V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 65 65 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sarana Input Produksi Usaha budidaya perikanan mencakup kegiatan pengadaan sarana produksi, proses produksi, pengolahan dan pemasaran serta kegiatan pendukung. Berdasarkan ruang lingkup tersebut, usaha perikanan dapat diartikan secara sempit sebagai upaya memproduksi ikan (dalam arti luas) dan menjualnya kepada konsumen secara menguntungkan. Upaya tersebut merupakan suatu proses produksi dengan input yang ada untuk menghasilkan produk yang dikehendaki oleh konsumen. Proses produksi perikanan merupakan suatu kegiatan kompleks yang melibatkan berbagai komponen, sejak pengadaan input sarana produksi, proses produksi hingga penanganan output, seperti pengolahan dan pemasaran. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka proses produksi dalam bisnis perikanan membutuhkan manajemen yang baik sejak awal merencanakan produksi, melaksanakan (pengorganisasian, pengarahan dan koordinasi), pengendalian (pengawasan) dan evaluasi. Manajemen produksi perikanan adalah menerapkan prinsip-prinsip manajemen dalam memproduksi ikan hingga tujuan bisnis perikanan dapat tercapai, yaitu keuntungan yang optimal. (Effendi dan Oktariza 2006). Sarana input produksi yang digunakan dalam kegiatan budidaya ikan kerapu dan budidaya rumput laut di Teluk Levun dapat dilihat pada Lampiran Lahan Budidaya Pengembangan budidaya perikanan di Teluk Levun terdiri atas budidaya ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) metode keramba jaring apung (KJA) dan budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii ) metode tali panjang atau long line. Usaha budidaya ikan kerapu dan rumput laut yang dikembangkan di Teluk Levun oleh masyarakat merupakan mata pencaharian pengganti, dimana masyarakat setempat merubah mata pencaharian yang sebelumnya petani kebun ataupun nelayan tangkap menjadi pembudidaya ikan kerapu ataupun pembudidaya rumput laut. Kepemilikan unit usaha budidaya ikan kerapu dan budidaya rumput laut ratarata adalah modal sendiri. Bantuan yang diberikan pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara berupa benih yang disalurkan melalui Dinas Kelautan dan Perikanan.

2 66 66 Luas Teluk Levun kurang lebih 463 ha. Luas lahan aktual bagi budidaya perikanan (ikan kerapu dan rumput laut) sebesar 2,36 ha. Luas kawasan Teluk Levun berdasarkan kedalaman (DKP 2007) antara lain; kedalaman 0 5 m = 156,81 ha, kedalaman 5 10 m = 201,27 ha dan lebih besar 10 m (>10 m) = 105,28 ha. Luas dan pemanfaatan Teluk Levun untuk kegiatan budidaya perikanan disajikan pada Lampiran Ketersediaan Benih Ketersediaan bibit/ benih adalah salah satu faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan pengembangan usaha budidaya. Pengembangan budidaya ikan kerapu akan membutuhkan ketersediaan benih dalam jumlah yang besar. a) Benih Ikan Kerapu Hasil informasi yang diperoleh dari pembudidaya ikan kerapu di lokasi penelitian bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara membantu pembudidaya untuk pengadaan benih bagi masing-masing nelayan ekor per unit keramba, melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara. Selain mendapat bantuan dari pemerintah daerah dalam pengadaan benih, pembudidaya KJA juga memperoleh benih ikan kerapu dari penangkapan di laut (benih alam) yaitu di perairan karang, namun benih yang didapat relatif sedikit karena penangkapan dilakukan juga oleh pedagang benih (tauke). Menurut pembudidaya, benih ikan kerapu yang berasal dari alam relatif tahan terhadap serangan penyakit, pertumbuhanya relatif cepat dan tingkat mortalitas relatif rendah (sekitar 10%) dibandingkan dengan benih yang berasal dari pembenihan di hatchery. Hal ini menyebabkan permintaan pasokan benih ikan kerapu yang berasal dari alam di Kabupaten Maluku Tenggara, terus meningkat. Jenis alat penangkapan benih ikan kerapu yang dominan digunakan oleh pembudidaya KJA di Kabupaten Maluku Tenggara adalah bubu. Bubu tergolong alat tangkap statis yang terbuat dari bahan kawat dan rangkanya dapat dibentuk dari bambu, rotan atau besi. Selain bubu juga ditemukan beberapa jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap benih ikan-ikan hidup seperti pancing ulur, jala, sero, bagan perahu dan bagan rakit, bagan tancap, pukat pantai dan jaring dorong. Daerah penangkapan benih ikan kerapu berlokasi di sekitar

3 67 67 perairan pantai, perairan terumbu karang, bekas-bekas bagan tancap, karang buatan (artificial reef) dan rumpon. b). Bibit Rumput Laut Informasi yang diperoleh dari lokasi penelitian bahwa tahap awal bibit rumput laut disediakan oleh pemerintah daerah lewat Dinas Kelautan dan Perikanan Maluku Tenggara. Pembudidaya juga dapat membeli dari seorang pedagang yang selama ini menjadi agen penjual tunggal dalam pengadaan bibit rumput laut dengan harga Rp per 25kg, selanjutnya bibit dapat diproduksi sendiri dari stok alam atau hasil budidaya. Pembaruan dan pengadaan bibit dilakukan pada setiap tiga atau empat periode masa tanam rumput laut. Satu periode masa tanam adalah 60 hari. Menurut pembudidaya hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas dan kuantitas produksinya. Dengan demikian, dalam satu tahun dilakukan pengadaan bibit baru untuk mendukung usaha budidaya rumput laut yang dikembangkan sebanyak 4 kali. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pembudidaya dalam pemilihan bibit adalah: 1) Bibit dipilih dari tanaman yang segar, bibit harus baru dan masih muda. Bibit dapat diambil dari tanaman bekas budidaya. 2) Bibit yang diambil (bibit unggul) cirinya adalah memiliki cabang yang banyak 3) Pengangkutan bibit harus dilakukan secara hati-hati, harus dalam keadaan basah/ terendam oleh air. 4) Bila hendak menyimpan bibit hindari dari hujan dan kekeringan serta hindari dari bahan bakar minyak Pakan Ketersediaan pakan lebih ditekankan pada peruntukan budidaya ikan kerapu. Pakan merupakan salah satu input produksi yang memerlukan perhatian cukup besar sehingga harus direncanakan dengan matang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemilihan jenis pakan yang tepat namun tetap mempertimbangkan kualitas nutrisi, selera ikan dan harga yang relatif murah. Dalam rangka memperoleh hasil usaha yang baik maka biaya pakan dapat ditekan melalui

4 68 68 pemberian pakan dari jenis ikan-ikan yang banyak terdapat di pasaran dan relatif memiliki nilai jual yang rendah, yaitu ikan-ikan yang digolongkan sebagai ikan rucah seperti ikan tembang, rebon, selar dan sejenisnya yang banyak terdapat di perairan Kabupaten Maluku Tenggara. Pemilihan pakan ikan kerapu yang berasal dari ikan rucah segar, selain harganya murah, mudah diperoleh, bila dibandingkan dengan pakan buatan yang belum terdapat di pasar lokal, sehingga menyebabkan harganya cukup mahal. Ikan rucah walaupun tersedia sepanjang tahun, namun tingkat ketersediaannya juga tergantung pada musim. Puncak produksi ikan rucah umumnya terjadi pada musim penghujan, yaitu pada bulan November Februari dan musim paceklik terjadi bulan Juni - Agustus. Ketersediaan pakan merupakan faktor penting dalam menunjang keberlanjutan usaha pembesaran ikan dalam KJA, karena biaya pakan hampir mencapai 70% dari total biaya produksi, karena itu kemampuan penyediaan pakan secara lokal merupakan salah satu faktor penting yang akan mempengaruhi keberlanjutan usaha dan meningkatkan pendapatan. Pada tahap pendederan jumlah pakan yang diberikan 2-3 kali sehari dengan jumlah sampai kenyang dan dihentikan 15 menit setelah ikan tidak mau makan. Pada tahap pembesaran, pakan yang diberikan adalah sebanyak 10% dari total badan per hari. Pola pemberian dapat dilihat pada Tabel. 16. Tabel 16. Metode Pemberian Pakan Rucah untuk Kerapu Dalam KJA Ukuran Ikan Frekwensi Pemberian (g/ekor) (kali/hari) Keterangan Pemberian dihentikan kira-kira 15 menit Sumber : Wawancara dengan pembudidaya (2010) Konstruksi Unit Budidaya setelah ikan tidak mau makan -Tahap pembesaran, pakan diberikan sebanyak 10% dari total bobot badan per hari Peralatan yang digunakan dalam mendukung budidaya perikanan di Teluk Levun masih belum memadai. Pembudidaya masih menggunakan peralatan yang serba sederhana dan minim. Minimnya ketersediaan peralatan yang digunakan merupakan salah satu kelemahan dalam pengembangan budidaya perikanan di Teluk Levun ke depan. Hingga saat ini, usaha budidaya perikanan dijalankan oleh

5 69 69 sebagian kecil masyarakat di kawasan teluk. Pelaksanaan budidaya ikan kerapu dilakukan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) dan usaha budidaya rumput laut dilakukan dengan sistem tali rawai (long line), dengan jumlah unit yang masih terbatas serta tingkat produksi yang masih rendah. a). Keramba Jaring Apung Ketersediaan alat dan bahan sebagai sarana pendukung merupakan salah satu faktor yang penting dalam mendukung usaha pembesaran ikan dalam KJA yang efisien. Unit KJA terdiri atas kerangka, pelampung, jangkar dan wadah jaring. Sebagian besar kerangka terbuat dari bambu, karena selain bahan tersebut penyediaannya cukup mudah, harganya relatif murah dan usia ekonomisnya cukup lama. Usia ekonomis bambu mencapai 3-4 tahun. Budidaya ikan kerapu dilakukan dengan sistem keramba jaring apung, yaitu teknik budidaya dengan menggunakan keramba yang diapungkan pada badan air laut lalu diberi pemberat (jangkar) yang berfungsi menjaga keramba agar stabil pada posisi tetap. Keramba dilengkapi dengan jaring berbentuk ½ lingkaran, pelampung dan jangkar. Jenis pelampung yang umum digunakan adalah drum plastik. Jenis pelampung ini relatif mudah diperoleh di lokasi. Wadah pemeliharaan dari jaring polyethelene (PE), untuk menahan agar KJA tidak terbawa arus, diberi jangkar penahan dari batu atau tumpukan pasir dalam karung, dengan berat dan jumlah jangkar disesuaikan dengan ukuran KJA. Menurut Ahmad et al.(1995), konstruksi KJA selain dipengaruhi oleh spesies ikan yang dipelihara juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, metode budidaya, sifat dan biaya serta ketersediaan bahan setempat. Sebagai penunjang aktivitas operasional dan pengawasan, digunakan sampan yang digerakkan dengan motor tempel berkekuatan 2,5 PK atau dayung sebagai sarana transportasi. Bentuk dan ukuran KJA tergantung pada kemampuan dan modal yang dimiliki oleh nelayan. Keramba jaring apung (KJA) yang dominan digunakan oleh pembudidaya adalah ukuran panjang 3m, lebar 3m dan tinggi 4 m (3 x 3 x 4 m 3 ) untuk masing-masing kantong. Pada lokasi penelitian terdapat 14 unit keramba, masing-masing unit memiliki luas 36 meter 2.

6 70 70 b). Long Line Pengembangan budidaya rumput laut di Teluk Levun dilakukan dalam unitunit budidaya yang membutuhkan ketersediaan alat dan bahan. Metode tali panjang (long line) yang dominan digunakan oleh nelayan budidaya rumput laut adalah (25 m x 25 m 2 ). Pada satu unit terdapat 50 bentangan, bibit yang telah disiapkan diikat dengan tali rafia dengan berat kurang lebih gram per ikat kemudian diikat pada tali ris dengan jarak 25 cm. Pada lokasi penelitian terdapat 37 unit budidaya rumput laut dengan metode long line. Jangkar yang digunakan oleh pembudidaya sebagai pemberat adalah karung berisi pasir dan batu. Sistem ini membentangkan rumput laut yang terikat pada tali, di taruh di badan air sekitar 30 cm dari permukaan air laut. Untuk mempertahankan posisi mengapung, digunakan pelampung berupa botol aqua plastik bekas dan jerigen plastik. Pelaksanaan budidaya rumput laut dilakukan 6 kali dalam setahun dengan periode pemeliharaan adalah 60 hari. Adapun rincian kegiatan dari budidaya rumput laut terdiri atas persiapan awal, pengikatan bibit, pemeliharaan dan panen. Untuk mendapatkan rumput laut kering maka dilakukan pengeringan terhadap rumput laut basah dengan cara penjemuran selama 3-4 hari. Penjemuran dilakukan dengan pengeringan matahari seperti yang dilakukan oleh nelayan setempat, yang bertujuan mengurangi kadar air dalam rumput laut basah Tenaga Kerja Pelaksanaan budidaya ikan kerapu memerlukan waktu 1 tahun. Kegiatan budidaya ini meliputi persiapan, penebaran benih, pemeliharaan dan panen. Persiapan awal dari kegiatan budidaya kerapu sampai pada penebaran benih membutuhkan waktu sekitar 2 5 hari. Ukuran unit keramba tidak begitu luas, sehingga tenaga kerja yang dibutuhkan tidak banyak yaitu 2 orang. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengelola usaha budidaya kerapu harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai teknik budidaya yang baik karena budidaya tersebut memerlukan penanganan dan keahlian yang khusus. Kegiatan pemeliharaan kerapu dimulai sejak benih ditebar meliputi pemberian pakan, perawatan fasilitas budidaya dan pemantauan pertumbuhan kerapu. Pakan yang diberi berupa ikan rucah segar, dengan frekwensi pemberian

