HIGH-LEVEL ROUNDTABLE DISCUSSION

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HIGH-LEVEL ROUNDTABLE DISCUSSION"

Transkripsi

1 HIGH-LEVEL ROUNDTABLE DISCUSSION Pentingnya Pemantauan Tempat-tempat Penahanan dan Mekanisme Dalam rangka Memperingati Lima Tahun Pemberlakuan OPCAT (22 Juni 2011) dan Hari Anti-Penyiksaan Internasional (26 Juni 2011)

2 DAFTAR ISI High-Level Meeting: Mencegah Penyiksaan: Langkah ke depan bagi Indonesia... 1 Protokol Opsional untuk Konvensi PBB Menentang Penyiksaan: Pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan... 7 Protokol Opsional untuk Konvensi Menentang Penyiksaan: Apa Nilai Tambah dari Pencegahan? Definisi Tempat-tempat Penahanan berdasarkan OPCAT Monitoring Tempat-tempat Penahanan melalui Kunjungan-kunjungan Monitoring Tempat-tempat Penahanan oleh Lembaga-lembaga Negara Monitoring Tempat-tempat Penahanan oleh LSM Nasional Indonesia & OPCAT: Komitmen dan Rekomendasi untuk Ratifikasi... 20

3 High-Level Roundtable Discussion: Pentingnya Pemantauan Tempattempat Penahanan dan Mekanisme Pencegahan Nasional yang sesuai dengan OPCAT ADVOKASI OPCAT LEMBAGA STUDI DAN ADVOKASI MASYARAKAT(ELSAM) Hotel Borobudur 23 Juni 2011

4 Pencegahan Nasional yang sesuai dengan OPCAT 1 High-Level Meeting: Mencegah Penyiksaan: Langkah ke depan bagi Indonesia Jakarta, 12 November 2007 RINGKASAN DISKUSI Pada tanggal 12 November 2007, di tengah kehadiran Pelapor Khusus PBB untuk Penyiksaan, Manfred Nowak, dan anggota Sub-komite PBB untuk Pencegahan Penyiksaan, Wilder Tayler, para perwakilan dari beberapa lembaga negara yang memiliki relevansi terhadap upaya pencegahan penyiksaan (Departemen Luar Negeri, Departemen Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, Komnas HAM dan Komnas Perempuan) berkumpul di Jakarta untuk mendiskusikan tantangan-tantangan penting terkait dengan implementasi Konvensi PBB Menentang Penyiksaan (Konvensi) dan kemungkinan ratifikasi atas Protokol Opsional untuk Konvensi (OPCAT). A. SEKILAS MENGENAI OPCAT OPCAT adalah sebuah alat praktis yang dimaksudkan untuk membantu Negara-Negara Pihak pada Konvensi di dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya untuk mencegah penyiksaan dan bentukbentuk lain dari tindakan sewenang-wenang, yakni melalui pembentukan sebuah sistem kunjungan rutin dan independen ke semua tempat penahanan oleh badan-badan nasional dan internasional. Dalam menjalankan tugasnya, mekanisme-mekanisme kunjungan nasional dan internasional ini akan saling melengkapi dan akan berfungsi sebagai sebuah sistem. Berangkat dari fakta bahwa badan internasional ini dibentuk berdasarkan OPCAT, Sub-komite untuk Pencegahan Penyiksaan (SPT) sangatlah mustahil untuk dapat mengunjungi setiap Negara Pihak lebih dari sekali dalam beberapa tahun. Oleh karena itu, bagian terbesar dari tugas kunjungan akan dilakukan oleh Mekanisme-mekanisme Pencegahan Nasional (NPMs). Sangat jelas, kedudukan NPMs yang permanen di Negara Pihak akan memungkinkan mereka untuk membangun hubungan yang konstruktif dengan pejabat-pejabat yang relevan atas dasar rasa saling percaya dan hasrat bersama untuk menciptakan situasi dan kondisi yang menghormati hak-hak mereka yang terampas kemerdekaannya, yang tersebar luas di seluruh negeri. SPT dan NPMs akan diberikan kewenangan untuk melakukan kunjungan-kunjungan tanpa pemberitahuan ke semua tempat di mana orang dirampas kemerdekaannya termasuk, tetapi tidak terbatas pada, penjara, kantor-kantor polisi, lembaga-lembaga psikiatris, dan pusat-pusat rehabilitasi untuk anak-anak. Badan-badan kunjungan ini dapat melakukan wawancara secara tertutup dengan para tahanan dan staf yang bekerja di fasilitas-fasilitas tersebut. Sebagai tindak lanjut dari kunjungan yang dilakukan, kedua mekanisme diharapkan membuat rekomendasi-rekomendasi praktis yang ditujukan bagi para pejabat yang berwenang. Pada saat diskusi ini dilakukan, SPT baru saja melakukan misi lapangannya yang pertama ke Mauritius pada Oktober 2007, dan sedang mempersiapkan kunjungan keduanya ke Maldives. Empat kunjungan yang dijadwalkan untuk tahun 2008, sebagai tambahan terhadap sejumlah kunjungan awal, dimaksudkan untuk memberikan SPT kesempatan untuk menghargai proses pembentukan NPMs di Negara-Negara Pihak, dan untuk lebih mengenal kerangka hukum dan kelembagaan mereka.

5 Pencegahan Nasional yang sesuai dengan OPCAT 2 Meskipun pekerjaan yang dilakukan oleh SPT dan NPMs baru akan terasa pengaruhnya dalam jangka panjang, namun kunjungan-kunjungan yang dilakukan oleh kedua mekanisme tersebut memiliki konsekuensi positif yang bersifat segera, sebagaimana yang terjadi di Mauritius, di mana kunjungan SPT menyebabkan ditutupnya penjara yang memiliki tingkat keamanan yang tinggi oleh karena kondisi di dalam penjara dipercaya tidak memenuhi standard-standard internasional yang berlaku. B. RATIFIKASI OPCAT OLEH INDONESIA Departemen Luar Negeri menekankan bahwa Indonesia mendukung sepenuhnya sistem pencegahan yang ditetapkan di dalam Protokol Opsional, dan bahwa Indonesia berkeinginan untuk menjadi pihak pada OPCAT tahun 2008 mendatang, sebagaimana ditetapkan di dalam Rencana Aksi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (RANHAM). Namun, Departemen Luar Negeri mengakui bahwa sejumlah lembaga kunci belum memperoleh pemahaman yang jelas mengenai OPCAT. Para peserta diskusi mendapat informasi bahwa Pemerintah berinisiatif untuk melakukan studi akademis mengenai implikasi ratifikasi OPCAT bagi Indonesia, yakni sebuah proses penting bagi Parlemen untuk mempertimbangkan sebuah ratifikasi. Implementasi OPCAT di Indonesia Di satu sisi, OPCAT secara jelas menetapkan mandat, kewenangan, dan jaminan-jaminan yang diberikan kepada NPMs. Di sisi lain, OPCAT memberikan fleksibilitas kepada Negara-Negara Pihak untuk memutuskan bentuk kelembagaan yang paling cocok bagi mereka (badan tunggal atau ganda; penunjukan mekanisme yang ada atau membentuk sebuah struktur baru). Sebagian besar peserta berpendapat bahwa Indonesia sudah memiliki cukup banyak lembaga negara, dan bahwa membentuk sebuah badan baru yang berfungsi sebagai NPMs akan sedikit tidak praktis dan ekonomis. Komnas HAM dinilai sebagai badan yang cukup potensial untuk mengambil peran NPMs, baik sendiri atau pun bersama-sama dengan lembaga negara yang lain. Negara-Negara Pihak pada OPCAT, yang berkeinginan untuk membentuk atau menunjuk pelbagai badan sebagai NPMs, perlu menggarisbawahi isu koordinasi kerja dan hubungan dengan SPT dan pemangku-pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya di tingkat nasional, regional dan/atau internasional. Tanggung jawab ini dapat diberikan kepada satu komponen dari mekanisme, seperti halnya di New Zealand, di mana Komisi Nasional Hak Asasi Manusia diberikan kepercayaan untuk menjalankan peran ini, atau jika diperlukan, membentuk sebuah sekretariat. Pelapor Khusus PBB untuk Penyiksaan mengambil contoh Austria, di mana pemangku kepentingan di tingkat nasional menolak ide untuk membentuk mekanisme ganda karena mereka merasa bahwa akan lebih baik apabila badan-badan kunjungan tidak membatasi diri mereka pada satu jenis fasilitas penahanan. Di Austria, NPMs mengambil bentuk badan tunggal dengan kantor-kantor cabang di berbagai negara bagian (Länder). Model seperti ini dinilai lebih murah ketimbang bentuk satu tim tunggal yang berkedudukan di ibukota negara yang nantinya akan berpergian ke seluruh wilayah negeri.

