PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT MELALUI LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH) PAMBUDIARTO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT MELALUI LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH) PAMBUDIARTO"

Transkripsi

1 PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT MELALUI LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH) (Suatu Kajian Penguatan Kapasitas LMDH dan Peningkatan Efektivitas PHBM di Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang) PAMBUDIARTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT MELALUI LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH) (Suatu Kajian Penguatan Kapasitas LMDH dan Peningkatan Efektivitas PHBM di Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang) PAMBUDIARTO Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

3 ABSTRACT PAMBUDIARTO. Community Based Forest Management (CBFM) through Community Forest Organization (CFO): An Analysis for Strengthening the Capacity of CFO and the Effectiveness of CBFM the Glandang Village, Bantarbolang Sub-district, and Pemalang District. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS., as Lead Adviser; and Drs. Muhammad Fadhil Nurdin, MA, PhD., as Co-Adviser. The objectives of this study are, first, to in-depth analyze the role of CBFM particularly factors that influence the effectiveness of CBFM. Second, to analyze factors that influence the capacity of CFO. Lastly, third, to formulate strategy and programmes for strengthening the capacity of CFO as well as the effectiveness of CBFM of the Glandang Village. Data were collected through in-depth interview, direct observation, focus group discussion as well as collection of CFO s documents. Data are analyzed through qualitative method. The result show that, first, al through the CBFM of Glandang Village has already been positively contribute to the livelihood of the forest farmers (or pesanggem), however, due to not well implemented program, limited networks, and weak role of CFO as well as the participation forest farmers, the CBFM worked ineffectively. Second, the leverage capacity of CFO was so limited due to inadequate capacity of the human resource of the management as well as member of organization., unproper management of the organization, and weak to comply to agreed norm and rules among the forest farmers. As a result, the capacity of CFO and the effectiveness of the CBFM were in low condition. Third, to increase the capacity of CFO two important agendas have to put into action, namely restructure the management of CFO and carry out educational and management training for strengthening the new management. In order to make more effective role of CBFM, two aspects have to address i.e. changes the management regime for access and control to forest resource, and increase control to the management of CFO.

4 ABSTRACT PAMBUDIARTO. Community Based Forest Management (CBFM) through Community Forest Organization (CFO): An Analysis for Strengthening the Capacity of CFO and the Effectiveness of CBFM the Glandang Village, Bantarbolang Sub-district, and Pemalang District. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS., as Lead Adviser; and Drs. Muhammad Fadhil Nurdin, MA, PhD., as Co-Adviser. The objectives of this study are, first, to in-depth analyze the role of CBFM particularly factors that influence the effectiveness of CBFM. Second, to analyze factors that influence the capacity of CFO. Lastly, third, to formulate strategy and programmes for strengthening the capacity of CFO as well as the effectiveness of CBFM of the Glandang Village. Data were collected through in-depth interview, direct observation, focus group discussion as well as collection of CFO s documents. Data are analyzed through qualitative method. The result show that, first, al through the CBFM of Glandang Village has already been positively contribute to the livelihood of the forest farmers (or pesanggem), however, due to not well implemented program, limited networks, and weak role of CFO as well as the participation forest farmers, the CBFM worked ineffectively. Second, the leverage capacity of CFO was so limited due to inadequate capacity of the human resource of the management as well as member of organization., unproper management of the organization, and weak to comply to agreed norm and rules among the forest farmers. As a result, the capacity of CFO and the effectiveness of the CBFM were in low condition. Third, to increase the capacity of CFO two important agendas have to put into action, namely restructure the managementof CFO and carry out educational and management training for strengthening the new management. In order to make more effective role of CBFM, two aspects have to address i.e. changes the management regime for access and control to forest resource, and increase control to the management of CFO. Based on the collaborative problem identification, it is concluded that the main problem exists is the low capacity of CFO and ineffectiveness of CBFM programs. By implementing Focus Group Discussion (FGD), integrated programs are set up by involving farmers, CFO, village official board, and the State owned enterprise managing State Forests (Perum Perhutani). Those efforts yield in empowering CFO capacity and improving CBFM program actions. The efforts to empower the CFO capacity can be carried out through restructuring the CFO organization and management training for its board and members. Meanwhile, the improvement of CBFM effectiveness can be implemented by access structure rearrangement, forest resource control, and also CFO management supervisory. Those various improvement efforts are aimed at well conserved forest which in turn gives a better quality life of Glandang society.

5 RINGKASAN PAMBUDIARTO, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan(LMDH) : Suatu Kajian Penguatan Kapasitas LMDH dan Efektivitas PHBM di Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang. Ketua Komisi Pembimbing : Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. dan Anggota Komisi Pembimbing : Drs. Muhammad Fadhil Nurdin, MA, PhD. Untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945, berbagai program pengembangan masyarakat di Desa Glandang telah di lakukan oleh pemerintah, yang bertujuan meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat melalui berbagai pendekatan partisipatif. Pada era pembangunan masa lalu proses pengembangan masyarakat mulai dari tahap identifikasi masalah dan kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi program dilakukan oleh pemerintah dengan orientasi pada hasil atau produksi (production centered development) tanpa melibatkan masyarakat, sehingga telah mengakibatkan kerusakan terhadap sumberdaya alam yang mengancam keberlanjutan pembangunan itu sendiri serta mengabaikan aspek-aspek pemerataan dan keadilan sosial bagi masyarakat, sehingga menimbulkan persoalan-persoalan bagi masyarakat, seperti kemiskinan dan ketimpangan struktur sosial yang tajam antara lapisan masyarakat bawah yang semakin miskin dan termarjinalkan dengan lapisan masyarakat atas yang semakin kaya. Tetapi dengan diberlakukannya otonomi daerah pada semua tahap pengembangan masyarakat sekarang diserahkan pada masyarakat dengan paradigma pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat keseluruhan (people centered development), sedangkan pihak pemerintah berfungsi memfasilitasi terciptanya lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi dengan menggali inisiatif dan partisipasi masyarakat lokal serta memelihara dan menjaga kelestarian sumberdaya alam sehingga pembangunan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan (sustainable development). Sehubungan dengan itu, diperlukan langkah-langkah baik oleh pemerintah maupun masyarakat (stakeholders) sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dalam mengembangkan potensi sumberdaya alam yang tersedia pada tingkat lokal, dengan tetap menjaga dan memelihara kelestarian potensi sumberdaya alam tersebut. Hal ini dapat dijadikan model bagi terciptanya pembangunan berbasis kompetensi masyarakat lokal dan model pembangunan berkelanjutan. Di Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, terdapat sebuah sistem pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang dibentuk pada tanggal 30 Nopember Ide pembentukan LMDH berasal dari aspirasi warga Desa Glandang sendiri secara bottom up, dengan difasilitasi oleh pemerintah Desa Glandang. Tujuan didirikannya LMDH adalah pengelolaan sumber daya hutan pangkuan Desa Glandang yang mengarah kepada peningkatan ekonomi masyarakat dan keseimbangan ekologi.

6 Kajian pengembangan masyarakat ini berupaya mengetahui peran PHBM, mengkaji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas PHBM, mengkaji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas kelembagaan LMDH, dan mengkaji kinerja LMDH, serta merumuskan strategi dan program yang tepat dalam upaya penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM di Desa Glandang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program PHBM di Desa Glandang telah memberikan pengaruh positif terhadap perubahan taraf hidup pesanggem (penggarap). Namun demikian dalam implementasinya PHBM belum efektif, hal ini dipengaruhi faktor belum diimplementasikannya program kerja PHBM dengan baik, rendahnya peran serta LMDH dan pesanggem (penggarap), serta belum luasnya jaringan kerjasama. Kapasitas LMDH masih rendah, hal ini dipengaruhi oleh faktor rendahnya SDM pengurus, rendahnya kapasitas anggota, rendahnya ketaatan pesanggem terhadap norma/ aturan yang ada, serta rendahnya kinerja LMDH. Kinerja LMDH belum mampu menumbuhkembangkan kapasitasnya untuk melayani tuntutan kebutuhan nyata dari pesanggem (penggarap). Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya kwalitas pelayanan LMDH, pengurus LMDH belum mampu mengelola organisasi LMDH dengan baik, kepemimpinan LMDH belum mencerminkan keterwakilan seluruh unsur yang ada dalam LMDH, manajemen LMDH belum menerapkan prinsip-prinsip manajemen dengan baik. Berdasarkan identifikasi masalah bersama disimpulkan bahwa permasalahan yang pokok yang dihadapi adalah rendahnya kapasitas LMDH dan belum efektifnya program PHBM. Melalui Focus Group Discussion (FGD) dilakukan penyusunan program secara partisipatif yang melibatkan unsur pesanggem (penggarap), LMDH, perangkat desa, dan Perum Perhutani. Dari kegiatan tersebut dapat disusun program aksi penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas program PHBM. Upaya penguatan kapasitas LMDH dapat diakukan melalui restrukturisasi kelembagaan LMDH dan pelatihan manajemen bagi pengurus dan anggota LMDH. Sedangkan peningkatan efektivitas PHBM dapat dilakukan melalui penataan struktur akses dan kontrol SDA hutan, serta pengawasan manajemen LMDH. Berbagai langkah pembaharuan di atas diharapkan mampu membawa program PHBM dan LMDH Desa Glandang dalam pengelolaan hutan menjadi mandiri dan dapat digunakan sebesar-besarnya untuk perubahan taraf hidup pesanggem (penggarap) di Desa Glandang.

7 ABSTRAK PAMBUDIARTO, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan(LMDH) : Suatu Kajian Penguatan Kapasitas LMDH dan Peningkatan Efektivitas PHBM di Desa Glandang Kecamatan Bantarbolang Kabupaten Pemalang. Ketua Komisi Pembimbing : Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. dan Anggota Komisi Pembimbing : Drs.. Muhammad Fadhil Nurdin, MA, PhD. Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dimanfaatkan oleh masyarakat petani hutan (pesanggem) di Desa Glandang dengan membentuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) pada tanggal 30 Nopember Maksud dan Tujuan dibentuknya LMDH adalah : sebagai wadah penyalur aspirasi masyarakat, mengenai kelestarian sumberdaya hutan, sebagai wadah/ kegiatan dalam rangka aktivitas sumberdaya hutan yang mengarah kepada peningkatan ekonomi masyarakat dan keseimbangan ekologi. Pelaksanaan program PHBM melalui LMDH ternyata belum berjalan secara optimal dan sesuai dengan yang diharapkan. Ada faktor-faktor penghambat yaitu faktor struktur akses dan kontrol SDA hutan, serta kinerja LMDH. Solusi mengatasi hambatan adalah melakukan kajian pengembangan masyarakat. Kajian pengembangan masyarakat tersebut berupaya mengkaji penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM. Diharapkan dengan dilakukannya kajian ini, dapat disusun suatu rencana program penguatan kapasitan LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM yang sesuai dengan prinsipprinsip pengembangan masyarakat. Berdasarkan hasil identifikasi potensi, permasalahan, dan kebutuhan yang diperoleh, diperoleh gambaran komprehensif berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat Desa Glandang dan LMDH, yaitu belum optimalnya kapasitas LMDH didalam peningkatan taraf hidup para petani hutan (pesanggem). Upaya penguatan kapasitas LMDH yang dapat diakukan adalah perbaikan kinerja LMDH Sedangkan untuk peningkatan efektivitas program PHBM dapat

8 dilakukan melalui perbaikan struktur akses dan perbaikan kontrol SDA hutan, Berbagai langkah pembaharuan di atas diharapkan mampu membawa hutan menjadi lestari dan dapat digunakan sebesar-besarnya untuk peningkatan taraf hidup masyarakat Desa Glandang., yang meliputi perbaikan dalam hal : 1) Penerapan manajemen yang tegas dalam Perum Perhutani, 2) perbaikan kinerja lembaga supervisi program PHBM di KPH Perum perhutani, 3) memodifikasi tugas pengamanan kawasan hutan, 4) perbaikan kinerja dan kualitas komunikasi publik tentang kegiatan Perum Perhutani. : 1) sosialisasi, 2) membangun kepercayaan, 3) membangun kesepahaman akan perlunya sebuah kerjasama yang mampu mempertemukan kepentingan kedua belah pihak secara proporsional, 4) melakukan perencanaan partisipatif, 5) membangun jejaring, 6) mempersiapkan masyarakat untuk melakukan kerjasama secara kelembagaan, 7) melakukan monitoring dan evaluasi bersama.

9 Judul Tugas Akhir Nama Mahasiswa : Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan ( LMDH ) (Suatu Kajian Penguatan Kapasitas LMDH dan Efektivitas PHBM di Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang). : Pambudiarto N R P : I Program Studi : Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. Ketua Drs. Muhammad Fadhil Nurdin, MA, Ph.D. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS. Prof. Dr. Ir. H. Khairil A. Notodiputro, MS. Tanggal Ujian : 6 Pebruari 2008 Tanggal lulus:

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Ir Fredian Tony Nasdian, MS.

11 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) (Suatu Kajian Penguatan Kapasitas LMDH dan Efektivitas PHBM di Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang) adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Bogor, Pebruari 2008 PAMBUDIARTO NRP. I

12 @ Hak Cipta milik IPB, Tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyerbutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugukan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanoaizin IPB

13 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadlirat Allah SWT, karena atas rakhmat dan karunia-nya penulis mendapakan kesempatan untuk mengikuti pendidikan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Pegembangan Masyarakat. Kajian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional yang berjudul Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) (Suatu Kajian Penguatan Kapasitas LMDH dan Peningkatan Efektivitas PHBM di Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang). Berkenaan dengan penyusunan kajian pengembangan masyarakat ini penulis menyampaikan terimakasih kepada : 1. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS.dan Drs. Muhammad Fadhil Nurdin, MA, PhD., selaku pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan saran dalam penyusunan kajian ini. 2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS, Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat IPB- STKS dan para staf pengajar Program Studi Pengembangan Masyarakat IPB-STKS. 3. Ir. Fredian Tonny, MS., selaku penguji luar komisi. 4. Dr. Marjuki, MSc. selaku Kepala Badan Pendidikan dan Penelitian Sosial Departemen Sosial Republik Indonesia. 5. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pemalang, Kepala Perhutani KPH Pemalang, Camat Bantarbolang, Kepala Desa Glandang, Ketua LMDH Desa Glandang, dan para pesanggem (penggarap) di Desa Glandang yang telah memberikan bantuan dan informasi sebagai bahan kajian. 6. Istri, anak-anakku, orang tuaku, dan saudaraku yang telah memberikan dukungan moral dan material kepada penulis. 7. Para pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan kajian ini. Semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi para pihak yang akan meneliti lebih lanjut, Pemerintah Kabupaten Pemalang, serta LMDH Desa Glandang. Bogor, Pebruari Pambudiarto

14 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah, Pada tanggal 2 November Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri Prigi pada Tahun 1976 di Kota Purbalingga, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP) Negeri 2 lulus tahun 1980 di Purbalingga, Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMA) Negeri 1 lulus tahun 1983 di Purbalingga, Sarjana Hukum jurusan Hukum Keperdataan Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta lulus tahun Pada tahun 1991 diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di tugaskan di Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Kalimantan Barat. Pada tahun 1997 pindah tugas di Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2000 dialihkan jenis kepegawaiannya menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah pada Pemertintah Daerah Provinsi Jawa Tengah, dan di tugaskan pada Lingkungan Kantor Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2006 diberi kesempatan mengikuti tugas belajar pada Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Program Magister Pengembangan Masyarakat Konsentrasi Pekerjaan Sosial. Pada tahun 1993 menikah dengan Umi Fatmiyati, dan dari pernikahan ini dikaruniai empat orang putra yaitu Primaniartha Arsa Wijaya, Gusti Azka Wijaya, Faiz Azza Wijaya, dan Agraniartha Asa Wijaya.

15 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GLOSARI... xiv xv xvi xvii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Kajian dan Kegunaan Kajian... 7 II. III. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan dalam Konteks Pengembangan Masyarakat Pengertian Dasar Tentang Hutan Permasalahan Mengenai Kehutanan Pengembangan Masyarakat Pemberdayaan Masyarakat Kelembagaan Kelembagaan Masyarakat Penguatan Kapasitan Kelembagaan Hubungan Penguatan Kapasitas Kelembagaan dengan Modal Sosial Pengertian Efektivitas Pengertian Kinerja Pengertian Organisasi Kerangka Pemikiran Pengertian Operasional METODOLOGI KAJIAN 3.1 Metode Kajian Teknik Kajian Jenis Data Cara Pengumpulan data Cara Pengolahan dan Analisis Data Tempat dan Waktu Kajian Lokasi dan Alasan Pilihan Komunitas Waktu Kajian Metode Penyusunan Program... 40

16 IV. PETA SOSIAL KOMUNITAS 4.1 Kondisi Geografis Kondisi Demografis Sistem Ekonomi Organisasi dan Kelembagaan Lembaga Ekonomi Lembaga Keagamaan Lembaga Pendidikan Lembaga Pemerintahan Lembaga Kesejahteraan dan Pemuda Lembaga Lingkungan Sumberdaya Lokal Ikhtisar Peta Sosial V. EVALUASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT 5.1 Evaluasi Terhadap Program Pengembangan masyarakat di Desa Glandang Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Latar Belakang PHBM Maksud dan Tujuan PHBM Jiwa dan Prinsip PHBM Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial Kebijakan dan Perencanaan Sosial Program Terpadu Pemberdayaan Masyarakat Berperspektif Gender (P2MBG) Latar Belakang P2MBG Maksud, Tujuan dan Kebijakan Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial Kebijakan dan Perencanaan Sosial VI. ANALISIS KAPASITAS KELEMBAGAAN LMDH DAN EFEKTIVITAS PHBM DI DESA GLANDANG 6.1 Peran PHBM Melalui LMDH terhadap Perubahan Taraf Hidup Pesanggem (penggarap) Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas PHBM Faktor yang mempengaruhi Penguatan Kapasitas LMDH Kinerja LMDH Desa Glandang VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM 7.1 Latar Belakang Rancangan Program Tujuan dan Sasaran Program Aksi Rancangan Program Restrukturisasi LMDH Rancangan Program Pelatihan Manajemen bagi Pengurus dan Anggota LMDH Rancangan Program Penataan Struktur Akses dan Kontrol SDA Hutan Rancangan Program Pengawasan Manajemen LMDH

17 VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1 Kesimpulan Rekomendasi Kebijakan DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN

18 DAFTAR TABEL Halaman 1 Rincian Informan dan Cara Pengumpulan Data Jumlah Penduduk Desa Glandang Berdasarkan Usia kerja Jumlah Penduduk Desa Glandang Berdasarkan Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk Desa Glandang Berdasarkan Mobilitas Penduduk Jumlah Penduduk Desa Glandang Berdasarkan Mata Pencaharian Rencana Program Penguatan Kapasitas LMDH dan Peningkatan Efektivitas PHBM

19 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Bagan Alir Kerangka Pemikiran Penguatan Kapasitas LMDH dan Peningkatan Efektivitas PHBM di Desa Glandang Struktur Organisasi LMDH Desa Glandang Peta Kabupaten Pemalang Peta Kecamatan Bantarbolang Peta Desa Glandang

20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah tersebut dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokratis, peranserta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperbaiki potensi dan keanekaragaman daerah. Dalam menghadapi perkembangan keadaan serta tantangan persaingan global, dipandang perlu menyelenggarakan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara profesional. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dibidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan daerah. Disamping itu keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Yang dimaksud dengan otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan dibidang tertentu yang secara nyata ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup, dan berkembang di daerah. Yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tegas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.

21 2 Perlu diingat bahwa otonomi tidak dapat dilaksanakan secara efektif tanpa otonomi dalam basis perekonomian komunitas. Selama perekonomian suatu komunitas bergantung kepada perekonomian nasional dan/ atau internasional dan warga komunitas tidak mempunyai wewenang untuk mengaturnya, maka tentu akan terjadi pembatasan otonomi dalam pengambilan keputusan. Konsekuensi dari adanya otonomi adalah desentralisasi dalam struktur kekuasaan dan pengambilan keputuan. Hal ini konsisten dengan prinsip-prinsip pemberdayaan (empowerment), didalam keputusan-keputusan suatu sistem yang terdesentralisasi, maka struktur/ organisasi dan proses/ kegiatan akan lebih terbuka (accessible) bagi warga, dan kapasitas warga untuk berpartisipasi serta mempengaruhi struktur dan proses tersebut akan meningkat dengan nyata. Hubungan antara otonomi dengan desentralisasi juga konsisten dengan prinsip keberlanjutan atau kelestarian, karena struktur-struktur sosial yang kecil cenderung lebih tahan hidup dan mudah berintegrasi dengan lingkungannya. Otonomi dan desentralisasi mempunyai kaitan erat dengan kemandirian (self-reliance). Kemandirian komunitas diartikan bahwa komunitas mengutamakan nilai-nilai sosial untuk dapat hidup terus bersandar pada sumberdaya yang dimilikinya. Otonomi yang dimiliki desa merupakan kesempatan bagi masyarakat desa untuk mengembangkan prakarsa, inisiatif, dan partisipasi aktif dalam proses pembangunan dan pemenuhan kebutuhan mereka sesuai dengan potensi lokal yang tersedia di desa. Berbagai potensi sumberdaya yang tersedia dapat dikelola, dimanfaatkan, dan dikembangkan secara berkelanjutan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat. Untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat seperti yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945, berbagai program pengembangan masyarakat telah di lakukan oleh pemerintah, yang bertujuan meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat melalui berbagai pendekatan partisipatif. Pada era pembangunan masa lalu proses pengembangan masyarakat mulai dari tahap identifikasi masalah dan kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan dan monitoring serta evaluasi program dilakukan oleh pemerintah dengan orientasi pada hasil atau produksi (production centered development) tanpa melibatkan masyarakat, sehingga telah mengakibatkan kerusakan terhadap sumberdaya alam yang mengancam keberlanjutan pembangunan itu sendiri serta mengabaikan aspek-aspek pemerataan dan

22 3 keadilan sosial bagi masyarakat, sehingga menimbulkan persoalan-persoalan bagi masyarakat, seperti kemiskinan dan ketimpangan struktur sosial yang tajam antara lapisan masyarakat bawah yang semakin miskin dan termarjinalkan dengan lapisan masyarakat atas yang semakin kaya. Tetapi dengan diberlakukannya otonomi daerah pada semua tahap pengembangan masyarakat sekarang diserahkan pada masyarakat dengan paradigma pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat keseluruhan (people centered development), sedangkan pihak pemerintah berfungsi memfasilitasi terciptanya lingkungan yang mendukung pertumbuhan ekonomi dengan menggali inisiatif dan partisipasi masyarakat lokal serta memelihara dan menjaga kelestarian sumberdaya alam sehingga pembangunan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan (sustainable development). Partisipasi masyarakat desa dapat dikembangkan dengan lebih luas, tidak terbatas sebagai pelaksana dan penerima manfaat dari program pengembangan masyarakat, tetapi diharapkan secara aktif dapat terlibat langsung dalam proses pelaksanaan program-program dan kegiatan yang dilaksanakan di desa. Untuk merealisasikan hal tersebut diperlukan peran aktif dari berbagai kelembagaan yang ada di desa, terutama yang dapat mewadahi aspirasi masyarakat serta melakukan evaluasi dan kontrol atas pelaksanaan berbagai kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintahan desa. Untuk menunjang peran partisipasi aktif dari masyarakat desa, diperlukan adanya kelembagaan yang dibentuk oleh masyarakat sendiri (bottom up), bukan lagi bentukan dari pemerintah (top down). Sehubungan dengan itu, diperlukan langkah-langkah baik oleh pemerintah maupun masyarakat (stakeholders) sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dalam mengembangkan potensi sumberdaya alam yang tersedia pada tingkat lokal, dengan tetap menjaga dan memelihara kelestarian potensi sumberdaya alam tersebut. Hal ini dapat dijadikan model bagi terciptanya pembangunan berbasis kompetensi masyarakat lokal dan model pembangunan berkelanjutan. Fenomena yang terjadi pada masyarakat Desa Glandang dengan tipologi desa sekitar hutan, kerusakan sumberdaya alam hutan, keluarga miskin dan pengangguran merupakan masalah sosial desa ini yang perlu mendapatkan perhatian dan penanganan dari pemerintah, swasta dan LSM (stakeholders). Berbagai program pengembangan masyarakat telah dilakukan oleh pemerintah, yang bertujuan meningkatkan kemampuan dan kemandirian

23 4 masyarakat melalui berbagai pendekatan. Langkah-langkah untuk memperbaiki kondisi ini telah dilakukan diantaranya munculnya beberapa program pengembangan masyarakat diantaranya JPS, RASKIN, BLT, PHBM dan P2MBG. Pada umumnya program pengembangan masyarakat yang telah dilaksanakan di Desa Glandang bersifat top down. Kebijakan yang dilaksanakan kecenderungan berasal dari pemerintah. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang dalam pelaksanaan program-programnya didasarkan pada inisiatif dan prakarsa dari masyarakat, jadi bersifat bottom up. Di Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, terdapat sebuah sistem pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang dibentuk pada tanggal 30 Nopember Ide pembentukan LMDH berasal dari aspirasi warga Desa Glandang sendiri secara bottom up, dengan difasilitasi oleh pemerintah Desa Glandang. Tujuan didirikannya LMDH adalah pengelolaan sumber daya hutan pangkuan Desa Glandang yang mengarah kepada peningkatan ekonomi masyarakat dan keseimbangan ekologi. Berdasarkan pemetaan sosial dan evaluasi program pengembangan masyarakat yang dilakukan pada Praktek Lapangan I dan II, ternyata pengelolaaan hutan bersama masyarakat melalui LMDH dinilai belum efektif. Hal ini antara lain karena struktur akses dan kontol sumberdaya alam hutan dalam PHBM belum optimal, dan rendahnya kinerja LMDH terhadap peningkatan taraf hidup para pesanggem (penggarap), hal ini disebabkan karena pelayanan, pengelolaan, kepemimpinan serta manajemen LMDH belum berjalan dengan baik, serta belum memiliki pengetahuan dan pengalaman yang memadai dalam mengimplementasikannya. Ditinjau dari aspek pemahaman masyarakat Desa Glandang terhadap keberadaan program PHBM melalui LMDH, pada umumnya pesanggem (penggarap) belum memahami maksud dan tujuan PHBM serta fungsi LMDH. Secara umum hubungan program PHBM melalui LMDH dengan pemerintah Desa Glandang berjalan lancar. Namun, ditinjau dari pelaksanaan fungsinya, belum terlihat produk kebijakan dan hasil kerjasama antara LMDH dan pemerintah desa, khususnya untuk pengembangan masyarakat Desa Glandang. Produk kebijakan yang dimaksud disini berupa dukungan tertulis (misalnya Surat Keputusan dari Pemerintah Desa) dan bantuan keuangan. Padahal produk

24 5 kebijakan tersebut sangat mendukung dalam pencapaian keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan program pembangunan di desa, baik oleh LMDH maupun pemerintah desa. Potensi lokal dan partisipasi masyarakat akan dapat digali dan diberdayakan secara optimal sebagai kekuatan pembangunan. Walau bagaimanapun dengan adanya program PHBM melalui LMDH, paling tidak akan menjadi pembelajaran bagi pesanggem (penggarap) dalam melaksanakan proses perencanaan program pengembangan masyarakat. Berdasarkan pengalaman dalam melaksanakan proses perencanaan di dalam LMDH tersebut diharapkan nantinya pesanggem (penggarap) dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan di desanya. Peran aktif LMDH sebagai suatu kelembagaan di Desa Glandang, merupakan aspek yang strategis dalam meningkatkan peran serta masyarakat dan mewujudkan peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan kenyataan diatas, diperlukan berbagai upaya untuk menguatkan kapasitas LMDH dan meningkatkan efektivitas PHBM dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat pesanggem (penggarap) di Desa Glandang. Oleh karena itu, pertanyaan kajian ini adalah Bagaimana strategi dan agenda pengembangan masyarakat dalam program PHBM melalui LMDH untuk merubah taraf hidup pesanggem (penggarap) di Desa Glandang Kecamatan Bantarbolang Kabupaten Pemalang. Sehubungan dengan hal itu maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang kegiatan dan keberadaan kegiatan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) melalui LMDH dari aspek kelembagaan, yang pada akhirnya akan bermuara pada perubahan taraf hidup pesanggem (penggarap) Desa Glandang, dan kelestarian sumberdaya alam hutan atau keseimbangan ekologi. Kajian ini merupakan satu rangkaian yang diawali dari kegiatan Praktek Lapangan satu (PL.I) berupa pemetaan sosial dan Praktek Lapangan dua (PL.II) berupa evaluasi program pengembangan masyarakat, yang pengkaji lakukan pada lokasi penelitian yang sama dengan mengambil judul PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT MELALUI LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH) (Suatu Kajian Penguatan Kapasitas LMDH dan Peningkatan Efektivitas PHBM di Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang).

25 6 1.2 Rumusan Masalah Pelaksanaan pembangunan dengan orientasi pada kepentingan ekonomi yang menjurus pada terjadinya perusakan sumberdaya alam telah terjadi pada wilayah hutan. Hal ini memberikan peluang bagi manusia untuk mengolah lingkungan hidup dalam rangka menjamin kelangsungan hidupnya secara tidak bertanggung jawab. Pengelolaan lingkungan alam yang tidak terarah akan berakibat kemampuan ekosistem untuk mempertahankan kestabilan akan menurun. Apabila stabilitas alam terganggu akan terjadi apa yang disebut perubahan keseimbangan alam. Terganggunya stabilitas ekosistem ini kemudian dalam jangka panjang maupun jangka pendek menimbulkan masalah-masalah lingkungan atau dengan kata lain masalah lingkungan itupun terjadi karena tidak sesuainya interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Dalam rangka pembangunan, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam hutan untuk mencapai kesejahteraan, hendaknya tetap terjaga keserasian dan kesinambungan secara rasional, sehingga masalah sumberdaya alam hutan dapat dipersempit atau dihindari. Melalui usaha pembangunan saja sebenarnya belum cukup dan akan kurang berhasil untuk mengatasi masalah sumberdaya alam hutan tersebut tanpa memperhatikan keseimbangan dan keserasian dalam rangka pemanfaatan potensi sumberdaya alam hutan bagi pembangunan. Kepentingan-kepentingan ekonomi dimaksudkan agar masyarakat mampu bangkit dari kemiskinan dan memiliki kondisi kehidupan dan penghidupan yang layak. Kondisi kehidupan dan penghidupan secara layak dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok, seperti makan, pakaian, perumahan, perawatan kesehatan dan pendidikan yang layak bagi kemanusiaan (Depsos, 2002 dikutip Suharto, 2005). Salah satu upaya yang dilakukan untuk menciptakan kondisi tersebut yaitu dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang tersedia dalam hal ini sumberdaya alam hutan. Aktivitas-aktifitas bagi kepentingan ekonomi ini telah menjurus pada penggundulan dan perusakan sumberdaya hutan sehingga mengancam kesinambungan dan keberlanjutan sumberdaya alam tersebut. Fenomena demikian dialami pada salah satu desa sekitar hutan yang ada di Kabupaten Pemalang, tepatnya Desa Glandang Kecamatan Bantarbolang Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah. Sebelum tahun 2002 wilayah desa

26 7 sekitar hutan ini masih dilindungi areal hutan jati seluas 458 Ha, namun saat ini area hutan jati kini telah habis gundul dan rusak. Upaya-upaya untuk mencegah penggundulan dan perusakan sumberdaya alam hutan ini secara aktif telah dilakukan oleh Perum Perhutani dan Pemerintah daerah melalui dinas terkait yang membidangi, yaitu Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup kabupaten Pemalang. Dampak PHBM dan peran LMDH dalam perubahan taraf hidup pesanggem (penggarap) di Desa Glandang secara formal telah dilaksanakan. Namun dalam pelaksanaannya PHBM melalui LMDH dalam konteks pengembangan masyarakat dan kelembagaan belum dapat berkembang secara optimal dan efektif. Struktur akses dan kontrol sumberdaya hutan dalam PHBM dan kinerja LMDH belum menerapkan prinsip-prinsip pengembangan masyarakat yang berorientasi pada kerakyatan dengan syarat menyentuh aspek-aspek keadilan, keseimbangan sumberdaya alam, partisipasi masyarakat, dan berdasarkan prakarsa komunitas. Berdasarkan situasi dan kondisi tersebut, diperlukan berbagai upaya untuk merubah taraf hidup para pesanggem (penggarap). Sebagai salah satu upaya melaksanakan perubahan taraf hidup pesanggem (penggarap) dapat dilakukan melalui penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM. Dari uraian diatas dapat dijabarkan kedalam rumusan masalah sebagai berikut : a. Bagaimana peran PHBM melalui kelembagaan LMDH terhadap perubahan taraf hidup pesanggem (penggarap) di Desa Glandang? b. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi efektivitas PHBM di Desa Glandang? c. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi kapasitas kelembagaan LMDH di Desa Glandang? d. Bagaimana kinerja kelembagaan LMDH di Desa Glandang? e. Program-program apa yang perlu direncanakan dalam penguatan kapasitas kelembagaan LMDH dan peningkatkan efektivitas PHBM di Desa Glandang? 1.3 Tujuan Kajian Tujuan pokok kajian ini adalah merumuskan strategi penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM di Desa Glandang Kecamatan Bantarbolang Kabupaten Pemalang melalui program pengembangan masyarakat. Untuk merumuskan strategi tersebut, maka secara khusus kajian ini bertujuan :

27 8 a. Mengetahui peran PHBM melalui kelembagaan LMDH terhadap perubahan taraf hidup pesanggem (penggarap) di desa Glandang. b. Mengkaji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas PHBM di Desa Glandang. c. Mengkaji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas kelembagaan LMDH di Desa Glandang. d. Mengkaji kinerja LMDH di Desa Glandang e. Merumuskan perencanaan program-program pengembangan masyarakat untuk penguatan kapasitas kelembagaan LMDH dan meningkatkan efektivitas PHBM. 1.4 Kegunaan Kajian a. Kegunaan Praktis, diharapkan dapat menjadi masukan model kebijakan yang partisipatif, bertumpu pada warga masyarakat, khususnya bagi Departemen teknis seperti Departemen Sosial, Departemen Kehutanan, Bapenas/ Bapeda, Perum Perhutani, serta instansi pendukung pembangunan sosial dalam membuat kebijakan agar lebih aplikatif. b. Kegunaan strategis, diharapkan dapat memberikan kontribusi atas penyusunan strategi pelayanan sosial yang melibatkan banyak pihak dan bertumpu pada kemampuan dan kearifan lokal. Dengan demikian perumusan kerangka strategi penanganan masalah-masalah sosial kemasyarakatan tetap mempertimbangkan konteks lokal dalam perspektif pemberdayaan warga. c. Kegunaan akademis, diharapkan dapat memperkaya referensi tentang praktek-praktek pengembangan masyarakat yang tumbuh secara partisipatif.

28 II. TINJAUAN PUSTAKA Hutan dalam Konteks Pengembangan Masyarakat Pengertian Dasar tentang Hutan Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan yang dimaksud dengan sumberdaya hutan adalah benda hayati, non hayati dan jasa yang terdapat di dalam hutan yang telah diketahui nilai pasar, kegunaan dan teknologi pemanfaatannya (Pasal 1, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, tentang Kehutanan). Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon. Dalam buku The Dictionary of foretry yang diedit oleh John A. Helms (998:70) dalam Didik (2000), forest (hutan) diberi pengertian sebagai berikut : An ecosystem characterized by a more or less dense and extensive tree cover, often consisting of stands varying in characteristics such as species composition, structure, age class, and associated processes, and commonly including meadows, steams, fish, and wildlife ( suatu ekosistem yang dicirikan oleh penutupan pohon yang kurang lebih padat dan tersebar, seringkalai terdiri dari tegakkan-tegakkan yang beragam ciri-cirinya seperti komposisi jenis, struktur, klas umur, dan proses-proses yang terkait, dan umumnya mencakup padang rumput, sungai-sungai kecil, ikan, dan satwa liar ) Definisi tersebut menekankan komponen pohon yang dominan terhadap komponen lainnya dari ekosistem itu, dan mensyaratkan adanya (akibat dari pohon-pohon itu) kondisi iklim dan ekologi yang berbeda dengan kondisi luarnya. Penekanan hutan sebagai suatu ekosistem mengandung maksud bahwa di dalam hutan terjadi hubungan saling tergantung satu komponen dengan komponen lainnya yang terjalin sebagai suatu sistem. Satu komponen dari sistem itu rusak (atau tidak berfungsi) menyebabkan komponen lain terganggu, dan akibatnya sistem itu tidak dapat berjalan normal. Hutan itu sendiri sebagi bagian atau komponen dari ekosistem yang lebih besar, sehingga apabila hutan rusak akan mengganggu sistem yang lebih besar itu.

29 10 Simon (1993) menyatakan bahwa hutan dapat didefinisikan sebagai asosiasi masyarakat tumbuh-tumbuhan dan binatang yang didominasi oleh pohon-pohon atau vegetasi berkayu, yang mempunyai luasan tertentu sehingga dapat membentuk suatu iklim mikro dan kondisi ekologi spesifik. Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang. Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, oleh karena itu harus dijaga kelestariannya. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting, dengan tetap mengutamakan kepentingan nasional. Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mewajibkan agar bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat, maka penyelenggaraan kehutanan senantiasa mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan berkelanjutan. Oleh karena itu penyelengaraan kehutanan harus dilakukan dengan asas manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan dengan dilandasi akhlak mulia dan bertanggung-gugat. Untuk menjaga terpenuhinya keseimbangan manfaat lingkungan, manfaat sosial budaya dan ekonomi, pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dalam daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional. Sumber daya hutan mempunyai peran penting dalam penyediaan bahan baku industri, sumber pendapatan, menciptakan lapangan dan kesempatan kerja. Hasil hutan merupakan komoditi yang dapat diubah menjadi hasil olahan dalam upaya mendapat nilai tambah serta membuka peluang kesempatan kerja dan kesempatan berusaha.

30 11 Dilihat dari sisi fungsi produksinya, keberpihakan kepada rakyat banyak merupakan kunci keberhasilan pengelolaan hutan. Oleh karena itu praktik-praktik pengelolaan hutan yang hanya berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan hak dan melibatkan masyarakat, perlu diubah menjadi pengelolaan yang berorientasi pada seluruh potensi sumber daya kehutanan dan berbasis pada pemberdayaan masyarakat. Sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang Pemerintahan Daerah, maka pelaksanaan sebagian pengurusan hutan yang bersifat operasional diserahkan kepada pemerintah daerah tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/ kota, sedangkan pengurusan hutan yang bersifat nasional atau makro, wewenang pengaturannya dilaksanakan oleh pemerintah pusat Permasalahan Mengenai Kehutanan Keselamatan hutan dan kawasannya di pulau Jawa sesungguhnya merupakan perkara penting dalam kehidupan kita, namun tidak banyak pihak yang benar-benar memahami persoalan sederhana yang tampak rumit ini. Permasalahan yang dominan dalam agenda kegiatan penyelamatan kawasan hutan adalah tindakan penebangan pohon secara berlebihan (illegal loging) sebagai dampak antusiasme pengambilan kayu yang merupakan salah satu nilai langsung manfaat hutan aspek ekonomi. Padahal, hutan dan kawasan hutan memiliki manfaat yang jauh lebih besar daripada nilai ekonomi yang secara langsung mudah diperoleh dari pemanfaatan kayu-kayunya belaka. Keberadaan hutan dan kawasannya yang lestari merupakan jaminan bagi keseimbangan ekosistem, penyeimbangan kelangsungan proses hidro-orologis (perimbangan tata air) sebagai faktor utama penunjang siklus klimatologis, keadaan perubahan musim dan cuaca yang ramah dan dapat diperkirakan, yang merupakan pokok kelangsungan peradaban manusia. Pemerintah R.I. telah menetapkan batasan toleransi yang dianggap dapat menjamin kelayakan proses klimatologis, yakni dengan ukuran minimal terdapat 30 persen hamparan lahan yang berfungsi sebagai hutan dalam setiap luas administrasi kewilayahan. Perum Perhutani sebagai sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi hak monopoli pengusahaan kawasan hutan di pula Jawa dan Madura, yakni seluas 22 persen pula Jawa dan Madura, yakni seluas ,03 hektar (Adam dan Imam, 2007).

31 12 Adapun problem akut yang senantiasa menjadi momok dalam kegiatan pengusahaan maupun pengelolaan hutan di pulau Jawa dan pada umumnya, adalah kegiatan penebangan tanpa tanggung jawab (illegal logging) berupa pencurian pohon secara sporadis dalam skala kecil, dan aksi penjarahan hutan dalam skala besar yang serempak. Rentetan akibat dari beragam tindakan yang merugikan kawasan hutan teresebut adalah potensi sumber daya hutan terus berkurang secara drastis. Dalam kurun waktu lima tahun ( ) yang semarak dengan aksi massal penjarahan hutan, terjadi laju penurunan rata-rata 8,4 persen sehingga pengurangan potensi produksi kayu mencapai 13 juta kubik per tahun. Periode di mana kental diwarnai tindakan penjarahan hutan tersebut juga menimbulkan akibat rendahnya produksi kayu dibawah rata-rata 100 meter kubik per hektar. Aksi penjarahan pohon dan kawasan hutan pun menyebabkan terjadinya ke-tidak normal-an komposisi penyebaran kelas perusahaan tanaman hutan maupun kelas umur pohonnya, sehingga secara umum didominasi kelas umur muda. Tindakan pencurian pohon dalam skala masif pada aksi penjarahan hutan juga tidak memilih antara pohon layak tebang ataupun pohon yang seharusnya masih dibiarkan tetap tumbuh, sehingga selalu mengancam keberhasilan tanaman hutan terutama dalam umur lima tahun ke atas. Akibatnya, lahan kosong di kawasan hutan negara yang dikelola Perum Perhutani secara signifikan dari tahun ke tahun tidak banyak berkurang meski secara rutin dilakukan kegiatan penanaman kembali (reboisai hutan). Sampai dengan awal tahun 2004, jumlah lahan kosong masih relatif luas, mencapai hektar di seantero kawasan Perum Perhutani. Kabupaten Pemalang memiliki luas wilayah kurang lebih ,553 Ha, dimana hampir separuh wilayahnya merupakan kawasan hutan yakni seluas ,30 Ha atau 29,8 persen dari wilayah daratan. Kawasan hutan seluas ,30 Ha tersebut terbagi atas hutan negara ,70 Ha, hutan lindung 843,60 Ha dan hutan rakyat 805 Ha. Pengelolaan hutan negara sampai saat ini masih ditangani oleh Perum Perhutani atas KPH Pemalang seluas ,20 Ha, KPH Pekalongan Barat seluas 3.293,40 Ha dan KPH Pekalongan Timur seluas 4.251,10 Ha.

32 13 Persoalan serius menyangkut kawasan hutan yang ada di Kabupaten Pemalang khususnya hutan pangkuan Desa Glandang adalah semakin meluasnya kerusakan hutan yang diprediksikan mencapai 458 Ha dari luas hutang yang ada, antara lain berupa kawasan hutan yang rusak akibat penjarahan sehingga menyebabkan meningkatnya jumlah tanah kosong dan lahan-lahan tidak produktif. Rangkaian permasalahan tersebut tentu saja berdampak kepada rendahnya kapasitas kawasan hutan jawa dalam fungsinya selaku penjamin proses ekosistem yang stabil, karena dari 22 persen lahan pulau Jawa yang dikelola Perum Perhutan saja belum dapat sepenuhnya layak berfungsi hutan. Sebagai catatan, tindakan pencurian pohon yang lazim diperbuat penduduk seputar hutan meskipun terjadi secara sporadis di hampir kawasan hutan negara Perum Perhutani, tidak seberbahaya dampaknya dibandingkan akibat aksi penjarahan hutan. Tindakan penjarahan hutan yang dilakukan dalam skala masif dan serempak di sejumlah wilayah kantong utama kawasan hutan produksi selalu terjadi setiap kali kondisi politik pemerintahan negara sedang labil. Munculnya era reformasi yang mengakibatkan krisis kepercayaan kepada pemerintah, berimbas pekercayaan masyarakat kepada Perum Perhutani juga berkurang. Perum Perhutani dinilai tidak mampu mengelola hutan, Perum Perhutani dinilai tidak mampu menyejahterkan rakyat, khususnya masyarakat sekitar hutan. Ditambah krisis ekonomi, masyarakat sekitar hutan merasa berhak untuk memanfaatkan hutan yang ada di sekitarnya. Adanya penilaian yang salah dan terdesaknya krisis ekonomi, membuat masyarakat hutan melalukan illegal logging. Apabila stabilitas politik dan keamanan sedang terguncang dan tidak menentu. Belum lagi munculnya anarki intelektual yang juga ikut memperparah keadaan. Masuknya budaya ekonomi komersial ke masyarakat sekitar hutan juga ikut andil dalam hal ini. Dan parahnya lagi, pemahaman terhadap nilai-nilai relegiusitas kian menipis. Dus faktor-faktor ini membuat masyarakat melakukan tindakan penjarahan hutan bahkan cenderung anarkis. Dalam kondisi semacam inilah, konsep Pengelolan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dirasa sangat penting untuk direalisasikan. Sebagai sebuah paradigma baru, PHBM merupakan alternatif solutif yang diharapkan mampu memecahkan berbagai persoalan yang menimpa hutan di Jawa dan Madura. Dalam konteks ini Perum Perhutani harus proporsional membagi kekuasaan dalam akses dan kontrol sumberdaya hutan.

33 Pengembangan Masyarakat Pengembangan masyarakat adalah suatu aktivitas pembangunan yang berorientasi pada kerakyatan dengan syarat menyentuh aspek-aspek keadilan, keseimbangan sumberdaya alam, partisipasi masyarakat, dan jika memungkinkan berdasarkan prakarsa komunitas (Korten, 1990). Selanjutnya Dharmawan (2006) mengungkapkan bahwa pengembangan masyarakat merupakan suatu perubahan yang terencana dan relevan dengan persoalanpersoalan lokal yang dihadapi oleh para anggota komunitas yang dilaksanakan secara khas dengan cara-cara yang sesuai dengan kapasitas, norma, nilai, persepsi dan keyakinan anggota komunitas setempat, dimana prinsip-prinsip resident participation dijunjung tinggi. Prinsip-prinsip pengembangan masyarakat meliputi pembangunan terpadu, melawan ketidakberdayaan struktural, Hak Azasi Manusia (HAM), keberlanjutan, pemberdayaan, kaitan masalah pribadi dan politis, kepemilikan oleh komunitas, kemandirian, ketidaktergantungan pada pemerintah, keterkaitan, tujuan jangka pendek dan visi jangka panjang, pembangunan yang bersifat organik, kecepatan pembangunan, keahlian dari luar, pembangunan komunitas, kaitan proses dan hasil, intergritas proses, tanpa kekerasan, keinklusifan, konsensus, kerjasama, partisipasi, dan perumusan tujuan (Gunardi et al, 2006). Lima karateristik dari pengembangan masyarakat (community development), yaitu : 1. Berdasarkan pada kondisi dimana pemerintah menjadi terbuka kepada upaya keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, tingkat keterlibatan masyarakat yang menggambarkan tingkat keterbukaan, secara efektif diatur oleh pemerintah. 2. Aktivitas pengembangan masyarakat dibangun terutama sekitar masalahmasalah sosial, dimana orang dalam masyarakat berhubungan secara mudah. Di lain pihak, melalui manajemen masyarakat, terpadu suatu komponen ekonomi dan atau teknik yang kuat. Mesipun demikian, proyek manajemen masyarakat tetap melaksanakan usaha-usaha yang dapat diidentifikasi secara jelas dalam suatu dasar homogenitas yang terbuka. 3. Bercirikan masyarakat lokal yang memiliki keutamaan atau kekuasaan, dapat diidetifikasi secara jelas dan mengandung muatan diri.

34 15 4. Proses pengembangan masyarakat diarahkan kepada kepuasan terhadap kebutuhan masyarakat. 5. Berpusat pada kegiatan pelatihan yang netral secara politik dan terpisah dari berbagai pertikaian atau debat politik. (Hikmat, 2001) Kegiatan pengembangan masyarakat ini harus mendasarkan pada perspektif ekologi dengan prinsip holistik (menyeluruh dari segala aspek lingkungan), sustainabillity (kelestarian kegiatan), diversity (keanekaragaman), dan equilibrium (keseimbangan). Konsekuensi dari perspektif ekologikal ini melukiskan bahwa prinsip holistik akan mengarahkan pada pemikiran untuk memusatkan pada filosofi lingkungan, menghormati hidup dan alam, menolak solusi yang linier, dan perubahan yang terus menerus. Prinsip sustainability akan membawa pada konsekuensi untuk memperhatikan konservasi, mengurangi konsumsi, tidak mementingkan pertumbuhan ekonomi, pengendalian perkembangan teknologi dan anti kapitalis. Prinsip diversity membawa konsekuensi pada penilaian terhadap perbedaan, jawaban atau alternatif yang tidak tunggal, desentralisasi, jaringan kerja dan komunikasi lateral serta penggunaan teknologi tepat guna. Sementara prinsip equilibrium akan membawa pada perspektif isu-isu global atau lokal, energi yin dan yang, gender, hak dan pertanggungjawaban, kedamaian dan kooperatif (Ife, 1995 dalam Hikmat, 2001). Selain prinsip ekologikal, kegiatan pengembangan masyarakat juga harus mendasarkan pada social justice atau keadilan sosial. Keadilan sosial ini mencakup kegiatan-kegiatan yang memperhatikan kelemahan secara struktural (structural disadventage), pemberdayaan (empowerment), kebutuhan (needs), hak azasi (human right), kedamaian dan anti tindak kekerasan (peace and non violence), partisipasi dalam kehidupan demokrasi (participatory democracy). Pembangunan masyarakat berbasis lokal merupakan tindakan kolektif, yang merupakan inti dari gerakan sosial, yang melibatkan sekelompok orang yang dicirikan oleh adanya kerjasama, tujuan yang tegas, serta kesadaran dan kesengajaan. Portes (1998) mengatakan sumber modal sosial dapat bersifat : 1) Consummatory, yaitu nilai-nilai sosial budaya dasar dan solidaritas sosial, dan 2) instrumental, yaitu pertukaran yang saling menguntungkan dan rasa saling percaya. Sifat sosial dari modal sosial adalah adanya saling menguntungkan paling sedikit antara dua orang, menunjuk pada hubungan sosial, serta berhubungan dengan kepercayaan, jejaring sosial, hak dan kewajiban.

35 16 Pada dasarnya sasaran pembangunan masyarakat adalah pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat mengandung arti mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa sehingga masyarakat memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya. Masyarakat berdaya memiliki ciri-ciri : 1) mampu memahami diri dan potensinya, 2) mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan), dan mengarahkan dirinya sendiri, 3) memiliki kekuatan berunding, bekerjasama secara saling menguntungkan dengan bargaining power yang memadai, 4) bertanggung jawab atas tindakannya sendiri. Di era globalisasi sekarang ini, ciri-ciri masyarakat berdaya dapat dilihat dengan dimilikinya etos kerja yang tinggi, kreatif, peka dan tanggap, inovatif, relegius, fleksibel, dan jatidiri dengan swakendali (Santoso, 1993, dalam Sumardjo dan Saharuddin, 2006). Paradigma baru pembangunan dewasa ini lebih memberikan ruang yang memadai bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. Menurut Holsteiner (1980) dalam Sumardjo dan Saharudin (2006) partisipasi masyarakat diperlukan karena partisipasi berarti : 1. Mensukseskan program secara lebih terjamin dan lebih cepat. 2. Mendekatkan pengertian pihak perencana/ pengelola dengan kebutuhan golongan sasaran. 3. Media untuk memupuk keterampilan masyarakat, kekeluargaan, dan kepercayaan diri. 4. Mencapai partisispasi positif sebagai ciri khas masyarakat modern Salah satu strategi untuk membangkitkan partisipasi aktif individu anggota masyarakat adalah melalui pendekatan kelompok. Pembangunan yang ditujukan kepada pengembangan masyarakat, akan mudah dipahami apabila melibatkan agen-agen lokal melalui suatu wadah yang dinamakan kelompok. Menurut Sumarti et al, 2006, dikarenakan dalam melakukan beragam aktivitas pencaharian nafkah, setiap orang cenderung berkelompok. Berdasarkan pandangan interaksi pembentukan kelompok, setiap orang menyadari adanya ketidak mampuan memenuhi tujuan yang diinginkan. Dengan ikatan-ikatan yang berhasil dibentuk, kebutuhan-kebutuhan individu akan dapat dipenuhi.

36 17 Kegiatan pengembangan masyarakat memandang bahwa keberadaan kelompok pada masyarakat sangat diperlukan untuk melakukan perubahan kepribadian dan memperkuat pencapaian tujuan. Penggunaan kelompok dimungkinkan terjadi, karena individu-individu anggota masyarakat yang terlibat akan menyesuaikan diri dengan salah satu perilaku kolektif. Jika masyarakat telah dapat menyesuaikan diri dengan salah satu perilaku kolektif, maka besar peluang partisipasi aktif dari masyarakat akan terbentuk. 2.3 Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat yang belum berkembang sebagai pihak yang harus diberdayakan, dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan (Sumodiningrat, 1997). Adimihardja dan Hikmat (2001) mengemukakan bahwa pemberdayaan merupakan pelimpahan proses pengambilan keputusan dan tanggung jawab secara penuh. Pemberdayaan bukan berarti melepaskan pengendalian, tapi menyerahkan pengendalian. Dengan demikian pemberdayaan bukanlah masalah hilangnya pengendalian atau hilangnya hal-hal lain. Yang paling penting, pemberdayaan memungkinkan pemanfaatan kecakapan dan pengetahuan masyarakat seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Menurut Priyono dan Pranarka (1996) proses pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan dengan kecenderungan primer menekan pada proses memberikan kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu yang bersangkutan menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi. Kedua, proses pemberdayaan dengan kecenderungan sekunder menekankan pada proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog. Seringkali kecenderungan primer terwujud melalui kecenderungan sekunder terlebih dahulu. Selanjutnya disebutkan bahwa proses pemecahan masalah berbasiskan pemberdayaan masyarakat yang berdasarkan prinsip berbeda bersama masyarakat menyadari bahwa masyarakat mempunyai hakhak yang harus dihargai, sehingga masyarakat lebih mampu mengenali

37 18 kebutuhannya dan dilatih untuk dapat merumuskan rencana serta melaksanakan pembangunan secara mandiri dan swadaya. Dalam hal ini, praktisi pembangunan berperan dalam memfasilitasi proses dialog, diskusi, curah pendapat, dan mensosialisasikan temuan masyarakat. Menurut Moebyarto (1985), pemberdayaan masyarakat mengacu kepada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses dan kontrol atas sumber hidup yang penting. Proses pemberdayaan merupakan wujud perubahan sosial yang menyangkut relasi antara lapisan sosial sehingga kemampuan individu senasib untuk saling berkumpul dalam suatu kelompok cenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif. Bagaimana memberdayakan masyarakat merupakan satu masalah tersendiri yang berkaitan dengan hakikat power (daya). Pada dasarnya daya atau power tersebut dimiliki oleh setiap individu dan kelompok, akan tetapi kadar dari power tersebut berbeda satu dengan yang lainnya. Kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling terkait antara lain seperti pengetahuan, kemampuan, status, harta, kedudukan dan jenis kelamin. Faktor-faktor yang saling terkait tersebut pada akhirnya membuat hubungan antar individu dengan dikotomi subyek (penguasa) dan obyek (yang dikuasai). Bentuk relasi sosial yang dicirikan dengan dikotomi subyek dan obyek tersebut merupakan relasi yang ingin diperbaiki melalui proses pemberdayaan. Pemberdayaan merupakan proses pematahan pola relasi antara subyek dengan obyek. Proses ini mementingkan adanya pengakuan subyek akan kemampuan yang dimiliki obyek atau dengan kata lain bahwa obyek dapat meningkatkan kualitas hidupnya dengan menggunakan daya yang ada padanya serta dibantu juga dengan daya yang dimiliki oleh subyek. Dalam pengertian yang lebih luas, mengalirnya daya ini merupakan upaya atau cita-cita untuk mewujudkan masyarakat miskin ke dalam aspek kehidupan yang lebih luas. Hasil akhir dari proses pemberdayaan adalah beralihnya fungsi individu atau kelompok yang semula sebagai obyek menjadi subyek (yang baru), sehingga relai sosial yang ada nantinya hanya akan didirikan dengan relasi antara subyek dengan subyek yang lain. Dengan kata lain, proses pemberdayaan berarti mengubah pola relasi lama subyek-obyek menjadi subyek-subyek (Prijono dan Pranarka, 1996). Proses mengalirnya daya atau kuasa (power sharing) merupakan faktor penting dalam mewujudkan pemberdayaan, tetapi sulit didalam pelaksanaannya.

38 19 Apabila yang satu mempunyai daya dan yang lain tidak punya, maka ini berimplikasi kepada hilangnya daya pada salah satu pihak. Dalam hubungan daya seperti ini maka faktor yang berperilaku rasional dianggap tidak mungkin bekerjasama karena hanya akan merugikan diri sendiri. Maka dalam pengaliran daya tersebut bersifat zero-sum (tidak menguntungkan kepada kedua belah pihak). Apabila yang berlaku daya suatu unit sosial secara keseluruhan meningkat, maka semua anggotannya dapat menikmati keuntungan secara bersama-sama, artinya pemberian daya kepada pihak lain dapat meningkatkan daya sendiri atau dengan kata lain bersifat positive-sum. Dalam kasus ini, pemberian daya kepada lapisan miskin secara tidak langsung juga akan meningkatkan daya si pemberi, yaitu si penguasa. Pemberdayaan masyarakat selain merupakan proses pengaliran daya antara pihak penguasa kepada yang dikuasai juga meliputi penguatan pada pranata-pranatanya. Dalam rangka pembangunan nasional upaya pembangunan masyarakat dapat dilihat dari beberapa sudut pandang. Pertama, penciptaan suasana atau iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang. Kedua, peningkatan kemampuan masyarakat dalam membangun melalui berbagai bantuan dana, pelatihan, pembangunan prasarana dan sarana baik fisik maupun sosial, serta pengembangan kelembagaan di daerah. Ketiga, perlindungan struktur sosial masyarakat dalam sistem sosial menjadi faktor terpenting dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat, termasuk di dalamnya sistem ekonomi dan politik (Teguh, 2004). Di dalam kerangka pemberdayaan dan kemandirian masyarakat, maka haruslah terjadi pergeseran fungsi birokrasi sebagai fasilitator. Selayaknya birokrasi harus kembali ke hakikat fungsi yang sebenarnya ialah sebagai public servant (pelayan masyarakat), maupun pemberdayaan (empowering). Rakyat memegang hak dan wewenang yang tinggi untuk menentukan kebutuhan pembangunan, ikut terlibat secara aktif dalam pembangunan dan mengontrolnya serta memperoleh fasilitas dari pemerintah (Santoso, 2002). Pendekatan pemberdayaan masyarakat setidaknya akan berfokus pada cara bagaimana memobilisasi sumber-sumber lokal, menggunakan keragaman kelompok sosial dalam mengambil keputusan, dan sebagainya. Dalam prosesnya masyarakat lokal haruslah menjadi elemen utama dalam program pengembangan masyarakat. Di sini sesungguhnya partisipasi mengambil peran sebagai suatu proses pemberdayaan yang dapat membantu untuk menampilkan

39 20 dan menjelaskan suara-suara dari masyarakat yang selama ini tidak terdengar (Prasetijo, 2003). Teguh (2004) mengemukakan bahwa proses belajar dalam rangka pemberdayaan masyarakat akan berlangsung secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui tersebut adalah meliputi : 1. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. 2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat menggali peran di dalam pembangunan. 3. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan-ketrampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian. Tahap pertama atau tahap penyadaran dan pembentukan perilaku merupakan tahap persiapan dalam proses pemberdayaan masyarakat. Pada tahap ini pihak pemberdaya/ aktor/ pelaku pemberdayaan berusaha menciptakan prakondisi, supaya dapat memfasilitasi berlangsungnya proses pemberdayaan yang efektif. Apa yang diintervensi dalam masyarakat sesungguhnya lebih pada kemampuan afektif-nya untuk mencapai kesadaran konatif yang diharapkan. Sentuhan penyadaran akan lebih membuka keinginan dan kesadaran masyarakat tentang kondisinya saat itu, dan dengan demikian akan dapat merangsang kesadaran mereka tentang perlunya memperbaiki kondisi untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Sentuhan akan rasa ini akan membawa kesadaran masyarakat bertumbuh, kemudian merangsang semangat kebangkitan mereka untuk meningkatkan kemampuan diri dan lingkungan. Dengan adanya semangat tersebut diharapkan dapat mengantarkan masyarakat untuk sampai pada kesadaran dan kemauan untuk belajar. Dengan demikian masyarakat semakin tebuka dan merasa membutuhkan pengetahuan dan ketrampilan untuk memperbaiki kondisi. Pada tahap kedua yaitu proses transformasi pengetahuan dan kecakapanketrampilan dapat berlangsung baik, penuh semangat dan berjalan efektif, jika tahap pertama telah terkondisi. Masyarakat akan menjalani proses belajar tentang pengetahuan dan kecakapan-ketrampilan yang memlki relevansi dengan apa yang menjadi tuntutan kebutuhan tersebut. Keadaan ini akan menstimulasi

40 21 terjadinya keterbukaan wawasan dan menguasai kecakapan-ketrampilan dasar yang mereka butuhkan. Pada tahap ini masyarakat hanya dapat memberikan peran partisipasi pada tingkat yang rendah, yaitu sekedar menjadi pengikut atau obyek pembangunan saja, belum mampu menjadi subyek dalam pembangunan. Tahap ketiga adalah merupakan tahap pengayaan atau peningkatan intelektualitas dan kecakapan-ketrampilan yang diperlukan, supaya mereka dapat membentuk kemampuan kemandirian. Kemandirian tersebut akan dilandasi oleh kemampuan masyarakat di dalam membetuk inisiatif, melahirkan kreasi-kreasi, dan melakukan inovasi-inovasi di dalam lingkungannya. Apabila masyarakat telah mencapai tahap ketiga ini maka masyarakat dapat secara mandiri melakukan pembangunan. Dalam konsep pembangunan masyarakat pada kondisi seperti ini seringkali didudukkan sebagai subyek pembangunan atau pemeran utama. Pemerintah tinggal sebagai fasilitator saja. Sejalan dengan pendapat Sumodiningrat maka masyarakat yang sudah mandiri tidak dapat dibiarkan begitu saja. Masyarakat tersebut tetap memerlukan perlindungan, supaya dengan kemandirian yang dimiliki dapat melakukan dan mengambil tindakan nyata dalam pembangunan. Disamping itu kemandirian mereka perlu dilindungi supaya dapat terpupuk dan terpelihara dengan baik, dan selanjutnya dapat mebentuk kedewasaan sikap masyarakat. 2.4 Kelembagaan Kelembagaan Masyarakat Kelembagaan sosial disebut juga pranata sosial. Menurut Koentjaraningrat (1984) pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas yang memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena lembaga kemasyarakatan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia, maka lembaga kemasyarakatan dapat digolongkan berdasarkan jenis kebutuhan tersebut. Koentjaraningrat (1990) mengkategorikannya ke dalam delapan golongan, yaitu kelembagaan kekerabatan, kelembagaan ekonomi, kelembagaan pendidikan, kelembagaan ilmiah, kelembagaan estetika dan rekreasi, kelembagaan keagamaan, kelembagaan politik dan kelembagaan somatik. Proses pelembagaan dimulai dari warga komunikasi mengenal, mengakui, menghargai, mentaati dan menerima norma-norma dalam kehidupan sehari-hari.

41 22 Pemberdayaan masyarakat selain meliputi penguatan individu anggota masyarakat itu sendiri, juga meliputi penguatan pranata. Pranata atau kelembagaan yang dimaksud baik berupa kelembagaan yang bersifat badan atau organisasi, maupun berupa kelembagaan sosial. Kelembagaan di sini merupakan bentuk nyata dari pemanfaatan modal sosial serta kemandirian yang dimiliki oleh masyarakat. Modal sosial memiliki empat dimensi. Pertama adalah integrasi (integration), yaitu ikatan yang kuat antara anggota keluarga, dan keluarga dengan tetangga sekitarnya, contohnya adalah ikatan-ikatan berdasarkan kekerabatan, etnik dan agama. Kedua adalah pertalian (linkage), yaitu ikatan dengan komunitas lain di luar komunitas asal, contohnya adalah jejaring (network) dan asosiasi-asosiasi bersifat kewargaan (civic associations) yang menembus perbedaan kekerabatan, etnik dan agama. Ketiga adalah integritas organisasional (organizational integrity), yaitu keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan. Keempat adalah sinergi (sinergy), yaitu relasi antara pemimpin dan institusi pemerintahan dengan komunitas (statecommunity relations). Fokus perhatian dalam sinergi ini adalah apakah pemerintah memberikan ruang yang luas atau tidak bagi partisipasi warganya. Dimensi pertama dan kedua berada pada tingkat horisontal, sedangkan dimensi ketiga dan keempat, ditambah dengan pasar (market) berada pada tingkat vertikal (Tonny, 2006). Salah satu hal yang mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan adalah tersedianya wadah sebagai sarana untuk berpartisipasi. Kemauan untuk berpartisipasi seperti menyumbangkan pemikiran, tenaga dan dana tak dapat direalisasikan jika tidak tersedia wadahnya. Kelembagaan merupakan wadah bagi masyarakat untuk berpartisipasi, masyarakat akan berpartisipasi manakala organisasi tersebut sudah dikenal dan dapat memberikan manfaat langsung pada masyarakat yang berangkutan, serta pemimpin yang dikenali dan diterima oleh kelompok sosial dalam. Istilah kelembagaan (institution) dan pengembangan kelembagaan (institutional development) atau pembinaan kelembagaan (institutional building), mempunyai arti yang berbeda untuk orang yang berbeda pula.

42 23 Disini pengembangan kelembagaan didefinisikan sebagai proses untuk memperbaiki kemampuan lembaga guna mengefektifkan penggunaan sumberdaya manusia dengan keuangan yang tersedia (Israel,1992). Pranata sosial adalah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktifitas-aktifitas yang memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena lembaga kemasyarakatan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia, maka lembaga kemasyarakatan dapat digolongkan berdasarkan jenis kebutuhan tersebut (Koentjaraningrat, 1984) Penguatan Kapasitas Kelembagaan Penguatan kapasitas merupakan suatu pendekatan pembangunan dimana semua orang (pihak) memiliki hak yang sama terhadap sumberdaya, dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka. Menurut Eade dalam Tony (2006), pengembangan kapasitas terfokus pada lima isu pokok sebagai berikut : 1. Penguatan kapasitas sering digunakan secara sederhana untuk menjadikan suatu lembaga lebih efektif mengimplementasikan proyek pembangunan. Kelembagaan merupakan instrumen untuk mencapai tujuan tertentu. 2. Penguatan kapasitas dapat juga menunjuk pada upaya yang mendukung organisasi untuk menjadi katalis dialog dan atau memberikan kontribusi dalam mencapai alternatif pembangunan. Pandangan ini menekankan peran mendemokratisasikan organisasi pemerintah dan organisasi berbasis masyarakat dalam masyarakat madani. 3. Jika penguatan kapasitas adalah suatu cara untuk mencapai tujuan, kemudian tujuan yang dimaksudkan oleh lembaga-lembaga yang ikut serta, maka harus dinyatakan secara eksplisit agar dapat membandingkan berbagai pilhan atau mengevaluasi kemajuannya. Fokusnya adalah mengembangkan hubungan antara struktur, proses dan kegiatan organisasi yang menerima dukungan dan kualitas dan jumlah dari hasilnya dan efeknya. Kriteria efektivitas terkonsentrasi pada dampaknya di tingkat lokal. 4. Jika penguatan kapasitas merupakan tujuan akhir (misalnya memperkuat kualitas suatu pengambilan keputusan), maka pilihan tersebut membutuhkan tujuan yang jelas dan analisis kontekstual terhadap unsur-unsur kelembagaan. Fokusnya adalah misi organisasi yang berimbang, dan keterkaitan dengan lingkungan eksternal, struktur dan dan aktivitasnya.

43 24 Kriteria efektivitasnya akan berhubungan dengan faktor luar dimana misi itu dirasakan tepat, masuk akal dan terpenuhi. 5. Jika penguatan kapasitas adalah suatu proses penyesuaian untuk merubah dan proses penegasan terhadap sumberdaya untuk mengatasi tantangan maupun keinginan untuk aksi keberlanjutan. Fokusnya adalah membantu mitra kerja untuk menjadi lebih mandiri dalam hubungan jangka panjang. Menurut Sumpeno (2002), penguatan kapasitas adalah suatu proses peningkatan atau perubahan perilaku individu, organisasi dan sistem masyarakat dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efeisien. Penguatan kapasitas adalah perubahan perilaku untuk : 1) meningkatkan kemampuan individu dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap; 2) meningkatkan kemampuan kelembagaan dalam organisasi dan manajemen, finansial dan kultur; 3) meningkatkan kemampuan masyarakat dalam kemandirian, keswadayaan dan mengantisipasi perubahan. Menurut Sumpeno (2002), hasil yang diharapkan dengan adanya penguatan kapasitas adalah : 1) penguatan individu, organisasi dan masyarakat; 2) terbentuknya model pengembangan kapasitas dan program; 3) terbangunnya sinergisitas pelaku dan kelembagaan. Mengacu pendapat tersebut di atas, terdapat dua fokus dalam penguatan kapasitas, yaitu : 1) perubahan perilaku, 2) strategi dalam penguatan kelembagaan untuk mengatasi masalah dan pemenuhan kebutuhan masyrakat. Dengan adanya strategi penguatan kapasitas kelembagaan diharapkan pemberdayaan masyarakat secara institusional maupun secara individu dapat terwujud. Pengembangan kapasitas masyarakat menurut Maskun (1999) merupakan suatu pendekatan pembangunan yang berbasis pada kekuatankekuatan dari bawah secara nyata. Kekuatan-kekuatan itu adalah kekuatan sumberdaya alam, sumberdaya ekonomi dan sumberdaya manusia sehingga menjadi suatu local capacity. Kapasitas lokal yang dimaksud adalah kapasitas pemerintah daerah, kapasitas kelembagaan swasta dan kapasitas masyarakat desa terutama dalam bentuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam menghadapi tangtangan pengembangan potensi alam dan ekonomi setempat. Organisasi-organisasi lokal diberi kebebasan untuk menentukan kebutuhan organisasinya dan kebutuhan masyarakat. Dalam konteks seperti itu otonomi

44 25 dan pembangunan masyarakat oleh masyarakat adalah suatu konsep yang sejalan. Karena itu kebutuhan penting di sini adalah bagaimana mengembangkan kapasitas masyarakat, yang mencakup kapasitas institusi dan kapasitas sumberdaya manusia. Dalam konteks seperti itu pemerintah memiliki fungsi menciptakan strategi kebijakan sebagai landasan bagi organisasi lokal untuk mengembangkan kreativitasnya. Dalam pengertian lain pemerintah pusat mengemban fungsi steering (mengarahkan), sedangkan lokal mengemban fungsi rowing (menjalankan). Analog dengan pengertian bahwa pemerintah daerah mengambil kebijakan strategis di daerah agar masyarakat mampu mengemban kapasitas nya sendiri. Didalam penguatan kapasitas kelembagaan, kerjasama antar pihak menjadi sangat penting, dalam hal ini kerjasama pemerintah, swasta dan Non Goverment Organization (Lembaga Pengembangan Masyarakat) serta masyarakat itu sendiri Hubungan Penguatan Kapasitas Kelembagaan dengan Modal Sosial Penguatan kelembagaan agar dapat berkembang serta mampu menggerakkan sumber daya masyarakat, maka penguatan kapasitas kelembagaan harus berbasis komunitas, dalam artian penguatan kelembagaan direncanakan dan dilaksanakan oleh komunitas secara partisipatif untuk kepentingan komunitas. Oleh karena itu di dalam proses penguatan kapasitas kelembagaan memanfaatkan faktor modal sosial yang ada di masyarakat. Dalam pengembangan modal sosial dan komunitas terdapat tujuh pendekatan yang khas dan untuk setiap komunitas dan modal sosial, yaitu : 1) kepemimpinan komunitas (community leader); 2) dana komunitas (community funds); 3) sumber daya material (community material); 4) pengetahuan komunitas (community knowledge); 5) teknologi komunitas (community technology); 6) proses-proses pengambilan keputusan oleh komunitas (community decision making); dan 7) organisasi komunitas (community organization), (Tony et al, 2006). Konsep dana tidak saja mencakup uang sebagai alat tukar yang umum dipakai sebagai alat tukar sekarang, tetapi juga meliputi hubungan yang mereka jalin (Rachman, dalam Tonny, 2006). Secara umum modal sosial didefinisikan sebagai informasi, kepercayaan dan norma-norma timbal balik yang melihat dalam suatu sistem jaringan sosial (Wool Cock seperti dikutip Tonny, 2006). Hal tersebut sejalan dengan Fukuyama (2002) dalam Tonny (2006) yang

45 26 menyatakan bahwa Social capital (modal sosial) adalah kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau di bagian-bagian tertentu darinya. Ia bisa dilembagakan dalam kelompok sosial yang paling kecil dan paling mendasar, demikian juga kelompok-kelompok masyarakat yang paling besar, negara, dan dalam seluruh kelompok lain yang ada diantaranya. Komunitas-komunitas yang berdasarkan nilai-nilai etis bersama ini tidak memerlukan kontrak ekstentif dengan segenap pasal-pasal hukum yang mengatur hubungan-hubungan mereka, karena konsensus moral sebelumnya cukup memberikan kepada anggota kelompok itu basis untuk terwujudnya sikap saling percaya. Lebih lanjut dikatakan bahwa penguatan kapasitas kelembagaan berbasis komunitas dilakukan dengan memperhatikan faktor modal sosial yang ada di masyarakat. Modal sosial (social capital) secara sederhana bisa didefinisikan sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Jika para anggota kelompok itu mengharapkan bahwa anggota-anggota yang lain akan berperilaku jujur dan terpercaya, maka mereka akan saling mempercayai, kepercayaan ibarat pelumas yang membuat jalannya kelompok atau organisasi lebih efisien (Fukuyama, (2002) dalam Tonny (2006)). Dalam pelaksanaan kegiatan penguatan kelembagaan, prinsip-prinsip pengembangan masyarakat yang menjadi acuan, landasan dan penerapan dalam seluruh proses kegiatan. Prinsip-prinsip tersebut harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan serta dilestarikan oleh semua pelaku dan stakeholder yang berkaitan dengan kegiatan. Prinsip-prinsip yang diperlukan adalah sebagai berikut : a. Demokrasi Dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, terutama kepentingan masyarakat golongan bawah, maka mekanisme pengambilan keputusan dilakukan secara kolektif dan demokratis. Anggota dan/ atau masyarakat didorong agar mampu membangun dan memperkuat kelembagaan dengan representasi, yang akseptabel, insklusif, transparan, demokrasi dan akuntabel.

46 27 b. Partisipasi Dalam tiap langkah kegiatan pengembangan masyarakat harus dilakukan secara partisipatif sehingga mampu membangun rasa kebersamaan melalui proses belajar dan bekerja bersama. Partisipasi dibangun dengan menekan proses pengambilan keputusan oleh warga, mulai dari tataran ide/ gagasan, perencanaan, pengorganisasian, pemupukan sumber daya, pelaksanaan hingga evaluasi dan pemeliharaan. Partisipasi juga berarti upaya melibatkan segenap komponen masyarakat, khususnya kelompok masyarakat yang rentan (Vulnerable groups) yang selama ini tidak memiliki peluang/ akses dalam program pengembangan masyarakat. c. Transparansi dan Akuntabilitas Dalam proses manajemen proyek maupun manajemen kelembagaan masyarakat harus menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas, sehingga masyarakat belajar dan Melembagakan sikap bertanggung jawab serta tanggung gugat terhadap pilihan keputusan dan kegiatan yang dilaksanakannya. Transparan juga berarti terbuka untuk diketahui masyarakat sendiri dan pihak terkait lainnya, serta menyebarluaskan hasil pemeriksaan dan audit ke masyarakat, pemerintah, lembaga, donor, serta pihak-pihak lainnya. Didalam pengembangan masyarakat terdapat prinsip transparansi, yaitu keterbukaan terhadap pelaksanaan program dengan tujuan seluruh warga masyarakat dapat mengetahui keseluruhan tentang program pengembangan masyarakat sampai dengan pelaksanaan kegiatannya, sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam mengontrol kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat di desanya, baik program yang datang dari pemerintah maupun program yang tumbuh atas prakarsa masyarakat. d. Desentralisasi Dalam rangka otonomi daerah, proses pengembalian keputusan yang langsung menyangkut kehidupan dan penghidupan masyarakat agar dilakukan sedekat mungkin dengan pemanfaatan atau diserahkan pada masyarakat sendiri, sehingga keputusan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat banyak. Disamping prinsip-prinsip seperti diatas diperlukan nilai-nilai untuk menunjang pelaksanaan program-program pengembangan masyarakat antara lain :

47 28 - Dapat Dipercaya Semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan/ program pengembangan masyarakat harus benar-benar dapat manjaga kepercayaan yang diberi masyarakat maupun pemerintah untuk menerapkan aturan main dengan baik dan benar. Dengan demikian, pemilihan pelaku-pelaku ditingkat masyarakat pun harus menghasilkan figur-figur yang benar-benar di percaya masyarakat sendiri, bukan semata mempertimbangkan status sosial, pengalaman serta jabatan. - Ketulusan Dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan benarbenar berlandaskan niat tulus dan ikhlas untuk turut memberikan kontribusi bagi pembenahan lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang ada di wilayahnya, kepentingan pribadi serta golongan atau kelompoknya. - Kejujuran Dalam proses pengambilan keputusan, pengelolaan dana serta pelaksanaan kegiatan pengembangan masyarakat dilakukan dengan jujur sehingga tidak dibenarkan adanya upaya-upaya untuk merekayasa, memanipulasi maupun menutup-nutupi sesuatu yang dapat merugikan masyarakat serta menyimpang dari visi, misi dan tujuan pengembangan masyarakat. - Keadilan Dalam pelaksanaan kebijakan dan melaksanakan pengembangan masyarakat harus menekankan rasa keadilan (Faimes), kebutuhan nyata dan kepentingan masyarakat miskin. Keadilan dalam hal ini tidak berarti sekedar pemerataan. - Kesetaraan Dalam pelibatan masyarakat pada pelaksanaan dan pemanfaatan LMDH, tidak membeda-bedakan latar belakang, asal usul, agama, status, maupun jenis kelamin dan lain-lainnya. Semua pihak diberi kesempatan yang sama untuk terlibat dan/ atau menerima manfaat, termasuk dalam proses pengambilan keputusan. - Kebersamaan dalam Keseragaman Dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan kemiskinan perlu dioptimalkan gerakan masyarakat, melalui kebersamaan dan kesatuan

48 29 masyarakat, sehingga urusan pengelolaan hutan bersama masyarakat dan peningkatan taraf hidup benar-benar menjadi urusan semua warga masyarakat dari berbagai latar belakang suku, agama, mata pencaharian, budaya pendidikan dan sebagainya dan bukan hanya dari satu kelompok masyarakat atau pelaku sekelompok saja. 2.5 Pengertian Efektivitas Dalam pengertian teoritis atau praktis, tidak ada persetujuan yang universal mengenai apa yang dimaksud dengan keefektifan. Bagaimanapun definisi keefektifan berkaitan dengan pendekatan umum. Bila kita telusur keefektifan berasal dari kata dasar efektif yang artinya : 1) ada efeknya (pengaruhnya, akibatnya, kesannya) seperti : manjur, mujarab, dan mempan. 2) penggunaan metode/ cara, sarana/ alat dalam melaksanakan aktivitas sehingga berhasil guna (mencapai hasil yang optimal) Selanjutnya kata dasar tersebut mendapat awalan ke dan akhiran an sehingga menjadi keefektifan. Menurut Gibson, James L., Ivancevich, John M.,Donnelly (dalam buku organisasi, perilaku, struktur, proses) dalam Suwarto (1998) pengertian keefektifan adalah : Penilaian yang dibuat sehubungan dengan prestasi individu, kelompok, dan organisasi. Makin dekat prestasi mereka terhadap prestasi yang diharapkan (standart), maka makin lebih efektif dalam menilai mereka. Dari pengertian tersebut diatas dari sudut pandang bidang perilaku keorganisasian dapat diidentifikasi tiga tingkatan analisis yaitu : 1) Individu, 2) Kelompok, dan 3) Organisasi. Ketiga tingkatan analisis tersebut sejalan dengan ketiga tingkatan tanggung jawab manajerial yaitu bahwa para manajer bertanggung jawab atas keefektifan individu, kelompok, dan organisasi. Dalam berbagai studi pekerjaan manajerial, menolak bahwa proses manajerial sudah menjadi sifat proses manusia bahwa orang berhubungan dengan orang. Pernyataan ini mendorong pentingnya memahami perilaku manusia dalam organisasi ( di tempat kerja), dimana hubungan keefektifan perilaku individu dan keefektifan kelompok tersebut sangat penting untuk mencapai prestasi organisasi yang efektif, disamping itu perilaku manajer juga harus dipahami. Hal ini harus disadari dalam mendalami perilaku keorganisasian, sebab prestasi individu menjadi bagian dari prestasi kelompok, yang pada gilirannya akan menjadi

49 30 bagian dari prestasi organisasi. Di dalam organisasi yang efektif, manajemen membantu suatu proses keseluruhan secara positif, yaitu suatu keseluruhan yang lebih besar dari sekedar penjumlahan dari bagian-bagian yang ada (Suwarto, 1998). 2.6 Pengertian Kinerja Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberikan kontribusi kepada organisasi. Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi. Pengertian kinerja atau prestasi diberi batasan oleh Mangkunegara (2005) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawabnya yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu disimpulkan bahwa kinerja adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh seorang manajer atau pimpinan. Walaupun demikian, pelaksanaan kinerja yang obyektif bukanlah tugas yang sederhana. Penilaian harus dihindarkan adanya like and dislike dari penilai, agar obyektifitas penilaian dapat terjaga. Kegiatan penilaian ini penting, karena dapat digunakan untuk memperbaiki keputusankeputusan dan memberikan umpan balik kepada karyawan tentang kinerja mereka. 2.7 Pengertian Organisasi Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan (Udaya,1987). Perkataan dikoordinasikan dengan sadar mengandung pengertian manajemen. Kesatuan sosial berarti bahwa unit itu terdiri dari orang atau kelompok orang yang berinteraksi satu sama lain. Pola interaksi yang diikuti orang di dalam sebuah organisasi tidak begitu saja timbul, melainkan telah

50 31 dipikirkan lebih dahulu. Oleh karena itu, karena organisasi merupakan kesatuan sosial, maka pola interaksi para anggotanya harus diseimbangkan dan diselaraskan untuk meminimalkan keberlebihan namun juga memastikan bahwa tugas-tugas yang kritis telah diselesaikan. Hasilnya adalah bahwa difinisi diasumsikan secara eksplisit kebutuhan untuk mengkoordinasikan pola interaksi manusia. 2.8 Kerangka Pemikiran PHBM merupakan suatu sistem pengelolaan sumber daya hutan yang bersifat multi pihak dan multi sektoral. Diharapkan terjadi sinergi dari para pihak untuk meningkatkan peran dan tanggung jawab, dan secara simultan terjadi peningkatan pada aspek ekonomi, dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi dan manfaat sumber daya hutan. PHBM dimaksudkan memberikan arah akses kepada masyarakat (kelompok masyarakat) di sekitar hutan dan para pihak terkait (stakeholders) sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing untuk mengelola hutan secara partisipatif tanpa mengubah atas kemitraan, keterpaduan, ketersediaan dan sistem sharing. Untuk memberikan arah dalam pelaksanaan PHBM menuju terwujudnya kelestarian sumberdaya hutan dan peningkatan taraf hidup masyarakat pesanggem (penggarap) telah dirumuskan visi dengan mempertimbangkan kondisi kekinian maupun arah yang ingin dicapai LMDH, yaitu dengan pengelolaan sumberdaya alam yang didukung sumberdaya manusia yang berkualitas, di wujudkan pesanggem (penggarap) Desa Glandang yang sejahtera lahir dan bathin. Untuk mewujudkan visi tersebut telah dirumuskan beberapa misi LMDH yaitu : Pengelolaan sumberdaya hutan pangkuan Desa Glandang yang mengarah kepada peningkatan ekonomi masyarakat dan keseimbangan ekologi. Dilihat dari tujuan dan sasaran pengelolaan petak hutan pangkuan LMDH Desa Glandang, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara memanfaatkan lahan dan ruang untuk kegiatan tumpangsari pada masa kontrak dan atau sesudahnya telah mendorong penyerapan tenaga kerja dan peluang berusaha. Dalam kegiatan PHBM diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat pesanggem (penggarap) di Desa

51 32 Glandang. Sehingga PHBM melalui LMDH ini merupakan strategi yang dapat merubah taraf hidup masyarakat Desa Glandang. Sebagai suatu kelembagaan, pelayanan, pengelolaan, kepemimpinan dan manajemen LMDH merupakan ukuran yang paling utama untuk mengukur kinerja kelembagaan tersebut, karena dari pelayanan, pengelolaan, kepemimpinan dan manajemen tersebut dapat diketahui bagaimana keberadaan LMDH dalam memberikan manfaat yang dapat dirasakan bagi anggotanya. Kurang efektifnya PHBM di Desa Glandang Kecamatan Bantarbolang Kabupaten Pemalang diduga dipengaruhi oleh : Struktur akses dan Kontrol sumber daya alam hutan, sehingga dalam segi pelaksanaan, pengelolaan dan pengamanan sumber daya hutan masih belum optimal dan belum efektif. Lemahnya kapasitas kelembagaan LMDH di Desa Glandang di pengaruhi oleh faktor keanggotaan, kepengurusan, norma/ aturan dan kelembagaan lain. Hal ini akan berpengaruh terhadap kinerja LMDH didalam melaksanakan programnya. Rendahnya tingkat kinerja LMDH yang meliputi pelayanan, pengelolaan, kepemimpinan dan manajemen berdampak pada kemandirian LMDH dalam memberikan pelayanan dan pengelolaan yang dapat dirasakan bagi anggota, yang sebagian besar terdiri dari pesanggem (penggarap) dan dalam taraf hidup yang rendah. Dengan demikian dapat dikatakan LMDH tersebut belum mampu meningkatkan taraf hidup pesanggem (penggarap) di Desa Glandang seperti yang menjadi tujuan LMDH. Berpangkal dari permasalahan itulah maka penulis mencoba menyusun strategi penguatan kapasitas LMDH untuk meningkatkan taraf hidup pesanggem (penggarap), melalui proses penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM, diharapkan akan memiliki dampak positif terhadap kemandirian dalam pelayanan dan pengelolaan dalam hal perbaikan manajemen, dan pengembangan modal sosial. Kemandirian dimaksud adalah aktivitas dalam pelayanan dan pengelolaan yang dilakukan secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi secara individu maupun kolektif. Untuk lebih jelasnya, kerangka analisa tersebut diatas dapat penulis sajikan dalam Gambar 2.

52 Gambar 1 : Bagan Alir Kerangka Pemikiran Penguatan Kapasitas LMDH dan Efektivitas PHBM di Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten pemalang 33 PHBM Struktur Akses dan Kontrol SDA Hutan. Strategi Penguatan Kapasitas LMDH LMDH Strategi Peningkatan Efektifitas PHBM Internal : - Keanggotaan - Kepengurusan - Alat kelengkapan organisasi Eksternal : Kinerja LMDH : - Pelayanan - Pengelolaan - Kepemimpinan - Manajemen Keman dalam Pe dan Peng - Perbaika manajem - Diaplikas prinsip-p pengemb masyara - Norma/ aturan - Kelembagaan lain Keterangan : = Fakta = Langkah Tujuan Kajian = Tujuan Kajian

53 Pengertian Operasional 1. Pengelolaan Sumberdaya Hutan, adalah kegiatan yang meliputi penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya hutan, pemanfaatan sumberdaya hutan dan kawasan hutan, serta perlindungan sumberdaya hutan dan konservasi alam. 2. Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholders) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. 3. Hutan, adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4. Sumberdaya Hutan, adalah benda hayati, non hayati dan jasa yang terdapat di dalam hutan yang telah diketahui nilai pasar, kegunaan dan teknologi. 5. Desa Hutan, adalah wilayah desa yang secara geografis dan admnistratif berbatasan dengan kawasan hutan atau di sekitar kawasan hutan. 6. Hasil Hutan, adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan. 7. Masyarakat Desa Hutan, adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupannya. 8. Pihak yang berkepentingan (stakeholders), adalah pihak-pihak di luar Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan yang mempunyai perhatian dan berperan mendorong proses optimalisasi serta berkembangnya Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, yaitu Pemerintah Daerah, Lembaga Sosial Masyarakat, Usaha Swasta, Lembaga Pendidikan, dan Lembaga Donor. 9. Perusahaan, adalah Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani), sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 1999, tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani).

54 Pengkajian Desa Partisipatif, adalah metode kajian terhadap kondisi desa dan masyarakat melalui proses pembelajaran bersama, guna memberdayakan masyarakat desa yang bersangkutan, agar memahami kondisi desa dan kehidupannya, sehingga mereka dapat berperan langsung dalam pembuatan rencana dan tindakan secara partisipatif. 11. Perencanaan Partisipatif, adalah kegiatan merencanakan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat oleh Perusahaan dan Masyarakat desa Hutan atau Perusahaan dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan, berdasarkan hasil pengkajian desa partisipatif dan kondisi sumberdaya hutan dan lingkungan. 12. Berbagi, adalah pembagian peran antara Perusahaan dengan masyarakat desa hutan atau perusahaan dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan dalam pemanfaatan lahan (tanah dan atau ruang), dalam pemanfaatan waktu dan pengelolaan kegiatan. 13. Kegiatan Berbasis Lahan, adalah rangkaian kegiatan yang secara langsung berkaitan dengan pengelolaan tanah dan atau ruang sesuai karakteristik wilayah, yang menghasilkan produk budidaya dan lanjutannya serta produk konservasi dan estetika. 14. Kegiatan Berbasis Bukan Lahan, adalah rangkaian kegiatan yang tidak berkaitan dengan pengelolaan tanah dan atau ruang yang menghasilkan produk industri, jasa dan perdagangan. 15. Faktor Produksi, adalah semua unsur masukan produksi berupa lahan, tenaga kerja, teknologi dan atau modal, yang dapat mendukung terjadinya proses produksi sampai menghasilkan keluaran produksi dalam pengelolaan sumberdaya hutan. 16. Pola Tanam, adalah kegiatan reboisasi hutan yang dapat dikembangkan untuk penganekaragaman jenis, pengaturan jarak tanam, penyesuaian waktu dengan memperhatikan aspek silvikultur dengan tetap mengoptimalkan fungsi dan manfaat hutan. Pada unit penglo 17. Agroforestri, adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit pengolahan lahan yang sama, dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat berperan serta.

55 III. METODOLOGI KAJIAN Metode Kajian Metode kajian yang digunakan merupakan metode kajian komunitas eksplanasi, yaitu proses pencarian pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang berbagai aspek sosial komunitas melalui eksplanasi (menjelaskan) faktor penyebab suatu kejadian/ gejala sosial yang dipertanyakan, atau mengidentifikasi jaringan sebab-akibat berkenaan dengan suatu kejadian atau gejala sosial melalui data kualitatif. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini ialah subyektif-mikro, yaitu upaya memahami sikap, pola perilaku, dan upayaupaya yang ada berkaitan dengan masalah yang dipertanyakan dalam kajian, dengan menggunakan strategi studi kasus (Sitorus dan Agusta, 2006). Karena Kajian menggunakan data kualitatif, maka data yang diolah berupa kata-kata lisan/ tulisan dari subyek kajian yaitu informan. Data kualitatif menurut Nasution (2003), merupakan pandangan atau pendapat, konsep-konsep, keterangan, kesan-kesan, tanggapan-tanggapan, dan lain-lain tentang sesuatu keadaan yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Strategi studi kasus yang digunakan dalam mengumpulkan data kualitatif merupakan studi aras mikro yang menyoroti satu atau lebih kasus terpilih. 3.2 Teknik Kajian Jenis Data Data adalah informasi sahih dan terpercaya yang dibutuhkan untuk keperluan analisis dalam kajian. Data yang dipergunakan dalam kajian lapangan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer, ialah data yang diperoleh dari informasi dan hasil pengamatan lapangan. Data sekunder, ialah data yang diperoleh dari data statistik, literatur, dan laporan atau publikasi yang diperoleh dari instansi-instansi terkait serta data pendukung yang ada di desa seperti: data monografi desa, laporan tahunan, daftar isian potensi desa, dan dokumen lain yang diperlukan dalam kajian ini. Data primer yang bersumber dari informasi, yaitu para pengurus LMDH, tokoh formal masyarakat seperti Kepala Desa Glandang dan perangkat desanya

56 37 (staf desa, ketua RW dan RT), Ketua Badan Perwakilan Desa (BPD), Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Dinas Instansi terkait (Kabupaten, Kecamatan, Lingkungan Hidup) dan LSM. Tokoh informal yang dijadikan informan adalah tokoh agama, tokoh masyarakat, dan warga masyarakat. Data sekunder, diperoleh dengan melakukan kegiatan studi kepustakaan atau literatur yang bersumber dari instansi-instani terkait serta data pendukung yang ada di desa seperti: data monografi desa, laporan tahunan, daftar isian potensi desa dan dokumen lain yang diperlukan dalam kajian ini. Lebih jelasnya cara-cara pengumpulan data dalam kajian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 : Rincian Informan dan Cara Pengumpulan Data. No Tujuan Kajian 1. Mengetahui peran PHBM melalui LMDH Data dan Informasi Yang diperlukan Keanggotaan, Kepengurusan, norma/ aturan dan kelembagaan lain Sumber Metode Rekaman 1. Pengurus LMDH 2. Perhutani 3. Pesanggem - Studi dokumentasi - wawancara - Catatan harian -Dokumen 2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efektvitas PHBM Struktur akses dan 1. Pengurus LMDH kontrol SDA hutan 2. Tkh.masyarakat 3. Pesanggem 4. Aparat desa - Wawancara - Pengamatan - Analisis data sekunder - Catatan harian -Dokumen 3. Mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi kapasitas LMDH Keanggotaan, kepengurusan, norma/ aturan dan kelembagaan lain 1. Pengurus LMDH 2. Tkh.masyarakat 3. Pesanggem 4. Aparat desa - Wawancara - Diskusi - Pengamatan - Catatan harian -Dokumen 4. Menganalisis masalah dan pemecahan masalah kinerja LMDH Pelayanan, pengelolaan, kepemimpinan dan manajemen 1. Pengurus LMDH 2. Tkh.masyarakat 3. Pesanggem 4. Aparat desa - Wawancara - Pengamatan - Analisa data sekunder - Diskusi - Catatan harian - Dokumen 5. Menyusun program Penguatan kapasitas LMDH dan efektivitas PHBM. Rancangan program dan rencana kegiatan 1. Pengurus LMDH 2. Tkh.masyarakat 3. Pesanggem 4. Aparat desa 5. BPD - Wawancara - Pengamatan - FGD - Catatan harian -Dokumen - Manuskrip

57 Cara Pengumpulan Data Teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan data di atas, dilakukan dengan cara : a. Wawancara Mendalam Metode ini merupakan menghimpun data yang berkaitan dengan permasalahan penguatan kapasitas LMDH dan efektivitas PHBM melalui kegiatan temu muka yang dilakukan pengkaji dengan tineliti (informan). Pertanyaan yang diajukan tidak berdasarkan struktur tertentu tetapi terpusat pada satu pokok tertentu. Menurut Sitorus dan Agusta (2006), wawancara mendalam merupakan proses temu muka berulang antara peneliti dan subyek tineliti. Dalam konteks penelitian ini wawancara mendalam ditujukan pada pengurus LMDH (5 orang), anggota LMDH (5), tokoh masyarakat (2 orang), tokoh agama (1 orang), masyarakat (3 orang), aparat desa (2 orang), dan tokoh pemuda (2 orang). Melalui cara ini peneliti hendak memahami pandangan subyek tineliti tentang hidupnya, pengalamannya dan situasi sosialnya kaitannya dengan program pengembangan masyarakat yang ada di Desa Glandang. Guna memudahkan pengkaji membuat pedoman wawancara. b. Observasi Langsung. Metode observasi langsung menurut Adimiharja dan Hikmat (2004), merupakan metode perolehan informasi yang mengandalkan pengamatan langsung dilapangan. Dalam konteks observasi ini dilakuan pada aspek struktur akses PHBM dan kontrol SDA hutan, serta kinerja LMDH baik yang menyangkut obyek, kejadian, proses, hubungan maupun kondisi masyarakat, dan lingkungan alam yang berkaitan dengan proses dialog, penemuan, dan pengembangan masyarakat dalam program PHBM di Desa Glandang. c. Diskusi Kelompok. Merupakan metode pengumpulan data yang biasa terbuka, meluas dan tidak terkontrol. Menurut Sumardjo dan Saharudin (2006), hasil dari kegiatan diskusi kelompok digunakan untuk mengevaluasi atau melengkapi data sebelumnya. Diskusi kelompok diselenggarakan dua kali yang diikuti oleh unsur kelompok yang ada di desa, seperti pengurus LMDH, anggota LMDH, Karang Taruna, perangkat desa, dan tokoh masyarakat.

58 39 d. Focused Group Discussion (FGD) Menurut Sumarjo dan Saharudin (2006), FGD merupakan suatu forum yang dibentuk untuk saling membagi informasi dan pengalaman diantara para peserta diskusi dalam satu kelompok untuk membahas satu masalah khusus yang telah terdefinisikan sebelumnya. FGD dilaksanakan satu kali, dengan peserta dari unsur pengurus LMDH, perangkat desa, anggota LMDH, FK.PHBM Desa Glandang, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) dan tokoh masyarakat. Adapun agenda FGD adalah menganalisis masalah dan pemecahan masalah, serta menyusun program pengembangan masyarakat berkaitan dengan program PHBM dan kelembagaan LMDH yang ada di Desa Glandang. e. Studi Dokumentasi/ Studi Arsip Studi dokumentasi, dilakukan dengan menelaah beberapa laporan, buku, arsip, dan catatan tentang program PHBM dan kelembagaan LMDH kaitannya dengan pengembangan masyarakat di Desa Glandang yang relevan dengan masalah kajian. Agar proses pengumpulan data terarah dan teratur, digunakan pedoman pengumpulan data, yang meliputi wawancara, FGD, dan Observasi. Pedoman wawancara, FGD, dan observasi kajian pengembangan masyarakat dapat dilihat pada Lampiran 1. Rincian cara pengumpulan data tersaji pada Tabel Cara Pengolahan dan Analisis data Data yang terkumpul, dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam kajian lapangan. Data yang ada tersebut diolah dan dianalisis dengan menggunakan tabulasi data, sdangkan tekhnik menganalisanya adalah dengan menggunakan analisa data kualitatif. Menurut Miles dan Huberman (1992) dalam Sitorus dan Agusta (2006), analisis data kualitatif meliputi : a. Reduksi Data, adalah poroses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformai data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. b. Penyajian Data, adalah sekumpulan data informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. c. Kesimpulan, adalah proses menemukan makna data, bertujuan memahami tafsiran dalam konteksnya dengan masalah secara keseluruhan. Dalam mendukung prosedur analisis tersebut, pengumpulan data menggunakan

59 40 metode triangulasi melalui kegiatan diskusi kelompok terfokus, observasi, dan wawancara 3.3 Tempat dan Waktu Kajian Lokasi dan Alasan Pilihan Komunitas Lokasi penelitian yang dipilih adalah Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang. Komunitas ini dipilih karena setelah dilakukan pemetaan sosial dan evaluasi pengembangan masyarakat, ternyata memiliki program-program pengembangan masyarakat yang menarik untuk dikaji Waktu Kajian Kajian dilaksanakan dalam tiga tahap meliputi : (1) Praktek Lapangan I yang dilaksanakan di tingkat desa, (2) Praktek Lapangan II yang dilaksanakan di tingkat desa, dan (3) Perancangan program pengembangan masyarakat. Tahapan tersebut dilaksanakan di desa yang sama, dan setiap tahapan merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi, artinya data yang diperoleh pada tahap pertama dan kedua dipadukan dengan data tahap ketiga yang kemudian dipergunakan dalam penulisan laporan kajian. Tahap pertama, Praktek Lapangan I dilaksanakan di tingkat desa pada tanggal 26 Desember 2006 sampai dengan 13 Januari 2007 mengenai pemetaan sosial. Kegiatan ini bertujuan memperoleh gambaran yang komprehensif mengenai keterkaitan dimensi-dimensi sosial masyarakat dengan kegiatan pengembangan masyarakat. Tahap kedua, Praktek Lapangan II di laksaanakan di tingkat desa pada tanggal 12 April 2007 saampai dengan 7 Mei Kegiatan ini bertujuan mengenali, mengevaluasi dan menganalisis kegiatan pengembangan masyarakat yang pernah di laksanakan di desa. Tahap ketiga, adalah perancangan program pengembangan masyarakat di tingkat desa hingga laporan penulisan yang dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Desember Metode Penyusunan Program Metode penyusunan program dalam kajian ini dilakukan melalui tahapan sebagai berikut : a. Identifikasi potensi dan permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam rangka penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektifitas PHBM dalam

60 41 proses pelaksanaan program pengembagan masyarakat. Identifikasi ini dilakukan melalui pengamatan langsung dan wawancara mendalam. Hasil identifikasi ini berupa data potensi yang dimiliki desa yang dapat mendorong dan faktor-faktor yang menghambat pengelolaan hutan bersama masyarakat melalui LMDH. Faktor penghambat tersebut menyebabkan timbulnya permasalahan yang dihadapi masyarakat dan diupayakan akan diselesaikan. b. Data potensi dan permasalahan di atas dikonfirmasikan melalui Focused Group Discussion (FGD). Dalam FGD diupayakan untuk memperoleh kesempatan bahwa rancangan program peningkatan efektivitas PHBM dan penguatan kapasitas LMDH dalam proses pengembangan masyarakat pada pelaksanaannya tidak hanya menjadi tanggung jawab masyarakat Desa Glandang saja. Pelaksanaan program pengembangan masyarakat juga menjadi tanggung jawab pihak-pihak terkait, seperti Pemerintah Desa, Pemerintah Kecamatan, pemerintah Kabupaten, pihak swasta dan pihak lain yang berkompeten.

61 IV. PETA SOSIAL DESA GLANDANG Kondisi Geografis Desa Glandang merupakan tipologi desa sekitar hutan, memiliki luas wilayah 648,585 Ha. Desa Glandang merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah. Jarak dari pusat pemerintahan Kecamatan Bantarbolang 2 Km, jarak dari ibukota Kabupaten Pemalang 19 Km, dan jarak dari ibukota provinsi Jawa Tengah 100 Km, jarak dari Ibukota Negara 400 Km. Secara geografis wilayah desa Glandang berbatasan dengan beberapa wilayah sebagai berikut : a. Sebelah Timur, berbatasan dengan Desa Bantarbolang. b. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Desa Sambeng. c. Sebelah Barat, berbatasan dengan Desa Kejene. d. Sebelah Utara, berbatasan dengan Desa Kuta. Jalan yang menghubungkan Desa Glandang dengan Ibukota Kecamatan Bantarbolang merupakan jalan aspal dengan lebar 6 meter, setiap 20 menit angkutan umum (angkutan pedesaan) melintasi jalan tersebut. Kondisi demikian mempermudah kegiatan administrasi, arus informasi dan komunikasi pemerintahan desa dengan pemerintahan kecamatan. Komunikasi antara pihak pemerintahan desa dengan pihak kecamatan dilakukan secara langsung, baik pihak desa mendatangi pihak kecamatan maupun pihak pemerintahan kecamatan mendatangi pihak desa. Ciri-ciri fisik Desa Glandang tidak jauh berbeda dengan desa lain di kecamatan Bantarbolang. Ciri fisik yang menonjol adalah desa Glandang merupakan desa sekitar hutan. Lebih dari 53,6 persen wilayahnya merupakan tanah perhutanan (458 Ha), sekitar 164 Ha berupa tanah pertanian, dan selebihnya adalah daerah pemukiman dan bangunan umum. Disamping itu Desa Glandang dilalui oleh aliran sungai Kaliwaluh, sebagai sumber pengairan pertanian. Desa Glandang memiliki 693 Kepala keluarga dengan 2 Rukun Warga (RW) dan 8 Rukun Tetangga (RT).

62 Kondisi geografis Desa Glandang berada pada ketinggian 75 meter diatas permukaan air laut, banyaknya curah hujan sekitar mm/tahun, dan suhu udara antara 20 C sampai dengan 22 C. Desa Glandang hanya terdiri dari satu dusun, yaitu Dusun Glandang. Jumlah penduduk Desa Glandang, berdasarkan laporan bulanan sampai dengan akhir Nopember 2007 sebanyak jiwa yang terdiri dari jenis kelamin laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan sebanyak jiwa. Pertambahan jumlah penduduk di desa Glandang selama kurun waktu tahun 2002 sampai dengan tahun 2007 mencapai 5,3 persen. Bila diambil ratarata, maka pertumbuhan penduduk desa Glandang adalah sebesar 1 persen per tahun. Jumlah keluarga yang telah memanfaatkan energi listrik sebanyak 99 persen atau 686 KK, sedangkan sisanya sebanyak 1 persen atau 7 KK menggunakan lampu minyak (petromak). Penggunaan air bersih rumah tangga bersumber dari sumur gali. Jumlah rumah tangga yang memanfaatkan sumur gali sebagai sumber air bersih sebanyak 100 persen atau 351 Rumah Tangga. 4.2 Kondisi Demografis Data penduduk masyarakat Desa Glandang sampai dengan bulan Nopember 2007 sebanyak jiwa dengan komposisi laki-laki sebanyak 49,3 persen atau jiwa, dan perempuan sebanyak 50,7 persen atau jiwa. Penduduk usia kerja di Desa Glandang (10 tahun keatas) berjumlah 210 orang. Jumlah penduduk usia kerja yang terbanyak adalah usia 41 tahun sampai dengan 56 tahun, yaitu sebesar 31,6 persen, dan yang paling sedikit jumlahnya adalah usia 10 tahun atau lebih. Komposisi penduduk desa Glandang berdasarkan usia kerja terinci pada Tabel 2 dibawah ini. Tabel 2: Jumlah Penduduk Desa Glandang berdasarkan Usia Kerja tahun No. Usia Kerja (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) , , , , > ,8 Jumlah Sumber : Data Monografi Desa Glandang tahun

63 Berdasarkan temuan pada Pemetaan Sosial pada saat ini jumlah penganggur di Desa Glandang sebanyak 335 orang dan angka keluarga miskin sekitar 465 keluarga miskin atau 15,1 persen dari seluruh penduduk usia kerja, mereka terdiri dari penduduk yang bekerja tidak menentu dan tengah mencari pekerjaan. Jumlah penduduk Desa Glandang berdasarkan tingkat pendidikan formal adalah Orang. Sebagian besar penduduk berpendidikan Sekolah Dasar (SD), yaitu sebanyak 63,8 persen. Jumlah penduduk yang berpendidikan SLTP yaitu sebesar 14,2 persen, dan jumlah penduduk yang berpendidikan SLTA sebesar 2,2 persen. Sedangkan jumlah penduduk yang berlatar belakang pendidikan perguruan tinggi (D.1, D.2, dan D.3) relatif masih sedikit, hanya 0,3 persen, sehingga akan mempengaruhi proses pengembangan masyarakat di desa Glandang. Komposisi penduduk Desa Glandang berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 : Jumlah Penduduk Desa Glandang berdasarkan tingkat pendidikan Formal tahun No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Tidak tamat SD ,3 2. Sekolah Dasar (SD) ,9 3. Sekolah Lanjutan Tk. Pertama (SLTP) ,2 4. Sekolah Lanjutan Tk. Atas 56 2,2 (SLTA) 5. Perguruan Tinggi (PT) 8 0,3 J u m l a h Sumber : Data Potensi Desa Glandang Tahun 2007 Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk Desa Glandang termasuk pada kategori rendah, karena 63,9 persen atau sebanyak orang berpendidikan Sekolah Dasar, dan tidak tamat Sekolah Dasar 19,3 persen atau sebanyak 483 orang. Disamping itu juga terdapat penduduk yang buta huruf sebanyak 302 orang atau sebesar 10,8 persen. Kondisi demikian secara umum mempengaruhi pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki, tingkat pendapatan,dan jenis pekerjaan yang bisa dikerjakan serta mempengaruhi pemahaman masyarakat terhadap informasi mengenai pembangunan. 44

64 45 Seperti terjadi di desa-desa lain, situasi Desa Glandang tidak terlepas dari pergerakan penduduk yang masuk dan keluar desa, seperti mobilitas dan mutasi penduduk, hal ini menunjukan bahwa Desa Glandang harus siap menerima perubahan, baik sosial, budaya, maupun perkembangan perekonomian. Jumlah penduduk menurut mobilitas/ mutasi penduduk Desa Glandang dapat dirinci pada Tabel 4. Tabel 4 : Jumlah Penduduk Desa Glandang berdasarkan Mobilitas/ Penduduk tahun Mutasi No. M u t a s i Laki - laki Perempuan Jumlah 1. Lahir Meninggal Pendatang Pindah Sumber : Data Monografi Desa Glandang tahun 2007 Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan bahwa angka kelahiran (fertilitas) tinggi dibandingkan dengan angka kematian (mortalitas). Sedangkan angka migrasi baik masuk maupun keluar cukup rendah Sistem Ekonomi Sejak dari dahulu sebagian besar mata pencaharian penduduk desa Glandang adalah petani (pemilik) dan buruh tani. Sebagian kecil lainnya adalah Wiraswasta (berdagang) dan pertukangan. Mata pencaharian penduduk desa Glandang bersifat heterogen, baik di sektor formal maupun di sektor nonformal sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 5 dibawah ini. Tabel 5 : Jumlah Penduduk Desa Glandang berdasarkan mata pencaharian tahun No. Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%) Pegawai Negeri Sipil (PNS) 4 0,2 2. TNI / POLRI 2 0,1 3. Swasta 45 2,4 4. Wiraswasta 91 4,9 5. Pedagang 105 5,7

65 46 6. T a n i ,4 7. Pertukangan ,7 8. Buruh Tani ,5 9. Pensiunan 21 1,1 10. Nelayan 3 0,1 11. J a s a 26 1,4 J u m l a h Sumber : Data Monografi Desa Glandang Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa sebagian besar penduduk Desa Glandang mata pencaharian pokok bekerja sebagai petani, yaitu sebagai pemilik 46 persen dan sebagai buruh tani 25,5 persen. Jumlah petani pemilik dan buruh tani ini diharapkan dapat mengelola lahan pertanian/ ladang seluas 164 Ha dan lahan hutan seluas 458 Ha. Data ini menunjukkan bahwa Desa Glandang merupakan desa pertanian dan desa sekitar hutan. Sistem tata niaga input pertanian dilakukan oleh perorangan, tidak dikelola oleh lembaga/ koperasi. Sistem tata niaga input non pertanian juga masih dilakukan perorangan, belum dikelola secara terorganisasi. Dalam pengadaan barang-barang yang diperlukan (dalam usaha skala kecil/ industri rumah) oleh warga biasanya dibeli sendiri. Sistem tata niaga output sektor pertanian dilakukan secara perorangan. Warga langsung melakukan transaksi jual beli dengan pembeli. Sistem tata niaga output non pertanian juga dilakukan secara perorangan, mereka menjual hasilnya langsung ke pasar atau pembeli. Dalam hal ini koperasi sebagai sarana yang ada di desa belum berfungsi sebagaimana mestinya. Hal ini berpengaruh pada pengadaan barang/ bahan dan kelancaran pemasaran. Saat ini penduduk desa Glandang selain menggarap lahan pertanian yang sudah ada, mereka juga menggarap lahan hutan yang telah di sediakan oleh pihak Perum Perhutani KPH Pemalang untuk digarap dengan sistem bagi hasil, disamping punya kewajiban untuk menjaga kelastarian hutan disekitarnya. Saat ini penduduk Desa Glandang (usia kerja) selain mengelola lahan pertanian, mereka juga menggarap lahan hutan dengan sistem tumpangsari. Hal ini dilakukan karena memang kondisi alam desa Glandang sebelumnya dikelilingi oleh hutan, mereka berharap dengan pengelolaan sumberdaya lokal (lahan hutan) dapat meningkatkan pendapatan keluarga dan meningkatkan taraf hidup.

66 47 Saat ini masih banyak penduduk desa Glandang putus sekolah dan akhirnya mengganggur atau tidak jelas pekerjaannya serta tidak menentu penghasilannya. Penghasilan mereka tidak dapat mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Bantuan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk desa Glandang berupa dana JPS maupun BLT kepada masyarakat belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Kaitan mata pencaharian dengan sumber daya ekonomi lokal, yaitu ketersediaan 19,2 persen lahan sawah dan 53,6 persen lahan hutan. Sumberdaya ekonomi lokal memberikan kontribusi pada modal pembangunan desa sebagai suatu bentuk swadaya masyarakat yang ditetapkan berdasarkan keputusan desa. 4.4 Organisasi dan Kelembagaan Kelembagaan yang tumbuh dan berkembang di Desa Glandang, baik berasal dari inisiatif warga maupun kelembagaan bentukan pemerintah merupakan wahana dalam menampung aspirasi warga dan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Kelembagaan yang mempunyai kegiatan rutin mengadakan pertemuan warga masyarakat seperti lembaga pengajian di tiaptiap RT, Posyandu, Kelompok Remaja Masjid, Kelompok MAMI (Masyarakat Mitra) dan Karang Taruna merupakan potensi kelembagan untuk dijadikan media pembelajaran masyarakat dalam rangka pengembangan masyarakat. Kelembagaan yang muncul atas prakarsa pemerintah dengan penggalian potensi kelembagaan lokal dapat dijumpai pada Koperai Simpan Pinjam, LPMD, PKK/ Posyandu. Kelembagaan ini diharapkan berkembang menjadi wadah perjuangan masyarakat miskin untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui program-program pengembangan masyarakat yang telah berjalan di Desa Glandang, seperti JPS, RASKIN, BLT, PHBM dan P2MBG. Dalam perkembangannya kelembagaan ini belum secara optimal memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan desa karena berkaitan dengan sumberdaya manusia yang ada di Desa Glandang yang masih perlu untuk ditingkatkan. Satu hal yang menggembirakan adalah tumbuhnya aspirasi dan inisiatif warga Desa Glandang untuk membentuk suatu kelembagaan yang bernama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Lembaga-lembaga kemasyarakatan penting yang ada pada komunitas desa Glandang dapat diuraikan sebagai berikut :

67 Lembaga Ekonomi Lembaga kemasyarakatan dalam bidang ekonomi yang ada di Desa Glandang, yaitu Koperasi simpan pinjam, keberadaannya menunjukkan belum adanya perkembangan yang bisa diharapkan kelangsungannya. Terdapat 3 kelompok usaha (Home Industry) kerajinan/ mebel dan industri pakaian, 2 buah koperasi, 5 buah warung kelontong, 6 buah armada angkutan, dan 5 buah rice mill Lembaga Keagamaan Lembaga kemasyarakatan dalam bidang keagamaan yang ada di Desa Glandang, yaitu : a. Jama ah Tahlil b. Risma ( Remaja Islam Masjid ) c. Rukun Kematian Lembaga Pendidikan Lembaga pendidikan di Desa Glandang dari segi kuantitas sudah memadai, karena jumlah peserta didik di desa Glandang masih terbilang masih sedikit. Selain lembaga pendidikan umum, di desa Glandang terdapat lembaga pendidikan khusus, seperti Madrasah sebanyak satu buah Lembaga Pemerintahan a. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) Peran serta LPMD di dalam pelaksanaan pembangunan di Desa Glandang sangat menunjang sekali, karena LPMD di Desa Glandang berfungsi sebagai pelaksana pembangunan atau mitra kerja pemerintah desa. b. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Secara umum tugas dan fungi BPD adalah mengawasi jalannya pemerintahan desa. Selain itu tugas BPD adalah menampung aspirasi warga masyarakat baik berupa kritik yang membangun, usulan/ masukan maupun keluhan atas ketidak puasan pelayanan ataupun jalannya pemerintahan desa yang tidak baik, seperti masalah penggunaaan anggaran keuangan desa, pelayanan kepada masyarakat, dan kebijakan yang tidak memihak pada kepentingan masyarakat desa, serta masalah-masalah sosial yang ada di Desa Glandang. BPD diharapkan akan menyampaikan secara langsung kepada kepala

68 49 desa, agar menjadi bahan perhatian dan evaluasi, dan lebih jauh lagi akan menjadi agenda pembangunan dan pengembangan Desa Glandang. Menurut hasil pengamatan di lapangan, kinerja BPD ampai saat ini cukup baik, namun demikian peningkatan kualitas kerja untuk kepentingan pembangunan masih harus ditingkatkan Lembaga Kesejahteraan dan Pemuda a. PKK/ Posyandu Tugas dan fungsi PKK/ Poyandu secara umum, yaitu mengadakan penyuluhan mengenai pentingnya program keluarga berencana, kesehatan ibu dan anak, pendataan akseptor KB, Penimbangan Balita, dan lain-lain. PKK/ Posyandu inipun kegiatannya tidak hanya terfokus pada masalah kesehatan ibu dan anak, tetapi juga mengenai pentingnya bagaimana cara mendidik anak yang baik pada usia balita. Program ini sudah berjalan dengan baik secara menyeluruh dan berkelanjutan dengan anggota 21 orang b. Karang Taruna. Karang Taruna adalah wadah pengembangan generai muda non partisipan yang tumbuh atas dasar dan rasa tanggung jawab sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat, khusunya generasi muda, di wilayah desa/ kelurahan atau komunitas sosial yang sederajat, bergerak dibidang kesejahteraan sosial. Fungsi Karang Taruna di desa Glandang adalah memelihara dan memupuk kesadaran dan tanggung jawab sosial, semangat kebersamaan, jiwa kekeluargaan, dan rasa kesetiakawanan sosial, memupuk kreativitas generai muda untuk dapat mengemban tanggung jawab sosial kemasyarakatan, melaksanakan usahausaha pencegahan kenakalan remaja, penyalahgunaan narkoba, dan menangani masalah-masalah sosial lainnya Lembaga Lingkungan Di Desa Glandang terdapat sebuah kelembagaan yang bergerak dibidang lingkungan hidup, yaitu Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). LMDH didirikan pada tanggal 30 Nopember 2004, masih terbilang baru dan belum tersosialisasi keseluruh penduduk, sehingga pelaksanaan kegiatannya masih mengalami berbagai hambatan, terutama pada masalah kinerja pengurus dan manajemen LMDH. Fokus kegiatan LMDH adalah pengelolaan sumber daya alam hutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

69 Sumberdaya Lokal Hubungan antara masyarakat desa Glandang dengan ekosistem setempat dapat dilihat dari bagaimana pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di lingkungannya. Secara umum, hubungan masyarakat desa Glandang dengan lingkungan, baik menyangkut sistem ekonomi, sosial maupun kelembagaan yang ada di masyarakat cukup baik, dalam arti masyarakat tidak banyak mengalami kesulitan dalam mengakses sistem sumberdaya yang terdapat di lingkungannya. Dengan demikian, carrying capacity ekosistem (lingkungan) terhadap masyarakat cukup baik. Sumberdaya lokal yang dimiliki oleh Desa Glandang adalah : a. Lahan Wilayah desa Glandang memilki area hutan 458 Ha dengan tipologi desa sekitar hutan, memiliki prosentase 53,6 persen dimanfaatkan sebagai lahan hutan dan 25,3 persen (164 Ha) dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Sejak dibentuknya LMDH di Desa Glandang pada tahun 2004 sudah 120 orang penduduk diberikan hak menggarap lahan hutan di sekitar hutan, rata-rata kepemilikan lahan hutan para pesanggem (penggarap) seluas 2 Ha, dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat penggarap. Selain manfaat yang dihasilkan dalam bidang pertanian dan perkebunan, dengan keberadaan sumberdaya alam berupa hutan yang cukup luas, juga memberikan manfaat berupa ketersedian sumberdaya air yang banyak, memberikan hawa yang sejuk, dapat menahan kencangnya angin yang berhembus, serta dapat menghasilkan rumput bagi peternakan yang ada di Desa Glandang. b. Tenaga Kerja Berdasar temuan pada pemetaan sosial pada saat ini jumlah penduduk usia kerja produktif di Desa Glandang berjumlah orang, mereka terdiri dari penduduk yang bekerja tidak menentu dan tengah mencari pekerjaan. Tenaga kerja terampil dan terdidik merupakan salah satu modal pembangunan. Melalui Program Terpadu Masyarakat Berspektif Gender (P2MBG), telah dihasilkan tenaga-tenaga terlatih dan terampil di bidang menjahit dan bordir, serta berbagai ketrampilan industri rumah tangga di desa Glandang. Sebanyak 100 orang telah didik dan dilatih oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta kantor Koperasi kabupaten Pemalang, dengan harapan dapat menjadi bekal dalam meningkatkan pendapan keluarga.

70 51 c. Modal Modal terkait dengan modal ekonomi dan modal sosial yang dimiliki masyarakat desa Glandang. Modal ekonomi menyangkut asset produksi yang dimiliki oleh para pelaksana kegiatan ekonomi lokal serta dana bagi investasi seperti : 3 kelompok usaha (home industri) kerajinan/ mebel dan pakaian jadi, 5 buah warung kelontong, 6 buah armada angkutan, dan 5 buah rice mill. Modal sosial meliputi sifat kegotong-royongan dan musyawarah untuk mufakat dalam kegiatan kemasyarakatan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Serta pengembangan usaha melalui koperasi simpan pinjam yang telah dibentuk oleh kelompok masyarakat. 4.6 Ikhtisar Peta Sosial Desa Glandang Berdasarkan hasil pemetaan sosial di Desa Glandang seperti yang telah diuraikan di atas, ternyata terdapat sejumlah potensi yang dimiliki desa dari warganya, baik sumberdaya manusianya maupun sumberdaya alamnya. Dalam upaya pengembangan masyarakat desa, kondisi potensi desa tersebut sebenarnya cukup memadai untuk mendukung banyak aktivitas masyarakat, namun ada pula yang perlu digali dan diperbaiki potensinya. Fasilitas sarana dan prasarana di Desa Glandang, seperti prasarana jalan, listrik, dan telekomunikasi merupakan faktor yang sangat mendukung bagi masyarakjat untuk berpartisipasi dalam pembangunan desa. Tersedianya media-media informasi seperti TV, Radio, media massa maupun jaringan telekomunikasi memudahkan masyarakat mengakses secara cepat informasi pembangunan dan terbukanya kesempatan untuk terlibat dalam setiap aktivitas pengembangan masyarakat di wilayahnya. Kelembagaan yang tumbuh dan berkembang di Desa Glandang, baik berasal dari inisiatif warga maupun kelembagan bentukan pemerintah merupakan wahana dalam menampung aspirasi warga dan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Kelembagaan yang mempunyai kegiatan rutin mengadakan pertemuan warga masyarakat sepertti lembaga pengajian di tiaptiap RT/RW, Posyandu, Kelompok Remaja Masjid, dan Karang Taruna merupakan potensi kelembagan untuk dijadikan media pembelajaran masyarakat dalam rangka pengembangan masyarakat. Kelembagaan yang muncul atas prakarsa pemerintah dengan penggalian potensi kelembagaan lokal dapat dijumpai pada KUD, LPMD, PKK/ KB desa, kelembagan ini diharapkan berkembang menjadi wadah perjuangan masyarakat

71 52 miskin untuk meningkatkan kesejahteraan melalui program-program pengembangan masyarakat yang telah berjalan di Desa Glandang, seperti JPS, RASKIN, BLT, P2MBG. Dalam perkembangannya kelembagaan ini belum secara optimal memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan desa karena berkaitan dengan sumberdaya manusia yang ada di Desa Glandang yang masih perlu ditingkatkan. Aspek partsipatif dan transparansi masih belum dilaksanakan dengan baik, sehingga sering timbul kemacetan pendistribusian barang bantuan dan salah sasaran. Dana bantuan pemerintah seperti JPS, RASKIN dan BLT, serta P2MBG yang seharunya sampai ke tangan masyarakat yang layak menerimanya, pada kenyataannya banyak mengendap pada orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa belum adanya koordinasi dan monitoring yang baik antara pelaku pengembangan masyarakat. Satu hal yang menggembirakan adalah tumbuhnya aspirasi dan inisiatif warga masyarakat Desa Glandang untuk membentuk suatu kelembagaan yang bernama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Kondisi kelembagaan pengembangan masyarakat yang dibentuk atas prakarsa pemerintah, seperti JPS, RASKIN, BLT dan P2MBG perlu dikembangkan dengan program-program aksi pengembangan masyarakat. Esensi utamanya adalah pembelajaran bersama warga untuk meningkatkan kemampuan dalam merumuskan perencanaan pembangunan secara partisipatif dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Hal ini sama berlaku juga bagi LMDH yang dibentuk atas aspirasi dan inisiatif warga. Pembentukan jaringan kemitraan dan kerjasama diperlukan agar tercipta sinergi antara lembaga-lembaga pengembangan masyarakat dengan pemerintah desa, BPD (Badan Permusyawaratan Desa), dan para pelaku pembangunan lokal lainnya, baik organisasi instansi pemerintah maupun LSM sebagai organisasi non pemerintah)

72 V. EVALUASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT Evaluasi Terhadap Program Pengembangan Masyarakat di Desa Glandang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan kesempatan yang lebih luas kepada pemerintah di tingkat lokal untuk lebih inovatif dalam pembangunan di daerahnya masing-masing. Dengan demikian terbuka peluang bagi warga untuk turut serta berpartisipasi dalam proses pembangunan yang dituangkan kedalam program-program pengembangan masyarakat. Di Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, fenomena tersebut dapat dilihat dari munculnya beberapa program pengembangan masyarakat seperti JPS, P2KP, Raskin, BLT, PHBM dan P2MBG. Pada umumnya program pengembangan yang telah dilaksanakan di Desa Glandang bersifat top down, yaitu kebijakan yang dilaksanakan berasal dari pemerintah. Hanya PHBM melalui LMDH yang dalam melaksanakan program-program kegiatannya didasarkan atas inisiatif dan prakarsa dari masyarakat, jadi bersifat bottom up. Melalui evaluasi ini diharapkan mendapat masukan bagi program dan kegiatan yang akan dirancang sehingga dalam pelaksanaannya dapat mencapai sasaran secara efektif dan optimal. Untuk menyusun suatu program pengembangan masyarakat, perlu dilakukan evaluasi terhadap program pengembangan masyarakat yang pernah dilaksanakan sebelumnya. Program-program pengembangan masyarakat di Desa Glandang yang dilaksanakan pada periode sebelumnya masih kurang menyentuh kebutuhan dan keinginan masyarakat. Program pengembangan masyarakat yang diluncurkan pemerintah bersifat konsumtif, belum bisa mengurangi atau menekan angka pengangguran dan angka kemiskinan yang ada di Desa Glandang. Keterbatasan dana yang dianggarkan untuk kegiatan pembangunan melalui dana perimbangan desa (DPD) dan program-program pengembangan masyarakat yang dilaksanakan masih bersifat top down merupakan alasan utama kurang optimalnya program pengembangan masyarakat. Konsekuensinya, keterlibatan masyarakat lebih bersifat pengerahan masa yang terbatas pada kebutuhan pelaksanaan program bukan pada proses dan hasil (tujuan), artinya

73 54 masyarakat berpartisipasi atas adanya ajakan atau instruksi, harapan akan memperoleh bantuan. Biasanya setelah program berjalan (bantuan diterima) intensitas partisipasi perlahan-lahan menurun hingga akhirnya tidak tampak, bahkan tidak sedikit program-program yang telah dilaksanakan sulit bertahan dan hanya bersifat sesaat. Program-program pengembangan masyarakat yang ada di Desa Glandang yang telah dievaluasi berdasarkan hasil Praktek Lapangan II meliputi : 1) Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) melalui LMDH dan, 2) Program Terpadu Pemberdayaan Masyarakat Berperspektif Gender (P2MBG). Program-program pengembangan masyarakat yang dievaluasi tersebut merupakan program-program yang saat ini masih sedang berjalan yang dimaksudkan untuk membantu anggota masyarakat mengatasi kesulitankesulitan hidup dan sebagai program pemberdayaan dalam rangka pengembangan masyarakat. Evaluasi terhadap program-program pengembangan masyarakat bertujuan melihat sejauh mana program-program tersebut mampu melibatkan masyarakat dalam rangka memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih baik. Melalui evaluasi program diharapkan untuk selanjutnya dapat terjadi transformasi yang mengarah kepada peningkatan kehidupan, kesehatan, ekonomi, kebijakan, penyelenggaraan kekuasaan dan iklim politik yang peduli terhadap kelompok miskin, serta mekanisme pemberian bantuan yang memenuhi keinginan masyarakat dan dukungan sumberdaya lokal yang dimiliki. Programprogram pengembangan masyarakat dievaluasi, dengan memperhatikan beberapa prinsip seperti : 1) Partisipasi, 2) Pemberdayaan, 3) Kemandirian, 4) Kerjasama, 5) Keberlanjutan, dan 6) Keberpihakan kepada masyarakat golongan bawah. Berdasarkan hasil evaluasi secara umum program-program tersebut baru menyentuh pada tahap penyadaran dan belum sampai pada tahap perubahan perilaku.persoalan utamanya dari kekurangan program-program di atas diantaranya ialah lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan desa, yang disebabkan oleh buruknya kinerja pemerintahan desa dan kirja LMDH, sehingga dukungan partisipasi belum atau tidak sampai pada taraf yang diharapkan. Situasi politik lokal yang ada di desa, dimana terjadi dua kelompok masyarakat yang pro dan kontra dengan pemerintahan desa, menyebabkan partisipsi yang muncul hanya dari kelompok masyarakat yang pro pemerintah

74 55 desa. Llebih jelasnya masing-masing program tersebut akan diuraikan sebagai berikut : 5.2 Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Latar Belakang PHBM Kondisi obyektif sumber daya hutan yang dikelola oleh Perum Perhutani, khususnya sejak tahun 1998 yang diwarnai dengan fenomena penjarahan hutan, sangat memprihatinkan telah terjadi di wilayah KPH Kabupaten Pemalang tepatnya di petak hutan Desa Glandang. Hal itu ditandai dengan menurunnya potensi sumber daya dan meluasnya tanah kosong sebagai akibat illegal logging, serta maraknya okupasi lahan. Pada saat itu pencurian sumberdaya hutan kayu yang merupakan asset terbuka meningkat eskalasinya menjadi penjarahan yang bersifat massif dan cenderung anarkis serta melibatkan sindikasi. Meskipun fenomena di atas dipicu oleh kondisi eksternal berupa adanya krisis multidimensi, namun bukan berarti tidak ada persoalan dalam pengelolaan sumberdaya hutan itu sendiri. Sebuah otokritik telah menyadarkan Perum Perhutani bahwa ada permasalahan mendasar yang perlu segera diatasi. Akar masalah tersebut diantaranya adalah : - Selama ini Perum Perhutani terlalu terfokus pada pengusahaan kayu (timber oriented) sehingga kebijakan-kebijakan manajemen kurang komprehensif. Tuntutan aspek ekonomi kurang selaras dengan aspek kultur, ekologi dan sosial. - Kebijakan dan program yang bersentuhan dengan masyarakat desa hutan umumnya bersifat top down, cenderung seragam (mengabaikan keragaman dan kekhasan lokal), serta sering salah sasaran. - Masyarakat lokal kurang merasakan manfaat ekonomi langsung dari kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan di wilayahnya. Akar permasalahan tersebut ditambah dengan makin gencarnya sorotan dan tekanan terhadap Perum Perhutani, memaksa Perum Perhutani untuk mencari sebuah solusi yang bersifat holistik, tidak parsial, dan tidak reaktif. Diperlukan sebuah solusi sistemik yang mampu menjawab persoalan kelestarian hutan dengan tanpa mengabaikan aspek ekologi maupun sosial. Pola pikir itulah yang melatarbelakangi munculnya konsep PHBM.

75 56 Sasaran PHBM adalah : 1) Keberhasilan pembangunan hutan dan optimalisasi fungsi-funginya, 2) Menjadikan pemberdayaan masyarakat khususnya LMDH sebagai sumber solusi dan peningkatan kesejahteraan rakyat, 3) Keberhasilan pembangunan desa hutan menuju masyarakat mandiri yang sadar lingkungan, dan 4) Memadukan sistem pengelolaan hutan yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani dengan kebijakan pembangunan daerah. Visi PHBM adalah : Pengelolaan Sumberdaya Hutan sebagai ekosistem di pulau Jawa secara adil, demokratis, efesien dan profesional guna menjamin keberlanjutan fungsi dan manfaatnya untuk kesejahteraan masyarakat. Misi PHBM adalah : 1) melestarikan dan meningkatkan mutu sumberdaya hutan dan mutu lingkungan hidup, 2) menyelenggarakan usaha dibidang kehutanan berupa barang dan jasa guna memupuk keuntungan perusahaan dan memenuhi hajat hidup orang banyak, 3) mengelola sumberdaya hutan sebagai ekosistem secara partisipatif, sesuai dengan karakteristik wilayah untuk mendapatkan manfaat yang optimal bagi perusahaan dan masyarakat, dan 4) memberdayakan sumberdaya manusia melalui lembaga perekonomian masyarakat untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian. (Perhutani, 2001) Maksud dan Tujuan PHBM PHBM dimaksudkan untuk memberikan akses kepada masyarakat (kelompok masyarakat) di sekitar hutan dan para pihak terkait (stakeholders) sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing untuk mengelola hutan secara partisipatif tanpa mengubah atas kemitraan, keterpaduan, ketersediaan dan sistem sharing. Arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional. Sedangkan tujuan PHBM yaitu : 1) meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan dan kapasitas ekonomi dan sosial masyarakat, 2) meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya hutan, 3) meningkatkan mutu sumberdaya hutan, produktivitas dan keamanan hutan, 4) mendorong dan menyelaraskan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kgiatan pembangunan wilayah dan sesuai kondisi dinamika sosial masyarakat desa hutan, dan 5) menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara. (Perhutani, 2001)

76 Jiwa dan Prinsip dasar PHBM Jiwa yang terkandung di dalam PHBM adalah : 1) kesediaan Pemerintah Daerah, Perusahaan/ Perum Perhutani, LMDH dan pihak yang berkepentingan untuk saling berbagi (Sharing) dalam pengelolaan sumber daya hutan sesuai kaidah-kaidah keseimbangan, keberlanjutan dan keselarasan dan 2) Jiwa berbagai yang meliputi dalam pemanfaatan lahan dan atau ruang, berbagi dalam pemanfaatan waktu, berbagi pemanfaatan hasil dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, kesesuaian dan keselarasan, dengan menganut prinsip-prinsip dasar seperti : 1) Keadilan dan demokratis, 2) Keterbukaan dan kebersamaan, 3) Pembelajaran bersama dan saling memahami, 4) Kejelasan hak dan kewajiban, 5) Pemberdayaan ekonomi kerakyatan, 6) Kerjasama kelembagaan, 7) Perencanaan partisipatif, 8) Kesederhanaan sistem dan prosedur, 9) Perusahaan sebagai fasilitator, dan 10) Kesesuaian pengelolaan dengan karakteristik wilayah. (Perhutani, 2001) Dalam sistem PHBM Perum Perhutani tidak bekerjasama dengan masyarakat secara perorangan. Masyarakat desa bekerjasama dengan Perum Perhutani dalam sebuah lembaga yang secara umum disebut sebagai Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), yang keanggotaannya bersifat umum, artinya semua lapisan masyarakat dapat menjadi anggota LMDH. Sementara representasi beragam kelompok/ organisasi yang ada di dalam desa termasuk pejabat teritorial Perum Perhutani diwadahi dalam forum multipihak yang disebut Forum Komunikasi PHBM Desa. Forum komunikasi Desa inilah yang diharapkan dapat menjadi alat kontrol atas aktivitas LMDH. Untuk memberikan arah dalam pelaksanaan PHBM menuju terwujudnya kelestarian sumberdaya hutan dan kesejahteraan masyarakat Desa Glandang telah dirumuskan visi pengelolaan sumberdaya hutan secara jelas. Visi ini dibangun dengan mempertimbangkan kondisi kekinian maupun arah yang ingin dicapai LMDH Desa Glandang baik dalam kehidupan masyarakat maupun keberadaan sumberdaya alam. Adapun visi LMDH tersebut adalah : Dengan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang didukung Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, kita wujudkan masyarakat Desa Glandang yang sejahtera lahir dan bathin (Rancangan Pembangunan Petak Hutan LMDH Desa Glandang, 2005)

77 58 Perumusan misi LMDH diperlukan untuk menjabarkan visi LMDH dalam pengelolaan sumber daya alam. Misi merupakan rumusan untuk mewujudkan visi tetapi masih bersifat umum dan belum didukung oleh data-data, tetapi diperkirakan dapat dikerjakan secara operasional. Misi LMDH Glandang dirumuskan sebagai berikut :!) Pengelolaan sumber daya hutan pangkuan Desa Glandang yang mengarah kepada peningkatan ekonomi masyarakat dan keseimbangan ekologi, 2) Peningkatan SDM masyarakat Desa Glandang melalui pendidikan formal dan non-formal, 3) Mewujudkan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian hutan secara berkesinambungan, 4) Meningkatkan sinergi lintas lembaga di Desa Glandang dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, 5) Membangun kolaborasi multistakeholders untuk program pelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat. (Rancangan Pembangunan Petak Hutan LMDH Desa Glandang, 2005). Perencanaan petak hutan pangkuan desa harus menetapkan tujuan dasar pengelolaan hutan desa. Tujuan itu bisa diarahkan untuk menghasilkan kayu petukangan, non kayu, wisata, kayu bakar, ataupun menghasilkan komoditas campuran yang bernilai ekonomi tinggi. Adapun tujuan LMDH itu adalah : 1) Mengembalikan kelestarian hutan dan keseimbangan ekosistem, 2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara memanfaatkan lahan dan ruang untuk kegiatan tumpang sari pada masa kontrak dan atau sesudahnya, 3) Bisa mendapatkan hasil hutan kayu dan non kayu (hijauan pakan ternak, kayu bakar dan daun jati) dari petak hutan pangkuan desa, 4) Bisa mendapatkan bagi hasil sesuai dengan kontribusi yang diberikan dalam pengelolaan petak hutan pangkuan desa, 5) menciptakan peluang usaha dengan industri berbasis hasil hutan (kayu maupun non kayu), 6) Membangun hutan wisata Gunung Wangi, 7) Pelestarian sumber-sumber mata air. (Rancangan Pembangunan Petak Hutan LMDH Desa Glandang, 2005). Pengelolaan petak hutan pangkuan Desa Glandang secara kelembagaan diwadahi oleh LMDH. Program pengelolaan petak hutan pangkuan desa menjadi bagian dari program kerja LMDH Glandang. Adapun program LMDH yang dirumuskan tahun adalah sebagai berikut : 1) Pembuatan bank data tentang potensi pesanggem dan potensi petak hutan pangkuan Desa Glandang, 2) Sosialisasi PHBN dan Akta kerjasama antara Perum Perhutani dan LMDH Glandang, 3) Membuat AD/ ART LMDH, 4) Koordinasi dan kerjasama dengan Perum Perhutani dan pihak-pihak yang berkepentingan dalam rangka

78 59 mengembalikan kelestarian hutan, keseimbangan ekosistem dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat, 5) Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi PHBN, 6) Memperketat prosedur jual beli rumah kayu, 7) Penegakkan sanksi hukum di wilayah petak hutan pangkuan LMDH Glandang, 8) Pengembangan dan penguatan peluang usaha dengan industri berbasis hasil hutan (kayu maupun non kayu). (Rancangan Pembangunan Petak Hutan LMDH Desa Glandang, 2005) Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan ekonomi lokal merupakan suatu konsep pembangunan ekonomi yang mendasarkan pada pendayagunaan sumber daya lokal yang ada pada masyarakat Desa Glandang, baik sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya kelembagaan. Pendayagunaan sumber daya tersebut dilakukan oleh masyarakat Desa Glandang sendiri bersama pemerintah lokal maupun kelompok-kelompok kelembagaan berbasis masyarakat yang ada. Keutamaan dari pengembangan ekonomi yang berorientasi atau berbasis lokal ini adalah penekanannya pada proses peningkatan peran dan inisiatif-inisiatif masyarakat Desa Glandang dalam pengembangan aktivitas ekonomi serta peningkatan produktivitas. Pengembangan ekonomi lokal di Desa Glandang menitik beratkan pada pembangunan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan yang dirancang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan komunitas atau wilayahnya. Kesesuaian ini membuat efektif dan berhasil dalam menjawab permasalahan kesejahteraan rakyat, dibanding dengan solusi-solusi yang bersifat global. Setiap upaya pengembangan ekonomi lokal mempunyai tujuan utama meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat Desa Glandang secara bersama-sama mengambil inisiatif dalam pengembangan ekonomi lokal yang dapat dilakukan melalui suatu forum kemitraan. Kemitraan yang dimaksud disini adalah lembaga kemitraan antara publik (pemerintah), dunia usaha (swasta) dan masyarakat. Lembaga tersebut beranggotakan wakil-wakil dari Pemerintah-Swasta-Masyarakat, diharapkan dapat menjadi katalisator bagi penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) melalui kegiatan yang terkait dengan pengembangan ekonomi lokal. Dalam kemitraan diharapkan adanya kebersamaan antara pemerintah-swasta-

79 60 masyarakat Desa Glandang dalam menentukan arah, rencana dan melaksanakan pembangunan daerah. Oleh karenanya pemerintah daerah beserta masyarakat Desa Glandang dan swasta harus mampu secara efektif menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada, dan mengidentifikasi potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. Dalam pelaksanaannya PHBM melalui LMDH di Desa Glandang telah menunjukkan adanya pengaruh positif terhadap pengembangan ekonomi lokal, yaitu meningkatnya pendapatan masyarakat. Masyarakat lokal Desa Glandang melalui LMDH dapat memanfaatkan lahan petak hutan untuk tumpangsari dan hasilnya seluruhnya untuk pesanggem (penggarap). Pemasaran hasil tumpangsari dilakukan melalui pengepul. Selain itu tersedianya pakan ternak dan meningkatnya kegiatan ekonomi alternatif, munculnya industri rumah tangga dari pengolahan hasil hutan non kayu. Struktur akses PHBM melalui LMDH dengan ketentuan berbagi hasil kayu : (1) hasil dari penjarangan pertama berupa kayu bakar 100 % untuk pihak kedua (LMDH), yang penyerahannya diatur dengan berita acara serah terima di lokasi tebangan, (2) bagi hasil dari penjarangan pertama berupa kayu perkakas, penjarangan lanjutan dan tebangan akhir (berupa kayu pertukangan dan kayu bakar) dalam bentuk uang tunai ditentukan dengan rumus sebagai berikut : a. Bagi hasil penjarangan pertama berupa kayu perkakas dan penjarangan lanjutan yang pertama kali dilakukan setelah perjanjian kerjasama ditentukan dengan rumus sebagai berikut : Mi P = x 25 % x Produksi x Fk Keterangan I : Keterangan : P = Hak LMDH asal tebangan penjarangan Mi = Masa pengelolaan bersama dalam interval penjarangan I = Interval waktu antara penjarangan yang dilaksanakan dengan penjarangan sebelumnya Fk = Faktor koreksi (lihat tabel)

80 b. Hak Lembaga Masyarakat Desa Hutan dari tebangan akhir ditentukan dengan rumus sebagai berikut : 61 M Pa = x 25 % x Produksi x Fk D Keterangan : Pa M D Fk = Hak LMDH asal tebangan akhir = Masa pengelolaan bersama = Umur tanaman/ tegakkan pada saat tebang akhir = Faktor koreksi (lihat tabel) c. Hasil tebangan penjarangan pertama berupa kayu perkakas, serta hasil tebangan akhir berupa kayu perkakas dan kayu bakar untuk Lembaga Masyarakat Desa Hutan, diserahkan setelah kayu-kayu tersebut diterima di Tempat Penimbunan Kayu (TPK), penyerahan dalam bentuk uang tunai sesuai Harga Jual Dasar (HJD) setelah dikurangi biaya pemanenan, angkutan, Pengelolaan Sumber Daya Hutan (PSDH) dan pemasaran. d. Bagian Pihak Kedua (LMDH) dimanfaatkan oleh Pihak Kedua berdasarkan rembug/ kesepakatan bersama anggota sesuai anggaran Dasar/ Anggaran Rumah tangga Pihak kedua (Pasal 7, Akta Perjanjian Kerjasama antara Perum Perhutani KPH. Pemalang dengan LMDH Desa Glandang, Kecamatan pemalang, kabupaten Pemalang). e. Bagi hasil tanaman non kayu berupa tanaman semusim dan buah-buahan diatur sesuai dengan kesepakatan para pihak. f. Hasil produksi non kayu yang lain, yang belum diatur dalam perjanjian diatur kemudian dengan perjanjian tersendiri berdasarkan prinsip saling menguntungkan (Pasal 9, Akta Perjanjian Kerjasama antara Perum Perhutani KPH. Pemalang dengan LMDH Desa Glandang, Kecamatan pemalang, kabupaten Pemalang). Adapun ketentuan bagi hasil pendapatan LMDH yang diperoleh dari sharing dipergunakan sebagai berikut : a. Sharing yang diperoleh dari hasil hutan yang tidak dikerjasamakan dengan pesanggem (penggarap)/ petani hutan :

81 62 - Biaya operasional LMDH : 15 % - Honor Pengurus : 25 % - Pemerintah Desa/ Pendapatan Desa : 20 % - Operasional FK. PHBM Desa : 5 % - Dana Sosial : 5 % - Kas LMDH : 30 % b. Sharing yang diperoleh dari hasil hutan yang dikerjasamakan dengan pesanggem (penggarap)/ petani hutan : - Biaya Operasional LMD : 10 % - Honor Pengurus : 15 % - Pemerintah Desa/ Pendapatan Desa : 10 % - Operasional FK.PHBM : 2,5 % - Anggota/ Pesanggem : 55 % - Dana Sosial : 5 % - Kas LMDH : 5 % c. Semua pendapatan yang diperoleh dari sumbangan bantuan dan usaha lain yang sah adalah menjadi kas LMDH yang penggunaannya dapat untuk biaya operaional LMDH (Pasal 16, Akta Perjanjian Kerjasama antara Perum Perhutani KPH. Pemalang dengan LMDH Desa Glandang, Kecamatan pemalang, kabupaten Pemalang). PHBM melalui LMDH sejak awal sudah diharapkan untuk memanfaatkan potensi ekonomi lokal di Desa Glandang, seperti sektor informal dan industri rumah tangga. Tingkat partisipasi masyarakat masih terbatas pada kelompok penggarap yang sudah menggarap sebelum LMDH terbentuk. Diluar kelompok penggarap tersebut masyarakat masih bersifat pasif dan cenderung kurang responsif terhadap keberadaan LMDH. Berdasarkan Pemetaan Sosial dijumpai 465 jiwa keluarga miskin dan angka pengangguran sebanyak 335 orang, pemberdayaan ataupun pengelolaan potensi ekonomi lokal di Desa Glandang belum mengarah kepada penanganan keluarga miskin secara proporsional, pembukaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan, serta pertumbuhan ekonomi dan pemerataannya. Tujuan dan sasaran pengeloaan petak hutan pangkuan LMDH Glandang baru pada tahapan mengembalikan kelestarian dan keseimbangan ekosistem pada hutan.

82 Pengelolaan petak hutan pangkuan LMDH Glandang masih didominasi oleh mereka yang sudah sebagai penggarap sebelum LMDH terbentuk, yaitu para masyarakat penjarah hutan, sehingga masih adanya anggota masyarakat yang berasal dari keluarga miskin belum tahu dan belum berpartisipasi dalam memanfaatkan potensi sumberdaya lokal berupa hutan untuk meningkatkan ekonomi keluarga, hal ini seperti yang disampaikan oleh salah seorang perangkat Desa Glandang, tokoh masyarakat dan beberapa anggota masyarakat Desa Glandang, yang mengatakan bahwa sosialisasi tentang LMDH masih terbatas pada para penggarap (pesanggem), sosialisasi kepada masyarakat secara luas di Desa Glandang baru dilaksanakan satu kali pada tahun 2004, sehingga masih banyak warga desa yang belum mengetahui dengan keberadaan LMDH di desanya. Hal ini seperti disampaiakan oleh Bpk. PL : Kami itu hanya tahu kalau disini itu ada program PHBM yang dilaksanakan melalui LMDH, tapi selebihnya kami tidak tahu tentang PHBM dan LMDH di Desa Glandang, itu kami dengan dari orang yang ikut menggarap petak hutan Dalam rangka perwujudan otonomi daerah yang didalamnya terkandung muatan tugas dan tanggung jawab untuk lebih mensejahterakan masyarakat di daerah, dibutuhkan partisipasi aktif dari tiga pilar dasar yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat untuk melaksanakan kegiatan secara sinergis. Penerapan konsep Good Governance diyakini akan mampu meningkatkan kinerja ekonomi dan pemerintahan yang implikasinya diharapkan akan mampu meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat dan wilayah. Jaringan pengembangan ekonomi lokal yang terdapat di Desa Glandang dengan pasar yang lebih luas belum berjalan seperti yang diharapkan. Kondisi ini terjadi karena sumber daya ekonomi lokal yang ada di Desa Glandang masih dikelola oleh perorangan. Program ekonomi lokal belum dikelola dengan baik secara profesional melalui lembaga/ organisasi yang semestinya terlibat dalam pengelolaan pembangunan ekonomi lokal. Koperasi milik desa yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dan mengembangkan ekonomi lokal keberadaannya belum berjalan efektif. Melihat gambaran pengembangan ekonomi lokal di Desa Glandang yang masih belum berkembang, maka semestinya PHBM melalui programnya tidak hanya menekankan pada pengembangan sektor kawasan hutan tetapi juga pada kawasan diluar hutan, seperti peternakan, industri rumah tangga, hutan rakyat, dan lain sebagainya.. 63

83 64 Untuk mencapai tujuan pengelolaan petak hutan pengkuan desa, maka diperlukan struktur organisasi dan aturan main organisasi, sehingga pengelolaan hutan dapat lebih terarah dan terkoordinasi lebih baik. Berdasarkan hasil musyawarah untuk mufakat telah tersusun kepengurusan LMDH Karya Lestari Desa Glandang periode , sebagai berikut : Ketua Sekretaris Bendahara : Sri Budi Priyanto. : Egit Lukito. : Tasori. Seksi Perencanaan : Suratno dan Yahyo Seksi Humas Seksi Bagi Hasil Seksi Keamanan : Dolah, Munawar, dan Rofikoh : Ali Murtopo, Sutomo, Rasmono, dan Suntoro. : Suntoro, Supandi, Cahyono, Sugeng, Tarono, dan Muslimin. Struktur Organisasi LMDH Karya Lestari Desa Glandang Kecamatan Bantarbolang Kabupaten Pemalang RAPAT ANGGOTA PEMERINTAH DESA PERHUTANI KETUA FK. PHBM DESA INSTANSI/ LEMBAGA TERKAIT SEKRETARIS BENDAHARA SIE.PERENCANAAN PROGRAM SIE HUMAS SIE. BAGI HASIL SIE. KEAMANAN ANGGOTA

84 65 Aturan-aturan penting di dalam organisasi adalah seperti yang dinyatakan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, serta kesepakatan perjanjian kerjasama antara Perum Perhutani dengan LMDH Desa Glandang. Pendekatan yang digunakan dalam program PHBM melalui LMDH baik dalam tahap identifikasi, penyusunan program kerja, evaluasi dan pelaporan menggunakan pendekatan Participatory Rural Appraisal (PRA), yaitu dimana masyarakat ikut serta dalam penyusunan rencana pembangunan komunitas dan mengevaluasinya. Upaya memahami potensi, masalah dan kebutuhan dalam pembangunan masyarakat akan menghasilkan persepsi yang tepat apabila dilakukan oleh orang-orang yang memiliki atau menguasai potensi, masalah dan kebutuhan tersebut, yaitu masyarakat itu sendiri. Dalam konteks desentralisasi, otonomi daerah, dan otonomi desa, pemberdayaan masyarakat Desa Glandang dan LMDH, dapat dipahami sebagai hasil dari interaksi atau hubungan sebab akibat antara proses pembangunan yang bottom-up yang diartikan sebagai pembangunan bebasis komunitas dan proses pembangunan yang top down yang dapat dipahami sebagai implementasi kebijakan-kebijakan pemerintah lokal. Masyarakat yang berdaya dapat diindikasikan tidak hanya oleh besarnya pendapatan, tetapi lebih dari itu sampai sejauh mana dinamika masyarakat hidup dengan bertumpu pada kelembagaan di tingkat komunitas lokal yang berkelanjutan yang kemudian mampu memberikan dampak ganda pada aktivitas ekonomi dan usaha produktif di tingkat komunitas dan daerah pedesaan Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Desa Glandang merupakan alternatif pengelolaan sumberdaya hutan partisipatif yang menitik beratkan peran aktif masyarakat desa hutan (MDH) sebagai subyek yang diposisikan sebagai mitra sejajar Perum Perhutani sekaligus sebagai ujung tombak dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Sejak digulirkannya program PHBM tahun 2002 melalui SK. Nomor : 136/Kpts/Dir/2002, tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, muncul berbagai versi penafsiran mengenai implementasi PHBM di lapangan, dari mulai PHBM hanya sebagai salah satu bentuk pola tanam, semisal Tumpang Sari (TS) atau Perhutanan Sosial (PS) sampai PHBM ditafsirkan sebagai Project Partial jangka pendek.

85 66 Sejak tahun 2004, di Desa Glandang telah memulai mencoba membagun konsepsi tentang pengelolaan hutan partrisipatif, konsep yang dibangun meliputi satu paket sistem pengelolaan hutan yang meliputi sub sistem perencanaan, reboisasi dan rehabilitasi, pemeliharaan, perlindungan, pemanenan, pemasaran sampai dengan monitoring dan evaluasi. Para pihak yang terlibat dalam proses implementasi PHBM di Desa Glandang tidak hanya pihak pengelola (Perum Perhutani) dan Masyarakat Desa Hutan (MDH) Glandang, tetapi juga Pemerintah Daerah Kabupaten Pemalang dan LSM, sehingga para pihak ini diharapkan dapat bersinergi untuk saling bekerjasama dengan prisip-prinsip : saling percaya, kesetaraan, kesepahaman, keadilan, keterbukaan, dan berbagi. Sedangkan berdasarkan SK. Nomor : 136/Kpts/Dir/2003, prinsip-prinsip dasar yang harus dipegang teguh oleh para pihak adalah : keadilan dan demokratis, keterbukaan dan kebersamaan, pembelajaran bersama dan saling memahami, kejelasan hak dan kewajiban, pemberdayaan ekonomi kerakyatan, kerjasama kelembagaan, partisipatif, kesederhanaan sistem prosedur, perusahaan sebagai fasilitator, kesesuaian pengelolaan dengan karakteristik wilayah. PHBM yang diimplementasikan di Desa Glandang menetapkan pola pengelolaan hutan pangkuan desa, dimana sebuah kawasan hutan negara yang dikelola Perum Perhutani akan dibagi habis tanggung jawabnya pada desa, sehingga desa mempunyai hutan pangkuan desa atau hutan turut desa yang luasnya ditentukan berdasarkan proses pemetaan partisipatif yang melibatkan seluruh komponen yang ada di desa. Adapun hutan pangkuan Desa Glandang yang berada dalam pengelolaan LMDH Glandang seluas 702,1 Ha. Kegiatan pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat, dalam rangka pengelolaan sumberdaya hutan sebagai ekosistem secara adil, demokratis, efisien dan profesional guna menjamin keberhasilan fungsi dan manfaatnya untuk kesejahteraan masyarakat, serta pengelolaan sumber daya hutan berbasis masyarakat, pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat dan atau pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan sumber daya hutan di Desa Glandang yang sudah mulai dilaksanakan.

86 67 Pemberdayaan masyarakat tidak hanya berupaya menumbuhkan kemampuan ekonomi mereka semata, tetapi juga harus menyentuh harkat, martabat, kepercayaan dan harga diri mereka. Secara umum pengertian pemberdayaan warga adalah memberikan power dan authority serta legitimasi dari apa yang selama ini dimonopoli oleh pemerintah pada warganya sendiri. Selama itu warga masyarakat hanya dianggap sebagai penerima hasil buah pemikiran para ahli dan birokrasi pemerintahan yang mengarahkan inisiatif pembangunan (top down) tanpa melibatkan partisipasi masyarakat bawah. Melihat kenyataan tersebut LMDH dalam kegiatannya berusaha untuk melibatkan partisipasi aktif dari pesanggem (penggarap). Partisipasi yang akan dikembangkan dalam program LMDH adalah proses-proses pemberdayaan pesanggem (penggarap) untuk mewujudkan hak-hak mereka agar terlibat secara aktif dalam proses-proses pengambilan keputusan publik terutama ditingkat lokal, terutama proses-proses keputusan yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan mereka dimasa mendatang. Proses tersebut secara bertahap diharapkan makin menuju pada pembentukan kelembagaan yang dapat dikontrol oleh masyarakat sendiri dan makin menjamin agar upaya pelembagaan dan pengeorganisasian kelompok-kelompok marginal dapat berjalan secara demokratis dan bertanggung jawab. Kegiatan PHBM melalui LMDH yang dalam pelaksanaannya melibatkan pesanggem (penggarap) di Desa Glandang yang telah dilakukan adalah penguatan kapasitas pesanggem (penggarap) dalam pengelolaan hutan, yang diharapkan dapat memberikan kesadaran pesanggem (penggarap) dalam pengelolaan hutan, yang meliputi : 1) meningkatnya pemahaman pesanggem (penggarap) tentang PHBM, 2) parstisipasi pesanggem (penggarap) dalam pengelolaan hutan, 3) nilai-nilai (agama, budaya, hukum) yang dianut masyarakat menjadi pendorong dalam tindakan pelestarian hutan, 4) lembaga sosial yang ada mendorong kesadaran pesanggem (penggarap) dalam pengelolaan hutan, 5) tumbuhnya kearifan lokal dalam pengelolaan hutan. Mekanisme penyelesaian konflik dalam PHBM dilakukan dengan cara musyawarah. Sistem pertanahan, adanya kejelasan batas petak hutan pangkuan secara administrasi dengan tanda batas dilapangan. Keadilan dalam pembagian lahan andil.

87 68 Peran perempuan dalam pengelolaan hutan; adanya pengakuan terhadap peran perempuan dalam pengelolaan hutan; keterlibatan perempuan dalam PHBM; keadilan akses pada perempuan dalam pengelolaan hutan (perencanaan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, keamanan); pengakuan terhadap peran perempuan dalam pengelolaan hutan; adanya keadilan dalam upah kerja dalam pengelolaan hutan Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengorganisasian masyarakat melalui kegiatan ini diantaranya melakukan sosialisasi, memberikan peraturan dan pengertian, serta pemahaman tentang PHBM melalui LMDH, pengenalan program-program yang ada di LMDH, bagaimana cara kerja LMDH, kegiatan LMDH yang telah dilaksanakan, dan apa saja yang diperlukan LMDH. Saat ini LMDH Desa Glandang telah berbadan hukum mempunyai struktur organisasi dengan melibatkan warga masyarakat dalam pemilihannya, dan telah memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Pengorganisasian tersebut memanfaatkan modal sosial yang ada dalam masyarakat. Pengurus LMDH terjun langsung ke masyarakat dalam memberikan pemahaman dan pengertian tentang LMDH, maksud dan tujuan LMDH, kegiatankegiatan yang ada di LMDH, yang pada intinya bahwa hasil kegiatan yang dicapai nantinya adalah untuk kepentingan warga masyarakat Desa Glandang. Manfaat yang diperoleh disamping dirasakan oleh pesanggem (penggarap), juga akan dirasakan oleh masyarakat secara umum di Desa Glandang melalui sharing yang akan diperoleh oleh desa untuk pembangunan desa Kebijakan dan Perencanaan Sosial Kegiatan PHBM yang berwawasan sumberdaya alam hutan/ lingkungan telah mendapat dukungan dari pemerintah desa walaupun belum optimal, instansi pemerintah lainnya, dan LSM. Menjalin jaringan kerja dengan beberapa instansi pemerintah dan LSM yang bergerak di bidang sumberdaya alam hutan/ lingkungan sudah menunjukkan keberhasilan PHBM. Yang harus diperhatikan dalam mengemplementasikan harus sesuai dengan program yang telah ditetapkan, tidak bisa bergerak sendiri, tanpa menggandeng tenaga ahli dibidangnya, baik dari instansi pemerintah maupun LSM. Contohnya dalam penyusunan persiapan dan rencana kegiatan serta pelaksanaan kerjasama dengan pihak ketiga.

88 Kesimpulan hasil evaluasi terhadap kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) terdapat kelemahan sebagai berikut : a. Tinjauan konseptual aspek pengembangan ekonomi lokal, belum menggali potensi sumberdaya lokal secara optimal, belum adanya keadilan dalam pengelolaan petak hutan, dan belum adanya pemerataan ekonomi bagi pesanggem (penggarap). b. Tinjauan konseptual aspek pengembangan modal dan gerakan sosial, kurangnya kepercayaan pesanggem terhadap pengurus LMDH, partisipasi pesanggem (penggarap) masih terbatas pada pengolahan hutan, dan kurangnya prakarsa dan dukungan dari pelaku pembangunan lokal lainnya. c. Tinjauan konseptual aspek kebijakan dan perencanaan sosial, dukungan kebijakan dan kerjasama dengan pemerintah desa belum optimal. 5.3 Program Terpadu Pemberdayaan Masyarakat Berperspektif Gender (P2M-BG) Latar Belakang P2M-BG Program terpadu pemberdayaan masyarakat yang berperspektif gender (P2M-BG) adalah sebuah model pemberdayaan masyarakat secara terpadu, yang melibatkan laki-laki dan perempuan dengan fokus utama pada peningkatan status dan kedudukan perempuan dalam keluarga dan masyarakat, yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga menuju pada kesejahteraan, kesetaraan dan keadilan melalui kegiatan lintas bidang pembangunan dalam upaya penanganan kemiskinan dengan fokus peningkatyan kondisi, status, kedudukan dan partisipasi perempuan. Di Desa Glandang, jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Berdasarkan data survei kependudukan yang dilaksanakan oleh Dinas Kependudukan Kabupaten Pemalang tahun 2005, prosentase penduduk perempuan di Desa Glandang sebesar 50,4 persen dan laki-laki 49,5 persen. Dengan lebih dari 65 persen Kepala Keluarga mengalami kemiskinan dan jumlah tersebut semakin meningkat seiring dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Kemiskinan sangat berpengaruh pada rumah tangga dan kesejahteraan keluarga secara keseluruhan. Selama ini adanya konsep pembagian kerja dan tanggung jawab atas dasar gender telah menyebabkan perempuan terbelenggu 69

89 70 pada pekerjaan-pekerjaan produktif, padahal sebernya mereka mempunyai sumbangan pada usaha ekonomi melalui kerja upahan. Namun sumbangan pekerjaan mereka baik di sektor rumah tangga maupun pekerjaan upahan tidak diperhitungkan dalam statistik nasional. Dalam kondisi semakin berkurangnya perananan mereka, maka perempuan menanggung beban lebih berat karena harus mengatasi permasalahan ekonomi rumah tangga untuk dapat terus bertahan hidup (survive). Kemiskinan merupakan masalah yang sangat berat bagi perempuan yang hidup pada keluarga-keluarga miskin. Kemiskinan yang disandang perempuan di Desa Glandang berhubungan langsung dan ditandai dengan tidak adanya kemandirian dan peluang-peluang ekonomi, kurangnya akses pada segala sumber daya, termasuk sumber daya ekonomi, akses kredit, kepemilikan dan pelatihan-pelatihan, termasuk juga kurangnya akses pada pendidikan formal, pelayanan kesehatan dan pelayananpelayanan pendukung lainnya, maupun partisipasi minimal dalam proses pengambilan keputusan. Maka dari itu salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas adalah dengan adanya Program Terpadu Pemberdayaan Masyarakat yang Berperspektif Gender (P2M-BG). Pemerintah Kabupaten Pemalang telah membentuk Tim Koordinasi Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Remaja (TKP2AR) Kabupaten Pemalang yang di dalamnya meliputi kegiatan Program Terpadu Pemberdayaan Masyarakat Berperspektif Gender (P2M-BG) yang tertuang dalam Pokja II dan telah disempurnakan menjadi Tim Pelaksana Program Terpadu P2M-BG Kabupaten Pemalang. Sesuai dengan Keputusan Bupati Pemalang Nomor : /45.B/KPD tanggal 3 Pebruari 2005, Desa Glandang ditetapkan sebagai Desa Lokasi Binaan P2M-BG tahun Setelah dilakukan evaluasi pemberdayaan masyarakat yang berperspektif gender oleh masyarakat mitra itu sendiri dan oleh Tim Pembina, maka Desa Glandang telah dijadikan lokasi untuk evaluasi P2M-BG tingkat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006 mewakili Kabupaten pemalang. Dan berdasarkan Keputusan Bupati Pemalang Nomor : 411.4/418/KPD tanggal 4 April 2006, tentang Penunjukkan Lokasi Program terpadu Pemberdayaan Masyarakat yang Berperspektif Gender (P2M-BG) Desa

90 71 Glandang selanjutnya ditetapkan kembali sebagai Desa Lokasi Binaan P2M-BG Tahun Maksud, Tujuan dan Kebijakan Maksud dan Tujuan pelaksanaan P2M-BG untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga menuju pada kesejahteraan, kesetaraan dan keadilan melalui kegiatan lintas bidang pembangunan dalam upaya penanganan kemiskinan dengan fokus peningkatan kondisi, status kedudukan dalam masyarakat. Dalam upaya peningkatan kondisi, status, kedudukan dan partisipasi masyarakat dalam kerangka penanganan kemiskinan, maka kebijakan yang diambil dalam P2M-BG antara lain : 1) peningkatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat mitra melalui proses belajar untuk menumbuhkan kesadaran kritis, 2) peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat, 3) peningkatan pemahaman dan kepedulian tentang tindak kekerasan terhadap masyarakat, 4) peningkatan kualitas lingkungan hidup, 5) peningkatan kesempatan berusaha, 6) peningkatan keterpaduan dan koordinasi dalam peneglolaan program, 7) peningkatan partisipasi dan keswadayaan untuk menjamin kelangsungan program, dan 8) penguatan kelembagaan masyarakat Pengembangan Ekonomi Lokal Kondisi masyarakat Desa Glandang sesudah adanya program P2M-BG khususnya Masyarakat Mitra (MAMI) berangsur-angsur adanya pertumbuhan ekonomi yang cukup baik dan berdampak positif terhadap usaha kecil dan menengah (UKM) di Desa Glandang. Dengan berbekal ketrampilan, pelatihan dan kursus yang diadakan oleh Dinas/ Intansi terkait di Kabupoaten Pemalang, dapat menambah ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang mendatangkan pendapatan tambahan keluarga. Semakin banyaknya Masyarakat Mitra (MAMI) yang memanfaatkan halaman yang kosong dengan menanami sayuran/ warung hidup dan tanaman obat-obatan keluarga (Toga) sehingga disamping menambah pendapatan keluarga juga tingkat kesehatan masyarakatpun meningkat. Kondisi masyarakat Desa Glandang sebelum adanya program P2M-BG khususnya Masyarakat Mitra (MAMI) yang merupakan sasaran program sebagian besar sangat memprihatinkan dengan tingkat kesejahteraan tergolong rendah atau masuk dalam kategori keluarga pra-sejahtera dengan mata

91 72 pencaharian penduduk sebagai buruh tani. Adapun penghasilan buruh tani di Desa Glandang rata-rata per hari Rp , Pengembangan Modal dan Gerakan Sosial Berdasarkan dimensi modal sosial (social capital) maka masyarakat mitra (MAMI) termasuk sebagai modal sosial dan memiliki keempat dimensi, yaitu : 1) Integrasi, ikatan yang kuat antara anggota keluarga dan keluarga dengan tetangga sekitar, misalnya ikatan-ikatan kekerabatan etnik dan agama, 2) Pertalian, ikatan dengan komunitas lain diluar komunitas asal, misalnya jejaring dan asosiasi-asosiasi bersifat kewargaan yang menembus perbedaan kekerabatan, etnik, dan agama, 3) Integritas Organisasional, keefektifan dan kemampuan institusi negara untuk menjalankan fungsinya, termasuk menciptakan kepastian hukum dan menegakkan peraturan, 4) Sinergi, relasi antara pemimpin dan institusi pemerintah dengan komunitas. Fokus perhatian dalam sinergi ini adalah apakah negara memberikan peluang ruang yang luas atau tidak bagi partisipasi warganya. Modal sosial lain yang tampak adalah besarnya minat warga Desa Glandang terutama ibu-ibu untuk bergabung dalam MAMI (Masyarakat Mitra). Mereka sangat antusias untuk mengikuti berbagai jenis bimbingan ketrampilan yang diberikan oleh Tim Penyuluh dari Dinas terkait di Kabupaten Pemalang. Sebagai sebuah program dalam upaya pengentasan kemiskinan, P2M-BG merupakan sebuah kegiatan yang mempunyai sifat merubah kondisi dari miskin menjadi sejahtera. Oleh karena itu P2M-BG sebagai sebuah gerakan sosial dimana didalamnya memuat unsur agen (pencipta) perubahan sosial. MAMI memobilisasi anggotanya untuk berbuat bersama (collective action). Hal ini sesuai dengan konsep gerakan sosial sebagai upaya kolektif untuk membangun tatanan kehidupan yang baru Kebijakan dan Perencanaan Sosial Program P2M-BG yang diluncurkan pemerintah untuk membantu masyarakat miskin sebetulnya mempunyai tujuan yang baik dan merupakan kebijakan yang tepat dari pemerintah. Namun demikian, dalam proses pelaksanaannya sering menimbulkan masalah, bahkan ada pihak yang mengusulkan agar program P2M-BG ditinjau ulang. Alasannya cukup kuat, karena dalam pelaksanaannya program P2M-BG sering tidak mencapai sasaran yang tepat. Sasaran program yang mendapatkan bantuan rehabilitasi rumah

92 73 banyak berasal dari keluarga yang mampu, sehingga banyak anggota masyarakat yang berasal dari keluarga tidak mampu tidak tersentuh oleh program P2M-BG tersebut, sehingga banyak anggota masyarakat yang merasa kecewa dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pihak desa. Untuk menghindari hal tersebut, program P2M-BG perlu ditinjau ulang kaitannya dalam penentuan sasaran program P2M-BG, sehingga tidak salah sasaran. Gerakan sosial yang mendukung pengembangan modal sosial juga harus dipahami oleh masyarakat dan stakeholder. Melalui penyuluhan dan pembinaan di tingkat desa diharapkan masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengelaolaan program P2M-BG. Satu hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah desa, harus bersikap transparan dalam pengelolaan program P2MBG. Kesimpulan hasil evaluasi terhadap kegiatan program P2M-BG terdapat kelemahan sebagai berikut : a. Tinjauan konseptual aspek pengembangan ekonomi lokal, adanya diskriminasi, ketidakadilan dan kesalahan dalam penunjukkan sasaran program P2M-BG. Belum mengarah pada peningkatan pendapatan keluarga. Dan belum mengarah pada penanganan keluarga miskin secara optimal. b. Tinjauan konseptual aspek pengembangan modal dan gerakan sosial, kurangnya kepercayaan warga terhadap perangkat desa. Partisipasi masih terbatas pada kelompok tertentu di desa, dan tidak melibatkan masyarakat luas. c. Tinjauan konseptual aspek kebijakan dan perencanaan sosial, kurang melibatkan aspirasi warga dalam penyusunan sasaran garapan program P2MBG, sehingga salah sasaran. Hasil evaluasi program kegiatan PHBM dan P2M-BG menunjukkan bahwa ternyata kedua program tersebut mempunyai kebijakan yang berbeda. Kebijakan program PHBM yang emplementasi melalui LMDH adalah bottom up, tanpa campur tangan pemerintah, sedangkan kebijakan Program P2M-BG adalah top down. Walaupun demikian kedua program tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengembangkan partisipasi masyarakat dan meningkatkan keejahteraan masyarakat. Kematangan dalam menyusun konsep pengembangan masyarakat tampak pada waktu emplementasi program. Walaupun suatu program yang telah

93 74 dirancang sedemikian rupa sesuai konsep pengembangan masyarakat, tapi jika tidak disertai dengan pemahaman terhadap konsep oleh pelaksana program, maka akan dapat menggagalkan apa yang menjadi tujuan program tersebut. Sebagai contoh pada program P2M-BG, bahwa salah satu tujuan program adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dan keswadayaan untuk menjamin kelangsungan program. Namun, karena kekurang pahaman pengurus dan pelaksana lainnya, maka tujuan ini kurang ditekankan dalam proses perencanaan program. Faktor kekurang-pahaman pelaksana program bukan satu-satunya yang menghambat terlaksananya partisipasi masyarakat. Ada faktor penghambat lain, baik faktor dari dalam masyarakat sendiri seperti pengalaman merencanakan program serta pemanfaatan modal sosial yang dimiliki masyarakat, maupun faktor dari luar diri masyarakat seperti kelembagaan, transparansi, kepemimpinan, atau dukungan dari LSM, pemerintah desa, dan lain-lain. Proses kegiatan PHBM melalui LMDH yang dilakukan selama hampir 3 tahun, belum membuat pesanggem (penggarap) berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatannya. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena sejak berdirinya LMDH, LMDH kurang disosialisasikan, baik berupa kegiatan yang melibatkan partisipasi pesanggem (penggarap) maupun sosialisasi tentang keberadaan LMDH kepada pesanggem (penggarap). Dengan demikian partisipasi pesanggem (penggarap) terhadap keberadaan dan kegiatan LMDH masih belum mendukung seperti yang diharapkan. Belajar dari pengalaman pelaksanaan proyek pemerintah desa yang sudah berlangsung, seperti JPS, RASKIN, BLT, dan lain-lain, dimana perencanaan program sangat kurang melibatkan masyarakat, cenderung membentuk kelembagaan baru, tidak adanya pendampingan dan tidak adanya keberlanjutan, dan pada akhirnya terjadi kegagalan program-program, maka dalam rangka mengembangkan masyarakat perlu diupayakan rancangan program yang lebih memperhatikan aspek-aspek pengembangan masyarakat di dalam konsepnya maupun implementasinya. Program PHBM maupun Program P2M-BG disamping memiliki kelebihankelebihan masing-masing, terdapat pula kelemahan-kelemahannya, yaitu : a. Program PHBM memilki kelemahan dalam hal : belum menggali potensi sumberdaya lokal secara optimal, belum adanya keadilan dalam pengelolan

94 75 petak lahan, belum adanya pemerataan ekonomi bagi pesanggem (penggarap), kurangnya kepercayaan pesanggem (penggarap) terhadap pengurus LMDH, partisipasi pesanggem (penggarap) masih terbatas pada pengelolaan lahan garapan, kurangnya prakarsa dan dukungan pelaku pembangunan lokal, dukungan kebijakan dan kerjasama dengan pemerintah desa belum optimal, rendahnya pemahaman pesanggem (penggarap) tentang PHBM, rendahnya SDM pengurus lembaga PHBM, dan pendanaan kegiatan program yang masih mengandalkan swadaya pesanggem (penggarap). b. Program P2M-BG, memiliki kelemahan dalam hal : bersifat top down, prakarsa dari pemerintah, prakarsa tidak berasal dari masyarakat, tidak berkelanjutan karena ketergantungan pada bantuan pemerintah, mengabaikan potensi swadaya masyarakat, dan salah sasaran.

95 VI. ANALISIS KAPASITAS KELEMBAGAAN LMDH DAN EFEKTIVITAS PHBM DI DESA GLANDANG Peran PHBM melalui LMDH terhadap Perubahan Taraf Hidup Pesanggem (penggarap) Kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat dilakukan dengan jiwa berbagi yang meliputi berbagi dalam pemanfaatan lahan dan atau ruang, berbagai dalam pemanfaatan waktu, berbagi dalam pemanfaatan hasil dalam pengelolaan sumberdaya hutan dengan prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat dan saling mendukung. Dalam mewujudkan visi dan misi Perum Perhutani sebagai pihak pengelola sumberdaya hutan maka dalam rangka meningkatkan keberhasilan pengelolaan hutan pihak Perhutani membutuhkan partisipasi aktif berbagai pihak, khususnya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan (pesanggem/ penggarap) melalui program PHBM. Keterlibatan pesanggem (penggarap) dalam program PHBM diwujudkan dalam wadah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang dibentuk oleh masyarakat Desa Glandang dengan difasilitasi oleh pemerintah desa dan Perum Perhutani. Dalam upaya untuk memberdayakan dan merubah taraf hidup pesanggem (penggarap) di Desa Glandang, wadah LMDH sangat berperan dalam : a. Memfasilitasi pesanggem (penggarap) dan pihak yang berkepentingan dalam proses penyusunan rencana, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan PHBM. b. Menselaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah dan kondisi serta karakteristik sosial pesanggem (penggarap) sebagai tujuan mensejahterakan dan merubah taraf hidup pesanggem (penggarap). c. Meningkatkan tanggung jawab dan peranserta pesanggem (penggarap) dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan dan keberlangsungan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan.

96 77 d. Meningkatkan pendapatan negara, desa, pesanggem (penggarap) dan pihak yang berkepentingan secara simultan. PHBM melalui LMDH merupakan model pengelolaan hutan yang relatif bisa diterima baik oleh berbagai kalangan. Sebagai sebuah model pengelolaan, PHBM tentu mempunyai akar filosofi yang melandasinya. Dengan demikian, pelaksanaan PHBM melalui LMDH bukan sekedar program yang sepele, tidak mengakar, dan uji coba. Di dalamnya terdapat landasan filosofi yang apabila ditelaah akan menghasilkan sebuah semangat pengelolaan yang proporsional, berimbang, lebih membawa maslahat, mengutamakan kepentingan masyarakat, dan memberdayakan masyarakat sekitar. Jelasnya PHBM adalah model pengelolaan ideal yang dapat dijadikan alternatif-solutif permasalahan hutan. PHBM melalui LMDH dirancang untuk menampung segala perubahan yang diinginkan oleh lingkungan eksternal disekeliling Perum Perhutani. Kelahiran PHBM melalui LMDH itu sendiri memang didorong oleh beragam tekanan persoalan sosio-kultural yang mengelilingi Perum Perhutani. Agaknya memang sudah menjadi tradisi kita, bahwa akibat dari beragam tekanan persoalan kmudian dapat memaksa diri untuk memunculkan ide-ide solutif. Demikian pula dengan latar belakang munculnya gagasan PHBM, setelah permasalahan gangguan keamanan hutan kian semarak dan diantaranya diwarnai tindakan penjarahan hutan. PHBM melalui LMDH sendiri menurut pengkaji secara konseptual merupakan pilah langkah yang tepat. Hanya saja, pada tahapan implementasinya masih diperlukan serangkaian langkah penyempurnaan. PHBM melalui LMDH merupakan instrumen yang dirancang untuk mengantisipasi perubahan tuntutan ekternal. Problemanya adalah di tingkat emplementasinya. Benarkah warga desa sekitar hutan memang menuntut lahan, bukannya hal lain, karena di jaman kini rasanya orang desa pun mulai enggan bertani. Perum Perhutani diawal berdirinya dulu didesain dengan anggapan bahwa tuntutan masyarakat desa di sekitar hutan tidak akan pernah berubah. Gambaran semula dengan upah selaku penyarad kayu tebangan penduduk desa sudah merasa berkecukupan. Tetapi yang terjadi kemudian ternyata tidak lagi demikian. Penduduk desa hutan sekarang memiliki tuntutan kebutuhan yang sama dengan perkembangan ekonomi modern. Sehingga dengan ukuran ini

97 mereka lantas dikategorikan miskin. Bagaimana melalui PHBM, tanpa mengurangi jumlah luasan hutan yang ada, orang desa dapat menghasilkan nilai kesejahteraan yang setara dengan ukuran ekonomi modern? Semua kebijakan arahnya ideal. Ketika orang per orang menuntut untuk mencukupi kebutuhannya, termasuk orang-orang desa sekitar hutan, ini yang sulit. Memang pada prinsipnya permasalahan kemiskinan penduduk desa sekitar hutan merupakan bagian dari kendala pengelolaan hutan Perum Perhutani. Namun soal kecukupan yang dimaksud, tadi dikatakan sudah meningkat, mengikuti perkembangan ekonomi modern, dimana tuntutannya sudah melebihi dari sekedar pemenuhan kebutuhan primer atau mengakhiri kemiskinan. Untuk mengakhiri kesenjangan ini seyogyanya memang disamakan dulu persepsi tentang apa yang akan diraih dengan PHBM. Menurut pengkaji secara kuantitatif memang tidak bisa diukur. Tapi minimal untuk tingkat kebutuhan mendasar hidup pesanggem (penggarap) dapat tercukupi, dengan PHBM. Implementasi PHBM melalui LMDH di Desa Glandang pada tanggal 30 Nopember 2004 masih tergolongan baru, sehingga belum banyak memberikan perubahan terhadap taraf hidup para pesanggem (penggarap) di Desa Glandang secara signifikan. Namun demikian berdasarkan evaluasi terhadap program PHBM, pelaksanaan PHBM di Desa Glandang telah menunjukkan adanya pengaruh positif terhadap pengembangan ekonomi lokal, yaitu meningkatkan pendapatan pesanggem (penggarap) Desa Glandang pada khususnya, hal ini seperti yang disampaikan Bpk. Kri :...bahwa ada salah seorang pesanggem (penggarap), dari hasil pertanian/ perkebunan jagung yang dipanen dari petak hutan Desa Glandang dapat untuk membeli perabot rumah PHBM memberikan peluang kerja ekonomi warga miskin, para pesanggem (penggarap) yang sebagian besar berasal dari keluarga miskin dapat bekerja menggarap petak hutan dibawah tanah tegakkan dengan sistem tumpangsari, dimana hasilnya seluruhnya untuk pesanggem (penggarap)/ petani hutan. Adapun jenis tananman yang ditanam dalam sistem tumpangsari diantaranya adalah jagung, pisang, ketela pohon/ singkong, ubi rambat, kacang tanah, padi, dan lain sebagainya. Pemasaran hasil pertanian/ perkebunan melalui tumpangsari dilakukan melalui pengepul. Dengan demikian melalui PHBM dapat memberikan pendapatan tambahan bagi pesanggem (penggarap)/ petani hutan. 78

98 Disamping itu meningkatnya kegiatan ekonomi alternatif, yaitu munculnya industri rumah tangga dari pengolahan hasil hutan, seperti kayu bakar. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Bpk. Str :...dengan ikut sebagai pesanggem disamping kita bisa menggarap petak hutan untuk berkebun, kita juga bisa mendapatkan kayu bakar dan daun jati yang bisa dijual Dengan PHBM di Desa Glandang adanya penyerapan tenaga kerja sebanyak 700 orang, dengan perincian 250 orang sudah terdaftar dalam buku anggota LMDH, sedangkan 450 orang belum terdaftar dalam buku anggota sebagai anggota resmi. Dari angka 250 orang yang sudah terdaftar sebagai anggota resmi, mereka terdiri dari warga Desa Glandang sebanyak 150 orang dan warga tetangga desa sekitar hutan pangkuan Desa Glandang sebanyak 100 orang. Dengan PHBM telah memotivasi penggalian potensi swadaya masyarakat, dengan pembentukan kelembagan LMDH. 6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas PHBM Di dalam program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) terdapat beberapa pihak yang terlibat di dalamnya, yaitu Perum Perhutani, LMDH dan pihak terkait. Berdasarkan hasil penelitian program PHBM di Desa Glandang dapat dilihat dari beberapa aspek dalam struktur akses dan kontrol SDA hutan dalam PHBM, yaitu : 1. Program Kerja. Program kerja disusun dengan melibatkan berbagai unsur yang terlibat dalam program PHBM yang tentunya didasarkan pada kondisi dan potensi pangkuan hutan dan karakteristik masyarakat setempat. Program kerja disusun dalam upaya untuk mengelola secara menyeluruh setiap tahapan kegiatan pengelolaan hutan selama 1 (satu) daur tanam jati dari tahap penanaman, penjarangan dan tebang habis tegakan pohon hutan. Akan tetapi dikarenakan kondisi hutan di Desa Glandang merupakan tanaman muda, maka dari ketiga tahapan tersebut baru tahap penjarangan tanaman yang bisa dilaksanakan. Keterlibatan berbagai unsur terkait dalam penyusunan program kerja disampaiakan beberapa informan antara lain : SBD (Ketua LMDH Desa Glandang) 79

99 Proses penyusunan program kerja dilakukan bersama-sama antara LMDH dengan Perum Perhutani. Pada saat itu beberapa program kerja banyak ditawarkan oleh pengurus akan tetapi harus juga disesuaikan dengan kepentingan Perum Perhutani. Sehingga diharapkan kepentingan kedua belah pihak dapat terwakili. Program kerja yang disepakati meliputi kegiatan pelestarian fungsi dan manfaat hutan mulai dari perencanaan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan dan pemanenan SHN (Ketua FK.PHBM Desa Glandang) Pada Bulan November 2004 dilaksanakan kegiatan penyususnan program kerja bersama yang dihadiri Perum Perhutani, aparat desa dan pengurus LMDH. Pada pertemuan tersebut disepakati rencana program kerja pelestarian fungsi dan manfaat mulai dari perencanaan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan dan pemanenan Penyusunan program kerja PHBM dilaksanakan pada awal nopember 2004 yang melibatkan Perum Perhutani dan Pengurus LMDH Karya Lestari. Program kerja tersebut kemudian dituangkan dalam Rancangan Pembangunan Petak Hutan LMDH Desa Glandang Tahun Walaupun program kerja telah tersusun dalam renstra dan disusun dengan melibatkan pihak Perum Perhutani, LMDH dan pihak terkait, namun pada pelaksanaannya belum dapat terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana. Hal tersebut disebabkan berbagai kendala yaitu tidak mengakarnya kepengurusan LMDH Desa Glandang dan potensi tanaman hutan wilayah pangkuan Desa Glandang yang masih relatif muda sehingga belum dapat menghasilkan sesuai yang diharapkan. Penjelasan tentang pelaksanaan program kerja dan kendala yang dihadapi dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Pamswakarsa Berkaitan dengan kegiatan Pamswakarsa beberapa informan menyatakan : SBD (Ketua LMDH Desa Glandang) Berkaitan dengan Pamswakarsa, saya dengan seksi keamanan telah menyusun program pengamanan hutan bersama antara LMDH dengan Perum Perhutani. Namun, dari pihak LMDH memerlukan dukungan dana dari Perum Perhutani untuk operasional lapangan. KR (Kepala Desa Glandang) Pamswakarsa untuk pengamanan wilayah hutan pangkuan LMDH Desa Glandang diperlukan anggaran pengamanan wilayah hutan dari pihak Perum Perhutani, namun sampai saat ini anggaran tersebut belum pernah terealisasi b. Penjarangan 80

100 Program ini bertujuan untuk mengatur jarak tanaman dengan melakukan penjarangan tanaman sehingga jaraknya menjadi lebih lebar dan teratur sehingga pertumbuhan tanaman lebih cepat. Dari kegiatan penjarangan ini para pesanggem mendapatkan kayu bakar, dan hasilnya bisa dijual dan sebagian untuk keperluan sendiri. c. Tumpangsari Berkaitan dengan kegiatan tumpangsari informan Srn menyatakan : Kebetulan kondisi tanaman jati di hutan wilayah Desa Glandang merupakan tanaman muda, sehingga lahan-lahan sekitarnya masih bisa menghasilkan jika ditanami tanaman palawija, dengan catatan mereka harus merawat dan mengamankan tanaman jati. Sementara itu informan Srtm juga menjelaskan bahwa : Kegiatan tumpangsari telah dilakukan oleh warga masyarakat di sekitar hutan. Hal ini dikarenakan mereka sebagian besar buruh tani yang tidak memiliki lahan. Sementra itu, dalam upaya memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat sekitar hutan (pesanggem), pihak Perum Perhutani membolehkan dan memberikan kepercayaan kepada masyarakat untuk mengelola lahan sekitar dengan tanaman yang menghasilkan. Selain itu. Pihak Perum Perhutani juga mengharapkan agar masyarakat ikut juga memelihara dan menjaga keamanan hutan. Program ini bertujuan untuk membantu pesanggem (penggarap) agar memperoleh pendapatan/ penghasilan dari tanaman yang mereka kelola di lahan sekitar tanaman pokok. Biasanya pesanggem (penggarap) menanami lahan kosong sekitar hutan dengan tanaman palawija seperti singkong, pisang, kacang tanah, jagung dan padi. Biasanya mereka dapat memanen hasil tanaman mereka setiap 4 (empat) bulan sekali. Hasil panen tersebut biasanya sebagian digunakan untuk keperluan makan sehari-hari dan sebagian dijual untuk menambah penghasilan mereka untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak dan lain-lain. Selain melakukan kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman palawija mereka, masyarakat juga dapat berperanserta/ berpartisipasi dalam memelihara dan menjaga keamanan tegakan tanaman hutan. Hal ini mereka lakukan karena mereka juga merasa ikuit bertanggung jawab dalam menjaga kelestarian dan kemanan hutan serta mereka juga merasa mendapatkan manfaat dari hutan tersebut. 2. Peranserta LMDH dan Pesanggem (penggarap) Salah satu peranan LMDH adalah meningkatkan peranserta (partisipasi) LMDH dan warga pesanggem (penggarap) serta pihak yang berkepentingan 81

101 terhadap pengelolaan sumber daya hutan. Peranserta (partisipasi) pengurus LMDH dan pesanggem (penggarap) dapat diwujudkan dalam setiap kegiatan (tahap perencanaan, pembiayaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta pelaporan). Bentuk partisipasinya dapat diwujudkan dengan kehadiran dalam setiap kegiatan, ide, gagasan, usulan pendapat dalam perencanaan program, kesediaan menjadi pengurus, dan partisipasi secara tidak langsung yang dilakukan oleh pesanggem (penggarap) dalam mengolah lahan sekitar hutan dan ikut menjaga keamanan hutan. a. Peranserta Pengurus LMDH Berdasarkan kenyataan dilapangan dapat dijelaskan peranserta pengurus LMDH diwujudkan hanya baru sebatas pada tahapan perencanaan (dengan menghadiri dan memberikan pendapat pada pertemuan perumusan rencana program kerja), pengorganisasian (dengan kesediaan untuk menjadi pengurus LMDH). Namun peranserta (partisipasi) mereka saat ini perlu adanya dorongan agar lebih aktif dalam kepengurusan LMDH. Kondisi di atas didasarkan penyataan informan SH selaku ketua BPD Desa Glandang. Pada saat sosialisasi memang terlihat respon dan harapan yan besar dari masyarakat pada program PHBM. Kesediaan beberapa orang untuk menjadi pengurus jugas sangat dihargai. Apalagi pada saat penyususnan program kerja bersama (Perum Perhutani dan LMDH. Terlihat semangat yang besar dari beberapa pengurus dalam mengajukan usulan program kerja. Namun pada pelaksanaannya, setelah ada kendala/ hambatan semangat mereka sepertinya mulai mengendur dan menjadikan LMDH Desa Glandang kurang aktif. b. Peranserta Pesanggem (penggarap) Berdasarkan kenyataan di lapangan menunjukkan tingkat partisipasi yang masih terbatas pada pesanggem (penggarap) yang sudah menggarap sebelum LMDH terbentuk. Di luar penggarap tersebut pesanggem masih bersifat pasif dan cenderung kurang responsif terhadap keberadaan LMDH. Partisipasi pesanggem tersebut diwujudkan secara tidak langsung dalam mengelola dan mengolah lahan kosong disekitar dengan tanaman palawija. Disamping itu, mereka juga ikut merawat dan menjaga keamanan tanaman tegakkan kayu hutan. Partisipasi ini diwujudkan secara sadar dan sukarela karena mereka juga merasa mendapat manfaat dari hutan di sekitarnya. 82

102 Kondisi di atas didasarkan pernyataan informan KR selaku penasehat LMDH yang menyatakan : Dalam program PHBM Perum Perhutani mengharapkan kepada pesanggem (penggarap) agar ikut menjaga dan merawat hutan. Karena pesanggem merasakan telah mendapat manfaat dari hutan di sekitarnya maka mereka secara bertanggung jawab dan sukarela ikut menjaga dan merawat hutan. Saya berharap agar hal ini bisa terus berlangsung karena ini sangat bermanfaat baik bagi pesanggem (penggarap) karena mendapat penghasilan dari tanaman mereka maupun bagi Perum Perhutani karena tanaman kayu jatinya jadi terawat dan aman dari kerusakan dan pencurian Pernyataan di atas juga didukung oleh pernyataan informan SBD selaku Ketua LMDH yang menyatakan : Justru saat ini pesanggem (penggarap) yang lebih banyak berperan dalam memelihara dan menjaga kelestarian hutan. Hal itu mereka lakukan karena mereka juga melakukan aktifitas mengolah lahan sekitar hutan dengan tanaman yang menghasilkan. Dan mudah-mudahan kondisi ini bisa tetap berlangsung karena memberikan keuntungan bersama baik bagi pesanggem (penggarap) maupun Perum Perhutani 3. Jaringan Kerjasama Adanya jaringan kerjasama dengan pihak-pihak lain sangat bermanfaat dalam rangka pengembangan program dan kegiatan PHBM. Kerjasama yang bisa dilakukan antara lain dengan pihak-pihak pemerintah daerah dan pihak ketiga yang akan menanamkan modalnya di LMDH. Dalam kenyataan kondisi di lapangan menunjukkan sudah terbinanya kerjasama yang intensif yang dilakukan LMDH Desa Glandang dengan pihak ketiga. Kerjasama dengan pihak swasta yang sudah dilaksanakan adalah dengan PG Sumberharjo Pemalang dan PT. ACCOR. Kerjasama dengan PG Sumberharjo berupa penanaman pohon tebu, sedangkan kerjasama dengan PT. ACCOR adalah penanaman pohon sengon. Kerjasama dengan pihak pemerintah daerah atau dinas terkait, yaitu dilakukan dengan dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pemalang, dengan memberikan pembinaan teknis berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya hutan. Dengan mencermati sejumlah kebijakan yang berkait dalam rancangan kegiatan yang bertujuan mengupayakan penyelamatan hutan, kiranya dapat ditelaah sejauh mana efektivitasnya. Program PHBM yang implementasinya dilaksanakan melalui LMDH memberikan harapan besar terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar hutan, namun berdasarkan evaluasi program yang peneliti lakukan masih 83

103 84 dijumpai adanya kelemahan-kelemahannya dibidang struktur akses dan kontorl sumberdaya hutan, yaitu : rendahnya kwalitas pengurus, keanggotaan pesanggem (penggarap) tidak mengutamakan dari desa yang setempat, rendahnya pengawasan di lapangan, tidak adanya ketegasan sanksi bagi LMDH yang lalai dalam kewajiban. Belum adanya pemerataan ekonomi dalam pengelolaan petak hutan bagi masyarakat lokal, dan belum mengarah pada penanganan keluarga miskin secara optimal. Kenyataan diatas mengindikasikan bahwa struktur akses dan kontrol sumberdaya alam hutan belum memberikan arah akses kepada pesanggem (penggarap) di sekitar hutan Desa Glandang sesuai dengan peran dan fungsinya untuk mengelola hutan secara partisipatif, atas kemitraan, keterpaduan, ketersediaan, dan sistem sharing. Program PHBM dalam proses pengembangan masyarakat untuk mewujudkan kelembagaan LMDH sebagai wadah perjuangan LMDH belum dijadikan instrumen membangun kebersamaan, kepedulian, dan tanggung jawab bersama serta menggali nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kemasyarakatan, namun sebaliknya pesan-pesan moral terlupakan oleh kepentingan-kepentingan pribadi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diusung oleh LMDH sehingga upaya pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dari golongan bawah dapat terabaikan.. Penerapan kebijakan dengan model pendekatan kesejahteraan, baik berupa kerjasama terpadu antara Perum Perhutani dengan LMDH dengan paradigma baru hanya dapat berjalan efektif manakala kondisi pemerintahan negara dalam keadaan kuat dan stabil tanpa gejolak politik. Manakala keadaan politik negara dan pemerintahan labil, efektivitas mode pendekatan PHBM yang masing-masing bergerak dalam skala luas dapat sirna seketika. Penyebabnya adalah, kesan positif yang hendak ditumbuhkan dari model pemberdayaan PHBM seperti ini, sangat rentan diprovokasi oleh pihak yang berkepentingan atas lemahnya kondisi perum Perhutani. Cara yang ditempuh adalah membangkitkan kembali ingatan publik bahwa Perum Perhutani tidak beda dengan perusahaan kehutanan jaman Belanda, yang menekankan kelangsungan kepentingan kekuasaan ala kolonial feodal belaka. Untuk mendapatkan data tingkat efektivitas PHBM digali melalui informasi dari berbagai sumber seperti pengurus LMDH, pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan pesanggem (penggarap). Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan

104 85 pengembangan masyarakat diperoleh data bahwa tingkat pelaksanaan PHBM di Desa Glandang dinilai masih belum efektif. Dalam upaya meningkatkan efektivitas PHBM dalam proses pelaksanaan program pengembangan masyarakat, strategi yang dapat dilakukan adalah perbaikan struktur akses dan kontrol sumber daya alam hutan, yang meliputi beberapa aspek di bawah ini. Melihat situasi dan kondisi demikian perlu dilakukan penataan struktur akses dan kontrol sumberdaya hutan yang ada dalam pangkuan Desa Glandang. Sehingga akan terjadi keseimbangan, keberlanjutan, kesesuaian dan keselarasan antara Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan sesuai dengan jiwa dan prinsip dasar PHBM. Dalam struktur Kelembagaan, meningkatkan kwalitas pengurus, pelatihan dan pergantian pengurus/ resufel pengurus. Keanggotaan/ peserta diutamakan dari desa yang bersangkutan. Perlunya terobosan mandiri dari LMDH, modal berasal dari hasil sharing/ kredit Perum Perhutani. Dibentuknya satuan pengawas intern di LMDH. Dalam struktur Perum Perhutani, membuka peluang kegiatan lainnya untuk mengikut sertakan LMDH dalam pengelolaan hutan (seperti : pemberdayan, pembuatan persemaiann, jasa penebangan, angkutan dan survey). Peningkatan pengawasan di lapangan. Ketegasan sanksi bagi LMDH yang lalai dalam kewajiban. Dalam struktur Pemerintah Daerah/ Dinas Terkait, peningkatan keterpaduan masing-masing dinas terkait dalam pemberdayaan LMDH. Memberikan pelatihan usaha-usaha produktif bagi LMDH. Baik faktor pendorong maupun penghambat bagi peningkatan efektivitas PHBM dalam melaksanakan program-program pengembangan masyarakat dapat berasal dari dalam diri Perum Perhutani (internal) maupun dari luar Perum Perhutani (eksternal). Faktor pendorong PHBM yang paling kuat adalah adanya pelibatan aspirasi dan prakarsa masyarakat, pemberdayaan yang tidak hanya berorientasi dibidang ekonomi saja, tapi dibidang sosial dan sumberdaya alam hutan, adanya perpaduan antara pengorganisasian dan pengembangan masyarakat, meningkatkan pendapatan keluarga pesanggem, memberi peluang kerja

105 ekonomi warga miskin, adanya penyerapan tenaga kerja, dan memotivasi penggalian potensi swadaya masyarakat. Faktor penghambat PHBM adalah, rendahnya pemahaman pesanggem tentang PHBM, rendahnya kinerja LMDH, dan lemahnya pengawasan LMDH. Berdasarkan kajian pengembangan masyarakat yang telah dilakukan dapat diidentifikasikan faktor lain pendorong bagi peningkatan efektivitas PHBM dalam pelaksanaan program-programnya. Hal ini terungkap melalui serangkaian wawancara mendalam, diskusi kelompok, dan Focused Group Discussion (FGD) dengan informan yang menginginkan PHBM berkemampuan untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan kelompok masyarakat, khususnya yang belum terlibat dalam kegiatan PHBM. Faktor penghambat terhadap kelancaran pelaksanaan program-program PHBM yang muncul dari pesanggem (pengarap) dapat dilihat dari rendahnya pemahaman pesanggem (penggarap) dalam pengelolaan hutan dan rendahnya partisipasi pesanggem (penggarap) dalam pengelolaan hutan, rendahnya nilainilai (agama, budaya, hukum) yang dianut pesanggem (penggarap), belum adanya lembaga sosial yang mendorong kesadaran pesanggem (penggarap) dalam pengelolaan hutan, serta belum tumbuhnya kearifan lokal dalam pengelolaan hutan. Kondisi seperti diatas terlihat jelas pada kelompok pesanggem (penggarap) Desa Glandang yang tidak mau ikut terlibat secara langsung sebagai anggota LMDH. Mereka kurang mendukung dengan adanya keberadaan LMDH di Desa Glandang seperti yang diungkapkan salah seorang tokoh pemuda di Desa Glandang, Bapak ML : Saya hanya tahu sedikit tentang keberadaan LMDH di Desa Glandang, sehingga saya kurang tertarik dengan kegiatan yang dilakukan oleh LMDH, karena secara kasat mata saya melihat kehidupan dari orang-orang yang ikut sebagai pesanggem (penggarap) anggota LMDH tidak menunjukkan adanya peningkatan taraf hidup/ pendapatan, tapi hanya gali lobang tutup lobang dalam memenuhi kebutuhan untuk menggarap lahan petak hutan Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengorganisasian masyarakat melalui kegiatan ini diantaranya melakukan sosialisasi, memberikan peraturan dan pengertian, serta pemahaman tentang PHBM melalui LMDH, pengenalan program-program yang ada di LMDH, bagaimana cara kerja LMDH, kegiatan LMDH yang telah dilaksanakan, dan apa saja yang diperlukan LMDH. Saat ini LMDH Desa Glandang telah berbadan hukum mempunyai struktur organisasi 86

106 87 dengan melibatkan warga masyarakat dalam pemilihannya, dan telah memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Pengorganisasian tersebut memanfaatkan modal sosial yang ada dalam masyarakat. Pengurus LMDH terjun langsung ke masyarakat dalam memberikan pemahaman dan pengertian tentang LMDH, maksud dan tujuan LMDH, kegiatankegiatan yang ada di LMDH, yang pada intinya bahwa hasil kegiatan yang dicapai nantinya adalah untuk kepentingan pesanggem (pengarap) Desa Glandang. Manfaat yang diperoleh disamping dirasakan oleh pesanggem (penggarap), juga akan dirasakan oleh masyarakat secara umum di Desa Glandang melalui sharing yang akan diperoleh oleh desa untuk pembangunan desa. Harapan PHBM untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional guna mencapai visi dan misi Perum Perhutani, yaitu pengelolaan sumberdaya hutan sebagai ekosistem di pulau Jawa secara adil, demokratis, efesien dan profesional guna mewujudkan keberlanjutan fungsi dan manfaatnya untuk kesejahteraan masyarakat mendapat berbagai kendala, seperti adanya kesenjangan antara konsep dan implementasinya juga dipengaruhi oleh faktor kinerja LMDH yang mandiri. 6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penguatan Kapasitas LMDH Dalam kaitan penguatan kapasitas bagi LMDH sangat perlu dalam rangka memberdayakan pengurus LMDH. Bila kualitas kinerja pengurus LMDH sudah memadai, diharapkan mereka dapat lebih aktif dan konsisten mensosialisasikan program LMDH kepada pesanggem (penggarap). Melalui kerjasama dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan kelembagaan yang ada, sosialisasi program LMDH diharapkan dapat membangkitkan antusias pesanggem (penggarap) dalam program LMDH. Pelaksanaan program LMDH di Desa Glandang menunjukkan bahwa upaya LMDH dalam merubah taraf hidup pesanggem (penggarap) dan mengembangkan kapasitas kelembagaan setempat, ternyata belum diimbangi dengan pengakaran kelembagaan masyarakat setempat. Prakarsa dan dukungan yang memadai dari pelaku-pelaku pembangunan lokal lainnya, seperti pemerintah desa, pengusaha, dan LSM sudah terlihat namun belum optimal, sehingga kerjasama dan gerakan sinergis yang optimal antara pelaku-pelaku

107 pembangunan lokal tersebut dalam meningkatkan taraf hidup pesanggem belum terwujud. Seperti yang dikatakan salah seorang tokoh masyarakat Desa Glandang, Bapak SW : LMDH yang ada di Desa Glandang walaupun sudah berbadan hukum dan memiliki anggaran dasar organisasi masih perlu di tingkatkan kinerja pengurusnya dan menjalin kerjasama dengan pemerintah desa, sehingga diperlukan kegiatan-kegiatan penguatan kelembagaan yang ditujukan untuk meningkatkan kinerja dan SDM pengurus LMDH Berdasarkan data hasil kajian evaluasi yang dilakukan sebenarnya LMDH sebagai kelembagaan masyarakat yang mengakar sudah berpihak kepada masyarakat golongan bawah, menyuarakan aspirasi masyarakat dan menjadi motor penggerak penanggulangan kemiskinan berdasarkan prinsip-prinsip pengembangan masyarakat. Pelaksanaan program-program LMDH bisa dikatakan lebih berhasil dibandingkan dengan model-model pengembangan masyarakat lainnya yang pernah ada di Desa Glandang. Dalam hal ini LMDH perlu untuk menerapkan dan meningkatkan asas-asasnya atau prinsip-prinsip pengembangan masyarakat. Keberhasilan yang selama ini telah dicapai LMDH dalam pelaksanaan program-programnya berdasarkan asas-asas pengembangan masyarakat, bisa menjadi peluang untuk menciptakan keberlanjutan dalam upaya-upaya kepada peningkatan kesejahteraan pesanggem (penggarap) dan keseimbangan ekologi yang dilaksanakan secara mandiri oleh pesanggem (penggarap). Beberapa persoalan kinerja LMDH yang dijumpai dalam implementasi programnya saat ini diidentifikasi sebagai berikut : a. Kinerja LMDH yang terbentuk selama ini masih belum cukup berkemampuan (mandiri) dalam menumbuh kembangkan kapasitasnya sendiri untuk melayani tuntutan kebutuhan nyata dari dinamika pembangunan di masyarakat. Hal ini dipengaruhi oleh faktor internal, yang meliputi keanggotaan, kepengurusan, alat kelengkapan organisasi, dan dipengaruhi faktor eksternal, kebijakan pemerintah dan kelembagaan lain. b. Tujuan utama LMDH yang semula, yakni pemberdayaan kepada pesanggem (penggarap) melalui berbagai program-program di sektor pengelolaan sumber daya hutan dan peningkatan taraf hidup pesanggem (penggarap), belum sepenuhnya terlaksana. 88

108 c. LMDH belum sepenuhnya berorientasi kepada pesanggem (penggarap) miskin serta belum mampu mengakses berbagai sumber daya yang ada maupun sumber daya luar bagi kepentingan peningkatan taraf hidup pesanggem (penggarap). Dalam implementasi LMDH baru berorientasi pada penggarapan lahan tetak hutan yang masih kosong, sehingga beberapa hektar petak hutan dikerjasamakan dalam penggarapannya dengan pihak ketiga (PG. Sumberharjo Pemalang) dengan ditanami tebu. Selain itu adanya beberapa pesanggem dari luar Desa Glandang yang diperbolehkan menggarap petak hutan pangkuan Desa Glandang. d. Kepengurusan LMDH sebagian besar tidak cukup mengakar, walaupun sudah melalui mekanisme pemilihan langsung oleh seluruh warga Desa Glandang. Pengurus LMDH masih mempuyai hubungan kekerabatan dengan kepala desa, yang berpengaruh terhadap keanggotaan pengurus didominasi oleh orang-orang yang dekat dengan kelompok tertentu. e. LMDH sudah memiliki AD / ART secara tertulis dan sudah berbadan hukum yang dapat memperkuat dalam menjalankan program-programnya, namun manajemen kelembagaan LMDH belum berjalan dengan baik. Pelaksanaan tugas masing-masing seksi atau bagian belum dijalankan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang tercantum dalam anggaran rumah tangga LMDH. Persoalan di atas diungkapkan oleh Ketua LMDH Karya Lestari Desa Glandang Bapak Sri Budi P : Kondisi LMDH sekarang ini belum bisa berbuat banyak bagi peningkatan taraf hidup masyarakat Desa Glandang. Kami menyadari pengurus LMDH baik dari segi kuantitas apalagi kualitas, belum bisa menunjang programprogram LMDH. Belum lagi masalah dana yang sangat minim dan dukungan dari pemerintah desa, kecamatan, dan kabupaten yang masih belum ada Berbijak pada persoalan strategis di atas, maka beberapa hal yang menjadi landasan pemikiran bahwa kegiatan penguatan kapasitas kelembagaan LMDH sesungguhnya diperlukan sebagai sebuah upaya menyiapkan dan mengantarkan LMDH untuk memasuki tantangan tugas dan fungsinya sesuai dengan LMDH paradigma baru, yaitu : a. LMDH yang mandiri marupakan Kunci Strategis bagi upaya keberlansungan penanggulangan kemiskinan dan pembangunan. 89

109 b. Diperlukan reorientasi pemahaman LMDH paradigma baru yang berbasis nilai-nilai kemanusiaan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan di LMDH dan masyarakat serta stakeholders tingkat desa. c. Perlunya pelembagaan proses-proses pembangunan partisipatif melalui pelaksanaan siklus kegiatan LMDH dengan pendekatan baru. d. Diperlukan restrukturisasi kelembagaan dan perbaikan manajemen LMDH serta agar lebih berpihak pada pesanggem (penggarap) golongan bawah, mengakar dan mampu menjadi motor penggerak di bidang pengelolaan sumber daya hutan dan peningkatan kesejahteraan secara mandiri dan berkelanjutan. e. Disadari bahwa untuk menumbuhkembangkan kapasitasnya, perlu diberikan bantuan teknis sehingga mampu mengakses berbagai sumberdaya internal dan eksternal yang diperlukan. Keberadaan LMDH yang belum sepenuhnya mencerminkan sebagai lembaga masyarakat seperti yang diharapkan, diungkapkan oleh Bapak SH. Ketua Lembaga mitra Pemerintahan Desa Glandang : Keberadaan LMDH di Desa Glandang saat ini belum dapat diketahu secara umum oleh seluruh anggota masyarakat Desa Glandang, baru diketahu oleh anggota LMDH yang berasal dari orang-orang yang sebelumnya sudah menggarap dulu melalui penjarahan sebelum LMDH terbentuk, sementara masih banyak anggota masyarakat Desa Glandang yang berasal dari keluarga miskin belum ikut terlibat. Disamping itu banyaknya anggota yang berasal dari orang luar daerah yang ikut menggarap/ mengelola petak lahan garapan Penjelasan lain tentang keberadaan LMDH diperoleh dari pengurus LMDH yang memberi keterangan bahwa sejak awal pembentuknya pelaksanaan program LMDH di Desa Glandang lebih banyak mengurusi permasalahan lahan yang belum digarap, sehingga dengan prinsip yang penting ada yang mau menggarap akhirnya satu orang bisa menggarap atau menguasai petak hutan, dan orang luar pun bisa ikut menggarap petak hutan, sehingga terkesan tidak adanya pemerataan dan keadilan dalam hal ini. Kenyataan di atas mengindikasikan bahwa persepsi pelaksana/ pengelola kegiatan belum sepenuhnya mewakili peranan sesungguhnya dari kapasitas yang diinginkan dalam pelaksanaan program PHBM dalam proses pengembangan masyarakat untuk mewujudkan kelembagaan LMDH sebagai wadah perjuangan LMDH tidak dijadikan instrumen membangun kebersamaan, 90

110 91 kepedulian, dan tanggung jawab bersama serta menggali nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kemasyarakatan, sebaliknya pesan-pesan moral terlupakan oleh kepentingan-kepentingan pribadi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diusung oleh LMDH sehingga upaya pemberdayaan masyarakat golongan bawah dapat terabaikan. Melihat situasi dan kondisi demikian perlu dilakukan perbaikan kinerja LMDH yang meliputi pelayanan, pengelolaan, kepemimpinan dan manajemen. Sehingga akan terjadi keseimbangan, keberlanjutan, kesesuaian dan keselarasan antara Perum Perhutani, pesanggem (penggarap) dan pihak yang berkepentingan sesuai dengan jiwa dan prinsip dasar PHBM. Baik faktor pendorong maupun penghambat bagi kekuatan LMDH dalam melaksanakan program-program pengembangan masyarakat dapat berasal dari dalam diri (internal) maupun dari luar LMDH (eksternal) yang dapat merupakan indikator dari variabel pelayanan, pengelolaan, kepemimpinan dan manajemen. Faktor pendorong yang paling kuat dari dalam LMDH adalah adanya kebutuhan akan peningkatan kemampuan kinerja dari pengurus LMDH, sedangkan dari luar adalah adanya kesempatan untuk melaksanakan programprogramnya dan dukungan dari berbagai pihak. Faktor penghambat dari dalam LMDH adalah berkaitan dengan keanggotaan dan kepengurusan, sedangkan faktor penghambat dari luar adalah berkaitan dengan norma/ aturan dan jaringan kerjasama dengan kelembagaan lain. Kekuatan pendorong yang ada dalam suatu masyarakat dapat membantu berlangsungnya proses perubahan berencana dalam konteks pengembangan dan pemberdayaan masyarakat golongan bawah, sehingga proses perubahan itu bisa menjadi lebih cepat. Tanpa ada kekuatan pendorong, maka setiap orang, kelompok, organisasi dan masyarakat secara keseluruhan tidak dapat bergerak untuk melakukan perubahan. Dengan demikian, kekuatan pendorong harus ada atau diciptakan terlebh dahulu pada awal proses perubahan dan kehadirannya harus dipertahankan selama proses perubahan berlangsung. Kekuatan pendorong dalam penguatan kelembagaan LMDH dalam program pemberdayaan masyarakat dalam sektor pengelolaan sumber daya hutan dapat ditemukan dalam kehidupan pesanggem (penggarap) masyarakat Desa Glandang yang mempunyai ciri-ciri; 1) merasa tidak puas dengan situasi dan kondisi yang belum terpenuhi; 2) rasa bersaing untuk menyesuaikan diri

111 dengan tuntutan kehidupan yang timbul karena tuntutan biologis, psikologis atau sosiologis sehingga mendorong terjadinya perubahan di pesanggem (penggarap) dan; 3) menyadari adanya kekurangan dan karena itu berusaha untuk mengejar kekurangan tersebut. Berdasarkan kajian pengembangan masyarakat yang telah dilakukan dapat diidentifikasikan faktor lain pendorong bagi penguatan kelembagaan LMDH dalam pelaksanaan program-programnya. Hal ini terungkap melalui serangkaian wawancara mendalam, diskusi kelompok, dan Focused Group Discussion (FGD) dengan informan yang menginginkan kelembagaan LMDH berkemampuan untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan kelompok pesanggem (penggarap), khususnya yang belum pernah berpartisipasi dalam kegiatan LMDH. Faktor penghambat terhadap kelancaran pelaksanaan program-program LMDH yang muncul dari pesanggem (penggarap) dapat dilihat dari kekuatan bertahan yang berdasarkan tujuan untuk mempertahankan kondisi dan situasi yang ada dalam kehidupan masyarakat. Kekuatan bertahan ini di tunjukkan oleh sikap menentang setiap inovasi baru yang diluncurkan LMDH melalui programprogramnya sehingga ada kelompok pesanggem (penggarap) yang menduga akan menimbulkan perubahan terhadap kondisi yang selama ini telah dimiliki dan dipertahankan oleh mereka. Sikap bertahan dapat bersumber dari perasaan takut mengalami kegagalan, ketidaktahuan terhadap inovasi yang akan diterapkan, apatis, keinginan mempertahankan tradisi tertentu atau sumber daya untuk mengadakan perubahan terbatas. Kondisi seperti diatas terlihat jelas pada kelompok pesanggem (penggarap) Desa Glandang yang tidak mau ikut terlibat secara langsung dalam program LMDH. Mereka kurang mendukung dengan program LMDH di Desa Glandang seperti yang diungkapkan salah seorang pesanggem (penggarap), Bapak PL : Saya hanya tahu sedikit tentang keberadaan LMDH di Desa Glandang, sehingga saya kurang tertarik dengan program kegiatan yang dilakukan oleh LMDH, dan saya merasakan tidak adanya bedanya antara mereka yang sudah tercatat sebagai anggota resmi dengan yang belum tercatat sebagai anggota, oleh karena itu sampai saat ini belum mendaftarkan diri sebagai pesanggem (penggarap) ke LMDH. Disamping itu tidak ada perbedaan antara sebelum ada LMDH dengan setelah adanya LMDH di Desa Glandang, karena sebelum LMDH terbentuk masyarakatpun juga sudah sebagian besar sudah menggarap lahan petak hutan dari menjarah, disamping itu kurang adanya pemerataan dan keadilan karena banyak warga masyarakat dari luar desa Gladang yang ikut menggarap petak hutan tanpa adanya batasan yang jelas 92

112 Situasi seperti di atas bisa menjadi menurunkan motivasi bagi pesanggem (penggarap) untuk berpartisipasi dalam program LMDH. Bila hal ini dibiarkan berlanjut dan tidak ada solusinya, maka akan mempengaruhi tertib administrasi dalam LMDH. Situasi seperti ini tentu akan merugikan LMDH. Pengurus LMDH akan menanggung beban moral kepada warganya karena dianggap tidak sanggup menjalin hubungan baik dengan pesanggem (penggarap) di Desa Glandang. Efek lebih jauh, tentu akan menghambat pelaksanaan program LMDH selanjutnya. Mengenai hal ini Ketua LMDH Desa Glandang Bapak Sri Budi P. Memberikan konfirmasi : Kami dari LMDH sangat sulit untuk mengajak para pesanggem (penggarap) untuk mendaftarkan diri secara resmi ke LMDH untuk tertibnya administrasi LMDH, dan mengusir mereka yang bukan warga Desa Glandang yang ikut menggarap petak hutan, karena untuk saat ini kami mempunyai program bagaimana semua petak hutan itu bisa digarap, sehingga tidak terlalu lama lahan hutan itu tidak dimanfaatkan, tapi secara perlahan kami mencoba untuk mendekati mereka untuk mendaftarkan diri dan mengurangi jumlah petak hutan yang digarap bagi pesanggem (penggarap) yang berasal dari luar Desa Glandang Mengenai status dan keberadaan warga yang berasal dari luar Desa Glandang yang ikut menggarap petak hutan di Desa Glandang diungkapkan oleh ketua Ketua LMDH, Bapak Sri Budi : Sebagai pengurus LMDH di Desa Glandang, saya tidak ingin adanya keributan di Desa Glandang kaitannya dengan pembagian petak hutan. Saya tidak mengerti apakah mereka dilarang atau tidak untuk ikut serta menggarap lahan petak hutan, karena sebelum LMDH terbentuk mereka sudah pada menggarap petak hutan. Yang jelas mereka siap untuk mengikuti peraturan yang ada dalam LMDH yang harus ditaati, dan merekapun sebenarnya penduduk tetangga desa dan berada di sekitar hutan pangkuan Desa Glandang. Di sisi lain keberadaan warga yang bukan berasal dari tetangga Desa Glandang yang ikut menggarap petak hutan memang tidak menyalahi peraturan yang ada dalam LMDH. Mereka menyadari dan memahami ketentuan peraturan yang tidak membolehkan untuk ikut serta sebagai penggarap (pesanggem) di Desa Glandang. Sudah menjadi tugas LMDH serta tanggung jawab pemerintah dan masyarakat untuk mencari solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah tersebut. Faktor penghambat yang tumbuh dari pesanggem (penggarap) juga dapat timbul atau di sebabkan oleh : (1) adanya kekuatan-kekuatan di masyarakat yang bersaing untuk memperoleh pengaruh dan dukungan seluruh masyarakat 93

113 94 dalam proses pengelolaan sumber daya hutan di Desa Glandang. (2) kerumitan inovasi baru yang diperkenalkan untuk menimbulkan perubahan dan (3) terbatasnya sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan perubahan tersebut. Harapan LMDH untuk menjadikan LMDH mandiri sebagai salah satu syarat bagi proses pembangunan berkelanjutan di sektor pengelolaan sumber daya hutan dan peningkatan taraf hidup masyarakat mendapat berbagai kendala, seperti adanya kesenjangan antara konsep dan implementasinya juga dipengaruhi oleh faktor-faktor pendorong dan penghambat terwujudnya LMDH yang mandiri. Dalam pelaksanaan kegiatan penguatan kelembagaan LMDH, prinsipprinsip LMDH harus sesuai dengan prinsip-prinsip pengembangan masyarakat yang menjadi acuan, landasan dan penerapan dalam seluruh proses kegiatan yang meliputi pelayanan, pengelolaan, kepemimpinan dan manajemen. Prinsipprinsip tersebut harus dijunjung tinggi, ditumbuhkembangkan serta dilestarikan oleh semua pelaku dan stakeholder yang berkaitan dengan kegiatan LMDH. Prinsip-prinsip yang diperlukan LMDH adalah sebagai berikut : a. Demokrasi Prinsip demokrasi belum sepenuhnya diaplikasikan dalam pelaksanaan kegiatan LMDH, setelah melihat proses dalam pengambilan keputusan dalam rapat-rapat pengurus dan anggota LMDH, keputusan diserahkan sepenuhnya pada ketua LMDH. b. Partisipasi Prinsip partisipasi belum sepenuhnya dijalankan pelaksanaan kegiatan LMDH, pesanggem (penggarap) anggota LMDH berpartisipasi baru sebatas pada pengelolaan lahan hutan dengan sistem tumpangsari, sedangkan partisipasi mereka terhadap ketaatan terhadap norma/ aturan yang sudah ditetapkan oleh LMDH sanggat rendah sekali, hal tersebut terlihat dari keengganan mereka untuk mendaftarkan diri sebagai anggota LMDH yang dibuktikan dengan kepemilikan buku anggota dan tidak maunya memenuhi kewajiban menyetorkan iuran bulanan ke LMDH. c. Transparansi dan Akuntabilitas Prinsip transparansi dan akuntabilitas belum dijalankan dalam pengelolaan keuangan LMDH, yang berkaitan dengan keuangan di anggota pengurus tidak

114 tahu, selain anggota, karena uang yang masuk disimpan oleh ketua LMDH. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Bpk. YY salah seorang anggota pengurus saat ditanya tentang hasil usaha LMDH dari hasil sharing dengan PG. Sumberharjo, dia mengatakan sebagai berikut : Saya tidak tahu menahu tentang hasil sharing tersebut, kalau ingin tahu tentang keuangan hasil sharing kerjasama dengan PG. Sumberharjo tanya langsung saja ke ketua LMDH Sosialisasi tentang keberadaan LMDH merupakan sarana ampuh untuk menarik minat pesanggem (penggarap) berpartisipasi dalam pelaksanaan program LMDH. Namun, sampai sejauh ini upaya sosialisasi mengenai LMDH masih belum optimal dijalankan, sehingga banyak pesanggem (penggarap) yang belum memahami mengenai program LMDH, seperti yang diungkapkan oleh Bapak Sht : Mengenai LMDH saya tidak tahu sama sekali, hanya pernah mendengar dari orang lain. Katanya LMDH itu melaksanakan kegiatan pada masalah pelestarian hutan dengan sistem bagi hasil antara warga dengan pihak Perum Perhutani, namun para pesanggem (penggarap)/ petani hutan belum tahu aturan yang ada dalam LMDH. Transparansi program pengembangan masyarakat di Desa Glandang belum dilaksanakan sepenuhnya oleh LMDH maupun Pemerintah Desa. Hal ini nampak banyaknya pesanggem (penggarap) yang belum mengetahui tentang adanya lembaga LMDH. Mereka mendengar kalau di desanya ada LMDH dari masyarakat yang terlibat dalam LMDH, informasi lebih jauh tentang LMDH tidak diketahuinya. Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan pengembangan masyarakat di Desa Glandang pada Praktek Lapangan II (PL-II), bahwa dampak PHBM dan peran LMDH terhadap peningkatan taraf hidup pesanggem (penggarap)/ penggarap masih rendah. Hal ini selain disebabkan oleh pola akses dan kontrol sumberdaya manusia dalam PHBM yang belum optimal, juga karena kinerja LMDH yang belum transparan dalam pengelolaan dan dalam memberikan pelayanan terhadap anggotanya. Prinsip desentralisasi sudah dijalankan, dimana pengambilan keputusan dalam hal penentuan rancangan program diserahkan pada pesanggem (penggarap) dan LMDH, pihak Perum Perhutani menyerahkan hal ini disesuai dengan kondisi wilayah setempat. Disamping prinsip-prinsip seperti diatas diperlukan oleh LMDH ternyata diperlukan juga nilai-nilai penunjang 95

115 pelaksanaan program-program di LMDH. Nilai-nilai tersebut adalah bahwa belum semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan/ program LMDH dapat dipercaya. Hal ini terbukti dengan munculnya kasus yang terjadi di kepengurusan yang berkaitan dengan hasil tebangan pohon yang diselewengkan oleh salah seorang anggota pengurus LMDH. Demikian juga yang terjadi pada pesanggem (penggarap), mereka tidak melakukan pemupukan sesuai dengan ukuran yang harus diberikan. Pesanggem mempunyai motivasi adanya sisa pupuk yang ada dibawa pulang untuk dijual. Hal ini dibenarkan oleh salah seorang warga masyarakat yang melihat praktek-praktek demikian yang dilakukan oleh pesanggem (penggarap). Perngurus dalam melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan LMDH belum sepenuhnya didasari dengan perasaan tulus dan ikhlas memberikan kontribusi bagi pembenahan lingkungan dan peningkatan kesejahteraan pesanggem (penggarap), akan tetapi adanya motivasi dibalik aktifnya kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat, yaitu ingin mendapatkan hasil dari pengelolaan petak hutan dan sharing. Hal tersebut seperti disampaikan oleh bpk. Msl, sebagai berikut : Dengan masuk menjadi anggota LMDH saya berharap akan mendapatkan pendapatan tambahan dari pengelolaan petak hutan dan dari hasil sharing untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin berat. Belum semua unsur yang terlibat dalam pelaksanaan kegiatan LMDH berlaku jujur. Hal ini terbukti dengan adanya konflik antar pengurus berkaitan dengan pengelolaan uang hasil sharing dan hasil penjualan kayu tebangan. Hal ini seperti disampaikan oleh Bpk Shn, sebagai berikut : Dalam LMDH pernah terjadi konflik antar anggota pengurus berkaitan dengan uang hasil penjualan kayu tebangan yang diselewengkan oleh oknum anggota pengurus LMDH, namun setelah melalui perundingan akhirnya oknum tersebut bersedia untuk mengembalikan uang tersebut. Disamping itu adanya ketidak jujuran yang dilakukan oleh oknum pesanggem berkaitan dengan kegiatan pemupukan. Prinsip keadilan belum dijunjung tinggi, adanya kesenjangan dalam pembagian lahan garapan pada pesanggem, dengan prinsip siapa yang mampu tenaganya bisa mengolah petak hutan dengan petak hutan yang luas juga. Belum adanya kesetaraan antara lakilaki dan perempuan dalam pengelolaan hutan, pesanggem (penggarap) didominasi oleh pihak laki-laki, dan adanya ketidak setaraan antara pesanggem (penggarap) yang dulu memperoleh petak garapan hutan dengan menjarah dengan mereka yang tidak menjarah. Mereka yang menjarah mempunyai lahan 96

116 garapan petak hutan lebih luas dan strategis. Hal ini seperti disampaikan Bpk. Krn, sebagai berikut : Petak hutan yang strategis sebagian besar digarap oleh pesanggem yang dulu menjarah, mereka lebih diprioritaskan oleh pengurus, dengan alasan tidak semua warga Desa Glandang mempunyai jiwa bertani dan berkebun. Prinsip kebersamaan Dan mereka lebih diprioritaskan oleh pengurus, dengan alasan tidak semua orang desa mempunyai jiwa bertani dan berkebun. Prinsip kebersamaan dalam keseragaman dalam LMDH belum dilaksanakan, hal ini terlihat adanya Petak hutan yang strategis sebagian besar digarap oleh pesanggem yang dulu menjarah hutan, merka lebih diprioritaskan oleh pengurus, dengan alasan tidak semua warga Desa Glandang mempunyai jiwa bertani dan berkebun. Prinsip kebersamaan dalam keseragaman dalam LMDH belum dilaksanakan, hal ini terlihat adanya ketidakbersamaan antar anggota dan antar pengurus. Hal ini didukung adanya pernyataan Bpk. Yy, sebagai berikut : Saya sekarang kurang aktif dalam kegiatan LMDH, karena anggota pengurus hanya mementingkan diri sendiri, demikian juga para anggota pesanggem (penggarap) hanya berorientasi pada penggarapan lahan, sedangkan kerjasama dengan LMDH kurang sekali. Beberapa penjelasan di atas menunjukan bahwa pencapaian tujuan LMDH dengan terbangunnya LMDH yang mandiri dan berfungsi sebagai agen pemberdayaan masih perlu terus ditingkatkan. 6.4 Kinerja LMDH Desa Glandang Berdasarkan hasil penelitian, maka kinerja Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Desa Glandang dapat digambarkan dari beberapa aspek sebagai berikut : 1. Pelayanan Pesanggem (penggarap) di sekitar wilayah hutan ini biasanya berada dalam kondisi miskin dan melakukan kegiatan-kegiatan sehari yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupannya. Aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan biasanya adalah mencari kayu bakar dan mengumpulkan daun-daun jati untuk dijual. Secara umum kondisi rendahnya taraf hidup para pesanggem (penggarap) di Desa Glandang disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan pesanggem (penggarap). Rendahnya tingkat pendidikan tersebut menyebabkan mereka tidak 97

117 dapat bersaing dalam lapangan pekerjaan yang tersedia. Sebagian besar diantara mereka hanya bekerja sebagai buruh pertanian maupun bangunan. Hasil pendapatan yang mereka peroleh dari pekerjaan sebagai buruh ternyata masih rendah dan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Akibat belum terpenuhinya kebutuhan keluarga maka sebagian besar diantara mereka berada dalam taraf hidup yang rendah. Kondisi di atas diperkuat berdasarkan informasi di lapangan dari beberapa responden diantaranya yang menyatakan : Rln Selama ini penghasilan saya sebagai buruh tani sangat kecil dan terkadang belum mencukupi untuk membiayai keperluan keluarga, Ya maklumlah pendidikan saya hanya tamat SD saja. Jadi tidak bisa mencarai pekerjaan lain yang lebih baik. Apalagi sekarang ini usaha di bidang pertanian sedang sulit, jadi penghasilan saya jadi ikut berkurang. St Pekerjaan sebagai buruh tani itu sekarang ini hasilnya tidak tentu karena sekarang ini pengolahan sawah lahan pertanian sudah menggunakan alat traktor (mesin) sehingga jadi berkurang. Apalagi jumlah tanggungan keluarga saya banyak (4 orang) jadi terkadang penghasilan saya kurang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Sementara untuk mencari pekerjaan lain susah karena saya hanya tamat SD. Pekerjaan pesanggem sebagai buruh tani tentunya memerlukan lahan sebagai faktor produksi. Sebagai buruh tentunya mereka mengolah lahan yang bukan milik sendiri. Mereka biasanya mengolah lahan pertanian milik orang lain dengan sistem mertelu (hasil pertanian 2/3 untuk pemilik lahan dan1/3 untuk penggarap/ buruh tani). Dengan sistem pembagian hasil tersebut, mengakibatkan rendahnya kondisi penghasilan buruh tani, sehingga pada akhirnya menyebabkan mereka semakin semakin dalam taraf hidup yang sulit. Melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), Perum Perhutani melalui LMDH memberikan kesempatan kepada pesanggem (penggarap) di sekitar hutan untuk mengolah lahan di sekitar tegakan tanaman hutan dengan tanaman-tanaman palawija seperti jagung, singkong,pisang dan kacang tanah. Rendahnya kapasitas anggota pesanggem (penggarap) di sekitar hutan pangkuan LMDH Desa Glandang dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Rendahnya pengetahuan dan ketrampilan 98

118 Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi kelompok dengan pesanggem (penggarap) di sekitar hutan menunjukan bahwa sebagian besar memiliki pendidikan yang tergolong rendah. Sebagaian besar diantara mereka berpendidikan SD dan hanya sedikit yang berpendidikan menengah ke atas. Rendahnya pendidikan warga pesanggem (penggarap) di sekitar hutan berpengaruh terhadap mata pencaharian mereka. Oleh karena itu, sebagian besar diantara mereka hanya memiliki ketrampilan di bidang pertanian. Ketrampilan yang dimiliki warga pesanggem (penggarap) di bidang pertanian juga hanya terbatas pada penanaman, perawatan dan pemanenam tanaman yang hasilnya lamngsung dijual. Hal tersebut didukung oleh beberapa pernyataan responden sebagai berikut : Blm Pengetahuan dan ketrampilan yang saya miliki hanya berkaitan dengan pekerjaan sebagai buruh tani, seperti mencangkul, menanam dan memanen padi, Dengan bekal pengetahuan dan ketrampilan tersebut saya melakukan pekerjaan sebagi buruh tani dengan membantu menggarap sawah dari pemilik tanah sawah. Ts Disamping memiliki pengetahuan dan ketrampilan bidang pertanian, saya juga memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam pertukangan (bangunan). Pada saat setelah tanam dan menunggu panen biasanya saya mencari pekerjaan tambahan dengan pergi ke kota untuk menjadi buruh bangunan. Bj Karena pekerjaan saya sebagai buruh tani maka pengetahuan dan ketrampilan yang saya miliki adalah yang berkaitan dengan pengolahan lahan dan penanaman, perawatan dan pemanenan tanaman khusunya padi. Sementara itu melalui program PHBM, masyarakat mengharapkan agar pihak Perum Perhutani memberikan pelatihan ketrampian pengolahan hasil pertanian agar nilai jualnya menjadi bertambah sehingga penghasilan mereka dapat meningkat. Salah seorang responden bernama Tn menyatakan bahwa : Saya mengharapkan adanya program kerja LMDH yang memberikan pelatihan wirausaha industri rumahtangga serta memberikan modal usaha bagi kami sehingga dapat menerapkan ketrampilan berdagangnya untuk memasarkan hasil usahanya tersebut. a. Terbatasnya sumber pendapatan Rendahnya pengetahuan dan ketrampilan warga pesanggem (penggarap) mengakibatkan mereka hanya bisa menggantungkan sumber pendapatannya di bidang pertanian (buruh tani). Rendahnya penghasilan sebagai buruh tani 99

119 100 mengakibatkan mereka berada dalam kondisi dalam taraf hidup yang rendah, apalagi berkurangnya lapangan pekerjaan dalam pengolahan lahan pertanian yang sudah digantikan dengan peratan pertanian dengan sistem mesin (traktor), mengakibatkan makin rendahnya penghasilan mereka yang semakin tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Beberapa pernyataan responden yang menjelaskan rendanya penghasilan yang tidak mencukupi kebutuhan keluarga, antara lain : Snr Saat ini saya menjadi buruh tani dengan mengerjakan sawah yang dimiliki oleh orang lain. Dari pekerjaan sebagi buruh tani, penghasilan saya masih belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan pendidikan anak-anak. Untung saja istri saya membantu memperoleh penghasilan tambahan dari berjualan warung kecil-kecilan. Nur Karena penghasilan dari buruh tani tidak tentu, maka penghasilan yang saya peroleh belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluaarga. Untuk itu saya memanfaatkan kesempatan yang diberikan pihak Perum Perhutani untuk mengolah lahan sekitar hutan. Karena kebetulan saya juga sering ke hutan untuk mencari rumput dan kayu bakar. Pendapatan yang saya peroleh dari tanaman yang saya tanam di sekitar hutan juga lumayan dan bisa menambah pendapatan keluarga. Untuk menambah penghasilan/ pendapatan warga peanggem, maka melalui program PHBM pihak Perum Perhutani memberikan kesempatan kepada warga pesanggem (penggarap) di sekitar hutan untuk mengolah lahan-lahan sekitar hutan. Selain itu, biasanya jika tidak sedang mengolah lahan, warga masyarakat biasanya mencari sumber penghasilan lain dengan mengumpulkan kayu bakar dan daun-daun jati dari hutan, mencari perkerjaan serabutan lainnya atau mencari pekerjaan di kota dengan menjadi buruh bangunan. c. Terbatasnya kepemilikan aset Berdasarkan hasil observasi terhadap kondisi kehidupan pesanggem (penggarap) di sekitar hutan menunjukkan bahwa pesanggem (penggarap) memiliki aset yang sangat terbatas. Kondisi rumah mereka sebagian besar semi permanen dengan kondisi antara lain : - Sebagian diantara mereka hanya memiliki rumah gubug dan sebagian hanya tembok dibagian ruang tamu.

120 101 - Sebagian diantara mereka rumahnya berlantai tanah dan sebagian lagi berlantai plester semen. - Di ruang tamu hanya ada meja kursi sederhana dan tyidak memiliki TV. - Sebagian diantara mereka memiliki fasilitas MCK sementara sebagian lagi tidak memiliki fasilitas MCK. - Energi untuk memasak sehari-hari masih menggunakan kayu bakan. 2. Pengeloalaan Kepengurusan Lembaga Masyarakat desa Hutan (LMDH) di Desa Glandang dibentuk setelah melalui berbagai tahapan kegiatan, yaitu : - tahap awal yaitu sosialiasi program PHBM yang dilaksanakan oleh Perum Perhutani yang dihadiri oleh aparat desa, LPMD, BPD dan perwakilan pesanggem (penggarap) di sekitar hutan. Kegiatan ini dilakukan pada awal Oktober 2004 yang bertujuan untuk membuka wawasan pesanggem (penggarap) tentang program PHBM. - Kegiatan selanjutnya berupa pertemuan yang yang diselenggarakan aparat desa pada pertengahan bulan Oktober 2004 yang dihadiri oleh LPM, BPD dan perwakilan masyarakat desa di sekitar hutan. Kegiatan ini bertujuan untuk membentuk LMDH Desa Tonjong dan memilih kepengurusan LMDH Desa Glandang. Kegiatan ini berhasil membentuk LMDH Desa Glandang dengan nama Karya Lestari dan menyusun kepengurusan LMDH. - Pembentukan LMDH Karya Lestari dan kepengurusan tersebut kemudian di kukuhkan dalam Akte Notaris Nomor 81 Tanggal 30 Nopember 2004 tentang Akte Pendirian. Berkaitan dengan struktur kepengurusan beberapa informan menyatakan bahwa struktur kepengurusan dalam LMDH Karya Lestari telah mewakili unsur yang ada dalam masyarakat. Kr selaku perngkat Desa Glandang menyatakan : Pengurus LMDH diambil dari semua unsur dalam masyarakat. Dari unsur aparat bertujuan agar dapat berhubungan dengan pemerintah di tingkat kecamatan maupun kabupaten. Dari unsur organisasi LPMD dan BPD diharapkan dapat memimpin dan mengorganisir pesanggem (penggarap). SBD selaku Ketua LMDH juga menyatakan bahwa : Berkaitan dengan personel kepengurusan, bahwa secara umum sebenarnya personel kepengurusan sudah lengkap, artinya semua unsur yang terkait dalam pengelolaan sumberdaya hutan sudah terlibat. Perwakilan dari aparat desa dan organisasi lokal sudah ada, sedangkan yang menyangkut sasaran

121 102 utama program yaitu pesanggem (penggarap) sekitar hutan sudah terwakili dengan adanya pesanggem yang terlibat dalam kepengurusan. Berdasarkan pernyataan kedua informan diatas, maka dapat dijelaskan bahwa struktur kepengurusan dalam LMDH Karya Lestari ternyata telah terwakili unsur-unsur yang ada dalam masyarakat Desa Glandang. Namun disamping dari pernyataan kedua informan tersebut ada informan yang bernama Pln menyatakan : Pengurus LMDH hanya didominasi dari kelompok tertentu yang mendukung kelompok tertentu dalam pemerintahan desa, sehingga dalam struktur kepengurusan tidak mencerminkan adanya keterwakilan dari semua unsur yang ada di desa. Pernyataan tersebut didukung oleh Sht yang menyatakan bahwa : Personel kepengurusan LMDH hanya diambil dari orang-orang yang dekat kelompok tertentu yang ada di desa. Tidak adanya keterlibatan semua unsur dalam masyarakat desa mengakibatkan adanya kelompok tertentu yang tidak mendukung pelaksanaan kegiatan dan program kireja LMDH. Namun demikian kenyataan di lapangan menunjukkan saat ini kondisi kepengurusan LMDH dapat berjalan dengan aktif, namun dukungan dari pesanggem (penggarap) masih rendah, sehingga dalam setiap kegiatan pertemuan yang hadir sebagian besar hanya pengurus LMDH. Pertemuan pengurus dengan pesanggem (penggarap) yang diagendakan dilaksanakan setiap bulan tidak dapat berjalan. Tidak berjalannya kegiatan pertemuan bulanan tersebut dikarenakan kurang aktifnya pesanggem (penggarap) dan tidak adanya pendanaan untuk kegiatan tersebut. Administrasi kepengurusan, kas organisasi dan buku anggota tidak berjalan dengan baik, hal ini disebabkan tidak adanya pendanaan baik dari internal anggota dan belum bisanya pengurus dalam mengakses dana-dana yang bersumber dari pihak Perum Perhutani. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan Egt yang menyatakan bahwa : Pada awal kepengurusan telah dilakukan pendataan pesanggem (penggarap) yang dimungkinkan bisa menjadi anggota yang dilakukan oleh sekretaris LMDH, berkas tersebut sekarang masih tersimpan pada ketua. Sedangkan mengenai buku anggota dan agenda kegiatan sekarang masih disimpan oleh ketua LMDH juga. Adanya rasa keengganan dari pesanggem (penggarap) untuk membuat buku anggota, karena tidak adanya bedanya antara yang sudah punya buku anggota dengan yang belum punya buku anggota.

122 103 Walaupun secara umum kondisi kepengurusan LMDH berjalan, namun tugas dan dan fungsi dari masing-masing pengurus tidak berjalan sesuai dengan yang semestinya. Adanya ketidak percayaan antar pengurus, sehingga adanya rasa kecurigaan diantara pengurus. Aktivitas beberapa pengurus dan anggota pesanggem (penggarap) dalam melakukan pemeliharaan dan pengamanan tanaman hutan. Aktivitas tersebut dilakukan pesanggem (penggarap) karena mereka juga sekaligus mengelola lahan sekitar hujan dengan tanaman palawija (singkong, pisang, kacang tanah, jagung dan padi). Pesanggem (penggarap) disamping mengolah lahan sekitar hutan mereka juga sekaligus merawat dan menjaga tanaman pokok hutan. Hal tersebut seperti diungkapkan Str yang merupakan salah satu pengurus LMDH yang menyatakan : Program PHBM melalui LMDH telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada masyarakat untuk mengelola lahan sekitar hutan dengan tanaman yang menghasilkan dan hasilnya bisa dimanfaatkan oleh pesanggem (penggarap) sebagai tambahan pendapatan bagi mereka. Disamping itu juga Perum Perhutani mengharapkan kepada pesanggem (penggarap) agar ikut menjaga dan merawat hutan. Karena masyarakat merasakan mendapat manfaat maka mereka secata bertanggung jawab dan sukarela ikut menjaga dan merawat hutan. 3. Kepemimpinan Sebagai suatu kelembagaan lokal yang ada di Desa Glandang, pemilihan pemimpin (ketua LMDH) didasarkan pada unsur kepemimpinan yang tumbuh dan berkembang di Desa Glandang. Selain itu juga didasarkan pada persyaratan untuk menjadi pengurus dan ketua LMDH yang tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga LMDH Karya Lestari Desa Glandang, yaitu : - Penduduk Desa Glandang dibuktikan dengan Kartu tanda penduduk (KTP) - Berdomisili di Desa Glandang sekurang-kurangnya 3 bulan - Menyetujui dan menerima AD/ ART LMDH - Terdaftar dalam buku anggota LMDH - Peduli dengan kelestarian hutan Berdasarkan hasil pertemuan yang dilaksanakan pada pertengahan bulan oktober 2004 yang bertujuan untuk membentuk LMDH, memilih ketua dan kepengurusan LMDH Desa Glandang. Maka terbentuklah kepengurusan LMDH

123 104 Karya Lestari Desa Glandang yang diketua oleh Bapak Sri Budi S. Terpilihnya Bapak Sri Budi S. Sebagai ketua LMDH didasari oleh adanya pertimbanganpertimbangan seperti tersebut diatas, antara lain : - Berdasarkan AD/ ART memenuhi persyaratan untuk menjadi ketua dan pengurus LMDH - Merupakan salah satu figur tokoh masyarakat yang telah diakui dan dipercaya kepemimpinannya oleh pesanggem (penggarap). - Memiiki tingkat pendidikan yang dianggap tinggi dalam masyarakat yang berprofesi sebagai PNS pada lingkungan Dinas Kehutanan Kabupaten Pemalang, yang dianggap merupakan tokoh yang berpengaruh dalam masyarakat. Pertimbangan-pertimbangan di atas juga diperkuat pernyataan Em yang menyatakan bahwa : Pada pertemuan tersebut akhirnya terpilih Bapak Sri Budi S. sebagai ketua LMDH. Pemilihan tersebut didasari karena beliau merupakan figur tokoh masyarakat yang dianggap mampu oleh pesanggem untuk memimpin LMDH. Beliau merupakan PNS yang bertugas di Dinas Kehutanan Kabupaten Pemalang, sehingga dianggap tahu tentang kelembagaan LMDH. Walaupun ketua dan pengurus sudah terbentuk dengan kondisi kepemimpinan ketua yang dianggap representatif dan didukung oleh semua unsur dalam masyarakat, namun belum mampu mengantarkan kelembagaan LMDH kearah peningkatan. Berdasarkan informasi dari Bapak Egt salah seorang anggota pengurus LMDH, mengatakan bahwa kondisi kepengurusan saat ini adanya ketidak percayaan terhadap ketua LMDH disebabkan karena ketidak jujuran ketua yang pernah dilakukan dalam pengelolaan uang hasil penjualan kayu tanaman hutan yang menjadi hak pengelolaan LMDH Desa Glandang. Walaupun adanya dukungan dan partisipasi pengurus dan anggota pesanggem, namun terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan LMDH antara lain : - Pertemuan rutin bulanan pengurus dan anggota tidak dapat dijalankan karena tidak adanya dana kas LMDH dan rendahnya partisipasi pesanggem terhadap kehadiran pertemuan tersebut. Pengurus belum bisa menggali dan

124 105 menggalang dana anggota serta mengakses dana-dana yang bisa diperoleh dari Perum Perhutani. - Sebenarnya pihak pengurus pernah mencoba menggerakkan pesanggem dalam upaya melakukan Pamswakarsa patroli pengamanan hutan. Tapi kegiatan ini kurang berjalan lancar karena tidak adanya dana operasional. 4. Manajemen Norma/ aturan dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Karya Lestari diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga LMDH Karya Lestari Desa Glandang. Dalam AD/ ART tersebut diatur mengenai hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab bagi pengurus dan anggota LMDH (lihat lampiran). Pelaksanaan aturan-aturan dalam AD/ ART belum dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Anggota pesanggem (penggarap) belum memenuhi kewajiban untuk menyetor iuran yang sudah ditentukan dalam anggaran rumah tangga LMDH. Demikian juga anggota pengurus belum melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan ketentuan yang ada dalam anggaran rumah tangga. Dalam pelaksanaan program PHBM, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Karya Lestari Desa Glandang, bekerjasama dengan berbagai pihak dan mengelola sumberdaya hutan. Kerjasama tersebut dilakukan dengan berbagai pihak, antara lain : a. Kerjasama dengan Perum Perhutani Kerjasama antara LMDH Karya Lestari Desa Glandang dituangkan dalam Surat Perjanjian Kerjasama PHBM antara Perum Perhutani dengan LMDH Karya Lestari Desa Glandang Nomor : 102, tanggal 30 Nopember 2004, Perjanjian ini merupakan kegiatan kerjasama PHBM secara menyeluruh pada petak-petak hutan pangkuan dalam wilayah Desa Glandang. Dalam perjanjian kerjasama tersebut juga disebutkan hak dan kewajiban dari masing-masing pihak (LMDH dan Perum Perhutani) dan mekanisme berbagi dengan nilai dan proporsi berbagi yang telah ditentukan dari hasil pengelolaan sumberdaya hutan (lihat lampiran). Walaupun surat perjanjian dengan Akta Notaris tersebut telah diputuskan secara bersama-sama antara pengurus LMDH dengan pihak Perum Perhutani,

125 106 namun dalam pelaksanaan kerjasama tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya dikarenakan kondisi LMDH dan kepengurusan LMDH yang masih belum mampu mengimplementasikan, perlu adanya pembinaan dan pengawasan dalam mengemplementasikan program kegiatannya. b. Kerjasama dengan pemerintah desa. Kerjasama yang dilakukan oleh LMDH dengan pemerintah desa pernah dilakukan pada awal pembentukan LMDH. Bentuk kerjasama yang dilakukan adalah kejasama dalam upaya mengakses sumber-sumber yang berasal dari pemerintah daerah. Kerjasama yang pernah dilakukan adalah bersama-sama dalam kegiatan program penghijauan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten. c. Kerjasama dengan pihak yang berkepentingan Kerjasama yang telah terjalin dengan pihak yang berkepentingan adalah dengan PG. Sumberharjo Pemalang dalam bentuk penanaman pohon tebu dengan luas area tanaman 38 hektar. Kerjasama dengan PT. Accor adalah berupa penanaman pohon sengon, dengan luas area tanaman 25 hektar. Kerjasama dengan PKHR (Pusat Kajian Hutan Rakyat) UGM Yogyakarta, berupa penanaman pohon sengon seluas 3 hektar.

126 VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM Latar Belakang Rancangan Program Guna menjawab permasalahan pokok kajian ini yaitu bagaimana strategi yang dapat menguatkan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM telah dilakukan serangkaian kajian mulai dari pemetaan sosial desa, evaluasi program pengembangan masyarakat dan analisis penguatan kapasitas LMDH dan efektivitas PHBM, serta analisis faktor-faktor yang berkaitan dengan penguatan kapasitas kelembagaan LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM. Dari serangkaian kajian tersebut, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang menghambat terjadinya penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM dalam proses perencanaan program pengembangan masyarakat. Permasalahan-permasalahan yang telah teridentifikasi berasal dari faktorfaktor yang selama ini menghambat terselenggaranya penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM. Oleh karena itu, agar dapat menyelesaikan permasalahan pokok kajian, maka dipandang perlu merancang program pengembangan masyarakat dalam upaya penguatan kapasitas kelembagaan LMDH dan efektivitas PHBM. Dalam upaya menyelesaikan permasalahan yang dialami LMDH Desa Glandang dan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan baik oleh masyarakat anggota LMDH sendiri bersama LMDH maupun pihak di luar masyarakat anggota LMDH dan LMDH, seperti LSM, fasilitator/ pendamping, pemerintah desa, pemerintah kecamatan, pemerintah kabupaten, Perum Perhutani atau pemerintah pusat. Menurut prioritas permasalahan, dan upaya-upaya pemecahan tersebut ada yang segera harus dilakukan saat itu juga dan ada pula yang harus dilakukan secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Apabila seluruh upaya pemecahan tersebut dapat dilakukan secara simultan, diharapkan tujuan kajian ini dapat tercapai. Salah satu faktor pendukung penguatan kapasitas LMDH adalah adanya kesempatan untuk melaksanakan program-programnya dan dukungan dari

127 108 berbagai pihak, serta adanya kebutuhan akan peningkatan kemampuan kinerja dari pengurus LMDH. Dengan adanya jaringan koalisi dan komunikasi semua pelaku yang ada melalui kelembagaan yang ada, menjadi dasar keberhasilan program. Kenyataan di atas mengindikasikan bahwa struktur akses dan kontrol sumberdaya hutan belum memberikan arah akses kepada pesanggem (penggarap) untuk mengelola hutan secara partisipatif, atas kemitraan, keterpaduan, ketersediaan, dan sistem sharing. Program PHBM dalam proses pengembangan masyarakat untuk mewujudkan kelembagaan LMDH sebagai wadah perjuangan LMDH belum dijadikan isntrumen membangun kebersamaan, kepedulian, dan tanggug jawab bersama serta menggali nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kemasyarakatan, namun sebaliknya pesan-pesan moral terlupakan oleh kepentingan-kepentingan pribadi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diusung oleh LMDH sehingga upaya pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dari golongan bawah dapat terabaikan. Untuk itu diperlukan penataan struktur akses dan kontrol SDA hutan, untuk perbaikan taraf hidup pesanggem (penggarap). Upaya pemecahan masalah lain yang tidak dituangkan di dalam rancangan program, akan direkomendasikan di dalam kebijakan lokal melalui pemerintah desa, kebijakan pemerintah kecamatan, dan pemerintah kabupaten, serta pihakpihak lain yang terkait dalam sumber daya alam hutan. 7.2 Tujuan dan Sasaran Tujuan disusunnya rancangan program ini adalah untuk meningkatkan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM. Rancangan program ini merupakan rangkaian strategi yang diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat pesanggem (penggarap)/ petani hutan. Sasaran rancangan program ini pada dasarnya adalah masyarakat Desa Glandang, pengurus LMDH, Perum Perhutani, kelompok masyarakat, kelembagaan lain yang ada di desa, dan aparat desa. 7.3 Program Aksi Program aksi dalam kajian ini merupakan hal yang diperlukan dalam upaya tercapainya tujuan kajian ini yaitu terwujudnya peningkatan taraf hidup pesanggem (penggarap) dalam program PHBM melalui LMDH, maka disusun

128 109 upaya-upaya penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM. Upaya-upaya tersebut disusun dalam bentuk rancangan program sebagaimana yang disajikan pada tabel 10. Dalam setiap program yang dirancang, dalam pelaksanaannya nanti harus ada penanggung jawabnya sesuai dengan peran dan fungsinya di masyarakat. Setiap pelaksanaan program perlu didukung oleh pihak lain yang berkompeten, sehingga pelaksanaan program tersebut nantinya akan berhasil sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Untuk pembiayaan pelaksanaan program dapat diupayakan dari berbagai sumber, seperti swadaya masyarakat, APB Desa, APBD atau Swasta. Rencana program penguatan kapasitas LMDH dan efektivitas PHBM untuk merubah taraf hidup pesanggem (penggarap) dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 : Rancangan Program Penguatan Kapasitas LMDH dan Peningkatan Efektivitas PHBM di Desa Glandang. Program Tujuan Sasaran 1. Penguatan kapasitas LMDH : Restrukturisasi kelembagaan LMDH -Meningkatkan kwalitas pengurus LMDH -Penataan keanggotaan. -Pergantian pengurus. -Pengurus LMDH Desa Glandang Penanggung Jawab Pelaksana -Pengurus LMDH -FK.PHBM Desa Pendukung -Perum Perhutani -Pemda Pelatihan manajemen bagi pengurus dan anggota -Perbaikan kinerja LMDH -Pengurus LMDH -Anggota LMDH -Pengurus LMDH -FK.PHBM Desa -Perum Perhutani 2.Peningkatan Efektivitas PHBM : Penataan struktur akses dan kontrol SDA hutan Pegawasan manajemen LMDH -Perbaikan taraf hidup pesanggem (penggarap) -Perbaikan manajemen LMDH. -Ketegasan sanksi bagi LMDH -Anggota LMDH -Pengurus LMDH -Pengurus LMDH -FK.PHBM Desa -FK.PHBM Desa - Perum Perhutani - Perum Perhutani

129 110 Program harus mendapat dukungan dari pihak lain, dalam hal ini dukungan dari pesanggem (penggarap) serta dukungan dari pihak pemerintah desa, karena tanpa dukungan pihak lain, program tersebut tidak akan berhasil. Adapun sumber pembiayaan pelaksanaan program dapat berasal dari berbagai sumber, seperti swadaya masyarakat, LMDH atau dana stimulan yang didapat dari desa dan pihak swasta melalui kemitraan. Proses perencanaan program dilakukan melalui diskusi kelompok dengan mempertimbangkan tahapan analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Diskusi dilakukan pada tanggal 3 Nopember 2007 di rumah bapak Budi, diikuti oleh 15 orang peserta, yang terdiri dari anggota dan pengurus, FK.PHBM Desa, serta pendamping dari pemerintah desa. 7.4 Rancangan Program Restrukturisasi LMDH Kelembagaan LMDH merupakan lembaga swadaya masyarakat yang dibentuk oleh masyarakat Desa Glandang dengan misi pengelolaan sumberdaya hutan pangkuan Desa Glandang yang mengarah kepada peningkatan ekonomi masyarakat dan keseimbangan ekologi. Walaupun sudah dibentuk melalui proses pelembagaan dari komunitas, namun sebagian besar dari pengurus LMDH merupakan bagian dari satu kelompok tertentu yang ada di Desa Glandang. Susunan pengurus untuk pertama kalinya dipilih melalui musyawarah yang dilaksanakan oleh pemerintah desa dan selanjutnya dipilih dari dan oleh para anggota LMDH pada rapat anggota. Dari hasil musyawarah telah terpilih sebagai ketua LMDH yaitu Bpk. SBP, dan ternyata ketua terpilih mempunyai hubungan kekerabatan dengan pejabat di pemerintahan Desa Glandang. Demokrasi yang dibangun pada saat pemilihan pengurus adalah demokrasi terarah, yaitu diarahkan oleh kelompok tertentu. Belajar dari pengamatan pelaksanaan program pengembangan masyarakat di Desa Glandang, bahwa kelembagaan kelompok masyarakat yang terbentuk hanya sekedar memenuhi persyaratan ketentuan program, maka untuk keberhasilan pelaksanaan program pengembangan masyarakat, kelembagaan LMDH ini perlu adanya restrukturisasi Tujuan, agar kelembagaan LMDH berbasisis komunitas untuk peningkatan taraf hidup pesanggem (penggarap) menjadi kuat. Dengan kuatnya ikatan di dalam kelompok pesanggem (penggarap), dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dalam meningkatkan kinerja pengurus LMDH sehingga pada

130 111 akhirnya dapat meningkatkan partisipasi pesanggem (penggarap) dalam kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat. Sasaran, meningkatkan kualitas pengurus LMDH dan penataan keanggotaan LMDH, dan pergantian pengurus. Strategi, restrukturisasi kelembagaan dilakukan dengan strategi sebagai berikut : 1) pergantian pengurus LMDH, yang tidak aktif dan menghambat kinerja LMDH, 2) penataan keanggotaan LMDH, dengan memprioritaskan pada keanggotaan yang berasal dari Desa Glandang, 3) Penguatan kelembagaan LMDH dengan mengadakan petemuan rutin yang membahas kemajuan organisasi, dan berkoordinasi dengan instansi terkait yang dapat memajukan organisasi LMDH seperti pelatihan, pendampingan dan sebagainya. Fasilitator, program restrukturisasi kelembagan LMDH ini difasilitasi oleh fasilitator dari pengurus LMDH dan FK. PHBM Desa Glandang. 7.5 Rancangan Program Pelatihan Manajemen bagi Pengurus dan Anggota LMDH. LMDH adalah lembaga yang berdiri di desa yang berbatasan dengan hutan negara dan masyarakatnya berinteraksi langsung dengan hutan yang didirikan atas kesepakatan bersama dan perwakilan dari masyarakat untuk tujuan pelestarian hutan, dengan beranggotakan masyarakat dari desa tersebut. Maksud dan tujuan LMDH adalah sebagai wadah penyalur aspirasi masyarakat, mengenai kelestarian sumber daya hutan, sebagai wadah/ kegiatan dalam rangka aktivitas sumber daya hutan Fungsi LMDH adalah mengelola sumber daya hutan yang meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan pemungutan hasil hutan serta bagi hasil hutan secara adil dan proporsional. Membangun, merehabilitasi/ mengganti dan memelihara di wilayah kawasan hutan agar tetap terjaga kelangsungan fungsi dan manfaat sumber daya hutan untuk diwujudkan secara optimal. Menjaga keamanan sumber daya hutan terhadap bahaya-bahaya yang diakibatkan karena pencurian, kebakaran dan bahaya-bahaya yang ditimbulkan karena ulah manusia lain yang tidak bertanggung jawab. Melaksanakan usaha-usaha lain yang sah dan dapat dipercaya guna menunjang tercapainya kelestarian hutan. Keberlanjutan LMDH sangat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal, sehingga sampai saat ini keragaan LMDH dari perkembangan pengelolaan dan pengolahan lahan

131 112 petak hutan mengalami peningkatan, tetapi peningkatan tersebut tidak diimbangi oleh perbaikan manajemen organisasi LMDH dan peningkatan kinerja LMDH. Ketua LMDH mengerjakan/ mengambil alih tugas-tugas anggota pengurus yang lain, diantaranya tugas bendahara dan tugas sekretaris, hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Bpk. EL pada saat pengkaji mencari data sekunder, semua data yang berkaitan dengan LMDH disimpan oleh ketua. Demikian juga dengan tugas bendahara, seperti disampaikan oleh Bpk. AM bahwa hal yang berkaitan dengan dana harus berhubungan dengan ketua. Berdasarkan permasalahan yang dialami oleh LMDH, maka diperlukan program penguatan kapasitas kelembagaan LMDH berbasis komunitas untuk penguatan kapasitas LMDH, melalui pelatihan manajemen dan organisasi bagi pengurus dan anggota LMDH. Tujuan, agar kelembagaan LMDH berbasisis komunitas untuk peningkatan taraf hidup pesanggem (penggarap) menjadi kuat. Sasaran, meningkatkan pengetahuan peserta tentang manajemen dan organisasi LMDH melalui perencanaan partisipatif. Strategi, strategi pelatihan yang digunakan adalah metode pembelajaran partisipatif dengan memberikan suasana belajar secara aktif melalui pembahasan kasus, role play, simulasi, serta pemecahan masalah. Penerapan strategi ini ditunjang dengan bahan mengenai bahasan yang akan diberikan. Fasilitator, program pelatihan ini difasilitasi oleh fasilitator dari Perum Perhutani dan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pemalang yang memiliki pengetahuan dan pengalaman dalam manajemen program PHBM melalui LMDH. 7.6 Rancangan Program Penataan Struktur Akses dan Kontrol SDA Hutan Pogram PHBM yang emplementasinya dilaksanakan melalui LMDH memberikan harapan besar terhadap peningkatan taraf hidup pesanggem (penggarap), namun berdasarkan evaluasi program yang peneliti lakukan masih dijumpai adanya kelemahan-kelemahan yaitu : rendahnya kwalitas pengurus, keanggotaan/ peserta tidak mengutamakan dari warga desa setempat, rendahnya pengawasan di lapangan, tidak adanya ketegasan sanksi bagi LMDH yang lalai dalam kewajiban, belum adanya pemerataan ekonomi bagi pesanggem (penggarap), dan belum mengarah pada penanganan keluarga pesanggem yang miskin secara optimal.

132 113 Kenyataan di atas mengindikasikan bahwa struktur akses dan kontrol sumberdaya hutan belum memberikan arah akses kepada pesanggem (penggarap di sekitar hutan sesuai dengan peran dan fungsinya untuk mengelola hutan secara partisipatif, atas kemitraan, keterpaduan, ketersediaan, dan sistem sharing. Program PHBM dalam proses pengembangan masyarakat untuk mewujudkan kelembagaan LMDH sebagai wadah perjuangan LMDH belum dijadikan isntrumen membangun kebersamaan, kepedulian, dan tanggug jawab bersama serta menggali nilai-nilai luhur kemanusiaan dan kemasyarakatan, namun sebaliknya pesan-pesan moral terlupakan oleh kepentingan-kepentingan pribadi yang bertentangan dengan nilai-nilai yang diusung oleh LMDH sehingga upaya pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dari golongan bawah dapat terabaikan. Tujuan, berdasarkan hasil evaluasi kegiatan pengembangan masyarakat bahwa pelaksanaan PHBM di Desa Glandang dinilai masih belum efektif. Untuk itu diperlukan penataan struktur akses dan kontrol SDA hutan, untuk perbaikan taraf hidup pesanggem (penggarap). Sasaran, sasaran penataan struktur akses dan kontrol SDA hutan adalah para pesanggem yang memerlukan perbaikan taraf hidup. Strategi, dalam upaya meningkatkan efektivitas PHBM dalam proses pelaksanaan program pengembangan masyarakat, strategi yang dapat dilakukan adalah perbaikan struktur akses dan kontrol sumberdaya alam hutan, melalui kegiatan sebagai berkut : Dalam struktur Kelembagaan, meningkatkan kualitas pengurus, pelatihan dan pergantian pengurus. Keanggotaan/ peserta diutamakan dari desa yang bersangkutan. Perlunya terobosan mandiri dari LMDH, modal berasal dari hasil sharing/ kredit Perum Perhutani. Dibentuknya satuan pengawas intern di LMDH. Dalam struktur Perum Perhutani, membuka peluang kegiatan lainnya untuk mengikut sertakan LMDH dalam pengelolaan hutan (seperti : pemberdayan, pembuatan persemaiann, jasa penebangan, angkutan dan survey). Peningkatan pengawasan di lapangan. Ketegasan sanksi bagi LMDH yang lalai dalam kewajiban. Dalam struktur Pemerintah Daerah/ Dinas Terkait, peningkatan keterpaduan masing-masing dinas terkait dalam pemberdayaan LMDH. Memberikan pelatihan usaha-usaha produktif bagi LMDH.

133 114 Fasilitator, program penataan struktur akses dan kontrol SDA hutan difasilitasi oleh Perum Perhutani, FK.PHBM Desa da pengurus LMDH. 7.7 Rancangan Program Pengawasan Manajemen LMDH Berdasarkan evaluasi program yang peneliti lakukan masih dijumpai adanya kelemahan dalam manajemen LMDH, sehinga perlu dilakukan adanya program pengawasan terhadap manajemen LMDH. Tujuan, pengawasan dilaksanakan dengan tujuan perbaikan manajemen untuk memberikan arah terhadap perjalanan LMDH di dalam melaksanakan tugasnya agar didalam menjalankan roda organisasi tidak menyimpang dari ketentuan yang berlaku dalam LMDH. Dari proses awal pemilihan pengurus dan anggota pengurus ternyata sudah diwarnai adanya unsur politik lokal, hal ini sudah memberikan dampak negatif terhadap manajemen LMDH. Sehingga dalam perjalanannya PHBM di Desa Glandang belum berjalan secara efektif. Sasaran, sasaran pengawasan adalah pengurus LMDH agar didalam mengelola LMDH sesuai dengan manajemen organisasi yang baik. Strategi, pengawasan dapat dilakukan secara periodik setiap bulan dan atau setiap tiga bulan sekali dengan menurunkan tim pengawas baik dari dinas/ instansi terkait sebagai pembina tekhnis di bidang pengelolaan sumberdaya hutan di kabupaten ke LMDH. Serta tidak kalah pentingnya adanya peran aktif dari lembaga yang ada di pemerintahan desa untuk ikut serta dalam monitoring dab pengawasan pelaksanaan kegiatan LMDH di Desa Glandang. Fasilitator, program pengawasan manajemen LMDH difasilitasi oleh Perum Perhutani dan FK.PHBM Desa Glandang.

134 VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Kesimpulan Dari hasil kajian tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) (suatu kajian penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM di Desa Glandang Kecamatan Bantarbolang Kabupaten Pemalang, berdasarkan pembahaan yang telah diuraikan yang disesuaikan dengan tujuan kajian, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : a. Peran PHBM yang implementasi dilakukan melalui LMDH memberikan akses kepada pesanggem (penggarap) untuk mengelola hutan secara partisipatif dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional telah mampu memberikan dampak positif terhadap perubahan taraf hidup pesanggem (penggarap) di Desa Glandang. Hanya pada tahap implementasinya masih diperlukan serangkaian langkah penyempurnaan. Rancangan dan pelaksanaan program pengembangan masyarakat yang melibatkan masyarakat secara partisipatif memerlukan waktu yang lebih fleksibel dan secara simultan dengan melibatkan berbagai stakeholders yang terlibat dalam program PHBM. LMDH Desa Glandang merupakan kelembagaan yang dibentuk atas dasar prakarsa dan inisitatif warganya sendiri untuk mengelola sumberdaya alam hutan dan meningkatkan taraf hidup pesanggem (penggarap). Namun, kinerja LMDH Desa Glandang belum optimal, sehingga upaya menggerakkan seluruh komponen masyarakat untuk berpartisipasi dalam menjalankan program-program LMDH belum dapat diwujudkan secara optimal. Guna mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut perlu dilakukan penguatan kapasitas kelembagaan LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM. b. Efektivitas program dalam PHBM belum memanfaatkan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kelembagaan di Desa Glandang. Faktor pendorong peningkatan efektivitas PHBM adalah adanya pelibatan aspiratif dan prakarsa pesanggem, peningkatan ekonomi pesanggem dan peletarian

135 116 SDA hutan, dan memberikan peluang kerja, serta memotivasi penggalian potensi pesanggem. Dengan adanya jaringan koalisi dan komunikasi semua pelaku yang ada melalui kelembagaan yang ada, menjadikan program PHBM melalui LMDH dapat berhasil. c. Berkaitan dengan kapasitas LMDH di Desa Glandang, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan masih rendahnya kapasitas LMDH. Rendahnya kapasitas LMDH tersebut ditandai dengan kondisi rendahnya SDM kepengurusan, kepemimpinan yang belum mengakar, rendahnya tingkat partisipasi pesanggem (penggarap) dan pengurus terhadap norma/ aturan yang ada, dan masih terbatasnya jaringan kerjasama LMDH dengan lembaga lain. yang kesemuanya belum berjalan sesuai dengan fungsi dan perannya sebagai perwakilan pesanggem (penggarap) dalam program PHBM. d. Kinerja LMDH yang terbentuk selama ini masih belum cukup berkemampuan (mandiri) dalam menumbuh kembangkan kapasitasnya sendiri untuk melayani tuntutan kebutuhan nyata dari dinamika pembangunan di masyarakat. Hal ini dipengaruhi berbagai faktor dalam proses program pengembangan masyarakat, yaitu : rendahnya kwalitas pelayanan LMDH, LMDH belum mampu mengelola organisasi LMDH dengan baik, Kepemimpinan belum mencerminkan keterwakilan seluruh anggota pesanggem dan belum mengakar, manajemen LMDH belum menerapkan prinsip-prinsip manajemen sebagaimana mestinya. e. PHBM melalui LMDH dalam upaya merubah taraf hidup pesanggem (penggarap) dalam mewujudkan program pengembangan masyarakat, strategi yang dapat dilakukan adalah penguatan kapasitas kelembagaan LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM. Upaya-upaya tersebut selanjutnya dijabarkan melalui program-program yang dirancang bersama masyarakat, yaitu : 1) Restrukturisasi kelembagaan LMDH, 2) Pelatihan manajemen dan organisasi bagi pengurus dan anggota LMDH, 3) Penataan struktur akses dan kontrol SDA hutan, dan 4) Pengawasan manajemen LMDH.

136 Rekomendasi Kebijakan Guna mencapai hakekat LMDH yang mandiri, yaitu mengacu pada kedudukan LMDH yang diharapkan : 1) sebagai wadah masyarakat merumuskan dan melaksanakan program yang berkaitan dengan masalah pengelolaan sumber daya hutan dan peningkatan taraf hidup masyarakat dengan konteks pembelajaran dalam proses pengembangan masyarakat melalui proses yang demokratis, transparan, akuntabel, partisipatif dan desentralisasi, 2) sebagai tempat berkumpul wakil-wakil masyarakat untuk membentuk wadah pimpinan kolektif, untuk bermusyawarah mengambil kebijakan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat dan 3) sebagai wahana masyarakat untuk menyuarakan aspirasinya, maka diperlukan sosialisasi baik kepada jajaran internal Perum Perhutani maupun kepada pihak-pihak eksternal utamanya masyarakat desa hutan. Proses ini ini tidak bisa dilakukan hanya satu kali karena harus bertahap dari memberikan pengetahuan, menumbuhkan pemahaman, hingga terbentuknya kesadaran. Guna mewujudkan efektivitas dalam implementasi PHBM, maka diperlukan pemahaman yang merata baik dalam tubuh Perum Perhutani sendiri maupun segenap stakeholders melalui sosialisasi, menghilangkan anggapan bahwa PHBM adalah milik Perum Perhutani sehingga keterlibatan stakeholders akan optimal, peningkatan kualitas SDM masyarakat desa yang terbatas yang berakibat pada kualitas organisasi, melalui pendampingan maupun pelatihanpelatihan yang dilakukan, Penerapan manajemen yang tegas dinyatakan sebagai perwujudan spirit penyelamatan hutan, dengan perbaikan kinerja LMDH, memodifikasi tugas pengamanan, dan perbaikan kinerja dan kualitas komunikasi publik dengan adanya keterbukaan dan kejujuran. Oleh karena itu, disadari bahwa keberhasilan setiap program yang akan dilaksanakan sangat tergantung dari peran serta dan dukungan setiap komponen masyarakat yang terlibat di dalamnya. Dengan demikian diharapkan akan dapat dihasilkan suatu sinergi positif bagi penguatan kapasitan LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM dalam proses pelaksanaan program pengembangan masyarakat. Belajar dari pelaksanaan proses perencanaan program pengembangan masyarakat yang pernah dilaksanakan di Desa Glandang, merupakan pembelajaran yang sangat berharga bagi berbagai pihak terutama yang berkepentingan dalam program pengembangan masyarakat. Berbagai program pengembangan masyarakat selayaknya dirancang mengikuti kebijakan otonomi

137 118 daerah berdasarkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam program pengembangan masyarakat seperti Demokrasi, partisipasi, transparansi dan akuntabilitas, dan desentralisasi. Program pengembangan masyarakat seharusnya merupakan media pembelajaran dan pengembangan kemampuan para pelaku pembangunan, serta media mewujudkan masyarakat sebagai penggagas dalam sebuah kegiatan pembangunan dan juga diarahkan pada penyelenggaraan pemerintah yang baik. Harapannya, konsep perencanaan partisipatif dari program pengembangan masyarakat nantinya dapat diterapkan ke dalam sistem perencanaan program pembangunan di desa. Namun, pada kenyataannya sistem perencanaan pembangunan yang berlaku sampai dengan saat ini tidak jauh berbeda dengan sistem perencanaan pada waktu sebelum berlakunya otonomi daerah. Kenyataan ini menunjukkan bahwa harapan terjadinya pembelajaran bagi pelaku pembangunan di tingkat desa belum terwujud. Dalam melaksanakan kegiatannya LMDH hanya mendapatkan dana dari swadaya masyarakat dan beberapa mitra yang menjalin kerjasama dengan LMDH. Berdasarkan hal tersebut, dapat disarankan kepada pemerintah desa, pemerintah kecamatan, pemerintah kabupaten, pemerintah propinsi, dan pemerintah pusat dapat memberikan dukungan keuangan untuk menyelaraskan waktu perencanaan dan pelaksanaan program pengembangan masyarakat Berdasarkan kajian ini, diperoleh hasil bahwa tujuan program kurang dapat tercapai karena berbagai faktor penghambat dalam pelaksanaannya khususnya dalam implementasi program, sehingga diperlukan upaya-upaya untuk mengatasinya melalui program-program yang dirancang untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM dalam proses perencanaan program pengembangan masyarakat. Dalam rangka penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM di Desa Glandang telah disusun rencana program aksi yang melibatkan unsur pengurus dan anggota LMDH, pemerintah desa, pemerintah kecamatan, pemerintah kabupaten dan Perum Perutani. Untuk mendukung terlaksananya program aksi tersebut, maka perlu adanya rekomendasi kepada pihak-pihak tersebut, yaitu : 1. Bagi Pengurus dan anggota LMDH. - Meningkatkan kinerja diantara pengurus dan anggota dalam merealisasikan program LMDH dan menguatakan kapasitas LMDH.

138 119 - Menggali potensi-potensi sumberdaya alam (lahan hutan dengan segala potensinya) dan sumberdaya manusia (pengurus dan anggota) dalam upaya mengembangkan kegiatan LMDH. - Meningkatkan dukungan dan kerjasama yang saling menguntungan dengan Perum Perhutani dan pihak yang berkepentingan (pihak ketiga). - Bersama aparat desa berupaya menggalang dukungan (baik pembinaan maupun pendanaan). 2. Bagi Pemerintahan Kabupaten Pemalang. - melalui kebijakan daerahnya dalam merancang program pengembangan masyarakat yang lebih memberikan kesempatan bagi pesanggem (penggarap) melalui LMDH untuk berpartisipasi mulai tahap perencanaan program dengan pengambilan keputusan, serta menyediakan anggaran yang memadai untuk program pengembangan masyarakat pesanggem (penggarap) melalui LMDH. - Selain itu, koordinasi antar instansi dalam perencanaan dan pelaksanaan program pengembangan masyarakat serta koordinasi dengan berbagai pihak termasuk swasta dan LSM dalam program pengembangan masyarakat bagi pesanggem (penggarap) melalui LMDH dapat lebih ditingkatkan. 3. Bagi Perum Perhutani - Memberikan pendampingan kepada LMDH dalam rangka mengembangkan LMDH dalam merealisasikan program kerja. - Memberikan dukungan yang bisa diberikan Perum Perhutani bagi penguatan kapasitas LMDH - Bersama-sama LMDH dan aparat desa melakukan upaya evaluasi pelaksanaan kerjasama pengelolaan sumberdaya hutan dalam program PHBM, terutama berkaitan dengan pencapaian dalam rangka penguatan kapasitas LMDH, peningkatan efektivitas PHBM dan perubahan taraf hidup pesanggem (penggarap) melalui kebijakan perusahaan kiranya dapat melalukan monitoring dan evaluasi terhadap aktivitas LMDH Glandang dalam memberikan pelayanan dan pengelolaan sumberdaya hutan di panguan LMDH Glandang kepada pesanggem (penggarap).

139 DAFTAR PUSTAKA 120 Adam, Imam, 2007, Dialog Hutan Jawa, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Adimihardja, K. dan Harry Hikmat, 2001, Participatory Research Appraisal : Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora Utama Press, Bandung. Chambers, Donald E, 2000, Social Policy and Social Program : A Method For Practical Public Policy Analys, Allyan and Bacon, Boston. Daftar Isian Tingkat Perkembangan Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, Daftar Potensi Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, 2007 Dharmawan Arya, Adiwibowo Soeryo, 2006, Ekologi Manusia, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Didik S, 2000, Hutan Rakyat di Jawa, Peranannya dalam Perekonomian Desa, Program Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM), Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. FK.PHBM Pemalang, 2004, Panduan PHBM Kabupaten Pemalang, Pemalang. Gunardi, Agung Sarwititi S, Purnaningsih Ninuk, Lubis Djuara P, 2006, Pengantar Pengembangan Masyarakat, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Hikmat, Harry, 2001, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora Utama Press, Bandung. Israel, Arturo, 1992, Pengembangan Kelembagaan, Pengalaman Proyek-proyek Bank Dunia, LP3ES, Jakarta. Koentjaraningrat, 1984, Masyarakat Desa di Indonesia, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta , 1990, Pengantar Ilmu Antropologi, Rineke Cipta, Jakarta. Korten, DC.,1990, Pendahuluan: Kita menghadapi masalah dalam menuju Abad 21: Tindakan Sukarela dan Agenda Global. Terjemahan Liliam Tejasuhdana, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Laporan Monografi Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, LMDH Glandang, 2005, Rencana Pembangunan Petak Hutan Glandang, Pemalang. Mangkunegara, Anwar Prabu, 2005, Evaluasi Kinerja SDM, Refika Aditama, Bandung.

140 121 Maskun, Sumitro, 1999, Pembangunan Desa dalam Sistem Pemerintahan yang Terdesentralisasi. Bahan Presentasi pada Lokakarya Pengembangan Kapasitas dalam Pembangunan Masyarakat Desa, Ditjen Depdagri, Jakarta: 17 Juli Marzali, Amri, 2003, Teknik Identifikasi Kebutuhan dalam Program Community Development, dalam Akses Peran serta Masyarakat : Lebih Jauh Memahami Community Development, Diedit oleh Bambang Rudito, Adi Prasetijo, dan Kusairi, Penerbit ICSD, Jakarta. Mubyarto, 1985, Peluang Kerja dan Berusaha di Pedesaan, BPEE, Yogyakarta. Ndraha, Taqliziduhu, 1990, Pembangunan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta. Pambudiarto, 2006, Peta Sosial Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, Laporan Praktek Lapangan I, Program Studi Pengembangan Masyarakat Program Pascasarjana IPB , 2006, Evaluasi Kegiatan Pengembangan Masyarakat Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten Pemalang, Laporan Praktek Lapangan II, Program Studi Pengembangan Masyarakat Program Pascasarjana IPB. Pemerintah Daerah Provinsi Jateng, 2001, Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, Semarang. Perum Perhutani, 2001, Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat, Jakarta. Portes, Alejendro, 1998, Social Capital : its Origin and Application in Modern Sociologi, Annual Reviews Social, New Jersey. Prasetijo, Adi, 2003, Akses Peran Serta Komuniti Lokal dan Pengeloaan Sumber Daya Alam dalam Akses perta Masyarakat, Penerbit ICD, Jakarta. Prijono dan Pranarka, 1996, Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan Implementasi, CSIS, Jakarta. Resosudarmo Ida AP dan Pierce Colfer CJ., 2003, Ke Mana Harus Melangkah? Masyarakat, Hutan, dan perumusan Kebijakan di Indonesia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Rusli Said, Wahyuni Ekawati Sri, Sunito Melani A, 2006, Kependudukan, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB. Santoso, Purwo, 2002, Merubah Watak Negara, LAPPERA Pustaka Utama, Yogyakarta. Sastropoetro, RA. Santoso, 1988, Partisipasi, komunikasi, Persuasi, dan Disiplin dalam Pembangunan, Penerbit Alumni, Bandung. Simon H., 1993, Hutan Jati dan Kemakmuran, Aditya Media, Yogyakarta. Sitorus MT Felix, Agusta Ivanovich, 2006, Metodologi Kajian Komunitas, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Soeharto, Edi, 2005, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, PT. Refika Aditama, Bandung.

141 122 Soehartono Irawan, Marjuki dan Edi Suharto, 2006, Kebijakan dan Perencanaan Sosial, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB. Sumardjo dan Saharudin, 2006, Tajuk Modul EP-523 : Metode-metode Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB. Sumodiningrat, G, 1997, Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan Masyarakat, PT. Bina Rena Pariwara, Jakarta. Sumpeno, 2002, Capacity Building, Persiapan dan Perencanaan, Catholic Relief Services, Jakarta. Soerjani M, Ahmad Rofiq, Rozy Munir, 1987, Lingkungan : Sumberdaya Alam dan Kependudukan dan Pembangunan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Soetarto Endriatmo, Kolopaking Lala M, Hardjomidjojo Hartrisari, 2006, Analisis Sosial, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Sumarti, Titik, Syaukat Yusman, 2006, Analisis Ekonomi Lokal, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Supriatna, Tjahya, 1997, Birokrasi, Pemberdayaan, dan Pengentasan Kemiskinan, Humaniora Utama Press, Bandung. Suramto, Gunawan, 1992, Masyarakat Desa di Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Syaukat, Yusman, 2006, Tajuk Modul SEP-579 : Pengembangan Ekonomi Berbasis Lokal, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Teguh, Ambar S, 2004, Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan, Penerbit Gaya Media, Yogyakarta. Tonny, Fredian dan Dharmawan Arya Hadi, 2006, Sosiologi untuk Pengembangan Masyarakat, Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Tonny, Fredian dan Bambang S. Utomo, 2003, Pengembangan Kelembagaan dan Modal Sosial, Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian IPB dan Program Pascasarjana IPB, Bogor. Tim Penyusun Pedoman Penyajian Karya Ilmiah, 2007, Pedoman Penyajian Karya Ilmiah, IPB Press, Bogor. Tunggal Hadi Setia, SH., 2007, Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Kehutanan, Harvarindo, Jakarta. Udaya, Jusuf, 1987, Teori Organisasi Struktur, Desain & Aplikasi, Penerbit Arcan, Jakarta.

142 123 Lampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD, dan Observasi Kajian Pengembangan Masyarakat). A. PETA SOSIAL DESA 1. Bagaimana sejarah terbentuknya Desa Glandang, Program Pemerintahan Desa dan Pembangunan yang sedang berjalan? 2. Bagaimana karakteristik wilayah/ geografinya (secara fisik)? 3. Bagaimana kondisi demografi (kependudukannya)? 4. Gambaran mengenai infrastruktur dan fasilitas yang ada di desa 5. Bentuk dan kondisi kelembagaan yang ada di lingkungan warga dan pelaksanaan kegiatannya 6. Gambaran aktivitas ekonomi dan sosial warga desa 7. Kondisi angkatan kerja 8. Hubungan pertanian dengan sektor-sektor lainnya 9. Adakah konflik sosial di Desa Glandang? 10. Masalah sosial apa yang paling menonjol di Desa Glandang? 11. Bagaimana struktur komunitas Desa Glandang? 12. Bagaimana sumber daya lokal Desa Glandang? 13. Dll. Keterangan : Model pertanyaan untuk memperoleh data yang diperlukan, dapat dikembangkan di lapangan

143 B. EVALUASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT Apa saja program pengembangan masyarakat yang ada di Desa Glandang? 2. Faktor apa saja yang menyebabkan munculnya program pengembangan masyarakat tersebut? 3. Bagaimana pelaksanaan dan penerapan prinsip-prinsip pengembangan masyarakat? 4. Bagaimana implementasi dan relevansi program pengembangan masyarakat yang ada, khususnya bagi kelompok miskin? 5. Bagaimana keterkaitan program pengembangan masyarakat dengan : a. Pengembangan ekonomi lokal b. Pengembangan kelembagaan c. Modal Sosial dan gerakan sosial d. Kebijakan dan perencanaan sosial 6. Bagaimana hasil program pengembanagan masyartakat di Desa Glandang? 7. Bagaimana tindak lanjut pengembangan masyarakat ke depan? Keterangan : Model pertanyaan untuk memperoleh data yang diperlukan, dapat dikembangkan di lapangan

144 C. KAJIAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT 125 Pertanyaan untuk Pengurus LMDH 1. Karakteristik Responden : a. Nama : b. Umur : c. Agama : d. Jenis Kelamin : e. Status Perkawinan : f. Jumlah Tanggungan : g. Pendidikan : h. Pekerjaan Pokok : i. Pekerjaan Sampingan : 2. Keberadaan LMDH/ Program PHBM : a. Kapan dan bagaimana LMDH dan PHBM di Desa Glandang ada? b. Siapa pemrakarsanya? c. Bagaimana susunan pengurus (struktur organisasi) LMDH? d. Bagaimana keanggotaan LMDH? e. Bagaimana status LMDH (AD/ART, Badan Hukum)? f. Apa visi dan misi LMDH/ PHBM? g. Apa Tujuan didirikannya LMDH? h. Apa program LMDH/ PHBM? i. Bagaimana program kegiatan yang pernah, sedang, dan akan dilakukan j. Bagaimana mendapatkan dana untuk melakukan kegiatan? k. Dari mana bantuan modal yang pernah didapatkan (pemerintah, swasta, masyarakat)? l. Bagaimana tingkat keberhasilan LMDH selama ini? m. Masalah apa yang dihadapi (intern dan ekstern)?

145 n. Penyebab masalah yang dihadapi? (intern/ ekstern) 126 o. Bagaimana partisipasi pesanggem (penggarap) terhadap kegiatan LMDH? p. Bagaimana partisipasi pemerintah (desa, Kecamatan, kabupaten) terhadap kegiatan LMDH? q. Bagaimana partisipasi organisasi lain (LSM) terhadap kegiatan LMDH r. Apa kebutuhan yang dirasakan : 1) Berkaitan dengan pengembangan pengetahuan (pelatihan) 2) Berkaitan dengan pengelolaan usaha (pelatihan) 3. Berkaitan dengan ketrampilan/ keahlian (pelatihan) 4. Berkaitan dengan kemitraan/ jaringan kerja 5. Berkaitan dengan pendampingan sosial 6. Berkaitan dengan jaringan kerja (pemerintah desa, kecamatan, kabupaten, dan LSM).

146 127 Pertanyaan untuk Pesanggem (penggarap) 1. Karakteristik Responden (Masyarakat ) a. N a m a : b. U m u r : c. A g a m a : d. Jenis Kelamin : e. Status Perkawinan : : f. Jumlah Tanggungan : g. Pedidikan : h. Pekerjaan Pokok : i. Pekerjaan Sampingan : 2. Tanggapan dan Peran Serta Pesanggem terhadap LMDH/ PHBM a. Apa yang Ibu/ bapak ketahui tentang LMDH/ PHBM? b. Apa tanggapan Ibu/ bapak tentang program LMDH/ PHBM? c Kegiatan apa yang pernah Ibu/ bapak ikuti dalam program LMDH/ PHBM d. Apa pandangan Ibu/ bapak tentang kegiatan LMDH/ PHBM selama ini? e. Adakah hambatan/ kesulitan Ibu/ bapak dalam mengikuti kegiatan LMDH/ PHBM f. Apakah Ibu/ bapak merasa manfaat dengan keberadaan LMDH/ PHBM? g. Apakah ada masalah yang ditimbulkan dengan keberadaan LMDH/ PHBM h. Apakah Ibu/ bapak bersedia ikut berpartisipasi bila LMDH memerlukan bantuan? i. Tindakan apa yang Ibu/ bapak lakukan dalam mengatasi permasalahan LMDH/ PHBM? j. Apa harapan Ibu/ bapak terhadap LMDH/ PHBM? Keterangan : Model pertanyaan untuk memperoleh data yang diperlukan, dapat dikembangkan di lapangan

147 128 D. PEDOMAN DISKUSI KELOMPOK TERARAH (FGD) 1. Materi : a. Identifikasi kebutuhan, masalah dan potensi (berdasarkan temuan hasil pemetaan sosial dan evaluasi program pengembangan masyarakat) b. Penyusunan program penguatan kapasitas LMDH dan peningkatan efektivitas PHBM (untuk menguatkan kapasitas PHBM dan meningkatkan efektivitas PHBM) 2. Peserta : a. Aparat Desa b. Ketua / Pengurus RW c. Ketua/ Pengurus RT d. Tokoh Masyarakjat e. Tokoh Agama f. Tokoh Pemuda g. Pengurus LMDH h. LSM 3. Disain Program : a. Nama Program b. Strategi Program c. Alasan pemilihan program d. Pelaksanaan program e. Jangka waktu pelaksanaan program f. Mekanisme pelaksanaan program

148 129 PEDOMAN OBSERVASI (sesuai keperluan) 1. Situasi dan Kondisi LMDH a. Infrastruktur bangunan sekretariat b. Kepengurusan c. Kelengkapan ATK d. Tata ruang e. Jangkauan f. Dll. 2. Situasi dan Kondisi Pesanggem (penggarap) a. Infrastruktur lingkungan b. Jenis bangunan rumah tinggal c. Jangkauan d. Status sosial 3. Proses Pelaksanaan Wawancara dan Diskusi a. Keterbukaan b. Penerimaan c. Antusias d. Partisipasi

149 DAFTAR : FAKTOR KOREKSI BAGI HASIL HAK LMDH 130 No. Potensi Hutan Faktor Koreksi Hak Semula Hak LMDH ( % ) Menjadi ,94 0, , , ,83 0, , ,74 0, , , ,63 0, , ,54 0, , , ,43 0, , ,34 0, , , ,23 0, , ,14 0, , ,03 0,

150 131 Dokumentasi Kegiatan Kajian KANTOR KEPALA DESA GLANDANG KEC. BANTARBOLANG IBU KEPALA DESA GLANDANG BESERTA PERANGKAT DESA GLANDANG DAN KETUA BPD

151 132 KANTOR SEKRETARIAT LMDH KARYA LESTARI DESA GLANDANG KECAMATAN BANTARBOLANG WAWANCARA MENDALAM DENGAN KETUA LMDH KARYA LESTARI DESA GLANDANG KEC. BANTARBOLANG

152 WAWANCARA MENDALAM DENGAN KETUA LMDH KARYA LESTARI DAN PENDAMPING DARI PKHR UGM 133

153 134 KANTOR PERUM PERHUTANI KPH PEMALANG KANTOR SEKRETARIAT PHBM KABUPATEN PEMALANG

154 WAWANCARA MENDALAM DENGAN PESANGGEM (PENGGARAP) 135

155 136 WAWANCARA MENDALAM DENGAN SEKSI KEAMANAN LMDH KARYA LESTARI DESA GLANDANG WAWANCARA MENDALAM DENGAN PESANGGEM (PENGGARAP) LMDH KARYA LESTARI DESA

156 137 WAWANCARA MENDALAM DENGAN KETUA LMDH KARYA LESTARI DESA DLANDANG WAWANCARA MENDALAM DENGAN TOKOH MASYARAKAT DESA GLANDANGG

157 138 MEMASUKI PETAK HUTAN PANGKUAN LMDH KARYA LESTARI DESA GLANDANG PETAK HUTAN POHON JATI HASIL REBOISASI LMDH KARYA LESTARI DESA GLANDANG

158 139 PETAK KEBUN TUMPANGSARI PESANGGEM (PENGGARAP) LMDH KARYA LESTARI DESA GLANDANG PETAK SAWAH PESANGGEM (PENGGARAP) LMDH KARYA LESTARI DESA GLANDANG

159 140 PETAK KEBUN PISANG PESANGGEM (PENGGARAP) LMDH KARYA LESTARI DESA GLANDANG PETAK KEBUN JAGUNG PESANGGEM (PENGGARAP) LMDH KARYA LESTARI DESA GLANDANG

160 KEGIATAN DISKUSI KELOMPOK ANTARA PENGURUS DAN ANGGOTA LMDH KARYA LESTARI DESA GLANDANG 141

161 PRAKTEK LAPANGAN IDENTIFIKASI POHON OLEH PENGURUS DAN ANGGOTA LMDH GLANDANG 142

162 PRAKTEK MEMASUKKAN DATA HASIL IDENTIFIKASI POHON OLEH PENGURUS DAN ANGGOTA LMDH 143

163 PRAKTEK IDENTIFIKASI POHON OLEH PENGURUS DAN ANGGOTA LMDH DENGAN PENDAMPINGAN PKHR UGM 144

164 145 KAYU BAKAR YANG DIHASILKAN OLEH PESANGGEM (PENGGARAP) DARI PROSES PENJARANGAN TANAMAN PETAK HUTAN LMDH KARYA LESTARI DESA GLANDANG PETAK KEBUN TUMPANGSARI PESANGGEM (PENGGARAP) LMDH KARYA LESTARI DESA GLANDANG

Kajian pengembangan masyarakat ini berupaya mengetahui peran PHBM, mengkaji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas PHBM,

Kajian pengembangan masyarakat ini berupaya mengetahui peran PHBM, mengkaji dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas PHBM, RINGKASAN PAMBUDIARTO, Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan(LMDH) : Suatu Kajian Penguatan Kapasitas LMDH dan Efektivitas PHBM di Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT MELALUI LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH) PAMBUDIARTO

PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT MELALUI LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH) PAMBUDIARTO PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT MELALUI LEMBAGA MASYARAKAT DESA HUTAN (LMDH) (Suatu Kajian Penguatan Kapasitas LMDH dan Peningkatan Efektivitas PHBM di Desa Glandang, Kecamatan Bantarbolang, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 115 8.1 Kesimpulan Dari hasil kajian tentang Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) (suatu kajian penguatan kapasitas

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi)

PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI. (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI IKAN MINA SARI (Studi Kasus di Desa Tegal Arum Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Propinsi Jambi) RONALD FRANSISCO MARBUN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Bumijawa, Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah) YUDO JATMIKO SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI DI KELURAHAN PURWOHARJO KECAMATAN COMAL KABUPATEN PEMALANG WALUYO

PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI DI KELURAHAN PURWOHARJO KECAMATAN COMAL KABUPATEN PEMALANG WALUYO PEMBERDAYAAN PENGUSAHA MIKRO KONVEKSI DI KELURAHAN PURWOHARJO KECAMATAN COMAL KABUPATEN PEMALANG WALUYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN 136 PENGUATAN KAPASITAS LEMBAGA SIMPAN PINJAM RUKUN LESTARI UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN (KASUS DI RW 04 DUSUN DAWUKAN DESA SENDANGTIRTO KECAMATAN BERBAH KABUPATEN SLEMAN YOGYAKARTA) DJULI SUGIARTO

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM

VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS LMDH DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM VII. RANCANGAN PROGRAM PENGUATAN KAPASITAS DAN PENINGKATAN EFEKTIVITAS PHBM 107 7.1 Latar Belakang Rancangan Program Guna menjawab permasalahan pokok kajian ini yaitu bagaimana strategi yang dapat menguatkan

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA.

KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA. KEWENANGAN PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA http://www.birohumas.baliprov.go.id, 1. PENDAHULUAN Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan Bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN (Studi Kasus di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB) CHANDRA APRINOVA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 @ Hak Cipta

Lebih terperinci

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH -1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH I. UMUM Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mengamanatkan agar bumi, air dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan

I. PENDAHULUAN. mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan melalui peningkatan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep pembangunan sumber daya hutan sebagai sistem penyangga kehidupan merupakan orientasi sistem pengelolaan hutan yang mempertahankan keberadaannya secara lestari untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja dan memberikan kesempatan membuka peluang berusaha hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan dari masa ke masa senantiasa memberikan kontribusi dalam mendukung pembangunan nasional. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peranan sumberdaya hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora dan fauna. Hutan

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY

PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY PENGUATAN KAPASITAS YAYASAN PRIMARI DALAM PENCEGAHAN ORANG DENGAN HIV / AIDS DI KELURAHAN KARANG TUMARITIS KABUPATEN NABIRE GERSON RAMANDEY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2005

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI

PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI PARTISIPASI PETANI DALAM PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT (Kasus di Kecamatan Kertanegara Kabupaten Purbalingga Provinsi Jawa Tengah) AMIN FAUZI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 lalu, membawa dampak yang sangat besar terhadap hampir semua lapisan masyarakat. Angka kemiskinan dan pengangguran

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA

PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASI RUKUN TETANGGA UNTUK MENINGKATKAN KEBERDAYAAN ANGGOTA ( Kasus Desa Kudi, Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Provinsi Jawa Tengah ) RAHMAT IMAM SANTOSA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1 KEMITRAAN ANTARA PERUM PERHUTANI DENGAN PETANI VANILI DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI : STUDI KASUS PENGELOLAAN SUMBERDAYA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI DESA PADASARI, KECAMATAN CIMALAKA, KABUPATEN

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN HUTAN LINDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI

PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO TENRIUGI PENGEMBANGAN LEMBAGA SIMPAN PINJAM BERBASIS MASYARAKAT (LSP-BM) SINTUVU DALAM UPAYA PEMBERDAYAAN USAHA-USAHA MIKRO (Studi Kasus di Desa Sidondo I Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah)

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan oleh negara Indonesia. Menurut pasal Pasal 33 ayat (3) disebutkan

BAB I PENDAHULUAN. yang digunakan oleh negara Indonesia. Menurut pasal Pasal 33 ayat (3) disebutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu negara mempunyai konstitusi yang digunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan konstitusi tertinggi yang digunakan oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faktor kepuasan kerja dijelaskan oleh Umam (2010) bahwa terdapat dua indikator yaitu adanya ciri-ciri instrinsik dan ekstrinsik dari suatu pekerjaan yang menentukan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL

PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL PENGUATAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP TENAGA KERJA PENYANDANG CACAT TUBUH MELALUI POLA KEMITRAAN LOKAL (Studi Kasus di Kelurahan Karadenan Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor) SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS M. SAFII NASUTION

PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS M. SAFII NASUTION PENANGGULANGAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS (STUDI KASUS KESIAPSIAGAAN BENCANA BERBASIS KOMUNITAS DAERAH RAWAN BENCANA ALAM TANAH LONGSOR DI DESA KIDANGPANANJUNG KECAMATAN CILILIN KABUPATEN BANDUNG PROPINSI

Lebih terperinci

MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR

MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR MOTIVASI PETANI DALAM MENERAPKAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAKAO (KASUS KECAMATAN SIRENJA KABUPATEN DONGGALA, SULAWESI TENGAH) SYAMSYIAH GAFUR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT

PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN KELOMPOK SWADAYA MASYARAKAT (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Nurul Hidayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG

PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL KATARINA RAMBU BABANG PENGUATAN KELOMPOK PENGRAJIN TENUN IKAT TRADISIONAL (Studi Kasus Di Desa Hambapraing, Kecamatan Haharu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur) KATARINA RAMBU BABANG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO PEMBERDAYAAN KOMUNITAS BAKUL PASAR TRADISIONAL DESA BANTUL MELALUI PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PERMODALAN YOHANES ARIYANTO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi dan politik yang terjadi sejak akhir tahun 1997 telah menghancurkan struktur bangunan ekonomi dan pencapaian hasil pembangunan di bidang kesejahteraan sosial selama

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN, KARAKTERISTIK PETANI PESANGGEM, DAN PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PHBM KPH KENDAL TUGAS AKHIR

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN, KARAKTERISTIK PETANI PESANGGEM, DAN PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PHBM KPH KENDAL TUGAS AKHIR KARAKTERISTIK LINGKUNGAN, KARAKTERISTIK PETANI PESANGGEM, DAN PERAN MASYARAKAT LOKAL DALAM PHBM KPH KENDAL TUGAS AKHIR Oleh: TRI JATMININGSIH L2D005407 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan di bidang kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu kriteria keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kualitas hidup masyarakat melalui peningkatan partisipasinya dalam pembangunan itu sendiri. Pembangunan di bidang

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KELOMPOK BELAJAR USAHA (KBU) DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) GITO YULIANTORO

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KELOMPOK BELAJAR USAHA (KBU) DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) GITO YULIANTORO PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KELOMPOK BELAJAR USAHA (KBU) DI PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT (PKBM) (Studi kasus di PKBM Mitra Mandiri Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi))

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH 1 PENGUATAN KELEMBAGAAN PENGELOLAAN AIR UNTUK KEBERLANJUTAN PELAYANAN AIR BERSIH (Studi Di Kampung Jetisharjo, Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis, Kota Yogyakarta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era reformasi yang sedang berjalan atau bahkan sudah memasuki pasca reformasi diindikasikan dengan adanya perombakan di segala bidang kehidupan, politik, moneter, pertahanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sebagai proses perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Komunikasi dan pembangunan merupakan dua hal yang saling berhubungan sangat erat. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki berbagai

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH BAB IV VISI DAN MISI DAERAH Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lebak 2005-2025 disusun dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah yang diharapkan dapat dicapai pada

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penebangan liar atau yang lebih dikenal dengan istilah illegal logging. Illegal

BAB I PENDAHULUAN. penebangan liar atau yang lebih dikenal dengan istilah illegal logging. Illegal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki hutan yang sangat luas begitu pula Kabupaten Penajam Paser Utara yang berada di Provinsi Kalimantan Timur, tetapi kebanyakan hutan yang dimiliki

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HUBUNGAN KARAKTERISTIK ANGGOTA MASYARAKAT SEKITAR HUTAN DAN BEBERAPA FAKTOR PENDUKUNG DENGAN PARTISIPASINYA DALAM PELESTARIAN HUTAN DI KAWASAN PEMANGKUAN HUTAN PARUNG PANJANG KABUPATEN BOGOR YAYUK SISWIYANTI

Lebih terperinci

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING

PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING PERSEPSI ANGGOTA TERHADAP PERAN KELOMPOK TANI PADA PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI BELIMBING (Kasus Kelompok Tani Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok) DIARSI EKA YANI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk

I. PENDAHULUAN. dari penunjukan kawasan konservasi CA dan SM Pulau Bawean adalah untuk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suaka Alam Pulau Bawean ditunjuk dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 76/Kpts/Um/12/1979 tanggal 5 Desember 1979 meliputi Cagar Alam (CA) seluas 725 ha dan Suaka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN

Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009 PENDAHULUAN BA B PENDAHULUAN I 1.1. Latar Belakang Sebagai bangsa yang besar dengan kekayaan potensi sumber daya alam yang luar biasa, sebenarnya Indonesia memiliki peluang yang besar untuk menjadi pelaku ekonomi

Lebih terperinci

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN

PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN PENDAYAGUNAAN KELEMBAGAAN USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL (UKS) DALAM UPAYA MENSEJAHTERAKAN KELUARGA MISKIN (Kasus di Kelurahan Cigadung Kecamatan Cibeunying Kaler Kota Bandung) ERNA SUSANTY SEKOLAH PASCA SARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberi mandat oleh negara untuk mengelola sebagian besar hutan negara di Pulau

BAB I PENDAHULUAN. diberi mandat oleh negara untuk mengelola sebagian besar hutan negara di Pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perum Perhutani merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi mandat oleh negara untuk mengelola sebagian besar hutan negara di Pulau Jawa. Dalam perkembangannya,

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD, dan Observasi Kajian Pengembangan Masyarakat).

Lampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD, dan Observasi Kajian Pengembangan Masyarakat). 123 Lampiran 1 : Pedoman Pengumpulan Data (Wawancara, FGD, dan Observasi Kajian Pengembangan Masyarakat). A. PETA SOSIAL DESA 1. Bagaimana sejarah terbentuknya Desa Glandang, Program Pemerintahan Desa

Lebih terperinci

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004

REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 I. PENDAHULUAN REPETA DEPARTEMEN KEHUTANAN TAHUN 2004 Pembangunan kehutanan pada era 2000 2004 merupakan kegiatan pembangunan yang sangat berbeda dengan kegiatan pada era-era sebelumnya. Kondisi dan situasi

Lebih terperinci

DAMPAK EKONOMI IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PADA PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

DAMPAK EKONOMI IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PADA PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR DAMPAK EKONOMI IMPLEMENTASI PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) PADA PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR Theresia Avila *) & Bambang Suyadi **) Abstract: This research was conducted to determine

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia

BAB I. PENDAHULUAN. dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mempunyai arti strategis bagi pembangunan semua sektor, baik dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia merupakan salah satu paru-paru

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 9 2.1 Hutan dalam Konteks Pengembangan Masyarakat 2.1.1 Pengertian Dasar tentang Hutan Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang

Lebih terperinci

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG

EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG EVALUASI PENINGKATAN SUMBERDAYA MANUSIA DALAM PROGRAM PENDANAAN KOMPETISI MELALUI KEGIATAN KEAKSARAAN FUNGSIONAL DI KABUPATEN KARAWANG ASEP AANG RAHMATULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FARMA YUNIANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga

Lebih terperinci

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

DocuCom PDF Trial. Nitro PDF Trial BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DocuCom PDF Trial.   Nitro PDF Trial BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Generasi muda adalah bagian dari penduduk dunia yang sangat potensial dan memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan masa depan dunia. Namun permasalahan

Lebih terperinci

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI PEMBANGUNAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. melampaui dua tahapan, yaitu ekstraksi kayu dan pengelolaan hutan tanaman. mengikuti paradigma baru, yaitu kehutanan sosial. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah pengelolaan hutan di Jawa telah melewati waktu yang amat panjang, khususnya untuk hutan jati. Secara garis besar, sejarah hutan jati di Jawa telah melampaui

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN DAERAH 5.1 VISI DAN MISI KOTA CIMAHI. Sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan lestari perlu dilaksanakan agar perubahan hutan yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan hutan lestari perlu dilaksanakan agar perubahan hutan yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dan persekutuan alam lingkungan. Hutan sebagai

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Besarnya tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian masyarakat Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pembangunan untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, perlu perubahan secara mendasar, terencana dan terukur. Upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEHUTANAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan rakyat memiliki peran yang penting sebagai penyedia kayu. Peran hutan rakyat saat ini semakin besar dengan berkurangnya sumber kayu dari hutan negara. Kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN DATARAN RENDAH : STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI SANDI KUSUMA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

EVALUASI IMPLEMENTASI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI KPH RANDUBLATUNG BLORA TUGAS AKHIR

EVALUASI IMPLEMENTASI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI KPH RANDUBLATUNG BLORA TUGAS AKHIR EVALUASI IMPLEMENTASI PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (PHBM) DI KPH RANDUBLATUNG BLORA TUGAS AKHIR Oleh : INDAH SUSILOWATI L2D 305 134 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.42/Menhut-II/2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Sumarma, SH R

Sumarma, SH R PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DIBIDANG PERTANAHAN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SEBAGAI WUJUD KEBIJAKAN NASIONAL DIBIDANG PERTANAHAN RINGKASAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR STUDI PERUBAHAN PERILAKU PADA GERAKAN SOSIAL KONSERVASI DENGAN KAMPANYE PRIDE DI KAWASAN HUTAN PRODUKSI POTORONO DAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SUMBING MAGELANG PANJI ANOM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI

ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU DEWI EKASARI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 ANALISIS RISIKO USAHA PERIKANAN TANGKAP SKALA KECIL DI PALABUHANRATU

Lebih terperinci

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN

STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA NOVRI HASAN STRATEGI PENGUATAN KELOMPOK TANI DALAM PENGEMBANGAN USAHA Kasus Kelompok Tani Karya Agung Desa Giriwinangun, Kecamatan Rimbo Ilir, Kabupaten Tebo Provinsi Jambi NOVRI HASAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN SATWA DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin tidak ada habisnya, mengenai masalah ini dapat dilihat dari pemberitaan media masa seperti

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI

EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMUKA PENDAPAT KELOMPOK TANI DALAM MENGGUNAKAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI (Kasus di Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang NTT) IRIANUS REJEKI ROHI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di Indonesia. Deposit batubara di Kalimantan Timur mencapai sekitar 19,5 miliar ton

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci