Geomorfologi Daerah Majalangu dan Sekitarnya, Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Geomorfologi Daerah Majalangu dan Sekitarnya, Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah"

Transkripsi

1 Geomorfologi Daerah Majalangu Sekitarnya, Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah Geomorphology Majalangu and Surroundings Area, Watukumpul District, Pemalang City, Central Java Nugraha Ardiansyah, Ildrem Syafri, Lia Jurnaliah Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung Sumeg KM.21 Jatinangor Telp/Fax (022) ABSTRAK Daerah Majalangu secara administratif termasuk Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang, Propinsi Jawa Tengah, terletak antara ,07 BT ,42 BT ,07 LS ,07 LS. Dengan mengetahui keadaan geomorfologi daerah penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi kehidupan manusia dapat menjadi acuan untuk pengembangan terhadap aspek kebencanaan (longsor atau banjir), pembangunan infrastruktur, lain-lain.metode analisis geomorfologi mengacu pada konsep modifikasi Van Zuidam (1985) Howard (1967) menekankan pada pentingnya material penyusun pola aliran sungai, morfometri (kemiringan lereng), morfografi (gambaran ), morfogenetik (proses peman). Geomorfologi daerah penelitian terbagi menjadi enam satuan, yaitu satuan perbukitan tinggi sedimen curam struktural, satuan perbukitan tinggi sedimen agak curam struktural, satuan perbukitan tinggi sedimen landai struktural, satuan perbukitan sedimen curam struktural, satuan perbukitan sedimen agak curam struktural, satuan perbukitan sedimen sangat landai struktural, satuan perbukitan intrusi. Kata Kunci: Majalangu, Morfometri, Morfografi, Morfogenetik, Geomorfologi. ABSTRACT Administratively, Majalangu its vicinity areas lies within Watukumpul Regency, Pemalang District, Central Java Province, Indonesian. Geographically, its located at ,07 E ,42 E and , ,07 S latitude.by knowing thegeomorphologicalconditions ofthe study areais expected to provideinformationto human lifeandcanbe a referencefor the developmentof aspectsare disaster(landslide or flood), infrastructure building, and others.analysis Geomorphology method refered from Van Zuidam (1985) and Howard (1967) concept modification which emphasize to compilering materials and river flow pattern, morphometric, morphography, and morphogenetic. Geomorphology of the study area is divided into seven geomorphological units, those are steep structural sediment high hills geomorphology unit, rather steep structural sediment high hills geomorphology unit, gentle structural sediment high hills geomorphology unit, steep structural sediment hills geomorphology unit, rather steep structural sediment hills geomorphology unit, very gentle structural sediment hills geomorphology uunit, and intrusion hills geomorphology unit. Key Words: Majalangu, Morphometric, Morphography, Morphogenetic, and Geomorphology.

2 Utara merupakan kelanjutan dari Zona PENDAHULUAN Bogor di Jawa Barat ke arah timurnya Geomorfologi dapat membantu menelusuri proses-proses permukaan bumi rupa berlangsung dengan bumi sekarang.dengan pada pendekatan tampak mengetahui keadaan geomorfologi daerah penelitian diharapkan dapat memberikan informasi bagi kehidupan manusia dapat menjadi acuan untuk pengembangan terhadap aspek kebencanaan (longsor atau banjir), pembangunan infrastruktur, lain-lain. Van Bemmelen (1949) mengemukakan bahwa Jawa Tengah ter oleh dua puncak geantiklin yaitu Pegunungan Serayu Utara Pegunungan Serayu Selatan.Pegunungan Serayu Utara mem garis penghubung antara Zona Bogor di Jawa Barat dengan Pegunungan Kendeng di Jawa Tengah, segkan Pegunungan Serayu Selatan adalah elemen muncul dari Zona Depresi Bandung membujur secara longitudinal di Jawa Barat. di Jawa Timur.Zona Serayu Utara memanjang dari barat ke timur dengan lebar berkisar antara 30 sampai 50 kilometer.zona ini memiliki relief agak menonjol mem jalur Pegunungan Slamet (3428 mdpl) di bagian barat zona ini, di ujung timurnya ditutupi oleh endapan gunungapi hasil Pegunungan Rorojembangan (2177 mdpl), menuju ke arah selatan semakin melandai mem suatu dataran oleh Van Bemmelen disebut Serayu Depression (Cekungan Serayu).Zona depresi longitudinal ini memanjang secara barat timur melalui Ajibarang, Purwokerto, Banjarnegara, Wonosobo.Cekungan Serayu tersebut mempunyai lebar sekitar 15 kilometer, di sebelah Wonosobo menjadi lebih lebar tetapi depresi disini ditutupi oleh kerucut vulkanik Sundoro (3155 mdpl) Sumbing (3371 mdpl) seperti tegambarkan pada Gambar 1. Daerah penelitian termasuk Zona Serayu Utara.Rangkaian berbatasan dengan Pegunungan Kendeng Pegunungan Serayu

3 Gambar 1.Fisiografi Jawa Tengah Van Bemmelen (1949) Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk Tengah dengan luas daerah pemetaan yaitu mengetahui 100 unsur-unsur proses Km2. Secara geografis terletak geomorfologi seg berlangsung diantara garis bujur ,07 hingga ,42 BT garis lintang mengklasifikasikannya kedalam ,07 hingga ,07 LS. satuan geomorfologi. Analisis Morfografi METODOLOGI Morfografi dapat dibedakan menjadi lahan perbukitan atau punggungan, Waktu Lokasi Penelitian pegunungan, atau gunungapi, lembah Penelitian ini dilakukan selama bulan November 2014 hingga bulan Maret Lokasi penelitian mencakup daerah Majalangu sekitarnya, Kecamatan Watukumpul, Kabupaten Pemalang, Jawa dataran. Beberapa pendekatan lain untuk pemetaan geomorfologi selain morfografi adalah pola punggungan, pola pengaliran lereng, dapat dilihat pada Tabel 2 Gambar 2.

4 Tabel 2.Hubungan ketinggian absolut dengan morfografi (Van Zuidam, 1985) KETINGGIAN ABSOLUT UNSUR MORFOGRAFI < 50 meter 50 meter meter 100 meter meter 200 meter meter 500 meter meter meter meter > meter Dataran rendah Dataran rendah pedalaman Perbukitan rendah Perbukitan Perbukitan tinggi Pegunungan Pegunungan tinggi Gambar 2.Pola Pengaliran Dasar Sungai menurut Zenith (1932) (A) Pola PengaliranModifikasi Sungai menurut. Howard (1967)(B C) perhitungan kemiringan lereng menurut Analisis Morfometri van Zuidam (1985). Pada peta dasar skala Morfometri kuantitatif morfografi merupakan dapat penilaian mendukung morfogenetik. Untuk memperoleh klasifikasi dengan angkaangka jelas maka digunakan 1 : dibuat grid cells berukuran 2 x2 cm,kemudian setiap grid ditarik garis tegak lurus kontur. Besarnya kemiringan lereng didapat dikelompokkan berdasarkan kemudian klasifikasi

5 kemiringan lereng menurut van Zuidam satuan morfometri sesuai (Tabel 1) (1985), sehingga diperoleh penamaan Tabel 1.Ukuran kemiringan lereng (Van Zuidam,1985) KEMIRINGANLERENG KETERANGAN Datar - Hampir datar Lereng sangat landai Lereng landai Lereng agak curam Lereng curam Lereng sangat curam Proses Morfogenetik endogen adalah proses dipengaruhi oleh tenaga dari dalam kerak Morfogenetik adalah proses ternya permukaan bumi akibat prosesendogen eksogen. Proses eksogen berupa tenaga atau gaya dari luar kerak bumi seperti iklim (proses fisika kimia), vegetasi (proses biologi), artifisial (oleh aktivitas manusia). Proses eksogen disebabkan oleh iklim akan mengalami erosi, kenampakan ini dapat dilihat dari kerapatan pola pengalirannya. bumi, sehingga merubah permukaan bumi. Proses dari dalam kerak bumi tersebut antara lain kegiatan tektonik menghasilkan pengangkatan patahan (lipatan) (sesar), kekar mem perbukitan struktural.selain kegiatan tektonik, proses kegiatan magma gunungapi (vulkanik) sangat berperan merubah permukaan bumi, sehingga mem perbukitan intrusi gunungapi. Tabel 3.Warna Simbol Satuan Geomorfologi Berdasarkan Aspek Genetik (Van Zuidam,1985) KELAS GENETIK Bentuklahan asal struktural Bentuklahan asal gunungapi Bentuklahan asal denudasional Bentuklahan asal laut (marine) Bentuklahan asal sungai (fluvial) Bentuklahan asal es (glasial) Bentuklahan asal angin (aeolian) Bentuklahan asal gamping (karst) SIMBOL WARNA Ungu / Violet Merah Coklat Hijau Biru tua Biru muda Kuning Jingga (orange)

6 perbukitan perbukitan tinggi (Gambar HASIL DAN PEMBAHASAN 3). Morfologi Sekitar 27,11% termasuk ke dalam daerah Berdasarkan pada elevasi ada di daerah penelitian diklasifikasikan hubungan menurut ketinggian kemudian klasifikasi absolut dengan morfografi (Van Zuidam, 1985), secara garis besar an permukaan bumi ada di daerah penelitian terdiri atas perbukitan memiliki elevasi 273,5 500 mdpl ditandai oleh daerah berwarna kuning sekitar 72,89% termasuk ke dalam daerah perbukitan tinggi memiliki elevasi ,5 mdpl ditandai oleh daerah berwarna merah muda (Gambar 3). Gambar 3.Peta Morfografi daerah penelitian Pola Pengaliran Sungai Berdasarkan hasil deskriptif sesuai dengan kenampakannya pada peta pola pengaliran sungai, penamaan pola pengaliran di daerah penelitian diambil dari model polapola pengaliran dasar (Van Zuidam, 1932) pola pengaliran modifikasi (Howard, 1967), maka pola pengaliran daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua jenis,

7 yaitu pola pengaliran subdendritik memiliki subparallel (Gambar 4). memanjang. Pola pengaliran subdendritik umumnya Pola pengaliran subparallel umumnya berkembang pada bagian barat laut daerah berkembang pada bagian tenggara daerah penelitian di oleh sungai penelitian di oleh sungai utama K. Lumeneng sungai intermiten utama K. Polaga sungai intermiten K. K. Urang, K. Jaran, K. Srengseng, K. Pete, K. Batur, K. Kares, K. Lempayan, K. Bawang, K. Ayur, K. Pucang, K. beji, K. Kadalan, K. Tambra, K. Klabur, K. Petir, Balak, K. Manggis, K. Sindu, K. Kadu, K Pucung, K. Duren, K. Anding, K. K. Gong. Pola subdendritik ini Petung, K. Krinjing, K. Mandiri. Pola memiliki kemiringan lereng relatif landai subparallel ini dikontrol oleh lahan dicirikan oleh pola pengaliran perbukitan memanjang dicirikan oleh mem menyebar, anak-anak sungai mengalir ke arah namun terdapat juga kemiringan lereng relatif sama, memiliki kemiringan agak curam curam akibat struktural, lereng agak curam curam. percabangan Gambar 4. Peta Pengaliran Sungai daerah penelitian lahan perbukitan

8 1985). Kelas lereng ada di daerah Morfometri penelitian terbagi atas lereng sangat landai Berdasarkan analisis telah dilakukan terhadap penilaian kuantitatif dari lahan, maka telah diperoleh variasi nilai kemiringan lereng diklasifikasikan menurut kemudian klasifikasi (warna hijau), landai (warna kuning muda), agak curam (warna kuning), curam (warna merah muda), sangat curam (warna merah), dapat dilihat pada Gambar 5. hubungan kelas lereng (Van Zuidam, Gambar 5. Peta Morfometri daerah penelitian horizontal, Morfogenetik namun memiliki nilai kemiringan perlapisan, sehingga batuan Daerah penelitian disusun oleh batuan sedimen (didominasi oleh batu pasir batu lempung) andesit,berdasarkan intusi data porfiri lapangan (Gambar 6) batuan sedimen pada daerah penelitian lapisan batuannya tidak tersebut telah mengalami tektonik. Aktivitas tektonik mengontrol batuan sedimen pada daerah penelitian menghasilkan struktur geologi berupa antiklin, sinklin, sesar dekstral naik, sesar dekstral (Gambar 7).

9 Dengan demikian, morfogenetik daerah pada Gambar 6 daerah ini berwarna ungu. penelitian terbagi menjadi dua, yaitu Vulkanik struktural Struktural penelitian dicirikan oleh intrusi mewakili 99,77% daerah penelitian porfiri andesit, pada Gambar 8 daerah ini dicirikan oleh perlipatan antiklin berwarna merah. vulkanik. mewakili 0,23% daerah sinklin pada batupasir batulempung, Gambar 6. Peta Kerangka daerah penelitian (didominasi oleh batupasir ditandai dengan simbol warna kuning batulempung ditandai dengan simbol warna hijau)

10 U Gambar 7. Peta Digital Elevation Models daerah penelitian (garis merah mencirikan antiklin/sinklin garis kuning mencirikan sesar Tanpa Skala Gambar 8. Peta Morfogenetik daerah penelitian

11 SATUAN GEOMORFOLOGI Berdasarkan morfometri, morfografi, morfogenetiknya, daerah penelitian terbagi menjadi 7 satuan geomorfologi (Gambar 13 Gambar 14). Satuan Perbukitan Tinggi Sedimen Gambar 7.Kenampakan Satuan Perbukitan Tinggi Sedimen Curam Struktural dilihat dari Desa Danasari Curam Struktural Satuan ini merupakan perbukitan tinggi memiliki elevasi ,5 mdpl, pola pengaliran subparallel Satuan Perbukitan Tinggi Sedimen Agak Curam Struktural subdendritik, lahan perbukitan memanjang berarah relatif barat laut Satuan ini merupakan perbukitan tinggi tenggara dikontrol oleh perlipatan memiliki elevasi ,5 mdpl, sedimen berarah sama, lembah V pola menunjukan erosi ke arah vertikal lebih subdendritik, besar dibanding lateral, memiliki perbukitan tinggi sedimen agak curam kemiringan lereng curam dengan nilai 21 struktural 55%. Satuan ini disusun oleh batupasir, perbukitan memanjang berarah relatif konglomerat, batulempung. Proses utara selatan satuan perbukitan tinggi mempengaruhi peman satuan sedimen agak curam struktural pada ini yaitu proses endogen berupa lipatan, bagian barat yaitu perbukitan memanjang kekar, sesar, serta proses eksogen berarah relatif barat timur, berupa erosi. Penyebaranya sekitar 55,09% lembah U - V menunjukan erosi kearah dari daerah penelitian. Satuan ini dapat lateral vertikal relatif sama besarnya, dilihat pada Gambar 7. serta memiliki kemiringan lereng agak pengaliran subparallel pada bagian lahan timur satuan yaitu curam dengan nilai 14 20%. Satuan ini disusun oleh batupasir batulempung. Proses mempengaruhi peman satuan ini yaitu proses endogen berupa lipatan sesar, serta proses eksogen berupa erosi. Penyebaranya sekitar 15,79%

12 dari daerah penelitian. Satuan ini dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 9.Kenampakan Satuan Perbukitan Tinggi Sedimen Landai Struktural dilihat dari Desa Majalangu Satuan Perbukitan Sedimen Curam Struktural Gambar 8.Kenampakan Satuan Perbukitan Tinggi Sedimen Agak Curam Struktural dilihat dari Desa Jingkang Satuan ini merupakan perbukitan memiliki elevasi 412,5 500 mdpl, pola pengaliran Satuan Perbukitan Tinggi Sedimen subparallel, lahan perbukitan memanjang berarah relatif utara selatan dikontrol oleh Landai Struktural perlipatan sedimen berarah barat laut Satuan ini merupakan perbukitan tinggi memiliki elevasi mdpl, pola pengaliran subdendritik, lahan perbukitan memanjang berarah relatif utara selatan dikontrol oleh perlipatan sedimen berarah sama, lembah V menunjukan erosi kearah vertikal lebih besar dibanding lateral, memiliki kemiringan lereng landai dengan nilai 8 13%. Satuan ini disusun oleh batulempung. Proses mempengaruhi peman satuan ini yaitu proses endogen berupa lipatan, eksogen berupa erosi. proses Penyebaranya sekitar 2,01% dari daerah penelitian. Satuan ini dapat dilihat pada Gambar 9. tenggara, lembah V menunjukan erosi kearah vertikal lebih besar dibanding lateral, memiliki kemiringan lereng curam dengan nilai 21 55%. Satuan ini disusun oleh batupasir. Proses mempengaruhi peman satuan ini yaitu proses endogen berupa lipatan sesar, serta proses eksogen berupa erosi. Penyebaranya sekitar 0,63% dari daerah penelitian. Satuan ini dapat dilihat pada Gambar 10.

13 Gambar 11.Kenampakan Satuan Perbukitan Sedimen Agak Curam Struktural dilihat dari Desa Watukumpul Gambar 10.Kenampakan Satuan Perbukitan Sedimen Curam Struktural dilihat dari Desa Jingkang Satuan Perbukitan Sedimen Sangat Landai Struktural Satuan Perbukitan Sedimen Agak Satuan ini merupakan perbukitan Curam Struktural memiliki elevasi 412,5 500 mdpl, pola Satuan ini merupakan perbukitan pengaliran subdendritik, lahan memiliki elevasi 237,5 500 mdpl, pola perbukitan memanjang berarah relatif pengaliran subparallel subdendritik, barat daya timur laut, lembah U V menunjukan erosi kearah lateral lahan perbukitan memanjang berarah relatif barat laut tenggara vertikal dikontrol oleh perlipatan sedimen berarah memiliki kemiringan lereng sangat landai sama, lembah U menunjukan erosi dengan nilai 3 7%. Satuan ini disusun ke arah lateral lebih besar dibanding oleh batulempung batupasir. Proses vertikal, memiliki kemiringan lereng mempengaruhi peman satuan agak curam dengan nilai 14 20%. Satuan ini yaitu proses endogen berupa lipatan ini sesar, serta proses eksogen berupa batupasir. Proses mempengaruhi erosi. Penyebaranya sekitar 6,08% dari peman satuan ini yaitu proses daerah penelitian. Satuan ini dapat dilihat endogen berupa lipatan, kekar, sesar, pada Gambar 12. serta disusun proses oleh batulempung eksogen berupa erosi. Penyebaranya sekitar 20,13% dari daerah penelitian. Satuan ini dapat dilihat pada Gambar 11. relatif sama besarnya,

14 pengaliran subparallel, lahan perbukitan kubah intrusi, lembah V menunjukan erosi kearah vertikal lebih besar dibanding lateral, memiliki kemiringan lereng agak curam dengan nilai 14 20%. Satuan ini disusun oleh Gambar 12. Kenampakan Satuan Perbukitan Sedimen Sangat Landai Struktural dilihat dari Desa Majalangu Satuan Perbukitan Intrusi porfiri andesit. Proses mempengaruhi peman satuan ini yaitu proses endogen berupa intrusi, eksogen berupa erosi. proses Penyebaranya sekitar 0,23% dari daerah penelitian. Satuan ini merupakan perbukitan memiliki elevasi 412,5 500 mdpl, pola Gambar 13.Peta Geomorfologi daerah penelitian; satuan perbukitan tinggi sedimen curam struktural (A), satuan perbukitan tinggi sedimen agak curam struktural (B), satuan perbukitan tinggi sedimen landai struktural (C), satuan perbukitan sediman curam struktural (D), satuan perbukitan sedimen agak curam struktural (E), satuan perbukitan sedimen sangat landai struktural (F), perbukitan intrusi (G)

15 Gambar 14.Kenampakan geomorfologi daerah penelitian secara 3 dimensi sedimen KESIMPULAN curam struktural.segkan potensi bencana banjir mungkin terjadi Berdasarkan morfografi, morfometri, morfogentik, daerah dikelompokan penelitian menjadi 7 dapat satuan pada satuan perbukitan tinggi sedimen landai struktural satuan perbukitan sedimen sangat landai struktural. geomorfologi, yaitu satuan perbukitan tinggi sedimen curam struktural, satuan DAFTAR PUSTAKA perbukitan tinggi sedimen agak curam struktural, sedimen satuan landai perbukitan sedimen perbukitan tinggi struktural, satuan curam struktural, satuan perbukitan sedimen agak curam struktural, sangat satuan landai perbukitan struktural, sedimen satuan perbukitan intrusi. Howard, A. D Drainage Analysis in Geologic Summation. Interpretation: AAPG pada satuan perbukitan tinggi sedimen curam struktural satuan perbukitan Bulletin Volume 51, Issue 11. Van Zuidam, R.A. Van., 1985, Aerial Photo- Interpretation Analysis and Geomorphology Mapping, Smith Publisher The Hague, ITC. Potensi bencana longsor mungkin terjadi A

Geomorfologi Daerah Maja dan Sekitarnya, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. *Corresponding Author:

Geomorfologi Daerah Maja dan Sekitarnya, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. *Corresponding Author: Geomorfologi Daerah Maja dan Sekitarnya, Kecamatan Maja, Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat *Anggia Ebony Permata Mirza 1, Ismawan 1, Abdurrokhim 1 1 Universitas Padjadjaran *Corresponding Author:

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih

Lebih terperinci

Zonasi Tingkatan Kerentanan Lahan Berdasarkan Analisis Kemiringan Lereng dan Analisis Kelurusan Sungai di Daerah Salopa, Kabupaten Tasikmalaya

Zonasi Tingkatan Kerentanan Lahan Berdasarkan Analisis Kemiringan Lereng dan Analisis Kelurusan Sungai di Daerah Salopa, Kabupaten Tasikmalaya Zonasi Tingkatan Kerentanan Lahan Berdasarkan Analisis Kemiringan Lereng dan Analisis Kelurusan Sungai di Daerah Salopa, Kabupaten Tasikmalaya Putra Perdana Kendilo 1, Iyan Haryanto 2, Emi Sukiyah 3, dan

Lebih terperinci

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta, BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,

Lebih terperinci

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah menjadi beberapa zona fisiografi (Gambar 2.1), yaitu: 1. Dataran Aluvial Jawa bagian utara. 2. Antiklinorium

Lebih terperinci

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo

Konsentrasi Sistem Informasi Geografis,Teknik Informatika, Fakultas Teknik Komputer Universitas Cokroaminoto Palopo DATA DEM DALAM ANALISIS MORFOMETRI (Aryadi Nurfalaq, S.Si., M.T) 3.1 Morfometri Morfometri merupakan penilaian kuantitatif terhadap bentuk lahan, sebagai aspek pendukung morfografi dan morfogenetik, sehingga

Lebih terperinci

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R.

Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Geologi Daerah Tajur dan Sekitarnya, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat Tantowi Eko Prayogi #1, Bombom R. Suganda #2 # Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Jalan Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

KONDISI GEOLOGI DAERAH HAMBALANG DAN SEKITARNYA KECAMATAN CITEUREUP DAN CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR, PROPINSI JAWA BARAT

KONDISI GEOLOGI DAERAH HAMBALANG DAN SEKITARNYA KECAMATAN CITEUREUP DAN CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR, PROPINSI JAWA BARAT KONDISI GEOLOGI DAERAH HAMBALANG DAN SEKITARNYA KECAMATAN CITEUREUP DAN CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR, PROPINSI JAWA BARAT Kholqi Dianardi #1, Bombom R. Suganda #2, #Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH KLABANG

GEOLOGI DAERAH KLABANG GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi

Lebih terperinci

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel

KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI. didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel KLASIFIKASI GEOMORFOLOGI Satuan geomorfologi morfometri yaitu pembagian kenampakan geomorfologi yang didasarkan pada kelerengan dan beda tinggi menurut van Zuidam & Cancelado (1979) (Tabel 3.1) dan dalam

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

ASPEK GEOMORFOLOGI SEBAGAI DATA AWAL PENGEMBANGAN WILAYAH DAERAH CINIRU DAN SEKITARNYA, KABUPATEN KUNINGAN, JAWA BARAT

ASPEK GEOMORFOLOGI SEBAGAI DATA AWAL PENGEMBANGAN WILAYAH DAERAH CINIRU DAN SEKITARNYA, KABUPATEN KUNINGAN, JAWA BARAT ASPEK GEOMORFOLOGI SEBAGAI DATA AWAL PENGEMBANGAN WILAYAH DAERAH CINIRU DAN SEKITARNYA, KABUPATEN KUNINGAN, JAWA BARAT Faizal Muhamadsyah, M. Nursiyam Barkah, Bombom Rachmat Suganda, Nanda Natasia. Abstrak

Lebih terperinci

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh

2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh 2.3.7 Analisis Data Penginderaan Jauh 2.3.7.1.Analisis Visual Analisis visual dilakukan untuk mendapatkan algoritma terbaik untuk menggabungkan data Landsat ETM+. Analisis visual dilakukan dengan menguji

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan

Lebih terperinci

ANALISA BENTANG ALAM

ANALISA BENTANG ALAM ANALISA BENTANG ALAM A. Definisi Bentang Alam Bentang alam merupakam karakteristik dan juga bentuk permukaan bumi yang disebabkan oleh proses perubahan kimia serta fisika. Beberapa contoh yang dihasilkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... i ii iii v ix x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA...

BAB 2 METODOLOGI DAN KAJIAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xviii DAFTAR

Lebih terperinci

4/8/2011 PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA. Permasalahan atau. isu yang muncul : 1. Adanya berbagai persepsi. pemetaan geomorfologi?

4/8/2011 PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA. Permasalahan atau. isu yang muncul : 1. Adanya berbagai persepsi. pemetaan geomorfologi? PEMETAAN GEOMORFOLOGI UNTUK GEOLOGI ATAU GEOFISIKA Suroso Sastroprawiro Bambang Kuncoro Hadi Purnomo Jurusan Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Contact person: 08122953788

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian ini secara fisiografi menurut van Bemmelen (1949)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian ini secara fisiografi menurut van Bemmelen (1949) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Daerah Penelitian Daerah penelitian ini secara fisiografi menurut van Bemmelen (1949) merupakan sebagian dari Zona Bogor bagian Timur (Gambar 2.1). Zona Bogor merupakan

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL II.1 FISIOGRAFI DAN MORFOLOGI Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah dibagi menjadi lima zona yang berarah timur-barat (van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) Nandian Mareta 1 dan Puguh Dwi Raharjo 1 1 UPT. Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Jalan Kebumen-Karangsambung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Daerah penelitian berada di Pulau Jawa bagian barat yang secara fisiografi menurut hasil penelitian van Bemmelen (1949), dibagi menjadi enam zona fisiografi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Daerah Penelitian Secara administratif, daerah penelitian termasuk dalam wilayah Jawa Barat. Secara geografis, daerah penelitian terletak dalam selang koordinat: 6.26-6.81

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan bentang alam yang ada di permukaan bumi dipengaruhi oleh proses geomorfik. Proses geomorfik merupakan semua perubahan baik fisik maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi

HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi Wilayah DAS Cileungsi meliputi wilayah tangkapan air hujan yang secara keseluruhan dialirkan melalui sungai Cileungsi. Batas DAS tersebut dapat diketahui dari

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi. sungai; kerapatan pengaliran; dan pola pengaliran.

BAB III METODE PENELITIAN. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi. sungai; kerapatan pengaliran; dan pola pengaliran. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam kegiatan penelitian ini, objek yang diteliti dan dikaji adalah sebagai berikut. 1. Karakteristik morfometri DAS Bulano dan DAS Paleleh yang meliputi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA

5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA .1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,

Lebih terperinci

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya

5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya 5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN Morfologi permukaan bumi merupakan hasil interaksi antara proses eksogen dan proses endogen (Thornbury, 1989). Proses eksogen merupakan

Lebih terperinci

Analisis Resiko Gerakan Tanah di Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat

Analisis Resiko Gerakan Tanah di Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Analisis Resiko Gerakan Tanah di Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat Hary Cahyadi 1, Qisthi Huuriyah 1, Muhammad Razy Fakhri 1, Jonathan Jason Filbert Jaya 1, Reza Moh. Ganjar Gani 1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus Secara geografis wilayah Kabupaten Tanggamus terletak pada posisi 104 0 18 105 0 12 Bujur Timur dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. SKRIPSI... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. SKRIPSI... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI SKRIPSI... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR FOTO... xii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian barat. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Van Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Pada penelitian tugas akhir ini yang menjadi objek antara lain adalah : 1. Aspek geomorfologi yang meliputi unsur morfografi, morfogenetik dan morfometri.

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG

BAB 3 GEOLOGI SEMARANG BAB 3 GEOLOGI SEMARANG 3.1 Geomorfologi Daerah Semarang bagian utara, dekat pantai, didominasi oleh dataran aluvial pantai yang tersebar dengan arah barat timur dengan ketinggian antara 1 hingga 5 meter.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 GEOGRAFIS Jawa bagian barat secara geografis terletak diantara 105 0 00-108 0 65 BT dan 5 0 50 8 0 00 LS dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Gunung Bahagia, Damai, Sumber Rejo, Kota Balikpapan,

Lebih terperinci

Karakteristik Geologi dan Analisis Resiko di Kelurahan Babakan Jawa Kecamatan Majalengka dan Sekitarnya Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Longsor

Karakteristik Geologi dan Analisis Resiko di Kelurahan Babakan Jawa Kecamatan Majalengka dan Sekitarnya Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Longsor Karakteristik Geologi dan Analisis Resiko di Kelurahan Babakan Jawa Kecamatan Majalengka dan Sekitarnya Sebagai Upaya Mitigasi Bencana Longsor Alvian Budiman 1, Adi Dimas Pramono 1, Dicky Muslim 1 1 Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL

BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Morfologi Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah dibagi menjadi 4 zona yang berarah timur-barat (van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Morfologi yang ada pada daerah penelitian dipengaruhi oleh proses endogen dan proses eksogen. Proses endogen merupakan proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian diamati dengan melakukan interpretasi pada peta topografi, citra

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. Semarang, 18 April 2014 NIM NIM

LEMBAR PENGESAHAN. Semarang, 18 April 2014 NIM NIM LEMBAR PENGESAHAN Laporan Praktikum Geomorfologi, acara: Bentang Alam Struktural yang disusun oleh M.Taufiqurrahman, yang disahkan pada : hari : Jumat tanggal : 18 April 2014 pukul : sebagai tugas laporan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Geomorfologi Daerah Penelitian III.1.1 Morfologi dan Kondisi Umum Daerah Penelitian Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yaitu geologi daerah Ngampel dan sekitarnya. Pembahasan meliputi kondisi geomorfologi, urutan stratigrafi,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Pengamatan geomorfologi terutama ditujukan sebagai alat interpretasi awal, dengan menganalisis bentang alam dan bentukan-bentukan alam yang memberikan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentuk morfologi dan topografi di daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen yang bersifat destruktif dan proses endogen yang berisfat konstruktif.

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Tengah oleh van Bemmelen, (1949) dibagi menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: Dataran Aluvial Jawa Utara, Gunungapi Kuarter,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum New Guinea yakni adanya konvergensi oblique antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Pasifik (Hamilton,

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH CIAMPEA-LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A

GEOLOGI DAERAH CIAMPEA-LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A GEOLOGI DAERAH CIAMPEA-LEUWILIANG, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Diajukan sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Strata Satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH CIHEA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT

GEOLOGI DAERAH CIHEA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT GEOLOGI DAERAH CIHEA DAN SEKITARNYA, KECAMATAN BOJONGPICUNG KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi secara umum daerah penelitian tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian baratlaut. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.

Lebih terperinci

03. Bentangalam Struktural

03. Bentangalam Struktural TKG 123 Geomorfologi untuk Teknik Geologi 03. Bentangalam Struktural Salahuddin Husein Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada 2010 Pendahuluan Bentangalam struktural adalah bentang

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA

BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA BAB III GEOLOGI DAERAH CILEUNGSI DAN SEKITARNYA 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Analisis Kondisi Geomorfologi Analisis Kondisi Geomorfologi yang dilakukan adalah berupa analisis pada peta topografi maupun pengamatan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 bagian besar zona fisiografi (Gambar II.1) yaitu: Zona Bogor, Zona Bandung, Dataran Pantai Jakarta dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Secara geografis, kabupaten Ngada terletak di antara 120 48 36 BT - 121 11 7 BT dan 8 20 32 LS - 8 57 25 LS. Dengan batas wilayah Utara adalah Laut Flores,

Lebih terperinci

ACARA IV POLA PENGALIRAN

ACARA IV POLA PENGALIRAN ACARA IV POLA PENGALIRAN 4.1 Maksud dan Tujuan Maksud acara pola pengaliran adalah: 1. Mengenalkan macam-macam jenis pola pengaliran dasar dan ubahannya. 2. Mengenalkan cara analisis pola pengaliran pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Geomorfologi,Morfotektonik ABSTRACT

ABSTRAK. Kata kunci: Geomorfologi,Morfotektonik ABSTRACT KARAKTERISTIK MORFOTEKTONIK DAS CIKUNDUL SEBAGAI INDIKASI ADANYA AKTIVITAS TEKTONIK AKTIF DI DAERAH TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO, KABUPATEN CIANJUR, PROPINSI JAWA BARAT Oleh: Reza Adi Nugroho,

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PENGESAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv SARI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR FOTO... xiii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATAGUNA LAHAN PERKEBUNAN 4.1 Geomorfologi Telah sedikit dijelaskan pada bab sebelumnya, morfologi daerah penelitian memiliki beberapa bentukan khas yang di kontrol oleh litologi,

Lebih terperinci

PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan)

PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan) PETA (Dasar Teori dan Geologi Regional Kuliah Lapangan) Geologi Regional Kuliah lapangan Geologi dilakukan pada hari Sabtu, 24 November 2012 di Perbukitan Jiwo, Kecamatan Bayat, yang terletak ±20 km di

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI. terbagi dalam tujuh (7) satuan fisiografi, yaitu : Dataran Rendah Timur (Eastern

BAB III TATANAN GEOLOGI. terbagi dalam tujuh (7) satuan fisiografi, yaitu : Dataran Rendah Timur (Eastern BAB III TATANAN GEOLOGI 3.1. Fisografi Regional. Menurut Cameron, dkk (1982), secara regional geologi lembar Medan terbagi dalam tujuh (7) satuan fisiografi, yaitu : Dataran Rendah Timur (Eastern Lowlands),

Lebih terperinci

GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA

GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA PULAU BALI 1. Letak Geografis, Batas Administrasi, dan Luas Wilayah Secara geografis Provinsi Bali terletak pada 8 3'40" - 8 50'48" Lintang Selatan dan 114 25'53" -

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. geologi khususnya mempelajari tentang batuan sebagai objek utama, prosesproses

BAB I PENDAHULUAN. geologi khususnya mempelajari tentang batuan sebagai objek utama, prosesproses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Geologi merupakan salah satu cabang ilmu kebumian yang membahas berbagai aspek dan fenomena khusus yang ada di bumi. Dalam perkembangannya geologi khususnya

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses eksogen dan endogen yang membentuk

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN

BAB VI KESIMPULAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN - LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Halaman Persembahan...iii Ucapan Terima Kasih... iv Kata Pengantar... v Sari... vi Daftar Isi... vii Daftar Gambar... x Daftar Tabel... xii BAB I

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi dan Morfologi Van Bemmelen (1949), membagi fisiografi Jawa Barat menjadi empat zona, yaitu Pegunungan selatan Jawa Barat (Southern Mountain), Zona Bandung (Central

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Geomorfologi pada daerah penelitian ditentukan berdasarkan pengamatan awal pada peta topografi dan pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat oleh van Bemmelen (1949) pada dasarnya dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI Secara morfologi, Patahan Lembang merupakan patahan dengan dinding gawir (fault scarp) menghadap ke arah utara. Hasil interpretasi kelurusan citra SPOT menunjukkan adanya kelurusan

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Halaman Persembahan... iii Ucapan Terima Kasih... iv Kata Pengantar... v Sari/Abstrak... vi Daftar Isi... vii Daftar Gambar... x Daftar Tabel... xiv

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi empat bagian besar (van Bemmelen, 1949): Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia), Zona Bogor (Bogor Zone),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Potensi bencana alam yang tinggi pada dasarnya tidak lebih dari sekedar refleksi fenomena alam yang secara geografis sangat khas untuk wilayah tanah air kita. Indonesia

Lebih terperinci

GEOLOGI DAERAH SUKATANI, KABUPATEN PURWAKARTA, PROPINSI JAWA BARAT

GEOLOGI DAERAH SUKATANI, KABUPATEN PURWAKARTA, PROPINSI JAWA BARAT GEOLOGI DAERAH SUKATANI, KABUPATEN PURWAKARTA, PROPINSI JAWA BARAT TUGAS AKHIR A Disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSEMBAHAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR...ix DAFTAR TABEL...xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR

BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN (LANDFORM) MAYOR DAN MINOR BENTUK LAHAN MAYOR BENTUK LAHAN MINOR KETERANGAN STRUKTURAL Blok Sesar Gawir Sesar (Fault Scarp) Gawir Garis Sesar (Fault Line Scarp) Pegunungan Antiklinal Perbukitan

Lebih terperinci

BENTANG ALAM STRUKTURAL

BENTANG ALAM STRUKTURAL BENTANG ALAM STRUKTURAL 1. PENGERTIAN BENTANG ALAM STRUKTURAL Bentang alam merupakan bentuk penampang (landform) suatu daerah di muka bumi yang mencakup ruang luas dan telah membentuk suatu sistem yang

Lebih terperinci