KAJIAN INVESTASI UNIT PENANGKAPAN DALAM UPAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG PENAEID SECARA BERKELANJUTAN DI PERAIRAN CIREBON, JAWA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN INVESTASI UNIT PENANGKAPAN DALAM UPAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG PENAEID SECARA BERKELANJUTAN DI PERAIRAN CIREBON, JAWA BARAT"

Transkripsi

1 KAJIAN INVESTASI UNIT PENANGKAPAN DALAM UPAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG PENAEID SECARA BERKELANJUTAN DI PERAIRAN CIREBON, JAWA BARAT D I N A R W A N SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Kajian Investasi Unit Penangkapan Dalam Upaya Pemanfaatan Sumberdaya Udang Penaeid Secara Berkelanjutan di Perairan Cirebon, Jawa Barat adalah murni karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Desember 2011 Dinarwan C

3 ABSTRACT DINARWAN. Studies on Fishing Unit Investment for Sustainable Penaeid Shrimp Resource Management in the Cirebon Waters, West Java. Supervised by Daniel R. Monintja, Akhmad Fauzi and Ernani Lubis. Penaeid shrimp production which collected from the Cirebon s fishers estimated to be over fished, but the result of research indicates that by using bio economic model approach, the rate of shrimp resource exploitation at the present time (the harvest = kg, the effort = shrimp fishing units) are still safe from overfishing condition, so that investment opportunity of shrimp fishing units are able to be carried out. At the first priority (at the OD optimasi dinamik regime), investment opportunity on shrimp fishing unit could be carried out up to Rp 5,613,665, equivalent to increase 306 new shrimp fishing units or to motorize 1247 shrimp fishing units which were not use the motor. At the second priority (at the MEY regime), investment opportunity on shrimp fishing unit could be carried out up to Rp 3,633,226, equivalent to increase 198 new shrimp fishing units or to motorize 807 shrimp fishing units which were not use the motor. At the third priority (at the sustainable regime), investment opportunity on shrimp fishing unit could be carried out up to Rp 6, 815,399, equivalent to increase 372 new shrimp fishing units or to motorize 1515 shrimp fishing units which were not use the motor. The investment opportunity on shrimp fishing unit have to give priorities to : (i) increases the services of fishing port infrastructure in accordance with Per.16/MEN/ 2006, (ii) motorizes of shrimp fishing unit which still not use the machine, and (iii) increases the quantity of shrimp fishing unit them selves. Keyword: bio economic model, over fishing, penaeid shrimp, Cirebon waters.

4 RINGKASAN DINARWAN. Kajian Investasi Unit Penangkapan Dalam Upaya Pemanfaatan Sumberdaya Udang Penaeid Secara Berkelanjutan di Perairan Cirebon, Jawa Barat. Dibimbing oleh Daniel R. Monintja, Akhmad Fauzi dan Ernani Lubis. Wilayah Cirebon dikenal sebagai Kota Udang. Produksi udang penaeid hasil tangkapan nelayan Cirebon diduga telah melampaui kondisi lestarinya, sehingga sumberdaya udang di wilayah tersebut mengarah pada kondisi over fishing. Oleh karenanya kontrol dan evaluasi sangat diperlukan dalam upaya pengelolaan sumberdaya udang yang lestari dan pengembangan kondisi investasi. Penelitian bertujuan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya udang penaeid, menetapkan peluang pengembangan investasi armada jaring udang, dan menganalisis ketersediaan dan pelayanan jasa prasarana pelabuhan perikanan. Penelitian ini menggunakan data time series perikanan pada periode Data primer diperoleh melalui wawancara terhadap 90 nelayan jaring udang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan model bioekonomi tingkat pemanfaatan sumberdaya udang penaeid rata-rata produksi aktualnya sebesar kg dengan penggunaan unit armada jaring udang ternyata masih relatif aman dari kondisi over fishing. Kapasitas pengembangan investasi armada jaring udang prioritas utama dapat dilakukan pada rezim OD (Optimasi Dinamik) hingga senilai Rp ,01 setara dengan penambahan 306 unit armada jaring udang baru atau motorisasi 1247 unit armada jaring udang yang belum menggunakan motor ; prioritas kedua dapat dilakukan pada rezim MEY (Maximum Economics Yield) hingga senilai Rp ,00 setara dengan penambahan 198 unit armada jaring udang baru atau motorisasi 807 unit armada jaring udang yang belum menggunakan motor ; prioritas ketiga dapat dilakukan pada rezim lestari hingga senilai Rp ,88 setara dengan penambahan 372 unit armada jaring udang baru atau motorisasi 1515 unit armada jaring udang yang belum menggunakan motor. Upaya pengembangan investasi haruslah didukung melalui program-program : (i) perbaikan akses perhubungan darat menuju ke dan dari PPP dan PPI yang kondisinya buruk, (ii) pelayanan pemenuhan kebutuhan BBM dan es yang diinginkan oleh nelayan jaring udang berapapun kuantitas yang dimintanya, (iii) penyuluhan akan manfaat dilakukannya proses pelelangan hasil tangkapan, dan (iv) penyediaan

5 dana kebutuhan operasional penangkapan ikan yang dibutuhkan nelayan jaring udang agar ketergantungan pada tengkulak dapat diputus. Upaya pengembangan investasi haruslah diprioritaskan pada : (i) peningkatan pelayanan fungsi dan peranan PPP/PPI yang tertera dalam Per.16/MEN/2006 sehingga hal tersebut menjadi prioritas kerja dalam upaya pemanfaatannya terkait pengembangan investasi di wilayah tersebut, (ii) program motorisasi armada jaring udang, dan (iii) pengembangan kuantitas armada jaring udang yang baru. Kata kunci : model bioekonomi, over fishing, udang penaeid, perairan Cirebon.

6 Hak Cipta milik IPB, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

7 KAJIAN INVESTASI UNIT PENANGKAPAN DALAM UPAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG PENAEID SECARA BERKELANJUTAN DI PERAIRAN CIREBON, JAWA BARAT Oleh : D I N A R W A N Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, MSc. Guru Besar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. 2. Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, MSc. Staf Pengajar Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka : 1. Dr. H. Iwan Setiawan, MSi. Direktur Bisnis pada Gabungan Koperasi Pesisir Nusantara 2. Dr. Maman Hermawan, MSc. Direktur Direktorat Pengembangan Produk Nonkonsumsi, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.

9 D I S E R T A S I Judul Disertasi : Kajian Investasi Unit Penangkapan Dalam Upaya Pemanfaatan Sumberdaya Udang Penaeid Secara Berkelanjutan Di Perairan Cirebon, Jawa Barat Nama Mahasiswa : Dinarwan N I M : C Program Studi : Teknologi Kelautan Disetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja Ketua Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. Anggota Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof.Dr.Ir. John Haluan, M.Sc. Dr.Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr. Tanggal Ujian : 23 Mei 2011 Tanggal Lulus :

10 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas rahmat, karunia dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Disertasi ini. Disertasi yang berjudul Kajian Investasi Unit Penangkapan Dalam Upaya Pemanfaatan Sumberdaya Udang Penaeid Secara Berkelanjutan Di Perairan Cirebon, Jawa Barat ini merupakan hasil penelitian yang telah dilaksanakan selama periode Maret 2006 s/d Maret Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja ; Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. dan Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA selaku pembimbing yang telah memberikan banyak saran dan pengarahan didalam penyelesaian penulisan hasil penelitian. 2. Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc. selaku mantan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah mengusahakan pemberian bantuan dana pendidikan dan penelitian melalui BPPS pada periode Disadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan Disertasi ini masih terdapat kekurangan yang menyebabkan Disertasi ini belum sempurna. Penulis mengharapkan adanya kritik dan saran membangun dari siapa saja yang menelaah Disertasi ini guna penyempurnaannya. Akhir kata semoga Disertasi ini bermanfaat bagi pembuat kebijakan pengelolaan perikanan tangkap yang berkelanjutan, terutama bagi pembuat kebijakan pengelolaan perikanan tangkap di wilayah kewenangan pesisir Cirebon. Bogor, Desember 2011 Penulis

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 23 Agustus 1963 sebagai anak ke 4 dari 10 bersaudara dari pasangan Soekarmadji (Alm) dan Siti Habsah (Almh). Pada Juni Tahun 1982 penulis lulus dari SMAN I Cimahi dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur masuk Proyek Perintis II. Pada Juli tahun 1983 penulis diterima di Fakultas Perikanan IPB dan pada Januari 1984 penulis diterima di Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan IPB. Penulis menamatkan pendidikan sarjana dan memperoleh ijazah pada tahun Pada tahun 1989 penulis melanjutkan studi pascasarjana (S 2) di Program Studi Ekonomi Pertanian (EPN) IPB melalui bantuan beasiswa TMPD dan memperoleh ijazah pada tahun Pada tahun 2002 penulis berkesempatan pula untuk melanjutkan studi pascasarjana (S 3) di Program Studi Teknologi Kelautan (TKL) IPB melalui bantuan beasiswa BPPS. Saat ini penulis bekerja sebagai salah satu tenaga pengajar di Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (Dept. PSP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Penulis menikah dengan Sufirany pada 15 Juni 1992 dan telah dikaruniai satu putri bernama Rizkian Magistasari yang lahir pada 3 Mei 1993 dan saat ini sedang mengikuti perkuliahan pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB semester kelima. Sebuah artikel penulis telah diterbitkan dengan judul Optimalisasi Pengelolaan Perikanan Tangkap Jaring Udang di Perairan sekitar Cirebon Utara, Jawa Barat pada Jurnal Perikanan dan Kelautan, Volume 5 Nomor 2, November 2009 yang diterbitkan oleh : Kerjasama Universitas Negeri Papua, Northern Territory University, Latrobe University dengan Jurusan Perikanan Fakultas Peternakan Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua Manokwari. Artikel penulis lainnya berjudul Pengkajian Investasi Unit Penangkapan dalam Upaya Pemanfaatan Sumberdaya Udang Penaeid Secara Berkelanjutan di Perairan Cirebon Utara, Jawa Barat telah diterbitkan pada Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, Volume 10 Nomor 1, Maret 2010 yang diterbitkan oleh : Kerjasama Masyarakat Sains Kelautan dan Perikanan Indonesia (MSKPI) dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Karya karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari penyelesaian studi penulis di program S3 IPB.

12 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI.. DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan dan Kegunaan Penelitian Hipotesis Kerangka Pemikiran 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Hasil Tangkapan Udang Penaeid Klasifikasi Alat Tangkap Jaring Udang Perahu Motor Tempel Biologi Udang Penaeid Operasional Penangkapan Udang Sumberdaya (Udang) Pembangunan Perikanan Tangkap yang Berkelanjutan Model Bioekonomi Kapasitas Perikanan (Fishing Capacity) Penyebab dan Konsekuensi dari Overkapasitas Pengukuran Kuantitatif dan Kualitatif terhadap Overkapasitas Investasi Pada Perikanan Pelabuhan Perikanan 30 3 METODOLOGI PENELITIAN Metode Penelitian Daerah dan Waktu Penelitian Sumber dan Jenis Data Tehnik Pengambilan Contoh Analisis Analisis untuk mengetahui kondisi pemanfaatan sumberdaya 35 udang dan penentuan kondisi pemanfaatan optimumnya Analisis investasi unit penangkapan jaring udang Analisis pemanfaatan pusat-pusat pendaratan armada jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon 45 4 HASIL DAN ANALISIS Kondisi Umum Wilayah Penelitian Letak geografi, topografi dan iklim xi xi xiii xv xvi

13 4.1.2 Potensi sumberdaya perikanan, musim dan daerah penangkapan Prasarana perikanan laut Rumah tangga perikanan (RTP) Armada unit penangkapan jaring udang Produksi (hasil tangkapan) udang dan produksi (hasil tangkapan) udang per upaya penangkapan jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon Analisis model bioekonomi Analisis biologi Analisis ekonomi Analisis optimasi pemanfaatan sumberdaya udang Analisis investasi Analisis Ketersediaan Prasarana Pelabuhan Perikanan Analisis SWOT Pelabuhan Perikanan 75 5 PEMBAHASAN Hubungan antara Produksi Effort - CPUE Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Udang Pendekatan Model Bioeconomic Rezim pengelolaan sustainable yield Rezim pengelolaan open access Rezim pengelolaan sole owner (MEY) Rezim pengelolaan optimasi dinamis Kajian Pengembangan Investasi pada Pemanfaatan Sumberdaya Udang dengan Pendekatan Model Bioeconomic Kondisi mikro usaha penangkapan jaring udang Kapasitas pengembangan investasi terhadap armada penang kapan jaring udang Pemanfaatan PPP dan PPI 95 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA. 102 LAMPIRAN xii

14 DAFTAR TABEL Halaman 1. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di Indonesia dan Laut Jawa Klasifikasi pelabuhan perikanan di Indonesia Jumlah contoh (sample) armada unit alat tangkap jaring udang Matrix analisis SWOT Musim penangkapan komoditas udang di wilayah pesisir Cirebon Penyebaran prasarana perikanan laut di wilayah pesisir Cirebon, Tahun Perkembangan armada unit penangkanan jaring udang di wilayah pesisir Cirebon, Periode Kebutuhan tenaga kerja pada masing masing unit penangkapan jaring udang di wilayah pesisir Cirebon, 2006/ Tingkat produksi (hasil tangkapan) udang di wilayah Kabupaten Cirebon, Periode Tingkat produksi (hasil tangkapan) udang per upaya penangkapan jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon, periode Hasil pendugaan parameter biologi udang penaeid di wilayah Kabupaten Cirebon, Tahun Gambaran produksi hasil tangkapan udang kondisi aktual dan lestari di wilayah Kabupaten Cirebon, Periode Rata rata besaran komponen biaya produksi penangkapan per unit jaring udang (effort) di wilayah Kabupaten Cirebon, Tahun Rente ekonomi aktual pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon, Periode Rente ekonomi lestari pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon, Periode Rente ekonomi aktual dan lestari pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon, Periode Depresiasi sumberdaya udang di wilayah perairan Kabupaten Cirebon, periode Hasil analisis optimasi pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah perairan Kabupaten Cirebon, Tahun Potensi pengembangan armada unit penangkapan jaring udang di wilayah perairan Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat Optimalisasi investasi unit penangkapan jaring udang pada rezim pengelolaan sumberdaya ikan di wilayah Kabupaten Cirebon Fasilitas yang dimiliki PPN Kejawanan xiii

15 22. Matrix faktor faktor strategi eksternal (EFAS) PPI Matrix faktor faktor strategi internal (IFAS) PPI Produksi actual, produksi lestari udang hasil tangkapan dan tingkat pemanfaatannya terhadap kondisi MSY dengan pendekatan model biologi.. 87 xiv

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kurva hasil tangkap - upaya (yield - effort curve) perikanan tangkap Kurva perikanan bebas tangkap Model statik Gordon - Schaefer Kerangka pemikiran penelitian Hubungan antara input dan output perikanan Keseimbangan bioekonomi Gordon Schaefer Kondisi kapasitas jumlah armada penangkapan Diagram kontrol umpan balik untuk kasus modal yang irreversible Tingkat produksi udang aktual dan lestari di wilayah Kabupaten Cirebon Posisi aktual effort terhadap rezim pengelolaan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon. 69 xv

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Gambar sketsa lokasi penelitian di wilayah Pesisir Utara Cirebon Rekapitulasi data primer Algoritma Fox Komponen biaya tetap rata rata dan biaya variabel rata rata per unit penangkapan dogol (effort) di Kabupaten Cirebon, Tahun Komponen biaya tetap rata rata dan biaya variabel rata rata per unit penangkapan trammel net (effort) di Kabupaten Cirebon, Tahun Komponen biaya tetap rata rata dan biaya variabel rata rata per unit penangkapan jarring klitik (effort) di Kabupaten Cirebon, Tahun Biaya total per standard effort jaring udang per tahun Harga output riel Keragaan finansial dan rente ekonomi armada jaring udang di wilayah Cirebon Keluaran model bioekonomi Analisis regressi CPUE dan effort Tabel faktor faktor strategi eksternal (EFAS) Tabel faktor faktor strategi internal (IFAS) Pembobotan faktor eksternal pelabuhan perikanan Pembobotan faktor internal pelabuhan perikanan Matrix profil kompetitif Matrix SWOT Pemandangan tempat tambat labuh armada penangkapan jaring udang di sepanjang sungai Pemandangan salah satu lokasi TPI di PPI Gebang yang sedang tidak beraktivitas Lokasi SPBU di salah satu PPI yang sudah hampir 2 tahun tidak berfungsi Contoh pengujian hipotesis penggunaan alat tangkap Jr. Klitik apakah sudah over fishing atau belum. 128 xvi

18 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya udang laut yang sangat besar, yakni sekitar ton per tahun yang terdiri dari ton per tahun untuk udang penaeid dan ton per tahun untuk lobster (Komnasperikanan, 1998). Gambaran besarnya potensi lestari sumberdaya udang laut tersebut secara rinci dapat diperhatikan pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di Indonesia dan Laut Jawa Sumberdaya udang Potensi lestari (ton/tahun) Indonesia Pemanfaatan (%) Potensi lestari (ton/tahun) Laut Jawa Pemanfaatan (%) Udang penaeid Lobster ,93 49, Sumber : Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut, ,78 26 Pemanfaatan terhadap komoditi udang penaeid banyak dilakukan oleh industri perikanan rakyat. Terlihat jelas bahwa pemanfaatan terhadap udang penaeid telah melampaui kondisi maximum sustainable yield (MSY). Walaupun tingkat pemanfaatan terhadap udang penaeid telah melampaui MSY-nya, proses pemanfaatan melalui upaya penangkapan masih tetap dilakukan oleh masyarakat nelayan. Hal ini dimungkinkan karena upaya penangkapan udang tersebut merupakan sumber pendapatan hidup masyarakat nelayan dan mereka melakukan kegiatan penangkapan tersebut karena udang penaeid memiliki tingkat harga jual yang relatif tinggi (rata-rata Rp ,00 per kg di tingkat nelayan kasus Cirebon pada tahun 2007). Memperhatikan potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang penaeid di kawasan perairan Laut Jawa seperti tampak pada Tabel 1 di atas, terlihat bahwa tingkat pemanfaatannya telah melampaui kondisi MSY (potensi sebesar ton per tahun, sedangkan pemanfaatannya sebesar ton per tahun). Sedangkan berdasarkan analisis data statistik perikanan pada

19 periode tahun , didapatkan hasil perhitungan MSY udang di WPP 712 (wilayah Laut Jawa) sebesar ton. Didasarkan pada penggunaan alat tangkap dogol sebagai acuan diperoleh nilai upaya optimal sebesar kapal (PRPT BRKP, KKP 2010). Sebagai sebuah wilayah yang dikenal sebagai Kota Udang, Cirebon merupakan wilayah yang memiliki potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang yang juga relatif besar. Khusus terhadap besarnya tingkat pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah perairan Cirebon, dapat diperlihatkan (data tahun 2005) bahwa betapa besarnya jumlah armada penangkapan udang yang sudah mencapai unit untuk alat tangkap dogol, unit untuk alat tangkap trammel net dan 982 unit untuk alat tangkap jaring klitik. Sementara produksi hasil tangkapan yang diperoleh mencapai 6 430,61 ton dari alat tangkap dogol, 4 336,923 ton dari alat tangkap trammel net dan 4 187,374 ton dari alat tangkap jaring klitik. Bila diperhatikan kondisi tersebut, kontribusi pemanfaatan sumberdaya udang dari wilayah Cirebon sudah mencapai 134,73 % dari potensi sumberdaya udang wilayah Laut Jawa (Komnasperikanan, 1998). Hal ini mempertegas bahwa tingkat pemanfaatan sumberdaya udang penaeid di wilayah Cirebon telah melampaui kondisi MSY-nya. Walaupun kondisi pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Cirebon telah melampaui kondisi MSY-nya, namun kegiatan investasi pada unit alat tangkap jaring udang masih berlangsung hingga saat ini. Kegiatan operasi penangkapan pada unit alat tangkap jaring udang seluruhnya melibatkan usaha perikanan rakyat. Kegiatan investasi akan melahirkan adanya kegiatan produktif bagi masyarakat yang melakukannya. Pada era saat ini, dimana kondisi perekonomian makro berada dalam situasi yang tidak menentu, kegiatan investasi banyak ditujukan pada sektor agribisnis (termasuk perikanan laut) mengingat permintaan ekspor produk agribisnis (terutama udang) masih relatif besar. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa saat ini eksportir memprediksi harga ekspor udang Indonesia di pasar internasional akan naik, hal ini antara lain disebabkan karena meningkatnya permintaan (khususnya dari Amerika Serikat dan Jepang) sebagai dampak mulai redanya perang AS Irak dan jawaban tegas Indonesia (bahwa Indonesia tidak akan terlibat mengenai 2

20 kejahatan bioterorisme) terhadap diberlakukannya Undang-Undang Bioterorisme yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat. Kegiatan investasi dapat mengeksploitasi berlebihan terhadap sumberdaya udang bila kegiatan investasi tersebut tidak dikontrol dengan baik. Iklim investasi pada unit penangkapan jaring udang yang tidak dikontrol akan mengakibatkan terjadinya pemanfaatan berlebihan (pengurasan) terhadap sumberdaya udang. Apabila hal tersebut terjadi, maka bukannya kesejahteraan yang akan diperoleh nelayan namun sebaliknya akan mengakibatkan kerugian pada mereka karena upaya penangkapan per unit alat tangkapnya akan semakin rendah. Mengingat kegiatan investasi pada unit alat tangkap jaring udang akan mengakibatkan terhadap kelangsungan upaya pemanfaatan sumberdaya udang, maka agar pemanfaatan terhadap sumberdaya udang tersebut dapat berkelanjutan diperlukan adanya analisis kapasitas investasi terhadap pengembangan unit alat penangkapan jaring udang dalam upaya pengelolaan sumberdaya udang yang berkelanjutan di wilayah perairan pesisir Cirebon. Di sisi lain, sebagai prasarana pendukung terhadap keberhasilan iklim investasi pada sektor perikanan laut umumnya di wilayah Cirebon, pihak pelabuhan perikanan senantiasa berupaya melengkapi berbagai fasilitas fisiknya dan memberikan pelayanan jasa secara maksimal. Khusus terhadap iklim investasi pada perikanan udang di wilayah Cirebon perlu kiranya dikaji lebih mendalam keterkaitan langsung maupun tidak langsung dari pelabuhan perikanan, sehingga dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi kedua belah pihak. 1.2 Perumusan Masalah Program motorisasi dan modernisasi unit alat penangkapan jaring udang merupakan salah satu cara untuk dapat meningkatkan produksi udang laut melalui pembelian seperangkat investasi baru berupa satu unit armada penangkapan yang terdiri dari kapal (perahu), mesin motor tempel dan alat tangkap jaring udang sehingga pendapatan nelayan dapat ditingkatkan. Di lapangan, unit alat penangkapan jaring udang yang digunakan oleh nelayan adalah beragam, yakni nelayan ada yang menggunakan unit alat tangkap 3

21 trammel net, jaring klitik atau ada pula yang menggunakan dogol dalam upaya untuk menangkap udang dengan menggunakan perahu yang bermesin motor tempel yang beragam pula kekuatannya. Program motorisasi dan modernisasi unit alat penangkapan jaring udang ini dengan demikian akan terkait dengan investasi pada masing-masing unit alat tangkap yang dikembangkan. Program pengembangan investasi ini harus dikontrol dan dimonitor sedemikian rupa sehingga program ini diharapkan tidak sampai merusak kondisi potensi lestari sumberdaya udang yang ada. Kenyataan menunjukkan bahwa kuantitas potensi lestari sumberdaya udang penaeid di wilayah perairan Laut Jawa telah dilampaui oleh kuantitas tingkat pemanfaatan sumberdaya udang hanya dari wilayah pesisir Cirebon. Pada kondisi yang demikian terlihat jelas bahwa bila investasi baru terhadap unit alat penangkapan jaring udang dilakukan, maka sumberdaya udang akan semakin terkuras dan dikhawatirkan justru tingkat pendapatan usaha penangkapan nelayan jaring udang akan semakin menurun. Dengan alasan tersebut maka perlu adanya pengelolaan yang baik terhadap upaya pemanfaatan sumberdaya udang agar berkelanjutan. Oleh karenanya sehubungan dengan permasalahan seperti tersebut di atas perlu kiranya diketahui : (1) Bagaimanakah kondisi pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah perairan pesisir Cirebon, apakah masih memungkinkan investasi baru untuk program pengembangan melalui motorisasi dan modernisasi unit alat tangkapnya?. Hal ini sangat terkait dengan kepentingan aspek manajemen sumberdaya udang (aspek biologis) terhadap pengelolaan sumberdaya udang yang dikehendaki agar berkelanjutan. (2) Apakah program motorisasi dan modernisasi unit alat penangkapan jaring udang ini secara kuantitas masih perlu terus dilakukan ekspansi pengembangannya?. Hal ini sangat terkait dengan aspek pengembangan iklim investasi (kapasitas investasi) pada kegiatan usaha penangkapan udang. (3) Dari aspek prasarana yang disediakan oleh pemerintah, apakah pelayanan jasa dari pelabuhan perikanan telah dapat memberikan kontribusinya terhadap pengoperasian alat tangkap jaring udang?. Begitu pula sebaliknya seberapa besar manfaat yang dapat diberikan dari pengoperasian alat tangkap jaring udang terhadap pengelolaan pelabuhan perikanan? 4

22 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian Penelitian yang mengombinasikan kepentingan berbagai aspek (biologis, teknis, ekonomi dan sosial) merupakan penelitian yang relatif dibutuhkan, mengingat permasalahan di lapangan kebanyakan merupakan kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) Mengetahui kondisi pemanfaatan sumberdaya udang dan menentukan kondisi pemanfaatan optimumnya. (2) Menentukan kapasitas pengembangan investasi pada program motorisasi unit alat tangkap jaring udang yang disesuaikan dengan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya udangnya. (3) Menentukan upaya pengelolaan pelabuhan perikanan di pusat pusat pendaratan armada jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon. Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan : (1) Dapat merupakan sumbangan pemikiran kepada para pembuat kebijakan didalam pelaksanaan berbagai program pengelolaan perikanan tangkap yang ditujukan pada peningkatan kesejahteraan nelayan, khususnya nelayan jaring udang di wilayah regional Cirebon, (2) Sebagai kontrol dan monitoring terhadap tingkat pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Cirebon dan terhadap tingkat pemanfaatan prasarana dan sarana pelabuhan perikanan di wilayah tersebut. (3) Sebagai sumber data yang dapat dimanfaatkan pada penelitian lebih lanjut menyangkut pengembangan IPTEKS alat tangkap jaring udang apabila upaya pengembangannya masih dimungkinkan. 1.4 Hipotesis Pada penelitian ini hipotesis yang digunakan adalah hipotesis nol yang menyatakan bahwa usaha penangkapan udang di wilayah perairan pesisir Cirebon sudah over fishing (terutama economical over fishing yang mana tingkat pandapatan usaha penangkapan nelayan sudah merugi ( 0). Hipotesis pembandingnya (hipotesis satu) menyatakan bahwa usaha penangkapan udang di wilayah perairan pesisir Cirebon tidak over fishing, dalam pengertian bahwa tingkat pendapatan usaha penangkapan nelayan masih menguntungkan ( > 0). Hipotesis yang dikemukakan didasarkan pendekatan kerangka konseptual bahwa 5

23 sifat sumberdaya perikanan laut sebagai milik bersama (common property) menjadikan adanya bebas tangkap, oleh karenanya tidak ada pembatasan bagi siapapun yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut. Masuknya nelayan baru pada usaha penangkapan ikan akan terus berlangsung hingga tercapai keseimbangan pada saat keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya laut tersebut akan hilang ( 0 ). Pada kurva perikanan bebas tangkap, yaitu pada fungsi hasil tangkapan yang berbentuk parabola dan biaya penangkapan per unit upaya (effort) konstan, apabila tingkat upaya penangkapan terus bertambah, maka penerimaan total yang merupakan fungsi dari hasil tangkapan akan bertambah sampai tercapai keseimbangan, yaitu penerimaan total dari pemanfaatan sumberdaya laut sama dengan biaya total penangkapan yang dikeluarkan per unit upaya penangkapan. Dengan kata lain keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya perikanan laut akan hilang ( 0 ). Hal ini disebabkan oleh karena laju peningkatan upaya penangkapan ikan tidak seimbang dengan pertumbuhan alami sumberdaya perikanan, sehingga stok ikan akan berkurang dan akhirnya akan mengakibatkan turunnya hasil tangkapan nelayan. Secara ekonomis, penurunan hasil tangkapan ikan akan mengurangi pula keuntungan usaha nelayan secara keseluruhan, karena penerimaan (revenue) yang diperoleh tidak sebanding dengan biaya (cost) yang dikeluarkan. Hilangnya keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya perikanan laut, juga dapat disebabkan oleh besarnya biaya penangkapan per satuan upaya (effort). Dengan biaya penangkapan yang tinggi, keuntungan akan berkurang walaupun hasil tangkapan yang diperoleh belum melebihi tingkat maximum sustainable yield (MSY). Usaha penangkapan udang yang dilakukan oleh nelayan di wilayah pesisir Cirebon terlihat senantiasa berkembang. Terjadinya perkembangan tersebut perlu dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan permasalahan overfishing, baik biological overfishing maupun economic overfishing pada masa yang akan datang. Clark (1976) mengemukakan bahwa untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat digunakan kerangka konseptual kepemilikan tunggal atau single ownership sumberdaya ikan. Pada era otonomi daerah saat sekarang ini, masalah pemanfaatan sumberdaya perikanan laut dapat ditangani oleh 6

24 pemerintah daerah (Pemda) melalui dinas perikanan. Dengan demikian dalam konsep di atas Pemerintah Daerah Wilayah Cirebon dapat berperan sebagai pemilik tunggal sumberdaya udang di wilayah perairan pesisir Cirebon. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dibuat konsepsikonsepsi yang memuat : (1) Apakah kondisi usaha penangkapan udang di wilayah perairan pesisir Cirebon dapat dikelola dengan mengoptimumkan jumlah upaya penangkapannya, jumlah stok sumberdaya udang di perairan pesisir Cirebon dan hasil tangkapan udangnya? (2) Apakah kondisi aktual penangkapan udang di wilayah perairan pesisir Cirebon sudah mencapai penangkapan berlebih (overfishing), baik secara biologi (biological overfishing) maupun secara ekonomi (economic overfishing)? (3) Apakah kegiatan investasi baru masih diperlukan untuk kegiatan usaha penangkapan udang di wilayah perairan pesisir Cirebon tersebut? (4) Apakah pelabuhan perikanan yang berada di sekitar pemukiman nelayan jaring udang sudah dapat dimanfaatkan secara maksimal? 1.5 Kerangka Pemikiran Fungsi pertumbuhan logistik perikanan : Populasi ikan dalam periode tertentu akan mengalami perubahan ukuran yang dinyatakan dengan perubahan cadangan sumberdaya dari populasi tersebut. Perubahan ukuran populasi dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alami (seperti : ketidak-tersediaan makanan, adanya predator, perubahan lingkungan fisik perairan, dan sebagainya) dan faktor non alami (karena keterlibatan manusia dalam usaha penangkapan ikan di perairan bebas). Perubahan cadangan sumberdaya ikan secara alami dipengaruhi oleh pertumbuhan logistik ikan yang dapat dinyatakan dalam sebuah fungsi : F (b) = rb (1 b/k).. (1) dimana : F (b) = fungsi pertumbuhan logistik ikan r = konstanta pertumbuhan intrinsik (alamiah) ikan K = konstanta daya dukung perairan b = cadangan sumberdaya ikan (biomas ikan) Upaya penangkapan ikan yang dilakukan oleh manusia dapat dinyatakan dalam sebuah fungsi hasil tangkap (Fauzi dan Anna, 2005) sebagai berikut : 7

25 h = ӨbI.. (2) dimana : h = hasil tangkapan ikan I = upaya penangkapan (effort) b = cadangan sumberdaya ikan (biomas) Ө = koefisien daya tangkap (catchability) Berdasarkan persamaan (1) dan (2) di atas, maka perubahan cadangan sumberdaya ikan dapat dinyatakan dalam persamaan berikut : b/ t = rb (1 b/k) ӨbI. (3) Persamaan (3) menunjukkan hubungan antara fungsi pertumbuhan logistik ikan dengan fungsi hasil tangkap. Persamaan ini merupakan persamaan ordinary differential equation (ODE) yang untuk tujuan pengelolaan perikanan persamaan tersebut perlu ditransformasi menjadi persamaan yang dapat diamati (observable). Persamaan yang observable menggambarkan hubungan antara output (yield y) dan input (E) dalam bentuk persamaan kuadrat terhadap E yang dikenal sebagai persamaan yield effort lestari dan menghasilkan kurva yield effort lestari (sustainable yield effort curve) (Fauzi, 2010) seperti dapat dilihat di bawah ini. Yield Y msy MSY Effort E msy E max Gambar 1. Kurva Hasil Tangkap Upaya Lestari (Sustainable Yield Effort Curve) Dalam perspektif model Schaefer, pengelolaan sumberdaya ikan yang terbaik adalah pada saat produksi lestari berada pada titik tertinggi kurva yield effort. Titik ini kemudian disebut sebagai maximum sustainable yield atau dikenal dengan MSY. 8

26 Asumsi asumsi yang berhubungan dengan kurva hasil tangkap upaya lestari di atas adalah (Azis 1989) : (1) Kelimpahan populasi adalah faktor yang hanya menyebabkan perbedaan dalam laju pertambahan populasi alami tahunan. (2) Hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) adalah sepadan dengan cadangan sumberdaya ikan. (3) Laju mortalitas penangkapan ikan seketika adalah sepadan dengan upaya penangkapan. (4) Jenjang waktu (time lag) antara pemijahan dan recruitment tidak mempunyai pengaruh terhadap populasi ikan. (5) Ada hubungan linear antara hasil tangkap (yield) dengan upaya penangkapan (effort). Perikanan bebas tangkap (Open access fishery) : Clark (1976) menjelaskan bahwa kondisi perikanan bebas tangkap (open access fishery) adalah kondisi dimana siapapun dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan di suatu wilayah perairan tanpa adanya pembatasan. Dalam kondisi perikanan bebas tangkap, tingkat upaya penangkapan (fishing effort) akan meningkat sampai tercapainya keseimbangan dimana keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya laut tersebut tidak ada lagi ( = 0 ). Gordon (1957) yang diacu dalam Clark (1976) menggambarkan kondisi perikanan bebas tangkap dalam sebuah kurva yang didasarkan pada kurva hasil tangkap (Yield Effort Curve), dengan memasukkan variabel harga ikan per satuan hasil tangkapan dan biaya per satuan upaya penangkapan. Dengan asumsi bahwa harga ikan per satuan hasil tangkapan adalah konstan, maka total penerimaan yang didapat oleh nelayan adalah : TR = p.y t (4) dimana : TR p Y t = penerimaan total = harga ikan per satuan hasil tangkap = hasil tangkap pada waktu t Untuk biaya total upaya penangkapan dapat dinyatakan dalam persamaan : TC = c.e t. (5) dimana : TC c E t = biaya penangkapan total = biaya penangkapan per upaya penangkapan = jumlah upaya penangkapan pada waktu t 9

27 Dari kedua persamaan tersebut di atas, maka dapat diturunkan persamaan keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya perikanan sebagai berikut : = ( p.y t ) - ( c.e t ). (6) dimana = keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya perikanan Persamaan keuntungan pemanfaatan sumberdaya perikanan di atas dapat dituliskan dalam bentuk lain, yaitu : = p.q.x t.e t c.e t = (p.q.x t c ) E t. (7) Pada kondisi bebas tangkap, keseimbangan bionomi terjadi pada saat = 0, sehingga persamaan (7) menjadi : (p.q.x t c ) E t = 0 Persamaan (8) p.q.x t c = 0 p.q.x t = c X t = c/pq (8) merupakan formula untuk menduga besarnya cadangan sumberdaya ikan pada keseimbangan bionomi. Kurva hasil tangkap upaya yang telah dikombinasi dengan variabel harga ikan dan biaya penangkapan dapat digambarkan dalam sebuah kurva seperti tampak di bawah ini. Revenue, Cost y msy y mey MEY MSY TC Y Bionomi Equilibrium TR E mey E msy E Effort Gambar 2. Kurva perikanan bebas tangkap (Gordon 1957, yang diacu dalam Clark 1976) 10

28 Pada gambar 2. di atas terlihat bahwa titik keseimbangan bionomi (bionomic equilibrium) akan terjadi pada saat penerimaan total (TR) sama dengan biaya total (TC), sehingga keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya perikanan menjadi nol ( = 0 ). Dengan demikian dua kesimpulan yang berkaitan dengan perikanan bebas tangkap, seperti yang dikemukakan oleh Gordon (1957) yang diacu dalam Clark (1976) dapat dijadikan sebagai narasumber, yaitu : (1) Seyogianya tidak ada tingkat upaya penangkapan yang melebihi keseimbangan E, karena dalam kondisi tersebut penerimaan total (TR) lebih kecil dari Biaya Total (TC), sehingga keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya akan negatip. Bila terjadi kondisi dimana tingkat upaya penangkapan melebihi keseimbangan E, kondisi demikian dikenal sebagai pemanfaatan sumberdaya perikanan yang berlebih secara ekonomi (economic overfishing). (2) Pada tingkat upaya penangkapan yang lebih kecil dari titik keseimbangan E, maka nelayan dapat meningkatkan upaya penangkapannya (secara mikro) atau program pengembangan motorisasi dan modernisasi armada penangkapan ikan dapat dilakukan (secara makro). Hal ini dapat dilakukan karena masih ada keuntungan yang dapat diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya perikanan. Upaya peningkatan tersebut seyogianya berlangsung hingga tercapai pada titik keseimbangan bionomi. Permodelan bioekonomi : Clark (1985) mengemukakan bahwa untuk dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya perikanan di suatu wilayah perairan, maka konsep yang harus dikembangkan adalah konsep kepemilikan tunggal, sehingga cadangan sumberdaya perikanan di suatu wilayah perairan tertentu dianggap sebagai modal (asset) oleh pihak pemilik tunggal yang dalam hal ini dapat diwakili oleh pemerintah daerah. Pemilik tunggal mempunyai tujuan untuk memaksimumkan keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya perikanan pada jangka panjang. Tujuan yang akan dicapai oleh pemilik tunggal sumberdaya adalah memaksimumkan nilai kini (present value) dari keuntungan yang akan diperoleh dari pemanfaatan sumberdaya perikanan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dikembangkan model bioekonomi dalam optimalisasi pengelolaan 11

29 sumberdaya perikanan laut yang merupakan gabungan antara model model biologi dan ekonomi. Model bioekonomi pertama kali diperkenalkan oleh Scott Gordon (seorang ekonom Kanada). Pada dasarnya Gordon menggunakan pendekatan ekonomi dalam menganalisis optimalisasi pengelolaan sumberdaya perikanan dengan dukungan pendekatan biologi yang telah dilakukan oleh Schaefer. Dengan latar belakang demikian, maka model bioekonomi tersebut akhirnya dikenal sebagai Model Bioekonomi Gordon Schaefer (GS). Model Bioekonomi Gordon Schaefer (GS) pada dasarnya didekati dari Model Surplus Produksi yang dikembangkan oleh Graham (1935). Pada Model Surplus Produksi pertumbuhan populasi ikan diasumsikan mengikuti fungsi pertumbuhan logistiknya yang mana perubahan stok ikannya sangat tergantung dari pertumbuhan alamiah ikan (r), stok ikan (x) dan daya dukung perairan (K) (Fauzi 2004). Model Bioekonomi Gordon Schaefer adalah pendekatan yang relatif sederhana dalam menganalisis optimalisasi pengelolaan sumberdaya perikanan. Pendekatan tersebut bertujuan untuk menganalisis aspek ekonomi dengan kendala aspek biologi sumberdaya ikan. Output dari hasil analisis Model Bioekonomi Gordon Schaefer yang utama adalah menetapkan berapa besar tingkat input produksi (jumlah unit armada penangkapan, gross tone dan besaran lamanya trip melaut) yang harus dikendalikan agar dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang sebesar besarnya (Fauzi 2004). Pada perikanan bebas tangkap, manfaat bersih atau rente ekonomi perikanan akan bernilai positip bila tingkat upaya (effort) aktual kurang dari tingkat upaya (effort) kondisi open access dan akan menjadi nol bila biaya total (total cost) sama dengan penerimaan totalnya (total revenue). Wilayah dibawah kurva total revenue dan diatas kurva total cost merupakan nilai rente ekonomi. Rente ekonomi akan maksimum bila slope kurva total cost bersinggungan dengan kurva total revenue. Kondisi tersebut dikenal dengan istilah Maximum Economic Yield (MEY) (Seijo et al. 1998). Gambaran Model Bioekonomi seperti diuraikan di atas adalah merupakan gambaran model yang statik. Pada model yang statik tersebut perbedaan nilai uang pada masa sekarang dan yang akan datang belum diperhitungkan. Secara keseluruhan, kaitan antara keseimbangan Open Access (OA), Maximum 12

30 Sustainable Yield (MSY) dan Maximum Economic Yield (MEY) pada model statik tersebut di atas dapat diperlihatkan pada gambar berikut ini. Stock a. Stock ikan lestari Yield Effort b. Produksi lestari Effort Cost, Revenue c. Penerimaan total lestari dan biaya total TC = ce TR = ph MEY MSY OA Effort Gambar 3. Model Statik Gordon Schaefer (Seijo et al. 1998) 13

31 Pada konsep model dinamik yang dikembangkan oleh Clark dan Munro, unsur waktu menjadi sangat penting ; oleh karena nilai uang pada saat sekarang berbeda dengan nilai uang pada masa yang akan datang. Oleh karenanya keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya perikanan juga dipengaruhi oleh tingkat potongan (discount rate). Dengan demikian cadangan sumberdaya perikanan yang dianggap sebagai modal tersebut dipengaruhi pula oleh tingkat potongan (discount rate) pada suatu saat tertentu. Pada model dinamik, pengelolaan sumberdaya ikan dapat diartikan sebagai penghitungan tingkat upaya dan tingkat produksi optimal dengan memperhitungkan discounted present value (DPV) dari surplus sosial yang maksimum. Kondisi tersebut dicapai pada saat manfaat marginal dari sumberdaya ikan sama dengan biaya marginalnya (Fauzi 2004). Pada kondisi discount rate yang semakin tinggi, maka tingkat upaya akan cenderung semakin menurun sehingga kondisi cadangan stock ikan akan semakin meningkat. Sebaliknya, bila discount rate semakin rendah, maka tingkat upaya akan cenderung semakin meningkat dan kondisi cadangan stock ikan akan semakin menurun. Tingkat optimal dari upaya dan produksi pada model dinamik terletak diantara keseimbangan sole owner atau private property dan open access. Investasi pada perikanan : Kegiatan operasi penangkapan ikan membutuhkan adanya investasi. Investasi tersebut diperlukan untuk membeli seperangkat kapal ikan, mesin mesin penggerak dan unit alat tangkap ikan. Pengkajian investasi pada perikanan mengasumsikan pada model kepemilikan tunggal, dimana investasi dapat bersifat reversible dan irreversible. Investasi yang bersifat reversible mengandung arti bahwa pemilik dapat membeli atau menjual terhadap barang barang investasinya dengan bebas. Investasi yang bersifat irreversible mengandung arti bahwa pemilik tidak bebas dalam melakukan proses jual beli barang barang investasinya (Clark 1985). Pada kasus kepemilikan tunggal perikanan, misal K = K t adalah nilai asset modal tetap yang dimiliki oleh pemilik perikanan pada waktu t. Dinamika penyesuaian modal dimodelkan melalui persamaan sebagai berikut : dk t /dt = I t - K t (9) 14

32 dimana I t menunjukkan tingkat pemakaian investasi pada modal dan konstanta 0 yang menunjukkan tingkat penyusutan. ditentukan oleh pemilik dibawah kendala kendala tertentu. Tingkat pemakaian investasi I t Banyaknya upaya penangkapan (effort) yang dapat digunakan oleh pemilik adalah proporsional dengan ukuran alat tangkapnya, atau dengan kata lain proporsional dengan modal K t. Kemudian diperoleh bahwa E max = K t, sehingga upaya penangkapan E t karenanya dibatasi oleh : 0 E t K t (10) Dengan memperkenalkan modal K t pada model, timbul pemahaman alami terhadap simbol E max, dimana sebelumnya hanya memiliki arti khusus. Bila c K menunjukkan biaya modal (Rp/unit penangkapan standar). Investasi pada tingkat I t (unit penangkapan standar/tahun), kemudian dimasukkan biaya pada tingkat c K I t (Rp/tahun), maka aliran penerimaan bersih pada pemilik perikanan diberikan sebagai berikut : t = p.q (X t ) X t c E t - c K I t (11) Seperti sebelumnya, dihipotesakan bahwa pemilik akan mencoba memaksimumkan nilai sekarangnya (NPV) sebagai berikut : -δt Maxi e п t d t. (12) I t, E t 0 Maksimumisasi tersebut sesuai (tunduk) dengan kondisi (untuk t 0) : dx t /d t = G (X t ) q (X t ) X t E t (13) dk t /d t = I t K t. (14) X t 0 (15) 0 E t K t (16) X 0, K 0 telah ada (given).. (17) juga mungkin terkendala pada tingkat pemakaian investasi I t. Pada kasus dimana investasi pada kapal penangkapan ikan bersifat reversible dalam pengertian pemilik dapat membeli atau menjual pada tingkat harga c K tanpa batas, maka dalam kondisi demikian tidak ada kendala terhadap I t. Pada kondisi investasi bersifat reversible terbukti bahwa pemilik tidak akan pernah menyewakan kapalnya yang tidak ia pakai. Oleh karena itu kita akan memperoleh E t = K t.. (18) 15

33 Hubungan investasi dan biaya dapat digambarkan di bawah ini. Akhirnya diperoleh bahwa : -δt -δt e c K I t d t = c K e (dk t /d t + K t ) d t 0 0 -δt -δt = c K e (δ + )K t d t c K K 0 0 = c K (δ + ) e E t d t c K K 0 0 -δt Maxi E t e (p.q.x t c total ) E t d t. (19) 0 dimana c total = c + (δ + ) c K.. (20) Investasi I t telah hilang (hal itu diberikan melalui persamaan I t = de t /d t + E t ), dan hanya E t yang tertinggal untuk ditentukan. Juga keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh pemilik sekarang dapat dikatakan dalam satu terminologi yaitu : c total E t = [c + (δ + ) c K ] E t (21) Dengan kata lain, bila modal bersifat reversible, biaya biaya modal menjadi biaya variabel. Oleh karenanya modal dapat dimasukkan sebagai biaya variabel total seperti sama halnya pada pembayaran bunga dan penyusutan. Bila X* total menunjukkan keseimbangan optimal daripada tingkat biomas, maka X* total ditentukan melalui aturan dasar persamaan tingkat optimal daripada biomas, namun dengan c digantikan oleh c total. Bila K* total sebagai modal (yaitu kapasitas armada) yang diperlukan untuk pemanenan hasil yang berkelanjutan pada tingkat X = X* total, maka diperoleh bahwa : G(X* total ) K* total = E* total =.. (22) q(x* total ) (X* total ) Solusi (X* total, K* total ) juga akan terbukti penting didalam masalah modal yang irreversible. Pada kasus modal yang irreversible, maka I t 0 (23) Hal tersebut mengasumsikan bahwa tidak ada penjualan kembali di pasar, walaupun terhadap kelebihan kapasitas. Notasi X* var digunakan untuk optimal biomas bila hanya biaya variabel yang diperhitungkan. Kemudian bila c < c total diperoleh : X* var < X* total dan K* var < K* total (24) 16

34 Perbedaan X* var dapat dilihat berikut ini : Anggap untuk sementara bahwa pemilik memiliki cukup kapal : K 0 > K* var. Bila kapal kapal tidak dapat dijual, biaya biaya tetap menjadi tidak relevan terhadap pembuatan pembuatan keputusan yang akan datang dari pemilik. Oleh karenanya, biomas optimal adalah menjadi X* var. Walaupun demikian, modal awal K 0 menyusut pada tingkat - kapal yang lusuh hilang di laut, dan sebagainya. Pada dasarnya kita memiliki K t < K* var. Hasil yang lestari pada X = X* var tidak mungkin lagi terjadi kecuali jika kapal baru dibawa. Kapal baru melibatkan biaya biaya tetap dan biomas optimal bila biaya biaya tetap relevan dengan X* total. Oleh karena itu keberadaan dari modal yang irreversible nampaknya memberikan kenaikan pada dua solusi keseimbangan optimal. Pengkajian investasi pada pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak akan terlepas dari masalah masalah penetapan upaya penangkapan (effort) dan penetapan keseimbangan daripada pemanfaatan tingkat biomas ikan. Oleh karenanya kajian investasi pada perikanan juga akan terkait langsung dengan pemodelan bioekonomi. Secara sederhana, kerangka pemikiran akan pentingnya pengkajian terhadap pengembangan investasi unit armada penangkapan jaring udang dalam upaya pengelolaan sumberdaya udang yang berkelanjutan di perairan pesisir Cirebon, dan keterkaitannya dengan pengelolaan pelabuhan perikanan dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini. 17

35 Kondisi Open Access Fisheries Common Properties Fisheries - Produksi > MSY - Penurunan tingkat pendapatan - Konflik sosial - Kerusakan SDI Monitoring & Control Pengelolaan SDI Sustain Resources : a. Rezim OA b. Rezim MSY c. Rezim MEY d. Rezim OD Over fishing Prasarana Pelabuhan Perikanan Peluang Investasi Criteria Investasi Pengendalian upaya penangkapan : - Pengkayaan stock (stock enhancement) - Rehabilitasi lingkungan/habitat perairan Pengembangan Investasi Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian 18

36 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Tangkapan Udang Penaeid Sumiono dan Suman (1988) mengemukakan bahwa setelah beberapa tahun berlakunya penghapusan trawl, telah berkembang penggunaan trammel net dan pukat pantai (semacam dogol) atau beach seine untuk menangkap udang oleh nelayan. Adanya perubahan alat tangkap tersebut juga mengakibatkan perubahan komposisi hasil tangkapan udang, yaitu tidak tertangkap lagi udang dari jenis katagori krosok (Metapenaeopsis spp, Parapenaeopsis spp, Solenocera spp). Sementara itu katagori dogol (Metapenaeus ensis, Metapenaeus dobsoni) mendominasi hasil tangkapan Trammel Net yang diikuti dengan katagori jerbung (Penaeus merguiensis, Penaeus indicus, Penaeus chinensis, Penaeus monodon dan Penaeus semisulcatus). Perubahan komposisi hasil tangkapan ini menimbulkan iklim usaha yang baik bagi masyarakat nelayan, karena dengan adanya penghapusan trawl memberikan dampak positif terhadap berkembangnya motorisasi armada nelayan tradisional dan diversifikasi unit alat tangkapnya. Data produksi perikanan laut daerah Kabupaten Cirebon tahun 2007 memperlihatkan bahwa jenis-jenis udang penaeid yang dominan terdapat di perairan Cirebon adalah : udang jerbung (penaeus merguensis), udang krosok atau udang dogol (metapenaeus sp). Harahap (2000) mengemukakan bahwa kegiatan usaha penangkapan jaring udang dengan menggunakan trammel net berada dalam kondisi yang masih layak untuk dikembangkan. Total penerimaan dapat menutup total biayanya dengan perolehan R/C sebesar 1,54 dan pay back periode sebesar 1,29 tahun. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan teknologi penangkapan udang untuk memperbaiki kesejahteraan nelayan tradisional dapat dikatakan berhasil. 2.2 Klasifikasi Alat Tangkap Jaring Udang Pada dasarnya pemberian nama jaring udang adalah penamaan daerah yang disesuaikan dengan jenis hasil tangkapannya. Menurut klasifikasinya jaring udang merupakan jenis alat tangkap yang berinduk pada alat tangkap jenis gillnet. Adapun klasifikasi alat tangkap gillnet adalah sebagai berikut

37 (Hartono 1991, yang diacu dalam Dinarwan 1993) : Floating gillnet : - Fixed floating gillnet - Drift floating gillnet Midwater gillnet Bottom gillnet Oleh karena penamaan jaring udang diambil dari istilah daerah dimana penelitian ini dilakukan, maka katagori jaring udang yang dimaksud adalah semua jenis jaring yang dapat digunakan untuk menangkap udang. Adapun jaring udang yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah : jaring dogol, trammel net dan jaring klitik. Didalam klasifikasinya jaring klitik dan trammel net termasuk dalam jenis jaring bottom gillnet, sehingga untuk kedua jenis jaring tersebut dapat dikatakan sebagai shrimp bottom gillnet. Lain dengan kedua jenis jaring udang yang telah disebutkan di atas, jaring dogol tidak termasuk kedalam klasifikasi gillnet, namun jaring dogol dapat diklasifikasikan kedalam pukat kantong lingkar. 2.3 Perahu Motor Tempel Perahu yang digunakan oleh nelayan di wilayah perairan pesisir Cirebon semuanya terbuat dari kayu. Nelayan setempat membagi perahu menjadi dua tipe yakni : perahu tipe sopea dan tipe compreng. Perbedaan utama dari kedua tipe tersebut adalah terletak pada ukuran perahu dan bentuk linggi perahu. Untuk ukuran panjang (L) yang sama, maka kedalaman (D) perahu tipe sopea lebih dalam dibandingkan dengan tipe compreng. Bentuk linggi pada perahu tipe sopea memiliki ukuran lebar yang sama dari ujung bawah sampai ujung atas, sehingga menyerupai bentuk balok ; sedangkan untuk perahu tipe compreng bentuk linggi-nya menyerupai setengah lingkaran dari ujung linggi bawah sampai ujung linggi atas (Dinarwan 1993). Sejak tahun 1984 hingga saat ini perahu yang digunakan oleh nelayan di wilayah pesisir Cirebon didominasi oleh perahu motor tempel. Dominasi penggunaan perahu motor tempel ini disebabkan karena adanya program motorisasi perahu-perahu jukung. Selain alasan tersebut, dominasi penggunaan perahu motor tempel juga menandakan kelas tertentu status sosial seseorang nelayan (Dinarwan 1993). 20

38 2.4 Biologi Udang Penaeid Udang laut mengalami dua fase kehidupan, yaitu fase di tengah laut dan fase di perairan muara. Fase di tengah laut adalah fase dewasa, kawin dan bertelur. Beberapa saat sebelum kawin, udang betina terlebih dahulu berganti kulit. Induk yang telah matang telur dapat ditemui di dasar laut berpasir atau berlumpur pada kedalaman sekitar 6 45 m. Induk yang matang telur biasanya memijah pada malam hari dan telurnya diletakan di dasar laut. Diduga udang penaeid berpijah sepanjang tahun, namun terdapat puncak pada bulan bulan tertentu. Kira kira 12 jam setelah dikeluarkan, telur menetas menjadi larva yang pada stadium pertama disebut nauplius. Setelah mengalami pergantian kulit beberapa kali, nauplius kemudian menjadi zoea. Pada stadium zoea, larva mulai mengambil makanan dari sekitarnya. Kemudian bentuk zoea akan berubah lagi menjadi mysis yang kemudian bermetamorfosa menjadi stadium post larva. Anakan udang ini bersifat planktonik dan kemudian beruaya ke pantai (cenderung ke perairan muara sungai). Dari post larva kemudian masuk pada stadium juvenil (juwana). Udang muda segera akan kembali ke laut untuk tumbuh menjadi besar, dewasa dan akhirnya memijah. Dari menetas sampai mencapai stadium post larva diperlukan waktu sebulan. Dari post larva sampai stadium juwana diperlukan waktu selama 3 4 bulan, sedangkan dari stadium juwana hingga mencapai dewasa diperlukan waktu selama delapan bulan (Nontji 2005). 2.5 Operasional Penangkapan Udang Kegiatan penangkapan udang dilakukan pada pagi dini hari hingga siang hari. Operasi penangkapan dilakukan di wilayah fishing ground yang berjarak tidak terlalu jauh dari garis pantai (± 5 6 km arah vertikal). Kegiatan penangkapan dilakukan oleh perahu perahu motor tempel yang memiliki 3 4 orang nelayan. 2.6 Sumberdaya (udang) Rees 1990 yang diacu dalam Fauzi 2004, menyatakan bahwa sesuatu dapat dikatakan sebagai sumber daya bila memiliki karakteristik sebagai berikut : (1) Terdapat pengetahuan, teknologi atau keterampilan (skill) untuk dapat memanfaatkannya. (2) Terdapat adanya permintaan (demand) terhadap sumberdaya tersebut. 21

39 Sehubungan dengan kedua kriteria tersebut di atas, maka udang merupakan komoditi yang dapat dikatakan sebagai suatu sumberdaya. Sumberdaya udang termasuk sumberdaya yang dapat diperbarui (flow) dimana terdapat beberapa konsep pengukuran tentang ketersediaannya. Rees 1990 yang diacu dalam Fauzi 2004, menyatakan bahwa konsep konsep pengukuran ketersediaan sumberdaya yang dapat diperbarui adalah sebagai berikut : (1) Potensi maksimum sumberdaya, yaitu pemahaman untuk mengetahui potensi atau kapasitas sumberdaya guna menghasilkan barang dan jasa dalam jangka waktu tertentu yang umumnya didasarkan pada perkiraan ilmiah. Pengukuran ini lebih didasarkan pada kemampuan biofisik alam tanpa mempertimbangkan kendala sosial ekonomi. (2) Kapasitas lestari (sustainable capacity atau sustainable yield), yaitu pengukuran yang didasarkan pada kemampuan untuk menyediakan kebutuhan bagi generasi kini dan juga generasi mendatang. (3) Kapasitas penyerapan (absorptive capacity), yaitu pengukuran yang didasarkan pada kemampuan sumberdaya alam dapat pulih untuk menyerap limbah akibat aktivitas manusia. (4) Kapasitas daya dukung (carrying capacity), yaitu pengukuran kapasitas yang didasarkan pada kapasitas maksimum dari lingkungan untuk dapat mendukung suatu pertumbuhan organisme. Wilayah perairan Kabupaten Cirebon termasuk kedalam wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 712. Ditunjau dari penyebaran geografisnya, maka udang penaeid mendominasi penyebaran kelompok jenis udang yang tertangkap di wilayah Cirebon. Berdasarkan analisis data statistik perikanan periode diperoleh hasil perhitungan MSY untuk udang sebesar ton. Namun kondisi pemanfaatan sumberdaya udang di WPP 712 diduga telah melampaui tingkat pemanfaatan optimalnya (PRPT BRKP, KKP tahun 2010). 2.7 Pembangunan Perikanan Tangkap yang Berkelanjutan Konsep dasar dari sustainability adalah pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak menguras atau merusak secara permanen. Oleh karenanya perlu diketahui berapa besar kapasitas daya dukung dari sumberdaya alam tersebut. Pengetahuan mengenai perbedaan tingkat pemanfaatan dan upaya aktual serta 22

40 kondisi optimal dari suatu kegiatan perikanan tangkap sangat diperlukan, lebih lagi buat penentu kebijakan agar dapat meminimisasi biaya korbanan dalam memperoleh keuntungan ekonomi optimal yang lestari (Hartwick 1986). Konsep dasar pembangunan perikanan tangkap yang berkelanjutan haruslah mengandung empat (4) aspek penting (Charles 1993, yang diacu dalam Fauzi 2005), yaitu : (1) Ecological sustainability (keberlanjutan ekologis), yaitu memelihara keberlanjutan stok ikan sehingga tidak melewati daya dukungnya, dalam pengertian bahwa kapasitas dan kualitas ekosistem dapat ditingkatkan. (2) Socioeconomic sustainability (keberlanjutan sosial ekonomi), yaitu mempertahankan keberlanjutan tingkat kesejahteraan masyarakat, baik secara individu maupun secara kolektif. (3) Community sustainability (keberlanjutan komunitas), yaitu mempertahankan keberlanjutan kesejahteraan dari sisi masyarakat. (4) Institutional sustainability (keberlanjutan institusional), yaitu memelihara aspek finansial dan administrasi yang sehat yang merupakan prasyarat dari ketiga pembangunan yang berkelanjutan di atas. Scoones (1989), membagi daya dukung lingkungan kedalam dua (2) jenis, yaitu daya dukung ekologis (ecological carrying capacity) dan daya dukung ekonomi (economical carrying capacity). Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum mahluk hidup pada suatu lahan yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karena faktor kepadatan dan terjadinya kerusakan lingkungan secara permanen. Daya dukung ekonomi adalah tingkat produksi yang memberikan keuntungan maksimum dengan penentuan tujuan usaha secara ekonomi. Masalah keberlanjutan menjadi semakin penting ketika populasi ikan di dunia menjadi semakin terbatas, hasil tangkapan ikan semakin berkurang dan hampir 70% stok ikan dunia mengalami overexploited atau depleted. Adapun faktor faktor yang dapat menyebabkan kondisi overexploited tersebut adalah : (i) Adanya perubahan teknologi penangkapan ikan yang dapat meningkatkan hasil dan mengurangi biaya penangkapan ikan, (ii) Adanya faktor lingkungan seperti polusi, (iii) Adanya alat tangkap dengan produk bycatch yang tinggi, serta (iv) Adanya kegagalan pengaturan perikanan untuk dapat mencegah terjadinya overharvesting (Hartwick dan Olewiler 1986). 23

41 2.8 Model Bioekonomi Istilah bioekonomi diperkenalkan oleh seorang ahli ekonomi dari Canada yang pertama kali menggunakan pendekatan ekonomi untuk menganalisis pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal. Pada generasi berikutnya, istilah bioekonomi lebih intensif dan dinamis digunakan oleh Clark dan Munro dimana mereka mengenalkan pendekatan kapital untuk memahami pengelolaan sumberdaya ikan yang optimal. Pendekatan bioekonomi sangat diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya ikan, karena pendekatan ini melengkapi konsep maximum sustainable yield (MSY) yang diperkenalkan oleh Schaefer (1954) yang didasarkan pada pendekatan biologi semata. Pada pendekatan bioekonomi, aspek aspek biaya pemanenan ikan dan aspek aspek sosial ekonomi menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan. Perkembangan model bioekonomi diawali pertama kali dengan adanya model bioekonomi Gordon Schaefer yang dibangun dari model surplus produksi. Pada model ini diasumsikan bahwa pertumbuhan populasi ikan diasumsikan mengikuti fungsi pertumbuhan logistic, sehingga lahirlah istilah kurva pertumbuhan logistic. Pertumbuhan biomas ikan tersebut diasumsikan berlaku tanpa adanya penangkapan oleh manusia. Di sisi lain, kegiatan penangkapan ikan bergantung pada input (effort) yang digunakan I, jumlah biomas ikan yang tersedia b, dan kemampuan teknologi yang digunakan - Ө (disebut juga koefisien daya tangkap). Dari semua variabel tersebut, maka hasil tangkapan h = Ө b I. Pada kenyataannya variabel biomas tidak dapat diamati, sedangkan yang tersedia hanyalah data hasil tangkapan h, jumlah input yang digunakan I (dalam bentuk jumlah armada penangkapan, jumlah trip atau jumlah hari melaut). Dalam model bioekonomi Gordon Schaefer kendala yang dihadapi tersebut diatasi dengan mengasumsikan kondisi ekologi dalam keadaan keseimbangan, sehingga dapat diperoleh fungsi biomas terhadap input yang berbentuk kuadratik (yield effort curve) seperti tampak pada Gambar 5 berikut ini. 24

42 Output MSY ekonomi Input Gambar 5 Hubungan antara Input dan Output perikanan Pada perkembangan selanjutnya, Scott Gordon menambahkan nuansa ke dalam model Schaefer, sehingga pengelolaan sumberdaya ikan memberikan manfaat ekonomi dalam bentuk rente ekonomi (Fauzi 2005). Dari model GS didapat dua keseimbangan bioekonomi seperti terlihat pada Gambar 6. berikut ini. Penerimaan, Biaya (Rp) A TC B TR Input I* I OA Gambar 6 Keseimbangan bioekonomi Gordon Schaefer Keseimbangan pertama terjadi pada kondisi I OA dimana tidak ada manfaat ekonomi yang diperoleh. Pada keseimbangan ini dikenal sebagai bioeconomic equilibrium of open access. Keseimbangan kedua terjadi pada kondisi I* dimana manfaat ekonomi akan diperoleh secara maksimum. Model produksi surplus dikembangkan pula oleh Clarke, Yoshimoto dan Pooley yang dikenal dengan model CYP. Pada model ini, manfaat ekonomi yang 25

43 optimal merupakan tujuan yang akan dicapai. Output yang paling berharga pada model ini adalah dapat ditentukannya kondisi MEY (maximum economic yield). Pada perkembangan selanjutnya, Collin Clark dan Gordon Munro mengembangkan model bioekonomi dengan lebih bersifat dinamis dan kompleks, dimana mereka menggunakan pendekatan capital (Clark 1975). Kondisi optimal dari upaya dan hasil tangkapan ikan berada diantara dua keseimbangan pada status private property dan open access. 2.9 Kapasitas Perikanan (Fishing Capacity) FAO (1999), mendefinisikan kapasitas perikanan (fishing capacity) yang didasarkan dari pendekatan kedua kombinasi input (yakni : effort upaya penangkapan, banyaknya jumlah kapal/perahu, dan lain lain) dan output (hasil tangkapan) adalah sebagai berikut : banyaknya ikan (upaya penangkapan effort) yang dapat dihasilkan pada periode waktu tertentu (tahun atau musim ikan) oleh sebuah kapal atau armada penangkapan jika secara penuh digunakan pada kondisi sumberdaya tertentu. Pemanfaatan kapasitas menggambarkan derajat (tingkat) pemanfaatan kapal atau armada penangkapan yang dapat digunakan secara penuh. Dari perspektif yang didasarkan pada input, pemanfaatan kapasitas dapat diartikan sebagai rasio antara jumlah hari menangkap ikan secara aktual dengan jumlah hari dimana potensi kapal dapat menangkap ikan dibawah kondisi bekerja yang normal. Sementara dari perspektif yang didasarkan pada output, pemanfaatan kapasitas dapat diartikan sebagai rasio antara jumlah hasil tangkapan ikan secara aktual dengan jumlah potensi hasil tangkapan ikan (jika digunakan secara penuh). Kapasitas berlebih (excess capacity) terjadi bila potensi hasil tangkapan atau potensi upaya penangkapan (effort) melebihi hasil tangkapan aktual atau tingkat upaya penangkapan (effort) pada periode waktu tertentu. Kapasitas berlebih pada dasarnya merupakan fenomena jangka pendek yang dapat ditimbulkan dari beberapa alasan, contohnya : rendahnya harga jual ikan atau meningkatnya biaya biaya operasi (akibat naiknya harga bahan bakar minyak) untuk sementara waktu akan mengakibatkan pengurangan hari operasi dari rata rata hari operasi kapal atau armada penangkapan. Bila kondisi kembali normal, maka kapasitas berlebih tersebut akan berubah. 26

44 Overcapitalization (overkapasitas kapasitas berlebih) pada perikanan merupakan masalah jangka panjang. Overkapasitas terjadi bila ukuran (jumlah) armada lebih besar daripada ukuran (jumlah) armada yang seharusnya diperlukan. Overkapasitas dapat digambarkan pada kasus dari eksploitasi armada tunggal terhadap mono-spesies (misalnya udang) seperti di bawah ini. Sustainable yield msy B A Gambar 7 Ukuran (Jumlah) K** K* K Armada Kondisi kapasitas jumlah armada penangkapan Pada kondisi bebas (open access), ukuran (jumlah) armada sebanyak K akan menghasilkan hasil tangkapan lestari di titik A, dimana armada tersebut diasumsikan digunakan secara penuh terhadap contoh yang dimaksud. Hasil tangkapan yang lebih besar dapat diperoleh bila terjadi pengurangan armada dari K menjadi K*. Begitu pula bila armada terus dikurangi hingga K**, maka hasil tangkapan tetap masih lebih besar dibanding dengan kondisi semula. Fenomena seperti di atas akan tampak lebih jelas terlihat bila biaya operasi penangkapan diperhitungkan. Tambahan modal, tenaga kerja dan bahan bakar minyak yang digunakan didalam memelihara sejumlah armada penangkapan sebesar K ; bukan saja akan mengurangi potensi penerimaan, tetapi juga akan meningkatkan biaya operasi penangkapan Penyebab dan Konsekuensi dari Overkapasitas Overkapasitas didalam perikanan akan menimbulkan beberapa masalah, yaitu (Clark 2006) : 27

45 (1) Terjadinya kelebihan investasi (overinvestment) didalam modal dan berlebihnya tenaga kerja pada proses pemanenan yang menimbulkan masalah lainnya. (2) Terjadinya pengurasan kelimpahan stok ikan (overfishing) (3) Terjadinya pengurangan pendapatan terhadap modal dan tenaga kerja, dan penurunan kualitas hidup daripada nelayan dan keluarganya, serta (4) Terjadinya peningkatan perselisihan politik didalam proses pengelolaan perikanan. Overkapasitas didalam perikanan juga akan menimbulkan beberapa konsekuensi, diantaranya yaitu : (1) Konsekuensi bioekonomi : Terjadinya peningkatan kapasitas didalam pemanenan hasil tangkapan akan menyebabkan meningkatnya upaya penangkapan (fishing effort). Terjadinya peningkatan upaya penangkapan (fishing effort) akan mengakibatkan pengurangan ukuran stok hingga dibawah kondisi MSY. Gejala seperti itu menunjukkan telah terjadi overfishing. Bila overfishing telah terjadi, maka biasanya akan meningkatkan adanya produk by catch dan terjadi pula perusakan habitat. Melihat kondisi yang demikian, maka pembatasan terhadap overfishing perlu dilakukan, apakah melalui pembatasan upaya penangkapan melalui pembatasan hari melaut ataukah pembatasan terhadap quota penangkapan melalui pembatasan total penangkapannya. Mekanisme seperti yang diterangkan tersebut membawa konsekuensi bahwa pendekatan Bio-Ekonomi mutlak harus dilakukan. (2) Konsekuensi sosial dan politik Digunakannya pendekatan Bio-Ekonomi didalam memberikan solusi terhadap terjadinya overfishing akan menimbulkan konsekuensi baru terhadap permasalahan social dan politik. Rekomendasi pengurangan armada penangkapan (upaya penangkapan/fishing effort) akan menimbulkan terjadinya peningkatan pengangguran yang pada akhirnya akan menimbulkan permasalahan politik di wilayah tersebut Pengukuran Kuantitatif dan Kualitatif terhadap Overkapasitas Pengukuran Kuantitatif terhadap overkapasitas dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan analisis, yaitu : 28

46 (1) Pendekatan Peak to Peak Analisis (2) Pendekatan DEA (data envelopment analysis) (3) Pendekatan SPF (stochastic production frontier) Analisis Selanjutnya dikatakan bahwa disamping ketiga pendekatan analisis tersebut di atas, terdapat pula pendekatan analisis secara kualitatif, yaitu dengan melihat indikator indikator kualitatif terhadap terjadinya overkapasitas (Hilborn, 2002). Indikator indikator kualitatif terhadap terjadinya overkapasitas dapat dibangun dari pendekatan model bioekonomi. Indikator indikator kualitatif terhadap terjadinya overkapasitas diantaranya adalah : (1) Status biologi daripada perikanan (2) Katagori pengelolaan perikanan (3) Hubungan antara tingkat panen (harvest) dan TAC (total allowable catch) (4) Rasio antara TAC dan lamanya musim penangkapan (5) Perijinan permanen (6) CPUE (catch per unit of effort) 2.12 Investasi pada Perikanan Kegiatan operasi penangkapan ikan membutuhkan adanya investasi. Investasi tersebut diperlukan untuk membeli seperangkat kapal ikan, mesin mesin penggerak dan unit alat tangkap ikan. Pengkajian investasi pada perikanan mengasumsikan pada model kepemilikan tunggal, dimana investasi dapat bersifat reversible dan irreversible. Investasi yang bersifat reversible mengandung arti bahwa pemilik dapat membeli atau menjual terhadap barang barang investasinya dengan bebas. Investasi yang bersifat irreversible mengandung arti bahwa pemilik tidak bebas dalam melakukan proses jual beli barang barang investasinya (Clark 1985). Pengkajian investasi pada pemanfaatan sumberdaya perikanan tidak akan terlepas dari masalah masalah penetapan upaya penangkapan (effort) dan penetapan keseimbangan daripada pemanfaatan tingkat biomas ikan. Oleh karenanya kajian investasi pada perikanan juga akan terkait langsung dengan pemodelan bioekonomi. 29

47 2.13 Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah suatu kawasan perairan yang tertutup atau terlindung dan cukup aman dari pengaruh angin dan gelombang laut, dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti logistik, penyediaan bahan bakar, perbengkelan dan juga sarana pengangkutan barang. Pelabuhan perikanan adalah pelabuhan khusus yang merupakan perpaduan antara wilayah daratan dan lautan yang dipergunakan sebagai pangkalan kegiatan penangkapan ikan dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas sejak ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan (Lubis 2006). Kegiatan usaha penangkapan jaring udang di wilayah perairan Cirebon utara terkait dengan pemanfaatan pelabuhan perikanan yang berskala kecil, yaitu pelabuhan perikanan yang bertipe D (pangkalan pendaratan ikan). Hal tersebut dimungkinkan karena armada penangkapan jaring udang merupakan armada penangkapan ikan yang tonase-nya < 30 GT dan masih menggunakan mesin motor tempel. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. per 16/MEN/2006 tentang pelabuhan perikanan pasal : 16, 17, 18, 19 dan 20 menyebutkan bahwa terdapat klasifikasi pelabuhan perikanan menjadi 4 (empat), yaitu : (1) Pelabuhan perikanan samudera (tipe A) (2) Pelabuhan perikanan nusantara (tipe B) (3) Pelabuhan perikanan pantai (tipe C), dan (4) Pangkalan pendaratan ikan (tipe D) Adapun klasifikasi pelabuhan perikanan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Klasifikasi pelabuhan perikanan di Indonesia Tipe pelabuhan perikanan Pelabuhan perikanan samudera (PPS) Pelabuhan perikanan tipe A Kriteria a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut territorial, ZEEI dan laut lepas, b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 60 GT, c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 300 m dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m, d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 100 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan 30

48 sekurang-kurangnya GT kapal perikanan sekaligus, e. Ikan yang didaratkan sebagian untuk tujuan export, f. Terdapat industri perikanan. Pelabuhan perikanan nusantara (PPN) Pelabuhan perikanan tipe B Pelabuhan perikanan pantai (PPP) Pelabuhan perikanan tipe C Pangkalan pendaratan ikan (PPI) Pelabuhan perikanan tipe D a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di laut territorial dan ZEEI, b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 30 GT, c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 150 m dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 3 m, d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 75 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya GT kapal perikanan sekaligus, e. Terdapat industri perikanan. a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut territorial, b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 10 GT, c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 100 m dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m, d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 30 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 300 GT kapal perikanan sekaligus, a. Melayani kapal perikanan yang melakukan kegiatan perikanan di perairan pedalaman dan perairan kepulauan, b. Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang-kurangnya 3 GT, c. Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m dengan kedalaman kolam sekurang-kurangnya minus 2 m, d. Mampu menampung sekurang-kurangnya 20 kapal perikanan atau jumlah keseluruhan sekurang-kurangnya 60 GT kapal perikanan sekaligus, 31

49 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini ditujukan terhadap kegiatan penangkapan unit alat tangkap jaring udang di wilayah pesisir Cirebon. Penelitian ini mencakup aspek aspek yang terkait dengan pengelolaan kegiatan penangkapan unit alat tangkap jaring udang, yakni : pengelolaan sumberdaya udang agar lestari, pengelolaan jumlah armada penangkapan unit alat tangkap jaring udang agar kegiatan penangkapan udang dapat berkelanjutan, pengelolaan iklim investasi terhadap kegiatan penangkapan unit alat tangkap jaring udang, dan pemanfaatan pelabuhan perikanan didalam melayani kelancaran kegiatan penangkapan unit alat tangkap jaring udang serta memfungsikan hak dan kewajiban nelayan terhadap prasarana pelabuhan yang telah diberikan oleh pemerintah. Kasus wilayah perairan pesisir Cirebon yang diduga potensi sumberdaya udangnya sudah dieksploitasi secara berlebihan diupayakan untuk dapat diangkat ke permukaan. Pelaksanaan survei dilakukan agar dapat diperoleh gambaran sampel yang diharapkan dapat mewakili kasus wilayah yang bersangkutan. Konsep dan Pengukuran : 1) Usaha penangkapan udang adalah kegiatan menangkap udang dengan tujuan memperoleh keuntungan finansial. 2) Nelayan jaring udang adalah rumah tangga perikanan (RTP) yang memiliki alat tangkap jaring udang dan perahu motor tempel sendiri. 3) Produksi adalah hasil tangkapan udang yang dinyatakan dalam satuan berat (kg). 4) Effort adalah upaya untuk menangkap udang dengan menggunakan teknologi penangkapan yang dinyatakan dalam satuan unit (jumlah kuantitas). 5) Catch per unit effort (CPUE) adalah hasil tangkapan per satuan upaya yang dinyatakan dalam kg/unit. 6) Maximum sustainable yield (MSY) adalah hasil tangkapan maksimum yang membuat sumberdaya lestari. 7) Maximum economic yield (MEY) adalah hasil tangkapan maksimum yang memberikan tingkat keuntungan ekonomi maksimum.

50 8) Open access (OA) adalah kondisi sumberdaya yang dapat diakses oleh siapapun. 3.2 Daerah dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah perairan pesisir Cirebon dimana terdapat populasi armada penangkapan jaring udang yang terbesar di wilayah Propinsi Jawa Barat. Lokasi tempat pengambilan sampel dilakukan di wilayah kecamatan pesisir Cirebon yang memiliki komunitas nelayan jaring udang relatif banyak, yakni : Kecamatan Cirebon Utara, Kecamatan Mundu dan Kecamatan Gebang. Waktu pelaksanaan penelitian di lapangan berlangsung selama 12 bulan yang dimulai pada bulan Maret 2006 sampai dengan Maret Sumber dan Jenis Data Data yang diperlukan pada penelitian ini bersumber dari data lapangan maupun data hasil studi pustaka. Data lapangan yang merupakan data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden nelayan jaring udang, sedangkan data hasil studi pustaka yang merupakan data sekunder diperoleh melalui berbagai instansi terkait (seperti : dinas perikanan, koperasi mina, tempat pelelangan ikan, pelabuhan perikanan, toko toko tempat penjualan berbagai keperluan operasi penangkapan udang, dan lembaga keuangan baik formal maupun yang informal). Data primer dan sekunder menggambarkan kondisi aktual aktivitas perikanan jaring udang di wilayah Cirebon yang meliputi : nelayan, alat tangkap jaring udang, armada penangkapan jaring udang, daerah penangkapan dan volume produksi hasil tangkapan per jenis alat tangkap. 3.4 Teknik Pengambilan Contoh Contoh responden yang diambil dilakukan dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Teknik ini dipilih karena karakteristik populasi pemilikan perahu motor tempel menggambarkan adanya kelas kelas atau stratifikasi tertentu pada besaran kekuatan motor tempelnya. Variasi besaran kekuatan motor tempel pada unit penangkapan jaring udang yang terdapat di wilayah Cirebon adalah : 4,5 PK, 5,5 PK, 6,5 PK, 7,5 PK, 8,5 PK, 10,5 PK, 11,5 PK, 14 PK, 15 PK dan 19 PK. Begitu pula terhadap variasi jenis alat tangkap 33

51 jaring udangnya terdapat adanya kelas kelas atau stratifikasi tertentu berdasarkan preference nelayan masing masing. Yang dimaksud dengan alat tangkap jaring udang adalah jenis alat tangkap yang dominant menangkap udang laut yang terdapat di wilayah perairan pesisir Cirebon. Termasuk dalam katagori ini adalah : unit alat tangkap dogol, trammel net dan jaring klitik. Dari masing masing sub populasi berdasarkan penggunaan jenis alat tangkap jaring udang yang beragam tersebut, diambil contoh sebanyak 30 responden sehingga total contoh yang dianalisis sebanyak 90 responden. Banyaknya sampel berdasarkan variasi kekuatan motor tempelnya disesuaikan dengan jumlah sub populasi alat tangkap jaring udang yang masih aktif di lapangan. Secara lebih rinci, banyaknya jumlah contoh (sampel) yang diambil pada penelitian ini dapat diperhatikan pada Tabel 3. berikut ini. Tabel 3 Jumlah contoh (sampel) armada unit alat tangkap jaring udang Jenis Armada Jumlah sampel 1. Jaring klitik : 4,5 PK 3 2. Jaring klitik : 5,5 PK 4 3. Jaring klitik : 6,5 PK 6 4. Jaring klitik : 7,5 PK 6 5. Jaring klitik : 8,5 PK 5 6. Jaring klitik : 10,5 PK 3 7. Jaring klitik : 11,5 PK 2 8. Jaring klitik : 19 PK 1 1. Dogol : 4,5 PK 3 2. Dogol : 5,5 PK 4 3. Dogol : 6,5 PK 6 4. Dogol : 7,5 PK 6 5. Dogol : 8,5 PK 5 6. Dogol : 10,5 PK 3 7. Dogol : 14 PK 2 8. Dogol : 15 PK 1 1. Trammel net : 4,5 PK 3 2. Trammel net : 5,5 PK 4 3. Trammel net : 6,5 PK 6 4. Trammel net : 7,5 PK 6 5. Trammel net : 8,5 PK 5 6. Trammel net : 10,5 PK 3 7. Trammel net : 11,5 PK 2 8. Trammel net : 19 PK 1 Total sampel 90 34

52 Penghitungan rataan sampel (contoh) dilakukan dengan metode rataan aritmatika (arithmetic mean) dan rataan tertimbang (weighted mean). Penghitungan rataan tertimbang (weighted mean) ditujukan terhadap sampel yang memiliki stratifikasi, yaitu pada data kekuatan motor tempel dan jenis alat tangkap jaring udang. Perumusan matematika dari kedua jenis rataan tersebut adalah sebagai berikut (Pohl dan Kazmier 1979) : n X i i=1 Arithmetic mean : X = (25) n dimana : X = nilai rataan aritmatika variabel X X i = nilai variabel X ke i, untuk i = 1, 2, 3,, n n = jumlah sampel n i Weighted mean : X = x i (26) N dimana : X = nilai rataan tertimbang variabel X x i = nilai rataan sub sampel ke i, untuk i = 1, 2, 3,, n n i = jumlah sub sampel ke i, untuk i = 1, 2, 3,, n N = jumlah keseluruhan sampel Data primer yang didapat berupa : data input dan output kegiatan usaha penangkapan jaring udang, data harga-harga input dan output kegiatan usaha penangkapan jaring udang, data proses pemasaran hasil tangkapan udang, data proses perolehan bekal operasi penangkapan, data investasi kegiatan usaha penangkapan, dan data-data kondisi aktual pemanfaatan PPI yang dijadikan fishing base nelayan jaring udang, yakni : PPI Bondet, PPI Bandengan dan PPI Gebang Mekar. Sementara data sekunder yang didapat adalah data produksi udang hasil tangkapan dan jumlah armada penangkapan jaring udang yang berasal dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, Cirebon dalam angka. Oleh karenanya satuan effort ditetapkan sebagai jumlah armada. 3.5 Analisis Analisis untuk mengetahui kondisi pemanfaatan sumberdaya udang dan penentuan kondisi pemanfaatan optimumnya 1) Analisis hasil tangkap per upaya penangkapan : 35

53 Analisis hasil tangkap per upaya penangkapan (catch per unit effort) dilakukan untuk menduga parameter parameter bioekonomi selanjutnya. Rumus analisis CPUE adalah sebagai berikut : dimana : CPUE t = Y t / E t.. (27) Y t = hasil tangkap udang (kg) pada waktu t E t = jumlah (unit) armada jaring udang pada waktu t. Data runtut waktu pada masing masing hasil tangkap dan upaya penangkapan dianalisis kecenderungan perkembangannya selama periode 1983 s/d 2006 (selama 24 tahun) melalui trend analysis. Hal ini dilakukan agar dapat dilihat kecenderungan perkembangan kedua variabel tersebut pada waktu yang akan datang. Trend analysis yang digunakan adalah analisis trend linear dengan metode kuadrat terkecil (Ordinary Least Square) dengan formula berikut ini : Ŷ = a + bx (28) n n Y i = na + b X i. (29) i=1 i=1 n n n Y i X i = a X i + b X 2 i... (30) i=1 i=1 i=1 2) Analisis present value : Metode present value merupakan suatu metode penghitungan seluruh rente ekonomi yang akan datang (future value of rent atau FVR) dari pemanfaatan sumberdaya perikanan berdasarkan nilai pada masa sekarang (present value of rent atau PVR). Rente sumberdaya perikanan (dalam hal ini adalah udang) dapat ditulis sebagai berikut : π = ph t - c t E t (31) π = (a - bh t ) H t - c t E t.. (32) dimana : π = rente sumberdaya perikanan udang p = harga jual udang (di tingkat produsen) a = intercept kurva permintaan b = slope (kemiringan) H t = hasil tangkap lestari E t = upaya (effort) c t = biaya per unit upaya t = periode waktu Bila diasumsikan biaya per unit upaya adalah konstan, maka PVR dari sumberdaya perikanan udang dapat ditulis sebagai berikut : 36

54 (Π t ) V t = dimana δ adalah social discount rate untuk t.. (33) δ Dalam situasi tertentu nilai δ dapat didekati sebagai nilai suku bunga simpanan dan pinjaman di perbankan. 3) Analisis depresiasi dan degradasi sumberdaya udang : Depresiasi dapat dilihat dari adanya perubahan present value of rent (PVR) sebagai berikut : (Π t - Π t-1 ) V t V t-1 = (34) δ dimana : V t = PVR sustainable pada waktu t V t-1 = PVR sustainable pada waktu t 1 Jika : V t V t-1 < 0 sumberdaya udang telah terdepresiasi (35) Di sisi lain, penentuan degradasi sumberdaya udang dapat dilihat dari besaran koefisien degradasi sebagai berikut : Ø = (1 + e h-sus/h-act ) -1 (36) dimana : Ø = koefisien degradasi h act = hasil tangkap aktual = hasil tangkap lestari h sus 4) Analisis biaya : Analisis biaya diperlukan untuk mengetahui struktur biaya penangkapan dari pengoperasian unit armada penangkapan jaring udang. Komponen biaya yang diperhitungkan adalah : (1) Komponen biaya variabel rata rata yang meliputi biaya biaya : solar, oli, es, ransum dan perawatan. (2) Komponen biaya tetap rata rata yang meliputi biaya biaya : pembuatan tenda, ijin usaha dan penyusutan. 5) Analisis pendugaan parameter model bioekonomi : Analisis model bioekonomi merupakan kajian terhadap sumberdaya udang dari aspek biologi dan aspek ekonomi dengan tujuan memaksimumkan manfaat ekonomi dengan kendala aspek biologi. Pada perikanan udang perlu 37

55 dilakukan standardisasi upaya agar dapat menggambarkan upaya secara satu kesatuan unit, yakni unit jaring udang. Dari hasil standardisasi upaya dan produksi aktual, kemudian dianalisis guna memperoleh fungsi hasil tangkap lestari, tingkat degradasi atau depresiasi dan nilai optimal dari parameter : stock udang, hasil tangkap, upaya (effort) dan rente ekonominya pada kondisi maximum sustainable yield (MSY), open access (OA), maximum economic yield (MEY) dan system dinamik. Proses standardisasi dilakukan dengan maksud agar dapat diketahui besaran upaya (effort) secara satu kesatuan unit, yakni unit jaring udang. Diketahui bahwa unit jaring udang meliputi alat tangkap dogol, trammel net dan jaring klitik. Alat tangkap yang dijadikan standar adalah alat tangkap yang memiliki daya tangkap tertinggi dalam menangkap udang, yakni alat tangkap dogol. U i E std = (37) U std dimana : E std = effort standard U i = catch per unit effort (CPUE) alat tangkap ke i U std = CPUE alat tangkap yang dijadikan standar Pendugaan parameter model bioekonomi dimulai dengan menduga terhadap parameter biologi, yaitu : konstanta daya dukung perairan (K), konstanta pertumbuhan alami (r) dan konstanta daya tangkap (q). Untuk menduga parameter parameter K, r dan q digunakan metode Algoritma Fox sebagai berikut : q = geomean ln (x/y)/z x = (z/cpue t ) + 1/b.... (38) y = (z/cpue t+1 ) + 1/b z = (a/b) {( CPUE t + CPUE t+1 )/2} K = a/q.... (39) R = Kq 2 /b (40) Koefisien a dan b diperoleh melalui pendugaan dengan melakukan regresi sederhana antara CPUE dan effort. Parameter biaya penangkapan per upaya penangkapan ( c ) dihitung dari rata rata biaya penangkapan total responden nelayan jaring udang di wilayah 38

56 penelitian. Biaya penangkapan meliputi biaya tetap dan biaya operasi per tahun. Biaya penangkapan rata rata dihitung dengan menggunakan rumus rata rata aritmatika sebagai berikut : B = B i /n (41) dimana : B n B i = biaya penangkapan rata rata = jumlah responden = biaya penangkapan responden ke i Variabel harga udang (p) ditentukan berdasarkan rata rata harga per bulan selama periode penelitian (Maret 2006 s/d Maret 2007), yaitu : p = p i /n. (42) dimana : p n p i = harga udang rata rata per bulan (Rp/kg) = jumlah bulan = harga udang di bulan ke i Data biaya penangkapan haruslah diubah terlebih dahulu kedalam nilai riil, kemudian disesuaikan dengan indeks harga konsumen (consumer price index) tahunan dari BPS untuk mendapatkan nilai biaya series tahunan. Konversi ke nilai riil (baik terhadap harga maupun biaya) dimaksudkan agar dapat menghilangkan pengaruh inflasi melalui teknik berikut ini : c rt = (c nt /IHK) x (43) dimana : c rt = biaya riil pada tahun t c nt = biaya nominal pada tahun t IHK = indeks harga konsumen pada tahun t Adapun nilai biaya series tahunan adalah sebagai berikut : c t = (IHK t /IHK std ) x c std.. (44) dimana : c t c std IHK std IHK t = biaya riil pada tahun t = biaya nominal pada tahun standar = indeks harga konsumen pada tahun standar = indeks harga konsumen pada tahun t Tahap selanjutnya adalah proses penghitungan kondisi optimalisasi pemanfaatan sumberdaya udang, yakni terhadap parameter : (i) kondisi stok sumberdaya udang, (ii) kondisi produksi hasil tangkapan, (iii) kondisi upaya penangkapan (effort) dan (iv) kondisi rente ekonominya pada kondisi MSY (maximum sustainable yield) dan kondisi OA (open access). Pada kondisi MSY pemanfaatan sumberdaya udang lebih diperhatikan terhadap keamanan aspek biologinya, sedangkan pada kondisi OA pemanfaatan sumberdaya udang lebih diperhatikan pada kekhawatirannya terhadap status pemanfaatan sumberdaya udang yang mana semua pihak dibolehkan memanfaatkannya. 39

57 Langkah selanjutnya adalah proses penghitungan kondisi optimalisasi pemanfaatan sumberdaya udang pada kondisi statis MEY (maximum economic yield). Dari hasil penghitungan kondisi optimalisasi MEY kemudian dibandingkan dengan kondisi MSY dan OA. Hasil perbandingan tersebut sudah cukup dapat digunakan oleh pengambil kebijakan pengelolaan sumberdaya udang dalam penetapan kondisi mana yang diinginkannya, namun penggambaran kondisi optimal pemanfaatan sumberdaya udang tersebut masih dalam kondisi statis. Apabila parameter ekonomi dimasukkan pada proses penghitungan kondisi optimalisasi pemanfaatan sumberdaya udang, maka status statisnya berubah menjadi dinamis. Kedinamisan tersebut disebabkan karena berubahnya discount rate (tingkat diskon) yang terjadi di masyarakat. Perubahan discount rate (tingkat diskon) lebih disebabkan karena adanya perubahan variabel variabel ekonomi baik lokal, nasional maupun global. Proses penghitungan matematis terhadap nilai optimal statis maupun dinamis dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak excel. Pada penggunaan perangkat lunak excel, secara otomatis tidak dilakukan uji stasioner Dickey Fuller seperti halnya pada penggunaan perangkat lunak Shazam. Digunakannya perangkat lunak excel dikarenakan faktor kemudahan dan data runtut waktu yang dianalisis given dari data-data sekunder. Penghitungan terhadap kebutuhan analisis statistiknya dapat dilakukan dengan perangkat lunak minitab. Penghitungan matematis terhadap nilai optimal statis maupun dinamis didekati dengan menggunakan metode surplus produksi seperti dapat dilihat berikut ini. dx/dt = F (x) = rx (1 x/k) (45) dimana : dx/dt = F (x) = perubahan stok ikan (fungsi pertumbuhan stok ikan) x = stok ikan r = laju pertumbuhan intrinsik ikan K = kapasitas daya dukung perairan Aktivitas penangkapan ikan pada dasarnya merupakan : H = q x E. (46) dimana : H = hasil tangkapan q = koefisien daya tangkap x = stok ikan E = upaya 40

58 Dengan adanya aktivitas penangkapan seperti tersebut di atas, maka perubahan stok ikan menjadi : dx/dt = F (x) = rx (1 x/k) H (47) Persamaan (47) memberikan pemahaman bahwa terdapat 3 (tiga) kondisi stok ikan (Hartwick dan Olewiler 1998), yakni sebagai berikut : (1) F (x) H < 0 ; terjadi exces harvest (stok ikan akan segera punah bila penangkapan tidak dibatasi dan dikontrol). (2) F (x) H = 0 ; terjadi keseimbangan statis pada titik yang tidak stabil (glitch point atau MSY). (3) F (x) H > 0 ; stok ikan ditangkap pada posisi di sebelah kiri glitch point atau MSY yang akan menyebabkan ketidakstabilan karena ikan yang ditangkap masih berukuran kecil. Kestabilan akan terjadi bila penangkapan ikan berada di sebelah kanan glitch point atau MSY karena ukuran ikan yang ditangkap sudah besar, namun dengan kondisi yang mana F (x) H belum negatip. Bila kondisi keseimbangan ekologi diasumsikan sama dengan nol, maka dx/dt = 0 dan nilai stok ikan dapat dinyatakan dengan persamaan berikut : X = K { 1 (q/r) E} (48) Bila persamaan (48) disubstitusi ke persamaan (46), maka akan diperoleh fungsi upaya hasil tangkap berikut : (yield effort curve) atau fungsi produksi lestari sebagai H = KqE (q 2 K/r) E 2... (49) H/E = Kq (q 2 K/r) E.. (50) U = α β E (51) dimana : U = H/E = CPUE α = Kq. (52) β = Kq 2 /r (53) Variabel U dan E dapat diperoleh melalui teknik regresi data time series, sehingga nilai koefisien α dan β dapat diketahui. Koefisien α dan β identik dengan a dan b pada perolehan proses algoritma fox. Bila α = Kq dan β = Kq 2 /r masing masing disubstitusi pada fungsi produksi lestari (49), maka diperoleh fungsi produksi lestari dalam bentuk kuadrat, yaitu : H = α E β E 2. (54) 41

59 Nilai MSY dapat diperoleh dari menurunkan fungsi yield effort tersebut terhadap effort yang dibuat sama dengan nol (nilai maksimum), yaitu : H/ E = α 2 β E = 0 α = 2 β E, sehingga diperoleh : E MSY = α / 2 β = Kqr/2Kq 2 = r/2q.. (55) Nilai tingkat produksi lestari (H MSY ) dapat diperoleh dengan mensubstitusi E MSY pada persamaan (54), yaitu : H MSY = α (α/2β) β (α 2 /4β 2 ) = Kr/4.. (56) Keadaan stok udang pada kondisi MSY dapat diperoleh dengan mensubstitusi E MSY pada persamaan (48), yaitu : X MSY = K { 1 (q/r) α /2β } X MSY = K { 1 (q/r) Kqr/2Kq 2 } X MSY = K/2 (57) Bila kondisi lestari telah diketahui, maka perlu diketahui pula kondisi OA, MEY dan kondisi optimal dinamic sebagai pembanding dalam analisis pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah penelitian. Kondisi maximum economic yield (MEY) dapat diketahui melalui kalkulasi persamaan persamaan berikut ini : (1) Persamaan rente sumberdaya π = ph t c t E t Bila persamaan (54) dimasukkan pada persamaan π = ph t - c t E t, maka akan diperoleh π = p (αe βe 2 ) c t E t. Nilai MEY diperoleh dengan menderivatifkan persamaan π = p (αe βe 2 ) c t E t terhadap variabel E dan dibuat sama dengan nol, sehingga diperoleh : π/ E = pα 2p β E c t = 0 E MEY = (pα c t )/2 p β E MEY = r(pqk c)/2 Kpq 2 E MEY = r/2q (1 c/kpq).. (58) (2) Bila diasumsikan keseimbangan lestari F(x) = H t, kemudian dengan mensubstitusikan persamaan (45), F(x) dan H/qx kedalam persamaan rente sumberdaya, maka dengan menderivatifkannya terhadap variabel x dan dibuat sama dengan nol, maka diperoleh : π = prx (1 x/k) crx/qx (1 x/k) = (p c/qx) rx (1 x/k) = prx prx 2 /K crx/qx + cx 2 /Kqx X MEY = K/2 (1 + c/kpq) (59) 42

60 (3) Bila kedua persamaan (58) dan (59) dimasukkan pada persamaan (46), maka akan diperoleh : H = q X MEY E MEY H = q K/2 (1 + c/kpq) r/2q (1 c/kpq) H MEY = rk/4 (1 + c/kpq) (1 c/kpq).... (60) Kondisi open access (OA) dapat diketahui melalui kalkulasi persamaan persamaan berikut ini : (1) Dalam kondisi open access (OA), maka π = 0. Oleh karenanya maka : Prx (1 x/k) = crx/qx (1 x/k) X OA = c/pq.. (61) (2) Dengan mensubstitusikan persamaan (61) kedalam persamaan (45), maka akan diperoleh : H OA = F (x) = rx OA (1 x OA /K) H OA = rc/pq (1 c/kpq) (62) (3) Bila telah diketahui E OA = H OA /qx OA, maka : E OA = { rc/pq (1 c/kpq) } / { qc/pq } E OA = r/q (1 c/kpq).. (63) Kondisi optimal dinamik menggambarkan situasi bahwa stok udang dapat dianggap sebagai capital yang memiliki dua manfaat, yakni dapat dipanen saat kini atau dapat dipanen pada masa yang akan datang (berperan sebagai investasi). Manfaat kini dan yang akan datang melibatkan adanya penggunaan discount rate. Conrad (1999) mengemukakan adanya the fundamental equation of renewable resources sebagai berikut : F/ x + ( π/ x)/ ( π/ h) = δ (64) dan F (x) = h. (65) Telah diketahui bahwa : F/ x = r (1 2x/K).. (66) π/ x = ch/qx 2.. (67) π/ h = (p c/qx).. (68) Dengan mensubstitusi persamaan (66), (67) dan (68) kedalam persamaan (64), maka diperoleh : r (1 2x/K) + (ch/qx 2 )/(p c/qx) = δ ch = δ r (1 2x/K) qx 2 (p c/qx) 43

61 h = x/c (pqx c) { δ r (1 2x/K)}.. (69) h = Ф (X) merupakan sebuah kurva yang bergantung pada semua parameter bioekonomi, yaitu : K, q, r, p, c dan δ. Dengan mensubstitusi fungsi pertumbuhan F (x) = rx (1 x/k) kedalam persamaan (69) diatas, maka diperoleh kondisi optimal dari stok udang, tingkat panen dan besarnya tingkat effort, yaitu : rx (1 x/k) = x/c (pqx c) { δ r (1 2x/K)} x OD = K/4 {(c/kpq + 1 δ/r) + {(c/kpq + 1 δ/r) 2 + (8cδ/Kpqr)}. (70) h OD = rx OD (1 x OD /K) (71) E OD = h OD /qx OD.. (72) Analisis investasi unit penangkapan jaring udang Dalam kasus kegiatan perikanan unit penangkapan jaring udang di wilayah pesisir Cirebon, investasi diasumsikan memiliki sifat irreversible. Hal ini dimungkinkan karena jarang terjadi transaksi jual beli kapal ikan berikut perangkat penangkapannya, sehingga dalam kasus ini analisis investasi terhadap unit penangkapan jaring udang dapat mengacu pada diagram kontrol seperti tampak sebagai berikut : Fishing Capacity (E) R 3 L Q R 2 σ 1 σ 2 R 1 E Biomas X X* var X* total Gambar 8 Diagram kontrol umpan balik untuk kasus modal yang irreversible. R 1 : investasi dapat dilakukan pada tingkat yang maksimum, R 2 : jangan dilakukan investasi, karena perikanan berada dalam kapasitas penuh, R 3 : jangan dilakukan investasi atau menangkap ikan LQ : hasil tangkapan lestari sementara, E : keseimbangan jangka panjang (Clark 1985) 44

62 3.5.3 Analisis pemanfaatan pusat pusat pendaratan armada jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon Analisis strategi pengelolaan pelabuhan perikanan di wilayah Cirebon terkait dengan pelaksanaan kegiatan usaha penangkapan udang yang melibatkan berbagai unit alat tangkap jaring udang menggunakan matrix analisis SWOT. Analisis ini didasarkan pada logika yang mengupayakan memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan mengupayakan meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (treaths). Tabel 4 Faktor Eksternal Matriks analisis SWOT Peluang Faktor Internal Opportunities (O) Ancaman Treaths (T) Kekuatan Strengths (S) Strategi SO Menyusun strategi dengan menggunakan kekuatan internal untuk memperoleh keuntungan (manfaat) dari peluang yang ada. Strategi ST Menyusun strategi dengan memanfaatkan kekuatan yang ada untuk menghindari ancaman. Kelemahan Weaknesses (W) Strategi WO Menyusun strategi untuk memperoleh keuntungan (manfaat) dari peluang yang ada dalam mengatasi kelemahan internal. Strategi WT Menyusun strategi dengan cara meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman 45

63 4 HASIL DAN ANALISIS Kondisi Umum Wilayah Penelitian Letak geografi, topografi dan iklim Kabupaten Cirebon terletak di sebelah timur Propinsi Dati I Jawa Barat dengan posisi Bujur Timur dan Lintang Selatan. Luas keseluruhan wilayah Kabupaten Cirebon adalah sekitar 990,36 Km 2. Adapun batas wilayah Kabupaten Cirebon adalah sebagai berikut : (1) Di sebelah selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka. (2) Di sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Indramayu dan Laut Jawa. (3) Di sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Majalengka. (4) Di sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Wilayah Kabupaten Cirebon memiliki topografi yang semakin landai pada jarak yang semakin dekat dengan garis pantai. Ketinggian tanahnya berkisar antara meter di atas permukaan air laut. Karakteristik tanah pesisir pantainya sebagian besar berpasir campur lumpur. Dengan kondisi bentuk pantai yang landai dan ombak yang relatif tidak terlalu besar memudahkan kapal atau perahu untuk berlabuh. Iklim dan curah hujan di wilayah Kabupaten Cirebon sangat dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang sebagian besar terdiri dari daerah pesisir pantai, terutama daerah bagian timur laut dan barat, sedangkan daerah selatan adalah daerah perbukitan. Menurut klasifikasi Schmid dan Fergusson, wilayah Kabupaten Cirebon termasuk katagori iklim tipe C dan D dengan curah hujan antara mm dengan curah hujan rata rata per tahun sebesar mm. Jumlah curah hujan tertinggi terdapat di bagian tengah dan selatan, yaitu di daerah perbukitan di kaki Gunung Ciremai (Cirebon dalam angka 2006).

64 Potensi sumberdaya perikanan, musim dan daerah penangkapan ikan Menurut Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat (2005), potensi lestari perikanan laut di sekitar wilayah pesisir Cirebon diperkirakan sebesar ton per tahun dengan potensi lestari khusus komoditas udang sebesar ton per tahun, sedangkan potensi lestari komoditas ikan ikan karang sebesar 278 ton per tahun. Dapat diamati bahwa produksi ikan hasil tangkapan yang telah dicapai sampai dengan periode tahun 2006/2007 sebesar ton yang berarti potensi sumberdaya perikanan di wilayah perairan Cirebon telah dimanfaatkan melebihi potensi lestarinya. Perairan laut Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh beberapa musim. Nelayan setempat membaginya kedalam empat (4) musim, yaitu : musim barat, musim peneduh (musim peralihan), musim timur dan musim kumbang (musim peralihan yang didahului oleh angin kumbang) yang terjadi di Cirebon. Pada musim barat biasanya terjadi pada sekitar bulan Desember sampai dengan bulan Maret, tetapi kadang kadang sampai dengan bulan Juni. Pada waktu musim barat angin bertiup dari arah barat dan barat laut dengan kecepatan relatif tinggi. Pada musim ini terjadi hujan. Berbeda dengan musim barat, musim timur terjadi pada sekitar bulan Juni hingga bulan Agustus (kadang kadang sampai dengan bulan September), yaitu saat angin bertiup dari arah timur dan tenggara yang memiliki karakteristik kering dan relatif tidak kencang. Arus di Laut Jawa dipengaruhi oleh angin musim. Air mengalir ke barat dari bulan Mei sampai bulan September dan mengalir ke timur dari bulan November sampai dengan bulan Maret. Biasanya arus yang mengalir ke arah timur lebih banyak mendekati pesisir Pulau Jawa, sedangkan arus yang mengalir ke arah barat lebih banyak mendekati pesisir Pulau Kalimantan. Salinitas permukaan air Laut Jawa bila dibandingkan dengan perairan oceanic memiliki variasi musiman yang besar, yaitu berkisar dari 30,8 permil sampai 34,3 permil di bagian timur ; dan 30,6 permil sampai 32,6 permil di bagian barat. Hal tersebut disebabkan karena mengalirnya massa air tawar dari sungai sungai besar di Kalimantan, Sumatera Selatan dan Jawa di musim hujan dan juga karena perubahan arus yang disebabkan oleh angin musim. 47

65 Daerah daerah di sebelah selatan Khatulistiwa musim hujannya berlangsung dari bulan Oktober sampai dengan bulan Maret, dan penambahan air tawar ke laut terjadi kelambatan ± sebulan. Salinitas rendah yang meluas secara maksimal terjadi pada bulan April dan Mei. Dengan datangnya angin musim dari arah tenggara, massa air yang bersalinitas rendah ini dipindahkan oleh arus dari Laut Jawa ke Laut Cina Selatan dan digantikan oleh massa air yang bersalinitas tinggi dari arah timur. Hal tersebut berlangsung sampai dengan bulan September, sehingga hampir seluruh Laut Jawa terisi massa air bersalinitas tinggi. Berdasarkan kondisi perairan laut seperti disebutkan di atas, maka kegiatan penangkapan tiap jenis ikan memiliki musim penangkapan yang berbeda beda. Khusus untuk komoditas udang, maka kondisi musim penangkapannya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jenis Musim penangkapan komoditas udang di wilayah pesisir Cirebon,Tahun 2007 B U L A N udang Udang barong ±± ±± ±± ±± ±± ±± ±± ±± ±± (Panulirus sp) Udang dogol ±± ±± ±± ±± ±± ±± ±± (M. monoceros) Udang putih (P. merguiensis) ±± ±± ±± ±± ±± ±± ±± ±± Keterangan : + musim puncak (panen) ± musim biasa -- musim kosong (paceklik) Dari Tabel 5 tersebut terlihat bahwa udang barong tersedia sepanjang tahun. Namun bagi udang jenis dogol dan udang putih terdapat kekosongan musim selama kurang lebih dua bulan, yakni pada bulan Oktober dan November. Kedalaman perairan wilayah pesisir Cirebon berkisar antara 5 meter sampai dengan 30 meter, dengan dasar perairan terdiri dari lumpur dan pasir. Posisi perairan wilayah pesisir Cirebon terlindung oleh Tanjung Indramayu dan memiliki kedalaman yang sangat landai, dasar perairan lunak dan memiliki beberapa muara sungai sehingga kemungkinan besar perairan ini memiliki potensi bagi kehidupan jenis udang (non karang) dan beberapa jenis ikan demersal. 48

66 Pesisir utara Jawa yang umumnya terdiri dari pesisir yang landai atau merupakan daerah pasang surut dengan dasar lumpur dan pasir dapat dikatakan dipengaruhi oleh iklim relatif tenang sepanjang tahun. Kondisi tersebut merupakan tempat yang baik untuk berpijahnya jenis kerang kerangan dan udang yang memiliki nilai ekonomis penting. Pada umumnya nelayan di wilayah pesisir Cirebon menentukan daerah penangkapan (fishing ground) didasarkan pengalaman, yaitu pengalaman keberhasilan melakukan operasi penangkapan ikan di suatu lokasi pada hari hari sebelumnya. Cara penentuan lokasi daerah penangkapan yang demikian disebut dengan istilah sistem lokasian. Daerah operasi penangkapan ikan mampu menjangkau radius 30 n.m. coastal fisheries (1 n.m. = 1,86 km). Alat tangkap yang biasa digunakan nelayan dalam menangkap udang adalah gillnet, trammel net dan dogol. Udang dapat ditangkap pada kedalaman antara 5 20 meter. Prasarana perikanan laut Prasarana perikanan laut yang dirasakan sangat penting bagi nelayan di kawasan pesisir Cirebon adalah adanya pelabuhan perikanan yang juga dilengkapi dengan fasilitas tempat pelelangan ikan. Pelabuhan perikanan yang terkait langsung dengan pelayanan jasa pada usaha penangkapan armada jaring udang adalah pangkalan pendaratan ikan (PPI) yang dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan (TPI). PPI yang dilengkapi dengan TPI tersebar di sejumlah lokasi. Dari data yang ada, terlihat bahwa tidak semua lokasi PPI memiliki TPI (Tabel 5), sehingga proses pelelangan ikan terdapat hanya di sejumlah lokasi tertentu yang dekat dengan wilayah wilayah pusat kegiatan perdagangan masyarakat Cirebon. Keberadaan pangkalan pendaratan ikan di wilayah wilayah tersebut lebih dikaitkan dengan tempat domisili dimana masyarakat nelayan bermukim. Khusus bagi nelayan jaring udang, mereka ldominan berdomisili di sekitar PPI Bondet dan Bandengan di Kecamatan Cirebon Utara serta di sekitar PPI Gebang Mekar di Kecamatan Pangenan. Adapun rincian penyebaran PPI di wilayah Kabupaten Cirebon dapat diperhatikan pada Tabel 6 berikut ini. 49

67 Tabel 6 Desa Penyebaran prasarana perikanan laut di wilayah pesisir Cirebon 2007 Lokasi Kecamatan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Bungko Lor Bungko Grogol Karangreja Kapetakan Bungko Lor Bungko Grogol Karangreja ada ada - ada Mertasinga Kalisapu Jatimerta Mundu Pesisir Bandengan Citemu Cirebon Utara Bondet Condong Jatimerta Mundu Pesisir Bandengan Citemu ada - ada - ada ada Waruduwur Pengarengan Ender Kalipasung Mundu Waruduwur Pengarengan Ender Kalipasung - - ada - Gebang Kulon Gebang Mekar Pangenan Maskumambang Gebang Mekar - ada Gebang Ilir Playangan Gebang Balong Playangan - - Ambulu Tawangsari Losari Ambulu Tawangsari - - Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon Rumah Tangga Perikanan (RTP) Pemukiman nelayan di wilayah Kabupaten Cirebon tersebar pada desa desa di wilayah kecamatan : Kapetakan, Cirebon Utara, Astanajapura, Babakan dan Losari. Pada tahun 1988 jumlah rumah tangga perikanan (RTP) di wilayah ini sebanyak RTP. Pada periode lima tahun kemudian, yakni pada tahun 1992 jumlah RTP di wilayah tersebut meningkat menjadi RTP dan pada tahun 2007 jumlah RTP tersebut meningkat tajam menjadi RTP. Pada periode lima belas tahun terlihat bahwa perkembangan jumlah RTP tersebut mencapai 90 %. Terjadinya peningkatan jumlah RTP di wilayah Kabupaten Cirebon memperlihatkan bahwa kegiatan usaha penangkapan ikan di wilayah tersebut berkembang pesat. 50

68 4.1.5 Armada unit penangkapan jaring udang Armada unit penangkapan jaring udang merupakan satu kesatuan teknis dalam operasi penangkapan udang yang terdiri dari : perahu/kapal, mesin (motor tempel), alat tangkap dan nelayan. Perkembangan armada unit penangkapan jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini. Tabel 7 Perkembangan armada unit penangkapan jaring udang di wilayah pesisir Cirebon, periode T a h u n Jumlah unit penangkapan jaring udang Perkembangan unit penangkapan jaring udang Sumber : (data diolah) Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2007 Dari Tabel 7 di atas dapat diperhatikan bahwa perkembangan armada unit penangkapan jaring udang di wilayah pesisir Cirebon periode sangat berfluktuatif. Penurunan terbesar terjadi pada periode yang diduga disebabkan karena adanya kenaikan harga BBM yang dirasa sangat memberatkan pada kelangsungan usaha penangkapan udang. Sebaliknya peningkatan tajam 51

69 terjadi pada periode dan yang diduga diakibatkan karena adanya devaluasi nilai rupiah terhadap US $ yang mendorong terjadinya ekspor. Perahu motor tempel yang digunakan nelayan pesisir Cirebon semuanya terbuat dari kayu dan memiliki kekuatan motor tempel yang bervariasi, yakni : 4,5 PK, 5,5 PK, 6,5 PK, 7,5 PK, 8,5 PK, 10,5 PK, 11,5 PK dan 19 PK. Sementara alat tangkap jaring udang yang digunakan nelayan pesisir Cirebon juga bervariasi, yakni ada yang menggunakan jaring klitik (termasuk klasifikasi gillnet), ada yang menggunakan trammel net, dan ada pula yang menggunakan dogol. Preferensi terhadap penggunaan jenis alat tangkap jaring udang lebih didasarkan pada selera dan kemampuan investasi masing masing nelayan. Nelayan merupakan tenaga kerja yang mengoperasikan unit penangkapan. Pada masing masing unit penangkapan jaring udang kebutuhan tenaga kerjanya berbeda beda. Gambaran kebutuhan tenaga kerja pada masing masing unit penangkapan jaring udang dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini. Tabel 8 Kebutuhan tenaga kerja pada masing masing unit penangkapan jaring udang di wilayah pesisir Cirebon, 2006/2007 Jaring udang Kebutuhan tenaga kerja (orang) Gillnet (Jaring Klitik) Trammel Net Dogol Sumber : hasil wawancara dengan nelayan setempat, Produksi (hasil tangkapan) udang dan produksi (hasil tangkapan) udang per upaya penangkapan jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon Pada periode tahun kondisi tingkat produksi (hasil tangkapan) udang di wilayah Kabupaten Cirebon menunjukkan keadaan yang berfluktuasi. Pada periode tahun produksi (hasil tangkapan) udang mengalami penurunan, kemudian pada periode produksi (hasil tangkapan) udang tersebut mengalami kenaikan kembali. Pada periode produksi (hasil tangkapan) udang mengalami kenaikan, namun diikuti dengan proses penurunan produksi (hasil tangkapan) udang yang relatif lama yaitu pada periode tahun Pada periode waktu yang agak panjang, yakni pada periode tahun terjadi kenaikan tingkat produksi (hasil tangkapan) udang yang cukup besar yang kemudian 52

70 diikuti dengan penurunan yang sangat tajam di tahun Gambaran detail tingkat produksi (hasil tangkapan) udang di wilayah Kabupaten Cirebon tersebut dapat dilihat pada Tabel 9 berikut ini. Tabel 9 Tingkat produksi (hasil tangkapan) udang di wilayah Kabupaten Cirebon, periode No. T a h u n Produksi udang (Kg) Perkembangan produksi udang Sumber : (data diolah) Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2007 Gambaran produksi (hasil tangkapan) udang per upaya penangkapan jaring udang memperlihatkan kondisi yang berfluktuasi. Peningkatan produksi tertinggi terjadi pada periode , sedangkan penurunan produksi tertingginya terjadi pada periode Kondisi produksi dan banyaknya armada penangkapan jaring udang akan menggambarkan kondisi CPUE. Secara detail kondisi hasil tangkapan udang per unit upaya penangkapan jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon dapat diperhatikan pada Tabel 10 berikut. 53

71 Tabel 10 Tingkat produksi (hasil tangkapan) udang per upaya penangkapan jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon, periode No. Tahun Produksi udang (kg) Armada jr. udang (unit) C P U E (kg/unit) Rata rata Sumber : (data diolah) Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon, 2007 Dari Tabel 10 di atas dapat diperhatikan bahwa pada tahun 1988 dan selama periode 1998 s/d 2006 hasil tangkapan udang per unit armada penangkapan jaring udangnya (CPUE) telah melampaui CPUE rata ratanya. Pada tahun 1988 dan pada periode tahun terjadinya peningkatan CPUE didukung karena adanya tingkat produksi hasil tangkapan yang meningkat tajam pula. Kondisi hasil tangkapan udang per unit armada penangkapan (CPUE) mengalami penurunan dibawah CPUE rata ratanya pada periode tahun dan serta mengalami penurunan terendahnya pada tahun

72 5 PEMBAHASAN 5.1 Hubungan Antara Produksi Effort CPUE Hubungan antara parameter produksi dan upaya penangkapan (effort) akan memunculkan parameter produksi per upaya penangkapan (CPUE). Gulland (1983) memformulasikan hubungan tersebut sebagai berikut : CPUE = Catch/ Effort, dimana CPUE = hasil tangkapan per upaya penangkapan (kg/unit) Catch = hasil tangkapan per tahun (kg) Effort = upaya penangkapan per tahun (unit) Pada proses regresi secara linear antara variabel CPUE dengan effort yang diperoleh dari data data runtut waktu (time series) produksi dan upaya penangkapan seperti tersaji pada tabel 7 dan tabel 10, maka akan diperoleh nilai nilai : Produksi (H) MSY = a 2 /4b dan upaya penangkapan (E) MSY = a/2b. Dari hasil analisis regresi linear antara CPUE dan effort, diperoleh persamaan CPUE = ,442 E ; sehingga dapat ditentukanlah E MSY = unit dan H MSY = kg. Dengan ditemukannya nilai E MSY dan H MSY dapatlah ditelaah kondisi perkembangan produksi udang hasil tangkapan nelayan dengan total upaya penangkapannya pada periode sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 28 di bawah ini. Dari Tabel 28 terlihat jelas bahwa pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah perairan Cirebon telah melampaui kondisi MSY nya. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kondisi pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Cirebon telah over fishing secara biologi. Pendekatan MSY di atas didekati melalui model surplus produksi yang dikembangkan oleh Schaefer pada Menurut Fauzi (2005), pendekatan MSY melalui model surplus produksi yang dikembangkan oleh Schaefer mengandung masalah dari sisi metodologi. Oleh karenanya dikembanglah konsep konsep metodologi selanjutnya yang melahirkan perlunya pendekatan model bioeconomic dimana aspek sosial dan ekonomi menjadi sangat perlu untuk dipertimbangkan bahkan menjadi tujuan utamanya dalam pengelolaan sumberdaya ikan.

73 Tabel 24. Produksi aktual, produksi lestari udang hasil tangkapan dan tingkat pemanfaatannya terhadap kondisi MSY dengan pendekatan model biologi Tahun Produksi Produksi MSY Pemanfaatan terhadap produksi lestari (kg) (kg) (%) Fenomena pada Tabel 28 di atas memperlihatkan bahwa tingkat pemanfaatan terhadap produksi lestarinya pada tahun tahun 1988, 1998 hingga 2006 telah melampaui kondisi produksi lestarinya, sehingga diduga kondisi sumberdaya udang di wilayah tersebut telah over fishing. 87

74 Hal yang menarik untuk dibahas pada perolehan model biologis adalah penetapan hasil pendugaan terhadap parameter biologinya, yaitu yang meliputi : (i) parameter daya dukung perairan (K carrying capacity), (ii) parameter daya tangkap (q catch ability coefficient), dan (iii) laju pertumbuhan intrinsic (r intrinsic growth rate). Penetapan pendugaan ketiga parameter biologi tersebut didasarkan pada pendekatan metoda Algoritma Fox. Digunakannya pendekatan metoda tersebut didasarkan pada hasil penelitian yang menyatakan bahwa metoda Algoritma Fox akan menghasilkan nilai pendugaan terhadap parameter parameter r dan q terkecil, sedangkan perolehan pendugaan parameter K akan menghasilkan nilai yang terbesar. Pendekatan metoda lpendugaan parameter r, q dan K lainnya adalah pendekatan metoda CYP (Clarke, Yoshimoto and Pooley), pendekatan metoda Schnute dan pendekatan metoda Schaefer. Dengan digunakannya pendekatan metoda Algoritma Fox didalam perolehan parameter r, q dan K ; maka justru kepentingan pengelolaan sumberdaya perikanan yang berorientasi pada kondisi lestari sangat diutamakan (Clarke, Yoshimoto and Pooley, 1992). Dihasilkannya fungsi produksi lestari H MSY = 2947 E 0,442 E 2 adalah kenyataan bahwa dengan diperolehnya fungsi tersebut pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon pada tahun 1988 dan pada periode telah melampaui kondisi lestarinya, sehingga dapat dikatakan bahwa pada periode tersebut pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon telah bersifat over fishing secara biologi. Namun pada periode dan periode kondisi pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon masih berada dibawah kondisi lestarinya. Secara umum dapat dikatakan bahwa bila didekati melalui pendekatan konsep biologi semata, maka kondisi pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon adalah telah melampaui kondisi MSY nya. Kondisi demikian mengharuskan diadakannya pengurangan produksi melalui pengurangan upaya (effort) jaring udang sehingga akan me-recovary kondisi sumberdaya udangnya. 5.2 Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya Udang Pendekatan Model Bioeconomic Pada dasarnya pembahasan terhadap model bioeconomic adalah lanjutan dari pembahasan terhadap model biologi, hanya saja pada pembahasan model bioeconomic 88

75 ini telah dimasukkan parameter ekonomi yang merupakan parameter yang perlu dipertimbangkan bahkan dapat dijadikan parameter keputusan yang sangat penting Rezim pengelolaan sustainable yield Rezim pengelolaan sustainable yield adalah rezim yang mempertimbangkan aspek kelestarian sumberdaya ikan. Tingkat pengelolaan yang optimal dari rezim ini adalah dengan tidak melebihi kondisi lestarinya (sustainable). Tingkat produksi optimal seyogianya tidak melebihi tingkat produksi MSY (Maximum Sustainable Yield). Kondisi optimal pengelolaan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon yang didekati dengan pendekatan rezim sustainable yield menghasilkan nilai parameter penting sebagai berikut : Parameter Kondisi Lestari (MSY) X (kg) ,27 H (kg) ,43 MSY ,14 TAC H (kg) ,51 π (Rp) ,45 Bila diperhatikan kondisi aktual dari pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon yang memperlihatkan besaran tingkat produksi sebesar kg, maka terlihat bahwa rata-rata tingkat produksi udang aktual masih berada dibawah kondisi keseimbangan tingkat produksi lestarinya. Hal yang menarik untuk dikemukakan adalah bahwa bila hanya menggunakan pendekatan model biologi semata, maka kondisi produksi udang di wilayah Kabupaten Cirebon dinilai telah overfishing, namun bila didekati melalui model bioeconomic kondisi tersebut belum melampaui kondisi lestarinya. Jelas terlihat bahwa rata-rata pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon masih berada pada tingkat yang lebih kecil dari kondisi TAC (total allowable catch) yakni 80% dari pemanfaatan MSY nya. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon masih mengikuti Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) yang direkomendasikan oleh FAO,

76 5.2.2 Rezim pengelolaan Open Access Rezim pengelolaan Open Access adalah rezim pengelolaan sumberdaya perikanan yang mempertimbangkan bahwa sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya milik umum (common property). Pada pengertian rezim ini siapa saja dapat memanfaatkan potensi sumberdaya ikan tersebut. Sumberdaya perikanan pada rezim ini bersifat terbuka (open access). Kondisi optimal pengelolaan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon yang didekati dengan pendekatan rezim Open Access menghasilkan nilai parameter penting sebagai berikut : Parameter X (kg) H (kg) E (unit) π (Rp) Open Access , , Bila diperhatikan kondisi tingkat keseimbangan pada Open Access, maka terlihat bahwa besaran tersebut telah melampaui kondisi maksimum lestarinya (MSY) atau terletak di sebelah kanan dari MSY. Oleh karenanya pada kondisi tersebut ditakutkan akan terjadi kondisi over fishing, sehingga pembahasan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang pada rezim ini tidak perlu dilanjutkan Rezim pengelolaan Sole Owner (MEY) Rezim pengelolaan Sole Owner (MEY) adalah rezim pengelolaan sumberdaya perikanan yang mempertimbangkan parameter ekonomi sebagai parameter yang perlu diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusannya. Parameter ekonomi tersebut adalah komponen biaya operasi penangkapan dan harga komoditi hasil tangkapnya. Kondisi optimal pengelolaan sumberdaya ikan pada rezim ini didekati dengan konsep Maximum Economic Yield atau MEY. Rezim ini dikenal dengan rezim pengelolaan sumberdaya ikan yang memungkinkan diterapkannya pemilikan sumberdaya ikan yang bersifat Sole Owner. Kondisi optimal pengelolaan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon yang didekati dengan pendekatan rezim Sole Owner (MEY) menghasilkan nilai parameter penting sebagai berikut : 90

77 Parameter X (kg) H (kg) E (unit) π (Rp) Sole Owner (MEY) , , ,56 Bila diperhatikan kondisi aktual dari pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon yang memperlihatkan besaran tingkat produksi rata - rata sebesar kg, maka terlihat bahwa tingkat produksi rata-rata aktual udang belum melampaui kondisi keseimbangan rezim MEY (sole owner). Oleh karenanya pada rezim MEY (sole owner) upaya pengembangan perikanan udang masih dapat dilakukan dengan upaya penambahan produksi hingga ,7 kg Rezim pengelolaan Optimasi Dinamis Rezim pengelolaan Optimasi Dinamis adalah rezim pengelolaan sumberdaya perikanan yang mempertimbangkan disamping parameter ekonomi yaitu biaya operasi penangkapan ikan dan harga komoditi hasil tangkapan, juga memasukkan parameter tingkat potongan (discount rate) sumberdaya ikan. Parameter discount rate merupakan parameter ekonomi yang bersifat dinamis karena sangat dipengaruhi oleh tingkat interest rate. Rezim ini dikenal sebagai rezim optimasi dinamik. Kondisi optimal pengelolaan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon yang didekati dengan pendekatan rezim Optimasi Dinamis menghasilkan nilai parameter penting sebagai berikut : Parameter X (kg) H (kg) E (unit) π (Rp) Optimasi Dinamis , , ,85 Bila diperhatikan kondisi aktual dari pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon yang memperlihatkan besaran tingkat produksi rata - rata sebesar kg, maka terlihat bahwa tingkat produksi rata-rata aktual udang belum melampaui kondisi keseimbangan rezim OD. Oleh karenanya pada rezim OD upaya pengembangan perikanan udang masih dapat dilakukan dengan upaya penambahan produksi hingga ,34kg. 91

78 5.3 Kajian Pengembangan Investasi pada Pemanfaatan Sumberdaya Udang dengan Pendekatan Model Bioeconomic Overfishing adalah gejala awal daripada kelebihan investasi dan tidak bekerjanya sistem manajemen perikanan (Hilborn, 2002). Didasarkan pada hasil analisis biologi terlihat bahwa kondisi produksi aktual pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah perairan Kabupaten Cirebon pada tahun 1988 dan pada periode tahun telah menunjukkan kondisi overfishing (lihat Tabel 12), namun pada periode lainnya terlihat bahwa tingkat pemanfaatan produksi aktualnya masih berada dibawah dari kondisi lestarinya. Di sisi lain, didasarkan pada hasil analisis bioeconomic terlihat bahwa kondisi rata-rata produksi aktual pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah perairan Kabupaten Cirebon belum menunjukkan kondisi over fishing (karena tingkat keseimbangan produksi pada rezim rezim lestari, MEY dan OD belum dilampaui). Upaya pengembangan investasi harus diperhitungkan dengan baik, lebih lebih pada rezim pengelolaan Optimasi Dinamis yang telah memasukkan variabel discount rate sebagai alat kontrolnya terhadap kondisi pemanfaatan sumberdayanya. Semakin tinggi discount rate maka secara tidak langsung selalu akan mengakibatkan terjadinya pengurasan terhadap stok sumberdaya dapat pulih (McKelvey, 1985). Prioritas upaya pengembangan investasi dapat dilakukan pada rezim OD, kemudian disusul pada rezim MEY dan terakhir pada rezim lestarinya Kondisi mikro usaha penangkapan jaring udang Kondisi usaha penangkapan jaring udang yang dilakukan oleh nelayan di wilayah Kabupaten Cirebon termasuk dalam katagori usaha perikanan skala kecil. Kriteria usaha kecil sesuai dengan definisi Undang-undang No.9 Tahun 1995 adalah usaha produktif dengan skala kecil. Usaha Kecil memiliki kriteria kekayaan bersih paling tinggi Rp ,00 (dua ratus juta rupiah), kekayaan Usaha Kecil ini tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Usaha Kecil memiliki hasil penjualan paling banyak Rp ,00 (satu milyar rupiah) per tahun dan bangkable untuk memperoleh kredit dari bank maksimal di atas Rp ,00 (lima puluh juta rupiah) sampai maksimal Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). Kondisi ril di lapangan menunjukkan bahwa usaha penangkapan jaring udang yang dilakukan oleh nelayan di wilayah Kabupaten Cirebon sangat bergantung pada 92

79 tengkulak yang berperan sebagai peminjam dana investasi untuk pembiayaan operasi penangkapan. Oleh karena peran yang dilakukan oleh tengkulak tersebut amat penting, maka udang hasil tangkapan nelayan harus dijual kepada tengkulak tersebut. Nelayan jaring udang tidak merasa keberatan dengan proses penjualan hasil tangkapan yang demikian, bahkan nelayan merasakan adanya hutang budi karena telah dipinjami oleh tengkulak sehingga kegiatan operasi penangkapan dapat berlangsung. Dengan adanya proses yang demikian, maka di seluruh pusat pusat komunitas nelayan jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon tidak dijumpai adanya proses lelang dalam sistem penjualan udang hasil tangkapan nelayan. Kegiatan usaha penangkapan udang yang dilakukan oleh nelayan jaring udang itu sendiri berada dalam kondisi yang menguntungkan. Kajian investasi terhadap program motorisasi armada penangkapan jaring udang menunjukkan bahwa semua kriteria investasinya adalah layak (feasible). Hal tersebut tidak serta merta dapat dikatakan bahwa perlu adanya penambahan armada penangkapan jaring udang. Mengingat dalam hasil analisis trend terhadap upaya penangkapan jaring udang (effort) memperlihatkan hasil yang menurun, maka pengembangan investasi yang harus dilakukan adalah prioritas utama untuk memotorisasi armada penangkapan jaring udang yang masih belum menggunakan motor tempel. Kegiatan usaha penangkapan udang yang dilakukan oleh nelayan jaring udang pada dasarnya telah memberikan keuntungan, namun keuntungan tersebut lebih dirasakan oleh tengkulak yang meminjamkan dana operasionalnya. Bila nelayan jaring udang tidak meminjam biaya operasi penangkapannya pada tengkulak, maka mereka dapat menjual udang hasil tangkapannya dengan tingkat harga yang lebih tinggi melalui proses lelang. Untuk memutus mata rantai ketergantungan nelayan jaring udang terhadap tengkulak, maka perlu kiranya solusi kelembagaan yang dapat menggantikan peran tengkulak tersebut. Oleh karenanya diperlukan adanya suatu lembaga (institusi) keuangan yang berperan dapat memberikan pinjaman biaya operasi penangkapan pada nelayan di satu sisi, sementara di sisi lainnya lembaga tersebut dapat menerima udang hasil tangkapan nelayan dengan tingkat harga yang lebih baik melalui proses lelang. Oleh karenanya prioritas kedua dalam upaya pengembangan investasi terhadap armada penangkapan jaring udang adalah untuk menyediakan dana investasi bagi kebutuhan operasi penangkapan. 93

80 Bila prioritas kedua dapat dilakukan, program pengembangan investasi terhadap armada penangkapan jaring udang selanjutnya adalah perbaikan pada semua fasilitas fungsional (terutama TPI tempat pelelangan ikan) yang terdapat di PPP dan setiap PPI dimana nelayan jaring udang terkonsentrasi. Hal tersebut sangat penting guna dapat menarik perhatian konsumen dan mempercepat proses penjualan udang hasil tangkapan nelayan. Sehubungan dengan upaya peningkatan investasi pada kegiatan usaha penangkapan jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon, hal hal yang dapat mendukung upaya tersebut adalah upaya pemerintah agar dapat : (1) mensosialisasikan terhadap peraturan pelelangan, (2) menyediakan informasi harga ikan yang up to date, (3) menjalin kerjasama dengan lembaga keuangan, (4) menjalin hubungan baik dengan tokoh masyarakat setempat, dan (5) mempermudah urusan hak-hak nelayan (Narutomo, 2005). Pada dasarnya program pengembangan investasi pada usaha penangkapan jaring udang sangat didukung pula oleh pemerintah, terbukti dengan adanya dana stimulus fiscal dari APBN pada tahun anggaran 2009 yang mencapai 58 milyar rupiah bagi kepentingan sektor perikanan laut. Diharapkan dengan adanya dana stimulus fiscal dari APBN tersebut dapat dimanfaatkan bagi pengembangan investasi pada ketiga prioritas tersebut di atas. Pengembangan investasi terhadap kegiatan usaha penangkapan udang yang dilakukan oleh nelayan jaring udang perlu didukung dengan political will yang kuat, mengingat nilai ICOR (incremental capital output ratio) sektor perikanan menunjukkan tingkat efisiensi investasi yang tinggi (Deputi bidang sda dan lingkungan hidup, Direktorat Kelautan dan Perikanan) Kapasitas pengembangan investasi terhadap armada penangkapan jaring udang Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan pendekatan model bioeconomic diperoleh bahwa upaya pengembangan investasi pada unit penangkapan jaring udang hanya dimungkinkan dilakukan pada rezim lestari. Pada prioritas utama program pengembangan investasi terhadap motorisasi unit penangkapan jaring udang, hal tersebut sangat feasible untuk dilakukan mengingat kondisi tersebut tidak akan menambah unit penangkapan jaring udang yang baru. Diharapkan dengan program motorisasi unit penangkapan jaring udang armada penangkapan jaring udang dapat 94

81 beroperasi di perairan lepas pantai dan dapat memiliki kemampuan tangkap dari alat tangkap yang beroperasi di perairan pantai. Upaya penangkapan pada perairan lepas pantai akan memberikan hasil tangkapan yang lebih tinggi daripada perairan pantai karena kemampuan tangkap dari alat tangkap yang beroperasi di perairan lepas pantai lebih tinggi dibandingkan dengan alat tangkap yang beroperasi di perairan pantai (Amron, 2005). Pengembangan investasi pada program motorisasi armada penangkapan dapat ditujukan terhadap : pembaharuan ijin usaha yang dapat membatasi usaha baru masuk, penggantian kapal yang sudah ada dengan yang berukuran lebih besar, menambah kekuatan kapal, perluasan kapasitas palkah, penambahan alat alat navigasi elektronik atau penambahan alat alat elektronik penemu ikan yang kesemuanya dimaksudkan untuk menambah kekuatan armada penangkapan (Weninger dan McConnell, 2000). Prioritas pengembangan investasi unit penangkapan jaring udang dapat dilakukan pada rezim OD yang dapat memiliki kapasitas maksimum hingga mencapai Rp ,01 setara dengan pengembangan terhadap 306 unit jaring udang yang baru. Sementara bila pengembangan investasi diprioritaskan kembali pada motorisasi unit penangkapan, maka kapasitas investasi tersebut dapat dialokasikan pada unit motor tempel baru. Upaya pengembangan investasi tersebut masih dimungkinkan karena rasio c/p = 0,4 (usaha penangkapan dengan menggunakan alat tangkap jaring udang masih memperoleh profit/keuntungan). Upaya pengembangan investasi unit penangkapan jaring udang sebanyak 306 unit akan membuka lapangan pekerjaan terhadap 918 hingga orang nelayan, bahkan lebih besar lagi bila upaya tersebut dilakukan pada rezim lestari. 5.4 Pemanfaatan PPP dan PPI Tidak adanya armada penangkapan jaring udang yang mau memanfaatkan pelabuhan perikanan (PPP Bondet, PPI Bandengan dan PPI Gebang Mekar) merupakan masalah utama yang dihadapi saat ini. Masalah tersebut begitu kompleks karena melibatkan banyak faktor sosial ekonomi masyarakat nelayan setempat. Sebagai suatu lembaga formal seharusnya PPI dapat memerankan sebagai suatu lembaga yang memiliki visi, misi dan sasaran yang jelas, sehingga didalam pengelolaannya seyogianya PPI memiliki strategi strategi tertentu dalam mencapai sasarannya. Berdasarkan hasil 95

82 analisis SWOT yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities) bersamaan dengan upaya meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) dihasilkanlah strategi pemanfaatan PPI yang memprioritaskan agar faktor strategi internal lebih diperhatikan terlebih dahulu. Hal tersebut dikarenakan perolehan skor nilai dari faktor strategi internal yang lebih kecil daripada faktor strategi eksternal (1,63 < 1,92). Salah satu kelemahan pada faktor strategi internal (IFAS) adalah kurangnya aspek pemeliharaan terhadap beberapa fasilitas PPP/PPI. Beberapa hasil penelitian misalnya menunjukkan bahwa kondisi TPI di banyak pelabuhan perikanan masih terlihat kotor, dan basket tempat ikan yang juga kotor seperti halnya basket tempat udang yang dijumpai di PPI di wilayah Kabupaten Cirebon. Pane (2009) dalam hasil penelitiannya menyebutkan bahwa tidak satupun dari jenis-jenis basket di TPI PPN Palabuhanratu mampu memberikan pengaruh positip terhadap mutu ikan dan sanitasi. Fenomena agar mengupayakan faktor strategi internal sebagai prioritas dalam pengelolaan PPI di wilayah pantai utara Jawa (PANTURA) juga dijumpai pada pengelolaan PPI Tasik Agung di Kabupaten Rembang. Pada pengelolaan PPI Tasik Agung di Kabupaten Rembang tersebut diperoleh nilai factor strategi internalnya yang juga lebih kecil daripada nilai faktor strategi eksternalnya (3,03 < 3,04). Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa PPI Tasik Agung harus dapat memaksimalkan kekuatannya (strengths) dalam pencapaian peluang (opportunities) yang dimilikinya (Trijoko, 2005). Fenomena yang sama juga dijumpai pada pengelolaan PPI Klidang Lor di Kabupaten Batang. Pada pengelolaan PPI Klidang Lor hasil analisis SWOT nya memperlihatkan bahwa strategi pengembangan PPI juga harus memaksimalkan kekuatannya (strengths) dalam pencapaian peluang (opportunities) yang dimilikinya (Rahardjo, 2008). Keputusan strategis untuk mendukung strategi defensif yang berupaya meminimalkan kelemahan dan ancaman merupakan keputusan yang pertama kali harus dilakukan mengingat PPI merupakan suatu lembaga yang tentunya memilki visi, misi dan sasaran sasaran tertentu. Keputusan strategis yang perlu dilakukan adalah upaya meningkatkan kinerja seluruh staf PPI. Hal tersebut ditunjang menurut Lubis (2006) yang menyebutkan bahwa tidak optimalnya pengelolaan pelabuhan perikanan salah satunya adalah karena terbatasnya sumberdaya manusia (SDM) yang ada, khususnya 96

83 SDM pengelolan PPP/PPI yang merupakan wewenang Pemerintah Daerah Tingkat I/II. Berdasarkan pengamatan di lapangan terlihat bahwa kinerja staf PPI di hampir seluruh wilayah Kabupaten Cirebon tidak jelas. Oleh karenanya untuk pencapaian strategi tersebut perlu kiranya peningkatan kualitas SDM pengelola PPP dan PPI. Keputusan strategis kedua yang perlu dilakukan oleh PPI adalah mendukung strategi turn around (perubahan haluan) terhadap aspek pembiayaan pelayanan PPI yang membebani nelayan jaring udang. Nelayan merasa terbebani karena PPP/PPI belum memberikan pelayanan yang seimbang, misalnya fasilitas yang disediakan terbatas dan tidak berfungsinya lelang. Pane, A.B. et al (2009) menyebutkan bahwa pelelangan ikan merupakan suatu aktivitas utama terpenting di pelabuhan perikanan yang perlu dikelola secara optimal, karena pada kegiatan pelelanganlah sebenarnya ditentukan berapa besar penerimaan penjualan hasil tangkapan nelayan yang pada tahap selanjutnya menentukan berapa besaran pendapatan nelayan. Dengan demikian kedua keputusan strategis di atas merupakan prioritas yang perlu dilakukan oleh PPP/PPI guna dapat meningkatkan skor nilai dari faktor strategi internalnya. Keterikatan nelayan pada tengkulak menjadi salah satu faktor tidak berfungsinya pelelangan. Di banyak pelabuhan perikanan kasus ini banyak terjadi yang istilahnya selain tengkulak juga agen atau punggawa di Sulawesi Selatan (Lubis, 2006). Selain faktor tengkulak, terdapat beberapa faktor lainnya yang menyebabkan pelelangan ikan tidak berjalan di banyak pelabuhan perikanan, yaitu kekurangtahuan masyarakat tentang struktur organisasi TPI serta keuntungan yang didapat dari penjualan ikan melalui mekanisme pelelangan, bahkan tidak sedikit yang cenderung kurang paham mengenai fungsi dasar adanya pelelangan ikan (Lubis et al, 2010). Berdasarkan hasil penelitian di PPP dan PPI di Kabupaten Cirebon, hal tersebut di atas juga terjadi, nelayan jaring udang benar-benar tidak ingin menjual udang hasil tangkapannya ke TPI melainkan menjualnya ke tengkulak yang sudah siap di pinggiran-pinggiran sungai. Keputusan strategis untuk mendukung strategi diversifikasi yang berupaya memaximalkan kekuatan dalam menghadapi ancaman merupakan keputusan berikutnya yangi harus dilakukan oleh PPI sehubungan dengan upaya meningkatkan skor nilai dari faktor strategi eksternalnya. Keputusan strategis tersebut mengupayakan agar preference nelayan jaring udang terhadap PPI dapat ditingkatkan. Keputusan strategis seperti ini akan melahirkan suatu program besar yang melibatkan aspek aspek sosial 97

84 ekonomi komunitas nelayan di sekitar PPI. Disamping strategi diversifikasi, strategi agresif juga harus diupayakan oleh PPI guna pencapaian skor nilai dari faktor strategi eksternal tersebut. Strategi agresif yang perlu dilakukan PPI adalah memberdayakan semua prasarana dan sarana pokok, fungsional dan pelengkapnya. Strategi agresif ini sangat perlu dilakukan PPI mengingat kondisi saat ini banyak memperoleh dukungan dari pemerintah pusat melalui adanya stimulus fiscal dari APBN. Terkait dengan pencapaian strategi agresif yang didukung dengan adanya stimulus fiscal dari APBN di satu sisi dan di sisi lain terdapat masalah besar perihal ketergantungan nelayan jaring udang pada tengkulak, maka perlu kiranya dipertimbangkan upaya untuk memutus mata rantai kebergantungan nelayan jaring udang terhadap tengkulak tersebut melalui pendekatan kelembagaan (institusional) yang dapat dilakukan oleh PPI, seperti misalnya : dapatkah PPI menjalin kerjasama dengan lembaga keuangan (formal ataupun non formal) atau upaya mengaktifkan peran koperasi perikanan sebagai mitra nelayan yang aktif menampung dan mendistribusikan hasil tangkapan nelayan, serta mempermudah pemberian pinjaman modal bagi nelayan. Banyak program yang secara khusus ditujukan untuk kelompok sasaran masyarakat nelayan antara lain program Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (PEMP) dan Program Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Skala Kecil (PUPTSK). Namun program program tersebut tetap tidak menyentuh akar permasalahan yang dihadapi nelayan yakni ketergantungannya pada tengkulak. Beberapa faktor yang menyebabkan program-program pemerintah tidak berhasil adalah (Suryanto, 1996) : (1) Pendekatan yang dilakukan lebih bersifat struktural dan mengabaikan variabel-variabel kultural yang ada di dalam masyarakat, (2) Ada indikasi kebocoran dana program di tingkat implementasi dan penyaluran dana yang seringkali salah sasaran antara oknum pemerintah dengan konsultan pelaksana program, (3) Program-program yang dijalankan tersebut tidak memiliki jaminan keberlanjutan dan akuntabilitas publik. Program lebih bersifat proyek sehingga memperdulikan keberlangsungan program, (4) Pelaksanaan program pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan tidak mempunyai mekanisme pengawasan dan sanksi yang jelas, sehingga kemungkinan penyelewengan program tersebut besar. Oleh karenanya dirasa perlu untuk mengupayakan pencapaian strategi agresif di atas. 98

85 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan kajian terhadap hasil analisis penggunaan model biologi dan model bioeconomic dalam upaya penetapan kondisi optimal pemanfaatan sumberdaya udang dan penetapan kapasitas maksimum terhadap pengembangan investasi unit armada penangkapan jaring udang (dari program motorisasi upaya penangkapan jaring udang dan pengembangan investasi terhadap pengadaan upaya penangkapan jaring udang yang baru) dengan memperhatikan ketersediaan prasarana dan sarana PPI dalam menunjang program pengembangan inveastasi terhadap upaya penangkapan jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon, maka dapat disimpulkan : (1) Tingkat pemanfaatan aktual produksi rata-rata udang di wilayah Kabupaten Cirebon yang mencapai kg ternyata telah over fishing bila didekati dengan pendekatan model biologi semata. (2) Tingkat pemanfaatan aktual produksi rata-rata udang di wilayah Kabupaten Cirebon yang mencapai kg ternyata belum melampaui tingkat keseimbangan rezim optimasi dinamik (OD), rezim maximum economic yield (MEY) dan rezim lestarinya bila didekati dengan pendekatan model bioeconomic. (3) Prioritas pengembangan investasi unit armada penangkapan jaring udang dapat dilakukan (sesuai urutan prioritas) pada rezim OD, MEY dan lestari nya, karena pada ketiga rezim tersebut tingkat keseimbangannya belum terlampaui. Sementara pada rezim OA tidak dimungkinkan diadakannya pengembangan investasi. (4) Kapasitas pengembangan investasi terhadap upaya penangkapan jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon pada rezim OD adalah sebagai berikut : I besarnya nilai investasi yang dibutuhkan (Rp) : ,01 - besarnya nilai investasi setara dengan unit : armada jaring udang baru - besarnya nilai investasi setara dengan unit : motor tempel baru 306 unit (D=123, TN=93, JK=90) unit

86 (5) Kapasitas pengembangan investasi terhadap upaya penangkapan jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon pada rezim MEY adalah sebagai berikut : I besarnya nilai investasi yang dibutuhkan (Rp) : ,00 - besarnya nilai investasi setara dengan unit : armada jaring udang baru - besarnya nilai investasi setara dengan unit : motor tempel baru 198 unit (D=80, TN=60, JK=58) 807 unit (6) Kapasitas pengembangan investasi terhadap upaya penangkapan jaring udang di wilayah Kabupaten Cirebon pada rezim Lestari adalah sebagai berikut : I besarnya nilai investasi yang dibutuhkan (Rp) : ,88 - besarnya nilai investasi setara dengan unit : armada jaring udang baru - besarnya nilai investasi setara dengan unit : motor tempel baru 372 unit (D=150, TN=113, JK=109) unit (7) Ketersediaan prasarana dan sarana pangkalan pendaratan ikan (PPI) yang memiliki tempat pelelangan ikan (TPI) belum dimanfaatkan oleh nelayan jaring udang karena mereka sangat bergantung pada tengkulak yang berperan sebagai pemberi bantuan dana operasi penangkapan dan penerima udang hasil tangkapan nelayan. Kondisi ketersediaan prasarana dan sarana pangkalan pendaratan ikan (PPI) belum memadai, yaitu : belum tersedianya akses perhubungan darat yang baik menuju PPI, Rusaknya prasarana SPBU yang telah ada sehingga tidak berfungsi, belum berfungsinya prasarana air bersih dan adanya tempat sandar labuh armada penangkapan jaring udang yang belum tertata dengan baik. Tempat sandar labuh armada penangkapan jaring udang saat ini berada di sepanjang sungai sungai yang berdekatan dengan lokasi pemukiman nelayan. (8) Program pengembangan investasi pada armada penangkapan jaring udang mensyaratkan perlunya ditingkatkannya fungsi dan peranan pelabuhan perikanan (dalam hal ini PPP dan PPI) sesuai Per.16/MEN/

87 Saran Dalam memonitoring perkembangan pemanfaatan sumberdaya udang di wilayah Kabupaten Cirebon, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon disarankan menggunakan pendekatan model bioekonomi karena aspek aspek biologi dan ekonomi masyarakat akan dipertimbangkan. Permasalahan baru yang muncul bila realisasi pengembangan investasi unit penangkapan jaring udang dilakukan adalah belum berjalannya fungsi dan peranan pelabuhan perikanan (dalam hal ini PPP dan PPI) sesuai dengan Per.16/MEN/2006. Sehubungan dengan hal tersebut, maka disarankan agar pengembangan investasi unit penangkapan jaring udang harus memiliki prioritas utama terhadap berjalannya fungsi dan peranan PPP atau PPI seperti ketersediaan fasilitas: SPBU, air bersih dan tempat sandar labuh bagi armada penangkapan jaring udang serta terjaminnya aspek ketertiban dan keamanan. Prioritas kedua yang perlu dipertimbangkan adalah solusi kelembagaan dalam upaya memutus rantai ketergantungan nelayan jaring udang terhadap tengkulak. Solusi kelembagaan tersebut sedapat mungkin dilakukan didalam lingkungan sekitar PPP/PPI. Dalam upaya menarik minat nelayan jaring udang agar mau melakukan sandar labuh dan memasarkan hasil tangkapannya di PPP/PPI, pihak pelabuhan perikanan haruslah menerapkan strategi : 1) Pemberdayaan semua prasarana fungsionalppp/ppi, khususnya kepada golongan masyarakat nelayan jaring udang dan pedagang pengumpul melalui program program penyuluhan. 2) Penciptaan keamanan, khusus terhadap armada penangkapan jaring udang yang disandar (baik keamanan dari gelombang air laut yang besar, maupun keamanan dari gangguan yang ditimbulkan dari manusia) dan penciptaan preferensi pada nelayan jaring udang dan pedagang pengumpul agar mau memanfaatkan PPP/PPI melalui peningkatan kinerja seluruh karyawan PPP/PPI. 3) Pengevaluasian terhadap komponen beban biaya yang ditanggung oleh nelayan jaring udang agar proporsional terhadap penerimaan mereka. 101

88 DAFTAR PUSTAKA Amron, Jaya I dan Sondita M.F.A Model Numerik Perairan Pantai (In shore) dan Lepas Pantai (Off shore) Dalam Pengelolaan Perikanan Udang Jerbung Propinsi Riau. Jurnal Pesisir dan Lautan, Bogor. 6 (1), Azis KA Pendugaan Stock Populasi Ikan Tropis. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat IPB, Bogor. Badrudin dan Karyana D Proporsi Komposisi Hasil Tangkapan Sampingan Pukat Udang di Perairan Maluku, Irian Jaya. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 79 Balitkanlut. Jakarta : Clark C W and Munro GR The Economics of Fishing and Modern Capital Theory, A Simplified Approach Journal of Environmental Economics and Management 6, p Academic Press, Canada. Clark CW Mathematical Bioeconomics : The Optimal Management of the Renewable Resources 2 nd ed. John Willey and Sons, Inc. New York. Clark C W Bioeconomic Modelling and Fisheries Management. John Willey and Sons, Inc. New York. Clarke PR, Yoshimoto SS, Pooley GS A Bioeconomic Analysis of the Northwestern Hawaiian Islands Lobster Fishery. USA. Clark CW The Worldwide Crisis in Fisheries, Economic Models and Human Behavior. Cambridge University Press, UK. Conrad JM and Asammoah RA Single and Multi Species System : The Case of Tuna in the Eastern Tropical Atlantic. Journal of Environmental Economics and Management 13, p Academic Press, Canada. Conrad JM Resource Economics. NY : Cambridge Univ. Press. Dasgupta AK and Pearch DW Cost Benefit Analysis Theory and Practice. The Macmillan Press Ltd. London and Basington. Dinarwan Pengkajian Investasi Modal Usaha Perikanan Rakyat Jaring Udang di Perairan Sekitar Cirebon Utara Jawa Barat. Tesis pada Program Studi Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana IPB, Bogor. Dinas Perikanan Provinsi JABAR Laporan Tahunan. Bandung. Fauzi A Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan : Teori dan Aplikasi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Fauzi A Kebijakan Perikanan dan Kelautan : Isu, Sintesis dan Gagasan. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Fauzi A dan Anna S Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

89 Fauzi A Ekonomi Perikanan : Teori, Kebijakan dan Pengelolaan. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Food and Agricultural Organization (FAO) Indicator for Sustainable Development of Marine Capture Fisheries. FAO Technical Guidelines for Responsible Fisheries. No. 8. Rome. Gittinger JP Analisa Ekonomi Proyek Proyek Pertanian. Edisi Kedua. UI Press John Hopkins, Jakarta. Gulland JA Fish Stock Assessment. Wiley, Chichester UK. Harahap, Purwanti dan Primiyastanto Analisis Ekonomi Usaha Penangkapan Udang dengan Trammel Net di Kabupaten Pasuruan. Jurnal Ilmu Ilmu Sosial Volume 12 No.1. Unika Atma Jaya. Hamilton DJ Time Series Analysis. Princeton University Press. Hartwick JM and Olewiler ND The Economics of Natural Resources Use. Harper and Row Publisher, New York. USA. Hirshleifer J Investment, Interest, and Capital. Prentice Hall Inc., London. Hilborn R The Dark Side of Reference Points. Bulletin of Marine Science 70, Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut Potensi, Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Jakarta. Kadariah Evaluasi Proyek, Analisa Ekonomi, Edisi Satu. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. Levy H. and Sarnat M Capital Investment and Financial Decisions. Prentice Hall Inc., London. Lubis E Pengantar Pelabuhan Perikanan. Laboratorium Pelabuhan Perikanan, Jurusan PSP FPIK, Bogor. Lubis E dan Pane AB Tingkat Kondisi dan Keberadaan Fasilitas Pelabuhan Perikanan di Pulau Jawa. Prosiding Seminar Perikanan Tangkap, Dept. PSP, FPIK IPB. Lubis E, Oktariza W dan Dwiyanti H Pengelolaan Aktivitas Pelelangan Ikan, Kasus Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sukabumi, Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Perikanan VII, 24 Juli McKelvey R Decentralized Regulation of A Common Property Resource Industry with Irreversible Investment. Journal of Environmental Economics and Management 12,

90 Nontji A Laut Nusantara. Cetakan Keempat, Percetakan Ikrar Mandiriabadi, Jakarta. Narutomo, N. T. David Analisis Kualitas Pelayanan sebagai Strategi Menciptakan Kepuasan Pada PPI Morodemak. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang. Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Nomor Per. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan. Pane AB., Lubis E dan Nugroho T Model Pelelangan Ikan Optimal di Pelabuhan Perikanan dalam rangka Peningkatan Pendapatan Nelayan Nasional. Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian IPB. Bogor : Pane AB Basket Hasil Tangkapan dan Keterkaitannya dengan Kualitas Hasil Tangkapan dan Sanitasi di TPI PPN Palabuhanratu. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Volume 13 No. 3 : Pohl NF. and Kazmier LJ Basic Statistics for Business and Economic. NY : Mc Graw Hill Book Co. Inc. Rangkuti P Analisis SWOT, Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Rahardjo B Evaluasi Daya Dukung PPI Klidang Lor Kabupaten Batang untuk Pengembangan Perikanan Tangkap. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang. Schaefer M Some Aspects of the Dynamics of Populations Important to the Management of Commercial Marine Fisheries. Bull. Inter-Am. Trop.Tuna. Comm. 1: Sudgen R and Williams A The Principles of Practical Cost Benefit Analysis. Oxford University Press, Great Britain. Sumiono B, Suman A Penelitian Pendahuluan Tentang Perkembangan Perikanan Udang di Daerah Bangkalan Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan Laut, Balai Penelitian Perikanan Laut No. 45 hal BPPL, Jakarta. Suryanto B Perangkap Kemiskinan, Problem dan Strategi Pengentas-annya dalam Pembangunan Desa. Yogyakarta: Aditya Media Sumiono B Laju Tangkap dan Kepadatan Stock Ikan Demersal di Perairan Selat Malaka. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. Jakarta BRKP DKP. Vol 8 (1) : Scoones I Economic and Ecological Carrying Capacity Implications for Livestock Development in the Dryland Communal Areas of Zimbabwe. Dept. of Biological Sciences, University of Zimbabwe/ICCT. Seijo JC., Defeo O.,Salas S Fisheries Bioeconomics : Theory, Modelling and Management. Rome : FAO, No.368, 108p. 104

91 Trijoko Evaluasi PPI Tasik Agung Dalam Upaya Pemanfaatan Kawasan Bahari Terpadu Kabupaten Rembang. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang. Weninger Q and McConnell KE Buyback Programs in Commercial Fisheries : Efficiency versus transfers. Canadian Journal of Economics 33,

92 L A M P I R A N 106

93 Lampiran 1 Gambar Sketsa Lokasi Penelitian di Wilayah Pesisir Utara Cirebon (dari atas ke bawah : Kec. Cirebon Utara, Kec. Mundu, Kec. Pangenan) BT BT 6 30 LS 6 58 LS Sumber : ATLAS Indonesia, CV Indo Prima Sarana, 1993 : Lokasi pengambilan sample (contoh) 106

94 Lampiran 2 Rekapitulasi data primer Klmpk Armada Investasi Hasil/trip Σ trip Tot. Prod. Nilai prod. Biaya operasi per tahun Total Pend. Resp Perahu MT Alat (ribu Rp) (kg) Puncak Biasa Paceklik Total (kg) (ribu Rp) FC/tahun VC/trip Total (ribu Rp) Perairan Pesisir Utara 1 14x3x2 11,5 Jr. Klitik , ,00 900,00 17, , , , , , , , x3x2 19 Jr. Klitik , ,00 900,00 13, , , , , , , , x3x2 10,5 Jr. Klitik , ,00 900,00 15, , , , , , , , x3x2 8,5 Jr. Klitik , ,00 900,00 15, , , , , , , , x3x2 7,5 Jr. Klitik , ,00 900,00 16, , , , , , , , x3x2 6,5 Jr. Klitik , ,00 900,00 16, , , , , , , , x3x2 4,5 Jr. Klitik , ,00 900,00 13, , , , , , , , x3x2 5,5 Jr. Klitik , ,00 900,00 16, , , , , , , ,061 Rerata* , ,00 900,00 15,56 69,40 55,50 7,30 132, , , , , , ,0221 Perairan Pesisir Selatan 1 13x3x2 5,5 Dogol , , ,00 15, , , , , , , x3x2 4,5 Dogol , , ,00 13, , , , , , , x3x2 6,5 Dogol , , ,00 15, , , , , , , x3x2 7,5 Dogol , , ,00 18, , , , , , , x3x2 8,5 Dogol , , ,00 17, , , , , , , x3x2 10,5 Dogol , , ,00 18, , , , , , , x3x2 15 Dogol , , ,00 16, , , , , , , x3x2 14 Dogol , , ,00 15, , , , , , ,747 Rerata* , , ,00 16,27 74,88 45,25 8,13 128, , , , , , ,3947 Perairan Pesisir Selatan 1 14x3x2 19 Trammel Net , , ,00 18, , , , , , , x3x2 11,5 Trammel Net , , ,00 16, , , , , , , x3x2 10,5 Trammel Net , , ,00 16, , , , , , , x3x2 8,5 Trammel Net , , ,00 15, , , , , , , x3x2 7,5 Trammel Net , , ,00 14, , , , , , , x3x2 6,5 Trammel Net , , ,00 13, , , , , , , x3x2 5,5 Trammel Net , , ,00 14, , , , , , , x3x2 4,5 Trammel Net 9 150, , ,00 16, , , , , , ,298 Rerata* , , ,00 15,71 75,50 45,63 10,13 131, , , , , , ,

95 Lampiran 3 Algoritma Fox Koefisien Regresi : a = 2947 b = 0,442 Produksi Udang Total E f f o r t C P U E A n g k a S t a n d a r d Total Tahun Dogol Tram. Net Jr. Klitik Produksi Dogol Tram. Net Jr. Klitik (Ut) I n d e k s E f f o r t Std. Effort (kg) (kg) (kg) (kg) (unit) (unit) (unit) Dogol Tram. Net Jr. Klitik Tram. Net Jr. Klitik Tram. Net Jr. Klitik (f) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,6 663, , , ,26 30, ,348

96 Nilai parameter biologi : q = 0, K = ,54 r = 0, CPUE (Ut) (Ut+1) (Ut + Ut+1) (Ut + Ut+1)/2 (-a/b) - f* z/ut z/ut+1 1/b z/ut + 1/b z/ut+1 + 1/b q Jr. Udang f* z x y x/y abs x/y ln x/y ln (x/y)/z abs q 1548, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

97 Lampiran 4 Komponen Biaya Tetap Rata - rata dan Biaya Variabel Rata - rata per Unit Penangkapan Dogol (Effort) di Kabupaten Cirebon, Tahun 2006 Satuan : Rp Komponen Biaya 4,5 PK 5,5 PK 6,5 PK 7,5 PK 8,5 PK 10,5 PK 14,5 PK 15 PK Biaya Tetap Rata - rata (BTR) : Pembuatan tenda 28356, , , , , , , ,56 Ijin Usaha 15240, , , , , , , ,46 Penyusutan , , , , , , , ,98 TOTAL BTR , , , , , , , ,00 Rata - rata Populasi ** ,92 Biaya Variabel Rata - rata (BVR) : Solar, oli, es, ransum ABK , , , , , , , ,34 Perawatan * , , , , , , , ,68 TOTAL BVR , , , , , , , ,02 Rata - rata Populasi** ,25 BIAYA TOTAL , , , , , , , ,02 Rata - rata Populasi** ,17 Keterangan : * meliputi perahu, motor tempel dan jaring ** rata - rata tertimbang 110

98 Lampiran 5 Komponen Biaya Tetap Rata - rata dan Biaya Variabel Rata - rata per Unit Penangkapan Trammel Net (Effort) di Kabupaten Cirebon, Tahun 2006 Satuan : Rp Komponen Biaya 4,5 PK 5,5 PK 6,5 PK 7,5 PK 8,5 PK 10,5 PK 11,5 PK 19 PK Biaya Tetap Rata - rata (BTR) : Pembuatan tenda 45806, , , , , , , ,00 Ijin Usaha 13180, , , , , , , ,00 Penyusutan , , , , , , , ,00 TOTAL BTR , , , , , , , ,00 Rata - rata Populasi ** ,34 Biaya Variabel Rata - rata (BVR) : Solar, oli, es, ransum ABK , , , , , , , ,20 Perawatan * , , , , , , , ,80 TOTAL BVR , , , , , , , ,00 Rata - rata Populasi** ,00 BIAYA TOTAL , , , , , , , ,00 Rata - rata Populasi** ,34 Keterangan : * meliputi perahu, motor tempel dan jaring ** rata - rata tertimbang 111

99 Lampiran 6 Komponen Biaya Tetap Rata - rata dan Biaya Variabel Rata - rata per Unit Penangkapan Jaring Klitik (Effort) di Kabupaten Cirebon, Tahun 2006 Satuan : Rp Komponen Biaya 4,5 PK 5,5 PK 6,5 PK 7,5 PK 8,5 PK 10,5 PK 11,5 PK 19 PK Biaya Tetap Rata - rata (BTR) : Pembuatan tenda 44206, , , , , , , ,00 Ijin Usaha 12280, , , , , , , ,00 Penyusutan , , , , , , , ,00 TOTAL BTR , , , , , , , ,00 Rata - rata Populasi ** ,80 Biaya Variabel Rata - rata (BVR) : Solar, oli, es, ransum ABK , , , , , , , ,20 Perawatan * , , , , , , , ,80 TOTAL BVR , , , , , , , ,00 Rata - rata Populasi** ,53 BIAYA TOTAL , , , , , , , ,00 Rata - rata Populasi** ,34 Keterangan : * meliputi perahu, motor tempel dan jaring ** rata - rata tertimbang 112

100 Lampiran 7 Biaya Total per Standard Effort Jaring Udang per Tahun BT/Unit/Tahun Indeks Biaya Total Dogol Trammel Net Jaring Klitik Trammel Net Jaring Klitik /Std.Effort/Tahun , , ,34 0, , ,06 113

101 Lampiran 8 Harga Output Riil Harga Rata - rata Rata - rata Udang tertimbang Tahun IHK Harga Riil 10,5 11, , , ,00 10, , ,75 10, , ,75 10, , ,25 10, , ,50 10, , ,75 11, , ,50 10, , , , ,50 11,5 12, , ,75 11, , ,75 11, , ,75 12, , ,13 12, , ,00 11, , ,13 11,5 11,5 12,0 12, ,0 12,0 12,0 12,0 12,0 11,5 11,5 114

102 Lampiran 8 Perbandingan Rente Aktual dan Rente Lestari Pemanfaatan Sumberdaya Udang di Wilayah Kabupaten Cirebon Tahun IHK BT riil/ Total Biaya riil Harga Riil Total Penerimaan Rente Total Penerimaan Total Rente std.effort Std.Effort Total Prod. Act. Total Aktual Aktual Prod. Lestari Lestari Lestari , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,85 Sumber : Diolah dari Statistik Indonesia, BPS 129

103 Lampiran 9. Keragaan Finansial dan Rente Ekonomi Armada Jaring Udang di Wilayah Cirebon a. Dengan menggunakan motor tempel : Keragaan Finansial Keragaan Ekonomi 1 Penerimaan ,00 Penerimaan ,00 2 Biaya Operasional : Total Biaya Operasional ,46 BBM (Solar), Oli, Ransum ,00 Biaya Tenaga Kerja ,75 Surat Ijin Berlayar 13889,46 Biaya Ekonomi Tetap : Total Biaya Operasional ,46 Total Biaya Tetap ,04 3 Gaji/Upah Tenaga Kerja (Bagi Hasil) ,75 Depresiasi ,32 4 Biaya Tetap : Total Biaya Ekonomi Tetap ,36 Pemeliharaan ,00 Rente Ekonomi ,43 Tenda 43622,04 Nilai Modal ,00 Total Biaya Tetap ,04 Rate of return (%) 127,12 5 Keuntungan (Finansial Profit) ,75 b. Tanpa menggunakan motor tempel : Keragaan Finansial Keragaan Ekonomi 1 Penerimaan ,00 Penerimaan ,00 2 Biaya Operasional : Total Biaya Operasional ,46 Ransum ,00 Biaya Tenaga Kerja ,56 Surat Ijin Berlayar 13889,46 Biaya Ekonomi Tetap : Total Biaya Operasional ,46 Total Biaya Tetap ,04 3 Gaji/Upah Tenaga Kerja (Bagi Hasil) ,56 Depresiasi ,50 4 Biaya Tetap : Total Biaya Ekonomi Tetap ,54 Pemeliharaan ,00 Rente Ekonomi ,44 Tenda 43622,04 Nilai Modal ,41 Total Biaya Tetap ,04 Rate of return (%) 25,94 5 Keuntungan (Finansial Profit) ,94 115

104 Lampiran 10 Keluaran Model Bioekonomi Parameter Besaran δ 0,0737 p 12061,11 c ,06 r 0, K ,54 q 0, a 2947 b 0,442 rk ,73 pq 0, rc ,835 Kpq ,17 Kpqr ,5 c/kpq 0, c/kpq 0, r/q 6667, c/kpq 1, K/ ,14 0, cδ/Kpqr MSY ,14 δ/r 0, , (1+c/Kpq)-δ/r TAC , δ/r 0, , {(1+c/Kpq)-δ/r}^2 TAC - Act ,51 2q 0, , (8cδ/Kpqr) + {(1+c/Kpq)-δ/r}^2 effort cδ ,222 1, (8cδ/Kpqr) + {(1+c/Kpq)-δ/r}^2 C ,9 K/4*(1+c/Kpq)-δ/r γ 0, ,7 K/4* (8cδ/Kpqr) + {(1+c/Kpq) - δ/r}^2 δ + γ 0, ,5 X (δ + γ) C , ,9 rx c + (δ + γ) C ,84 0, X/K Kondisi Lestari (Sustainable ) : 0, X/K X , ,34 H H , ,43 kg tersisa yang dapat ditangkap E 3333, unit jaring udang π , ,20174 qx Investasi Total , ,40001 E 116 CPUE 1473,50

105 Kondisi Open Access : X ,89 780,12 H , ,22 sudah overfishing E 4902, unit jaring udang π 0,00 Investasi Total ,39 Kondisi Sole Owner (MEY) : X ,72 H , ,70 kg tersisa yang dapat ditangkap E 2451, unit jaring udang 1863,56 π ,56 Investasi Total ,19 Kondisi Dinamik : X ,50 H , ,34 kg tersisa yang dapat ditangkap E 2791, unit jaring udang π , ,20 Investasi Total ,70 Kondisi Aktual : H ,00 E 2181,00 π ,57 Investasi Total ,13 Tambahan investasi yang diperlukan : MSY , unit MT OA ,11 MEY , unit MT Optimasi Dinamik , unit MT 117

106 Lampiran 12 Tabel Faktor - Faktor Strategi Eksternal (EFAS) Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor Komentar Peluang : 1. Tempat pendaratan kapal di sungai mengalami pendangkalan terutama di musim 0, ,099 * Lingkungan menghadapi kendala kemarau, sehingga lalu - lintas kapal tidak lancar. di musim kemarau (aliran sungai 2. Pendaratan kapal di sepanjang sungai akan menghambat aliran air sungai, 0, ,0962 terhambat dan bau) lebih - lebih di musim kemarau 3. Dinas Pekerjaan Umum terhambat dalam proses pemeliharaan DAS 0, ,0467 * Lingkungan sekitar pemukiman 4. Dinas Perikanan terhambat dalam proses pengaturan tempat tambat labuh kapal se- 0, ,1359 nelayan memiliki kualitas yang hingga aspek fungsional daripada pelabuhan perikanan tidak berfungsi buruk sehingga kualitas kesehatan 5. Sampah akan lebih cepat berakumulasi karena aliran air sungai yang terhambat 0, ,1098 menjadi buruk 6. Kesehatan lingkungan di sekitar pemukiman nelayan menjadi buruk karena banyaknya 0, ,099 sampah dan bau - bauan yang tidak menyegarkan * Dinas PU terhambat tugasnya 7. Tidak ada proses lelang terhadap hasil tangkapan udang karena proses jual beli 0, ,1608 bukan di TPI (tempat pelelangan ikan) * Perdagangan hanya bersifat lokal 8. Harga komoditi udang di tingkat nelayan dapat dipermainkan oleh tengkulak 0, ,1812 dan sulit berkembang untuk men- 9. Perdagangan hanya melayani perdagangan lokal 0, ,1098 capai pasar regional, nasional dan 10. Pembeli dari luar enggan masuk karena pasar telah dikuasai oleh tengkulak 0, ,0536 expor Ancaman : 1. Selama musim penghujan, pinggiran sungai dapat dimanfaatkan untuk tambat labuh 0, ,1016 * Pada musim penghujan pinggiran kapal secara aman, karena di musim tersebut terjadi angin kencang di pinggir laut. sungai berperan sebagai tempat 2. Pemenuhan kebutuhan BBM dan es dapat diketeng, sehingga nelayan dapat membeli 0, ,0467 berlindung armada (kapal) secara eceran (skala kecil) di mana saja. 3. Komunitas nelayan di sekitar pinggiran sungai sudah sejak dahulu menjadikan pinggir- 0, ,0934 * Tempat tambat labuh strategis an sungai sebagai tempat tambat labuh kapalnya (tradisi). dan aman karena dekat dengan 4. Pedagang pengumpul siap membeli produk hasil tangkapan nelayan berapapun kuanti- 0, ,1044 pemukiman nelayan tas jumlah hasil tangkapannya. 5. Pedagang pengumpul dan nelayan lebih senang posisi pendaratan kapal di sepanjang 0, ,0962 * Masyarakat lokal memiliki akses sungai karena tidak ada biaya. yang mudah di sepanjang 6. Letak pendaratan kapal di sungai lebih strategis (dekat dengan tempat pemukiman 0, ,0906 pinggiran sungai nelayan dan di pinggir jalan raya). 7. Kalangan masyarakat lokal (pedagang, pembeli dan penjual) dapat akses secara 0, ,1044 * Kondisi perhubungan darat kurang penuh di lokasi pendaratan kapal di sepanjang sungai tanpa dipungut bayaran. memadai bagi kelancaran arus 8. Proses penjualan hasil tangkapan yang sangat cepat dengan pelayanan yang baik dari 0, ,1044 barang dan jasa pedagang pengumpul. 9. Terdapatnya hubungan ketergantungan yang kuat antara nelayan dengan tengkulak 0, ,0426 yang menginginkan tempat tambat labuh tetap di sepanjang pinggiran sungai. 10. Akses perhubungan darat menuju ke dan dari PP kondisinya buruk 0, ,0467 T O T A L 1,00 1,

107 Lampiran 13 Tabel Faktor - Faktor Strategi Internal (IFAS) Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor Komentar Kekuatan : 1. Memiliki otoritas legal dan formal didalam pengelolaan pelabuhan perikanan 0, ,18 * Secara formal telah memiliki 2. Sebagian memiliki fasilitas pokok, fungsional dan penunjang 0, ,12 berbagai fasilitas walaupun belum 3. Memiliki dukungan kuantitas sumberdaya manusia yang relatif cukup banyak 0, ,13 maksimal 4. Memiliki dukungan kuantitas dana pengelolaan yang rutin setiap tahunnya 0, ,05 5. Memiliki struktur organisasi pengelolaan yang sudah terpatenkan 0, ,14 * Telah memiliki otoritas legal 6. Memiliki program kerja yang telah tersusun 0, ,07 terhadap pengelolaan PP di wila- 7. Memiliki link dengan pasar global (regional dan nasional) 0, ,14 yah kerjanya 8. Sebagian terletak di wilayah muara sungai yang memiliki fasilitas tambat labuh 0, ,14 Kelemahan : 1. Sebagian besar tidak memiliki prasarana tempat pelelangan ikan (TPI) 0, ,05 * Secara kualitas belum memiliki 2. Akses perhubungan darat menuju ke dan dari PP sangat kurang memadai 0, ,04 sumberdaya manusia yang diha- 3. Memiliki prasarana SPBU yang telah rusak sehingga tidak berfungsi 0, ,05 rapkan 4. Sebagian besar tidak memiliki prasarana air bersih 0, ,05 5. Sebagian besar tidak memiliki prasarana tempat tambat labuh armada penangkapan 0, ,05 * Sebagian besar banyak prasarana 6. Sebagian besar tidak memiliki prasarana penunjang seperti : waserda, fasilitas MCK, 0, ,06 yang telah dimiliki namun tidak dan pabrik es dipelihara dengan baik 7. Tidak memiliki dukungan kualitas sumberdaya manusia yang memadai 0, ,12 8. Tidak didukung oleh program kerja yang berorientasi pada penyadaran masyarakat 0, ,12 nelayan jaring udang agar dapat memanfaatkan PP secara maksimal 0,00 9. Kurangnya aspek pemeliharaan terhadap berbagai fasilitas yang telah dimiliki oleh PP 0, ,12 T O T A L 1,00 1,63 120

108 Lampiran 14 Pembobotan Faktor Eksternal Pelabuhan Perikanan No. Faktor Eksternal Pelabuhan Perikanan A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T Total Bobot 1 Pendangkalan sungai di musim kemarau A , Aliran air sungai terhambat B , Pemeliharaan DAS terganggu C , Pengaturan tempat tambat labuh kapal terhambat D , Akumulasi sampah E , Kesehatan lingkungan yang buruk F , Tidak ada proses lelang G , Harga komoditi udang dikuasai oleh tengkulak H , Perdagangan hanya melayani perdagangan lokal I , Pembeli dari luar enggan masuk J , Pada musim hujan sungai dapat dimanfaatkan untuk tambat labuh kapal K , Pemenuhan kebutuhan BBM dan es dapat diketeng L , Pinggiran sungai sudah sejak dahulu menjadi tempat tambat labuh kapal M , Pedagang pengumpul membeli produk hasil tangkapan nelayan N , Pedagang pengumpul dan nelayan bebas dari pungutan retribusi O , Letak pendaratan kapal di sungai yang strategis P , Semua kalangan masyarakat lokal dapat akses secara bebas Q , Proses penjualan hasil tangkapan yang lancar R , Nelayan dan tengkulak menginginkan tempat tambat labuh di sungai S , Akses perhubungan darat ke dan dari PP yang buruk kondisinya T ,0467 T O T A L ,

109 Lampiran 15 Pembobotan Faktor Internal Pelabuhan Perikanan No. Faktor Internal Pelabuhan Perikanan A B C D E F G H I J K L M N O P Q Total Bobot 1 Memiliki otoritas legal dan formal didalam pengelolaan pp A , Sebagian memiliki fasilitas pokok, fungsional dan penunjang B , Memiliki dukungan kuantitas sumberdaya manusia C , Memiliki dukungan kuantitas dana pengelolaan D , Memiliki struktur organisasi pengelolaan E , Memiliki program kerja F , Memiliki link dengan pasar global (regional dan nasional) G , Sebagian terletak di muara sungai & memiliki fasilitas tambat labuh H , Sebagian besar tidak memiliki prasarana TPI I , Akses jalan darat menuju ke dan dari PP buruk J , Memiliki prasarana SPBU yang telah rusak K , Sebagian besar tidak memiliki prasarana air bersih L , Sebagian besar tidak memiliki prasarana tempat tambat labuh M , Sebagian besar tidak memiliki prasarana penunjang N , Tidak memiliki dukungan kualitas sumberdaya manusia O , Tidak didukung oleh upaya program penyadaran masyarakat P , Kurangnya aspek pemeliharaan terhadap berbagai fasilitas Q ,0609 T O T A L ,

110 Lampiran 16 Matrix Profil Kompetitif No. Faktor Strategis : Bobot PPI di Kab.Cirebon Tangkahan Sungai Rating Bobot Skor Rating Bobot Skor 1 Timbulnya gangguan bau busuk terhadap lingkungan sekitar 0, , , Gangguan lalu lintas armada kapal lainnya 0, , , Gangguan terhadap aliran sungai 0, , , Pemeliharaan ekosistem DAS 0, , , Timbulnya gangguan sampah terhadap lingkungan sekitar 0, , , Menurunnya tingkat sanitasi kesehatan lingkungan 0, , , Keberlanjutan proses lelang hasil tangkapan 0, , , Dinamika tingkat harga jual udang hasil tangkapan nelayan 0, , , Luasan perdagangan udang hasil tangkapan nelayan 0, , , Kemudahan pembeli dari luar kawasan keluar masuk TPI (akses 0, , ,0536 bagi stake holder dari luar) 12 Perlindungan terhadap keamanan (dari gelombang dan kriminal) 0, , , Kemudahan memperoleh bekal operasi penangkapan (BBM, es) 0, , , Pelayanan pembelian oleh pedagang pengumpul (tengkulak) 0, , , Persepsi nelayan & tengkulak terhadap letak tempat tambat labuh 0, , ,1359 (ditinjau dari aspek kedekatan dengan tempat pemukiman dan jalan raya, adanya komponen biaya yang dikeluarkan, serta tradisi) 16 Perolehan akses penuh masyarakat lokal tanpa adanya biaya 0, , , Kondisi akses perhubungan darat 0, , , Aspek legal dan formal dalam pengelolaan 0, , , Kelengkapan fasilitas yang dimiliki 0, , , Pemeliharaan fasilitas SPBU 0, , ,0609 T O T A L 1,0000 1,514 2,

111 Lampiran 17 Matrix SWOT EFAS IFAS STRENGTHS (S) : WEAKNESSES (W) : 1. Memiliki otoritas legal & formal 1. Kehadiran PPI telah didahului oleh tangkahan sunga 2. Memiliki prasarana fisik yang cukup memadai 2. Posisi yang relatif jauh dari pemukiman nelayan 3. Memiliki akses pasar global 3. Adanya persepsi biaya relatif tinggi 4. Memiliki tempat tambat labuh kapal 4. Aspek keamanan kurang terjamin 5. Memiliki kolam pelabuhan 5. Preference pedagang pengumpul tidak ke PPI 6. Memiliki prasarana TPI 6. Tidak ada pemanfaatan TPI oleh nelayan JU STRATEGI SO : STRATEGI WO : OPPORTUNITIES (O) : 1. Pendangkalan sungai di musim kemarau Pemberdayaan fungsional segala prasarana fisik Meningkatkan kinerja fungsional segala prasarana fisik 2. Aliran air sungai terhambat yang dimiliki melalui program penyuluhan pada ma- melalui program pelatihan pada staf PPI guna ditularkan 3. Pemeliharaan DAS terganggu syarakat nelayan, khususnya nelayan jaring udang pada nelayan & pedagang pengumpul 4. Pengaturan tempat tambat labuh kapal terganggu guna mencapai efisiensi pada kegiatan usaha per- 5. Harga komoditi udang dikuasai oleh tengkulak ikanan tangkap jaring udang 6. Perdagangan hanya melayani perdagangan lokal STRATEGI ST : STRATEGI WT : TREATHS (T) : 1. Pemanfaatan tempat tambat labuh kapal di musim hujan Pemberdayaan fungsional segala prasarana fisik Meningkatkan kinerja seluruh staf PPI yang ditujukan 2. Pemenuhan kebutuhan BBM dan es dapat diketeng yang dimiliki melalui program penyuluhan pada ma- terhadap kegiatan pendekatan pada seluruh golongan 3. Tempat tambat labuh kapal di sungai telah lebih dahulu ada syarakat nelayan, khususnya nelayan jaring udang masyarakat nelayan, khususnya nelayan JU agar dapat 4. Produk hasil tangkapan nelayan dibeli pedagang pengumpul dengan memberikan pelayanan pada mereka. meningkatkan preferensi mereka terhadap PPI 5. Pedagang pengumpul bebas pungutan retribusi 6. Letak pendaratan kapal di sungai yang strategis Menciptakan sistem keamanan dan preferensi pa- 7. Semua kalangan masyarakat dapat akses secara bebas da nelayan JU & pedagang pengumpul agar mau 8. Proses penjualan hasil tangkapan yang cepat dan lancar memanfaatkan PPI 9. Preferensi stake holder tempat tambat labuh di sungai 124

112 ai n t

113 Lampiran 18. Pemandangan tempat tambat labuh kapal armada penangkapan jaring udang di sepanjang Sungai Selapenganten di PPI Bandengan 125

114 Lampiran 19 Pemandangan salah satu lokasi TPI di PPI Gebang yang sedang tidak beraktivitas 126

115 Lampiran 20 Lokasi SPBU di salah satu PPI yang sudah hampir 2 tahun tidak berfungsi. 127

1 PENDAHULUAN. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di Indonesia dan Laut Jawa. Pemanfaatan (%) 131,93 49,58

1 PENDAHULUAN. Potensi lestari dan tingkat pemanfaatan sumberdaya udang laut di Indonesia dan Laut Jawa. Pemanfaatan (%) 131,93 49,58 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya udang laut yang sangat besar, yakni sekitar 78 800 ton per tahun yang terdiri dari 74 000 ton per tahun untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer

METODE PENELITIAN STOCK. Analisis Bio-ekonomi Model Gordon Schaefer METODE PENELITIAN 108 Kerangka Pemikiran Agar pengelolaan sumber daya udang jerbung bisa dikelola secara berkelanjutan, dalam penelitian ini dilakukan beberapa langkah perhitungan untuk mengetahui: 1.

Lebih terperinci

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang

5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang 5.5 Status dan Tingkat Keseimbangan Upaya Penangkapan Udang Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara lestari perlu dilakukan, guna sustainability spesies tertentu, stok yang ada harus lestari walaupun rekrutmen

Lebih terperinci

PENGKAJIAN INVESTASI UNIT PENANGKAPAN DALAM UPAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG PENAEID SECARA BERKELANJUTAN DI PERAIRAN CIREBON UTARA, JAWA BARAT

PENGKAJIAN INVESTASI UNIT PENANGKAPAN DALAM UPAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG PENAEID SECARA BERKELANJUTAN DI PERAIRAN CIREBON UTARA, JAWA BARAT PENGKAJIAN INVESTASI UNIT PENANGKAPAN DALAM UPAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA UDANG PENAEID SECARA BERKELANJUTAN DI PERAIRAN CIREBON UTARA, JAWA BARAT (AN INVESTMENT STUDIES ON CATCHING TECHNOLOGIES FOR SUSTAINABLE

Lebih terperinci

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI

Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Volume 5, Nomor 2, Desember 2014 ISSN 2087-409X Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) ANALISIS POTENSI LESTARI PERIKANAN TANGKAP DI KOTA DUMAI Hazmi Arief*, Novia Dewi**, Jumatri Yusri**

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH

POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Bimafika, 2010, 2, 141-147 1 POTENSI BERKELANJUTAN SUMBER DAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KABUPATEN MALUKU TENGAH Achmad Zaky Masabessy * FPIK Unidar Ambon ABSTRACT Maluku Tengah marine water has fish resources,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini ditujukan terhadap kegiatan penangkapan unit alat tangkap jaring udang di wilayah pesisir Cirebon. Penelitian ini mencakup aspek aspek yang

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai dinamika stok ikan peperek (Leiognathus spp.) dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER

KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER KELAYAKAN PENANGKAPAN IKAN DENGAN JARING PAYANG DI PALABUHANRATU MENGGUNAKAN MODEL BIOEKONOMI GORDON- SCHAEFER Oleh : Moh. Erwin Wiguna, S.Pi., MM* Yogi Bachtiar, S.Pi** RINGKASAN Penelitian ini mengkaji

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu pilihan yang strategis untuk dikembangkan, terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI) karena memiliki potensi yang sangat

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN

Jurnal Ilmu Perikanan Tropis Vol. 18. No. 2, April 2013 ISSN ANALISIS BIOEKONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN KAKAP DI KABUPATEN KUTAI TIMUR (Bio-economic Analysis of Blood Snaper Resources Utilization in Kutai Timur Regency) ERWAN SULISTIANTO Jurusan Sosial Ekonomi

Lebih terperinci

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee

ABSTRACT. Key word : bio-economic analysis, lemuru resources, bali strait, purse seine, resource rent tax, user fee ABSTRACT ANDAN HAMDANI. Analysis of Management and Assessment User Fee on Utilization of Lemuru Resources In Bali Strait. Under direction of MOCH PRIHATNA SOBARI and WAWAN OKTARIZA Lemuru resources in

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. # Lokasi Penelitian 35 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Timur, khususnya di PPP Labuhan. Penelitian ini difokuskan pada PPP Labuhan karena pelabuhan perikanan tersebut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI

OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI OPTIMASI UPAYA PENANGKAPAN UDANG DI PERAIRAN DELTA MAHAKAM DAN SEKITARNYA JULIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2005 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... Halaman xii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Perikanan tangkap merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat penting di Kabupaten Nias dan kontribusinya cukup besar bagi produksi perikanan dan kelautan secara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Perikanan Kabupaten Agam Aktifitas kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Agam hanya terdapat di satu kecamatan yaitu Kecamatan Tanjung Mutiara. Wilayah ini terdiri atas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

Pengelolaan SD Pulih -SD Ikan- Luh Putu Suciati

Pengelolaan SD Pulih -SD Ikan- Luh Putu Suciati Pengelolaan SD Pulih -SD Ikan- Luh Putu Suciati Economics History of Fisheries Ikan telah dikonsumsi sejak zaman Homo Erectus sampai Homo sapiens (38 000 tahun yang lalu) Desa nelayan yang menjadi pusat

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu

Gambar 7. Peta kawasan perairan Teluk Banten dan letak fishing ground rajungan oleh nelayan Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu 24 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012 yang meliputi: observasi lapang, wawancara, dan pengumpulan data sekuder dari Dinas

Lebih terperinci

5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan yang akan menjawab berbagai pertanyaan dan tujuan penelitian ini dan juga rekomendasi berupa implikasi kebijakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor perikanan dan kelautan diharapkan menjadi prime mover bagi pemulihan ekonomi Indonesia, karena prospek pasar komoditas perikanan dan kelautan ini terus meningkat

Lebih terperinci

MODEL ANALISIS EKONOMI DAN OPTIMASI PENGUSAHAAN SUMBERDAYA PERIKANAN

MODEL ANALISIS EKONOMI DAN OPTIMASI PENGUSAHAAN SUMBERDAYA PERIKANAN Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005 MODEL ANALISIS EKONOMI DAN OPTIMASI PENGUSAHAAN SUMBERDAYA PERIKANAN Dosen Fakultas Pengetajuan Ilmu Sosial Universitas Medan Abstrak: Peranan perikanan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto

IV. METODE PENELITIAN. kriteria tertentu. Alasan dalam pemilihan lokasi penelitian adalah TPI Wonokerto IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di TPI Wonokerto, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah (Lampiran 1). Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan alasan dan kriteria

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2012. Tempat penelitian dan pengambilan data dilakukan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Blanakan, Kabupaten Subang. 3.2 Alat

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 37 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pemanfaatan Kapasitas Penangkapan (Fishing Capacity) Dalam menganalisis kapasitas penangkapan purse seine berdasarkan bulan, data adalah data pendaratan ikan dari kapal-kapal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL........ iv DAFTAR GAMBAR........ vii DAFTAR LAMPIRAN........ viii I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang....... 1.2. Perumusan Masalah.......... 1.3. Tujuan dan Kegunaan..... 1.4. Ruang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004)

3. BAHAN DAN METODE. Gambar 6. Peta Lokasi Penelitian (Dinas Hidro-Oseanografi 2004) 24 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini mengikuti penelitian bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan (MSPi) dan dilaksanakan selama periode bulan Maret 2011 hingga Oktober

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkatnya permintaan udang baik di pasar domestik maupun di pasar

PENDAHULUAN. meningkatnya permintaan udang baik di pasar domestik maupun di pasar PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya udang laut yang sangat besar, yakni sekitar 78.800 ton per tahun. Udang merupakan komoditas unggulan perikanan Indonesia

Lebih terperinci

Moch. Prihatna Sobari 2, Diniah 2, dan Danang Indro Widiarso 2 PENDAHULUAN

Moch. Prihatna Sobari 2, Diniah 2, dan Danang Indro Widiarso 2 PENDAHULUAN ANALISIS MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD MENGGUNAKAN BIO-EKONOMIK MODEL STATIS GORDON-SCHAEFER DARI PENANGKAPAN SPINY LOBSTER DI WONOGIRI 1 (Analysis of Maximum Sustainable Yield and

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 2 ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prospek pasar perikanan dunia sangat menjanjikan, hal ini terlihat dari kecenderungan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2011 sampai bulan Februari 2012 dengan interval waktu pengambilan sampel 1 bulan. Penelitian dilakukan di Pelabuhan

Lebih terperinci

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU PROGRAM STUD1 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi Umum Perairan Teluk Banten Letak geografis Teluk Banten berada dalam koordinat 05 o 49 45-06 o 02 00 LS dan 106 o 03 20-106 o 16 00 BT. Teluk Banten

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Udang Kabupaten Cilacap Sektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Cilacap khususnya usaha perikanan tangkap udang memiliki peranan yang penting dalam perekonomian Cilacap.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 27 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Pengumpulan data dilaksanakan bulan Juli-September 2007 yaitu di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas

PENDAHULUAN. Common property & open acces. Ekonomis & Ekologis Penting. Dieksploitasi tanpa batas 30 mm 60 mm PENDAHULUAN Ekonomis & Ekologis Penting R. kanagurta (kembung lelaki) ~ Genus Rastrelliger spp. produksi tertinggi di Provinsi Banten, 4.856,7 ton pada tahun 2013, menurun 2.5% dari tahun 2010-2013

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan industri bioteknologi kelautan merupakan asset yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 10 Lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 10 Lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Lambada Lhok Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh Besar, Pemerintah Aceh. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL

5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5 POTENSI DAN TINGKAT PEMANFAATAN SUMBER DAYA PERIKANAN DEMERSAL 5.1 Pendahuluan Pemanfaatan yang lestari adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan pada kondisi yang berimbang, yaitu tingkat pemanfaatannya

Lebih terperinci

Ex-situ observation & analysis: catch effort data survey for stock assessment -SCHAEFER AND FOX-

Ex-situ observation & analysis: catch effort data survey for stock assessment -SCHAEFER AND FOX- CpUE Ex-situ observation & analysis: catch effort data survey for stock assessment -SCHAEFER AND FOX- By. Ledhyane Ika Harlyan 0.400 0.350 0.300 0.250 0.200 0.150 0.100 0.050 0.000 Schaefer y = -0.000011x

Lebih terperinci

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari ABSTRAK

EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU. Oleh. T Ersti Yulika Sari   ABSTRAK EVALUASI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PROVINSI RIAU Oleh T Ersti Yulika Sari Email: nonnysaleh2010@hotmail.com ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui usaha perikanan tangkap yang layak untuk

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI DAN OPTIMASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN LAYANG DI PERAIRAN KABUPATEN MUNA SULAWESI TENGGARA

ANALISIS BIOEKONOMI DAN OPTIMASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN LAYANG DI PERAIRAN KABUPATEN MUNA SULAWESI TENGGARA Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 6, No. 1, Mei 2015 Hal: 13-22 ANALISIS BIOEKONOMI DAN OPTIMASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN LAYANG DI PERAIRAN KABUPATEN MUNA SULAWESI TENGGARA Bioeconomic Analysis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut memiliki sifat spesifik, yakni akses terbuka (open access). Sumberdaya perikanan juga bersifat kepemilikan bersama (common property). Semua individu

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI MODEL COPES PERIKANAN DEMERSAL PESISIR REMBANG. Bioeconomic Analitic Copes Mode Demersal Fish in Rembang Water

ANALISIS BIOEKONOMI MODEL COPES PERIKANAN DEMERSAL PESISIR REMBANG. Bioeconomic Analitic Copes Mode Demersal Fish in Rembang Water ANALISIS BIOEKONOMI MODEL COPES PERIKANAN DEMERSAL PESISIR REMBANG Bioeconomic Analitic Copes Mode Demersal Fish in Rembang Water Timotius Tarigan, Bambang Argo Wibowo *), Herry Boesono Program Studi Pemanfaatan

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar

Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Keragaan dan alokasi optimum alat penangkapan cakalang (Katsuwonus pelamis) di perairan Selat Makassar Andi Adam Malik, Henny Setiawati, Sahabuddin Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid ABSTRAK ANALISIS BIOEKONOMI IKAN KEMBUNG (Rastrelliger spp) DI KOTA MAKASSAR Hartati Tamti dan Hasriyani Hafid Program Studi Ilmu Kelautan STITEK Balik Diwa Makassar Email : hartati.tamti@gmail.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA.

ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA. ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ARMADA PENANGKAPAN IKAN BERBASIS KETENTUAN PERIKANAN YANG BERTANGGUNG JAWAB DI TERNATE, MALUKU UTARA Oleh : YULISTYO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT

Lebih terperinci

BIO-EKONOMI PENANGKAPAN IKAN : MODEL STATIK. oleh. Purwanto 1) ABSTRACT

BIO-EKONOMI PENANGKAPAN IKAN : MODEL STATIK. oleh. Purwanto 1) ABSTRACT Oseana, Volume XIII, Nomor 2 : 63-72, 1988 ISSN 0216-1877 BIO-EKONOMI PENANGKAPAN IKAN : MODEL STATIK oleh Purwanto 1) ABSTRACT BIO ECONOMICS OF FISHING : STATIC MODEL. The objective of fishery management

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum PPP Labuan, Banten Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6 0 21-7 0 10 Lintang Selatan dan 104 0 48-106 0 11 Bujur Barat dengan luas

Lebih terperinci

STATUS EKSPLOITASI SUMBERDAYA IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN MALUKU DAN KAPASITAS PENANGKAPANNYA JOHANIS HIARIEY

STATUS EKSPLOITASI SUMBERDAYA IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN MALUKU DAN KAPASITAS PENANGKAPANNYA JOHANIS HIARIEY STATUS EKSPLOITASI SUMBERDAYA IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN MALUKU DAN KAPASITAS PENANGKAPANNYA JOHANIS HIARIEY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN

PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN PENDUGAAN STOK IKAN TONGKOL DI SELAT MAKASSAR SULAWESI SELATAN Edy H.P. Melmambessy Staf Pengajar Univ. Musamus-Merauke, e-mail : edymelmambessy@yahoo.co.id ABSTRAK Ikan tongkol termasuk dalam golongan

Lebih terperinci

Sriati Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Kampus Jatinangor UBR

Sriati Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Kampus Jatinangor UBR Jurnal Akuatika Volume II Nomor 2/September 2011 ISSN 0853-2523 KAJIAN BIO-EKONOMI SUMBERDAYA IKAN KAKAP MERAH YANG DIDARATKAN DI PANTAI SELATAN TASIKMALAYA, JAWA BARAT Sriati Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG

KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG KAJIAN AKTIVITAS DAN KAPASITAS FASILITAS FUNGSIONAL DI PANGKALAN PENDARATAN IKAN (PPI) KRONJO, TANGERANG Oleh : Harry Priyaza C54103007 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes

SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes SELEKSI UNIT PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN MAJENE PROPINSI SULAWESI BARAT Selection of Fishing Unit in Majene Regency, West Celebes Oleh: Muh. Ali Arsyad * dan Tasir Diterima: 0 Desember 008; Disetujui:

Lebih terperinci

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN

JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN JURNAL PEMANFAATAN SUBERDAYA PERIKANAN Vol. 4 No. 1 Hal. 1-54 Ambon, Mei 2015 ISSN. 2085-5109 POTENSI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN TONGKOL (Auxis thazard) DI PERAIRAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA The Potential

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Aktivitas Penangkapan Ikan Lemuru 5.1.1 Alat tangkap Purse seine merupakan alat tangkap utama yang digunakan oleh nelayan di sekitar Selat Bali dalam menangkap ikan lemuru. Purse

Lebih terperinci

(In-shore and Off-shore Bioeconomic Model for Swimming Crab Fisheries Management in Makassar Strait)

(In-shore and Off-shore Bioeconomic Model for Swimming Crab Fisheries Management in Makassar Strait) MODEL BIOEKONOMI PERAIRAN PANTAI (IN-SHORE) DAN LEPAS PANTAI (OFF-SHORE) UNTUK PENGELOLAAN PERIKANAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN SELAT MAKASSAR (In-shore and Off-shore Bioeconomic Model for

Lebih terperinci

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR

PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR 1 PENDUGAAN STOK IKAN LAYUR (Trichiurus sp.) DI PERAIRAN TELUK PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, PROPINSI JAWA BARAT Adnan Sharif, Silfia Syakila, Widya Dharma Lubayasari Departemen Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 137-144 ISSN : 2088-3137 ANALISIS BIOEKONOMI PENANGKAPAN IKAN LAYUR (Trichirus sp.) DI PERAIRAN PARIGI KABUPATEN CIAMIS Diani Putri Utami*,

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI PERIKANAN UNTUK CUMI-CUMI (Loligo sp) YANG TERTANGKAP DENGAN CANTRANG DI TPI TANJUNGSARI KABUPATEN REMBANG

ANALISIS BIOEKONOMI PERIKANAN UNTUK CUMI-CUMI (Loligo sp) YANG TERTANGKAP DENGAN CANTRANG DI TPI TANJUNGSARI KABUPATEN REMBANG ANALISIS BIOEKONOMI PERIKANAN UNTUK CUMI-CUMI (Loligo sp) YANG TERTANGKAP DENGAN CANTRANG DI TPI TANJUNGSARI KABUPATEN REMBANG Schaefer and Copes Bioeconomic Model Analysis of Squid (Loligo sp) Captured

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara)

SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SISTEM PEMASARAN HASIL PERIKANAN DAN KEMISKINAN NELAYAN (Studi Kasus: di PPI Muara Angke, Kota Jakarta Utara) SKRIPSI WINDI LISTIANINGSIH PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA

OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA OPTIMASI PENYEDIAAN BAHAN BAKAR SOLAR UNTUK UNIT PENANGKAPAN IKAN DI PPP SUNGAILIAT, BANGKA DODY SIHONO SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KOTA AMBON

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KOTA AMBON Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 2 No. 3, Desember 2015: 181-190 ISSN : 2355-6226 E-ISSN : 2477-0299 KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN PELAGIS BESAR DI KOTA AMBON 1* 2 2 Ahadar Tuhuteru,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik dalam skala lokal, regional maupun negara, dimana sektor

Lebih terperinci

ANALISIS INVESTASI OPTIMAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN LAYANG (Decapterus spp) DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO

ANALISIS INVESTASI OPTIMAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN LAYANG (Decapterus spp) DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO 1 ANALISIS INVESTASI OPTIMAL PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN LAYANG (Decapterus spp) DI KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO SUDARMIN PARENRENGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 2

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI PROVINSI RIAU

ANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI PROVINSI RIAU Berkala Perikanan Terubuk, November 2016, hlm 111 122 ISSN 0126-4265 Vol. 44. No.3 ANALISIS BIOEKONOMI(MAXIMUM SUSTAINABLE YIELD DAN MAXIMUM ECONOMIC YIELD) MULTI SPESIES PERIKANAN LAUT DI PPI KOTA DUMAI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 3, September 2012: 263-274 ISSN : 2088-3137 ANALISIS BIOEKONOMI MODEL GORDON-SCHAEFER STUDI KASUS PEMANFAATAN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DI PERAIRAN UMUM

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS ARMADA PENANGKAPAN DAN POTENSI PRODUKSI PERIKANAN UDANG DI LAUT ARAFURA

PRODUKTIVITAS ARMADA PENANGKAPAN DAN POTENSI PRODUKSI PERIKANAN UDANG DI LAUT ARAFURA PRODUKTIVITAS ARMADA PENANGKAPAN DAN POTENSI PRODUKSI PERIKANAN UDANG DI LAUT ARAFURA FISHING FLEET PRODUCTIVITY AND POTENTIAL PRODUCTION OF SHRIMP FISHERY IN THE ARAFURA SEA ABSTRAK Purwanto Anggota Komisi

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN

TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN TEKNOLOGI PENANGKAPAN PILIHAN UNTUK IKAN CAKALANG DI PERAIRAN SELAYAR PROPINSI SULAWESI SELATAN ANDI HERYANTI RUKKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 6 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 OPTIMISASI PERIKANAN

Lebih terperinci

BIOEKONOMI SUMBERDAYA UDANG DOGOL DI PERAIRAN CIREBON, JAWA BARAT HERUL PATUROHMAN

BIOEKONOMI SUMBERDAYA UDANG DOGOL DI PERAIRAN CIREBON, JAWA BARAT HERUL PATUROHMAN BIOEKONOMI SUMBERDAYA UDANG DOGOL DI PERAIRAN CIREBON, JAWA BARAT HERUL PATUROHMAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN PELAGIS PADA USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TAWANG KABUPATEN KENDAL

ANALISIS BIOEKONOMI IKAN PELAGIS PADA USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TAWANG KABUPATEN KENDAL ANALISIS BIOEKONOMI IKAN PELAGIS PADA USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI TAWANG KABUPATEN KENDAL Dhiya Rifqi Rahman *), Imam Triarso, dan Asriyanto Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PANTURA JAWA TENGAH

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PANTURA JAWA TENGAH POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PANTURA JAWA TENGAH Potency and Development Opportunity of Bussines Capture Fisheries in North Coastal of Central Java Imam Triarso 1 1 Staf

Lebih terperinci

OPSI PENGELOLAAN IKAN TEMBANG (SARDINELLA FIMBRIATA) DI PERAIRAN KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT

OPSI PENGELOLAAN IKAN TEMBANG (SARDINELLA FIMBRIATA) DI PERAIRAN KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT J. Sosek KP Vol. 7 No. 1 Tahun 2012 OPSI PENGELOLAAN IKAN TEMBANG (SARDINELLA FIMBRIATA) DI PERAIRAN KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT Titin Salmah 1, Benny Osta Nababan dan Ujang Sehabuddin 2 1 Alumni Departemen

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DEDE HERMAWAN

PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DEDE HERMAWAN PENINGKATAN PENGELOLAAN PANGKALAN PENDARATAN IKAN PANGANDARAN DAN WISATA PANTAI DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN NELAYAN DEDE HERMAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

MAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA. Yesi Dewita Sari¹, Tridoyo Kusumastanto², Luky Adrianto³

MAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA. Yesi Dewita Sari¹, Tridoyo Kusumastanto², Luky Adrianto³ J. Bijak dan Riset Sosek KP. Vol.3 No.1, 2008 69 MAXIMUM ECONOMIC YIELD SUMBERDAYA PERIKANAN KERAPU DI PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Yesi Dewita Sari¹, Tridoyo Kusumastanto², Luky Adrianto³ Penelitian

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci