OUTLOOK KAKAO. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "OUTLOOK KAKAO. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian"

Transkripsi

1

2

3 OUTLOOK ISSN KAKAO 2016 OUTLOOK KAKAO Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i

4 2016 OUTLOOK KAKAO ii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

5 OUTLOOK KAKAO 2016 OUTLOOK KAKAO ISSN : Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 73 halaman Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, MSi. Penyunting : DR. Ir. Leli Nuryati, MSc. Drh. Akbar Yasin, MP Naskah : Ir. Vera Junita Siagian Design sampul : Diah Indarti, SE Diterbitkan oleh : Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian 2016 Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian iii

6 2016 OUTLOOK KAKAO iv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

7 OUTLOOK KAKAO 2016 KATA PENGANTAR Guna mengemban visi dan misinya, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian mempublikasikan data sektor pertanian serta hasil analisis datanya. Salah satu hasil analisis yang telah dipublikasikan secara reguler adalah Outlook Komoditi Perkebunan. Publikasi Outlook Komoditi Kakao Tahun 2016 menyajikan keragaan data series komoditi kakao secara nasional, ASEAN dan Dunia selama tahun terakhir serta dilengkapi dengan hasil analisis proyeksi penawaran dan permintaan domestik dari tahun 2017 sampai dengan tahun 2020 dan juga proyeksi ketersediaan kakao ASEAN dan dunia tahun Publikasi ini disajikan dalam bentuk hard copy dan dapat dengan mudah diperoleh atau diakses melalui portal e-publikasi Kementerian Pertanian Dengan diterbitkannya publikasi ini diharapkan para pembaca dapat memperoleh gambaran tentang keragaan dan proyeksi komoditi kakao secara lebih lengkap dan menyeluruh. Kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan publikasi ini, kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Kritik dan saran dari segenap pembaca sangat diharapkan guna dijadikan dasar penyempurnaan dan perbaikan untuk penerbitan publikasi berikutnya. Jakarta, Desember 2016 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Dr. Ir. Suwandi, MSi. NIP Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian v

8 2016 OUTLOOK KAKAO vi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

9 OUTLOOK KAKAO 2016 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN RUANG LINGKUP... 2 BAB II. METODOLOGI SUMBER DATA DAN INFORMASI METODE ANALISIS KELAYAKAN MODEL... 6 BAB III. KERAGAAN KAKAO NASIONAL PERKEMBANGAN LUAS PANEN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KAKAO DI INDONESIA Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia Perkembangan Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia Sentra Produksi Kakao di Indonesia PERKEMBANGAN KONSUMSI KAKAO DI INDONESIA PERKEMBANGAN HARGA KAKAO DI TINGKAT PRODUSEN STRUKTUR ONGKOS USAHA TANI KAKAO DI INDONESIA PERKEMBANAGAN EKSPOR DAN IMPOR KAKAO DI INDONESIA Perkembangan Volume Ekspor dan Impor Kakao Indonesia Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Kakao Indonesia Neraca Perdagangan Kakao Indonesia Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian vii

10 2016 OUTLOOK KAKAO Negara Tujuan Ekspor Kakao Indonesia Negara Asal Impor Kakao Indonesia BAB IV. KERAGAAN KAKAO ASEAN DAN DUNIA PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KAKAO ASEAN DAN DUNIA Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Kakao di ASEAN Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Kakao di Dunia Negara Sentra Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Kakao di ASEAN Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Kakao di Dunia PERKEMBANGAN HARGA KAKAO DUNIA PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KAKAO ASEAN DAN DUNIA Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao di ASEAN Negara Eksportir dan Importir Kakao di ASEAN Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao di Dunia Negara Eksportir dan Importir Kakao di Dunia PERKEMBANGAN KETERSEDIAAN KAKAO ASEAN DAN DUNIA Perkembangan Ketersediaan Kakao ASEAN Perkembangan Ketersediaan Kakao Dunia BAB V. PRODUKSI DAN KONSUMSI KAKAO PROYEKSI PRODUKSI KAKAO DI INDONESIA PROYEKSI KONSUMSI KAKAO DI INDONESIA PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT KAKAO DI INDONESIA TAHUN PROYEKSI KETERSEDIAAN KAKAO ASEAN PROYEKSI KETERSEDIAAN KAKAO DUNIA viii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

11 OUTLOOK KAKAO 2016 BAB VI. KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian ix

12 2016 OUTLOOK KAKAO x Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

13 OUTLOOK KAKAO 2016 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Jenis Variabel, Periode dan Sumber Data... 3 Tabel 3.1. Rata-rata Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Panen Kakao di Indonesia, Tahun Tabel 3.2. Rata-rata Pertumbuhan dan Kontribusi Produksi Kakao di Indonesia, Tahun Tabel 5.1. Hasil Analisis Fungsi Respon Produksi Kakao Indonesia Tabel 5.2. Hasil Proyeksi Produksi Kakao di Indonesia, Tahun Tabel 5.3. Hasil Proyeksi Konsumsi Kakao di Indonesia, Tahun Tabel 5.4. Hasil Proyeksi Surplus/Defisit Kakao di Indonesia, Tahun Tabel 5.5. Hasil Proyeksi Ketersediaa Kakao di ASEAN, Tahun Tabel 5.6. Hasil Proyeksi Ketersediaa Kakao di Dunia, Tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xi

14 2016 OUTLOOK KAKAO xii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

15 OUTLOOK KAKAO 2016 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1. Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Tahun Gambar 3.2. Perkembangan Produksi Kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Tahun Gambar 3.3. Perkembangan Produktivitas Kakao di Indonesia, Tahun Gambar 3.4. Provinsi Sentra Kakao di Indonesia, Rata-rata Tahun Gambar 3.5. Kabupaten Sentra Kakao di Sulawesi Tengah, Tahun Gambar 3.6. Kabupaten Sentra Kakao di Provinsi Sulawesi Selatan, Tahun Gambar 3.7. Kabupaten Sentra Kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara, Tahun Gambar 3.8. Perkembangan Konsumsi Kakao di Indonesia, Tahun Gambar 3.9. Perkembangan Harga Kakao di Tingkat Produsen di Indonesia, Tahun Gambar Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao di Indonesia, Tahun Gambar Perkembangan Nilai Ekspor dan Nilai Impor Kakao Indonesia, Tahun Gambar Neraca Perdagangan Kakao di Indonesia, Tahun Gambar Negara Tujuan Ekspor Kakao Indonesia, Tahun Gambar Negara Asal Impor Kakao Indonesia, Tahun Gambar 4.1. Perkembangan Luas Luas Tanaman Menghasilkan Kakao di ASEAN, Tahun Gambar 4.2. Perkembangan Produksi Kakao di ASEAN, Tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xiii

16 2016 OUTLOOK KAKAO Gambar 4.3. Perkembangan Produktivitas Kakao di ASEAN, Tahun Gambar 4.4. Perkembangan Luas Luas Tanaman Menghasilkan Kakao di Dunia, Tahun Gambar 4.5. Perkembangan Produksi Kakao di Dunia, Tahun Gambar 4.6. Perkembangan Produktivitas Kakao di Dunia, Tahun Gambar 4.7. Sentra Luas Tanaman Menghasilkan Kakao di ASEAN, Ratarata Tahun Gambar 4.8. Sentra Produksi Kakao di ASEAN, Rata-rata Tahun Gambar 4.9. Produktivitas Kakao Tertinggi di ASEAN, Rata-rata Tahun Gambar Sentra Luas Tanaman Menghasilkan Kakao di Dunia, Ratarata Tahun Gambar Negara Produsen Kakao di Dunia, Rata-rata Tahun Gambar Produktivitas Kakao Tertinggi di Dunia, Rata-rata Tahun Gambar Perkembangan Harga Kakao di Dunia, Tahun Gambar Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao di ASEAN, Tahun Gambar Negara-negara Eksportir Biji Kakao di ASEAN, Rata-rata Tahun Gambar Negara-negara Importir Biji Kakao di ASEAN, Tahun Gambar Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Biji Kakao di Dunia, Tahun Gambar Negara-negara Eksportir Biji Kakao di Dunia, Rata-rata Tahun xiv Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

17 OUTLOOK KAKAO 2016 Gambar Negara-negara Importir Biji Kakao di Dunia, Rata-rata Tahun Gambar Perkembangan Ketersediaan Kakao di ASEAN, Tahun Gambar Perkembangan Ketersediaan Kakao di Dunia, Tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xv

18 2016 OUTLOOK KAKAO xvi Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

19 OUTLOOK KAKAO 2016 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Tahun Lampiran 2. Perkembangan Produksi Kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Tahun Lampiran 3. Perkembangan Produktivitas Kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Tahun Lampiran 4. Sentra Produksi Kakao di Indonesia, Tahun Lampiran 5. Kabupaten Sentra Produksi Kakao di Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun Lampiran 6. Kabupaten Sentra Produksi Kakao di Provinsi Sulawesi Selatan, Tahun Lampiran 7. Kabupaten Sentra Produksi Kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara, Tahun Lampiran 8. Perkembangan Konsumsi Kakao dalam Bentuk Coklat Instan dan Coklat Bubuk di Indonesia, Tahun Lampiran 9. Perkembangan Harga Kakao di Tingkat Produsen di Indonesia, Tahun Lampiran 10. Struktur Ongkos Kakao, Tahun Lampiran 11. Perkembangan Ekspor dan Impor Kakao Indonesia, Tahun Lampiran 12. Negara Tujuan Ekspor Kakao, Tahun Lampiran 13. Negara Asal Impor Kakao, Tahun Lampiran 14. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Kakao ASEAN, Tahun Lampiran 15. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Kakao di Dunia, Tahun Lampiran 16. Sentra Luas Tanaman Menghasilkan ASEAN, Rata-rata Tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xvii

20 2016 OUTLOOK KAKAO Lampiran 17. Sentra Produksi Kakao ASEAN, Rata-rata Tahun Lampiran 18. Negara-negara Produktivitas Tertinggi di ASEAN, Ratarata Tahun Lampiran 19. Sentra Luas Tanaman Menghasilkan Kakao Dunia, Ratarata Tahun Lampiran 20. Sentra Produksi Kakao Dunia, Rata-rata Tahun Lampiran 21. Negara-negara Produktivitas tertinggi di Dunia, Ratarata Tahun Lampiran 22. Perkembangan Harga Kakao Dunia, Tahun Lampiran 23. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao di ASEAN, Tahun Lampiran 24. Negara-negara Eksportir Kakao di ASEAN, Rata-rata Tahun Lampiran 25. Negara-negara Importir Kakao di ASEAN, Rata-rata Tahun Lampiran 26. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao Dunia, Tahun Lampiran 27. Negara-negara Eksportir Kakao di Dunia, Rata-rata Tahun Lampiran 28. Negara-negara Importir Kakao di Dunia, Rata-rata Tahun Lampiran 29. Lampiran 30. Perkembangan Ketersediaan Kakao di ASEAN, Tahun Perkembangan Ketersediaan Kakao di Dunia, Tahun xviii Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

21 OUTLOOK KAKAO 2016 RINGKASAN EKSEKUTIF Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Indonesia sebenarnya berpotensi untuk menjadi produsen utama kakao dunia, apabila berbagai permasalahan utama yang dihadapi perkebunan kakao dapat diatasi dan agribisnis kakao dikembangkan dan dikelola secara baik. Indonesia masih memiliki lahan potensial yang cukup besar untuk pengembangan kakao yaitu lebih dari 6,2 juta ha terutama di Irian Jaya, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Maluku dan Sulawesi Tenggara. Disamping itu kebun yang telah di bangun masih berpeluang untuk ditingkatkan produktivitasnya karena produktivitas rata-rata saat ini kurang dari 50% potensinya. Melalui berbagai upaya perbaikan selama ini telah dilakukan seperti pemberdayaan petani melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SL-PHT) dan Sistem Kebersamaan Ekonomi (SKE), serta penerapan teknologi pengendalian dengan metoda PSPsP (pemangkasan, sanitasi, panensering dan pemupukan) untuk pengendalian PBK dan VSD serta penyediaan benih unggul. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian xix

22

23 OUTLOOK KAKAO 2016 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kakao (Theobrema cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Disamping itu kakao juga berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memberikan sumbangan devisa terbesar ke tiga sub sektor perkebunan setelah karet dan kelapa sawit dengan nilai sebesar US $ 701 juta (Kementan, 2005) Perkebunan kakao di Indonesia mengalami perkembangan perkebunan kakao di Indonesia cukup pesat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir dimana pada tahun 2015 luas areal perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas 1,72 juta ha. Sebagian besar (88,48%) dikelola oleh perkebunan rakyat, 5,53% dikelola perkebunan besar negara dan 5,59% perkebunan besar swasta dengan sentra produksi utama adalah Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Lampung dan Sumatera Utara. Dari segi kualitas, kakao Indonesia tidak kalah dengan kakao dunia dimana bila dilakukan fermentasi dengan baik dapat mencapai cita rasa setara dengan kakao yang berasal dari Ghana dan kakao Indonesia mempunyai kelebihan yaitu tidak mudah meleleh. Sejalan dengan keunggulan tersebut, peluang pasar kakao Indonesia cukup terbuka baik ekspor maupun kebutuhan dalam negeri. Dengan kata lain, potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu pendorong pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka (Departemen Perindustrian, 2007) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 1

24 2016 OUTLOOK KAKAO Berdasarkan identifikasi lapangan dan data tahun 2008, diketahui kurang lebih ha kebun kakao dengan kondisi tanaman tua, rusak, tidak produktif, dan terkena serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan berat sehingga perlu dilakukan peremajaan, ha kebun kakao dengan tanaman yang kurang produktif dan terkena serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan sedang sehingga perlu dilakukan rehabilitasi, dan ha kebun kakao dengan tanaman tidak terawat serta kurang pemeliharaan sehingga perlu dilakukan intensifikasi (Ditjenbun, 2012) Untuk mengetahui sejauh mana prospek komoditi kakao dalam mendukung sektor pertanian di Indonesia, maka diperlukan informasi tentang perkembangan kakao di Indonesia yang dilengkapi dengan proyeksi penawaran dan permintaan kakao untuk beberapa tahun ke depan TUJUAN Tujuan penyusunan Outlook Komoditi Kakao adalah untuk memberikan informasi tentang perkembangan kakao di Indonesia, ASEAN dan dunia serta proyeksi penawaran dan permintaan kakao sampai tahun RUANG LINGKUP Ruang lingkup penyusunan Outlook Komoditi Kakao adalah: a. Identifikasi peubah-peubah yang dianalisis yang mencakup luas areal, produksi, produktivitas, konsumsi, harga, ekspor dan impor. b. Penyusunan analisis komoditi kakao pada situasi nasional, ASEAN dan dunia serta penyusunan proyeksi komoditi kakao tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

25 OUTLOOK KAKAO 2016 BAB II. METODOLOGI 2.1 SUMBER DATA DAN INFORMASI Outlook Komoditi Kakao tahun 2016 disusun berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari data sekunder yang bersumber dari instansi terkait di lingkup Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian Pertanian, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), International Cocoa Organization (ICCO) dan Food and Agriculture Organization (FAO). Jenis variabel, periode dan sumber data disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Jenis Variabel, Periode dan Sumber Data No. Variabel Periode Sumber Data Keterangan 1 Luas areal kakao Indonesia 2 Produksi kakao Indonesia 3 Produktivitas kakao Indonesia 4 Konsumsi kakao Indonesia 5 Harga kakao ditingkat produsen Indonesia 6 Harga kakao di pasar dunia 7 Ekspor impor kakao Indonesia Direktorat Jenderal 2015 Angka Sementara Perkebunan 2016 Angka Estimasi Direktorat Jenderal Wujud biji kering Perkebunan Direktorat Jenderal Wujud biji kering Perkebunan Badan Pusat Statistik Data hasil SUSENAS Badan Pusat Statistik Wujud biji kering International Cocoa Wujud biji kering Organization (ICCO) Badan Pusat Statistik Kode HS yang digunakan: , , , , , , , , , , , , , , , , Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 3

26 2016 OUTLOOK KAKAO Tabel 2.1. (Lanjutan) No. Variabel Periode Sumber Data Keterangan 8 Luas tanaman menghasilkan kakao ASEAN dan dunia 9 Produksi kakao ASEAN dan dunia 10 Ekspor impor kakao ASEAN dan dunia FAO FAO Wujud biji kering FAO Wujud biji kering 2.2. METODE ANALISIS Analisis Deskriptif Analisis deskriptif merupakan analisis perkembangan komoditi kakao yang dilakukan berdasarkan ketersediaan data series untuk indikator luas areal, produksi, produktivitas, konsumsi, harga, ekspor dan impor dengan analisis deskriptif sederhana. Analisis deskriptif dilakukan baik untuk data series nasional, ASEAN maupun dunia Analisis Penawaran Analisis penawaran komoditi kakao dilakukan berdasarkan analisis fungsi produksi dengan menggunakan model persamaan Regresi Linier Berganda (Multiple Linear Regression). Persamaan regresi tersebut memetakan peubah penjelas/bebas terhadap peubah respons/tak bebas. Dalam regresi linier berganda, parameter yang diduga bersifat linier serta jumlah peubah bebas dan atau tak bebas yang terlibat di dalamnya lebih dari satu. Secara umum regresi linier berganda dapat dinyatakan dengan model berikut: Y b0 b1 X 1 b2 X 2... bn X b 0 n j 1 b j X j n 4 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

27 OUTLOOK KAKAO 2016 dimana : Y = Peubah respons/tak bebas X n = Peubah penjelas/bebas n = 1,2, b 0 = nilai konstanta b n = koefisien arah regresi atau parameter model regresi untuk = peubah x n sisaan Produksi pada periode ke-t diduga merupakan fungsi dari luas tanaman menghasilkan pada periode ke-t. Dengan memperhatikan ketersediaan data, analisis penawaran dilakukan berdasarkan data produksi dalam periode tahunan. Untuk peubah-peubah bebas yang tidak tersedia datanya dalam periode waktu yang bersesuaian maka dilakukan proyeksi terlebih dahulu dengan menggunakan model analisis trend (trend analysis) atau model pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing) Analisis Permintaan Analisis permintaan komoditi kakao dalam negeri merupakan analisis ketersediaan kakao untuk konsumsi di Indonesia yang diperoleh dari data hasil SUSENAS Badan Pusat Statistik dikalikan dengan jumlah penduduk Indonesia, sedangkan analisis permintaan untuk ASEAN dan dunia diperoleh melalui perhitungan produksi kakao ditambah volume impor dikurangi volume ekspornya. Karena keterbatasan ketersediaan data, analisis untuk proyeksi permintaan kakao di ASEAN dan dunia menggunakan metode pemulusan eksponensial berganda (Double Exponential Smooting) dengan periode series data yang digunakan adalah tahunan. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 5

28 2016 OUTLOOK KAKAO 2.3. Kelayakan Model Ketepatan sebuah model regresi dapat dilihat dari Uji-F, Uji-t dan koefisien determinasi (R 2 ). Koefisien determinasi diartikan sebagai besarnya keragaman dari peubah tak bebas (Y) yang dapat dijelaskan oleh peubah peubah bebas (X). Koefisien determinasi dihitung dengan menggunakan persamaan: R 2 SS Regresi SSTotal dimana : SS Regresi adalah jumlah kuadrat regresi SS Total adalah jumlah kuadrat total Sementara, untuk model data deret waktu baik analisis trend maupun pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing), ukuran kelayakan model berdasarkan nilai kesalahan dengan menggunakan statistik MAPE (mean absolute percentage error) atau kesalahan persentase absolut rata-rata yang diformulasikan sebagai berikut: dimana: X t adalah data aktual F t adalah nilai ramalan. Semakin kecil nilai MAPE maka model deret waktu yang diperoleh semakin baik. Pengolahan data untuk analisis penawaran dan permintaan menggunakan software statistik Minitab Release Software ini digunakan untuk pemodelan regresi berganda dan time series, seperti analisis trend atau pemulusan eksponensial berganda. 6 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

29 OUTLOOK KAKAO 2016 BAB III. KERAGAAN KAKAO NASIONAL 3.1. PERKEMBANGAN LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KAKAO DI INDONESIA Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia Pada periode tahun (Angka Estimasi) secara umum pola perkembangan luas areal kakao di Indonesia cenderung meningkat Gambar 3.1. Pada tahun 1980, luas areal kakao di Indonesia sebesar Ha, kemudian pada tahun 2015 (Angka Sementara) menjadi Ha. Dari hasil estimasi Ditjen Perkebunan, luas areal kakao tahun 2016 akan turun 0,10% dibandingkan tahun Secara umum rata-rata peningkatan luas areal kakao pada kurun waktu sebesar 11,48% per tahun. Pada periode ini luas areal terbesar terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar ha. Pada periode rata-rata pertumbuhan luas areal kakao sebesar 13.35% per tahun sedangkan pada periode tahun (lima tahun terakhir) luas areal kakao turun sebesar 0,11% pertahun. Perkembangan luas areal kakao di Indonesia secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 1. (Ha) PR PBN PBS Indonesia Gambar 3.1. Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 7

30 2016 OUTLOOK KAKAO Sejak tahun 2004, luas areal kakao diatas satu juta hektar dan terus meningkat hingga tahun 2012 dan tahun 2012 merupakan luas areal tertinggi selama periode tahun Menurut status pengusahaannya, perkebunan kakao di Indonesia dibagi menjadi tiga yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Dari ketiga status pengusahaan ini, peningkatan luas areal cukup tinggi terjadi pada PR dimana pada periode luas arealnya meningkat sebesar 18,28% per tahun, PBN sebesar 3,86% per tahun dan PBS 7,20% per tahun. Penurunan luas areal kakao nasional pada periode tahun disebabkan karena luas areal PBN turun 16,52% dan PBS turun 8,38% sementara luas areal PR naik 0.52% per tahun (Lampiran 1). Tabel 3.1. Rata-rata Pertumbuhan dan Kontribusi Luas Areal Kakao di Indonesia, Tahun Sumber Tahun PR PBN PBS Indonesia ** 15,81 1,03 5,04 11, ,28 3,86 7,20 13, ** 0,52-16,52-8,38-0, ** 91,30 5,71 6,18 103, ,76 8,02 8,50 111, ** 97,42 1,41 1,92 100,74 : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Estimasi Pertumbuhan Kontribusi PR = Perkebunan Rakyat PBN = Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta Luas Areal 8 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

31 OUTLOOK KAKAO 2016 Dari sisi kontribusi, luas areal kakao Indonesia pada periode tahun didominasi oleh PR dengan rata-rata kontribusi sebesar 91,30% sementara PBN sebesar 5,71% dan PBS 6,18% dari seluruh luas areal kakao Indonesia. Pada periode tahun (lima tahun terakhir), kontribusi luas areal kakao PR sedikit meningkat menjadi 97,42% sementara PBN 1,41 dan PBS 1,92% dari seluruh luas areal kakao di Indonesia (Tabel 3.1). Pada tahun Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan mencanangkan Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao). Program ini mengacu pada hasil identifikasi di lapangan tahun 2008 bahwa kurang lebih sebanyak ha dengan kondisi tanaman tua, rusak, tidak produktif, dan terkena serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan berat sehingga perlu dilakukan peremajaan. Selain itu sebanyak ha kebun kakao dengan tanaman yang kurang produktif dan terkena serangan hama dan penyakit dengan tingkat serangan sedang sehingga perlu dilakukan rehabilitasi, dan sebanyak ha kebun kakao dengan tanaman tidak terawat dan kurang pemeliharaan sehingga perlu dilakukan intensifikasi. Oleh karena itu program Gernas Kakao dilakukan melalui 3 metode yaitu peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi (Kementerian Pertanian, 2012). Hasil dari program tersebut tampak dari peningkatan luas areal kakao Indonesia tahun 2009 sebesar 11,36%, dimana peningkatan luas areal terjadi pada PR sebesar 12,44%. Setelah tahun 2013 pemerintah tetap memperhatikan kakao sebagai komoditas strategis baik untuk petani muapun bagi devisa negara. Untuk itu pada tahun 2015 pemerintah melaksanakan pengembangan kakao melalui APBN Murni juga melalaui APBN-P (Kementerian Pertanian, 2015). Perkembangan luas areal kakao di Indonesia menurut jenis pengusahaannya secara rinci disajikan dalam Lampiran Perkembangan Produksi dan Produktivitas Kakao di Indonesia Jika ditinjau dari produksinya selama kurun waktu (Angka Estimasi), produksi kakao Indonesia juga berfluktuasi dan cenderung meningkat (Gambar 3.2). Pada tahun 1980 produksi kakao Indonesia sebesar ton Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 9

32 OUTLOOK KAKAO kemudian tahun 2015 sebesar ton atau mengalami peningkatan rata-rata sebesar 13,99% per tahun. Dari hasil estimasi Ditjen Perkebunan, produksi kakao tahun 2016 akan naik 15,00% dibandingkan tahun Produksi tertinggi selama periode tahun terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar ton. Pada periode tahun atau selama lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan produksi kakao naik sebesar 1,63% per tahun. Perkembangan produksi kakao di Indonesia secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 2. (Ton) PR PBN PBS Indonesia Gambar 3.2. Perkembangan Produksi Kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Tahun Dari ketiga status pengusahaan ini, peningkatan produksi cukup tinggi pada periode tahun terjadi pada PR yaitu sebesar 23,82% per tahun, sementara PBN sebesar 2,83% per tahun dan PBS 12,09% per tahun. Pada periode tahun , produksi PBN dan PBS justru mengalami penurunan masingmasing sebesar 15,48% per tahun (PBN) dan 9,37% per tahun (PBS) (Lampiran 2). Sama seperti luas areal, produksi kakao Indonesia juga didominasi PR dengan kontribusi produksi PR sebesar 85,96% pada periode tahun sementara PBN sebesar 8,04% dan PBS 5,99%. Pada periode tahun (lima tahun terakhir), kontribusi produksi kakao PR meningkat menjadi sebesar 94,50%, PBN sebesar 2,33% dan PBS 3,18% dari seluruh produksi kakao di Indonesia (Tabel 3.2). 10 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

33 OUTLOOK KAKAO 2016 Tabel 3.2. Rata-rata Pertumbuhan dan Kontribusi Produksi Kakao di Indonesia, Sumber Tahun PR PBN PBS Indonesia ** 23,82 2,83 12,09 14, ,19 5,79 15,55 16, ** 2,89-15,48-9,37 1, ** 88,00 6,68 5,32 100, ,98 8,04 5,99 100, ** 94,50 2,33 3,18 100,00 : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Estimasi Pertumbuhan Kontribusi PR = Perkebunan Rakyat PBN = Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta Produksi Perkembangan produktivitas kakao di Indonesia selama tahun cenderung berfluktuasi (Gambar 3.3). Pada tahun 2006 produktivitas kakao Indonesia sebesar 849 kg/ha kemudian tahun 2015 turun menjadi 797 kg/ha dan tahun 2016 diestimasi oleh Ditjen Perkebunan menjadi 799 klg/ha atau naik 0,25% dibandingkan tahun Produktivitas tertinggi pada periode adalah sebesar 889 ton/ha (tahun 2008). Tahun-tahun berikutnya produktivitas kakao Indonesia belum mampu menandingi produktivitas tahun Berdasarkan status pengusahaannya, produktivitas kakao tahun turun sebesar 0,22% (PR), 2,205 (PBN) dan 2,97% (PBS). Perkembangan produktivitas kakao di Indonesia disajikan pada Lampiran 3. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 11

34 OUTLOOK KAKAO (Kg/Ha) PR PBN PBS Indonesia Gambar 3.3. Perkembangan Produktivitas Kakao di Indonesia, Tahun Sentra Produksi Kakao di Indonesia Berdasarkan data rata-rata produksi kakao Indonesia selama lima tahun terakhir (tahun ), sentra produksi kakao di Indonesia terdapat di 6 (enam) provinsi, yaitu Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulaweai Barat, Sumatera Barat, Lampung dan Sumatera Utara. Keenam provinsi tersebut memberikan kontribusi kumulatif sebesar 80,19%. Sulawesi Tengah menempati urutan pertama dengan kontribusi sebesar 21,69%. Peringkat kedua ditempati oleh Sulawesi Selatan dengan kontribusi sebesar 16,59%, diikuti oleh Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Barat dengan kontribusi masing-masing sebesar 16,45% dan 10,01% (Gambar 3.4), sedangkan kontribusi produksi dari Sumatera Barat, Lampung dan Sumatera Utara kontribusinya kurang dari 10%. Beberapa provinsi sentra produksi kakao di Indonesia disajikan secara rinci pada Lampiran Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

35 OUTLOOK KAKAO 2016 Sulbar, 10,01 Sultra, 16,45 Sumbar, 7,73 Sulsel, 16,59 Lampung, 4,30 Sumut, 3,43 Sulteng, 21,69 Lainnya, 19,81 Gambar 3.4. Provinsi Sentra Kakao di Indonesia, Rata-rata Tahun Sebagai provinsi sentra produksi kakao utama, Provinsi Sulawesi Tengah mempunyai beberapa kabupaten penghasil kakao (Gambar 3.5). Pada tahun 2014 produksi kakao terbesar berasal dari Kabupaten Paringi Mountong dengan produksi sebesar 54,20 ribu ton atau 33,57% dari total produksi kakao Provinsi Sulawesi Tengah. Kabupaten penghasil kakao terbesar lainnya di Sulawesi Tengah adalah Kabupaten Poso dengan produksi sebesar 26,74 ribu ton (16,56%), diikuti oleh Donggala dengan produksi 17,46 ribu ton (10,81%), Banggai dengan produksi sebesar 14,47 ribu ton (9,58%) dan Sigi Biromaru dengan produksi sebesar 15,46 ribu ton (9,57%). Sementara kontribusi dari kabupaten sebesar 19,90%. Dari kabupaten sentra kakao tersebut, sebagian besar produksinya berasal dari PR. Sentra produksi kakao di Provinsi Sulawesi Tengah selengkapnya disajikan pada Lampiran 5. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 13

36 2016 OUTLOOK KAKAO Kab. Sigi Biromaru 9,57% Lainnya 19,90% Kab. Banggai 9,58% Kab. Donggala 10,81% Kab Poso 16,56% Kab. Parigi mountong 33,57% Gambar 3.5. Kabupaten Sentra Kakao di Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2014 Provinsi Sulawesi Selatan yang merupakan provinsi penghasil kakao kedua di Indonesia mempunyai sebaran kakao di enam kabupaten (Lampiran 6). Kabupaten Luwu menempati posisi pertama dengan produksi kakao sebesar 22,62 ribu ton atau 19,12% dari produksi kakao Sulawesi Selatan, diikuti oleh Kabupaten Luwu Utara (17.39%), kemudian Kabupaten Bone, Luwu Timur, Pinrang dan Soppeng dengan produksi masing-masing sebesar 13,44 ribu ton (11,36%), 10,22 ribu ton (8,64%), 9,96 ribu tom (8,41%), dan 9,48 ribu ton (8,01%)dan Donggala (10,60%). Kabupaten lainnya memberikan kontribusi sebesar 29,76% (Gambar 3.6). Sentra produksi kakao di Provinsi Sulawesi Tengah selengkapnya disajikan pada Lampiran Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

37 OUTLOOK KAKAO 2016 Kab. Soppeng 8,01% Lainnya 29,76% Kab. Pinrang 8,41% Kab Luwu 19,12% Kab. Luwu Timur 8,64% kab. Bone 11,36% Kab. Luwu Utara 14,70% Gambar 3.6. Kabupaten Sentra Kakao di Provinsi Sulawesi Selatan, Tahun 2014 Provinsi sentra ketiga adalah Sulawesi Tenggara. Produksi kakao terbesar di provinsi ini berasal dari Kabupaten Kolaka Utara dengan produksi sebesar 58,63 ribu ton atau 46,87% dari total produksi kakao Provinsi Sulawesi Tenggara. Kabupaten penghasil kakao terbesar lainnya di Sulawesi Tenggara adalah Kabupaten Kolaka Timur dengan produksi sebesar 25,77 ribu ton (20,60%), diikuti oleh Muna dan Konawe dengan produksi 9,93 ribu ton (7,93%) dan 7,87 ribu ton (6,3,%) Gambar 3.7 Sementara kontribusi dari kabupaten lainnya sebesar 18,29%. Sentra produksi kakao di Provinsi Sulawesi Tengah selengkapnya disajikan pada Lampiran 7 Kab Konawe 6,30% Lainnya 18,29% Kab. Muna 7,93% Kab. Kolaka Timur 20,60% Kab. Kolaka Utara 46,87% Gambar 3.7. Kabupaten Sentra Kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara, Tahun 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 15

38 OUTLOOK KAKAO 3.2. PERKEMBANGAN KONSUMSI KAKAO DI INDONESIA Konsumsi kakao Indonesia dalam bentuk olahan yang dibedakan menjadi konsumsi coklat instan dan coklat bubuk berdasarkan hasil SUSENAS dari Badan Pusat Statistik hanya dipublish dari tahun Tahun 2015, konsumsi kakao dalam bentuk olahan yaitu coklat bubuk dan coklat instan tidak disajikan lagi di SUSENAS sehingga untuk tahun 2015 di lakukan forcase dengan time series yaitu analisis trend. Dari hasil forcase didapat konsumsi kakao dalam bentuk coklat instan sebesar 39 gr/kapita dan dalam bentuk coklat bubuk sebesar 28,9 kg/kapita. Pada periode tahun , perkembangan konsumsi kakao Indonesia cukup berfluktuasi, dimana konsumsi coklat instan lebih besar dibandingkan konsumsi coklat bubuk (Gambar 3.8). Konsumsi coklat instan di Indonesia selama periode tersebut meningkat sebesar 22,16% per tahun, sedangkan konsumsi coklat bubuk meningkat 53,77% per tahun. Lonjakan konsumsi yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2012, dimana konsumsi coklat bubuk mencapai 83,6 gram/kapita melebihi dari konsumsi coklat instan yaitu sesesar 83,6 gram/kapita. Perkembangan konsumsi coklat bubuk dan coklat instan di Indonesia disajikan pada Lampiran 8. (Gr/Kapita) Coklat Instan Coklat Bubuk Gambar 3.8. Perkembangan Konsumsi Kakao di Indonesia, Tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

39 OUTLOOK KAKAO PERKEMBANGAN HARGA KAKAO DI TINGKAT PRODUSEN Perkembangan harga rata-rata kakao Indonesai (dalam wujud biji kering) pada periode tahun di tingkat produsen cenderung meningkat. Pada tahun 1996 harga kakao sebesar Rp ,-/kg, kemudian pada tahun 2015 meningkat menjadi Rp ,-/kg atau mengalami peningkatan sebesar 18,87% per tahun. Harga kakao tertinggi pada periode tahun terjadi pada tahun 2014 yaitu Rp ,-/kg. (Gambar 3.9). Perkembangan harga kakao di tingkat produsen di Indonesia disajikan pada Lampiran 10. (Rp/Kg) Gambar 3.9. Perkembangan Harga Kakao di Tingkat Produsen di Indonesia, Tahun STRUKTUR ONGKOS USAHA TANI KAKAO DI INDONESIA Rata-rata biaya produksi yang diperlukan untuk usaha tani kakao adalah sebesar Rp14,72 juta per hektar. Biaya tersebut adalah untuk bibit, tanaman pelindung, pupuk, stimulasi, pestisida, pekerja dan pengeluaran lainnya. Biaya pengeluaran usaha perkebunan kakao yang paling besar adalah untuk tenaga kerja yaitu sebesar Rp 5,97 juta per hekta (40,58%) dengan jenis kegiatan terbesar berada pada proses pemanenan yang mencapai 19,82% dari total biaya. Kemudian, biaya terbesar kedua adalah untuk pengeluaran lainnya yaitu 41,15% dengan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 17

40 2016 OUTLOOK KAKAO jenis kegiatan perkiraan sewa lahan bebas sewa yaitu sebesar 31,27%. Rata-rata produksi dan pengeluaran per hektar dari usaha perkebunan kakao disajikan pada Lampiran PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KAKAO INDONESIA Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao Indonesia Perkembangan volume ekspor impor kakao Indonesia pada periode tahun tampak berfluktuatif dengan KD HS ; biji kakao, utuh atau pecah, mentah atau digongseng, ; kulit, sekam, selaput dan sisa kakao lainnya, ; pasta kakao berlemak, ; pasta kakao dihilangkan lemaknya, ; mentega, lemak dan minyak kakao, ; bubuk kakao, tidak mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya, ; bubuk kakao mengandung tambahan gula atau pemanis lainnya mentega, ; kembang gula coklat berbentuk balok, lempeng atau batang, ; lain-lain dalam bentuk balok, ; olahan makanan (Gambar 3.10). Jika dibandingkan dengan tahun 2000, volume ekspor kakao tahun 2015 lebih rendah dimana pada tahun 2000 volume ekspornya sebesar 424,09 ribu ton kemudian pada tahun 2015 turun menjadi 355,32 ribu ton. Sementara volume impor pada tahun 2000 sebesar 19,31 ribu ton dan pada tahun 2015 naik menjadi 84,44 ribu ton. Volume ekspor kakao jauh lebih tinggi dibandingkan dengan volume impornya. Secara rinci perkembangan volume ekspor dan impor kakao dapat dilihat pada Lampiran Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

41 OUTLOOK KAKAO 2016 (Ton) Vol. Ekspor Vol. Impor Gambar Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao Indonesia, Tahun Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Kakao Indonesia Seiring dengan perkembangan volume ekspor dan impornya, nilai ekspor maupun nilai impor kakao juga berfluktuasi namun cenderung meningkat (Gambar 3.11). Pada tahun rata-rata pertumbuhan nilai ekspor kakao sebesar 11,73% per tahun. Nilai ekspor kakao tertinggi dicapai tahun 2010 sebesar US$ 1,64 milyar. Sementara itu pertumbuhan nilai impor kakao pada periode yang sama mencapai 54,59% per tahun, dimana nilai impor kakao tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar US$ 175,55 juta (Lampiran 11). (Juta US$) Nilai Ekspor Nilai Impor Gambar Perkembangan Nilai Ekspor dan Nilai Impor Kakao Indonesia, Tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 19

42 2016 OUTLOOK KAKAO Neraca Perdagangan Kakao Indonesia Berdasarkan nilai ekspor dan nilai impornya diperoleh neraca perdagangan kakao Indonesia. Untuk periode tahun neraca perdagangan kakao Indonesia berada pada posisi surplus yang cenderung semakin meningkat hingga tahun 2010 mencapai US$ 1,48 milyar. Pada tahun 2011 terjadi penurunan surplus neraca perdagangan kakao menjadi US$ 1,17 milyar yang berlanjut hingga tahun 2012 menjadi US$ 1,00 milyar. Perkembangan ekspor, impor dan neraca perdagangan kakao Indonesia tahun disajikan secara rinci pada Lampiran Nilai Ekspor Nilai Impor Neraca Perdagangan Gambar Neraca Perdagangan Kakao di Indonesia, Tahun Negara Tujuan Ekspor Kakao Indonesaia Negara tujuan ekspor kakao Indonesia terbesar adalah Malaysia dengan volume ekspor sebesar 105,25 ribu ton (US$ 300,18 juta) pada tahun 2015 (Gambar 3.12). Negara tujuan ekspor kakao berikutnya adalah USA, Jerman, Cina, Belanda, Spayol, India, Australia, Philipina dan Thailand. Sementara ke negara lainnya Indonesia mengekspor kakao sebesar 84,37 ribu ton. Negara tujuan ekspor kakao Indonesia disajikan secara rinci pada Lampiran Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

43 Malaysia USA Jerman Cina Belanda Spayol India Australia Philipina Thailand Neg. Lain OUTLOOK KAKAO 2016 (Ton) Gambar Negara Tujuan Ekspor Kakao Indonesia, Tahun Negara Asal Impor Kakao Indonesaia Pada tahun 2015, volume impor kakao Indonesia sebesar 84,44 ribu ton yang berasal dari 52 negara. Negara terbesar asal impor kakao Indonesia adalah Pantai Gading yaitu 25,17 ribu ton. Negara asal impor kakao Indonesia berikutnya adalah Malaysia, Gana, Kamarun, Singapur, Equador, Papua Nugini, Cina, Belgi dan Peru. Sementara negara lain asal impoir kakao Indonesia adalah sebesar 84,44 ribu ton. (Gambar 3.17). Negara asal impor kakao Indonesia disajikan secara rinci pada Lampiran Gambar Negara Asal impor Kakao Indonesia, Tahun 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 21

44 2016 OUTLOOK KAKAO 22 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

45 OUTLOOK KAKAO 2016 BAB IV. KERAGAAN KAKAO ASEAN DAN DUNIA 4.1. PERKEMBANGAN LUAS TANAMAN MENGHASILKAN, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KAKAO ASEAN DAN DUNIA Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Kakao di ASEAN Berdasarkan data dari Food and Agriculture Organization (FAO), perkembangan luas tanaman menghasilkan kakao di ASEAN selama periode cenderung meningkat (Gambar 4.1). Selama periode tahun rata-rata pertumbuhan luas tanaman menghasilkan kakao mengalami peningkatan sebesar 12,01% per tahun dimana pada tahun 1980 luas tanaman menghasilkan kakao sebesar 59,54 ribu ha kemudian pada tahun 2013 terjadi peningkatan menjadi 1,80 juta ha. Luas tanaman menghasilkan tertinggi selama periode ini terjadi pada tahun 2012 yaitu sebesar 1,88 juta ha. Secara rinci perkembangan luas tanaman menghasilkan kakao ASEAN dapat dilihat pada Lampiran 14. (Ha) Gambar 4.1. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kakao ASEAN, Tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 23

46 OUTLOOK KAKAO Sejalan dengan perkembangan luas tanaman menghasilkan kakao, maka produksi biji kakao kering dari negara-negara ASEAN pada periode tahun juga mengalami peningkatan (Gambar 4.2). Pada tahun 1980 produksi kakao sebesar 50,12 ribu ton dan meningkat menjadi 0,79 juta ton pada tahun 2013 atau meningkat rata-rata sebesar 9,54% per tahun. Produksi kakao tertinggi selama periode ini terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar 0,89 juta ton. Secara rinci perkembangan produksi kakao ASEAN dapat dilihat pada Lampiran 14. (Ton) Gambar 4.2. Perkembangan Produksi Kakao di ASEAN, Tahun Perkembangan produktivitas kakao ASEAN tahun cenderung turun dengan rata-rata pertumbuhan 0,78% per tahun (Gambar 4.3). Berdasarkan data FAO, tahun 1980 produktivitas kakao ASEAN sebesar 0,84 ton/ha kemudian tahun 2013 turun menjadi sebesar 0,44 ton/ha. Produktivitas kakao tertinggi dicapai pada tahun 1982 dengan produktivitas sebesar 0,94 ton/ha. Secara rinci perkembangan produktivitas kakao dunia dapat dilihat pada Lampiran Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

47 OUTLOOK KAKAO 2016 (Ton/Ha) 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 Gambar 4.3. Perkembangan Produktivitas Kakao ASEAN, Tahun Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Kakao di Dunia Perkembangan luas tanaman menghasilkan kakao di dunia selama periode tahun berdasarkan data dari Food and Agriculture Organization (FAO) cenderung meningkat (Gambar 4.4). Selama periode tahun rata-rata pertumbuhan luas tanaman menghasilkan kakao meningkat sebesar 2,40% per tahun dimana pada tahun 1980 luas tanaman menghasilkan kakao dunia sebesar 4,74 juta ha kemudian pada tahun 2013 terjadi peningkatan menjadi 10,01 juta ha. Luas tanaman menghasilkan tertinggi pada periode ini terjadi pada tahun 2012 dengan luasan sebesar 10,09 juta ha. Secara rinci perkembangan luas tanaman menghasilkan kakao dunia dapat dilihat pada Lampiran 15. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 25

48 OUTLOOK KAKAO (Ha) Gambar 4.4. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan Kakao di Dunia, Tahun Perkembangan produksi kakao di dunia juga cenderung naik (Gambar 4.4). Menurut data FAO, selama tahun pertumbuhan rata-rata produksi kakao meningkat sebesar 3,34% per tahun. Tahun 1980 produksi kakao dunia sebesar 1,67 juta ton kemudian pada tahun 2013 produksinya menjadi 4.59 juta ton. Secara rinci perkembangan produksi kakao dunia dapat dilihat pada Lampiran 15. (Ton) Gambar 4.5. Perkembangan Produksi Kakao di Dunia, Tahun Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

49 OUTLOOK KAKAO 2016 Perkembangan produktivitas kakao dunia tahun cenderung meningkat meskipun rata-rata pertumbuhannya lebih kecil dari rata-rata pertumbuhan luas tanaman menghasilkan dan produksinya (Gambar 4.6). Berdasarkan data FAO, selama periode tahun pertumbuhan ratarata produktivitas kakao meningkat sebesar 0,97% per tahun. Tahun 1980 produktivitas kakao dunia sebesar 0,35 ton/ha dan tahun 2013 sebesar 0,46 ton/ha. Produktivitas tertinggi dicapai pada tahun 1998 dengan produktivitas sebesar 0,50 ton/ha. Secara rinci perkembangan produktivitas kakao dunia dapat dilihat pada Lampiran 15. (Kg/Ha) 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 0,00 Gambar 4.6. Perkembangan Produktivitas Kakao di Dunia, Tahun Negara Sentra Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Kakao di ASEAN Berdasarkan rata-rata luas tanaman menghasilakan kakao tahun yang bersumber dari FAO, terdapat 3 (tiga) negara di ASEAN dengan luas areal kakao terbesar di dunia, yaitu Indonesia, Malaysia dan Philipina (Gambar 4.7). Kontribusi kumulatif ketiga negara tersebut mencapai 99,92% dari total luas tanaman menghasilkan kakao ASEAN. Indonesia menempati peringkat pertama dengan luas tanaman menghasilkan kakao rata-rata sebesar 1,72 juta ha atau memberikan kontribusi sebesar Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 27

50 2016 OUTLOOK KAKAO 98,47%. Malaysia berada di peringkat kedua dengan luas tanaman menghasilkan kakao rata-rata sebesar 15,76 ribu ha atau memberikan kontribusi 0,90 dan Philipina berada di peringkat ketiga dengan rata-rata luas tanaman menghasilkan sebesar 1,47 ribu ha atau berkontribusi 0,54%. Kontribusi luas areal dari negara-negara penghasil kakao lainnya sebesar 0,08%. Beberapa negara dengan luas tanaman menghasilkan kakao terbesar di dunia disajikan pada Lampiran 16. Indonesia 98,47% Malaysia 0,90% Lainnya 0,08% Philipina 0,54% Gambar 4.7. Sentra Luas Tanaman Menghasilkan Kakao di ASEAN, Rata-rata Tahun Selain luas tanaman menghasilkan kakao terbesar di ASEAN, Indonesia juga merupakan negara terbesar produksi kakao di ASEAN dengan rata-rata produksi sebesar 776,88 ribu ton dengan kontribusi 98,12% (Gambar 4.8). Malaysia merupakan negara kedua terbesar dengan rata-rata produksi 8,97 ribu ton (1,13%) dan Philiphina berada diperingkat ke tiga dengan ratarata produksi 4,94 ribu ton (0,62%). Ketiga negara ini secara umum memberikan kontribusi kumulatif sebesar 99,88% terhadap total produksi kakao ASEAN. Sedangkan negara-negara lainnya memberikan kontribusi ratarata sebesar 0,12% terhadap total produksi kakao ASEAN (Lampiran 17). 28 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

51 OUTLOOK KAKAO 2016 Indonesia 98,12% Malaysia 1,13% Philippines 0,62% Lainnya 0,12% Gambar 4.8. Sentra Produksi Kakao di ASEAN, Rata-rata Tahun Ditinjau dari sisi produktivitasnya, Thailand mempunyai tingkat produktivitas kakao tertinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya walaupun dari segi luas tanaman menghasilkan dan produksi berada di peringkat empat. (Gambar 4.9). Rata-rata produktivitas kakao Thailand tahun sebesar 2,52 ton/ha. Sementara Indonesia berada di peringkat keempat meskipun produksi dan luas tanaman menghasilkan berada diperingkat pertama dengan produktivitas kakao sebesar 0,47 ton/ha. Rendahnya produktivitas kakao karena tanaman kakao yang ada saat ini umumnya tanaman sudah tua sehingga produktivitasnya sudah menurun. Selain itu banyak tanaman kakao yang terkena penyakit PBK. Program Gernas Kakao diharapkan juga dapat meningkatkan produktivitas kakao. Secara rinci negara-negara produktivitas tertinggi di ASEAN dapat dilihat pada Lampiran 18. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 29

52 2016 OUTLOOK KAKAO (Ton/Ha) 3,00 2,52 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,71 0,52 0,47 0,00 Thailand Malaysia Philipin Indonesia Gambar 4.9. Produktivitas Kakao Tertinggi Kakao di ASEAN, Rata-rata Tahun Negara Sentra Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Kakao di Dunia Luas areal tanaman menghasilkan kakao tahun yang bersumber dari FAO, terdapat di 62 negara. Ada enam negara dengan luas tanaman menghasilkan kakao terbesar di dunia yaitu Pantai Gading, Ghana, Indonesia, Nigeria, dan Brazil (Gambar 4.10). Keenam negara ini memberikan kontribusi luas tanaman menghasilkan sebesar 84.11%. Pantai Gading menempati peringkat pertama dengan luas areal kakao rata-rata sebesar 2,36 juta ha atau memberikan kontribusi sebesar 24,07%. Indonesia di peringkat kedua dengan luas areal kakao rata-rata sebesar 1,72 juta ton (16,96%). Sementara Ghana, Nigeria, Brazil dan Kamerun berada di peringkat berikutnya dengan luas tanaman menghasilkan kakao masing-masing sebesar 1,60 juta ha (16,29%), 1,25 juta ha (12,75%), 0,67 juta ha (6,82%) dan 0,66 juta ha (6,68%). Beberapa negara dengan luas areal kakao terbesar di dunia disajikan pada Lampiran Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

53 OUTLOOK KAKAO 2016 Kamerun 6,68% Lainnya 15,89% Pantai Gading 24,07% Brazil 6,82% Nigeria 12,75% Ghana 16,29% Indonesia 17,51% Gambar Sentra Luas Tanaman Menghasilkan Kakao di Dunia, Rata-rata Produksi biji kakao tahun didominasi oleh negara Pantai Gading, Indonesia, Ghana, Nigeria, Kamerun dan Brazil (Gambar 4.11). Keenam negara tersebut memberikan kontribusi sebesar 84,11% terhadap total produksi kakao dunia. Pantai Gading merupakan penghasil kakao terbesar di dunia dengan ratarata produksi sebesar 2.36 juta ton atau berkontribusi sebesar 24,07%. Indonesia berada di peringkat kedua dengan rata-rata produksi sebesar 1,72 juta ton atau berkontribusi sebesar 17,51%. Negara berikutnya adalah Ghana, Nigeria, Brazil dan Kamerun dengan rata-rata produksi sebesar 1,60 juta ton (16,29%), 1,20 juta ton (12,75%), 689,27 ribu ton (6,82%) dan 670,00 ribu ton (6,68%). Kontribusi dari negara-negara produsen kakao lainnya sebesar 15,89% Beberapa negara dengan produksi kakao terbesar di dunia dapat dilihat pada Lampiran 20. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 31

54 Guatemala Thailand Saint Lucia Madagascar 2016 OUTLOOK KAKAO Kamerun 6,68% Lainnya 15,89% Pantai Gading 24,07% Brazil 6,82% Nigeria 12,75% Ghana 16,29% Indonesia 17,51% Gambar Negara Produsen Kakao di Dunia, Rata-rata Tahun Sementara produktivitas kakao tertinggi dicapai oleh Guatemala sebesar 2.79 ton/ha, diikuti oleh Thailand (2.57 ton/ha), Saint Lucia (1.71 ton/ha) dan Madagastar (0,86 ton/ha) (Gambar 4.12). Indonesia berada di peringkat keduapuluh dengan produktivitas kakao sebesar 0,45 ton/ha (Lampiran 21). 3,00 2,79 2,57 2,50 2,00 1,71 1,50 0,86 1,00 0,50 0,00 Gambar Produktivitas Kakao Tertinggi di Dunia, Rata-rata Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

55 OUTLOOK KAKAO PERKEMBANGAN HARGA KAKAO DUNIA Berdasarkan data Word Bank, perkembangan harga kakao dunia tahun cenderung meningkat dengan rata-rata pertumbuhannya 1,23% per tahun (Gambar 4.13). Pada tahun 1985 harga kakao dunia sebesar US$ 3,78/kg dan merupakan harga tertinggi pada periode Tahun Kemudian pada tahun 2015 harga kakao turun menjadi US$ 3,14/kg. Jika di Secara rinci perkembangan produktivitas kakao dunia dapat dilihat pada Lampiran 22. (US$/kg) 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 Gambar Perkembangan Harga Kakao di Dunia, Tahun PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KAKAO ASEAN DAN DUNIA Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao di ASEAN Pada periode tahun volume ekspor impor biji kakao dunia berfluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan (Gambar 4.14). Rata-rata peningkatan volume ekspor biji kakao pada periode sebesar 8,03% per tahun. Jika pada tahun 1980 volume ekspor biji kakao hanya sebesar 39,78 ribu ton, maka tahun 2013 menjadi 0,23 juta ton. Begitu juga dengan volume impor kakao dunia meningkat pada periode tahun yaitu sebesar 12,65% per tahun. Secara rinci Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 33

56 OUTLOOK KAKAO perkembangan volume ekspor impor kakao ASEAN dapat dilihat pada Lampiran 23 (Ton) Volume Impor (Ha) Volume Ekspor (Ton) Gambar Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao di ASEAN, Tahun Negara Eksportir dan Importir Kakao di ASEAN Menurut data FAO, ada 3 (tiga) negara ASEAN yang melakukan ekspor biji kakao pada periode tahun yaitu Indonesia, Malaysia dan Pilipina. Ketiga negara ini memberikan kontribusi sebesar 98,93%. (Gambar 4.15). Indonesia merupakan negara eksportir biji kakao terbesar di ASEAN. Indonesia dapat menyumbang hingga 91,99% volume ekspor biji kakao nuntuk ASEAN dengan rata-rata volume ekspor 325,16 ribu ton. Malaysia di urutan ke 2 dengan rata-rata volume ekspor sebesar 24,32 ribu ton (6,88%) dan Philipina berada di urutan ketiga dengan rata-rata volume ekspor sebesar 0,20 ribu ton. Sementara negara lainnya hanya menyumbang 1,07%. Secara rinci negara-negara eksportir di ASEAN dapat dilihat pada Lampiran Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

57 OUTLOOK KAKAO 2016 Indonesia 91,99% Malaysia 6,88% Lainnya 1,07% Philippines 0,06% Gambar Negara-negara Eksportir Biji Kakao di ASEAN, Rata-rata Tahun Dari sisi impor, Indonesia merupakan negara terbesar ke tiga setelah Malaysia dan Singapur (Gambar 4.16). Indonesia berkontribusi sebesar 5,64% terhadap ASEAN dengan rata-rata volume impor sebesar 25,17 ribu ton. Malaysia berada diperingkat satu dengan rata-rata volume impor 317,43 ribu ton dengan kontribusi 71,08% sementara rata-rata volume impor Singapur sebesar 77,73 ribu ton (18,83%). Ketiga negara ini berkontribusi sebesar 95,55% terhadap volume impor ASEAN. Sementara negara lainnya berkontribusi 4,45%. Secara rinci negara-negara importir kakao di ASEAN dapat dilihat pada Lampiran 25. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 35

58 OUTLOOK KAKAO Singapore 18,83% Malaysia 71,08% Indonesia 5,64% Lainnya 4,45% Gambar Negara-negara Importir Biji Kakao di ASEAN, Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao di Dunia Perkembangan volume ekspor dan volume impor kakao di dunia pada periode tahun mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan 3,59% per tahun untuk (volume ekspor) dan 3,34% per tahun (volume impor) (Gambar 4.17). Pada tahun 1980 volume ekspor kakao sebesar 1,06 juta ton, dan tahun 2013 menjadi 2,72 juta ton. Sementara untuk volume impor tahun 1980 sebesar 1,07 juta ton dan tahun 2013 menjadi 2,94 juta ton (Lampiran 26) (000 Ton) Volume Impor Volume Ekspor Gambar Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Biji Kakao di Dunia, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

59 OUTLOOK KAKAO Negara Eksportir dan Importir Kakao di Dunia Berdasarkan rata-rata volume ekspor biji kakao tahun , terdapat 7 (tujuh) negara dengan volume ekspor biji kakao terbesar di dunia. Keenam negara tersebut mempunyai kontribusi kumulatif sebesar 82,89% terhadap total volume ekspor biji kakao di dunia. Pantai Gading merupakan negara eksportir kakao terbesar di dunia dengan rata-rata volume ekspor sebesar 921,48 ribu ton atau 31,31% dari total volume ekspor kakao dunia (Gambar 4.18). Ghana berada di peringkat kedua dengan rata-rata volume ekspor sebesar 497,33 ribu ton (16,90%), diikuti oleh Indonesia di peringkat ketiga dengan rata-rata volume ekspor sebesar sebesar 286,74 ribu ton (9,74%). Urutan berikutnya adalah Nigeria, Netherland, Kamerun dan Equador, sedangkan negara-negara lainnya memberikan kontribusi kurang dari 17,11%. Presentase kontribusi beberapa negara eksportir kakao terbesar di dunia disajikan pada Lampiran 27. Indonesia 9,74% Ghana 16,90% Nigeria 7,31% Netherlan 6,39% Pantai Gading 31,31% Lainnya 17,11% Kamerun 6,33% Ekuador 4,92% Gambar Negara-negara Eksportir Biji Kakao di Dunia, Rata-rata Terdapat 8 (delapan ) negara importir di dunia berdasarkan rata-rata volume impor tahun Netherland menjadi negara importir terbesar di dunia dengan rata-rata volume impor sebesar 703,09 ribu ton atau 22,69% dari total volume impor biji kakao dunia (Gambar 4.19). Amerika Serikat berada di Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 37

60 2016 OUTLOOK KAKAO peringkat kedua dengan rata-rata volume impor biji kakao sebesar 432,66 ribu ton (13,96%). Jerman dan Malaysia berada di peringkat berikutnya dengan ratarata volume impor biji kakao masing-masing sebesar 359,69 ribu ton (11,61%) dan 317,43 ribu ton (10,24%). Negara-negara lainnya memberikan kontribusi 24,68%. Indonesia menempati urutan ke-19 dengan rata-rata volume impor sebesar 25,17 ribu ton. Beberapa negara importir biji kakao terbesar di dunia secara rinci disajikan pada Lampiran 28. Malaysia 10,24% USA 13,96% Germany 11,61% Belgium 6,15% Netherlands 22,69% France 4,48% Lainnya 24,68% United Kingdom 3,21% Spanyol 2,98% Gambar Negara-negara Importir Biji Kakao di Dunia, Rata-rata Tahun PERKEMBANGAN KETERSEDIAAN KAKAO ASEAN DAN DUNIA Perkembangan Ketersediaan Kakao ASEAN Ketersediaan kakao untuk konsumsi di ASEAN diperoleh dari hasil perhitungan produksi dikurangi volume ekspor ditambah volume impornya. Perkembangan ketersediaan kakao (dalam wujud biji kering) di ASEAN selama periode tahun menunjukkan peningkatan dengan ratarata pertumbuhan sebesar 14,09% per tahun sementara pada periode lima tahun terakhir ( ) rata-rata pertumbuhannya hanya 0,77% per tahun (Gambar 4.20). Ketersediaan kakao tertinggi pada periode Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

61 OUTLOOK KAKAO 2016 dicapai pada tahun 2012 yaitu sebesar 1,00 juta ton. Perkembangan ketersediaan kakao di negara ASEAN disajikan pada Lampiran 29. (000 ton) Gambar Perkembangan Ketersediaan Kakao di ASEAN, Perkembangan Ketersediaan Kakao Dunia Pada tahun ketersediaan kakao untuk konsumsi dunia juga menunjukkan kecenderungan meningkat (Gambar 4.17). Pada periode tersebut rata-rata peningkatan ketersediaan kakao mencapai 3,70% per tahun, yaitu dari 1,68 juta ton pada tahun 1980 menjadi 4,80 juta ton pada tahun Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2003 sebesar 27,40% sebagai dampak dari peningkatan produksi dan volume impor biji kakao kering. Karena besarnya volume ekspor dan volume impor biji kakao dunia relatif seimbang, maka pola perkembangan ketersediaan kakao mengikuti pola perkembangan produksi kakao dunia. Ketersediaan kakao untuk konsumsim dunia disajikan pada Lampiran 30. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 39

62 OUTLOOK KAKAO (000 ton) Gambar Perkembangan Ketersediaan Kakao di Dunia, Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

63 OUTLOOK KAKAO 2016 BAB V. ANALISIS PRODUKSI DAN KONSUMSI KAKAO 5.1. PROYEKSI PRODUKSI KAKAO DI INDONESIA Pemodelan produksi kakao Indonesia dalam analisis ini dalam wujud biji kering, dimana produksi kakao merupakan fungsi dari luas tanaman menghasilakan. Dengan menggunakan Regresi Linier Berganda diperoleh model sebagai berikut : Prod t = ,792 LTMt dimana : Prod t = Produksi kakao tahun (t) LTMt = Luas tanaman menghasilkan (t) t = tahun Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 95,9%. Hal ini berarti 95,9% keragaman pada produksi kakao dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang digunakan dalam model, dan sisanya sebesar 4,1% dipengaruhi oleh variabel lainnya. Hasil analisis fungsi respon produksi kakao secara lengkap disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Hasil Analisis Fungsi Respon Produksi Kakao Indonesia No Model Fungsi R 2 Sign F 1 Respon Produksi Produksi t = ,792 LTMt 95,90 0,00 2 Duble Ex. Smooting Luas.TM Mape :14 Dengan menggunakan model tersebut, selanjutnya dilakukan proyeksi produksi kakao untuk tahun Hasil proyeksi disajikan pada Tabel 5.2. Produksi kakao di Indonesia diproyeksikan akan mengalami peningkatan pada tahun 2017 menjadi 828,25 ribu ton. Peningkatan produksi masih akan terus Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 41

64 2016 OUTLOOK KAKAO terjadi hingga tahun 2020, namun laju pertumbuhan produksi akan semakin melambat. Rata-rata peningkatan produksi dalam lima tahun tersebut diperkirakan sebesar 2,78% per tahun. Tabel 5.2. Hasil Proyeksi Produksi Kakao Indonesia, Tahun Produksi (Ton) Pertumb , , , ,568 Rata-rata Pertumb. (%/th) , : Angka Estimasi Ditjen Perkebunan : Hasil Estimasi Pusdatin 5.2. PROYEKSI KONSUMSI KAKAO DI INDONESIA Proyeksi permintaan kakao Indonesia dilakukan berdasarkan data konsumsi kakao per kapita dalam bentuk coklat instan dan coklat bubuk yang bersumber dari SUSENAS BPS. Untuk memperoleh total konsumsi kakao Indonesia digunakan data proyeksi jumlah penduduk yang bersumber dari BPS. Hasil proyeksi konsumsi dan jumlah penduduk disajikan pada Tabel 5.3, dimana konsumsi kakao bersumber dari Bidang Data Non Komoditas Pusdatin. 42 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

65 OUTLOOK KAKAO Hasil proyeksi konsumsi Kakao Indonesia Tahun Tahun Jumlah Penduduk Konsumsi Total Konsumsi Pertumbuhan (000 Jiwa) Kg/Kapita Ton , , , , , , , , ,12 Rata-rata Pertumb. (%/th) ,17 Konsumsi nasional diperkirakan akan meningkat pada tahun dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1,17% per tahun. Tahun 2016 konsumsi kakao diperkirakan sebesar 10,99 ribu ton yang akan meningkat menjadi 11,51 ribu ton pada tahun Namun demikian hasil proyeksi ini perlu dicermati lebih lanjut karena data konsumsi yang digunakan adalah konsumsi langsung oleh rumah tangga tanpa memperhitungkan kebutuhan untuk konsumsi di hotel, restoran dan industri. Sementara itu berdasarkan atas Tabel Input-Output tahun 2010, kebutuhan kakao yang diserap oleh industri makanan dan minuman adalah sebesar 59,56% PROYEKSI SURPLUS/DEFISIT KAKAO DI INDONESIA Produksi kakao Indonesia dalam bentuk biji kering sementara kakao yang dikonsumsi dalam bentuk bubuk sehingga perlu ada konversi dari biji kering ke ke bentuk bubuk. Menurut hasil penelitian Elisabeth et al. (2007) menunjukkan bahwa dari 100 kg biji kakao kering yang difermentasi dapat dihasilkan 47,7 kg bubuk coklat. Untuk biji kakao yang tidak difermentasi maka hasilnya lebih rendah lagi. Mengingat sebagian besar produksi biji kakao Indonesia tanpa melalui proses fermentasi, maka digunakan asumsi dari 100 kg biji kakao kering Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 43

66 2016 OUTLOOK KAKAO dihasilkan 30 kg bubuk coklat. Hasil Proyeksi surplus/defisit kakao Indonesia disajikan pada Tabel 5.3. Tabel 5.4. Hasil Proyeksi Surplus/Defisit Kakao di Indonesia, Tahun Tahun Produksi Kakao (Ton) Produksi Bubuk Kakao (Ton) Konsumsi (Ton) Surplus/Defisit (Ton) Jika produksi biji kakao hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan coklat bubuk yang dikonsumsi langsung, maka Indonesia masih berada dalam posisi surplus. Tahun 2016 surplus kakao diperkirakan sebesar 217,14 ribu ton, dan meningkat menjadi 245,42 ribu ton pada tahun 2020.(Tabel 5.3) PROYEKSI KETERSEDIAAN KAKAO ASEAN Ketersediaan biji kakao kering di negara-negara ASEAN dan dunia diperoleh dari perhitungan produksi dikurangi volume ekspor ditambah volume impornya. Dengan menggunakan metode pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing) pada level = 0,687 dan trend = 0,046 diperoleh nilai MAPE sebesar 31. Berdasarkan metode tersebut dihasilkan proyeksi ketersediaan kakao negara ASEAN seperti tersaji pada Tabel 5.5. Ketersediaan kakao di ASEAN untuk tahun 2014 diperkirakan sebesar 1,04 juta ton dan terus meningkat hungga tahun 2020 dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 3,23% per tahun. Meskipun ketersediaan kakao masih tumbuh positif, namun persentase pertumbuhannya semakin melambat dari 44 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

67 OUTLOOK KAKAO 2016 tahun ke tahun. Hal ini perlu diantisipasi oleh negara-negara penghasil kakao ASEAN agar ketersediaan kakao tetap terjaga. Tabel 5.5. Hasil Proyeksi Ketersediaan Kakao di ASEAN, Tahun Ketersediaan Pertumbuhan (Ton) , , , , , ,80 Rata-rata pertumbuhan 3,02 (%/thn) 5.5. PROYEKSI KETERSEDIAAN KAKAO DUNIA Proyeksi ketersediaan biji kakao kering di dunia juga dihitung menggunakan metode pemulusan eksponensial berganda (double exponential smoothing). Pada level = 0,51 dan trend = 0,04 diperoleh nilai MAPE = 58 dengan hasil proyeksi ketersediaan kakao dunia seperti tersaji pada Tabel 5.6. Secara umum laju pertumbuhan ketersediaan kakao dunia hasil proyeksi lebih kecil dibandingkan pertumbuhan ketersediaan kakao ASEAN dengan ratarata laju pertumbuhan sebesar 2,01% per tahun. Tahun 2014 ketersediaan kakao dunia sebesar 4,92 juta ton dan diperkirakan pada tahun 2020 akan mencapai 5,54 juta ton. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 45

68 2016 OUTLOOK KAKAO Tabel 5.6. Hasil Proyeksi Ketersediaan Kakao di Dunia, Tahun Ketersediaan Pertumbuhan (Ton) , , , , , ,91 Rata-rata pertumbuhan (%/thn) 2,01 46 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

69 OUTLOOK KAKAO 2016 BAB VI. KESIMPULAN Perkembangan kakao terus meningkat dari tahun ke tahun, terlihat dari rata-rata laju pertumbuhan luas areal kakao selama periode tahun sebesar 14,48% dan produksinya sebesar 14,01%. Berdasarkan rata-rata data tahun (lima tahun terakhir), luas areal perkebunan kakao mencapai 1,74 juta ha dengan rata-rata luas areal perkebunan rakyat sebesar 1,68 juta ha (96,70%), perkebunan besar negara sebesar 27,27 ribu ha (1,40%), dan perkebunan besar swasta sebesar 33,04 ribu ha (1,90%). Ditinjau dari bentuk pengusahaannya, perkebunan rakyat (PR) memberi andil produksi biji kering sebesar 682,54 ribu ton (96,70%), perkebunan besar negara (PBN) sebesar 16,80 ribu ton (1,40 %), dan perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 22,95 ribu ton (1,90%). Produksi tersebut dicapai pada tingkat produktivitas perkebunan rakyat sekitar 0,81 ton/ha, perkebunan besar negara 0,87 ton/ha, dan perkebunan besar swasta 0,87 ton/ha. Produksi kakao ini pada umumnya menyebar di Sulawesi Tengah sebesar 156,63 ribu ton (21,69%), Sulawesi Selatan sebesar 119,79 ribu ton (16,30%) Sulawesi Tenggara 118,82 ribu ton, Sulawesi Barat 72,28 ribu ton (10,01%), Sumatera Barat 55,81 ribu ton (7,73%), Lampung 31,02 ribu ton (4,30%), Sumatera Utara 24,80 ribu ton (3,43%) dan Povinsi lainnya 143,11 ribu ton (19,81%). Dari hasil proyeksi yang dilakukan tahun , produksi kakao akan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 856,47 ribu ton pada tahun 2020 dengan rata-rata pertumbuhan 3,02% per tahun. Begiyu juga dengan konsumsi nasional kakao juga diproyeksikan akan meningkat dengan bertambahnya jumlah penduduk dengan rata-rata pertumbuhan 1,17 % per tahun. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 47

70 2016 OUTLOOK KAKAO 48 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

71 OUTLOOK KAKAO 2016 DAFTAR PUSTAKA Departemen Perindustrian. (2007). Gambaran Sekilas Industri Kakao., Jakarta: Deperindag Elisabeth, D.A.A., Suharyanto, dan Rubiyo Pengaruh Fermentasi Biji Kakao Terhadap Mutu Produk Olahan Setengah Jadi Cokelat. Denpasar: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Goesnadi, Didiek H., et al. (2005). Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao di Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Kementerian Pertanian Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan Penyegar: Pedoman Umum Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Tahun Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. Kementerian Pertanian Peningkatan Produksi, Produktivitas Tanaman Rempah dan Penyegar: Pedoman Teknis Pengembangan Tanaman Kakao Berkelanjutan. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian. Ragimun Analisis Daya Saing Komoditas Kakao Indonesia. Jakarta: Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. Rifin, A. dan Nurdiyani, F Integrasi Pasar Kakao Indonesia. Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian, 1(2): Sahardi, M.Z.K., Sahari, D., Bilang, M.A., Muhammad, H., Djuddawi, H. dan Kasman Laporan Participatory Rural Appraisal (PRA) Prima Tani di Desa Kamanre, Kecamatan Kamanre, Kabupaten Luwu, Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 49

72 2016 OUTLOOK KAKAO 50 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

73 OUTLOOK KAKAO 2016 LAMPIRAN Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 51

74 2016 OUTLOOK KAKAO 52 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

75 OUTLOOK KAKAO 2016 Lampiran 1. Perkembangan Luas Areal Kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Tahun Tahun PR Pertumb. PBN Pertumb. PBS Pertumb. Indonesia Pertumb , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , * , , , , ** , , , ,10 Rata-rata pertumbuhan ** 15,81 1,03 5,04 11, ,28 3,86 7,20 13, ** 0,52-16,52-8,38-0,11 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Estimasi PR = Perkebunan Rakyat PBN = Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta Luas Areal (Ha) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 53

76 2016 OUTLOOK KAKAO Lampiran 2. Perkembangan Produksi Kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Tahun Tahun PR Pertumb. PBN Pertumb. PBS Pertumb. Indonesia Pertumb , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , *) , , , , **) , , , ,00 Rata-rata pertumbuhan ** 23,82 2,83 12,09 14, ,19 5,79 15,55 16, ** 2,89-15,48-9,37 1,63 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Estimasi Wujud produksi : Biji kering PR = Perkebunan Rakyat PBN = Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta Produksi (Ton) 54 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

77 OUTLOOK KAKAO 2016 Lampiran 3. Perkembangan Produktivitas Kakao di Indonesia Menurut Status Pengusahaan, Tahun Tahun PR Pertumb. PBN Pertumb. PBS Pertumb. Indonesia Pertumb , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,25 Rata-rata pertumbuhan ** -0,40-0,24-1,26-0, ,59 1,72 0,45-0, ** -0,22-2,20-2,97-0,51 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Estimasi Wujud produksi : Biji kering PR = Perkebunan Rakyat PBN = Perkebunan Besar Negara PBS = Perkebunan Besar Swasta Produktivitas (Kg/Ha) Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 55

78 2016 OUTLOOK KAKAO Lampiran 4. Sentra Produksi Kakao di Indonesia, Rata-rata Tahun No. Provinsi/Province Produksi (Ton) 2015*) 2016**) Rata-rata Share Share Kumulatif 1 Sulteng ,69 21,69 2 Sulsel ,59 38,27 3 Sultra ,45 54,72 4 Sulbar ,01 64,73 5 Sumbar ,73 72,46 6 Lampung ,30 76,75 7 Sumut ,43 80,19 8 Lainnya ,81 100,00 Indonesia ,00 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka Estimasi Lampiran 5. Kabupaten Sentra Produksi Kakao di Provinsi Sulawesi Tengah, Tahun 2014 No. Kabupaten Produksi (Ton) Share Kumulatif 1 Kab. Parigi mountong ,57 33,57 2 Kab Poso ,56 50,13 3 Kab. Donggala ,81 60,94 4 Kab. Banggai ,58 70,53 5 Kab. Sigi Biromaru ,57 80,10 6 Lainnya ,90 100,00 Sulawesi Tengah ,00 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin 56 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

79 OUTLOOK KAKAO 2016 Lampiran 6. Kabupaten Sentra Produksi Kakao di Provinsi Sulawesi Selatan, Tahun 2014 No. Kabupaten Produksi (Ton) Share Kumulatif 1 Kab Luwu ,12 19,12 2 Kab. Luwu Utara ,70 33,82 3 kab. Bone ,36 45,17 4 Kab. Luwu Timur ,64 53,81 5 Kab. Pinrang ,41 62,23 6 Kab. Soppeng ,01 70,24 7 Lainnya ,76 100,00 Sulawesi Selatan ,00 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin Lampiran 7. Kabupaten Sentra Produksi Kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara, 2014 No. Kabupaten Produksi (Ton) Share Kumulatif 1 Kab. Kolaka Utara ,87 46,87 2 Kab. Kolaka Timur ,60 67,47 3 Kab. Muna ,93 75,41 4 Kab Konawe ,30 81,71 5 Lainnya ,29 100,00 Sulawesi Tenggara ,00 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, diolah Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 57

80 2016 OUTLOOK KAKAO Lampiran 8. Perkembangan Konsumsi Kakao dalam Bentuk Coklat Instan dan Coklat Bubuk di Indonesia, Tahun Tahun Coklat Instan Konsumsi (Gr/Kapita) Pertumb. Coklat Bubuk Konsumsi (Gr/Kapita) Pertumb ,4 10, ,8-66,67 5,2-50, ,4 200,00 10,4 100, ,2 33,33 10,4 0, ,6-50,00 10,4 0, ,4 50,00 10,4 0, ,4 0,00 10,4 0, ,6-33,33 5,2-50, ,6 0,00 5,2 0, ,4 50,00 15,6 200, ,6 133,33 83,6 435, ,57 15,6-81, ,00 10,4-33, ,00 28,9 177,79 Rata-rata pertumbuhan ,16 53,77 Sumber: Tahun SUSENAS, Badan Pusat Statistik Tahun 2015, hasil forcase Pusdatin 58 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

81 OUTLOOK KAKAO 2016 Lampiran 9. Perkembangan Harga Kakao di Tingkat Produsen di Indonesia, Tahun Tahun Harga Produsen (Rp/Kg) Pertumbuhan , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 Rata-rata pertumbuhan ,87 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 59

82 2016 OUTLOOK KAKAO Lampiran 10. Struktur Ongkos Kakao, Tahun 2014 Rincian Nilai Persentase Biaya Persentase Biaya (000 Rp) Terhadap Produksi Terhadap Jumlah Pengeluaran Produksi , Jumlah Pengeluaran ,05 82, Bibit 86,58 0,59 0,71 2. Tanaman Pelindung 21,08 0,14 0,17 3. Pupuk 627,75 4,26 5,18 a. Urea 217,86 1,48 1,80 b. TSP/SP36 64,40 0,44 0,53 c. ZA 69,60 0,47 0,57 d. KCL 35,46 0,24 0,29 e. NPK 181,46 1,23 1,50 f. Pupuk Organik (kandang, kompos) 33,76 0,23 0,28 g. Lainnya 25,21 0,17 0,21 4. Stimulasi 51,94 0,35 0,43 a. Stimulan Zat Pengatur Tumbuh Padat 10,30 0,07 0,09 b. Stimulan Zat Pengatur Tumbuh Cair 41,64 0,28 0,34 5. Pestisida 366,70 2,49 3,03 a. Pestisida Padat 12,61 0,09 0,10 b. Pestisida Cair 354,09 2,41 2,92 6. Pekerja 5.973,92 40,58 49,32 a. Pengolahan Lahan 163,59 1,11 1,35 b. Penanaman Pohon Pelindung 23,29 0,16 0,19 c. Penanaman Tanaman Perkebunan 71,75 0,49 0,59 d. Pemeliharaan 1.317,89 8,95 10,88 e. Pemupukan 237,94 1,62 1,96 f. Pengendalian Hama OPT 549,66 3,73 4,54 g. Pemanenan 2.400,26 16,31 19,82 h. Pengeringan 1.209,54 8,22 9,99 7. Pengeluaran Lainnya 4.984,08 33,86 41,15 a. Sewa Lahan 40,24 0,27 0,33 b. Perkiraan Sewa Lahan Bebas Sewa 3.787,80 25,73 31,27 c. Sewa Alat 7,02 0,05 0,06 d. Perkiraan sewa alat 257,22 1,75 2,12 e. Bunga Kredit Pinjaman 18,61 0,13 0,15 f. Pajak tidak Langsung (PBB Lahan Untuk Perkebunan) 67,84 0,46 0,56 g. Retribusi/ Pungutan/iuran (Pengairan dll) 3,11 0,02 0,03 h. Penyusutan Barang Modal 282,31 1,92 2,33 i. Bahan Bakar Minyak (BBM) 235,42 1,60 1,94 j. Biaya Transportasi/ Pengangkutan Hasil 177,88 1,21 1,47 k. Jasa Pertanian 44,98 0,31 0,37 l. Lainnya 61,65 0,42 0,51 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin 60 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

83 OUTLOOK KAKAO 2016 Lampiran 11. Perkembangan Ekspor dan Impor Kakao Indonesia, Tahun Tahun Volume (Ton) Pertumb. Ekspor Nilai (000 US$) Pertumb. Volume (Ton) Pertumb. Impor Nilai (000 US$) Pertumb. Neraca (000 US$) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Rata-rata Pertumbuhan (%/Tahun) ,22 11,73 26,39 54,59 Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 61

84 2016 OUTLOOK KAKAO Lampiran 12. Negara Tujuan Ekspor Kakao, Tahun 2015 No. Nilai (000 Negara Tujuan Volume (Ton) US$) 1 Malaysia USA Jerman Cina Belanda Spayol India Australia Philipina Thailand Neg. Lain Total Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin Lampiran 13. Negara Asal Impor Kakao, Tahun 2015 No. Negara Tujuan Volume (Ton) Nilai (000 US$) 1 Pantai Gading Malaysia Ghana Kamarun Singapur Ecuador Papua Nugini China Belgia Peru Neg. Lainnya Total Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Pusdatin 62 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

85 OUTLOOK KAKAO 2016 Lampiran 14. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Kakao ASEAN, Tahun , , ,99 0,91 8, , ,92 0,94 3, , ,33 0,83-12, , ,21 0,80-3, , ,41 0,86 7, , ,07 0,80-6, , ,21 0,85 6, , ,79 0,89 4, , ,94 0,87-2, , ,00 0,84-3, , ,82 0,69-17, , ,87 0,74 7, , ,14 0,75 1, , ,35 0,66-12, , ,10 0,72 8, , ,57 0,82 14, , ,35 0,82-0, , ,89 1,03 26, , ,17 0,58-43, , ,66 0,59 1, , ,74 0,72 21, , ,82 0,80 11, , ,63 0,73-9, , ,89 0,64-11, , ,05 0,65 1, , ,10 0,85 31, , ,28 0,81-4, , ,19 0,57-29, , ,46 0,52-10, , ,89 0,52 0, , ,59 0,41-20, , ,79 0,40-2, , ,83 0,44 9,27 Rata-rata pertumbuhan ,01 9,54-0, ,36 11,40-0, ,43-0,91-4,78 Sumber Tahun Luas TM (Ha) : FAO, diolah Pusdatin Pertumb. Produksi (Ton) Pertumb. Produktivitas (Ton/Ha) Pertumb. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 63

86 2016 OUTLOOK KAKAO Lampiran 15. Perkembangan Luas Tanaman Menghasilkan, Produksi dan Produktivitas Kakao di Dunia, Tahun Tahun Luas TM (Ha) Pertumb. Produksi (Ton) Pertumb. Produktivitas (Ton/Ha) Pertumb , , ,87 0,36 1, , ,91 0,35-3, , ,66 0,34-0, , ,83 0,38 10, , ,23 0,40 5, , ,18 0,40 1, , ,95 0,39-3, , ,68 0,45 16, , ,03 0,48 5, , ,12 0,44-7, , ,01 0,45 0, , ,73 0,47 4, , ,15 0,47 0, , ,04 0,46-1, , ,93 0,46-1, , ,52 0,51 12, , ,11 0,47-8, , ,83 0,50 4, , ,20 0,43-12, , ,44 0,44 2, , ,60 0,45 1, , ,18 0,48 5, , ,50 0,48 1, , ,90 0,48-0, , ,61 0,47-1, , ,36 0,51 7, , ,33 0,45-10, , ,38 0,45-1, , ,26 0,45 0, , ,07 0,46 2, , ,59 0,46 0, , ,40 0,46 0, , ,29 0,46-0,55 Rata-rata pertumbuhan ,40 3,38 0, ,66 3,71 1, ,95 1,50 0,54 Sumber : FAO, diolah Pusdatin 64 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

87 OUTLOOK KAKAO 2016 Lampiran 16. Sentra Luas Tanaman Menghasilkan Kakao ASEAN, Rata-rata Tahun No. Negara Luas Tanaman Menghasilkan (Ha) Rata-rata Kontribusi Kontribusi Kumulatif 1 Indonesia ,47 98,47 2 Malaysia ,90 99,38 3 Philipina ,54 99,92 4 Lainnya ,08 100,00 ASEAN Sumber: FAO, diolah oleh Pusdatin ,00 Lampiran 17. Sentra Produksi Kakao ASEAN, Rata-rata Tahun No. Negara Produksi (Ton) Rata-rata Kontribusi Kontribusi Kumulatif 1 Indonesia ,12 98,12 2 Malaysia ,13 99,26 3 Philippines ,62 99,88 4 Lainnya ,12 100,00 ASEAN Sumber: FAO, diolah oleh Pusdatin ,00 Lampiran 18. Negara-negara Produktivitas Tertinggi di ASEAN, Rata-rata Tahun No. Negara Produktivitas (Ton/Ha) Rata-rata 1 Thailand 2,45 2,45 2,62 2,67 2,67 2,57 2 Malaysia 0,88 1,31 0,22 0,31 0,20 0,59 3 Philipin 0,54 0,53 0,51 0,52 0,52 0,52 4 Indonesia 0,51 0,51 0,41 0,40 0,44 0,45 Sumber: FAO, diolah oleh Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 65

88 2016 OUTLOOK KAKAO Lampiran 19. Sentra Luas Tanaman Menghasilkan Kakao Dunia, Rata-rata Tahun No. Negara Tanaman Menghasilkan (Ha) Rata-rata Kontribusi Kontribusi Kumulatif 1 Pantai Gading ,07 24,07 2 Indonesia ,51 41,57 3 Ghana ,29 57,86 4 Nigeria ,75 70,61 5 Brazil ,82 77,43 6 Kamerun ,68 84,11 7 Lainnya ,89 100,00 Dunia ,00 Sumber: FAO, diolah oleh Pusdatin Lampiran 20. Sentra Produksi Kakao Dunia, Rata-rata Tahun No. Negara Produksi (Ton) Rata-rata Kontribusi Kontribusi Kumulatif 1 Pantai Gading ,10 31,10 2 Indonesia ,33 48,43 3 Ghana ,77 65,20 4 Nigeria ,49 73,69 5 Kamerun ,73 79,42 6 Brazil ,41 84,83 7 Lainnya ,17 100,00 Dunia Sumber: FAO, diolah oleh Pusdatin ,00 Lampiran 21. Negara-negara Produktivitas tertinggi di Dunia, Rata-rata Tahun No. Negara Produktivitas (Ton/Ha) Rata-rata 1 Guatemala 2,50 2,69 2,81 2,92 3,02 2,79 2 Thailand 2,45 2,45 2,62 2,67 2,67 2,57 3 Saint Lucia 1,53 1,71 1,78 1,80 1,75 1,71 4 Madagascar 0,86 0,86 0,86 0,86 0,86 0,86 Sumber FAO, diolah Pusdatin 66 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

89 OUTLOOK KAKAO 2016 Lampiran 22. Perkembangan Harga Kakao Dunia, Tahun Tahun Harga/Price ($/kg) Pertumb , ,01-20, ,65-11, ,98-25, ,56-21, ,53-1, ,46-4, ,32-9, ,29-2, ,67 29, ,56-6, ,61 3, ,88 16, ,04 8, ,41-30, ,14-19, ,40 22, ,35 67, ,20-6, ,82-17, ,75-3, ,77 1, ,05 15, ,51 22, ,99 19, ,13 4, ,74-12, ,22-18, ,30 3, ,89 25, ,14 8,48 Rata-rata Pertumbuhan Sumber : World Bank diolah Pusdatin 1,23 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 67

90 2016 OUTLOOK KAKAO Lampiran 23. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao di ASEAN, Tahun Tahun Volume Impor (Ton) Pertumb. Volume Ekspor (Ton) Pertumb , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 Pertumbuhan Sumber: FAO, diolah Pusdatin 12,65 8,03 15,51 10,61-3,38-6,40 68 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

91 OUTLOOK KAKAO 2016 Lampiran 24. Negara-negara Eksportir Kakao di ASEAN, Rata-rata Tahun No. Negara Volume Ekspor (Ton) Rata-rata Kontribusi Kontribusi Kumulatif 1 Indonesia ,99 91,99 2 Malaysia ,88 98,87 3 Philippines ,06 98,93 4 Lainnya ,07 100,00 ASEAN ,00 Sumber: FAO, diolah Pusdatin Lampiran 25. Negara-negara Importir Kakao di ASEAN, Rata-rata Tahun No. Negara Volume Impor (Ton) Rata-rata Kontribusi 1 Malaysia ,08 71,08 2 Singapore ,83 89,91 3 Indonesia ,64 95,55 4 Lainnya ,45 100,00 Kontribusi Kumulatif ASEAN ,00 Sumber: FAO, diolah Pusdatin Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 69

92 2016 OUTLOOK KAKAO Lampiran 26. Perkembangan Volume Ekspor dan Volume Impor Kakao Dunia, Tahun Tahun Volume Impor (Ton) Pertumb. Volume Ekspor (Ton) Pertumb , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,62 Pertumbuhan Sumber: FAO, diolah Pusdatin 3,34 3,59 4,05 4,02-0,67 1,18 70 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

93 OUTLOOK KAKAO 2016 Lampiran 27. Negara-negara Eksportir Kakao di Dunia, Tahun No. Negara Volume Ekspor (Ton) Kontribusi Kontribusi Kumulatif Rata-rata 1 Pantai Gading ,31 31,31 2 Ghana ,90 48,20 3 Indonesia ,74 57,94 4 Nigeria ,31 65,25 5 Netherlan ,39 71,63 6 Kamerun ,33 77,97 7 Ekuador ,92 82,89 8 Lainnya ,11 100,00 Dunia ,00 Sumber: FAO, diolah oleh Pusdatin Lampiran 28. Negara-negara Importir Kakao di Dunia, Tahun No. Negara Volume Impor (Ton) Rata-rata Kontribusi Kontribusi Kumulatif 1 Netherlands ,69 22,69 2 USA ,96 36,65 3 Germany ,61 48,26 4 Malaysia ,24 58,50 5 Belgium ,15 64,65 6 France ,48 69,13 7 United Kingdom ,21 72,34 8 Spanyol ,98 75,32 9 Lainnya ,68 100,00 Dunia Sumber: FAO, diolah oleh Pusdatin ,00 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 71

94 2016 OUTLOOK KAKAO Lampiran 29. Perkembangan Ketersediaan Kakao di ASEAN, Tahun Tahun , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,37 Rata-rata pertumbuhan Sumber Produksi (ton) : FAO, diolah Pusdatin Volek (Ton) Volim (Ton) Ketersediaan (ton) Pertumb. 14,09 16,47 0,77 72 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

95 OUTLOOK KAKAO 2016 Lampiran 30. Perkembangan Ketersediaan Kakao di Dunia, Tahun , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,20 Rata-rata pertumbuhan Sumber Produksi (ton) : FAO, diolah Pusdatin Volek (Ton) Volim (Ton) Ketersediaan (ton) Pertumb. 3,70 4,24 0,69 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 73

96

OUTLOOK KOMODITI KAKAO

OUTLOOK KOMODITI KAKAO ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI KAKAO 2014 OUTLOOK KOMODITI KAKAO Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS

ISSN OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS ISSN 1907-1507 OUTLOOK KAPAS 2015 OUTLOOK KAPAS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK KAPAS

Lebih terperinci

ISS N OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015

ISS N OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015 OUTLOOK TEH ISSN 1907-1507 2015 OUTLOOK TEH Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK TEH ii Pusat

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI JAHE

OUTLOOK KOMODITI JAHE ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI JAHE 2014 OUTLOOK KOMODITI JAHE Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2014

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA

ISSN OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA ISSN 1907-1507 OUTLOOK LADA 2015 OUTLOOK LADA Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK LADA ii

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI CENGKEH

OUTLOOK KOMODITI CENGKEH ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI CENGKEH 2014 OUTLOOK KOMODITI CENGKEH Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT

OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT ISSN 1907-1507 2014 OUTLOOK KOMODITI KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK JERUK 2016 OUTLOOK JERUK. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

ISSN OUTLOOK JERUK 2016 OUTLOOK JERUK. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian ISSN 1907-1507 OUTLOOK JERUK 2016 OUTLOOK JERUK Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016 OUTLOOK JERUK

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI TOMAT

OUTLOOK KOMODITI TOMAT ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI TOMAT 2014 OUTLOOK KOMODITI TOMAT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2014

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

ISSN OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian ISSN 1907-1507 OUTLOOK BAWANG MERAH 2015 OUTLOOK BAWANG MERAH Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015

Lebih terperinci

OUTLOOK KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016

OUTLOOK KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK KELAPA ISSN SAWIT 1907-15072016 OUTLOOK KELAPA SAWIT Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK CABAI 2016 OUTLOOK CABAI

ISSN OUTLOOK CABAI 2016 OUTLOOK CABAI ISSN 1907-1507 Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian i ii ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 89 halaman Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, M.Si. Penyunting : Dr.

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI TEBU

OUTLOOK KOMODITI TEBU ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI TEBU 2014 OUTLOOK KOMODITI TEBU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2014

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU ISSN:

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS

ISSN OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS ISSN 1907-1507 OUTLOOK NENAS 2015 OUTLOOK NENAS Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK NENAS

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN Outlook Komoditas Perkebunan 2007 «OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN PERKEBUNAN Pusat Data Dan Informasi Pertanian Departemen Pertanian 2007 Pusat Data dan Informasi Pertanian i » Outlook Komoditas Perkebunan

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI PISANG

OUTLOOK KOMODITI PISANG ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI PISANG 2014 OUTLOOK KOMODITI PISANG Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK NENAS 2016 OUTLOOK NENAS

ISSN OUTLOOK NENAS 2016 OUTLOOK NENAS ISSN 197-157 216 Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 216 i 216 ii 216 ISSN : 197-157 Ukuran Buku : 1,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 85 halaman Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, MSi. Penyunting

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI TEMBAKAU

OUTLOOK KOMODITI TEMBAKAU ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI TEBU 2014 OUTLOOK KOMODITI TEMBAKAU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KAKAO Penyebaran Kakao Nasional Jawa, 104.241 ha Maluku, Papua, 118.449 ha Luas Areal (HA) NTT,NTB,Bali, 79.302 ha Kalimantan, 44.951 ha Maluku,

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK KOPI 2016 OUTLOOK KOPI

ISSN OUTLOOK KOPI 2016 OUTLOOK KOPI ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOPI 2016 OUTLOOK KOPI Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016 OUTLOOK KOPI ii

Lebih terperinci

OUTLOOK Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016

OUTLOOK  Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK SUSU Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN SUSU ISSN: 1907-1507 Ukuran Buku Jumlah Halaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK KARET 2015 OUTLOOK KARET. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

ISSN OUTLOOK KARET 2015 OUTLOOK KARET. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian ISSN 1907-1507 OUTLOOK KARET 2015 OUTLOOK KARET Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK KARET

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING AYAM ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

OUTLOOK TELUR Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016

OUTLOOK TELUR Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK TELUR Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2016 OUTLOOK TELUR ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku : 10,12 inci x 7,17 inci (B5) Jumlah Halaman : 58 halaman Penasehat : Dr. Ir. Suwandi, MSi Penyunting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih menjadi salah satu primadona Indonesia untuk jenis ekspor non-migas. Indonesia tidak bisa menggantungkan ekspornya kepada sektor migas saja sebab

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Ubi Kayu

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Ubi Kayu Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN UBI KAYU ISSN : 1907 1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

OUTLOOK KARET. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian

OUTLOOK KARET. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian OUTLOOK ISSN KARET 1907-1507 2016 OUTLOOK KARET Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2016 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2016 OUTLOOK KARET

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia

IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Perkebunan Dunia Komoditi perkebunan Indonesia rata-rata masuk kedalam lima besar sebagai produsen dengan produksi tertinggi di dunia menurut Food and agriculture organization (FAO)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI MANGGA

OUTLOOK KOMODITI MANGGA ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOMODITI MANGGA 2014 OUTLOOK KOMODITI MANGGA Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN TELUR

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN TELUR OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUB SEKTOR PETERNAKAN TELUR Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN TELUR ISSN : 1907-1507 Ukuran Buku : 10,12 inci

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi. Apabila dikelola secara baik dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa negara.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN

Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan

PENDAHULUAN. tersebar di 32 provinsi. Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan PENDAHULUAN Latar belakang Kakao adalah salah satu komoditas unggulan perkebunan yang prospektif serta berpeluang besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat karena sebagian besar diusahakan melalui

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Kayu PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN UBI KAYU ISSN : 1907 1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian di Indonesia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) kontribusi pertanian terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kegiatan yang terpenting dalam meningkatkan perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasional. Perdagangan internasional adalah kegiatan untuk memperdagangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry.

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit dan karet dan berperan dalam mendorong pengembangan. wilayah serta pengembangan agroindustry. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kakao merupakan salah satu hasil perkebunan Indonesia yang cukup potensial. Di tingkat dunia, kakao Indonesia menempati posisi ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana.

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN

BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN BAB V GAMBARAN UMUM PRODUK PERTANIAN 5.1 Komoditas Perkebunan Komoditi perkebunan merupakan salah satu dari tanaman pertanian yang menyumbang besar pada pendapatan nasional karena nilai ekspor yang tinggi

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK ANGGREK

ISSN OUTLOOK ANGGREK ISSN 1907-1507 OUTLOOK ANGGREK Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 OUTLOOK ANGGREK ISSN: 1907-1507 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 10,12 inci x 7,17

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING SAPI

OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING SAPI OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING SAPI Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2015 Outlook Komoditas Daging Sapi 2015 «OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN SUBSEKTOR PETERNAKAN DAGING

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan

I. PENDAHULUAN. komoditas utama penghasil serat alam untuk bahan baku industri Tekstil dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kapas merupakan salah satu bahan baku industri yang memegang peranan penting dalam perekonomian nasional karena kapas merupakan komoditas utama penghasil serat alam untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 0 tahun terakhir terus menunjukkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumberdaya alam, terutama dari hasil pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

OUTLOOK KOMODITI DURIAN

OUTLOOK KOMODITI DURIAN OUTLOOK KOMODITI ISSN DURIAN 1907-1507 2014 OUTLOOK KOMODITI DURIAN Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian 2014 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas Lahan Komoditi Perkebunan di Indonesia (Ribu Ha) 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di sektor pertanian khususnya di sektor perkebunan. Sektor perkebunan memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA

Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Boks 1 PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN KAKAO DI SULAWESI TENGGARA Perkebunan kakao merupakan salah satu sektor unggulan di bidang pertanian Provinsi Sulawesi Tenggara dimana sekitar 52% total

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi menjadi produsen gula dunia karena dukungan agroekosistem, luas lahan, dan tenaga kerja. Disamping itu prospek pasar gula di Indonesia cukup

Lebih terperinci

Pe n g e m b a n g a n

Pe n g e m b a n g a n Potensi Ekonomi Kakao sebagai Sumber Pendapatan Petani Lya Aklimawati 1) 1) Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Jl. PB. Sudirman 9 Jember 68118 Petani kakao akan tersenyum ketika harga biji kakao

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani yang bertempat tinggal di pedesaan. Sektor pertanian

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PERKEBUNAN STRATEGIS Disampaikan pada Rapat Kerja Akselerasi Industrialisasi dalam Rangka Mendukung Percepatan dan Pembangunan Ekonomi, Hotel Grand Sahid, 1 Pebruari 2012

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam

I. PENDAHULUAN. melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, menjadikan negara ini sebagai penghasil produk-produk dari alam yang dapat diandalkan salah

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Kacang Tanah

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan. Kacang Tanah Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Kacang Tanah PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN KACANG TANAH ISSN : 1907 1507 Ukuran

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Samarinda, Juli 2016 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP

KATA PENGANTAR. Samarinda, Juli 2016 Kepala, Ir. Hj. Etnawati, M.Si NIP KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah menganugerahkan Rahmat dan Hidayah- Nya, sehingga buku Statistik Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2015 dapat kami susun dan sajikan.

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka

BAB. I PENDAHULUAN Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Secara umum sektor pertanian pada Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP-I) dapat dinilai telah berhasil melaksanakan peran-peran konvensionalnya, seperti : a)

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industrialisasi komoditas komoditas pertanian terutama komoditas ekspor seperti hasil perkebunan sudah selayaknya dijadikan sebagai motor untuk meningkatkan daya saing

Lebih terperinci

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Jalar

Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Jalar Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan Ubi Jalar PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2016 OUTLOOK KOMODITAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN UBI JALAR ISSN : 1907 1507 Ukuran Buku

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN KAKAO RAKYAT PADA TIGA KABUPATEN SENTRA PRODUKSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS PERKEMBANGAN KAKAO RAKYAT PADA TIGA KABUPATEN SENTRA PRODUKSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA ANALISIS PERKEMBANGAN KAKAO RAKYAT PADA TIGA KABUPATEN SENTRA PRODUKSI DI PROVINSI SUMATERA UTARA Rizal Sariamat* Edy Batara M. Siregar** Erwin Pane*** *Mahasiswa Magister Agribisnis Universitas Medan

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI BHINEKA TUNGGAL IKA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010 Indonesia menjadi produsen kakao terbesar

Lebih terperinci

V KERAGAAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

V KERAGAAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO V KERAGAAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO 5.1 Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kakao Indonesia Pentingnya pengembangan agroindustri kakao di Indonesia tidak terlepas dari besarnya potensi yang dimiliki,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia, 82,71

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang

I PENDAHULUAN. tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Peranan tersebut antara lain menyediakan pangan bagi seluruh penduduk, menyumbang devisa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini, perdagangan internasional sudah menjadi kebutuhan bagi setiap bangsa dan negara yang ingin maju khususnya dalam bidang ekonomi. Dimana

Lebih terperinci

ISSN OUTLOOK KOPI 2015 OUTLOOK KOPI

ISSN OUTLOOK KOPI 2015 OUTLOOK KOPI ISSN 1907-1507 OUTLOOK KOPI 2015 OUTLOOK KOPI Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian i 2015 OUTLOOK KOPI ii

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan

KATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii iv v vi DAFTAR TABEL vii viii DAFTAR GAMBAR ix x DAFTAR LAMPIRAN xi xii 1 PENDAHULUAN xiii xiv I. PENDAHULUAN 2 KONDISI UMUM DIREKTOAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2005-2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain itu, oleh sektor 8 II. Tinjauan Pustaka 1.1. Kakao Dalam Usaha Pertanian Dalam percakapan sehari-hari yang dimaksud dengan pertanian adalah bercocok tanam, namun pengertian tersebut sangat sempit. Dalam ilmu pertanian,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian yang mendominasi perekonomian masyarakat desa, dimana BAB I. PENDAHULUAN 1.2. Latar Belakang Pembangunan pedesaan merupakan pembangunan yang berbasis desa dengan mengedepankan seluruh aspek yang terdapat di desa termasuk juga pola kegiatan pertanian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi apabila barang yang dihasilkan oleh suatu negara dijual ke negara lain

BAB I PENDAHULUAN. terjadi apabila barang yang dihasilkan oleh suatu negara dijual ke negara lain BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan Internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa antara masyarakat di suatu negara dengan masyarakat di negara lain. Indonesia termasuk salah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN

POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN POTENSI DAN PELUANG EKSPOR PRODUK PERKEBUNAN UNGGULAN DI SULAWESI SELATAN PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN DINAS PERKEBUNAN Jalan Perkebunan No. 7 Makassar Tujuan Penyelenggaraan Perkebunan 1. Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai jenis tanah yang subur. Berdasarkan karakteristik geografisnya Indonesia selain disebut sebagai negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia. Dalam kurung waktu 150 tahun sejak dikembangkannya pertama kalinya, luas areal perkebunan karet

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah dan beraneka ragam. Hal ini tampak pada sektor pertanian yang meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah memberikan sumbangan yang nyata dalam perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk mengatasi masalah bagi suatu negara dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Banyak keuntungan yang

Lebih terperinci