BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah reformasi bergulir pada tahun 1998, perkembangan dunia jurnalistik Indonesia memasuki era kebebasan pers, di mana perkembangan media massa menjadi sangat pesat dan persaingannya pun semakin ketat. Perbedaan yang mencolok pada era ini, jika dibandingkan dengan era-era sebelumnya terletak pada demokrasi dan transparansi informasi yang dahulu aksesnya terbatas, kini menjadi bebas dan terbuka. Dahulu perkembangan media massa dan aktivitas jurnalistik sangat tidak bebas, mereka selalu diawasi dan dikontrol secara ketat oleh pemerintah. Akibatnya, media massa tidak dapat memberitakan suatu peristiwa secara independen, terutama terhadap pemberitaan yang berkaitan dengan aktivitas serta kinerja pemerintah. Di era kebebasan pers, media massa memiliki keleluasaan dalam menyuarakan aspirasi masyarakat tanpa harus takut lagi dengan ancaman yang diberikan oleh pemerintah. Insan pers tidak akan merasa dihantui lagi dengan pembredelan yang sering dilakukan oleh pemerintah terhadap media massa yang dinilai tidak sepaham dengan mereka. Dengan disahkannya UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, kemudian dipertegas dengan adanya amandemen UUD 1945 tahun 2000 yang secara umum isinya adalah memberikan perintah kepada insan pers agar bersikap proaktif dalam mewujudkan budaya demokrasi, transparansi dan akuntabilitas. Hal-hal ini berimplikasi terhadap informasi yang akhirnya menjadi suatu domain publik, yang apabila aksesnya dihalangi oleh siapapun itu baik oleh insan pers, publik itu sendiri bahkan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara, dapat diancam dengan hukuman hingga kurungan penjara. Kebebasan pers merupakan salah satu bentuk kemajuan yang positif bagi perkembangan dunia jurnalistik tanah air, sekaligus tantangan baru bagi insan pers agar dapat memanfaatkan kebebasan secara bertanggung jawab, mengingat sesungguhnya kebebasan pers itu menjadikan arus informasi dan 1

2 keterbukaan publik menjadi suatu hal yang mengalir deras, bebas serta tak terbendung (Siregar, 2002:1). Sebagai wujud tanggung jawab itu, insan pers dituntut untuk dapat bersikap profesional, idealis serta independen dalam setiap aktivitas jurnalistik yang mereka lakukan terutama dalam hal membuat serta menyajikan berita. Ketiga hal ini merupakan kunci kesuksesan yang utama bagi pelaku pers untuk dapat berkompetisi secara sehat serta meraih kredibilitas yang baik dari masyarakat selaku konsumen. Namun dalam prakteknya, kebebasan pers tak selalu menjanjikan hal yang positif bagi keberlangsungan hidup para insan pers. Liberalisasi pers yang muncul seiring dengan hadirnya kebebasan pers di tanah air, menjadikan kekuatan pasar (market regulation) sebagai satu-satunya faktor penentu hidup dan matinya, kuat atau lemahnya media massa dalam berkompetisi. Di masa ini bukan lagi oknum pemerintah (state regulation) yang menjadi momok menakutkan bagi insan pers, karena UU Pers telah menjamin bahwa tidak ada lagi usaha sensor, pembredelan serta pelarangan penyiaran, seperti yang sering terjadi di era-era sebelumnya. Tetapi di era ini, pemodal dan masyarakatlah yang justru menjadi penghambat bagi terciptanya sikap profesionalisme jurnalis. Masduki (2003:19) mengungkapkan bahwa keinginan masyarakat yang menghendaki untuk mendapatkan informasi berupa berita yang tidak biasa-biasa saja, ditambah tekanan kuat dari pemilik modal, telah membuat jurnalis bersikap pragmatis. Sikap jurnalis ini terlihat kurang profesional, mereka membuat berita-berita yang hanya menekankan pada unsur sensasional semata, dengan tujuan agar berita itu cepat laku di pasaran tanpa mengedepankan akurasi serta keberimbangan dalam berita. Padahal akurasi dan keberimbangan merupakan syarat berita yang wajib dipenuhi oleh jurnalis dalam membuat berita. Jika hal-hal tersebut tidak dipenuhi, maka dapat dipastikan bahwa jurnalis itu tidak hanya membuat berita yang buruk, tetapi ia juga telah melanggar Kode Etik Jurnalistik yang berlaku sebagai landasan etika dan moral, sekaligus merupakan himpunan etika profesi wartawan. 2

3 Kode Etik Jurnalistik ditetapkan serta diawasi pelaksanaanya oleh Dewan Pers sebagai amanat dari UU Pers. Dalam penerapannya, jurnalis harus memperhatikan serta menaati Kode Etik Jurnalisitik ketika mereka melakukan aktivitas jurnalistiknya. Hal ini selaras dengan pesan konstitusi melalui pasal 7 ayat 2 UU Pers, yang menyatakan bahwa wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik. Menurut Ashadi Siregar (2006:183), jurnalistik merupakan bidang yang menarik dengan privilege luas dan memiliki peranan yang besar, realitas yang ditulis jurnalis mampu memunculkan opini publik dan menggiring perspektif masyarakat. Oleh karena itu, etika jurnalistik dalam wujud Kode Etik Jurnalistik sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan pers dalam menjalankan fungsinya. Hingga satu dasawarsa bergulir sejak hadirnya kebebasan pers di tanah air, penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam praktiknya masih tergolong belum maksimal. Masih banyak insan pers yang memandang bahwa Kode Etik Jurnalistik hanyalah sebatas aturan tertulis, sehingga mereka enggan untuk menerapkannya secara konsisten. 1 Akibatnya, banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran mendasar yang dilakukan oleh insan pers terutama para jurnalis, karena mereka tidak mengindahkan dan memperhatikan kode etik. Padahal jika mereka menerapkan Kode Etik Jurnalistik secara konsisten dan penuh komitmen, sejatinya mereka telah membangun persepsi positif di masyarakat tentang praktik dan prilaku jurnalistik yang objektif dan profesional. 2 Pelanggaran terhadap penerapan Kode Etik Jurnalistik ini hampir terjadi di semua bidang jurnalistik yang ada. Kasus-kasus pelanggaran kode etik, dapat kita jumpai pada jurnalistik media cetak, terutama pada surat kabar lokal yang kurang memperhatikan aspek pemuatan narasumber berita yang kredibel, keberimbangan berita, serta akurasi data. Tak sampai di situ, pelanggaran terhadap Kode Etik Jurnalistik justru lebih banyak datang dari 1 Syarifudin Yunus, Jurnalistik Terapan, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), h Loc.Cit., 3

4 jurnalisme media siber atau media pers online yang belakangan ini kian populer keberadaannya. Perkembangan jurnalisme media siber saat ini semakin pesat, kehadirannya pun semakin diminati oleh masyarakat. Kecepatan (aktualitas) pemberitaan yang ditawarkan melalui portal-portal berita online menjadikan media ini kian popular di masyarakat. Namun popularitas yang tinggi, tidak berarti bahwa media ini telah sempurna. Atas nama kecepatan, seringkali berita yang dipublikasikan oleh media pers online, tayang tanpa memperhatikan akurasi dan keberimbangan berita. Hal ini berakibat sering terjadinya mis-persepsi di masyarakat terhadap fakta yang sebenarnya terjadi. Fenomena ini mengindikasikan bahwa masih belum efektifnya penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam pemberitaan media siber. Walaupun kini jurnalisme media siber telah memiliki Pedoman Pemberitaan Media Siber, yang disahkan oleh Dewan Pers pada tahun 2012 lalu dan berfungsi sebagai panduan agar pengelolaan jurnalisme media siber dapat dilaksanakan secara profesional, memenuhi fungsi, hak dan kewajibannya sesuai UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Tetap saja pelanggaran demi pelanggaran terhadap penerapan Kode Etik Jurnalistik masih terjadi. Aktualitas media siber memang menjadi suatu kelebihan media ini jika dibandingkan dengan media lainnya seperti media cetak dan elektronik, akan tetapi pemberitaan media siber memiliki sisi kekurangan dalam menjaga unsur akurasi serta keberimbangan beritanya. Berdasarkan dari fenomena inilah, menarik untuk meneliti bagaimana media siber, menerapkan Kode Etik Jurnalistik dalam pemberitaannya terhadap suatu peristiwa yang terjadi. Permasalahan ini yang akhirnya menjadi latar belakang serta tujuan dilakukannya penelitian ini. Penelitian ini akan mencoba mendeskripsikan penerapan Kode Etik Jurnalistik pada teks pemberitaan media siber, spesifik pada sifat jurnalisme media siber yang dalam pemberitaannya, lebih memprioritaskan aktualitas dibanding unsur lainnya seperti akurasi data serta keberimbangan berita. Dalam Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers, akurasi data dan keberimbangan 4

5 berita dijelaskan pada Pasal 1, yang berbunyi:wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Media yang dipilih dalam penelitian ini adalah portal berita online milik Kantor Berita Antara yaitu Antaranews.com. Lembaga Kantor Berita Nasional Antara merupakan kantor berita milik pemerintah Indonesia yang berbadan hukum sebagai Perusahaan Umum (Perum) BUMN, dimana seluruh modalnya dikuasai oleh negara, seperti diatur dalam pasal 1 ayat 4 UU Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Sebagai lembaga milik negara, tentu dalam operasionalnya tidak dapat terlepas dari pengaruh kepentingan-kepentingan politik pemerintah. Sedangkan peristiwa yang akan menjadi objek kajian, adalah peristiwa ditetapkannya Menteri Agama, Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus korupsi penyelenggaraan haji, pada bulan Mei 2014 lalu. Suryadharma Ali disangkakan oleh KPK melanggar dua pasal dalam UU Nomor 31 tahun 1999 jo. UU No.20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu pada Pasal 2 dan Pasal 3. Dengan ditetapkannya Suryadharma Ali sebagai tersangka, sudah pasti status ini akan menyulitkannya melaksanakan tugas sebagai Menteri Agama secara efektif. Kondisi demikian akhirnya membuat banyak pihak yang menyerukan agar yang bersangkutan mengundurkan diri dari jabatannya, seperti yang telah dilakukan oleh mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng ketika ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK dalam kasus korupsi wisma Atlet Hambalang, Desember 2012 lalu. Pemberitaan ditetapkannya Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus korupsi oleh KPK yang saat itu masih menjabat sebagai Menteri Agama, menjadikan yang bersangkutan sebagai menteri aktif kedua dalam pemerintahan setelah Andi Mallarangeng yang divonis sebagai tersangka. Hal pertama yang menjadi alasan dipilihnya Antaranews.com sebagai objek penelitian ini adalah karena salah satu misi dari perusahaan itu adalah Menghasilkan berita dan berbagai produk berbasis informasi lainnya secara cepat, akurat dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan serta pemangku 5

6 kepentingan (stakeholders) lainnya. Berdasarkan misi tersebut, menarik untuk meneliti bagaimana Antaranews.com menjaga keseimbangan antara kecepatan pemberitaan dan keakuratan beritanya melalui teks berita yang dihasilkannya, mengingat sifat umum dari jurnalisme media siber yang lebih mengutamakan kecepatan pemberitaan (aktualitas) dibandingkan dengan unsur lainnya seperti akurasi data. Hal ini berkaitan dengan penerapaan pasal 1 Kode Etik Jurnalistik yaitu menghasilkan berita yang akurat. Alasan kedua dipilihnya Antaranews.com sebagai objek dari penelitian ini, dimana Antaranews.com merupakan bagian dari LKBN Antara yang merupakan lembaga milik pemerintah. Sebagai lembaga milik pemerintah yang sebagaian besar pendapatannya berasal dari pemerintah, LKBN Antara perlu dilihat keberimbangan pemberitaannya dalam memberitakan situasi pemerintahan. Dengan demikian menarik untuk meneliti bagaimana penerapan Kode Etik Jurnalisitik terkait keberimbagan pemberitaan Antaranews.com saat memberitakan kasus yang melibatkan unsur pemerintah seperti dalam peristiwa ditetapkannya Menteri Agama, Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus korupsi penyelenggaraan haji, yang saat itu statusnya masih merupakan menteri aktif dalam pemerintahan, mengingat dalam misi perusahaan yang telah disebutkan di atas tertulis bahwa perusahaan menghasilkan berita sesuai dengan kebutuhan pelanggan serta pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya. Sehingga dengan melakukan penelitian ini akan terdeskripsikan apakah dalam pemberitaannya, Antaranews.com telah menjaga keberimbangan berita dengan baik atau pemberitaannya hanya memihak pada pemangku kepentingan semata. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini akan mencoba untuk mendeskripsikan bagaimana penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam teks berita ditetapkannya Menteri Agama, Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus korupsi penyelenggaraan haji, di situs berita Antaranews.com periode Mei

7 B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti memiliki pertanyaan penelitian yaitu, Bagaimana penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam teks berita ditetapkannya Menteri Agama, Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus korupsi penyelenggaraan haji, di situs berita Antaranews.com periode Mei 2014? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam teks berita ditetapkannya Menteri Agama, Suryadharma Ali sebagai tersangka kasus korupsi penyelenggaraan haji, di situs berita Antaranews.com periode Mei D. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat secara teoritis adalah memberikan sumbangan pemikiran ilmiah dan menambah khasanah ilmu pengetahuan mahasiswa Ilmu Komunikasi dalam bidang jurnalistik, khususnya yang berkaitan dengan penerapan Kode Etik Jurnalistik dan jurnalisme media siber. 2. Manfaat secara praktis dari penelitian ini adalah untuk memberi gambaran kepada pembaca tentang penerapan Kode Etik Jurnalistik di situs berita Antaranews.com melalui isi teks berita yang diproduksinya. E. Kerangka Pemikiran Dalam sub bab kerangka pemikiran ini berisikan beberapa teori yang akan digunakan untuk membantu memahami dan menjawab permasalahan dalam penelitian. Keseluruhan teori yang digunakan, berhubungan dengan jurnalisme media siber dan Kode Etik Jurnalistik. Pertama akan dijelaskan teori tentang berita sebagai produk jurnalisme, pada teori yang pertama ini isinya akan membahas tentang beberapa definisi berita dari para ahli serta pegiat jurnalistik, kemudian akan dipaparkan pula mengenai jenis berita, nilai 7

8 berita, kualitas kelayakan berita dan asas-asas berita. Setelah itu akan dijelaskan mengenai relasi antara berita yang berkualitas serta bertanggung jawab dan penerapan kode etik yang baik. Pada kerangka pemikiran yang kedua, akan berisi penjelasan mengenai Kode Etik Jurnalistik pada media pers Indonesia. Teori ini akan membahas definisi, isi dan penjelasan Kode Etik Jurnalistik yang dirumuskan oleh Dewan Pers, serta penjelasan pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers. Teori ketiga yang digunakan sebagai kerangka pemikiran adalah teori jurnalisme media siber sebagai media publikasi informasi. Teori ini berisi penjelasan mengenai definisi media siber, perbedaan antara media siber dan media tradisional dan karakteristik media siber. Sedangkan teori yang terakhir adalah teori penerapan Kode Etik Jurnalistik pada teks jurnalisme media siber yang akan membahas mengenai penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam pemberitaan media siber yang dinilai masih minim dan rawan terjadinya pelanggaran. Semua kerangka pemikiran ini akan menjadi dasar serta bahan yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian secara konseptual, sehingga teori-teori tersebut dapat membantu dalam proses penelitian ini. 1. Berita Sebagai Produk Jurnalisme Semua aktivitas dalam dunia jurnalistik selalu berkaitan erat dengan berita. Berita menjadi unsur terpenting dalam proses produksi media massa mengingat 90% dari isi keseluruhan media massa, baik media cetak, media elektronik maupun media siber adalah berita. 3 Secara etimologis berita sering disebut juga dengan istilah warta. Kata warta berasal dari bahasa Sansekerta yaitu vrit atau vritta yang memiliki arti kejadian atau peristiwa yang telah terjadi. 4 Berita memiliki definisi dan arti yang sangat beragam. Para pakar serta ahli jurnalistik memiliki pengertian yang berbeda-beda mengenai definisi berita. Mitchell V. Charnley mendefinisikan berita sebagai laporan tercepat tentang 3 Syarifudin Yunus, Op.Cit h Ibid., h

9 fakta dan ulasan yang menarik dan penting dan atau kedua-duanya bagi sebagian besar orang. 5 Dean M. Lyle Spencer mendefinisikan berita sebagai setiap fakta yang akurat atau suatu ide yang dapat menarik perhatian bagi sejumlah besar pembaca. 6 Paulo de Massener mengartikan berita sebagai suatu informasi yang menarik perhatian dan minat khalayak. 7 Sedangkan William Maulsby mengatakan bahwa berita adalah penuturan secara benar dan tidak memihak dari fakta-fakta yang mempunyai arti penting dan baru terjadi, yang dapat menarik perhatian masyarakat yang menyiarkan berita. 8 Dari berbagai definisi ini, berita dapat dipahami secara singkat sebagai informasi aktual tentang fakta yang dibutuhkan, dan menarik perhatian orang banyak serta memiliki nilai kebenaran. Secara sederhana, berita dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu berita langsung (straight news), berita ringan (soft news), dan berita kisah (feature), penjelasannya sebagai berikut: a. Berita Langsung (straight news) Berita langsung adalah berita yang dibuat untuk menyampaikan peristiwa-peristiwa yang secepatnya harus diketahui oleh khalayak. 9 Berita langsung berfokus pada momentum peristiwa itu terjadi secara langsung tanpa memberikan ulasan mendalam mengenai makna di balik peristiwa. b. Berita Ringan (soft news) Berita ringan merupakan berita yang cenderung menonjolkan sisi yang menarik bagi perhatian khalayak (human interest). Soft news merupakan berita tentang kejadian yang bersifat manusiawi dalam sebuah peristiwa yang penting Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik:Teori dan Praktek, (Bandung: Rosda, 2003), h Deddy Iskandar Muda, Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional, (2005), h Syarifudin Yunus, Op.Cit., h Ibid., h Ana Nadhya Abrar, Penulisan Berita, (Yogyakarta:Universitas Atmajaya Yogyakarta, 1995), h Loc.Cit., 9

10 c. Berita Kisah (feature) Berita kisah adalah laporan kreatif, yang terkadang subjektif karena bertujuan untuk menyenangkan dan memberi informasi kepada khalayak tentang suatu kejadian, keadaan, atau aspek kehidupan. 11 Terkadang dalam berita kisah, unsur aktualitas tidak begitu penting dimuat dalam berita, karena unsur aktualitas bukanlah syarat utama bagi berita dengan format ini. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa berita didefinisikan sebagai informasi aktual tentang fakta yang dibutuhkan dan menarik perhatian orang serta memiliki nilai kebenaran, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua fakta dapat dijadikan berita. Agar sebuah fakta pada suatu peristiwa layak dijadikan berita, terdapat kriteria tertentu yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Kriteria ini disebut dengan nilai berita (news value). Teori berita menegaskan bahwa suatu peristiwa atau masalah akan memiliki nilai berita (news value), jika berita yang disajikan punya nilai penting dan berguna bagi berbagai kalangan atau pihak. Berita yang baik, sudah tentu dan pasti bisa membuat pembaca terpuaskan. 12 Menurut Kusumaningrat (2005:61-64) nilai berita terbagi dalam empat unsur, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Aktualitas (Timeliness), yaitu peristiwa baru terjadi, berkaitan dengan waktu ditemukan. b. Kedekatan (Proximity), yaitu menyangkut kedekatan geografis atau bisa juga kedekatan emosional. c. Dampak (Consequence), yaitu keterkenalan, menyangkut hal-hal yang terkenal dan berdampak pada masyarakat. d. Human interest, yaitu kejadian yang memberi sentuhan perasaan kepada pembaca. 11 Loc.Cit., 12 Fadril Aziz Isnaini, Op.Cit., h

11 Selain kriteria nilai berita di atas, terdapat pula kriteria kualitas berita yang digunakan sebagai pedoman penulisan berita sekaligus sebagai tolak ukur penilaian presentasi berita kepada masyarakat. Kriteria itu terbagi menjadi lima unsur yang diklasifikasikan oleh Charnley sebagai berikut: 13 a. News is accurate Sebuah berita dianggap berkualitas jika berita itu telah memenuhi kriteria akurat (accurate), akurat memiliki arti ketepatan fakta yang menyusun sebuah berita. Ketepatan fakta ini meliputi nama sumber berita, usia, pernyataan narasumber, pengutipan, tanggal, ekspresi bicara dan gerak tubuh, tersaji dalam berita dengan tepat dan dapat diverifikasi. b. News is balanced Parameter kedua dari kualitas berita adalah berimbang (balanced). Berimbang memiliki arti bahwa berita disajikan dengan cover both side, Sehingga semua pihak yang terlibat dalam sebuah peristiwa mendapatkan porsi serta penekanan yang sama dalam pemberitaan. c. News is objective Parameter selanjutnya dari kualitas berita yang baik adalah berita haruslah objektif. Objektif ini diartikan bahwa berita harus bebas dari bias personal dan segala bentuk intervensi eksternal. Meskipun setiap jurnalis memiliki subjektivitas ideologi masing-masing, tetapi dalam menulis berita haruslah tetap menjaga objektivitas dari peristiwa yang diliputnya. d. News is concise and clear Kriteria selanjutnya adalah berita harus ringkas dan jelas. Maksudnya adalah berita harus mudah dimengerti dan tidak membingungkan masyarakat yang membacanya. Sebuah berita sepatutnya memiliki format yang ringkas, jelas, sederhana dan jelas secara logika. e. News is recent Kriteria terakhir dalam kualitas berita adalah berita haruslah aktual. Penekanan pada unsur waktu merupakan hal yang penting mengingat 13 Mitchell V. Charnley, Reporting (New York: Holt, Rinehart and Winston, 1965), h

12 pada dasarnya manusia selalu mempunyai keingintahuan mengenai perubahan keadaan. Dunia selalu berubah dan manusia selalu merasa ingin tahu tentang perubahan yang dapat menarik perhatian serta minat mereka. Setelah membahas klasifikasi berita menurut jenis berita, nilai berita serta kualitas berita, pembahasan terakhir dalam sub teori ini akan menjelaskan mengenai asas berita. Berita yang baik, adalah berita yang di dalamnya mengandung empat asas. Keempat asas ini merupakan hal yang harus disadari, dipegang teguh dan diterapkan oleh jurnalis selama menjalankan profesinya. Keempat asas ini yaitu asas moralitas, asas profesional, asas supremasi hukum dan asas demokrasi. 14 a. Asas Moralitas Asas moralitas berarti bahwa dalam menjalankan tugasnya, jurnalis harus menyadari profesinya ini memiliki landasan moral yang kuat dan harus dipertanggungjawabkan. Contoh dari penerapan asas moralitas adalah berita tidak memiliki itikad buruk, tidak berprasangka buruk dan diskriminatif, bersikap independen serta terpercaya dalam mengemban profesinya. b. Asas Profesionalisme Dalam asas profesionalisme, jurnalis diharapkan memiliki kemampuan yang teruji, cerdas dan memahami tugas, fungsi, kewajiban dan tanggungjawabnya. Dalam Kode Etik Jurnalistik, nilainilai profesionalisme dijelaskan, seperti menunjukkan identitas saat liputan, menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas atau berita yang akurat, faktual dan jelas sumbernya, tdak bohong dan tidak fitnah serta membedakan antara fakta dengan opini dan menghargai off the record, ketentuan embargo dan menjelaskan reka ulang. c. Asas Supremasi Hukum Asas selanjutnya adalah asas supremasi hukum. Asas supremasi hukum ini juga erat kaitannya dengan Kode Etik Jurnalistik, misalnya 14 Fadril Aziz Isnaini, Op.Cit., h

13 tidak melakukan plagiat, menghormati asas praduga tidak bersalah, memiliki hak tolak dan tidak menyalahgunakan profesi. Asas supremasi hukum ini sangat tergambarkan dalam Kode Etik Jurnalistik karena walaupun antara etika dengan hukum memiliki karakteristik yang berbeda, namun sebuah nilai kode etik dapat saja mengadopsi atau mendukung suatu nilai hukum tertentu sebagai moral itu sendiri. d. Asas Demokrasi Asas yang terakhir adalah asas demokrasi, dalam asas ini karya jurnalistik mutlak fair, adil dan berimbang. Asas demokrasi tergambarkan dari keharusan bersikap independen serta melayani hak jawab dan koreksi. Demikianlah penjelasan tentang teori berita sebagai produk jurnalisme media massa, mulai dari definisi berita, klasifikasi berita menurut jenis, kriteria nilai berita, kriteria kualitas berita serta asas-asas dalam berita. Sebuah berita sudah dapat dikatakan sebagai berita yang baik, jika telah memenuhi kriteria layak berita serta kriteria kualitas berita di atas. Tak hanya itu, berita yang baik juga selain memenuhi nilai berita dan kualitas berita juga harus dibuat dengan memperhatikan asas-asas berita, sehingga sempurnalah berita yang telah dibuat. Karena berita yang dibuat itu tidak hanya memenuhi unsur aktual, objektif, akurat dan menarik perhatian tetapi juga bertanggung jawab. Jika seorang jurnalis memperhatikan kriteria nilai dan kualitas berita serta mematuhi asas-asas berita dengan baik, maka dapat dipastikan jurnalis itu juga telah menerapkan Kode Etik Jurnalistik dengan baik. Karena sejatinya Kode Etik Jurnalistik dibuat, berkaitan erat dengan hal-hal tersebut. Hubungan relasi antaranya dapat digambarkan seperti berikut ini. Salah satu bagian dari kriteria kualitas berita menyebutkan bahwa berita harus akurat dan berimbang, hal ini ternyata juga terdapat dalam Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers Pasal 1 yang berbunyi Wartawan Indonesia 13

14 bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Hal serupa juga berlaku pada asas berita, seperti asas moralitas yang menyebutkan jurnalis harus menyadari profesinya ini memiliki landasan moral yang kuat dan harus dipertanggung jawabkan. Dalam penerapan asas moralitas ini berisi bahwa berita tidak memiliki itikad buruk, tidak berprasangka buruk dan diskriminatif, bersikap independen serta terpercaya dalam mengemban profesinya. Hal ini ternyata terdapat pula dalam Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers pada pasal 1 yang berisi bahwa wartawan harus bersikap independen, serta menghasilkan berita yang tidak memiliki itikad buruk, dan pasal 8 yang menyebutkan bahwa Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Oleh karena itu, disadari atau tidak oleh wartawan bahwa ia telah menerapkan Kode Etik Jurnalistik dengan baik, jika dalam penulisan beritanya telah memperhatikan dan menaati kriteria nilai berita, kualitas berita serta asas-asas berita. Kode Etik Jurnalistik sendiri merupakan kumpulan etika profesi wartawan, yang dibuat dengan tujuan untuk menjamin kemerdekaan pers, serta memenuhi hak publik agar memperoleh informasi yang benar. Penjelasan tentang Kode Etik Jurnalistik ini akan dijelaskan pada bagian dari isi sub-bab kerangka pemikiran selanjutnya. 2. Kode Etik Jurnalistik Pada Media Pers Indonesia Sebelum berbicara tentang kode etik, tentu kita harus paham dahulu mengenai pengertian etika, karena sesungguhnya kode etik berkaitan erat dengan etika. Secara definitif, etika dapat diartikan sebagai sistem nilai yang berisi pedoman dasar yang mengatur tingkah laku. Etika merupakan kumpulan nilai-nilai moral suatu kelompok yang dibuat dari, oleh dan untuk 14

15 mereka berkaitan dengan baik dan buruknya sesuatu, diukur berdasarkan hati nurani. 15 Etika menurut bahasa, berasal dari bahasa Yunani Ethos yang berarti watak atau moral. Dalam bahasa latin, terdapat pula kata mos (tunggal) atau Mores (jamak) yang berarti kebiasaan baik. Dalam pengertian menurut bahasa ini, etika dapat diartikan sebagai prinsip-prinsip atau tatanan dalam berprilaku yang baik dalam suatu kelompok masyarakat tertentu yang bersumber dari keahlian, moral atau hati nurani dari masyarakat itu. Sedangkan kata kode sendiri berasal dari bahasa Inggris code yang memiliki arti himpunan ketentuan, peraturan atau petunjuk yang sistematis. Jadi dari gabungan pengertian dua kata itu, dapat diartikan secara menyeluruh bahwa Kode Etik mengandung arti sebagai gabungan atau kumpulan etika. (Sukardi, 2007:1). Dalam dunia jurnalistik, keberadaan etika menjadi sangat penting karena etika merupakan tolak ukur kegiatan jurnalistik yang baik dan tidak baik, jurnalistik yang dapat diterima atau tidak dapat diterima oleh masyarakat. 16 Oleh sebab itu, Ashadi Siregar berpendapat bahwa etika jurnalistik dalam wujud Kode Etik Jurnalistik sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan pers dalam menjalankan fungsinya, mengingat realitas yang ditulis wartawan mampu memunculkan opini publik dan menggiring perspektif masyarakat. 17 Menurut Wina Armada Sukardi, Kode Etik Jurnalistik merupakan himpunan atau kumpulan mengenai etika di bidang jurnalistik yang dibuat oleh, dari dan untuk kaum jurnalis sendiri. Ia menegaskan bahwa tidak ada seorang pun atau badan lain yang dapat memakai atau menerapkan Kode Etik Jurnalistik terhadap para jurnalis, termasuk menyatakan ada atau tidaknya pelanggaran etika berdasarkan kode etik tersebut. 18 Dengan adanya Kode Etik Jurnalistik, setiap jurnalis dituntut untuk mengetahui dan memahami nilai serta norma yang berlaku, mereka pun harus 15 Ibid., h Syarifudin Yunus, Op.Cit., h Ashadi Siregar, Etika Komunikasi, (Yogyakarta:Pustaka, 2006), h Wina Armada Sukardi, Cara Mudah Memahami Kode Etik Jurnalistik & Dewan Pers, (Jakarta:Dewan Pers, 2008), h

16 menerapkannya dengan tertib saat melakukan aktivitas jurnalistiknya. Kode Etik Jurnalistik mengatur apa saja hak dan kewajiban jurnalis dalam menjalankan profesinya, dan bersifat universal artinya walaupun organisasi jurnalistiknya berbeda, inti dari kode etik yang dibuat memiliki kesamaan aturan main yang disesuaikan dengan kondisi dan realitas masing-masing organisasi. 19 Salah satu contoh Kode Etik Jurnalistik yang diterapkan di Indonesia adalah Kode Etik Jurnalistik yang disusun oleh Dewan Pers melalui Peraturan Dewan Pers No.6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Kode Etik Jurnalistik. Dalam kode etik ini terdapat 11 Pasal yang berisikan ketentuanketentuan yang harus ditaati oleh jurnalis Indonesia saat menjalankan aktivitas jurnalistiknya. Tujuan dari dibuatnya kode etik ini adalah untuk mengimbangi kebebasan pers terhadap hak asasi manusia serta hak publik dalam memperoleh informasi. Dalam penelitian ini Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan oleh Dewan Pers inilah yang akan digunakan sebagai acuan. Berikut adalah isi dari Kode Etik Jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers beserta penjelasannya. Pasal 1 berbunyi: Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Independen memiliki arti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan media. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. Berimbang memiliki arti semua pihak mendapat kesempatan setara, dan tidak beritikad buruk artinya tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain. Pasal 2 berbunyi: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik. Cara-cara yang profesional yang dimaksud dalam pasal ini adalah: menunjukkan identitas kepada narasumber, menghormati hak privasi, tidak menyuap, menghasilkan 19 Syarifudin Yunus, Op.Cit., h

17 berita yang faktual serta jelas sumbernya, rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang, menghormati pengalaman traumatis narasumber dalam penyajian gambar, foto dan suara, tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri, penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik. Pasal 3 berbunyi: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan yang berbeda dengan opini interpretatif (pendapat berupa interpretasi wartawan atas fakta). Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang. Menurut Wina Armada Sukardi, asas praduga tidak bersalah dalam jurnalistik berkaitan dengan pernyataan yang tidak menghakimi dari pers, pada keadaan apapun, tidak terbatas pada proses hukum saja. Penyebutan inisial maupun nama lengkap dalam proses hukum tingkat apapun selama itu merupakan fakta dan tidak ditentukan lain oleh undang-undang serta kode etik, diperbolehkan dan tidak melangar asas praduga tidak bersalah. 20 Namun pada praktiknya, wartawan menyesuaikan penyebutan inisial nama menjadi nama lengkap berdasarkan keterangan dari petugas yang berwenang. Wina Armada Sukardi menyatakan petugas tersebut mungkin bekerja berdasarkan aturan internal sehingga merasa perlu menyebutkan inisial saja. Tugas pers kemudian ialah mencari tahu siapa sebenarnya yang dimaksud karena pers diharuskan memberi berita yang akurat. 21 Jika ada wartawan yang menyaksikan langsung seseorang melakukan penembakan, penusukan, atau pemukulan yang menyebabkan korbannya 20 Ibid., h Ibid., h

18 langsung meninggal, maka orang tersebut sebagai pembunuh merupakan fakta. Wartawan boleh mengatakan orang tersebut sebagai pembunuh karena itulah faktanya, tetapi tidak boleh menyatakan langsung bahwa ia bersalah. Ketika wartawan menyatakan pembunuh itu bersalah, wartawan tersebut sudah melanggar asas praduga tak bersalah. 22 Pasal 4 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. Dalam penafsiran ketentuan ini juga ditambahkan kewajiban bagi wartawan untuk mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara ketika menyiarkan gambar dan suara dari arsip. Kebohongan wartawan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, misalnya dengan melakukan wawancara fiktif, melakukan wawancara imajiner, memberitakan fakta yang sebenarnya tidak ada, memberitahukan sesuatu yang tidak sesuai dengan fakta yang diketahui, dan memalsukan data. Bohong juga memiliki kedekatan arti dengan fitnah. Perbedaannya ialah fitnah mengandung sejumlah tuduhan, baik langsung maupun tidak langsung. 23 Pasal 5 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Identitas adalah semua data dan informasi tentang diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah. Kode Etik Jurnalistik menilai kesusilaan berhubungan langsung dengan norma serta rasa malu bagi korban dan keluarganya. Mereka yang 22 Loc.Cit., 23 Ibid., h

19 menjadi korban kesusilaan akan mengalami luka batin dan menanggung beban sosial. Sebagai penghormatan terhadap nilai-nilai yang hidup di masyarakat, maka dibuat larangan untuk menyiarkan identitas korban kejahatan kesusilaan, baik laki-laki maupun perempuan. Identitas yang dimaksud memuat nama, foto, dan hal lain yang memudahkan publik mengidentifikasi korban tersebut. 24 Pasal 6 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak menyalah-gunakan profesi dan tidak menerima suap. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi. Wartawan seringkali memperoleh informasi lebih awal dibandingkan publik karena akses dan sumber informasinya yang demikian luas. Walau demikian, wartawan tersebut tidak boleh menggunakan informasi itu untuk kepentingan dirinya. Misalnya ketika wartawan mengetahui harga perdana sebuah saham sebelum diumumkan atau kapan saham itu akan naik, kemudian mengambil keuntungan pribadi untuk informasi tersebut. Penyalahgunaan profesi juga mencakup segala cara untuk memanfaatkan profesi agar mendapat perlakuan istimewa dengan fasilitas publik, contohnya tidak membayar tarif kendaraan umum. 25 Pasal 7 berbunyi: Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan. Hak tolak adalah hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa 24 Ibid., h Ibid., h

20 menyebutkan narasumbernya. Off the record adalah segala informasi atau data yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan. Pers yang menyiarkan berita off the record akan dituduh melakukan berita bohong atau fitnah dan harus menanggung seluruh beban etika serta hukum yang ada. Sebaliknya, narasumber dibebaskan dari segala tuntutan. 26 Pasal 8 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa, serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan. Pasal 9 berbunyi: Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik. Pasal 10 berbunyi: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar dan atau pemirsa. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok. Pasal 11 berbunyi: Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki. Bedanya hak jawab dengan hak koreksi ialah inisiatif untuk melakukan hak jawab berasal dari 26 Ibid., h

21 pihak yang diberitakan, sedangkan inisiatif untuk hak koreksi bisa berasal dari pers yang memberitakan. 27 Demikian isi dan penjelasan tentang Kode Etik Jurnalistik yang dibuat serta ditetapkan oleh Dewan Pers. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa Kode Etik Jurnalistik di atas, dibuat dengan harapan dapat mengimbangi kebebasan pers terhadap hak asasi manusia serta hak publik dalam memperoleh informasi. Meskipun saat ini pers di Indonesia telah memasuki masa kebebasan pers, bukan berarti bahwa insan pers dapat menjalankan tugas serta fungsi jurnalistiknya secara bebas. Mereka tetap harus taat pada Kode Etik Jurnalistik yang ada dan menerapkannya secara tertib. Kebebasan pers disini lebih dimaknai sebagai independensi insan pers dan media massa dalam melakukan kegiatan dan proses jurnalistik demi penyajian fakta/berita yang akurat, berimbang, tanpa tekanan dan keberpihakan dari pihak manapun. 28 Namun pada kenyataannya, Masih banyak jurnalis yang mengabaikannya dan cenderung acuh terhadap isi yang dikandung dalam kode etik ini. Mereka menganggap bahwa kode etik hanyalah sebuah aturan tertulis belaka, bukan sesuatu yang harus ditaati dan dipatuhi keberadaannya. Hal ini akhirnya membuat penerapan Kode Etik Jurnalistik tidak optimal diterapkan dalam aktivitas jurnalistik media pers Indonesia. 3. Jurnalisme Media Siber Sebagai Media Publikasi Informasi Istilah media siber memiliki banyak penyebutan lain, diantaranya media online ataupun media baru (new media). Menurut John Vivian (2008: ) keberadaan media baru dapat melampaui pola penyebaran pesan media tradisional, sifat internet yang bisa berinteraksi tanpa mengenal batas geografis, kapasitas interaksi serta dapat dilakukan secara real time, menjadikan suatu kelebihan media ini dibandingkan media tradisional Ibid., h Syarifudin Yunus, Op.Cit., h Dr.Rulli Nasrullah, M.Si., Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2014), h

22 tabel berikut: 30 Tabel 1.1 Perbedaan antara media siber dengan media tradisional dapat dilihat pada Perbedaan Antara Era Media Tradisional dan Media Siber Era Media Tradisional (Broadcast) Tersentral (dari satu sumber ke banyak khalayak. Komunikasi terjadi satu arah. Terbuka peluang sumber atau media untuk dikuasai. Media merupakan instrumen yang melanggengkan strata dan ketidaksetaraan kelas sosial. Terfragmentasinya khalayak dan dianggap sebagai massa. Media dianggap dapat atau sebagai alat mempengaruhi kesadaran. Era Media Siber (Interactivity) Tersebar (dari banyak sumber ke banyak khalayak). Komunikasi terjadi timbal balik atau dua arah. Tertutupnya penguasaan media dan bebasnya kontrol terhadap sumber. Media memfasilitasi setiap khalayak. Khalayak bisa terlihat sesuai dengan karakter dan tanpa meninggalkan keberagaman identitasnya. Media melibatkan pengalaman khalayak baik secara ruang maupun waktu. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada era media tradisional khalayak hanya ditempatkan sebagai objek yang menjadi sasaran dalam pesan, sedangkan pada era media siber khalayak dan perubahan teknologi media serta pemaknaan terhadap medium telah memperbarui peran khalayak untuk menjadi lebih aktif lagi terhadap pesan. 31 Jika pada era media tradisional khalayak hanyalah menjadi objek pesan (one way commmunication), kini berkat adanya media siber, model komunikasi ini berubah menjadi komunikasi dua arah (two way communication) dimana 30 Loc.Cit., 31 Loc.Cit., 22

23 pesan juga dapat berasal dari beberapa sumber yang langsung mengarah ke setiap individu. 32 Kehadiran era media siber, akhirnya menimbulkan sesuatu hal baru yang disebut dengan konvergensi media. Secara struktural konvergensi media dapat diartikan sebagai integrasi dari tiga aspek, yaitu telekomunikasi, data komunikasi dan komunikasi massa dalam satu medium. 33 Michael B. Salwen mendefinisikan konvergensi sebagai campuran dari audio, video, grafik, interaktivitas, dan print yang secara berangsur-angsur menjadi sebuah konten media. 34 Konvergensi media ini dapat terjadi melalui beberapa level, diantaranya. 35 a. Level struktural seperti kombinasi transmisi data maupun perangkat antara telepon dan komputer. b. Level transportasi seperti web TV yang menggunakan kabel atau satelit. c. Level manajemen seperti perusahaan telepon yang juga memanfaatkan jaringan telepon untuk tv berlangganan. d. Level pelayanan (services) seperti penyatuan layanan informasi dan komunikasi di internet. e. Level tipe data seperti menyatukan data, teks, suara, maupun gambar. Dari penjelasan di atas, konvergensi media dapat diartikan sebagai penggabungan atau penyatuan dari media tradisional (media cetak dan elektronik) dengan media siber (internet), produk yang dihasilkan dari konvergensi media ini antara lain radio streaming, televisi streaming serta situs berita online (siber) yang sangat pesat perkembangannya dewasa ini. Berfokus pada perkembangan situs berita, Massey & Levy menjelaskan 32 Gracie Lawson-Borders, Media Organizations and Convergence: Case Studies of Media Convergence Pioneers, London: Laurence erlbaum Associates Publishers, 2006, h Dr.Rulli Nasrullah, M.Si, Op.Cit h Michael B. Salwen, Online News Trends dalam Bruce Garrison dan Paul Driscoll (Ed), Online News and The Public, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 2005, h Dr.Rulli Nasrullah, M.Si, Op.Cit h

24 mengenai karakteristik situs berita online yang meliputi hypertext, interactivity, dan multimedia. 36 Hypertext adalah teks yang menghubungkan dengan halaman lain jika melakukan klik di atasnya. Interactivity atau interaktivitas menurut para sarjana ilmu komunikasi adalah tingkatan dimana pada proses komunikasi para partisipan memiliki kontrol terhadap peran, dan dapat bertukar peran dalam dialog mutual mereka. 37 Secara sederhana interaktivitas juga dapat diartikan sebagai kemampuan audiens untuk berinteraksi dengan media yang digunakannya. kemudian multimedia adalah sebuah sistem komunikasi yang menawarkan perpaduan teks, grafik, suara, video, dan animasi. 38 Massey & Levy (1999) juga menyebutkan bahwa interaktivitas memiliki 4 konsep yaitu banyaknya pilihan yang tersedia untuk terjadinya interaksi antara pengguna dengan pengelola website, kemampuan menanggapi pengguna, kemudahan untuk melakukan komunikasi interpersonal, serta langsung dapat diterbitkan. Jadi dengan adanya interaktivitas pada berita siber, kini khalayak tidaklah hanya menjadi komunikan pasif saat membaca berita, namun mereka kini dapat berperan aktif menanggapi serta mengomentari isi berita yang dipublikasikan oleh pengelola media siber. Hal inilah yang kemudian menjadikan media siber menjadi preferensi utama para pembaca berita dalam mencari informasi. Selain lebih praktis, berita siber juga menawarkan fitur interaktivitas yang memungkinkan mereka memberi umpan balik terhadap berita yang mereka konsumsi. Beberapa karakteristik dalam pemberitaan media siber yang berbeda dengan media lainnya dapat dilihat sebagai berikut (Supriyanto & Yusuf 2007:97) : a. Berita cepat tayang dan bahkan real time karena internet mampu memperpendek jarak antara peristiwa dan berita. 36 Dalam Beverley G. Hope dan Zhiru Li, Online Newspapers: the Impact of Culture, Sex, and Age on the Perceived Importance of Specified Quality Factors. Information Research Vol. 9 No. 4. School of Information Management Victoria University of Wellington Wellington. New Zealand. July Dapat dilihat di 37 Werner J. Severin dan James W. Tankard, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Massa., Jakarta: Prenada Media, 2005, h James C. Foust, Online Journalism: Principles and Practices of News for the Web (Second Edition), USA: Holcomb Hathaway Publishers, 2005, h

25 b. Berita ditayangkan kapan saja, dari mana saja tanpa memperhitungkan luas halaman dan durasi, karena internet tidak memiliki masalah ruang dan waktu. c. Berita diformat dalam bentuk singkat dan padat karena informasi terus mengalir dan berubah sewaktu-waktu. Namun kelengkapan informasi tetap terjaga karena antara berita yang satu dengan berita lainnya bisa dikaitkan (linkage) hanya dengan satu klik. d. Untuk menjaga kepercayaan pembaca, ralat, update dan koreksi dilakukan secara periodik dan konsisten. Ini sekaligus memanfaatkan kekuatan interaktif internet. Ashadi Siregar (dalam Kurniawan, 2005: 20) memaparkan salah satu pendekatan dalam memahami jurnalisme media siber. Menurutnya, media siber melalui kacamata pendefinisian surat kabar digital, yaitu integrasi antara media massa konvensional dengan internet. Identifikasinya terhadap ciri-ciri yang melekat pada surat kabar digital ditulis sebagai berikut: a. Adanya kecepatan (aktualitas) informasi. b. Bersifat interaktif, melayani keperluan khalayak secara lebih personal. c. Memberi peluang bagi setiap pengguna hanya mengambil informasi yang relevan bagi dirinya/ dibutuhkannya. d. Kapasitas muatan dapat diperbesar. e. Informasi yang pernah disediakan tetap tersimpan (tidak terbuang), dapat ditambah kapan saja, dan pengguna dapat mencarinya dengan menggunakan mesin pencari. f. Tidak ada waktu yang diistimewakan (prime time) karena penyediaan informasi berlangsung tanpa putus hanya tergantung kapan pengguna ingin mengakses. Perkembangan berita siber yang begitu pesat, membuat perubahan pula dalam kerja redaksi pemberitannya (newsroom). Menurut John V Paylik, beberapa perubahan itu diantaranya: John V Pavlik, New Media Technology: Cultural and Commercial Perspectives, London: Allyn and Bacon, 1996, h

26 a. Mengedepankan aktualitas dibanding aspek lainnya, dalam arti bahwa media online akan segera menerbitkan berita yang telah selesai diproduksi tanpa menunggu periode waktu tertentu. b. Definisi baru bagi seorang jurnalis, artinya seorang jurnalis saat ini tidak hanya dibebankan satu tugas. Dia dapat menjadi penulis, penyunting dan sekaligus dapat menjadi pengontrol kualitas pesan. Semua ini berjalan secara fleksibel dan bergantung pada situasi. Misalnya seorang editor dapat berperan sebagai penulis berita dan pengontrol kualitas produk sekaligus. c. Spesifikasi audiens yang lebih jelas sehingga sebuah media online akan fokus menyajikan informasi sesuai dengan selera pembaca. d. Pesan terkirim secara non-linier, multimedia dan user-controled. Nonlinier berarti pesan disajikan ke dalam beberapa judul berita sesuai angle yang menarik. Ini membantu pembaca untuk memilih berita dari angle yang disukai. Multimedia adalah pesan tersaji dalam bentuk perpaduan antara teks, grafik, suara, video, dan animasi. Sedangkan user-controled berarti pemilihan pesan yang akan dikonsumsi sepenuhnya berada di tangan pembaca. Namun dari perubahan kerja redaksi pada media siber ini, hal yang patut untuk diperhatikan adalah poin pertama, yaitu media siber lebih Mengedepankan aktualitas dibanding aspek lainnya, dalam arti bahwa mereka akan segera menerbitkan berita yang telah selesai diproduksi tanpa menunggu periode waktu tertentu. Di satu sisi hal ini mempunyai arti positif karena masyarakat pembaca berita akan mendapatkan informasi dari peristiwa yang diberitakan dengan aktualitas yang baik. Namun disamping itu media siber menyampingkan aspek lainnya seperti akurasi, keberimbangan berita serta verifikasi data. Sehingga kualitas dari berita kurang terjaga dan diragukan kebenaran datanya. Hal ini pun yang akhirnya mengakibatkan sering terjadinya pelanggaran dalam penerapan Kode Etik Jurnalistik pada jurnalisme media siber. 26

Kode Etik Jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Jurnalistik KEPRIBADIAN WARTAWAN INDONESIA Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak bertindak buruk. Penafsiran a. Independen berarti

Lebih terperinci

Etika Jurnalistik dan UU Pers

Etika Jurnalistik dan UU Pers Etika Jurnalistik dan UU Pers 1 KHOLID A.HARRAS Kontrol Hukum Formal: KUHP, UU Pers, UU Penyiaran Tidak Formal: Kode Etik Wartawan Indonesia 2 Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Jurnalistik dikembangkan sebagai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Perkembangan jurnalisme media siber yang kian hari semakin pesat dan kehadirannya yang semakin diminati, membuat media ini semakin popular dan menjadi preferensi utama masyarakat

Lebih terperinci

KODE ETIK JURNALISTIK

KODE ETIK JURNALISTIK KODE ETIK JURNALISTIK APA ITU KODE ETIK JURNALISTIK? Acuan moral yang mengatur tindak tanduk seorang wartawan. Kode etik jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi yang lain, dari koran

Lebih terperinci

Kode Etik Jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Jurnalistik Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan

Lebih terperinci

KODE ETIK JURNALISTIK

KODE ETIK JURNALISTIK KODE ETIK JURNALISTIK Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008

PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang PENGESAHAN SURAT KEPUTUSAN DEWAN PERS NOMOR 03/SK-DP/III/2006 TENTANG KODE ETIK JURNALISTIK SEBAGAI PERATURAN DEWAN PERS DEWAN PERS, Menimbang

Lebih terperinci

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers Media Siber Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers 2013-2016 Bagian 1 Platform Pers Cetak Radio Televisi Online UU 40/1999 tentang Pers Kode Etik Jurnalistik Pedoman Pemberitaan Media Siber Media Siber Kegiatan

Lebih terperinci

Konsep Pers Profesonal menurut Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers

Konsep Pers Profesonal menurut Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers Konsep Pers Profesonal menurut Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers Bambang Harymurti (Wakil Ketua Dewan Pers) 1 Tugas Wartawan: Mencari, mengolah dan menyebarluaskan informasi yang diyakini merupakan kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan manusia dalam berbagai hal, salah satunya kebutuhan akan informasi. Informasi adalah data yang dikumpulkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai media, tentunya tidak terlepas dari konsep komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai media, tentunya tidak terlepas dari konsep komunikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbicara mengenai media, tentunya tidak terlepas dari konsep komunikasi massa. Wilbur Scramm menggunakan ide yang telah dikembangkan oleh seorang psikolog, yaitu Charles

Lebih terperinci

7. Hak Cipta Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Hak Cipta Media siber wajib menghormati hak cipta sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pedoman Kemerdekaan berpendapat, kemerdekaan berekspresi, dan kemerdekaan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berita cukup penting peranannya bagi kehidupan kita sehari-hari. Berita dapat digunakan sebagai sumber informasi atau sebagai hiburan bagi pembacanya. Saat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Undang-undang Pers No. 40 tahun 1999 merupakan salah satu undang-undang yang paling unik dalam sejarah Indonesia. Dilatarbelakangi dengan semangat reformasi, undangundang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi, disajikan lewat bentuk, siaran, cetak, hingga ke media digital seperti website

BAB I PENDAHULUAN. terjadi, disajikan lewat bentuk, siaran, cetak, hingga ke media digital seperti website BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penilitian Berita adalah informasi baru atau informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi, disajikan lewat bentuk, siaran, cetak, hingga ke media digital seperti website

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang

PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang PERATURAN DEWAN PERS Nomor 6/Peraturan-DP/V/2008 Tentang PENGESAHAN SURAT KEPUTUSAN DEWAN PERS NOMOR 03/SK-DP/III/2006 TENTANG KODE ETIK JURNALISTIK SEBAGAI PERATURAN DEWAN PERS DEWAN PERS, Menimbang Bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. Media massa adalah sebuah media yang sangat penting pada jaman ini, karena

BAB 1. Pendahuluan. Media massa adalah sebuah media yang sangat penting pada jaman ini, karena BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Media massa adalah sebuah media yang sangat penting pada jaman ini, karena media massa dianggap paling sukses dalam menyebarkan informasi secara cepat kepada khalayak.

Lebih terperinci

BAB III KODE ETIK JURNALISTIK DEWAN PERS

BAB III KODE ETIK JURNALISTIK DEWAN PERS BAB III KODE ETIK JURNALISTIK DEWAN PERS 3.1. Profil Dewan Pers 3.1.1 Sejarah Berdirinya Dewan Pers Dewan Pers adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang berfungsi untuk mengembangkan dan melindungi

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Sebelumnya (State Of The Art) Dalam penelitian ini disertakan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang berfungsi sebagai referensi sebagai perbandingan. Perbandingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Fenomena menjamurnya media massa di Indonesia, yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Fenomena menjamurnya media massa di Indonesia, yang sangat erat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena menjamurnya media massa di Indonesia, yang sangat erat keterkaitannya dengan masyarakat luas, menjadi salah satu pilar perubahan suatu negara,

Lebih terperinci

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN

SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI MODUL 14 UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA SISTIM HUKUM INDONESIA POKOK BAHASAN Hukum Pers OLEH : M. BATTLESON SH. MH. DESKRIPSI : Hukum Pers mengatur mengeni dunia pers di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Runtuhnya orde baru dan beralih menjadi era reformasi di Indonesia telah memberikan kebebasan, dalam arti wartawan bebas memberikan suatu informasi. Masyarakat pun

Lebih terperinci

Kiat Menulis Efektif & Mudah Dicerna

Kiat Menulis Efektif & Mudah Dicerna Dalam rangka Keterbukaan informasi Publik Kiat Menulis Efektif & Mudah Dicerna Coffee Morning, 28 Maret 2018, Ruang rapat BPPSPAM adhityan adhityaster gmail.com Keterbukaan informasi UU Nomor 14 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggabungkan information (informasi) dan infotainment (hiburan). Artinya

BAB I PENDAHULUAN. menggabungkan information (informasi) dan infotainment (hiburan). Artinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kata infotainment merupakan neologisme, atau kata bentukan baru yang menggabungkan information (informasi) dan infotainment (hiburan). Artinya infotainment adalah informasi

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dan dianalisis menggunakan metode semiotika Charles Sanders Peirce mengenai representasi etika jurnalistik dalam drama Pinocchio,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Pengakses internet terus mengalami peningkatan sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Pengakses internet terus mengalami peningkatan sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, media baru (internet) berkembang dengan pesat setiap tahunnya. Pengakses internet terus mengalami peningkatan sejalan dengan ketersediaan infrastruktur

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal Batu Televisi (Batu TV) Kota Batu Jawa Timur pada bulan

Lebih terperinci

11 Pasal Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers

11 Pasal Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers LAMPIRAN 49 11 Pasal Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Penafsiran : Independen berarti

Lebih terperinci

merupakan suatu berita singkat (tidak detail) yang hanya menyajikan informasi terpenting saja terhadap suatu peristiwa yang diberitakan. adalah berita yang menampilkan berita-berita ringan namun menarik.

Lebih terperinci

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 007/SK/KPI/5/2004 TENTANG

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 007/SK/KPI/5/2004 TENTANG S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 007/SK/KPI/5/2004 TENTANG PEDOMAN SIARAN KAMPANYE DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DI LEMBAGA PENYIARAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

KAJIAN SERTIFIKASI PADA PROFESI JURNALIS. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1

KAJIAN SERTIFIKASI PADA PROFESI JURNALIS. Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 KAJIAN SERTIFIKASI PADA PROFESI JURNALIS Skripsi Disusun untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan Pendidikan Strata 1 Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. penting dalam peta perkembangan informasi bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. penting dalam peta perkembangan informasi bagi masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan

Lebih terperinci

ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF

ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF 1 Haris Jauhari IKN (Institut Komunikasi Nasional) Materi Internal Pelatihan Jurnalistik IJTI JURNALISTIK TV Jurnalistik ialah kegiatan meliput, mengolah, dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan selalu ingin berkomunikasi dengan manusia lain untuk mencapai tujuannya. Sebagai makhluk sosial, manusia harus taat

Lebih terperinci

Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik

Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik (Presenter Tv One keceplosan bilang Golkar-nya gak usah di sebut saat breaking news) Oleh : Putu Dea Chessa Lana Sari 201311018 Televisi dan Film Fakultas Seni Rupa dan

Lebih terperinci

Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Jurnalisme Online (Studi Deskriptif pada Detikcom) Wulan Widyasari, S.Sos, MA

Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Jurnalisme Online (Studi Deskriptif pada Detikcom) Wulan Widyasari, S.Sos, MA Penerapan Kode Etik Jurnalistik dalam Jurnalisme Online (Studi Deskriptif pada Detikcom) Wulan Widyasari, S.Sos, MA DAMPAK MEDIA BARU? KOMUNIKAS I INTERAKTIF MAKNA JARAK GEOGRAFIS POLA KOMUNIKAS I KECEPATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah media online seperti yang digunakan oleh Humas Pemerintah Kabupaten Jepara.

BAB I PENDAHULUAN. adalah media online seperti yang digunakan oleh Humas Pemerintah Kabupaten Jepara. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Publisitas menjadi sangat penting dalam aktivitas humas di organisasi, banyak sekali media yang bisa digunakan untuk menunjang publikasi humas. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB 3 PERANAN PERS. 3. Mengevaluasi peranan pers dalam masyarakat demokrasi.

BAB 3 PERANAN PERS. 3. Mengevaluasi peranan pers dalam masyarakat demokrasi. BAB 3 PERANAN PERS Standar Kompetensi 3. Mengevaluasi peranan pers dalam masyarakat demokrasi. Kompetensi Dasar 3.1. Medeskripsikan pengertian, fungsi dan peran srta perkembangan pers di Indonesia. 3.2.

Lebih terperinci

LITBANG KOMPAS NURUL FATCHIATI

LITBANG KOMPAS NURUL FATCHIATI LITBANG KOMPAS NURUL FATCHIATI jurnalistik jurnalisme KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) jurnalistik (n) (hal) yang menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran jurnalisme (n) pekerjaan mengumpulkan, menulis,

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. baik media cetak maupun elektronik. Demikian pula hal tersebut berlaku bagi

BAB IV PENUTUP. baik media cetak maupun elektronik. Demikian pula hal tersebut berlaku bagi BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Kode Etik Jurnalistik Indonesia adalah pedoman bagi setiap insan pers dalam melakukan tugasnya. Kode etik Jurnalistik pun berlaku untuk semua jenis berita, baik media cetak

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 005/PUU-I/2003

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 005/PUU-I/2003 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 005/PUU-I/2003 I. PEMOHON/KUASA II. 1. IJTI (Pemohon I) 2. PRSSNI (Pemohon II) 3. PPPI (Pemohon III) 4. ATVSI (Pemohon IV) 5. PERSUSI (Pemohon V) 6. KOMTEVE (Pemohon VI)

Lebih terperinci

Media dan Revolusi Mental. Nezar Patria Anggota Dewan

Media dan Revolusi Mental. Nezar Patria Anggota Dewan Media dan Revolusi Mental Nezar Patria Anggota Dewan Pers @nezarpatria Konvensi Media, HPN 2016, Mataram, Lombok, 8 Februari 2016 Big Bang Reformasi 1998: Mental Baru Pers Indonesia? Terbukanya ruang demokrasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebebasan pers Indonesia ditandai dengan datangnya era reformasi dimulai tahun 1998 setelah peristiwa pengunduran diri Soeharto dari jabatan kepresidenan. Pers Indonesia

Lebih terperinci

RUBRIK RESENSI KEBEBASAN ATAU KEBABLASAN PERS KITA

RUBRIK RESENSI KEBEBASAN ATAU KEBABLASAN PERS KITA Jurnal Komunikasi Universitas tarumanagara, Tahun I/01/2009 RUBRIK RESENSI KEBEBASAN ATAU KEBABLASAN PERS KITA Eko Harry Susanto e-mail : ekohs@centrin.net.id Judul Buku : Keutamaan di Balik Kontroversi

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP WARTAWAN DARI TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG SEDANG MENJALANKAN TUGAS PROFESI

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP WARTAWAN DARI TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG SEDANG MENJALANKAN TUGAS PROFESI BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP WARTAWAN DARI TINDAK PIDANA KEKERASAN YANG SEDANG MENJALANKAN TUGAS PROFESI A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Asas, Fungsi, Hak, Kewajiban

Lebih terperinci

Public Relations Humas Simetris & Objektivitas Pemberitaan Oleh: Rachmat Kriyantono, Ph.D

Public Relations Humas Simetris & Objektivitas Pemberitaan Oleh: Rachmat Kriyantono, Ph.D Public Relations Humas Simetris & Objektivitas Pemberitaan Oleh: Rachmat Kriyantono, Ph.D Hasil wawancara di atas adalah situasi yang terjadi secara umum di lembaga kehumasan dan media massa dalam aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat kian tergantung dengan media massa, yang menjadi salah satu sumber informasi yang sangat dibutuhkan khalayak. Terlebih dengan kecanggihan teknologi di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabar yang bersangkutan. Penyajian sebuah isi pesan dalam media (surat

BAB I PENDAHULUAN. kabar yang bersangkutan. Penyajian sebuah isi pesan dalam media (surat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berita merupakan isi utama dalam sebuah media (surat kabar). Isi berita yang baik dan berkualitas akan berdampak baik pula bagi surat kabar yang bersangkutan.

Lebih terperinci

National Press Photographers Association ethics morality morals principles standards ethics in photojournalism

National Press Photographers Association ethics morality morals principles standards ethics in photojournalism National Press Photographers Association, founded in 1947. The organization is based in Durham, North Carolina and is mostly made up of still photographers, television videographers, editors, and students

Lebih terperinci

PENERAPAN KODE ETIK JURNALISTIK DALAM SURAT KABAR HARIAN SURYA MALANG

PENERAPAN KODE ETIK JURNALISTIK DALAM SURAT KABAR HARIAN SURYA MALANG PENERAPAN KODE ETIK JURNALISTIK DALAM SURAT KABAR HARIAN SURYA MALANG Gabriel Gawi, Akhirul Aminulloh, Ellen Meianzi Yasak Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang baru saja selesai melalui fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers pada masa orde baru tidak

Lebih terperinci

LAMPIRAN - LAMPIRAN. 1. Apa motivasi Anda berprofesi sebagai wartawan /jurnalis? untuk bersikap indipenden dalam menyikapi sebuah kasus.

LAMPIRAN - LAMPIRAN. 1. Apa motivasi Anda berprofesi sebagai wartawan /jurnalis? untuk bersikap indipenden dalam menyikapi sebuah kasus. LAMPIRAN - LAMPIRAN A. TRANSKRIP WAWANCARA INFORMAN 1 1. Apa motivasi Anda berprofesi sebagai wartawan /jurnalis? Ingin mengetahui banyak hal dan adanya dinamisme pemikiran. Keinginan untuk bersikap indipenden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas

BAB I PENDAHULUAN. mengungkapkan kebenaran secara fairness. Yaitu salah satu syarat objektivitas BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Media massa merupakan sarana manusia untuk memahami realitas. Oleh sebab itu, media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realitas dunia yang benar-benar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media melalui perbedaan kemasan dan sifat siarannya. dirasakan oleh audiencennya. Menurut Marshall Mc Luhan, Media televisi telah

BAB I PENDAHULUAN. media melalui perbedaan kemasan dan sifat siarannya. dirasakan oleh audiencennya. Menurut Marshall Mc Luhan, Media televisi telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media televisi lahir dari sebuah proses panjang dari perkembangan teknologi. Seiring diibaratkan bahwa kehadiran teknologi dalam perpanjangan fisik manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai berita (news value). Nilai berita ini menjadi ukuran yang berguna, atau yang

BAB I PENDAHULUAN. nilai berita (news value). Nilai berita ini menjadi ukuran yang berguna, atau yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Media memiliki peran penting dalam memberikan informasi kepada masyarakat. Hal ini tergambarkan dalam salah satu fungsi media massa sebagai penyebar informasi

Lebih terperinci

#! Beragam peristiwa dan informasi yang diperoleh masyarakat tidak terlepas dari peranan suatu media massa dalam hubungannya dengan penyajian dan inte

#! Beragam peristiwa dan informasi yang diperoleh masyarakat tidak terlepas dari peranan suatu media massa dalam hubungannya dengan penyajian dan inte BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat dewasa ini mulai berkembang ke arah masyarakat informasi. keberadaan sebuah informasi dianggap sangat penting. Sehingga dengan demikian masyarakat

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK A. PENDAHULUAN Salah satu agenda pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang teknologi informasi dan komunikasi, pers telah memberikan andil yang

BAB I PENDAHULUAN. bidang teknologi informasi dan komunikasi, pers telah memberikan andil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Melihat pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi, pers telah memberikan andil yang cukup besar

Lebih terperinci

KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA

KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA KETETAPAN BADAN LEGISLATIF MAHASISWA NOMOR : 019/TAP.02/BLM/XI/2009 TENTANG LEMBAGA PERS MAHASISWA DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA, BADAN LEGISLATIF MAHASISWA Menimbang : a. Bahwa untuk menjamin kepastian

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu I. PARA PEMOHON 1. H. Tarman Azzam. 2. Kristanto Hartadi. 3. Sasongko Tedjo. 4. Ratna Susilowati. 5. H.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Praktik jurnalisme kloning kini menjadi kian populer dan banyak

BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN. Praktik jurnalisme kloning kini menjadi kian populer dan banyak BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN Praktik jurnalisme kloning kini menjadi kian populer dan banyak dilakukan oleh para jurnalis dalam tugasnya sehari-hari. Jurnalisme kloning merupakan aktivitas tukar menukar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. elemen yang saling membutuhkan. Dalam menjalankan kewajibannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. elemen yang saling membutuhkan. Dalam menjalankan kewajibannya sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Media massa telah begitu erat dengan masyarakat. Keduanya merupakan elemen yang saling membutuhkan. Dalam menjalankan kewajibannya sebagai pembawa berita, media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari beragam media yang cukup berperan adalah televisi. Dunia broadcasting

BAB I PENDAHULUAN. dari beragam media yang cukup berperan adalah televisi. Dunia broadcasting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Media mengandung istilah sebagai sebuah lembaga milik swasta maupun pemerintah yang mempunyai tugas memberikan informasi. Saat ini media merupakan faktor sentral dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu terjadi pada skala lokal, regional maupun nasional.

BAB I PENDAHULUAN. itu terjadi pada skala lokal, regional maupun nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Korupsi sesungguhnya bukan fenomena baru. Meskipun begitu, di Indonesia, korupsi menjadi topik yang menarik perhatian hampir semua kalangan, karena hampir semua

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmu sastra merupakan ilmu yang menyelidiki karya sastra, beserta gejala yang menyertainya, secara ilmiah. Di samping teks karya sastra, juga semua peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. massa yang setiap hari selalu memberitakan mengenai kasus-kasus kejahatan dan

BAB I PENDAHULUAN. massa yang setiap hari selalu memberitakan mengenai kasus-kasus kejahatan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini, kasus kejahatan begitu marak terjadi dalam hitungan detik dan meniti di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari pemberitaan di berbagai media massa

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara sebagai televisi publik lokal dan Sindo TV

VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara sebagai televisi publik lokal dan Sindo TV VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Pada bagian ini diuraikan kesimpulan, implikasi dan rekomendasi berdasar hasil penelitian yang telah dilakukan. 6.1. Kesimpulan Berdasarkan temuan-temuan dan analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media cetak tetapi juga media kominikasi elektronik. oleh masyarakat untuk mencari dan mengetahui informasi

BAB I PENDAHULUAN. melalui media cetak tetapi juga media kominikasi elektronik. oleh masyarakat untuk mencari dan mengetahui informasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan dibidang teknologi informasi semakin banyak digunakan didalam kehidupan sehari-hari. Bidang teknologi informasi merupakan salah satu bidang terpenting pada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

KATA PENGANTAR. Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung LAMPIRAN 1 Alat Ukur KATA PENGANTAR Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung sedang melakukan penelitian mengenai Model Kompetensi pada reporter. Kuesioner ini terdiri dari

Lebih terperinci

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006 Hukum dan Pers Oleh Ade Armando Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006 1 Bukan Kebebasan Tanpa Batas Kemerdekaan media tidak pernah berarti kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Tentang SuaraKomunitas.net Suarakomunitas.net bagian dari platform ketersediaan sistem informasi dan komunikasi Suara Komunitas, milik COMBINE Resource Institution.

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS I. UMUM Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penggunanya. Dengan munculnya internet, orang-orang semakin bebas berekspresi di

BAB I PENDAHULUAN. penggunanya. Dengan munculnya internet, orang-orang semakin bebas berekspresi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi telah mengubah perilaku media dan para penggunanya. Dengan munculnya internet, orang-orang semakin bebas berekspresi di dunia maya.

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambaha

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambaha No.1775, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DJSN. Kode Etik. Majelis Kehormatan. PERATURAN DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG KODE ETIK DAN MAJELIS KEHORMATAN DEWAN JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

Hubungan Keanggotaan Wartawan dalam Organisasi Pers dengan Pengetahuan tentang Kode Etik Jurnalistik

Hubungan Keanggotaan Wartawan dalam Organisasi Pers dengan Pengetahuan tentang Kode Etik Jurnalistik Hubungan Keanggotaan Wartawan dalam Organisasi Pers dengan Pengetahuan tentang Kode Etik Jurnalistik (Studi Eksplanatif terhadap Wartawan Anggota PWI Cabang Yogyakarta) Elizabeth Elza Astari Retaduari

Lebih terperinci

Working in Online Journalism News report Penulisan Online Standard Law and Ethics Bussines Online Journalism Journalism online di masa depan

Working in Online Journalism News report Penulisan Online Standard Law and Ethics Bussines Online Journalism Journalism online di masa depan Jurnalisme online (online journalism) adalah praktek jurnalistik yang menggunakan channel internet. Bisa jadi online jurnalism dilaksanakan oleh jurnalis profesional yang bekerja di sebuah situs berita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era yang semakin dikuasai oleh teknologi dan informasi seperti saat ini, menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Di era yang semakin dikuasai oleh teknologi dan informasi seperti saat ini, menuntut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di era yang semakin dikuasai oleh teknologi dan informasi seperti saat ini, menuntut manusia untuk selalu mengetahui dan mengikuti perkembangan berbagai informasi.

Lebih terperinci

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU No.547, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DPR-RI. Kode Etik. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DENGAN

Lebih terperinci

Oleh: Qoriah A. Siregar

Oleh: Qoriah A. Siregar RESENSI BUKU Judul : Komunikasi Antarbudaya (Di Era Budaya Siber) Penulis : Rulli Nasrullah Tebal Buku : VIII + 198 hlm Edisi : I, 2012 Penerbit : Kencana Prenada Media Group Buku ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN

PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN PERATURAN DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 01/17/PDK/XII/2012 TENTANG KODE ETIK OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam peristiwa baik yang bersifat lokal, nasional maupun internasional. Salah

I. PENDAHULUAN. beragam peristiwa baik yang bersifat lokal, nasional maupun internasional. Salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada masa kini tidak terlepas dari kebutuhan untuk memperoleh informasi. Informasi yang tersaji di hadapan masyarakat haruslah memuat beragam peristiwa baik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perubahan ke era reformasi menjadi awal kebebesan pers karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perubahan ke era reformasi menjadi awal kebebesan pers karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan ke era reformasi menjadi awal kebebesan pers karena pemerintah mencabut SIUPP ( Surat Izin Usaha Penerbitan Pers ). Dampak dari tidak diberlakukannya SIUPP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah dunia penyiaran atau dalam hal ini dunia pertelevisian.

BAB I PENDAHULUAN. adalah dunia penyiaran atau dalam hal ini dunia pertelevisian. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya teknologi informasi dan komunikasi telah berkembang dengan sedemikian pesatnya. Hal ini tentunya membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara demokrasi, yang mana kebebasan berpendapat dijunjung tinggi. Masyarakat bebas untuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan menjunjung tinggi nilai-nilai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Televisi di Indonesia saat ini sangat pesat. Ini terlihat dari

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Televisi di Indonesia saat ini sangat pesat. Ini terlihat dari 9 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan Televisi di Indonesia saat ini sangat pesat. Ini terlihat dari menjamurnya stasiun televisi swasta, dan televisi televisi lokal di daerah. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menandakan proses komunikasi massa berlangsung dalam tingkat kerumitan yang relatif

BAB I PENDAHULUAN. menandakan proses komunikasi massa berlangsung dalam tingkat kerumitan yang relatif BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu konsep komunikasi massa adalah proses komunikasi yang pesannya diarahkan kepada audiens yang relatif lebih besar, heterogen dan anonim. Orientasi arah yang

Lebih terperinci

PENULISAN BERITA TELEVISI

PENULISAN BERITA TELEVISI Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi PENULISAN BERITA TELEVISI KAIDAH DAN PRINSIP JURNALISTIK, KODE ETIK JURNALISTIK TELEVISI Rika Yessica Rahma,M.Ikom Program Studi Penyiaran http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 008/SK/KPI/8/2004 TENTANG

S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 008/SK/KPI/8/2004 TENTANG S A L I N A N KEPUTUSAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA NOMOR 008/SK/KPI/8/2004 TENTANG PEDOMAN SIARAN PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN PUTARAN KEDUA DI LEMBAGA PENYIARAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA,

Lebih terperinci

1. Pada pasal 1 ayat 1 Undang Undang No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi UU

1. Pada pasal 1 ayat 1 Undang Undang No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi UU Hasil wawancara dengan Bapak Wina Armada Sukardi, Jabatan Ketua Komisi Hukum dan Perundang Undangan, pada hari Rabu, 27 Juli 2011, di Gedung Dewan Pers Lt. 7, Jl. Kebon Sirih No. 32 34, Jakarta 10110 1.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negatif maupun positif. Pers dan media massa juga sangat beperan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. negatif maupun positif. Pers dan media massa juga sangat beperan sebagai 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan media massa saat ini sangat berkembang dengan pesat untuk diterima dan dikonsumsi oleh masyarakat luas, baik itu berita yang berbau negatif maupun

Lebih terperinci