6 Pencegahan Nasional yang sesuai dengan OPCAT 3 Departemen Luar Negeri mengingatkan para peserta bahwa Indonesia memiliki badan-badan hak asasi manusia di sebagian besar propinsi, misalnya kantor-kantor perwakilan daerah Komnas HAM dan Komite untuk Implementasi Rencana Aksi Nasional, yang dibentuk di tingkat Kabupaten untuk menampung pengaduan-pengaduan individu terkait dengan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia. Namun, penilaian secara seksama mengenai tingkat kesesuaian antara mekanismemekanisme yang ada tersebut dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam OPCAT sampai saat ini belum dilakukan. Departemen Hukum dan HAM menyoroti beberapa tantangan penting di dalam menjamin bahwa kondisi penahanan telah sesuai dengan standard-standard internasional. Lebih lanjut, Departemen Hukum dan HAM menginformasikan kepada para peserta bahwa saat ini sebuah draf undang-undang sedang dikerjakan. Undang-Undang yang baru ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan untuk memonitor, secara rutin, semua fasilitas yang berada di bawah jurisdiksinya. Tampaknya Direktorat Hak Asasi Manusia sedang mengerjakan sebuah buku panduan yang akan digunakan oleh semua petugas lembaga pemasyarakatan. Ada optimisme yang kuat bahwa ratifikasi OPCAT oleh Indonesia akan memperkuat usaha-usaha untuk memperbaiki kondisi penahanan di seluruh negeri dan untuk mencegah praktik penyiksaan dan tindakan sewenang-wenang. C. PRAKTIK MONITORING TEMPAT-TEMPAT PENAHANAN DI INDONESIA Selain Komite Palang Merah Internasional, yang telah melakukan kunjungan ke tempat-tempat penahanan di Indonesia selama bertahun-tahun, dan kunjungan prosedur-prosedur khusus hak asasi manusia PBB, seperti misalnya Pelapor Khusus PBB untuk Penyiksaan, beberapa badan nasional juga telah melakukan kunjungan ke tempat-tempat penahanan, sekalipun tidak secara sistematis: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Meskipun Komnas HAM memiliki kewenangan untuk memonitor tempat-tempat penahanan, ia tidak memiliki kapasitas untuk melakukan kunjungan-kunjungan tersebut secara rutin. Kunjungankunjungan yang telah dilakukan bersifat sporadis, dan kebanyakan didasarkan atas pengaduan yang spesifik. Pada tahun 2005, Komnas HAM menandatangani sebuah MoU dengan POLRI. Namun, Komnas HAM belum dapat menyepakati MoU serupa dengan pejabat-pejabat lain yang memiliki kewenangan penahanan, termasuk dengan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Hal ini membuat Komnas HAM menahan diri untuk melakukan kunjungan ke tempat-tempat penahanan di luar kantor-kantor polisi. Sampai saat ini, kunjungan-kunjungan yang dilakukan oleh Komnas HAM belum pernah dilakukan tanpa pemberitahuan (mendadak). Lebih lanjut, waktu kapan kunjungan akan dilakukan harus selalu dinegosiasikan terlebih dahulu dengan pejabat yang berwenang. Selama kunjungan, Komnas HAM dapat melakukan wawancara dengan orang-orang yang terampas kemerdekaannya, namun wawancara biasanya dilakukan di hadapan sipir penjara. Tim kunjungan terdiri dari penasihatpenasihat hukum, namun tidak mencakup kriminolog atau dokter forensik. Akibatnya, temuantemuan yang diperoleh dari kunjungan sebagian besar menyangkut proses-proses hukum. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Komnas Perempuan dibentuk melalui Keputusan Presiden yang disahkan pada tahun Salah satu mandatnya adalah untuk melakukan monitoring terhadap implementasi Konvensi Menentang Penyiksaan.

7 Pencegahan Nasional yang sesuai dengan OPCAT 4 Komnas Perempuan telah melakukan kunjungan ke tempat-tempat penahanan, khususnya dalam kerangka program yang ditujukan untuk memonitor kekerasan terhadap perempuan di Aceh. Kunjungan-kunjungan ini umumnya dilakukan bersama dengan organisasi-organisasi di tingkat akar rumput, yang membantu di dalam mengumpulkan informasi dan menganalisa data. Di Aceh, Komnas Perempuan tidak akan mendapatkan akses ke pusat-pusat penahanan jika tanpa persetujuan dari pemerintah lokal dan hanya diizinkan untuk bertemu dengan tahanan perempuan. Sejauh ini, Komnas Perempuan belum mengunjungi tempat-tempat penahanan di luar Aceh. Komnas Perempuan tidak dapat memprediksi perkembangan yang akan terjadi dan tidak berambisi untuk menjalankan program monitoring dalam waktu dekat, mengingat kendala-kendala sumber daya yang dihadapi. Monitoring yang dilakukan oleh LSM: Pengalaman LBH Jakarta Tahun 2005, LBH Jakarta melakukan sebuah studi mengenai kondisi penjara di ibukota Jakarta. Untuk tujuan tersebut, LBH Jakarta memperoleh izin dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan untuk masuk ke pusat-pusat penahanan. Selain contoh tersebut di atas, akses LSM untuk masuk ke tempat-tempat penahanan sangat dibatasi. LBH Jakarta mengungkapkan keinginannya agar peran LSM diperkuat dan diberikan akses ke tempattempat penahanan. Pada saat OPCAT diratifikasi, penting untuk dipertimbangkan bagaimana NPMs nantinya akan melibatkan LSM dalam menjalankan fungsi-fungsinya. D. LANGKAH-LANGKAH DAN STRATEGI KE DEPAN UNTUK RATIFIKASI OPCAT Perlunya peningkatan kesadaran lebih lanjut mengenai OPCAT: 1. Meskipun telah disahkan pada tahun 2002, kebanyakan orang masih belum mengenal betul tentang OPCAT, termasuk pejabat-pejabat pemerintah. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menyadarkan berbagai pihak mengenai pentingnya OPCAT, baik melalui acara-acara publik atau sesi-sesi briefing khusus. Kampanye harus menjangkau semua pejabat-pejabat pemerintah yang memiliki aktivitas yang bersinggungan dengan OPCAT, seperti misalnya Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Polri, dan TNI. 2. Materi-materi mengenai OPCAT (dalam Bahasa Indonesia) yang baru-baru ini diterbitkan oleh ELSAM dan APT harus didiseminasikan untuk kampanye ratifikasi. 3. Pentingnya kerja sama antar departemen untuk mengangkat isu ini telah dilakukan oleh Departemen Hukum dan HAM, dalam rangka koordinasi untuk segera meratifikasi OPCAT. Departemen Luar Negeri mengusulkan agar organisasi-organisasi seperti APT dan ELSAM turut andil di dalam konsultasi-konsultasi antar departemen. 4. Rekomendasi Pelapor Khusus PBB untuk Penyiksaan agar Indonesia meratifikasi OPCAT dan memperkuat kapasitas badan-badan independen seperti Komnas HAM untuk melakukan kunjungan-kunjungan yang lebih sistematis, dapat digunakan untuk mendesak para pemangku kepentingan untuk melakukan terobosan. 5. Diskusi-diskusi lanjutan mengenai ratifikasi OPCAT akan sangat terkait erat dengan isu-isu seperti kriminalisasi penyiksaan dan bentuk-bentuk lain dari tindakan sewenang-wenang.

8 Pencegahan Nasional yang sesuai dengan OPCAT 5 Studi akademis dan proses legislasi: 1. Departemen Luar Negeri menyambut baik tawaran ini dan mengusulkan agar partner lokal APT di Indonesia, yakni ELSAM, dilibatkan di dalam proses tersebut. 2. Terdapat usulan agar ratifikasi OPCAT dimasukkan ke dalam agenda legislatif sebagai prioritas utama. Memperkuat kapasitas NPMs yang potensial: 1. Hal serupa, penting untuk mulai melakukan penilaian terhadap kapasitas dari sistem-sistem monitoring yang ada terkait dengan syarat-syarat yang ditetapkan di dalam OPCAT. 2. Pentingnya melatih lembaga-lembaga yang ada yang pada suatu kondisi tertentu dapat ditunjuk sebagai NPMs mengenai bagaimana cara melakukan kunjungan ke tempattempat penahanan, disoroti sebagai sebuah prioritas. Badan-badan pengawas ini pada akhirnya harus memperluas cakupan kerja mereka dan mempertimbangkan tempat-tempat penahanan yang tidak konvensional, seperti misalnya lembaga-lembaga psikiatris. APT menegaskan kembali komitmennya untuk terlibat di dalam kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas pada tahun 2008 mendatang, dengan menggunakan Pedoman APT yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia tentang monitoring tempattempat penahanan. 3. Perlu diingat bahwa proses ratifikasi OPCAT akan memakan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, sambil menunggu ratifikasi dilakukan, akan lebih baik apabila kita mulai memikirkan bentuk seperti apa yang paling tepat untuk NPMs di Indonesia. E. LANGKAH-LANGKAH PENCEGAHAN LAIN YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN Masih terdapat cara lain untuk mencegah penyiksaan selain daripada kunjungan-kunjungan yang dilakukan oleh pakar-pakar independen, sebagaimana telah disampaikan oleh Komite PBB Menentang Penyiksaan di dalam Komentar Umum tentang Pasal 2 Konvensi. Memiliki kerangka legislatif yang secara efektif memungkinkan dilakukannya investigasi dan penuntutan terhadap kasus-kasus penyiksaan merupakan salah satu cara yang paling efektif dari skema pencegahan yang komprehensif. Namun, seperti halnya Negara-Negara Pihak lainnya pada Konvensi, Indonesia belum mengkriminalisasi penyiksaan di dalam peraturan hukum pidananya. Rekomendasi diberikan kepada Pemerintah Indonesia untuk melanjutkan rencananya untuk mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru dan menjamin bahwa kejahatan penyiksaan akan diatur secara terpisah. Beberapa peserta menggarisbawahi fakta bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini tidak memberikan kesempatan untuk dilakukannya penuntutan yang efektif terhadap tindakan penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang. KUHP yang berlaku saat ini tidak memberikan sanksi yang memadai kepada mereka yang terbukti bersalah melakukan tindakan-tindakan semacam itu dan tidak secara jelas melarang penggunaan bukti-bukti yang diperoleh melalui penyiksaan. Rancangan KUHP dan KUHAP harus segera diserahkan kepada Parlemen. APT menegaskan kembali keinginannya untuk memberikan dukungan dalam bentuk nasihat-nasihat hukum atau bantuan teknis, apabila dirasa perlu oleh Pemerintah Indonesia.

9 Pencegahan Nasional yang sesuai dengan OPCAT 6 F. KESIMPULAN Tahun 2008 mendatang menjanjikan peristiwa-peristiwa penting bagi Indonesia di dalam forum hak asasi manusia internasional. Selain akan diuji pada bulan April 2008 terkait dengan Universal Periodic Review (UPR), laporan berkala kedua Indonesia juga akan didiskusikan di dalam sesi Komite Menentang Penyiksaan pada bulan Mei Meskipun Indonesia telah mengambil beberapa langkah penting pada bulan-bulan terakhir, khususnya dengan menjadi pihak pada dua kovenan internasional (ICCPR dan ICESCR), penilaian awal yang dibuat oleh Pelapor Khusus PBB untuk Penyiksaan setelah selesai melakukan kunjungan lapangannya 1 memperlihatkan masalah-masalah yang serius. Oleh karena itu, ia mendesak Pemerintah Indonesia untuk menyikapi masalah-masalah tersebut dengan segera. Menariknya, terkait dengan fokus kita, yakni pencegahan penyiksaan, Pelapor menyatakan bahwa: Tidak ada badan nasional independen yang secara rutin memonitor tempat-tempat penahanan. Menurut pengalaman, mekanisme-mekanisme monitoring semacam itu, yang memiliki kewenangan untuk melakukan kunjungan-kunjungan tanpa pemberitahuan (mendadak), merupakan salah satu cara yang efektif untuk mencegah penyiksaan. Pelapor Khusus memberikan pujian terhadap Rencana Aksi Nasional tentang Hak Asasi Manusia ( ), yang pada tahun 2008, menetapkan ratifikasi OPCAT yang mensyaratkan pembentukan mekanisme semacam itu. Ia beranggapan bahwa aksesi pada instrumen penting ini dan implementasinya yang efektif, akan mendasari langkah-langkah ke depan yang sangat penting di dalam mencegah penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang di masa yang akan datang. Pelapor Khusus juga bersemangat untuk melihat Komnas HAM meningkatkan kapasitasnya untuk melakukan kunjungan-kunjungan secara rutin, dan secara formal mengusulkan agar Indonesia mendukung Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk menjadi pemain yang efektif di dalam perjuangan melawan penyiksaan, terkait dengan peran mereka di dalam melakukan monitoring dan menghapus impunitas. APT dan ELSAM menyadari bahwa Indonesia menghadapi pelbagai tantangan yang luar biasa, dan bahwa transformasi struktural yang mungkin diperlukan, akan memakan waktu dan usaha yang berkelanjutan. Namun demikian, kami tetap berkomitmen pada proses ini, sebagaimana dapat dilihat dari niat kami untuk terlibat di dalam upaya melakukan pengembangan kapasitas mengenai metodologi kunjungan dengan Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan pemangku kepentingan yang relevan lainnya. Meskipun ratifikasi OPCAT akan memakan waktu yang lebih lama dari yang dijadwalkan, APT dan ELSAM tetap ingin menyarankan agar instrumen ini ditandatangani sebelum proses Universal Periodic Review (UPR) dan sesi Komite Menentang Penyiksaan berlangsung. Hal ini akan memberikan gambaran yang jelas bahwa Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk mencegah penyiksaan. 1 Lihat siaran pers, 23 November 2007: DA9C125739C ?opendocument.

10 High-Level Roundtable Discussion: Pentingnya Pemantauan Tempattempat Penahanan dan Mekanisme Pencegahan Nasional yang sesuai dengan OPCAT MENGENAL PROTOKOL OPSIONAL UNTUK KONVENSI PBB MENENTANG PENYIKSAAN (OPCAT) Hotel Borobudur 23 Juni 2011

11 7 Protokol Opsional untuk Konvensi PBB Menentang Penyiksaan: Pertanyaanpertanyaan yang sering diajukan Apakah Protokol Opsional? Pada tanggal 18 Desember 2002, Sidang Umum PBB mengesahkan Protokol Opsional untuk Konvensi PBB menentang Penyiksaan (OPCAT). Tujuan dari OPCAT adalah untuk mencegah penyiksaan dan bentuk-bentuk tindakan tidak manusiawi lainnya dengan membentuk suatu sistem kunjungan regular ke tempat-tempat penahanan yang dilakukan oleh badan-badan independen internasional dan nasional. Siapa yang dapat meratifikasi? Hanya negara yang telah meratifikasi atau menerima Konvensi PBB Menentang Penyiksaan dapat meratifikasi atau menerima OPCAT. Apa yang diperlukan? Meskipun penyiksaan dan bentuk-bentuk tindakan tidak manusiawi lainnya dilarang berdasarkan hukum internasional, tindakan-tindakan kejam ini masih terus dilakukan secara meluas. Orang yang dirampas kebebasannya adalah mereka yang paling berisiko karena mereka diputuskan dari dunia luar dan sepenuhnya tergantung pada yang berwenang dalam pemenuhan kebutuhan dan hak mereka yang paling dasar. OPCAT menawarkan pendekatan baru karena tidak satu pun perjanjian internasional yang menawarkan langkah-langkah konkrit untuk mencegah terjadinya pelanggaranpelanggaran ini di tempat-tempat penahanan di seluruh dunia. Bagaimana kunjungan-kunjungan regular tersebut dapat mencegah penyiksaan dan bentuk-bentuk tindakan sewenang-wenang lainnya? Pengalaman praktis menunjukkan bahwa kunjungan-kunjungan ke tempat-tempat penahanan merupakan salah satu sarana yang paling efektif untuk mencegah penyiksaan dan memperbaiki kondisi penahanan. Kunjungan-kunjungan tersebut tidak hanya memiliki efek jera namun juga memungkinkan para ahli untuk memeriksa secara langsung perlakuan terhadap orang yang dirampas kebebasannya dan kondisi penahanan mereka. Banyak persoalan bermula dari tidak memadainya sistem yang dapat diperbaiki melalui monitoring regular. Para ahli pelaksana kunjungan dapat membuat rekomendasi untuk perbaikan dan membentuk dialog yang konstruktif dengan pejabat berwenang yang terkait untuk membantu mereka mengatasi persoalan yang mereka ketahui atau cermati.

