Identifikasi Habitat dan Produksi Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga)... Turaina Ayuti

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Identifikasi Habitat dan Produksi Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga)... Turaina Ayuti"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI HABITAT DAN PRODUKSI SARANG BURUNG WALET (Collocalia fuciphaga) DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR SWIFTLET (Collocalia fuciphaga) NEST PRODUCTION AND HABITAT IDENTIFICATION AT EAST LAMPUNG DISTRICT Turaina Ayuti*, Dani Garnida**, Indrawati Yudha Asmara** Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2016 **Staf Pengajar Fakultas Peternakan Unpad turainaayuti@gmail.com ABSTRAK Burung Walet (Collocalia fuciphaga) merupakan ternak unggas yang dibudidayakan dengan sarang sebagai produksi utama. Produksi sarang Burung Walet dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya yaitu faktor kondisi lingkungannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lingkungan Burung Walet di Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Way Jepara, Bandar Sribhawono dan Labuhan Maringgai dengan jumlah sampel 6 gedung. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan cara pengambilan sampel Purposive Sampling. Peubah yang diamati adalah Habitat Mikro (Temperatur, Kelembaban dan Intensitas Cahaya di dalam gedung), Habitat Makro (Temperatur dan Kelembaban udara di luar gedung, curah hujan, serta jenis, luas dan jarak lokasi sumber pakan), dan Produksi Sarang. Pada kondisi habitat makro yang sama, produktivitas sarang Burung Walet dipengaruhi oleh habitat mikro. Produksi sarang Burung Walet di Kabupaten Lampung Timur berkisar antara 18,311-22,647 gram / / periode. Kata kunci : Burung Walet, Habitat, Produksi Sarang ABSTRACT Swiftlet ( Collocalia fuciphaga) is one of poultry cultivate by nest as their primary production. Swiftlet nest production affected by many factors one of them is environmental condition. This study goals to determined the habitat of swiftlet at East Lampung District, Lampung Province. This study carried out at Way Jepara Sub-district, Bandar Sribhawono and Labohan Maringgai with number of samples are 6 building. Method of this study using descriptive analysis by taking sample of Purposive Sampling. Variable observe are Micro Habitat (Temperature, Humidity and Light Intensity inside building), Macro Habitat (Temperature and air humidity outside building, rainfall also the kind, area and distance feed resource), and nest production. Swiftlet nest production in East Lampung district ranged from 18,311-22,647 gram / / period. Key words : Swiftlet, Habitat, Nest Production

2 PENDAHULUAN Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan dan bereproduksi, sehingga Burung Walet sering disebut dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung ini yaitu kemampuannya dalam menghasilkan sarang yang bernilai jual tinggi. Indonesia merupakan penyedia sarang Burung Walet dunia. Ekspor sarang Burung Walet dilakukan ke berbagai negara di Asia dan Eropa, serta Australia dan Amerika Serikat. Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia, salah satunya adalah Collocalia fuciphaga, spesies ini merupakan Burung Walet yang mampu menghasilkan sarang berwarna putih dan paling disukai konsumen. Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) tersebar di berbagai pulau di Indonesia. Salah satu daerah penyebaran burung ini yaitu daerah Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung. Produksi sarang Burung Walet dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor kondisi lingkungannya. Lingkungan Burung Walet terdiri dari habitat mikro dan habitat makro. Habitat mikro Burung Walet adalah lingkungan di dalam gedung yang dapat dikondisikan sesuai kebutuhan seperti temperatur, kelembaban dan intensitas cahaya. Habitat makro adalah lingkungan walet di luar gedung tempat hidup dan mencari makan seperti ketinggian wilayah, suhu dan kelembaban udara, serta sumber air dan vegetasi sebagai penyedia pakan. Habitat makro tidak dapat dengan mudah dikondisikan layaknya habitat mikro, sehingga pembangunan gedung walet harus berada di daerah yang tepat. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengetahui habitat mikro dan habitat makro untuk mendukung perkembangan budidaya Burung Walet di Kabupaten Lampung Timur. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Alat yang digunakan dalam penelitian adalah kamera digital, alat tulis, termometer dan hygrometer digital, GPS ( Global Positioning System) dan lightmeter. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah Burung Walet putih ( Collocalia fuciphaga) di Kecamatan Way

3 Jepara, Bandar Sribhawono dan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Pengambilan sample dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu penarikan sample didasarkan pada beberapa pertimbangan tertentu. Pertimbangan pada penelitian ini yaitu gedung yang sudah berproduksi lebih dari 5 tahun dan memiliki kriteria gedung yang relatif sama, seperti gedung bertingkat tiga, pengelolaan ekstensif, sistem panen buang telur, dan memiliki jadwal panen yang berdekatan. Peubah yang diamati dalam penelitian yaitu temperatur, kelembaban dan intensitas cahaya dalam habitat mikro, curah hujan, temperatur dan kelembaban udara dalam habitat makro serta jenis, jarak dan luas habitat sumber pakan. Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara deskriptif analitik, nilai yang dianalisis antara lain: nilai maksimum, nilai minimum, ragam, ratarata, simpangan baku, koefisien variasi dan pendugaan parameter. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu dari 15 kabupaten di Provinsi Lampung. Kabupaten ini berada di ujung Timur Provinsi Lampung yang berbatasan langsung dengan garis pantai Laut Jawa. Secara geografis, Kabupaten Lampung Timur terletak pada posisi 105º15' BT - 106º20' BT dan 4º37' LS - 5º37' LS. Secara topografi, kabupaten Lampung Timur berupa dataran yang terdiri dari lima jenis daerah yaitu daerah berbukit sampai bergunung (>200 m dpl), daerah berombak sampai bergelombang ( m dpl), daerah dataran alluvial (25-75 m dpl), daerah rawa pasang surut (0,5-1 m dpl), dan daerah aliran sungai (BPS Lampung Timur, 2015 dalam Pemerintah Kabupaten Lampung Timur (2015). 2. Gambaran Umum Gedung Walet di Kabupaten Lampung Timur Gedung walet yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 6 gedung yang terletak di Kecamatan Way Jepara, Bandar Sribhawono dan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung

4 Timur. Manajemen pengelolaan pada gedung penelitian ini menerapkan pengelolaan secara ekstensif, yaitu tidak adanya perlakuan tambahan seperti pemberian pakan dan penetasan buatan, pengelola hanya melakukan pemanenan sarang. Pemanenan sarang dilakukan setiap tiga bulan sekali atau 4 kali dalam setahun. Gedung walet di Kabupaten Lampung Timur memiliki usia yang hampir seragam yaitu berkisar antara tahun. Bentuk dan tingginya gedung juga tidak jauh berbeda yaitu berbentuk persegi panjang dengan jumlah lantai tiga tingkat. Karakteristik fisik gedung walet yang diteliti di Kabupaten Lampung Timur dijabarkan dalam Tabel 3. Tabel 3. Karakteristik Gedung Walet Gedung Ukuran Kolam Air Atap Sirip A B C D E F 3 lantai 8x5x3m/lantai 3 lantai 12x9x3m/lantai 3 lantai 10x8x3m/lantai 3 lantai 10x8x3m/lantai 3 lantai 6x4x3m/lantai 3 lantai 8x6x3m/lantai Ada, di lantai 1 posisi di tengah ruangan Genting Persegi Ada, di dalam gedung lantai 1 posisi di tengah ruangan dan sisi kiri-kanan, di luar gedung posisi sisi kiri-kanan. Ada, di dalam gedung lantai 1 posisi di tengah ruangan dan sisi kiri-kanan, di luar gedung posisi sisi kiri-kanan. Ada, di dalam gedung lantai 1 posisi di tengah ruangan dan sisi kiri-kanan, di luar gedung posisi sisi kiri-kanan. Genting Genting Genting Persegi Persegi Persegi Ada, di lantai 1 posisi di tengah ruangan Genting Persegi Ada, di lantai 1 posisi di tengah ruangan Genting Persegi Gedung B merupakan gedung yang memiliki luas ruangan yang paling besar, selanjutnya gedung C dan D, lalu F dan A, dan yang paling kecil yaitu gedung E. Tidak ada aturan khusus mengenai luas gedung walet, melainkan ukuran gedung walet disesuaikan dengan modal pelaku usaha. Lain hal nya dengan jarak antara lantai dengan sirip atau tinggi ruangan, menurut Taufiqurohman (2002) sebaiknya tinggi ruangan lebih dari 2 meter, karena sem akin tinggi ruangan akan semakin banyak menampung udara yang akan menciptakan suhu udara yang lebih sejuk. Tinggi ruangan pada gedung A, B, C, D, E dan F yaitu 3 m, artinya ruangan pada gedung walet A, B, C, D, E dan F mampu menampung udara yang cukup.

5 Kolam air pada gedung A, E dan F tidak sebanyak kolam air pada gedung B, C, dan D. Pada gedung A, E dan F kolam air hanya terdapat di dalam gedung pada pertengahan lantai 1, sedangkan pada gedung B, C, dan D kolam air tidak hanya terdapat pada pertengahan melainkan juga pada sisi kiri dan kanan lantai 1, serta terdapat di luar gedung. Menurut Adiwibawa (2000) volume air di sekitar gedung dapat membantu menurunkan suhu dan melembabkan udara di dalam gedung. Atap yang digunakan oleh ke-6 gedung yang diamati yaitu atap genting. Hal ini dimaksudkan agar dapat menjaga kestabilan suhu di dalam gedung, sesuai dengan pernyataan Nazarrudin dan Widodo (2008) bahwa atap gedung Burung Walet sebaiknya menggunakan atap genting, karena atap asbes, seng dan atap beton tidak dapat menjaga kestabilan suhu di dalam gedung. Sirip yang dipasang pada plafon gedung berbentuk persegi dengan bahan kayu Meranti. Sirip pada gedung Walet sebaiknya berbahan kayu yang tidak mudah terkena jamur, tidak beraroma menyengat, tidak mudah lapuk seperti kayu jati, dan harganya terjangkau seperti kayu meranti (Nazarrudin dan Widodo, 2008). 3. Habitat Mikro Burung Walet Habitat mikro Burung Walet adalah lingkungan di dalam gedung tempat Burung Walet beristirahat, membuat sarang, bertelur dan membesarkan anak-anak walet yang baru menetas. Habitat mikro bersifat setempat sehingga dapat dengan mudah dikondisikan sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan Burung Walet. Kondisi habitat mikro diatur dengan meniru kondisi habitat aslinya seperti mengatur temperatur, kelembaban dan instensitas cahaya layaknya di dalam gua. Kondisi seperti ini akan tercapai dengan cara pemilihan bahan dan desain bangunan yang tepat serta menambahkan alat-alat pendukung. Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan dengan menggunakan thermometer dan hygrometer digital selama tiga hari. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban di dalam gedung Burung Walet A, B, C, D, E dan F ditunjukkan pada Tabel 4.

6 Tabel 4. Hasil Pengukuran Temperatur, Kelembaban dan Intensitas Cahaya Rata-rata Rata-rata Intensitas Cahaya (lux) Gedung Temperatur ( C) Kelembaban (%) Lantai 1 Lantai 2 Lantai 3 Way Jepara A 30,47 72, Way Jepara B 28,91 82, Seluruh Gedung 29,69 77,50 B. Sribhawono C 29,00 82, B. Sribhawono D 28,98 81, Seluruh Gedung 28,99 82,33 L. Maringgai E 30,75 72, L. Maringgai F 30,69 71, Seluruh Gedung 30,72 72,00 Rata-rata Lampung Timur 29,80 77,27 Berdasarkan Tabel 4 rata-rata temperatur gedung yang berada di tiga Kecamatan Way Jepara, B. Sribhawono dan Labuhan Maringgai yaitu 29,69 C; 28,99 C; dan 30,72 C. Nilai temperatur minimum berada pada gedung B dengan suhu 27,57 C, dan suhu maksimum berada di gedung E dengan nilai 32,86 C. Suhu optimum gedung walet menurut Mardiastuti dkk (1998) yaitu C dengan kelembaban relatif berkisar 85-98%. Sementara menurut Sofwan dan Winarso (2005) berkisar C dengan kelembaban 70-95%. Dengan kisaran tersebut, gedung B, C, dan D telah mencapai suhu dan kelembaban optimum, sedangkan suhu di gedung A, E dan F melebihi kisaran meskipun kelembaban udara masih berada pada kisaran optimum. Tingginya suhu di gedung A, E dan F disebabkan oleh kurangnya kubangan air di dalam gedung tersebut sebagai pencegah kenaikan suhu dan penambah kelembaban. Suhu dan kelembaban optimum di dalam gedung dibutuhkan Burung Walet sebagai zona nyaman Burung Walet untuk beristirahat. Suhu dan kelembaban yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan mengurangi produktivitas sarang dan mengganggu kenyamanan Burung Walet (Ibrahim dkk., 2009). Pengukuran intensitas cahaya gedung dilakukan dengan menggunakan luxmeter. Intensitas cahaya pada seluruh ruangan gedung Walet A-F yaitu 0 lux, kecuali pada lantai 3 gedung E dan F yang memiliki intensitas cahaya sebesar 7 dan 6 lux. Menurut Francis (1987) intensitas cahaya yang disukai oleh Burung Walet untuk bersarang adalah 0 lux (gelap total). Nilai intensitas

7 cahaya di lantai tiga rumah Burung Walet E dan F melebihi 0 lux dikarenakan terdapat dua lubang masuk Burung Walet yang mengahadap arah datangnya sinar matahari (barat dan timur) sehingga cahaya masuk dengan mudah. Burung Walet (Collocalia fuciphaga) memilih tempat yang pencahayaannya mendekati 0 lux atau gelap total sebagai tempat meletakkan sarangnya. Hal ini berkaitan dengan fungsi sarang sebagai tempat Burung Walet beristirahat, sehingga Burung Walet membutuhkan lokasi yang sesuai dengan zona nyamannya. Oleh karena itu ruang gedung yang berintensitas tinggi akan menurunkan produksi sarang atau bahkan tidak akan dihuni oleh Burung Walet (Marhiyanto dkk. 1996). 4.1 Habitat Makro Burung Walet Habitat makro merupakan daerah tempat Burung Walet untuk mencari pakan dan berkembang biak. Jenis habitat sumber pakan di Kabupaten Lampung Timur meliputi Sawah dan Tegalan yang terdiri dari lahan sawah, tegalan dan kebun tanaman musiman, Lahan Basah yang terdiri dari kolam, tambak, sungai, danau dan laut serta Daerah Berhutan yang terdiri dari perkebunan tanaman karet, kakao, akasia dan tumbuhan kayu lainnya. Data luas habitat sumber pakan di tiga Kecamatan dijabarkan pada Tabel 5. Tabel 5. Luas Habitat Sumber Pakan Kecamatan Sawah dan Daerah Total Lahan Lahan Basah Tegalan Berhutan Sumber Pakan (ha) (%) (ha) (%) (ha) (%) Way Jepara (A dan B) , , ,04 B. Sribhwono (C dan D) , , ,19 L. Maringgai (E dan F) , , ,59 Sumber : Pemerintah Kabupaten Lampung Timur (2015) Kecamatan Way Jepara memiliki luas sawah dan tegalan sebanyak 68,54% dari total keseluruhan luas habitat sumber pakan, lahan basah 11,41%, dan daerah berhutan 20,04%. Luas sumber pakan di Kecamatan Bandar Sribhawono meliputi sawah dan tegalan 37,24%, lahan basah 9,56% dan daerah berhutan 53,19%. Luas habitat sumber pakan di L. Maringgai meliputi 41,79 % daerah sawah dan tegalan, 37,61% lahan berair, dan 20,59% daerah berhutan.

8 Habitat makro Burung Walet adalah di sekitar pantai dan daerah yang ditumbuhi banyak tanaman atau hutan (Gosler, 2007 dalam Hakim, 2011). Habitat makro sangat penting bagi kelangsungan hidup Burung Walet karena serangga pakan Burung Walet bergantung pada kondisi habitat makronya yang terdiri dari area bervegetasi dan berair. Ketersediaan serangga pakan Burung Walet tersebut bergantung pada kondisi iklim dan luasnya lokasi habitat serangga sebagai penyedia tempat dan makanan (Hakim, 2011). Menurut Soehartono dan Mardiastuti (2003), habitat mencari pakan yang paling cocok untuk spesies Collocalia fuciphaga adalah campuran antara sawah dan tegalan (50%), lahan basah (20%), dan daerah berhutan (30%). Komposisi ini berkaitan dengan habitat serangga yang paling disukai oleh Burung Walet. Urutan serangga yang paling disukai oleh Burung Walet yaitu serangga yang berasal dari ordo Hymenoptera dan Homoptera yang hidup di daerah sawah dan tegalan, Diptera yang hidup di daerah lahan berkayu, dan Ephemenoptera yang hidup di lahan basah (Adiwibawa, 2000). Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa tidak ada kecamatan yang memiliki luas habitat sumber pakan yang mendekati kisaran yang ditentukan oleh Soehartono dan Mardiatuti (2003). Meskipun demikian, bukan berarti ketiga kecamatan di atas merupakan tempat yang tidak cocok bagi habitat Burung Walet, karena menurut Mardiastuti dkk. (1998) kemampuan Burung Walet dalam menjelajah home range radius km, maka tidak menutup kemungkinan Burung Walet akan mecari pakan di luar area sekitar tempat tinggalnya. Jarak yang ditempuh Burung Walet untuk menjangkau lokasi sumber pakan diuraikan pada Tabel 6. Tabel 6. Jarak gedung ke Lokasi Sumber Pakan Gedung Sawah dan Lahan Basah Perkebunan dan Rata-rata (km) Tegalan (km) (km) Hutan (km) A 2,44 4,36 5,44 4,08 B 0,74 7,23 7,89 5,28 C 1,53 2,57 2,27 2,12 D 1,53 2,57 2,27 2,12 E 0,62 0,79 1,21 0,87 F 0,70 0,79 1,21 0,90 Keterangan : Pengukuran menggunakan GPS

9 Rata-rata jarak gedung A, B, C, D, E dan F ke lokasi sumber pakan sejauh 4,08 km, 5,28 km, 2,12 km, 2,12 km, 0,87 km, dan 0,90 km. Rata-rata jarak gedung ke lokasi sumber pakan pada ke-6 gedung tentu dapat dijangkau oleh Burung Walet yang memiliki kemampuan menjelajah wilayah sejauh 25-40km Mardiastuti dkk. (1998). Menurut Michael (1995) dalam Balai Besar Pembenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (2013) kepadatan populasi serangga di lapangan tidak hanya ditentukan oleh tersedianya sumberdaya seperti makanan dan ruang tempat hidup, melainkan ada dua faktor penting lainnya yaitu (1) kemampuan serangga untuk memperoleh pakan, seperti mencari pakan di beberapa vegetasi (2) waktu atau k esempatan dalam memanfaatkan laju pertumbuhan yang tinggi, misalnya keadaan iklim yang menguntungkan untuk pertumbuhan. Maka dari itu, suatu wilayah yang memiliki sumberdaya sebagai penyedia pakan serangga juga harus memiliki kondisi iklim yang mendukung bagi perkembangan serangga. Kondisi iklim di Kabupaten Lampung Timur tahun pada 2015 diurai pada Tabel 7. Tabel 7. Iklim Kabupaten Lampung Timur Tahun 2015 Temperatur ( C) Kelembaban (%) Curah Hujan (mm) Minimum 22, Maximum 33, Rata-rata 27, Total/tahun 1976 Sumber : Pemerintah Kabupaten Lampung Timur (2015) Pada tahun 2015, suhu rata-rata di Kabupaten Lampung Timur sebesar 27,85 0 C, kelembaban rata-rata 82% dan curah hujan 1976 mm pertahun. Suhu, Kelembaban dan Curah Hujan tersebut mendukung pertumbuhan serangga sebagai sumber pakan Burung Walet. Jumar (2000) menyatakan bahwa kisaran suhu habitat makro yang efektif adalah suhu minimum 15 0 C, suhu optimum 25 0 C dan suhu maksimum 45 0 C. Suhu rata-rata di Kabupaten Lampung Timur termasuk kedalam suhu optimum untuk pertumbuhan serangga, sehingga kemampuan serangga untuk menghasilkan keturunan sangat tinggi dan kemungkinan mortalitas rendah.

10 Bagi serangga pada umumnya kisaran toleransi terhadap kelembaban udara yang optimum terletak di dalam titik rentang % (Jumar, 2000). Kelembaban udara di Kabupaten Lampung Timur berkisar antara 76-88% artinya kelembaban udara di Kabupaten Lampung Timur merupakan kisaran kelembaban optimum bagi perkembangan hidup serangga. 4.2 Produksi Sarang Produksi sarang Burung Walet di Kabupaten Lampung Timur diukur menggunakan data sekunder yang diperoleh langsung dari peternak. Data produksi sarang Burung Walet diurai dalam Tabel 8. Tabel 8. Produksi Sarang di Kabupaten Lampung Timur Gedung Pendugaan Parameter Produksi Sarang/ Way Jepara A 18,415 µ 19,585 B 21,235 µ 24,020 Seluruh Gedung B.Sribawono C 22,171 µ 23,454 D 21,868 µ 22,820 Seluruh Gedung L.Maringgai E 17,069 µ 19,989 F 19,085 µ 19,874 Seluruh Gedung Rata-rata Lampung Timur 18,311 µ 22,647 Berdasarkan Tabel 8 rata-rata produksi sarang Burung Walet di Kabupaten Lampung Timur dalam satuan gram/ yaitu sebesar 20,479 gram/. Rata-rata produksi sarang Burung Walet di Kecamatan Bandar Sribhawono yaitu sebesar22,580 gram/, nilai rata-rata ini lebih besar dibandingkan dengan kecamatan Way Jepara maupun Labuhan Maringgai yang hanya memiliki rata-rata produksi sebesar 20,814 gram/ dan 18,854 gram/. Gedung yang memiliki nilai produksi di bawah rata-rata adalah gedung A, E dan F dengan nilai produksi 19,000 gram/, 18,229 gram/, dan 19,479 gram/. Sementara gedung yang memiliki nilai

11 produksi di atas rata-rata yaitu gedung B, C dan D dengan nilai produksi 22,627 gram/, 22,813 gram/, dan 22,344 gram/. Produksi gedung B, C dan D lebih besar dari pada produksi gedung A, E dan F. Nilai produksi gedung A dan B berbeda meskipun gedung A dan B berada di Wilayah yang sama yaitu Way Jepara. Gedung B memiliki habitat mikro yang optimum, sedangkan gedung A di luar kisaran optimum. Hal ini menunjukkan bahwa produksi sarang tidak dipengaruhi oleh habitat makro melainkan dipengaruhi oleh habitat mikro. Proses pemanenan sarang Burung Walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) di Gedung A, B, C, D, E maupun F dilakukan sebanyak 4 kali dalam satu tahun atau pemanenan dilakukan setiap 3 bulan. Pola panen yang digunakan yaitu dengan cara memanen semua sarang yang menempel pada sirip tanpa mempertimbangkan keberadaan telur ataupun anak walet (piyik). Artinya pemanenan pada gedung walet di Kabupaten Lampung Timur menggunakan pola panen rampasan, buang telur dan tetasan dalam satu waktu. Dengan menerapkan pola campuran secara berturut-turut selama satu tahun penuh akan mengurangi kesempatan Burung Walet untuk melakukan perkembangbiakannya, sehingga pola pemanenan ini akan menurunkan populasi Burung Walet secara perlahan. Hal ini tidak sesuai dengan Kepmenhut Nomor 449/Kpts-II/1999 yang menjelaskan bahwa pemanenan sarang Burung Walet dilakukan dalam rangka pembinaan populasi sehingga pemanenan sarang Burung Walet harus dengan memperhatikan kelestariannya. KESIMPULAN Pada kondisi habitat makro yang sama, produktivitas sarang Burung Walet dipengaruhi oleh habitat mikro. Produksi sarang Burung Walet di Kabupaten Lampung Timur berkisar antara 18,311-22,647 gram / / periode. SARAN Untuk mencapai produksi sarang Burung Walet yang maksimal, habitat mikro dan makro harus dijaga pada kisaran optimum. Disamping itu perlu adanya penelitian lanjutan mengenai seberapa besar pengaruh dari masing-masing habitat bagi produktivitas Burung Walet.

12 UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Lampung Timur dan Para Peternak Walet di Kabupaten Lampung Timur yang sangat berjasa dalam penelitian serta orang tua yang sangat mendukung dan membantu dalam penelitian. Terimakasih kepada Ir. Dani Garnida, M.S., sebagai pembimbing utama dan Indrawati Yudha Asmara, S.Pt.,M.Si.,Ph.D., sebagai pembimbing anggota yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk membimbing. DAFTAR PUSTAKA Adiwibawa, E Pengelolaan Rumah Walet. Yogyakarta. Kanisius. Balai Besar Pembenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Faktor Pendukung Penyebaran Serangga di Lapangan. diakses pada 20 Juli 2016 pukul WIB. Borror, D. J., Triplehorn, A. Charles, Johnson dan F. Norman Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi Keenam. Yogyakarta. Gajah Mada Press Francis, C. M The Managemet of Edible Bird s Nest Caves in Sabah Wildlife Section. Sabah Forest Departement, Sabah. Hamidun, S. Marini dan D. W. Baderan Habitat, Niche dan Jasa Lingkungan Penyusun Utama Vegetasi Kawasan Hutan Nantu-Boliyohuto. Universitas Negeri Gorontalo. Konservasi Sumberdaya Hutan. Jumar Entomologi Pertanian. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta. Gosler, A Birds of The World: A Photographic Guide. Firefly Books Inc., New York. Hakim, A Karakteristik Lingkungan Rumah dan Produksi Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga) di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ibrahim, S. H., W. C. Teo and A. Bahrun A study on suitable habitat for swiftlet farming. UNIMAS E-Journal of Civil Engineering, Vol.1:Issue 1. Kementrian Kehutanan dan Perkebunan Pengelolaan Burung Walet ( Collocalia) di Habitat Alami (In -Situ) dan Haitat Buatan (Ex -Situ). Kepmenhut Nomor 449/Kpts- II/1999, Jakarta.

13 Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Indonesia Peta Infrastruktur Kabupaten Lampung Timur. diakses pada tanggal 18 Juli 2016 pukul WIB. Langham, N Breeding biology of the edible-nest Swiftlet Aerodramus fuciphagus. Ibis 7(4): Lim CK, Cranbrook E Swiftlets of Borneo: Builders of Edible Nest. Ed ke- 1. Kota Kinibalu: Nat His Publication (Borneo) Sdn. Bhd. Mardiastuti, A., Y. A. Mulyani, J. Sugarjito, L. N. Ginonga, I. Maryanto, A. Nugraha dan Ismail Teknik pengusahaan Burung Walet rumah, pemanenan sarang, dan penanganan pasca panen. Laporan Riset Unggulan Terpadu IV. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Dewan Riset Nasional, Jakarta. Marhiyanto, dkk Budidaya Rumah dan Sarang Walet. Surabaya. Gitamedia Press. Pemerintah Kabupaten Lampung Timur Monografi Kabupaten Lampung Timur Pemerintah Kabupaten Lampung Timur. Lampung Timur. Nazzarudin dan A. Widodo Sukses Merumahkan Walet. Jakarta. Penebar Swadaya. Nguyen QP, Vo QY, Voisin JF The White-Nest Swiftlet and The Black-Nest Swiftlet: A Monograph. Paris: Societe Nouvelle Des Edition Boubee. Soehartono, T. A. dan A. Mardiastuti Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. Japan International Cooperation Agency (JICA), Jakarta. Sofwan, A. dan P. Winarso Rancang bangun sistem pengendali suhu dan kelembaban udara pada rumah Burung Walet berbasis mikrokontroler AT89C51. ISBN: Stasiun Klimatologi Lasiana Kupang Informasi Analisis Curah Hujan dan Sifat Hujan. Kupang. diakses pada tanggal 20 Juli 2016 Pukul WIB Taufiqurohman Meningkatkan populasi burung walet atau seriti di rumah burung walet yang belum berproduksi di Desa Pasarean Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Thomassen H Swift as Sound, Design and Evolution of The Echolocation System in Swiftlets (Apodidae: Collocaliini). [tesis]. Leiden: Leiden Univ. Wibowo, S Budidaya Sarang Walet. Surabaya. Arkola.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur. berbatasan langsung dengan garis pantai Laut Jawa. Kabupaten Lampung Timur

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur. berbatasan langsung dengan garis pantai Laut Jawa. Kabupaten Lampung Timur 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu dari 15 kabupaten di Provinsi Lampung. Kabupaten ini berada di ujung Timur Provinsi Lampung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Walet Sarang Lumut, Burung Walet Sapi, Burung Walet Gunung dan Burung 7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Burung Walet Terdapat beberapa jenis Burung Walet yang ditemukan di Indonesia diantaranya Burung Walet Sarang Putih, Burung Walet Sarang Hitam, Burung

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

3,35 3,96 Jumlah

3,35 3,96 Jumlah HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Haurgeulis secara geografis terletak di ujung Barat Kabupaten Indramayu dan terletak antara 107 o 51 107 o 54 Bujur Timur dan 6 o 35 6 o 35

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) Habitat Burung Walet

TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet ( Collocalia fuciphaga) Habitat Burung Walet TINJAUAN PUSTAKA Burung Walet (Collocalia fuciphaga) Collocalia fuciphaga merupakan spesies dari burung walet yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Menurut MacKinnon (1995), spesies ini berukuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006),

I. PENDAHULUAN. dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006), I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) dengan mudah dijumpai hampir di seluruh pelosok Indonesia. Menurut Thomassen (2006), famili Apodidae dijumpai di setiap

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV Kendala utama penelitian walet rumahan yaitu: (1) rumah walet memiliki intensitas cahaya rendah, (2) pemilik tidak memberi ijin penelitian menggunakan metode pengamatan

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Fisik Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Timur dibentuk berdasarkan Undang Undang Nomor 12 Tahun 1999, diresmikan pada tanggal 27 April 1999 dengan

Lebih terperinci

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L

USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT. Suyadi L USAHA SAMBILAN BUDIDAYA WALET DI MENDATI NGAMBUR LAMPUNG BARAT Suyadi L200100015 TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2012 1 Tentang Burung Walet Burung Walet merupakan burung pemakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Kabupaten Lampung Selatan Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar pokok Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL 18 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN, KARAKTERISTIK USAHA BUDIDAYA LEBAH MADU, DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL A. Gambaran Umum Kabupaten Lampung Timur Geografis Secara geografis, Kabupaten Lampung Timur

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH

KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH KARAKTERISTIK FISIK SARANG BURUNG MALEO (Macrocephalon maleo) DI SUAKA MARGASATWA PINJAN-TANJUNG MATOP, SULAWESI TENGAH Indrawati Yudha Asmara Fakultas Peternakan-Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif 28 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperlihatkan dan menguraikan keadaan dari

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 21 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Umum Fisik Wilayah Geomorfologi Wilayah pesisir Kabupaten Karawang sebagian besar daratannya terdiri dari dataran aluvial yang terbentuk karena banyaknya sungai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

Secara Geografis Propinsi Lampung terletak pada kedudukan Timur-Barat. Lereng-lereng yang curam atau terjal dengan kemiringan berkisar antara 25% dan

Secara Geografis Propinsi Lampung terletak pada kedudukan Timur-Barat. Lereng-lereng yang curam atau terjal dengan kemiringan berkisar antara 25% dan IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITMN 4.1 Geografi Propinsi Lampung meliputi areal seluas 35.288,35 krn2 termasuk pulau-pulau yang terletak pada bagian sebelah paling ujung tenggara pulau Sumatera. Propinsi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun dan meliputi wilayah yang luas. Secara garis besar Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dapat bermanfaat. Metode penelitian dilakukan guna menunjang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang diperoleh dapat bermanfaat. Metode penelitian dilakukan guna menunjang BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian atau riset merupakan suatu usaha untuk mencari pembenaran dari suatu permasalahan hingga hasilnya dapat ditarik kesimpulan dan dari hasil penelitian yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, setelah Brazil (Anonimus, 2009). Brazil merupakan salah satu negara dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN 35 IV. GAMBARAN UMUM DAN LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Barat Menurut Pemerintah Kabupaten Lampung Barat (2011) bahwa Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

Menteri Kehutanan Dan Perkebunan,

Menteri Kehutanan Dan Perkebunan, Keputusan Menteri Kehutanan Dan Perkebunan No. 449 Tahun 1999 Tentang : Pengelolaan Burung Walet (Collocalia) Di Habitat Alami (In-Situ) Dan Habitat Buatan (Ex-Situ) Menteri Kehutanan Dan Perkebunan, Menimbang

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tergolong dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling tinggi di dunia (Mackinnon dkk dalam Primack dkk, 2007:454). Keanekaragaman

Lebih terperinci

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864

DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN I. Luas Wilayah ** Km2 773, ,7864 DATA SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR SAMPAI DENGAN SEMESTER I TAHUN 2016 KELOMPOK DATA JENIS DATA : DATA UMUM : Geografi DATA SATUAN TAHUN 2015 SEMESTER I TAHUN 2016 I. Luas Wilayah

Lebih terperinci

Unnes Journal of Life Science

Unnes Journal of Life Science Unnes J Life Sci 1 (1) (2012) Unnes Journal of Life Science http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/unnesjlifesci Distribusi Walet (Collocalia sp) di Kabupaten Grobogan Moch. Samsul Arifin, Margareta

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan ribuan pulau yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga

I. PENDAHULUAN. yang terletak pada posisi BT dan LS. Purbalingga I. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki kekayaan alam melimpah berupa flora dan fauna. Indonesia juga memiliki potensi besar dalam pengembangan usaha peternakan lebah

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS

ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS ANALISIS TINGKAT KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KECAMATAN SUMBANG KABUPATEN BANYUMAS Esti Sarjanti Pendidikan Geografi-FKIP Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuh Waluh PO.BOX. 202 Purwokerto

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2 Peta Lokasi Penelitian 33 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Wilayah dan Kependudukan Kabupaten Maluku Tengah merupakan Kabupaten terluas di Maluku dengan 11 Kecamatan. Kecamatan Leihitu merupakan salah satu Kecamatan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat. mempunyai luas wilayah 4.951,28 km 2 atau 13,99 persen dari luas 29 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Barat 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Barat dengan ibukota Liwa merupakan salah satu kabupaten/kota yang berada di wilayah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Wilayah 1. Kecamatan Sekampung Udik Berdasarkan Sekampung Udik dalam Angka (2012), Kecamatan Sekampung Udik merupakan bagian wilayah Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa Kecamatan Pagar Dewa Kabupaten Tulang Bawang Barat Provinsi Lampung, merupakan suatu kawasan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim, kurang lebih 70 persen wilayah Indonesia terdiri dari laut yang pantainya kaya akan berbagai jenis sumber daya hayati dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

I. PENDAHULUAN. beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang cukup luas dengan penduduk yang beragam adat istiadat, bahasa, agama serta memiliki kekayaan alam, baik yang ada di

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). a. Peletakkan dan Jumlah Sarang Seriti. Dari hasil perhitungan jumlah sarang seriti yang ada di bawah jembatan dan di dalam

Lebih terperinci

2015 HUBUNGAN SIFAT LAHAN SAWAH DENGAN PRODUKTIVITAS PADI DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN PASEKAN KABUPATEN INDRAMAYU

2015 HUBUNGAN SIFAT LAHAN SAWAH DENGAN PRODUKTIVITAS PADI DI KAWASAN PESISIR KECAMATAN PASEKAN KABUPATEN INDRAMAYU BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan, sehingga memiliki kawasan pesisir yang luas dari tiap wilayah pulaunya. Kawasan pesisir ini digunakan oleh penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas DAS/ Sub DAS Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) yang dijadikan objek penelitian adalah Stasiun Pengamatan Jedong yang terletak di titik 7 59

Lebih terperinci

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. akan mempengaruhi produksi pertanian (Direktorat Pengelolaan Air, 2010). BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Air merupakan salah satu komponen penting untuk kehidupan semua makhluk hidup di bumi. Air juga merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk kebutuhan

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI

BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI BAB III GAMBARAN LOKASI STUDI 3.1. Umum Danau Cisanti atau Situ Cisanti atau Waduk Cisanti terletak di kaki Gunung Wayang, Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Secara geografis Waduk

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG

KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG KONSEP PENGEMBANGAN SUMUR RESAPAN DI KAMPUNG HIJAU KELURAHAN TLOGOMAS KOTA MALANG Titik Poerwati Leonardus F. Dhari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Nasional Malang ABSTRAKSI

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Lampung Timur dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Lampung Timur dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kondisi Fisik Kabupaten Lampung Timur Kabupaten Lampung Timur dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999, diresmikan pada tanggal 27 April 1999 dengan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik 47 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Profil Kabupaten Pringsewu 1. Sejarah Singkat Kabupaten Pringsewu Kabupaten Pringsewu merupakan salah satu Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi Lampung yang

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2.1. Peta Lokasi Penelitian II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian, Deskripsi Lokasi 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah semut, alkohol 70% dan gliserin. b. Alat Alat-alat

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 41 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung 1. Keadaan Umum Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi di Republik Indonesia dengan areal daratan seluas 35.288 km2. Provinsi

Lebih terperinci

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian merupakan wilayah Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang No 12 Tahun 1999 sebagai hasil pemekaran Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Karakteristik Burung Walet TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Burung Walet Nama baku burung walet di dalam bahasa Indonesia adalah Walet Sarang Putih (MacKinnon et al. 1992). Di dalam publikasi ilmiah terdapat dua versi nama latin walet

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya;

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayai dan Ekosistemnya; KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 100/Kpts-II/2003 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN SARANG BURUNG WALET (Collocalia spp) MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : a. bahwa Burung Walet (Collocalia spp) merupakan salah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada 104 35-105

Lebih terperinci

KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI SUNGAI TANANG KABUPATEN KAMPAR. Abstrak

KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI SUNGAI TANANG KABUPATEN KAMPAR. Abstrak Kajian Dimensi Saluran Primer Eksiting KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI SUNGAI TANANG KABUPATEN KAMPAR Djuang Panjaitan 1,SH Hasibuan 2 Abstrak Tujuan utama dari penelitian adalah

Lebih terperinci

KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR. Abstrak

KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR. Abstrak Kajian Dimensi Saluran Primer Eksiting Daerah Irigasi Muara Jalai KAJIAN DIMENSI SALURAN PRIMER EKSISTING DAERAH IRIGASI MUARA JALAI KABUPATEN KAMPAR SH. Hasibuan 1, Djuang Panjaitan 2 Abstrak Tujuan utama

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas HPGW secara geografis terletak diantara 6 54'23'' LS sampai -6 55'35'' LS dan 106 48'27'' BT sampai 106 50'29'' BT. Secara administrasi pemerintahan HPGW

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 15 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Sub DAS Model DAS Mikro (MDM) Barek Kisi berada di wilayah Kabupaten Blitar dan termasuk ke dalam Sub DAS Lahar. Lokasi ini terletak antara 7 59 46 LS

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang Utara (LU) dan 98-100 Bujur Timur (BT), merupakan wilayah yang berbatasan di sebelah utara

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi

Gambar 5. Peta Citra Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi 54 IV. DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN IV.1. Deskripsi Umum Wilayah yang dijadikan objek penelitian adalah kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan Muara Gembong berjarak

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Kabupaten Tulang Bawang Barat. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di bagian utara Provinsi Lampung.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Kabupaten Tulang Bawang Barat. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di bagian utara Provinsi Lampung. BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kabupaten Tulang Bawang Barat Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di bagian utara Provinsi Lampung. Kabupaten Tulang Bawang Barat berbatasan langsung dengan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan di Sumatera Utara memiliki luas sekitar 3.742.120 ha atau sekitar 52,20% dari seluruh luas provinsi, luasan kawasan hutan ini sesuai dengan yang termaktub

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Wilayah Propinsi Lampung 1. Geografi Propinsi Lampung merupakan salah satu propinsi yang terdapat di Pulau Sumatera dengan luas wilayah 35.288,35 Km 2. Propinsi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan pada bulan Januari 2010 Februari 2010 di Harapan Rainforest, Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapangan dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu bulan Agustus 2015 sampai dengan September 2015. Lokasi penelitian berada di Dusun Duren

Lebih terperinci