Analisis Zona Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Watu Ulo Di Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember
|
|
- Indra Tedja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1 Analisis Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Watu Ulo Di Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember Angsar Nur Himawan dan Dian Rahmawati Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya Indonesia d_rahmawati@urplan.its.ac.id Abstrak Kabupaten Jember memiliki potensi yang sangat besar di dalam sektor pariwisata. Sektor pariwisata yang terdapat di Kabupaten Jember dan memiliki potensi yang sangat besar adalah wisata budaya dan wisata alam. Wisata alam yang terdapat di Kabupaten Jember salah satunya adalah Wisata Pantai Watu Ulo. Tetapi setiap tahunnya kontribusi PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Jember selalu mengalami penurunan, sehingga dibutuhkan penentuan zonasi dalam pengembangannya. Sebelum menenetukan zonasi pengembangan dilakukan analisis karakteristik wisata terlebih dahulu menggunakan analisa deskriptif kualitatif. Maka tahap selanjutnya yaitu analisa zona dimana dalam menentukan zonasi ini dengan mengadopsi teori Smith dimana dalam teori ini pembagian zona dibagi menjadi tiga yaitu zona inti, zona pendukung langsung dan zona pendukung tidak langsung. Inilah yang nantinya akan menjadi basis dalam tahap selanjutnya yang menggunakan analisis Delphi. Dalam analisis Delphi ini untuk mendapatkan konsensus dari para responden yang berpengaruh terhadap zona yang terbentuk pada kawasan wisata Pantai Watu Ulo. Sehingga hasil yang didapatkan yaitu terbentuklah dua zona pada kawasan wisata Pantai Watu Ulo yaitu Inti dan. Kata Kunci Pariwisata, Wisata Alam, si I. PENDAHULUAN S EKTOR pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang terus digalakkan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan karena pariwisata mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan Indonesia khususmya sebagai penghasil devisa negara di samping sektor migas atau menjadi penyumbang terbesar dalam perdagangan insternasional dari sektor jasa. Pengembangan sektor pariwisata merupakan suatu hal yang harus dipertimbangkan secara logis dan realistis. Pada abad 21 industri pariwisata diperkirakan akan menjadi andalan perolehan devisa negara dan perkembangannya dapat memacu perekonomian suatu negara dan perkembangannya dapat memacu perekonomian suatu negara. Industri pariwisata akan tumbuh secara berlanjut rata-rata sebesar 4,6% per tahun dan pertumbuhan pasar pariwisata rata-rata 10% per tahun [1]. Kabupaten Jember memiliki 2 sektor yang dapat meningkatkan perekonomian di wilayahnya yakni sektor pertanian terutama didalam sub sektor perikanan dan sektor pariwisata selain itu merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang mendukung untuk dikembangkan potensi pariwisatanya. Wilayah Jember yang bersinggungan langsung dengan laut ternyata menyimpan banyak potensi wisata yang cukup besar. Salah satu dari keindahan alam yang ada di Kabupaten Jember yang memiliki potensi tertinggi yaitu keindahan Pantai Selatan Jember, tetapi selama ini Kabupaten Jember terkenal bukan dikarenakan wisata alamnya, tetapi wisata budaya seperti Jember Fashion Carnaval (JFC) yang mulai diadakan dari tahun 2003 dan sudah terselenggara selama 12 kali. [1] Salah satu pantai yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah Pantai Watu Ulo, dikarenakan memiliki pemandangan yang bagus dan merupakan salah satu objek wisata unggulan Kabupaten Jember yang dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten [8]. Tetapi pada faktanya jumlah wisatawan yang datang pada tahun 2011 hingga 2012 mengalami penurunan, hal ini dapat dilihat dari data Dinas Pariwisata Jember yang mencatat bahwa ada wisatawan pada tahun 2011 sebanyak , sedangkan di tahun 2012 wisatawan yang datang sebanyak jumlah wisatawan yang dating [1]. Untuk dalam segi kontribusi wisata Pantai Watu Ulo pada PAD Kabupaten Jember ini sudah cukup besar, tetapi tiap tahunnya kontribusi wisata Pantai Watu Ulo pada PAD Kabupaten Jember selalu menurun. Hal ini dapat dilihat dari data berikut. Pada tahun 2009 Wisata Pantai Watu Ulo sebesar 36%, untuk tahun 2010 menurun menjadi 30%, tahun 2011 kembali menurun tetapi tidak signifikan yaitu 29%, dan penurunan drastis terjadi pada tahun 2012 yang menjadi 16%. Dari segi kontribusi PAD ini dapat dilihat bahwa pengelolaan di kawasan wisata ini masih kurang dan butuh pengembangan. Fenomena menurunnya jumlah wisatawan dan kontribusi PAD ini berawal dari Pantai Watu Ulo yang tidak terkelola dengan baik, dilihat dari tempat parkir yang tidak ada, rumah makan yang letaknya tidak tertata, sampah yang berserakan di sekitar kawasan wisata.
