TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN WADUK CIRATA, JAWA BARAT: PENGARUH SUNGAI DAN KERAMBA JARING APUNG (KJA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN WADUK CIRATA, JAWA BARAT: PENGARUH SUNGAI DAN KERAMBA JARING APUNG (KJA)"

Transkripsi

1 TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN WADUK CIRATA, JAWA BARAT: PENGARUH SUNGAI DAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) AANG PERMANA A.P. SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Tingkat Pencemaran Perairan Waduk Cirata, Jawa Barat: Pengaruh Sungai dan Keramba Jaring Apung (KJA) adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2012 Aang Permana AP C

3 RINGKASAN Aang Permana A.P. C Tingkat Pencemaran Perairan Waduk Cirata, Jawa Barat: Pengaruh Sungai dan Keramba Jaring Apung (KJA). Dibimbing oleh Sigid Hariyadi dan Niken T.M. Pratiwi. Waduk Cirata merupakan salah satu dari tiga waduk kaskade di Jawa Barat. Letaknya diantara Waduk Saguling (bagian hulu) dan Waduk Ir.H. Djuanda (bagian hilir). Waduk Cirata di bangun pada tahun 1987 dengan luas ha. Tujuan utama dibangunnya Waduk Cirata adalah untuk keperluan PLTA, namun pemanfaatan terus berkembang meliputi budidaya ikan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA), perikanan tangkap, wisata, dan transportasi. Secara internal, Waduk Cirata mendapatkan beban pencemaran dari aktivitas pemanfaatan sedangkan secara eksternal mendapatkan pencemaran dari sungai. Berdasarkan permasalahan tersebut dilakukan penelitian terhadap tingkat pencemaran di beberapa muara sungai dan zona pemanfaatan Waduk Cirata. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan status mutu air dan tingkat pencemaran perairan Waduk Cirata serta mengidentifikasi sumber pencemaran yang masuk ke Waduk Cirata. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Pengambilan contoh data primer dilakukan pada bulan Februari 2012 dan dianalisis di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Bandung. Data sekunder diperoleh dari hasil pemantauan Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) setiap tiga bulan dari tahun Analisis kualitas fisika, kimia, dan biologi perairan dilakukan terhadap 34 parameter. Analisis data kualitas air menggunakan indeks STORET yang dibandingkan dengan baku mutu air menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 Tahun 2001 untuk krgiatan perikanan dan PLTA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat pencemaran untuk kegiatan perikanan di Muara Sungai Citarum sebesar -36 (cemar berat), Muara Sungai Cisokan sebesar -28 (cemar sedang), tengah Waduk Cirata sebesar -31 (cemar berat), batas zona KJA sebesar -37 (cemar berat), dan dekat outlet Waduk Cirata sebesar -35 (cemar berat). Nilai indeks STORET pada lapisan permukaan lebih baik dari pada lapisan kolom air di kedalaman 5 meter ataupun dekat dasar (p<0,05). Rendahnya nilai indeks STORET disebabkan parameter-parameter kualitas air yang tidak sesuai dengan peruntukannya seperti H 2 S, NH 3 -N, NO 2 -N, Cl bebas, DO, BOD, Cu, Zn, Cd, Pb, dan Hg. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kondisi status mutu air Waduk Cirata secara umum berada pada kisaran tercemar sedang hingga tercemar berat. Pengaruh pencemaran yang berasal dari Sungai Citarum adalah pencemaran logam berat dan parameter lainnya seperti NO 2 -N, Cl bebas, Cu, Zn, Cd, dan Pb. Pengaruh pencemaran yang berasal dari aktivitas KJA adalah pencemaran bahan organik seperti H 2 S, BOD, dan DO. Kata kunci: DAS Citarum, KJA, kualitas air, pencemaran,waduk Cirata

4 TINGKAT PENCEMARAN PERAIRAN WADUK CIRATA, JAWA BARAT: PENGARUH SUNGAI DAN KERAMBA JARING APUNG (KJA) AANG PERMANA A.P. C Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian Nama Mahasiswa NRP Program Studi : Tingkat Pencemaran Perairan Waduk Cirata, Jawa Barat: Pengaruh Sungai dan Keramba Jaring Apung (KJA) : Aang Permana AP : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Pembimbing I, Menyetujui, Pembimbing II, Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc. NIP Dr. Ir. Niken T M Pratiwi, M.Si. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. NIP Tanggal lulus:

6 PRAKATA Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Tingkat Pencemaran Perairan Waduk Cirata, Jawa Barat: Pengaruh Sungai dan Keramba Jaring Apung (KJA). Skripsi ini merupakan hasil penelitian Penulis yang dilaksanakan pada bulan Januari 2012 sampai dengan bulan Maret Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam memberikan bimbingan, motivasi, masukan, maupun arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan dan pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, September 2012 Penulis

7 . UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ungkapan terima kasih yang mendalam kepada: 1. Ibunda Yeti Nurhayati, ayahanda Ade Carkendi, Adi Julian AP, dan segenap keluarga yang senantiasa memberikan senyuman, cinta, kasih sayang, doa, semangat, perhatian, dukungan, serta kepercayaan penuh sehingga menjadi kunci kesuksesan Penulis. 2. Dr. Ir. Sigid hariyadi, M.Sc. dan Dr. Ir. Niken TM Pratiwi, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 3. Ali Mashar, S.Pi, M.Si. dan Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan banyak masukan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini. 4. Ir. I.N.N. Suryadiputra dan Taryono Kodiran, S.Pi, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, motivasi, dan kepercayaan yang sangat berarti untuk kesuksesan Penulis. 5. Yaya Hudaya, ST. dan seluruh staf BPWC yang telah banyak membantu Penulis dalam melaksanakan penelitian selama di lapangan. 6. Segenap dermawan yang telah memberikan beasiswa sehingga Penulis dapat terus belajar hingga lulus. 7. Dr. Yonvitner, Uda Nandi, dan Gentha yang telah banyak memberikan masukan dan motivasi yang sangat berarti bagi kesuksesan Penulis. 8. Bu Sulis, Mbak Widar, Mbak Yani, Mang Unus, dan Seluruh staff Tat Usaha dan Civitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan IPB. 9. Rekan-rekan MSP 45, MSP 46, MSP 47: Hendri, Ibad, Pardi, Tefi, Bagas, Jiwen, Eka, Dea, Dila, Viska, dan teman-teman lainnya yang telah menjalani kebersamaan selama Penulis menuntut ilmu di IPB baik suka maupun duka.

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Subang, Jawa Barat pada tanggal 15 Juni 1990 sebagai putra pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ade Carkendi dan Yeti Nurhayati. Pendidikan formal pernah dijalani Penulis berawal dari SDN 1 Wates ( ), SMPN 1 Binong ( ), SMA Plus Provinsi Jawa Barat Yayasan Darmaloka ( ) dan pada waktu yang sama Penulis juga sekolah di SMAN 1 Cisarua, Bandung ( ). Pada tahun 2008 Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Imu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa di IPB Penulis aktif dalam berbagai kegiatan. Dalam bidang organisasi penulis menjadi anggota LDK Al-Hurriyyah ( ), Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Mahasiswa FPIK ( ), Anggota Majelis Permusyawaratan Mahasiswa MPM-KM IPB ( ), Ketua Himpunan Profesi Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan ( ), serta aktif dalam berbagai kepanitian di lingkungan kampus IPB. Dalam bidang akademik penulis menjadi Asisten M.K. Pengantar Komputer (2009/2010), Asisten M.K. Limnologi (2010/2011 dan 2011/2012), Asisten M.K. Pencemaran Perairan dan Pengolahan Air Limbah (2010/2011). Dalam bidang ekstrakulikuler penulis menjadi Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa se- Jawa Barat dan DKI (2011), Mahasiswa Berprestasi ke-1 Departemen MSP (2011), The Top 10 th Student of Limnology dalam acara The 3 rd World lake Student Meeting, di Nevada-USA (2011), Delegasi Indonesia dalam acara The 14 th World Lake Conference, di Texas-USA (2011). Selama kuliah penulis mendapatkan beasiswa dari Pemda Prop. Jawa Barat ( ), LAZ Al-Hurriyyah (2009), Ummah Charity Fund (2010), Djarum Beasiswa Plus ( ), BPWC PT. Pembagkitan Jawa-Bali (2011), dan Karya Salemba Empat (2012).

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viiix DAFTAR LAMPIRAN... ix 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA Waduk Kualitas Air Kriteria dan Baku Mutu Air Pencemaran Air Upaya pengendalian pencemaran METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Perolehan Data Data primer Data Sekunder Penentuan Stasiun Pengukuran kualitas air Analisis Data Analisis deskriptif kualitas air Indeks STORET HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Waduk Cirata Nilai indeks STORET tiap stasiun a. Stasiun 1A (Muara Sungai Citarum) b. Stasiun 1B (Muara Sungai Cisokan) c. Stasiun 1C (Muara Sungai Cibalagung) d. Stasiun 1D (Muara Sungai Cikundul) e. Stasiun 2 (Tengah Waduk Cirata) f. Stasiun 3 (Batas zona KJA)... 31

10 g. Stasiun 4 (Outlet) Parameter kualitas air yang melebihi baku mutu a. Sulfida (H 2 S) b. Amonia (NH 3 -N) c. Nitrit (NO 2 -N) d. Klorin Bebas (Cl 2 ) e. Oksigen terlarut/dissolved Oxygen (DO) g. Biological Oxygen Demand (BOD) h. Tembaga (Cu) i. Seng (Zn) j. Timbal (Pb) Indeks STORET dengan dan tanpa parameter mikrobiologi Pembahasan KESIMPULAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 56

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Nama dan koordinat stasiun pengamatan Tabel 2. Parameter dan metode analisis kualitas air (APHA 1989) Tabel 3. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air berdasarkan metode STORET Tabel 4. Data morfometri Waduk Cirata Tabel 5. Jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) tahun Tabel 6. Nilai indeks STORET Stasiun 1A secara temporal Tabel 7. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di Stasiun 1A Tabel 8. Nilai indeks STORET Stasiun 1B secara temporal Tabel 9. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di stasiun 1B Tabel 10. Nilai indeks STORET Stasiun 2 secara temporal Tabel 11. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di Stasiun Tabel 12. Nilai indeks STORET Stasiun 3 secara temporal Tabel 13. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di stasiun Tabel 14. Nilai indeks STORET Stasiun 4 secara temporal Tabel 15. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di Stasiun Tabel 16. Nilai indeks STORET dengan dan tanpa parameter mikrobiologi 44 vii

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Diagram alir perumusan masalah... 3 Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)... 4 Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata Gambar 4. Grafik perkembangan jumlah KJA tahun Gambar 5. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 1A secara temporal Gambar 6. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 1B secara temporal Gambar 7. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 2 secara temporal Gambar 8. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 3 secara temporal Gambar 9. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 4 secara temporal Gambar 10. Grafik sulfida rata-rata secara spasial Gambar 11. Grafik amonia rata-rata secara spasial Gambar 12. Grafik nitrit rata-rata secara spasial Gambar 13. Grafik klorin bebas rata-rata secara spasial Gambar 14. Grafik DO rata-rata secara spasial Gambar 15. Grafik DO rata-rata secara temporal Gambar 16. Grafik BOD rata-rata secara spasial Gambar 17. Grafik tembaga rata-rata secara spasial Gambar 18. Grafik seng rata-rata secara spasial Gambar 19. Grafik timbal rata-rata secara spasial Gambar 20. Nilai indeks STORET tahun Gambar 21. Nilai indeks STORET tahun (Sumber: Feriningtyas 2005) Gambar 22. Nilai indeks STORET secara spasial di Waduk Cirata Halaman viii

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lokasi pengambilan contoh Lampiran 2. Contoh perhitungan indeks STORET Lampiran 3. Nilai rata-rata konsentrasi (mg/l) parameter kualitas air Lampiran 4. Jenis dan jumlah industri yang beroperasi di sepanjang DAS Citarum Lampiran 5. Jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) tahun Lampiran 6. Tataguna Lahan (%) DAS Citarum Tahun ix

14 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk Cirata merupakan salah satu dari tiga waduk kaskade yang ada di Provinsi Jawa Barat. Letaknya diantara Waduk Saguling (bagian hulu) dan Waduk Ir.H. Djuanda (bagian hilir). Waduk Cirata dibangun di Daerah Aliran Sungai Citarum (DAS) dengan luas 6200 ha, kedalaman maksimum 106 m, dan terletak pada ketinggian 223 m di atas permukaan laut. Area genangan meliputi tiga kabupaten yaitu Kabupaten Cianjur, Bandung Barat, dan Purwakarta. Waduk Cirata dibangun pada tahun 1987 yang diawali dengan proses penggenangan selama satu tahun. Pembangunan Waduk Cirata bertujuan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) untuk memenuhi kebutuhan listrik Jawa-Bali. Pemanfaatan Waduk Cirata semakin berkembang meliputi usaha budidaya ikan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA), perikanan tangkap, wisata, dan transportasi. Pemanfaatan tersebut memberikan pengaruh pencemaran dan menurunnya kualitas air Waduk Cirata. Buruknya kualitas air dapat memberikan dampak negatif terhadap aktivitas yang ada di dalam waduk seperti kematian masal ikan budidaya KJA dan korosivitas pada peralatan turbin PLTA. Isu yang berkembang saat ini mengenai sumber pencemaran Waduk Cirata adalah dari limbah pakan KJA yang jumlahnya telah melebihi daya dukung yang telah ditetapkan, namun Waduk Cirata juga menerima masukan dari berbagai sungai. Terdapat sekitar 15 sungai yang bermuara di Waduk Cirata. Sungai tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap kondisi kualitas air dan pencemaran di Waduk Cirata. Kondisi ini diperparah dengan tercemarnya DAS Citarum yang memungkinkan untuk memberikan pengaruh terhadap kondisi kualitas air di Waduk Cirata. Menurut Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC 2011), Waduk Cirata telah mengalami kerusakan yang cukup parah karena secara tidak langsung menerima masukan berbagai macam limbah sepanjang DAS Citarum. Sumber pencemaran sepanjang DAS Citarum berasal dari buangan limbah domestik, kegiatan industri, dan limpasan (run off) dari lahan pertanian. Air limbah yang dihasilkan dari kegiatan tersebut dapat menimbulkan pencemaran seperti meningkatnya

15 2 kandungan unsur hara, bahan organik, dan logam berat di perairan. Berdasarkan permasalahan tersebut maka dilakukan penelitian terhadap tingkat pencemaran perairan pada beberapa muara sungai serta zona pemanfaatan di Waduk Cirata, sehingga dapat diidentifikasi sumber pencemaran yang menyebabkan kondisi perairan Waduk Cirata semakin memburuk Perumusan Masalah Saat ini Waduk Cirata telah mengalami degradasi yang sangat serius, diindikasikan oleh menurunnya kualitas dan kuantitas air disertai dengan meningkatnya pencemaran. Sumber pencemaran dari kegiatan dalam dan luar waduk dapat meningkatkan beban masukan bahan organik, unsur hara, mineral, padatan, serta logam berat sehingga menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air Waduk Cirata. Secara internal, Waduk Cirata dipengaruhi oleh kegiatankegiatan yang ada di dalam waduk seperti aktivitas KJA, wisata perahu, restoran apung, dan transportasi. Secara eksternal, Waduk Cirata mendapatkan pengaruh yang berasal dari sungai serta tataguna lahan di bagian hulu. Penurunan kualitas air serta meningkatnya pencemaran memiliki dampak negatif terhadap fungsi dan pemanfaatan waduk. Semakin menurunnya kualitas air, perlu dilakukan kajian tingkat pencemaran dari muara sungai hingga outlet Waduk Cirata untuk mengetahui sumber pencemaran yang paling berpengaruh terhadap penurunan kualitas air. Parameter pencemaran yang diamati meliputi parameter fisika, kima, dan biologi perairan. Stasiun pengamatan yang diamati adalah Muara Citarum, Cisokan, Cikundul, Cibalagung, bagian tengah waduk, batas zona KJA, dan outlet Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan status mutu air dan tingkat pencemaran perairan di Waduk Cirata serta mengidentifikasi sumber-sumber pencemaran yang masuk ke perairan Waduk Cirata.

16 3 Sumber pencemaran dari dalam Waduk Cirata : Aktivitas KJA Restoran apung Wisata perahu Transportasi Sumber pemcemaran dari luar Waduk Cirata : Daerah Aliran Sungai Tata guna lahan Kualitas air Waduk Cirata Parameter kunci pencemaran Tingkat Pencemaran Perairan Waduk Cirata Gambar 1. Diagram alir perumusan masalah 1.4. Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sumber pencemaran yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam menentukan kebijakan pengelolaan perairan Waduk Cirata.

17 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat tiga bagian dalam suatu badan waduk yaitu riverin, transisi, dan lakustrin. Zona riverin dicirikan oleh aliran yang lebih deras dan residence time yang lebih pendek. Zona transisi dicirikan dengan berkurangnya kecepatan aliran dan meningkatnya residence time. Zona lakustrin berada paling dekat dengan dam dan biasanya memiliki residence time yang lebih panjang. Setiap zona memiliki karakteristik dan proses fisika, kimia, maupun biologi yang berbeda (Wetzel 2001). Waduk merupakan wadah penampungan air yang menerima berbagai masukan nutrisi, padatan, dan bahan kimia toksik yang akhirnya mengendap di dasar. Penampungan bahan-bahan tersebut berlangsung bertahun-tahun, sehingga menyebabkan proses pendangkalan (Darmono 2001). Waduk yang merupakan bendungan dari sungai menjadi perangkap sedimen yang besar dari seluruh masukan sungai (Cole 1988). Perairan waduk biasanya memiliki stratifikasi akibat perbedaan intensitas cahaya dan perbedaan suhu pada kolom air. Menurut keberadaan cahayanya zonasi perairan tergenang dibagi menjadi tiga yaitu zonasi litoral, limnetik, dan profundal (Goldman dan Horne 1983 ). Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

18 5 Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Waduk atau embung adalah salah satu sumber air yang menunjang kehidupan dan kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Air waduk digunakan untuk berbagai keperluan seperti sumber baku air minum, irigasi, pembangkit listrik, dan perikanan. Pembangunan waduk besar di Indonesia sampai tahun 1995 lebih kurang terdapat 100 waduk yang sebagian besar berlokasi di Pulau Jawa, salah satu di antaranya adalah Waduk Cirata (Puslitbang SDA 2004). Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari tiga waduk kaskade Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Waduk Cirata memiliki luas area sebesar Ha dengan luas genangan Ha dan daya tampung sebesar juta m 3 (UP Cirata 2008). Waduk Cirata terletak diantara dua waduk lainnya, yaitu Waduk Saguling di bagian hulu dan Waduk Ir.H. Djuanda di bagian hilir. Secara geografis, Waduk Cirata terletak pada koordinat 107 o o LS dan 06 o o BT. Secara administratif, Waduk Cirata meliputi tiga kabupaten di wilayah Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bandung Barat, Purwakarta, dan Cianjur. Sumber masukan air berasal dari Sungai Citarum atau outlet Waduk Saguling dan 14 sungai lainnya seperti Cisokan, Cibalagung, Cikundul, Gado Bangkong, Cilagkap, Cicendo, Cilandak, Cibakom, Cinangsi, Cimareuwah, Cimeta, Cihujang, Cihea, dan Cibodas (BPCW 2011). Waduk Cirata dibangun pada tahun 1987 yang diawali dengan proses penggenangan selama satu tahun. Pembangunan Waduk Cirata bertujuan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) untuk memenuhi kebutuhan listrik Jawa- Bali. Namun saat ini pemanfaatan waduk terus berkembang mulai dari kegiatan perikanan budidaya, perikanan tangkap, restoran apung, dan pariwisata. Perkembangan perikanan budidaya dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata mengalami peningkatan jumlah setiap tahunnya. Pada sensus tahun 2011 yang dilakukan BPWC, jumlah KJA adalah petak, padahal batas maksimal yang diperbolehkan yakni hanya sebanyak petak sesuai SK Gub. Jawa Barat No. 41 Tahun 2002 (BPWC 2011).

19 Kualitas Air Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 Tahun 1990 menyatakan bahwa kualitas air adalah sifat dan kandungan makhluk hidup, zat, energi, atau komponen lain di dalam air. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu fisika (suhu, kekeruhan, padatan, dan sebagainya), parameter kimia (ph, DO, BOD, kadar logam, dan sebagainya), parameter biologi (keberadaan plankton, bakteri dan sebagainya). Air merupakan sumberdaya alam yang diperlukan untuk menunjang kehidupan. Oleh karena itu, sumberdaya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh semua mahkluk hidup (Effendi 2003). Salah satu sumberdaya air yang perlu di perhatikan kelestariannya adalah Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS Citarum terletak di Jawa Barat melintasi 10 kabupaten/kota dengan panjang sungai sekitar 350 km yang mengalir dari Gunung Wayang dan bermuara di pantai utara Jawa. Sungai Citarum berperan penting bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat Jawa Barat dan DKI Jakarta untuk sumber baku air minum, irigasi pertanian, perikanan, dan PLTA (Bappenas 2010). Saat ini DAS Citarum telah mengalami degradasi yang sangat serius, menurunnya kualitas dan kuantitas air disertai dengan meningkatnya pencemaran. Pencemaran berasal dari industri, pemukiman, pertanian dan peternakan. Selain pencemaran dari luar, Sungai Citarum juga mendapatkan limbah organik yang berasal dari aktivitas KJA dari waduk Saguling, Cirata, dan Djuanda (Garno 2001). Pasokan air Waduk Cirata sebagian besar diperoleh dari DAS Citarum yang juga dimanfaatkan sebagai sumber pembuangan limbah dari berbagai kegiatan pertanian, industri, dan pemukiman (BPWC 2011). Hasil evaluasi kondisi kualitas air Waduk Cirata selama periode menggunakan indeks STORET, status mutu air berada pada kisaran status tercemar sedang sampai tercemar buruk. Penelitian tersebut menggunakan 17 parameter kualitas air fisika dan kimia. Nilai indeks STORET menurut baku mutu Peraturan Daerah Jawa Barat No.39 Tahun 2000 Golongan C (peruntukan perikanan) berada pada kisaran tercemar sedang hingga tercemar berat. Nilai tertinggi sebesar -28 (status tercemar sedang) pada tahun 2001 dan skor terendah sebesar -52 (status tercemar buruk) pada tahun Parameter-parameter

20 7 kualitas air yang melampaui baku mutu secara umum adalah BOD, COD, TSS, sulfida, amonia, merkuri, kadmium, tembaga, dan timbal (Feriningtyas 2005). Penelitian kualitas air lain yang dilakukan di Waduk Cirata terhadap jumlah KJA yang telah melebihi daya dukung, menyimpukan adanya pencemaran bahan organik yang disebabkan oleh aktivitas KJA (Oktaviana 2007). Waduk Cirata telah mengalami eutrofikasi karena tercemar oleh nutrien dari berbagai sumber seperti pemukiman, industri, pertanian, dan perikanan. Komunitas plankton perairan Waduk Cirata didominasi oleh Cyanophyceae terutama Mycrocytstis sp. dan Oscillatoria sp., yakni jenis fitoplankton yang selalu mendominasi perairan yang tercemar nutrien (Garno 2002). Tingkat kesuburan perairan berdasarkan konsentrasi fosfat, perairan Waduk Cirata telah mencapai tingkat kesuburan eutrofik hingga hipereutrofik, hal ini disebabkan oleh tingginya pencemaran organik dari KJA (Purnamaningtyas dan Tjahjo 2008). Tingginya nilai konsentrasi klorofil-a dan total N di perairan Waduk Cirata menyebabkan terganggunya pertumbuhan ikan (Komarawidjaya et al. 2005). Analisis kualitas air di Waduk Ir.H. Djuanda pada tahun 2007 menunjukkan adanya pencemaran karena beberapa parameter kualitas air sudah tidak memenuhi baku mutu untuk air golongan B (bahan baku air minum) dan C (perikanan). Rendahnya kualitas air di Waduk Ir.H. Djuanda diduga berasal dari tercemarnya perairan Waduk Cirata yang menjadi sumber masukan air untuk Waduk Ir.H. Djuanda (Rikardi 2008) Kriteria dan Baku Mutu Air Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, pasal 1 butir 9 menyebutkan bahwa baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaaanya di dalam air. Selanjutnya pasal 8 dari peraturan tersebut menetapkan klasifikasi mutu air menjadi empat kelas, yaitu sebagai berikut.

21 8 a) Kelas I, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. b) Kelas II, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. c) Kelas III, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. d) Kelas IV, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mensyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Berdasarkan Peraturan Daerah Jawa Barat No.39 Tahun 2000 tentang peruntukan air dan baku mutu air pada Sungai Citarum dan anak-anak sungainya di Jawa Barat, terdapat penggolongan mutu air sebagai berikut. a) Golongan A, air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu. b) Golongan B, air yang dapat digunakan sebagai baku air minum. c) Golongan C, air yang dapat digunakan untuk perikanan dan peternakan. d) Golongan D, air yang digunakan untuk pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri, dan PLTA Pencemaran Air Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001, pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya mahkluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air menurun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut,

22 9 dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri, dan lain-lain (Wardhana 2004). Sumber-sumber pencemaran secara umum dapat dikategorikan menjadi point dan non-point source. Sumber pencemaran yang termasuk kategori point source terpenting berasal dari kegiatan industri, namun jenis dan jumlah bahan pencemar yang dibuang ditentukan oleh jenis kegiatannya. Point source relatif lebih mudah dikendalikan karena limbah yang dihasilkan dapat ditampung terlebih dahulu, dilakukan pengolahan kemudian di buang. Sumber pencemaran non-point source tidak mudah diidentifikasi karena berasal dari bebagai sumber aliran kecil, sehingga limbah yang mengalir dari permukaan perkotaan maupun pedesaan seperti kegiatan pertanian dalam praktiknya lebih sulit untuk ditampung dan diolah terlebih dahulu (Effendi 2003). Secara garis besar terdapat dua cara masuknya pencemaran kedalam perairan yaitu secara alami dan melalui kegiatan manusia. Sebagian besar pencemaran yang disebabkan oleh kegiatan manusia terjadi di dalam atau dekat daerah pemukiman atau area industri (Mukhtasor 2007). Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke badan air akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik, kegiatan urban, maupun kegiatan industri (Effendi 2003). Industri tekstil menghasilkan limbah cair berwarna yang dapat menyebabkan pencemaran dan bersifat racun bagi biota perairan. Selain itu limbah tekstil juga menyebabkan meningkatnya konsentrasi COD dan amonia bebas (Pratiwi 2010). Secara spesifik terdapat lima jenis bahan yang berpotensial sebagai bahan pencemar bagi perairan, yaitu bahan organik, bahan anorganik, mikroorganisme patogen, substansi radio aktif, dan limbah panas (Mukhtasor 2007). Jenis pencemaran air yang paling banyak ditemukan biasanya pencemaran mikroorganisme, bahan anorganik dari nutrisi tanaman, limbah organik, bahan pencemar kimia anorganik, bahan pencemar kimia organik, sedimen dan bahan tersuspensi, serta substansi radio aktif (Darmono 2001).

23 Upaya pengendalian pencemaran Berdasarkan UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, upaya konservasi sumber daya air khususnya terkait dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang juga dimuat dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, bahwa upaya pengendalian pencemaran air adalah mengendalikan kualitas air masukan ke badan air penampung yang dalam hal ini adalah sungai, danau, dan waduk serta air tanah. Prinsip dasar pengendalian pencemaran air adalah melakukan reduksi kadar atau beban pencemaran sampai dengan tingkat baku mutu limbah cair (effluent standard) yang ditetapkan, atau diversifikasi kegiatan dengan menggunakan peralatan yang menghasilkan limbah cair sedikit, ataupun menggunakan sistem industri bersih, mengurangi perluasan atau peningkatan sistem produksi industri, serta revitalisasi infrastruktur pengendalian pencemaran air yang telah ada..

24 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Waduk Cirata, Jawa Barat pada koordinat 107 o o LS dan 06 o o BT. Lokasi pengambilan sampel disajikan pada Gambar 3. Pengambilan sampel air dilaksanakan pada 14 Februari 2012 dan analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Universitas Padjajaran, Bandung. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata 3.2. Pengumpulan Data Penelitian ini merupakan bagian dari kegiatan monitoring kualitas air Waduk Cirata yang dilakukan oleh BPWC tahun Monitoring dilakukan setiap tiga bulan. Pada penelitian ini ditambahkan dua stasiun pengamatan baru yaitu Muara Sungai Cibalagung dan Cikundul.

25 Data primer Data primer didapat dengan menggunakan metode survei lapangan dan pengambilan contoh. Pengambilan contoh dilakukan bersama tim dari BPWC sebanyak 7 stasiun pengamatan. Data yang diambil meliputi parameter fisika, kimia, dan biologi air. Beberapa parameter kualitas fisika dan kimia diukur secara langsung (in situ) dan parameter yang lain dianalisis di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Universitas Padjajaran, Bandung Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari pengumpulan data parameter kualitas air fisika, kimia, dan biologi Waduk Cirata selama lima tahun terakhir mulai tahun 2007 periode 1 sampai tahun 2011 periode 4. Data tersebut merupakan hasil pemantauan yang dilakukan oleh Badan Pengelola Waduk Cirata (BPWC) setiap tiga bulan. Pemantauan kualitas air dilakukan empat kali dalam setahun. Periode pertama mewakili bulan Januari-Februari, periode kedua mewakili bulan April- Mei, periode ketiga mewakili bulan Juli-Agustus, dan periode keempat mewakili pada akhir tahun yaitu bulan Oktober-November Penentuan Stasiun Penentuan stasiun secara horizontal sebanyak tujuh titik pengamatan dengan tiga kedalaman di perairan waduk. Distribusi horizontal diamati pada inlet (muara sungai), tengah waduk (zona pemanfaatan KJA), dan outlet waduk (sebelum turbin PLTA). Penentuan posisi dari lokasi pengambilan contoh dilakukan dengan GPS (Global Positioning System) Receiver Garmin Vista C. Koordinat pengambilan contoh dapat dilihat pada Tabel 1. Pengamatan secara vertikal dilakukan pada tiga kedalaman, yaitu permukaan, kedalaman 5 meter, dan kedalaman dekat dasar. Hal ini dilakukan agar contoh dapat mewakili berbagai lapisan pada setiap kedalaman. Lapisan permukaan menggambarkan kondisi kualitas air pada lapisan eufotik atau lapisan yang masih mendapatkan banyak cahaya matahari. Secara fungsional, lapisan permukaan dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas seperti KJA, wisata, dan

26 13 transportasi. Lapisan kedalaman 5 meter menggambarkan kondisi kualitas air pada lapisan batas kedalaman jaring KJA. Lapisan kedalaman dekat dasar diambil 2-3 meter di atas dasar menggambarkan kondisi kualitas air pada lapisan yang sudah tidak lagi mendapatkan cahaya. Tabel 1. Nama dan koordinat stasiun pengamatan Stasiun Nama lokasi Lintang Selatan Bujur Timur Kedalaman 1A Muara Citarum 107 o 17 46,5 06 o 47 13,7 30 m 1B Muara Cisokan 107 o 16 61,7 06 o 46 01,6 22 m 1C Muara Cibalagung 107 o 15 33,4 06 o 44 42,6 10 m 1D Muara Cikundul 107 o 14 73,7 06 o 44 23,2 3 m 2 Tengah Waduk Cirata 107 o 16 61,7 06 o 43 70,2 60 m 3 Batas zona Pemanfaatan 107 o 19 70,7 06 o 42 40,4 70 m 4 Outlet Waduk Cirata 107 o 20 72,7 06 o 41 50,1 65 m 3.4. Pengukuran kualitas air Pengukuran parameter kualitas air fisika, kimia, dan biologi dilakukan secara in situ (langsung di lapangan) dan ex situ (di laboratorium). Parameterparameter yang diukur secara in situ adalah DO, ph, CO 2, TDS, DHL, dan suhu. Alat yang digunakan di lapangan terdiri atas Van Dorn water sampler, thermometer, Secchi disc, conductivity meter, ph meter, botol Winkler, dan alat titrasi, sedangkan parameter yang lainnya diukur di laboratorium. Contoh air yang digunakan untuk pengukuran ex situ sebelumnya dilakukan penangan. Alat dan instrumen yang digunakan di laboratorium antara lain alat gelas, turbidimeter, BOD inkubator, single beam spectrophotometer, dan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) Model Simadzu AA Pengukuran parameter kualitas air fisika, kimia, dan biologi mengikuti standar pengukuran kualitas air Standar Method For Examination Water and Wastewater (APHA 1989) dan SNI tahun 1990 pada Tabel Analisis Data Analisis data kualitas air Waduk Cirata dilakukan dua pendekatan yaitu analisis kualitas air berdasarkan perbandingan dengan baku mutu air secara deskriptif dan analisis menggunakan metode STORET (Canter 1997 dalam PPRI 2001). Berikut adalah parameter-parameter kualitas yang yang dianalisis berserta metode analisisnya.

27 14 Tabel 2. Parameter dan metode analisis kualitas air (APHA 1989) No Parameter Satuan Metoda Analisis Alat Keterangan FISIKA 1 Temperatur 0 C Pemuaian Termometer Primer 2 Total Disolve Solid mg/l Gravimetrik Timbangan Primer (TDS) analitik 3 Residu mg/l Gravimetrik Timbangan Sekunder Tersuspensi (TSS analitik 4 Kedalaman M Visual Tali ukur Primer 5 Kekeruhan NTU Refraksi cahaya Turbiditimeter Sekunder 6 Transparansi Cm Visual Secchi disk Primer 7 DHL mmhos/cm Potensiometrik Primer KIMIA 8 BOD mg/l Inkubasi Botol gelap Primer 9 COD mg/l Reflux kalium Peralatan gelas Primer dikromat 10 ph - Elektroda ph Meter Primer 11 DO mg/l Modifikasi Winkler DO meter Primer 12 Posfat (PO 4 ) mg/l Colorimetrik Spektrofotometer Primer SNI M Amonia (NH 3 -N) mg/l Nessler Spektrofotometer Primer 14 Nitrat (NO 3 ) mg/l Bruncine Spektrofotometer Primer 15 Nitrit (NO 2 ) mg/l Sulfanilamide Spektrofotometer Primer 16 Natrium (Na) mg/l Serapan atom AAS Sekunder 17 Kesadahan mg/l Kompleksometrik Peralatan gelas Sekunder EDTA 18 CO 2 Bebas mg/l Tritasi asam basa Peralatan gelas Primer 19 Sulfida (H 2 S) mg/l Iodometri Peralatan gelas Primer 20 Cl Bebas mg/l Titrimetrik Peralatan gelas Sekunder 21 Arsen (As) mg/l serapan atom AAS Sekunder 22 Besi (Fe) mg/l serapan atom AAS Primer 23 Selenium (Se) mg/l serapan atom AAS Sekunder 24 Kadmium (Cd) mg/l serapan atom AAS Primer 25 Krom (VI) mg/l serapan atom AAS Sekunder 26 Tembaga (Cu) mg/l serapan atom AAS Primer 27 Timbal (Pb) ppb serapan atom AAS Primer 28 Nikel (Ni) mg/l serapan atom AAS Sekunder 39 Merkuri (Hg) mg/l serapan atom AAS Sekunder 30 Minyak dan Lemak mg/l Gravimetrik Timbangan analitik Sekunder SNI M Seng (Zn) mg/l serapan atom AAS Primer 32 Mangan (Mn) mg/l serapan atom AAS Sekunder BIOLOGI 33 Fecal Coliform Jum/100 ml MPN Peralatan gelas Sekunder 34 Total Coliform Jum/100 ml MPN Peralatan gelas Sekunder

28 Analisis deskriptif kualitas air Pendekatan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pencemaran Waduk Cirata dengan membandingkan nilai konsentrasi hasil pengamatan dengan baku mutu air menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000 Golongan C (untuk keperluan perikanan) dan Golongan D (untuk keperluan PLTA) dan baku mutu air menurut Peraturan Pemerintah RI No.82 Tahun 2001 Kelas III (untuk keperluan perikanan) dan Kelas IV (untuk keperluan PLTA). Adapun tahapan analisis data sebagai berikut. a) Menghitung niai maksimum, minimum, dan rata-rata dari masing-masing parameter pada setiap stasiun dan setiap tahun pengamatan selama periode tahun ditambah dengan hasil pengamatan langsung pada bulan Februari b) Menyajikan data dalam bentuk grafik yang berhubungan antara periode pada tahun pengamatan atau stasiun lokasi pengamatan dengan nilai pencemaran, dibandingkan terhadap baku mutu air menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000 Golongan C dan Golongan D dan baku mutu air menurut Peraturan Pemerintah RI No.82 Tahun 2001 Kelas III dan Kelas IV Indeks STORET Indeks STORET merupakan salah satu metode untuk menentukan status mutu air. Indeks STORET dihitung dengan mengikutsertakan data analisis semua parameter kualitas air yang diperoleh dan dibandingkan dengan baku mutu air menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000 Golongan C (untuk keperluan perikanan) dan Golongan D (untuk keperluan PLTA) dan baku mutu air menurut Peraturan Pemerintah RI No.82 Tahun 2001 Kelas III (untuk keperluan perikanan) dan Kelas IV (untuk keperluan PLTA). Perhitungan indeks STORET dilakukan untuk mengetahui kualitas perairan setiap titik lokasi pengamatan sehingga akan didapatkan gambaran yang lebih komprehensif mengenai kualitas perairan tersebut. Penilaian indeks ini terdiri dari tiga kategori paramater kualitas air yang nantinya dijumlahkan, yaitu parameter kualitas air fisika, kimia, dan biologi. Penilaian setiap parameter dibedakan berdasarkan jumlah sampel, yaitu sampel di bawah, sama dengan, atau di atas 10 kali pengambilan. Setiap parameter yang

29 16 diukur dirata-ratakan dan didapatkan juga angka maksimum dan minimumnya. Ketiga nilai tersebut kemudian dibandingkan nilai baku mutu untuk kemudian diberi skor. Menurut Kepmen LH No.115 Tahun 2003 langkah-langkah perhitungan indeks STORET adalah sebagai berikut: 1. Sajikan tabel analisis kualitas air yang memuat semua nilai-nilai hasil pengukuran parameter fisika, kimia, dan biologi perairan. Kemudian cantumkan nilai minimum, maksimum, dan rata-rata dari hasil pengukuran masing-masing parameter pada tabel tersebut. 2. Pada tabel yang sama, dicantumkan pula nilai baku mutu untuk masingmasing parameter sesuai peruntukannya. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. 3. Bandingkan nilai minimum, maksimum, dan rata-rata hasil pengukuran dari masing-masing parameter terhadap nilai baku mutu yang telah ditetapkan. 4. Berikan skor terhadap masing-masing parameter di atas dengan ketentuan sebagai berikut: a. Skor nol (0), jika nilai-nilai parameter hasil pengukuran telah memenuhi atau berada di bawah ( ) nilai baku mutu yang telah ditetapkan. b. Skor (-1 s/d -9), jika nilai (minimal, maksimal, atau rata-rata parameter) hasil pengukuran telah melewati ( ) nilai baku mutu yang telah ditetapkan dan jumlah contoh air yang dianalisis kurang dari (<) 10. c. Skor (-2 s/d -18), jika nilai (minimal, maksimal, atau rata-rata r) hasil pengukuran telah melewati ( ) nilai baku mutu yang telah ditetapkan dan jumlah contoh air yang dianalisis lebih sama dengan dari ( ) 10. Tabel 3. Penentuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air berdasarkan metode STORET Jumlah contoh Air < Nilai Parameter Kelompok Parameter Fisika Kimia Biologi Maksimum Minimum Rata-rata Maksimum Minimum Rata-rata Sumber : Canter 1977 dalam Kepmen LH No.115 Tahun 2003

30 17 5. Setelah masing-masing parameter memiliki nilai skor, lalu menjumlahkan nilai-nilai dari seluruh parameter (fisika, kimia, dan biologi) dan membandingkan jumlah tersebut terhadap klasifikasi mutu air berdasarkan US-EPA sebagai berikut: a. total skor = 0 (kualitas air tergolong sangat baik) b. total skor -1 s/d -10 (kualitas air tergolong baik) c. total skor -11 s/d -21 (kualitas air tergolong sedang) d. total skor -31 (kualitas air tergolong buruk) Nilai indeks STORET yang mendekati nol menggambarkan semakin baik kualitas air yang diamati. Perincian sistem pemberian nilai bagi setiap nilai minimum, maksimum, dan rata-rata masing-masing parameter fisika, kimia, dan biologi bedasarkan jumlah contoh yang digunakan ditampilkan dalam Tabel 4. Indeks STORET memiliki kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan indeks kualitas air lainnya. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.115 Tahun 2003, kelebihan indeks STORET adalah dapat menggabungkan banyak data parameter kualitas air sehingga gambaran mengenai kualitas air akan lebih komprehensif dan tidak terpaku pada parameter-parameter tertentu. Kekurangan yang dimiliki adalah tidak adanya jumlah parameter tetap yang harus digunakan. Semakin banyak parameter kualitas air yang digunakan dalam perhitungan indeks STORET, maka akan semakin tepat gambaran kualitas air yang didapat. Contoh perhitungan indeks STORET dapat dilihat pada Lampiran 2.

31 18 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Kondisi Umum Waduk Cirata Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari kaskade tiga waduk Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Waduk Cirata terletak diantara dua waduk lainnya, yaitu Waduk Saguling di bagian hulu dan Waduk Jatiluhur di bagian hilir. Secara geografis, Waduk Cirata terletak pada koordinat 107 o LS 107 o LS dan 06 o BT 06 o BT. Secara administratif Waduk Cirata termasuk ke dalam tiga kabupaten di wilayah Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta, dan Kabupaten Cianjur. Waduk Cirata dibangun pada tahun 1987 yang diawali dengan proses penggenangan selama satu tahun. Sumber masukan air berasal dari outlet Waduk Saguling (Sungai Citarum) dan 14 sungai lainnya seperti Cisokan, Cibalagung, Cikundul, Gado Bangkong, Cilagkap, Cicendo, Cilandak, Cibakom, Cinangsi, Cimareuwah, Cimeta, Cihujang, Cihea, dan Cibodas. Waduk Cirata memiliki luas area sebesar ha dengan luas genangan ha dan daya tampung sebesar juta m 3 air dengan elevasi maksimum pada ketinggian 221 m dpl (BPWC 2011). Beberapa data morfometri Waduk Cirata dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Data morfometri Waduk Cirata No Dimensi Nilai 1 Tinggi Bendungan 125 m 2 Panjang Bendungan 453,5 m 3 Elevasi muka air normal 220 m 4 Luas Permukaan ha 5 Panjang Maksimum 14,3 km 6 Lebar Rata-rata 4,3 km 7 Kedalaman Maksimum 106 m 8 Kedalaman rata-rata 34,9 m 9 Keliling garis Pantai 181 km 10 Volume air maksimum 2,165 x 10 6 m 3 Sumber : Unit Pembangkitan Cirata (UP Cirata) Waduk Cirata termasuk ke dalam jenis waduk serbaguna. Tujuan utama pembangunan Waduk Cirata adalah sebagai Pembagkit Listrik Tenaga Air

32 19 (PLTA) untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di pulau Jawa dan Bali dengan kapasitas pembangkit daya terpasang sebesar MW. Namun saat ini pemanfaatan waduk terus berkembang mulai dari kegiatan perikanan budidaya, perikanan tangkap, restoran apung, dan pariwisata. Perkembangan perikanan budidaya dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata mengalami peningkatan jumlah setiap tahunnya. Berdasarkan sensus yang dilakukan BPWC tahun 2011 jumlah KJA adalah petak. Sementara batas maksimal yang diperbolehkan adalah sebanyak petak sesuai SK Gub. Jawa Barat No. 41 Tahun Grafik perkembangan jumlah KJA dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Grafik perkembangan jumlah KJA tahun (Sumber: Gunawan et al. 2007) Berdasarkan Gambar 4 terlihat adanya penambahan jumlah KJA dari tahun 1988 hingga tahun Pada tahun 1988 hingga tahun 1995, jumlah KJA masih di bawah jumlah maksimum yaitu hanya berkisar antara petak, namun pada tahun 1996 hingga tahun 2011 tercatat bahwa jumlah KJA yang ada di Waduk Cirata telah melebihi angka maksimum yang di perbolehkan. Jumlah KJA berkurang dari tahun 1997 sebanyak petak menjadi petak pada

33 20 tahun 1998, hal ini disebabkan oleh adanya krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun Anggaran belanja negara tahun 1998/1999 terdapat defisit anggaran yang besar, kondisi ini disebabkan oleh terpuruknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (Tarmidi 1999). Peristiwa ini berdampak kepada pengusaha-pengusaha KJA yang ada di Waduk Cirata selama krisis moneter terjadi, namun dari pada itu setelah situasi ekonomi mulai membaik pada tahun 2001 hingga 2007 terjadi peningkatan jumlah KJA yang sangat pesat dari petak menjadi petak. Sementara itu pada tahun 2007 hingga 2011 peningkatan jumlah KJA tidak terlalu signifikan. Semakin bertambahnya jumlah petak KJA ternyata tidak selalu berbanding lurus dengan produksi ikan budidaya yang dihasilkan. Pada tahun terlihat adanya peningkatan volume produksi seiring dengan bertambahnya petak KJA, namun pada tahun terlihat adanya penurunan volume produksi yang disertai penambahan jumlah KJA. Menurut Komarwidjaja et al. (2005) pertumbuhan ikan budidaya di Waduk Cirata di kategorikan allometrik negatif yang artinya ikan lebih cepat panjang di bandingkan beratnya. Kondisi seperti ini kurang menguntukan apabila digunakan untuk tujuan budidaya. Pertumbuhan ikan terhambat karena fisiologis ikan terganggu, nafsu makan turun, dan sakit. Kondisi ini diduga timbul dari lingkungan yang tercemar bahan organik. Bahkan apabila pencemaran yang terjadi lebih berat dan toksik tidak menutup kemungkinan terjadinya kematian masal ikan. Jumlah KJA yang semakin meningkat akan memberikan pencemaran terhadap lingkungan perairan yang ada di sekitarnya. Pencemaran dari budidaya ikan dapat meningkatkan jumlah dan konsentrasi fosfor sebagai akibatnya akan menyebabkan eutrofikasi perairan (Kibria et al. 1996) Status mutu air tiap stasiun berdasarkan Indek STORET Indeks STORET dapat menggambarkan secara menyeluruh tentang kondisi umum kualitas air pada setiap stasiun. Data yang digunakan untuk menentukan nilai indeks STORET adalah data parameter fisika dan kimia dari tahun Data parameter kualitas air hasil pengamatan dibandingkan dengan baku mutu peruntukan perikanan dan peruntukan PLTA. Baik buruknya kualitas

34 21 perairan dapat diketahui dengan melihat parameter-parameter apa saja yang tidak memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. Beberapa parameter kualitas air seperti fecal coliform dan total coliform tidak diikutsertakan dalam perhitungan karena data yang diperoleh kurang lengkap. Evaluasi kualitas air menggunakan indeks STORET setiap stasiunnya sebagai berikut. a. Stasiun 1A (Muara Sungai Citarum) Stasiun 1A terletak pada koordinat 107 o 17 47,6 LS dan 06 o 47 16,8 BT di Muara Sungai Citarum. Stasiun ini merupakan inlet waduk dari Sungai Citarum yang bermuara di Waduk Cirata dengan kedalaman 30 meter. Lokasi titik sampling Stasiun 1A dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil perhitungan indeks STORET di Stasiun 1A menunjukan bahwa status mutu air untuk kegiatan perikanan berada pada kondisi tercemar buruk. Untuk kegiatan PLTA berada pada kondisi tercemar ringan (Tabel 5 dan Gambar 5). Tercemarnya perairan di Stasiun 1A diduga berasal dari aktivitas dan pemanfaatan DAS Citarum di bagian hulu. Tabel 5. Nilai indeks STORET Stasiun 1A secara temporal Tahun Lapisan Golongan/Kelas C* D* III** IV** 2007 permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=5) 5 meter dasar Keterangan : * Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 tahun 2000 ** Baku mutu menurut PPRI No. 82 tahun Baik sekali (memenuhi baku mutu) -1 s.d. -10 Baik (cemar ringan) -11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang) -31 Buruk (cemar berat)

35 22 cemar ringan cemar sedang cemar berat (a) cemar ringan cemar sedang cemar berat (b) cemar ringan cemar sedang cemar berat (c) Gambar 5. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 1A secara temporal (a) permukaan, (b) 5 meter, (c) dasar (Gol. D berhimpit dengan Kelas IV)

36 23 Berdasarkan Tabel 5 dan Gambar 5 terlihat bahwa grafik nilai indeks STORET di Stasiun 1A (Muara Sungai Citarum) memiliki pola yang berbeda pada setiap lapisan. Lapisan permukaan cenderung lebih baik dibandingkan dengan lapisan pada kedalaman 5 meter dan dekat dasar. Nilai indeks STORET tertinggi terdapat pada lapisan permukaan tahun 2010, sedangkan nilai terendah terdapat pada lapisan dekat dasar tahun Kondisi saat ini pada tahun 2012 di Stasiun 1A cenderung mengalami peningkatan pencemaran berdasarkan hasil nilai indeks STORET dibandingkan dengan kondisi kualitas air pada lima tahun terakhir dan berada pada stastus mutu air cemar berat. Parameter-parameter kualitas air yang melampaui baku di Stasiun 1A disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di Stasiun 1A Tahun Parameter Lapisan H 2 S NH 3 NO 2 -N Cl 2 DO BOD COD Cu Zn Cd Pb Hg permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar Parameter yang melebihi baku mutu Berdasarkan Tabel 6 terlihat beberapa parameter kualitas air yang melampaui baku mutu pada Stasiun 1A selama tahun adalah sulfida, amonia, nitrit, klorin bebas, oksigen terlarut (DO), BOD, tembaga, seng, kadmium, dan timbal. Tingginya nilai konsentrasi parameter-parameter tersebut sehingga menimbulkan pencemaran di Stasiun 1A diduga bersumber dari pencemran Sungai Citarum bagian hulu, aktivitas rumah tangga, pertanian di sekitar muara, dan industri. DAS Citarum terdapat sekitar 394 industri yang sebagian besar belum memiliki instalasi pengolahan air limbah (Garno 2001).

37 24 b. Stasiun 1B (Muara Sungai Cisokan) Stasiun 1B terletak pada koordinat 107 o 16 11,1 LS dan 06 o 46 03,1 BT di Muara Sungai Cisokan. Stasiun ini merupakan inlet waduk dari Sungai Cisokan atau Teluk Coklat yang bermuara di Waduk Cirata dengan kedalaman 22 meter. Lokasi titik Sampling 1B dapat dilihat pada Lampiran 1. Terdapat trashboom (penahan sampah) yang fungsinya untuk menahan sampah apung seperti kayu, busa, plastik, dan eceng gondok yang berasal dari hulu Sungai Cisokan. Hasil perhitungan indeks STORET di Stasiun 1B menunjukan bahwa status mutu air untuk kegiatan perikanan berada pada kondisi tercemar buruk sedangkan untuk kegiatan PLTA berada pada kondisi tercemar ringan. Tercemarnya perairan di Stasiun 1B diduga berasal dari aktivitas dan pemanfaatan DAS Cisokan di bagian hulu. Menurut Bappeda (2003) sepanjang DAS Cisokan selama sepuluh tahun terakhir ini terdapat peralihan fungsi lahan dari hutan, pertanian, dan perkebunan menjadi pemukiman (Lampiran 6). Nilai indeks STORET di Stasiun 1B secara temporal disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 6. Tabel 7. Nilai indeks STORET Stasiun 1B secara temporal Tahun Lapisan Golongan/Kelas C* D* III** IV** 2007 permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=5) 5 meter dasar Keterangan : * Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000 ** Baku mutu menurut PPRI No. 82 Tahun Baik sekali (memenuhi baku mutu) -1 s.d. -10 Baik (cemar ringan) -11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang) -31 Buruk (cemar berat)

38 25 cemar ringan cemar sedang cemar berat (a) cemar ringan cemar sedang cemar berat (b) cemar ringan cemar sedang cemar berat (c) Gambar 6. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 1B secara temporal (a) permukaan, (b) 5 meter, (c) dasar (Gol. D berhimpit dengan Kelas IV)

39 26 Berdasarkan Tabel 7 dan Gambar 6 terlihat bahwa grafik nilai indeks STORET di Stasiun 1B memiliki pola yang berbeda pada setiap lapisan. Lapisan permukaan cenderung lebih baik dibandingkan dengan lapisan pada kedalaman 5 meter dan dekat dasar. Nilai indeks STORET tertinggi terdapat pada lapisan permukaan tahun 2007, sedangkan nilai terendah terdapat pada lapisan dekat dasar tahun Kondisi saat ini pada tahun 2012 di Stasiun 1B cenderung mengalami penurunan pencemaran berdasarkan hasil nilai indeks STORET dibandingkan dengan kondisi kualitas air pada tahun 2008 dan 2009, namun masih berada pada status mutu air cemar sedang hingga berat. Parameterparameter kualitas air yang melampaui baku di Stasiun 1B disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di stasiun 1B Tahun Parameter Lapisan H 2 S NH 3 NO 2 -N Cl 2 DO BOD COD Cu Zn Cd Pb Hg permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar Parameter yang melebihi baku mutu Berdasarkan Tabel 8 terlihat beberapa parameter kualitas air yang melampaui baku mutu pada Stasiun 1B selama tahun adalah sulfida, amonia, nitrit, klorin bebas, oksigen terlarut (DO), BOD, tembaga, seng, kadmium, timbal dan merkuri. Tingginya nilai konsentrasi parameter-parameter tersebut diduga bersumber dari pencemran Sungai Cisokan bagian hulu, aktivitas rumah tangga, pertanian di sekitar muara, dan pemukiman. Lahan di sekitar Sungai Cisokan saat ini telah berubah fungsi dari pertanian menjadi pemukiman.

40 27 c. Stasiun 1C (Muara Sungai Cibalagung) Stasiun 1C terletak pada koordinat 107 o 15 33,4 LS dan 06 o 44 42,6 BT di Muara Sungai Cibalagung. Stasiun ini merupakan inlet waduk dari Sungai Cibalagung yang bermuara di Waduk Cirata dengan kedalaman 10 meter. Terdapat beberapa aktivitas di sekitar Muara Sungai Cibalagung, diantaranya pemukiman, pertanian, rumah makan, dan daerah wisata perahu air. Lokasi titik sampling 1C dapat dilihat pada Lampiran 1. Pemantauan kualitas air di stasiun 1C baru dilakukan satu kali pada bulan Februari Oleh karena itu pada stasiun ini tidak dapat dihitung nilai indeks STORET. Berdasarkan hasil pemantauan pertama di Stasiun 1C, terdapat beberapa parameter yang melebihi baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 tahun 2000 untuk golongan C, D dan Peraturan Pemerintah RI No.82 tahun 2001 untuk kelas III, IV. Parameter yang melebihi baku mutu untuk kegiatan perikanan adalah sulfida, amonia, oksigen terlarut, dan BOD, sedangkan untuk kegiatan PLTA tidak terdapat parameter yang melebihi nilai baku mutu. d. Stasiun 1D (Muara Sungai Cikundul) Stasiun 1D terletak pada koordinat 107 o 14 73,7 LS dan 06 o 44 23,2 BT di muara Sungai Cikundul. Kondisi stasiun ini merupakan inlet waduk dari Sungai Cikundul yang bermuara di Waduk Cirata memiliki kedalaman 3 meter. Terdapat beberapa aktivitas di sekitar muara sungai Cikundul, diantaranya pemukiman, pertanian, dan pertambangan pasir. Lokasi titik sampling 1D dapat dilihat pada Lampiran 1. Pemantauan kualitas air di stasiun 1D baru dilakukan satu kali pada bulan Februari Oleh karena itu pada stasiun ini tidak dapat dihitung nilai indeks STORET. Berdasarkan hasil pemantauan pertama di Stasiun 1D, terdapat beberapa parameter yang melebihi baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 tahun 2000 untuk golongan C, D dan Peraturan Pemerintah RI No.82 tahun 2001 untuk kelas III, IV. Parameter yang melebihi baku mutu untuk kegiatan perikanan adalah amonia dan klorin bebas, sedangkan untuk kegiatan PLTA tidak terdapat parameter yang melebihi nilai baku mutu.

41 28 e. Stasiun 2 (Tengah Waduk Cirata) Stasiun 2 terletak pada koordinat 107 o 16 61,7 LS dan 06 o 43 70,2 BT di tengah Waduk Cirata. Stasiun ini merupakan zona pemanfaatan untuk aktivitas KJA, perikanan tangkap, lalu lintas wisata perahu, dan lain-lain. Jumlah KJA pada stasiun ini termasuk kedalam kategori cukup padat. Lokasi stasiun 2 dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil perhitungan indeks STORET di Stasiun 2 menunjukan bahwa status mutu air untuk kegiatan perikanan berada pada kondisi tercemar tercemar buruk sedangkan untuk kegiatan PLTA berada pada kondisi tercemar ringan. Tercemarnya perairan di Stasiun 2 diduga berasal dari aktivitas pemanfaatan KJA dan rumah tangga. Aktivitas KJA menghasilkan limbah organik dari pakan ikan yang tidak termakan dan feses ikan sisa metabolisme, sedangkan aktivitas rumah tangga berasal dari sisa-sisa makanan dan sampah rumah tangga lainnya dari para pekerja KJA yang berada di rumah apung. Nilai indeks STORET di Stasiun 2 secara temporal disajikan pada Tabel 9 dan Gambar 7. Tabel 9. Nilai indeks STORET Stasiun 2 secara temporal Tahun Lapisan Golongan/Kelas C* D* III** IV** 2007 permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=5) 5 meter dasar Keterangan : * Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000 ** Baku mutu menurut PPRI No. 82 Tahun Baik sekali (memenuhi baku mutu) -1 s.d. -10 Baik (cemar ringan) -11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang) -31 Buruk (cemar berat)

42 29 cemar ringan cemar sedang cemar berat (a) cemar ringan cemar sedang cemar berat (b) cemar ringan cemar sedang cemar berat (c) Gambar 7. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 2 secara temporal (a) permukaan, (b) 5 meter, (c) dasar (Gol. D berhimpit dengan Kelas IV)

43 30 Berdasarkan Tabel 9 dan Gambar 7 terlihat bahwa grafik nilai indeks STORET di Stasiun 2 memiliki pola yang berbeda pada setiap lapisan. Lapisan permukaan cenderung lebih baik dibandingkan dengan lapisan pada kedalaman 5 meter dan dekat dasar. Nilai indeks STORET tertinggi terdapat pada lapisan permukaan tahun 2010, sedangkan nilai terendah terdapat pada lapisan dekat dasar tahun Tahun 2012 di Stasiun 2 mengalami peningkatan pencemaran berdasarkan hasil nilai indeks STORET dibandingkan dengan kondisi kualitas air pada tahun 2010 dan berada pada status mutu air cemar berat. Parameterparameter kualitas air yang melampaui baku di Stasiun 2 disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di Stasiun 2 Tahun Parameter Lapisan H 2 S NH 3 NO 2 -N Cl 2 DO BOD COD Cu Zn Cd Pb Hg permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar Parameter yang melebihi baku mutu Berdasarkan Tabel 10 terlihat beberapa parameter kualitas air yang melampaui baku mutu pada Stasiun 2 selama tahun adalah sulfida, amonia, nitrit, klorin bebas, oksigen terlarut (DO), BOD, tembaga, seng, kadmium, timbal dan merkuri. Tingginya nilai konsentrasi parameter-parameter tersebut sehingga menimbulkan pencemaran di Stasiun 2 diduga bersumber dari pencemaran aktivitas KJA. Waduk Cirata mendapatkan beban pencemaran organik dari aktivitas KJA sebesar 425 ton organik/hari (Garno 2001).

44 31 f. Stasiun 3 (Batas zona KJA) Stasiun 3 terletak pada koordinat 107 o 19 70,7 LS dan 06 o 42 40,4 BT di batas zona pemanfaatan KJA Waduk Cirata. Stasiun ini merupakan ujung zona pemanfaatan yang ada di Waduk Cirata dari aktivitas KJA, perikanan tangkap, lalu lintas wisata perahu, dan pemanfaatan lainnya. Terdapat trashboom yang memisahkan antara zona pemanfaatan dan zona bahaya untuk kegiata PLTA Cirata. Lokasi titik sampling Stasiun 3 dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil perhitungan indeks STORET di Stasiun 3 menunjukan bahwa status mutu air untuk kegiatan perikanan berada pada kondisi tercemar sedang sampai tercemar buruk. Untuk kegiatan PLTA berada pada kondisi tercemar ringan. Tercemarnya perairan di Stasiun 3 diduga berasal dari akumulasi pencemaran aktivitas pemanfaatan KJA dan masukan dari sungai. Nilai indeks STORET di Stasiun 3 secara temporal disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 8. Tabel 11. Nilai indeks STORET Stasiun 3 secara temporal Tahun Lapisan Golongan/Kelas C* D* III** IV** 2007 permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=4) 5 meter dasar Keterangan : * Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000 ** Baku mutu menurut PPRI No. 82 Tahun Baik sekali (memenuhi baku mutu) -1 s.d. -10 Baik (cemar ringan) -11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang) -31 Buruk (cemar berat)

45 32 cemar ringan cemar sedang cemar berat (a) cemar ringan cemar sedang cemar berat (b) cemar ringan cemar sedang cemar berat (c) Gambar 8. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 3 secara temporal (a) permukaan, (b) 5 meter, (c) dasar (Gol. D berhimpit dengan Kelas IV)

46 33 Berdasarkan Tabel 11 dan Gambar 8 terlihat bahwa grafik nilai indeks STORET di Stasiun 3 memiliki pola yang berbeda pada setiap lapisan. Lapisan permukaan cenderung lebih baik di bandingkan dengan lapisan pada kedalaman 5 meter dan dekat dasar. Nilai indeks STORET tertinggi terdapat pada lapisan permukaan tahun 2010, sedangkan nilai terendah terdapat pada lapisan dekat dasar tahun Kondisi saat ini pada tahun 2012 di Stasiun 3 berada pada status mutu air cemar berat dan cenderung mengalami peningkatan pencemaran dibandingkan dengan kondisi kualitas air pada tahun Parameter kualitas air yang melampaui baku di Stasiun 3 disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di stasiun 3 Tahun Parameter Lapisan H 2 S NH 3 NO 2 -N Cl 2 DO BOD COD Cu Zn Cd Pb Hg permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar Parameter yang melebihi baku mutu Berdasarkan Tabel 12 terlihat beberapa parameter kualitas air yang melampaui baku mutu pada Stasiun 3 selama tahun adalah sulfida, amonia, nitrit, klorin bebas, oksigen terlarut (DO), BOD, COD, tembaga, seng, kadmium, timbal dan merkuri. Tingginya nilai konsentrasi parameter-parameter tersebut sehingga menimbulkan pencemaran di Stasiun 3 diduga bersumber dari pencemaran aktivitas KJA serta akumulasi pencemaran dari berbagai sungai yang menjadi inlet waduk Cirata.

47 34 g. Stasiun 4 (Outlet) Stasiun 4 terletak pada koordinat 107 o 20 72,7 LS dan 06 o 41 50,1 BT di daerah intake DAM atau daerah pengeluaran air untuk produksi PLTA (outlet). Kondisi stasiun ini bebas dari aktivitas KJA dan aktivitas-aktivitas pemanfaatan waduk lainnya. Jarak dari trashboom sekitar 2 km dari zona pemanfaatan KJA. Lokasi titik sampling 4 dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil perhitungan indeks STORET di Stasiun 4 menunjukan bahwa status mutu air untuk kegiatan perikanan berada pada kondisi tercemar sedang sampai tercemar buruk. Sedangkan untuk kegiatan PLTA berada pada kondisi tercemar ringan. Tercemarnya perairan di Stasiun 4 diduga berasal dari limpasan pencemaran aktivitas pemanfaatan KJA dan sungai-sungai yang menjadi inlet Waduk Cirata. Hal ini disebabkan tidak adanya aktifitas pemanfaatan apapun yang memiliki dampak menimbulkan pencemaran di Stasiun 4. Nilai indeks STORET pada Stasiun 4 secara temporal disajikan pada Tabel 13 dan Gambar 9. Tabel 13. Nilai indeks STORET Stasiun 4 secara temporal Tahun Lapisan Golongan/Kelas C* D* III** IV** 2007 permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=4) 5 meter dasar permukaan (n=5) 5 meter dasar Keterangan : * Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 Tahun 2000 ** Baku mutu menurut PPRI No. 82 Tahun Baik sekali (memenuhi baku mutu) -1 s.d. -10 Baik (cemar ringan) -11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang) -31 Buruk (cemar berat)

48 35 cemar ringan cemar sedang cemar berat (a) cemar ringan cemar sedang cemar berat (b) cemar ringan cemar sedang cemar berat (c) Gambar 9. Grafik nilai indeks STORET Stasiun 4 secara temporal (a) permukaan, (b) 5 meter, (c) dasar (Gol. D berhimpit dengan Kelas IV)

49 36 Berdasarkan Tabel 13 dan Gambar 9 terlihat bahwa grafik nilai indeks STORET di Stasiun 4 memiliki pola yang berbeda pada setiap lapisan. Lapisan permukaan cenderung lebih baik di bandingkan dengan lapisan pada kedalaman 5 meter dan dekat dasar. Nilai indeks STORET tertinggi terdapat pada lapisan permukaan tahun 2007, sedangkan nilai terendah terdapat pada lapisan dekat dasar tahun Kondisi saat ini pada tahun 2012 di Stasiun 4 berada pada status mutu air cemar berat dan cenderung mengalami peningkatan pencemaran dibandingkan dengan kondisi kualitas air pada tahun 2009 dan Parameter kualitas air yang melampaui baku di Stasiun 4 disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Parameter kualitas air yang melampaui baku mutu di Stasiun 4 Tahun Parameter Lapisan H 2 S NH 3 NO 2 -N Cl 2 DO BOD COD Cu Zn Cd Pb Hg permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar permukaan 5 meter dasar Parameter yang melebihi baku mutu Berdasarkan Tabel 14 terlihat beberapa parameter kualitas air yang melampaui baku mutu pada Stasiun 4 selama tahun adalah sulfida, amonia, nitrit, klorin bebas, oksigen terlarut (DO), BOD, tembaga, seng, kadmium, timbal dan merkuri. Tingginya nilai konsentrasi parameter-parameter tersebut sehingga menimbulkan pencemaran di Stasiun 4 diduga bersumber dari pencemaran aktivitas KJA serta akumulasi pencemaran dari berbagai sungai yang menjadi inlet waduk Cirata.

50 Parameter kualitas air yang melebihi baku mutu periode Kualitas air Waduk Cirata yang tercemar disebabkan oleh beberpa parameter yang melebihi baku mutu. Setiap parameter yang mencemari perairan memiliki sumber yang berbeda-beda. Berikut adalah parameter-paremeter yang menyebabkan tercemarnya perairan Waduk Cirata. a. Sulfida (H 2 S) Secara parsial rata-rata konsentrasi sulfida di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,069 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada Stasiun 3 sebesar 0,144 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 1A sebesar 0,005 mg/l. Gambar 10. Grafik sulfida rata-rata secara spasial dari tahun ( baku mutu, I rentang) Berdasarkan Gambar 10 telihat bahwa rentang nilai konsentrasi tertinggi terdapat pada Stasiun 2 dan Stasiun 3. Tingginya rata-rata konsentrasi sulfida pada stasiun tersebut disebabkan konsentrasi sulfida yang berada pada lapisan dasar. Sumber pencemaran sulfida diduga berasal dari limbah rumah tangga, sisa pakan, dan kotoran ikan dari KJA yang terurai menjadi H 2 S. b. Amonia (NH 3 -N) Secara parsial rata-rata konsentrasi amonia di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,014 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada Stasiun 1B sebesar 0,018 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 2 sebesar 0,008 mg/l.

51 38 Gambar 11. Grafik amonia rata-rata secara spasial ( baku mutu, I rentang) Berdasarkan Gambar 11 terlihat bahwa ada penurunan konsentrasi NH 3 -N baik muara Sungai Citarum maupun Sungai Cisokan ke arah tengah waduk, namun terjadi peningkatan kembali pada stasiun outlet waduk. c. Nitrit (NO 2 -N) Secara parsial rata-rata konsentrasi nitrit di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,052 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada Stasiun 3 sebesar 0,082 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 1A sebesar 0,035 mg/l. Gambar 12. Grafik nitrit rata-rata secara spasial ( baku mutu, I rentang) Berdasarkan Gambar 12 terlihat bahwa rentang nilai konsentrasi pada seluruh stasiun telah melebihi baku mutu. Tingginya nilai konsentrasi nitrit pada Stasiun 1A dan 1B diduga berasal dari limbah pertanian, pemukiman, dan industri di DAS. Sumber nitrit yang terdapat dalam waduk biasanya berasal dari sungai (Goldman dan Horne 1983).

52 39 d. Klorin Bebas (Cl 2 ) Secara parsial rata-rata konsentrasi klorin bebas di perairan Waduk Cirata dari 5 Stasiun pengamatan adalah sebesar 0,308 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun A1 sebesar 0,576 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 1B sebesar 0,131 mg/l. Gambar 13. Grafik klorin bebas rata-rata secara spasial ( baku mutu, I rentang) Berdasarkan Gambar 13 terlihat bahwa rentang nilai konsentrasi klorin bebas tertinggi pada stasiun 1A, hal ini diduga berasal dari limbah pabrik yang ada di bagian hulu Sungai Citarum. Terdapat sekitar 394 industri yang membuang limbah langsung ke badan air Sungai Citarum (Garno 2001). Klorin bebas digunakan untuk membunuh bakteri pada pengolahan air limbah, apabila terdapat dalam konsentrasi yang tinggi di perairan akan membunuh alga, plankton, dan larva (Goldman dan Horne 1983). e. Oksigen terlarut/dissolved Oxygen (DO) Secara parsial rata-rata konsentrasi oksigen terlarut (DO) di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 3,29 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada Stasiun 1B sebesar 3,59 mg/l dan nilai terendah terdapat pada Stasiun 3 sebesar 2,81 mg/l. Berdasarkan Gambar 14 terlihat bahwa konsentrasi DO secara rata-rata masih berada dalam batas baku mutu, tetapi berdasarkan selang nilai konsentrasi terlihat pada Stasiun 3 memiliki nilai DO di bawah baku mutu.

53 40 Gambar 14. Grafik DO rata-rata secara spasial ( baku mutu, I rentang) Berdasarkan hasil penelitian pada tahun , konsentrasi DO di Waduk Cirata berkisar antara 4,4-5,7 mg/l. Berikut perkembangan nilai konsentrasi DO dari tahun disajikan pada Gambar 15. Berdasarkan Gambar 16 terlihat adanya penurunan nilai rata-rata konsentrasi DO dari tahun Gambar 15. Grafik DO rata-rata secara temporal ( baku mutu) g. Biological Oxygen Demand (BOD) Secara parsial rata-rata konsentrasi Biological Oxygen Demand (BOD) di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 10,104 mg/l. Konsentrasi pada stasiun 3 sebesar 11,049 mg/l dan nilai terendah terdapat pada stasiun 4 sebesar 8,769mg/l.

54 41 Gambar 16. Grafik BOD rata-rata secara spasial ( baku mutu, I rentang) Berdasarkan Gambar 16 terlihat adanya perbedaan selang nilai konsentrasi BOD antara Stasiun 3 dengan stasiun lainnya. Tingginya konsentrasi BOD di stasiun 3 diduga berasal dari limbah organik aktivitas KJA. Limbah organik yang dihasilkan oleh budidaya ikan KJA sekitar ton/tahun atau 425 ton/hari (Garno 2001). Tingginya rata-rata konsentrasi BOD di Stasiun 3 disebabkan konsentrasi BOD yang berada pada lapisan dasar. h. Tembaga (Cu) Secara parsial rata-rata konsentrasi tembaga (Cu) di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,033 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 4 sebesar 0,038 mg/l dan nilai terendah terdapat pada stasiun 1A sebesar 0,030 mg/l. Berdasarkan Gambar 17 terlihat adanya peningkatan nilai tembaga baik dari muara Sungai Citarum maupaun Sungai Cisokan ke arah tegah dan terus meningkat pada outlet waduk. Gambar 17. Grafik tembaga rata-rata secara spasial ( baku mutu, I rentang)

55 42 i. Seng (Zn) Secara parsial rata-rata konsentrasi seng (Zn) di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,034 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 1B sebesar 0,022 mg/l dan nilai terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,045 mg/l. Berdasarkan Gambar 18 terlihat adanya sedikit peningkatan konsentrasi seng dari muara Sungai Citarum, sedangkan dari muara Sungai Cisokan terlihat peningkatan konsentrasi seng yang cukup signifikan ke arah tengah, namun kembali menurun ke arah outlet waduk. Tingginya konsentrasi seng di Stasiun 1A diduga berasal dari limbah industri yang berada di hulu Sungai Citarum. Gambar 18. Grafik seng rata-rata secara spasial ( baku mutu, I rentang) j. Timbal (Pb) Secara parsial rata-rata konsentrasi timbal (Pb) di perairan Waduk Cirata dari 5 stasiun pengamatan adalah sebesar 0,021 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada stasiun 1B sebesar 0,033 mg/l dan nilai terendah terdapat pada stasiun 2 sebesar 0,018 mg/l. Berdasarkan Gambar 19 terlihat nilai konsentrasi timbal dari muara Sungai Citarum hingga outlet terjadi fluktuasi namun tidak terlalu besar. Sedangkan dari muara Sungai Cisokan terlihat penurunan konsentrasi hingga tengah dan kembali sedikit meningkat ke arah outlet waduk.

56 43 Gambar 19. Grafik timbal rata-rata secara spasial ( baku mutu, I rentang) Status mutu air dengan dan tanpa parameter mikrobiologi Pada perhitungan nilai indeks STORET sebelumnya tidak disertakan parameter-paremeter mikrobiologi seperti fecal colifom dan total coliform. Hal ini kurang sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 tentang pengolahan kualitas air dan pengendalian limbah perairan. Menurut peraturan tersebut, parameter mikrobiologi memiliki bobot nilai indeks STORET yang lebih besar dari pada parameter fisika dan kimia. Alasan tidak disertakannya parameter biologi dalam perhitungan sebelumnya karena parameter mikrobiologi tidak tersedianya data parameter mikrobiologi pada setiap kedalaman. Data parameter mikrobiologi hanya ada pada lapisan permukaan. Perhitungan nilai indeks STORET pada setiap lapisan kedalaman tidak disertakan parameter mikrobiologi. Apabila parameter mikrobiologi disertakan dalam perhitungan, maka hasil nilai indeks STORET pada lapisan permukaan akan memiliki nilai yang lebih rendah disebabkan jumlah parameter yang disertakan dalam perhitungan lebih banyak. Berdasarkan informasi tersebut maka lapisan permukaan tidak bisa dibandingkan dengan lapisan kedalaman 5 meter dan kedalaman dekat dasar. Tabel 15 ditampilkan perbedaan hasil perhitungan nilai indeks STORET dengan dan tanpa parameter mikrobiologi.

57 44 Tabel 15. Nilai indeks STORET dengan dan tanpa parameter mikrobiologi Stasiun Baku Mutu Dengan PM* Tanpa PM* C** D** C** D** 1A B Keterangan : * Parameter Mikrobiologi ** Baku mutu menurut Perda Prov. Jawa Barat No.39 tahun Baik sekali (memenuhi baku mutu) -1 s.d. -10 Baik (cemar ringan) -11 s.d. -30 Sedang (cemar sedang) -31 Buruk (cemar berat) Berdasarkan Tabel 15 terlihat adanya perbedaan antara perhitungan nilai indeks STORET yang menggunakan dan tanpa parameter biologi. Nilai indeks STORET golongan D yang tidak menggunakan parameter biologi memiliki status cemar ringan, tetapi apabila ditambahkan parameter biologi dalam perhitungan nilai indeks STORET, statusnya berubah menjadi cemar berat. Perbedaan nilai ini dikarenakan oleh bobot nilai parameter biologi lebih tinggi dibandingkan dengan parameter fisika dan kimia (PPRI 2001). Selain itu jumlah pengamatan terhadap stasiun pengamatan juga mempengaruhi nilai indeks STORET. Pada perhitungan Tabel 15 digunakan data dari tahun sebanyak 21 data sehingga nilainya dua kali lipat lebih besar dalam perhitungan-perhitungan sebelumnya. Bobot nilai tiap parameter dapat dilihat pada Tabel Pembahasan Waduk Cirata merupakan salah satu dari waduk kaskade Sungai Citarum, dengan kualitas air yang secara eksternal sangat dipengaruhi oleh kualitas air sungai-sungai yang bermuara di Waduk Citara. Di sisi lain, secara internal kualitas air sangat ditentukan oleh besar kecilnya aktivitas budidaya ikan dalam Keramba Jaring Apung (KJA) (Purnamaningtyas dan Tjahjo 2008). Kegiatan utama yang ada di Waduk Cirata saat ini adalah Pembangkit Listrik Tenaga Air

58 45 (PLTA) untuk memenuhi kebutuhan listrik Jawa-Bali dan Budidaya ikan menggunakan sistem KJA. Hasil analisis data kualitas air tampak bahwa kondisi perairan Waduk Cirata telah tercemar sedang hingga tercemar berat untuk kegiatan perikanan serta tercemar ringan untuk kegiatan PLTA. Berdasarkan kedalamannya, kualitas air pada permukaan lebih baik dibandingkan dengan kedalaman 5 meter maupun pada kedalaman dekat dasar (p<0.05). Secara temporal dari tahun dengan data setiap 3 bulan tampak bahwa ada fluktuasi nilai indeks STORET. Nilai indeks STORET tertinggi secara umum terdapat pada tahun Gambar 20. Nilai indeks STORET tahun Berdasarkan Gambar 20 terlihat bahwa adanya fluktuasi nilai indeks STORET untuk kegiatan perikanan maupun untuk kegiatan PLTA. Fluktuasi tersebut lebih disebabkan oleh periode pengambilan sampel pada tiap tahunnya. Terlihat bahwa adanya pola yang hampir sama setiap tahunnya yaitu nilai indeks STORET terendah terdapat pada periode 3. Rendahnya nilai indeks STORET pada periode 3 diduga disebabkan karena pada periode 3 merupakan musim hujan. Pada saat musim hujan akan terjadi pencampuran massa air pada kolom perairan (upwelling), selain itu Waduk Cirata akan menerima beban pencemaran yang lebih banyak pada musim hujan seperti air sungai yang lebih keruh, erosi, dan limpasan air dari tata guna lahan disekitar waduk. Adapun untuk melihat perbandingan nilai indeks STORET pada tahun dengan tahun-tahun sebelumnya disajikan pada Gambar 21.

59 46 cemar ringan cemar sedang cemar berat Gambar 21. Nilai indeks STORET tahun ( Gol. C) (Sumber: Feriningtyas 2005) Berdasarkan Gambar 21 terlihat bahwa nilai indeks STORET pada tahun cenderung lebih stabil berada pada kisaran -36 hingga -31, sedangkan pada tahun terjadi fluktuasi yang cukup signifikan dengan kisaran -52 hingga -28. Kondisi kualitas air pada tahun 2011 lebih baik dibandingkan dengan tahun Hal ini diduga karena jumlah KJA pada periode terjadi peningkatan yang sangat pesat, sedangkan jumlah KJA pada periode tidak terlalu meningkat (BPWC 2011). Perbedaan nilai indeks STORET pada periode dengan juga disebabkan adanya perbedaan jumlah parameter yang dianalisis. Secara spasial kondisi kualitas air Waduk Cirata berada pada kisaran tercemar sedang hingga tercemar berat untuk kegiatan perikanan, sedangkan kondisi kualitas air Waduk Cirata berada pada kisaran tercemar ringan untuk kegiatan PLTA. Stasiun yang memiliki nilai indeks STORET tertinggi terdapat di stasiun 1B (muara Sungai Cisokan) sedangkan stasiun yang memiliki nilai indeks STORET terendah terdapat di Stasiun 3 (batas zona pemanfaatan Waduk Cirata). Nilai indeks STORET untuk setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 22.

60 47 Gambar 22. Nilai indeks STORET secara spasial di Waduk Cirata Berdasarkan Gambar 22 terlihat fluktuasi nilai indeks STORET. Adanya peningkatan nilai indeks STORET dari Muara Sungai Citarum menuju daerah tengah waduk, hal ini disebabkan oleh terjadinya pengenceran konsentrasi pencemaran yang berasal dari Sungai Citarum dengan sungai-sungai lainnya di daerah tengah, sehingga konsentrasi setiap parameter pencemaran yang ada di muara Sungai Citarum mengalami penurunan konsentrasi di tengah waduk. Berbeda dengan kondisi Muara Sungai Citarum, hasil pengamatan di Muara Sungai Cisokan menuju tengah waduk mengalami penurunan indeks STORET. Setelah melewati zona pemanfaatan waduk mengalami penurunan nilai indeks STORET di Stasiun 3 batas zona pemanfaatan Waduk Cirata. Hal ini disebabkan oleh aktivitas pemanfaatan yanag ada di dalam Waduk Cirata seperti KJA, sehingga konsentrasi parameter pencemaran meningkat dibanding di tengah waduk. Namun terjadi peningkatan kembali nilai indeks STORET pada outlet Waduk Cirata setelah melewati batas zona pemanfaatan. Hal ini disebabkan tidak adanya aktivitas apapun dari batas zona pemanfaatan hingga outlet. Kondisi tersebut diduga bahwa terjadi pengendapan bahan-bahan pencemar sehingga pencemaran Stasiun outlet berkurang. Berdasarkan nilai indeks STORET dan parameter-parameter kualitas air yang melebihi baku mutu di setiap stasiun, terdapat dua sumber pencemaran berbeda yang mencemari perairan Waduk Cirata. Sumber pencemaran secara umum dapat dikategorikan menjadi point source dan non-point source (Effendi

61 ). Pengaruh secara eksternal dapat diidentifikasi di Stasiun 1A dan Stasiun 1B yang terdapat di muara sungai, sedangkan secara internal dapat diidentifikasi di Stasiun 3 yang merupakan daerah padat KJA. Rendahnya nilai indeks STORET pada Stasiun 1A (Muara Sungai Citarum) diduga berasal dari pencemaran yang ada di bagian hulunya. Bagian hulu Sungai Citarum terdapat beberapa tata guna lahan seperti pertanian, pemukiman, dan industri. Berdasarkan citra satelit tahun 1994 dan 2001, membuktikan perubahan tata guna lahan yang cukup signifikan. Luasan sawah dan hutan semakin menurun digantikan dengan pemukiman dan industri (Rohmat 2010). Semakin kecil tutupan hutan dalam sub DAS maka kondisi kualitas air sungai semakin buruk, terutama akibat adanya pertanian dan pemukiman (Supangat 2008). Sumber pencemaran utama pada Sungai Citarum hulu berasal dari limbah domestik dan industri. Buangan limbah industri menurunkan kualitas air Sungai Citarum mulai dari Majalaya sampai muara Waduk Saguling, sehingga kualitas air tidak sesuai peruntukannya. Beban pencemaran Citarum hulu merupakan beban bagi Waduk Saguling, Cirata, dan Juanda (Bukit 2001). Waduk Cirata menerima masukan air melalui Sungai Citarum dari Waduk Saguling. Kematian masal ikan terjadi di Waduk Saguling akibat tercemarnya perairan oleh limbah industri dan pemukiman (Garno 2001). Buruknya kualitas air yang ada di Waduk Saguling akan terbawa ke Waduk Cirata melalui aliran Sungai Citarum. Kandungan yang terdapat di dalam air seperti logam berat akan terendapkan atau terbawa oleh aliran arus secara gravitasi ke arah yang lebih rendah (Sudarwin 2008). Perubahan keadaan DAS Citarum hulu akan memperngaruhi kondisi dan terkonsentrasi di Waduk Cirata (Poerbandono et al. 2006). Sepanjang DAS Citarum terdapat sekitar 394 industri yang besar industriindustri tersebut membuang limbahnya langsung ke badan air Sungai Citarum (Lampiran 6). Berdasarkan hasil penelitian, tingginya konsentrasi tembaga, kadmium, timbal, seng, nitrit, serta klorin bebas yang melebihi baku mutu pada stasiun 1A, dapat diduga bahwa Sungai Citarum merupakan salah satu sumber pencemaran di Waduk Cirata. Sungai Citarum memiliki kandungan beberapa logam berat seperti Hg, Cd, Pb, dan Zn yang jauh berada di atas baku mutu yang telah ditetapkan, demikian pula dengan parameter kualitas air lainnya seperti H 2 S,

62 49 nitrit, dan klorin bebas (Garno 2001). Tingginya nilai nitrit di stasiun 1A lebih dipengaruhi oleh aktivitas rumah tangga di sekitar stasiun pengamatan. Konsentrasi nitrit dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat di daerah aliran sungai, hal itu akan menyebabkan penurunan kualitas air (Mustapha 2008). Berdasarkan hasil tersebut, Sungai Citarum memberikan pengaruh pencemaran logam berat dan beberapa parameter kualitas air lainnya terhadap perairan Waduk Cirata. Stasiun yang memiliki pengaruh dari sungai lainnya yaitu stasiun 1B (Muara Sungai Cisokan). Stasiun ini memiliki nilai indeks STORET yang lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun pengamatan yang lainnya. Kondisi status air di stasiun ini berada pada kisaran tercemar sedang. Tingginya kualitas air dari pada stasiun yang lainnya disebabkan oleh tata guna lahan di sekitar DAS Cisokan masih baik. Walaupun demikian, berdasarkan hasil pengamatan pada stasiun ini memiliki kandungan konsentrasi timbal tertinggi diantara stasiun lainnya. Stasiun lain yang diduga terdapat sumber pencemaran bagi Waduk Cirata yaitu Stasiun 3 (batas zona KJA). Rendahnya nilai indeks STORET pada Stasiun 3 diduga karena adanya pencemaran dari berbagai sumber karena stasiun ini merupakan akhir dari zona pemanfaatan Waduk Cirata. Pada lokasi ini terdapat beberapa pemanfaatan yang menyebabkan tercemarnya Waduk Cirata seperti aktivitas KJA, lalu lintas wisata perahu, dan restoran apung. Waduk Cirata tercemat berat oleh limbah organik, yang utamanya dari KJA (Garno 2001). Waduk Cirata mendapatkan masukan limbah organik langsung yang sangat besar dari pembesaran ikan di KJA yakni sekitar ton organik/tahun atau 425 ton organik/perhari (Garno 2001). Tingginya kandungan rata-rata konsentrasi BOD 11,36 mg/l dan rendahnya kandungan DO 2,81 mg/l dibandingkan dengan stasiun pengamatan yang lain, fenomena ini dapat menjelaskan bahwa penurunan kualitas air di stasiun 3 disebabkan oleh pencemaran organik dari kegiatan pembesaran ikan di KJA. Menurut (BPWC 2011), jumlah KJA di Waduk Cirata adalah petak, sedangkan yang aktif beroperasi sebanyak petak. Jumlah tersebut sudah jauh melebihi batas yang ditetapkan oleh SK Gub. Jawa Barat No. 41 Tahun Klasifikasi tingkat kesuburan perairan Waduk Cirata berdasarkan konsentrasi fosfat berada pada kisaran eutrofik hingga hipereutrofik (Purnamaningtyas dan Tjahjo 2008). Hal tersebut, berarti usaha pengembangan

63 50 ikan dalam KJA telah melebihi daya dukung perairan dan cenderung telah mencemari perairan. Pada peta pengamatan (Gambar 3) dapat dilihat bahwa stasiun 3 terletak pada daerah penyempitan waduk yang akan menuju outlet sehingga besar kemungkinan terjadinya akumulasi pencemaran dari beberapa sumber pencemaran lainnya seperti sungai. Sehingga berdasarkan hasil penelitian ini, kegiatan KJA memberikan pengaruh pencemaran bahan organik tehadap perairan Waduk Cirata. Status mutu air Waduk Cirata secara temporal maupun spasial berada pada kisaran cemar sedang hingga cemar berat untuk kegiatan perikanan dan berada pada kisaran cemar ringan untuk kegiatan PLTA. Perkembangan kondisi kualitas air dari tahun terlihat masih berada pada kisaran yang sama, tidak terlihat adanya penurunan ataupun peningkatan yang signifikan. Secara eksternal kualitas perairan sangat dipengaruhi oleh kualitas air Sungai Citarum dan Cisokan sedangkan secara internal kualitas air dipengaruhi oleh kegiatan KJA. Pengaruh pencemaran yang berasal dari Sungai Citarum yaitu pencemaran logam berat dan parameter kualitas air lainnya seperti Cu, Cd, Zn, NO 2 -N, dan Cl bebas. Pencemaran yang dapat diidentifikasi berasal dari Sungai Cisokan adalah Pb. Pencemaran tersebut diduga karena pada stasiun 1A terdapat nilai konsentrasi parameter-parameter tersebut yang tidak sesuai peruntukannya. Pengaruh pencemaran lain yang berasal dari kegiatan di dalam waduk dapat diidentifikasi bersumber dari aktivitas KJA. Hal ini hal ini disebabkan rendahnya konsentrasi DO dan tingginya konsentrasi parameter organik seperti H 2 S, DO, BOD, dan COD di Stasiun 3 dibandingakan dengan stasiun lainnya. DAS Citarum hulu telah tercemar. Beban pencemaran organik dari industri di hulu Citarum telah melampaui daya tampung sungai sehingga kualitas air pada musim kemarau tidak memenuhi baku mutu air yang telah ditetapkan. Sumber pencemaran utama pada Citarum hulu berasal dari limbah domestik dan industri (Bukit 2001). Buruknya kualitas air DAS Citarum hulu terendapkan di Waduk Saguling sebelum mengalir ke Waduk Cirata. Namun, sedikit banyaknya pencemaran yang ada di Waduk Saguling akan berdampak terhadap kondisi kualitas air yang ada di Waduk Cirata, begitu pun dengan dampak yang akan diterima oleh waduk Ir. H Djuanda. Perlu adanya pengelolaan Waduk Cirata

64 51 untuk menjaga kelestariannya. Pengelolaan waduk kaskade seperti Waduk Cirata ini tidak bisa terpisahkan dari pengelolaan waduk-waduk lainnya dalam satu kesatuan. Peranan dari setiap stakeholder sangat berpengaruh dalam melakukan pengelolaan waduk secara terpadu seperti intansi pemerintah, badan pengelola, tokoh masyarakat, dan pelaku kegiatan. Waduk-waduk yang berada di DAS Citarum ini memiliki badan pengelolaan yang berbeda-beda sehingga perlu adanya forum yang menjadi penghubung baik badan pengelola Waduk Saguling, Waduk Cirata, Waduk Ir.H. Djuanda maupun pengelola DAS Citarum.

65 52 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Status mutu air Waduk Cirata secara temporal maupun spasial berada pada kisaran cemar sedang hingga cemar berat untuk kegiatan perikanan dan berada pada kisaran cemar ringan untuk kegiatan PLTA. Secara eksternal kualitas perairan Waduk Cirata sangat dipengaruhi oleh kualitas air Sungai Citarum dan Cisokan, sedangkan secara internal kualitas perairan dipengaruhi oleh kegiatan KJA. Pengaruh pencemaran yang berasal dari Sungai Citarum dan Cisokan adalah pencemaran logam berat dan parameter kualitas air lainnya seperti Cu, Cd, Zn, Pb, NO 2 -N, dan Cl bebas. Pengaruh pencemaran yang berasal dari KJA adalah pencemaran bahan organik seperti H 2 S, DO, dan BOD Saran Berdasarkan konsentrasi yang sering melebihi baku mutu, maka parameter H 2 S, NH 3, NO 2 -N, Cl 2, DO, BOD, COD, Cu, Zn, Cd, Pb, dan Hg agar tetap dilakukan pengamatan untuk mengetahui perkembangan kualitas air di Waduk Cirata kedepannya. Perlu dilakukan kajian kualitas air terhadap aktivitas lain selain KJA dan sungai-sungai yang belum sempat dilakukan pengamatan oleh Penulis untuk megetahui pengaruh pencemaran dari sungai lainnya. Nilai indeks STORET akan lebih representatif apabila melibatkan parameter biologi disertai parameter fisika dan kimia dalam perhitungan.

66 53 DAFTAR PUSTAKA APHA Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. 20th edition. American Public Health Association. Washington DC. Bappeda Rencana tata ruang wilayah Propinsi Jawa Barat. Bappenas Roadmap untuk Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu Wilayah Sungai Citarum. Direktorat Pengairan dan Irigasi. BPWC Laporan Akhir Pemantauan Kualitas Air Waduk Cirata Badan Pengelola Waduk Cirata. Bandung. BPWC Laporan Sensus Keramba Jaring Apung PT Cikal. Badan Pengelola Waduk Cirata. Bandung. Bukit NT Pengaruh Air Buangan Terhadap Mutu Air Sungai Citarum. Prosiding Loka Karya Selamatkan Air Citarum. Serpong, Indonesia. Cole GA Textboox of Limnology. Third Edition. USA. Waveland Press Inc. Illinois. Darmono Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Effendi H Telaah kualitas air: Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Feriningtyas D Perubahan Spasial dan Temporal Kualitas Air Waduk Cirata, Jawa Barat selama Periode [skripsi]. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Garno Y Soetrisno Status dan Karakteristik Pencemaran di Waduk Kaskade Citarum. Jurnal teknologi lingkungan Vol.2. No.2. Garno Y Soetrisno Kualitas perairan Waduk Cirata : Dinamika Kualitas Air di Dua Lokasi yang Berbeda Jumlah Keramba Jaring Apungnya. Jurnal Teknologi Lingkungan Vol.3. No Goldman CR dan Horne AJ Limnology. McGraw-Hill. International Book Campany. Gunawan W, Zahidah, dan Mulyanti D Model Eutrofikasi Merancang Kebijakan Pengelolaan Waduk yang Berkelanjutan melalui Pendekatan System Dinamics.

67 54 Kepmen LH Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Kibria Golam, Nugegoda Dayanthi, Lam Paul, dan Fairclough Robert Aspect of Phosphorus Pollution from Aquaculture. The Iclarm Quarterly. Naga. Komarawidjaja W, Sukimin S, dan Arman E Status kualitas air Waduk Cirata dan Dampaknya Terhadap Pertumbuhan Ikan Budidaya. BPPT. Jakarta. Mukhtasor Pencemaran Pesisir dan Laut. Pradya Paraminta. Jakarta. Mustapha MK Assaessment of the Water Quality of Oyun Reservoir, Offa, Nigeria, Using Selected Physico-chemical Parameters. Turkish Journal of Fisheries and Aquatic Science 8: PPRI Peraturan Pemerintah No.82 Tahun Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Perairan. Oktaviana IS Kajian Kualitas Air Waduk Cirata sebagai Area Budidaya Ikan Menggunakan Kolam Jaring Apung [skripsi]. Program Studi Teknik Lingkungan. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Perda No. 39 tahun Tentang Peruntukan Air dan Baku Mutu Air pada Sungai Citarum dan Anak-anak Sungainya di Jawa Barat. Poerbandono, Bahsyar Ahmad, Harto Agung B, dan Rallyanti Puteri Perubahan Perilaku Erosi Daerah Aliran Sungai Citarum dengan Pemodelan Spasial. Infrastruktur dan Lingkungnan Binaan. Volume II Nomor 2. Pratiwi Yuli Penentuan Tingkat Pencemaran Limbah Industri Tekstil Berdasarkan Nutrion Value Coeficient Bioindikator. Jurnal teknologi. Volume 3 Nomor Purnamaningtyas SE dan Tjahjo DHW Pengamatan Kualitas Air untuk Mendukung Perikanan di Waduk Cirata, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol.14 No Puslitbang SDA Pengelolaan Danau dan Waduk di Indonesia Rikardi N Evaluasi Kondisi Kualitas Air Waduk Ir. H. Djuanda Purwakarta, untuk Baku Air Minum dan Perikanan pada Bulan Februari Mei 2007 [skripsi]. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rohmat D Upaya Konservasi untuk Kesinambungan Ketersediaan Sumber Daya Air: Kasus DAS Citarum. Seminar dalam Rangka Memperingati

68 55 Hari Air air untuk kehidupan manusia. Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Indonesia. Sudarwin Analisis Spasial Pencemaran Logam Berat (Pb dan Cd) pada Sedimen Aliran Sungai dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatibarang Semarang [tesis]. Program pascasarjana. Universitas Diponogoro. Supangat AB Pengaruh berbagai penggunaan lahan terhadap kualitas air sungai di kawasan hutan pinus di Gombong, Kebumen, Jawa tengah. Jurnal penelitian hutan dan konservasi alam vol.v No.3 : Tarmidi, LT Krisis moneter Indonesia:sebab, dampak, peran IMF dan saran. Ekonomi moneter dan perbankan. Jakarta. UP Cirata Pematokan dan Pengukuran Sedimentasi Waduk Cirata. Unit Pembakitan Cirata. UU Undang-Undang No. 7 Tentang Sumber Daya Air. Wardhana. WA Dampak pencemaran lingkungan. Andi. Yogyakarta. Wetzel RG dan Likens GE Limnological analyses. 2 nd. Springer-Verlag. New York.

69 LAMPIRAN 56

70 57 Lampiran 1. Lokasi pengambilan contoh Stasiun (4) Stasiun (3) Stasiun (2) Stasiun (1A) Stasiun (1B) Stasiun (1C) Stasiun (1D)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta lokasi pengamatan dan pengambilan sampel di Waduk Cirata 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Waduk Cirata, Jawa Barat pada koordinat 107 o 14 15-107 o 22 03 LS dan 06 o 41 30-06 o 48 07 BT. Lokasi pengambilan sampel

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi Umum Waduk Cirata Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari kaskade tiga waduk Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Waduk Cirata terletak diantara

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Maksud dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh berkembangnya aktivitas kolam jaring apung di Waduk Cirata terhadap kualitas air Waduk Cirata. IV.1 KERANGKA PENELITIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 - Agustus 2006 dengan lokasi penelitian di Pelabuhan Sunda Kelapa, DKI Jakarta. Pengambilan contoh air dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Waduk Cirata dengan tahap. Penelitian Tahap I merupakan penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA

2014 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH DI SEKITAR KAWASAN BUDIDAYA IKAN PADA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK JATILUHUR KABUPATEN PURWAKARTA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen pokok dan mendasar dalam memenuhi kebutuhan seluruh makhluk hidup di bumi. Menurut Indarto (2012) : Air adalah substansi yang paling melimpah

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang aliran Sungai Cihideung dari hulu Gunung Salak Dua dimulai dari Desa Situ Daun hingga di sekitar Kampus IPB Darmaga.

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan perikanan keramba jaring apung (KJA) di Waduk Ir. H. Juanda Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 4). Kegiatan

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG RYAN KUSUMO ADI WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA ANALISIS KUALITAS AIR SUNGAI KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Umar Ode Hasani Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan UHO Email : umarodehasani@gmail.com Ecogreen Vol. 2 No. 2, Oktober

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan dan berbentuk pelebaran alur atau badan atau palung sungai (PerMen LH No 28 Tahun 2009). Waduk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI III.1 LETAK DAN KONDISI WADUK CIRATA Waduk Cirata merupakan salah satu waduk dari kaskade tiga waduk DAS Citarum. Waduk Cirata terletak diantara dua waduk lainnya, yaitu

Lebih terperinci

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015

PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG PENGENDALIAN KERUSAKAN PERAIRAN DARAT TAHUN 2015 A. PEMANTAUAN KUALITAS AIR DANAU LIMBOTO Pemantauan kualitas air ditujukan untuk mengetahui pengaruh kegiatan yang dilaksanakan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 200 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG

DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG DAMPAK PENGOPERASIAN INDUSTRI TEKSTIL DI DAS GARANG HILIR TERHADAP KUALITAS AIR SUMUR DAN AIR PASOKAN PDAM KOTA SEMARANG Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

PENENTUAN STATUS MUTU AIR

PENENTUAN STATUS MUTU AIR PENENTUAN STATUS MUTU AIR I. METODE STORET I.. URAIAN METODE STORET Metode STORET ialah salah satu metode untuk menentukan status mutu air yang umum digunakan. Dengan metode STORET ini dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara maritim karena sebagian besar wilayahnya didominasi oleh perairan. Perairan ini meliputi perairan laut, payau, maupun perairan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Situ Gede. Situ Gede terletak di sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga, Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

KAJIAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PERUMNAS BANTAR KEMANG, KOTA BOGOR DAN PENGARUHNYA PADA SUNGAI CILIWUNG. Oleh : Muhammad Reza Cordova C

KAJIAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PERUMNAS BANTAR KEMANG, KOTA BOGOR DAN PENGARUHNYA PADA SUNGAI CILIWUNG. Oleh : Muhammad Reza Cordova C KAJIAN AIR LIMBAH DOMESTIK DI PERUMNAS BANTAR KEMANG, KOTA BOGOR DAN PENGARUHNYA PADA SUNGAI CILIWUNG Oleh : Muhammad Reza Cordova C24104056 DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG RIYAN HADINAFTA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi 17 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan contoh air dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2012. Lokasi penelitian di Way Perigi, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Situ IPB yang terletak di dalam Kampus IPB Dramaga, Bogor. Situ IPB secara geografis terletak pada koordinat 106 0 34-106 0 44 BT dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH BERUPA LABORATORIUM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH BERUPA LABORATORIUM PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH BERUPA LABORATORIUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur

Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Kebutuhan air di kampus IPB Dramaga saat libur Hari/ Tgl Menara Fahutan No Jam Meteran terbaca Volume Ketinggian Air Di Air Menara Terpakai Keterangan (m 3 ) (m 3 ) (m 3 ) 1 6:00

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR

GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR GUNAKAN KOP SURAT PERUSAHAAN FORMULIR PERMOHONAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH KE SUMBER AIR I. DATA PEMOHON Data Pemohon Baru Perpanjangan Pembaharuan/ Perubahan Nama Perusahaan Jenis Usaha / Kegiatan Alamat........

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR: 51 TAHUN 2004 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan laut

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR KE LAUT. 1. Nama Pemohon : Jabatan : Alamat : Nomor Telepon/Fax. :...

FORMULIR ISIAN IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR KE LAUT. 1. Nama Pemohon : Jabatan : Alamat : Nomor Telepon/Fax. :... Lampiran I Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor : Tanggal : FORMULIR ISIAN IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR KE LAUT I. INFORMASI UMUM A. Pemohon 1. Nama Pemohon :... 2. Jabatan :... 3. Alamat :...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

Oleh. lpdstltut PERTANIAN BOGOR IRMA PUDRI4RII R. F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAM

Oleh. lpdstltut PERTANIAN BOGOR IRMA PUDRI4RII R. F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAM Oleh IRMA PUDRI4RII R. F 26.1489 1993 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAM lpdstltut PERTANIAN BOGOR B O G Q R Irma Andriani R. F 26.1489. studi Kualitas Air Sungai Cisadane Sebagai Bahan Baku Pasokan Air untuk

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April Agustus 2009 di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Pakuan Kota Bogor. Lokasi pengambilan contoh (Dekeng)

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

ph TSS mg/l 100 Sulfida mg/l 1 Amonia mg/l 5 Klor bebas mg/l 1 BOD mg/l 100 COD mg/l 200 Minyak lemak mg/l 15

ph TSS mg/l 100 Sulfida mg/l 1 Amonia mg/l 5 Klor bebas mg/l 1 BOD mg/l 100 COD mg/l 200 Minyak lemak mg/l 15 69 Lampiran 1 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor :06 tahun 2007 Tanggal : 8 Mei 2007 BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN YANG MELAKUKAN LEBIH DARI

Lebih terperinci

L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH

L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH L A M P I R A N DAFTAR BAKU MUTU AIR LIMBAH 323 BAKU MUTU AIR LIMBAH INDUSTRI KECAP PARAMETER BEBAN PENCEMARAN Dengan Cuci Botol (kg/ton) Tanpa Cuci Botol 1. BOD 5 100 1,0 0,8 2. COD 175 1,75 1,4 3. TSS

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian DO Meter ph Meter Termometer Refraktometer Kertas Label Botol Sampel Lampiran 1. Lanjutan Pisau Cutter Plastik Sampel Pipa Paralon Lampiran 2. Pengukuran

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT

KANDUNGAN LOGAM BERAT KANDUNGAN LOGAM BERAT Cu, Zn, DAN Pb DALAM AIR, IKAN NILA (Oreochromis niloticus) DAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DALAM KERAMBA JARING APUNG, WADUK SAGULING SHITA FEMALA SHINDU DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM

BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM L A M P I R A N 268 BAKU MUTU LIMBAH CAIR UNTUK INDUSTRI PELAPISAN LOGAM PARAMETER KADAR MAKSIMUM BEBAN PENCEMARAN MAKSIMUM (gram/ton) TSS 20 0,40 Sianida Total (CN) tersisa 0,2 0,004 Krom Total (Cr) 0,5

Lebih terperinci

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA

TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA TARIF LAYANAN JASA TEKNIS BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI SAMARINDA Jl. M.T. Haryono / Banggeris

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Lokasi Studi.

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Lokasi Studi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta (±9 km dari pusat Kota Purwakarta). Bendungan itu dinamakan oleh pemerintah Waduk Ir. H. Juanda,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 11 3. METODE PENELITIAN 3. 1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat. Danau Lido berada pada koordinat 106 48 26-106 48 50 BT dan 6 44 30-6 44 58 LS (Gambar

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut

Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut LAMPIRAN 48 Lampiran 1. Kep.Men. LH Nomor 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut No. Parameter Satuan Baku Mutu FISIKA 1 Kecerahan a m Coral: >5 Mangrove : - Lamun : >3 2 Kebauan - Alami

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN Rizal 1), Encik Weliyadi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai. Waduk juga merupakan penampungan alami dalam pengumpulan unsur hara, bahan padatan, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup, karena selain dibutuhkan oleh seluruh makhluk hidup, juga dibutuhkan untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri

Lebih terperinci

Makalah Pendamping: Kimia Paralel A STATUS MUTU AIR LAUT DI PELABUHAN BENOA BALI PASCA PENGEMBANGAN KAWASAN PELABUHAN

Makalah Pendamping: Kimia Paralel A STATUS MUTU AIR LAUT DI PELABUHAN BENOA BALI PASCA PENGEMBANGAN KAWASAN PELABUHAN 22 Makalah Pendamping: Kimia STATUS MUTU AIR LAUT DI PELABUHAN BENOA BALI PASCA PENGEMBANGAN KAWASAN PELABUHAN Ketut Gede Dharma Putra Laboratorium Kimia Lingkungan FMIPA Universitas Udayana Bali Kampus

Lebih terperinci

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF INNA FEBRIANTIE Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan suatu unsur penting dalam kehidupan manusia untuk berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat konsumsi air minum dalam kemasan semakin

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tahap-tahap seperti yang tampak pada diagram berikut: IDENTIFIKASI MASALAH PENGUMPULAN DATA PERSIAPAN SURVEI AWAL PENENTUAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN Menimbang : PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 T E N T A N G JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN DAERAH BUKAN PAJAK PADA BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan sampel di lapangan Pengeringan Udara Sampel Lampiran 1. Lanjutan Sampel sebelum di oven Sampel setelah menjadi arang Lampiran 1. Lanjutan. Tanur (Alat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan yang merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi. Manusia menggunakan air untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Waduk adalah genangan air dalam suatu cekungan permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun sengaja dibuat oleh manusia untuk berbagai kepentingan, yang airnya

Lebih terperinci

EVALUASI KUALITAS DAN KUANTITAS AIR YANG DITERIMA PELANGGAN PDAM KECAMATAN WATULIMO KABUPATEN TRENGGALEK

EVALUASI KUALITAS DAN KUANTITAS AIR YANG DITERIMA PELANGGAN PDAM KECAMATAN WATULIMO KABUPATEN TRENGGALEK EVALUASI KUALITAS DAN KUANTITAS AIR YANG DITERIMA PELANGGAN PDAM KECAMATAN WATULIMO KABUPATEN TRENGGALEK Hadi Iswanto 1) dan Nieke Karnaningroem 2) 1) Teknik Sanitasi Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH Rezha Setyawan 1, Dr. Ir. Achmad Rusdiansyah, MT 2, dan Hafiizh

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA

PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER

LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER LAMPIARAN : LAMPIRAN 1 ANALISA AIR DRAIN BIOFILTER Akhir-akhir ini hujan deras semakin sering terjadi, sehingga air sungai menjadi keruh karena banyaknya tanah (lumpur) yang ikut mengalir masuk sungai

Lebih terperinci

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C64102057 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jatinangor, 22 Juli Haris Pramana. iii

KATA PENGANTAR. Jatinangor, 22 Juli Haris Pramana. iii KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas segala Berkat dan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah

Lebih terperinci

KAJIAN KUALITAS AIR UNTUK AKTIFITAS DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KRUENG ACEH Susi Chairani 1), Siti Mechram 2), Muhammad Shilahuddin 3) Program Studi Teknik Pertanian 1,2,3) Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 1. Latar belakang Air merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Air diperlukan untuk minum, mandi, mencuci pakaian, pengairan dalam bidang pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN Jalil 1, Jurniati 2 1 FMIPA Universitas Terbuka, Makassar 2 Fakultas Perikanan Universitas Andi Djemma,

Lebih terperinci

: Baku mutu air kelas I menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 (hanya untuk Stasiun 1)

: Baku mutu air kelas I menurut Peraturan Pemerintah RI no. 82 tahun 2001 (hanya untuk Stasiun 1) LAMPIRAN 48 Lampiran 1. Hasil rata-rata pengukuran parameter fisika dan kimia perairan Way Perigi Parameter Satuan Baku Mutu Kelas I 1) Baku Mutu Sampling 1 Sampling 2 Sampling 3 Kelas III 2) Stasiun 1

Lebih terperinci

Ir. H. Djuanda di bagian hilir DAS (luas permukaan air ha) selesai dibangun tahun

Ir. H. Djuanda di bagian hilir DAS (luas permukaan air ha) selesai dibangun tahun .. Latar belakang Waduk merupakan danau buatan dengan membendung aliran sungai, yang pada urnumnya ditujukan sebagai tempat penampungan air yang dipergunakan untuk berbagai macam keperluan seperti Pembangkt

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Agustus 2011 di kawasan KJA Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar di Danau Lido, Bogor, Jawa Barat (Lampiran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di Kabupaten Banjarnegara dengan rata-rata turun sebesar 4,12 % per

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya di Kabupaten Banjarnegara dengan rata-rata turun sebesar 4,12 % per BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan Daerah Aliran Sungai Merawu didominasi oleh lahan pertanian. Jenis sayuran yang menjadi komoditas unggulan wilayah ini yaitu jagung, daun bawang, wortel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber air baku bagi pengolahan air minum adalah air sungai. Air sungai secara umum memiliki tingkat turbiditas yang lebih tinggi dibandingkan dengan air

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk didefinisikan sebagai perairan menggenang atau badan air yang memiliki ceruk, saluran masuk (inlet), saluran pengeluaran (outlet) dan berhubungan langsung dengan sungai

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. pengambilan sampel pada masing-masing 3 lokasi sampel yang berbeda

METODOLOGI PENELITIAN. pengambilan sampel pada masing-masing 3 lokasi sampel yang berbeda 24 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Way Sekampung Tahun 2013 dan 2014, dimana pada Tahun 2013 dilakukan 4 kali pengambilan sampel dan pada Tahun 2014 dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hal yang penting dan harus tetap dijaga kestabilannya (Effendi, 2003).

PENDAHULUAN. hal yang penting dan harus tetap dijaga kestabilannya (Effendi, 2003). PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang diperlukan sebagai hajat hidup orang banyak. Semua makhluk hidup membutuhkan air untuk kehidupannya sehingga sumberdaya air perlu dilindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Proses ini yang memungkinkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bila suatu saat Waduk Jatiluhur mengalami kekeringan dan tidak lagi mampu memberikan pasokan air sebagaimana biasanya, maka dampaknya tidak saja pada wilayah pantai utara (Pantura)

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN AIR BAKU

BAB IV TINJAUAN AIR BAKU BAB IV TINJAUAN AIR BAKU IV.1 Umum Air baku adalah air yang berasal dari suatu sumber air dan memenuhi baku mutu air baku untuk dapat diolah menjadi air minum. Sumber air baku dapat berasal dari air permukaan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 188/331/KPTS/013/2012 TENTANG PENUNJUKAN PT. ENVILAB INDONESIA SEBAGAI LABORATORIUM LINGKUNGAN DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem air terdiri dari laut, air permukaan maupun air tanah. Air merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. Sistem air terdiri dari laut, air permukaan maupun air tanah. Air merupakan hal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem air terdiri dari laut, air permukaan maupun air tanah. Air merupakan hal yang penting bagi kehidupan. Air yang baik adalah air yang memenuhi kriteria standar

Lebih terperinci

Judul Penelitian: GAMBARAN KUALITAS AIR SUNGAI DI KAWASAN DAS CITARUM

Judul Penelitian: GAMBARAN KUALITAS AIR SUNGAI DI KAWASAN DAS CITARUM Judul Penelitian: GAMBARAN KUALITAS AIR SUNGAI DI KAWASAN DAS CITARUM 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAS Citarum merupakan DAS terbesar di Jawa Barat, memiliki luas sebesar 6.614 km 2 dan panjang 300

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR NITRAT DAN KLASIFIKASI TINGKAT KESUBURAN DI PERAIRAN WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR, PURWAKARTA

ANALISIS KADAR NITRAT DAN KLASIFIKASI TINGKAT KESUBURAN DI PERAIRAN WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR, PURWAKARTA Analisis Kadar Nitrat dan... Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta (Kusumaningtyas, D.I.) ANALISIS KADAR NITRAT DAN KLASIFIKASI TINGKAT KESUBURAN DI PERAIRAN WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR, PURWAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelestarian fungsi

Lebih terperinci