BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi

1 digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Euwe Van Den Berg (1991: 5) menjelaskan bahwa manusia sejak lahir sudah berpengalaman dengan peristiwa Fisika. Anak kecil yang melemparkan mainan akan mengamati gerakan yang terjadi maupun penyebab geraknya. Anak yang menjajaki lingkungannya secara aktif termasuk peristiwa Fisika. Oleh karena itu otaknya terus menerus berkembang melalui proses asimilasi (assimilation) dan akomodasi (accommodation). Asimilasi menyebabkan informasi yang masuk ke otak diubah sampai cocok dengan struktur otak. Sedangkan akomodasi menyebabkan struktur otak menyesuaikan hasil pengamatan dengan sendirinya. Oleh sebab itu, di dalam otak manusia akan terbentuk prakonsepsi (preconception) atau sejenis teori mengenai peristiwa-peristiwa Fisika. Prakonsepsi yang dimiliki oleh anak belum tentu benar adanya. Siswa memasuki kelas sudah memiliki bekal dengan prakonsepsi atau praanggapan mengenai alam dan Fisika. Sebagian guru belum menyadari dan belum memperhitungkan prakonsepsi yang dimiliki siswa. Guru dan siswa memakai istilah yang sama dalam proses pembelajaran (misalnya: gaya, berat, usaha, dan lain-lain), namun arti konsep tersebut bagi siswa dan guru berbeda. Guru dan siswa tidak menyadari perbedaan konsep tersebut (Euwe Van Den Berg, 1991: 5). Euwe Van Den Berg (1991: 5) menjelaskan juga bahwa guru menganggap kepala siswa seperti kaset kosong yang perlu diisi dalam membelajarkan konsep. Pelajaran dimasukkan ke dalam kepala siswa tanpa memperhatikan apa yang sudah ada. Siswa mengalami pencampuran antara prakonsepsi dengan konsep yang diberikan guru. Campuran pengertian itu bisa menyebabkan kesulitan yang dialami dalam mempelajari Fisika. Siswa yang bisa memahami akan menerapkan konsep sebenarnya ke dalam soal-soal tertentu. Sedangkan siswa yang mengalami perbedaan pemahaman antara prakonsepsi yang dimiliki dengan konsepsi yang diberikan oleh guru akan mengganggu siswa 1

2 digilib.uns.ac.id 2 ketika menghadapi soal yang berbeda. Siswa cenderung menggunakan prakonsepsi yang dimiliki daripada pengertian yang sebenarnya. Suparno (2005:29) menjelaskan bahwa para peneliti menemukan berbagai hal yang menjadi penyebab miskonsepsi pada siswa. Penyebab miskonsepsi itu diantaranya siswa, guru, buku teks, konteks, dan metode mengajar. Penyebab yang berasal dari siswa terdiri dari prakonsepsi awal, kemampuan, tahap perkembangan, minat, cara berpikir, dan teman lain. Penyebab kesalahan guru bisa berupa ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang benar. Miskonsepsi pada siswa dapat dijelaskan dengan filsafat konstruktivisme. Filsafat konstruktivisme menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk (dikonstruk) oleh siswa sendiri sewaktu kontak dengan lingkungan, tantangan, dan bahan yang dipelajari. Oleh sebab itu, siswa yang mengkonstruksikan pengetahuannya tidak mustahil dapat terjadi kesalahan dalam mengkonstruksi. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa mengkonstruksi konsep Fisika secara tepat serta belum memiliki kerangka ilmiah yang bisa digunakan sebagai patokan (Suparno, 2005: 30). Suparno (2005: 31) menjelaskan bahwa berkaitan dengan filsafat konstruktivisme, siswa telah melakukan konstruksi sejak awal sebelum mereka mendapatkan pelajaran formal tentang konsep tertentu. Mereka mengkonstruksi sendiri dari pengalaman hidup mereka. Inilah yang disebut dengan prakonsepsi atau konsep awal siswa. Pengetahuan awal yang dimiliki siswa sering kali tidak cocok dengan pengetahuan yang diterima oleh para pakar. Hal ini disebut dengan miskonsepsi. Hal ini disebabkan siswa tidak langsung berhadapan dengan konsep Fisika yang benar. Pengetahuan awal yang tidak tepat bisa diluruskan selama proses belajar formal di sekolah, tetapi ada kalanya sangat sulit. Nocente dan Brouwer (2008: 14-29) mengatakan bahwa selama tiga dekade terakhir, banyak penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi prakonsepsi siswa tentang berbagai topik ilmu pengetahuan. Analisis data yang dihasilkan menemukan bahwa siswa berpikir analogis sebagaimana yang dilakukan oleh ilmuwan, tetapi mereka menggunakan analogi berbeda.

3 digilib.uns.ac.id 3 Gönen dan Kocakaya (2010) melakukan penelitian untuk mengetahui ketidakpahaman siswa sehingga terbentuk miskonsepsi pada konsep suhu dan kalor. Hasilnya, siswa mengalami kesulitan dalam menghubungkan pengetahuan yang diperoleh selama pembelajaran di sekolah dengan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Penelitian lain juga dilakukan oleh Almahdi (2011) terhadap 53 mahasiswa yang berbeda pada jurusan Pendidikan Fisika, Kimia, Biologi dan Matematika di Universitas Al Fateh tentang konsep Suhu dan Kalor. Hasil yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa membangun konsep yang salah pada konsep Suhu dan Kalor. Euwe Van Den Berg (1991) dalam penelitiannya menyatakan bahwa pendekatan konflik kognitif pada pembelajaran Fisika dinilai cukup efektif untuk mengatasi miskonsepsi pada siswa dalam rangka membentuk keseimbangan ilmu yang lebih tinggi. Rangsangan konflik kognitif dalam pembelajaran bisa membantu proses asimilasi menjadi lebih efektif dan bermakna dalam pergulatan intelektualitas siswa (Mulida dan Abdullah, 2013: 127). Euwe Van Den Berg (1991: 5) menjelaskan bahwa miskonsepsi yang dimiliki siswa bersifat awet dan sulit diubah. Ada beberapa langkah untuk mengetahui miskonsepsi yang dimiliki siswa yaitu mendeteksi prakonsepsi siswa, merancang pengalaman belajar yang bertolak dari prakonsepasi tersebut, dan memberikan latihan pertanyaan untuk melatih konsep baru dan meluruskan. Mendeteksi prakonsepsi siswa menjadi langkah penting untuk mengantisipasi adanya miskonsepsi. Berdasarkan penelitian mengenai Suhu dan Kalor yang dilakukan oleh Gönen dan Kocakaya (2010), Almahdi (2011) menunjukkan bahwa subjek penelitian mengalami kesalahan dalam membangun konsep atau miskonsepsi. Selain itu penelitian mengenai hal yang serupa telah dilakukan oleh Nurhayati (2012). Penelitian tersebut menunjukkan lebih dari 40% siswa mengalami miskonsepsi pada materi Suhu dan Kalor. Oleh karena itu pada penelitian ini akan diteliti mengenai identifikasi profil prakonsensi yang dimiliki oleh siswa SMA pada materi Suhu dan Kalor.

4 digilib.uns.ac.id 4 B. Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Manusia dianugerahi otak yang terus menerus berkembang melalui proses asimilasi (assimilation) dan akomodasi (accommodation) akan membentuk prakonsepsi yang bukan tidak mungkin ketika ada perbedaan antara prakonsepsi yang dimiliki siswa dengan konsepsi yang diberikan guru menyebabkan terjadinya miskonsepsi. 2. Peristiwa-peristiwa Fisika yang diamati siswa dapat membentuk prakonsepsi atau sejenis teori awal yang diyakini benar oleh siswa namun belum tentu benar sebagaimana para pakar memahaminya. Hal ini memungkinkan siswa mengalami kesalahan prakonsepsi dari hasil pengamatannya dalam kehidupan sehari-hari. 3. Seringkali guru tidak menyadari dan tidak memperhitungkan prakonsepsi yang dimiliki siswa, sehingga ketika guru dan siswa memakai istilah yang sama dalam pembelajaran yang ternyata arti konsep yang dimiliki siswa dan guru berbeda, maka akan terjadi kesalahpahaman. 4. Seringkali guru dan siswa tidak menyadari perbedaan konsep yang ada, sehingga seringkali terjadi pencampuran antara prakonsepsi siswa dengan konsep yang diberikan oleh guru. 5. Guru menganggap kepala siswa seperti kaset kosong yang perlu diisi dalam membelajarkan konsep. Pelajaran dimasukkan ke kepala siswa tanpa memperhatikan apa yang sudah ada. Ketika terjadi perbedaan pemahaman antara konsep yang diberikan guru dengan prakonsepsi yang dimiliki, maka siswa akan bertahan dengan prakonsepi yang dimiliki. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, pada penelitian ini dibatasi pengidentifikasian prakonsepsi dilaksanakan pada siswa SMA Kebakkramat Kabupaten Karanganyar kelas X 8 yang belum menerima materi Suhu dan Kalor di kelas.

5 digilib.uns.ac.id 5 D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimanakah profil prakonsepsi yang dimiliki siswa kelas X 8 SMA Kebakkramat Kabupaten Karanganyar pada materi Suhu dan Kalor? E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi profil prakonsepsi yang dimiliki siswa kelas X 8 SMA Kebakkramat Kabupaten Karanganyar pada materi Suhu dan Kalor. F. Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan manfaat konseptual terhadap pembelajaran Fisika pada materi Suhu dan Kalor bagi guru maupun siswa. Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini memberikan manfaat dalam menyiapkan perencanaan pembelajaran Fisika pada pokok materi Suhu dan Kalor. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir miskonsepsi yang terjadi pada siswa. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini memberikan manfaat bagi lembaga pendidikan, guru, dosen, dan calon guru Fisika serta siswa agar memperhatikan prakonsepsi supaya tidak terjadi miskonsepsi. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam penelitian lebih lanjut.