12 8 Bagaimana Protokol Opsional bekerja? OPCAT akan membentuk suatu sistem kunjungan regular ke tempat-tempat penahanan yang dilakukan oleh badan ahli independen di tingkat nasional maupun internasional yang saling melengkapi. Setelah ratifikasi atau penerimaan OPCAT, Negara-negara Pihak akan memperoleh kunjungan-kunjungan yang tidak diumumkan dari badan-badan ini ke tempat-tempat penahanan. Sub-komite Internasional Badan pertama dalam sistem kunjungan ini berupa suatu badan internasional baru, Sub-komite dari Komite PBB Menentang Penyiksaan. Badan ini pada awalnya terdiri dari 10 ahli independen dari berbagai disiplin yang akan melakukan kunjungan-kunjungan regular ke tempat-tempat penahanan di seluruh Negara Pihak. Mekanisme Pencegahan Nasional Bagian kedua dari sistem ini akan berupa kunjungan-kunjungan yang dilakukan oleh badan-badan nasional. Saat OPCAT mulai berlaku, dalam satu tahun setelah ratifikasi, atau penerimaannya, Negara-negara Pihak harus memiliki satu atau lebih Mekanisme Pencegahan Nasional. Tidak ada satu tipe mekanisme nasional khusus yang diatur, oleh karenanya, Komisi Hak Asasi, Ombudsman, Komisi Parlemen, atau NGO dapat ditunjuk untuk menjalankan fungsi ini. Negara-negara Pihak harus menjamin bahwa badan-badan nasional ini berfungsi tanpa campur tangan dari pejabat-pejabat negara. Apa yang dilakukan oleh badan-badan pelaksana kunjungan? Baik badan internasional maupun nasional akan melakukan kunjungan secara regular ke tempattempat penahanan dan dapat melakukan wawancara pribadi dengan orang-orang yang mereka tentukan atau pilih. Segera sesudah kunjungan, badan-badan ini akan merumuskan rekomendasirekomendasi perbaikan mengenai perlakuan dan kondisi penahanan dari orang-orang yang dirampas kebebasannya. Untuk membentuk suasana kerja sama laporan Sub-komite akan bersifat rahasia, kecuali apabila Negara Pihak yang terkait memberikan persetujuan atas publikasi laporan tersebut, atau gagal bekerja sama dengan ahli-ahli pelaksana kunjungan. Kerahasiaan bukanlah suatu keharusan bagi badan pelaksana kunjungan di tingkat nasional. Badan-badan ini kemudian akan melanjutkan kerja dengan pejabat-pejabat yang relevan mengenai implementasi rekomendasi mereka. Mereka juga akan bekerja bersama, bertukar informasi dan saran. Tempat-tempat apa saja yang akan dikunjungi? Tempat-tempat penahanan secara umum didefinisikan oleh OPCAT dan seharusnya mencakup: kantor-kantor polisi, markas-markas angkatan bersenjata, seluruh pusat-pusat penahanan sebelum persidangan, penjara selama masa persidangan, penjara untuk mereka yang telah dijatuhi pidana, pusat rehabilitasi anak-anak muda, pusat-pusat imigrasi, zona-zona transit di bandara-bandara internasional, pusat penahanan para pencari suaka, institusi-institusi psikiatris, dan tempat-tempat penahanan administratif.

13 9 Apa yang perlu dilakukan saat ini? OPCAT membutuhkan ratifikasi 20 negara untuk dapat berlaku. Sampai dengan Juni 2011, terdapat 68 Negara Penandatangan dan 59 Negara Pihak pada OPCAT. Negara Pihak pada Konvensi PBB Menentang Penyiksaan harus secara serius mempertimbangkan untuk meratifikasi OPCAT sesegera mungkin. Institusi nasional dan lainnya yang mempromosikan hak asasi manusia dari orang yang dirampas kebebasananya perlu mengetahui peran potensialnya sebagai Mekanisme Pencegahan Nasional berdasar OPCAT. Perdebatan nasional mengenai pencegahan penyiksaan seharusnya didorong dengan pertimbangan pengadopsian OPCAT. Masyarakat sipil seharusnya aktif mempromosikan dan terlibat dalam proses ratifikasi dan implementasi OPCAT.

14 10 Protokol Opsional untuk Konvensi Menentang Penyiksaan: Apa Nilai Tambah dari Pencegahan? 2 Protokol Opsional (OPCAT) mulai berlaku pada bulan Juni Hal ini terbuka untuk diratifikasi oleh Negara-negara Pihak pada Konvensi PBB Menentang Penyiksaan. OPCAT menciptakan sebuah sistem kunjungan pencegahan ke tempat-tempat penahanan oleh para ahli dari Sub-komite internasional untuk Pencegahan Penyiksaan (SPT) dan Mekanisme Pencegahan Nasional (NPM). Negara-negara Pihak sepakat untuk memungkinkan para ahli dari SPT dan NPM, tanpa hambatan, untuk mengakses tempat-tempat penahanan yang tidak terbatas pada penjara, tetapi juga semua tempat di mana orang dirampas kebebasannya. Sub-komite dapat mengeluarkan rekomendasi konkrit yang dimaksudkan untuk mencegah penyiksaan. Berdasarkan OPCAT, Negara diwajibkan untuk mengangkat atau memebentuk sebuah mekanisme pencegahan penyiksaan di tingkat nasional. Fitur inovatif ini yang membedakan OPCAT dari semua perjanjian hak asasi manusia PBB lainnya yang memberikan mandat monitoring atas pelaksanaan perjanjian hanya kepada badan-badan internasional saja. OPCAT juga menetapkan Dana Khusus untuk membantu membiayai implementasi rekomendasi Subkomite serta untuk mendukung program-program pendidikan Mekanisme Pencegahan Nasional. Pelaksanaan mandat Sub-komite berikut dipandu oleh prinsip-prinsip kerahasiaan, kenetralan, universalitas non-selektivitas, dan objektivitas: 1. Untuk mengunjungi tempat-tempat di mana individu dirampas kebebasannya secara teratur, termasuk kunjungan-kunjungan tindak lanjut; 2. Untuk bekerja dengan dan membantu mengembangkan Mekanisme Pencegahan Nasional; 3. Untuk bekerja sama, dalam hal pencegahan penyiksaan secara umum, dengan badan-badan dan mekanisme-mekanisme yang relevan, serta dengan badan-badan internasional, regional dan nasional yang bekerja untuk memperkuat perlindungan bagi semua orang terhadap penyiksaan. Nilai Tambah dari Pencegahan Penyiksaan OPCAT menambahkan lapisan baru pada perlindungan yang telah ditawarkan oleh Konvensi PBB Menentang Penyiksaan dan perjanjian-perjanjian hak asasi manusia lainnya melalui mekanisme pemantauan internasional (Sub-komite) dan nasional (NPM). Sub-komite, sebagai badan kunjungan internasional, dan Mekanisme Pencegahan Nasional, masing-masing adalah komponen dari sistem pemantauan yang baru. Kedua mekanisme ini akan bekerja secara simultan dan dengan cara yang saling melengkapi dalam upaya untuk memastikan pencegahan terhadap penyiksaan dan perlakuan buruk sewenang-wenang lainnya. 2 Disarikan dari makalah Wilder Tayler, Anggota Sub-Komite Internasional untuk Pencegahan Penyiksaan yang disampaikan dalam High-Level Meeting Mencegah Penyiksaan: Langkah ke depan bagi Indonesia, November 2007.

15 11 Sistem kunjungan yang diatur dalam OPCAT memiliki fitur khusus yang membedakannya dari mekanisme-mekanisme perlindungan lain, yakni bahwa sistem kunjungan OPCAT didasarkan pada prinsip-prinsip kerjasama, keteraturan, tindakan pencegahan dan segera. Terdapat 3 nilai tambah dari pencegahan penyiksaan yang ditawarkan oleh OPCAT. Pertama, sistem kunjungan pencegahan yang baru ini sangat penting mengingat bahwa sistem ini melengkapi dan memperkuat sistem perlindungan yang tersedia yang pada umumnya efisien dalam hal reaktif, tetapi tidak selalu dapat mengatasi penyebab langsung dari penyiksaan dan mencegah terjadinya penyiksaan. Kedua, Negara Pihak dapat menunjuk, membentuk atau mempertahankan mekanisme-mekanisme pencegahan penyiksaan di tingkat nasional. Mekanisme-mekanisme ini pada dasarnya melaksanakan fungsi yang sama seperti Sub-komite Pencegahan. Namun, mereka memiliki nilai lebih ketimbang Sub-komite: selain dari kesiapan mereka untuk melakukan kunjungan ke tempat-tempat penahanan - yang juga merupakan fungsi Sub-komite - mereka juga dapat melakukan tugas ini secara permanen dan dengan demikian menjamin kelangsungan fungsi pemantauan. Mekanisme Pencegahan Nasional dapat menjalankan fungsi pencegahan yang diamanatkan oleh OPCAT secara rutin dan berkelanjutan. Sedangkan mekanisme pemantauan hak asasi manusia internasional hanya dapat menjalankan fungsi tersebut secara berkala: misalnya melalui laporanlaporan Negara Pihak mengenai implementasi perjanjian hak asasi manusia yang telah diratifikasi di tingkat nasional. Kehadiran mekanisme pemantauan nasional memiliki fitur penting lainnya yang tidak ditawarkan oleh mekanisme pemantauan hak asasi manusia internasional. Kedekatan dengan Pemerintah dan masyarakat sipil meningkatkan kemampuan NPM untuk mengusulkan, membahas dan menerapkan langkah-langkah pencegahan bersama. Dari sudut pandang operasional, akses cepat terhadap informasi yang relevan (yang disediakan oleh LSM lokal atau kerabat dari orang-orang yang dirampas kebebasannya), serta terhadap para pengambil keputusan, memungkinkan NPM untuk bereaksi terhadap situasi mendesak atau krisis dan dengan demikian membantu mencegah risiko kekerasan. Akhirnya, kehadiran NPM yang berkelanjutan di lapangan seharusnya dapat membangun rasa percaya antara mekanisme pencegahan domestik dan otoritas terkait. NPM dan Sub-komite akan bekerja secara komplementer dan terkoordinasi. Mereka adalah bagian dari sistem yang sama, berbagi tujuan bersama dan akan memiliki metode kerja yang sama. Sebagai mitra alami, mereka akan perlu menetapkan garis-garis komunikasi dan sistem pertukaran informasi yang koheren, permanen dan efisien. Hal ini akan memungkinkan badan-badan internasional dan nasional untuk menyelaraskan rekomendasi, berkoordinasi secara reguler dan melakukan kunjungan tindak lanjut dan bekerjasama dalam pelaksanaan inisiatif-inisiatif pencegahan lainnya. Ketiga, maksimalisasi upaya perlindungan yang ditawarkan oleh sistem kunjungan. Dalam rangka melaksanakan mandat mereka, NPM dan Sub-komite perlu memeriksa dan membuat rekomendasi tentang situasi-situasi yang mempengaruhi hak asasi manusia dari orang-orang yang dirampas kebebasannya. Dalam menganalisis kelemahan-kelemahan sistem penjara atau peradilan yang memfasilitasi penyiksaan atau perlakuan buruk, aspek-aspek berikut harus diperhatikan:

16 12 1. Dasar dan prosedur yang sah berdasarkan hukum untuk merampas kebebasan seseorang, serta upay-upaya perlindungan yang disyaratkan pada saat penangkapan dilakukan. Banyak kasus perlakuan buruk atau penyiksaan terjadi di tahap awal penahanan, dan praktik telah menunjukkan bahwa hal ini memang benar ketika penangkapan dan penahanan dilakukan secara sewenang-wenang. 2. Bagaimana informasi tentang hak-hak tahanan diberikan, termasuk hak untuk mengetahui alasan penahanan seseorang. Orang yang tidak mengetahui alasan penahanan mereka atau hak-hak mereka tidak dapat melakukan apapun untuk membela hak-hak tersebut. 3. Akses terhadap pengacara pilihannya sendiri atau terhadap bantuan hukum merupakan upaya perlindungan yang penting terhadap penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang lainnya. Berdasarkan standar internasional, seseorang yang ditangkap harus memiliki akses terhadap pengacara sesegera mungkin, dan pengacara tersebut harus hadir pada saat pemeriksaan pertama. 4. Hak habeas corpus dan upaya-upaya hukum lainnya untuk melindungi tahanan merupakan upaya perlindungan lain yang sangat penting terhadap penyiksaan, seperti halnya hak tahanan untuk memiliki akses terhadap dokter, perawatan medis dan berkomunikasi dengan keluarga mereka. Dipahami secara luas bahwa kondisi incommunicado atau penahanan rahasia adalah situasi yang paling kondusif untuk penyiksaan. 5. Kondisi penahanan juga dapat dipersamakan dengan perlakuan yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia dan masuk dalam lingkup mekanisme pencegahan OPCAT. Kondisi tersebut meliputi keadaan fisik dari fasilitas penahanan, makanan dan air, kebersihan, rekreasi, kontak tahanan dengan dunia luar, dan lain-lain. 6. Kelompok-kelompok tertentu, seperti perempuan, anak-anak, orang asing atau penyandang cacat sangat rentan dan oleh karenanya berhak atas langkah-langkah perlindungan khusus ketika dirampas kebebasannya. 7. Masalah pembuktian juga perlu dipertimbangkan. Penting bahwa mekanisme pencegahan memeriksa bobot pembuktian sistem hukum tertentu yang bersandar pada pengakuan. Pengalaman menunjukkan bahwa ketika sebuah sistem hukum menetapkan pengakuan sebagai satu-satunya dasar penghukuman tanpa memerlukan bukti yang menguatkan, kejadian penyiksaan atau perlakuan sewenang-wenang lainnya meningkat. 8. Pendekatan komprehensif pencegahan penyiksaan perlu memperhatikan langkah-langkah melawan impunitas dan mekanisme pengaduan yang berlaku.

17 13 Definisi Tempat-tempat Penahanan berdasarkan OPCAT Tempat di mana orang-orang mengalami pengurangan atau perampasan kebebasan dirumuskan secara umum dalam OPCAT, yang mencakup: Kantor-kantor Polisi Kantor-kantor satuan keamanan Pusat-pusat penahanan sebelum persidangan Tempat penahanan dalam masa persidangan Penjara bagi terpidana yang telah dijatuhi hukuman Pusat rehabilitasi anak-anak Pusat-pusat imigrasi Area transit di bandara-bandara internasional Kantor untuk pencari suaka Institusi rehabilitasi mental Tempat penahanan administratif Tempat-tempat lain di mana orang mengalami pengurangan atau perampasan kebebasan

18 High-Level Roundtable Discussion: Pentingnya Pemantauan Tempattempat Penahanan dan Mekanisme Pencegahan Nasional yang sesuai dengan OPCAT PENTINGNYA PEMANTAUAN TERHADAP TEMPAT-TEMPAT PENAHANAN Hotel Borobudur 23 Juni 2011

19 14 Monitoring Tempat-tempat Penahanan melalui Kunjungan-kunjungan 3 Apa yang dimaksud dengan Monitoring Tempat-tempat Penahanan? Monitoring menggambarkan proses, sepanjang waktu, dari pemeriksaan regular atas semua aspek dari penahanan. Pemeriksaan dapat melibatkan semua atau beberapa kategori orang yang dirampas kebebasannya dalam satu atau lebih tempat penahanan. Seluruh aspek penahanan saling tergantung satu dengan yang lain dan harus diperiksa dalam kaitannya antara satu dengan yang lainnya. Kondisi hidup selama masa penahanan Sistem penahanan (aktivitas, kontak dengan dunia luar) Akses pada perawatan kesehatan Pengorganisasian dan pengelolaan tahanan dan personel, juga relasi antara tahanan yang satu dengan lainnya, dan antara tahanan dengan pejabat yang berwenang atas penahanan. Monitoring mencakup pengiriman hasil pemeriksaan secara lisan maupun tertulis kepada otoritas yang terkait, dan dalam beberapa kasus, ke pihak lain yang terlibat dalam perlindungan atas orang-orang yang dirampas kebebasannya di tingkat nasional maupun internasional, dan kepada media. Hal ini juga mencakup tindak lanjut berkaitan dengan implementasi dari rekomendasi yang diberikan kepada pejabat yang berwenang. Arti Penting Monitoring Monitoring kondisi tempat penahanan secara mutlak penting untuk berbagai alasan: Perampasan kebebasan seseorang merupakan suatu tindakan coersive (kekerasan) yang serius oleh negara, dengan risiko yang inheren terhadap pelanggaran hak asasi manusia. Dengan hilangnya kebebasan, orang yang ditahan menjadi tergantung hampir seluruhnya kepada otoritas dan pejabat publik untuk menjamin perlindungannya, hak dan sarana untuk keberadaannya. Kesempatan bagi orang yang dirampas kebebasannya untuk mempengaruhi nasib mereka sendiri sangat terbatas, bila tidak dikatakan tidak ada. Tempat-tempat penahanan yang menurut definisinya tertutup dan menjaga orang yang ditahan jauh dari penglihatan masyarakat. Di sepanjang waktu dan semua tempat, orang yang dirampas kebebasannya merupakan orang yang rentan dan berada dalam risiko untuk diperlakukan tidak semestinya dan bahkan disiksa. Hal ini berarti bahwa mereka harus menerima perlindungan yang lebih melalui monitoring kondisi mereka di tempat penahanan. 3 Disarikan dari ELSAM, Monitoring Tempat-tempat Penahanan: Sebuah Panduan Praktis, Mei 2007.

20 15 Harus dicatat bahwa fakta yang menunjukkan mekanisme monitoring telah diintegrasikan ke dalam sistem perlindungan yang permanen bagi orang-orang yang dirampas kebebasannya tidak selalu berarti terdapat persoalan serius di tempat-tempat penahanan, atau kurangnya rasa percaya diri yang luas terhadap pejabat yang bertanggung-jawab atas tempat penahanan. Ini lebih merupakan suatu hal yang mendudukkan kesenjangan kewenangan yang besar dalam hubungan antara yang ditahan dan yang menahan pada pemeriksaan eksternal oleh suatu badan yang diberikan kekuasan untuk melakukan intervensi dalam kasus penyalahgunaan kewenangan ini. Mekanisme kontrol ini mempromosikan hak asasi manusia, membantu membatasi risiko dari tindakan yang sewenang-wenang dan mengatur tindakan-tindakan yang berlebihan terhadap mereka yang dirampas kebebasannya. Mereka juga berkontribusi terhadap transparansi dan akuntabilitas dari tempat-tempat perampasan kebebasan, dengan demikian meningkatkan legitimasi manajemen tempat-tempat tersebut dan kepercayaan publik terhadap institusi tersebut. Kunjungan ke Tempat-tempat Penahanan - Perangkat Utama untuk Monitoring Tempat-tempat penahanan pada dasarnya dimonitor melalui kunjungan-kunjungan ke tempat orang ditahan. Kunjungan-kunjungan ini memiliki fungsi yang bervariasi: ƒ Fungsi preventif: Fakta sederhana bahwa seseorang dari luar secara regular memasuki suatu tempat penahanan dengan sendirinya berkontribusi atas perlindungan bagi mereka yang ditahan di sana. Perlindungan langsung: Kunjungan lapangan memungkinkan untuk bereaksi secepatnya terhadap persoalan yang menimpa tahanan yang belum ditangani oleh pegawai yang sedang bertugas. Dokumentasi: Selama kunjungan, aspek-aspek yang berbeda dari tempat penahanan dapat diperiksa dan kelayakannya dapat dinilai; informasi yang dikumpulkan menyediakan suatu landasan untuk menyusun suatu penilaian dan mendokumentasikannya, dan untuk melakukan pembenaran atas tindakan pembenahan yang diusulkan. Kunjungan juga memberikan kesempatan untuk mendokumentasikan aspek-aspek tertentu dari tempat penahanan, yang dapat ditanggapi dalam studi tematik. Landasan untuk berdialog dengan pejabat penahanan yang berwenang: Kunjungan memungkinkan untuk membuat dialog langsung dengan pejabat dan petugas yang sedang bertugas di fasilitas tempat penahanan. Dialog ini, sejauh mungkin, karena didasarkan kepada rasa saling menghormati, mengarah ke pengembangan suatu relasi kerja yang konstruktif di mana dapat diperoleh sudut pandang petugas mengenai kondisi kerja mereka, dan persoalanpersoalan yang mungkin telah mereka identifikasi. Selain itu, patut dicatat bahwa orang yang dirampas kebebasannnya memiliki kontak langsung dengan orang di luar yang menaruh perhatian pada kondisi mereka merupakan suatu yang penting dan merupakan suatu bentuk perlindungan sebagaimana juga suatu dukungan moral.

21 16 Monitoring Tempat-tempat Penahanan oleh Lembaga-lembaga Negara 4 Di Indonesia, terdapat sejumlah lembaga yang memiliki kewenangan melakukan pemantauan, termasuk di dalamnya pemantauan dan kunjungan terhadap tempat-tempat tahanan. Hal ini tentunya dengan tetap mengefektifkan kinerja lembaga pengawas internal yang berada di masingmasing lembaga atau institusi atau departemen terkait, misalnya hakim pengawas pemasyarakatan (Wasmat) dan Inspektorat Jenderal Pemasyarakatan (Itjenpas) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan atau Bidang Profesi dan Pengamanan di tingkat Polda dan Divisi Profesi dan Pengamanan di tingkat Mabes POLRI. Lembaga-lembaga negara yang memiliki potensi untuk ditunjuk sebagai Mekanisme Nasional Pencegahan Penyiksaan di bawah ketentuan OPCAT, dengan mengupayakan sejumlah penyesuaian melalui lembaga legislatif menyangkut mandat, sumber daya manusia dan sumber daya keuangan, dan penyesuaian praktik-praktik kerja biasanya akan diperlukan. Lembaga-lembaga tersebut antara lain: Komnas HAM Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) merupakan lembaga mandiri yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Tujuan berdirinya Komnas HAM adalah untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Komnas HAM juga diharapkan mampu meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Komnas HAM diberi tugas dan kewenangan untuk melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan dan mediasi hak asasi manusia Komnas Perempuan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) merupakan lembaga independen yang dibentuk melalui Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998 dan diperbaharui melalui Peraturan Presiden No. 65 Tahun Tujuan berdirinya Komnas Perempuan adalah mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak asasi perempuan dan meningkatkan upaya pencegahan serta penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Komnas Perempuan memiliki wewenang dan tugas, yaitu menyebarluaskan pemahaman dan upaya penghapusan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan, pengkajian dan penelitian, pemantauan, memberikan saran kepada pemerintah, eksekutif dan yudikatif serta organisasi masyarakat, serta mengembangkan kerja sama regional dan internasional. 4 Disarikan dari Komnas HAM dan Komnas Perempuan, Kertas Kerja: Standar tentang Mekanisme Nasional untuk Pencegahan Penyiksaan di Indonesia, Februari 2009.

22 17 Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) adalah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dalam rangka meningkatkan efektifitas penyelenggaraan perlindungan anak. KPAI memiliki tugas: a) melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak; serta b) memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak. Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Ombudsman Republik Indonesia (ORI) adalah lembaga negara yang bersifat independen dan tidak memiliki hubungan organik dengan lembaga negara dan instansi pemerintahan lainnya, dan dalam menjalankan tugas dan kewenangannya bebas dari campur tangan kekuasaan lainnya. ORI dibentuk berdasarkan UU No. 37 tahun 2008 dan berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Hukum Negara, serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan layanan publik tertentu. ORI memiliki tugas antara lain: menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, melalukan pemeriksaan substansi atas laporan, melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, melakukan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya, serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan. Dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya, ORI tidak dapat ditangkap, ditahan, diinterogasi, dituntut, atau digugat di muka pengadilan. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Selain lembaga-lembaga di atas, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dapat membantu efektifitas kerja mekanisme nasional pencegahan penyiksaan, terutama dalam kaitan dengan perlindungan saksi dan korban. LPSK adalah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban dan bertanggung jawab kepada Presiden. LPSK bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan, bantuan dan hak-hak lain kepada saksi dan/atau korban yang berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia. Dalam pelaksanaan tugasnya, LPSK harus mempertimbangkan syarat-syarat, seperti sifat pentingnya keterangan saksi dan/atau korban, tingkat ancaman yang membahayakan saksi dan/atau korban, hasil analisis tim medis atau psikolog terhadap saksi dan/atau korban, dan rekam jejak kejahatan yang pernah dilakukan oleh saksi dan/atau korban. LPSK berkewajiban memberikan perlindungan sepenuhnya kepada saksi dan/atau korban, termasuk keluarganya.

23 18 Monitoring Tempat-tempat Penahanan oleh LSM Nasional 5 Pemantauan Tempat-tempat Penahanan oleh LSM Nasional Di beberapa negara, badan monitoring khusus telah dibentuk di bawah satu kementerian tertentu. Badan-badan ini kerap memiliki mandat ganda, baik untuk mengawasi kondisi tempat penahanan yang berada dalam kontrol kementerian tersebut, maupun untuk emmberika saran perbaikan yang diperlukan kepada menteri yang bersangkutan. Badan-badan semacam ini dapat beranggotakan pejabat pemerintahan, perwakilan LSM, anggota-anggota independen yang berasal dari kelompok masyarakat sipil (orang biasa) atau merupakan kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Badan ini biasanya mengeluarkan rekomendasi yang tidak mengikat. terkadang rekomendasi ini dipublikasikan dalam bentuk laporan-laporan. LSM-LSM hak asasi manusia nasional dan organisasi-organisasi masyarakat sipil telah berhasil memperoleh otoritas dan kesepakatan untuk secara reguler memantau tempat-tempat penahanan. Pemantauan yang dilakukan oleh kelompok masyarakat sipil biasanya ditandai oleh tingginya tingkat independensi dari otoritas yang berwenang, dan publisitas atas temuan-temuan serta laporanlaporan, lebih sering khususnya hal tersebut disebabkan oleh kemandirian atau independensi dan persepsi bahwa hal tersebut membuat temuan-temuan mereka menjadi lebih jujur dan terbuka. Meskipun demikian, landasan hukum dari pemantauan itu sendiri terkadang lemah, yaitu hanya didasarkan pada kesepakatan tertulis dengan menteri-menteri yang berbeda, atau dengan kementerian yang bersangkutan. Ini menyebabkan pemantau-pemantau tersebut bergantung pada kemauan politik dari pejabat yang berwenang. Di beberapa negara, kurangnya pendanaan bahkan untuk membiayai transportasi perjalanan menyebabkan pemantauan yang konsisten hampir tidak mungkin dijalankan oleh kelompok-kelompok independen tersebut. Perlunya Pelibatan LSM nasional dalam Pemantauan Kondisi Tempat-tempat Penahanan Mengapa LSM perlu didorong untuk terlibat dalam pemantauan tempat-tempat penahanan, mengingat telah ada berbagai bentuk kontrol baik secara teori maupun praktik di tataran nasional? Ada beberapa alasan mengapa LSM harus dilibatkan dalam fungsi ini, yaitu: Inspeksi atau pemantauan oleh organ lembaga pemerintahan itu sendiri itu penting, tetapi, secara definisi, tidak independen. Sistem kontrol eksternal tidak selalu efektif atau tidak cukup sering untuk memenuhi peran dasar mereka sebagai suatu mekanisme pengatur. Inspeksi terkadang bersifat superficial; lebih kepada aspek-aspek formal dan birokratis, bukannya hal-hal yang terkait organisasi atau bagaimana menangani orang-orang yang ditahan, yang mana hal tersebut lebih sulit diperiksa dan lebih sensitif; Pemeriksaan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional, meskipun penting, tapi tidak karakter kebereadaan yang permanen yang sangat penting. 5 ELSAM, supra, n. 3.

24 19 Kekuatan LSM Nasional Sejauh tindakan-tindakan mereka terikat pada prinsip-prinsip independensi, kompeten, dan etika serta instansi yang berwenang menjamin diberikannya standar minimum untuk melaksanakan kerjakerja mereka secara memadai, LSM nasional memiliki kekuatan yang besar untuk memberikan kontribusi yang membangun bagi perlindungan orang-orang yang dirampas kemerdekaannya. Secara singkat, kekuatan utama mereka adalah sebagai berikut: 1. Keberadaan yang permanen Perlindungan orang-orang yang diramaps kemerdekaannya merupakan suatu proses yang berlanjut, yangmana harus dijalani tanpa melihat situasi sosial dan politik dari suatu negara. LSM Nasional berada di posisi terbaik untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan yang bersifat berkelanjutan. Mereka potensial untuk memiliki kapasitas untuk bertindak dan merespon secara cepatmisalnya, jika ada insiden serius terjadi di tempat-tempat penahanan. 2. Pengetahuan mengenai lingkungan Mereka memiliki, atau setidaknya mempunyai akses terhadap pengetahuan mendalam soal sosial, politis dan hukum untuk membentuk dan menjalankan program pemantauan di tempat-tempat penahanan. Mereka mempunyai, atau setidaknya bisa membangun, jejaring kontak sosial yang kuat, yang akan memungkinkan mereka untuk secara dekat mengikuti evolusi dari permasalahan-permasalah terkait tempat-tempat penahanan. Mereka berada di posisi yang memungkinkan untuk mengidentifikasi strategi-strategi komunikasi terbaik untuk mengingatkan instansi-instansi yang berwenang, media nasional, serta masyarakat secara umum terkait pemasalahan-permasalahan yang terkait dengan atau yang dihasilkan oleh perampasan kemerdekaan. Oleh karena itu, LSM nasional dapat memainkan peran ganda: mereka bertindak sebagai pengawas fungsi-fungsi organiasi negara, atas nama masyarakat sipil, dan mereka berkontribusi secara aktif untuk memelihara atau menciptakan kondisi tempat penahanan yang manusiawi dan layak yang menghormati hak asasi manusia. LSM nasional juga dapat memberikan dukungan lokal untuk kegiatan-kegiatan dan kampanye kampanye untuk peningkatan kesadaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional dan intergovernmental yang bekerja untuk melindungi dan memajukan hak asasi manusia.

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan 1 Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan I.PENDAHULUAN Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat

Lebih terperinci

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia 23 Oktober 2017 Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Setelah mengikuti siklus ketiga Tinjauan Periodik Universal (Universal Periodic Review - UPR) Indonesia, saya menyambut

Lebih terperinci

Timor Leste dan Protokol Opsional untuk Konvensi PBB Menentang Penyiksaan (OPCAT)

Timor Leste dan Protokol Opsional untuk Konvensi PBB Menentang Penyiksaan (OPCAT) Timor Leste dan Protokol Opsional untuk Konvensi PBB Menentang Penyiksaan (OPCAT) CATATAN SINGKAT Januari 2008 Sejak memperoleh kemerdekaannya pada tahun 2002, Republik Demokratis Timor Leste telah meratifikasi

Lebih terperinci

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh : Butje Tampi, SH., MH. ABSTRAK Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Prinsip Dasar Peran Pengacara Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

MAKALAH. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia

MAKALAH. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan Martabat Manusia PELATIHAN HAM DASAR DOSEN HUKUM HAM SE-INDONESIA Singgasana Hotel Surabaya, 10 13 Oktober 2011 MAKALAH Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi Atau Merendahkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelayanan kepada masyarakat

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA

PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA PEMBENTUKAN TIM PENGAWAS INTELIJEN NEGARA SEBAGAI AMANAT UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 24 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014

Lebih terperinci

BAB I MONITORING TEMPAT PENAHANAN DALAM KONTEKS

BAB I MONITORING TEMPAT PENAHANAN DALAM KONTEKS Monitoring Tempat-Tempat Penahanan dalam konteks / 1 BAB I MONITORING TEMPAT PENAHANAN DALAM KONTEKS Monitoring Tempat-Tempat Penahanan: Sebuah Panduan Praktis / 2 1. Perlindungan bagi Orang-Orang yang

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce No.1753, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Pengawasan Ketenagakerjaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

Briefing Pers Menyongsong Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998

Briefing Pers Menyongsong Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998 Briefing Pers Menyongsong Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998 Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Jakarta, 7 November 2009 I. Pendahuluan Menjelang