7 71 71 pakan 2 3 kali sehari. Selama pemeliharaan pemantauan selalu dilakukan untuk mengetahui ikan kerapu yang terkena serangan hama penyakit agar segera dilakukan penanganan dengan cepat. Bagi tenaga kerja biasa yang belum profesional masih diperlukan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan ketrampilan dalam kegiatan budidaya. Tenaga kerja ahli akan disediakan oleh pemilik usaha sesuai kebutuhan dengan cara bekerja sama dengan pemerintah daerah yang disebut sebagai tenaga pendamping. Tahapan proses budidaya rumput laut sampai dengan panen dan pasca panen membutuhkan tenaga kerja minimal 6 orang. Pekerjaan yang dilakukan meliputi ; membersihkan bibit, mengikat bibit pada tali bentangan dan memotong bibit. Proses ini harus dilakukan dengan baik dan cepat, agar kualitas dari bibit tetap terjaga karena ada kekhawatiran bahwa bibit yang berada di darat dalam waktu yang lama akan cepat menjadi rusak (kualitasnya akan berkurang). Persiapan awal dari kegiatan budidaya rumput laut membutuhkan waktu kurang lebih 2 5 hari. Kegiatan pemeliharaan rata-rata dilakukan 2 3 kali dalam seminggu, umumnya dapat dikerjakan oleh seluruh anggota keluarga secara bergantian. Masa pemeliharaan rumput laut dari awal tanam sampai panen selama 2 bulan. Selanjutnya kegiatan pemanenan biasanya diselesaikan dalam waktu sehari. Kegiatan yang dilakukan antara lain; pembersihan tali, pencucian dan penjemuran. Tenaga kerja yang dipekerjakan hanya berasal dari anggota keluarga pembudidaya sendiri. Penggunaan tenaga kerja dari luar keluarga biasanya dilakukan apabila pembudidaya tidak memiliki anggota keluarga yang cukup Keterjangkauan Pasar Permintaan pasar merupakan pertimbangan utama dalam pemilihan komoditi baik ikan kerapu maupun rumput laut. Tujuan akhir budidaya adalah menjual produk hasil budidaya untuk mendapatkan keuntungan.sistem pemasaran di lokasi penelitian yaitu pembudidaya langsung menjual hasil produksinya ke pedagang pengumpul. Ukuran bobot ikan kerapu yang dipanen oleh pembudidaya KJA di lokasi penelitian mencapai ukuran permintaan pasar yaitu 500 gr per ekor. Bobot ini adalah ukuran komersial yang disenangi konsumen, pengusaha, pedagang pengumpul, rumah makan serta restoran. Adapun persiapan untuk pemanenan ikan kerapu meliputi penyediaan sarana dan alat panen seperti serok,

8 72 72 bak air laut dan timbangan di atas rakit dipindahkan ke perahu/kapal motor dan dapat segera dibawa kedaerah pemasaran. Tujuan pemasaran yang utama adalah ekspor ke Singapura, Thailand dan Hongkong. Biaya yang timbul dari transportasi, upah buruh diwaktu panen, konsumsi, peralatan aerasi (aerator DC + Aki, blower) serta pakan ikan selama perjalanan menuju kapal ekspor seluruhnya ditanggung tauke. Penjualan rumput laut dilakukan dengan kondisi rumput laut sudah kering (susut 70%). Penjualan dilakukan di Kota Kecamatan Kei Kecil kepada pengusaha pengumpul rumput laut dengan harga jual yang sering berfluktuasi antara Rp.6.000,00 sampai dengan Rp.8.000,00 per kilogram, dengan tujuan pasar yaitu Makasar dan Surabaya. Struktur pasar yang ada adalah oligopsoni yang mengarah ke monopsoni dimana jumlah pembeli sedikit dan penjual banyak untuk jenis barang yang homogen (Boediono 1982). Dalam proses penjualan tersebut kesepakatan harga didasarkan pada jenis dan ukuran komoditas Karakteristik Perairan Teluk Levun Pengetahuan akan karakteristik fisik dan kimia perairan merupakan salah satu informasi dasar (basic information) yang diperlukan bagi kegiatan yang memanfaatkan kawasan perairan. Guna mengetahui karakteristik fisika dan kimia (persyaratan teknis) diperlukan data oseanografis yang diperoleh dari pengukuran secara langsung di lapangan maupun dari data sekunder (hasil pengamatan pihak ke dua) selanjutnya data yang diperoleh tersebut dianalisis, sehingga menghasilkan informasi yang berguna untuk keperluan pengembangan maupun perlindungan kawasan perairan. Kajian fisika perairan antara lain suhu, kecepatan arus, kecerahan, kedalaman dan gelombang menunjukkan bahwa kualitas perairan di Kawasan Teluk Levun masih memenuhi persyaratan sebagai lokasi budidaya laut. Kajian kimia perairan meliputi parameter kimia perairan yang berpengaruh terhadap kehidupan biota laut antara lain parameter ph, salinitas, oksigen terlarut, nitrat dan fosfat (Lampiran 4).

9 Suhu Suhu perairan pada lokasi penelitian berkisar 29 0 C. Pada kondisi ideal suhu untuk budidaya ikan kerapu berkisar C dan budidaya rumput laut berkisar 27 0 C C. Hasil pengukuran menunjukkan suhu perairan relatif stabil dan cukup mendukung kehidupan dan pertumbuhan ikan kerapu dan rumput laut pada kegiatan budidaya di Teluk Levun. Nybakken (1992) menyatakan bahwa sesuai dengan sifat air, dalam jumlah yang besar memiliki kisaran fluktuasi suhu yang relatif kecil dan tidak melebihi batas toleransi organisme. Suhu juga merupakan salah satu faktor penting atau berpengaruh terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan rumput laut. Suhu memiliki peranan dan berfungsi antara lain membantu berlangsungnya fotosintesa, respirasi, metabolisme, pertumbuhan dan reproduksi. Hasil penelitian Sukardi et al. (2005) dari Ditjenkanbud, bahwa suhu yang baik untuk pertumbukan rumput laut jenis Eucheuma cottonii berkisar 24 0 C 28 0 C. Studi yang dilakukan oleh Anggadiredja dan Sujatmiko (1996) dari BPPT menunjukan bahwa kisaran suhu air untuk petumbuhan rumput laut berkisar 26 0 C 30 0 C Kecepatan Arus Kecepatan arus di lokasi penelitian berkisar antara 0,3 m - 0,43 m per detik. Menurut Velvin (1999), kecepatan arus terbagi ke dalam 4 kategori, yaitu kecepatan arus sangat rendah (< 0,03 m per det), kecepatan arus rendah (antara 0,04-0,06 m per det), kecepatan arus sedang (0,07 0,10 m per det) dan kecepatan arus tinggi (0,10 0,25 m per det). Kriteria kecepatan arus perairan untuk budidaya ikan disajikan pada Tabel. 17. Tabel 17. Kriteria Kecepatan Arus Perairan untuk Budidaya Ikan Laut Kisaran Kecepatan arus Kategori kecepatan arus 0,03 m per det Sangat Rendah 0,04-0,06 m per det Rendah 0,07 0,10 m per det Sedang 0,10 0,25 m per det Tinggi Sumber : Velvin (1999)

10 74 74 Berdasarkan data pada Tabel 17, maka dapat dinyatakan bahwa secara umum kecepatan arus di daerah penelitian tergolong rendah. Di perairan pantai terutama di teluk-teluk atau selat yang sempit, gerakan naik turunnya muka air akan meninbulkan arus pasang surut dan pada umumnya arus yang terjadi akibat dari pasang surut pengaruhnya sangat kecil (Nontji 1993). Kecepatan arus yang rendah dapat disebabkan juga oleh kondisi cuaca yang baik pada saat pengambilan data. Ahmad et al (1995) dan Akbar et al (2002), memberikan batasan kisaran nilai kecepatan arus untuk budidaya ikan kerapu yaitu 0,23 0,50 m per detik, bila dibandingkan dengan kecepatan arus di Teluk Levun sudah memenuhi persyaratan untuk budidaya ikan kerapu teknik KJA. Arus yang terjadi di perairan Teluk Levun umumnya disebabkan oleh gerakan pasang surut dan angin yang bertiup dipermukaan. Hal ini didukung oleh pernyataan Sutarmat et al (2003) bahwa arus yang biasanya disebabkan oleh pasang surut jarang melebihi 0,5 m per detik. Hasil tersebut bila dibandingkan dengan kondisi ideal, maka nilai tersebut masih berada pada kondisi normal. Arus di suatu perairan disebabkan oleh berbagai faktor seperti angin, bentuk topografi dasar perairan dan pulau-pulau yang ada di sekitarnya, perbedaan tekanan, ataupun gaya coriolis. Besarnya kontribusi masing-masing faktor terhadap kekuatan dan arah arus yang ditimbulkannya tergantung pada tipe perairan dan keadaan geografisnya (Rustam 2005). Selanjutnya Akbar et al (2002), menyatakan bahwa kecepatan arus yang lebih dari 0,50 m per detik dapat mempengaruhi posisi jaring dan sistem penjangkaran. Arus yang terlalu kuat dapat menyebabkan bergesernya posisi rakit. Sebaliknya, arus yang terlalu kecil kurang membantu proses pertukaran air keluar masuk jaring. Hal ini akan berpengaruh pada ketersediaan oksigen terlarut dan akan memperlemah kondisi ikan yang akhirnya akan mudah terserang berbagai penyakit. Kecepatan arus di lokasi penelitian yang berkisar antara 0,3-0,43 m per detik sementara nilai ideal kecepatan arus utuk budidaya rumput laut adalah 0,2 0,4 m per detik, bila diperuntukan untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii dapat dikatakan masih memenuhi kelayakan untuk pertumbuhan rumput laut.

11 75 75 Menurut Anggadiredja et al (1996) dan Kadi dan Atmaja (1988), menyatakan bahwa kecepatan arus yang baik bagi budidaya Eucheuma sp adalah 0,2 0,4 m per detik. Rumput laut merupakan organisme yang memperoleh makanan (nutrien) melalui aliran air yang melewatinya dan gerakan air yang cukup akan membawa nutrien yang cukup pula serta sekaligus mencuci kotoran yang menempel pada thallus, membantu pengudaraan serta mencegah fluktuasi suhu air yang besar (Sukadi et al 2005). Bentuk Teluk Levun yang terlindung oleh pulau-pulau kecil di depannya diduga penyebab tidak terlalu besarnya arus yang terjadi di Teluk Levun. Lokasi yang baik untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp harus terlindung dari arus (pergerakan air) dan hempasan ombak/gelombang yang terlalu kuat karena dapat merusak dan menghanyutkan thallus. Dari kondisi kecepatan arus pada perairan Teluk Levun tersebut maka dapat dikatakan bahwa perairan teluk masih dalam kondisi yang cukup baik untuk dijadikan sebagai lokasi pengembangan budidaya. Tipe pasang surut yang terjadi di lokasi penelitian adalah pasang campuran mirip harian ganda (predominantly semi-diurnal tide) dimana terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari. Pasang pertama umumnya lebih besar dari pasang yang kedua. Kisaran maksimum pasang surut di perairan ini umumnya lebih besar dari 2,5 m (meso tidal). Surut terbesar terjadi pada bulan Oktober yang dikenal dengan nama meti Kei pada saat itu, sumberdaya laut dieksploitasi secara besar-besaran oleh masyarakat setempat Kecerahan Kecerahan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zar terlarut, partikel-partikel dan warna air. Secara umum kondisi perairan di Teluk Levun memiliki tingkat kecerahan yang sangat baik. Presentasi kecerahan berkorelasi dengan tingkat kedalaman perairan, dimana pada perairan dangkal, persentase kecerahan mencapai 100%. Pada kondisi perairan yang lebih dalam kecerahan peraiaran hanya mencapai 17 meter. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi peairan Teluk Levun untuk parameter kecerahan adalah lebih besar dari 3 meter (>3m). Hasil

12 76 76 pengukuran ini, tergolong layak bila dibandingkan dengan kondisi ideal kecerahan dari suatu perairan untuk budidaya ikan kerapu maupun rumput laut yaitu 3 meter. Kondisi kecerahan perairan Teluk Levun yang baik dipengaruhi oleh kondisi perairan yang belum tercemar dan juga didukung oleh kondisi terumbu karang yang masih bagus. Menurut Sukadi et al (2005) dari Ditjenkanbud bahwa kecerahan perairan yang baik untuk budidaya rumput laut adalah lebih dari 1 meter Kedalaman Kedalaman memberikan gambaran tentang topografi dari dasar laut, yang ditentukan oleh perubahan kedalaman lautnya. Kedalaman suatu teluk untuk pengembangan budidaya menjadi sangat penting untuk diperhatikan dan merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi. Kedalaman perairan Teluk Levun bervariasi saat pasang berkisar antara 5 27 m. Pada saat surut kedalaman perairan di beberapa bagian perairan yang relatif landai berkisar antara 0,5 1,5 meter dan lainnya berkisar antara 3-24 m. Kedalaman perairan memiliki korelasi dengan kecerahan perairan karena berpengaruh pada daya tembus cahaya matahari yang masuk de dalam air laut. Budidaya laut memiliki toleransi kesesuaian terhadap berbagai tingkat kedalaman perairan. Pemanfaatan lokasi untuk pengembangan budidaya laut diarahkan pada lokasi yang memiliki kedalaman yang sesuai dengan persyaratan. Keramba di perairan Teluk Levun ditempatkan oleh pembudidaya pada kedalaman 5 meter pada air surut. Bila mengacu pada persyaratan kedalaman yang ideal yaitu > 5 meter, maka perairan Teluk Levun sudah memenuhi persyaratan untuk dijadikan areal pengembangan budidaya ikan kerapu. Kedalam perairan bagi rumput laut adalah kedalaman yang diukur pada wilayah penanaman rumput laut sampai ke subtrat dasar perairan. Hasil penelitian kedalaman perairan yang dilakukan oleh pembudidaya bagi penanaman rumput laut yaitu >1 m sementara nilai ideal kedalaman untuk budidaya rumput laut adalah 0,6 m. Kedalaman erat hubungannya dengan daya tembus matahari bagi pertumbuhan

