Tim Penulis Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, Riau Dalam Angka 2016.

Transkripsi

1 A. Pendahuluan Kabupaten Indragiri Hilir merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Kabupaten ini mempunyai luas wilayah hektar atau 15,48% dari total luas Provinsi Riau, 1 yang mana 72,37% daerahnya merupakan lahan gambut dan sekitar 20% diantaranya merupakan gambut yang dikategorikan dalam fungsi lindung karena mempunyai kedalaman lebih dari 3 meter. Investasi di Kabupaten ini didominasi perizinan sektor kehutanan, khususnya Hutan Tanaman Industri sebagai pemasok bahan baku pulp and paper dan perizinan sektor perkebunan kelapa sawit. Sama seperti kabupaten lainnya di Provinsi Riau, Indragiri Hilir dalam catatan WALHI Riau mempunyai banyak catatan hitam terkait dengan pernerbitan izin, seperti 3 korporasi yang diindikasikan terlibat dalam korupsi kehutanan, terkait penerbitan IUPHHK-HT, yang mana dua diantara korporasi tersebut berstatus sebagai terlapor di KPK. Bahkan pada 2016, terdapat 2 korporasi yang telah ditetapkan sebagai tersangka karhutla 2015 dihentikan penyidikannya oleh Polda Riau. Bahkan carut marut perizinan di Indragiri Hilir telah membuat DPRD Kabupaten ini melakukan pembahasan terkait review terhadap izin-izin perkebunan kelapa yang bermasalah, tercata ada 7 perusahaann yang dipantau secara langsung dan 14 yang masuk dalam catatan rekomendasi dalam rapat bersama Komisi I dan II DPRD Kabupaten Indragiri Hilir dengan Pemerintah Kabupaten. Menurut catatan WALHI Riau, korporasi-korporasi tersebut merupakan korporasi yang beraktivitas tanpa izin dan beraktivitas dengan izin yang diterbitkan secara sembarangan dalam rentang tahun 2002 hingga 2013, atau dipenghujung masa jabatan Bupati sebelumnya (Indra Muklis Adnan). Salah satu, korporasi yang mendapat pantauan dan menjadi topik pembahasan terkait dengan kepatuhannya terhadap izin yang diterbitkan ialah PT. Setia Agrindo Lestari, yang lokasi perkebunannya bertumpang tindih dengan masyarakat Desa Pungkat, Kecamatan Gaung, Kabupaten Indragiri 1 Tim Penulis Badan Pusat Statistik Provinsi Riau, Riau Dalam Angka 2016.

2 Hilir. Masyarakat tersebut merupakan dampingan WALHI Riau sejak Agustus Sayangnya, terkait yang dilakukan DPRD dan Pemerintah Kabupaten terhadap PT. SAL hanya meliputi dampak sosial terkait penolakan masyarakat Desa Pungkat, tidak mencakup kelayakan dan pemenuhan kriteria perizinan serta dari perspektif lingkungan. Namun, berdasarkan pertemuan WALHI Riau dan masyarakat Desa Pungkat dengan Bupati Indragiri Hilir dan jajajarannya didapatkan kesepakatan bahwa ada komitmen Bupati untuk melakukan peninjauan ulang izin PT. SAL dengan membentuk Tim yang akan bekerja melakukan peninjauan ulang izin tersebut berdasarkan kriteria peraturan perundang-undangan, kondisi lingkungan, dampak sosial dan lainnya. Selain itu, pada pertemuan 11 Januari 2017 tersebut, Bupati secara eksplisit juga menyatakan permohonan bantuan untuk menghubungkan kerja di tingkat Kabupaten dengan Pemerintah Pusat, baik Kementerian Lingkungan Hidup dan Keshutanan maupun Badan Restorasi Gambut. B. Permasalahan Berdasarkan uraian pada pendahuluan, maka dirumuskan permasalahan dalam penulisan ini terkait dengan catatan pelanggaran dalam penerbitan Izin Usaha Perkebunan Kelapa Sawit yang diterbitkan oleh Kepala Badan Perizinan, Penanaman Modal dan Promosi Daerah Kabupaten Indragiri Hilir kepada PT. Setia Agrindo Lestari. C. Profil PT. Setia Agrindo Lestari PT. Setia Agrindo Lestari merupakan perseroan terbatas yang didirikan berdasarkan Akta Notaris Nomor 09 tanggal 29 September 2011, dibuat dihadapan Ira Widyasari Juwono, SH yang merupakan notary di Kabupaten Bogor. Selanjutnya, pendirian korporasi ini sudah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM berdasarkan SK. Nomor. Hu ah tahun tertanggal 03 November Pada 2013, melalui notaris yang sama dilakukan perubahan terakhir melalui akta Nomor 17 tanggal 27 November 2013 yang selanjut tercatat dalam Sisminbakum Kementerian Hukum dan

3 HAM berdasarkan Surat Penerimaan Pemberitahuan Nomor AHU-AH , tanggal 19 November Domisili hukum korporasi yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit ini adalah APL Tower Central Park lantai 28, Podomoro City, Jalan Letjend. S Parman Kav. 28, Grogol, Petamburan, Jakarta Barat. Adapun dalam akta terakhir tersebut disebutkan bahwa yang menjadi Direktur Utama-nya adalah Harianto Tanomoeljono. Terkait dengan permasalahan yang dikaji dalam paper ini, PT. Setia Agrindo Lestari merupakan korporasi penerima Izin Usaha Perkebunan dari Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir. Pemberian izin ini berdasarkan Keputusan Kepala badan Perizinan, Penanaman Modal dan Promosi Daerah Kabupaten Indragiri Hilir Nomor: 503/BP2MPD-IUP/2013/I tentang Izin Usaha Perkebunan atas nama PT. Setia Agrindo Lestari tanggal 13 November Berdasarkan SK terseut diketahui bahwa komoditi tanaman perkebunannya adalah kelapa sawit di atas areal seluas ± hektar. Penerbitan Izin Usaha Perkebunan tersebut didasarkan pada penerbitan izin lokasi yang dilakukan oleh instansi yang sama pada 01 Agustus Berdasarkan keterangan dari Chong Wei Kwang, salah satu staf First Resources Limited dalam yang ditujukan kepada pimpinan First Resources Limited, Ciliandra dan beberapa pimpinan lainnya disebutkan bahwa korporasi yang tercatat di pasar modal Singapore ini mempunyai saham 46.7% terhadap PT. Setia Agrindo Lestari. D. Sejarah Singkat Desa Pungkat Sejarah Desa Pungkat bermula dari tahun 1940-an. Berawal dari kehidupan empat keluarga, H Hasan, H Syusin, Deraman dan H Senawi yang bermukim di pinggir sungai gaung. Awalnya tiga keluarga ini menempati rumah yang terbuat dari kayu dan rumbia (pohon sagu). Kehidupan empat keluarga ini bergantung dari aktivitas mengambil kayu di hutan rawa gambut yang jaraknya sekitar 30 meter di belakang rumah mereka. Kayu yang mereka ambil, selanjutnya dipotong dan dibelah untuk dijadikan tongkat, yang lalu

4 dijual ke pasar. Guna menjual tongkat tersebut, mereka harus menempuh perjalanan 4 jam dengan sampan dayung dan pengayuh. Waktu tempuh yang cukup lama ini mau tidak mau harus mereka lalui karena saat itu pasar hanya satu, yaitu di kecamatan Gaung Anak Serka. Karena tongkat-tongkat yang mereka hasilkan berkualitas baik, sehingga kerajinan tersebut mulai dikenal dan dipergunakan oleh banyak orang untuk membangun jembatan, rumah dan kebutuhan lainnya, maka disebutlah lokasi keempat keluarga bermukim tersebut sebagai Kampung Tongkat yang disingkat dengan nama Pungkat. Selanjutnya, masyarakat yang hanya memanfaatkan kayu untuk membuat tongkat mengembangkannya untuk guna membuat sampan dan perahu layar. Selain itu, kehidupan yang bergantung dari kayu-kayu alam ini juga ditopang oleh perkebunan yang dibudidayakan tidak monokultur, seperti tanaman pinang dan kelapa, atau disisipi tanaman muda lainnya. Hanya saja, hutan tetap dianggap mempunyai peranan penting bagi masyarakat pungkat, karena hutan juga menyediakan cadangan air bersih, meminimalkan potensi konflik mereka dengan beruang dan harimau. Bahkan sungai rawa yang menjadi sumber air bersih, juga menyediakan ikan dalam jumlah yang cukup guna memenuhi kehidupan sehari-hari. Mengenai pemanfaatan kayu. Dalam memanfaatkan kayu alam, masyarakat juga mempunyai kearifan lokal, yaitu melakukan sistem tebang pilih dan tidak membiarkan kayu ramin tetap tumbuh kokoh di hutan desa mereka. Hanya saja, kelestarian hutan dan keberlanjutan nafkah hidup masyarakat Desa Pungkat yang bergantung pada hutan terusik oleh kehadiran PT. SAL. Hutan dan kebun-kebun masyarakat Pungkat dan empat desa lainnya di Kecamatan Gaung Kabupaten Indragiri Hilir dibebankan izin usaha perkebunan kelapa sawit. Sayangnya, hanya masyarakat Desa Pungkat-lah yang konsisten dalam perjuangan pertahankan hutan dan kampung, sedang mayarakat desa lain cenderung pasrah dan malah terlibat dalam penerbitan surat-surat tanah yang dengan sengaja diterbitkan oleh oknum kepala desa di atas kawasan hutan.

5 E. Catatan Pelanggaran Penerbitan IUP PT. SAL 1. Penerbitan IUP di kawasan Hutan Penerbitan IUP PT. SAL diketahui secara jelas dan nyata bertentangan dengan hukum karena berada di atas kawasan hutan produksi dan kawasan PIPIB. Terkait dengan IUP yang berada di kawasan hutan ini, tercatat bertumpang tindih dengan areal konsesi dua korporasi yang bergerak di sektor industri kehutanan, yaitu PT. Mutiara Sabuk Khatulistiwa yang merupakan pemasok bahan baku pulp and paper group APP yang menggunakan sistem silvikultur dan satunya PT. Bina Keluarga yang melakukan aktivitas penebangan hutan dengan sistem HPH. Selain itu, lokasi yang dibebankan izin tersebut juga bertumpang tindih dengan areal moratorium, yang jelas tidak dapat dibebankan izin dan tidak boleh dilakukan penebangan. Untuk melihat tumpang tindih dan keberadaan areal moratorium tersebut tersebut dapat dilihat dari peta di bawah ini. Gambar 1. Izin PT SAL (garis hitam) Tumpang Tindih Dengan Izin HPH HTI PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa (APP Grup) dan PT Bina Keluarga

6 Gambar 2. Izin PT SAL berada di atas lahan moratorium PIPIB 1-6 Walaupun pasca, penerbitan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK: SK.878/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan Provinsi Riau tanggal 29 September 2014, lokasi izin usaha ini telah berubah statusnya, dari kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain, namun tidak menutup riwayat bahwa dalam kronologinya ada perbuatan yang bertentangan dengan hukum yang dilakukan PT. SAL karena beraktivitas di kawasan hutan sebelum adanya pelepasan, dimana ada aktivitas penebangan dan alih dungsi menjadi perkebunan kelapa sawit sebelum areal berubah status.

7

8 Adanya perubahan kawasan hutan menjadi areal penggunaan lain ini juga patut diduga dilakukan dengan pemalsuan data dan dokumen, hal ini dapat dilihat respon surat dari Kementerian Kehutanan melalui Surat dari Direktur Jenderal Planologi No. S.1489/VII-IPSDH/2012 tanggal 17 Desember 2012 terkait surat Direktor PT. Setia Agrindo Lestari No. 236/SAM/DIRJKT/ XI/2012. Adapun surat tersebut menjelaskan kebohongan dimana disebutkan hasil Telaahan areal PT.Setia Agro Lestari termasuk dalam PIPPIB Rev.III pada lahan gambut dengan fungsi HPK dan APL; sesuai hasil identifikasi oleh tim Balai Besar dan Pengembangan Sumber daya Lahan Pertanian bahwa areal tersebut sebagian merupakan tanah mineral berdasarkan klasifikasi menurut Soil Taxonomy; dan Sesuai SK No. 6315/Menhut-VII/IPSDH/2012 amar KESEMBILAN butir a maka hasil survey lapangan yg bukan berupa gambut dan/atau bukan hutan alam primer dapat diberikan izin baru. Hasil survey tim Balai Besar dan Pengembangan Sumber daya Lahan Pertanian yang menyebutkan lahan ini bukan lahan gambut adalah satu kebohongan besar.

9 2. Penerbitan IUP di atas lahan gambut Tidak semua lahan dapat dibebankan izin usaha perkebunan kelapa sawit. Terdapat beberapa aturan yang secara umum maupun khusus yang menentukan syarat dan kriteria yang dapat diperuntukkan sebagai areal perkebunan. Terkait dengan perizinan PT. SAL, diketahui terdapat beberapa syarat dan kriteria yang dilanggar dalam penerbitan izin ini, terutama terkait dengan kawasan hutan dan bergambut. Berdasarkan data sekunder sebaran gambut diketahui bahwa sebagian besar lokasi perkebunan tersebut berada di kawasan gambut yang kedalamannya lebih dari 3 meter. Hal ini dapat diketahui peta di bawah ini: Gambar 3. Peta Izin PT SAL (garis hitam) berada di atas lahan gambut yang sebagian besarnya berada di kedalaman lebih dari 3 meter. Berdasarkan data sebaran gambut tersebut diketahui bahwa penerbitan izin PT. SAL keseluruhannya berada di kawasan gambut. Selanjudtnya, berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan eyes on the forest juga ditemukan fakta bahwa lokasi yang dibebankan izin tersebut benar merupakan kawasan bergambut. Fakta ini tentunya membantah sanggahan

10 manajemen PT. SAL yang menyebutkan bahwa areal konsesi perkebunan tidak berada di atas areal bergambut. Dari fakta yang merujuk pada data sekunder di atas, maka penerbitan IUP PT. SAL di atas lahan gambut bertentangan dengan: - Penjelasan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyebutkan bahwa kawasan bergambut termasuk dalam kawasan lindung; - Pasal 10 Keputusan Presiden nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan lindung disebutkan kawasan bergambut sebagai kawasan lindung dengan kriteria kawasan berlindung yang memberikan kawasan bawahnya; - Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 14/Permentan/PL.110/2/2009 tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut Untuk Budidaya Kelapa Sawit dalam lampirannya mengenai kriteria penggunaan lahan gambut secara tegas disebutkan bahwa areal gambut yang dapat dipergunakan untuk perkebunan kelapa sawit adalah areal gambut yang ketebalannya di bawah 3 meter; - Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut yang pada Pasal 9 ayat (4) yang menyebutkan bahwa gambut yang kedalamannya lebih dari 3 meter masuk dalam kriteria ekosistem gambut dengan fungsi lindung. 3. Temuan Pelanggaran Aktivitas PT. SAL Walaupun telah didapati fakta, bahwa IUP yang diperoleh oleh PT. SAL bertentangan dengan hukum, namun tidak membuat korporasi ini tidak mengehentikan aktivitasnya. Bahkan sebelum terjadi pembakaran alat berat dan pondok yang dimilikinya oleh masyarakat, sebenarnya Pemerintah Daerah Kabupaten Indragiri Hilir, baik DPRD maupun Pemerintah Kabupaten telah mengeluarkan rekomendasi pada 18 Juni 2014 yang menegaskan PT. Setia Agrindo Lestari agar menghentikan aktivitas aktivitasnya di Desa Pungkat. Lacurnya, rekomendasi yang diterbitkan oleh

11 Pemerintah Daerah tersebut diacuhkan oleh korporasi yang terafiliasi dengan First Resources Group tersebut. Aktivitas penebangan hutan alam dan pembangunan kanal terus dilakukan dan hal inilah yang mengakibatkan kemarahan warga yang membakar 9 alat berat dan 2 pondok PT. SAL yang dibangun dari kayukayu alam di hutan rawa gambut Desa Pungkat. Aktivitas PT. SAL sempat terhenti ketika ada instruksi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada yang memerintahkan penyidik kementeriannya untuk melakukan penyelidikan terhadap aktivitas PT. SAL. Sayangnya, aktivitas yang terhenti hanyalah aktivitas penebangan dan pembangunan kanal, sedangkan areal bekas tebangan sudah ditanami sawit dan ditemukan telah dilakukan aktivitas budidaya pada umumnya. Terkait dengan hal itu, WALHI Riau dan Eyes on the Forest telah melakukan beberapa kegiatan investigasi lapangan guna melihat aktivitas PT. SAL. Berdasarkan hasil investigasi WALHI Riau diketahui bahwa pada tahun 2015 saja, PT. SAL telah melakukan penebangan hutan alam seluas ± 3040 hektar, sedangkan untuk aktivitas pada 2014 belum dikalkulasikan, hanya saja diperkirakan luas tebangan lebih besar dari tahun Bahkan dari aktivitas penebangan terakhir dilakukan kurang dari 300 meter dari Sungai Rawa, sungai tempat masyarakat menggantungkan pemenuhan kebutuhan air saat musim kemarau Berikut temuan yang diperoleh dari investigasi yang dilakukan pada tahun 2015.

12 Gambar 4. Penebangan kayu alam yang dilakukan PT. SAL. Gambar pada titik koordinat, latitude S dan longitude E Gambar diambil pada 7 Maret 2015, oleh Tim Walhi Riau/Eyes on the Forest. Gambar 5. Terlihat alat berat PT. SAL dan bekas kayu tebangan yang sudah diolah. Berdasarkan informasi dari pekerja, disebutkan bahwa kayu-kayu ini dipergunakan untuk membangun barak dan perumahan karyawan. Gambar pada titik koordinat, latitude S dan longitude E Gambar diambil pada 7 Maret 2015, oleh Tim Walhi Riau/Eyes on the Forest.

13 Gambar 6. Pondok atau perumahan karyawan PT. SAL, yang menurut informasi warga dan pekerja dibangun dari kayu-kayu bekas penebangan di areal perkebunan PT. SAL. Gambar pada titik koordinat, latitude S dan longitude E Gambar diambil pada 7 Agustus 2015, oleh Tim Walhi Riau/Eyes on the Forest. Gambar 7. Kanal yang dibangun PT. SAL dan terlihat juga bekas areal tebangan yang sudah ditanami Kelapa Sawit Gambar pada titik koordinat, latitude S dan longitude E Gambar diambil pada 7 Agustus 2015, oleh Tim Walhi Riau/Eyes on the Forest.

14 Gambar 8. Aktivitas lansir bibit dan pupuk yang dilakukan oleh pekerja PT. SAL. Gambar pada titik koordinat, latitude S dan longitude E Gambar diambil pada 7 Agustus 2015, oleh Tim Walhi Riau/Eyes on the Forest Gambar 9. Kayu ramin yang tersisa di areal PT. SAL.. Gambar pada titik koordinat, latitude S dan longitude E Gambar diambil pada 7 Agustus 2015, oleh Tim Walhi Riau/Eyes on the Forest

15 Selain itu, dengan semagat moratorium lahan gambut dan larangan pembukaan kanal baru, malah korporasi ini terkesan acuh dan terus melanjutkan aktivitasnya, baik melakukan aktivitas land clearing, pembangunan kanal dan lainnya. Bahkan tercatat pada 2015 lahan korporasi ini sempat terbakar. Berikut temuannya, yaitu: Gambar 10. Kanal dengan panjang 1000 meter lebar 4 meter yang di buat oleh PT Setia Agrindo Lestari (SAL) di Desa Lahang Hulu Kecamatan Gaung Kabupaten Indragiri Hilir. Poto diambil pada tanggal 26 Agustus 2016, pada titik koordinat S E (dec.deg), Foto diambil oleh Eyes on the Forest (EOF)

16 Gambar 11. Alat berat (Excavator) di lahan PT Setia Agrindo Lestari (SAL) di Desa Pungkat Kecamatan Gaung Kabupaten Indragiri Hilir. Poto diambil pada tanggal 29 Agustus 2016, pada titik koordinat S E (dec.deg), Foto diambil oleh Eyes on the Forest (EOF)

17 Gambar 12. Bukaan lahan PT Setia Agrindo Lestari (SAL) di Desa Pungkat Kecamatan Gaung Kabupaten Indragiri Hilir. Informasi dari masyarakat setempat bukaan lahan ini bekas terbakar 2014 lalu. Poto diambil pada tanggal 29 Agustus 2016, pada titik koordinat S E (dec.deg), Foto diambil oleh Eyes on the Forest (EOF) 4. Pemalsuan Dokumen Penerbitan Izin Usaha Perkebunan PT. SAL salah satunya didasarkan pada penerbitan Surat Rekomendasi Teknis Kesesuaian Lahan Untuk Izin Usaha Perkebunan (IUP) PT. Setia Agrindo Lestari Nomor: 050/DISBUN/PENGEMB/X/2013/648 yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Indragiri Hilir pada 16 Oktober Pada poin menimbang angka 9 dalam Surat Rekomendasai tersebut disebutkan bahwa areal lokasi perkebunan merupakan tanah alluvial yang berdsarkan potensi dan tingkat kesesuaian lahan untuk kelapa sawit yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Agroklimat Tahun 1992 termasuk kedalam

18 areal berpotensi rencah dengan faktor keasaman tanah dan drainase yang selalu yang harus dikelola dan diusahakan dengan baik. Memperhatikan hal tersebut, maka keluarnya surat rekomendasi ini juga terindikasi merujuk pada Surat dari Direktur Jenderal Planologi No. S.1489/VII-IPSDH/2012 tanggal 17 Desember 2012 terkait surat Direktor PT. Setia Agrindo Lestari No. 236/SAM/DIRJKT/ XI/2012, sehingga ada permufakatan jahat antara penyelenggaran Negara di kedua instansi tersebut untuk mengaburkan bahwa areal izin lokasi yang diajukan permohonan izin usaha perkebunan oleh PT. SAL bukan merupakan ekosistem gambut. Fakta ini memperlihatkan adanya indikasi tindak pidana pemalsuan dokumen, bahka tidak menutup kemungkinan PT. SAL terlibat terkait tindakan pemalsuan kondisi rill lokasi yang merupakan ekosistem gambut. Selain adanya indikasi pemalsuan dokumen terkait dengan kondisi lahan gambut tersebut, juga ditemukan adanya indikasi pemalsuan dokumen terkait dengan Naskah Kesepahaman Memmorandum of Understanding antara PT. SAL dan Masyarakat Desa Pungkat Nomor: /MoU/066/VII/2013 tanggal 23 Juli Dokumen yang mengatasnamakan masyarakat patut diragukan keabsahannya, dikarenakan mayoritas masyarakat Pungkat menolak keberadaan PT. SAL. Selanjutnya, hal yang perlu diperhatikan lainnya adalah adanya surat jual beli tanah antara masyarakat Desa Belantaraya dan PT. SAL. Alas hak yang dijadikan dasar jual beli adalah Surat Keterangan Tanah yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Belantaraya, padahal menurut informasi masyarakat lokasi yang diperjualbelikan merupakan hutan yang sebenarnya berada di wilayah administrasi Desa Pungkat. Sebenarnya kebohongan penerbitan izin usaha perkebunan kelapa sawit kepada PT. SAL oleh Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir sudah diawali kebohongan. Hal ini terkuak dari keterangan Humas PT. SAL yang bernama Rokan pada saat mediasai anatara PT. SAL dan masyarakat Pungkat yang dilakukan DPRD Indragiri Hilir pada 16 April Rokan saat itu menyebutkan asal muasal investasi PT. SAL di Desa Pungkat dan beberapa

19 desa lainnya didasarkan dari undangan INDRA MUKHLIS ADNAN selaku Bupati pada saat itu yang menyebutkan bahwa kebun kelapa masyarakat di lokasi aquo sudah banyak yang tidak produktif dan masyarakat tidak mempunyai modal untuk melakukan penanaman ulang. Itikad tidak baik korporasi yang terafiliasi dengan First Resource ini juga dapat dilihat dari ketidakpatuhannya terhadap perintah untuk tidak beraktivitas lagi di wilayah Desa Pungkat yang dimuat dalam Surat Kepala Badan Perizinan, Penanaman Modal dan Promosi Daerah Kabupaten Inhil Nomor 503/BP2MPD-Set/2014/274 tanggal 4 yang menyampaikan kepada PT. SAL untuk menghentikan secara sementara aktivitas perkebunannya di Desa Pungkat dan keputusan Rapat Gabungan Komisi DPRD Kabupaten Inhil dengan Tim Evaluasi Perizinan Kabupaten Inhil tanggal 18 Juni 2014 yang memutuskan Bupati atas nama Pemerintah Inhil menetapkan status quo lahan dan izin terhadap PT. SAL yang berada di Desa Pungkat. F. Penutup Berdasarkan uraian catatan pelanggaran yang telah diuraikan di atas, dapat diberikan simpulan: - Penerbitan IUP PT. SAL telah melanggar beberapa ketentuan, seperti penerbitan IUP di atas kawasan hutan dan gambut; bertumpang tindih dengan kawasan moratorium dan konsesi dua korporasi lain; - Aktivitas PT. SAL dan penerbitan izin yang dilakukan oleh penyelenggaran Negara dapat diidikasikan memenuhi unsur beberapa ketentuan pidana, seperti tindak pidana korupsi dengan memeprhitungkan kerugian Negara dari tegakan kayu; tindak pidana kehutanan dan lingkungan hidup dari aktivitas penebangan dan perkebunan di kawasan hutan serta pemaluan beberapa dokumen; Terkait dengan simpulan di atas, maka WALHI Riau memberikan rekomendasi, yaitu: - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Badan Restorasi Gambut harus menerbitkan perintah atau rekomendasi

20 Pencabutan keseluruhan IUP PT. SAL apabila merujuk pada pelanggaran mengenai syarat dan kriteria areal yang dapat dibebankan izin, sedangkan memperhatikan konflik sosialnya, maka paling tidak keseluruhan areal IUP PT. SAL yang berada di Desa Pungkat harus dicabut terlebih dahulu guna meminimalisir konflik antara korporasi dan masyarakat; - Komponen Peradilan Pidana (Kepolisian, KPK dan Penyidik PPNS) harus melakukan langah penegakan hukum guna menindaklanjuti pelanggaran dalam penerbitan izin dan aktivitas PT. SAL di kawasan hutan;