2 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 2 Hal ini yang membuat wisatawan enggan untuk ke Pantai Watu Ulo [1]. Otto Soemarwoto (1993:134) menyatakan bahwa pengembangan pariwisata merupakan kegiatan yang kompleks, menyangkut wisatawan, kegiatan, sarana parasarana, objek dan daya tarik, fasilitas penunjang, sarana lingkungan, dan sebagainya. Oleh karena itu dalam pengembangan pariwisata perlu memperhatikan tata letak peruntukan dalam rangka menghindari benturan antara kepentingan pariwisata dengan kepentingan pencagaran. Hal ini dapat terwujud melalui zonasi yang baik sehingga keanekaragaman dapat terpelihara dan wisatawan dapat memilih rekreasi yang baik, Dengan pendekatan ini baik pengembangan fisik kawasan maupun sistem pengelolaan kawasan dapat diaplikasikan sesuai dengan harapan. II. METODE PENELITIAN A. Identifikasi Karakteristik Wisata Kawasan Wisata Pantai Watu Ulo Pada tahap analisis identifikasi karakteristik kawasan Wisata Pantai Watu Ulo bersifat Descriptive Kualitatif. Teknik analisis ini merupakan sebuah alat analisis yang menjelaskan atau memaparkan data hasil pengamatan tanpa melakukan pengujian statistik. Analisis ini digunakan untuk mengambarkan karakteristik dari sebuah sampel ataupun populasi yang teramati dan dapat digambarkan lewat tabel. dan gambar.analisis deskriptif merupakan prosedur prosedur mengorganisasikan dan menyajikan informasi dalam satu bentuk yang dapat digunakan dan dapat dikomunikasikan atau dapat dimengerti, karena ketika kita memiliki data kuantitatif akan ditemui kesulitan dalam mendapatkan makna dari data tersebut. Analisis deskriptif menyediakan ringakasan yang sangat mendasar bagi tiap variabel data yang kita miliki dengan menunjukkan rincian proporsional pada kategori di setiap variabel. Dalam melakukan metode analisa ini dilakukan dengan cara mengkomparasikan antara kondisi eksisting, kebijakan/peraturan dan teori. Sehingga output yang dihasilkan berupa karakteristik kawasan wisata Pantai Watu Ulo. Gambar. 1. Peta Orientasi Wilayah Penelitian Kawasan Wisata Pantai Watu Ulo II.1 Tahap Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dibagi kedalam dua metode yaitu secara primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan survey primer dimana data diperoleh dari hasil pengamatan atau observasi lapangan secara langsung, wawancara dan kuisioner. Metode pengumpulan data sekunder dilakukan untuk mendapatkan data, informasi dan peta yang sudah tersedia di sejumlah instansi dan literatur terkait seperti dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Jember, Bappekab Jember dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Jember. II.2 Metode Analisa Untuk menganalisis penentuan zona dalam pengembangan kawasan wisata Pantai Watu Ulo ini ddilakukan melalui dua tahapan analsis. Berikut tahapan analisis yang akan dilakukan: B. Analisa si Wisata Pada Kawasan Wisata Pantai Watu Ulo Dalam tahap menganalisa si wisata pada kawasan wisata Pantai Watu Ulo ini menggunakan Analisis Delphi. Analisis Delphi ini digunakan untuk menentukan zonasi dalam pengembangan kawasan wisata Pantai Watu Ulo. Hal ini didasari dengan teori yang di jelaskan oleh Branch 1998, dalam Ayu 2011 [3] bahwa penentuan pemanfaatan ruang tidak kaku dalam membagi wilayah wisata alam ke dalam - tersebut, namun ditentukan oleh karakteristik masing-masing area dan tujuan perencanaan serta kesepakatan dari pihak yang memiliki kepentingan di wilayah tersebut. Teknik analisis Delphi ini digunakan dengan melibatkan stakeholder sebagai pakar yang memiliki pengaruh, sehingga didadapatkan consensus kesepakatan terhadap tujuan dari sasaran tersebut. analisa ini juga digunakan untuk uji validasi faktor faktor yang telah ditentukan sebelumnya. Analisa Delphi adalah metode evaluasi kualitatif, maka dalam penentuan sampling lebih difokuskan pada informasi yang diperlukan dalam studi penelitian. Objek yang menjadi sampling adalah objek yang memiliki kapasitas yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan terkait arahan pengembangan kawasan wisata suatu wilayah. Dalam penentuan sampling kualitatif tidak ada aturan mengenai ukuran atau sample (Patton, 1990). Untuk tahapan Analisa Delphi dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
3 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 3 Iterasi Pertama Wawancara 1 (berdasarkan tinjauan pustaka : Variabel dalam faktor faktor pendukung) Eksplorasi faktor faktor pendukung pengembangan kawasan wisata Wawancara 2 (berdasarkan Pendapat stakeholder): Uji kesepakatan komposisi faktor faktor baru Wawancara 3 Uji kesepakatan faktor faktor pendukung kawasan wisata alam Faktor faktor pendukung dalam pengembangan kawasan wista alam Gambar.2 Tahapan Analisa Delphi Sumber : Hasil Kajian Penulis 2014 III. HASIL DAN DISKUSI Iterasi Kedua A. Identifikasi Karakteristik Wisata Kawasan Wisata Pantai Watu Ulo Yoeti (1985) berupa daya tarik alam, daya taraik budaya, daya tarik minat khusus. daya tarik pesona alam dapat berupa laut, pegunungan, air terjun, hutan, serta beberapa yang masih alami [12]. Pada kawasan wisata ini memiliki daya tarik berupa bentang pantai dan batu berbentuk ular yang membentang dari tepi pantai hingga ketengah laut dan kita juga dapat menikmati bentang pantai tersebut dengan menggunakan perahu yang telah disediakan di kawasan wisata oleh warga sekitar, kita dapat menyewa perahu tersebut dengan mengeluarkan uang sebesar Rp Selain itu bentang Pantai Watu Ulo diperindah dengan pasir yang berwarna putih kecoklat coklatan. Selain itu, wisata Pantai Watu Ulo memiliki daya tarik lainnya yaitu yang berupa kemampuan masyarakat sekitar membuat buah tangan berupa gantungan kunci hingga kerang kerangan yang dapat dijadikan hiasan rumah. Menurut Kepres No. 32 Tahun 1990 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21 Tahun 2008 bahwa kawasan jika memiliki kemiringan lebih dari atau diatas 40 % dan memiliki ketinggian ± 500 meter merupakan kawasan rawan bencana karena kawasan tersebut sangat peka erosi. Kawasan wisata Pantai Watu Ulo memiliki kontur topografi dengan ketinggian rata rata 0 