Penjelasan Teknis Statistik. Data Strategis BPS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penjelasan Teknis Statistik. Data Strategis BPS"

Transkripsi

1 tp :// w ht.id.g o ps.b w w

2 Penjelasan Teknis Statistik i

3 Penjelasan Teknis Statistik ISSN: Katalog BPS: Nomor Publikasi: Ukuran Buku: 15 cm x 21 cm Jumlah Halaman: x ii Naskah: Direktorat Statistik Harga Direktorat Neraca Produksi Direktorat Neraca Pengeluaran Direktorat Statistik Distribusi Direktorat Statistik Kependudukan dan Ketenagakerjaan Direktorat Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Direktorat Statistik Industri Direktorat Statistik Ketahanan Sosial Penyunting: Direktorat Diseminasi Statistik Penata Letak: Direktorat Diseminasi Statistik Gambar Kulit Oleh: Direktorat Diseminasi Statistik Penerbit: Badan Pusat Statistik Dicetak Oleh: CV. Nasional Indah Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

4 Penjelasan Teknis Statistik Kata Pengantar Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-65 Republik Indonesia, BPS-RI kembali mempersembahkan sebuah publikasi yang berjudul kepada seluruh lapisan pengguna data sebagai sumbangsih BPS untuk kemajuan bangsa. Kriteria strategis pada data yang dimaksud paling tidak mencakup pengertian bahwa: (1) data dimaksud selalu di-update dan terjamin kekiniannya; (2) banyak digunakan untuk berbagai kajian; (3) dapat menggambarkan fenomena dan bahkan mempengaruhi kondisi sosial-ekonomi nasional; (4) diseminasinya dinantikan oleh berbagai pihak. Adapun cakupan muatan data makro dalam publikasi ini terdiri atas inflasi, pertumbuhan ekonomi, ekspor-impor, ketenagakerjaan, industri besar-sedang, produksi pangan, dan kemiskinan. Untuk membantu para pengguna, setiap data juga dilengkapi dengan penjelasan teknis pada bagian akhir buku ini. Disadari bahwa buku ini mungkin belum memenuhi harapan sebagian besar pengguna. Oleh karenanya, kritik dan saran demi penyempurnaan di masa mendatang sangat diharapkan. Semoga buku ini bermanfaat. Jakarta, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, iii Rusman Heriawan

5

6 Penjelasan Teknis Statistik Daftar Isi Kata Pengantar...iii Daftar Isi...v Daftar Tabel...vii Daftar Gambar...ix Pendahuluan...1 Angka Inflasi...5 Pertumbuhan Ekonomi...11 Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun Semester I Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-Semester I Pertumbuhan PDB Menurut Penggunaan Tahun 2006-Semester I Struktur PDB Menurut Penggunaan Tahun 2006-Semester I PDB dan Produk Nasional Bruto (PNB) Per Kapita Tahun Statistik Ekspor Impor Barang...21 Ketenagakerjaan...33 Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja, dan Angka...36 Lapangan Pekerjaan Utama Status Pekerjaan Utama Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran Menurut Provinsi Produksi Tanaman Pangan...43 Produksi Padi Produksi Jagung Produksi Kedelai v Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan...53 Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang Triwulanan (q-to-q) Tahun Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang Triwulanan (y-on-y)...56 Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang Bulanan (m-to-m)... 57

7 Penjelasan Teknis Statistik vi Kemiskinan...59 Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2009 Maret Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2009 Maret Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan...65 Penjelasan Teknis Statistik...67 Inflasi...69 Produk Domestik Bruto (PDB)...74 Ekspor-Impor Barang...83 Ketenagakerjaan...87 Produksi Tanaman Pangan...92 Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan...94 Kemiskinan...97 Daftar Singkatan dan Akronim...99

8 Penjelasan Teknis Statistik Daftar tabel Angka Inflasi...5 Tabel 2.1 Inflasi Nasional, (2007=100)...8 Tabel 2.2 Perbandingan Inflasi Bulanan, Tahun Kalender, Year on Year, Tabel 2.3 Inflasi Nasional Juli 2010 Menurut Kelompok Pengeluaran, (2007=100)...9. Tabel 2.4 Andil Inflasi Nasional Kelompok Pengeluaran Juli 2010 (persen)...10 Pertumbuhan Ekonomi...11 Tabel 3.1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun (persen)...14 Tabel 3.2 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha Semester I Tahun 2010 (persen)...15 Tabel 3.3 PDB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-Semester I 2010 (triliun rupiah) Tabel 3.4 Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006 Semester I 2010 (persen) Tabel 3.5 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDB Menurut Penggunaan Tahun (persen) Tabel 3.6 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDB Menurut Penggunaan Semester I Tahun 2010 (persen) Tabel 3.7 PDB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 Menurut Penggunaan Tahun 2006-Semester I 2010 (persen)...19 Tabel 3.8 Struktur PDB Menurut Penggunaan Tahun 2006 Semester I 2010 (persen)...20 Tabel 3.9 PDB dan PNB Per Kapita Indonesia Tahun vii Statistik Ekspor-Impor Barang...21 Tabel 4.1.a Perkembangan Ekspor Indonesia, Semester I 2010 *)...24 Tabel 4.1.b Perkembangan Impor Indonesia, Semester I 2010 *)...25 Tabel 4.2.a Perkembangan Nilai Ekspor Juni 2009 Juni 2010 *) Tabel 4.2.b Perkembangan Nilai Impor Juni 2009 Juni 2010 *) Tabel 4.3.a Ekspor Nonmigas Sepuluh Golongan Barang Utama HS 2 Dijit Semester I 2010 *)...27

9 Penjelasan Teknis Statistik viii Tabel 4.3.b Impor Nonmigas Sepuluh Golongan Barang Utama HS 2 Dijit Semester I 2010 *)...28 Tabel 4.4.a Ekspor Nonmigas Indonesia Menurut Negara Tujuan Barang Utama Semester I 2010 *)...29 Tabel 4.4.b Impor Nonmigas Indonesia Menurut Negara Asal Barang Utama Semester I 2010 *)...31 Ketenagakerjaan...33 Tabel 5.1 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, (dalam ribuan)...38 Tabel 5.2 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (dalam ribuan) Tabel 5.3 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Status Pekerjaan Utama, (dalam ribuan) Tabel 5.4 Penduduk yang Termasuk Angkatan Kerja, Bekerja, Pengangguran Terbuka dan Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi Februari 2009 Februari Produksi Tanaman Pangan...43 Tabel 6.1 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Menurut Subround, Tabel 6.2 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung Menurut Subround, Tabel 6.3 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai Menurut Subround, Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan...53 Tabel 7.1 Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang Triwulanan Tahun Tabel 7.2 Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang Bulanan Januari 2006 April Kemiskinan...59 Tabel 8.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tabel 8.2 Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2009 dan Maret Tabel 8.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) di Indonesia Menurut Daerah, Maret 2009 Maret

10 Penjelasan Teknis Statistik Daftar GAMBAR Produksi Tanaman Pangan Gambar 6.1 Perkembangan Produksi Padi, ) Gambar 6.2 Pola Panen Padi, Gambar 6.3 Perkembangan Produksi Jagung, )...48 Gambar 6.4 Pola Panen Jagung, Gambar 6.5 Perkembangan Produksi Kedelai, )...50 Gambar 6.6 Pola Panen Kedelai, Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Gambar 7.1 Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang (q to q), Gambar 7.2 Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang (y to y), ix

11

12 Pendahuluan 1

13

14 Pendahuluan Pendahuluan Data strategis mencakup: inflasi, pertumbuhan ekonomi, ekspor-impor, ketenagakerjaan, produksi tanaman pangan, pertumbuhan produksi industri pengolahan, dan statistik kemiskinan. Buku ini berisi data strategis yang dihasilkan Badan Pusat Statistik (BPS), disertai penjelasan praktis. Kriteria strategis pada data yang dimaksud paling tidak mencakup pengertian bahwa: (1) data dimaksud selalu di-update dan terjamin kekiniannya; (2) banyak digunakan untuk berbagai kajian; (3) dapat menggambarkan fenomena dan bahkan mempengaruhi kondisi sosial-ekonomi nasional; (4) diseminasinya dinantikan oleh berbagai pihak. Spektrum pengguna data strategis sangat lebar, mulai dari pemerintah, akademisi, pebisnis, kalangan internasional, hingga masyarakat umum. Lebarnya spektrum pengguna sejalan dengan sifat alamiah data yang memiliki dimensi yang sangat luas. Data dasar mulai dari jumlah penduduk, konsumsi per kapita, nilai tambah sektoral, dan berujung pada, misalnya Produk Domestik Bruto (PDB). Data harga dan perubahannya berujung pada angka inflasi. Data perekonomian internasional mencakup ekspor-impor dan data kepariwisataan. Data produksi primer di antaranya padi, jagung, dan hortikultura. Data Industri pengolahan yang berisi angka pertumbuhan produksi industri pengolahan besar dan sedang. Kondisi ketenagakerjaan seperti angkatan kerja, pengangguran, status berusaha, dan lapangan usaha utama disajikan dalam data ketenagakerjaan. Sesuai pengalaman empiris BPS, data strategis seperti kriteria yang telah disebutkan mencakup: inflasi, pertumbuhan ekonomi, ekspor-impor, ketenagakerjaan, produksi tanaman pangan, pertumbuhan produksi industri pengolahan dan statistik kemiskinan. Data strategis inilah yang akan disajikan dalam buku ini. Agar buku ini bisa memenuhi harapan pengguna, pada setiap data yang disajikan diberi penjelasan praktis. Bagi yang ingin membaca penjelasan lebih rinci, dapat memperolehnya pada bagian penjelasan teknis statistik. Bagian ini memberikan informasi yang lengkap tetapi ringkas kepada pembaca tentang konsep definisi, metodologi, pengumpulan data, referensi, dan diseminasi data. Karena penjelasan yang diberikan bersifat praktis, maka buku ini merupakan media sosialisasi produk statistik BPS bagi para pengambil kebijakan di kalangan pemerintah, legislator, akademisi, peneliti, dan mahasiswa sebagai wujud untuk menjamin hak masyarakat memperoleh informasi publik. Dengan semakin terpenuhinya kebutuhan masyarakat pengguna data, mereka selanjutnya diharapkan dengan penuh kesadaran, memberikan dukungan terhadap kegiatankegiatan perstatistikan BPS. 3

15 Pendahuluan Setelah Bab Pendahuluan, pembaca dapat mencermati data terkini tentang Inflasi. Data ini memberikan informasi tentang dinamika perkembangan harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Oleh karena itu pemerintah, pelaku bisnis, kalangan perbankan, anggota parlemen, bahkan masyarakat umum berkepentingan terhadap data tersebut. 4 Pada Bab III pembaca dapat memanfaatkan data PDB yang menggambarkan kinerja ekonomi dari sisi besarannya, dan derivasi data ini dapat digunakan untuk melihat pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi sektoral, tingkat peningkatan harga barang/jasa secara keseluruhan, dan masih ada kemungkinan lain tentang kegunaannya. Selanjutnya dalam Bab IV disajikan data statistik ekspor-impor untuk memberikan informasi mengenai kinerja perdagangan internasional, baik dari sisi volume maupun nilai. Pada bab ini juga disajikan rincian komoditi, negara asal dan tujuan, serta pelabuhannya. Bab V menyediakan data ketenagakerjaan yang mencakup angkatan kerja, penganggur, lapangan usaha, dan distribusi per provinsi di Indonesia. Beberapa indikator juga disajikan, seperti Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Dengan memperhatikan jadwal survei tenaga kerja di Indonesia, maka data yang disajikan mencakup kondisi terakhir hingga Februari Dalam Bab VI, pembaca dapat mencermati penyajian angka ramalan produksi tanaman pangan. Selain memperlihatkan pola panen, data yang disajikan juga mencakup luasan panen, produksi, dan produktivitas tanaman pangan mulai dari tahun 2008 hingga tahun Data ini dapat digunakan untuk bahan perencanaan dan kebijakan yang terkait dengan ketahanan pangan nasional. Bab VII menyajikan data pertumbuhan produksi industri pengolahan. Informasi yang ditampilkan meliputi pertumbuhan industry pengolahan besar dan sedang, bulanan dan triwulanan dari tahun 2006 sampai kondisi terakhir triwulan I Bab VIII mengantarkan pembaca untuk dapat mencermati data strategis tentang angka kemiskinan. Masalah tersebut merupakan salah satu masalah mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah negara manapun, karena salah satu tugas pemerintah adalah menyejahterakan masyarakat. Ketersediaan data kemiskinan yang akurat merupakan aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangannya.

16 Angka Inflasi 5

17

18 Angka Inflasi ANGKA INFLASI Tujuan penyusunan inflasi adalah untuk memperoleh indikator yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga. Makna inflasi adalah persentase tingkat kenaikan harga sejumlah barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga. Ada barang yang harganya naik dan ada yang tetap. Namun, tidak jarang ada barang/jasa yang harganya justru turun. Resultante (rata-rata tertimbang) dari perubahan harga bermacam barang dan jasa tersebut, pada suatu selang waktu (bulanan) disebut inflasi (apabila naik) dan deflasi (apabila turun). Secara umum, hitungan perubahan harga tersebut tercakup dalam suatu indeks harga yang dikenal dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI). Persentase kenaikan IHK dikenal dengan inflasi, sedangkan penurunannya disebut deflasi. Inflasi/deflasi tersebut dapat dihitung menggunakan suatu rumus. 1 Tujuan penyusunan inflasi adalah untuk memperoleh indikator yang menggambarkan kecenderungan umum tentang perkembangan harga. Tujuan tersebut penting dicapai karena indikator tersebut dapat dipakai sebagai informasi dasar untuk pengambilan keputusan baik tingkat ekonomi mikro atau makro, baik fiskal maupun moneter. Pada tingkat mikro, rumah tangga/masyarakat misalnya, dapat memanfaatkan angka inflasi untuk dasar penyesuaian nilai pengeluaran kebutuhan sehari-hari dengan pendapatan mereka yang relatif tetap. Pada tingkat korporasi angka inflasi dapat dipakai untuk perencanaan pembelanjaan dan kontrak bisnis. Dalam lingkup yang lebih luas (makro) angka inflasi menggambarkan kondisi/stabilitas moneter dan perekonomian. Secara spesifik kegunaan angka inflasi antara lain untuk: a. Indeksasi upah dan tunjangan gaji pegawai, b. Penyesuaian nilai kontrak, c. Eskalasi nilai proyek, d. Penentuan target inflasi, e. Indeksasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, f. Sebagai pembagi PDB, PDRB, g. Sebagai proksi perubahan biaya hidup, h. Indikator dini tingkat bunga, valas, dan indeks harga saham. 7 1 Rumus: IHK INF t = ( t IHK t-1 ) x 100 IHK t-1 INF = inflasi (atau deflasi) pada waktu (bulan atau tahun) t IHK = Indeks Harga Konsumen

19 Angka Inflasi Tabel 2.1 Inflasi Nasional, (2007=100) 8 Bulan IHK Inflasi 2007 *) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Januari 147,41 158,26 *) 113,78 118,01 1,04 1,77-0,07 0,84 Februari 148,32 159,29 *) 114,02 118,36 0,62 0,65 0,21 0,30 Maret 148,67 160,81 *) 114,27 118,19 0,24 0,95 0,22-0,14 April 148,43 161,73 *) 113,92 118,37-0,16 0,57-0,31 0,15 Mei 148,58 164,01 *) 113,97 118,71 0,10 1,41 0,04 0,29 Juni 148,92 110,08 114,10 119,86 0,23 2,46 0,11 0,97 Juli 149,99 111,59 114,61 121,74 0,72 1,37 0,45 1,57 Agustus 151,11 112,16 115,25 0,75 0,51 0,56 September 152,32 113,25 116,46 0,80 0,97 1,05 Oktober 153,53 113,76 116,68 0,79 0,45 0,19 November 153,81 113,90 116,65 0,18 0,12-0,03 Desember 155,50 113,86 117,03 1,10-0,04 0,33 *) Tahun dasar 2002 (2002=100) Berdasarkan hasil pemantauan BPS di 66 kota 2, pada bulan Juli 2010 terjadi inflasi 1,57 persen, atau terjadi kenaikan IHK dari 119,86 pada bulan Juni 2010 menjadi 121,74 pada bulan Juli Dengan menggunakan rumus tersebut, diperoleh inflasi Juli 2010 sebesar ((121,74 119,86)/119,86) x 100% =1,57%. Laju inflasi tahun kalender (Januari-Juli) 2010 sebesar 4,02 persen (IHK Juli 2010 dibandingkan IHK Desember 2009), sedangkan laju inflasi year on year (IHK Juli 2010 terhadap IHK Juli 2009) adalah 6,22 persen. Secara periodik, IHK dan inflasi dari bulan Januari 2007 sampai dengan Juli 2010 disajikan pada Tabel 2.1. Laju inflasi tahun kalender (Januari-Juli) 2010 sebesar 4,02 persen. Laju inflasi tahun kalender (Januari-Juli) 2010 adalah sebesar 4,02 persen, sedangkan pada selang waktu yang sama tahun 2009 sebesar 0,66 persen (Tabel 2.2). Inflasi Nasional Menurut Kelompok Pengeluaran Barang dan jasa dalam IHK dikelompokkan menjadi tujuh kelompok pengeluaran. Besarnya inflasi pada bulan Juli 2010 untuk masingmasing kelompok tersebut adalah: kelompok bahan makanan (4,69 2 Sampai dengan Mei 2008, pemantauan data harga dilakukan di 45 kota.

20 Angka Inflasi Tabel 2.2 Perbandingan Inflasi Bulanan, Tahun Kalender, Year on Year, Inflasi (1) (2) (3) (4) 1. Juli 1,37 0,45 1,57 2. Januari Juli (Tahun Kalender) 8,85 0,66 4,02 3. Juli(tahun n) terhadap Juli(tahun n-1) (year on year) 11,90 2,71 6,22 Inflasi year on year (IHK Juli 2010 terhadap IHK Juli 2009) sebesar 6,22 persen. Tabel 2.3 Inflasi Nasional Juli 2010 Menurut Kelompok Pengeluaran, (2007=100) Kelompok Pengeluaran persen), kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau (0,65 persen), kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar (0,26 persen), kelompok sandang (-0,09 persen), kelompok kesehatan (0,27 persen), kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga (0,86 persen), dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan (1,51 persen). Inflasi year on year (IHK Juli 2010 terhadap IHK Juli 2009) sebesar 6,22 persen. Secara rinci, IHK dan inflasi berdasarkan kelompok pengeluaran disajikan pada Tabel 2.3. Juli 2009 IHK Desember 2009 Juli 2010 Inflasi Bulan Juli ) Laju Inflasi Tahun Kalender ) Inflasi Tahun ke Tahun 3) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) U m u m 114,61 117,03 121,74 1,57 4,02 6,22 1. Bahan Makanan 123,68 127,46 141,17 4,69 10,76 14,14 2. Makanan Jadi, Minuman, 119,48 123,96 129,32 0,65 4,32 8,24 Rokok dan Tembakau 3. Perumahan, Air, Listrik, Gas dan 113,88 115,09 116,66 0,26 1,36 2,44 Bahan bakar 4. Sandang 114,84 119,01 120,80-0,09 1,50 5,19 5. Kesehatan 111,99 113,38 114,73 0,27 1,19 2,45 6. Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga 111,66 114,11 115,40 0,86 1,13 3,35 7. Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan 102,88 103,32 105,46 1,51 2,07 2,51 9 1) Persentase perubahan IHK bulan Juli 2010 terhadap IHK bulan sebelumnya 2) Persentase perubahan IHK bulan Juli 2010 terhadap IHK bulan Desember ) Persentase perubahan IHK bulan Juli 2010 terhadap IHK bulan Juli 2009

21 Angka Inflasi Tabel 2.4 Andil Inflasi Nasional Menurut Kelompok Pengeluaran Juli 2010 (persen) 10 Kelompok Pengeluaran Andil Inflasi (%) (1) (2) U M U M 1,57 1. Bahan Makanan 1,08 2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau 0,12 3. Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar 0,07 4. Sandang -0,02 5. Kesehatan 0,01 6. Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 0,06 7. Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 0,25 Pada bulan Juli 2010 andil inflasi menurut kelompok pengeluaran adalah sebagai berikut: kelompok bahan makanan sebesar 1,08 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,12 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,07 persen, kelompok sandang -0,02 persen, kelompok kesehatan 0,01 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,06 persen; dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan 0,25 persen (Tabel 2.4). Pada bulan Juli 2010 kelompok sandang mengalami deflasi 0,02 persen

22 Angka Inflasi 11

23

24 Pertumbuhan Ekonomi PERTUMBUHAN EKONOMI Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dan dalam selang waktu tertentu. Produksi tersebut diukur dalam nilai tambah (value added) yang diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan yang secara total dikenal sebagai Produk Domestik Bruto (PDB). Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah sama dengan pertumbuhan PDB. Apabila diibaratkan kue, PDB adalah besarnya kue tersebut. Pertumbuhan ekonomi sama dengan membesarnya kue tersebut yang pengukurannya merupakan persentase pertambahan PDB pada tahun tertentu terhadap PDB tahun sebelumnya 3. PDB disajikan dalam dua konsep harga, yaitu harga berlaku dan harga konstan; dan penghitungan pertumbuhan ekonomi menggunakan konsep harga konstan (constant prices) dengan tahun dasar tertentu untuk mengeliminasi faktor kenaikan harga. Saat ini BPS menggunakan tahun dasar Nilai tambah juga merupakan balas jasa faktor produksi tenaga kerja, tanah, modal, dan entrepreneurship yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari PDB hanya mempertimbangkan domestik, yang tidak mempedulikan kepemilikan faktor produksi. Konsep dan definisi secara lebih lengkap disajikan dalam penjelasan teknis statistik. Berikut ini diuraikan data PDB dengan berbagai turunannya. 1. Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-Semester I 2010 Ekonomi Indonesia selama tahun mengalami pertumbuhan masing-masing sebesar 5,5 persen (2006), 6,3 persen (2007), 6,0 persen (2008) dan 4,5 persen (2009) dibanding tahun sebelumnya. Sementara pada semester I tahun 2010 bila dibandingkan dengan semester II tahun 2009 tumbuh sebesar 2,1 persen dan bila dibandingkan dengan semester I tahun 2009 (y-on-y) tumbuh sebesar 13 3 Secara rumus pertumbuhan ekonomi adalah: PE = PE = pertumbuhan ekonomi PDB = Produk Domestik Bruto t = tahun tertentu t-1 = tahun sebelumnya PDB t PDB t-1 x 100% ( ) PDB t-1

25 Pertumbuhan Ekonomi 5,9 persen. Angka-angka tersebut diperoleh dari penerapan rumus di atas ke dalam besaran PDB tahun serta semester I tahun 2010 atas dasar harga konstan 2000 (Tabel 3.1 dan Tabel 3.2). 14 Sektor Pengangkutan-Komunikasi selama tahun selalu mengalami pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 14,2 persen (2006), 14,0 persen (2007), 16,6 persen (2008), dan 15,5 persen (2009), di mana pada tahun 2008 dan 2009 Sektor Pengangkutan-Komunikasi tersebut sekaligus menjadi kontributor (sumber pertumbuhan) tertinggi terhadap total pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sementara pada tahun 2006 dan tahun 2007 sektor yang memberikan kontribusi tertinggi terhadap total pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah masing-masing Sektor Industri Pengolahan dan Sektor Perdagangan- Hotel-Restoran. Pada semester I tahun 2010 ternyata sumber pertumbuhan terbesar terjadi pada Sektor Perdagangan-Hotel-Restoran sebesar 1,6 persen dari total pertumbuhan yang sebesar 5,9 persen dengan laju pertumbuhan Sektor Perdagangan-Hotel-Restoran sebesar 9,5 persen (y-on-y). Sementara Sektor Pengangkutan-Komunikasi dan Sektor Industri Pengolahan hanya memberikan kontribusi pertumbuhan masing-masing sebesar 1,1 persen dan 1,0 persen dengan laju pertumbuhan masing-masing sebesar 12,4 persen dan 4,0 persen (Tabel 3.2). Tabel 3.1 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun (persen) Lapangan Usaha 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Laju Pertumbuhan Sumber Pertumbuhan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 3,4 3,5 4,8 4,1 0,5 0,5 0,7 0,6 2. Pertambangan dan Penggalian 1,7 1,9 0,7 4,4 0,2 0,2 0,1 0,4 3. Industri Pengolahan 4,6 4,7 3,7 2,1 1,3 1,3 1,0 0,6 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 5,8 10,3 10,9 13,8 0,0 0,1 0,1 0,1 5. Konstruksi 8,3 8,5 7,5 7,1 0,5 0,5 0,5 0,4 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 6,4 8,9 6,9 1,1 1,1 1,5 1,2 0,2 7. Pengangkutan dan Komunikasi 14,2 14,0 16,6 15,5 0,9 0,9 1,2 1,2 8. Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan Pada semester I tahun 2010 sumber pertumbuhan terbesar terjadi pada Sektor Perdagangan- Hotel-Restoran. 5,5 8,0 8,2 5,0 0,5 0,7 0,8 0,5 9. Jasa-jasa 6,2 6,4 6,2 6,4 0,6 0,6 0,6 0,6 PDB 5,5 6,3 6,0 4,5 5,5 6,3 6,0 4,5 PDB Tanpa Migas 6,1 6,9 6,5 4,

26 Pertumbuhan Ekonomi Tabel 3.2 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDB Menurut Lapangan Usaha Semester I Tahun 2010 (persen) Lapangan Usaha Semester I 2010 Terhadap Semester II 2009 Semester I 2010 Terhadap Semester I 2009 Sumber Pertumbuhan y-on-y (1) (2) (3) (4) 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 5,8 3,0 0,4 2. Pertambangan dan Penggalian ,4 0,3 3. Industri Pengolahan 0,2 4,0 1,0 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,6 6,4 0,0 5. Konstruksi -0,1 7,1 0,5 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2,4 9,5 1,6 7. Pengangkutan dan Komunikasi 4,6 12,4 1,1 8. Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 3,5 5,7 0,6 9. Jasa-jasa 2,7 4,9 0,5 Semester I tahun 2010 PDB atas dasar harga konstan sebesar Rp1.131,8 triliun. PDB 2,1 5,9 5,9 PDB Tanpa Migas 2,4 6,4 - PDB atas dasar harga konstan tahun 2000 pada tahun 2006 mencapai Rp1.847,1 triliun dan pada tahun 2009 meningkat menjadi sebesar Rp2.177,0 triliun. Sementara pada semester I tahun 2010 PDB atas dasar harga konstan sebesar Rp1.131,8 triliun. Berdasarkan harga berlaku, tahun 2006 sebesar Rp3.339,2 triliun dan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya hingga mencapai Rp5.613,4 triliun pada tahun 2009 sementara pada semester I tahun 2010 nilainya sebesar Rp3.068,6 triliun (Tabel 3.3). 15

27 Pertumbuhan Ekonomi Tabel 3.3 PDB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-Semester I 2010 (triliun rupiah) Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan Smt I Smt I 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 433,2 541,6 716,1 858,3 488,6 262,4 271,5 284,6 296,4 154, Pertambangan dan Penggalian 366,5 440,6 540,6 591,5 338,8 168,0 171,3 172,4 180,0 90,7 3. Industri Pengolahan 919, , , ,9 773,0 514,1 538,1 557,8 569,5 290,7 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 30,4 34,7 40,9 46,8 24,2 12,3 13,5 15,0 17,1 8,8 5. Konstruksi 251,1 305,0 419,6 555,0 310,3 112,2 121,8 131,0 140,2 72,5 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 501,5 592,3 691,5 750,6 423,6 312,5 340,4 363,8 367,9 194,7 231,5 264,3 312,2 352,4 191,2 124,8 142,3 165,9 191,7 103,9 269,1 305,2 368,1 404,1 217,7 170,1 183,7 198,8 208,8 109,2 9. Jasa-jasa 336,3 398,2 481,7 573,8 301,2 170,7 181,7 193,0 205,4 106,6 PDB 3 339, , , , , , , , , ,8 PDB Tanpa Migas 2 967, , , , , , , , , ,7 2. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun Semester I 2010 Distribusi PDB menurut sektor atau lapangan usaha atas dasar harga berlaku menunjukkan peran sektor-sektor ekonomi pada tahun tersebut. Tiga sektor utama: Sektor Pertanian, Industri Pengolahan, dan Perdagangan-Hotel-Restoran mempunyai peran lebih dari separuh dari total perekonomian yaitu sebesar 55,5 persen (2006), 55,7 persen (2007), 56,4 persen (2008) dan 55,1 persen (2009) serta 54,9 persen pada semester I tahun Pada tahun 2009 Sektor Industri Pengolahan memberi kontribusi terhadap total perekonomian sebesar 26,4 persen, Sektor Pertanian 15,3 persen, dan Sektor Perdagangan- Hotel-Restoran 13,4 persen; demikian pula pada semester I tahun 2010 urutan komposisinya tetap yaitu Sektor Industri Pengolahan sebesar 25,2 persen, Sektor Pertanian 15,9 persen, dan Sektor Perdagangan- Hotel-Restoran 13,8 persen (Tabel 3.4). Sektor Pertanian, Industri Pengolahan, dan Perdagangan- Hotel-Restoran mempunyai peran lebih dari separuh dari total perekonomian.

28 Pertumbuhan Ekonomi Tabel 3.4 Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-Semester I 2010 (persen) Lapangan Usaha Smt I 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 13,0 13,7 14,5 15,3 15,9 2. Pertambangan dan Penggalian 11,0 11,2 10,9 10,5 11,1 3. Industri Pengolahan 27,5 27,0 27,9 26,4 25,2 4. Listrik Gas, dan Air Bersih 0,9 0,9 0,8 0,8 0,8 5. Konstruksi 7,5 7,7 8,5 9,9 10,1 6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 15,0 15,0 14,0 13,4 13,8 7. Pengangkutan dan Komunikasi 6,9 6,7 6,3 6,3 6,2 8. Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 8,1 7,7 7,4 7,2 7,1 9. Jasa-jasa 10,1 10,1 9,7 10,2 9,8 Pertumbuhan ekonomi Indonesia, dari sisi pengeluaran, pada tahun 2006 hingga semester I tahun 2010 selalu menunjukkan pertumbuhan positif. PDB 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 PDB Tanpa Migas 88,9 89,5 89,4 91,7 91,9 3. Pertumbuhan PDB Menurut Penggunaan Tahun Semester I 2010 Pertumbuhan ekonomi Indonesia, dari sisi pengeluaran, pada tahun 2006 hingga semester I tahun 2010 selalu menunjukkan pertumbuhan positif kecuali ekspor dan impor barang dan jasa yang mengalami pertumbuhan yang negatif pada tahun 2009 dan konsumsi pemerintah mengalami pertumbuhan negatif pada semester I tahun Pada tahun 2009, konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 4,9 persen, konsumsi pemerintah sebesar 15,7 persen, pembentukan modal tetap bruto sebesar 3,3 persen. Namun, ekspor dan impor barang dan jasa masing masing mengalami kontraksi sebesar minus 9,7 persen dan minus 15,0 persen (Tabel 3.5). 17

29 Pertumbuhan Ekonomi Tabel 3.5 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDB Menurut Penggunaan Tahun (persen) 18 Jenis Penggunaan Laju Pertumbuhan Sumber Pertumbuhan (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1. Konsumsi Rumah Tangga 3,2 5,0 5,3 4,9 1,9 2,9 3,1 2,8 2. Konsumsi Pemerintah 9,6 3,9 10,4 15,7 0,7 0,3 0,8 1,3 3. Pembentukan Modal Tetap Bruto 2,6 9,3 11,9 3,3 0,6 2,0 2,7 0,8 3. Ekspor 9,4 8,5 9,5-9,7 4,3 4,0 4,6-4,8 4. Dikurangi: Impor 8,6 9,1 10,0-15,0 3,1 3,4 3,9-6,0 PDB 5,5 6,3 6,0 4,5 5,5 6,3 6,0 4,5 Pertumbuhan ekonomi sampai dengan semester I tahun 2010 juga menunjukkan peningkatan. Pertumbuhan ekonomi semester I tahun 2010 terhadap semester I tahun 2009 (y-on-y) meningkat sebesar 5,9 persen. Peningkatan tertinggi terjadi pada komponen impor, ekspor dan pembentukan modal masing-masing sebesar 20,1 persen, 17,2 persen, dan 7,9 persen. Sumber pertumbuhan terbesar semester I tahun 2010 dibandingkan dengan semester I 2009 berasal komponen ekspor barang dan jasa sebesar 6,9 persen (Tabel 3.6). Tabel 3.6 Laju dan Sumber Pertumbuhan PDB Menurut Penggunaan Semester I Tahun 2010 (persen) Jenis Penggunaan Semester I 2010 Terhadap Semester II 2009 Semester I 2010 Terhadap Semester I 2009 Sumber Pertumbuhan y-on-y (1) (2) (3) (4) Sumber pertumbuhan terbesar semester I tahun 2010 dibandingkan dengan semester I 2009 berasal komponen ekspor barang dan jasa 1. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 2,0 4,4 2,6 2. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah -29,1-8,9-0,7 3. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) -0,3 7,9 1,8 4. Ekspor Barang dan Jasa 0,5 17,2 6,9 5. Dikurangi Impor Barang dan Jasa 2,6 20,1 6,1 PDB 2,1 5,9 5,9

30 Pertumbuhan Ekonomi Komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga atas dasar harga berlaku terus meningkat dari tahun ke tahun Komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga atas dasar harga berlaku terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 sebesar Rp2.092,7 triliun meningkat menjadi Rp3.290,8 triliun (2009). Demikian pula atas dasar harga konstan, pengeluaran konsumsi rumah tangga meningkat dari Rp1.076,9 triliun (2006) menjadi sebesar Rp1.249,1 triliun (2009). Sementara besaran nilai pengeluaran konsumsi rumah tangga pada semester I tahun 2010 atas dasar harga berlaku sebesar Rp1.756,7 triliun dan atas dasar harga konstan sebesar Rp644,4 triliun (Tabel 3.7). Tabel 3.7 PDB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 Menurut Penggunaan Tahun 2006-Semester I 2010 (triliun rupiah) Jenis Penggunaan Atas Dasar Harga Berlaku Atas Dasar Harga Konstan Smt I (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) 1. Konsumsi Rumah Tangga 2 092, , , , , , , , ,1 644,4 2. Konsumsi Pemerintah 288,1 329,8 416,9 539,8 234,3 147,6 153,3 169,3 195,9 78,1 3. Pembentukan Modal Tetap Bruto Smt I ,8 985, , ,7 964,9 403,7 441,4 493,7 510,1 264,4 4. a. Perubahan Inventori 42,4-1,1 5,8-5,5 18,8 29,0-0,2 2,2-0,5 8,1 b. Diskrepansi Statistik -70,4-33,6 105,9-112,4 42,9 16,2 54,2 27,0-1,1 24,5 6. Ekspor 1 036, , , ,2 736,2 868,3 942, ,2 932,2 504,4 7. Dikurangi: Impor 855, , , ,2 685,2 694,6 757,6 833,3 708,7 392,1 PDB 3 339, , , , , , , , , , Struktur PDB Menurut Penggunaan Tahun Semester I 2010 Dilihat dari distribusi PDB penggunaan, konsumsi rumah tangga masih merupakan penyumbang terbesar dalam penggunaan PDB Indonesia; yaitu sebesar 62,7 persen (2006), 63,5 persen (2007), 60,6 persen (2008) dan 58,6 persen (2009) serta 57,3 persen pada semester I tahun Komponen penggunaan lainnya yang cukup berperan yaitu pembentukan modal tetap bruto. Pada tahun 2006 peranan pembentukan tetap bruto sebesar 24,1 persen dan meningkat lebih tinggi menjadi 31,1 persen pada tahun 2009 dan 31,4 persen pada semester I tahun 2010 (Tabel 3.8).

31 Pertumbuhan Ekonomi Tabel 3.8 Struktur PDB Menurut Penggunaan Tahun 2006-Semester I 2010 (persen) Jenis Penggunaan Smt I 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. Konsumsi Rumah Tangga 62,7 63,5 60,6 58,6 57,3 2. Konsumsi Pemerintah 8,6 8,4 8,4 9,6 7,6 3. Pembentukan Modal Tetap Bruto 24,1 25,0 27,7 31,1 31,4 4.a. Perubahan Inventori 1,3 0,0 0,1-0,1 0,6 20 b. Diskrepansi Statistik -2,1-0,9 2,1-2,0 1,4 5. Ekspor Barang dan Jasa 31,0 29,4 29,8 24,1 24,0 6. Dikurangi: Impor Barang dan Jasa 25,6 25,4 28,7 21,3 22,3 PDB 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 5. PDB dan Produk Nasional Bruto (PNB) Per Kapita Tahun PDB/PNB per kapita adalah PDB/PNB (atas dasar harga berlaku) dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Selama tahun PDB per kapita terus mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2006 sebesar Rp15,0 juta (US$1.662,5), tahun 2007 sebesar Rp17,5 juta (US$1.938,2), tahun 2008 sebesar Rp21,7 juta (US$2.269,9), dan tahun 2009 sebesar Rp24,3 juta (US$2.590,1). Demikian juga, PNB per kapita juga terus meningkat selama tahun PNB per kapita pada tahun 2006 sebesar Rp14,4 juta (US$1.591,7) meningkat menjadi Rp23,4 juta (US$2.499,5) pada tahun 2009 (Tabel 3.9). Tabel 3.9 PDB dan PNB Per Kapita Indonesia Tahun Selama tahun PDB per kapita terus mengalami peningkatan. Uraian PDB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku (1) (2) (3) (4) (5) Nilai (juta rupiah) 15,0 17,5 21,7 24,3 Nilai (US$) 1 662, , , ,1 PNB Per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku Nilai (juta rupiah) 14,4 16,8 20,9 23,4 Nilai (US$) 1 591, , , ,5

32 Statistik Ekspor-Impor Barang 21

33

34 Statistik Ekspor-Impor Barang STATISTIK EKSPOR-IMPOR BARANG Pencatatan sejak Januari 2008 menggunakan sistem perdagangan umum (general trade). BPS secara periodik menyajikan data statistik ekspor-impor barang (tradable goods). Data tersebut disusun dengan memanfaatkan dokumen pemberitahuan ekspor/impor barang yang diperoleh dari Kantor Pengawasan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC). Data ini termasuk kategori data yang mempunyai tenggang waktu (time lag) cukup singkat antara pengumpulan dan diseminasinya, yaitu hanya 2 (dua) bulan. Pencatatan sejak Januari 2008 menggunakan sistem perdagangan umum (general trade) karena barang yang masuk Kawasan Berikat dicatat sebagai impor. Data ekspor-impor disajikan untuk memberikan informasi mengenai kinerja perdagangan luar negeri Indonesia. Data yang disajikan mencakup volume maupun nilai, termasuk data yang dirinci menurut komoditi (jenis barang dan kelompok barang), negara tujuan/ asal negara, dan pelabuhan muat/bongkar barang. Bagi pemerintah, statistik ekspor-impor berguna dalam merumuskan kebijakan dan memantau kinerja perekonomian. Di samping itu, statistik tersebut dipakai pula dalam penyusunan Produk Domestik Bruto (PDB) dan Neraca Pembayaran (Balance of Payment/ BOP). Bagi swasta dan akademisi, statistik tersebut dapat dipakai untuk berbagai analisis dalam penelitian ekonomi dan sosial. Pencatatan data ekspor-impor dilakukan oleh BPS sesuai rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), United Nations Statistical Division (UNSD). Berdasarkan rekomendasi tersebut, BPS mengambil wilayah pabean (the custom frontier) sebagai wilayah statistik. Wilayah pabean ini dipilih karena sumber datanya berupa dokumen ekspor-impor yang harus melalui penyelesaian pabean (customs declaration). Metode pengumpulan data tersebut juga dilakukan oleh negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Australia, dan negara-negara ASEAN. 23 Sesuai dengan kepentingan dalam spektrum pengguna, data tersebut disajikan dalam berbagai bentuk: a. Ekspor-Impor menurut komoditi yang dikodifikasi dengan Harmonized System (HS) dengan digitasi dari 1, 2, sampai dengan 10 dijit. Selain kodifikasi tersebut, digunakan juga The Standard International Trade Classification (SITC) dengan digitasi dari 1, 2, dan 3 digit, International Standard Industrial Classification (ISIC) serta data impor menurut penggunaan barang (BEC, Broad Economic Categories).

35 Statistik Ekspor-Impor Barang b. Ekspor-Impor menurut negara tujuan/asal. c. Ekspor-Impor menurut pelabuhan muat/bongkar. d. Ekspor-Impor menurut komoditi dan negara tujuan/asal. e. Ekspor-Impor menurut komoditi dan pelabuhan muat/bongkar. f. Ekspor-Impor menurut provinsi dan komoditi. Nilai ekspor secara total untuk periode Januari hingga Juni 2010 sebesar US$72.522,0 juta. 24 Menurut status penyajian, data ekspor-impor bulanan dikategorikan menjadi dua: a. Angka sementara dirilis sekitar satu bulan setelah akhir bulan pencatatan dan diterbitkan setiap bulan. Contoh: data bulan Juli akan dirilis pada bulan September pada tahun yang sama. b. Angka tetap disajikan dua bulan setelah akhir bulan pencatatan. Contoh: data bulan Juli akan dirilis pada bulan Oktober pada tahun yang sama. Sedangkan data ekspor-impor tahunan dapat diperoleh dalam waktu tiga bulan setelah akhir tahun pencatatan. Angka ekspor tahun 2008 dapat diperoleh pada bulan Maret Di bawah ini disajikan data statistik ekspor-impor pokok yang merupakan salah satu data strategis yang dirilis oleh BPS. Uraian Tabel 4.1.a Perkembangan Ekspor Indonesia, Semester I 2010 *) Nilai FOB ( Juta US$) % Perubahan % Peran thd Total Ekspor Mei 2010 Juni 2010 Semester I Semester I Juni 2010 thd Semester I Semester I Mei thd (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Total Ekspor , , , ,0-2,87 44,83 100,00 Migas 2 369, , , ,1-19,74 83,49 18,15 Minyak Mentah 783,7 752, , ,0-4,02 39,26 6,28 Hasil Minyak 481,9 234,1 870, ,5-51,42 143,01 2,92 Gas 1 103,6 915, , ,6-17,07 114,14 8,95 Nonmigas , , , ,9 1,02 38,37 81,85 Keterangan: *) Angka Sementara Pada Juni 2010 terjadi penurunan nilai ekspor bila dibandingkan Mei 2010 sebesar 2,87 persen (Tabel 4.1.a). Penurunan nilai ekspor tersebut terjadi karena turunnya ekspor barang-barang migas sebesar 19,74 persen, sedangkan nilai nonmigas Juni 2010 meningkat 1,02 persen. Nilai ekspor secara total untuk periode Januari hingga Juni 2010 sebesar US$72.522,0 juta yang terdiri dari ekspor migas US$13.164,1 juta dan ekspor nonmigas US$59.357,9 juta. Jika dibandingkan dengan

36 Statistik Ekspor-Impor Barang periode Januari-Juni tahun 2009 maka terjadi peningkatan sebesar 44,83 persen untuk ekspor total. Ekspor migas secara kumulatif (Januari-Juni 2010) naik 83,49 persen, sementara ekspor nonmigas naik 38,37 persen. Tabel 4.1.b Perkembangan Impor Indonesia, Semester I 2010 *) Uraian Mei 2010 Juni 2010 Nilai CIF ( Juta US$) Semester I 2009 Semester I 2010 Juni 2010 *) thd Mei 2010 % Perubahan Semester I 2010 *) thd Semester I 2009 % Peran thd Total Impor Semester I 2010 *) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Total Impor 9 980, , , ,6 17,36 51,99 100,00 Migas 1 976, , , ,5 20,89 77,10 20,87 Minyak Mentah 686,3 681, , ,4-0,76 48,84 6,72 Hasil Minyak 1 259, , , ,4 30,20 99,72 13,60 Gas 31,3 69,2 291,0 348,7 121,09 19,83 0,55 Nonmigas 8 003, , , ,1 16,49 46,52 79,13 Keterangan: *) Angka Sementara Nilai impor Indonesia selama Juni 2010 mengalami kenaikan 17,36 persen. Dari Tabel 4.1.b dapat dikemukakan bahwa nilai impor Indonesia selama Juni 2010 mengalami kenaikan 17,36 persen dibanding impor Mei 2010, yaitu dari US$9.980,4 juta menjadi US$11.713,2 juta. Kenaikan tersebut disebabkan oleh kenaikan impor nonmigas sebesar US$1.319,9 juta (16,49 persen). Demikian juga dengan impor migas meningkat sebesar US$412,9 juta atau 20,89 persen. Lebih lanjut peningkatan impor migas disebabkan oleh meningkatnya impor hasil minyak dan gas masing-masing sebesar US$380,2 juta (30,20 persen) dan US$37,9 juta (121,09 persen). Sementara itu, impor minyak mentah mengalami penurunan tipis sebesar US$5,2 juta (0,76 persen). 25 Secara runtun, nilai ekspor-impor migas dan nonmigas dari Juni 2009 sampai dengan Juni 2010 ditampilkan berturut-turut pada Tabel 4.2.a dan Tabel 4.2.b. Data sampai dengan Mei 2010 merupakan angka tetap, sedangkan untuk bulan Juni 2010 masih merupakan angka sementara.

37 Statistik Ekspor-Impor Barang Tabel 4.2.a Perkembangan Nilai Ekspor Juni 2009 Juni 2010 *) Bulan Nilai CIF (juta US$) Persentase Perubahan Terhadap Periode Sebelumnya Migas Nonmigas Total Migas Nonmigas Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Juni 1 441, , ,5-7,59 6,78 3,85 Juli 1 836, , ,3 27,40 5,43 9,42 Agustus 1 519, , ,3-17,25 19,59 11,79 September 2 371, , ,6 56,02-24,94-12,27 Oktober 1 916, , ,1-19,19 22,27 10,73 November 1 830, , ,7-4,45-7,05-6,53 Desember 2 095, , ,9 14,45 17,48 16,85 Jan-Des , , , Bulan Nilai FOB (juta US$) Persentase Perubahan Terhadap Periode Sebelumnya Migas Nonmigas Total Migas Nonmigas Total (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) Juni 1 452, , ,5 27,75-1,77 1,88 Juli 1 488, , ,1 2,53 3,35 3,23 Agustus 1 653, , ,8 11,06 8,48 8,88 September 1 749, , ,6 5,81-8,97-6,65 Oktober 2 111, , ,7 20,68 25,19 24,38 November 2 337, , ,4 10,70-16,71-11,99 Desember 2 502, , ,1 7,08 28,53 23,88 Jan-Des , , ,0-34,70-9,64-14, Januari 2 344, , ,9-6,31-14,70-13,13 Februari 2 175, , ,5-7,23-2,81-3,70 Maret 2 168, , ,4-0,31 17,96 14,40 April 2 204, , ,2 1,66-7,31-5,79 Mei 2 369, , ,6 7,47 4,65 5,16 Juni *) 1 901, , ,5-19,74 1,02-2,87 Tabel 4.2.b Perkembangan Nilai Impor Juni 2009 Juni 2010 *) Januari 1 936, , ,5-7,57-7,93-7,86 Februari 2 045, , ,1 5,61-1,34 0,08 Maret 2 252, , ,6 10,10 17,01 15,52 April 2 523, , ,8 12,03-0,09 2,40 Mei 1 976, , ,4-21,66-8,14-11,17 Juni *) 2 389, , ,2 20,89 16,49 17,36 Keterangan: *) Angka Sementara

38 Statistik Ekspor-Impor Barang Tabel 4.3.a Ekspor Nonmigas Sepuluh Golongan Barang Utama HS 2 Dijit Semester I 2010 *) Golongan Barang (HS) Mei 2010 Juni 2010 Nilai FOB (juta US$) Semester I 2009 Semester I 2010 Perubahan Juni 2010 thd Mei 2010 (juta US$) % Peran thd Total Nonmigas Semester I 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Bahan bakar mineral (27) 1 492, , , ,8 16,1 15,51 2. Lemak & minyak hewan/nabati (15) 1 040, , , ,0 26,9 9,62 3. Mesin/peralatan listrik (85) 834,3 844, , ,2 9,7 8,13 4. Karet dan barang dari karet (40) 798,9 791, , ,0-7,2 7,31 5. Bijih, kerak, dan abu logam (26) 698,9 462, , ,3-236,6 6,18 6. Mesin-mesin/pesawat mekanik (84) 372,8 494, , ,8 122,1 4,01 7. Kertas/karton (48) 358,5 346, , ,7-12,4 3,40 8. Pakaian jadi bukan rajutan (62) 268,0 312, , ,1 44,7 2,88 9. Perabot, penerangan rumah (94) 155,1 154,6 865, ,4-0,5 1, Serat stapel buatan (55) 171,0 169,9 675,5 990,0-1,1 1,67 Total 10 Golongan Barang 6 190, , , ,3-38,3 60,59 Lainnya 4 096, , , ,6 142,9 39,41 Total Ekspor Nonmigas , , , ,9 104,6 100,00 Keterangan: *) Angka Sementara Peningkatan terbesar ekspor nonmigas Juni 2010 terhadap Mei 2010 terjadi pada mesin-mesin/pesawat mekanik (HS 84) sebesar US$122,1 juta sedangkan penurunan terbesar pada bijih, kerak, dan abu logam (HS 26) sebesar US$236,6 juta. Selama Januari-Juni 2010, ekspor dari 10 golongan barang (HS 2 dijit) memberikan kontribusi 60,59 persen terhadap total ekspor nonmigas. Dari sisi pertumbuhan, ekspor 10 golongan barang tersebut meningkat 43,56 persen terhadap periode yang sama tahun Sementara itu, peranan ekspor nonmigas di luar 10 golongan barang pada Januari-Juni 2010 sebesar 39,41 persen. Secara rinci, nilai ekspor sepuluh golongan barang utama dapat dilihat pada Tabel 4.3.a. 27

39 Statistik Ekspor-Impor Barang Tabel 4.3.b Impor Nonmigas Sepuluh Golongan Barang Utama HS 2 Dijit Semester I 2010 *) 28 Golongan Barang (HS) Mei 2010 Juni 2010 Nilai CIF (juta US$) Semester I 2009 Semester I 2010 *) Dari sepuluh golongan barang utama impor nonmigas Indonesia, seluruhnya mengalami peningkatan pada Juni 2010 dibanding Mei Hanya satu golongan barang meningkat di atas US$200,0 juta yaitu mesin/peralatan mekanik yang meningkat sebesar US$273,6 juta (19,23 persen). Sementara itu, empat golongan barang mengalami peningkatan antara US$100,0 juta sampai dengan US$200,0 juta. Keempat golongan barang tersebut, yaitu mesin dan peralatan listrik meningkat sebesar US$164,4 juta (14,40 persen), besi dan baja sebesar US$135,5 juta (27,40 persen), kendaraan bermotor dan bagiannya sebesar US$127,8 juta (31,72 persen), dan pesawat udara dan bagiannya sebesar US$103,2 juta (89,58 persen). Sedangkan lima golongan barang sisanya meningkat dibawah US$100,0 juta, yaitu kapal, perahu dan struktur terapung sebesar US$88,2 juta (118,23 persen), barang dari besi dan baja sebesar US$80,4 juta (34,18 persen), plastik dan barang dari plastik sebesar US$42,8 juta (11,22 persen), bahan kimia organik sebesar US$32,2 juta (7,51 persen), dan kapas sebesar US$8,8 juta (4,78 persen) dapat dilihat pada Tabel 4.3.b. Perubahan Juni 2010 *) thd Mei 2010 (juta US$) % Peran thd Total Nonmigas Semester I 2010 *) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 1. Mesin/peralatan mekanik (84) 1 422, , , ,1 273,6 18,43 2. Mesin dan peralatan listrik (85) 1 141, , , ,8 164,4 14,01 3. Besi dan baja (72) 494,6 630, , ,6 135,5 6,04 4. Bahan kimia organik(29) 429,0 461, , ,3 32,2 5,30 5. Kendaraan bermotor dan bagiannya (87) 402,9 530, , ,4 127,8 5,28 6. Plastik dan barang dari plastik (39) 381,3 424, , ,6 42,8 4,45 7. Barang dari besi dan baja (73) 235,2 315, , ,1 80,4 3,34 8. Pesawat udara dan bagiannya (88) 115,2 218, , ,9 103,2 2,78 9. Kapal, perahu dan struktur terapung (89) 74,6 162,8 632, ,6 88,2 2, Kapas (52) 184,0 192,8 695,2 998,8 8,8 2,01 Total 10 Golongan Barang 4 881, , , , ,9 63,75 Lainnya 3 122, , , ,9 263,0 36,25 Total Impor Nonmigas 8 003, , , , ,9 100,00 Dari sepuluh golongan barang utama impor nonmigas Indonesia, seluruhnya mengalami peningkatan pada Juni 2010 dibanding Mei 2010.

40 Statistik Ekspor-Impor Barang Tabel 4.4.a Ekspor Nonmigas Indonesia Menurut Negara Tujuan Barang Utama Semester I 2010 *) Negara Asal Keterangan: *) Angka Sementara Mei 2010 Juni 2010 Nilai FOB (Juta US$) Semester I 2009 Semester I 2010 Perubahan Juni 2010 thd Mei 2010 (Juta US$) % Peran thd Total Nonmigas Semester I 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) ASEAN 2 101, , , ,8 286,5 21,48 1. Singapura 726,9 822, , ,8 95,8 7,82 2. Malaysia 584,6 613, , ,8 28,4 5,92 3. Thailand 312,4 477, , ,6 165,4 3,32 ASEAN Lainnya 477,5 474, , ,6-3,1 4,42 UNI EROPA 1 322, , , ,5-85,1 12,86 4. Jerman 282,0 232,8 988, ,2-49,2 2,34 5. Perancis 97,7 93,5 409,6 602,6-4,2 1,02 6. Inggris 130,9 140,1 682,9 839,2 9,2 1,41 Uni Eropa Lainnya 812,2 771, , ,5-40,9 8,09 NEGARA UTAMA LAINNYA 4 487, , , ,3-144,0 43,49 7. Cina 1 015, , , ,1-0,3 10,19 8. Jepang 1 406, , , ,2-105,9 12,87 9. Amerika Serikat 1 054, , , ,7 82,9 10, Australia 155,7 188,8 803,0 991,3 33,1 1,67 11.Korea Selatan 576,2 465, , ,1-111,1 5, Taiwan 279,0 236, , ,9-42,7 2,62 Total 12 Negara Tujuan 6 622, , , ,5 101,4 65,32 Lainnya 3 665, , , ,4 3,2 34,68 Total Ekspor Nonmigas , , , ,9 104,6 100,00 Ekspor nonmigas Indonesia pada Juni 2010 ke Jepang, Amerika Serikat dan Cina masing-masing mencapai US$1.300,9 juta, US$1.137,7 juta, dan US$1.015,0 juta, dengan peranan ketiganya mencapai 33,23 persen. 29 Peningkatan ekspor nonmigas Juni 2010 jika dibandingkan dengan Mei 2010 terjadi ke beberapa negara tujuan utama yaitu Thailand sebesar US$165,4 juta; Singapura sebesar US$95,8 juta; Amerika Serikat sebesar US$82,9 juta; Australia sebesar US$33,1 juta; Malaysia sebesar US$28,4 juta; dan Inggris sebesar US$9,2 juta. Sebaliknya ekspor ke Korea Selatan mengalami penurunan sebesar US$111,1 juta; Jepang sebesar US$105,9 juta; Jerman sebesar US$49,2 juta; Taiwan sebesar US$42,7 juta; Perancis sebesar US$4,2 juta; dan Cina sebesar US$0,3 juta. Sementara ekspor ke Uni Eropa (27 negara) pada Juni 2010 mencapai US$1.237,7 juta. Secara keseluruhan, total ekspor ke dua belas negara tujuan utama di atas naik 1,53 persen.

41 Statistik Ekspor-Impor Barang 30 Selama periode Januari-Juni 2010, Jepang masih merupakan negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai US$7.640,2 juta (12,87 persen), diikuti Amerika Serikat dengan nilai US$6.245,7 juta (10,52 persen), dan Cina dengan nilai US$6.048,1 juta (10,19 persen). Dari total nilai impor nonmigas Indonesia Juni 2009 yang sebesar US$6.511,9 juta, sebesar US$1.455,7 juta (22,35 persen) berasal dari ASEAN, dan sebesar US$737,9 juta (11,33 persen) dari Uni Eropa. Berdasarkan negara asal barang utama, impor nonmigas dari Cina merupakan yang terbesar yaitu sebesar US$1.037,1 juta atau 15,93 persen dari keseluruhan impor nonmigas Indonesia, diikuti Jepang sebesar US$836,5 juta (12,85 persen), Singapura US$719,8 juta (11,05 persen), Amerika Serikat sebesar US$519,2 juta (7,97 persen), Thailand sebesar US$393,1 juta (6,04 persen), Australia sebesar US$355,5 juta (5,46 persen), Korea Selatan US$323,0 juta (4,96 persen), Malaysia sebesar US$258,3 juta (3,97 persen), Jerman US$229,2 juta (3,52 persen), Taiwan sebesar US$163,8 juta (2,52 persen). Selanjutnya impor nonmigas dari Perancis sebesar US$138,4 juta (2,13 persen) dan Inggris sebesar US$55,7 juta (0,86 persen). Secara keseluruhan, keduabelas negara utama di atas memberikan peran sebesar 77,24 persen dari total impor nonmigas Indonesia (Tabel 4.4.a). Total nilai impor nonmigas Indonesia Juni 2010 sebesar US$9.323,7 juta atau meningkat US$1.319,9 juta (16,49 persen) dibanding Mei Dari nilai tersebut, sebesar US$2.090,9 juta (22,43 persen) berasal dari ASEAN dan US$882,3 juta (9,46 persen) dari Uni Eropa. Berdasarkan negara asal barang utama, impor nonmigas dari Cina merupakan yang terbesar, yaitu sebesar US$1.861,1 juta atau 19,96 persen dari keseluruhan impor nonmigas Indonesia, diikuti Jepang sebesar US$1.527,6 juta (16,38 persen), Singapura US$848,7 juta (9,10 persen), Thailand sebesar US$668,8 juta (7,17 persen), Amerika Serikat sebesar US$632,7 juta (6,79 persen), Korea Selatan US$460,5 juta (4,94 persen), Malaysia sebesar US$409,8 juta (4,40 persen), Australia sebesar US$306,6 juta (3,29 persen), Jerman sebesar US$277,3 juta (2,97 persen), dan Taiwan US$260,3 juta (2,79 persen). Selanjutnya impor nonmigas dari Inggris sebesar US$131,8 juta (1,41 persen) dan Perancis sebesar US$69,1 juta (0,74 persen). Secara keseluruhan, keduabelas negara utama diatas memberikan peran sebesar 79,67 persen dari total impor nonmigas Indonesia. Sementara itu, dari total nilai impor nonmigas Indonesia selama semester I 2010 sebesar US$49.767,1 juta, 79,67 persen berasal dari duabelas negara utama, yaitu Cina sebesar US$8.994,0 juta atau 18,07 persen, diikuti oleh Jepang sebesar US$7.635,8 juta (15,34 persen). Keduabelas negara utama memberikan peran sebesar 79,67 persen dari total impor nonmigas Indonesia.

42 Statistik Ekspor-Impor Barang Dilihat dari perkembangannya terhadap semester I 2009, impor dari dua belas negara utama meningkat 47,82 persen. Berikutnya Singapura berperan 9,77 persen, Amerika Serikat 8,46 persen, Thailand 7,35 persen, Korea Selatan 5,22 persen, Malaysia 4,38 persen, Australia 3,71 persen, Taiwan 2,75 persen, Jerman 2,71 persen, Inggris 0,98 persen, dan Perancis 0,92 persen. Impor Indonesia dari ASEAN mencapai 23,10 persen, dan dari Uni Eropa 8,83 persen. Dilihat dari perkembangannya terhadap semester I 2009, terlihat bahwa impor dari dua belas negara utama meningkat 47,82 persen. Peningkatan ini terutama disumbang oleh dua negara utama yang impornya meningkat diatas US$3,0 miliar, yaitu Jepang meningkat US$3.309,4 juta (76,49 persen) dan Cina meningkat sebesar US$3.096,9 juta (52,52 persen). (Lihat Tabel 4.4.b) Tabel 4.4.b Impor Nonmigas Indonesia Menurut Negara Asal Barang Utama Semester I 2010 *) Negara Asal Mei 2010 Juni 2010 Nilai CIF (Juta US$) Jan-Jun 2009 Jan-Jun 2010 Perubahan Juni 2010 *) thd Mei 2010 (Juta US$) % Peran thd Total Nonmigas Semester I 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) ASEAN 1 727, , , ,0 363,6 23,10 1. Singapura 658,4 848, , ,4 190,3 9,77 2. Malaysia 568,6 668, , ,3 100,2 7,35 3. Thailand 358,3 409, , ,4 51,5 4,38 ASEAN Lainnya 142,0 163,6 415,9 789,9 21,6 1,59 UNI EROPA 672,9 882, , ,8 209,4 8,83 4. Jerman 183,7 277, , ,9 93,6 2,71 5. Perancis 68,6 69,1 700,5 460,1 0,5 0,92 6. Inggris 66,3 131,8 389,3 486,9 65,5 0,98 Uni Eropa Lainnya 354,3 404, , ,9 49,8 4,23 NEGARA UTAMA LAINNYA 4 321, , , ,6 727,5 53,55 7. Jepang 1 185, , , ,8 341,8 15,34 8. Cina 1 535, , , ,0 325,8 18,07 9. Amerika Serikat 581,3 632, , ,5 51,4 8, Korea Selatan 464,8 460, , ,3-4,3 5, Australia 323,4 306, , ,6-16,8 3, Taiwan 230,7 260,3 912, ,4 29,6 2,75 Total 12 Negara Tujuan 6 225, , , , ,1 79,67 Lainnya 1 778, , , ,5 90,8 20,33 Total Impor Nonmigas 8 003, , , , ,9 100,00 31 Keterangan: *) Angka Sementara

43

44 Ketenagakerjaan 33

45

46 Ketenagakerjaan KETENAGAKERJAAN Situasi ketenagakerjaan dapat menggambarkan kondisi perekonomian, sosial, bahkan tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah dan dalam suatu/kurun waktu tertentu. Salah satu isu penting dalam ketenagakerjaan, di samping keadaan angkatan kerja (economically active population) dan struktur ketenagakerjaan, adalah isu pengangguran. Dari sisi ekonomi, pengangguran merupakan produk dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia. Ketersediaan lapangan kerja yang relatif terbatas, tidak mampu menyerap para pencari kerja yang senantiasa bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Tingginya angka pengangguran tidak hanya menimbulkan masalah-masalah di bidang ekonomi, melainkan juga menimbulkan berbagai masalah di bidang sosial, seperti kemiskinan dan kerawanan sosial. Data tentang situasi ketenagakerjaan merupakan salah satu data pokok yang dapat menggambarkan kondisi perekonomian, sosial, bahkan tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah dan dalam suatu/kurun waktu tertentu. Untuk memenuhi kebutuhan data tersebut, Badan Pusat Statistik (BPS) telah melaksanakan pengumpulan dan penyajian data kependudukan dan ketenagakerjaan melalui berbagai kegiatan sensus dan survei, antara lain: Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antarsensus (Supas), Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Sakernas merupakan survei yang dirancang khusus untuk mengumpulkan data ketenagakerjaan dengan pendekatan rumah tangga. Sakernas dilaksanakan sejak tahun 1976, namun mulai tahun 1986 dilakukan secara berkala. Sampai saat ini, Sakernas telah mengalami berbagai perubahan terutama dalam periode pencacahan, metodologi, maupun cakupan sampel wilayah rumah tangga. Tahun 1994 sampai dengan 2001 Sakernas dilaksanakan secara tahunan, yaitu pada setiap bulan Agustus, kecuali pada tahun 1995, karena data ketenagakerjaan dapat diperoleh dari Supas Tahun 2002 sampai dengan tahun 2004, selain secara tahunan, Sakernas juga dilaksanakan secara triwulanan. Mulai tahun 2005 hingga tahun 2009 Sakernas dilaksanakan secara semesteran, yaitu semester I pada bulan Februari dan semester II pada bulan Agustus. Pada tahun 2005 Sakernas semester II yang seharusnya dilaksanakan pada bulan Agustus terpaksa dilaksanakan pada bulan November karena pada bulan Agustus-Oktober 2005 BPS melaksanakan kegiatan survei yang sangat urgen berskala nasional lainnya. 35

47 Ketenagakerjaan 36 Dalam melaksanakan Sakernas, BPS merujuk pada konsep/definisi ketenagakerjaan yang direkomendasikan oleh International Labour Organization (ILO) sebagaimana tercantum dalam buku Surveys of Economically Active Population, Employment, Unemployment and Underemployment An ILO Manual on Concepts and Methods, ILO Standar internasional untuk periode referensi yang pendek adalah satu hari atau satu minggu. Periode referensi satu minggu (yang lalu) paling banyak diterapkan di negara-negara yang melaksanakan survei angkatan kerja nasional. Berdasarkan argumen teknis, ILO merekomendasikan untuk memperhatikan the one hour criterion, yaitu digunakannya konsep/ definisi satu jam dalam periode referensi tertentu untuk menentukan seseorang dikategorikan sebagai employed (bekerja). Berdasarkan hal-hal tersebut maka dalam pelaksanaan Sakernas menggunakan konsep/definisi bekerja paling sedikit 1 jam dalam seminggu yang lalu untuk mengkategorikan seseorang (currently economically active population) sebagai bekerja, tanpa melihat lapangan usaha, jabatan, maupun status pekerjaannya. 1. Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja, dan Angka Pengangguran Tenaga kerja merupakan modal bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Penduduk usia kerja pada Februari 2010 mengalami peningkatan sebesar 2,76 juta orang dibandingkan Februari 2009, yaitu dari 168,26 juta orang menjadi 171,02 juta orang. Pada Februari 2010, sekitar 67,83 persen dari seluruh penduduk usia kerja merupakan tenaga kerja aktif dalam kegiatan ekonomi dan disebut dengan angkatan kerja yang besarnya mencapai 116,00 juta orang. Jumlah ini meningkat sebanyak 2,17 juta orang (1,91 persen) dibandingkan dengan keadaan Agustus 2009, dan meningkat sebesar 2,26 juta orang (2,00 persen) dibandingkan keadaan Februari Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), mengindikasikan besarnya penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu negara atau wilayah. TPAK diukur sebagai persentase jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja. Indikator ini menunjukkan besaran relatif dari pasokan tenaga kerja (labour supply) yang tersedia untuk memproduksi barang-barang dan jasa dalam Pengangguran berkurang 666 ribu (Februari Februari 2010).

48 Ketenagakerjaan Pada Februari 2010, dari total angkatan kerja sebesar 116,00 juta orang, sekitar 92,60 persennya adalah penduduk yang bekerja. suatu perekonomian. Sejak Februari 2009 hingga Februari 2010 TPAK mengalami peningkatan sebesar 0,23 persen, yaitu dari 67,60 persen menjadi 67,83 persen. Peningkatan TPAK ini antara lain disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi nasional yang relatif membaik, sehingga memberikan pengaruh terhadap faktor-faktor produksi di Indonesia. Secara langsung naik turunnya faktor produksi ini akan memberikan dampak terhadap tinggi rendahnya faktor permintaan dan penawaran tenaga kerja. Pertumbuhan tenaga kerja yang kurang diimbangi dengan pertumbuhan lapangan kerja akan menyebabkan tingkat kesempatan kerja cenderung menurun. Dengan demikian jumlah penduduk yang bekerja tidak selalu menggambarkan jumlah kesempatan kerja yang ada. Hal ini dikarenakan sering terjadinya mismatch dalam pasar kerja. Pada Februari 2010, dari total angkatan kerja sebesar 116,00 juta orang, sekitar 92,60 persennya adalah penduduk yang bekerja. Penduduk yang bekerja pada keadaan Februari 2010 bertambah sebanyak 2,53 juta orang (2,42 persen) dibandingkan keadaan Agustus 2009 dan bertambah sebanyak 2,92 juta orang (2,80 persen) dibandingkan keadaan setahun yang lalu (Februari 2009). Isu penting yang perlu menjadi perhatian adalah isu pengangguran. Konsep penganggur yang digunakan adalah mereka yang sedang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja dan pada waktu yang bersamaan mereka tak bekerja (jobless). Pengangguran dengan konsep/definisi tersebut biasanya disebut sebagai pengangguran terbuka (open unemployment). Jumlah pengangguran pada Februari 2010 sebesar 8,59 juta orang atau mengalami penurunan sebesar 666 ribu orang (7,20 persen) dibandingkan keadaan Februari 2009 yang besarnya 9,26 juta orang. Indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok pengangguran diukur dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), di mana TPT merupakan persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Februari 2010 sebesar 7,41 persen, mengalami penurunan sebesar 0,73 persen dibandingkan TPT pada Februari 2009 yang besarnya 8,14 persen. 37

49 Ketenagakerjaan Tabel 5.1 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Kegiatan, (dalam ribuan) 38 Kegiatan Februari Agustus Februari Agustus Februari (1) (2) (3) (4) (5) (6) Penduduk , , , , ,42 (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) (100,00) Angkatan Kerja , , , , ,01 (67,33) (67,18) (67,60) (67,23) (67,83) Bekerja , , , , ,57 (91,54) ( 91,61) (91,86) (92,13) (92,60) Pengangguran Terbuka 9 427, , , , ,49 (8,46) (8,39) (8,14) (7,87) (7,40) Bukan Angkatan Kerja , , , , ,35 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%) (32,67) (32,82) (32,40) (32,77) (32,17) 67,33 67,18 67,60 67,32 67,83 Tingkat Pengangguran 8,46 8,39 8,14 7,87 7,41 Terbuka (%) Setengah Pengangguran , , , , ,94 Terpaksa , , , , ,94 Sukarela , , , , ,00 Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan persentase 2. Lapangan Pekerjaan Utama Berdasarkan lapangan pekerjaan pada Februari 2010, dari 107,41 juta orang yang bekerja, paling banyak bekerja di Sektor Pertanian yaitu 42,83 juta orang (39,88 persen), disusul Sektor Perdagangan sebesar 22,21 juta orang (20,68 persen), dan Sektor Jasa Kemasyarakatan sebesar 15,62 juta orang (14,54 persen). Selama satu tahun terakhir peningkatan jumlah penduduk yang bekerja tertinggi terjadi pada Sektor Jasa Kemasyarakatan yang mengalami peningkatan 2,01 juta orang diikuti oleh Sektor Industri dengan kenaikan 430 ribu orang. Peningkatan jumlah penduduk yang bekerja tertinggi setahun terakhir terjadi pada Sektor Jasa Kemasyarakatan sebesar 2,01 juta orang.

50 Ketenagakerjaan Tabel 5.2 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (dalam ribuan) Lapangan Pekerjaan Utama 1) Mencakup: 1. Pertambangan dan Penggalian; 2. Listrik, Gas, dan Air Bersih 3. Status Pekerjaan Utama Februari Agustus Februari Agustus Februari (1) (2) (3) (4) (5) (6) Pertanian , , , , ,81 Industri , , , , ,52 Konstruksi 4 733, , , , ,69 Perdagangan , , , , ,89 Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi 6 013, , , , ,68 Keuangan 1 440, , , , ,75 Jasa Kemasyarakatan , , , , ,11 Lainnya 1) 1 270, , , , ,13 Total , , , , ,57 Jumlah buruh/ karyawan mencapai 30,72 juta orang pada Februari Kegiatan formal dan informal secara kasar dapat didefinisikan berdasarkan status pekerjaan. Dari tujuh kategori status pekerjaan utama, pekerja formal mencakup kategori berusaha dengan dibantu buruh tetap dan kategori buruh/karyawan. Jika melihat status pekerjaan berdasarkan klasifikasi formal dan informal, maka pada Februari 2010 sekitar 31,41 persen tenaga kerja bekerja pada kegiatan formal dan 68,59 persen bekerja pada kegiatan informal. Berdasarkan Tabel 5.3 terlihat bahwa dari 107,41 juta orang yang bekerja, jumlah buruh dan karyawan di Indonesia pada Februari 2010 mencapai 30,72 juta orang (28,61 persen). Sementara jumlah penduduk yang status pekerjaan utamanya adalah berusaha pada Februari 2010 mencapai 45,40 juta orang yang terdiri atas mereka yang berusaha sendiri 20,46 juta orang, berusaha dibantu buruh tidak tetap 21,92 juta orang, dan berusaha dibantu buruh tetap 3,02 juta orang. Jumlah pekerja tidak dibayar di Indonesia pada Februari 2010 mencapai 19,68 juta orang atau 18,32 persen dari jumlah penduduk yang bekerja. 39

51 Ketenagakerjaan Tabel 5.3 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Status Pekerjaan Utama, (dalam ribuan) 40 Status Pekerjaan Utama Berusaha Sendiri Februari Agustus Februari Agustus Februari (1) (2) (3) (4) (5) (6) Berusaha dengan dibantu Buruh tidak tetap/tak dibayar Berusaha dengan Buruh Tetap/dibayar Pekerja/Buruh/Karyawan Pekerja Bebas di Pertanian Pekerja Bebas di Nonpertanian Pekerja Keluarga/Tak Dibayar T o t a l ,13 (19,68) ,78 (21,17) 2 979,41 (2,92) ,36 (27,94) 6 130,48 (6,01) 4 798,86 (4,70) ,84 (17,58) ,86 (100,00) ,57 (20,40) ,99 (21,23) 3 015,33 (2,94) ,77 (27,48) 5 991,49 (5,84) 5 292,26 (5,16) ,34 (16,94) ,75 (100,00) Keterangan: Angka dalam tanda kurung menunjukkan persentase ,30 (19,92) ,76 (20,71) 2 968,48 (2,84) ,12 (27,67) 6 346,12 (6,07) 5 151,54 (4,93) ,12 (17,86) ,44 (100,00) 4. Penduduk yang Bekerja dan Penganggur Menurut Provinsi ,01 (20,07) ,55 (20,91) 3 033,22 (2,89) ,04 (27,76) 5 878,89 (5,61) 5 670,71 (5,41) ,25 (17,35) ,67 (100,00) Selama periode Februari 2009 Februari 2010 umumnya jumlah pengangguran di berbagai provinsi mengalami penurunan. Penurunan pengangguran terbesar terjadi di Provinsi Jawa Barat sebesar 226 ribu orang, kemudian diikuti Provinsi Jawa Timur dan Sumatera Selatan dengan masing-masing penurunan sebesar 182 ribu orang dan 55 ribu orang, sedangkan provinsi dengan peningkatan pengangguran tertinggi yaitu provinsi: Nusa Tenggara Timur, Bali, dan Papua masingmasing sebesar 18 ribu, 15 ribu, dan 3 ribu orang. Sementara itu jumlah pengangguran paling banyak terdapat di Provinsi Jawa Barat sebesar 2,03 juta orang dan yang paling sedikit di Provinsi Sulawesi Barat 22 ribu orang ,74 (19,05) ,81 (20,41) 3 016,15 (2,81) ,16 (28,61) 6 324,72 (5,89) 5 284,60 (4,92) ,39 (18,32) ,57 (100,00) Penurunan pengangguran terbesar terjadi di Provinsi Jawa Barat sebesar 226 ribu orang (Februari 2009-Februari 2010)

52 Ketenagakerjaan Tabel 5.4 Penduduk yang Termasuk Angkatan Kerja, Bekerja, Pengangguran Terbuka dan Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi Februari 2009 Februari 2010 Provinsi Angkatan Kerja (juta) Bekerja (juta) Pengangguran Terbuka (ribu) Tingkat Pengangguran (%) Feb 2009 Feb 2010 Feb 2009 Feb 2010 Feb 2009 Feb 2010 Feb 2009 Feb 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) Aceh 1,86 1,93 1,69 1,77 173,62 166,28 9,31 8,60 Sumatera Utara 6,32 6,40 5,80 5,90 521,64 512,83 8,25 8,01 Sumatera Barat 2,18 2,27 2,01 2,10 172,25 172,08 7,90 7,57 Riau 2,31 2,35 2,10 2,18 206,47 169,16 8,96 7,21 Jambi 1,34 1,35 1,27 1,30 69,86 60,06 5,20 4,45 Sumatera Selatan 3,49 3,62 3,20 3,38 292,23 237,12 8,38 6,55 Bengkulu 0,87 0,88 0,82 0,84 46,05 35,68 5,31 4,06 Lampung 3,74 3,75 3,51 3,53 230,94 223,49 6,18 5,95 Bangka Belitung 0,56 0,55 0,53 0,53 26,82 23,32 4,82 4,24 Kepulauan Riau 0,67 0,70 0,62 0,65 52,24 50,73 7,81 7,21 DKI Jakarta 4,76 4,75 4,19 4,21 570,56 537,47 11,99 11,32 Jawa Barat 19,05 19,21 16,79 17, , ,55 11,85 10,57 Jawa Tengah 16,61 17,13 15,40 15, , ,90 7,28 6,86 D. I. Yogyakarta 2,05 2,07 1,93 1,94 122,97 124,38 6,00 6,02 Jawa Timur 20,31 20,62 19,12 19, , ,95 5,87 4,91 Banten 4,45 4,44 3,79 3,81 663,90 627,83 14,90 14,13 Bali 2,06 2,12 2,00 2,04 60,41 75,64 2,93 3,57 Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur 2,04 2,13 1,92 2,00 124,94 122,84 6,12 5,78 2,34 2,39 2,28 2,30 65,16 83,32 2,78 3,49 Kalimantan Barat 2,26 2,28 2,13 2,15 127,19 125,19 5,63 5,50 Kalimantan Tengah 1,08 1,10 1,03 1,06 49,01 42,73 4,53 3,88 Kalimantan Selatan 1,76 1,85 1,64 1,74 118,41 108,75 6,75 5,89 Kalimantan Timur 1,49 1,54 1,32 1,37 165,09 160,48 11,09 10,45 Sulawesi Utara 1,07 1,07 0,96 0,96 114,53 112,61 10,63 10,48 Sulawesi Tengah 1,23 1,29 1,17 1,22 63,15 62,96 5,11 4,89 Sulawesi Selatan 3,40 3,56 3,10 3,28 296,56 284,37 8,74 7,99 Sulawesi Tenggara 0,98 1,03 0,93 0,98 53,07 49,30 5,38 4,77 Gorontalo 0,46 0,48 0,44 0,46 23,43 24,48 5,06 5,05 Sulawesi Barat 0,52 0,55 0,49 0,52 25,39 22,41 4,92 4,10 Maluku 0,59 0,62 0,53 0,57 61,19 57,04 10,38 9,13 Maluku Utara 0,44 0,42 0,41 0,40 29,12 25,45 6,61 6,03 Papua Barat 0,36 0,37 0,33 0,34 27,86 28,56 7,73 7,77 Papua 1,09 1,17 1,04 1,12 45,02 47,57 4,13 4,08 Indonesia 113,74 116,00 104,49 107, , ,49 8,14 7,41 41

53 Ketenagakerjaan Pada umumnya TPT hampir di setiap provinsi untuk keadaan Februari 2010 juga mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, hanya terdapat empat provinsi yang mengalami kenaikan TPT yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur, Bali, Papua Barat, D. I Yogyakarta. TPT tertinggi pada Februari 2010 di Provinsi Banten (14,13 persen) dan terendah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (3,49 persen). 42

54 Produksi Tanaman Pangan 43

55

56 Produksi Tanaman Pangan PRODUKSI TANAMAN PANGAN Penghitungan produksi tanaman pangan secara nasional dilakukan oleh BPS bekerja sama dengan Kementerian Pertanian. Produksi padi tahun 2010 (ARAM II) diperkirakan sebesar 65,15 juta ton GKG, meningkat sebanyak 751,87 ribu ton (1,17 persen) dibandingkan tahun Data produksi tanaman pangan (padi dan palawija) merupakan salah satu indikator ketersediaan pangan nasional. Penghitungan produksi tanaman pangan secara nasional dilakukan oleh BPS bekerja sama dengan Kementerian Pertanian. Tujuan penyediaan data produksi tanaman pangan secara berkesinambungan adalah untuk menyediakan informasi yang akurat dan terkini bagi kebutuhan pemerintah dan masyarakat umum. Diharapkan data tersebut dapat digunakan untuk bahan perencanaan/perumusan kebijakan berkaitan dengan ketahanan pangan nasional, sekaligus sebagai bahan untuk melakukan evaluasi terhadap hasil-hasil pembangunan Sektor Pertanian, khususnya Subsektor Tanaman Pangan. Data pokok yang dikumpulkan untuk penghitungan produksi tanaman pangan adalah data luas panen dan produktivitas (hasil per hektar). Produksi tanaman pangan merupakan hasil perkalian antara luas panen dengan produktivitas. Penyajian data produksi tanaman pangan tahun tertentu dilakukan sebanyak lima kali dengan status angka yang berbeda, yaitu Angka Ramalan I (ARAM I), Angka Ramalan II (ARAM II), Angka Ramalan III (ARAM III), Angka Sementara (ASEM), dan Angka Tetap (ATAP). 1. Produksi Padi Produksi padi tahun 2009 sebesar 64,40 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), meningkat sebanyak 4,07 juta ton (6,75 persen) dibandingkan tahun Peningkatan produksi tersebut terjadi di Jawa sebesar 2,53 juta ton dan di luar Jawa sebesar 1,54 juta ton. Produksi padi tahun 2010 (ARAM II) diperkirakan sebesar 65,15 juta ton GKG, meningkat sebanyak 751,87 ribu ton (1,17 persen) dibandingkan tahun Kenaikan produksi padi tahun 2010 tersebut diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 269,29 ribu ton dan di luar Jawa sebesar 482,58 ribu ton. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan produktivitas sebesar 0,63 kuintal/hektar (1,26 persen), sedangkan luas panen diperkirakan mengalami penurunan seluas 12,63 ribu hektar (0,10 persen). Perkiraan kenaikan produksi padi tahun 2010 yang relatif besar terdapat di Provinsi Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Provinsi Sumatera Selatan. Sedangkan perkiraan penurunan produksi padi tahun 2010 yang relatif besar terdapat di Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Barat. 45

57 Produksi Tanaman Pangan Gambar 6.1 Perkembangan Produksi Padi, ) ,3 64,4 65,2 juta ton ,3 34,9 35,1 28,0 29,5 30,0 46 ribu ha 10 0 Pola panen padi tahun 2010 hampir sama dengan pola panen tahun 2008 dan Puncak panen padi subround Januari April tahun 2008, 2009, dan tahun 2010 terjadi pada bulan Maret (Gambar 6.2) Jawa Luar Jawa Indonesia Keterangan: 1) Tahun 2010 adalah ARAM II 2010 Gambar 6.2 Pola Panen Padi, Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des 2008 (ha) (ha) (ha)

58 Produksi Tanaman Pangan Tabel 6.1 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Menurut Subround, Uraian (ARAM II) Perkembangan Absolut (%) Absolut (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) 1 Luas Panen (ha) Januari April , ,19 Mei Agustus , ,85 September Desember , ,31 Januari Desember , ,10 2 Produktivitas (ku/ha) Januari April 48,79 49,45 50,29 0,66 1,35 0,84 1,70 Mei Agustus 49,50 50,71 51,39 1,21 2,44 0,68 1,34 September Desember 48,28 49,97 49,98 1,69 3,50 0,01 0,02 Januari Desember 48,94 49,99 50,62 1,05 2,15 0,63 1,26 3 Produksi (ton) Januari April , ,54 Mei Agustus , ,22 September Desember , ,30 Januari Desember , ,17 Keterangan: kualitas produksi padi adalah Gabah Kering Giling (GKG) 47

59 Produksi Tanaman Pangan 2. Produksi Jagung Produksi jagung tahun 2009 sebesar 17,63 juta ton pipilan kering, meningkat sebanyak 1,31 juta ton (8,04 persen) dibandingkan tahun Peningkatan produksi tersebut terjadi di Jawa sebesar 0,77 juta ton dan di luar Jawa sebesar 0,54 juta ton. Gambar 6.3 Perkembangan Produksi Jagung, ) 48 juta ton ,7 9,5 9,7 7,6 8,2 16,3 17,6 Jawa Luar Jawa Indonesia Keterangan: 1) Tahun 2010 adalah ARAM II 8, Produksi jagung tahun 2010 (ARAM II) diperkirakan sebesar 18,02 juta ton pipilan kering, meningkat sebanyak 386,79 ribu ton (2,19 persen) dibandingkan tahun Kenaikan produksi jagung tahun 2010 tersebut diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 226,19 ribu ton dan di luar Jawa sebesar 160,60 ribu ton. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan produktivitas sebesar 0,69 kuintal/ hektar (1,63 persen) dan luas panen seluas 23,43 ribu hektar (0,56 persen). Perkiraan kenaikan produksi jagung tahun 2010 yang relatif besar terdapat di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan perkiraan penurunan produksi jagung tahun 2010 yang relatif besar terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Jawa Timur. 18,0 Produksi jagung tahun 2010 (ARAM II) diperkirakan sebesar 18,02 juta ton pipilan kering, meningkat sebanyak 386,79 ribu ton (2,19 persen) dibandingkan tahun Pola panen jagung tahun 2010 hampir sama dengan pola panen tahun 2008 dan tahun Pada subround Januari April, puncak panen jagung tahun 2008, 2009, dan tahun 2010 terjadi pada bulan Februari (Gambar 6.4).

60 Produksi Tanaman Pangan Gambar 6.4 Pola Panen Jagung, ribu ha 1 Luas Panen (ha) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des 2008 (ha) (ha) (ha) Tabel 6.2 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung Menurut Subround, Uraian (ARAM II) Perkembangan Absolut (%) Absolut (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Januari April , ,35 Mei Agustus , ,16 September Desember , ,37 Januari Desember , , Produktivitas (ku/ha) Januari April 39,61 41,33 42,24 1,72 4,34 0,91 2,20 Mei Agustus 42,48 43,92 45,05 1,44 3,39 1,13 2,57 September Desember 41,49 42,92 42,32 1,43 3,45-0,60-1,40 Januari Desember 40,78 42,37 43,06 1,59 3,90 0,69 1,63 3 Produksi (ton) Januari April , ,82 Mei Agustus , ,79 September Desember , ,91 Januari Desember , ,19 Keterangan: kualitas produksi jagung adalah pipilan kering

61 Produksi Tanaman Pangan 3. Produksi Kedelai Produksi kedelai tahun 2009 sebesar 974,51 ribu ton biji kering, meningkat sebanyak 198,80 ribu ton (25,63 persen) dibandingkan tahun Peningkatan produksi tersebut terjadi di Jawa sebesar 127,84 ribu ton dan di luar Jawa sebesar 70,96 ribu ton. Gambar 6.5 Perkembangan Produksi Kedelai, ) 50 ribu ton ,0 646,8 628,6 256,7 327,7 298,8 775,7 974,5 Jawa Luar Jawa Indonesia Keterangan: 1) Tahun 2010 adalah ARAM II Produksi kedelai tahun 2010 (ARAM II) diperkirakan sebesar 927,38 ribu ton biji kering, menurun sebanyak 47,13 ribu ton (4,84 persen) dibandingkan tahun Penurunan produksi kedelai tahun 2010 tersebut diperkirakan terjadi di Jawa sebesar 18,26 ribu ton dan di luar Jawa sebesar 28,87 ribu ton. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas panen seluas 44,35 ribu hektar (6,14 persen), sedangkan produktivitas diperkirakan mengalami kenaikan sebesar 0,19 kuintal/hektar (1,41 persen). Perkiraan penurunan produksi kedelai tahun 2010 yang relatif besar terdapat di Provinsi Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Aceh, Jawa Barat, dan Provinsi Lampung. Sedangkan perkiraan kenaikan produksi kedelai tahun 2010 yang relatif besar terdapat di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan. 927,4 Produksi kedelai tahun 2010 (ARAM II) diperkirakan sebesar 927,38 ribu ton biji kering, menurun sebanyak 47,13 ribu ton (4,84 persen) dibandingkan tahun Pola panen kedelai tahun 2010 hampir sama dengan pola panen tahun 2008 dan Pada subround Januari April tahun 2008, 2009, dan tahun 2010, puncak panen terjadi pada bulan Februari (Gambar 6.6).

62 Produksi Tanaman Pangan Gambar 6.6 Pola Panen Kedelai, ribu ha 1 Luas Panen (ha) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des 2008 (ha) (ha) (ha) Tabel 6.3 Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai Menurut Subround, Uraian (ARAM II) Perkembangan Absolut (%) Absolut (%) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) Januari April , ,30 Mei Agustus , ,62 September Desember , ,89 Januari Desember , , Produktivitas (ku/ha) Januari April 13,52 13,35 13,90-0,17-1,26 0,55 4,12 Mei Agustus 12,97 13,58 13,80 0,61 4,70 0,22 1,62 September Desember 13,00 13,50 13,39 0,50 3,85-0,11-0,81 Januari Desember 13,13 13,48 13,67 0,35 2,67 0,19 1,41 3 Produksi (ton) Januari April , ,96 Mei Agustus , ,15 September Desember , ,01 Januari Desember , ,84 Keterangan: Kualitas produksi kedelai adalah biji kering

63

64 Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan 53

65

66 Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI PENGOLAHAN 1. Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang Triwulanan (q-to-q) Tahun Mengingat pentingnya peran sektor Industri pengolahan terhadap PDB Nasional, maka diperlukan indikator dini untuk mengamati perkembangan industri pengolahan. Salah satu indikator tersebut adalah pertumbuhan produksi Industri Pengolahan Besar Sedang (IBS). Pemerintah sampai saat ini terus melakukan upaya-upaya dalam peningkatan laju pertumbuhan Ekonomi Nasional. Sebagai wujud dari upaya tersebut, pemerintah terus berperan aktif sebagai fasilitator dan dinamisator dalam menciptakan iklim usaha yang makin kondusif melalui penetapan berbagai kebijakan ekonomi yang harus berdampak positif terhadap sektor riil maupun moneter. Mengingat pentingnya peran sektor Industri pengolahan terhadap PDB Nasional, maka diperlukan indikator dini untuk mengamati perkembangan industri pengolahan. Salah satu indikator tersebut adalah pertumbuhan produksi Industri Pengolahan Besar Sedang (IBS). Selama tahun Industri pengolahan besar dan sedang triwulanan (q-to-q) triwulan I 2010 turun sebesar 1,84 persen dari triwulan IV 2009, triwulan IV 2009 naik sebesar 0,96 persen dari triwulan III 2009, triwulan III 2009 naik sebesar 2,74 persen dari triwulan II 2009, triwulan II 2009 naik sebesar 2,38 persen dari triwulan I 2009, dan triwulan I 2009 turun sebesar 1,65 persen dari triwulan IV Untuk triwulan yang sama pada tahun-tahun sebelumnya mempunyai kecenderungan yang sama, yaitu mengalami penurunan di triwulan I kecuali pada triwulan I tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar 0,34 persen. Triwulan II dan triwulan III selalu mengalami kenaikan, sementara untuk triwulan IV tahun mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan III pada tahun yang sama. Tabel 7.1 Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang Triwulanan Tahun Pertumbuhan (q-to-q) Pertumbuhan (y-on-y) Tahun Tahunan Trw I Trw II Trw III Trw IV Trw I Trw II Trw III Trw IV (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) ,00 4,68 7,97-3,59-7,71-2,83-0,39 4,60-1, ,65 4,43 5,04-3,18 7,16 6,91 4,01 4,46 5, ,34 1,92 3,31-3,26 5,85 3,30 1,60 1,51 3, ,65 2,38 2,74 0,96 0,19 0,64 0,09 4,46 1, ,84 4,25

67 Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Gambar 7.1 Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang (q-to-q) Persentase ,68 7,97 4,43 I-06 II-06 III-06 IV-06 I-07 II-07 III-07 IV-07 I-08 II-08 III-08 IV-08 I-09 II-09 III-09 IV-09 I-10-1,65-1,65-1,84-4,00-3,59-3,18-3,26 2. Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang Triwulanan (y-on-y) Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang triwulan I tahun 2010 naik sebesar 4,25 persen (y-on-y) dari triwulan I tahun Pertumbuhan triwulan IV tahun 2009 naik 4,46 persen dari triwulan III tahun 2009, pertumbuhan triwulan III tahun 2009 naik 0,09 persen dari triwulan II tahun 2009, pertumbuhan triwulan II tahun 2009 naik 0,64 persen dari triwulan I tahun 2009, dan triwulan I naik sebesar 0,19 persen dari triwulan IV ,04 Tabel 7.2 Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang Bulanan Januari 2006 April ,34 Triwulan 1,92 3,31 2,38 2,74 1,48 Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang triwulan I tahun 2010 naik sebesar 4,25 persen (y-on-y) dari triwulan I tahun Bulan Tahun Jan Feb Mar April Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) ,56-1,04 1,33 0,16 3,95 3,82 2,45 0,04 4,46-11,08 6,88 2, ,54-5,60 6,94 0,10 1,43 2,34 2,12 0,26 1,93-8,30 5,81 0, ,17-2,36 0,09 1,16 1,91 0,69 2,55 0,35-1,73-1,93 0,39-1, ,94 0,17 0,61 0,98 0,83 1,11 1,73 1,28-2,57 2,87-0,48 0, ,57-1,00 0,07 0,21

68 Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Gambar 7.2 Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang (y-to-y) ,16 6,91 5,85 4,6 4,01 4,46 3,3 4,6 4,51 4,46 4,25 Persentase I-06-7,71 II-06-2,83-0,39 III-06 IV-06 I-07 II-07 III-07 IV-07 I-08 Triwulan 3. Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan Besar dan Sedang Bulanan (m-to-m) Pertumbuhan Produksi Industri Pengolahan besar sedang pada Januari tahun 2010 turun sebesar 0,57 persen (m-to-m) dari bulan Desember tahun 2009, pertumbuhan bulan Februari turun 1,00 persen dari Januari 2010, pertumbuhan bulan Maret 2010 naik sebesar 0,07 persen dari bulan Februari 2010, sedangkan pertumbuhan bulan Maret 2010 naik 0,21 persen dari bulan Februari Tabel 7.2 memperlihatkan pertumbuhan produksi industri pengolahan besar dan sedang setiap bulan dari Januari 2006 sampai dengan April II-08 III-08 IV-08 0,19 I-09 0,64 II-09 0,09 III-09 IV-09 I-10 57

69

70 Kemiskinan 59

71

72 Kemiskinan KEMISKINAN Kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusa perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antarwaktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka. Pengukuran kemiskinan yang terpercaya (reliable) dapat menjadi instrumen yang baik bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada perbaikan kondisi hidup orang miskin. Pengukuran kemiskinan yang dilakukan oleh BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Konsep ini tidak hanya digunakan oleh BPS tetapi juga oleh negara-negara lain seperti Armenia, Senegal, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Sierra Leone, dan Gambia. Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Menurut pendekatan ini, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (GK). Secara teknis GK dibangun dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM). GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan kilo kalori per kapita per hari; sedangkan GKNM merupakan kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. BPS melakukan penghitungan jumlah dan persentase penduduk miskin pertama kali pada tahun Pada saat itu, penghitungan penduduk miskin mencakup periode dengan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) modul konsumsi. Sejak itu, setiap tiga tahun sekali BPS secara rutin mengeluarkan data jumlah dan persentase penduduk miskin yang disajikan menurut daerah perkotaan dan perdesaan. Kemudian mulai tahun 2003, BPS secara rutin mengeluarkan data jumlah dan persentase penduduk miskin setiap tahun. Hal ini bisa terwujud karena sejak tahun 2003 BPS mengumpulkan data Susenas Panel Modul Konsumsi setiap bulan Februari atau Maret. Sebagai informasi tambahan, digunakan pula hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD) yang dipakai untuk memperkirakan proporsi pengeluaran masing-masing komoditi pokok nonmakanan. 61

73 Kemiskinan Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia Perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode tampak berfluktuasi dari tahun ke tahun meskipun terlihat adanya kecenderungan menurun pada periode (Tabel 8.1). Pada periode jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 13,96 juta karena krisis ekonomi, yaitu dari 34,01 juta (17,47 persen) pada tahun 1996 menjadi 47,97 juta (23,43 persen) pada tahun Pada periode terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 9,57 juta orang, yaitu dari 47,97 juta orang (23,43 persen) pada tahun 1999 menjadi 38,40 juta orang (18,20 persen) pada tahun Penurunan jumlah penduduk miskin juga terjadi pada periode sebesar 3,3 juta orang, yaitu dari 38,40 juta orang (18,20 persen) pada tahun 2002 menjadi 35,10 juta orang (15,97 persen) pada tahun Akan tetapi pada periode terjadi pertambahan jumlah penduduk miskin sebesar 4,20 juta orang, yaitu dari 35,10 juta orang pada tahun 2005 menjadi 39,30 juta orang pada tahun Akibatnya persentase penduduk miskin juga meningkat dari 15,97 persen menjadi 17,75 persen. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta orang (16,58 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada bulan Maret 2006 yang berjumlah 39,30 juta orang (17,75 persen), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,13 juta orang. Meskipun demikian, persentase penduduk miskin pada Maret 2007 masih lebih tinggi dibandingkan keadaan Februari 2005, di mana persentase penduduk miskin sebesar 15,97 persen. Tiga tahun berikutnya, jumlah penduduk miskin juga mengalami penurunan menjadi 34,96 juta orang (15,42 persen) pada Maret 2008, 32,53 juta orang (14,15 persen) pada Maret 2009, dan 31,02 juta orang (13,33 persen) pada maret Selama tiga tahun ini, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 3,94 juta orang atau sekitar 2,09 persen. Selama tiga tahun ini, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan sebesar 3,94 juta orang atau sekitar 2,09 persen.

74 Kemiskinan Tabel 8.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun Jumlah Penduduk Miskin (juta orang) Persentase Penduduk Miskin Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) ,42 24,59 34,01 13,39 19,78 17, ,60 31,90 49,50 21,92 25,72 24, ,64 32,33 47,97 19,41 26,03 23, ,30 26,40 38,70 14,60 22,38 19, ,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18, ,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18, ,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17, ,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16, ,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15, ,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17, ,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16, ,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15, ,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14, ,10 19,93 31,02 9,87 16,56 13,33 Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta orang, sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang. 2. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2009 dan Maret 2010 Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta orang (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin berkurang 1,51 juta orang. Sementara itu, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun lebih besar daripada daerah perdesaan. Selama periode Maret Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta orang, sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang (Tabel 8.2). Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah dari Maret 2009 ke Maret Pada Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu juga pada Maret 2010 yang sebesar 64,23 persen. 63 Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2009-Maret 2010 tampaknya berkaitan dengan faktorfaktor berikut:

75 Kemiskinan 64 a. Selama periode Maret 2009-Maret 2010 inflasi umum relatif rendah, yaitu sebesar 3,43 persen. b. Rata-rata upah harian buruh tani dan buruh bangunan masingmasing naik sebesar 3,27 persen dan 3,86 persen selama periode Maret 2009-Maret c. Produksi padi tahun 2010 (hasil Angka Ramalan/ARAM II) mencapai 65,15 juta ton GKG, naik sekitar 1,17 persen dari produksi padi tahun 2009 yang sebesar 64,40 juta ton GKG. d. Sebagian besar penduduk miskin (64,65 persen pada tahun 2009) bekerja di sektor pertanian. NTP (Nilai Tukar Petani) naik 2,45 persen dari 98,78 pada Maret 2009 menjadi 101,20 pada Maret e. Perekonomian Indonesia Triwulan I 2010 tumbuh sebesar 5,7 persen terhadap Triwulan I 2009, sedangkan pengeluaran konsumsi rumah tangga meningkat sebesar 3,9 persen pada periode yang sama. Tabel 8.2 Garis Kemiskinan, Jumlah, dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2009 dan Maret 2010 Daerah/Tahun Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Makanan Bukan Makanan Total Jumlah penduduk miskin (juta) Persentase penduduk miskin (1) (2) (3) (4) (5) (6) Perkotaan Maret ,91 10,72 Maret ,10 9,87 Perdesaan Maret ,62 17,35 Maret ,93 16,56 Perkotaan + Perdesaan Maret ,53 14,15 Maret ,03 13,33 Sumber: Diolah dari data Susenas Panel Maret 2009 dan Maret Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2009 Maret 2010 Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Selama Maret 2009-Maret 2010, Garis Kemiskinan naik sebesar 5,72 persen, yaitu dari Rp ,- per kapita per bulan pada Maret Selama Maret 2009-Maret 2010, Garis Kemiskinan naik 5,72 persen, dari Rp ,- menjadi Rp ,-

76 Kemiskinan 2009 menjadi Rp ,- per kapita per bulan pada Maret 2010 (Tabel 8.2). Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM), terlihat bahwa peranan komoditi makanan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2009 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 73,6 persen, dan sekitar 73,5 persen pada Maret Pada Maret 2010, komoditi makanan yang memberi sumbangan terbesar pada Garis Kemiskinan adalah beras yaitu sebesar 25,20 persen di perkotaan dan 34,11 persen di perdesaan. Rokok kretek filter memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (7,93 persen di perkotaan dan 5,90 persen di perdesaan). Komoditi lainnya adalah gula pasir (3,36 persen di perkotaan dan 4,34 persen di perdesaan), telur ayam ras (3,42 persen di perkotaan dan 2,61 di perdesaan), mie instan (2,97 persen di perkotaan dan 2,51 persen di perdesaan), tempe (2,24 persen di perkotaan dan 1,91 persen di perdesaan), bawang merah (1,36 persen di perkotaan dan 1,66 persen di perdesaan), kopi (1,23 persen di perkotaan dan 1,56 persen di perdesaan), dan tahu (2,01 persen di perkotaan dan 1,55 persen di perdesaan). Untuk komoditi nonmakanan, biaya perumahan dan listrik mempunyai peranan yang cukup besar terhadap Garis Kemiskinan. Biaya perumahan menyumbang peranan sebesar 8,43 persen di perkotaan dan 6,11 persen di perdesaan. Sedangkan, biaya listrik menyumbang andil sebesar 3,30 persen di perdesaan dan 1,87 persen di perkotaan. Selain itu, biaya angkutan menyumbang 2,48 persen di perkotaan dan 1,19 persen di perdesaan. Sedangkan, biaya pendidikan menyumbang andil 2,40 persen di perkotaan dan 1,16 persen di perdesaan Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan Maret 2009 Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menurun. Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan kemiskinan juga sekaligus harus bisa mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan. Pada periode Maret 2009 Maret 2010, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) menurun. Indeks

77 Kemiskinan Kedalaman Kemiskinan turun dari 2,50 pada Maret 2009 menjadi 2,21 pada Maret Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 0,68 menjadi 0,58 pada periode yang sama (Tabel 8.3). Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin mendekati Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit. 66 Tabel 8.3 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Indonesia Menurut Daerah, Maret 2009 Maret 2010 Indeks/Tahun Kota Desa Kota + Desa (1) (2) (3) (4) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) Maret ,91 3,05 2,50 Maret ,57 2,80 2,21 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Maret ,52 0,82 0,68 Maret ,40 0,75 0,58 Sumber: Diolah dari data Susenas Panel Maret 2009 dan Maret 2010 Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) di daerah perdesaan masih tetap lebih tinggi daripada perkotaan, sama seperti tahun Pada Maret 2010, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P 1 ) untuk perkotaan hanya 1,57 sementara di daerah perdesaan mencapai 2,80. Nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P 2 ) untuk perkotaan hanya 0,40 sementara di daerah perdesaan mencapai 0,75. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah perdesaan lebih buruk dari daerah perkotaan.

78 Penjelasan Teknis Statistik 67

79

80 Penjelasan Teknis Statistik INFLASI 1 Inflasi merupakan indikator perkembangan harga barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Barang dan jasa tersebut jumlahnya sangat banyak, namun keranjang barang dan jasa yang digunakan untuk menghitung konsumsi rumah tangga seluruhnya berjumlah 774 komoditas. Jumlah komoditas tersebut bervariasi antarkota, yang terkecil terdapat di Kota Tarakan sebanyak 284 komoditas, sedangkan yang terbanyak terdapat di Jakarta (441 komoditas), secara rata-rata sebanyak 335 komoditas (dari 66 kota). Angka tersebut merupakan hasil Survei Biaya Hidup (SBH) tahun 2007 yang merupakan patokan untuk menyusun inflasi. Inflasi dihitung berdasarkan Indeks Harga Konsumen (IHK) dengan menggunakan rumus Laspeyres yang dimodifikasi (Modified Laspeyres). Rumus tersebut mengacu pada manual Organisasi Buruh Dunia (International Labor Organisation/ILO). Pengelompokan IHK didasarkan pada klasifikasi internasional baku yang tertuang dalam Classification of Individual Consumption According to Purpose (COICOP) yang diadaptasi untuk kasus Indonesia menjadi Klasifikasi Baku Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga. Inflasi IHK atau inflasi umum (headline inflation) inflasi seluruh barang/jasa yang dimonitor harganya secara periodik. Inflasi umum adalah komposit dari inflasi inti, inflasi administered prices, dan inflasi volatile goods. Secara umum penghitungan inflasi dari IHK mengikuti rumus berikut ini. t = bulan atau tahun tertentu IHK t IHK t-1 x 100 INF t = ( ) IHK t-1 Contoh: IHK Umum bulan Juli 2010 sebesar 121,74 sedangkan IHK Umum bulan Juni 2010 sebesar 119,86 maka besarnya angka inflasi IHK Umum bulan Juli 2010 adalah [(121,74-119,86)/119,86] x 100% = 1,57%. 69 Inflasi inti (core inflation) inflasi barang/jasa yang perkembangan harganya dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi secara umum, seperti ekspektasi inflasi, nilai tukar, dan keseimbangan permintaan dan penawaran, yang sifatnya cenderung permanen, persistent, dan bersifat umum. Berdasarkan SBH 2007 jumlah komoditasnya sebanyak 694 antara lain beras, kontrak rumah, upah buruh, mie, susu, mobil, sepeda motor, dan sebagainya. Contoh: IHK Komponen inti (core) bulan Juli 2010 sebesar 117,72 sedangkan IHK Komponen inti (core) bulan Juni 2010 sebesar 117,15 maka besarnya angka inflasi IHK Komponen inti (core) bulan Juli 2010 adalah [(117,72-117,15)/117,15] x 100% = 0,49%.

81 Penjelasan Teknis Statistik Inflasi administered prices adalah inflasi barang/jasa yang perkembangan harganya secara umum dapat diatur pemerintah. Berdasar SBH 2007 jumlah komoditasnya sebanyak 19 antara lain bensin, tarif listrik, rokok, dan sebagainya. Contoh: IHK Komponen administered prices bulan Juli 2010 sebesar 116,10 sedangkan IHK Komponen administered prices bulan Juni 2010 sebesar 114,68 maka besarnya angka inflasi IHK Komponen administered prices bulan Juli 2010 adalah [(116,10-114,68)/114,68] x 100% = 1,24%. 70 Inflasi volatile goods Inflasi barang/jasa yang perkembangan harganya sangat bergejolak. Berdasarkan tahun dasar 2007, inflasi volatile goods masih didominasi bahan makanan, sehingga sering disebut juga sebagai inflasi volatile foods. Jumlah komoditasnya sebanyak 61 antara lain beras, minyak goreng, cabe, daging ayam ras, dan sebagainya. Contoh: IHK Komponen volatile goods bulan Juli 2010 sebesar 143,82 sedangkan IHK Komponen volatile goods bulan Juni 2010 sebesar 136,38 maka besarnya angka inflasi IHK Komponen volatile goods bulan Juli 2010 adalah [(143,82-136,38)/ 136,38] x 100% = 5,46%. Paket komoditas Sekeranjang barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi oleh masyarakat di suatu kota yang diukur IHK-nya. Diagram timbang Diagram yang menunjukkan persentase nilai konsumsi tiap jenis barang/jasa terhadap total rata-rata pengeluaran rumah tangga di suatu kota. Bahan dasar penyusunan inflasi adalah hasil Survei Biaya Hidup (SBH) (Cost of Living Survey). SBH diadakan antara 5-10 tahun sekali, dan kini SBH 2007 menjadi dasar penyusunan IHK. Sekitar 115 ribu rumah tangga tersebut di seluruh Indonesia ditanya mengenai tingkat pengeluaran serta jenis dan nilai barang/jasa apa saja yang dikonsumsi selama setahun penuh. Secara nasional paket komoditas yang diperoleh dari hasil SBH 2007 menunjukkan bobot komoditas makanan turun dari 43,38 persen menjadi 36,12 persen. Selain dari paket komoditas, hasil SBH lainnya yang digunakan untuk menghitung inflasi adalah Diagram Timbang (Weighting Diagram).

82 Penjelasan Teknis Statistik Rumus IHK (modifikasi Laspeyres): IHK n = P P ni ( n 1) i k i= 1 P P Q oi ( n 1) i oi Q oi x100 dengan: IHKn Pni P(n-1)i P(n-1)i Qoi Poi Qoi k = Indeks periode ke-n = Harga jenis barang i, periode ke-n = Harga jenis barang i, periode ke-(n-1) = Nilai konsumsi jenis barang i, periode ke-(n-1) = Nilai konsumsi jenis barang i pada tahun dasar = Jumlah jenis barang paket komoditas Rumus Inflasi: a. Untuk bulanan IHK bulan (n) - IHK bulan (n -1) x 100 IHK bulan (n -1) b. Untuk Tahunan IHK bulan n tahun (t) - IHK bulan n tahun (t -1) x 100% IHK bulan n tahun (t -1) c. Penyusunan IHK Nasional IHK Nasional = 66 i= 1 IHK W 100 i i 71 IHK i = IHK kota ke-i W i = penimbang kota ke-i (diperoleh dari jumlah rumahtangga kota ke-i dibagi dengan total rumahtangga di 66 kota) Pengumpulan data harga menggunakan daftar pertanyaan dan pencacahannya dibedakan sesuai waktunya: mingguan, 2 (dua) mingguan dan bulanan. Data harga diperoleh dari responden pedagang atau pemberi jasa eceran melalui wawancara.

83 Penjelasan Teknis Statistik Contoh Penghitungan Angka Inflasi: a. Inflasi Tahunan Inflasi dihitung secara titik per titik (point-to-point) dalam skala bulanan maupun tahunan. Angka-angka di dalam Tabel 3.1 digunakan dalam formula yang telah diberikan. Misalnya angka IHK Des 2009 sebesar 117,03 diperoleh dari Tabel 2.1, kolom (4), baris Desember, sedangkan angka IHK Des 2008 sebesar 113,86. Selanjutnya dengan memasukkan angka-angka yang bersesuaian dengan formula di bawah dan dengan sedikit penghitungan diperoleh angka inflasi tahun 2009 sebesar 2,78%. 72 Inflasi Tahun 2009 = b. Inflasi Tahunan Kumulatif (Metode sebelum April 1998) Angka inflasi tahunan kumulatif dihitung dengan cara menjumlahkan angka inflasi masing-masing bulan, mulai Januari sampai dengan Desember pada tahun yang bersangkutan. Secara formula dapat dirumuskan sebagai berikut: Inflasi Tahun t Inflasi Tahun 2009 = = I Jan t + I Feb t I Des t = I Jan I Feb I Des2009 = -0,07 % + 0,21 % + + 0,33 % = 2,75% IHK Des 2009 IHK Des 2008 IHK Des 2008 X 100% 117,03 113,86 = 2,78% 113,86 X 100% Angka-angka di atas diperoleh dari Tabel 2.1, kolom (8), baris Januari (-0,07%), Februari (0,21%) sampai dengan Desember (0,33%). Perlu ditambahkan bahwa angka inflasi yang dihitung berdasarkan formula point to point hasilnya tidak sama dengan angka inflasi yang dihitung berdasarkan formula kumulatif. BPS dalam penghitungan inflasinya menggunakan formula point to point. Jadi untuk contoh tahun 2009, angka inflasi sebesar 2,78% bukan 2,75%. c. Inflasi Triwulanan Point to Point : Inflasi Triwulan I 2010 = IHK Mar 2010 IHK Des 2009 IHK Des 2009 X 100% = 118,19 117,03 117,03 X 100% = 0,99%

84 Penjelasan Teknis Statistik Penyajian dan Akses Data Data inflasi disajikan dalam 7 (tujuh) kelompok pengeluaran, yaitu: Bahan Makanan; Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau; Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar; Sandang; Kesehatan; Pendidikan, Rekreasi, dan Olah Raga; Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan. Data inflasi disajikan juga dalam tiga kelompok perubahan harga, yaitu inflasi komoditas yang harganya bergejolak (volatile good inflation), inflasi komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah (administered price inflation), dan inflasi inti (core inflation). Data inflasi biasanya disajikan menurut 45 kota, namun sejak bulan Juni 2008 disajikan menurut kota (66 kota) dan nasional (gabungan 66 kota). Data inflasi disajikan dalam waktu bulanan dan dapat diakses melalui Publikasi, CD/Disket, Website BPS ( go.id), Perpustakaan/Toko Buku BPS, dan unit kerja terkait. 73

85 Penjelasan Teknis Statistik 2 PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB) 74 Perkembangan ekonomi akan sesuai dengan pemanfaatan sumber daya ekonomi (economic resources). Sumber daya tersebut adalah tanah (land), tenaga kerja (labor), dan modal (capital). Ketiga sumber daya tersebut dalam ilmu ekonomi disebut sebagai faktorfaktor produksi (factor of production). Biasanya, faktor produksi tenaga kerja dibedakan ke dalam tenaga kerja dalam arti pekerja dan tenaga kerja dalam arti keahlian. Dengan menggunakan faktor produksi tersebut, input antara (intermediate input) atau bahan baku, misalnya, beberapa keping papan ditambah dengan bahan material lainnya, dapat diubah menjadi sebuah kursi, dengan harga yang lebih mahal bila dibandingkan dengan keping papan semula. Pengertian inilah yang relevan dengan istilah nilai tambah (value added). Sebidang lahan, dikombinasikan dengan pemanfaatan faktor produksi lainnya, digunakan untuk menumbuhkan bibit padi dan menghasilkan padi yang mempuyai nilai yang lebih tinggi pada masa panen. Dengan mengkombinasikan faktor produksi dengan input antara (intermediate input) seperti kapas, dapat diproduksi barang lain yang nilainya lebih tinggi. Pengertian ini dapat diteruskan untuk seluruh bentuk input antara dan diproses menjadi output. Contoh-contoh tersebut menunjukkan bagaimana faktor-faktor produksi mampu mengubah bahan baku (intermediate input) menjadi suatu produk (output) yang menghasilkan nilai yang lebih tinggi. Dalam terminologi ekonomi, peningkatan nilai dari input menjadi output disebut sebagai nilai tambah (value added). Oleh karenanya nilai tambah merupakan milik faktor produksi, karena merupakan balas jasa faktor produksi. Penjumlahan nilai tambah dalam satu periode tertentu di suatu wilayah tertentu dikenal dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai tambah yang diciptakan, diklasifikasikan ke dalam 9 (sembilan) sektor ekonomi yaitu, sektor pertanian, pertambangan, industri pengolahan, listrik-gas-air bersih, bangunan, perdagangan-hotel-restoran, pengangkutan & komunikasi, keuangan-real estatjasa perusahaan, dan sektor jasa-jasa. Nilai PDB disajikan melalui dua harga, yaitu atas dasar harga berlaku (at current market prices) dan harga konstan (constant prices). Konsep atas dasar harga konstan merupakan PDB atas dasar harga berlaku yang telah dihilangkan pengaruh perubahan harga. Oleh karenanya, tingkat pertumbuhan ekonomi dihitung dari PDB atas penilaian harga konstan. Hal ini mengandung maksud bahwa pertumbuhan ekonomi benar-benar merupakan pertumbuhan volume barang dan jasa, bukan nilai yang masih mengandung perubahan harga. PDB ditambah dengan pendapatan dari faktor produksi neto dari luar negeri (net factor income from abroad) - pendapatan faktor produksi dari luar dikurangi dengan pendapatan faktor produksi yang ke luar negeri - akan menghasilkan Produk Nasional Bruto (PNB) atau Gross National Product (GNP). PNB dikurangi dengan pajak tak langsung neto dan penyusutan akan menghasilkan pendapatan nasional (National Income).

86 Penjelasan Teknis Statistik Penyusunan PDB menggunakan referensi baku yang disusun oleh United Nations dengan judul A System of National Accounts (SNA). Acuan ini, secara terus-menerus diremajakan sesuai dengan perkembangan ekonomi dunia yang terjadi. Indonesia sedang menuju acuan SNA 1993/2008, walaupun belum secara keseluruhan. Wilayah Domestik Semua barang dan jasa sebagai hasil kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah domestik, tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya dimiliki atau dikuasai oleh penduduk daerah tersebut, merupakan produk domestik wilayah bersangkutan. Output yang timbul oleh karena adanya kegiatan produksi tersebut merupakan produk domestik. Wilayah domestik adalah suatu daerah yang meliputi daratan dan lautan yang berada di dalam batas-batas geografis daerah tersebut. Output Output perusahaan adalah nilai barang dan jasa yang dihasilkan dalam suatu periode tertentu meliputi produksi utama, produksi ikutan maupun produksi sampingan. Output tersebut merupakan hasil perkalian antara kuantitas produksi dengan unit harganya. Beberapa pengertian output secara lebih rinci dijelaskan berikut ini. Barang dan jasa yang diproduksi selama suatu periode tertentu sebagian besar mungkin dijual pada periode yang sama, juga termasuk barang dan jasa yang dibuat untuk diberikan kepada pegawainya sendiri. Sisanya merupakan stok produsen dalam bentuk barang jadi dan atau setengah jadi. Barang setengah jadi meliputi barang yang masih dalam proses pembuatan atau perakitan. Barang setengah jadi pada sektor konstruksi dicatat sebagai output barang jadi sektor tersebut dan merupakan pembentukan modal tetap bruto. Pertambahan nilai dari kayu dan tanaman yang masih tumbuh tidak termasuk dalam perhitungan output, karena belum dianggap sebagai komoditi. Output lapangan usaha yang memproduksi barang untuk tujuan dipasarkan selama suatu periode tertentu, biasanya tidak sama dengan penerimaan penjualan pada periode tersebut. Barang yang dijual pada suatu periode sebagian diperoleh dari stok produksi periode yang lalu dan sebaliknya produksi periode sekarang tidak seluruhnya terjual pada periode yang sama, akan tetapi sebagian merupakan stok untuk dijual pada periode selanjutnya. 75 Biaya Antara Biaya antara terdiri dari barang dan jasa yang digunakan di dalam proses produksi. Pengeluaran untuk barang dan jasa sebagai suatu kewajiban untuk penyelesaian pekerjaan, diperlakukan sebagai biaya antara. Termasuk juga sebagai biaya antara adalah pembelian peralatan kerja buruh tambang seperti lampu dan bahan peledak atau peralatan kerja buruh tani atas dasar suatu kontrak. Pengeluaran untuk transpor pegawai ke dan dari tempat bekerja dimasukkan sebagai pengeluaran konsumsi rumah tangga. Perlakuan ini dipakai karena pengeluaran transportasi tersebut sepenuhnya merupakan keputusan yang dilakukan oleh pegawai. Penggantian uang perjalanan, makan, dan sejenisnya yang diadakan

87 Penjelasan Teknis Statistik oleh pegawai dalam hubungannya untuk melaksanakan tugas, diperlakukan sebagai biaya antara. Pengeluaran perusahaan untuk jasa kesehatan, obat-obatan dan rekreasi untuk pegawainya pada umumnya diperlakukan sebagai biaya antara, karena pengeluaran ini adalah untuk kepentingan perusahaan dan bukan kepentingan pegawai secara individu. Nilai Tambah Nilai tambah merupakan nilai yang ditambahkan atas nilai barang dan jasa sebagai biaya antara agar menjadi output. Oleh karenanya secara matematis nilai tersebut dapat dihitung menggunakan formula sederhana berikut ini. NTB = Output Input antara NTB = nilai tambah bruto 76 Nilai tambah bruto merupakan balas jasa faktor produksi, yang terdiri dari komponen (a) pendapatan faktor, (b) penyusutan barang modal tetap, (c) pajak tak langsung neto, sedangkan jika penyusutan dikeluarkan dari nilai tambah bruto maka akan diperoleh nilai tambah neto. Pendapatan faktor merupakan nilai tambah produsen atas penggunaan faktor faktor produksi dalam proses produksi, yang terdiri dari unsur-unsur: 1) Upah dan gaji sebagai balas jasa pegawai 2) Sewa tanah sebagai balas jasa tanah 3) Bunga sebagai balas jasa modal 4) Keuntungan sebagai balas jasa kewiraswastaan. Faktor pendapatan yang ditimbulkan oleh produsen komoditi meliputi seluruh unsur pendapatan faktor tersebut, sedang yang ditimbulkan oleh tenaga kerja hanya terdiri dari unsur upah dan gaji. 2.1 Pendekatan Penyusunan PDB Penjelasan yang telah diberikan merupakan PDB yang disusun menggunakan pendekatan produksi. Dalam penyusunan PDB ada 3 (tiga) pendekatan, yaitu (a) Pendekatan Produksi, (b) Pendekatan Penggunaan atau sering disebut sebagai Pendekatan Pengeluaran, dan terakhir (c) yang sampai hari ini belum dilakukan adalah Pendekatan Pendapatan. Pendekatan Produksi (Production Approach) Dalam pendekatan ini PDB dihitung sebagai jumlah nilai tambah atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi yang beroperasi dalam suatu wilayah atau suatu negara dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Penggunaan sampai saat ini, sektor-sektor ekonomi tersebut dikelompokkan menjadi sembilan lapangan usaha (activities), yaitu: 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan; 2. Pertambangan dan Penggalian; 3. Industri Pengolahan; 4. Listrik, Gas, dan Air Bersih; 5. Konstruksi; 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran;

88 Penjelasan Teknis Statistik 7. Pengangkutan dan Komunikasi; 8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan; 9. Jasa-jasa. PDB pendekatan produksi menghasilkan PDB sektoral karena di dalamnya dirinci PDB yang dihasilkan oleh sektor-sektor ekonomi, dan setiap sektor tersebut dapat dirinci lagi menjadi sub-sub sektor. Pendekatan Penggunaan (Expenditure Approach) PDB yang disusun dari sisi produksi besarnya harus sama dengan PDB yang disusun dari sisi pengeluaran (expenditure) dan diistilahkan juga dengan penggunaan. Secara agregat terdapat lima komponen, yaitu: pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok, dan ekspor neto (ekspor dikurangi impor). Pendekatan Pendapatan (Income Approach) Menggunakan pendekatan ini, PDB dihitung sebagai jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi. Balas jasa tersebut terdiri dari: upah dan gaji (balas jasa tenaga kerja), sewa tanah (balas jasa tanah), bunga modal (interests) sebagai balas jasa modal, dan keuntungan (balas jasa ketrampilan). Dalam penghitungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan (income tax) dan pajak langsung lainnya (other direct taxes). Dalam definisi ini, PDB masih mencakup penyusutan (depreciation) dan pajak tidak langsung neto - pajak tak langsung dikurangi subsidi - (net indirect taxes). Secara konsepsi, penghitungan PDB dengan menggunakan salah satu dari ketiga pendekatan tersebut akan menghasilkan angka yang sama. Jadi, jumlah pengeluaran akan sama dengan jumlah barang dan jasa akhir yang dihasilkan dan harus sama pula dengan jumlah pendapatan untuk faktor-faktor produksi. Hanya sayang, PDB pendekatan pendapatan, karena keterbatasan data, belum dapat disajikan. 2.2 Komponen PDB Penggunaan Ada 6 (enam) komponen penggunaan: pengeluaran konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok atau inventory, dan ekspor serta impor. 77 Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup semua pengeluaran untuk konsumsi barang dan jasa. Untuk perkiraan besarnya nilai pengeluaran konsumsi rumah tangga digunakan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) sebagai data pokok. Selanjutnya perkiraan pengeluaran konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung, serta penyempurnaan estimasi pengeluaran konsumsi rumah tangga dilakukan melalui proses rekonsiliasi dalam rangka penyusunan Tabel Input-Output (I-O) 2000.

89 Penjelasan Teknis Statistik Perkiraan besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung atas dasar harga konstan 2000 dilakukan dengan cara revaluasi untuk kelompok makanan dan deflasi untuk kelompok bukan makanan dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) bukan makanan yang sesuai sebagai deflator-nya. 78 Konsumsi Pemerintah Pemerintah sebagai konsumen akhir mencakup pemerintah umum yang terdiri dari pemerintah pusat yang meliputi unit departemen, lembaga non-departemen dan lembaga pemerintah lainnya, serta pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dan daerah di bawahnya. Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran untuk belanja pegawai, penyusutan barang-barang pemerintah, dan belanja barang (termasuk belanja perjalanan, pemeliharaan, dan pengeluaran lain yang bersifat rutin), tidak termasuk penerimaan dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan pemerintah yang bukan dikonsumsi sendiri oleh pemerintah tetapi dikonsumsi oleh masyarakat. Data dasar yang dipakai adalah realisasi belanja pemerintah dari data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Kementerian Keuangan. Estimasi konsumsi pemerintah dihitung dari konsumsi pemerintah pusat, serta data realisasi pengeluaran pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan desa yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Besarnya penyusutan pemerintah pusat (hasil suatu survei) diperkirakan dua puluh persen dari nilai pembentukan modal tetap bruto pemerintah, sedangkan penyusutan untuk pemerintah daerah sekitar lima persen dari jumlah belanja pegawainya. Perkiraan pengeluaran konsumsi pemerintah atas dasar harga konstan 2000 untuk belanja pegawai dihitung dengan cara ekstrapolasi menggunakan indeks tertimbang jumlah pegawai negeri sipil menurut golongan kepangkatan sebagai ekstrapolatornya, sedangkan untuk belanja barang dihitung dengan cara deflasi menggunakan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) umum tanpa ekspor sebagai deflator-nya. Pembentukan Modal Tetap Bruto Pembentukan modal tetap domestik bruto didefinisikan sebagai pengadaan, pembuatan dan pembelian barang-barang modal baru yang berasal dari dalam negeri (domestik) dan barang modal baru ataupun bekas dari luar negeri. Barang modal adalah peralatan yang digunakan untuk berproduksi dan biasanya mempunyai umur pakai satu tahun atau lebih. Pembentukan modal tetap domestik bruto dapat dibedakan atas: a) pembentukan modal dalam bentuk bangunan/konstruksi; b) pembentukan modal dalam bentuk mesinmesin dan alat-alat perlengkapan; c) pembentukan modal dalam bentuk alat angkutan; dan d) pembentukan modal untuk barang modal lainnya. Sumber data yang digunakan berasal dari hasil perhitungan output sektor konstruksi oleh Direktorat Neraca Produksi BPS, publikasi Statistik Industri Besar dan Sedang, Statistik Impor yang diterbitkan oleh BPS. Metode yang digunakan dalam penghitungan pembentukan modal tetap adalah pendekatan arus barang.

90 Penjelasan Teknis Statistik Perubahan Inventori Perubahan inventori dihitung dari pengurangan posisi inventori pada akhir tahun dengan posisi inventori pada awal tahun. Data mengenai nilai perubahan inventori yang mempunyai data kuantum, seperti: komoditi perkebunan, peternakan, kehutanan, pertambangan dan industri berasal dari publikasi masing-masing direktorat terkait di BPS, yaitu Statistik Pertanian, Statistik Pertambangan, Statistik Industri Besar dan Sedang, dengan mengalikan kuantum dan harga masing-masing komoditi. Sementara itu, data inventori yang tidak mempunyai kuantum diperoleh dari Laporan Keuangan Perusahaan yang memuat nilai inventori di dalamnya. Penghitungan perubahan inventori atas dasar harga konstan 2000 untuk komoditi inventori yang mempunyai data kuantum dilakukan dengan cara revaluasi, sedangkan untuk komoditi inventori yang tidak mempunyai kuantum dilakukan dengan cara deflasi dengan IHPB yang sesuai sebagai deflator-nya. Diskrepansi statistik merupakan selisih penjumlahan nilai tambah bruto (PDB) sektoral dengan penjumlahan komponen permintaan akhir, seperti: pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori, dan ekspor neto. Jadi, diskrepansi statistik merupakan selisih statistik yang terdapat pada sektor atau komponen lainnya. Ekspor dan Impor Ekspor dan impor merupakan kegiatan transaksi barang dan jasa antara penduduk Indonesia dengan penduduk negara lain, yang meliputi ekspor dan impor barang, jasa pengangkutan, jasa asuransi, komunikasi, pariwisata, dan jasa lainnya. Termasuk juga dalam ekspor adalah pembelian langsung atas barang dan jasa di wilayah domestik oleh penduduk negara lain. Sebaliknya pembelian langsung barang dan jasa di luar negeri oleh penduduk Indonesia, dimasukkan sebagai impor. Data yang digunakan diperoleh dari beberapa sumber yaitu Statistik Ekspor dan Impor, BPS; Neraca Pembayaran baik dari Bank Indonesia maupun Dana Moneter Internasional; serta data dari Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 79 Ekspor barang dinilai menurut harga free on board (FOB), sedangkan impor menurut cost insurance freight (CIF). Kurs dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah dibedakan untuk ekspor dan impor. Untuk ekspor digunakan rata-rata kurs beli dolar AS (dari Bank Indonesia) yang ditimbang dengan nilai nominal transaksi ekspor bulanan, sedangkan untuk impor digunakan rata-rata kurs jual dolar AS oleh bank, yang ditimbang dengan nilai nominal transaksi impor bulanan. Sumber data yang digunakan untuk estimasi nilai ekspor dan impor barang adalah publikasi tahunan BPS, sedangkan untuk ekspor dan impor jasa diperoleh dari neraca pembayaran yang dipublikasi oleh Bank Indonesia. Pendapatan Neto Terhadap Luar Negeri atas Faktor Produksi Pendapatan neto di sini hanya mencakup pendapatan atas modal dan bunga neto yang diturunkan dari Neraca Pembayaran Indonesia yang berasal dari Bank Indonesia. Pendapatan

91 Penjelasan Teknis Statistik neto yang dimaksud di sini adalah selisih antara pendapatan yang mengalir masuk dari luar negeri dengan pendapatan yang mengalir ke luar negeri. Data asal yang ada pada neraca pembayaran disajikan dalam nilai dolar AS. Data pendapatan yang mengalir masuk dan keluar telah dikonversikan dari nilai dolar AS masing-masing dengan menggunakan kurs ekspor dan impor rata-rata tertimbang. Perkiraan atas dasar harga konstan 2000 dilakukan dengan cara deflasi, menggunakan indeks harga per unit impor dan ekspor masing-masing sebagai deflator-nya. 80 Pajak Tidak Langsung Neto dan Penyusutan Pajak tidak langsung neto mencakup pajak tidak langsung yang diterima pemerintah pusat dan pemerintah daerah dikurangi dengan subsidi bahan bakar minyak dan pupuk. Data pajak tidak langsung dan subsidi tersebut bersumber pada realisasi penerimaan dan pengeluaran pemerintah pusat dan daerah yang diperoleh baik dari Kementerian Keuangan maupun BPS. Selanjutnya, besarnya penyusutan diperkirakan dengan menggunakan persentase terhadap PDB yang diturunkan dari Tabel Input Output Indonesia Perkiraan atas dasar harga konstan 2000, untuk pajak tidak langsung neto dihitung dengan cara deflasi menggunakan indeks harga implisit PDB, sedangkan untuk penyusutan menggunakan persentase yang sama terhadap PDB atas dasar harga konstan. PDB atas dasar harga berlaku (at current market prices) atau nominal, PDB yang dinilai atas dasar harga berlaku pada tahun-tahun bersangkutan. PNB harga berlaku menunjukkan pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk suatu negara. PDB harga konstan (riil) merupakan PDB atas dasar harga berlaku, namun tingkat perubahan harganya telah dikeluarkan. Peningkatan besarnya nilai PDB ini dapat digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor. Distribusi PDB harga berlaku menurut sektor menunjukkan struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu negara. Distribusi PDB menurut penggunaan menunjukkan peranan kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi. PDB penggunaan atas dasar harga konstan bermanfaat untuk mengukur laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri. PDB dan PNB per kapita atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai rata-rata PDB dan PNB per kepala atau per satu orang penduduk. Nilai ini belum memperhatikan kesenjangan antar satu/kelompok orang dengan kelompok lainnya.

92 Penjelasan Teknis Statistik PDB dan PNB per kapita atas dasar harga konstan berguna untuk mengetahui pertumbuhan nyata ekonomi per kapita penduduk suatu negara. Pertumbuhan ekonomi triwulan ke triwulan (q to q) PDB atas dasar harga konstan pada suatu triwulan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi tahun ke tahun (y on y) PDB atas dasar harga konstan pada suatu triwulan dalam tahun tertentu dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi c to c PDB atas dasar harga konstan kumulatif sampai dengan suatu triwulan dibandingkan periode kumulatif yang sama pada tahun sebelumnya. Sumber pertumbuhan (source of growth) menunjukkan sektor atau komponen pengeluaran dalam PDB yang menjadi penggerak pertumbuhan. Untuk memperoleh sumber-sumber pertumbuhan, laju pertumbuhan ekonomi ditimbang dengan masingmasing share sektor atau komponen pengeluaran terhadap PDB. 2.3 Penilaian Harga Konstan PDB Dalam kasus-kasus data harga tahun-tahun bersangkutan tidak tersedia, dilakukan estimasi dengan melihat berbagai indeks harga yang bersesuaian. Seperti telah dijelaskan, terdapat 2 (dua) penilaian harga: harga berlaku dan harga konstan. Untuk memperoleh penilaian harga berlaku cukup mudah, karena hanya mengikuti harga yang ada. Namun demikian, ketika data diperlukan untuk menghitung pertumbuhan ekonomi, diperlukan penilaian atas dasar harga konstan. Terdapat tiga metode yang digunakan memperoleh penilaian harga atas dasar harga konstan, yaitu: a. Revaluasi yaitu perkalian kuantum produksi tahun yang berjalan dengan harga tahun dasar tertentu (tahun 2000). b. Ekstrapolasi yaitu dengan cara mengalikan nilai tahun dasar tertentu dengan suatu indeks kuantum tahun-tahun setelahnya dibagi 100. c. Deflasi yaitu dengan cara membagi nilai atas dasar harga berlaku pada tahun berjalan dengan indeks harga yang bersesuaian dibagi Publikasi dan Ketersediaan Data Publikasi yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik meliputi PDB untuk tingkat nasional dan PDRB untuk tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Sampai saat ini publikasi yang tersedia meliputi: a. Penyampaian Berita Resmi Statistik mengenai PDB dan PDRB serentak di seluruh Indonesia setiap 35 hari setelah berakhirnya triwulan berjalan. (Misal triwulan I (Januari-Maret) akan diumumkan tanggal 5 Mei tahun berjalan) b. Pendapatan Nasional Indonesia Tahun c. Pendapatan Nasional Triwulanan Indonesia Tahun

93 Penjelasan Teknis Statistik d. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi di Indonesia Tahun (menurut Lapangan Usaha) e. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi-Provinsi di Indonesia Tahun (menurut Penggunaan) f. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di Indonesia Tahun

94 Penjelasan Teknis Statistik EKSPOR-IMPOR BARANG 3 BPS dengan memanfaatkan dokumen pemberitahuan ekspor/impor barang yang diperoleh dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC), dilakukan pengolahan dan penyajian data statistik ekspor dan impor barang di Indonesia, dan hasilnya disajikan dalam Statistik Ekspor-Impor Barang. Penyajian data ekspor-impor mencakup volume maupun nilai, menurut komoditi (satu jenis barang, kelompok barang); negara tujuan/asal, dan pelabuhan muat/bongkar barang di suatu provinsi. Data ini berguna bagi pemerintah, swasta dan perorangan. Bagi pemerintah, data tersebut dapat membantu proses perumusan kebijakan maupun untuk memantau kinerja perekonomian. Di samping itu, data tersebut dipakai pula untuk menyusun Produk Domestik Bruto (PDB) dan Neraca Pembayaran (BOP). Bagi swasta dan perorangan, statistik eksporimpor dapat dipakai untuk berbagai analisis ekonomi dan sosial. Pencatatan data ekspor-impor oleh BPS sesuai rekomendasi yang dikeluarkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), United Nations Statistical Division (UNSD). Sesuai rekomendasi tersebut, BPS mengambil wilayah pabean (the custom frontier ) sebagai wilayah statistik. Wilayah ini dipilih karena sumber datanya berupa dokumen ekspor-impor yang harus melalui penyelesaian pabean (customs declaration). Metode pengumpulan data tersebut juga dilakukan oleh negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Australia, dan negara-negara ASEAN, kecuali Kamboja yang pengumpulan data statistik ekspor-impornya dilakukan melalui survei ke perusahaan eksportir (pelaku ekspor) dan importir (pelaku impor). Konsep dan Definisi Konsep dan definisi yang dipakai dalam pencatatan ekspor-impor barang yang dilakukan oleh BPS berdasarkan konsep dan definisi dalam International Merchandise Trade Statistics: Concepts and Definitions (series M no. 52 Revisi 2) yang diterbitkan oleh United Nations tahun Sebagai anggota United Nations Statistical Office dan berdasarkan konvensi internasional maka BPS harus mengikuti/memakai konsep dan definisi tersebut. Dengan demikian data yang dihasilkan oleh BPS bisa dipakai untuk perbandingan internasional. 83 Berdasarkan konsep dan definisi International Merchandise Trade Statistics beberapa hal dapat diberikan di sini. a. Ekspor barang adalah seluruh barang yang dibawa ke luar dari wilayah suatu negara, baik bersifat komersial maupun nonkomersial (seperti barang hibah, sumbangan, hadiah), serta barang yang akan diolah di luar negeri yang hasilnya dimasukkan kembali ke negara tersebut. Tidak termasuk dalam statistik ekspor adalah: (1) Pakaian, barang pribadi dan perhiasan milik penumpang yang bepergian ke luar negeri; (2) Barang-barang yang dikirim untuk perwakilan suatu negara di luar negeri; (3) Barang untuk eksebisi/pameran; (4) Peti kemas untuk diisi kembali; (5) Uang dan surat-surat berharga; (6) Barang-barang untuk contoh (sample).

95 Penjelasan Teknis Statistik b. Impor barang adalah seluruh barang yang masuk ke wilayah suatu negara baik bersifat komersial maupun bukan komersial, serta barang yang akan diolah di dalam negeri yang hasilnya dikeluarkan lagi dari negara tersebut. Tidak termasuk dalam statistik impor adalah: (1) Pakaian dan barang-barang perhiasan penumpang; Barang-barang penumpang untuk dipakai sendiri, kecuali lemari es, pesawat TV dan sebagainya; (2) Barang-barang yang dikirim untuk keperluan perwakilan (kedutaan) suatu negara; (3) Barang-barang untuk ekspedisi/penelitian ilmiah dan eksebisi/ pameran; (4) Pembungkus/peti kemas; (5) Uang dan surat-surat berharga; (6) Barang-barang sebagai contoh (sampel). 84 Sebagian impor kapal laut dan pesawat beserta suku cadangnya termasuk dalam statistik impor. Barang-barang luar negeri yang diolah atau diperbaiki di dalam negeri tetap dicatat sebagai barang impor, meskipun setelah barang tersebut selesai diproses akan kembali ke luar negeri (re-import). Statistik ekspor-impor di Indonesia diperoleh dari administrasi kepabeanan. Semua barang yang masuk atau ke luar dari batas-batas kepabeanan (customs area) Indonesia harus dicatat oleh Pabean dalam hal ini Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai. Informasi yang dicatat antara lain tujuan/asal dan jenis barang (komoditi) tersebut. Sistem Pencatatan Sistem pencatatan Statistik Ekspor barang memberlakukan sistem Perdagangan Umum (general trade system). Di mana semua barang yang ke luar dari wilayah Indonesia dicatat sebagai ekspor. Dengan demikian barang-barang yang keluar dari kawasan khusus (seperti Kawasan Berikat) juga dimasukkan sebagai barang ekspor. Statistik ekspor disusun dari dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang diisi oleh eksportir. Periode penentuan ekspor adalah tanggal diberikannya izin muat barang tersebut (custom declaration) yang diberikan oleh KPPBC. Metode pencatatan nilai ekspor adalah pada harga FOB (Free on Board) yaitu harga barang sampai dimuat di kapal. Sampai dengan tahun 2007 sistem pencatatan Statistik Impor masih mempergunakan sistem perdagangan khusus (special trade system). Dalam sistem ini, wilayah Kawasan Berikat dianggap sebagai Luar Negeri, sehingga barang impor yang masuk ke Kawasan Berikat tidak dicatat sebagai impor. Namun, sejak Januari 2008 barang impor yang masuk ke Kawasan Berikat dicatat sebagai impor sehingga pencatatan statistik impor menggunakan sistem Perdagangan Umum (general trade system). Pencatatan dilakukan berdasarkan hasil pengolahan dokumen kepabeanan, yaitu dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) yang diisi oleh importir dan sudah mendapat legalisasi/persetujuan bongkar barang dari KPPBC setempat. Nilai impor dicatat dalam harga CIF (Cost, Insurance and Freight).

96 Penjelasan Teknis Statistik Klasifikasi Komoditi Komoditi (barang) ekspor-impor diklasifikasikan menurut klasifikasi komoditas internasional yaitu International Commodity Description and Coding System Harmonized System (HS) yang dibuat oleh Organisasi Bea dan Cukai Dunia (World Customs Organization/ WCO) dan Standards International Trade Classification (SITC) Revisi 3. Komisi Statistik PBB (UN Statistical Commission) menyarankan kepada negara-negara di dunia untuk menggunakan klasifikasi HS dalam penyajian data statistik perdagangan internasional. Kode HS yang digunakan saat ini terdiri dari 10 digit, yaitu 6 digit pertama merupakan standar internasional, 2 digit selanjutnya merupakan standar ASEAN, dan 2 digit terakhir hanya berlaku untuk negara bersangkutan. Kode HS yang dipakai sekarang berdasarkan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) Tahun 2007, sementara itu untuk kode negara berdasarkan United Nation Country Codes. Penyajian Data Penyajian dan penyebarluasan statistik ekspor-impor diumumkan oleh BPS pada hari kerja pertama setiap bulan melalui press-release bersamaan dengan pengumuman data strategis lainnya. Data bulanan dan tahunan baik secara agregasi maupun rinci per komoditi tersedia bagi publik dalam bentuk hard copy (buku) dan soft copy (disket, CD dsb). Di samping itu, publik juga dapat mengakses data pada website BPS dengan alamat:. Pada website tersebut tersaji data ekspor-impor dalam bentuk statis dan dinamis. Dalam bentuk statis, data tersedia dalam bentuk tabel-tabel statis yang tidak bisa diubah. Sementara dalam bentuk dinamis, pengguna data dapat mengunduh data ekspor-impor sesuai dengan komoditi yang diperlukan. 3.1 Statistik ekspor-impor yang dapat disajikan dan bersifat substantif antara lain: a. Impor menurut Komoditi (HS 1, 2, dan 10 dijit; SITC 1, 2 dan 3 digit; Impor menurut Penggunaan Barang /Broad Economic Categories) b. Ekspor/Impor menurut Negara Tujuan/Asal c. Ekspor/Impor menurut Pelabuhan Muat/Bongkar d. Ekspor/Impor menurut Komoditi dan Negara Tujuan/Asal e. Ekspor/Impor menurut Komoditi dan Pelabuhan Muat/Bongkar f. Ekspor/Impor menurut Negara Tujuan/Asal dan Komoditi Penyajian data dikategorikan dalam 2 (dua) status yaitu: a. Angka Sementara ekspor-impor dirilis sekitar 1 (satu) bulan setelah akhir bulan pencatatan. Sebagai contoh, data yang dicatat pada bulan Juli akan dirilis pada bulan September pada tahun yang sama, dan diterbitkan setiap bulan. b. Angka Tetap akan disajikan 2 (dua) bulan setelah akhir bulan pencatatan. Sebagai

97 Penjelasan Teknis Statistik contoh angka tetap ekspor-impor Juli akan dirilis pada bulan Oktober tahun yang sama. Sedangkan data ekspor-impor tahunan dapat diperoleh dalam waktu 3 (tiga) bulan setelah akhir tahun pencatatan. Sebagai contoh, angka ekspor tahun 2008 dapat diperoleh pada bulan Maret

98 Penjelasan Teknis Statistik KETENAGAKERJAAN 4 Konsep/definisi ketenagakerjaan yang digunakan BPS merujuk pada rekomendasi International Labor Organization (ILO) sebagaimana tercantum dalam buku Surveys of Economically Active Population, Employment, Unemployment and Underemployment An ILO Manual on Concepts and Methods, ILO Hal ini dimaksudkan terutama agar data ketenagakerjaan yang dihasilkan dari berbagai survei di Indonesia dapat dibandingkan secara internasional, tanpa mengesampingkan kondisi ketenagakerjaan spesifik Indonesia. Menurut Konsep Labor Force Framework, penduduk dibagi dalam beberapa kelompok. Kelompok-kelompok tersebut dapat digambarkan dalam Diagram Ketenagakerjaan sebagai berikut. BEKERJA SEDANG BEKERJA SETENGAH PENGANGGUR (<35 JAM) MENCARI PEKERJAAN USIA KERJA ANGKATAN KERJA PENGANGGURAN SEMENTARA TIDAK BEKERJA Diagram Ketenagakerjaan PENDUDUK MEMPERSIAPKAN USAHA BEKERJA DGN JAM BEKERJA NORMAL ( 35 JAM) SEKOLAH BUKAN USIA KERJA BUKAN ANGKATAN KERJA MENGURUS RUMAH TANGGA MERASA TIDAK MUNGKIN MENDAPATKAN PEKERJAAN LAINNYA SUDAH PUNYA PEKERJAAN TAPI BELUM MULAI BEKERJA 87 Penduduk Semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. Usia Kerja Indonesia menggunakan batas bawah usia kerja (economically active population) 15 tahun (meskipun dalam survei dikumpulkan informasi mulai dari usia 10 tahun) dan tanpa batas atas usia kerja.

99 Penjelasan Teknis Statistik Di negara lain, penentuan batas bawah dan batas atas usia kerja bervariasi sesuai dengan kebutuhan/situasinya. Beberapa contoh: Batas bawah: Mesir (6 tahun), Brazil (10 tahun), Swedia, USA (16 tahun), Kanada (14 dan 15 tahun), India (5 dan 15 tahun), Venezuela (10 dan 15 tahun). Batas atas: Denmark, Swedia, Norwegia, Finlandia (74 tahun), Mesir, Malaysia, Mexico (65 tahun), banyak negara seperti Indonesia tidak ada batas atas. Angkatan Kerja Konsep angkatan kerja merujuk pada kegiatan utama yang dilakukan oleh penduduk usia kerja selama periode tertentu. Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan penganggur. 88 Bukan Angkatan Kerja Penduduk usia kerja yang tidak termasuk angkatan kerja mencakup penduduk yang bersekolah, mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainnya. Bekerja Kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan paling sedikit 1 (satu) jam secara tidak terputus selama seminggu yang lalu. Kegiatan bekerja ini mencakup, baik yang sedang bekerja maupun yang punya pekerjaan tetapi dalam seminggu yang lalu sementara tidak bekerja, misalnya karena cuti, sakit dan sejenisnya. Konsep bekerja satu jam selama seminggu yang lalu juga digunakan oleh banyak negara antara lain Pakistan, Filipina, Bulgaria, Hungaria, Polandia, Romania, Federasi Rusia, dan lainnya. Penganggur Definisi baku untuk Penganggur adalah mereka yang tidak mempunyai pekerjaan, bersedia untuk bekerja, dan sedang mencari pekerjaan. Definisi ini digunakan pada pelaksanaan Sakernas 1986 sampai dengan 2000, sedangkan sejak tahun 2001 definisi penganggur mengalami penyesuaian/perluasan menjadi sebagai berikut: Penganggur adalah mereka yang sedang mencari pekerjaan, atau mereka yang mempersiapkan usaha, atau mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (sebelumnya dikategorikan sebagai bukan angkatan kerja), dan mereka yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (sebelumnya dikategorikan sebagai bekerja), dan pada waktu yang bersamaan mereka tak bekerja (jobless). Penganggur dengan konsep/definisi tersebut biasanya disebut sebagai penganggur terbuka (open unemployment). Secara spesifik, penganggur terbuka dalam Sakernas, terdiri atas: a. mereka yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan, b. mereka yang tidak bekerja dan mempersiapkan usaha,

100 Penjelasan Teknis Statistik c. mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan d. mereka yang tidak bekerja, dan tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja, tetapi belum mulai bekerja. Aktivitas/Kegiatan Ekonomi Aktivitas/kegiatan ekonomi yang digunakan merujuk pada the United Nations System of National Accounts (SNA). Penduduk usia kerja dikategorikan sebagai bekerja/mempunyai pekerjaan jika yang bersangkutan bekerja (meskipun hanya bekerja satu jam dalam periode referensi) atau mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja. Sejalan dengan the labor force framework, definisi internasional untuk bekerja didasarkan pada periode referensi yang pendek (satu minggu atau satu hari); a snapshot picture of the employment situation at a given time. Setengah Penganggur Penduduk yang bekerja kurang dari jam kerja normal (dalam hal ini 35 jam seminggu, tidak termasuk yang sementara tidak bekerja) dikategorikan sebagai setengah penganggur. Setengah Penganggur Terpaksa Mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu), dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan. Setengah Penganggur Sukarela Mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu), tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain (sebagian pihak menyebutkan sebagai pekerja paruh waktu/part time worker). Jumlah Jam Kerja Jumlah jam kerja seluruhnya yang dilakukan oleh seseorang (tidak termasuk jam istirahat resmi dan jam kerja yang digunakan untuk hal-hal di luar pekerjaan) selama seminggu yang lalu. 89 Lapangan Usaha Bidang kegiatan dari pekerjaan/usaha/perusahaan/kantor tempat seseorang bekerja. Klasifikasi baku yang digunakan dalam penggolongan lapangan pekerjaan/lapangan usaha adalah Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) Dalam pengumpulan datanya menggunakan 18 kategori tetapi dalam penyajian/publikasinya menggunakan 9 kategori/sektor yaitu: 1. Pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan 2. Pertambangan dan penggalian 3. Industri pengolahan

101 Penjelasan Teknis Statistik 4. Listrik, gas dan air 5. Bangunan 6. Perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel 7. Angkutan, pergudangan dan komunikasi 8. Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan 9. Jasa kemasyarakatan 90 Status Pekerjaan Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha/ kegiatan. Status Pekerjaan terbagi menjadi: 1. Berusaha sendiri 2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar 3. Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar 4. Buruh/Karyawan/Pegawai 5. Pekerja bebas di pertanian 6. Pekerja bebas di nonpertanian 7. Pekerja keluarga/tak dibayar Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) TPAK mengindikasikan besarnya penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu negara atau wilayah. TPAK diukur sebagai persentase jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja. Indikator ini menunjukkan besaran relatif dari pasokan tenaga kerja (labor supply) yang tersedia untuk memproduksi barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) TPT memberikan indikasi tentang penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok penganggur. TPT diukur sebagai persentase jumlah penganggur terhadap jumlah angkatan kerja. Data Ketenagakerjaan diperoleh melalui kegiatan survei Sakernas Variabel substantif yang dikumpulkan Identitas individu (nama, hubungan dengan kepala rumah tangga, jenis kelamin, umur, dan pendidikan). Kegiatan Seminggu Yang Lalu (bekerja, penganggur, sekolah, mengurus rumah tangga, dan lainnya). Pekerjaan Utama (lapangan usaha/pekerjaan, jenis pekerjaan, status pekerjaan, jam kerja, pendapatan/upah/gaji bersih). Pekerjaan Tambahan (lapangan usaha/pekerjaan). Kegiatan Mencari Pekerjaan/Mempersiapkan Usaha. Pengalaman Kerja.

102 Penjelasan Teknis Statistik Kemampuan Penyajian Berdasarkan metodologi dan variabel substantif, maka hasil Sakernas dapat disajikan menurut: Provinsi (kab/kota untuk Sakernas Agustus) Daerah Perkotaan/Pedesaan Jenis Kelamin Umur Pendidikan Lapangan Usaha/Pekerjaan Jenis Pekerjaan Status Pekerjaan Jam Kerja Periode referensi Dalam survei rumah tangga atau individu, periode referensi yang pendek (a short recent reference period) akan meminimumkan kesalahan responden dalam mengingat (recall) dan juga mengurangi masalah (statistik) yang timbul oleh karena perpindahan penduduk dan perubahan status aktivitas, pekerjaan dan karakteristik penduduk lainnya. Standar internasional untuk periode referensi yang pendek adalah satu hari atau satu minggu. Periode referensi satu minggu (yang lalu) paling banyak diterapkan di negaranegara yang melaksanakan survei angkatan kerja nasional, termasuk Indonesia. Kriteria Satu Jam Kriteria satu jam digunakan dengan pertimbangan untuk mencakup semua jenis pekerjaan yang mungkin ada pada suatu negara, termasuk di dalamnya adalah pekerjaan dengan waktu singkat (short-time work), pekerja bebas, stand-by work dan pekerjaan yang tak beraturan lainnya. Kriteria satu jam juga dikaitkan dengan definisi bekerja dan penganggur yang digunakan, di mana penganggur adalah situasi dari ketiadaan pekerjaan secara total (lack of work) sehingga jika batas minimum dari jumlah jam kerja dinaikkan maka akan mengubah definisi penganggur yaitu bukan lagi ketiadaan pekerjaan secara total. 91 Di samping itu, juga untuk memastikan bahwa pada suatu tingkat agregasi tertentu input tenaga kerja total berkaitan langsung dengan produksi total. Hal ini diperlukan terutama ketika dilakukan joint analysis antara statistik ketenagakerjaan dan statistik produksi. Berdasarkan argumen teknis, ILO merekomendasikan untuk memperhatikan the one hour criterion, yaitu digunakannya konsep/definisi satu jam dalam periode referensi tertentu untuk menentukan seseorang dikategorikan sebagai employed (bekerja). BPS menggunakan konsep/definisi bekerja paling sedikit 1 jam dalam seminggu yang lalu untuk mengkategorikan seseorang (currently economically active population) sebagai bekerja, tanpa melihat lapangan usaha, jabatan, maupun status pekerjaannya.

103 Penjelasan Teknis Statistik 5 PRODUKSI TANAMAN PANGAN 92 Produksi tanaman pangan (padi dan palawija) merupakan hasil perkalian antara luas panen dengan produktivitas (rata-rata hasil per hektar). Penghitungan produksi dilakukan menurut subround sebagai berikut: 1. Produksi subround 1 (Januari April) merupakan hasil perkalian luas panen subround 1 dengan produktivitas subround Produksi subround 2 (Mei Agustus) merupakan hasil perkalian luas panen subround 2 dengan produktivitas subround Produksi subround 3 (September Desember) merupakan hasil perkalian luas panen subround 3 dengan produktivitas subround Produksi Januari Desember merupakan penjumlahan produksi subround 1, subround 2, dan subround Luas panen Januari Desember merupakan penjumlahan luas panen subround 1, subround 2, dan subround Produktivitas Januari Desember adalah hasil bagi produksi Januari Desember dengan luas panen Januari Desember. Publikasi Produksi Tanaman Pangan diterbitkan setiap empat bulan (tiga kali setahun) oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Pertama, pada awal bulan Maret berupa Angka Sementara (ASEM) tahun sebelumnya dan Angka Ramalan I (ARAM I) tahun berjalan. Kedua, pada awal bulan Juli berupa Angka Tetap (ATAP) tahun sebelumnya dan ARAM II tahun berjalan. Ketiga, pada awal bulan November berupa ARAM III tahun berjalan. Dengan demikian, data produksi tanaman pangan dalam satu tahun tertentu disajikan dengan 5 (lima) status angka yang berbeda, yaitu: 1. ARAM I merupakan angka ramalan/perkiraan produksi selama satu tahun (Januari Desember) berdasarkan realisasi luas tanaman akhir bulan Desember tahun sebelumnya. 2. ARAM II terdiri dari realisasi produksi Januari April dan angka ramalan/perkiraan Mei Desember berdasarkan realisasi luas tanaman akhir bulan April. 3. ARAM III terdiri dari realisasi produksi Januari Agustus dan angka ramalan/perkiraan September Desember berdasarkan realisasi luas tanaman akhir bulan Agustus. 4. ASEM merupakan realisasi produksi Januari Desember tetapi belum final karena mengantisipasi kelengkapan laporan. 5. ATAP adalah realisasi produksi selama satu tahun (Januari Desember) dan merupakan angka final. Data ARAM I tidak digunakan lagi apabila ARAM II telah diterbitkan; data ARAM II tidak digunakan lagi apabila ARAM III telah diterbitkan; data ARAM III tidak digunakan lagi apabila ASEM telah diterbitkan; data ASEM tidak digunakan lagi apabila ATAP telah diterbitkan. Para konsumen data perlu mencermati status angka tersebut dan diharapkan selalu mengacu kepada hasil penghitungan dengan status angka yang terakhir.

104 Penjelasan Teknis Statistik Status Angka Jadwal Publikasi (tahun t) Januari April Subround Mei Agustus 1. ARAM I (t) Awal Maret Ramalan 2. ARAM II (t) Awal Juli Realisasi Ramalan September Desember 3. ARAM III (t) Awal November Realisasi Ramalan 4. ASEM (t-1) Awal Maret Realisasi (angka belum final) 5. ATAP (t-1) Awal Juli Realisasi (angka final) Data realisasi luas panen diperoleh dari laporan bulanan Mantri Pertanian/Kepala Cabang Dinas Kecamatan (KCD) secara lengkap dari seluruh kecamatan di Indonesia. Data realisasi produktivitas diperoleh dari hasil Survei Ubinan yang dilakukan setiap subround (caturwulan/empat bulanan) oleh Koordinator Statistik Kecamatan (KSK) dan KCD. Pengumpulan data produktivitas dilaksanakan pada waktu panen petani dengan pengukuran langsung di lapangan pada plot ubinan berukuran 2½ m x 2½ m. Sedangkan data ramalan/ perkiraan diperoleh dari hasil penghitungan dengan menggunakan model statistik. Model yang digunakan untuk peramalan luas panen adalah dengan persamaan regresi. Sedangkan produktivitas diramalkan/diperkirakan dengan menggunakan persamaan trend linier atau smoothing exponential, tergantung pola datanya. 93

105 Penjelasan Teknis Statistik 6 PERTUMBUHAN PRODUKSI INDUSTRI PENGOLAHAN 6.1 Indeks Produksi Industri Pengolahan Indeks produksi industri pengolahan besar dan sedang dihasilkan dari pengolahan survei Industri Pengolahan Besar dan Sedang (IBS) Bulanan yang datanya diperoleh dari perusahaan besar dan sedang yang terpilih sebagai sampel. 94 Angka indeks yang dihasilkan menggambarkan perkembangan produksi sektor industri pengolahan secara lebih dini karena sifatnya yang dirancang secara periodik bulanan. Data bulanan tersebut juga dapat disajikan sebagai data triwulanan maupun tahunan. Data Triwulanan merupakan rataan dari indeks bulanan pada triwulan yang bersangkutan dan indeks tahunan merupakan rataan 4 (empat) triwulan pada tahun yang bersangkutan. Angkaangka yang disajikan hanyalah sebagai salah satu informasi untuk menilai pertumbuhan industri. 6.2 Metodologi Penghitungan Indeks Produksi Industri Pengolahan 1. Data runtun indeks produksi industri besar dan sedang bulanan dan triwulanan yang disajikan dalam publikasi ini merupakan hasil Survei IBS Bulanan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Indeks menggunakan Tahun dasar 2000 = Kerangka sampel yang digunakan berasal dari hasil Survei IBS Tahunan, Tahun 2005, meliputi perusahaan terpilih yang representatif untuk 3 digit KBLI revisi 3 Tahun Metodologi penarikan sampel menggunakan metode Cut Off Point dan Probability Proportional to Size (PPS). Metode Cut Off Point adalah metode penarikan sampel dengan berdasarkan nilai output tertentu yang akan dipilih secara certainty, dan sisanya dipilih dengan metode PPS sampling dengan nilai output sebagai size-nya. Metode penarikan sampel yang digunakan sebagai berikut : a). Jumlah sampel yang terpilih adalah perusahaan yang mewakili 74,46 persen dari output populasinya. b). Penarikan sampel dengan menggunakan metode Cut Off Point dengan nilai output di atas 606,02 terpilih sebanyak 409 perusahaan yang dikategorikan C1, berdasarkan top 1 percent of output per worker terpilih sebanyak 89 perusahaan yang dikategorikan C2, berdasarkan ratio output > 50 persen and share output >25 persen terpilih sebanyak 25 perusahaan yang dikategorikan C3 dan sisanya dipilih dengan Probability Proportional to Size (PPS) dengan Output sebagai sizenya sebanyak perusahaan yang dikategorikan sampel S. 4. Metode penghitungan indeks produksi bulanan menggunakan Metode Discrete Divisia. Formula Discrete Divisia berdasarkan atas rasio antar bulan masing-masing variabel dengan tahapan agregasi secara berjenjang sebagai berikut: 1. Menghitung rasio perusahaan 2. Menghitung rasio KBLI 3. Menghitung rasio total

106 Penjelasan Teknis Statistik 4. Menghitung indeks KBLI dan total Kemudian dari rasio antar bulan masing-masing variabel tersebut di atas dibuat indeks berantai (chain index) dimulai dari indeks 3 digit KBLI, kemudian 2 digit KBLI, kemudian 1 digit KBLI. 5. Formula yang digunakan dalam penghitungan indeks produksi bulanan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: a. Rasio Perusahaan R ij = e k Vijk Qijk 2 x ln Vijk Qijk1 k b. Rasio KBLI c. Rasio Total d. Indeks KBLI dan Total R i = e j R tot = e I = I W V ijadj ij x ln W V ijadj ij j i t 1 i i i ( R ) ij Wi Vi x ln W V ( t ) x R ( R ) i 95 di mana: a. Rasio Perusahaan R ij = rasio perusahaan j dalam KBLI-i pada bulan ke-2 terhadap bulan ke-1 V ijk = nilai produksi dari komoditi k untuk perusahaan j dalam KBLI i selama periode dua bulan Q ijk1 = produksi dari komoditi k untuk perusahaan j dalam KBLI-i pada bulan ke-1 Q ijk2 = produksi dari komoditi k untuk perusahaan j dalam KBLI-i pada bulan ke-2

107 Penjelasan Teknis Statistik b. R i = rasio KBLI-i V ij = nilai produksi perusahaan j dalam KBLI-i selama periode dua bulan, di mana: V ij = V ijk k 96 W ij adj = penimbang sampling yang disesuaikan untuk perusahaan j dalam KBLI-i c. R tot = rasio total W i V i = total nilai produksi tertimbang dari seluruh perusahaan untuk KBLI-i selama periode dua bulan, di mana: d. R = rasio I t = indeks pada bulan ke-t = indeks pada bulan ke-(t-1) I t-1 W i V i = j W ij adj V ij

108 Penjelasan Teknis Statistik KEMISKINAN 7 Kemiskinan Kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Penduduk miskin Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan Garis Kemiskinan (GK) terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM). GK= GKM + GKNM Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan kkalori per kapita per hari. Patokan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll). Ke 52 jenis komoditi ini merupakan komoditi-komoditi yang paling banyak dikonsumsi oleh orang miskin. Jumlah pengeluaran untuk 52 komoditi ini sekitar 70 persen dari total pengeluaran orang miskin. Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar nonmakanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan Teknik Penghitungan Garis Kemiskinan Tahap pertama adalah menentukan penduduk referensi yaitu 20 persen penduduk yang berada di atas Garis Kemiskinan Sementara, yang merupakan Garis Kemiskinan periode lalu yang di-inflate dengan inflasi umum (IHK). Dari penduduk referensi ini kemudian dihitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM). Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan kilo kalori perkapita perhari. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut.

109 Penjelasan Teknis Statistik Selanjutnya GKM tersebut disetarakan dengan kilo kalori dengan mengalikan terhadap harga implisit rata-rata kalori. Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi nonmakanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Nilai kebutuhan minimum per komoditi/subkelompok nonmakanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran komoditi/subkelompok tersebut terhadap total pengeluaran komoditi/subkelompok yang tercatat dalam data Susenas modul konsumsi. Rasio tersebut dihitung dari hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar 2004 (SPKKD 2004), yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga per komoditi nonmakanan yang lebih rinci dibandingkan data Susenas modul konsumsi. 98 Garis Kemiskinan merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan dan Garis Kemiskinan Non-Makanan. Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. 7.2 Ukuran Kemiskinan a. Head Count Index (HCI-P 0 ), yaitu persentase penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan (GK). b. Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P 1 ) adalah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. c. Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index-P 2 ) adalah ukuran yang memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin.

110 Daftar Singkatan dan Akronim 99

111

112 Daftar Singkatan dan Akronim APBD APBN Aram ASEAN Asem Atap BLT BOP BPS BTBMI c to c CD CIF COICOP CPI Deptan ESDM FOB GDP GK GKG GKM GKNM GNP HCI HS IHK IHPB ILO I-O KCD KPPBC KSK LTAB Daftar Singkatan dan Akronim Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Angka ramalan Association of South East Asia Nation Angka sementara Angka tetap Bantuan Langsung Tunai Balance of Payment Badan Pusat Statistik Buku Tarif Bea Masuk Indonesia cummulative to cummulative Compact Disc Cost Insurance Freight Classification of Individual Consumption According to Purpose Consumer Price Index Departeman Pertanian Energi dan Sumber Daya Mineral Free on Board Gross Domestic Product Garis Kemiskinan Gabah Kering Giling Garis Kemiskinan Makanan Garis Kemiskinan Non-Makanan Gross National Product Head Count Index Harmonized System Indeks Harga Konsumen Indeks Harga Perdagangan Besar International Labor Organization Input-Output Kepala Cabang Dinas Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Koordinator Statistik Kecamatan Luas Tanaman Akhir Bulan 101

113 Daftar Singkatan dan Akronim 102 Migas Minyak dan gas Nonmigas Nonminyak dan gas NTB Nilai Tambah Bruto PBB Perserikatan Bangsa-bangsa PDB Produk Domestik Bruto PDRB Produk Domestik Regional Bruto PEB Pemberitahuan Ekspor Barang PIB Pemberitahuan Impor Barang PNB Produk Nasional Bruto PPL Penyuluh Pertanian Lapangan PPLS Pendataan Program Perlindungan Sosial ppp purchasing power parity pps proportional probability to size PSE05 Pendataan Sosial Ekonomi Penduduk 2005 q to q quarter to quarter RTS Rumah Tangga Sasaran Sakernas Survei Angkatan Kerja Nasional SBH Survei Biaya Hidup SD Sekolah Dasar SITC System of International Trade Classification SLTA Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTP Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SNA System of National Accounts SP Sensus Penduduk SPKKD Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar SR Subround Supas Survei Penduduk Antar Sensus Susenas Survei Sosial Ekonomi Nasional TPAK Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPT Tingkat Pengangguran Terbuka UNDP United Nation Development Program UNSD United Nations Statistical Division WCO World Customs Organization y on y year on year

114

tp :// w ht.g o ps.b w w.id ii ISSN: 2087-2011 Katalog BPS: 1103003 Nomor Publikasi: 03220.1202 Ukuran Buku: 16,5 cm x 22 cm Jumlah Halaman: x + 102 Naskah: Direktorat Statistik Harga Direktorat Neraca

Lebih terperinci

D a t a S t r a t e g i s B P S

D a t a S t r a t e g i s B P S D a t a S t r a t e g i s B P S i Bab 0 Hal Prancis.pmd 1 8/12/2009, 6:31 PM DATA STRATEGIS BPS ISBN: 978-979-064-085-6 Katalog BPS: 1103003 Nomor Publikasi: 03200.0901 Ukuran Buku: 15 cm x 21 cm Jumlah

Lebih terperinci

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka Kata pengantar Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun 2012 merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumen data terhadap data-data yang sifatnya strategis, dalam

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER 2009

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER 2009 BADAN PUSAT STATISTIK No. 72/12/Th. XII, 1 Desember PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA OKTOBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$11,88 miliar atau mengalami peningkatan sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA SEPTEMBER 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA SEPTEMBER 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 66/11/Th.XIV, 1 November PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA SEPTEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER MENCAPAI US$17,82 MILIAR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$17,82

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET 2008

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET 2008 BADAN PUSAT STATISTIK No. 22/05/Th. XI, 2 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MARET A. Perkembangan Ekspor Nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 11,90 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 12,96

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No.21/04/Th.XIV, 1 April PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA FEBRUARI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$14,40 MILIAR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$14,40

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER 2005

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER 2005 No. 53 / VIII/ 1 Nopember PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER EKSPOR Nilai ekspor Indonesia bulan mencapai US$ 7,38 milyar, lebih tinggi 4,94 persen dibanding ekspor bulan Agustus sebesar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI No.20/32/Th.XVIII, 01 April A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$ 1,97 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

EKSPOR Perkembangan Ekspor Ekspor Migas dan Non Migas

EKSPOR Perkembangan Ekspor Ekspor Migas dan Non Migas EKSPOR Nilai ekspor Indonesia bulan ober mencapai US$ 7,27 milyar, atau 1,62 persen lebih tinggi dibanding ekspor bulan lalu. Secara kumulatif, ekspor Januari - ober mencapai US$ 58,5 milyar atau naik

Lebih terperinci

Nilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015.

Nilai ekspor Jawa Barat Desember 2015 mencapai US$2,15 milyar naik 5,54 persen dibanding November 2015. BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No.09/02/32/Th.XVIII, 01 Februari 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT DESEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER MENCAPAI US$2,15 MILYAR

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No.25/05/32/Th.XVIII, 02 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET MENCAPAI US$ 2,12 MILYAR Nilai ekspor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER 2004

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER 2004 No. 56 / VII / 1 NOVEMBER PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN SEPTEMBER EKSPOR Nilai ekspor Indonesia bulan menembus angka US$ 7 milyar, yakni mencapai US$ 7,15 milyar, atau 13,33 persen lebih

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No.40/07/Th.XIV, 1 Juli PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA MEI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI MENCAPAI US$18,33 MILIAR Nilai ekspor Indonesia mencapai US$18,33 miliar atau

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT OKTOBER No.68/11/32/Th.XVII, 16 November A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR OKTOBER MENCAPAI US$2,23 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2015 MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR

BPS PROVINSI JAWA BARAT A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2015 MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 24/04/32/Th.XVII, 15 April PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET MENCAPAI US$ 2,23 MILYAR Nilai ekspor

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER 2016 No. 04/01/32/Th.XIX, 03 Januari 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER 2016 MENCAPAI USD

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2016 No.37/07/32/Th.XVIII, 01 Juli 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI 2016 MENCAPAI US$ 2,08 MILYAR

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT NOVEMBER No.72/12/32/Th.XVII, 15 Desember A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER MENCAPAI US$2,03 MILYAR Nilai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JANUARI MENCAPAI US$ 2,11 MILYAR No. 14/02/32/Th.XVII, 16 Februari Nilai ekspor Jawa Barat mencapai

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2016 No. 42/08/32/Th.XVIII, 01 Agustus 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI 2016 MENCAPAI USD 2,48

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN MEI 2004

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN MEI 2004 No. 37 / VII / 1 JULI PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN MEI EKSPOR Nilai ekspor Indonesia bulan Mei kembali bertahan di atas US$ 5 milyar, yaitu mencapai US$ 5,50 milyar atau lebih tinggi 5,60

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JULI 2016 No. 51/09/32/Th.XVIII, 01 September 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JULI 2016 MENCAPAI USD 1,56

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN FEBRUARI 2002

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN FEBRUARI 2002 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA BULAN FEBRUARI No. 15/V/1 APRIL EKSPOR Nilai ekspor Indonesia bulan Februari mencapai US$ 4,18 milyar atau naik 4,36 persen dibanding ekspor bulan Januari sebesar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT DESEMBER 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER 2016 MENCAPAI USD 2,29 MILYAR No. 08/02/32/Th.XIX, 01

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOVEMBER 2009

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOVEMBER 2009 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No.158/02/21/Th. V, 1 Februari 2010 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOVEMBER 1. PERKEMBANGAN EKSPOR Nilai ekspor Provinsi Kepulauan Riau

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU MARET 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU MARET 2011 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No.35/06/21/Th. VI, 1 Juni PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU MARET 1. PERKEMBANGAN EKSPOR Nilai ekspor Provinsi Kepulauan Riau mencapai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER No. 67/12/61/Th. XIX, 1 Desember A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR OKTOBER MENCAPAI US$84,85 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 25/05/32/Th.XIX, 02 Mei 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MARET 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2017 MENCAPAI USD 2,49 MILYAR

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT APRIL 2016 No.32/06/32/Th.XVIII, 01 Juni 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL 2016 MENCAPAI US$ 2,10 MILYAR

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Barat No. 56/10/32/Th. XIX, 2 Oktober 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Perkembangan Ekspor Impor Provinsi Jawa Barat Agustus 2017 Ekspor Agustus 2017

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017

PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 43/08/32/Th.XIX, 01 Agustus 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JUNI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI 2017 MENCAPAI USD 1,95 MILYAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 48/05/Th. XVIII, 15 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR INDONESIA APRIL A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL MENCAPAI US$13,08 MILIAR Nilai ekspor Indonesia April mencapai US$13,08

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPRI JULI 2009

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPRI JULI 2009 BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 138/10/21/Th. IV, 1 Oktober PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPRI JULI 1. PERKEMBANGAN EKSPOR Nilai ekspor Provinsi Kepri mencapai US$ 544,39 juta atau mengalami

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 No. 20/04/32/Th XIX, 3 April 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI 2017 MENCAPAI USD 2,21

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT SEPTEMBER 2016 No. 60/11/32/Th.XVIII, 1 November 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER 2016 MENCAPAI

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT APRIL 2017 No. 34/06/32/Th.XIX, 2 Juni 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL 2017 MENCAPAI USD 2,24 MILYAR

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT MEI 2017 No. 38/07/32/Th.XIX, 3 Juli 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI 2017 MENCAPAI USD 2,45 MILYAR

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER No. 59/11/61/Th. XIX, 1 November A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER MENCAPAI US$77,48 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU JANUARI 2012

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU JANUARI 2012 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU JANUARI 1. PERKEMBANGAN EKSPOR No.23/04/21/Th. VII, 2 April Nilai ekspor Provinsi Kepulauan Riau mencapai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JANUARI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JANUARI 2017 MENCAPAI USD 2,30 MILYAR No. 16/03/32/Th.XIX, 01 Maret

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT NOVEMBER No. 02/01/61/Th. XX, 3 Januari 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR NOVEMBER MENCAPAI US$72,12 JUTA

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT JULI 2017

PROVINSI JAWA BARAT JULI 2017 BPS PROVINSI JAWA BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR IMPR No. 050/09/32/Th.XIX, 4 September 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR PROVINSI JAWA BARAT JULI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JULI 2017 MENCAPAI USD 2,59

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN SEPTEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN SEPTEMBER 2016 No. 61/11/36/Th.X, 1 November PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN SEPTEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER TURUN 5,17 PERSEN MENJADI US$729,59 JUTA Nilai ekspor Banten pada September turun 5,17

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2014 No. 06/02/36/Th.IX, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2014 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER 2014 NAIK 11,44 PERSEN MENJADI US$888,21 JUTA Nilai ekspor Banten pada 2014

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN SEPTEMBER 2015 No. 50/11/36/Th. IX, 2 November PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN SEPTEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER TURUN 5,85 PERSEN MENJADI US$706,27 JUTA Nilai ekspor Banten pada turun 5,85 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2014 No. 36/08/36/Th. VIII, 4 Agustus 2014 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2014 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI 2014 NAIK 2,68 PERSEN MENJADI US$904,57 JUTA Nilai ekspor Banten pada 2014 naik 2,68

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU No.123/07/21/Th. IV, 1 Juli PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPRI APRIL 1. PERKEMBANGAN EKSPOR Nilai ekspor Provinsi Kepri April mencapai US$ 709,43 juta atau mengalami

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 04/04/Th. IV, 3 April 2012 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI KOTA BAJAWA MARET 2012 TERJADI INFLASI SEBESAR 1,25 PERSEN Dengan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2016 No. 08/02/36/Th.XI, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER TURUN 0,08 PERSEN MENJADI US$940,56 JUTA Nilai ekspor Banten pada turun 0,08 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT FEBRUARI No. 18/04/61/Th. XX, 3 April A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR FEBRUARI MENCAPAI US$79,38 JUTA Nilai ekspor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI No. 42/08/61/Th. XIX, 1 Agustus A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI MENCAPAI US$43,76 JUTA Nilai ekspor Kalimantan Barat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER No. 07/02/61/Th. XIX, 1 Februari 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER MENCAPAI US$ 42,54 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JANUARI 2013 MENCAPAI 1.153,70 JUTA DOLLAR AMERIKA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JANUARI 2013 MENCAPAI 1.153,70 JUTA DOLLAR AMERIKA BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 14/03/31/Th. XV, 1 Maret 2013 EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JANUARI 2013 MENCAPAI 1.153,70 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor non migas melalui

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2016 No. 25/05/36/Th.X, 2 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET NAIK 13,14 PERSEN MENJADI US$757,66 JUTA Nilai ekspor Banten pada Maret naik 13,14 persen dibanding

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 06/02/31/Th. XVI, 3 Februari 2014 NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN DESEMBER 2013 MENCAPAI 953,15 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor non migas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI No. 41/08/61/Th. XX, 1 Agustus A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR JUNI MENCAPAI US$43,22 JUTA Nilai ekspor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU JUNI 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU JUNI 2011 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU JUNI 1. PERKEMBANGAN EKSPOR No.53/09/21/Th. VI, 5 September Nilai ekspor Provinsi Kepulauan Riau mencapai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU JANUARI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU JANUARI 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU 17/02/21/Th. XI, 15 Februari PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU JANUARI 1. PERKEMBANGAN EKSPOR Nilai ekspor Provinsi Kepulauan Riau mencapai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2017 No. 24/05/36/Th.XI, 2 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET NAIK 9,30 PERSEN MENJADI US$995,96 JUTA Nilai ekspor Banten pada Maret naik 9,30 persen dibanding

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2017 No. 16/03/36/Th. XI, 1 Maret 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JANUARI 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JANUARI 2017 TURUN 3,84 PERSEN MENJADI US$904,45 JUTA Nilai ekspor Banten pada turun 3,84

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN APRIL 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN APRIL 2014 No. 26/06/36/Th. VIII, 2 Juni 2014 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN APRIL 2014 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR APRIL 2014 NAIK 8,46 PERSEN MENJADI US$870,12JUTA Nilai ekspor Banten pada 2014 naik 8,46

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MEI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MEI 2017 No. 38/07/36/Th.XI, 3 Juli PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MEI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI NAIK 9,95 PERSEN MENJADI US$1.001,75 JUTA Nilai ekspor Banten naik 9,95 persen dibanding ekspor April,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI PAPUA BULAN JANUARI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI PAPUA BULAN JANUARI 2016 No. 52/09/94/ Th. XVII, 15 Februari 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI PAPUA BULAN JANUARI 2016 EKSPOR Total ekspor Papua pada sebesar US$71,78 juta atau lebih kecil 65,35 persen dibandingkan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROPINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROPINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROPINSI KEPRI No.31/01/21/Th. III, 2 Januari 2008 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROPINSI KEPRI SEPTEMBER 1. PERKEMBANGAN EKSPOR Nilai ekspor Propinsi Kepri September mencapai US$

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET No. 32/50/61/Th. XIX, 3 Mei A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET MENCAPAI US$38,86 JUTA Nilai ekspor Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROPINSI KEPRI

BADAN PUSAT STATISTIK PROPINSI KEPRI BADAN PUSAT STATISTIK PROPINSI KEPRI No.55/07/21/Th. III, 1 Juli 2008 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROPINSI KEPRI MARET 2008 1. PERKEMBANGAN EKSPOR Nilai ekspor Propinsi Kepri mencapai US$ 670,40 juta

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT OKTOBER No. 68/12/61/Th. XVIII, 1 Desember A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR OKTOBER MENCAPAI US$44,55 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER 2015 No.08/02/36/Th. X, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN DESEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR DESEMBER NAIK 0,11 PERSEN MENJADI US$733,66 JUTA Nilai ekspor Banten pada naik 0,11 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT APRIL 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT APRIL 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT APRIL No. 31/06/61/Th. XX, 2 Juni A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR APRIL MENCAPAI US$99,57 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI No. 48/09/61/Th. XX, 4 September A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR JULI MENCAPAI US$50,13 JUTA Nilai ekspor

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA Ekspor dan Impor Provinsi DKI Jakarta No. 30/06/31/Th.XIX, 2 Juni EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan April mencapai 3.830,69 juta dollar Amerika, turun 10,45 persen dari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN FEBRUARI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN FEBRUARI 2016 No. 21/04/36/Th. X, 1 April PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN FEBRUARI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR FEBRUARI TURUN 2,06 PERSEN MENJADI US$669,68 JUTA Nilai ekspor Banten pada turun 2,06 persen dibanding

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2017 No. 44/08/36/Th.XI, 1 Agustus PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI TURUN 23,51 PERSEN MENJADI US$766,22 JUTA Nilai ekspor Banten turun 23,51 persen dibanding ekspor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI 2016 No. 44/08/36/Th.X, 1 Agustus PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JUNI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JUNI NAIK 12,20 PERSEN MENJADI US$889,48 JUTA Nilai ekspor Banten pada Juni naik 12,20 persen dibanding

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JUNI No. 43/08/61/Th. XVIII, 3 Agustus A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MENCAPAI US$53,35 JUTA Nilai ekspor Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MEI 2016 No. 37/07/36/Th. X, 1 Juli 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MEI 2016 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI 2016 NAIK 3,05 PERSEN MENJADI US$792,73 JUTA Nilai ekspor Banten pada naik 3,05 persen dibanding

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI PAPUA BULAN OKTOBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI PAPUA BULAN OKTOBER 2015 No. 25/ 06 / 94 / Th. XVII, 16 November 2015 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI PAPUA BULAN OKTOBER 2015 EKSPOR Nilai ekspor Papua pada Oktober 2015 sebesar US$45,23 juta atau turun 80,88 persen dibandingkan

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 02/01/31/Th.XVI, 2 Januari 2014 NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN NOVEMBER 2013 MENCAPAI 921,44 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor non migas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MARET No. 22/05/61/Th. XX, 2 Mei A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR MARET MENCAPAI US$97,79 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JULI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JULI 2017 No. 52/09/36/Th.XI, 4 September PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN JULI A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JULI NAIK 29,23 PERSEN MENJADI US$990,19 JUTA Nilai ekspor Banten naik 29,23 persen dibanding ekspor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2014

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2014 No. 19/05/36/Th.VIII, 2 Mei 2014 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN MARET 2014 A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MARET 2014 NAIK 0,99 PERSEN MENJADI US$802,39 JUTA Nilai ekspor Banten pada Maret 2014 naik

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2017

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2017 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JANUARI 2017 No. 14/03/61/Th. XX, 1 Maret 2017 A. PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN BARAT EKSPOR JANUARI 2017 MENCAPAI US$87,48

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT JULI No. 50/09/61/Th. XIX, 1 September A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR JULI MENCAPAI US$29,00 JUTA Nilai ekspor Kalimantan Barat

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Tahun 2016 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro tahun 2016 sebagaimana yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Kaltim, sebelumnya

Lebih terperinci

No. 31/06/94/Th.XVII, 15 Juni 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI PAPUA BULAN MEI 2016

No. 31/06/94/Th.XVII, 15 Juni 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI PAPUA BULAN MEI 2016 No. 31/06/94/Th.XVII, 15 Juni 2016 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI PAPUA BULAN MEI 2016 EKSPOR Nilai ekspor Papua pada Mei 2016 sebesar US$112,48 juta atau meningkat hingga 51,99 persen dibandingkan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MEI 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MEI 2016 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT MEI No. 53/07/61/Th. XIX, 1 Juli A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR MEI MENCAPAI US$36,70 JUTA Nilai ekspor Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 26/07/31/Th.XIII, 1 Juli 2011 NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN APRIL 2011 SEBESAR 822,45 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor non migas melalui

Lebih terperinci

Edisi 55 Desember 2014

Edisi 55 Desember 2014 Edisi 55 Desember 2014 Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Desember 2014 ISSN: 2087-930X Katalog BPS: 9199017 No. Publikasi: 03220.1416 Ukuran Buku: 18,2 cm x 25,7 cm Jumlah Halaman: xvii+ 136 halaman

Lebih terperinci

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI TRIWULAN II (SEMESTER I) TAHUN 2014 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2014 sebesar 5,12 persen melambat dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEPTEMBER 2015 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI KEPULAUAN RIAU SEPTEMBER 1. PERKEMBANGAN EKSPOR No. 81/10/21/Th. X, 15 Oktober Nilai ekspor Provinsi Kepulauan Riau

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA Ekspor dan Impor DKI Jakarta No. 38/08/31/Th.XIX, 1 Agustus EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JUNI TURUN 21,69 PERSEN DIBANDINGKAN BULAN SEBELUMNYA Nilai ekspor melalui

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN NOVEMBER 2016

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN NOVEMBER 2016 No. 03/01/36/Th.XI, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR BANTEN NOVEMBER A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR NOVEMBER NAIK 20,01 PERSEN MENJADI US$941,27JUTA Nilai ekspor Banten pada naik 20,01 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2015

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER 2015 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT SEPTEMBER No. 60/11/61/Th. XVIII, 2 November A. PERKEMBANGAN EKSPOR EKSPOR SEPTEMBER MENCAPAI US$45,13 JUTA Nilai ekspor Kalimantan

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 36/09/31/Th.XIII, 5 September 2011 NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN JUNI 2011 SEBESAR 941,89 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor non migas melalui

Lebih terperinci

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA

EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA BPS PROVINSI DKI JAKARTA EKSPOR DAN IMPOR DKI JAKARTA No. 18/05/31/Th. XVIII, 2 Mei NILAI EKSPOR PRODUK DKI JAKARTA BULAN MARET MENCAPAI 943,04 JUTA DOLLAR AMERIKA Nilai ekspor melalui DKI Jakarta bulan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER 2011

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER 2011 BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN BARAT DESEMBER No. 07/02/61/Th. XV, 1 Februari 2012 Ekspor Kalimantan Barat pada bulan ember mengalami penurunan sebesar 36,49 persen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR RIAU FEBRUARI 2013

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR RIAU FEBRUARI 2013 No. 20/05/14/Th. XIV, 1 Mei PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR RIAU FEBRUARI EKSPOR RIAU BULAN FEBRUARI TURUN 4,79 PERSEN Nilai ekspor Riau pada bulan mencapai US$ 1.462,30 juta atau mengalami penurunan sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI PAPUA BULAN JANUARI 2017*

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI PAPUA BULAN JANUARI 2017* No.12/02/94/Th. XVIII, 16 Februari 2017 PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI PAPUA BULAN JANUARI 2017* EKSPOR Nilai ekspor Papua pada awal tahun 2017 mencapai US$267,37 juta atau mengalami peningkatan

Lebih terperinci