BAB I PENDAHULUAN. (2012: ) menjelaskan pengertian identitas leksikal berupa kategori kelas kata

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. (2012: ) menjelaskan pengertian identitas leksikal berupa kategori kelas kata"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologis dalam suatu bahasa secara umum dibagi menjadi dua yaitu proses infleksional dan derivasional dimana pembedanya terdapat pada identitas leksikal kata setelah mengalami proses morfologis (Matthews, 1991:54). Verhaar (2012: ) menjelaskan pengertian identitas leksikal berupa kategori kelas kata beserta maknanya. Berikut adalah beberapa kata yang mengalami proses morfologis. a) Perubahan kata dari pencil menjadi pencils b) Perubahan kata dari structure menjadi structurize Mengacu kepada dua contoh diatas, baik contoh (a) maupun contoh (b) keduanya mengalami proses morfologis. Pada contoh (a) penambahan sufiks {-s} pada kata pencil tidak mengubah identitas leksikal kata tersebut tetapi hanya mengalami pluralisasi yaitu dari kata benda tunggal menjadi kata benda jamak. Kategori kelas kata pada contoh pencil menjadi pencils tetap sebagai kata benda dan makna yang ditimbulkan juga tidak berubah. Proses ini disebut proses infleksional. Hal ini berbeda pada contoh (b), karena kata structure yang mempunyai kelas kata sebagai kata benda, setelah mengalami proses morfologis

2 2 (penambahan sufiks { ize}) terjadi perubahan kategori kelas kata yaitu dari kata benda menjadi kata kerja dan makna yang ditimbulkan juga berbeda. Proses ini disebut proses derivasional karena terdapat perubahan identitas leksikal kata. Di dalam bahasa Inggris, terdapat banyak sufiks derivatif diantaranya adalah { ize}, {-full}, {-ness}, {-able}, {-ity}, {-ify} dan lain-lain. Sufiks-sufiks derivatif tersebut mempunyai fungsi masing-masing dalam proses afiksasi derivatif. Kata-kata hasil bentukan dari proses ini disebut Derived Word (kata yang berderivasi) (Fromkin et al, 2009:88). Terdapat proses derivasional yang tidak mensyaratkan perubahan kelas kata. Misalnya, kata lurah yang mempunyai kelas kata sebagai kata benda berubah menjadi kelurahan yang juga beridentitas kata benda. Bentukan tersebut tetap digolongkan sebagai pembentukan kata (derivasi) dikarenakan adanya perubahan makna (Katamba, 1993:54). Kata lurah yang berarti kepala pemerintahan yang mengepalai kelurahan merupakan kata benda yang merujuk kepada orang bernyawa (animate), sedangkan kata kelurahan yang juga berkategori kata benda bermakna daerah bagian yang dikepalai oleh seorang lurah, merupakan kata benda yang merujuk pada tempat atau wilayah yang tak bernyawa (inanimate). Terkait dengan penelitian ini, penulis mengangkat fenomena derivasi di dalam dua bahasa yaitu bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Bahasa Inggris dipilih karena penulis mempunyai latar belakang Pendidikan Bahasa Inggris jadi terdapat suatu keinginan untuk mengembangkan keilmuan dalam bidang kebahasaan khususnya

3 3 morfologi bahasa Inggris. Kajian ini perlu dilakukan untuk mengetahui kesamaan dan untuk mengetahui kekhasan dari tiap bahasa yang dikaji. Kajian ini merupakan kajian lintas bahasa yang bermanfaat dalam bidang pengajaran dan penerjemahan. Bahasa Indonesia dipilih sebagai pembanding karena bahasa Indonesia merupakan bahasa kedua peneliti setelah bahasa Jawa. Selain itu, dikarenakan pekerjaan peneliti berhubungan dengan pengajaran bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, sehingga peneliti seringkali mendapat pertanyaan dari peserta didik mengenai kedua bahasa tersebut. Alasan berikutnya adalah kedua bahasa objek penelitian dipilih karena terdapat beberapa kesamaan dan perbedaan yang ditemukan diantara kedua bahasa ini, khususnya dalam pembentukan leksem baru dengan proses morfologis. Misalnya pada contoh berikut ini: Tabel 1.1: Contoh kata bersufiks {-ize} dan padanannya bahasa Inggris bahasa Indonesia Kata Dasar Kata Kerja Kata Dasar Kata Kerja category categorize kategori mengkategorikan stigma stigmatize noda menodai satire satirize sindiran menyindir theory theorize teori berteori

4 4 Di dalam tabel diatas, dua kolom sebelah kiri menunjukkan pembentukan kata kerja bersufiks {-ize} dalam bahasa Inggris, sedangkan dua kolom di sebelah kanan adalah padanan kata bentukan tersebut dalam bahasa Indonesia. Pada kata category setelah dilekati sufiks {-ize} berubah menjadi categorize. Didalam proses tersebut terdapat proses morfofonemis yaitu dari /ˈkæt.ə.gri/ menjadi /ˈkæt.ə.g ə r.aɪz/, fonem /i/ berubah menjadi /ai/. Proses ini juga terjadi pada contoh theory /ˈθɪə.ri/ menjadi theorize /ˈθɪə.raɪz/. Pada kedua contoh kata tersebut bisa dilihat bahwa sufiks {-ize} mempunyai padanan {me-kan} mengkategorikan dan {ber-} berteori. Pada contoh stigma menjadi stigmatize terdapat proses yaitu penambahan fonem /t/. Hal ini dikarenakan kata stigma berakhiran fonem vokal sehingga ketika dilekati oleh sufiks {-ize} membutuhkan tambahan fonem konsonan /t/. Padanan sufiks {-ize} pada kata stigma noda adalah afiks {me-i}, sedangkan pada kata satirize mempunyai padanan {me-}. Terdapatnya keberagaman padanan sufiks menyebabkan pembelajar bahasa Inggris mengalami kesulitan ketika mempelajari sikata dasar morfologi bahasa Indonesia karena kata yang berasal dari satu sufiks {-ize} berpadanan dengan beberapa prefiks dan afiks kombinasi. Sufiks pembentuk kata kerja di dalam bahasa Inggris selanjutnya yaitu sufiks {-ify}. Pembentukan dan padanannya dalam bahasa Indonesia bisa dilihat dalam contoh pada tabel dibawah.

5 5 Tabel 1.2: Contoh kata bersufiks {-ify} dan padanannya bahasa Inggris bahasa Indonesia Kata Dasar Kata Kerja Kata Dasar Kata Kerja beauty beautify kecantikan mempercantik example exemplify contoh mencontohkan solid solidify keras mengeras Kondisi yang hampir sama ditunjukkan oleh sufiks {-ify} dan padanannya dalam bahasa Indonesia. Sufiks {-ify} mempunyai beberapa padanan yaitu sufiks {memper-}, {me-kan}, dan {me-}. Padanan-padanan yang ada membuat para pembelajar bahasa khususnya morfologi mengalami kesulitan dalam memahami konsep pembentukan kata kerja dalam bahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan sufiks padanan mempunyai kecenderungan pembentukan yang tidak teratur. Kondisi yang sama juga ditunjukkan oleh sufiks pembentuk kata kerja yang lain yaitu {-ate}. Kata kerja yang berasal dari pembentukan kata dasar + sufiks {-ate} adalah sebagai berikut. Tabel 1.3: Contoh kata bersufiks {-ate} dan padananya bahasa Inggris bahasa Indonesia Kata Dasar Kata Kerja Kata Dasar Kata Kerja

6 6 formula formulate rumus merumuskan alien alienate makhluk asing mengasingkan fume fumigate asap mengasapi saliva salivate air liur berliur hyphenate hyphen garis hubung menghubungkan (dengan garis hubung) Sedikit berbeda dengan sufiks-sufiks pembentuk kata kerja sebelumnya seperti sufiks {-ize} dan {-ify} yang mempunyai padanan berupa afiks, sufiks {-ate} pada kata hyphenate yang didalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi menghubungkan dengan garis hubung. Data tersebut menunjukkan tiadanya afiks padanan sehingga muncul kata tambahan untuk memadankan didalam bahasa Indonesia. Penambahan kata menghubungkan dengan diperlukan agar esensi makna kata hyphenate tidak hilang ketika dipadankan. Meskipun kondisi tersebut tidak banyak, tetapi pembentukan padanan tersebut diatas layak untuk dideskripsikan lebih lanjut. Sufiks pembentuk kata kerja yang terakhir yang akan menjadi bahasan dalam penelitian ini adalah sufiks {-en}. Beberapa kata bentukan dari sufiks {-en} dapat dicermati pada tabel dibawah.

7 7 Tabel 1.4: Contoh kata bersufiks {-en} dan padanannya bahasa Inggris bahasa Indonesia Kata Dasar Kata Kerja Kata Dasar Kata Kerja tough toughen kuat menguatkan sweet sweeten manis mempermanis threat threaten ancaman mengancam fright frighten takut menakuti Meskipun pembentukan padanan dalam bahasa Indonesia hanya berupa prefiks seperti pada kata threaten, serta afiks kombinasi seperti pada kata toughen sweeten dan frighten, kondisi ini harus dibahas lebih dalam dikarenakan beragamnya padanan sufiks {-en} dalam bahasa Indonesia. Alasan-alasan tersebut diatas menjadi dasar bagi penulis untuk membahas sufiks-sufiks pembentuk kata kerja dalam bahasa Inggris dan mencari padanan dalam bahasa Indonesia, mengingat kata kerja merupakan bagian yang penting jika seseorang akan membuat sebuah kalimat. Kondisi yang berbeda jika pembelajar bahasa asing ingin mempelajari pembentukan adverb of manner kata keterangan cara dan mencari padanan dalam bahasa Indonesia. Perhatikan kata-kata dalam tabel berikut.

8 8 Tabel 1.5: Contoh kata keterangan cara bersufiks {-ly} dan padanannya bahasa Inggris bahasa Indonesia Kata Dasar Kata Kerja Kata Dasar Kata Bentukan soft softly lembut dengan lembut loud loudly keras dengan keras Dalam tabel diatas perubahan kata dasar menjadi kata bentukan yang berupa kata keterangan cara baik pada contoh soft ataupun loud, jika dicari padanannya dalam bahasa Indonesia akan dengan mudah diidentifikasi karena sufiks {-ly} berpotensi mempunyai arti dengan. Kondisi ini memudahkan pembelajar bahasa asing dalam mempelajari konsep padanan sufiks {-ly} didalam bahasa Indonesia. Sebaliknya, kondisi yang sangat berbeda ditunjukkan oleh sufiks-sufiks pembentuk kata kerja dalam penelitian ini karena padanan bentukan menunjukkan keberagaman. Berdasarkan pemaparan diatas, penulis merasa bahwa penelitian sufiks { ize}, { ify}, {-ate} dan { en} dalam bahasa Inggris dan mencari padanannya dalam bahasa Indonesia akan menjadi suatu hal yang sangat menarik jika dikaji. Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa padanan karena berdasarkan deskripsi diatas dapat disimpulkan sementara bahwa perwujudan padanan begitu beragam.

9 9 1.2 Rumusan Masalah Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana distribusi sufiks { ize}, { ify}, { ate} dan { en} dalam bahasa Inggris? 2. Bagaimana padanan sufiks { ize}, { ify}, { ate} dan { en} dalam bahasa Indonesia? 3. Bagaimana persamaan dan perbedaan antara sufiks { ize}, { ify}, { ate} dan { en} dalam bahasa Inggris dan padanannya dalam bahasa Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan distribusi sufiks { ize}, { ify}, { ate} dan { en} dalam bahasa Inggris. 2. Mendeskripsikan padanan sufiks { ize, { ify}, { ate} dan { en} dalam bahasa Indonesia. 3. Mendeskripsikan persamaan dan perbedaan antara sufiks { ize}, { ify}, { ate} dan { en} dalam bahasa Inggris dan padanannya dalam bahasa Indonesia.

10 Manfaat Penelitian Penelitian ini mendeskripsikan mengenai sufiks { ize}, { ify}, { ate} dan { en} dalam bahasa Inggris dan padanannya dalam bahasa Indonesia. Manfaat hasil penelitian adalah sebagai berikut: 1. Manfaat teoretis yaitu menambah dan memperkaya kajian padanan khususnya mengenai morfologi sufiks { ize}, { ify}, { ate} dan { en} dalam bahasa Inggris dan padanannya dalam bahasa Indonesia. 2. Manfaat praktis yaitu membantu penutur asing dan pembelajar bahasa dalam mempelajari sikata dasar morfologi bahasa Indonesia khususnya sufiks { ize}, { ify}, { ate} dan { en} dan padanannya dalam bahasa Indonesia, serta membantu para pembelajar bahasa Inggris untuk memudahkan dalam mempelajari arti dan konsep sufiks pembentuk kata kerja dalam bahasa Inggris. 1.5 Tinjauan Pustaka Terdapat beberapa penelitian mengenai proses derivasional yang berkaitan dengan topik penelitian penulis, diantaranya adalah: Denistia (2012), memaparkan dalam penelitiannya bahwa akhiran { er} dan { ist} memiliki makna saat dilekati kata kerja, kata sifat, dan kata benda. Sedangkan akhiran { ian} memiliki makna saat dilekati kata benda dan kata sifat. Alomorf dari akhiran { ian} adalah / ian/ dan

11 11 / ean/. Pembentukan agen dalam bahasa Indonesia sebagai padanan sufiks { er}, {-ist}, {-ian} dalam bahasa Inggris terdiri dari proses afiksasi yang mencakup prefiksasi dan sufiksasi dalam proses komposisi. Sebagian besar padanan bahasa Indonesia untuk sufiks { er} mencakup prefiksasi berkata dasar verba dan komposisi nomina + nomina. Sebagian besar padanan bahasa Indonesia untuk sufiks { ist} dan { ian} dalam bahasa Inggris mencakup prefiksasi berkata dasar verba, sufiksasi asing is dan komposisi nomina + nomina. Klasifikasi analisis kontrastif pembentukan agen menunjukkan bahwa sufiks { er} sebagian besar mengalami fenomena konvergen dalam padanannya dengan bahasa Indonesia. Sebagian besar data menunjukkan bahwa sufiks { ist} mengalami fenomena tiadanya perbedaan dalam padanannya dengan bahasa Indonesia. Kesimpulan lainnya adalah sebagian besar data menunjukkan bahwa sufiks { ian} mengalami fenomena tiadanya persamaan dan padanannya dalam bahasa Indonesia. Denistia (2012) membahas mengenai sufiks pembentuk pelaku, sedangkan penelitian ini akan membahas mengenai sufiks yang berhubungan dengan pembentukan kata kerja yang meliputi sufiks { ize}, { ify}, { ate} dan { en}. Sudartini (2009) menjelaskan dalam penelitiannya bahwa (1) proses afiksasi derivasional pembentukan kata benda dalam bahasa Inggris melibatkan dua bentuk dasar yakni kata kerja dan kata sifat serta menggunakan afiks-afiks derivasional meliputi { ation}, {-ee}, {-ure}, {-al}, {-y}, {-er}, {-or}, {-ant/-ent}, {-ment}, {-ance/- ence}, {-ness}, {-ity}, {-dom}, {-ist}, {-th}, dan { ism}, (2) analisis pada buku teks

12 12 bahasa inggris menunjukkan adanya frekuensi kemunculan yang tinggi pada beberapa afiks diantaranya afiks { ation}, {-er}, {-ment}, {-ance}, dan { ity}, adanya proses morfofonemik dan makna penambahan afiks, (3) permasalahan yang muncul dalam afiks derivasional pembentukan kata benda meliputi dua hal yakni yang terkait dengan afiks dan bentuk dasar yang digunakan. Permasalahan yang terkait dengan penggunaan afiks adalah variasi bentuk pada affiks yang digunakan, perubahan pada bentuk dasar, afiks derivasioanal yang memiliki jenis makna, afiks yang memiliki makna berbeda dengan bentuk dasarnya, afiks yang bisa digunakan untuk membentuk kata benda dari bentuk dasar yang lain, afiks derivasional yang sama dengan afiks infleksional, dan afiks yang memiliki frekuensi penggunaan yang tinggi. Permasalahan yang terkait dengan bentuk dasar yang digunaan meliputi: bentuk dasar yang mirip dengan kata benda turunan hasil proses afiksasi dan bentuk dasar yang bisa digunakan untuk afiks yang berbeda. Dalam hal ini penelitian Sudartini (2009) membahas proses afiksasi derivasional pembentukan kata benda tanpa memadankan dengan bahasa Indonesia, sedangkan penulis akan banyak membahas proses afiksasi pembentukan kata kerja dengan memadankan dengan bahasa Indonesia. Irmawati (2012) menulis penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk perubahan morfofonemis akibat proses afiksasi dalam bahasa Inggris, mendeskripsikan jenis perubahan morfofonemis akibat proses afiksasi dalam bahasa Inggris, dan mendekripsikan kaidah perubahan morfofonemis akibat proses afiksasi dalam bahasa Inggris. Penelitian tersebut menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu

13 13 afiks-afiks tersebut menyebabkan perubahan morfofonemis jika dilekatkan pada morfem dasar diantaranya (1) afiks-afiks pembentuk kata benda seperti { (ic(a(i(t(ion)}, {-ity}, {-y}, dan { ance/-ence} (2) afiks-afiks pembentuk kata sifat seperti { un}, {-im}, {-in}, {-il}, {-ir}, {-ous}, {-ical}, {-able/-ible}, {-al}, {-ive}, {-ic}, dan {-ful}, dan (3) afiks-afiks pembentuk kata kerja seperti {re-}, {-un}, {-(i)fy}, {-ize}, {-ed}, {-s}, dan { ate}. Irmawati (2012) membahas mengenai proses morfofonemis yang timbul dari proses afiksasi secara keseluruhan mulai dari afiks pembentuk kata benda, kata kerja, dan kata sifat. Hal ini berbeda dengan penelitian ini yang akan fokus terhadap afiks pembentuk kata kerja dan mencari padanannya dalam bahasa Indonesia yang mencakup padanan secara morfologis dan semantik. Nafisah (2012) yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa (1) afiks derivasional yang digunakan untuk membentuk kata sifat yaitu berupa prefiks dan sufiks, afiks yang berupa prefiks adalah {a-}, {in-}, {-un}. Afiks yang digunakan untuk membentuk kata sifat yang berupa sufiks adalah { able}, {-al}, {-an}, {-ant}, {-ary}, {-ate}, {-ed}, {-en}, {-ful}, {-ic}, {-ing}, {-ish}, {-ive}, {-less}, {-like}, {-ly}, {-ous}, {-y} dengan beberapa bentuk variasi yang terbentuk. Adapun kaidah-kaidah yang terjadi dalam proses pembentukan kata sifat yaitu pemunculan fonem, perubahan fonem, dan penggandaan fonem, (2) makna afiks derivasional secara garis besar adalah menyatakan negasi, kemampuan, perilaku, kualitas, karakteristik, relasi/hubungan (3) bentuk dasar yang diimbuhi oleh afiks-afiks derivasional dalam membentuk kata sifat dapat dilekatkan tidak hanya pada satu jenis kata saja, bentuk

14 14 dasar yang dilekati dapat berupa kata turunan/bentukan. Berbeda dengan penelitian Nafisah (2012) yang membahas mengenai afiks pembentuk kata sifat dalam segi morfologis dan semantis, penelitian ini akan mengulas pembentukan kata kerja dari proses derivasional dengan kajian padanan. Dari beberapa tinjauan pustaka yang telah dilakukan, penulis belum menemukan kajian yang membahas mengenai sufiks pembentuk kata kerja { ize}, { ify}, { ate} dan { en} dalam bahasa Inggris dan padanannya dalam bahasa Indonesia. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan mengenai afiks derivasional pembentuk kata kerja dalam bahasa Inggris baik dalam segi morfologis dan semantis dengan mencari padanannya dalam bahasa Indonesia. 1.6 Landasan Teori Sebagai ilmu empiris, linguistik mempunyai teori dan metode tersendiri dalam proses penelitiannya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, morfologi dan pembentukan kata, morfem, afiksasi, derivasi, dan analisis kontrastif Morfologi dan Pembentukan Kata Matthews (1991:1) menjelaskan bahwa morfologi adalah cabang dari ilmu linguistik yang membahas mengenai proses pembentukan kata. Verhaar (2012:97) menambahkan bahwa morfologi adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal. Morfologi sebagai ilmu yang

15 15 mempelajari tentang pembentukan kata terbagi menjadi dua bagian besar yaitu morfologi infleksional dan morfologi derivasional. Bauer (1983) (dalam Ermanto. 2008:41) mendeskripsikan tahapan pembentukan kata. Infleksi Morfologi Pemertahanan Kelas Kata Derivasi Word Formation Pengubahan Kelas Kata Pemajemukan Skema Pembentukan Kata menurut Bauer (1983) Dalam bagan diatas dapat dijelaskan terdapat dua bagian dalam morfologi yaitu morfologi yang infleksional dan morfologi pembentukan kata (word formation). Morfologi infleksional menghasilkan beberapa variasi bentuk dari leksem yang sama disebabkan oleh tuntutan sintaksis, sedangkan proses pembentukan kata menghasilkan derivasi dan pemajemukan. Derivasi merupakan pembentukan kata yang menghasilkan leksem baru dari sebuah leksem dasar. Misalkan sufiks { ful} dalam bahasa Inggris jika dilekatkan terhadap kata benda beauty yang kata bentukan menjadi beautiful. Selain memperlihatkan perubahan kelas kata, perubahan makna juga menandai proses ini. Selajutnya proses derivasi yang mempertahankan kelas kata misalnya camat menjadi kecamatan, yang keduanya mengacu kepada kelas kata yang sama yaitu kata benda. Jenis lainnya

16 16 adalah pembentukan kata dengan pemajemukan yang terbagi jenisnya berdasarkan kelas kata komponen pembentuknya Morfem Dalam pengkajian morfologi, morfem menjadi hal yang penting untuk diketahui. Mulyono (2013:5) menjelaskan bahwa morfem adalah bentukan linguistik yang paling kecil, yang tidak terdiri atas bentukan-bentukan yang lebih kecil yang mengandung arti. Penjelasan tersebut mempunyai persamaan dengan pernyataan Verhaar (2012:97-98) yang menulis rumusan morfem sebagai bentuk satuan lingual terkecil yang mempunyai makna. Berdasarkan penjelasan tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa morfem dapat berupa kata pokok, preposisi, kata ganti tunjuk, proses reduplikasi, kata keterangan, dan afiks karena kata-kata tersebut tidak bisa dibagi lagi menjadi bentukan-bentukan linguistik yang paling kecil. Bentukan-bentukan berupa morfem yang jumlahnya sangat banyak itu dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas merupakan morfem yang dalam tuturan sehari-hari dapat berdiri sendiri atau morfem yang potensial dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa. Dalam kalimat biasa, morfem bebas bisa mendukung fungsi sintaksis secara mandiri, sebagai subjek, predikat, objek, pelengkap atau keterangan. Kehadiran morfem jenis ini tidak terikat kepada morfem lain. Misalnya kata ibu, kerja, di, dan pasar sedangkan morfem terikat adalah morfem yang kehadirannya dalam tuturan biasa selalu melekatkan diri terhadap morfem lain untuk membentuk sebuah kata.

17 Afiksasi Chaer (2012:177) mendefinisikan proses morfologi sebagai proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar dengan penambahan imbuhan (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi), penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi). Kridalaksana (2009:28-31) dalam pemaparannya membagi afiks menjadi sembilan macam yaitu (1) prefiks (2) infiks (3) sufiks (4) simulfiks (5) konfiks (6) suprafiks (7) kombinasi afiks (8) interfiks, dan (9) transfiks. Penjelasannya adalah sebagai berikut: (1) Prefiks adalah afiks yang terletak di muka bentuk dasar seperti {me-}, {ter-}, {ber-}, dan{per-} (2) Infiks adalah afiks yang disisipkan di tengah bentuk dasar seperti {-el-}, {-em-}, {-er-}, dan {-in-} (3) Sufiks adalah afiks yang terletak dibelakang bentuk dasar seperti {-an}, {-i}, dan {-kan} (4) Simulfiks adalah afiks yang dileburkan secara segmental pada bagian awal bentuk dasar seperti nyambel, nyikut, dan ngebut. (5) Konfiks adalah afiks yang sekaligus hadir didepan dan dibelakang bentuk dasar yang mempunyai makna gramatikal. Konfiks biasa disebut dengan morfem terbagi karena harus hadir serentak pada bentuk dasar. Contoh konfiks adalah {ke-/-an}{per-/-an},dan{ber-/-an}

18 18 (6) Suprafiks adalah afiks yang dihubungkan dengan ciri-ciri suprasegmental seperti nada pada beberapa bahasa misalkan pada bahasa Mandarin yang mempunyai empat nada, yang kesemuanya berpotensi membedakan makna. (7) Kombinasi afiks atau gabungan afiks adalah kombinasi dari dua afiks atau lebih yang bergabung dengan dasar. Masing-masing afiks tetap membawa makna gramatikal tersendiri. Afiks ini muncul bersama pada dasar dengan urutan pelekatan yang berlainan seperti gabungan afiks {me-} dan {-kan} pada kata mengidolakan. (8) Interfiks adalah jrnis infiks yang muncul diantara dua unsure. Dalam bahasa Indonesia interfiks terdapat pada kata-kata bentukan baru, misalnya interfiks n- dan o- pada gabungan Indonesia dan logi menjadi Indonesianologi. (9) Transfiks adalah jenis infiks yang menyebabkan dasar menjadi terbagi. Bentuk ini terdapat dalam bahasa-bahasa Afro-Asiatika, antara lain dalam bahasa Arab, misalnya akar ktb dapat diberi transfiks a-a, a-i, dan sebagainya Derivasi Secara teoretis akhiran derivasional memiliki fungsi mengubah kelas kata atau arti pada sebuah kata dasar atau kata yang dilekatinya. Fromkin dan Rodman (1993:48-49) menyebutnya sebagai morfem derivasional. Hal ini dikarenakan jika morfem tersebut bergabung dengan kata yang dilekatinya akan terjadi proses

19 19 pembentukan kata baru yang mempunyai kelas kata yang berbeda sebelum proses derivasi. Fromkin dan Rodman juga menjelaskan bahwa morfem derivasional mempunyai potensi untuk merubah kelas kata dan makna Analisis Padanan Penelitian dengan mencari padanan merupakan salah satu penelitian yang bertujuan untuk mengkaji perbedaan dan persamaan antara dua bahasa atau lebih untuk mencari kategori tertentu yang ada atau tidak ada dalam suatu bahasa sehingga kemiripan dan perbedaan bahasa-bahasa tersebut dapat dilihat. (Lado, 1957:1). Parera (1997:111) mengungkapkan bahwa data bahasa yang akan dibandingkan sebaiknya data bahasa yang telah dstandarkan, data bahasa yg berkaidah atau telah dikaidahkan, serta data bahasa pertama dan kedua sebaiknya terlepas dari konteks atau dekontestualisasi. Ellis (1985:25) menyebutkan empat tahapan yang harus diikuti dalam melakukan padanan antara dua bahasa atau lebih, yaitu: a. Deskripsi yaitu mendeskripsikan scara formal kedua bahasa yang akan diperbandingkan. b. Seleksi yaitu pemilihan terhadap butir tertentu misalnya kata kerja bantu yang diketahui melalui analisis kesalahan untuk melihat kesulitan, butir tersebut dipilih sebagai perbandingan.

20 20 c. Perbandingan yaitu mnengidentifikasi persamaan dan perbedaan pada setiap area dari kedua bahasa yang diperbandingkan. d. Prediksi yaitu mengidentifikasi area mana saja yg mungkin menyebabkan kesalahan. Ellis (1985:25) menambahkan, melalui perbandingan tersebut terdapat beberapa hal yang dapat diungkapkan antara lain: a. Tiadanya perbedaan yaitu struktur atau aspek tertentu dari kedua bahasa tidak berbeda sama sekali. b. Fenomena konvergen yaitu dua butir yang ada dalam bahasa yg satu menjadi satu butir dalam bahasa yang lain. c. Fenomena ketiadaanyaitu butir atau sikata dasar yg ada di dalam bahasa yg satu menjadi tidak ada dalam bahasa yg lain. d. Perbedaan distribusi yaitu butir atau kata dasar pada bahasa yang satu memiliki distribusi yg berbeda dengan butir atau sikata dasar yg sama pada bahasa yang lain. e. Tiadanya persamaan yaitu struktur atau aspek tertentu pada bahasa yang satu tidak memiliki kesamaan dengan bahasa lain. f. Fenomena divergen yaitu satu butir bahasa yang satu menjdi dua dua butir pada bahasa yang lain.

21 21 Secara keseluruhan uraian mengenai deksriptif padanan bertujuan untuk memperoleh persamaan dan perbedaan sikata dasar atau struktur dua bahasa yang dipadankan. 1.7 Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yang dilakukan melalui proses penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap sistematika penyajian hasil analisis data. Linguistik deskriptif yaitu meneliti dan memerikan sikata dasar bahasa berdasarkan data. Penelitian akan terbagi menjadi tiga tahap yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak yaitu menyimak penggunaan bahasa dengan menggunakan teknik catat. Teknik catat adalah teknik menjaring data dengan hasil penyimakan data pada kartu data (Kesuma, 2007:45). Penyediaan data dilakukan dengan teknik pustaka yaitu teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data (Subroto, 2012:47) Sumber Data Data penelitian ini adalah setiap kata bersufiks {-ize}, { ify}, { ate} dan { en} dan padanannya dalam bahasa Indonesia. Pengumpulan data menggunakan Oxford Advance Learner s Dictionary (2010) dan untuk mencari padanannya dalam bahasa Indonesia, penulis menggunakan kamus Inggris-Indonesia (2008) karangan John

22 22 Echols dan Hasan Shadily, serta Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) untuk mengecek penggunaan dalam ragam yang sudah distandarkan. Dua kamus tersebut dipergunakan karena kamus-kamus tersebut dilengkapi dengan cara pengucapan kata, makna kata, dan penggunaan kata-kata didalam sebuah kalimat. Kamus John Echols dan Hasan Shadily digunakan sebagai panduan untuk mencari padanan kata bersufiks {-ize}, { ify}, { ate} dan { en} dalam bahasa Indonesia Analisis Data Setelah data terkumpul, peneliti memiliki data dalam bentuk proses pembentukan. Proses tersebut diklasifikasikan berdasarkan jenisnya yang termasuk dalam proses afikasi { ize}. { ify}, { ate} dan { en}. Pengklasifikasian tersebut berdasarkan kelas kata pembentuknya. Kemudian dicari padanannya dalam bahasa Indonesia. Analisis data menggunakan metode padan translasional (Sudaryanto, 1993:13-15). Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi satuan kebahasaan suatu bahasa berdasarkan satuan kebahasaan yang lain, yaitu padanan sufiks { ize}, { ify}, { ate} dan { en} dalam bahasa Indonesia. Metode penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode penyajian formal dan informal (Sudaryanto, 1993:145). Penyajian informal adalah bentuk penyajian dengan menggunakan rumusan kata-kata biasa yang digunakan untuk merumuskan hasil penelitian. Akan ada beberapa klasifikasi kata dalam sikata dasaratika penyajian data tesis. Cara pengklasifikasian pertama adalah dengan mendata berdasarkan lingkungan kebahasaan. Penggolongan selanjutnya adalah berdasarkan kelas kata atau kategori dasarnya (kata benda, kata sifat, dan lain-

23 23 lain). Setelah penggolongan tersebut peneliti menggolongkan berdasarkan makna sufiks yang ditimbulkan. Semua langkah tersebut disajikan dalam bentuk tabel-tabel seperti tabel dibawah NO bahasa Inggris bahasa Indonesia Kata Dasar Kata Kerja Kata Dasar Kata Kerja 1. equal equalize sama menyamakan 2. amalgam amalgamate campuran mencampur 3. legal legalize sah mengesahkan NO Kata Kerja Kata Kerja Makna (bahasa Inggris) (bahasa Indonesia) 1. activate mengaktifkan membuat menjadi aktif/hidup 2. subsidize mensubsidi memberi subsidi 3. beautify mempercantik membuat menjadi lebih cantik Setelah data disajikan dalam bentuk tabel, deskripsi mengenai hal-hal yang yang timbul seperti adanya proses morfologis beserta keterangan lainnya akan dibahas dalam bentuk deskripsi. Setelah membahas distribusi sufiks-sufiks tersebut dalam bahasa Inggris dan padanannya dalam bahasa Indonesia, langkah selanjutnya

24 24 adalah mencari persamaan dan perbedaan antara sufiks-sufiks pembentuk kata kerja dalam bahasa Inggris tersebut dan padanannya dalam bahasa Indonesia. 1.8 Sistematika Penyajian Penelitian mengenai topik ini disajikan dalam lima bab, dengan perincian sebagai berikut. Bab I pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, tinjauan pustaka, landasan teori (morfologi dan pembentukan kata, morfem, afiksasi, derivasi, analisis kontrastif), metode penelitian (pengumpulan data, sumber data, dan metode analisis data), serta sikata dasaratika penyajian. Bab II memerikan distribusi sufiks { ize}, { ify}, { ate} dan { en} dalam bahasa Inggris. Bab III mendeskripsikan padanan sufiks { ize}, { ify}, { ate} dan { en} dalam bahasa Indonesia. Bab IV akan mendeskripsikan persamaan dan perbedaan kata berimbuhan bersufiks { ize}, { ify}, { ate} dan { en} dalam bahasa Inggris dan padanannya dalam bahasa Indonesia. Bab V berisi kesimpulan hasil penelitian yang ditemukan berdasarkan rumusan masalah serta saran-saran untuk penelitan selanjutnya.

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588).

BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain ( KBBI,2007:588). BAB 11 KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (

Lebih terperinci

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI

Nama : Irine Linawati NIM : BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Nama : Irine Linawati NIM : 1402408306 BAB V TATARAN LINGUISTIK (2) = MORFOLOGI Fonem adalah satuan bunyi terkecil dari arus ujaran. Satuanfonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menelanjangi aspek-aspek kebahasaan yang menjadi objek kajiannya. Pada akhirnya, fakta

BAB I PENDAHULUAN. menelanjangi aspek-aspek kebahasaan yang menjadi objek kajiannya. Pada akhirnya, fakta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik merupakan disiplin ilmu yang mempelajari bahasa secara umum maupun khusus. Penyelidikan dan penyidikan dalam linguistik memiliki tujuan untuk menguak dan

Lebih terperinci

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI

LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI Nama : TITIS AIZAH NIM : 1402408143 LINGUISTIK UMUM TATARAN LINGUISTIK (2) : MORFOLOGI I. MORFEM Morfem adalah bentuk terkecil berulang dan mempunyai makna yang sama. Bahasawan tradisional tidak mengenal

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK Nama : Wara Rahma Puri NIM : 1402408195 BAB 5 TATARAN LINGUISTIK 5. TATARAN LINGUISTIK (2): MORFOLOGI Morfem adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna. 5.1 MORFEM Tata bahasa tradisional tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak masalah yang harus dicarikan jalan keluarnya secara sistematis. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. banyak masalah yang harus dicarikan jalan keluarnya secara sistematis. Salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembentukan kata merupakan bahasan yang sangat menarik dan mengundang banyak masalah yang harus dicarikan jalan keluarnya secara sistematis. Salah satu pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nominalisasi sebagai salah satu fenomena kebahasaan, mesti mendapatkan perhatian khusus dari pengamat bahasa. Hal ini dikarenakan nominalisasi mempunyai peran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Imas Siti Nurlaela, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya, beberapa bahasa di dunia, dalam penggunaannya pasti mempunyai kata dasar dan kata yang terbentuk melalui suatu proses. Kata dasar tersebut

Lebih terperinci

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI

BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI BAB 5 TATARAN LINGUISTIK (2); MORFOLOGI Kita kembali dulu melihat arus ujaran yang diberikan pada bab fonologi yang lalu { kedua orang itu meninggalkan ruang siding meskipun belum selesai}. Secara bertahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Morfologi merupakan cabang ilmu linguistik yang mengkaji tentang struktur kata dan cara pembentukan kata (Harimurti Kridalaksana, 2007:59). Pembentukan kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem

BAB I PENDAHULUAN. bahasa manusia. Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara populer orang sering menyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa; atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya; atau lebih tepat lagi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Kajian tentang afiks dalam bahasa Banggai di Kecamatan Labobo Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengantar Dalam penelitian ini, dijelaskan konsep bentuk, khususnya afiksasi, dan makna gramatikal. Untuk menjelaskan konsep afiksasi dan makna, penulis memilih pendapat dari Kridalaksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengekspresikan. sesuatu, baik untuk menyatakan pendapat, pengalaman atau untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengekspresikan. sesuatu, baik untuk menyatakan pendapat, pengalaman atau untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu alat yang digunakan untuk mengekspresikan sesuatu, baik untuk menyatakan pendapat, pengalaman atau untuk mengekspresikan perasaan atau emosi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia lainnya. Menurut Wedhawati dkk (2006: 1-2), Bahasa Jawa

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia lainnya. Menurut Wedhawati dkk (2006: 1-2), Bahasa Jawa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh penduduk suku Jawa di antaranya Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sebagian wilayah Indonesia lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain dapat berbeda bergantung pada aliran linguistik apa yang mereka anut.

BAB I PENDAHULUAN. lain dapat berbeda bergantung pada aliran linguistik apa yang mereka anut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata merupakan salah satu unsur penting dalam pembetukan suatu bahasa salah satunya dalam suatu proses pembuatan karya tulis. Kategori kata sendiri merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan realitas, dan memiliki bentuk dan struktur yang logis. Bahasa pada dasarnya adalah sistem

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran

Bab I Pendahuluan. Latar Belakang Pemikiran Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Pemikiran Keberadaan buku teks di perguruan tinggi (PT) di Indonesia perlu terus dimutakhirkan sehingga tidak dirasakan tertinggal dari perkembangan ilmu dewasa ini.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi manusia dalam berinteraksi di lingkungan sekitar. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Hal ini harus benar-benar

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA

PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Arkhais, Vol. 07 No. 1 Januari -Juni 2016 PROSES MORFOLOGIS PEMBENTUKAN KATA RAGAM BAHASA WALIKA Wahyu Dwi Putra Krisanjaya Lilianan Muliastuti Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. kata, yang memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Afiks dan Afiksasi Ramlan (1983 : 48) menyatakan bahwa afiks ialah suatu satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa

BAB I PENDAHULUAN. keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa di dunia tentu saja memiliki persamaan dan perbedaan serta keunikan tersendiri antara satu dengan yang lainnya. Keragaman berbagai bahasa di dunia beserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis secara naratif; biasanya dalam bentuk cerita (sumber: wikipedia.com). Penulis novel disebut novelis. Kata novel

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah

BAB1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah BAB1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan berpengaruh terhadap sistem atau kaidah suatu bahasa. Sesuai dengan sifat bahasa yang dinamis, ketika pengetahuan pengguna bahasa meningkat,

Lebih terperinci

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA

TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA TATA KATA DAN TATA ISTILAH BAHASA INDONESIA Tata bentukan dan tata istilah berkenaan dengan kaidah pembentukan kata dan kaidah pembentukan istilah. Pembentukan kata berkenaan dengan salah satu cabang linguistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang selalu membuka diri terhadap perkembangan. Hal ini terlihat pada perilakunya yang senantiasa mengadakan komunikasi dengan bangsa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepustakaan yang Relevan Kajian tentang morfologi bahasa khususnya bahasa Melayu Tamiang masih sedikit sekali dilakukan oleh para ahli bahasa. Penulis menggunakan beberapa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan mediator utama dalam mengekspresikan segala bentuk gagasan, ide, visi, misi, maupun pemikiran seseorang. Bagai sepasang dua mata koin yang selalu beriringan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia pada dasarnya mempunyai dua macam bentuk verba, (i) verba asal, yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah suatu alat komunikasi pada manusia untuk menyatakan tanggapannya terhadap alam sekitar atau peristiwa-peristiwa yang dialami secara individual atau secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, bahasa Indonesia semakin berkembang. Dalam penelitiannya untuk media cetak, media sosial maupun media yang lainnya. Bahasa kini dirancang semakin

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Morfologi adalah ilmu yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap bahasa di dunia memiliki keunikan tersendiri antara satu dengan lainnya. Di dalam setiap bahasa selalu terdapat pola pembentukan kata yang secara sistematis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam linguistik bahasa Jepang (Nihon go-gaku) dapat dikaji mengenai beberapa hal, seperti kalimat, kosakata, atau bunyi ujaran, bahkan sampai pada bagaimana bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi memunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pengguna bahasa selalu menggunakan bahasa lisan saat

Lebih terperinci

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257

KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 KATA BESAR: BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Disusun Oleh: SHAFIRA RAMADHANI - 13010113140096 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Semiotika merupakan teori tentang sistem

Lebih terperinci

IMBUHAN DALAM BAHASA INGGRIS

IMBUHAN DALAM BAHASA INGGRIS 12 IMBUHAN DALAM BAHASA INGGRIS 1. Untuk membentuk kata benda yang menunjukkan perbuatan (verbal noun): -age assemble/assemblage -al deny/denial -ance resist/resistance; insure/insurance -ing give/giving

Lebih terperinci

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU

INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU INFLEKSI DALAM BAHASA KULISUSU Oleh: Ida Satriyani Kasran Ramsi ABSTRAK Masalah pokok dalam penelitian ini adalah apa sajakah afiks infleksi dalam bahasa Kulisusu, dalam hal ini meliputi pembagian afiks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis

BAB I PENDAHULUAN. menengah. Di antara keempat kegiatan berbahasa tersebut, menulis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan berbahasa meliputi mendengar, berbicara, membaca, menulis. Keempat kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang diterapkan dalam melaksanakan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diberikan akal dan pikiran yang sempurna oleh Tuhan. Dalam berbagai hal manusia mampu melahirkan ide-ide kreatif dengan memanfaatkan akal dan pikiran

Lebih terperinci

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum

BUKU AJAR. Bahasa Indonesia. Azwardi, S.Pd., M.Hum i BUKU AJAR Bahasa Indonesia Azwardi, S.Pd., M.Hum i ii Buku Ajar Morfologi Bahasa Indonesia Penulis: Azwardi ISBN: 978-602-72028-0-1 Editor: Azwardi Layouter Rahmad Nuthihar, S.Pd. Desain Sampul: Decky

Lebih terperinci

BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN

BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN BENTUKAN KATA DALAM KARANGAN BAHASA INDONESIA YANG DITULIS PELAJAR THAILAND PROGRAM DARMASISWA CIS-BIPA UM TAHUN 2010-2011 Vania Maherani Universitas Negeri Malang E-mail: maldemoi@yahoo.com Pembimbing:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa tersebut. Sebuah kata dalam suatu bahasa dapat berupa simple word seperti table, good,

BAB I PENDAHULUAN. aturan-aturan yang berlaku dalam bahasa tersebut. Sebuah kata dalam suatu bahasa dapat berupa simple word seperti table, good, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa baik lisan maupun tulisan merupakan alat yang berfungsi untuk menyampaikan suatu ide, gagasan, pikiran, perasaan, pengalaman dan pendapat. Oleh karena itu bahasa

Lebih terperinci

Proses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu

Proses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu Proses Pembentukan Kata dalam Kumpulan Cerpen 1 Perempuan 14 Laki-Laki Karya Djenar Maesa Ayu Eighty Risa Octarini 1, I Ketut Darma Laksana 2, Ni Putu N. Widarsini 3 123 Program Studi Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. gabungan kata morphe yang berarti bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Chaer

BAB II KAJIAN TEORI. gabungan kata morphe yang berarti bentuk, dan logos yang artinya ilmu. Chaer BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Morfologi Morfologi merupakan suatu cabang linguistik yang mempelajari tentang susunan kata atau pembentukan kata. Menurut Ralibi (dalam Mulyana, 2007: 5), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses morfologi memunyai tugas untuk membentuk kata. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Proses pembentukan kata

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Studi Terdahulu Penelitian dalam bidang morfologi memang telah banyak dilakukan oleh para linguis. Hal ini membantu penelitian ini sehingga dapat membuka

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa konsep seperti pemerolehan bahasa, morfologi, afiksasi dan prefiks, penggunaan konsep ini

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran hal-hal atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo dkk., 1985:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan saat ini. Kemampuan ini hendaknya dilatih sejak usia dini karena berkomunikasi merupakan cara untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Dalam arti, bahasa mempunyai kedudukan yang penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia dalam berkomunikasi. Bahasa mempunyai hubungan yang erat dalam komunikasi antar manusia, yakni dalam berkomunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sangat berperan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota kelompok sosial

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap

PENDAHULUAN. kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Terkait dengan kelaziman penggunaannya dalam komunikasi sering terdapat kesalahan-kesalahan dianggap sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Potensi sumber daya manusia merupakan aset nasional sekaligus sebagai modal dasar pembangunan bangsa. Potensi ini hanya dapat digali dan dikembangkan serta dipupuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat pemakai bahasa memiliki kesepakatan bersama mengenai bahasa yang dituturkannya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu kesepakatan itu pun

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Setiap bahasa di dunia memiliki sistem kebahasaan yang berbeda. Perbedaan sistem bahasa itulah yang menyebabkan setiap bahasa memiliki ciri khas dan keunikan, baik

Lebih terperinci

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak

Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak. Abstrak Analisis Morfologi Kelas Kata Terbuka Pada Editorial Media Cetak Rina Ismayasari 1*, I Wayan Pastika 2, AA Putu Putra 3 123 Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masuknya istilah-istilah asing, terutama dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia sudah tidak bisa ditahan lagi. Arus komunikasi kian global seiring berkembangnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang harus dilaksanakan; teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto, 2015:9). Metode yang tepat akan mengarahkan penelitian pada tujuan yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada

BAB I PENDAHULUAN. Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jika kita membaca berbagai macam karya sastra Jawa, maka di antaranya ada karya sastra berbentuk puisi yang dikenal sebagai těmbang macapat atau disebut juga těmbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Wolio yang selanjutnya disingkat BW adalah salah satu bahasa daerah yang ada di wilayah Sulawesi Tenggara, tepatnya di Pulau Buton. Pada masa Kerajaan Kesultanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. system tulisan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007: 90,

BAB I PENDAHULUAN. system tulisan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga (2007: 90, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah kunci pokok bagi kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, karena dengan bahasa kita bisa berkomunikasi satu dengan yang lain. Keraf (2001:1) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

BAB I PENDAHULUAN. para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan untuk para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi,

Lebih terperinci

2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan

2/27/2017. Kemunculan AK; Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan Kuliah 1 Sejarah Perkembangan, Konsep dan Teori Analisis Bezaan Prof.Madya Dr. Zaitul Azma Binti Zainon Hamzah Jabatan Bahasa Melayu Fakulti Bahasa Moden dan Komunikasi Universiti Putra Malaysia 43400

Lebih terperinci

BAB 4 PENUTUP. saran-saran. Berikut ini diuraikan secara berturut-turut (1) simpulan dan (2) saran.

BAB 4 PENUTUP. saran-saran. Berikut ini diuraikan secara berturut-turut (1) simpulan dan (2) saran. BAB 4 PENUTUP Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya dan sebagai langkah akhir pada Bab 4 ini, dikemukakan simpulan hasil penelitian dan saran-saran. Berikut ini diuraikan secara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disusun oleh Rois Sunanto NIM 9811650054 (2001)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh masyarakat pemakainya dalam berkomunikasi. Bahasa yang baik berkembang berdasarkan sistem, yaitu seperangkat

Lebih terperinci

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013

ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013 ANALISIS BENTUK DAN MAKNA AFIKS VERBA PADA TEKS BACAAN DALAM BUKU SISWA BAHASA INDONESIA SMP/MTS KELAS VII KURIKULUM 2013 ARTIKEL PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH MORFOLOGI BAHASA INDONESIA

TINJAUAN MATA KULIAH MORFOLOGI BAHASA INDONESIA TINJAUAN MATA KULIAH MORFOLOGI BAHASA INDONESIA A. Deskripsi Mata Kuliah Dalam perkuliahan dibahas pengertian morfologi dan hubungannya dengan cabang ilmu bahasa lain, istilah-istilah teknis dalam morfologi,

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. guna mencapai derajat Sarjana S-1

ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. guna mencapai derajat Sarjana S-1 ANALISIS FUNGSI DAN MAKNA AFIKS DALAM LIRIK LAGU PETERPAN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH Diajukan Oleh: AGUS

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS KATA MAJU BESERTA TURUNANNYA INTISARI

PROSES MORFOLOGIS KATA MAJU BESERTA TURUNANNYA INTISARI PROSES MORFOLOGIS KATA MAJU BESERTA TURUNANNYA Pangastryan Wisesa Pramudiah *), Drs. Ary Setyadi, M. S., Riris Tiani, S.S., M.Hum. Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi untuk pemersatu antarsuku, bangsa dan budaya, sehingga perkembangan bahasa Indonesia saat ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada kegiatan manusia yang berlangsung tanpa kehadiran bahasa. Bahasa muncul dan diperlukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa dalam berbahasa Perancis yang baik dan benar. Selayaknya

BAB I PENDAHULUAN. mahasiswa dalam berbahasa Perancis yang baik dan benar. Selayaknya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pembelajaran bahasa Perancis, mahasiswa banyak disuguhkan beranekaragam pengetahuan dasar mengenai pembelajaran bahasa Perancis. Pengetahuan dasar tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiripan makna dalam suatu bentuk kebahasaan dapat menimbulkan kekacauan pada tindak berbahasa. Salah satu contoh penggunaan bentuk bersinonim yang dewasa ini sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa digunakan sebagai alat komunikasi dalam berinteraksi sesama manusia. Dengan bahasa,

Lebih terperinci

ANALISIS AFIKSASI DALAM ALBUM RAYA LAGU IWAN FALS ARTIKEL E-JOURNAL. Muhammad Riza Saputra NIM

ANALISIS AFIKSASI DALAM ALBUM RAYA LAGU IWAN FALS ARTIKEL E-JOURNAL. Muhammad Riza Saputra NIM ANALISIS AFIKSASI DALAM ALBUM RAYA LAGU IWAN FALS ARTIKEL E-JOURNAL Muhammad Riza Saputra NIM 100388201040 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

sebagai kecenderungan baru dalam telaah bahasa secara alami. Dikatakan demikian karena analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi

sebagai kecenderungan baru dalam telaah bahasa secara alami. Dikatakan demikian karena analisis wacana pada hakikatnya merupakan kajian tentang fungsi EKUIVALENSI LEKSIKAL DALAM WACANA NOVEL PERAHU KERTAS KARYA DEWI DEE LESTARI: SUATU KAJIAN WACANA Ayu Ashari Abstrak. Penelitian ini betujuan untuk mengetahui kemunculan ekuivalensi leksikal dalam wacana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS. jadian. Dalam proses tersebut, ada empat komponen yang terlibat, yaitu (i) masukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS. jadian. Dalam proses tersebut, ada empat komponen yang terlibat, yaitu (i) masukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Proses Morfologis Proses morfologis adalah proses pengubahan bentuk dasar menjadi bentuk jadian. Dalam proses tersebut, ada

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di dalam suatu penelitian, maka dibutuhkan sebuah metode penelitian. Metode ini dijadikan pijakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas

BAB I PENDAHULUAN. Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Surat kabar atau dapat disebut koran merupakan lembaran-lembaran kertas yang bertuliskan berita-berita dan sebagainya (Sugono ed., 2015:872). Beritaberita dalam surat

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010 ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel

BAB VI PENUTUP. dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan. Variabel BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan Dengan maksud merangkum seluruh uraian yang terdapat pada bagian pembahasan, pada bagian ini dirumuskan berbagai simpulan. Simpulan yang dirumuskan tersebut berdasarkan rumusan

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN KATA PADA LIRIK LAGU EBIET G. ADE

PEMBENTUKAN KATA PADA LIRIK LAGU EBIET G. ADE PEMBENTUKAN KATA PADA LIRIK LAGU EBIET G. ADE Ni Made Suryaningsih Wiryananda email: nanananda41ymail.com Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana Abstracts This study

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam BAB III, akan dipaparkan metode, definisi operasional, uraian data dan korpus, instrumen, teknik pengumpulan, dan teknik pengolahan. Adapun pemaparan hal-hal tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati

ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA OLEH SISWA ASING Oleh Rika Widawati Abstrak. Penelitian ini menggambarkan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia terutama dalam segi struktur kalimat dan imbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini,

BAB I PENDAHULUAN. menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan perkembangan zaman, cara berpikir manusia serta cara menanggapi sesuatu yang terjadi di sekitarnya juga berkembang. Dalam hal ini, bahasa juga terlibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa

BAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Menurut Walija (1996:4), bahasa merupakan alat komunikasi yang

Lebih terperinci

PROSES MORFOLOGIS PEMAKAIAN KATA HANCUR DALAM MEDIA ONLINE

PROSES MORFOLOGIS PEMAKAIAN KATA HANCUR DALAM MEDIA ONLINE PROSES MORFOLOGIS PEMAKAIAN KATA HANCUR DALAM MEDIA ONLINE Maria Septavia Dwi Rosalina, Drs. Mujid F. Amin, M.Pd., Riris Tiani, S.S., M.Hum. Program Studi Bahasa dan Sastra Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Lebih terperinci

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI

PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI PEMAKAIAN PREFIKS DALAM CERITA PENDEK DI MAJALAH ANEKA SKRIPSI Disusun Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Disusun Oleh LISDA OKTAVIANTINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang digunakan sebagai alat komunikasi antar-masyarakat di sana sampai

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang digunakan sebagai alat komunikasi antar-masyarakat di sana sampai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Sasak (selanjutnya disingkat BS) merupakan salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia. BS yang ada di pulau Lombok adalah bahasa daerah yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang

I. PENDAHULUAN. Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekolah Menengah Kejuruan merupakan satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORETIS

BAB 2 LANDASAN TEORETIS BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 Kerangka Acuan Teoretis Penelitian ini memanfaatkan pendapat para ahli di bidangnya. Bidang yang terdapat pada penelitian ini antara lain adalah sintaksis pada fungsi dan peran.

Lebih terperinci

Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2

Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2 Penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) pada Makalah Mahasiswa Non-PBSI 1 Nuryani 2 Abstrak Bahasa Indonesia menjadi mata kuliah wajib di seluruh universitas, termasuk UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.

Lebih terperinci

KATA BERSUFIKS PADA TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN

KATA BERSUFIKS PADA TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN KATA BERSUFIKS PADA TAJUK RENCANA SUARA MERDEKA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN Naskah Publikasi Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan Bahasa

Lebih terperinci

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak

KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA. Kumairoh. Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya. Universitas Dipnegoro. Abstrak KATA MENANGIS : BENTUK, PERILAKU, DAN MAKNA Kumairoh Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Dipnegoro Abstrak Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang digunakan oleh masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka memuat uraian sistematis tentang teori-teori dasar dan konsep atau hasil-hasil penelitian yang ditemukan oleh peneliti terdahulu

Lebih terperinci

Infleksi dan Derivasi dalam Bahasa Indonesia

Infleksi dan Derivasi dalam Bahasa Indonesia Article Infleksi dan Derivasi dalam Bahasa Indonesia Journal of Language learning and Research (JOLLAR) 2017, Vol. 1(1) 32-40 Author, 2017 DOI: 10.22236/JOLLAR_1(1)32-40 Bagiya 1 FKIP Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Pustaka. Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Beberapa studi terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti

Lebih terperinci