40 meter dan kelerengan rata rata 0 6 %. Melihat topografi kawasan wisata Pantai Watu Ulo dapat dikatakan merupakan kawasan yang bebas dari bencana alam. Sehingga wisatawan tidak perlu merasa cemas untuk menginjungi kawasan wisata karena tidak akan terkena bencana alam dikarenakan kawasan Watu Ulo bukan merupakan kawasan rawan bencana. Sebuah pengembangan sebuah kawasan wisata tidak dapat terlepas dari jenis dan karakteristik penggunaan lahan pada kawasan tersebut. karakteristik penggunaan lahan ini menentukan arahan pengembangan pada kawasan tersebut, Kegiatan wisata alam identik dengan alam terbuka, baik berupa persawasan pegunungan, dataran tinggi, danau, hutan, dan beberapa kegitan yang dapat dilakukan pada area terbuka. Jenis penggunaan lahan di kawasan wisata Pantai Watu Ulo mayoritas berupa persawahan yang memiliki luas 39 Km2 dan hutan yang memiliki luas 30,2 Km2. Hal ini sangat cocok untuk pengembangan kawasan wisata dikarekan memiliki sedikit lahan yang terbangun. Menurut Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional tahun fasilitas pariwisata adalah semua jenis sarana yang scara khusus ditujukan untuk mendukung penciptaan kemudahan, kenyamanan, keselamatan wisatawan dalam melakukan kunjungan ke Destinasi Pariwisata. Fasilitas pelayanan ini meliputi apa saja yang tersedia di DTW tersebut, bagaimana akomodasi perhotelan yang ada, restaurant, pelayanan umum seperti Bank/money changers, kantor pos, telepon/teleks yang ada di DTW tersebut. Yoeti (1997: 2-3). Pada kawasan wisata Pantai Watu Ulo ini memiliki beberapa fasilitas pariwisata yang tersedia seperti adanya tempat peribadatan bagi wisatawan yang ingin melakukan aktivitas ibadah, adannya tempat makan yang menjual makanan, adanya WC umum yang tersedia menyebar di permukiman warga sekitar kawasan wisata, adanya loket tiket masuk. Fasilitas ini dapat dikatakan kurang dengan merujuk pada Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional dikatakan bahwa fasilitas pariwisata terdiri dari penunjuk arah/rambu lalu lintas wisata, tempat penginapan dan satuan keamanan kawasan wisata, sedangkan pada kawasan wisata tidak memiliki dari penunjuk arah/rambu lalu lintas wisata, tempat penginapan dan satuan keamanan kawasan wisata[6] [12]. Menurut Inskeep (1991:38) komponen dalam kawasan wisata dan merupakan komponen dasar dari wisata salah satunya yaitu seperti penyediaan air bersih, listrik, drainase, saluran air kotor, telekomunikasi (seperti telepon, telegram, telex, faksimili, dan radio). Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional bahwa utilitas pariwisata atau prasarana umum dalam kawasan wisata meliputi jaringan listrik dan lampu penerangan, jaringan air bersih, jaringan telekomunikasi dan sistem pengelolaan limbah. Di dalam kawasan wisata Pantai Watu Ulo ini sudah memiliki utilitas pariwisata seperti memiliki jaringan listrik yang melayani wisatawan berada di kawasan wisata, sudah memiliki jaringan air bersih dilihat dari wisatawan tidak susah mencari air bersih untuk membersihkan badan setelah bermain di pantai, sudah memiliki jaringan jalan yang menghubungkan menuju kawasan wisata dan jaringan drainase yang berupa sungai kecil untuk menampung sisa air hujan. Sedangkan untuk jaringan persampahan atau sistem pengolahan limbah tidak tersedia di kawasan wisata. Hal ini
4 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 4 tidak sesuai dengan yang di jelaskan pada Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional bahwa utilitas wisata salah satunya yaitu adanya sistem pengelolaan limbah. Sehingga utilitasnya dapat dikatakan masih kurang [2] [7]. Menurut Musenaf (1996) suatu pengembangan kawasan wisata sangat penting dalam memperhatikan suatu aksesibilitas sebagai salah satu komponen dalam pariwisata. Aksesibilitas di sini adalah kondisi atau keadaan tentang mudah tidaknya suatu lokasi dapat dicapai oleh wisatawan dari tempat asalnya [6]. Aksesibilitas pada kawasan wisata Pantai Watu Ulo ini terdiri dari kondisi jalan menuju kawasan wisata dan moda transportasi. Untuk kondisi jalan pada kawasan wisata ini memiliki dua akses, akses yang pertama dan utama yaitu melalui gerbang utama Wisata Pantai Watu Ulo. Jika melewati akses jalan ini kita perlu menempuh jarak ± 10km dari pusat kecamatan dan lebar badan jalan juga cukup lebar sebesar ±5m, akses yang kedua yaitu melalui jalan yang melalui akses menuju Pantai Papuma. Jika melewati akses jalan ini kita perlu menempuh jarak ± 12km dan memiliki lebar badan jalan sebesar ± 4m. Pada jalan ini tidak tersedia lampu penerangan jalan atau (PJU), sebaliknya pada jalan utama terdapat PJU. Untuk moda transportasi dikawasan wisata tidak memiliki angkutan umum yang melayani kawasan wisata. Hal ini bertolak belakang dengan Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya No 41/PRT/M/2007 yang menjelaskan bahwa suatu kawasan wisata itu sudah tersedia dan terlayani oleh angkutan umum. Dengan tidak adanya angkutan umum ini maka dapat dikaatakan aksesibilitasnya susah [8] Menurut Soekadidjo (2003) memberikan batasan wisatawan ialah orang yang mengadakan perjalanan dari tempat kediamannya tanpa menetap di tempat yang didatanginya atau hanya untuk sementara waktu tinggal di tempat yang didatanginya. Menurut beberapa pakar wisatawan dikategorikan menjadi beberapa jenis. Pada kawasan wisata Pantai Watu Ulo ini wisatawannya memiliki tipikal datang dengan jumlah yang banyak atau berkelompok, selain itu juga terdapat wisatawan yang datang hanya dengan satu keluarga saja, dan yang terakhir wisatawan yang datang ke Pantai Watu Ulo yaitu pasangan muda mudi yang melepas lelah berdua. Menurut Inskeep (1991:38) komponen dalam kawasan wisata dan merupakan komponen dasar dari wisata salah satunya yaitu adanya elemen kelembagaan. Kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan yang diperlukan untuk membangun dan mengelola kegiatan wisata [2]. Pada kawasan wisata Pantai Watu Ulo masih belum mempunyai penetapan yang telah dibuat oleh pemerintah sekitar. Seperti yang dikatakan oleh salah satu staff Bappekab Jember yaitu pada kawasan wisata di pantai selatan belum memiliki payung hukum berupa Perda RTRW. Sehingga pemerintah masih belum mempunyai dasar untuk mengembangan kawasan wisata di pantai selatan. Perda RTRW ini masih dalam tahap pengerjaan. Sehingga kawasan wisata Pantai Watu Ulo ini masih belun memiliki ketetapan pemerintah sekitar untuk dilakukan rencana pengembangan. Sehingga dari penjelasan diatas didapatkan karakteristik kawasan wisata Pantai Watu Ulo yang dapat di bagi menjadi dua yaitu karakteristik positif yang dimiliki kawasan wisata Pantai Watu Ulo dan karakteristik negative yang dimiliki kawasan wisata Pantai Watu Ulo. Untuk karakteristik positif kawasan wisata Pantai Watu Ulo yaitu : 1) Daya tariknya berupa bentang pantai, batu berbentuk ular, pasir yang berwarna putih kecoklat coklatan. dan SDM masyarakat sekitar untuk membuat buah tangan berupa gantungan kunci dan menyewakan perahu, 2) Memiliki daya tarik tambahan yaitu keindahan panorama sawah dan hutan jati selama perjalanan menuju kawasan wisata, 3) Bukan daerah rawan bencana dilihat dari kelerengan kawasan yang sebesar 0-6%, 4) Jenis wisatawannya ada 3 yaitu berkelompok, wisatawan yang datang hanya dengan satu keluarga saja, dan yang terakhir yaitu pasangan muda mudi yang melepas lelah berdua, 5)Jenis wisatawannya ada 3 yaitu berkelompok, wisatawan yang datang hanya dengan satu keluarga saja, dan yang terakhir yaitu pasangan muda mudi yang melepas lelah berdua. Untuk karakteristik negatif kawasan wisata Pantai Watu Ulo yaitu : 1)Memiliki aksesibilitas susah dilihat dari tidak adanya angkutan umum, 2) Utilitas pelayanannya masih kurang karena tidak tersedia jaringan persampahan, 3)Fasilitas pelayanan pariwisatanya masih kurang lengkap dilihat dari tidak adanya hotel, penunjuk arah wisata dan penjaga pantai, 4)Belum mempunyai ketetapan pemerintah dalam merencanakan kawasan wisata. B. Analisa si Wisata Pada Kawasan Wisata Pantai Watu Ulo wisata dalam kawasan wisata Pantai Watu Ulo ini didapatkan dengan Analisis Delphi untuk menentukan zonasi wisata di Pantai Watu Ulo. Dalam melakukan analisis ini input yang digunakan yaitu berupa karakteristik wisata Pantai Watu Ulo dan teori tentang pembagian zonasi, dimana teori yang akan digunakan yaitu teori Smith (1980) yang membagi teori menjadi 3 yaitu zona inti, zona pendukung langsung dan zona pendukung tidak langsung. Dalam analisis ini ketiga zona tersebut akan disesuaikan dengan karakteristik kawasan wisata Pantai Watu Ulo. Dalam melalakukan analisis Delphi ini memungkinkan peneliti untuk dapat mengeksplorasi pendapat masing masing responden terhadap setiap zona yang diajukan dalam pertanyaan [10] [11]. Tabel 1. si Hasil Eksplorasi Analisis Delpi Tahap I Responden R1 R2 R3 R4 Inti S S S S TS S S S
5 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 5 Tidak TS S S S Berdasarkan hasil eksplorasi Delphi di atas, terdapat 2 zonasi yang masih belum mencapai sebuah konsensus yaitu zona pendukung tidak langsung. Menurut hasil dari eksplorasi bahwa salah satu responden secara implisit menyebutkan bahwa perlu zona baru dalam pengembangan kawasan wisata. Tabel 2 Basis Untuk Tahap Iterasi 1 Tidak Keterangan Belum Konsensus Baru Setelah didapatkan hasil eksplorasi analisis Delphi, maka dilakukan pengembangan kuesinoer pada tahap selanjutnya. yang belum mencapai konsensus dan penambahan zona pada tahap eksplorasi sebelumnya dijadikan basis dalam penyusunan kuesioner wawancara di tahap iterasi Tabel 3 si Tidak Hasil Iterasi Analisis Delpi Tahap I Responden R1 R2 R3 R4 TS TS TS S TS TS TS S S S S TS Setelah dilakukan tahap Iterasi I maka didapatkan hasil bahwa kesemua zona masih belum mencapai konsensus. Dilihat dari tabel diatas bahwa kesemua responden masih memiliki perbedaan pendapat dari zona yang telah diajukan dalam kuisoner Delphi. Dari hasil Iterai I ada salah satu responden yang memiliki pendapat berbeda dari ketiga stakeholder lainnya yaitu karakteristik zona antara zona pendukung langsung dan zona pendukung tidak langsung yaitu masih memiliki perbedaan dimana munculnya pertokoan ini merupakan dampak dari pengembangan kawasan wisata itu sendiri. Maka dari itu perlu dilakukan tahap selanjutnya yaitu tahap Iterai II dikarenakan pada tahap sebelumnya penentuan zona masih belum mencapai konsensus. Berikut adalah basis yang akan digunakan pada tahap Iterasi II Tabel 3 Basis Untuk Tahap Iterasi II Tidak Keterangan Belum Konsensus Setelah didapatkan hasil dari tahap Iterasi I analisis Delphi, maka dilakukan pengembangan kuesinoer pada tahap selanjutnya. yang belum mencapai konsensus pada Iterasi I sebelumnya dijadikan basis dalam penyusunan kuesioner wawancara di tahap Iterasi II. Tabel 4 si Tidak Hasil Iterasi Analisis Delpi Tahap II Responden R1 R2 R3 R4 TS TS TS TS TS TS TS TS S S S S Setelah dilakukan tahap Iterasi II maka didapatkan hasil bahwa kesemua zona telah mencapai konsensus. Dilihat dari tabel diatas bahwa kesemua responden telah sepakat dalam penentuan zona di kawasan wisata Pantai Watu Ulo. Maka dari hasil dari tahap Iterasi II ini yaitu semua responden telah mencapai konsensus dalam penentuan zonasi pengembangan pada kawasan wisata Pantai Watu Ulo. Sehingga proses Analisis Delphi ini telah selesai karena semua responden telah mencapai konsensus yang dimana pada tahap sebelumnya di Iterasi I belum mencapai consensus. Berikut merupakan hasil analisis Delphi terkait zonasi dalam pengembangan kawasan wisata di Pantai Wayu Ulo. Tabel 5 Hasil Analisis Delphi si Inti Sehingga pada penelitian ini, zonasi yang akan digunkan dalam pengembangan Kawasan wisata Pantai Watu Ulo yaitu zona inti dan zona pendukung. Inti Gambar 3 Pada Kawasan Penelitian Sumber : Hasil Kajian Penulis 2014 IV. KESIMPULAN Pada hasil identifikasi sebelumnya, didapatkan karakteristik kawasan wisata Pantai Watu Ulo, dimana karakteristik di Pantai Watu Ulo ini dibagi menjadi dua yaitu karakteristik positif kawasan wisata Pantai Watu Ulo dan karakteristik negaatif kawasan wisata Pantai Watu Ulo.
6 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 6 Selain itu juga didapatkan pembagian zonasi dalam pengembangan kawasan wisata Pantai Watu Ulo. Dalam analisis Delphi didapatkan bahwa zona yang terbentuk yaitu zona inti dan zona pendukung. UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkah, karunia dan tuntunan-nya sehingga laporan Tugas Akhir dengan judul Penentuan Kriteria si Pengembangan Pada Kawasan Wisata Pantai Watu Ulo, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember ini dapat terselesaikan. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing dan dosen penguji yang telah memberikan banyak saran dan masukan dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1] Dinas Pariwisata Kabupaten Jember, Data Kontribusi PAD Pantai Watu Ulo. Dinas Pariwisata Kabupaten Jember [2] Inskeep, Edward. (1991). Tourism Planning : An Integrated Sustainable Development [3] Kiptiya Ayu Agustina (2011). Tugas Akhir: Pengembangan Kawasan Wisata Budaya di Kampung Lama Bubutan Kota Surabaya. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember. [4] Kriteria teknis pada Permen PU No. 41 Tahun 2007 [5] Mc.Intosh. (1995) Tourism Principles, Practices, Philosophies [6] Musaanef, Drs. (1995). Manajemen Usaha Pariwisata Indonesia, Jakarta : Penerbit PT. Toko Gunung Agung [7] Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional [8] Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 41/PRT/M/2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya. [9] Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jember, [10] Smith, Stephen L.J Tourism Product. Canada. [11] Smith, Stepehen L.J Tourism Analysis a HardBook [12] Yoeti, Oka A Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung : Angkasa
PENENTUAN KRITERIA ZONASI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA PANTAI WATU ULO DI KECAMATAN AMBULU, KABUPATEN JEMBER
PENENTUAN KRITERIA ZONASI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA PANTAI WATU ULO DI KECAMATAN AMBULU, KABUPATEN JEMBER Oleh : Angsar Nur Himawan 3610100020 Dosen Pembimbing : Dian Rahmawati, ST. MT Perencanaan Wilayah
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print C-45
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print C-45 Penentuan Prioritas Pengembangan Infrastruktur Kawasan Wisata Bahari di Desa Sumberejo, Desa Lojejer dan Desa Puger Kulon, Kabupaten
Lebih terperinciFAKTOR PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI DI KABUPATEN JEMBER
1 FAKTOR PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI DI KABUPATEN JEMBER Cinditya Estuning Pitrayu Nastiti 1, Ema Umilia 2 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut
Lebih terperinciKriteria Pengembangan Kawasan Wisata Alam Air Terjun Madakaripura, Kabupaten Probolinggo
Kriteria Pengembangan Kawasan Wisata Alam Air Terjun Madakaripura, Kabupaten Probolinggo JOS OKTARINA PRATIWI 3609100037 Dosen Pembimbing Dr. Ir. RIMADEWI SUPRIHARJO MIP. PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH
Lebih terperinciArahan Pengembangan Pariwisata di Kawasan Tanjung Lesung Berdasarkan Partisipasi Masyarakat
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 7, No. 1 (2018), 2337-3520 (2301-928X Print) C 14 Arahan Pengembangan Pariwisata di Kawasan Tanjung Lesung Berdasarkan Partisipasi Masyarakat Fathun Qolbi dan Arwi Yudhi K Departemen
Lebih terperinciOleh : ERINA WULANSARI [ ]
MATA KULIAH TUGAS AKHIR [PW 09-1333] PENELITIAN TUGAS AKHIR Oleh : ERINA WULANSARI [3607100008] PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah npembangunan nasional. Hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan wisata untuk menikmati produk-produk wisata baik itu keindahan alam maupun beraneka ragam kesenian
Lebih terperinciArahan Pengembangan Kawasan Cagar Budaya Singosari Malang sebagai Heritage Tourism
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No.2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-154 Arahan Pengembangan Kawasan Cagar Budaya Singosari Malang sebagai Heritage Tourism Lilik Krisnawati dan Rima Dewi Suprihardjo
Lebih terperinciArahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara
C193 Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan, Jakarta Utara Shella Anastasia dan Haryo Sulistyarso Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR
PENGEMBANGAN KOMPONEN PARIWISATA PADA OBYEK-OBYEK WISATA DI BATURADEN SEBAGAI PENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BATURADEN TUGAS AKHIR Oleh : BETHA PATRIA INKANTRIANI L2D 000 402 JURUSAN PERENCANAAN
Lebih terperinciTahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam
Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Untuk penentuan prioritas kriteria dilakukan dengan memberikan penilaian atau bobot
Lebih terperinciKonsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No.2, (2014) 2337-3520 (2301-9271 Print) C-245 Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan Faris Zakaria dan Rima Dewi Suprihardjo
Lebih terperinciKonsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No.2, (2014) ISSN 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan Penulis: Faris Zakaria, Pembimbing:
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, yaitu Objek Wisata Alam Pemandian Air Panas. Penelitian ini akan dilakukan
Lebih terperinciAnalisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-17 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur
Lebih terperinciRumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-255 Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar Ngakan Gede Ananda Prawira
Lebih terperinciFaktor yang Berpengaruh dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Perikanan di Pulau Poteran
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-148 Faktor yang Berpengaruh dalam Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Perikanan di Pulau Poteran Dira Arumsani dan Adjie Pamungkas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat membutuhkan devisa untuk membiayai pembangunan Nasional. Amanat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pengembangan pariwisata sebagai industri, adalah untuk meningkatkan perolehan devisa. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, sangat membutuhkan
