BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan oleh pemerintah. Dalam Undang-Undang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan oleh pemerintah. Dalam Undang-Undang"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan oleh pemerintah. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlindungan terhadap kesehatan sangat jelas diatur dimana dalam ketentuan Pasal 28H ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dalam perkembangan dewasa ini, masih sering dijumpai pelanggaran pelanggaran terhadap hak seseorang di bidang kesehatan. Salah satu hal yang sering dijumpai itu adalah pola hidup masyarakat dalam kegiatan merokok, kegiatan merokok sudah menjadi kebiasaan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dan kegiatan ini sangat berdampak negatif bagi perokok itu sendiri maupun bagi orang lain yang terpaksa harus terkena paparan asap rokok. Menurut World Health Organization (WHO), manusia masih jauh dari kata sadar akan dampak negatif yang juga mematikan akibat tembakau rokok. WHO juga mencatat adanya jumlah kematian yang sangat tinggi sekitar orang tewas setiap harinya akibat terkena penyakit dari tembakau. Bahkan tembakau setiap tahunnya menewaskan 4 juta orang di seluruh dunia dan 1

2 2 ironisnya angka tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 10 juta dalam 25tahun mendatang, 1 Penyakit berbahaya yang ditimbulkan akibat tembakau rokok ialah impotensi, kemandulan, gangguan janin, enfisema, bronhitis kronis sampai berbagai jenis kanker.kanker yang dimaksud seperti kanker paru paru, mulut, tenggorokan, pankreas, kandung kemih, mulut Rahim bahkan leukemia, serta kanker kerdiovaskular dan stroke. Bagi para wanita hamil, merokok tidak hanya menyebabkan kelainan pada fisik, seperti terserang asma, epilepsi, bronhitis dan pneumonia, melainkan juga kelainan psikologis pada anak yang dapat berupa depresi, hiperaktif atau imatur. 2 Racun tembakau rokok terbesar dihasilkan oleh asap yang mengepul dari ujung rokok yang sedang dihisap. Sebab asap yang dihasilkan berasal dari pembakaran tembakau yang tidak sempurna.asap rokok mengandung sejumlah zat yang berbahaya seperti benzene, nikotin, nitrosamin, senyawa amin, aromatik, naftalen, ammonia, oksidan sianida, karbon monoksida benzaprin dan lain-lain. Partikel ini akan menghendap di saluran nafas dan sangat berbahaya bagi tubuh. Endapanasap rokok juga mudah melekat di benda-benda di ruangan dan bisa bertahan sampai lebih dari tiga tahun dengan tetap berbahaya. 3 Di sisi lain kegiatan merokok mengakibatkan pencemaran udara dimana hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia dalam 1 Diakses Pada Tanggal 10 Juli Diakses Pada Tanggal 10 Juli Budhi Antariksa, 2015, Bahaya merokok bagi kesehatan, dokita.co/diakses tanggal 19 Februari 2015.

3 3 halmemperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat, di samping itu pencemaranterhadap lingkungan kerap kali mengandung adanya risiko terhadap kesehatan manusia. 4 Pada kenyataan sehari hari di lingkungan masyarakat seorang perokok aktif tidak memperdulikan lingkungan di sekitar ketika dia sedang melakukan kegiatan merokokdan tidak menyadari akan bahaya yang ditimbulkan bagi orang sekitarnya, terutama dalam hal ini adalah bagi seorang perokok pasif. Selama ini bahaya asap rokok selalu menjadi ancaman bagi perokok pasif, perokok pasif adalah seorang penghirup asap rokok dari orang yang sedang merokok, sebagai perokok pasif dampaknya lebih berbahaya dibandingkan perokok aktif, bahkan bahaya yang harus di tanggung perokok pasif tiga kali lipat dari bahaya perokok aktif. 5 Berdasarkan data fakta tentang rokok di Indonesia menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tjandra Yoga Aditama menyatakan : 1. Jumlah perokok aktif di Indonesia terbanyak ke tiga di dunia setelah China dan India. 2. Prevalensi Perokok: 67,4 %(laki-laki) &4,5%(perempuan) 3. 61,4 juta perokok di Indonesia juta warga Indonesia (non-smoker) terpapar asap rokok orang lain (secondhand smoke) juta anak-anak terpapar asap rokok (secondhand smoke), diantaranya 11,4 juta anak usia 0-4 tahun 6. Lebih dari meninggal setiap tahun akibat penyakit berhubungan dengan rokok 7. Tren Kenaikan Anak usia tahun yang merokok tahun 1995 dan mengalami peningkatan hingga enam kali lipat pada tahun Jumlah 4 Takdir Rahmadi, 2012, Hukum Lingkungan di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, h Widyastuti Soerojo, 2014, Perokok Pasif, istimewa:history/perokok_pasifdiakses tanggal 19 Februari 2015.

4 4 Perokok Anak 1995 sebesar anak dan pada tahun 2007 sebesar anak. 8. Beban ekonomi makro akibat penggunaan tembakau sebesar Rp.245,41 Triliun Rupiah (2010) 6 Untuk mengantisipasi dampak buruk dan bahaya yang disebabkan rokok terhadap kesehatan manusia Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan untuk menetapkan Kawasan Tanpa Rokok. Kewenangan pembentukan Kawasan Tanpa Rokok tersebut tercantum pada Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dalam Pasal 115 ayat (2) yang menetapkan bahwa Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya. Berdasarkan kewenangan yang diperoleh dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pada ketentuan Pasal 115 ayat(2),pemerintah Provinsi Bali membentuk Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok, selanjutnya disebut dengan Perda Provinsi Bali tentang KTR. Dalam Perda Provinsi Bali tentang KTR pada Pasal 2 yang termasuk sebagai kawasan tanpa rokok meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan. Penegakan Perda Provinsi Bali tentang KTR ini terus digalakkan Pemerintah Provinsi di 9 (Sembilan) kabupaten yang ada di Bali, salah satunya adalah di Kabupaten Buleleng yaitu di Kota Singaraja. Kota Singaraja merupakan wilayah administratif dari Kabupaten Buleleng, sebagai daerah administratif Kota 6 Gabriel Abdi Susanto, 2013, 8 Fakta Tentang Rokok di Indonesia di akses tanggal 24 februari 2015.

5 5 Singaraja menjadi salah satu percontohan bagi daerah daerah yang ada di Kabupaten Buleleng dalam menerapkan Perda Provinsi Bali tentang KTR. Kawasan tanpa rokok di Kota Singaraja meliputi : a. fasilitas pelayanan kesehatan. b. tempat proses belajar mengajar. c. tempat anak bermain. d. tempat ibadah. e. angkutan umum. f. tempat kerja. g. tempat umum. h. tempat lain yang ditetapkan. Perda Provinsi Bali tentang KTR sudah berlaku selama 4 (empat) tahun.namun kenyataannya masih banyak pelanggaran pelanggaran ditemukan pada kawasan kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok di Kota Singaraja.Berkaitan dengan hal tersebut penulis mengidentifikasi bahwa dalam penerapannya Perda Provinsi Bali Nomor 10 tahun 2011 mengenai Kawasan Tanpa Rokok inimasih menimbulkan kesenjangan antara Das sollen (norma yang di cita-citakan) dan Das sein (kenyataan di masyarakat). Maka dari itu, melihat uraian latar belakang masalah tersebut, penulis mengangkat skripsi dengan judul EFEKTIVITASPELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA SINGARAJA.

6 Rumusan Masalah Bertitik tolak dari uraian latar belakang tersebut, ada beberapa permasalahan yang perlu diteliti, sebagai berikut : 1. Bagaimana pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dikota Singaraja? 2. Bagaimana Upaya Pemerintah Kabupaten Buleleng dalam melaksanakan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Singaraja? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Ruang Lingkup Penelitian merupakan bingkai penelitian, yang menggambarkan batas penelitian, mempersempit permasalahan, dan mengatasi area penelitian. 7 Untuk lebih terarahnya dan mencapai tujuan yang dikehendaki, pembahasan dan penelitian akan dibatasi sesuai ruang lingkup masalah yang akan dibahas maka ruang lingkup dari permasalahan ini hanya membatasi mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok dikota Singaraja Orisinalitas Penelitian Orisinalitas adalah suatu syarat dalam penulisan penelitian yang digunakan untuk menuliskan penelitian penelitian terdahulu yang sejenis dan menjelaskan perbedaan penelitian terdahulunya. Dalam hal ini penulis wajib memakai minimal 2 (dua) penelitian pembeda, adapun 2 (dua) pembeda dalam penelitian ini adalah: 7 Bambang Sunggono, 2010, Metedologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h, 111.

7 7 1. Judul Skripsi : Agenda Setting Rancangan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta tentang Kawasan Tanpa Rokok. Penulis : Diena Tiara Sari (Mahasiswi Program Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada, tahun 2014). Rumusan Masalah : 1. Bagaimana tahap-tahap dan dinamika pada agenda setting Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Yogyakarta tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)? 2. Siapa saja aktor yang terlibat dalam setiap tahapan agenda setting dan bagaimana hubungan di antara para aktor tersebut, khususnya pada Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Yogyakarta tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan bagaimana hubungan antara aktor- aktor tersebut? 3. Apa kepentingan dari setiap aktor yang terlibat dalam setiap tahapan agenda setting Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Yogyakarta tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)? 2. Judul Skripsi : Proses Formulasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Kelurahan Keparakan, Kecamatan Mergangsan, Yogyakarta.

8 8 Penulis : Diena Tiara Sari (Mahasiswi Program Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada, tahun 2014). Rumusan Masalah : 1. Bagaimana proses formulasi kebijakan kawasan tanpa rokok di Kelurahan Keparakan, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta? 2. Bagaimana peran aktor dalam perumusan kebijakan KTR di Kelurahan Keparakan, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan Penelitian ini meliputi tujuan umum dan tujuan khusus : Tujuan Umum Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dengan menganalisis bagaimana efektivitas pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok dikota Singaraja, mengingat pentingnya jaminan perlindungan hukum terhadap hak asasi manusia khususnya dalam memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat serta bebas dari asap rokok Tujuan Khusus a. Agar dapat mengetahui dan memahami pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Singaraja.

9 9 b. Agar dapat mengetahui dan memahami upayapemerintah Daerah Kabupaten Buleleng dalam meningkatkan pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Singaraja Manfaat Penelitian Manfaat peneltian dari skripsi ini dibedakan atas manfaat praktis yaitu sebagai berikut : Manfaat Teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam bidang Ilmu Hukum khususnya berkait dengan bidang Hukum Administrasi Negara Manfaat Praktis a. Manfaat praktis bagi pemerintah adalah terlaksananya penyampaian informasi mengenai adanya aturan aturan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok. b. Dapat mengetahui pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Singaraja c. Dapat mengetahui upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng dalam meningkatkan pelaksanaan peraturan daerah. d. Manfaat Praktis bagi masyarakat adalah dapat memberikan suatu informasi yang bermanfaat baik berupa masukan maupun sumbangan pemikiran bagi pihak pihak yang berkepentingan dengan kegiatan dan bidangkesehatan.

10 LandasanTeoritis Dalam penelitian ini akan digunakan teori teori, konsep konsep, maupun pandangan pandangan para pakar yang berpengaruh sebagai landasan pemikiran penelitian,yaitu : 1) Teori Efektivitas Kata efektif berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik.kamus ilmiah populer mendefinisikan efektivitas sebagai ketetapan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Selain itu efektivitas juga merupakan suatu gambaran tingkat keberhasilan atau keunggulan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan dan adanya keterkaitan atara nilai nilai bervariasi. Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita pertama tama harus dapat mengukur sejauh mana aturan hukum itu ditaati oleh sebagian target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita akan mengatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif, namun demikian sekalipun dapat dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita masih tetap dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya. 8 8 Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang Undang (Legisprudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.375.

11 11 Berbicara mengenai efektivitas hukum, Soerjono Soekanto sebagaimana di kutip dalam Siswanto Sunarso berpendapat tentang pengaruh hukum, yaitu sebagai berikut : Salah satu fungsi hukum baik sebagai sikap tindak atau perilaku teratur adalah membimbing perilaku manusia. Masalah pengaruh hukum tidak hanya terbatas pada timbulnya ketaatan atau kepatuhan hukum, tetapi mencakup efek total dari hukum terhadap sikap atau perilaku baik yang bersifat positif maupun negatif. 9 Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Friedman sebagaimana dikutip dalam Siswanto Sunarso mengemukakan bahwa : pengaruh hukum terhadap sikap tindak atau perilaku dapat diklasifikasikan sebagai ketaatan (Compliance), ketidaktaatan atau penyimpangan (deviance), dan pengelakan (evasion). Konsep konsep ketaatan, ketidaktaatan atau penyimpangan, dan pengelakan sebenarnya berkaitan dengan hukum yang berisikan larangan atau suruhan. Bilamana hukum tersebut berisikan kebolehan, perlu dipergunakan konsep konsep lain, yakni penggunaan (use), tidak menggunakan (nonuse), dan penyalahgunaan (misuse), hal tersebut adalah lazim di bidang hukum perikatan. 10 Efektivitas hukum menurut Scolars sebagaimana dikutip oleh friedman dalam Siswanto Sunarso diakui bahwa pada umumnya dapat dikelompokkan dalam teori tentang perilaku hukum ialah aktualisasi kegiatan hukum. 11 Selanjutnya Siswanto Sunarso mengemukakan bahwa efektivitas penegakan hukum amat berkaitan erat dengan efektivitas hukum. Agar hukum itu efektif, maka diperlukan aparat penegak hukum untuk menegakkan sanksi tersebut.suatu 9 Soerjono Soekanto, 1988, Efektivitas Hukum dan Peranan Sanksi, Ramadja Karya Bandung, dikutip dari Siswanto Sunarso, 2011, Penegakan Hukum Psikotropika Dalam Kajian Sosiologi Hukum,(selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I),Cet.IV, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h Ibid, h Ibid.

12 12 sanksi yang dapat diaktualisasikan kepada masyarakat dalam bentuk ketaatan (compliance), dengan kondisi tersebut menunjukkan adanya indikator bahwa hukum tersebut adalah efektif. 12 2) Teori Penegakan Hukum Secara umum penegakan hukum dapat diartikan sebagai tindakan menerapkan perangkat sarana hukum tertentu untuk memaksakan sanksi hukum guna menjamin penataan terhadap ketentuan yang ditetapkan. Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan keinginan hukum (yaitu pikiran pikiran badan pembuat undang undang yang dirumuskan dalam peraturan peraturan hukum) menjadi kenyataan. 13 Menurut Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul penegakan hukum, menyebutkan bahwa : 14 Suatu penegakan hukum dapat dilakukan dengan baik dan mantap bukan hanya dilihat dari jumlah peraturan yang tertulis yang telah dikeluarkan dan luas bidang suatu kehidupan masyarakat karena hal itu akan mewujudkan penegakan hukum secara formal saja, namun dalam segi materialnya lebih hukum itu sendiri, karena tanpa kegiatan tersebut kesulitan besar akan dihadapi disamping biaya social yang sangat besar. Penegakan hukum (law enforcement) dalam arti luas mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan tindakan hukum terhadap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang dilakukan oleh subyek 12 Ibid. 13 Satjipto Rahardjo, 1996, Masalah Penegakan Hukum, Sinar Baru, Bandung, h Soerjono Soekanto, 1983,Penegakan Hukum, Binacipta, Bandung, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II), h 37.

13 13 hukum.penegakan hukum mencakup pula segala aktivitas yang dimaksud agar hukum sebagai perangkat kaidah normatif yang mengatur dan mengikat para subjek hukum dalam segala aspek kehidupan masyarakat dan bernegara benar benar ditaati dan sunguh sunguh dijalankan sebagaimana mestinya. Secara umum, sebagaimana dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, faktor faktor yang mempengaruhi dalam penegakan hukum ada 5 macam antara lain : Faktor hukum atau norma hukum yang berlaku; 2. Faktor penegakan hukum, yakni pihak pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum; 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; 5. Faktor kebudayaan, yang sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karya manusia dalam pergaulan hidup; Faktor faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain, sebab merupakan bagian dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari efektivitas berlakunya undang undang atau peraturan. Dari kelima faktor tersebut dapat dikaji berdasarkan Teori Sistem hukum dari Lawrence M. Friedman. Teori Sistem Hukum dari sistem kemasyarakatan, maka hukum mencakup tiga komponen yaitu : 16 a. Legal substance (subtansi hukum) : merupakan aturan aturan, normanorma dan pola tingkah laku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang merela susun. 15 Ibid, h Lawrence M. Friedman, 1969, The Legal System; A Social Science Perspektif, Russel Soge Foundation, New York, h. 16.

14 14 b. Legal structure (struktur hukum) : merupakan kerangka, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan instansi instansi penegak hukum antara lain ; institusi atau penegak hukum seperti advokat, polisi, jaksa dan hakim. c. Legal culture (budaya hukum) : merupakan suasana pikiran sistem dan kekuatan social yang menentukan bagaimana hukum itu digunakan, dihindari atau disalah gunakan oleh masyarakat. Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat peraturan daerah dan peraturan kepala daerah, guna menyelenggarakan urusan otonomi daerah dan tugas pembantuan. Peraturan daerah ditetapkan oleh kepala daerah, setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam menegakan Peraturan Daerah,Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Peraturan Daerah tersebut yang telah diundangkan dalam berita daerah. Untuk menegakkan peraturan daerah tersebut, dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang bertugas dalam membantu kepala daerah untuk menegakkan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. 17 Anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dapat diangkat sebagai penyidik pegawai negeri sipil dan penyelidikan, serta penuntutan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah dilakukan oleh pejabat penyidik dan penuntut umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Maka dari itu peran Satpol PP sangat penting dalam penyelenggaraan penegakan hukum 17 Siswanto Sunarno, 2009, Hukum Pemerintah Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, h

15 15 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Dalam menegakkan Peraturan Daerah dapat juga ditunjuk pejabat lain yang diberi tugas untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran selama berdasarkan pada ketentuan peraturan daerah tersebut. 18 Teori penegakan hukum dalam kaitannya dengan pembahasan skripsi ini adalah penegakan hukum terhadap masyarakat yang melanggar ketentuan larangan dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok. 3) Teori Kesadaran Hukum Kesadaran hukum tidaklah lepas dari ketaatan hukum, dan kesadaran hukum yang baik adalah ketaatan hukum.pernyataan kesadaran hukum disandingkan sebagai awal dari ketaatan hukum itu sendiri. Sosiologi hukum sangat berperan dalam upaya sosialisasi hukum demi untuk meningkatkan kesadaran hukum yang positif, baik dari warga masyarakat secara keseluruhan maupun dari kalangan penegak hukum. Sebagaimana diketahui bahwa kesadaran hukum ada dua macam : a. Kesadaran hukum positif, identik dengan ketaatan hukum. b. Kesadaran hukum negatif, identik dengan ketidaktaatan hukum. 19 Hukum berbeda dengan ilmu yang lain dalam kehidupan manusia, hukum berbeda dengan ilmu seni, dan profesionalis lainya, struktur hukum pada dasarnya berbasis pada kewajiban dan komitmen. Kewajiban moral untuk mentaati dan 18 Ibid. 19 Achmad Ali, op.cit, h. 298.

16 16 peranan peraturan membentuk karakteristik masyarakat. Didalam kenyataannya kesadaran hukum tidaklah sama dengan kesadaran sosial lainnya, memenuhi ketaatan hukum harus didasari dari kesadaran hukum yang timbul dari diri masyarakat. Tidaklah berlebihan bila ketaatan dalam hukum cenderung dipaksakan akibat kesadaran yang tidak ada masyarakat itu sendiri. hukum, yaitu : Selanjutnyta Menurut Soerjono Soekanto ada empat idikator kesadaran a. Pengetahuan tentang hukum. b. Pemahaman tentang hukum. c. Sikap terhadap hukum; dan d. Perilaku hukum. 20 Teori kesadaran hukum dalam kaitannya dengan pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok adalah bila mana masyarakat dapat taat dan patuh terhadap peraturan yang mengatur kawasan tanpa rokok dan faktor apa saja yang dapat mempengaruhi masyarakat terhadap ketaatan hukum yang berlaku dan mengatur kawasan tanpa rokok itu sendiri. 1.8 Metode Penelitian Sebagai karya ilmiah yang baik, tentulah menggunakan suatu metode tertentu di dalam pendekatan dan penyelesaian masalahnya, karena metode bertujuan untuk memenuhi syarat sebagai suatu skripsi yang di pertanggungjawabkan Jenis Penelitian 20 Achmad Ali, op.cit, h.301.

17 17 Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin doktrin hukum guna menjawab isuhukum yang dihadapi. 21 Dalam penelitian hukum dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris : Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika keilmuan yang ajeg dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara cara kerja hukum normatif, yaitu hukum yang objeknya hukum itu sendiri Penelitian hukum empiris adalah istilah dari penelitian hukum sosiologis pada penelitian sosiologis, hukum di konsepkan sebagai pranata sosial yang secara riil dikaitkan dengan variabel variabel sosial yang lain. Apabila hukum sebagai gejala sosial yang empiris sifatnya, dikaji sebagai variabel bebas/sebab (independent variable) yang menimbulkan pengaruh dan akibat pada berbagai kehidupan sosial, kajian itu merupakan kajian hukum yang sosiologis (socio-legal research). 24 Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian hukum empiris.menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum empiris atau sosiologis terdiri dari penelitian terhadap hukum identifikasi hukum (tidak tertulis) dan 21 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cetakan ke IV, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum dan Praktek, Cetakan III, Sinar Grafika, Jakarta, h Johnny Ibrahim, 2005, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Cetakan Pertama, Bayumedia Publishing, Malang, h Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, h. 133.

18 18 penelitian terhadap efektivitas hukum. 25 Sehingga penulis mengkaji bagaimanakah efektivitas pelaksanaan dari Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok ini dalam penerapannya di masyarakat.penelitian hukum empiris menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi: 1. Penelitian yang bersifat Eksploratif (Penjajahan atau penjelajahan). 2. Penelitian yang bersifat Deskriptif. 3. Penelitian yang bersifat Eksplanatoris. Dalam hal ini penulis menggunakan penelitian yang bersifat dekriptif. Sifat deskriptif ini pada penelitian secara umum, termasuk pula dalam penelitian ilmu hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat sifat suatu individu, keadaan gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara gejala yang satu dengan gejala lainnya di dalam masyarakat. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau data yang di peroleh, digunakan untuk menelitiapakah Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok sudah terlaksana sesuai ketentuan yang di muat dalam Peraturan Daerah tersebut atau tidak Jenis Pendekatan. Penelitian hukum umumnya mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan yakni : 1. Pendekatan Kasus (The Case Approach). 2. Pendekatan Perundang Undangan (The Statute Approach). 3. Pendekatan Fakta (The Fact Approach) 4. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual Approach). 5. Pendekatan Frasa (Words & Phrase Approach). 25 Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan ke III, Universitas Indonesia, Jakarta, h. 51.

19 19 6. Pendekatan Sejarah (Historical Approach). 7. Pendekatan Perbandingan (Comparative Approach). Jenis pendekatan penelitian hukum yang digunakan adalah Pendekatan Perundang Undangan (The Statue Approach) dan Pendekatan Fakta (The Fact Approach).Pendekatan Perundang Undangan (The Statue Approach) yang artinya adalah dilakukan dengan menelaah semua undang undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang di tangani. 26 Pendekatan Fakta (The Fact Approach)yang artinya bahwa pendekatan yang di lakukan berdasarkan fakta fakta yang terjadi di lapangan yang ada kaitannya dengan permasalahan isu hukum yang sedang di tangani Sumber Data. Adapun sumber data yang digunakan dalam penulisan hukum empiris ada 2 (dua) jenis yaitu : 1. Data Primer adalah data-data yang di peroleh langsung dalam penelitian di lapangan berupa data wawancara (interview) para informandari instansi yang berwenang mengawasi pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali tentang Kawasan Tanpa Rokok. 2. Data Skunder adalah data yang di peroleh dari data kepustakaan (Library Research) yaitu dimana data data atau bahan penulisan ini di peroleh dari literatur literatur dan peraturan Perundang undangan yang ada kaitannya dengan masalah. Mengenai data skunder ini berdasarkan kekuatan mengikat dari isinya dapat dibagi menjadi 3 (tiga): 26 Peter Mahmud Marzuki, op.cit, h. 93.

20 20 a. Data Primer, yaitu data yang isinya mengikat dan dikeluarkan oleh pemerintah, seperti berbagai peraturan perundang undangan, putusan pengadilan, traktat dan lain lain. Dalam penelitian ini, peraturan perundang undangan yang digunakan adalah : Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Undang Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri No. 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan Gubernur Provinsi Bali Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok.

21 21 b. Data Skunder yaitu bahan yang isinya membahas bahan primer, seperti buku, artikel, laporan penelitiandan berbagai karya tulis ilmiah lainnya. c. Data Tersier yaitu bahan bahan yang bersifat menunjang bahan primer dan skunder, seperti kamus, buku pegangan dan lain lain Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan bahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah adalah dengan teknik studi dokumen dan teknik wawancara (interview).teknik Studi Dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum, baikdalam penelitian hukum normatifmaupun dalam penelitian empiris, karena meskipun aspeknya berbeda namun keduanya adalah penelitian ilmu hukum yang selalu bertolak dari premis normatif. Studi dokumen dilakukan atas bahan bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian. 27 Menurut M. Mochtar, teknik wawancara adalah teknik atau metode memperoleh informasi untuk tujuan penelitian dengan cara melakukan tanya jawab serta langsung (tatap muka), antara pewawancara dengan responden. Selain 27 Fakultas hukum, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 82.

22 22 dengan cara tatap muka wawancara dapat dilakukan secara tidak langsung dengan telepon atau surat. 28 Dalam pengumpulan data melalui studi kepustakaan atau library research, teknik yang digunakan adalah membaca, menganalisa literatur literatur yang terkait dengan masalah yang diteliti sehingga nantinya akan di tarik sebuah kesimpulan terhadap data tersebut Teknik Analisis Penelitian hukum empiris dikenal dengan model model analisis seperti analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Dalam analisis data ini, penulis menggunakan analisis data kualitatif karena dilihat sifat dari penelitiannya berupa deskriptif dan disajikan secara deskriptif kualitatif, dengan menggambarkan secara lengkap sebagaimana adanya tentang aspek aspek yang berkaitan dengan masalah yang dibahas yaitu mengenai Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan tanpa Rokok sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran dan suatu kesimpulan. Jakarta, h, M. Mochtar, 1998, Pengantar Metodelogi Penelitian, Sinar Karya Dharma IIP,

BAB I PENDAHULUAN. keadaan bebas dari penyakit. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

BAB I PENDAHULUAN. keadaan bebas dari penyakit. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Pelayanan kesehatan merupakan upaya peningkatan kesehatan secara luas untuk seluruh masyarakat. Kesehatan itu sendiri meliputi kesehatan badan, rohani dan sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan faktor resiko utama berbagai penyakit tidak menular, bahkan sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok. Merokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara konstitusional hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Secara konstitusional hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah sebagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara konstitusional hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah sebagian dari hak asasi manusia, sebagaimana tercantum dalam Undang Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA SINGARAJA

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA SINGARAJA EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA SINGARAJA I Wayan Arsana Rama Putra Pembimbing : I Gusti Ngurah Wairocana I Gusti Ayu Putri

Lebih terperinci

Sehat merupakan aspek penting bagi setiap manusia dan modal untuk keberhasilan

Sehat merupakan aspek penting bagi setiap manusia dan modal untuk keberhasilan Latar Belakang Sehat merupakan aspek penting bagi setiap manusia dan modal untuk keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Karena tanpa kesehatan yang baik manusia tidak akan produktif untuk hidup layak dan

Lebih terperinci

BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Oleh karena itu,

BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Oleh karena itu, BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsure kesejahteraan yang harus diwujudkan bagi segenap bangsa Indonesia sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian, perkawinan, perceraian, pengesahan anak dan pengakuan anak.

BAB I PENDAHULUAN. kematian, perkawinan, perceraian, pengesahan anak dan pengakuan anak. BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil merupakan salah satu instansi pemerintah yang bertugas melayani masyarakat dalam hal pencatatan kelahiran, kematian, perkawinan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1 miliar yang terdiri dari 47% pria, 12% wanita dan 41% anak-anak (Wahyono, 2010). Pada tahun 2030, jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti kanker, memperlambat pertumbuhan anak, kanker rahim dan

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti kanker, memperlambat pertumbuhan anak, kanker rahim dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok menimbulkan masalah kesehatan meliputi penyakit kronis dan degeneratif seperti kanker, memperlambat pertumbuhan anak, kanker rahim dan keguguran, mengancam kehamilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK. 1.1 Pengertian Peraturan Daerah dan Kedudukan Peraturan Daerah dalam hierarki perundang-undangan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK. 1.1 Pengertian Peraturan Daerah dan Kedudukan Peraturan Daerah dalam hierarki perundang-undangan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK 1.1 Pengertian Peraturan Daerah dan Kedudukan Peraturan Daerah dalam hierarki perundang-undangan Teori grundnorm (norma dasar) ini banyak dikembangkan oleh

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan kesehatan. Beberapa masyarakat sudah mengetahui mengenai bahaya

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan kesehatan. Beberapa masyarakat sudah mengetahui mengenai bahaya BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok merupakan suatu perilaku yang dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Beberapa masyarakat sudah mengetahui mengenai bahaya yang ditimbulkan dari merokok.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (perokok aktif)

BAB I PENDAHULUAN. Merokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (perokok aktif) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (perokok aktif) tetapi juga pada orang yang tidak merokok yang berada di sekitar para perokok (perokok pasif).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi saat ini banyak masalah yang harus diselesaikan oleh pemerintah serta masyarakat umum. Salah satu masalah yang sangat umum sekarang adalah meningkatnya

Lebih terperinci

Dedy Gunawan, 2014 Efektifitas Perda Nomor 11 Tahun 2005 Bagi Perokok Untuk Menjadi Warga Negara Yang Baik

Dedy Gunawan, 2014 Efektifitas Perda Nomor 11 Tahun 2005 Bagi Perokok Untuk Menjadi Warga Negara Yang Baik 2 ataupun hukum dibuat untuk mengatur kehidupan individu agar lebih terarah dan lebih baik serta tidak banyak menimbulkan masalah - masalah, problem atau persoalan publik yang mungkin saja menjadi semakin

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, 1 BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan hasil olahan tembakau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN MENGENAI KAWASAN TANPA ROKOK

BAB II PENGATURAN MENGENAI KAWASAN TANPA ROKOK BAB II PENGATURAN MENGENAI KAWASAN TANPA ROKOK D. Pengertian Kawasan Tanpa Rokok Kawasan Tanpa Rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan produksi, penjualan, iklan,

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan hasil olahan tembakau

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG

PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PEMERINTAH KOTA PADANG PANJANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG PANJANG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PANJANG, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di dalam sistem hukum. Penegakan hukum pidana dilakukan melalui sistem peradilan pidana. Melalui

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK EFEKTIVITAS PENEGAKAN HUKUM PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK (Studi Terhadap Anggota Polri Polres Pekalongan Kota) D a r o d i Magister Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah angka perokok di dunia terbilang sangat besar. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di dunia hampir 1 miliar

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA BUPATI TANAH BUMBU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal 52 Peraturan

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. 2 Jadi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. 2 Jadi BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode merupakan cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, termasuk juga metode dalam sebuah penelitian. Menurut Peter R. Senn, 1 metode merupakan suatu prosedur

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAWASAN TANPA ROKOK DI KABUPATEN BADUNG

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAWASAN TANPA ROKOK DI KABUPATEN BADUNG PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KAWASAN TANPA ROKOK DI KABUPATEN BADUNG Oleh I Gusti Ngurah Surya Adhi Kencana Putra I Ketut Sudiarta Kadek Sarna Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK

- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK - 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa rokok

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

- 1 - BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK - 1 - SALINAN SALINAN BUPATI BERAU PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BUPATI TABANAN BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI TABANAN BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BUPATI TABANAN BUPATI TABANAN PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP PEROKOK PASIF

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP PEROKOK PASIF PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP PEROKOK PASIF Oleh I Komang Wijana I Nyoman Mudana Bagian Hukum Pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH,

PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, Menimbang : a. bahwa rokok mengandung zat adiktif yang berbahaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana Penegak hukum adalah petugas badan yang berwenang dan berhubungan dengan masalah peradilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Pengertian penegakan hukum. Mengenai pengertian dari penegakan hukum menunjuk pada batasan pengertian dari para sarjana. Identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Rokok sudah dikenal manusia sejak 1.000 tahun sebelum Masehi. Sejak setengah abad yang lalu telah diketahui bahwa merokok dapat mengganggu kesehatan pada perokok itu

Lebih terperinci

PRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN PRAKTIK CERDAS PEMANFAATAN PAJAK ROKOK DIPROVINSI KALIMANTAN SELATAN Disampaikan dalam rangka menjadi pembicara pada Diskusi Panel kenaikan cukai dan harga rokok sebagai Instumen pengendalian tembakau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan adagium ini nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna. Tetapi kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (main stream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama

BAB I PENDAHULUAN. (main stream smoke) dan asap samping (side stream smoke). Asap utama BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya kesehatan bagi individu dan masyarakat. Sitepoe mengungkapkan bahwa asap yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok kini telah menjadi gaya hidup dalam berbagai kalangan dimasyarakat. Penjualan rokok yang bebas di pasaran memudahkan masyarakat untuk mengkomsumsinya. Saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan tetapi merupakan masalah lama yang baru banyak muncul pada saat sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita temui di kehidupan sekitar kita. Merokok sudah menjadi salah satu budaya dan trend di Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan rokok di Indonesia sampai saat ini masih menjadi masalah nasional yang perlu diupayakan penanggulangannya, karena menyangkut berbagai aspek permasalahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode dalam sebuah penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu hukum yang berusaha mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KABUPATEN BADUNG

EFEKTIVITAS PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KABUPATEN BADUNG EFEKTIVITAS PENANGGULANGAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS DI KABUPATEN BADUNG Oleh : Kadek Devi Ayu Anggari Pembimbing : I Wayan Parsa Nengah Suharta Program Kekhususan Hukum Pemerintahan, Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah oleh karena itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1) BAB 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Lebih dari 70.000 artikel ilmiah telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan. kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya.

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan. kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya. Merokok itu sendiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan hukum hak cipta terhadap produk digital. Hak cipta terhadap

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan hukum hak cipta terhadap produk digital. Hak cipta terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Kekayaan Intelektual (selanjutnya disingkat HKI) adalah sistem hukum yang melekat pada tata kehidupan modern terutama pada perkembangan hukum hak cipta terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok merupakan benda yang terbuat dari tembakau yang berbahaya untuk kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal (bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT Nomor 4 Tahun 2013 Seri E Nomor 4 Tahun 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA 20 PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial.

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain. Manusia selalu ingin bergaul bersama manusia lainnya dalam. tersebut manusia dikenal sebagai makhluk sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Dalam kenyataannya tidak ada manusia yang dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Manusia hidup saling

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pelanggaran prosedur perceraian bagi PNS di

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pelanggaran prosedur perceraian bagi PNS di BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Waktu Penelitian Penelitian tentang pelanggaran prosedur perceraian bagi PNS di Pengadilan Agama Palangka Raya dimulai sejak penerimaan judul

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk

BAB III METODE PENELITIAN. ilmiah adalah proses analisa yang meliputi metode-metode penelitian untuk BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis, Sifat, Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.1.1. Jenis Penelitian Hal yang cukup penting dalam penelitian hukum sebagai suatu kegiatan ilmiah adalah proses analisa yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA BANDA ACEH PROVINSI ACEH QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan infrastuktur berlangsung dengan pesat di berbagai daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan infrastuktur berlangsung dengan pesat di berbagai daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan infrastuktur berlangsung dengan pesat di berbagai daerah baik itu daerah perkotaan atau pedesaan sekalipun. Hal ini disebabkan karena adanya pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu.

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian dan penegakan hukum yang tepat dapat mencegah dan menanggulangi terjadinya peredaran rokok ilegal dan pita cukai palsu. Terjadinya peredaran rokok ilegal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica

BAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya bagi kesehatan individu dan masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk melaksanakan suatu usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

PENGATURAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN

PENGATURAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 1 PENGATURAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2000 Oleh Desak Nyoman Oxsi Selina Ibrahim R I Ketut Suardita Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa hak untuk hidup

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kepustakaan atau data sekunder, dengan mengkaji mengenai asas-asas, norma,

BAB III METODE PENELITIAN. kepustakaan atau data sekunder, dengan mengkaji mengenai asas-asas, norma, BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mendasarkan pada data kepustakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan yang layak dan kesejahteraan penduduk merupakan tujuan pembangunan dari setiap negara. Salah satu indikatornya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara yang termasuk dalam kategori negara berkembang dan tentunya tidak terlepas dari permasalahan kejahatan. Tindak

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Cara penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan normatif dan empiris

III. METODE PENELITIAN. Cara penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan normatif dan empiris III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Cara penulisan skripsi ini, penulis menggunakan pendekatan normatif dan empiris sebagai penunjang. Pendekatan normatif dan empiris yaitu penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode berasal dari bahasa Yunani, Methodos yang artinya adalah cara atau jalan. Dikaitkan dengan penelitian ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesejahteraan sebagaimana yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yang mana tujuan Negara Indonesia yaitu melindungi

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR TAHUN 2017 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG

PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG PERATURAN DAERAH KOTA PALEMBANG 1 NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALEMBANG, Menimbang: a. bahwa dalam upaya preventif guna memberikan perlindungan

Lebih terperinci

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGUNJUNG DI LINGKUNGAN RSUP Dr. KARIADI TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGUNJUNG DI LINGKUNGAN RSUP Dr. KARIADI TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGUNJUNG DI LINGKUNGAN RSUP Dr. KARIADI TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK Studi Kasus di RSUP Dr. Kariadi Semarang JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan

BAB I PENDAHULUAN. material. Fungsinya menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma larangan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hukum Acara atau Hukum Formal adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan dan menjalankan peraturan hukum material. Fungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG SKRIPSI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK DAN KAWASAN TERTIB ROKOK DI KOTA PADANG PANJANG Oleh : FADEL MUHAMMAD 0910112092 Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perokok mengalami peningkatan dari tahun ketahunnya (Sari, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. perokok mengalami peningkatan dari tahun ketahunnya (Sari, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Saat ini banyak penyakit yang diderita tidak disebabkan oleh kuman atau bakteri, tetapi lebih

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

Menimbang : a. bahwa rokok mengandung zat psikoaktif membahayakan yang dapat menimbulkan adiksi serta menurunkan derajat kesehatan manusia;

Menimbang : a. bahwa rokok mengandung zat psikoaktif membahayakan yang dapat menimbulkan adiksi serta menurunkan derajat kesehatan manusia; BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 22 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGGAMUS, Menimbang : a. bahwa rokok mengandung zat psikoaktif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU Kesehatan No.23/1992). Kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa rokok merupakan hasil olahan tembakau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. masalah-masalah yang ditimbulkan oleh fakta tersebut. 33 Oleh karena itu,

BAB III METODE PENELITIAN. masalah-masalah yang ditimbulkan oleh fakta tersebut. 33 Oleh karena itu, BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penelitian adalah suatu metode untuk mempelajari satu atau beberapa gejala dengan jalan menganalisa dan mengadakan pemeriksaan yang mendalam

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada beban ganda, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga. Setiap individu, keluarga, dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Achmad Ali, Menguak Realitas Hukum, Rampai Kolom dan Artikel Pilihan dalam. Bidang Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2008.

DAFTAR PUSTAKA. Achmad Ali, Menguak Realitas Hukum, Rampai Kolom dan Artikel Pilihan dalam. Bidang Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2008. DAFTAR PUSTAKA A. BUKU-BUKU : Achmad Ali, Menguak Realitas Hukum, Rampai Kolom dan Artikel Pilihan dalam Bidang Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, 2008. Achmad Rivai, Penemuan Hukum oleh Hakim : dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang berasal dari Bahasa Inggris : method, bahasa latin : methodus, Yunani :

BAB III METODE PENELITIAN. yang berasal dari Bahasa Inggris : method, bahasa latin : methodus, Yunani : 56 BAB III METODE PENELITIAN Cara Kerja keilmuan salah satunya di tandai dengan penggunaan metode yang berasal dari Bahasa Inggris : method, bahasa latin : methodus, Yunani : methodos, meta berarti sesudah.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. yuridis normatif (library reseach) adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan

III. METODE PENELITIAN. yuridis normatif (library reseach) adalah pendekatan yang dilakukan berdasarkan III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. 1.

Lebih terperinci