan PTSP berasaskan: a. kepastian hukum; b. keterbukaan; c. akuntabilitas; d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara; dan e. efisiensi berkeadilan; Pasal 3 Prinsip penyelenggaraan PTSP meliputi: a. kesederhanaan; b. kejelasan;

5 - 5- c. kepastian waktu; d. akurasi; e. keamanan/kepastian hukum; f. tanggung jawab; g. kelengkapan sarana dan prasarana; h. kemudahan akses; i. kedisiplinan, kesopanan, keramahan (profesionalisme); dan j. kenyamanan. BAB III MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 4 Peraturan Gubernur ini dimaksudkan sebagai dasar Penyelenggaraan PTSP pada DPMPTSP berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi. Pasal 5 Penyelenggaraan PTSP pada DPMPTSP bertujuan untuk: a. mewujudkan tatalaksana Perizinan dan Nonperizinan yang mudah, murah, transparan, cepat, tepat, pasti, efisien, efektif, dan partisipatif sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik; b. meningkatkan pertumbuhan investasi melalui peningkatan pelayanan publik dalam bidang birokrasi Perizinan dan Nonperizinan; c. memberikan informasi kepada penerima Perizinan dan Nonperizinan tentang ketentuan pengaturan tatalaksana Perizinan dan Nonperizinan yang dilakukan oleh DPMPTSP; dan d. mendorong masyarakat berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan pembangunan daerah. BAB IV HUBUNGAN KERJA DALAM PENYELENGGARAAN PTSP Bagian Kesatu DPMPTSP Pasal 6 (1) DPMPTSP mempunyai tugas menyelenggarakan PTSP. (2) Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) DPMPTSP mempunyai fungsi: a. pemberian informasi pelayanan Perizinan; b. penerimaan permohonan berkas; c. pelaksanaan verifikasi dan validasi terhadap kelengkapan berkas sebagai persyaratan yang harus dipenuhi Pemohon izin; d. pengoordinasian Tim Teknis PTSP dan pendampingan survei lapangan bersama dengan anggota Tim Teknis PTSP terhadap

6 -6- izin baru atau izin perpanjangan yang mengalami perubahan spesifikasi; e. pemrosesan dan pengolahan berkas serta pengadministrasian dokumen Perizinan dan Nonperizinan sesuai norma dan SP terutama berkaitan dengan persyaratan Perizinan, biaya, dan waktu penyelesaiannya; f. pelaksanaan koordinasi dan sinkronisasi pelayanan Perizinan dengan PD Teknis dan instansi terkait lainnya; g. penandatanganan naskah dokumen Perizinan sesuai saran pertimbangan atau kajian teknis dari Tim Teknis PTSP; h. penerbitan, penolakan dan pencabutan Perizinan, serta penyampaian tembusan atau salinannya ke PD Teknis; dan i. penyediaan layanan pengaduan masyarakat. Bagian Kedua Tim Teknis Pasal 7 (1) Untuk mendukung dan mengoptimalkan penyelenggaraan PTSP, dibentuk Tim Teknis PTSP. (2) Tim Teknis PTSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk dan ditetapkan oleh Gubernur atas usulan dari Kepala PD Teknis yang terdiri dari pejabat PD Teknis terkait yang mempunyai kompetensi dan kemampuan sesuai dengan bidangnya serta sesuai dengan jenis Perizinan. (3) Tim Teknis PTSP bertugas: a. melaksanakan pemeriksaan teknis di lapangan terhadap permohonan Perizinan yang memerlukan kajian teknis dan penelitian/survei lapangan; b. membuat kajian teknis dan berita acara pemeriksaan sesuai bidangnya; c. memberikan saran pertimbangan atau rekomendasi mengenai diterima atau ditolaknya suatu permohonan Perizinan dan Nonperizinan kepada Kepala DPMPTSP; d. menuangkan uraian spesifikasi besaran Retribusi ke dalam kajian teknis dan/atau saran pertimbangan, khusus bagi setiap Perizinan yang dikenakan Retribusi; e. melaksanakan konsultasi dan koordinasi yang diperlukan dengan Kepala PD Teknis dan Aparatur PD Teknis; f. memberikan laporan tertulis atau tembusan terhadap setiap hasil saran pertimbangan atau rekomendasi Tim Teknis PTSP kepada Kepala PD Teknis terkait; g. merekapitulasi setiap Perizinan yang telah dikeluarkan oleh DPMPTSP untuk keperluan pembinaan, pengawasan dan pengendalian secara fungsional bagi PD Teknis, maupun keperluan data pembanding bagi DPMPTSP; dan h. melaksanakan tugas lain yang diperlukan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Dalam melaksanakan tugasnya sebagai anggota Tim Teknis PTSP, Tim Teknis bertanggung jawab kepada Kepala DPMPTSP melalui Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Terpadu selaku Koordinator Tim Teknis PTSP.

7 - 7- (5) Anggota Tim Teknis PTSP dapat mengusulkan secara lisan atau tertulis mengenai petugas dari PD Teknis yang bersangkutan sebagai pendamping yang diikutsertakan dalam survei lapangan kepada Kepala DPMPTSP maupun kepada Kepala PD Teknis yang bersangkutan, dengan memperhatikan efektifitas dan daya guna petugas, serta tingkat resiko atau dampak perizinan yang akan dilakukan survei lapangan. (6) Untuk mengoptimalkan pemantauan, pembinaan, dan pengawasan terhadap kinerja/tugas dan peningkatan kompetensi aparatur anggota Tim Teknis PTSP, Gubernur dapat membentuk Tim Pembina PTSP yang terdiri dari unsur-unsur Kepala PD Teknis yang bersangkutan dan pihak-pihak terkait lainnya, yang ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur. Bagian Ketiga PD Teknis Pasal 8 (1) PD Teknis mempunyai tugas memperlancar dan memberikan dukungan teknis terhadap penyelenggaraan PTSP. (2) Dalam menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) PD Teknis mempunyai fungsi: a. pelaksanaan tindak lanjut layanan pengaduan PTSP berkaitan dengan aspek teknis secara cepat dan tepat; b. perencanaan dan perumusan arah kebijakan Perizinan sesuai bidangnya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan; dan c. pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan izin dan/atau nonizin secara fungsional, sesuai dengan kewenangan serta tugas pokok dan fungsinya. BAB V PENDELEGASIAN WEWENANG Pasal 9 (1) Dengan Peraturan Gubernur ini, Gubernur mendelegasikan wewenang pelayanan dan pemberian Perizinan dan Nonperizinan secara administrasi yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi kepada Kepala DPMPTSP. (2) Pendelegasian wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemrosesan administrasi permohonan Perizinan dan Nonperizinan, pengoordinasian anggota Tim Teknis PTSP dari PD Teknis, sampai dengan penandatanganan perizinannya atas nama pemberi wewenang, atau ditentukan lain oleh perundangundangan. (3) Daftar jenis Perizinan dan Nonperizinan yang didelegasikan Gubernur kepada Kepala DPMPTSP adalah sebagai berikut: a. Sektor Penanaman Modal, terdiri atas : 1. Izin prinsip penanaman modal; 2. Izin prinsip perluasan penanaman modal; 3. Izin prinsip perubahan penanaman modal; 4. Izin Prinsip Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal;

8 Izin usaha penanaman modal; 6. Izin usaha perluasan penanaman modal; 7. Izin usaha perubahan penanaman modal; 8. Izin usaha penggabungan perusahaan penanaman modal (merger); dan 9. Izin Pembukaan Kantor Cabang. b. Sektor Kehutanan, terdiri atas : i: Izin pengusahaan pariwisata alam yang dilakukan di dalam taman hutan raya, meliputi : a) Usaha penyediaan jasa wisata alam; dan/atau b) Usaha penyediaan sarana wisata alam. 2. Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUIPHHK) dari Gubernur kapasitas produksi 2000 s.d m3/tahun; 3. Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu atau Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Negara; 4. Rekomendasi Gubernur untuk mendapatkan izin pendirian lembaga konservasi dari Menteri Kehutanan (contoh : kebun binatang, taman safari); 5. Rekomendasi Gubernur untuk mendapatkan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam dari Menteri Kehutanan (di dalam suaka margasatwa, taman nasional, kecuali zona inti dan taman wisata alam); dan 6. Rekomendasi Gubernur untuk mendapatkan Izin Pengusahaan Taman Buru. c. Sektor Perhubungan, terdiri atas : 1. Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang Dalam Trayek (Izin Trayek Angkutan Umum dan Angkutan Khusus, skala kewenangan Provinsi) meliputi : a) Surat Keputusan Izin Trayek; dan/atau b) Kartu Pengawasan Izin Trayek. 2. Izin Penyelenggaraan Angkutan Orang Tidak Dalam Trayek (Izin Operasi Angkutan, skala kewenangan Provinsi) meliputi : a) Surat Keputusan Izin Operasi; dan/atau b) Kartu Pengawasan Izin Operasi. 3. Surat Izin Usaha Jasa Pengurusan Transportasi (SIUJPT); 4. Surat Izin Usaha Perusahaan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (SIUPEMKL); 5. Surat Izin Usaha Perusahaan Bongkar Muat (SIUPBM); 6. Surat Izin Usaha Perusahaan Depo Peti Kemas (SIUPDPK); 7. Izin Usaha Angkutan Laut yang Beroperasi Lintas Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) Provinsi. 8. Surat Izin Usaha Perusahaan Pelayaran Rakyat (SIUPPER); 9. Surat Izin Pembukaan Kantor Cabang Perusahaan Pelayaran Rakyat atau Kantor Cabang Perusahaan Angkutan Laut; 10. Surat Izin Usaha Tally di Pelabuhan;

9 - _ Rekomendasi Rencana Induk Pelabuhan; Rekomendasi Penetapan Lokasi Terminal Khusus; 13. Rekomendasi Penetapan DLkr/DLKp Pelabuhan Pengumpul Regional; 14. Rekomendasi Penetapan Lokasi Pelabuhan Pengumpul Regional; 15. Surat Izin Kerja Keruk di Pelabuhan Pengumpul Regional; 16. Surat Izin Kerja Reklamasi di Pelabuhan Pengumpul Regional; 17. Rekomendasi Surat Izin Kerja Keruk Pelabuhan Pengumpul Nasional dan Untuk Kegiatan Penambangan di Laut; 18. Rekomendasi Surat Izin Kerja Reklamasi Pelabuhan Pengumpul Nasional dan Untuk Kegiatan Penambangan di Laut; 19. Surat Izin Usaha Ekpedisi Muatan Pesawat Udara (SIUEMPU); 20. Rekomendasi ketinggian bangunan/ menara di daerah Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan (KKOP); dan 21. Persetujuan / Izin Terbang (Flight Aprovval) Perusahaan Angkutan Udara untuk penerbangan tidak berjadwal antar Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) Provinsi, dengan kapasitas penumpang tertentu (di bawah 30 kursi (seat). d. Sektor Kelautan dan Perikanan, terdiri atas : 1. Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), untuk Bidang Perikanan Tangkap; 2. Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), untuk ukuran kapal di atas 5GT s.d. 30GT (>5GT s.d. 30GT); 3. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI), untuk ukuran kapal di atas 5GT s.d. 30GT (>5GT s.d. 30GT); 4. Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) Pembudidayaan Ikan; dan 5. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) Pembudidayaan Ikan. e. Sektor Perindustrian dan Perdagangan, terdiri atas : 1. Izin Usaha Industri (IUI) skala investasi di atas Rp. 10 Milyar tidak termasuk tanah dan bangunan; 2. Surat Izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya (B2) bagi PENGECER TERDAFTAR; 3. Angka Pengenal Importir (API); dan 4. Rekomendasi untuk mendapatkan Surat Izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya (B2) bagi DISTRIBUTOR TERDAFTAR. f. Sektor Kesehatan, terdiri atas: 1. Izin Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT); 2. Izin Pengakuan Cabang Pedagang Besar Farmasi (PBF); 3. Izin Pengakuan Cabang Penyalur Alat Kesehatan; 4. Izin Mendirikan Rumah Sakit Kelas B; 5. Izin Operasional Rumah Sakit Kelas B; =

10 Izin Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Umum Madya; 7. Rekomendasi Pemeriksaaan Tempat Penyalur Alat Kesehatan; 8. Rekomendasi Pemenuhan Persyaratan Kelengkapan Administrasi Pedagang Besar Farmasi (PBF); 9. Rekomendasi Pemenuhan Persyaratan Kelengkapan. Industri Obat Tradisional (IOT); dan 10. Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK); g. Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, terdiri atas : 1. Pengesahan Perpanjangan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA); dan 2. Perpanjangan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) lintas Kabupaten/Kota. h. Sektor Pertambangan, Energi dan Sumber Daya Mineral, terdiri atas : 1. Izin Pengeboran atau Penggalian Air Tanah; 2. Izin Pemakaian Air Tanah; 3. Izin Pengusahaan Air Tanah; 4. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL); 5. Izin Operasi Tenaga Listrik; 6. Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUJPTL); 7. Izin Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika; 8. Rekomendasi Gubernur untuk mendapatkan Izin Ketenagalistrikan yang Izinnya merupakan kewenangan Pemerintah Pusat; 9. Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi Mineral Bukan Logam dan Batuan; 10. Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi Mineral Logam; 11. Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Mineral Bukan Logam dan Batuan; 12. Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Mineral Logam; 13. Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi Mineral Bukan Logam dan Batuan; 14. Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi Mineral Logam; 15. Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Mineral Bukan Logam dan Batuan; 16. Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Mineral Logam; 17. Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi Mineral Bukan Logam dan Batuan; 18. Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi Mineral Logam; 19. Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Mineral Bukan Logam dan Batuan; 20. Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Mineral Logam; 21. Izin Usaha Pertambangan (IUP) Afiliasi; 22. Izin Prinsip Pengolahan dan/atau Pemurnian;

11 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus Pengolahan dan Pemurnian; 24. Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus Pengangkutan dan Penjualan; 25. Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi Khusus Penjualan; 26. Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Mineral Bukan Logam dan Batuan; 27. Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Mineral Logam; 28. Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP); 29. Izin Surat Keterangan Terdaftar (SKT); dan 30. Izin Fasilitas Teknis Penunjang Kegiatan Pertambangan. i. Sektor Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, terdiri atas : 1. Izin Pengusahaan Sumber Daya Air; dan 2. Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Ruang Milik Jalan. j. Sektor Pertanian, Perkebunan dan Peternakan, terdiri atas : 1. Izin Usaha Perkebunan lintas Kabupaten/Kota; 2. Izin Usaha Produksi Benih Tanaman Perkebunan; dan 3. Rekomendasi Kesesuaian dengan Perencanaan Pembangunan Perkebunan Provinsi dari Gubernur. k. Sektor Lingkungan Hidup, terdiri atas : 1. Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Keputusan Ketidaklayakan Lingkungan Hidup; 2. Izin Lingkungan; 3. Rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL); 4. Izin Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Skala Provinsi; dan 5. Rekomendasi untuk mendapatkan Izin Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Skala Nasional. 1. Sektor Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah, terdiri atas : i: Izin Koperasi Simpan Pinjam; 2. Rekomendasi Pendirian Kantor Cabang Pelayanan Koperasi; dan 3. Rekomendasi Pengesahan Badan Hukum Koperasi. m. Sektor Perencanaan Pembangunan Daerah, terdiri atas : 1: Rekomendasi Kesesuaian Tata Ruang. n. Sektor Pendidikan, terdiri atas : 1. Izin Mendirikan Sekolah SMA; 2. Izin Mendirikan Sekolah SMK; 3. Izin Mendirikan Sekolah SLB; dan 4. Izin Membuka Program Keahlian untuk SMK.

12 o. Sektor Sosial, terdiri atas : 1. Pendaftaran Lembaga Kesejahteraan Sosial; 2. Rekomendasi Penyelenggaraan Undian Gratis Berhadiah (UGB); dan 3.' Rekomendasi Penyelenggaraan Pengumpulan Uang atau Barang. (4) Gubernur dapat menambah dan/atau mengurangi daftar jenis Perizinan dan Nonperizinan yang didelegasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. (5) Untuk jenis-jenis Perizinan dan Nonperizinan yang belum teridentifikasi dan belum terdaftar di dalam daftar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) setelah teridentifikasi wajib dilaporkan oleh PD Teknis kepada Gubernur, dan pelayanannya tetap dilaksanakan oleh PD Teknis, sampai dengan ditetapkannya jenis Perizinan dan Nonperizinan tersebut ke dalam daftar Peraturan Gubernur ini. (6) Kewenangan dan kewajiban dalam pembinaan, pengawasan dan pengendalian Perizinan dan Nonperizinan yang telah diterbitkan oleh DPMPTSP, secara fungsional tetap berada pada PD Teknis yang bersangkutan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. BAB VI PELAYANAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN Bagian Kesatu Mekanisme Umum Pelayanan Pasal 10 (1) Perizinan dan Nonperizinan yang diterbitkan oleh Kepala DPMPTSP wajib dilaksanakan sesuai SP dan SOP mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) SP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur. Bagian Kedua Prosedur Pelayanan Pasal 11 (1) Untuk memperoleh Perizinan dan Nonperizinan dari Pemerintah Provinsi, setiap Pemohon wajib mengajukan permohonan dilengkapi dengan persyaratan kepada Kepala DPMPTSP. (2) Permohonan Perizinan dan Nonperizinan dapat diajukan secara manual atau secara elektronik melalui SPIPISE atau sistem informasi pelayanan Perizinan secara elektronik lainnya. (3) Permohonan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan langsung oleh Pemohon atau dalam hal yang bersangkutan berhalangan atau tidak memungkinkan untuk mengurus Perizinan dan Nonperizinan dapat diwakili oleh kuasa Pemohon, yang dinyatakan dengan Surat Kuasa dan dilampirkan Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Penerima Kuasa. (4) Persyaratan yang diperlukan untuk proses Perizinan dan Nonperizinan mengacu pada SP yang berlaku.

13 (5) Pendaftaran permohonan Perizinan dan Nonperizinan dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut: a. Pemohon mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penjelasan persyaratan, formulir Perizinan dan Nonperizinan, biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk pelayanan Perizinan dan Nonperizinan melalui loket informasi atau diunduh pada website DPMPTSP; b. Pemohon mengisi formulir dan melengkapi persyaratan; c. formulir dan kelengkapan persyaratan dapat disampaikan melalui: 1. loket pendaftaran; atau 2. Koordinator Perizinan. d. petugas pendaftaran memeriksa kelengkapan persyaratan sesuai dengan daftar persyaratan; e. apabila berkas tidak lengkap dan/atau tidak sesuai dengan daftar persyaratan, petugas pendaftaran mengembalikan berkas permohonan dan persyaratan, untuk diperbaiki/dilengkapi kembali oleh Pemohon; dan f. apabila berkas telah memenuhi persyaratan dan lengkap, petugas pendaftaran meregistrasi dan meng-input data awal/ header untuk diteruskan kepada petugas verifikasi dan validasi, dan selanjutnya petugas pendaftaran memberikan resi/tanda terima penerimaan berkas kepada Pemohon, dengan ketentuan apabila nantinya menurut hasil verifikasi dan validasi petugas pemrosesan menyatakan bahwa berkas tidak memenuhi persyaratan, maka berkas akan dikembalikan kepada Pemohon. (6) Hasil verifikasi dan validasi berkas permohonan dilanjutkan kepada petugas pemrosesan untuk edit status pada data base secara elektronik kemudian dilakukan proses Perizinan dan Nonperizinan dengan ketentuan: a. dalam hal hasil verifikasi dan validasi menyatakan bahwa berkas memenuhi persyaratan tanpa pemeriksaan lapangan dan/atau tanpa pengkajian oleh Tim Teknis PTSP, naskah Izin dan/atau Nonizin dapat diproses untuk ditandatangani Kepala DPMPTSP; dan b. dalam hal hasil verifikasi dan validasi menyatakan bahwa berkas memenuhi persyaratan administrasi tetapi memerlukan pemeriksaan lapangan dan/atau pengkajian, Tim Teknis PTSP melakukan pemeriksaan lapangan dan/atau pengkajian didampingi oleh unsur petugas DPMPTSP, yang dikoordinasikan oleh Bidang Pelayanan Perizinan Terpadu. (7) Dalam hal berkas permohonan Perizinan dan Nonperizinan memerlukan kajian dari Tim Teknis PTSP, ditempuh langkah operasional sebagai berikut: a. petugas pemrosesan pada Bidang Pelayanan Perizinan Terpadu DPMPTSP menyampaikan permintaan tertulis melalui surat Kepala DPMPTSP atau Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Terpadu DPMPTSP selaku Koordinator Tim Teknis PTSP kepada Tim Teknis PTSP untuk melakukan pemeriksaan teknis; b. Tim Teknis PTSP menyusun penjadwalan dan perencanaan untuk melakukan pemeriksaan lapangan; c. Tim Teknis PTSP didampingi oleh unsur petugas DPMPTSP melakukan pemeriksaan lapangan dan/atau pembahasan,

14 - 14- yang dilanjutkan dengan pembuatan Berita Acara Pemeriksaan Lapangan oleh Tim Teknis PTSP; d. hasil pemeriksaan teknis yang dilakukan oleh Tim Teknis PTSP dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan dan saran pertimbangan atau kajian teknis atau dokumen lain yang dipersamakan, yang disampaikan kepada Kepala DPMPTSP dengan tembusan kepada Kepala PD Teknis yang bersangkutan; e. hasil saran pertimbangan atau kajian teknis dari Tim Teknis PTSP menjadi dasar bagi DPMPTSP untuk menerbitkan atau menolak penerbitan izin; f. petugas pemrosesan pada Bidang Pelayanan Perizinan Terpadu DPMPTSP melaksanakan pengolahan dan penerbitan dokumen Perizinan dan Nonperizinan atau dokumen penolakan/penangguhan, untuk ditandatangani Kepala DPMPTSP; g. selanjutnya Petugas pemrosesan pada Bidang Pelayanan Perizinan Terpadu DPMPTSP melakukan tindakan administrasi atas surat Perizinan dan Nonperizinan atau penolakan/penangguhan yang telah ditandatangani Kepala DPMPTSP berupa penomoran dan pengarsipan; dan h. petugas pemrosesan meneruskan surat Perizinan dan Nonperizinan atau penolakan/penangguhan kepada Petugas loket pengambilan, untuk disampaikan kepada Pemohon melalui telepon dan/atau Short Message Service (SMS). (8) Perizinan dan Nonperizinan yang tidak dibebani kewajiban membayar Retribusi dan sudah ditandatangani oleh Kepala DPMPTSP disampaikan kepada petugas loket pengambilan dokumen, selanjutnya diinformasikan melalui telepon dan/atau Short Message Service (SMS) kepada Pemohon bahwa proses Perizinan dan Nonperizinan telah selesai dan dokumen sudah dapat diberikan/disampaikan kepada Pemohon. (9) Khusus Perizinan dan Nonperizinan yang dikenakan kewajiban membayar Retribusi, pengambilan dokumen Perizinan harus disertakan tanda bukti pembayaran atau Surat Setoran Retribusi Daerah (SSRD) atau Surat Tanda Setoran (STS) sesuai dengan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) yang telah ditetapkan Petugas/Pejabat yang ditunjuk. (10) Pembayaran Retribusi dilakukan melalui loket pembayaran PTSP yang telah disediakan atau melalui bank yang ditunjuk. (11) Berdasarkan bukti pembayaran dan/atau resi penerimaan berkas yang telah diregistrasi, Pemohon mengambil Perizinan dan Nonperizinan ke loket pengambilan dokumen. (12) Bagan alur prosedur pelayanan Perizinan dan Nonperizinan, sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Gubernur ini. Bagian Ketiga Penandatanganan Perizinan Pasal 12 (1) Setiap Perizinan dan Nonperizinan yang telah didelegasikan oleh Gubernur kepada Kepala DPMPTSP, ditandatangani oleh Kepala DPMPTSP atas nama Gubernur.

15 - 15- (2) Dalam hal Kepala DPMPTSP berhalangan sementara atau berhalangan hadir lebih dari 2 (dua) hari kerja sampai dengan maksimal 14 (empat belas) hari kerja karena penugasan dan/atau kepentingan lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan, maka penandatanganan naskah dokumen Perizinan dan Nonperizinan dilakukan secara elektronik berupa tanda tangan scan komputer. (3) Setiap penandatanganan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diregistrasi atau dilakukan pencatatan oleh Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Terpadu pada DPMPTSP atau pejabat lain yang ditunjuk pada buku register tanda tangan elektronik. (4) Dalam hal Kepala DPMPTSP berhalangan tetap lebih dari 14 (empat belas) hari kerja karena penugasan dan/atau kepentingan lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan, maka penandatanganan naskah dokumen Perizinan dan Nonperizinan dilakukan oleh Kepala Bidang Pelayanan Perizinan Terpadu DPMPTSP atau pejabat lain yang ditunjuk. Bagian Keempat Penolakan dan Pencabutan Perizinan Pasal 13 (1) Kepala DPMPTSP dapat melakukan penolakan terhadap permohonan Perizinan dan Nonperizinan dari pihak pemohon. (2) Penolakan permohonan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disertai dengan alasan yang bersifat faktual dan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan, diantaranya: a. hasil verifikasi dan validasi menyatakan bahwa berkas tidak memenuhi persyaratan administrasi; dan b. hasil saran pertimbangan atau kajian teknis oleh Tim Teknis PTSP tidak memenuhi persyaratan untuk diterbitkan perizinannya. (3) Pihak Pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan upaya hukum berkaitan dengan penolakan permohonan Perizinan dan Nonperizinan. (4) Pemohon dapat mengajukan keberatan atas penolakan akibat adanya keberatan dari pihak lain. Pasal 14 (1) Kepala DPMPTSP dapat melakukan pencabutan Perizinan dan Nonperizinan yang telah diterbitkannya. (2) Pencabutan Perizinan dan Nonperizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas permintaan Pemohon sendiri dan/atau terdapat pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal terjadi pelanggaran ketentuan dan kewajiban sesuai dengan ketentuan penerbitan izin, maka Kepala PD Teknis mengusulkan pencabutan Perizinan dan Nonperizinan kepada Kepala DPMPTSP.

16 - 16- Bagian Kelima Penyelesaian Permasalahan Perizinan dan Nonperizinan Pasal 15 Permasalahan yang timbul sebagai akibat izin yang diterbitkan, maka penyelesaian permasalahan tersebut diselesaikan oleh PD Teknis terkait, dengan difasilitasi oleh DPMPTSP. Bagian Keenam Waktu Pelayanan dan Jam Pelayanan Harian Pasal 16 (1) Waktu Pelayanan PTSP ditetapkan selama 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. (2) Ketentuan mengenai waktu pelayanan dan jam pelayanan harian PTSP, ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Kepala DPMPTSP. BAB VII DOKUMEN PERIZINAN Bagian Kesatu Legalisasi dan Duplikat/Salinan Naskah Dokumen Pasal 17 (1) Dalam hal pemegang Perizinan dan Nonperizinan membutuhkan legalisasi atas dokumen Perizinan dan Nonperizinan yang telah diterbitkan, yang bersangkutan berhak mengajukan permohonan legalisasi. (2) Permohonan legalisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada petugas pendaftaran dengan melampirkan/menunjukkan dokumen yang asli untuk dilegalisasi, kemudian diteruskan kepada petugas verifikasi/validasi. (3) Petugas verifikasi/validasi selanjutnya meneruskan kepada Kepaia Badan/Kepala Bidang/Kepala Seksi/Petugas yang ditunjuk untuk dimintakan tanda tangan dan stempel DPMPTSP. Pasal 18 (1) Dalam hal naskah dokumen Perizinan dan Nonperizinan hilang atau rusak, pemegang Perizinan dan Nonperizinan berhak mengajukan permohonan untuk mendapatkan duplikat/salinan naskah dokumen kepada Kepala DPMPTSP. (2) Permohonan untuk mendapatkan duplikat/salinan naskah dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui petugas pendaftaran dengan melampirkan surat keterangan kehilangan dari kepolisian. (3) Petugas pendaftaran meneruskan permohonan kepada petugas verifikasi/validasi untuk dilakukan pemeriksaan, dengan ketentuan: a. dalam hal berkas permohonan tidak memenuhi persyaratan dan/atau diragukan kebenarannya, Kepala DPMPTSP dapat

17 melakukan penolakan terhadap permohonan yang bersangkutan; dan dalam hal berkas permohonan memenuhi persyaratan, Kepala DPMPTSP menerbitkan duplikat/salinan naskah dokumen Perizinan dan Nonperizinan. Bagian Kedua Perpanjangan atau Daftar Ulang Pasal 19 (1) Perpanjangan atau daftar ulang naskah dokumen Perizinan dan Nonperizinan, dilaksanakan melalui prinsip penyederhanaan prosedur dan kemudahan bagi proses pelayanan perpanjangan dan daftar ulang, sepanjang tidak mengalami perubahan spesifikasi. (2) Sepanjang tidak ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, pengajuan permohonan perpanjangan atau daftar ulang naskah dokumen Perizinan dan Nonperizinan dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum habis masa berlakunya. (3) Dalam hal pengajuan permohonan perpanjangan atau daftar ulang naskah dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah habis masa berlakunya, maka permohonan yang bersangkutan diperlakukan sebagai permohonan baru. Pasal 20 (1) Dalam hal tanggal perpanjangan atau daftar ulang yang tertera di dalam naskah dokumen Perizinan dan Nonperizinan bertepatan dengan hari libur nasional, perpanjangan atau daftar ulang dilakukan pada hari kerja berikutnya, sehari setelah hari libur nasional berakhir. (2) Perpanjangan atau daftar ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diperhitungkan sebagai alasan untuk mengenakan denda Retribusi, atau telah terjadinya pelanggaran. Bagian Ketiga Bentuk, Jenis Format dan Tata Naskah Dokumen Pasal 21 (1) Bentuk dan jenis format Perizinan dan Nonperizinan ditetapkan oleh Kepala DPMPTSP dengan mengacu kepada ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) DPMPTSP dapat melakukan standarisasi tata naskah Perizinan dan Nonperizinan atas pertimbangan efisiensi dan efektifitas pelayanan, yang ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.

18 BAB VIII LAYANAN INFORMASI DAN LAYANAN PENGADUAN Bagian Kesatu Layanan Informasi Pasal 22 (1) Dalam rangka memberikan dukungan informasi terhadap penyelenggaraan PTSP, diselenggarakan layanan informasi yang dapat diakses oleh masyarakat secara cepat, mudah dan sederhana. (2) Layanan informasi yang disediakan oleh PTSP DPMPTSP, diantaranya meliputi profil DPMPTSP, SP, Maklumat Pelayanan, pengelolaan layanan pengaduan masyarakat, dan lain sebagainya yang diperlukan. (3) Informasi layanan PTSP dapat diperoleh masyarakat secara langsung di loket informasi front office PTSP, dan secara tidak langsung melalui media penyampaian informasi, maupun melalui sistem informasi secara elektronik. Bagian Kedua Layanan Pengaduan Pasal 23 (1) Pemohon pengguna jasa dapat menyampaikan pengaduan atas layanan PTSP melalui layanan pengaduan PTSP, dalam hal penyelenggaraan PTSP oleh DPMPTSP tidak dilaksanakan sesuai SP dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Layanan Pengaduan PTSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara lisan dan/atau tulisan melalui media yang disediakan, paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender sejak pemohon pengguna jasa menerima pelayanan Perizinan dan Nonperizinan. (3) DPMPTSP wajib menanggapi dan menindaklanjuti pengaduan atas layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), secara cepat dan tepat paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya pengaduan atas layanan. (4) Prosedur layanan pengaduan PTSP dilaksanakan sebagai berikut: a. Pemohon pengguna jasa menyampaikan pengaduan atas layanan yang diterimanya secara langsung lisan dan/atau tulisan ke loket layanan pengaduan PTSP, maupun secara tidak langsung melalui media telepon, , faximile, SMS, kotak saran/pengaduan, sistem informasi secara elektronik, dan Iain-lain; b. petugas layanan pengaduan PTSP menerima pengaduan, kemudian meregistrasi dan melakukan entry data atas pengaduan, selanjutnya membuat dan memberikan resi tanda terima nomor pengaduan kepada Pemohon pengguna jasa; c. tim penanganan pengaduan yang terdiri dari petugas layanan pengaduan PTSP, unsur petugas DPMPTSP yang terkait, Tim Teknis PTSP, dan dapat mengikutsertakan unsur PD Teknis, melakukan analisa penyebab selanjutnya menetapkan tindakan penyelesaian dan menginformasikannya kepada Pemohon pengguna jasa;

19 d. tim penanganan pengaduan melakukan tindakan penyelesaian yang diperlukan, selanjutnya melaksanakan verifikasi hasil akhirnya dan menyampaikannya kepada Pemohon pengguna jasa; e. jika Pemohon pengguna jasa puas dengan hasil akhir penyelesaiannya, maka proses penanganan pengaduan dinyatakan selesai; f. jika Pemohon pengguna jasa belum puas maka proses siklus penanganan pengaduan diulang kembali sebagaimana dari huruf c hingga huruf e hingga selesai. (5) Bagan alur prosedur layanan pengaduan PTSP, tercantum dalam Lampiran II Peraturan Gubernur ini. BAB IX INDEKS KEPUASAN MASYARAKAT Pasal 24 (1) PTSP melaksanakan survei kepuasan masyarakat melalui penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) guna mengukur perubahan tingkat kepuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan. (2) Pelaksanaan survei kepuasan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sendiri oleh DPMPTSP maupun bekerjasama dengan pihak lain, dengan mekanisme sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Survei kepuasaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (4) Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan indikator yang terdiri dari: a. prosedur, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan; b. persyaratan, yaitu kesesuaian persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya; c. kejelasan petugas, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan, meliputi nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya; d. kedisiplinan petugas, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku; e. tanggung jawab petugas, yaitu kejelasan wewenang dan tanggungjawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan kepada masyarakat; f. kemampuan petugas, yaitu tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan dan menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat; g. kecepatan, yaitu target waktu pelayanan yang dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh penyelenggara pelayanan; h. keadilan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani; i. kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat

20 secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati; j. kewajaran biaya, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya oleh penyelenggara pelayanan; k. kepastian biaya, yaitu kesesuaian diantara dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan; biaya yang 1. kepastian jadwal, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; m. kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan; dan n. keamanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap risiko yang diakibatkan dari penyelenggaraan pelayanan. BABX RETRIBUSI Pasal 25 (1) Untuk melakukan pemungutan Retribusi kepada Pemohon Perizinan dan Nonperizinan yang jenis perizinannya dikenakan Retribusi, maka petugas/pejabat yang ditunjuk wajib membuatkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Petugas/pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari Tim Teknis PTSP atau dari PD Teknis maupun dari DPMPTSP selaku PD penyelenggara PTSP. (3) Pemungutan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mekanisme sesuai ketentuan Peraturan Daerah dan/atau Peraturan Gubernur yang berlaku secara khusus mengatur mengenai Retribusi. BAB XI HAK, KEWAJIBAN DAN LARANGAN Bagian Kesatu Hak Penyelenggara atau Pelaksana PTSP Pasal 26 Penyelenggara atau Pelaksana PTSP memiliki hak: a. memberikan pelayanan tanpa dihambat pihak lain yang bukan tugasnya; b. melakukan pembelaan terhadap pengaduan dan tuntutan yang tidak' sesuai dengan kenyataan dalam penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan; c. menolak permintaan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; dan d. mendapatkan insentif/tunjangan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah.

21 -21 - Bagian Kedua Kewajiban dan Larangan Bagi Aparatur Terkait Penyelenggaraan PTSP Pasal 27 (1) Setiap Pegawai Negeri Sipil dan Honorer di lingkungan Pemerintah Provinsi, wajib mendukung terselenggaranya PTSP. (2) Setiap petugas penyelenggara atau pelaksana PTSP termasuk anggota Tim Teknis PTSP dan pegawai PD Teknis, dalam melaksanakan tugasnya wajib berpedoman kepada SP dan SOP yang berlaku. (3) Setiap petugas penyelenggara atau pelaksana PTSP termasuk anggota Tim Teknis PTSP dan pegawai PD Teknis, dilarang melakukan tindakan Mai Administrasi. (4) Setiap petugas penyelenggara atau pelaksana PTSP termasuk anggota Tim Teknis PTSP dan pegawai PD Teknis, dilarang: a. melakukan pungutan liar; dan b. menerima imbalan dalam bentuk apapun dari Pemohon Perizinan dan Nonperizinan yang patut diduga terkait langsung atau tidak langsung dengan penyelenggaraan Perizinan dan Nonperizinan. (5) Setiap Pegawai Negeri Sipil dan Honorer di lingkungan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di lingkungan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dilarang menjadi Calo atau perantara maupun menjadi Penerima Kuasa dalam pengurusan Perizinan dan Nonperizinan pada penyelenggaraan PTSP. (6) Tidak dikategorikan sebagai larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), yaitu bagi Pegawai Negeri Sipil yang mengurus Perizinan dan Nonperizinan yang terkait langsung dengan usaha pribadinya sendiri yang dimilikinya secara sah, dan/atau dalam rangka melaksanakan kewajibannya sebagai Warga Negara Indonesia. (7) Kepala PD Teknis, dilarang menerbitkan Perizinan dan Nonperizinan yang telah didelegasikan Gubernur kepada Kepala DPMPTSP. Bagian Ketiga Hak dan Kewajiban Masyarakat Pemohon Perizinan Pasal 28 Masyarakat Pemohon Perizinan dan Nonperizinan berhak: a. mengetahui informasi mengenai SP; b. mengawasi pelaksanaan SP; c. mendapatkan tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan; d. memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara PTSP untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan Perizinan dan Nonperizinan yang diberikan tidak sesuai dengan SP; e. memberitahukan kepada petugas pelaksana PTSP untuk memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak sesuai dengan SP; f. mengadukan petugas pelaksana PTSP yang melakukan penyimpangan SP dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada pimpinan penyelenggara PTSP dan Ombudsman; dan g. mendapatkan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan pelayanan.

22 -22 - Pasal 29 Masyarakat Pemohon Perizinan dan Nonperizinan berkewajiban: a. mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan dalam SP; b. ikut menjaga terpeliharanya sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan; dan c. berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan Perizinan dan Nonperizinan. BAB XII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 30 (1) Pegawai Negeri Sipil maupun Honorer, dan petugas penyelenggara atau pelaksana PTSP yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (7), dikenakan sanksi berdasarkan tingkat pelanggaran yang dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang kepegawaian. (2) Dalam hal pegawai yang melanggar merupakan pegawai dari DPMPTSP, maka Pejabat yang memberikan/menjatuhkan sanksi adalah Gubernur atau Sekretaris Daerah atau Kepala DPMPTSP atau pejabat lainnya yang berwenang, disesuaikan dengan pangkat, golongan dan jabatan pegawai yang melanggar, untuk selanjutnya dilakukan pembinaan oleh atasan langsung yang bersangkutan. (3) Dalam hal pegawai yang melanggar merupakan pegawai dari PD Teknis atau Instansi lainnya, maka Kepala DPMPTSP menyampaikan secara tertulis perihal pelanggaran dimaksud kepada pimpinan atau kepala instansi yang bersangkutan, untuk selanjutnya diproses guna diberikan/dijatuhkan sanksi oleh pejabat yang berwenang. BAB XIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 31 Pembinaan atas penyelenggaraan PTSP dilakukan oleh Gubernur. Pasal 32 (1) Pengawasan umum terhadap proses penyelenggaraan PTSP dilakukan oleh atasan langsung secara berjenjang. (2) Pengawasan fungsional terhadap terhadap proses penyelenggaraan PTSP dilakukan oleh Inspektorat Daerah Provinsi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Untuk mengoptimalkan pengawasan terhadap penyelenggaraan PTSP, Gubernur dapat membentuk Tim Pengawas PTSP yang diketuai oleh Sekretaris Daerah dengan anggota yang terdiri dari unsur-unsur Inspektorat Daerah, Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah, Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah, Biro Hukum Sekretariat Daerah, dan Biro Organisasi Sekretariat Daerah. (4) Tim pengawas PTSP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur.

23 (5) Tim Pengawas PTSP mempunyai tugas sebagai berikut: a. melakukan supervisi dan dukungan atas penyelenggaraan PTSP, melalui tindakan pencegahan mal administrasi oleh petugas penyelenggara PTSP; b. mendorong upaya peningkatan kualitas layanan PTSP melalui pemantauan berkala maupun insidentil atas penyelenggaraan PTSP; c. mendorong pengintegrasian layanan berbagai jenis Perizinan dan Nonperizinan terutama yang berkaitan dengan kemudahan berusaha dari PD Teknis ke PTSP DPMPTSP; dan d. menginventarisasi hasil supervisi yang telah dilakukan oleh Tim beserta dengan data-data mengenai berbagai permasalahan yang dihadapi dalam penyelenggaraan PTSP dan selanjutnya menyampaikannya disertai dengan usulan alternatif pemecahan permasalahan tersebut kepada Gubernur. BAB XIV PELAPORAN Pasal 33 (1) Kepala DPMPTSP membuat laporan berkala mengenai penyelenggaraan PTSP setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. Jenis-jenis Perizinan dan Nonperizinan yang diterbitkan; dan b. Rekapitulasi jumlah Perizinan dan Nonperizinan per sektor. BAB XV PEMBIAYAAN Pasal 34 Pembiayaan penyelenggaraan PTSP bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 35 (1) Perizinan dan Nonperizinan yang telah diterbitkan dan ditandatangani sebelum Peraturan Gubernur ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku. (2) Pencabutan Perizinan dan Nonperizinan yang telah diterbitkan oleh Kepala PD Teknis sebelum Peraturan Gubernur ini berlaku, dilaksanakan oleh Kepala PD Teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

24 -24- BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku: 1. Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 44 Tahun 2014.tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Berita Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2014 Nomor 23 Seri E); 2. Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 44 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Berita Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2015 Nomor 3 Seri E); dan 3. Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Peraturan Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 44 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Berita Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2016 Nomor 5 Seri E). dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 37 Peraturan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Ditetapkan di Pangkalpinang pada tanggal 3j Maret2017 GUBERNUR KEPULAJJAN^BMTQvKA-BELITUNG, RUSTAM EFFENDI Diundangkan di Pangkalpinang pada tanggal 3' Maret2017 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG, AWANDI BERITA DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2017 NOMOR )^ SERI E

25 BAGAN ALUR PROSEDUR PELAYANAN PERIZINAN LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR TAHUN 2017 TANGGAL FEBRUARI 2017 USTAM EFFENDI TUNG, BAGIAN PELAYANAN (FRONT OFFICE) PEMOHON LOKET INFORMASI LOKET PENDAFTARAN LOKET PEMBAYARAN LOKET PENGAMBILAN Mencari Informasi Memberikan Informasi Pemeriksaan Berkas Permohonan : Berkas Permohonan Tidak Pengembalian Berkas Registrasi / Input Data Berkas Tidak Lulus Informasi Perizinan selesai Informasi Perizinan Selesai Biaya Perizinan Pembayaran Perizinan Penyerahan Perizinan / Bukti Pembayaran Penolakan PERIZINAN/ PENOLAKAN

26 LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR BAGAN ALUR PROSEDUR LAYANAN PENGADUAN PTSP TANGGAL TAHUN 2017 Analisa penyebab FEBRUARI 2017 Melakukan tindakan Verifikasi SELESAI JUSTAM EFFENDI PENGGUNA JASA LOKET PENGADUAN TIM PENANGANAN PENGADUAN Menyampaikan pengaduan : melalui telephone, , faximile, sms, kotak pengaduan, website, langsung, dll Menerima Pengaduan Analisa penyebab Menetapkan tindakan Entry Data I Menerima Resi / Nomor Pengaduan Menerima Informasi Tidak

DAFTAR INFORMASI PUBLIK DINAS PENANAMAN MODAL DAN PTSP PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

DAFTAR INFORMASI PUBLIK DINAS PENANAMAN MODAL DAN PTSP PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DAFTAR INFORMASI PUBLIK DINAS PENANAMAN MODAL DAN PTSP PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BIDANG PELAYANAN PERIZIANAN TERPADU NO 1 DIUMUMKAN SECARA BERKALA DIUMUMKAN SECARA SERTA MERTA DOKUMENTASI DAN

Lebih terperinci

: a. bahwa salah satu tujuan penyelenggaraan otonomi daerah

: a. bahwa salah satu tujuan penyelenggaraan otonomi daerah GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR ^ TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2014

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2014 TENTANG KEWENANGAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN PADA KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 39 Tahun 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 39 Tahun 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU GUBERNUR JAWA BARAT, PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 39 Tahun 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik di

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU Salinan NO : 22/LD/2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 22 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU SALINAN GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu;

15. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu; PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, 1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 92 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN, PEMBINAAN, DAN PELAPORAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL, DAN PENDELEGASIAN KEWENANGAN PERIZINAN DAN

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA UTARA

GUBERNUR SUMATERA UTARA GUBERNUR SUMATERA UTARA PERATURAN GUBERNUR SUMATERA UTARA NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PELAYANAN PERIJINAN KEPADA BADAN PELAYANAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN

Lebih terperinci

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA`ALA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 09 TAHUN 2017 TENTANG

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 09 TAHUN 2017 TENTANG GUBERNUR GORONTALO PERATURAN GUBERNUR GORONTALO NOMOR 09 TAHUN 2017 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PEMBERIAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN DI PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBENUR NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2015 SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 1 TAHUN : 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT KEPUTUSAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 570-8 - 2013 TENTANG PENDELEGASIAN WEWENANG PENANDATANGANAN PERIZINAN DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 25 TAHUN 2012

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 25 TAHUN 2012 PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU BIDANG PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut

2017, No kawasan pariwisata sudah dapat dilaksanakan dalam bentuk pemenuhan persyaratan (checklist); e. bahwa untuk penyederhanaan lebih lanjut No.210, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Berusaha. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG. Nomor 17 Tahun 2011 TENTANG

BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG. Nomor 17 Tahun 2011 TENTANG BUPATI SERANG PERATURAN BUPATI SERANG Nomor 17 Tahun 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN PERIZINAN BIDANG PERHUBUNGAN DARAT PADA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN SERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2017 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN BERUSAHA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan jumlah,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59,2012 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU SALINAN WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 35 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG, SALINAN NOMOR 37/2016 PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN YANG TERKAIT DENGAN PROSES PENYAMPAIAN PELAYANAN (SERVICE DELIVERY)

STANDAR PELAYANAN YANG TERKAIT DENGAN PROSES PENYAMPAIAN PELAYANAN (SERVICE DELIVERY) 1 STANDAR PELAYANAN YANG TERKAIT DENGAN PROSES PENYAMPAIAN PELAYANAN (SERVICE DELIVERY) A. Persyaratan Persyaratan perizinan baik administrasi maupun teknis mengacu kepada peraturan perundangan yang dikeluarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU SALINAN PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI SELATAN

GUBERNUR SULAWESI SELATAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN KEPUTUSAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN NOMOR 2076/X/TAHUN 2016 TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PENANDATANGANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN KEPADA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN

Lebih terperinci

(Jalan Ahmad Marzuki Pontianak)

(Jalan Ahmad Marzuki Pontianak) LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR NO. 13 TAHUN 2017 BIDANG DAN JENIS PERIZINAN DAN NON PERIZINAN YANG DILIMPAHKAN KEWENANGAN PENANDATANGANAN PENERBITAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN KEPADA DINAS PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KEMENTERIAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 23 TAHUN : 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERIZINAN TERPADU Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

- 1 - BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH - 1 - BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG TAHUN PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 67 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PROVINSI JAWA

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN DARI BUPATI KEPADA KEPALA DINAS PENANAMAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN BUPATI KUNINGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS POKOK, FUNGSI DAN URAIAN TUGAS, SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH JAYA PERATURAN BUPATI ACEH JAYA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI ACEH JAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemenuhan

Lebih terperinci

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2017 KEMEN-LHK. Pengelolaan Pengaduan Dugaan Pencemaran. Perusakan Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan Hutan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU BIDANG PENANAMAN MODAL

BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU BIDANG PENANAMAN MODAL BUPATI TANAH BUMBU PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Re

4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Re BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH 1 SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 34 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN SERTIFIKAT LAIK OPERASI BIDANG KETENAGALISTRIKAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 56 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 56 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN BUPATI DEMAK PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI DEMAK NOMOR 56 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN PADA BADAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DAN PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KEMENTERIAN

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa pelayanan publik merupakan

Lebih terperinci

NO. BIDANG JENIS IZIN / NON IZIN

NO. BIDANG JENIS IZIN / NON IZIN LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 67 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PROVINSI

Lebih terperinci

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO

PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR : 01 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PROBOLINGGO, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG TIMUR

BUPATI BELITUNG TIMUR SALINAN BUPATI BELITUNG TIMUR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 49 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 32 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 78 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 32 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 78 TAHUN 2012 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 32 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 78 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa untuk menciptakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL PERATURAN PRESIDEN NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 64 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PADA BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 64 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PADA BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 64 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU PADA BADAN PENANAMAN MODAL KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BATU, Menimbang

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG

- 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG - 1 - BUPATI KEPULAUAN SANGIHE PROVINSI SULAWESI UTARA PERATURAN BUPATI KEPULAUAN SANGIHE NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 17 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 77 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU KABUPATEN WONOSOBO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 50 TAHUN 2018 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 50 TAHUN 2018 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 50 TAHUN 2018 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SUMENEP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat : : BUPATI SUMENEP

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa air permukaan mempunyai peran

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI BIDANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 92 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 92 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 92 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN GANGGUAN DI KABUPATEN PIDIE BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH

Lebih terperinci

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH SALINAN BUPATI TOLITOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN BUPATI TOLITOLI NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN TOLITOLI

Lebih terperinci

REKAPITULASI PERIZINAN & NON PERIZINAN (Bulan Januari s/d Desember 2016)

REKAPITULASI PERIZINAN & NON PERIZINAN (Bulan Januari s/d Desember 2016) REKAPITULASI PERIZINAN & NON PERIZINAN (Bulan Januari s/d Desember 2016) Sesuai Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun 2013 NO SEKTOR JENIS PERIZINAN / NON PERIZINAN RENCANA 1 Penanaman Modal 1. Izin Prinsip

Lebih terperinci

TAR BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG

TAR BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG NOMOR 7 TAR BERITA DAERAH KABUPATEN TANAH DATAR TAHUN 2013 PERATURAN BUPATI TANAH DATAR NOMOR 12 TAHUN 2013 SERI E TENTANG MEKANISME PENANGANAN PENGADUAN LAYANAN PADA KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR TAHUN TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PERIZINAN DAN NON PERIZINAN DI BIDANG PENANAMAN MODAL KEPADA KEPALA KANTOR PENANAMAN

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA BADAN PENGELOLAAN PAJAK DAN

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PADA BADAN KERJASAMA DAN PENANAMAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 97 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 97 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 97 TAHUN : 2009 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 2 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN

BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN BUPATI MUARA ENIM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM, Menimbang : a.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 30 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KARAWANG DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa penanaman modal merupakan

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 95 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERHUBUNGAN KOTA

Lebih terperinci

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI ACEH TIMUR PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PELIMPAHAN KEWENANGAN PELAYANAN PERIZINAN DAN NONPERIZINAN KEPADA KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU KABUPATEN ACEH TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi - 2-3. 4. 5. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN KETENAGALISTRIKAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa tenaga listrik memiliki

Lebih terperinci

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PENANAMAN MODAL DAN PELAYANAN TERPADU

Lebih terperinci

BUPATI KOLAKA TIMUR PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KOLAKA TIMUR PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KOLAKA TIMUR PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DAERAH DI KABUPATEN KOLAKA TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 13 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 13 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 13 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa dalam rangka mengendalikan

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Lebih terperinci