Lebih terperinciPenetuan Tema Ruang Terbuka Hijau Aktif Di Kota Malang Berdasarakan Preferensi Masyarakat
C38 Penetuan Tema Ruang Terbuka Hijau Aktif Di Kota Malang Berdasarakan Preferensi Masyarakat Bagiar Adla Satria dan Prananda Navitas Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Lebih terperinciPERSEPSI WISATAWAN TERHADAP PENGEMBANGAN OBYEK WISATA BUKIT BANAMA DI KECAMATAN BUKIT BATU KOTA PALANGKA RAYA. Dedy Norsandi
PERSEPSI WISATAWAN TERHADAP PENGEMBANGAN OBYEK WISATA BUKIT BANAMA DI KECAMATAN BUKIT BATU KOTA PALANGKA RAYA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Palangka Raya Jl. Hiu Putih, Tjilik
Lebih terperinciRumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar Ngakan Gede Ananda Prawira dan
Lebih terperinciTAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR
1 PENDEKATAN & JENIS PENELITIAN 2 VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL 3 METODA (pengumpulan data/analisis) 4 5 6 METODA SAMPLING METODA PENELITIAN TERKAIT KONSEP PENGEMBANGAN TAHAPAN PENELITIAN & ALUR PIKIR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan hamparan landscape yang luas dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan hamparan landscape yang luas dan menggambarkan keindahan alam yang beragam serta unik. Kondisi yang demikian mampu menjadikan Indonesia
Lebih terperinciArahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan
C12 Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan Ellen Deviana Arisadi dan Ema Umilia Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut
Lebih terperinciAnalisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami dan Retno Indryani Jurusan Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL KUTAI, KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN TINGKAT KEPUASAN PENGUNJUNG
PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI TAMAN NASIONAL KUTAI, KALIMANTAN TIMUR BERDASARKAN TINGKAT KEPUASAN PENGUNJUNG Oleh : VIORENTIN GADIS NUCIFERA 3607.100.029 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA
Lebih terperinciKriteria Pengembangan Desa Slopeng sebagai Desa Wisata di Kabupaten Sumenep
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-245 Kriteria Pengembangan Desa sebagai Desa Wisata di Kabupaten Mira Hawaniar dan Rimadewi Suprihardjo Program Studi Perencanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan secara maksimal, termasuk di dalamnya sektor pariwisata. Pembangunan bidang pariwisata
Lebih terperinciTipologi Kawasan Bahaya Banjir di Kawasan Perkotaan Kecamatan Sampang
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Tipologi Kawasan Bahaya Banjir di Kawasan Perkotaan Kecamatan Sampang Prana Dutanegara dan Rulli Pratiwi Setiawan, ST., M.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Jawa Tengah, Cilacap merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata dan kawasan pengembangan pariwisata Jawa Tengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pariwisata sekarang sudah merupakan suatu tuntutan hidup dalam zaman modern ini. Permintaan orang-orang untuk melakukan perjalanan wisata, dari tahun ke tahun terus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraiakan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup, metodologi penelitian, kerangka pemikiran, sistematika pembahasan. Untuk lebih jelasnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Pariwisata merupakan kegiatan melakukan perjalanan dengan mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki
Lebih terperinciBAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA
PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pariwisata merupakan salah satu tujuan favorit bagi wisatawan. Untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki kekayaan potensi pariwisata merupakan salah satu tujuan favorit bagi wisatawan. Untuk meningkatkan kunjungan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan
Lebih terperinciPenentuan Variabel Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan
C1 Penentuan Berpengaruh dalam Pengembangan Kawasan Strategis Ekonomi Pesisir Utara pada Bidang Perikanan di Kota Pasuruan Dwi Putri Heritasari dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan Wilayah dan Kota,
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pariwisata merupakan industri perdagangan jasa yang memiliki mekanisme pengaturan yang kompleks karena mencakup pengaturan pergerakan wisatawan dari negara asalnya, di
Lebih terperinciAnalisis Nilai Pasar Tanah Perumahan Kawasan Industri Tuban (KIT) dengan Metode Pengembangan Lahan
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-98 Analisis Nilai Pasar Tanah Perumahan Kawasan Industri Tuban (KIT) dengan Metode Pengembangan Lahan Devi Santi Maharani dan
Lebih terperinciKarakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten Jombang
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN : 2337-3539 (2301-9271 Print) C-188 Karakteristik Pengunjung dan Aktivitasnya Terhadap Penggunaan Taman Kota Sebagai Ruang Sosial di Taman Keplaksari Kabupaten
Lebih terperinciKONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA DI NAGARI KOTO HILALANG, KECAMATAN KUBUNG, KABUPATEN SOLOK
Konferensi Nasional Ilmu Sosial & Teknologi (KNiST) Maret 2014, pp. 155~159 KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA DI NAGARI KOTO HILALANG, KECAMATAN KUBUNG, KABUPATEN SOLOK Dini Rahmawati 1, Yulia Sariwaty
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu sektor penting untuk meningkatkan devisa bagi negara, terutama Pendapatan Anggaran Daerah (PAD) bagi daerah yang memiliki industri
Lebih terperinciPENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK
PENGEMBANGAN PERMUKIMAN GOLONGAN MASYARAKAT PENDAPATAN MENENGAH BAWAH DI KECAMATAN DRIYOREJO, KABUPATEN GRESIK OLEH PALUPI SRI NARISYWARI SIDANG TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara. Pembangunan pariwisata mulai digalakkan, potensi potensi wisata yang
BAB I PENDAHULUAN Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diperhatikan dalam kancah pembangunan skala nasional, hal ini dilakukan karena sektor pariwisata diyakini dapat dijadikan sebagai salah satu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (RTRW Kab,Bandung Barat)
BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang studi, rumusan persmasalahan, tujuan, sasaran dan manfaat studi, ruang lingkup studi yang mencakup ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah,
Lebih terperinciKonsep Land Sharing Sebagai Alternatif Penataan Permukiman Nelayan di Kelurahan Gunung Anyar Tambak Surabaya
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-125 Konsep Land Sharing Sebagai Alternatif Penataan Permukiman Nelayan di Kelurahan Gunung Anyar Tambak Surabaya Rivina Yukeiko
Lebih terperinciKATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN
KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.
Lebih terperinciKriteria Pengembangan Kota Banjarbaru Sebagai Pusat Pemerintahan
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2013) ISSN: 2301-9271 1 Kriteria Pengembangan Kota Banjarbaru Sebagai Pusat Pemerintahan Ivana Putri Yustyarini dan Rulli Pratiwi Swtiawan Jurusan Perencanaan Wilayah
Lebih terperinciKriteria Lokasi Industri Pengolahan Pisang di Kabupaten Lumajang
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Lokasi Industri Pengolahan Pisang di Kabupaten Lumajang Rendy Rosyandana Zulkarnaen, dan Rulli Pratiwi Setiawan Program Studi
Lebih terperinciDAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA...
DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR PETA... i ii iv vii ix x BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1.2 Perumusan Masalah... 1.3 Tujuan
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) C-134
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-134 Identifikasi Daerah Kawasan Rentan Tanah Longsor dalam KSN Gunung Merapi di Kabupaten Sleman Novia Destriani, Adjie Pamungkas
Lebih terperinciArahan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Petani Jeruk Siam berdasarkan Perspektif Petani di Kec. Bangorejo Kab. Banyuwangi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 3, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-239 Arahan Peningkatan Ekonomi Masyarakat Petani Jeruk Siam berdasarkan Perspektif Petani di Kec. Bangorejo Kab. Banyuwangi
Lebih terperinciRevitalisasi Desa Bungaya sebagai Desa Wisata Budaya di Kabupaten Karangasem
1 Revitalisasi Desa Bungaya sebagai Desa Wisata di Kabupaten Karangasem Ni Luh Jaya Anggreni dan Ema Umilia Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi
Lebih terperinciJURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: ( Print) C-133
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-133 Kriteria Zona Industri Pendukung Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Tuban Naya Cinantya Drestalita dan Dian Rahmawati
Lebih terperinci3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi
3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware
Lebih terperinciPangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20
Lebih terperinciArahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-218 Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya Mia Ermawati dan Ema Umilia
Lebih terperinciArahan Pengendalian Penggunaan Lahan di Koridor Jalan Raya Juanda Sidoarjo
C640 Arahan Pengendalian Penggunaan Lahan di Koridor Jalan Raya Juanda Sidoarjo Annisa Rakhmawati Kushidayati dan Putu Gde Ariastita Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Lebih terperinciKRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR
KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR 3609100043 Latar Belakang Memiliki potensi pariwisata yang cukup banyak dan beragam Selama ini pengembangan pariwisata
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya
Lebih terperinciPemanfaatan Lahan pada Lokasi Bekas Tambang Tanah Urug di Kecamatan Ngoro, Mojokerto
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-36 Pemanfaatan Lahan pada Lokasi Bekas Tambang Tanah Urug di Kecamatan Ngoro, Mojokerto Linda Purba Ningrum, Ardy Maulidy Navastara
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso
KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah
Lebih terperincipersepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR
17.270 kunjungan, sehingga dari hasil tersebut didapat nilai ekonomi TWA Gunung Pancar sebesar Rp 5.142.622.222,00. Nilai surplus konsumen yang besar dikatakan sebagai indikator kemampuan pengunjung yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini banyak negara berkembang menaruh perhatian yang khusus terhadap industri pariwisata, hal ini jelas terlihat dengan banyaknya program pengembangan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. atau menggambarkan sesuatu hal, misalnya keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatan, dan
III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif. Metode deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang bertujuan
Lebih terperinciBAB III METODE PERANCANGAN. untuk mencapai tujuan penelitian dilaksanakan untuk menemukan,
BAB III METODE PERANCANGAN Metode pada dasarnya diartikan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Penelitian adalah suatu penyelidikan dengan prosedur ilmiah untuk mengetahui dan mendalami suatu
Lebih terperinciArahan Pengendalian Alih Fungsi Daerah Resapan Air Menjadi Lahan Terbangun di Kecamatan Lembang, Bandung
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Arahan Pengendalian Alih Fungsi Menjadi Lahan Terbangun di Kecamatan Lembang, Bandung Nastiti Premono Putri, Heru Purwadio
Lebih terperinciArahan Pengembangan Kawasan Prigi Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek Melalui Konsep Minapolitan
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-255 Arahan Pengembangan Kawasan Prigi Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek Melalui Konsep Hesty Ristiani Putri dan Sardjito
Lebih terperinciAnalisis Jaringan Sosial Pariwisata di Kampung Pesisir Bulak Surabaya
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN : 2337-3539 (2301-9271 Print) C-140 Analisis Jaringan Sosial Pariwisata di Kampung Bulak Dea Nusa Aninditya, dan Dian Rahmawati Departemen Perencanaan Wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik, memiliki ruang lingkup, komponen dan proses pengelolaan tersendiri. Terkait dengan sistem
Lebih terperinciANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG
ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG Oleh : Muhammad 3615100007 Friska Hadi N. 3615100010 Muhammad Luthfi H. 3615100024 Dini Rizki Rokhmawati 3615100026 Klara Hay 3615100704 Jurusan Perencanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, mengingat bahwa pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara yang menerima
Lebih terperinciPengembangan Komoditas Unggulan Sektor Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Karangasem Melalui Pendekatan Agribisnis
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-184 Pengembangan Unggulan Sektor Pertanian Tanaman Pangan di Kabupaten Karangasem Melalui Pendekatan Agribisnis Kadek Ayu
Lebih terperinciKata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui
Kata Pengantar Kabupaten Bantul telah mempunyai produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul yang mengacu pada Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007. Produk Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penduduk dapat ditampung dalam ruang-ruang sarana sosial dan ekonomi, tetapi tidak akan berjalan dengan baik tanpa didukung oleh pelayanan infrastruktur yang
Lebih terperinciWisata Alam di Kawasan Danau Buyan,Buleleng, Bali. BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai alasan pemilihan judul dalam latar belakang, rumusan masalah dari permasalahan yang ingin dipecahkan, tujuan serta metode penelitian yang digunakan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu pariwisata perlu dikelola dan dikembangkan agar. itu sendiri maupun bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat 1.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di Indonesia pariwisata merupakan sektor andalan penerimaan devisa negara bagi kegiatan ekonomi dan kegiatan sektor lain yang terkait. Oleh karena itu pariwisata perlu
Lebih terperinciArahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya Penulis : Mia Ermawati, dan Dosen
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. Perkembangan kepariwisataan Wediombo semakin maju dengan
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Perkembangan kepariwisataan Wediombo semakin maju dengan munculnya aktifitas wisata selancar (surfing). Aktifitas Selancar (surfing) sangat digemari oleh wisatawan,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS. 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang
BAB IV ANALISIS 4.1 ANALISIS FUNGSIONAL a) Organisasi Ruang Skema 1 : Organisasi ruang museum Keterkaitan atau hubungan ruang-ruang yang berada dalam perancangan museum kereta api Soreang dapat dilihat
Lebih terperinciANALISIS PERUBAHAN GUNA LAHAN TERHADAP DAMPAK PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU CIPONDOH
ANALISIS PERUBAHAN GUNA LAHAN TERHADAP DAMPAK PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU CIPONDOH Syahreza Aulia Rachman¹, Elsa Martini¹ ¹Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota-Universitas Esa Unggul, Jakarta
Lebih terperinciPembentukan Cluster Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) di Kota Yogyakarta
C54 Pembentukan Cluster Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) di Sarita Novie Damayanti, Rimadewi Suprihardjo Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh
Lebih terperinciBAB III METODELOGI PERANCANGAN. Dalam Perancangan Hotel Resort Wisata Organik ini terdapat kerangka
BAB III METODELOGI PERANCANGAN Dalam Perancangan Hotel Resort Wisata Organik ini terdapat kerangka kajian yang diuraikan dalam beberapa tahap, antara lain: 3.1 Pencarian Ide / Gagasan Tahapan kajian yang
Lebih terperinciPenentuan Rute Angkutan Umum Berbasis Transport Network Simulator di Kecamatan Candi dan Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-224 Penentuan Rute Angkutan Umum Berbasis Transport Network Simulator di Kecamatan Candi dan Kecamatan Sidoarjo Kabupaten
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KAWASAN WISATA PESISIR TALANG SIRING DI KABUPATEN PAMEKASAN
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013 PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA PESISIR TALANG SIRING DI KABUPATEN PAMEKASAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan
1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki 17.000 pulau sehingga membuat Indonesia menjadi negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan 17.000 pulau ini maka Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Berlakunya Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, memiliki implikasi yang sangat luas dan menyeluruh dalam kebijaksanaan dan pengelolaan daerah. Wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan
BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.000 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km atau dua kali keliling bumi melalui khatulistiwa.
Lebih terperinciKATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012
KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-nya Laporan Akhir Kajian Rencana Zonasi Kawasan Industri ini dapat diselesaikan. Penyusunan Laporan
Lebih terperinciKemiringan Lahan KOMPOSISI KELERENGAN KECAMATAN PACET. Sumber : RDTRK Kecamatan Pacet, % 40% keatas. Desa 0-2% 2 8% 8 15%
Kemiringan Lahan KOMPOSISI KELERENGAN KECAMATAN PACET Desa 0-2% 2 8% 8 15% 15 40% 40% keatas Bendungan Jati 135,737 57,335 144,828 8,062 Candi Watu 149,492 140,72 9,884 Celaket 106,184 329,372 Cembor 33,929
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-undang Republik Indonesia No 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dan bersifat multidimensi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sosialnya yang berbeda seperti yang dimiliki oleh bangsa lain. Dengan melakukan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melakukan perjalanan wisata sudah banyak sekali dilakukan oleh masyarakat modern saat ini, karena mereka tertarik dengan hasil kemajuan pembangunan suatu negara, hasil
Lebih terperinci