13 77 77 rumput laut. Menurut Sukadi et al (2005) dari Ditjenkanbud, bahwa kedalaman bagi pertumbuh yang baik untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii adalah 0,3-0,6 meter pada waktu surut terendah. Berdasarkan studi yang dilakukan Anggadiredja et al (1996), menunjukkan bahwa lokasi kedalaman air minimal 0,40 meter sampai kedalaman dimana sinar matahari masih dapat mencapai tanaman dan pembudidaya dapat melakukan kegiatan, sedangkan menurut Poncomulyo et al (2006) menyatakan bahwa ketiga air surut lokasi untuk pertumbuhan rumput laut masih digenangi air sedalam minimal cm, sehingga penyerapan makanan dapat berlangsung terus dan tanaman terhindar dari kerusakan akibat sinar matahari. Dengan demikian faktor kedalaman untuk lokasi penelitian sesuai untuk persyaratan budidaya rumput laut jenis Eucheuma cottonii Salinitas Salinitas perairan untuk budidaya ikan kerapu berdasarkan hasil penelitian berkisar antara ppt. Salinitas pada daerah penelitian berada dalam batas kisaran yang baik untuk pengembangan budidaya ikan kerapu dalam keramba jaring apung. Parameter salinitas perairan di Teluk Levun, secara umum memenuhi kriteria pemenuhan tingkat kualitas perairan yang sesuai dan optimal untuk kelangsungan hidup organisme perairan laut. Salinitas perairan lokasi penelitian dapat dikatakan cukup tinggi, salah satu penyebab yaitu disekitar perairan Teluk Levun tidak terdapat sumber air tawar yang bermuara langsung ke perairan yang dapat mempengaruhi secara signifikan fluktuasi salinitas. Kisaran salinitas tersebut diperkuat lagi dengan pendapat Akbar dan Sudaryanto (2002) bahwa ikan kerapu sangat menyenangi air laut yang mempunyai nilai salinitas antara ppt. Menurut Nontji (1993), sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran air tawar yang masuk ke perairan. Menurut Anggadiredja et al (1996) salinitas untuk pertumbuhan rumput laut Eucheuma sp berkisar antara ppt. Eucheuma sp adalah rumput laut yang bersifat stenohaline yang tidak tahan terhadap fluktuasi salinitas yang tinggi. Kadi dan Atmadja (1989) menyatakan bahwa kisaran salinitas yang baik untuk

14 78 78 pertumbuhan rumput laut adalah ppt. Sedangkan menurut Efendi (2003) disebutkan bahwa nilai salinitas perairan laut berkisar antara ppt Derajat Keasaman (ph) Nilai ph perairan berkisar 7,71 sementara nilai ideal ph untuk budidaya ikan kerapu adalah 7,5 8,5, sedangkan nilai ideal untuk budidaya rumput laut berkisar antara 6 9. Berdasarkan masing-masing batasan nilai tersebut, perairan Teluk Levun cukup sesuai untuk kebutuhan hidup biota baik ikan kerapu maupun rumput laut. Kegiatan budidaya dengan kisaran ph tersebut masih sesuai untuk terjaminnya kelangsungan hidup biota dan tidak bersifat toksin. Suatu perairan yang ber-ph rendah dapat mengakibatkan aktivitas pertumbuhan menurun atau ikan menjadi lemah serta lebih mudah terinfeksi penyakit dan biasanya diikuti dengan tingginya tingkat kematian. Jika dibandingkan dengan baku mutu ph perairan laut berdasarkan Kep- 51/MENLH/2004, nilai ph yang terukur masih berada dalam kisaran yang diinginkan yaitu , maka dapat dikatakan bahwa ph perairan Teluk Levun masih cukup baik bagi kehidupan biota perairan Oksigen terlarut Oksigen terlarut sangat penting artinya untuk melakukan proses respirasi bagi kehidupan organisme yang hidup di laut. Kandungan oksigen terlarut (disolved oxygen) pada kawasan Teluk Levun termasuk kaya akan oksigen. Hasil pengukuran kandungan oksigen terlarut di Teluk Levun berkisar antara 6,91 mg/l. Artinya di perairan teluk kandungan oksigen terlarut masih sesuai untuk pengembangan kegiatan budidaya berdasarkan nilai ideal perairan bagi budidaya ikan kerapu maupun budidaya rumput laut yaitu 4 8 mg/l Nitrat Kandungan nitrat pada kawasan perairan Teluk Levun adalah 0,15 mg/l. Kandungan nitrat yang sesuai untuk budidaya rumput laut adalah pada kisaran 0,10 3,50 mg/l. Kandungan nitrat yang terdapat dalam suatu perairan, dapat dikelompokan berdasarkan tingkat kesuburan, yakni perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat antara 0 1 mg/liter, perairan mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 1 5 mg/l. dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat berkisar antara 5 50 mg/l

15 79 79 (Volenweider 1969 dan Wetzel 1975) diacu dalam Effendi (2003). Hal ini berarti bahwa nilai nitrat pada peairan Teluk Levun masih dalam batas yang cukup aman bagi biota laut. Menurut Indriani dan Sumiasih (1999) menyatakan bahwa penyerapan unsur hara oleh rumput laut dilakukan melalui seluruh bagian tanaman. Kandungan nitrat yang mampu mendukung kehidupan dan pertumbuhan rumput laut adalah > 0,014 mg/l (Sulistijo 1996). Nitrat adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokan tingkat kesuburan perairan Fosfat Kandungan fosfat pada perairan Teluk pada kisaran 0,041 mg/l. Kandungan fosfat yang ideal berkisar antara dan 0,01 2,00 mg/l. Berdasarkan kandungan unsur fosfat di perairan Teluk Levun, maka perairan ini memiliki kesuburan yang sangat baik dan berada pada rentang kesesuaian untuk lokasi budidaya rumput laut. Kandungan fosfat di perairan teluk ini berada pada kisaran yan normal dan tidak terlalu tinggi, hal ini disebabkan karena tidak adanya sumber aliran sungai yang masuk ke perairan teluk Analisis Kriteria Kesesuaian Perairan Teluk Levun untuk Budidaya Luasan Teluk Levun yang sesuai bagi pengembangan budidaya ikan kerapu dan budidya rumput laut didasarkan atas kriteria kelayakan/ kesesuaian dengan pembobotan (scooring metod) yang menghasilkan lokasi budidaya dengan tingkat kelayakan (Tiensongrusmee et al 1986) diacu dalam Sunyoto (1993). Berdasarkan penilaian kesesuaian perairan yang didasarkan atas hasil pengukuran nilai parameter, kondisi masyarakat yang kondusif dan RTRL yang diatur oleh pemerintah setempat, maka penilaian dapat dibagi menjadi 3 kategori (kategori 1 terkait dengan kesesuaian ekologi, kategori 2 dengan desain tata letak dan konstruksi sarana budidaya, dan kategori 3 dengan aspek sosial ekonomi). Angka Penilaian berdasarkan petunjuk DKP (2001) yaitu 5 = Baik ; 3 = Sedang ; 1 = Kurang. Kriteria yang telah memiliki bobot, selanjutnya dklasifikasikan berdasarkan kelas kesesuaian. Bobot diberikan berdasarkan pertimbangan pengaruh kriteria (variabel) dominan. Hasil analisis matriks perbandingan yang dilakukan pada penilaian kriteria kesesuaian perairan untuk budidaya ikan kerapu

16 80 80 disajikan pada Lampiran 5 dan budidaya rumput laut disajikan pada Lampiran 6. Hasil analisis penilaian dapat dikatakan bahwa Teluk Levun tergolong dalam kelas sesuai dengan nilai 57,1 untuk budidaya ikan kerapu dan budidaya rumput laut tergolong dalam kelas sangat sesuai dengan nilai 67, Analisis Optimasi Pemanfaatan Kawasan Optimasi pemanfaatan kawasan perairan Teluk Levun untuk budidaya ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dan budidaya rumput laut Eucheuma cottonii digunakan Linear Goal Programming (LGP) yang diolah dengan perangkat lunak (software) LINDO. Pada analisis ini, terdapat berbagai kendala dalam keputusan optimasi pemanfaatan kawasan, seperti: produksi, bahan baku, tenaga kerja, pendapatan dan penggunaan modal. Dengan demikian yang harus dilakukan adalah analisis optimasi berkendala (constrained optimization) yakni maksimasi atau minimisasi suatu fungsi tujuan dengan kendala. Program ini bertujuan untuk mengalokasikan pemanfaatan lahan perairan Teluk secara optimal dengan tetap memperhatikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial, dengan model LGP maka ketiga aspek pembangunan berkelanjutan tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk perumusan fungsi kendala tujuan. Pertama, fungsi kendala untuk aspek ekologi adalah : pemenuhan daya dukung dan peningkatan luas lahan keramba. Kedua, fungsi kendala untuk aspek ekonomi yaitu : (1). adanya peningkatan produksi ikan kerapu dan rumput laut; (2). Peningkatan PAD; (3) Penurunan harga benih; (4) Penurunan harga pakan rucah; (5) Target penggunaan modal. Ketiga, fungsi kendala untuk aspek sosial adalah penyerapan tenaga kerja. Ketiga aspek pembangunan berkelanjutan tersebut akan diterapkan berdasarkan kondisi dan potensi daerah sehingga dilakukan penerapan yang sesuai dengan prioritas isu atau masalah yang muncul. Melihat dari pemanfaatan perairan teluk yang belum melampaui daya dukung maka perioritas utama adalah peningkatan produksi budidaya dengan mempertimbangkan daya dukung perairan teluk tersebut. Pada pengolahan data, area budidaya ikan kerapu disimbolkan dengan X 1 dan rumput laut disimbolkan dengan X 2, sedangkan d + dan d - dipakai untuk menyatakan variabel deviasi (simpangan) yang terlewatiti dan ketidak tercapaian

17 81 81 dari target/tujuan/sasaran. Variabel-variabel yang digunakan dalam optimasi untuk pengolahan data, dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Variabel untuk Pengolahan Data No Data Variabel 1 Budidaya ikan kerapu metode KJA X 1 2 Budidaya rumput laut metode Long line X 2 3 Deviasi keterlewatan + d 1 4 Deviasi ketidak tercapaian - d 1 Tujuan optimasi pemanfaatan perairan Teluk Levun yaitu kegiatan yang dilakukan di kawasan perairan tersebut, harus sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan dan tidak melebihi daya dukung perairan. a. Perumusan fungsi tujuan. Tujuan dari persoalan ini adalah minimumkan simpangan atau deviasi (d) dari tiap-tiap target. Fungsi tujuan adalah sebagai berikut : Perumusan fungsi kendala tujuan dari masing-masing target adalah sebagai berikut: 1). Memaksimumkan produksi budidaya ikan kerapu di Teluk Levun Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pembudidaya ikan kerapu diketahui produksi aktual ikan kerapu sebesar 7,098 ton per tahun (7.098 kg). Jumlah produksi budidaya ikan kerapu per unit KJA sebesar 0,507 ton per tahun (507 kg). Produk rata-rata kegiatan budidaya ikan kerapu pada kondisi aktual di Teluk Levun tersaji pada Tabel 19. Tabel 19. Produksi Budidaya Kerapu dan Budidaya Rumput Laut pada Kondisi Aktual di Teluk Levun No Kondisi Aktual Luasan Produksi Rata-rata Produk rata-rata Jumlah Unit per unit aktual 1 thn (unit) (ha) (kg/ha/thn) (kg/ha/thn) 1 Ikan Kerapu 14 0, Rumput Laut 37 0,

18 82 82 Rumus kendala tujuan memaksimumkan produksi ikan kerapu dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : 507X 1 d 1 + > ). Memaksimumkan produksi budidaya rumput laut di Teluk Levun Informasi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pembudidaya rumput laut, diketahui produksi aktual rata-rata rumput laut sebesar 99,9 ton per tahun ( kg). Jumlah produksi rumput laut per unit sebesar 2,7 ton kg (2.700). Produk rerata kegiatan budidaya rumput laut pada kondisi aktual di Teluk Levun tersaji pada Tabel 20. Rumus kendala tujuan memaksimumkan produksi rumput laut dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut : 3). Target Penyerapan Tenaga Kerja 2.700X 2 d 2 + > Pengalokasian tenaga kerja pembudidaya ikan kerapu di daerah studi, maka diperlukan data jumlah hari kerja efektif untuk satu tenaga kerja pada budidaya ikan kerapu di Teluk Levun. Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan pada unit keramba sebanyak 2 orang. Hari kerja efektif untuk 1 orang pekerja sebesar 885 jam per tahun. Tenaga kerja yang dipekerjakan pada satu unit keramba diketahui sebanyak 2 orang, maka jumlah hari kerja efektif bagi 2 orang sebesar jam per tahun. Rata-rata jam kerja yang digunakan untuk masing-masing jenis kegiatan dapat dirincikan pada Tabel 20. Tabel 20. Hari Kerja Efektif untuk Pembudidaya Ikan Kerapu per Tahun (per orang) No Kegiatan hari Kerja/thn Waktu kerja/hari (jam) HKE/unit/thn 1 Persiapan awal Penebaran bibit Pemberian Pakan Perawatan wadah Pemantauan pertumbuhan Panen Hari kerja efektif 885 Persamaan kendala tujuan penyerapan tenaga kerja adalah sebagai berikut : TK Kerapu : 2X 1 + d 3 + = 1.770

19 83 83 Pengalokasian tenaga kerja pembudidaya rumput laut di daerah studi, didasarkan pada data jumlah hari kerja efektif untuk satu tenaga kerja pada budidaya rumput laut di Teluk Levun. Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan pada unit sebanyak 6 orang. Hari kerja efektif untuk 1 orang pekerja sebesar 254 jam per tahun. Tenaga kerja yang dipekerjakan pada satu unit long line diketahui sebanyak 6 orang, maka jumlah hari kerja efektif bagi 6 orang sebesar jam per tahun. Rata rata jam kerja yang digunakan untuk masing-masing jenis kegiatan dapat dirincikan pada Tabel 21. Tabel 21. Hari Kerja Efektif untuk Pembudidaya Rumput Laut per Tahun (per orang) No Kegiatan Hari Kerja/thn Waktu Kerja/hari HKE/unit/thn 1 Persiapan wadah Pengikat bibit Pemeliharaan Panen Hari kerja efektif 254 Persamaan kendala tujuan penyerapan tenaga kerja adalah sebagai berikut: TK Rumput Laut : 4). Target peningkatan PAD 6X 2 + d 4 + = Pendapatan Asli Daerah (PAD) diperoleh dari retribusi dari ijin usaha yang di bayar ke kantor desa. (budidaya ikan kerapu dan rumput laut). Besar retribusi dari satu unit usaha adalah Rp ,00 per tahun. Besarnya retribusi dari aktivitas kegiatan usaha budidaya perikanan di Teluk Levun pada kondisi aktual disajikan pada Tabel 22. Tabel 22. Jenis dan Harga Produk pada Kondisi Aktual Kegiatan Budidaya Ikan Kerapu dan Rumput Laut di Teluk Levun No Jenis Usaha Besar Retribusi (Rp/tahun) Jumlah Unit Usaha (Unit) Total Retribusi (Rp/tahun) 1 Budidaya Ikan Kerapu Budidaya Rumput laut Jumlah Sumber : Data primer (wawancara).

20 84 84 Apabila retribusi bagi pendapatan daerah berjalan lancar, maka persamaan kendala tujuan untuk peningkatan PAD adalah: X X 2 + d d ). Target memaksimumkan luasan budidaya perikanan di Teluk Levun Berdasarkan luas potensial masing-masing komoditi budidaya di kawasan Teluk Levun yang disajikan pada Lampiran 3, diketahui bahwa luas satu unit KJA untuk budidaya ikan kerapu sebesar 0,0036 ha dan luas satu unit long line untuk budidaya rumput laut sebesar 0,0625 ha. Daya dukung luasan yang digunakan sebagai faktor pembatas dalam pengembangan atau pengelolaan kawasan teluk adalah luasan potensial dari masing-masing komoditi budidaya, maka batasan luas lahan yang dapat digunakan sebesar 176,94 ha untuk budidaya ikan kerapu dan budidaya rumput laut sebesar 227,48 ha. Dari luasan potensial dari masing-masing komoditi, dapat dikatakan bahwa dalam pemanfaatan ruang kawasan tidak terjadi tumpang tindih antara kedua komoditi tersebut, karena total luasan potensial lebih kecil dari total luas Teluk Levun. Diharapkan dari hasil perhitungan pemanfaatan kawasan untuk pengembangan budidaya perikanan tidak melebihi daya dukung luasan potensial. Persamaan kendala tujuannya adalah sebagai berikut : Persamaan kendala tujuan memaksimalkan luasan budidaya adalah sebagai berikut: X 1 + X 2 + d ,42 Selain batasan keseluruhan tersebut, dihitung pula batasan untuk masing-masing jenis budidaya: (1). Daya dukung luasan untuk budidaya ikan kerapu 0,0036 X 1 + d 7 + = 176,94 (2). Daya dukung luasan untuk budidaya rumput laut 6). Meminimumkan harga benih 0,0625 X 2 + d ,48 Ketersediaan bibit/benih adalah salah satu faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan pengembangan usaha budidaya. Pengembangan budidaya ikan kerapu akan membutuhkan ketersediaan benih dalam jumlah yang besar. Hasil informasi yang diperoleh dari pembudidaya kerapu di lokasi penelitian bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara membantu pembudidaya untuk

21 85 85 pengadaan benih, namun pembudidaya juga mendapatkan benih dengan cara membeli di pasaran dengan harga Rp.2.500,00 per ekor dengan ukuran 15cm. Sementara benih rumput laut, dipasaran dapat diperoleh yakni setiap 25 Kg seharga Rp ,00 Persamaan kendala tujuannya adalah sebagai berikut: Kerapu : X 1 + d 9 + = ). Memimumkan harga pakan rucah Rumput Laut : 25X 2 + d 10 + = Pakan merupakan salah satu aspek yang memerlukan perhatian cukup besar sehingga harus direncanakan dengan matang, sehingga menekan anggaran pengeluaran serendah mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pemilihan jenis pakan yang tepat namun tetap mempertimbangkan kualitas nutrisi, selera ikan dan harga yang murah. Harga pakan dipasaran adalah Rp ,00 per kg. Rata-rata pembudidaya membutuhkan 14 kg pakan rucah per hari. Persamaan kendala tujuannya adalah sebagai berikut: 8). Target penggunaan Modal 14X 1 + d Komponen penting dalam melangsungkan kegiatan usaha budidaya perikanan baik kerapu maupun rumput laut adalah modal. Pada kondisi aktual di kawasan Teluk Levun modal yang digunakan untuk melakukan usaha budidaya bagi pembesaran ikan kerapu dan budidaya rumput laut masing-masing adalah Rp ,00 dan Rp ,00. Tabel 23. Penggunaan Modal untuk Budidaya Ikan Kerapu dan Rumput Laut pada Kondisi Aktual Komoditi Budidaya Jumlah Aktual Modal per Unit Total Modal (unit) (Rp) (Rp) Ikan Kerapu Rumput laut Persamaan kendala tujuannya adalah: Ikan Kerapu : 14X 1 - d + 12 < Rumput Laut : 37X 2 - d + 13 < Perumusan fungsi kendala tujuan dari masing-masing target adalah sebagai :

22 86 86 Masing-masing Target Persamaan 1. Memaksimumkan produksi ikan kerapu: 507X 1 d + 1 > Memaksimumkan produksi rumput laut : 2.700X 2 d + 2 > Target penyerapan tenaga kerja : Kerapu : 2X 1 + d + 3 = Rumput Laut : 6X 2 + d + 4 = Memaksimumkan PAD (Penerimaan X X 2 + d 5 d Pendapatan Daerah) : - 5. Target luasan budidaya perikanan X 1 + X 2 + d 6 d + 6 < 404,4 Kerapu : 0,0036X 1 + d + 7 < 176,94 + Rumput Laut : 0,0625X 2 + d 8 < 227,48 6. Meminimumkan Harga Benih : Kerapu : X 1 + d + 9 = Rumput Laut : 25X 2 + d + 10 = Meminimumkan Harga Pakan Rucah: 14X 1 + d Target Penggunaan Modal: Kerapu : 14X 1 - d + 12 < Rumput laut: 37X 2 - d 13 + < Model matematika tersebut diatas selanjutnya dianalisis dengan menggunakan program LINDO untuk mengetahui kondisi optimal dari masingmasing target. Program tersebut secara lengkap disajikan pada Lampiran 7. Hasil analisis yang dilakukan menunjukkan nilai fungsi tujuan sebesar ,11. Nilai variabel keputusan menunjukkan nilai yang dapat dioptimal, dimana terlihat bahwa variabel deviasional keterlewatan (d + ) dan variabel deviasional ketidaktercapaian (d - ) pada semua kendala tujuan memberikan nilai nol dan positif. Artinya nilai variabel keputusan sesuai tujuan yang ingin dicapai yaitu mengoptimalkan fungsi kendala tujuan. Hasil analisis optimal dengan menggunakan program LINDO menghasilkan luasan potensial budidaya ikan kerapu (X 1 ) dan rumput laut (X 2 ) yang optimal masing - masing seluas 150,42 ha dan 254,00 ha. Syahputra (2005), menyarankan bahwa hanya 50% dari luas lahan potensial yang digunakan bagi kegiatan budidaya, mengingat sifat perairan laut yang open access artinya siapa saja bisa berpartisipasi tanpa harus memiliki sumberdaya tersebut. Dengan demikian luasan yang digunakan dalam perhitungan pemanfaatan lahan pada kondisi optimal digunakan 50% dari luasan potensial dari masing-masing yaitu 75,21 ha diperuntukan bagi luasan budidaya ikan kerapu dan 127 ha diperuntukkan bagi luasan budidaya rumput laut.

23 87 87 Analisis sensitivitas; Analisis sensitivitas merupakan analisis setelah nilai optimal diketahui. Pada prinsipnya, analisis ini dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1). Analisis sensitivitas fungsi tujuan dan 2). Analisis sensitivitas parameter ruas kanan (rigt hand side /RHS) dari fungsi kendala. Pertama, analisis ini memberikan informasi tentang koefisien fungsi tujuan yang boleh berubah tanpa mempengaruhi nilai fungsi tujuan yang lain dan nilai variabel (value) tetap. Fungsi tujuan dalam LGP adalah meminimumkan variabel deviasional yang terdapat dalam fungsi kendala tujuan. Tabel 24 menyajikan batasan nilai penambahan dan pengurangan dari nilai koofisien variabel. Tabel 24. Penambahan dan Pengurangan Koefisien Variabel Tujuan Variabel Allowable Perubahan Nilai Koef Koef Increase Decrease Maks Min + d 1 1,00 INFINITY 1,00-0,00 + d 2 1,00 INFINITY 1,00-0,00 + d 3 1,00 13,99 1,50 14,99-13,99 + d 4 1,00 INFINITY 4, ,66 + d 5 1,00 INFINITY 1,00-0,00 - d 5 1,00 INFINITY 1,00-0,00 + d 6 1,00 INFINITY 4, ,00 + d 7 1, ,77 834, ,77-833,33 + d 8 1,00 INFINITY 1,00-0,00 + d 9 1,00 27,99 3,00 26,99-2,00 + d 10 1,00 INFINITY 1, ,11 - d 11 1,00 INFINITY 1,00-0,00 + d 12 1,00 INFINITY 1,00-0,00 + d 13 1,00 INFINITY 1,00-0,00 X 1 0,00 3,00 27,99 3,00-26,99 X 2 0,00 27,99 INFINITY 28,99 - Pada Tabel 24, koefisien dari masing-masing batasan penambahan atau pengurangan dinyatakan pada kolom allowable increase dan allowable decrease. Misalnya pada variabel (d + 3 ) batasan yang diperbolehkan penambahan sebesar 13,99 sehingga menjadi 14,99 sementara pengurangan yang diijinkan sebesar 14,99 sehingga menjadi (-13,99). Hal ini berlaku untuk variabel yang lainnya. Pada hasil analisis, nilai dual prices dari semua fungsi kendala yang menghasilkan nilai 0 (nol), artinya: sumberdaya pada semua fungsi kendala melimpah, jadi sumberdaya dari masing-masing fungsi kendala tidak perlu dirubah karena tidak akan mempengaruhi kenaikan dari masing-masing. Nilai

24 88 88 dual prices dari semua fungsi kendala yang tidak menghasilkan nilai 0 (nol), artinya: penambahan atau pengurangan 1 satuan dari masing-masing sumberdaya maka akan meningkatkan atau menurunkan sumberdaya tersebut sebesar nilai yang diperlihatkan pada nilai dual prices. Kedua, analisis sensitivitas parameter ruas kanan (rigt hand side /RHS) dari fungsi kendala. Analisis ini memberikan informasi tentang nilai RHS yang boleh berubah tanpa perubahan nilai dual pricesnya. Nilai dual price merupakan nilai yang menunjukan perubahan (penambahan atau pengurangan) yang akan terjadi pada nilai fungsi tujuan sebesar satu satuan. Nilai RHS yang boleh berubah ditunjukkan pada kolam allowable increase dan allowable decrease. Usulan batasan alokasi optimal dari fungsi kendala tujuan parameter ruas kanan (RHS) batasan penambahan atau pengurangan yang diinginkan disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Usulan Batasan Alokasi Optimal dari Fungsi Kendala Tujuan yang Perlu Ditambahkan atau Dikurangi Fungsi Kendala Tujuan RHS Increase Allowable Decrease Solusi Optimal: (Penamba han/pengu rangan) Maksimumkan Produksi kerapu (kg) ,00 INFINITY MaksimumkanProduksi rumput laut (kg) ,00 INFINITY ,9 Target TK kerapu (HKE) INFINITY 1.469,14 300,86 Target TK. rumput Laut (HKE) , , ,57/222 Pendapatan Daerah (PAD) (Rp) ,00 INFINITY ,00 Target Daya Dukung Luasan (DDL) (ha) 404,42 734,57 136, ,99/268 Meminimumkan DDL ikan Kerapu (ha) 176,94 INFINITY 176,39 0,55 Meminimumkan DDL Rumput Laut (ha) 227,47 INFINITY 221,13 7,27 Meminimumkan Harga Bibit Kerapu (Rp) INFINITY 2.249,57 151,57 Meminimumkan Harga Bibit Rum.Laut (Rp) INFINITY , Meminimumkan Harga Pakan Kerapu (Rp) INFINITY ,98, 2.107,98 Meminimumkan Modal Ikan Kerapu (Rp) INFINITY Meminimumkan Modal Rumput Laut (Rp) INFINITY Tabel 25, memperlihatkan fungsi kendala memaksimumkan produksi ikan kerapu dari kondisi awal sebesar kg fungsi tujuan menjadi penambahan batas yang diinginkan untuk produksi ikan kerapu sebesar ,00 kg sehingga solusi optimal untuk produksi ikan kerapu sebesar kg. Produksi rumput laut pada kondisi awal sebesar kg apabila dioptimalkan maka batasan

25 89 89 penambahan yang diperbolehkan sebesar ,00 kg sehingga solusi optimal untuk produksi rumput laut menjadi ,90 kg. Variabel tujuan penyerapan hari kerja efektif (HKE) bagi 2 orang tenaga kerja untuk budidaya ikan kerapu pada kondisi awal sebesar jam per tahun. Batasan yang diperbolehkan untuk mencapai kondisi optimal dari hari kerja efektif bagi budidaya ikan kerapu sebesar 1.469,14 jam per tahun sehingga solusi optimal untuk 2 orang tenaga kerja sebesar 300,86 jam per tahun. Variabel tujuan penyerapan hari kerja efektif (HKE) bagi 6 orang tenaga kerja untuk budidaya rumput laut pada kondisi awal sebesar jam per tahun. Batasan pengurangan yang diperbolehkan untuk mencapai kondisi optimal dari hari kerja efektif bagi budidaya rumput laut sebesar 1.302,00 jam per tahun sehingga solusi optimal pengurangan untuk 6 orang tenaga kerja sebesar 222 jam per tahun, sedangkan batas penambahan sebesar 818,57 jam per tahun maka solusi penambahan sebesar 2.342,57 jam per tahun. Hal ini berlaku untuk semua fungsi kendala tujuan. Batasan penambahan atau pengurangan yang diperbolehkan, ditunjukan pada kolom allowable increase atau allowable decrease Analisis Kelayakan Usaha Analisis kelayakan usaha dilakukan setelah luas optimal dari lahan budidaya diketahui. Berdasarkan analisis optimal yang dilakukan, diketahui luas lahan optimal dari budidaya ikan kerapu sebesar 150,42 ha dan luas lahan optimal potensial budidaya rumput laut sebesar 254,00 ha. Luas lahan yang boleh digunakan untuk perluasan atau pengembangan usaha budidaya sebesar 50% dari luas optimal potensial masing-masing. Luas lahan yang diperbolehkan untuk pengembangan budidaya ikan kerapu sebesar 75,21 ha. Jumlah unit keramba yang dapat ditaruh pada luasan tersebut sebanyak 239 unit, dengan jarak antar unit keramba sebesar 50 m. Pada kondisi aktual, jumlah keramba sebanyak 14 unit. Artinya pada kondisi optimal jumlah keramba yang ditambahkan sebanyak 225 unit. Jika jarak antar unit dinaikan menjadi 100 m, maka jumlah unit keramba yang diperbolehkan sebanyak 66 unit. Maka jumlah unit keramba yang harus ditambahkan untuk mencapai kondisi optimal sebanyak 52 unit. Menurut Sudradjat (2008), jarak satu unit KJA dengan

26 90 90 unit KJA yang lain sebaiknya tidak terlalu dekat ( > 50 meter). Tujuannya untuk menghindari penyebaran penyakit apabila ada ikan kerapu yang terkena virus. Luas lahan yang diperbolehkan untuk pengembangan budidaya rumput laut sebesar 127 ha. Jumlah unit long line yang dapat ditaruh pada luasan tersebut sebanyak 508 unit, dengan jarak antar unit long line sebesar 25 m. Jumlah unit long line pada kondisi aktual sebanyak 37 unit, maka untuk mencapai kondisi optimal perlu ditambahkan 471 unit long line. Jarak yang digunakan bertujuan untuk memberi ruang bagi pembudidaya dalam memantau pertumbuhan rumput laut dan aktifitas lainnya yang berlangsung di Teluk Levun, mengingat sifat perairan laut yang open access. Artinya siapa saja bisa berpartisipasi tanpa harus memiliki sumberdaya tersebut. Pada budidaya rumput laut, jarak unit long line yang saling berdekatan tidak mempengaruhi pertumbuhan rumput laut, namun disarankan dalam kegiatan budidaya rumput laut luasan yang digunakan untuk kegiatan budidaya tersebut sebaiknya setengah dari luas potensial Analisis Usaha Budidaya Ikan Kerapu pada Kondisi Aktual Komponen biaya yang digunakan terdiri atas biaya investasi, dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan 1 unit KJA yang terdiri atas 4 kolam = (3m x 3m x 4m), beserta rumah jaganya sebesar Rp ,00 Rincian biaya pembuatan dan penyusutan dari satu unit keramba jaring apung disajikan pada Lampiran 8. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembiayaan biaya tetap dan biaya variabel dalam menjalankan usaha ikan budidaya kerapu metode KJA. Besaran kedua jenis biaya tersebut masing-masing Rp ,00 dan Rp ,00. Rincian biaya operasional dari satu unit keramba jaring apung disajikan pada Lampiran 9. Jumlah keramba pada kondisi aktual sebanyak 14 unit. Pada kondisi aktual jarak antar keramba tidak diperhitungkan. Dana investasi yang dibutuhkan bagi 14 unit keramba sebesar Rp ,00. Analisis usaha pada kondisi aktual menggunakan metode analisis: keuntungan (π), revenue cost rasio (R/C), return of investment (ROI) dan break event poit (BEP). Tujuannya mengevaluasi keberhasilan usaha yang dicapai. Suatu usaha dikatakan mengalami keuntungan apabila memiliki nilai total penerimaan lebih besar dari total pengeluaran. Suatu usaha dikatakan layak bila

27 91 91 R/C lebih besar dari 1 (R/C > 1). Semakin tinggi nilai R/C maka tingkat keuntungan suatu usaha akan semakin tinggi pula. Analisis ROI dapat digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam pembudidayaan tersebut. Perhitungan BEP digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan agar usaha yang dilakukan tidak mengalami kerugian. Analisis usaha bagi budidaya ikan kerapu pada kondisi aktual di Teluk Levun, dilakukan tanpa memperhitungkan nilai uang berdasarkan waktu (time value of maney). Hasil analisis usaha budidaya ikan kerapu pada kondisi aktual disajikan pada Tabel 26. Tabel 26. Analisis Usaha Aktual Budidaya Ikan Kerapu Metode KJA di Teluk Levun Uraian Biaya Investasi (Rp) Biaya Biaya Variabel (Rp) Biaya Tetap (Rp) Jumlah Biaya (Rp) Penerimaan (revenue) Jumlah Produksi (Kg) Harga (Rp) Jumlah Penerimaan Kriteria Usaha Keuntungan (π) (Rp) R/C (TR/TC) 1,04 ROI (Keuntungan/Investasi x 100%) (%) 37,43 BEP Harga (Rp) BEP Produk (kg) Keuntungan (π) merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Keberhasilan suatu usaha akan dinilai dari besarnya keuntungan yang diperoleh. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis keuntungan yang disajikan pada Tabel 26, selama kurang lebih satu tahun usaha budidaya ikan kerapu sistem KJA menghasilkan keuntungan sebesar Rp ,00 dari besar biaya investasi Rp ,00. Hasil analisis usaha budidaya ikan kerapu sistem KJA menunjukkan nilai revenue cost rasio (R/C) sebesar 1,04 (Tabel 28). Nilai ini menunjukan bahwa setiap biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp.1.000,00. yang ditanamkan pada usaha budidaya ikan kerapu akan diperoleh penerimaan sebesar Rp.1.040,00.

28 92 92 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usaha budidaya ikan kerapu menguntungkan. Nilai ROI merupakan nilai keuntungan yang diperoleh pembudidaya dari setiap jumlah uang yang diinvestasi dalam periode waktu tertentu. Tujuannya agar pembudidaya dapat mengukur sampai seberapa besar kemampuannya dalam mengembalikan modal yang telah ditanam. Hasil analisis yang dilakukan diketahui kemampuan pengembalian modal dari keuntungan sebesar 37,43% per tahun. Hasil analisis usaha budidaya ikan kerapu sistem KJA menunjukan nilai BEP produk sebesar kg, hal ini menunjukkan bahwa titik impas atau kondisi usaha tidak untung atau tidak rugi pada saat produksi usaha ikan kerapu sebesar kg. Sementara BEP harga Rp ,00 menunjukkan bahwa titik impas atau kondisi usaha tidak untung atau tidak rugi akan dicapai pada saat harga jual ikan kerapu sebesar Rp ,00 per kg. Perhitungan BEP digunakan untuk menentukan batas minimum volume produksi dan volume penjualan agar usaha yang dijalankan tidak mengalami kerugian Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Ikan Kerapu pada Kondisi Optimal. Setelah mengetahui keberhasilan usaha dari analisis usaha yang dilakukan pada kondisi aktual, maka selanjutnya dilakukan analisis pada kondisi optimal. Disadari bahwa banyak kegiatan yang menimbulkan adanya manfaat eksternal maupun biaya eksternal yang timbul karena adanya aspek lingkungan yang harus diperhitungkan, maka analisis kelayakan usaha pada kondisi optimal dilakukan dengan memasukan faktor biaya dan manfaat. Jumlah keramba pada kondisi optimal sebanyak 225 unit keramba, dengan jarak antar keramba 50 m. Dana investasi yang dibutuhkan bagi 225 unit keramba sebesar Rp ,00. Apabila jarak per unit keramba dinaikan menjadi 100 meter, maka jumlah unit yang dapat ditempatkan di kawasan Teluk Levun pada kondisi optimal sebanyak 66 unit. Dana investasi yang dibutuhkan bagi 66 unit keramba sebesar Rp ,00. (diasumsikan ukuran KJA = 6 x 6 m 2 ). Perhitungan analisis yang dilakukan yaitu menghitung kelayakan usaha budidaya ikan kerapu dengan skenario modal sendiri dan modal pinjaman Bank. Bunga

29 93 93 pinjaman Bank diketahui 12% dan angsuran pinjaman dilakukan selama 5 tahun. Diasumsikan besar bantuan pinjaman yang dilakukan sebesar 50% dari total unit pada kondisi optimal. Besar dana sendiri dan dana pinjaman yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha budidaya ikan kerapu pada kondisi optimal di Teluk Levun, disajikan pada Tabel 27. Tabel 27. Besar Dana Sendiri dan Dana Pinjaman yang Dibutuhkan untuk Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Kerapu di Teluk Levun pada Kondisi Optimal. No Jumlah KJA yang Jarak per unit Besar Dana Sendiri Besar Dana Pinjaman Keterangan ditambahkan (meter) (Rp) (Rp) Kondisi Optimal Berdasarkan jumlah unit keramba pada kondisi optimal, selanjutnya dihitung kelayakan usaha dari kegiatan budidaya ikan kerapu. Analisis kelayakan usaha dilakukan untuk mengetahui usaha budidaya tersebut layak/tidak layak dikembangkan. Analisis kelayakan usaha pada kondisi optimal tersebut, dilakukan dengan menggunakan skenario investasi yaitu: (1). Analisis investasi dengan modal sendiri, (2). Analisis investasi dengan modal pinjaman Bank. Perhitungan kelayakan usaha dilakukan dengan kendala jarak antar masing masing keramba yaitu 50 meter dan 100 meter. Nilai pinjaman sebesar total biaya investasi yang dibutuhkan dan diasumsikan sebesar 50% dari total unit yang akan ditempatkan pada luasan optimal. Analisis dilakukan berdasarkan kriteria kelayakan dari net present value (NPV), net benefit cost (Net B/C), dan internal rate of return (IRR), diasumsikan kondisi harga ikan kerapu dalam keadaan stabil, umur proyek 5 tahun, tingkat suku bunga 10% (mengacu pada tingkat suku bunga pinjaman untuk program pemerintah daerah per tahun sebagai social discount rate). Sedangkan untuk menghitung bunga pinjaman yang berasal dari Bank digunakan suku bunga sebesar 12%. Penentuan kelayakan usaha budidaya (pembesaran) ikan kerapu mengacu pada pada Kadariah (2001). Nilai masing-masing hasil perhitungan NPV, Net B/C, dan IRR menunjukkan bahwa usaha budidaya kerapu dengan menggunakan modal sendiri dan modal pinjaman Bank layak dikembangkan

30 94 94 karena nilai NPV, Net B/C dan IRR memenuhi syarat kelayakan. Hasil perhitungan NPV, Net B/C dan IRR secara lengkap disajikan pada Lampiran 10 dan Tabel 28. Tabel 28. Nilai NPV, Net B/C dan IRR Budidaya Ikan Kerapu pada Kondisi Optimal di Teluk Levun Skenario Jumlah Jarak/Unit NPV IRR Net B/C Unit (m) (Rp) (%) Modal Sendiri ,03 3,29 70 Pinjaman Bank ,48 2,63 72 Modal Sendiri ,21 2,28 69 Pinjaman Bank ,39 3,18 76 Hasil analisis kelayakan yang disajikan pada Tabel 28, menunjukkan skenario 1 (modal sendiri), nilai NPV sebesar Rp ,03 pada kondisi optimal dengan jarak antar unit 50 meter, nilai NPV sebesar Rp ,21 pada skenario 1 dengan jarak unit 100 meter. Sementara skenario 2 (pinjaman Bank) nilai NPV sebesar Rp ,48 pada jarak antar unit 50 meter, nilai NPV sebesar Rp ,39 pada jarak unit 100 meter. Nilai NPV yang ditunjukan oleh skenario 1 (modal sendiri) lebih besar dari nilai NPV yang ditunjukan oleh skenario 2 (modal pinjaman). Nilai NPV yang diperoleh dari masing-masing luasan memberi gambaran bahwa besarnya nilai saat ini untuk uang yang diterima atau dibayar di masa yang akan datang (jangka waktu 5 tahun) pada tingkat suku bunga 10%. Nilai NPV yang dihasilkan oleh biaya sendiri lebih besar dari nilai NPV yang diperoleh dari pinjaman Bank. Artinya skenario 1 (modal sendiri) memiliki keuntungan yang lebih bila dibandingkan dengan skenario 2 (pinjaman Bank). Net Present Value (NPV) yang diperlihatkan dari skenario 1 dan skenario 2 menunjukkan bahwa nilai manfaat dan biaya yang seluruhnya dinyatakan dalam nilai sekarang, dengan tingkat bunga 10% menunjukkan usaha kerapu dengan metode KJA adalah layak. Besarnya Net B/C yang diperlihatkan menunjukkan bahwa untuk skenario 1 (modal Sendiri) lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai Net B/C yang diperlihatkan skenario 2 (pinjaman Bank). Nilai Net B/C dengan menggunakan skenario 1 (modal sendiri) pada jarak 50 m, sebesar 3,29. Artinya setiap Rp.1.000,00 cost yang dikeluarkan dari usaha yang dilakukan akan memberikan

31 95 95 manfaat bersih sebesar Rp.3.290,00 pada tingkat social discount rate 10%, dari investasi sebesar Rp ,00. Nilai Net B/C dengan menggunakan skenario 2 (modal pinjaman) pada jarak 50 m, sebesar 2,63. Artinya setiap Rp.1.000,00 cost yang dikeluarkan dari usaha yang dilakukan akan memberikan manfaat bersih sebesar Rp.2.630,00 pada tingkat suku bunga 10%, dari investasi sebesar Rp ,00. Hal ini berlaku pula pada skenario dengan jarak 100 m. Berdasarkan kriteria kelayakan, maka kedua skenario tersebut pada usaha budidaya ikan kerapu dengan metode KJA di Teluk Levun layak dikembangkan karena menghasilkan Nilai Net B/C > 1. Nilai Net B/C yang ditunjukan dari kedua skenario terlihat bahwa skenario dengan pinjaman Bank lebih besar nilai Net B/C dari pada nilai yang ditunjukan oleh skenario modal sendiri. Analisis IRR dimaksudkan untuk menentukan nilai diskonto atau tingkat hasil usaha yang dapat diharapkan dari suatu proyek tertentu. Jika tingkat bunga yang dihasilkan lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku, maka investasi menguntungkan dan sebaliknya kalau lebih kecil merugikan.semakin tinggi nilai IRR akan semakin baik manfaat proyek tersebut. Skenario 1 (modal sendiri) memberikan nilai IRR sebesar 70% pada jarak 50 meter. Skenario 2 (modal Pinjaman) memberikan nilai IRR sebesar 59% pada jarak 50 meter. Skenario 1 (modal sendiri) memberikan nilai IRR sebesar 72% pada jarak 100 meter. Skenario 2 (modal Pinjaman) memberikan nilai IRR sebesar 59% pada jarak 100 meter. Nilai IRR yang diperoleh dari masing-masing lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Jika dibandingkan antara skenario 1 (modal sendiri) dan skenario 2 (modal pinjaman) maka terlihat bahwa IRR dengan modal pinjaman Bank memberikan nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan modal sendiri. Nilai IRR yang diperoleh dari hasil perhitungan baik modal sendiri maupun modal pinjaman dapat dikatakan bahwa usaha budidaya kerapu di Teluk Levun layak (feasible) karena tingkat bunga yang dihasilkan lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku yaitu 10% per tahun. Nilai NPV, Net B/C, IRR untuk skenario modal sendiri dan modal pinjaman dengan jarak 50 m disajikan pada Gambar 15. Nilai NPV, Net B/C, IRR untuk skenario modal sendiri dan modal pinjaman pada jarak 100 m disajikan pada Gambar 16.

32 96 96 Gambar 15. Nilai NPV,Net B/C dan IRR Budidaya Ikan Kerapu, pada Kondisi Optimal dengan jarak 50 m Gambar 16. Nilai NPV, Net B/C dan IRR Budidaya Ikan Kerapu, pada Kondisi Optimal dengan jarak 100 m Gambar 15, memperlihatkan bahwa skenario 1 (modal sendiri) dan skenario 2 (modal pinjaman Bank), pada jarak 50 m dan Gambar 16, memperlihatkan skenario 1 (modal sendiri) dan skenario 2 (modal pinjaman Bank) dengan jarak 100 m, sama-sama memberikan keuntungan bagi pembudidaya dalam menjalankan usaha budidaya ikan kerapu. Nilai nominal yang diperlihatkan dari masing-masing analisis, merupakan suatu ukuran nilai keuntungan bagi pembudidaya di Teluk Levun. Nilai NPV yang diperoleh dari modal sendiri lebih besar dari nilai NPV yang dihasilkan oleh modal pinjaman, untum kedua skenario tersebut. Nilai Net B/C dan IRR yang dihasilkan oleh modal pinjaman Bank lebih besar dari nilai yang dihasilkan oleh modal sendiri. Pada Gambar 15 dan Gambar 16, nilai NPV, Net B/C dan IRR menunjukan keuntungan bersih yang akan diperoleh selama 5 tahun yang dihitung berdasarkan

33 97 97 nilai uang saat ini. Nilai NPV yang biasanya digunakan sebagai patokan penilaian kelayakan pengembangan suatu usaha, bila dibandingkan dengan analisis Net B/C dan IRR, karena NPV lebih dapat menggambarkan besaran manfaat proyek Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut pada Kondisi Aktual Komponen biaya yang digunakan terdiri dari biaya investasi, dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan 1 unit long line = (25 m x 25 m) Rincian biaya pembuatan dan penyusutan dari satu unit long line disajikan pada Lampiran 11. Biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembiayaan biaya tetap dan biaya variabel dalam menjalankan usaha budidaya rumput laut metode long line. Besaran kedua jenis biaya tersebut masing-masing Rp ,00 dan Rp ,00. Rincian biaya operasional dari satu unit keramba jaring apung disajikan pada Lampiran 12. Jumlah long line pada kondisi aktual sebanyak 37 unit, pada kondisi aktual jarak antar long line tidak diperhitungkan. Dana investasi yang dibutuhkan bagi 37 unit long line sebesar Rp ,00. (diasumsikan ukuran Long line = 25 x 25 m 2 ). Analisis usaha pada kondisi aktual menggunakan metode analisis: keuntungan (π), revenue cost rasio (R/C), return of investment (ROI) dan break event poit (BEP). Tujuannya mengevaluasi keberhasilan usaha yang dicapai. Suatu usaha dikatakan mengalami keuntungan apabila memiliki nilai penerimaan lebih besar dari total pengeluaran. Suatu usaha dikatakan layak bila R/C lebih besar dari 1 (R/C > 1). Semakin tinggi nilai R/C maka tingkat keuntungan suatu usaha akan semakin tinggi pula. Analisis ROI dapat digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam pembudidayaan tersebut. Perhitungan BEP digunakan untuk menentukan batas minimum volume penjualan agar usaha yang dilakukan tidak mengalami kerugian. Analisis usaha bagi budidaya ikan kerapu pada kondisi aktual di Teluk Levun, dilakukan tanpa memperhitungkan nilai uang berdasarkan waktu (time value of money). Hasil analisis usaha budidaya ikan kerapu pada kondisi aktual disajikan pada Tabel 29.

34 98 98 Tabel 29. Analisis Usaha Aktual Unit Budidaya Rumput Laut Metode Long line di Teluk Levun Uraian Biaya Investasi : (Rp) Biaya : Biaya Variabel (Rp) Biaya Tetap (Rp) Jumlah Biaya Penerimaan (revenue): Jumlah Produksi (Kg) Harga (Rp) Jumlah Penerimaan Kriteria Usaha : Keuntungan (TR-TC) (Rp) R/C (TR/TC) 1,28 ROI (Keuntungan/Investasi x 100%) (%) 128,90 BEP Harga (Rp) BEP Produk (Kg) Keberhasilan suatu usaha akan dinilai dari besarnya keuntungan yang diperoleh (π). Keuntungan merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis keuntungan yang disajikan pada Tabel 29, selama kurang lebih satu tahun usaha budidaya rumput laut sistem long line menghasilkan keuntungan sebesar Rp ,00 dari besar investasi Rp ,00. Hasil analisis usaha budidaya rumput laut sistem long line menunjukan nilai revenue cost rasio (R/C) sebesar 1,28 (Tabel 30). Nilai ini menunjukan bahwa setiap biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp.1.000,00. yang ditanamkan pada usaha budidaya rumput laut akan diperoleh penerimaan sebesar Rp.1.280,00. tiap tahunnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usaha budidaya rumput laut menguntungkan. Nilai ROI merupakan nilai keuntungan yang diperoleh pembudidaya dari setiap jumlah uang yang diinvestasi dalam periode waktu tertentu. Tujuannya agar pembudidaya dapat mengukur sampai seberapa besar kemanpuannya dalam mengembalikan modal yang telah ditanam. Hasil analisis yang dilakukan diketahui kemampuan mengembalikan modal dari keuntungan sebesar 128,90 % per tahun.

35 99 99 Hasil analisis usaha budidaya rumput laut sistem long line menunjukkan nilai BEP produk sebesar kg, hal ini menunjukkan bahwa titik impas atau kondisi usaha tidak untung atau tidak rugi pada saat produk usaha sebesar kg. Sementara BEP harga Rp.6.243,00 menunjukkan bahwa titik impas atau kondisi usaha tidak untung atau tidak rugi akan dicapai pada saat harga jual rumput laut sebesar Rp.6.243,00 per kg. Perhitungan BEP digunakan untuk menentukan batas minimum volume produksi dan volume penjualan agar usaha yang dijalankan tidak mengalami kerugian Analisis Kelayakan Budidaya Rumput Laut pada Kondisi Optimal Setelah mengetahui keberhasilan usaha dari analisis usaha yang dilakukan pada kondisi aktual, maka selanjutnya dilakukan analisis pada kondisi optimal. Disadari bahwa banyak kegiatan yang menimbulkan adanya manfaat eksternal maupun biaya eksternal yang timbul karena adanya aspek lingkungan yang harus diperhitungkan, maka analisis biaya dan manfaat diperluas menjadi analisis kelayakan yang dilakukan dengan memasukan dimensi biaya dan manfaat. Setelah perkiraan nilai biaya dan manfaat usaha diperoleh, maka suatu analisis mengenai layak atau tidaknya suatu kegiatan pengembangan usaha dilakukan. Jumlah unit long line pada kondisi optimal sebanyak 471 unit long line, dengan jarak antar unit long line 25 m. Dana investasi yang dibutuhkan bagi 471 unit long line sebesar Rp ,00. Perhitungan analisis yang dilakukan yaitu menghitung kelayakan usaha budidaya ikan kerapu dengan skenario modal sendiri dan modal pinjaman Bank. Bunga pinjaman Bank diketahui 12% dan angsuran pinjaman dilakukan selama 5 tahun. Besar bantuan pinjaman yang diberikan sebesar 50% dari total unit pada kondisi optimal. Besar dana yang dibutuhkan bagi pengembangan usaha budidaya rumput laut di Teluk Levun, baik modal sendiri maupun modal pinjaman Bank dapat dilihat pada Tabel 30. Diasumsikan ukuran unit long line = 25 x 25 m 2.

36 Tabel 30. Besar Dana Sendiri dan Besar Dana Pinjaman yang Dibutuhkan untuk Pengembangan Usaha Budidaya Rumput Laut di Teluk Levun pada Kondisi Optimal Jumlah Long line yang ditambahkan Jarak per unit Besar Dana Sendiri Besar Dana Pinjaman Keterangan (unit) (meter) (Rp) (Rp) Kondisi optimal Berdasarkan jumlah unit long line pada kondisi optimal, selanjutnya dihitung kelayakan usaha dari kegiatan budidaya rumput laut. Analisis kelayakan usaha dilakukan untuk mengetahui usaha budidaya tersebut layak/tidak layak dikembangkan. Analisis kelayakan usaha pada kondisi optimal tersebut, dilakukan dengan menggunakan skenario investasi yaitu: (1). Analisis investasi dengan modal sendiri, (2). Analisis investasi dengan modal pinjaman Bank. Perhitungan kelayakan usaha dilakukan dengan memperhitungkan jarak antar masing masing unit long line yaitu 25 meter. Nilai pinjaman sebesar total biaya investasi yang dibutuhkan dan diasumsikan sebesar 50% dari total unit yang akan ditempatkan pada luasan optimal. Analisis dilakukan berdasarkan kriteria kelayakan dari Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate of Return (IRR). Perhitungan analisis yang dilakukan, diasumsikan kondisi harga rumput laut dalam keadaan stabil, umur proyek 5 tahun, tingkat suku bunga 10% (mengacu pada tingkat suku bunga pinjaman untuk program pemerintah daerah (social discount rate). Penentuan kelayakan usaha budidaya rumput laut mengacu pada pada Kadariah (2001). Hasil perhitungan NPV, Net B/C dan IRR secara lengkap disajikan pada Lampiran 13 dan Tabel 31. Tabel 31. Nilai NPV, Net B/C dan IRR Budidaya Rumput Laut pada Kondisi Optimal di Teluk Levun Skenario Jumlah Unit Jarak/Unit NPV Net (m) (Rp) B/C IRR (%) Modal Sendiri ,42 10,83 92 Pinjaman Bank ,70 34,82 103

37 Nilai masing-masing hasil perhitungan NPV, Net B/C, dan IRR yang disajikan pada Tabel 31, menunjukkan bahwa usaha budidaya rumput laut dengan menggunakan modal sendiri dan modal pinjaman Bank layak karena nilai NPV, Net B/C dan IRR yang diperoleh memenuhi kriteria dan layak dikembangkan. Hasil analisis kelayakan usaha budidaya rumput laut untuk skenario 1 (modal sendiri) memperlihatkan nilai NPV yaitu sebesar Rp ,42 pada kondisi optimal dengan jarak antar unit 25 meter. Sementara skenario 2 (pinjaman Bank) nilai NPV sebesar Rp ,70. Nilai NPV yang diperoleh dari masing-masing skenario memberi gambaran bahwa besarnya nilai saat ini untuk uang yang diterima atau dibayar di masa yang akan datang (jangka waktu 5 tahun) pada tingkat suku bunga 10%. Nilai NPV yang dihasilkan oleh skenario 1 (biaya sendiri) lebih besar dari nilai NPV yang diperoleh dari skenario 2 (pinjaman Bank). Artinya skenario 1 (modal sendiri) lebih menguntungkan dikembangkan bila dibandingkan dengan skenario 2 (pinjaman Bank). Net Present Value (NPV) yang diperlihatkan dari skenario 1 dan skenario 2 menunjukkan bahwa nilai manfaat dan semua nilai biaya yang seluruhnya dinyatakan dalam nilai sekarang, dengan tingkat bunga 10% menunjukkan usaha budidaya rumput laut dengan metode long line layak dikembangkan. Besarnya Net B/C yang diperlihatkan menunjukkan bahwa untuk skenario 1 (modal Sendiri) lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai Net B/C yang diperlihatkan skenario 2 (pinjaman Bank). Nilai Net B/C dengan menggunakan skenario 1 (modal sendiri) yang diperoleh sebesar 10,83 memberikan arti bahwa setiap Rp1.000,00 cost yang dikeluarkan dari usaha yang dilakukan akan memberikan manfaat bersih sebesar Rp ,00 pada tingkat suku bunga 10%, dari investasi sebesar Rp ,00. Nilai Net B/C dengan menggunakan skenario 2 (modal sendiri) yang diperoleh sebesar 34,82 memberikan arti bahwa setiap Rp1.000,00 cost yang dikeluarkan dari usaha yang dilakukan akan memberikan manfaat bersih sebesar Rp ,00 pada tingkat suku bunga 10%, dari investasi sebesar Rp ,00. Berdasarkan kriteria kelayakan, maka kedua skenario tersebut pada usaha budidaya rumput laut dengan metode long line di Teluk Levun layak dikembangkan karena menghasilkan Nilai Net B/C > 1.

38 Nilai Net B/C yang ditunjukan dari kedua skenario terlihat bahwa skenario 2 (modal pinjaman Bank) lebih besar nilai Net B/C dari nilai yang ditunjukan oleh skenario 1 (modal sendiri). Analisis IRR dimaksudkan untuk menentukan tingkat pengembalian usaha yang dapat diharapkan dari suatu usaha tertentu. Jika IRR yang dihasilkan lebih besar dari discount rate yang ditetapkan, maka usaha layak dan sebaliknya kalau lebih kecil tidak layak. Semakin tinggi nilai IRR akan semakin baik manfaat proyek tersebut. Skenario 1 (modal sendiri) memberikan nilai IRR sebesar 92% pada jarak 25 meter. Skenario 2 (modal pinjaman Bank) memberikan nilai IRR sebesar 103 % pada jarak 25 meter. Nilai IRR yang diperoleh dari masing-masing lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku. Jika dibandingkan antara skenario 1 (modal sendiri) dan skenario 2 (modal pinjaman Bank) maka terlihat bahwa IRR dengan modal pinjaman Bank memberikan nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan modal sendiri. Nilai IRR yang diperoleh dari hasil perhitungan baik modal sendiri maupun modal pinjaman Bank dapat dikatakan bahwa usaha budidaya rumput laut di Teluk Levun layak (feasible) karena IRR yang dihasilkan lebih besar dari discount rate yang ditetapkan yaitu 10% per tahun. Nilai NPV, Net B/C dan IRR yang dihitung pada kedua skenario tersebut disajikan pada Gambar 17. Gambar 17. Nilai NPV dan Net B/C dan IRR untuk Budidaya Rumput Laut pada Kondisi Optimal Gambar 17, memperlihatkan bahwa penerapan skenario 1 (modal sendiri) dan skenario 2 (modal pinjaman Bank), sama-sama memberikan keuntungan bagi pembudidaya dalam menjalankan usaha budidaya rumput laut. Nilai nominal

39 yang diperlihatkan, merupakan suatu ukuran nilai keuntungan bagi pembudidaya di Teluk Levun. Nilai NPV yang diperoleh dari modal sendiri lebih besar dari nilai NPV yang dihasilkan oleh modal pinjaman. Namun Nilai Net B/C dan IRR yang dihasilkan oleh modal pinjaman Bank lebih besar dari yang dihasilkan oleh modal sendiri. Masing-masing menunjukan keuntungan bersih yang akan diperoleh selama 5 tahun yang dihitung berdasarkan nilai uang saat ini. Hasil analisis biaya manfaat yang dilakukan dengan menghitung nilai NPV, Net B/C dan IRR. Nilai NPV yang biasanya digunakan sebagai patokan penilaian kelayakan pengembangan suatu usaha, bila dibandingkan dengan analisis Net B/C dan IRR, karena NPV lebih dapat menggambarkan besaran manfaat proyek Analisis Kebijakan Prioritas Pengembangan Komoditas Budidaya Perikanan di Teluk Levun Analisis kebijakan bertujuan untuk mengkaji prioritas pengembangan komoditas budidaya di Teluk Levun dengan menggunakan pendekatan Proses Hirarki Analitik (AHP) dengan bantuan perangkat lunak Criterium Decisioun Plus. Analisis ekologi, ekonomi dan sosial terhadap kegiatan budidaya ikan kerapu dan rumput laut di Teluk Levun menunjukan suatu hasil yang layak untuk dilakukan pengembangan terhadap kedua jenis komoditi tersebut. Selanjutnya dilakukan analisis kebijakan pengembangan budidaya ikan kerapu dan rumput laut terhadap aspek ekologi, ekonomi, sosial dan teknologi guna menentukan prioritas alokasi sumberdaya di Teluk Levun. Analisis dengan menggunakan AHP bertujuan untuk memecahkan masalahmasalah secara terukur (kuantitatif) maupun masalah-masalah yang memerlukan pendapat para pakar. Ukuran penilaian tersebut kemudian disintesis melalui penggunanaan vektor guna menentukan prioritas dari semua faktor sampai dengan penentuan kebijakan pengembangan yang dilakukan oleh stakcholder yang terkait agar dapat memperoleh hasil yang baik pula. Analisis data dilakukan dengan menggunakan alat bantu paket program Criterium Decisioun Plus Saaty (1993). Langkah-langkah yang dilakukan dengan menggunakan program decision plus disajikan pada Lampiran 14. Persoalan yang hendak dipecahkan yaitu: presepsi stakeholder atau pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan dan penentu kebijakan di daerah untuk pengembangan budidaya

40 perikanan. Dari keempat aspek tersebut (ekologi, ekonomi, sosial dan teknologi) terdapat beberapa faktor yang sangat mempengaruhi keputusan pada pemilihan/penentuan prioritas penggunaan lahan dalam pemanfaatan kawasan Teluk Levun yang akan dikembangkan. Hasil analisis optimasi untuk kesesuaian lahan masing-masing penggunaan lahan, diperoleh luas area bagi budidaya ikan kerapu sebesar 150,42 ha dan budidaya rumput laut sebesar 254 ha. Hasil wawancara dari kriteria yang dibangun berdasarkan keterkaitan dan tingkat kepentingan terhadap pengembangan budidaya perikanan, meliputi aspek ekologi, ekonomi sosial dan teknologi. Penggunaan lahan untuk kegiatan budidaya ikan kerapu, responden menyatakan bahwa aspek ekonomi dengan nilai 0,311 paling berperan, dan faktor yang sangat mempengaruhi adalah peningkatan pendapatan dengan bobot 0,303 (Tabel 32 dan 33). Hal ini dimungkinkan karena ikan kerapu memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga memperluas area usaha akan mempengaruhi tingkat penjualan yang berpengaruh terhadap meningkatnya pendapatan masyarakat pesisir dan PAD. Alasan lain yang dikemukakan oleh responden bahwa aspek ekonomi menjadi prioritas karena berhubungan erat dengan pemanfaatan sumberdaya dalam meningkatkan pendapatan pembudidaya ikan yang nantinya mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Hasil analisis pendapat terhadap pertimbangan aspek penentuan prioritas penggunaan lahan kawasan Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara disajikan pada Tabel 32 dan Hasil analisis pendapat terhadap faktor-faktor yang berpengaruh dalam menentukan prioritas penggunaan kawasan Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara disajikan pada Tabel 33. Tabel 32. Hasil Analisis Pendapat terhadap Pertimbangan Aspek Penentuan Prioritas Penggunaan Lahan Kawasan Teluk Levun di Kabupaten Maluku Tenggara Penggunaan Lahan Budidaya Ikan Kerapu Budidaya Rumput Laut Aspek Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Bobot Prioritas Bobot Prioritas Bobot Prioritas Bobot Prioritas 0, , , , , , , ,055 4

41 Tabel 33. Hasil Analisis Pendapat terhadap Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam Penentuan Prioritas Penggunaan Lahan Kawasan Teluk Levun di Kabupaten Maluku Tenggara Faktor Budidaya Ikan Kerapu Budidaya Rumput Laut Bobot Prioritas Bobot Prioritas Pendapatan 0, ,178 2 Pasar 0, ,137 4 Produksi 0, ,057 7 Kualitas Air 0, ,058 6 Ketersediaan Lahan 0, ,136 5 Tenaga Kerja 0, ,157 3 Adat dan Kebiasaan 0, ,197 1 Tansfer Teknologi 0, ,055 8 Penggunaan perairan untuk kegiatan budidaya rumput laut menunjukkan bahwa pertimbangan aspek ekonomi merupakan prioritas pertama dengan bobot sebesar 0,511 dan faktor yang sangat berpengaruh pada aspek tersebut adalah faktor adat dan kebiasaan yang turun temurun dengan bobot 0,197. Prioritas kedua adalah pendapatan dengan bobot 0,178 sedangkan prioritas penyerapan tenaga kerja dengan bobot sebesar 0,157. (Tabel 32 dan 33). ketiga adalah Berdasarkan hasil analisis pendapat gabungan pada penentuan prioritas penggunaan kawasan Teluk menunjukan bahwa penggunaan kawasan Teluk Levun lebih diutamakan untuk pengembangan budidaya rumput laut dengan bobot nilai sebesar 0,598 yang didasari pada pertimbangan aspek ekonomi dengan bobot nilai 0,426, dan sosial budaya dengan bobot nilai sebesar 0,282. Tabel 34 menampilkan hasil analisis hierarki pendapat gabungan pada penentuan prioritas penggunaan kawasan Teluk Levun. Tabel 34. Hasil Analisis Pendapat Gabungan pada Penentuan Prioritas Penggunaan Lahan Kawasan Teluk Levun di Kabupaten Maluku Tenggara Penggunaan FAKTOR Lahan Ea1 Ea2 Eb1 Eb2 Eb3 S1 S2 T Budidaya 0,179 0,084 0,258 0,112 0,56 0,170 0,112 0,028 Bobot Prioritas Ikan Kerapu 0,200 0,250 0,333 0,750 0,750 0,333 0,500 0,333 0,402 2 Rumput Laut 0,800 0,750 0,667 0,250 0,250 0,667 0,500 0,667 0,598 1 Keterangan: Ea1: Kualitas Air Eb1: Pendapatan S1: Tenaga Kerja T: Teknologi Ea2: Ketersediaan Lahan Eb2: Produksi S2: Adat dan Kebiasaan Eb3: Pasar

42 Hasil analisis hierarki kegiatan budidaya ikan kerapu, rumput laut dalam penggunaan kawasan Teluk Levun disajikan pada Gambar 18 Sasaran Prioritas Pengembangan Budidaya Aspek Ekologi (0,264) Ekonomi (0,426) Sosial Budaya (0,282) Teknologi (0,028) Kriteria Kualitas Air ((0,179) Ketersediaan Lahan (0,084) Pasar (0,112) Produk si (0,56) Penda Patan (0,258) Tenaga Kerja (0,0112) Adat & Kebias aan (0,170 ) Tasfer Tekno Logi (0,028) Prioritas/ Kebijakan Budidaya Rumput Laut (0,598) Budidaya Ikan Kerapu (0,402) Gambar 18. Hasil Analisis Hierarki Kegiatan Budidaya Ikan Kerapu, Rumput Laut dalam Penggunaan kawasan Teluk Levun Gambar 18 memperlihatkan perbandingan menyeluruh antara aspek dan masing-masing kriteria untuk memperoleh kebijakan pengembangan komoditi budidaya perikanan di Teluk Levun. Hasil pembobotan tersebut, kemudian digunakan sebagai dasar dalam mengkaji kebijakan prioritas pengembangan budidaya perikanan.

43 Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa budidaya rumput laut mempunyai total bobot prioritas lebih tinggi yakni sebesar 0,598 bila dibandingkan dengan budidaya ikan kerapu yang memiliki nilai 0,402. Dari bobot penilaian prioritas terlihat bahwa rumput laut merupakan prioritas komoditas budidaya di Teluk Levun, dikarenakan rumput laut mempunyai nilai prioritas relatif yang cukup tinggi pada hampir semua kriteria (Gambar 19). Budidaya Ikan Kerapu Budidaya Rumput Laut Gambar 19. Prioritas Pengembangan Komoditi Budidaya Perikanan di Teluk Levun. Berdasarkan Gambar 19, kebijakan Prioritas Pengembangan Komoditi Budidaya Perikanan di Teluk Levun yang dilakukan terlihat bahwa nilai prioritas kebijakan pengembangan komoditi yang diperoleh dari budidaya ikan kerapu sebesar 0,402 lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai prioritas kebijakan pengembangan komoditi yang diperoleh dari rumput laut yaitu sebesar 0,598. Artinya pendapat gabungan pada prioritas penggunaan lahan menunjukan bahwa penggunaan lahan di Teluk Levun lebih diprioritaskan untuk budidaya rumput laut. Berdasarkan Lampiran 14; Gambar (3) yang merupakan salah satu tampilan contoh dari pengisian nilai kriteria, terlihat bahwa nilai Consistency Ratio (CR) yang dihasilkan oleh budidaya ikan kerapu dan budidaya rumput laut sebesar 0,084 mengindikasikan bahwa para stakeholder konsisten dalam pemberian nilai pembobotan dengan tingkat penyimpangan kecil. Menurut Saaty (1993) nilai CR lebih kecil atau sama dengan 0,10 maka pendapat atau presepsi dari pakar (key information) dikatakan konsisten dan dapat dipercaya. Dari hasil wawancara, pendapat atau aspirasi yang diberikan responden menunjukan interes mengenai kebijakan pemanfaatan kawasan Teluk Levun

Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti. Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara

Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti. Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara 123 123 Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara 124 124 125 125 Lampiran.2. Sarana Input Produksi Budidaya Ikan Kerapu dan Rumput Laut di Kawasan Teluk Levun Unit Budidaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line

Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line Standar Nasional Indonesia Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 2: Metode long-line ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO

BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO BOKS 2 HASIL KAJIAN POTENSI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN ROTE NDAO Pendahuluan Perkembangan perekonomian NTT tidak dapat hanya digerakkan oleh kegiatan perekonomian di Kota Kupang saja. Hal tersebut mengindikasikan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 36 36 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Budidaya pembesaran ikan kerapu bebek (Chromileptes altivelis) dengan sistem KJA dan budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) dengan sistem Long

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan kawasan Pesisir dan Laut Kabupaten Maluku Tenggara sebagai satu kesatuan wilayah akan memberikan peluang dalam keterpaduan perencanaan serta pengembangan

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 31 Oktober 2011 sampai 18 Desember 2011 selama 42 hari masa pemeliharaan di Tambak Balai Layanan Usaha Produksi

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Perumusan Fungsi Tujuan Berdasarkan metode penelitian, perumusan model program linear didahului dengan penentuan variabel keputusan, fungsi tujuan, dan kendala. Fungsi tujuan

Lebih terperinci

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR

KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR Ba b 4 KONDISI PERIKANAN DI KECAMATAN KUALA KAMPAR 4.1. Potensi Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Kecamatan Kuala Kampar memiliki potensi perikanan tangkap dengan komoditas ikan biang, ikan lomek dan udang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan 4.1. Laju Pertumbuhan Mutlak BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Laju pertumbuhan mutlak Alga K. alvarezii dengan pemeliharaan selama 45 hari dengan menggunakan 4 perlakuan yakni perlakuan A (Perlakuan dengan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL

VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL VII. ANALISIS ASPEK FINANSIAL Analisis aspek finansial digunakan untuk menganalisis kelayakan suatu proyek atau usaha dari segi keuangan. Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantatif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Biawak merupakan suatu daerah yang memiliki ciri topografi berupa daerah dataran yang luas yang sekitar perairannya di kelilingi oleh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Pada Tabel 2 dijelaskan bahwa pada minggu pertama nilai bobot biomasa rumput laut tertinggi terjadi pada perlakuan aliran air 10 cm/detik, dengan nilai rata-rata

Lebih terperinci

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar Standar Nasional Indonesia Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) Bagian 1: Metode lepas dasar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA Media Litbang Sulteng III (1) : 21 26, Mei 2010 ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii PADA KEDALAMAN PENANAMAN YANG BERBEDA Oleh : Novalina Serdiati, Irawati Mei Widiastuti

Lebih terperinci

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN LAUT DAN PAYAU (BPBILP) LAMU KABUPATEN BOALEMO 1 Ipton Nabu, 2 Hasim, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut atau yang dikenal dengan sebutan ganggang laut atau alga laut. Beberapa diantaranya

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman.induk yang baik untuk pemijahan memiliki umur untuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Perairan Semak Daun, Kelurahan Pulau Panggang, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu (KAKS) Daerah Khusus bukota Jakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Budidaya Laut (BBL) stasiun Sekotong Lombok Barat, NTB. Pelaksanaan penelitian selama ± 65 hari dari bulan Februari hingga

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

VI HASIL DAN PEMBAHASAN VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Saluran dan Lembaga Tataniaga Dalam menjalankan kegiatan tataniaga, diperlukannya saluran tataniaga yang saling tergantung dimana terdiri dari sub-sub sistem atau fungsi-fungsi

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya rumput laut ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

(Eucheuma cottonii) TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA PESISIR (Studi Kasus di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur)

(Eucheuma cottonii) TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA PESISIR (Studi Kasus di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur) TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA PESISIR (Studi Kasus di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur) DONA WAHYUNING LAILY Dosen Agrobisnis Perikanan ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah penghasilan

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.. Keadaan Umum Daerah Penelitian 5... Keadaan Umum Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten yang termasuk dalam regional Provinsi Bali.

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan Bab 4 Hasil Dan Pembahasan 4.1. Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Potensi sumberdaya lahan pesisir di Kepulauan Padaido dibedakan atas 3 tipe. Pertama adalah lahan daratan (pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Kabupaten Dompu secara geografis terletak di antara 117 o 42 dan 180 o 30 Bujur Timur dan 08 o 6 sampai 09 o 05 Lintang Selatan. Kabupaten Dompu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim, kurang lebih 70 persen wilayah Indonesia terdiri dari laut yang pantainya kaya akan berbagai jenis sumber daya hayati dan

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline

Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline Standar Nasional Indonesia Produksi bibit rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) - Bagian 2: Metode longline ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji

3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Materi Uji 13 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitiaan telah dilaksanakan di perairan Teluk Gerupuk, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar 2). Jangka waktu pelaksanaan penelitian terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu dari luar sistem perairannya sehingga dapat dinetralkan atau distabilkan kembali dalam jangka waktu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009

b) Bentuk Muara Sungai Cimandiri Tahun 2009 32 6 PEMBAHASAN Penangkapan elver sidat di daerah muara sungai Cimandiri dilakukan pada malam hari. Hal ini sesuai dengan sifat ikan sidat yang aktivitasnya meningkat pada malam hari (nokturnal). Penangkapan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut

1. PENDAHULUAN. berkembang pada substrat dasar yang kuat (Andi dan Sulaeman, 2007). Rumput laut 1 1. PENDAHULUAN Rumput laut atau yang biasa disebut seaweed tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Sargassum talusnya berwarna coklat, berukuran besar, tumbuh dan berkembang pada substrat dasar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Taksonomi Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus)

II. TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Taksonomi Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi dan Taksonomi Kerapu Macan (Epinephelus fuscogutattus) Ikan Kerapu Macan mempunyai banyak nama lokal. Di India, Kerapu Macan dikenal dengan nama Fana, Chammam, dan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.504 pulau dengan 13.466 pulau bernama, dari total pulau bernama, 1.667 pulau diantaranya berpenduduk dan

Lebih terperinci

Optimasi Usaha Budidaya Ikan Air Tawar Pada Keramba Jaring Apung di Waduk PLTA Koto Panjang Kabupaten Kampar Provinsi Riau

Optimasi Usaha Budidaya Ikan Air Tawar Pada Keramba Jaring Apung di Waduk PLTA Koto Panjang Kabupaten Kampar Provinsi Riau Optimasi Usaha Budidaya Ikan Air Tawar Pada Keramba Jaring Apung di Waduk PLTA Koto Panjang Kabupaten Kampar Provinsi Riau OPTIMASI USAHA BUDIDAYA IKAN AIR TAWAR PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK PLTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia, dengan sekitar 18. 110 buah pulau, yang terbentang sepanjang 5.210 Km dari Timur ke Barat sepanjang

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Daerah Penelitian Kabupaten Kupang merupakan kabupaten yang paling selatan di negara Republik Indonesia. Kabupaten ini memiliki 27 buah pulau, dan 19 buah pulau

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM POLA DISTRIBSI SH DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan

Lebih terperinci

USAHA PERIKANAN TANGKAP DAN BUDIDAYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF

USAHA PERIKANAN TANGKAP DAN BUDIDAYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF USAHA PERIKANAN TANGKAP DAN BUDIDAYA SEBAGAI MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF OLEH: Nama : FEMBRI SATRIA P NIM : 11.02.740 KELAS : D3-MI-01 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMASI DAN KOMPUTER

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL

BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL BAB 1 : PERKEMBANGAN MAKRO REGIONAL Perekonomian Gorontalo triwulan I-2013 tumbuh 7,63% (y.o.y) lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,57% (y.o.y.) Pencapaian tersebut masih

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September Tahapan III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2014. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian terdiri dari peninjauan lokasi penelitian pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim

I. PENDAHULUAN. 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Aceh Singkil beriklim tropis dengan curah hujan rata rata 143,5 mm/tahun dengan kelembaban 74% - 85%. Kecepatan angin pada musim timur maksimum 15 knot, sedangkan

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1: 29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG Mharia Ulfa Alumni Pascasarjana Ilmu lingkungan Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut (SPL) Hasil olahan citra Modis Level 1 yang merupakan data harian dengan tingkat resolusi spasial yang lebih baik yaitu 1 km dapat menggambarkan

Lebih terperinci

MAKSIMISASI KEUNTUNGAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI DESA LALOMBI KECAMATAN BANAWA SELATAN KABUPATEN DONGGALA

MAKSIMISASI KEUNTUNGAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI DESA LALOMBI KECAMATAN BANAWA SELATAN KABUPATEN DONGGALA e-j. Agrotekbis 1 (2) : 198-203, Juni 2013 ISSN : 2338-3011 MAKSIMISASI KEUNTUNGAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI DESA LALOMBI KECAMATAN BANAWA SELATAN KABUPATEN DONGGALA Profit Maximization Of Seaweed

Lebih terperinci

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Legonkulon berada di sebelah utara kota Subang dengan jarak ± 50 km, secara geografis terletak pada 107 o 44 BT sampai 107 o 51 BT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan

Kata kunci : pencahayaan matahari, E. cottonii, pertumbuhan LAMA PENCAHAYAAN MATAHARI TERHADAP PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DENGAN METODE RAKIT APUNG Haryo Triajie, Yudhita, P, dan Mahfud Efendy Program studi Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura

Lebih terperinci

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP Wiwid Prahara Agustin 1, Agus Romadhon 2, Aries Dwi Siswanto 2 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

Analisis Sensitivitas Produksi Kopi Sambung

Analisis Sensitivitas Produksi Kopi Sambung PRISMA (08) PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/prisma/ Analisis Sensitivitas Produksi Kopi Sambung Ulfasari Rafflesia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak dan Luas Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara geografis, Kecamatan Padang Cermin terletak di sebelah Tenggara Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi umum daerah Wonorejo Kawasan mangrove di Desa Wonorejo yang tumbuh secara alami dan juga semi buatan telah diputuskan oleh pemerintah Surabaya sebagai tempat ekowisata.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL

VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL VII. KEPUTUSAN PRODUKSI AKTUAL DAN OPTIMAL 7.1 Keputusan Produksi Aktual Keputusan produksi aktual adalah keputusan produksi yang sudah terjadi di P4S Nusa Indah. Produksi aktual di P4S Nusa Indah pada

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam produksi komoditi yang bersumber dari kekayaan alam terutama dalam sektor pertanian. Besarnya

Lebih terperinci

Upaya, Laju Tangkap, dan Analisis... Sungai Banyuasin, Sumatera Selatan (Rupawan dan Emmy Dharyati)

Upaya, Laju Tangkap, dan Analisis... Sungai Banyuasin, Sumatera Selatan (Rupawan dan Emmy Dharyati) Upaya, Laju Tangkap, dan Analisis... Sungai Banyuasin, Sumatera Selatan (Rupawan dan Emmy Dharyati) UPAYA, LAJU TANGKAP, DAN ANALISIS USAHA PENANGKAPAN UDANG PEPEH (Metapenaeus ensis) DENGAN TUGUK BARIS

Lebih terperinci

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN Jalil 1, Jurniati 2 1 FMIPA Universitas Terbuka, Makassar 2 Fakultas Perikanan Universitas Andi Djemma,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali di terjemahkan seaweed bukan sea grass yang sering di sebut dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. kali di terjemahkan seaweed bukan sea grass yang sering di sebut dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Rumput laut Rumput laut atau seaweed merupakan nama dalam perdagangan nasional untuk jenis alga yang banyak di panen di laut. Rumput laut atau alga yang sering kali di terjemahkan

Lebih terperinci

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem Tabel Parameter Klasifikasi Basis Data SIG Untuk Pemanfaatan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Kelautan No Parameter Satuan 1 Parameter Fisika Suhu ºC Kecerahan M Kedalaman M Kecepatan Arus m/det Tekstur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk

I. PENDAHULUAN. internasional. Menurut Aslan (1991), ciri-ciri umum genus Eucheuma yaitu : bentuk I. PENDAHULUAN Eucheuma cottonii merupakan salah satunya jenis rumput laut merah (Rhodophyceae) yang mempunyai nilai ekonomi tinggi karena mengandung karaginan yang berupa fraksi Kappa-karaginan. Rumput

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya pembangunan pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik, yang tercermin dalam peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kegiatan budidaya rumput laut telah berkembang dengan pesat di Kabupaten Bantaeng. Indikasinya dapat dilihat dari hamparan budidaya rumput laut yang

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Sub Terminal Agribisnis (STA) Rancamaya yang berlokasi di Jl. Raya Rancamaya Rt 01/01, Kampung Rancamaya Kidul, Desa Rancamaya,

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id di alternatif usaha budidaya ikan air tawar. Pemeliharaan ikan di sungai memiliki BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR

bio.unsoed.ac.id di alternatif usaha budidaya ikan air tawar. Pemeliharaan ikan di sungai memiliki BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA DI PERAIRAN MENGALIR Oleh: Dr. Endang Widyastuti, M.S. Fakultas Biologi Unsoed PENDAHULUAN Ikan merupakan salah satu sumberdaya hayati yang dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini III METODE PENELITIAN.. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar

Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) Rumput laut segar Gambar di bawah ini memperlihatkan bentuk rumput laut segar yang baru dipanen (a. Gracillaria, b. Kappaphycus, c. Sargassum) a. www.aquaportail.com b. Dok. Pribadi c. Mandegani et.al (2016) Rumput laut

Lebih terperinci