Lebih terperinci

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Oleh Agung Putri Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Implementasi

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM. Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015

Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM. Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015 Komisi Nasional HAM kerangka hukum dan mekanisme penegakan hukum HAM Dr. Herlambang P Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 26 Mei 2015 Poin pembelajaran Konteks kelahiran Komnas HAM Dasar pembentukan

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PIAGAM AUDIT INTERNAL PT LIPPO KARAWACI TBK I. LANDASAN HUKUM Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Audit Internal PIAGAM AUDIT INTERNAL PT LIPPO KARAWACI TBK I. LANDASAN HUKUM Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Nomor IX.I.7, Lampiran Keputusan

Lebih terperinci

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA Diterima dan terbuka untuk penandatanganan, ratifikasi dan aksesi olah Resolusi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.352, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA. Tata Cara. Penanganan. Kasus. Pelanggaran Disiplin. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011

Lebih terperinci

KELOMPOK KERJA UNTUK PENAHANAN SEWENANG-WENANG. Lembar Fakta No. 26. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

KELOMPOK KERJA UNTUK PENAHANAN SEWENANG-WENANG. Lembar Fakta No. 26. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia KELOMPOK KERJA UNTUK PENAHANAN SEWENANG-WENANG Lembar Fakta No. 26 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia Tak seorang pun bisa ditangkap, ditahan, dan diasingkan secara sewenang-wenang. Deklarasi Universal

Lebih terperinci

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Anggaran Dasar Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH Bahwa kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah salah satu hak asasi manusia yang sangat

Lebih terperinci

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15B Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15B/ 1 NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003

PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003 PASAL-PASAL BERMASALAH PADA NASKAH RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME NO. 15/2003 Pasal 1 (8) Pasal Potensi Pelanggaran HAM Kerangka hukum yang bertabrakan Tidak ada Indikator jelas mengenai keras

Lebih terperinci

MAKALAH AKSES KE KEADILAN: MENDISKUSIKAN PERAN KOMISI YUDISAL. Oleh: Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si

MAKALAH AKSES KE KEADILAN: MENDISKUSIKAN PERAN KOMISI YUDISAL. Oleh: Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si INTERMEDIATE HUMAN RIGHTS TRAINING BAGI DOSEN HUKUM DAN HAM Hotel Novotel Balikpapan, 6-8 November 2012 MAKALAH AKSES KE KEADILAN: MENDISKUSIKAN PERAN KOMISI YUDISAL Oleh: Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN (Convention Against Torture and Other Cruel Inhuman or Degrading Treatment or Punishment)

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN (Convention Against Torture and Other Cruel Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN (Convention Against Torture and Other Cruel Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) Pembukaan Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Menegaskan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 2 R-201: Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011 R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak

Lebih terperinci

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM Mengapa Instrumen Internasional? Anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus; Keluarga, sebagai kelompok dasar masyarakat dan lingkungan alamiah

Lebih terperinci

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata 12 Februari 2002 Negara-negara yang turut serta dalam Protokol ini,terdorong oleh dukungan yang melimpah atas Konvensi

Lebih terperinci

BEBERAPA MODEL LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI

BEBERAPA MODEL LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI BEBERAPA MODEL LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI Supriyadi Widodo Eddyono 1 1 Tulisan ini digunakan untuk bahan pengantar diskusi FGD III perlindungan saksi dan Korban yang diinisiasi oleh ICW-KOMMNAS PEREMPUAN-ELSAM

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK.

PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. PIAGAM AUDIT INTERNAL PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. I. Landasan Hukum Landasan pembentukan Internal Audit berdasarkan kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 56/POJK.04/2015 tanggal 23 Desember

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perencanaan Pemb No.1572, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Piagam Pengawasan Intern. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN NOVEMBER 2016

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN NOVEMBER 2016 LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN NOVEMBER 2016 Pendahuluan Fungsi pokok Komnas HAM yang dikenal rakyat Indonesia adalah menerima dan memeriksa kasus atau peristiwa

Lebih terperinci

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA Lembar Fakta No. 19 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN PBB terlibat dalam berbagai kegiatan yang bertujuan mencapai salah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

Rancangan Peraturan Presiden tentang Komisi Nasional Disabilitas POKJA IMPLEMENTASI UU PENYANDANG DISABILITAS 8 NOVEMBER 2016

Rancangan Peraturan Presiden tentang Komisi Nasional Disabilitas POKJA IMPLEMENTASI UU PENYANDANG DISABILITAS 8 NOVEMBER 2016 Rancangan Peraturan Presiden tentang Komisi Nasional Disabilitas POKJA IMPLEMENTASI UU PENYANDANG DISABILITAS 8 NOVEMBER 2016 Dasar Hukum dalam UU Penyandang Disabilitas Bentuk Lembaga Tugas Batas Waktu

Lebih terperinci

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg

2017, No Perilaku Pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Neg BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1507, 2017 KEMENKUMHAM. Kode Etik. Kode Perilaku Pegawai. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2017 TENTANG KODE

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Komitmen Negara Republik

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI Seri Advokasi kebijakan # Perlindungan Saksi RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jalan siaga II No 31 Pejaten

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA

KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA KODE ETIK KONSIL LSM INDONESIA MUKADIMAH Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi masyarakat dalam segala proses perubahan membutuhkan pendekatan dan pentahapan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2008 TENTANG OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelayanan kepada masyarakat

Lebih terperinci

PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER

PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER Kami meyakini bahwa bisnis hanya dapat berkembang dalam masyarakat yang melindungi dan menghormati hak asasi manusia. Kami sadar bahwa bisnis memiliki tanggung

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH SEKRETARIAT JENDERAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.571, 2015 OMBUDSMAN. Tata Kerja. Susunan Organisasi. Pecabutan. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN KASUS DUGAAN PELANGGARAN DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN

Lebih terperinci

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg No.1748, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DKPP. Kode Etik dan Pedoman Perilaku. PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan telah diratifikasi

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN, DAN TATA KERJA PERWAKILAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Protokol Konvensi Hak Anak Tentang Perdagangan Anak, Prostitusi Anak dan Pronografi Anak Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002 Negara-negara peserta tentang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2017 TENTANG KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2017 TENTANG KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2017 TENTANG KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 1 TAHUN 2000 (1/2000) TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERTIMBANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMILIHAN ANGGOTA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa setiap

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia \ Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 01 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA PELAKSANAAN KEMITRAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan

Lebih terperinci

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia

KOMISI B. KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang. ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia KOMISI B KEANGGOTAAN: 6 Laki-laki ; 12 Perempuan = 18orang ( Tgl 24 September 2013 ) Kode Etik Konsil LSM Indonesia Mukadimah Konsil LSM Indonesia menyadari bahwa peran untuk memperjuangkan partisipasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2005 TENTANG KOMISI NASIONAL ANTI KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang

Lebih terperinci

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU No.547, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DPR-RI. Kode Etik. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.580, 2010 KOMNAS HAM. Pemantauan. Penyelidikan. Prosedur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.580, 2010 KOMNAS HAM. Pemantauan. Penyelidikan. Prosedur. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.580, 2010 KOMNAS HAM. Pemantauan. Penyelidikan. Prosedur. PERATURAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA NOMOR 002/KOMNAS HAM/X/2010 TENTANG PROSEDUR PELAKSANAAN PEMANTAUAN

Lebih terperinci

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP Oleh : LBH Jakarta 1. PENGANTAR Selama lebih dari tigapuluh tahun, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP diundangkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NOMOR 182 CONCERNING THE PROHIBITION AND IMMEDIATE ACTION FOR ELIMINATION OF THE WORST FORMS OF CHILD LABOUR (KONVENSI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.135, 2012 OMBUDSMAN. Pembentukan. Tata Kerja. Perwakilan. PERATURAN OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN FEBRUARI 2018

LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN FEBRUARI 2018 LAPORAN BULANAN SIDANG PARIPURNA BAGIAN DUKUNGAN PELAYANAN PENGADUAN BULAN FEBRUARI A. Laporan Data Penerimaan Pengaduan Pada sampai dengan 3 Januari, Komnas HAM melalui Subbagian Penerimaan dan Pemilahan

Lebih terperinci

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN LAMPIRAN I KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2004 TANGGAL 11 MEI 2004 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2004 2009 I. Mukadimah 1. Sesungguhnya Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci