KAJIAN KRIMINOLOGI ATAS KEJAHATAN PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH HUKUM POLRESTA JAYAPURA KOTA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN KRIMINOLOGI ATAS KEJAHATAN PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH HUKUM POLRESTA JAYAPURA KOTA"

Transkripsi

1 22 KAJIAN KRIMINOLOGI ATAS KEJAHATAN PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH HUKUM POLRESTA JAYAPURA KOTA Oleh : Yusmiwati Mahasiswa Program Strata Satu Fakultas Hukum Universitas YAPIS Papua ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya kejahatan penganiayaan terhadap anak di wilayah hukum POLRESTA Jayapura Kota dan untuk mengetahui upaya-upaya penanggulangan kejahatan penganiayaan terhadap anak yang dilakukan oleh Polres Jayapura Kota. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan Yuridis Normatif dan Yuridis Empiris berdasarkan hasil penelitian dilapangan menunjukan bahwa 4 (empat) tahun terakhir ini terdapat 39 (tiga puluh sembilan) perkara mengenai kejahatan penganiayaan terhadap anak, namun hanya 18 (delapan belas) perkara saja yang dilimpahkan ke Kejaksaan. Oleh karena itu, dibutuhakn kerja keras oleh aparat penegak hukum dalam menanggulangi kejahatan penganiayaan terhadap anak tersebut yang terjadi di Wilayah Hukum Polres Jayapura Kota. Adapun upaya-upaya dalam menanggulangi kejahatan penganiayaan terhadap anak dengan cara Penal atau Represif dan Upaya Non Penal atau Prefentif. Kata Kunci : Kriminologi, Kejahatan Penganiayaan dan Anak. PENDAHULUAN Masalah kejahatan merupakan masalah yang sering terjadi di Indonesia dan sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga hal ini merupakan hal penting yang perlu dicari penyebab dan upaya penanggulangannya. Hal ini merupakan suatu kenyataan yang harus diterima dalam kehidupan manusia. Kejahatan adalah cerminan perkembangan peradaban masyarakat, bahkan kebanyakan pakar berpendapat bahwa kejahatan diproduk atau dihasilkan oleh masyarakatnya sendiri (crime is product of society itself). 1 Disamping itu kejahatan tidak pernah disebabkan oleh satu variable (faktor) tunggal, melainkan serba kompleks (multidimensional). Selain penyebab yang kompleks, jenis kejahatannya pun berbeda-beda bergantung pada kualifikasi perbuatan menurut norma atau tata aturan yang berlaku. Jenis kejahatan yang dimaksud seperti kejahatan terhadap nyawa dan tubuh, kejahatan terhadap benda dan harta benda yang dimiliki oleh orang lain, kejahatan terhadap keamanan dan ketertiban umum serta tidak kalah menariknya adalah kejahatan terhadap 1 Andi Zainal Abidin Farid, Azas-Azas Hukum Pidana, Alumni Bandung, 1978, hlm. 35

2 23 kehormatan, nama baik dan kejahatan susila. Secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan, merugikan masyarakat serta melanggar hukum. 2 Berbagai bentuk penyakit masyarakat yang hingga kini masih terus berlangsung adalah kejahatan penganiayaan terhadap anak, bahkan di Indonesia diibaratkan berada dalam stadium penyakit kanker kejahatan penganiayaan terhadap anak stadium ketiga. 3 Kejahatan penganiayaan terhadap anak tersebut mendapat sorotan dari media massa. Jadi aparat penegak hukum dituntut untuk professional dalam penanganannya. Kejahatan penganiayaan terhadap anak dari waktu ke waktu dapat dikatakan tak pernah hilang bahkan mengalami peningkatan dalam melakukan kejahatan penganiayaan terhadap anak dan juga jumlah kasusnya semakin meningkat, hal ini sangat mengganggu kehidupan masyarakat secara menyeluruh khususnya masyarakat yang berada di Wilayah Hukum Polres Jayapura Kota. Dengan demikian keterlibatan aparat penegak hukum sangat diperlukan dalam upaya menekan atau memperkecil jumlah kasus penganiayaan terhadap anak tersebut, karena kita ketahui bahwa kejahatan penganiayaan terhadap anak tersebut tidak dapat dihapuskan dari kehidupan masyarakat, melainkan hanya dapat dikurangi jumlahnya. Seiring dengan semakin majunya ilmu pengetahuan sehingga menimbulkan semakin banyaknya modus atau cara para pelaku melakukan kejahatan penganiayaan terhadap anak. Oleh karena itu telah dikeluarkan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Penegakan hukum pada dasarnya melibatkan seluruh Warga Negara Indonesia, dimana dalam pelaksanaannya dilakukan oleh penegak hukum. Penegakan hukum tersebut dilakukan oleh aparat yang berwenang. Aparat negara yang berwenang dalam pemeriksaan perkara pidana adalah aparat Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Polisi, Jaksa dan Hakim merupakan tiga unsur penegak hukum yang masing-masing mempunyai tugas, wewenang dan kewajiban yang sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Dalam menjalankan tugasnya unsur aparat penegak hukum tersebut merupakan sub sistem dari sistem peradilan pidana. Dalam rangka penegakan hukum ini masingmasing sub sistem tersebut mempunyai peranan yang berbeda-beda sesuai dengan bidangnya serta sesuai dengan ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku, akan tetapi secara bersama-sama mempunyai kesamaan dalam tujuan pokoknya yaitu pemasyarakatan kembali para nara pidana. Dalam menanggulangi kejahatan penganiayaan terhadap anak Polres Jayapura Kota dituntut semakin profesional dalam mengungkap kasus kejahatan penganiayaan terhadap anak tersebut di Wilayah Hukum Polres Jayapura Kota. Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya kasus kejahatan terhadap anak 2 Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak, PT.Gramedia Pustaka Utama, Cetakan Pertama, Jakarta, 2010, hlm Ibid, hlm. 16

3 24 di Kota Jayapura. Sehingga diperlukan kerja keras secara professional dan proposional dalam menangani kejahatan penganiayaan terhadap anak tersebut. 4 Keadaan demikian menggambarkan bahwa kejahatan penganiayaan terhadap anak di Kota Jayapura harus ditekan guna memberikan perlindungan terhadap anak dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Untuk menangani para pelaku kejahatan penganiayaan terhadap anak tidak hanya menerapkan hukuman yang berat karena hal tersebut tidak dapat menghentikan niat pelaku untuk melakukan kejahatan penganiayaan terhadap anak tersebut. Oleh karena itu kondisi demikian tidak dapat dibiarkan begitu saja, sebab sudah menjadi tanggungjawab bersama baik masyarakat maupun aparat penegak hukum terkait untuk mancari faktor penyebab terjadinya kejahatan penganiayaan terhadap anak dan melakukan upaya penanggulangan terhadap kejahatan terhadap anak. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan penganiayaan terhadap anak di Wilayah Hukum Polres Jayapura Kota? 2. Bagaimanakah upaya penanggulangan kejahatan penganiayaan terhadap anak di Wilayah Hukum Polres Jayapura Kota? METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian, yaitu 5 yuridis normatif untuk mendapatkan data kepustakaan atau data sekunder dan yuridis empiris yang dilakukan langsung pada tempat penelitian atau di lapangan. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengertian Kriminologi Secara etimologis, Kriminologi (dalam Bahasa Inggris: criminology) berasal dari dua kata dasar yaitu crimen dan logos. Crimen artinya kejahatan dan Logos yang berarti ilmu (ilmu pengetahuan). Dengan demikian dapat diartikan bahwa Kriminologi adalah ilmu (ilmu pengetahuan) tentang kejahatan. 6 sedangkan menurut Kamus Hukum, Kriminologi adalah suatu ilmu yang membahas dan mempelajari tentang kejahatan. 7 Menurut, Senna dan Siegel menjelaskan bahwa kriminologi adalah studi mengenai kejahatan, kejahatan yang dimaksud adalah sebagai berikut : 8 1. Sebab-sebab kejahatan; 2. Karakteristik penjahat; 3. Mencegah dan mengatasi kejahatan. 4 Yesmil Anwar, Saat Menuai Kejahatan, PT Refika Aditama, Cetakan Pertama, Agustus 2009, hlm Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, Cetakan ke-12, April 2011, hlm Basir Rohrohmana, Kriminologi dan Kejahatan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, Cetakan Pertama, Tahun 2008, hlm. 8 7 M. Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum, Reality Publisher, Cetakan Pertama, Tahun 2009, hlm Mulyana W. Kusumah, Analisa Kriminologi Tentang Kejahatan Kekerasan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hlm. 33

4 25 Menurut, B. Simandjuntak kriminologi adalah suatu ilmu yang mempelajari gejala kejahatan seluas-luasnya. Pengertian seluas-luasnya mengandung arti seluruh kejahatan dan hal-hal yang berhubungan dengan kejahatan yaitu sebab timbul dan melenyapnya kejahatan, akibat yang ditimbulkan, reaksi masyarakat, pribadi penjahat (umur, keturunan, pendidikan dan cita-cita). Kedalam pengertian ini dapat dimasukan sistem penjara, sistem hukuman, penegak hukum serta pencegahan (Undang-Undang). 9 Menurut Kamus Hukum penganiayaan adalah perbuatan menyakiti atau menyiksa orang lain secara melawan hukum. 10 Menurut Satochid Kartanegara penganiayaan dapat diartikan sebagai perbuatan yang dapat dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain. 11 sedangkan menurut, Soenarto Soerodibroto penganiayaan adalah dengan sengaja menimbulkan rasa sakit atau luka. Kesengajaan ini harus dicantumkan dalam surat tuduhan. 12 Penganiayaan dibedakan menjadi 6 (enam) macam yaitu : Penganiayaan Biasa Penganiayaan biasa diatur dalam pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jadi penganiayaan yang dimaksud dalam pasal 351 KUHP memiliki unsur-unsur sebagai berikut : a. Adanya kesengajaan; b. Adanya perbuatan; c. Adanya akibat perbuatan (yang dituju), yakni : 1) Rasa sakit pada tubuh; 2) Luka pada tubuh. Unsur yang pertama adalah berupa unsur subyektif sedangkan unsur yang kedua dan ketiga berupa unsur obyektif. Kesengajaan yang dimaksud harus ditujukan pada perbuatan serta ditujukan pada akibatnya. 14 Mengenai unsur tingkah laku sangatlah bersifat abstrak karena dengan istilah atau kata perbuatan saja maka dalam bentuknya yang kongkret tak terbatas wujudnya, yang pada umumnya wujud perbuatan-perbuatan itu mengandung sifat kekerasan fisik dan harus menimbulkan rasa sakit pada tubuh atau luka pada tubuh. Luka diartikan terdapatnya atau terjadinya perubahan dari tubuh, menjadi lain dari rupa semula sebelum dari perbuatan itu dilakukan, misalnya lecet pada kulit, putusnya jari tangan, bengkak pada pipi dan lain-lain sebagainya, sedangkan rasa sakit tidak memerlukan adanya perubahan rupa pada tubuh, melainkan pada tubuh timbul rasa sakit, rasa perih, tidak enak atau penderitaan. 9 B. Simandjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patalogi Sosial, Tarsito Bandung, 1981, hlm M. Marwan Dan Jimmy, Op Cit, hlm Satochid Kartanegara, Hukum Pidana II Delik-Delik Tertentu, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hlm Soenarto Soerodibroto, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1994, hlm Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Penerbit PT Eresco, Jakarta Bandung, 1980, hlm. 71

5 26 2. Penganiayaan Ringan. Penganiayaan ringan diatur dalam pasal 352 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), penganiayaan yang terjadi namun tidak menimbulkan luka dalam penganiayaan tersebut adalah merupakan penganiayaan ringan, misalnya menendang pantat seseorang. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 352 KUHP, yaitu : a. Tidak menimbulkan penyakit; Artinya bahwa dalam penganiayaan ringan tersebut tidak menimbulkan ataupun mendatangkan penyakit pada korban pennganiayaan ringan tersebut. b. Tidak menjadikan halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan; Artinya bahwa dalam penganiayaan ringan tersebut tidak dijadikan halangan maupun hambatan pada korban penganiayaan ringan tersebut untuk menjalankan tugas-tugas sesuai dengan jabatannya. c. Tidak menjadikan halangan untuk menjalankan pencaharian. Artinya bahwa dalam penganiayaan ringan tersebut tidak dijadikan halangan maupun hambatan pada korban untuk menjalankan penacaharian sebagaimana mestinya. 3. Penganiayaan berencana Penganiayaan berencana diatur dalam pasal 353 Kitab Udang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Adapun 3 (tiga) macam penganiayaan berencana, yaitu : a. Penganiayaan berencana yang tidak berakibat luka berat atau kematian; b. Penganiayaan berencana yang berakibat luka berat; c. Penganiayaan berencana yang berakibat kematian. 4. Penganiayaan Berat Penganiayaan berat diatur dalam pasal 354 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 354 KUHP, yaitu : a. Keselahannya: kesengajaan (opzettelijk); b. Perbuatan: melukai berat; c. Obyeknya: tubuh orang lain; d. Akibat: luka berat. Perbuatan melukai berat (zwar lichamelijk letsel toebrengt) atau dapat disebut juga menjadikan luka berat pada tubuh orang lain, haruslah dilakukan dengan sengaja. Kesengajaan ditujukan pada perbuatannya juga sekaligus pada akibat luka beratnya. 5. Penganiayaan Berat Berencana Penganiayaan berat berencana diatur dalam pasal 355 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP). Penganiayaa berat berencana adalah bentuk gabungan antara penganiayaan berat dengan penganiayaan berencana, dengan kata lain suatu penganiayaan berat yang terjai dalam penganiayaan berencana. Kedua bentuk penganiayaan ini harus terjadi secara serentak atau bersamasama. Oleh karena harus terjadi secara bersama-sama, maka harus terpenuhi baik unsur penganiayaan berat maupun unsur penganiayaan berencana.

6 27 6. Penganiayaan Terhadap Orang-Orang Yang Berkualitas Tertentu atau Dengan Cara Tertentu Yang Memberatkan Penganiayaan terhadap orang-orang yang berkualitas tertentu atau dengan cara tertentu yang memberatkan diatur dalam pasal 356 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Adapun ruumusan yang terkandung dalam pasal 356 KUHP tersebut adalah sebagai berikut : Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP) dapat ditambah sepertiga: a. Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya atau anaknya; b. Jika kejahatan itu dilakukan seorang pejabat ketika atau karena menjalankan tugasnya yang sah; c. Jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kejahatan Penganiayaan Terhadap Anak Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka pada bagian ini dapat disajikan data perkara Tindak Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan Penganiayaan Terhadap Anak dan telah diperiksa oleh penyidik Polres Jayapura Kota selama periode Bulan Januari Tahun 2009 sampai dengan Bulan Oktober Tahun 2012, sebagai berikut : Tabel 4. 1 Perkara Tindak Pidana Mengenai Kejahatan Penganiayaan Terhadap Anak Yang Terjadi Di Wilayah Hukum Polres Jayapura Kota Bulan Januari Tahun 2009-Bulan Oktober Tahun 2012 No. Tahun Jumlah Proses Kasus Sidik SP3 P21 Pelimpahan Ket Jumlah Sumber Data : Polres Jayapura Kota (yang diolah) Berdasarkan Tabel 4.1 tersebut diatas, maka dapat dijelaskan bahwa jumlah kasus Tindak Pidana mengenai Kejahatan Panganiayaan Terhadap Anak yang ditangani Polres Jayapura Kota dari Bulan Januari Tahun 2009 sampai dengan Bulan Oktober Tahun 2012 adalah sebanyak 39 (Tiga Puluh Sembilan) kasus Tindak Pidana mengenai Kejahatan Penganiayaan Terhadap Anak, yang masih dalam proses penyidikan sebanyak 39 (Tiga Puluh Sembilan) kasus yang sudah selesai dan dinyatakan P21 sebanyak 18 (Delapan Belas) kasus serta yang sudah dilimpahkan ke Kejaksaan sebanyak 18 (Delapan Belas) kasus sedangkan

7 28 21 (Dua Puluh Satu) kasus yang lain tidak mencukupi bukti sehingga tidak bisa dilimpahkan ke Kejaksaan. Tidak selamanya orang tua menyadari kewajibanya sebagai orang tua terhadap anak. Banyak terjadi kita lihat dalam kehidupan masyarakat orang tua berbuat yang tidak baik terhadap si anak, sehingga dikatakan orang tua telah lalai atau tidak menjalankan kewajibannya sebagai orang tua terhadap anak yang diperintahkan dalam ketentuan hukum maupun perundangan dan norma agama. Faktor penyebab terjadinya Tindak Pidana mengenai Kejahatan Penganiayaan Terhadap Anak di Wilayah Hukum Polres Jayapura Kota (wawancara dengan Anggota Reskrim Polres Jayapura Kota Bripka Hanih Nazlah) adalah Sebagai berikut : Kenakalan anak Menurut pandangan pelaku bahwa kenakalan anak hanya dapat diantisipasi dengan cara penganiayaan tersebut, sehingga kenakalan anak dapat diatasi serta menimbulkan efek jera bagi si anak tersebut. 2. Hak orang tua Orang tua merasa bahwa anak tersebut adalah hak dia atau dibawah kekuasaan orang tua, sehingga jika anak tersebut nakal maka orang tua dapat bertindak semaunya dia karena anak tersebut adalah orang terdekatnya, dalam hal ini melakukan penganiayaan terhadap anak tersebut. 3. Pola pengasuhan Cara mendidik anak yang dilakukan oleh orang tua dengan cara kekerasan yang dapat menyebabkan penganiayaan terhadap anak tersebut, hal ini terjadi secara turun temurun dan itu merupakan hal yang biasa bagi pelaku tersebut. Lebih lanjut selain ketiga faktor yang telah dikemukakan diatas, maka faktor penyebab yang lain dan dianggap penting adalah : 1. Kemerosotan akhlak Setiap pribadi manusia memiliki akhlak yang tidak sama ini kita bisa lihat ada orang yang mempunyai akhlak yang baik, ada pula yang tidak baik atau disebut juga mempunyai akhlak yang jelek. Akhlak yang dimiliki orang tua adalah digerakkan oleh jiwanya, pada jiwa yang bersih terdapat akhlak yang baik dan sebaliknya pada jiwa yang kotor akan timbul akhlak yang buruk. Akhlak merupakan tingkah laku, sikap, gerak gerik untuk menentukan perbuatan mana yang baik dan perbuatan mana yang jelek yang digunakan dalam pergaulan hidup. Dalam hal kejahatan yang dilakukan orang tua terhadap anak dalam hal ini kejahatan yang berupa penganiayaan, mengapa orang tua tega melakukan penganiayaan terhadap anakn apalagi terhadap anak sendiri yang merupakan darah dagingnya sendiri. Jadi salah satu faktor yang menyebabkan adalah karena orang tua mempunyai jiwa yang tidak baik sehingga tingkah laku yang dilakukan anak termasuk tingkah laku yang buruk yang tidak sesuai dengan norma hukum yang berlaku, norma adat, maupun norma agama. 15 Wawancara Dengan Anggota Reskrim Polres Jayapura Kota Bripka Hafnih Nazlah, Tanggal 24 Desember 2012

8 29 Seharusnya orang tua mempunyai akhlak yang baik karena hal itu iatur dalam hukum dunia maupun hukum agama. 2. Rendahnya Kesadaran Hukum Aturan-aturan hukum merupakan aturan-aturan yang bersifat memaksa yang harus ditaati dan dipatuhi, bagi yang melanggar ketentuanketentuan yang sudah diatur oleh hukum yang berlaku akan dikenakan sanksi sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Tidak selamanya peraturan hukum dipatuhi adakalnya peraturan hukum yang berlaku dilanggar. Mengapa orang cenderung melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan norma hukum, hal ini disebabkan masih rendahnya kesadaran hukum yang dimiliki untuk mematuhi aturan yang berlaku. Begitu juga halnya orang tua melakukan penganiayaan terhadap anak, hal ini disebabkan masih rendahnya kesadaran hukum pada orang tua terhadap si anak. Aturan hukum sudah menentukan kewajiban orang tua untuk memelihara si anak, mendidik si anak sehingga dewasa sesuai dengan kemampuan orang tua. Begitu pentingnya kesadaran hukum untuk dimiliki orang tua dalam hal kewajiban kewajiban orang tua terhadap anak adalah dalam rangka agar anak menyadari kewajiban terhadap si anak, sehingga orang tua tidak akan melakukan penganiayaan terhadap si anak. Jadi dapat disimpulkan apabila kesadaran hukum dari orang tua rendah terutama kesadaran hukum terhadap si anak, maka mengakibatkan berbagai bentuk kejahatan terhadap anak, khususnya penganaiayaan terhadap anak tersebut. Oleh sebab itu orang tua harus mempunyai kesadaran hukum yang tinggi agar tidak terjadi berbagai bentuk kejahatan seperti penganiayaan terhadap anak tersebut, terutama kesadaran hukum terhadap anak yaitu untuk memelihara anak dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya dan dengan penuh kasih sayang. 3. Kemiskinan Jika dilihat mengapa orang tua melakukan kejahatan penganiayaan terhadap anak adalah penyebabnya faktor kemiskinan karena orang tua tidak mampu memenuhi hidupnya termasuk kebutuhan hidup anaknya dengan baik, sehingga timbul perbuatan untuk melakukan penganiayaan karena beban hidup yang dialami orang tua menyebabkan orang tua mudah terpancing emosi yang tinggi terhadap permintaan si anak. Upaya Penanggulangan Kejahatan Penganiayaan Terhadap Anak Melihat kondisi kejahatan penganiayaan terhadap anak di Wilayah Hukum Polres Jayapura Kota berdasarkan data yang dikemukakan diatas maka Polres Jayapura Kota dituntut untuk menyelesaikan ataupun menanggulangi kejahatan penganiayaan terhadap anak tersebut. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh Polres Jayapura Kota dalam menanggulangi kejahatan penganiayaan terhadap anak di Wilayah Hukum Polres Jayapura Kota adalah sebagai berikut : 1. Upaya penal atau Represif Upaya penal atau represif adalah suatu upaya penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang ditempuh setelah terjadinya kejahatan

9 30 penganiayaan terhadap anak tersebut. Penanggulangan dengan upaya represif dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan penganiayaan terhadap anak tersebut sesuai dengan perbuatannya serta memperbaikinya kembali agar mereka sadar bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak akan mengulanginya dan orang lain juga tidak akan melakukannya mengingat sanksi yang akan ditanggungnya sangat berat. 2. Upaya Non Penal atau Prefentif Upaya non penal atau represif adalah upaya penanggulangan kejahatan tanpa menggunakan sarana hukum pidana, melainkan upaya di luar hukum pidana yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kejahatan penganiayaan terhadap anak tersebut. Adapun upaya prefentif yang dilakukan oleh Polres Jayapura Kota dalam menanggulangi kejahatan penganiayaan terhadap anak di Wilayah Hukum Polres Jayapura Kota adalah sebagai berikut : a. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan cara mengurangi pengangguran yang dengan sendirinya akan mengurangi kejahatan. b. Memperbaiki sistem administrasi dan pengawasan untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan. c. Peningkatan penyuluhan hukum untuk memeratakan kesadaran hukum bagi masyarakat. d. Menambah personil kepolisian dan personil penegak hukum lainnya untuk lebih meningkatkan tindakan represif maupun preventif. e. Meningkatan ketangguhan moral serta profesionalisme bagi para pelaksana penegak hukum. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian yang dikemukakan dari awal sampai akhir, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Faktor penyebab terjadinya penganiayaan terhadap anak di Wilayah Hukum Polres Jayapura Kota, yaitu kenakalan anak, hak orang tua, pola pengasuhan, kemerosotan akhlak, rendahnya kesadaran tentang hukum, kemiskinan dan lain-lain. 2. Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh Polres Jayapura Kota dalam menanggulangi kejahatan penganiayaan terhadap anak, yaitu upaya penal atau represif dan upaya non penal atau prefentif. Saran 1. Kepada Polres Jayapura Kota hendaknya meningkatkan kinerja dan lebih berupaya untuk menyelesaikan kasus-kasus mengenai kejahatan penganiayaan terhadap anak tersebut. 2. Kepada masyarakat khususnya orang tua hendaknya menjaga, melindungi dan memelihara serta mendidik anak-anak tersebut.

10 31 DAFTAR PUSTAKA Adami Chazawi, 2001, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Andi Zainal Abidin Farid, 1978, Azas-Azas Hukum Pidana, Alumni Bandung. Bambang Sunggono, April 2011, Metodologi Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, Cetakan ke-12. Basir Rohrohmana, 2008, Kriminologi dan Kejahatan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, Cetakan Pertama. B. Simandjuntak, 1981, Pengantar Kriminologi dan Patalogi Sosial, Tarsito Bandung. Hadi Supeno, 2010, Kriminalisasi Anak, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Cetakan Pertama. M. Marwan Dan Jimmy P, 2009, Kamus Hukum, Penerbit ; Reality Publisher Surabaya, Cetakan Pertama. Mulyana W. Kusumah, 1982, Analisa Kriminologi Tentang Kejahatan Kekerasan, Ghalia Indonesia, Jakarta. Satochid Kartanegara, 1991, Hukum Pidana II Delik-Delik Tertentu, Rineka Cipta, Jakarta. Soenarto Soerodibroto, 1994, KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, Penerbit PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Wirjono Prodjodikoro, 1980, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Penerbit PT Eresco, Jakarta Bandung. Yesmil Anwar, Agustus 2009, Saat Menuai Kejahatan, PT Refika Aditama, Cetakan Pertama. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen I Perubahan Ke-4 Tahun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara berkewajiban untuk menjamin adanya suasana aman dan tertib dalam bermasyarakat. Warga negara yang merasa dirinya tidak aman maka ia berhak meminta perlindungan

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN A. Tindak Pidana Penganiayaan Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara berdasarkan hukum bukan semata-mata kekuasaan penguasa. Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka seluruh warga masyarakatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 372 KUHP tindak pidana penggelapan adalah barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu

I. PENDAHULUAN. berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kejahatan bukanlah hal yang baru, meskipun tempat dan waktunya berlainan tetapi tetap saja modusnya dinilai sama. Semakin lama kejahatan di ibu kota dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang meletakkan hukum sebagai supremasi kekuasaan tertinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep Negara hukum dalam berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum

BAB I PENDAHULUAN. kongkrit. Adanya peradilan tersebut akan terjadi proses-proses hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, peradilan mutlak diperlukan sebab dengan peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis tindak pidana dan modus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang benar-benar menjunjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya pelanggaran lalu lintas merupakan salah satu bentuk problematika yang sering menimbulkan permasalahan di jalan raya. Hal tersebut dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya,

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara hukum yang pada masa sekarang ini sedang melakukan pembangunan disegala aspek tidak terkecuali bidang hukum, maka segala usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk di bahas. Perilaku pelajar yang anarkis

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai macam kaidah atau norma yang pada hakekatnya bertujuan untuk menghasilkan kehidupan bersama yang tertib dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus. Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) RISKA YANTI / D 101 07 622 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Pertimbangan Hakim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak kejahatan yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok tertentu. Ada berbagai faktor penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Segala bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang harus dapat ditegakkan hukumnya. Penghilangan nyawa dengan tujuan kejahatan, baik yang disengaja

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid),

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana ( criminal liability) atau ( straafbaarheid), sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum semata-mata, melainkan juga menyangkut

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI TINDAK PIDANA PERKOSAAN YANG DILAKUKAN OLEH AYAH KANDUNG TERHADAP ANAKNYA (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat guna Memperoleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum yang diterapkan di Indonesia saat ini kurang memperhatikan kepentingan korban yang sangat membutuhkan perlindungan hukum. Bisa dilihat dari banyaknya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan permasalahan serta hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan dalam bab sebelumnya dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasar atas kekuasaan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PENCURIAN Diajukan Oleh : Nama : Yohanes Pandu Asa Nugraha NPM : 8813 Prodi : Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan baik pembangunan ekonomi, politik, maupun pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan baik pembangunan ekonomi, politik, maupun pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara berkembang di dunia telah melakukan pembangunan baik pembangunan ekonomi, politik, maupun pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana dicantumkan pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Demikian pula permasalahan hukum juga akan ikut berkembang seiring dengan perkembangan

Lebih terperinci

KONVENSI KETATANEGARAAN

KONVENSI KETATANEGARAAN KONVENSI KETATANEGARAAN (Makalah ini untuk melengkapi kriteria penilaian mata kuliah Hukum Pidana) NAMA DOSEN : HOLLYONE, S.H. NAMA MAHASISWA : UJANG SETIAWAN NPM : 0941173300014 MATA KULIAH : HUKUM PIDANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat

I. PENDAHULUAN. Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini tindak pidana perkosaan merupakan kejahatan yang cukup mendapat perhatian dikalangan masyarakat. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum berusaha mengatur segala aspek kehidupan manusia dalam segala bentuk, karena hukum berfungsi menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat juga memberi keadilan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut, aturan-aturan tersebut disebut juga normanorma

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut, aturan-aturan tersebut disebut juga normanorma 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia menurut kodratnya adalah merupakan makhluk sosial, yang artinya setiap individu selalu ingin hidup dalam lingkungan masyarakat tertentu. Dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas Hukum, hukum diciptakan untuk mengatur kehidupan manusia agar tercipta suatu kehidupan yang serasi, selaras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bentuk klasik perbuatan pidana pencurian biasanya sering dilakukan pada waktu malam hari dan pelaku dari perbuatan pidana tersebut biasanya dilakukan oleh satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan seseorang yang dianggap belum dewasa dari segi umur. Penentuan seseorang dikatakan sebagai anak tidak memiliki keseragaman. Undang-Undang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering sekali terjadi pelanggaran terhadap norma kesusilaan dan norma hukum. Salah satu dari pelanggaran hukum yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. harus diselesaikan atas hukum yang berlaku. Hukum diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, sehingga segala sesuatu permasalahan yang melanggar kepentingan warga negara indonesia (WNI) harus diselesaikan atas hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat baik masyarakat modren maupun masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat

BAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin tingginya nilai sebuah peradaban dari masa ke masa tentunya mampu memberikan kemajuan bagi kehidupan manusia, namun tidak dapat dilupakan juga bahwa

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat

I.PENDAHULUAN. Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan salah satu masalah kehidupan masyarakat Indonesia.Berkaitan dengan masalah kejahatan, maka kekerasan sering menjadi pelengkap dari bentuk kejahatan itu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penegakan Hukum Penegakan Hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide kepastian hukum, kemanfaatan sosial dan keadilan menjadi kenyataan. Proses perwujudan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN. 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK PELAKU TINDAK PIDANA PENCABULAN A. Pengertian Anak 1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 10 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi. Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai bidang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi selalu mendapat perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lain di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan hidup bangsa dan Negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia di hari mendatang, dan dialah yang ikut berperan menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dewasa ini pemerintah melakukan pembangunan di segala bidang, tidak terkecuali pembangunan dalam bidang hukum sebagai wujud reformasi di bidang hukum itu sendiri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal penerapan hukum sebab kehidupan suatu bangsa dipengaruhi oleh susunan masyarakat dan tingkat perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari 9 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyertaan dalam pasal 55 KUHP di klasifikasikan atas 4 bagian yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan dikatakan terjadi jika dalam suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penggelapan di Indonesia saat ini menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai kehidupan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu masalah yang ada di dalam kehidupan masyarakat, baik dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang berbudaya modern

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP

BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 40 BAB III PENGANIAYAAN YANG BERAKIBAT LUKA BERAT DALAM KUHP 1. Pengertian Penganiayaan yang berakibat luka berat Dalam Undang-Undang tidak memberikan perumusan apa yang dinamakan penganiayaan. Namun menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang tidak dapat terelakkan akibat meningkatnya laju pertumbuhan kendaraan bermotor yang cukup tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat manusia seutuhnya, sebagai generasi muda penerus cita-cita

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D 101 08 100 ABSTRAK Tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal

TINJAUAN PUSTAKA. Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Upaya penanggulangan tindak pidana dikenal dengan istilah kebijakan kriminal yang dalam kepustakaan asing sering dikenal dengan berbagai istilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap

BAB I PENDAHULUAN. suatu perkara disandarkan pada intelektual, moral dan integritas hakim terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aparat penegak hukum yang paling dominan dalam melaksanakan penegakan hukum. Hakimlah yang pada akhirnya menentukan putusan terhadap suatu perkara disandarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung meningkat. Semakin pintarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah salah satu institusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah salah satu institusi pemerintah yang bertugas sebagai ujung tombak penegakan hukum di Indonesia. Tugas yang diemban ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan oleh pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diancam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci