BAB II ASAS ULTIMUM REMEDIUM/THE LAST RESORT PRINCIPLE DI DALAM INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL YANG MENGATUR TENTANG ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II ASAS ULTIMUM REMEDIUM/THE LAST RESORT PRINCIPLE DI DALAM INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL YANG MENGATUR TENTANG ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM"

Transkripsi

1 BAB II ASAS ULTIMUM REMEDIUM/THE LAST RESORT PRINCIPLE DI DALAM INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL YANG MENGATUR TENTANG ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM A. Asas Ultimum Remedium di dalam Instrumen Internasional yang Mengatur Tentang Anak Perhatian akan perlunya perlindungan khusus bagi anak berawal dari Deklarasi jenewa tentang Hak-Hak Anak tahun 1924 yang diakui dalam Universal Declaration of Human Rights tahun Bertolak dari hal tersebut, kemudian pada tanggal 20 November 1958, Majelis Umum PBB mengesahkan Declaration of the Rights of the Child. Sementara itu, masalah anak terus dibicarakan dalam kongreskongres PBB mengenai The Prevention of Crime and the Treatment of Offenders. Pada kongres ke-i di Geneva tahun 1955 dibicarakan topik Prevention of Juvenile Delinquency, pada kongres ke-ii tahun 1960 di London dibicarakan masalah New Forms of Juvenile Delinquency dan Special Police Services for the Prevention of Juvenile Delinquency, dan masalah Juvenile Delinquency ini masih juga dibicarakan pada kongres ke III di Stockholm. Setelah masyarakat dunia berulang kali memusatkan perhatian pada masalah Juvenile Delinquency, dalam perkembangannya pusat perhatian diarahkan pada masalah Juvenile Justice (Peradilan Anak). 84 Mantan Sekretaris PBB Javier Perez De Cuellar pernah menyatakan bahwa, Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op.Cit., hal Javier Perez sebagaimana dikutip dalam Paulus Hadisuprapto, Juvenile Delinquency Pemahaman dan Penanggulangannya, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997), hal.81

2 The way of society treats its children reflects not only its qualities of compassion and protective carring, but also its sense of justice, its commitment to the future and its urge to enchance the human condition for coming generations. This is as indisputably true of the community of nations as it is of nations individually. (Cara masyarakat memperlakukan anak-anak tidak saja mencerminkan kualitas kepeduliannya melindungi anak-anak, melainkan mencerminkan juga perasaan keadilan dan komitmennya terhadap masa depan mereka serta niatnya untuk meningkatkan kondisi kemanusiaan generasi penerus suatu bangsa.) Ungkapan Javier di atas merupakan gambaran pentingnya posisi anak di dalam suatu lingkungan masyarakat yang merupakan generasi penerus bangsa. Perlindungan terhadap anak merupakan tanggung jawab yang diemban oleh masyarakat termasuk jika anak tersebut melakukan tindak pidana. Pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum merupakan kewajiban bagi warga masyarakat sebagaimana telah ditentukan oleh hukum internasional yang berlaku. Beberapa instrumen hukum internasional yang mengatur tentang anak yang berkonflik dengan hukum terkait dengan asas ultimum remedium yakni, 1. Convention of the Right of the Child 1989 Perkembangan yang sangat berarti bagi perhatian masyarakat internasional mengenai hak-hak anak dan sekaligus merupakan tindak lanjut pencanangan Deklarasi Hak-Hak Anak yaitu dengan disahkannya Resolusi PBB 44/25- Convention Of The Right Of The Child atau Konvensi Hak-Hak Anak. Konvensi ini terdiri dari 54 Pasal yang secara rinci mengatur hak-hak perorangan bagi seseorang berusia dibawah

3 18 tahun. 86 Pemerintah Indonesia meratifikasi konvensi ini dengan mengeluarkan Kepres No.36 Tahun Perlindungan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dalam konvensi ini dapat dilihat sebagai berikut : Article 37 (Pasal 37) States Parties shall ensure that (Pihak Negara menjamin bahwa) (a) No child shall be subjected to torture or other cruel, inhuman or degrading treatment or punishment. Neither capital punishment nor life imprisonment without possibility of release shall be imposed for offences committed by persons below eighteen years of age (tidak ada anak yang akan dikenakan penyiksaan atau kekejaman lainnya, ketidakmanusiawian atau penghinaan atau hukuman baik itu hukuman Negara ataupun penjara seumur hidup tanpa kemungkinan bebas tidak akan dijatuhkan bagi pelanggaran yang dilakukan oleh orang yang dibawah usia 18 tahun) (b) No child shall be deprived of his or her liberty unlawfully or arbitrarily. The arrest, detention or imprisonment of a child shall be in conformity with the law and shall be used only as a measure of last resort and for the shortest appropriate period of time (tidak ada anak yang akan dihilangkan kebebasannya secara tidak sah atau sewenang-wenang. Penangkapan, penahanan, atau memenjarakan seorang anak akan disesuaikan dengan hukum dan hanya akan digunakan sebagai upaya terakhir untuk jangka waktu yang singkat) (c) Every child deprived of liberty shall be treated with humanity and respect for the inherent dignity of the human person, and in a manner which takes into account the needs of persons of his or her age. In particular, every child deprived of liberty shall be separated from adults unless it is considered in the child's best interest not to do so and shall have the right to maintain contact with his or her family through correspondence and visits, save in exceptional circumstances (setiap anak yang dirampas kebebasannya harus diperlakukan manusiawi dan menghormati martabat manusia yang melekat, dan dalam suatu cara dan mengingat akan kebutuhan-kebutuhan orang pada umurnya. Terutama setiap anak yang dirampas kebebasannya harus dipisahkan dari orang dewasa kecuali penempatannya itu dianggap demi kepentingan si anak dan harus mempunyai hak untuk mempertahankan hubungan dengan keluarga melalui surat menyurat dan kunjungan, kecuali bila dalam keadaan-keadaan luar biasa) a. (d) Every child deprived of his or her liberty shall have the right to prompt access to legal and other appropriate assistance, as well as the right to 86 Ibid., hal.89

4 challenge the legality of the deprivation of his or her liberty before a court or other competent, independent and impartial authority, and to a prompt decision on any such action (setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak atas akses segera ke bantuan hukum dan bantuan lain yang tepat, dan juga hak untuk menyangkal keabsahan perampasan kebebasannya, di hadapan suatu pengadilan atau penguasa lain yang berwenang, mandiri, dan adil, dan atas putusan segera mengenai tindakan apa pun semacam itu) Pokok Convention Of The Right Of The Children di atas khususnya Pasal 37 dalam rangka memberikan perlindungan bagi anak yang berkonflik dengan hukum yakni Pertama, konvensi ini menghendaki penyeragaman usia anak yang mendapatkan perlindungan khusus yaitu dibawah 18 tahun. Kedua, perlindungan terhadap anak yang berkonflik dilakukan dengan cara menjauhkannya dari sistem peradilan pidana anak dengan menjadikan hal tersebut sebagai upya terakhir/ last resort dan apabila permasalahan anak harus diselesaikan lewat penjatuhan hukuman maka pemenjaraan seumur hidup dihapuskan baginya serta ia harus mendapat bantuan hukum dan fasilitas yang memadai. 2. United Nations Guidelines for the Prevention of Juvenile Delinquency (The Riyadh Guidelines) The Riyadh Guidelines merupakan suatu pedoman pencegahan kenakalan anak yang terdiri atas 66 Pasal. The Riyadh Guidelines ditetapkan melalui Resolusi PBB Nomor 45/112 dalam Sidang Pleno PBB ke-68 pada tanggal 14 Desember Bagian lampiran Riyadh Guidelines menyebutkan bahwa pencegahan tindak pidana anak merupakan bagian utama pencegahan kejahatan di dalam masyarakat. Pencegahan tersebut dilakukan melalui pendayagunaan sarana perundang-undangan,

5 aktivitas sosial yang bermanfaat, melakukan pendekatan manusiawi terhadap segala aspek kehidupan kemasyarakatan serta memerhatikan kehidupan anak, sehingga melalui hal ini anak-anak dapat mengembangkan sikap-sikap non-criminogen. Anak yang berkonflik dengan hukum dalam Riyadh Guidelines juga mendapat perhatian selain hal utama tujuan pembentukan Riyadh Guidelines yakni pencegahan kenakalan anak. Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 46 sebagai berikut, The institutionalization of young persons should be a measure of last resort and for the minimum necessary period, and the best interest of the young person should be of paramount importance. (Pelembagaan terhadap remaja harus menjadi pilihan terakhir untuk jangka waktu singkat yang diperlukan, dan kepentingan terbaik bagi remaja harus menjadi pertimbangan utama.) Pasal 46 di atas merupakan kebijakan yang harus ditempuh oleh masingmasing negara untuk menempatkan anak yang berkonflik dengan hukum ke dalam lembaga pemasyarakatan sebagai jalan terakhir dan pelaksanaannya juga harus dalam jangka waktu yang singkat. Kebijakan tersebut merupakan bagian dari kebijakan sosial yang telah ditetapkan di dalam Riyadh Guidelines. 3. United Nations Standard Minimum Rules for Non-custodial Measures (The Tokyo Rules) Tokyo Rules merupakan Resolusi PBB Nomor 45/113 yang berisi 23 pasal yang mengatur tentang tindakan non penahanan yang harus dikenakan terhadap pelaku tindak pidana yang diajukan ke dalam sistem peradilan pidana. Tokyo Rules lahir berdasarkan pertimbangan untuk mengurangi penggunaan penjara terhadap pelaku tindak pidana dan bertujuan untuk merahabilitasi pelaku serta

6 mengintegrasikannya kembali ke dalam masyarakat. Tokyo Rules dimaksudkan untuk meningkatkan keterlibatan/peran serta masyarakat yang lebih besar khususnya dalam pembinaan pelaku tindak pidana dan meningkatkan rasa tanggung jawab pelaku tindak pidana terhadap masyarakat. Penahanan sebagai last resort juga diatur di dalam Rules 16.1 Tokyo Rules sebagai berikut; Pre-trial detention shall be used as a means of last resort in criminal proceedings, with due regard for the investigation of the alleged offence and for the protection of society and the victim. (Penahanan sebelum persidangan harus digunakan sebagai sarana terakhir dalam proses pidana dengan memperhatikan penyelidikan dugaan pelanggaran dan untuk perlindungan masyarakat dan korban). Penahanan sebagai langkah terakhir yang harus dilakukan berdasarkan aturan di atas maksudnya adalah untuk mengurangi pembatasan kemerdekaan yang akan dikenakan terhadap pelaku tindak pidana, hal tersebut untuk memberikan kesempatan kepada pelaku tindak pidana untuk dapat bertanggung jawab langsung kepada masyarakat yang dirugikan akibat pelanggaran yang dilakukannya. 4. United Nations Rules for the Protection of Juvenile Deprived of their Liberty (Havana Rules) Havana Rules merupakan Resolusi PBB Nomor 45/113 yang dihasilkan melalui Sidang Pleno PBB ke-68 pada tanggal 14 Desember 1990 yang berisi 87 Pasal yang mengatur tentang perlindungan terhadap anak yang dirampas kemerdekaannya. Havana Rules merupakan pelengkap Beijing Rules dalam hal menetapkan standar minimum prosedur sistem peradilan pidana anak. Havana Rules

7 mencakup pengaturan tentang hak anak/remaja yang berada di dalam tahanan termasuk kesehatan, rekreasi, agama, mendapatkan fasilitas yang memadai, pendidikan, pelatihan kerja, dsb. Havana Rules menyatakan pemenjaraan sebagai upaya terakhir/last resort dalam menyelesaikan permasalahan anak yang berkonflik dengan hukum. Pengaturan last resort dalam Havana Rules hanya terbatas pada pemenjaraan anak/remaja saja, berbeda dengan pengaturan yang ada di dalam Convention of the Right of the Child yang menjadikan seluruh sistem peradilan pidana anak dimulai dari penangkapan, penahanan dan pemenjaraan sebagai jalan terakhir bagi anak nakal. Hal ini dinyatakan di dalam pandangan dasar (fundamental perspectives) Havana Rules yakni sebagai berikut, Juveniles should only be deprived of their liberty in accordance with the principles and procedures seth forth in these Rules and in the United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice ( The Beijing Rules). Deprivation of the liberty of a juvenile should be a disposition of last resort and for the minimum necessary period and should be limited to exectional cases. The length of the sanction should be determined by the judicial authority, without precluding the possibility of his or her early release. (Anak hanya boleh dirampas kemerdekaannya sesuai dengan prinsip dan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan ini dan Peraturan Standar Minimum Administrasi Peradilan Anak (Beijing rules). Perampasan kemerdekaan anak haruslah merupakan penempatan terakhir dan untuk jangka waktu singkat yang diperlukan dan harus dibatasi untuk kasus yang luar biasa. Lamanya hukuman harus ditentukan oleh kekuasaan kehakiman tanpa menutup kemungkinan untuk melepaskannya). Ketentuan pembatasan kemerdekaan terhadap anak nakal di atas lebih lanjut mengacu kepada mekanisme serta prosedur yang terdapat di dalam Beijing Rules sebagai aturan pokok yang mengatur tentang anak yang berkonflik dengan hukum.

8 5. United Nations Standard Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice ( Beijing Rules) Beijing Rules sangat dikenal di kalangan para aktivis pembela hak-hak anak karena untuk pertama kalinya secara detail masyarakat internasional memiliki ketentuan minimal bagaimana memperlakukan anak-anak yang berkonflik dengan hukum. Resolusi ini secara tegas mengakui bahwa anak karena tahapan awal perkembangan manusianya, memerlukan bantuan dan perawatan khusus berkenaan dengan perkembangan fisik, mental, dan sosialnya, serta memerlukan perlindungan hukum mengenai kondisi damai, kemerdekaan, martabat, dan keamanannya. 87 Beijing Rules merupakan kebijakan sosial yang menjadi mandat yang harus diterapkan bagi negara-negara peserta termasuk Indonesia. Resolusi ini bertujuan untuk mendukung tercapainya sebesar mungkin kesejahteraan anak, dan mengupayakan berkurangnya penanganan anak melalui sistem formal dengan campur tangan sistem peradilan pidana sehingga kerugian-kerugian atau dampak negatif pada diri anak akibat campur tangan sistem dapat dicegah seperti timbunlnya stigmatisasi, penyiksaan dan pengaruh buruk digabungnya tahanan anak dengan tahanan dewasa. Asas The Last Resort di dalam Beijing Rules terlihat pada Aturan 13.1 yang menyatakan sebagai berikut, The placement of a juvenile in an institution shall always be a disposition of last resort and for the minimum necessary period. (Penahanan sebelum pengadilan terhadap anak nakal harus dilakukan sebagai upaya terakhir untuk jangka waktu singkat yang dibutuhkan) 87 Hadi Supeno, Kriminalisasi Anak Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan, (Jakarta: PT Gramedia, 2010), hal.82

9 Pengaturan penahanan terhadap anak sebagai langkah terakhir dilakukan untuk menghindarkan anak dari bahaya buruknya pengaruh rumah tahanan terhadap tumbuh kembang anak tersebut. Aturan 13.1 tersebut mendorong untuk dilakukannya langkah-langkah baru dan inovatif untuk menghindari penahanan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum. B. Relevansi Perangkat Hukum Internasional Terkait Asas Ultimum Remedium dalam Suasana Hukum Nasional Instrumen internasional merupakan suatu produk hukum tertulis dalam perangkat ketentuan-ketentuan yang dihasilkan baik oleh organisasi-organisasi internasional (seperti PBB) maupun beberapa negara, berupa perjanjian, konvensi, persetujuan, protokol, piagam, kovenan, akta, deklarasi, dan instrumen internasional lainnya. Tidak ada ketentuan baik dalam hukum nasional maupun hukum internasional yang mewajibkan negara untuk meratifikasi suatu konvensi atau perjanjian internasional. PBB melalui Majelis Umum seringkali hanya menghimbau kepada negara anggotanya untuk melakukan ratifikasi terhadap suatu konvensi maupun perjanjian internasional. 88 Istilah konvensi lazimnya digunakan untuk satu instrumen multilateral yang resmi dan layak. Bentuk konvensi ini cenderung digunakan untuk perjanjian multilateral yang bersifat pembuat hukum. Negara yang meratifikasi, menerima, 88 Sumaryo Suryokusumo, Studi Kasus Hukum Internasional, (Jakarta : Tatanusa, 2007), hal.178

10 mengesahkan, atau mengaksesi konvensi internasional semuanya dilakukan dengan suatu intrumen yang di dalamnya memuat pernyataan dari negara tersebut tentang kesepakatannya untuk meratifikasi, menerima, mengesahkan, dan mengaksesi suatu konvensi serta kesediaan untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang ada di dalamnya dengan iktikad baik. 89 Masuknya hukum internasional ke dalam hukum nasional dan menjadi bagian dari hukum nasional serta dalam beberapa hal memberi warna terhadap hukum nasional, menunjukkan bahwa negara-negara tidak bisa mengabaikan arti dan peranan dari hukum internasional. Sejauh mana suatu negara sudah peka dan tanggap terhadap perkembangan hukum internasional dapat diketahui dari pengaturan suatu masalah di dalam undang-undang nasionalnya, di mana masalah itu sendiri juga sudah diatur secara canggih dan aktual di dalam sebuah konvensi internasional. 90 Perangkat hukum internasional dibutuhkan oleh hukum nasional, sebab hukum internasional dapat menjadi masukan bagi hukum nasional berkenaan dengan suatu masalah yang pengaturannya terlebih dahulu muncul di dalam hukum (konvensi) internasional. Sebagai bahan masukan, suatu negara itu bisa melakukannya dengan jalan meratifikasi konvensi yang mengatur tentang masalah tersebut atau kalau negara itu tidak ingin meratifikasi dapat menempuh dengan jalan mengadaptasi isi dan jiwa konvensi tersebut untuk selanjutnya diatur di dalam Ibid., hal I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung : Mandar Maju, 2003), hal.

11 undang-undang nasionalnya. 91 Indonesia melakukan ratifikasi terhadap konvensi internasional melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Pembuatan Perjanjian Internasional. Pasal 10 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Pembuatan Perjanjian Internasional menyatakan bahwa, Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan Undang-Undang apabila berkenaan dengan (a) masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan negara, (b) perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah Negara RI, (c) kedaulatan atau hak berdaulat negara, (d) hak asasi manusia dan lingkungan hidup, (e) pembentukan kaidah hukum baru, (f) pinjaman dan/atau hibah luar negeri. Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa, Pengesahan perjanjian internasional yang materinya tidak termasuk materi sebagaimana dimaksud Pasal 10, dilakukan dengan Keputusan Presiden. Ratifikasi terhadap konvensi hak anak dilakukan melalui Keputusan Presiden karena isi dari materi konvensi tidak termasuk dalam materi yang di atur di dalam Pasal 10 undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Pembuatan Perjanjian Internasional. Negara tetap mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya untuk meratifikasi atau tidaknya suatu konvensi atau perjanjian internasional. Jika harus melakukan ratifikasi negara tetap akan mempertimbangkan kepentingan nasionalnya. Dewasa ini, konvensi yang menyangkut tentang anak telah dianggap sebagai konvensi yang sangat mendasar yang mengandung tuntutan internasional terhadap semua anggota 91 Ibid., hal.340

12 masyarakat internasional untuk meratifikasinya. Terhadap konvensi yang mengatur tentang anak, Indonesia telah meratifikasinya melalui Keputusan presiden Nomor 36 Tahun 1990 Tentang ratifikasi terhadap Convention of the Right of the Child. 92 Konvensi Hak Anak ini juga di dalamnya terkandung asas the last resort terhadap anak yang berhadapan dengan hukum yakni dengan menjadikan sistem peradilan pidana anak sebagai langkah terakhir yang harus ditempuh. Perserikatan Bangsa-Bangsa bukan merupakan suatu pemerintahan dunia, Majelis Umum tidak pula dapat dianggap sebagai suatu badan legislatif untuk masyarakat dunia. Menurut Pasal 10 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, keputusan Majelis Umum berupa resolusi hanya mempunyai kekuatan sebagai anjuran kepada anggota-anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Walaupun demikian, tidak dapat disangkal bahwa keputusan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ini ada kalanya mempunyai kekuatan yang jauh melebihi arti formal keputusan itu sebagaimana diatur dalam piagam. Sebagai keputusan Majelis Umum, Resolusi tidak mempunyai kekuatan mengikat yang langsung. Terhadap resolusi Majelis Umum PBB yang mengatur tentang anak khususnya yang di dalamnya terkandung asas ultimum remedium/the last resort terhadap anak yang berkonflik dengan hukum seperti pengaturan ultimum remedium di dalam The Riyadh Guidelines, Tokyo Rules, Havana Rules, Beijing Rules, maka negara Indonesia sebagai salah satu anggota PBB telah mengadopsi materi penting Sumaryo Suryokusumo, Op.Cit., hal Mochtar Kusumaatmadja & Etty R Agoes, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung : PT.Alumni, 2003), hal. 154

13 yang ada di dalam resolusi-resolusi tersebut melalui undang-undang nasionalnya. Hal ini dilakukan negara Indonesia sebagai bentuk kelanjutan dari anjuran/himbauan resolusi Majelis Umum PBB kepada negara-negara anggota. Asas ultimum remedium seperti yang tertuang di dalam resolusi PBB tersebut di atas telah di sinkronisasikan ke dalam undang-undang nasional Indonesia seperti pada undang-undang perlindungan anak. Dengan demikian, asas ultimum remedium masuk menjadi bagian dari pengaturan hukum nasional melalui ratifikasi atas konvensi hak anak yang mengatur perlindungan terhadap anak. C. Konsep Diversi dan Restorative Justice (Keadilan Restoratif) di dalam Instrumen Hukum Internasional 1. Pengertian dan Pengaturan Diversi di dalam Beijing Rules Menurut sejarah perkembangan hukum pidana kata diversion pertama kali dikemukakan sebagai kosa kata pada laporan pelaksanaan peradilan anak yang disampaikan Presiden Komisi Pidana Australia di Amerika Serikat pada tahun Terdapat banyak perbedaan pengertian diversi sesuai dengan praktek pelaksanaannya. Jack E. Bynum mendefinisikan diversi sebagai, 94 Diversion is an attempt to divert, or channel out, youthful offenders from the juvenile justice system. (Diversi adalah sebuah perlakuan atau tindakan untuk mengalihkan atau menempatkan pelaku tindak pidana anak keluar dari sistem peradilan pidana). Prinsip utama pelaksanaan konsep diversi yaitu tindakan persuasif atau pendekatan non-penal dan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk 94 Jack E. Bynum sebagaimana dikutip dalam Marlina (2), Op.Cit., hal.10

14 memperbaiki kesalahan. Petugas dalam melaksanakan diversi menunjukkan pentingnya ketaatan kepada hukum dan aturan. Petugas melakukan diversi dengan cara pendekatan persuasif dan menghindari penangkapan yang menggunakan tindakan kekerasan dan pemaksaan. 95 Diversi sebagai usaha mengajak masyarakat untuk taat dan menegakkan hukum negara, pelaksanaannya tetap mempertimbangkan rasa keadilan sebagai prioritas utama disamping pemberian kesempatan kepada pelaku untuk menempuh jalur non pidana seperti ganti rugi, kerja sosial atau pengawasan orang tuanya. Diversi tidak bertujuan mengabaikan hukum dan keadilan sama sekali, akan tetapi berusaha memakai unsur pemaksaan seminimal mungkin untuk membuat orang mentaati hukum. 96 Pengaturan diversi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dalam instrumen hukum internasional yakni Beijing Rules dinyatakan dalam Rule 11 sebagai berikut : 11.1 Consideration shall be given, wherever appropriate, to dealing with juvenile offenders without resorting to formal trial by the competent authority. (Pertimbangan harus diberikan oleh pihak yang berwenang jika memungkinkan untuk mengatasi pelaku remaja tanpa beralih ke pengadilan formal.) 11.2 The police, the prosecution or other agencies dealing with juvenile cases shall be empowered to dispose of such cases, at their discretion, without recourse to formal hearings, in accordance with the criteria laid down for that purpose in the respective legal system and also in accordance with the principles contained in this Rules. (Polisi, Jaksa, atau lembaga lain yang berhubungan dengan kasus remaja harus diberdayakan untuk mengalihkan kasus tersebut sesuai dengan kewenangan mereka tanpa 95 Ibid., hal Ibid., hal.14

15 melibatkan proses formal sesuai dengan kriteria yang ditetapkan untuk tujuan itu di masing-masing sistem hukum dan juga sesuai dengan prinsipprinsip yang terkandung di dalam aturan.) 11.3 Any diversion involving referral to appropriate community or other services shall require the consent of the juvenile, or her or his parents or guardian, provided that such decision to refer a case shall be subject to review by a competent authority, upon application. ( setiap pengalihan yang melibatkan rujukan ke masyarakat atau jasa lainnya memerlukan persetujuan dari pelaku remaja atau orang tua/walinya, asalkan keputusan untuk merujuk kasus tersebut harus ditinjau oleh pejabat yang berwenang dalam melaksanakannya.) 11.4 In order to facilitate the discretionary disposition of juvenile cases, efforts shall be made to provide for community programmes, such as temporary supervision and guidance, restitution, and compensation of victims. ( dalam rangka memfasilitasi kewenangan pengalihan kasus anak, upaya yang dapat dilakukan adalah menyediakan program-program layanan masyarakat seperti, pengawasan dan bimbingan sementara, restitusi, dan kompensasi kepada korban.) Commentary Rule 11 di atas adalah sebagai berikut : Diversion, involving removal from criminal justice processing and frequently, redirection to community support services, is commonly practiced on a formal and informal basis in many legal systems. This practice serves to hinder the negative effects of subsequent proceedings in juvenile justice administration (for example the stigma of conviction and sentence). In many cases, non intervention would be the best response. Thus diversion at the outset and without referral to alternative (social) services may be the optimal response. This is especially the case where the offence is of a non-serious nature and where the family, the school or other informal social control institutions have already reacted, or are likely to react, in an appropriate and constructive manner. (Diversi, termasuk penghapusan dari proses pengadilan pidana dan sering kali, pengalihan ke pelayanan dukungan masyarakat, biasanya dilakukan secara formal dan informal dalam sistem hukum. Praktek ini berfungsi untuk menghambat efek negatif dari proses selanjutnya dalam administrasi peradilan anak (sebagai contoh, stigma/cap narapidana dan hukuman). Dalam banyak kasus, ketiadaan intervensi akan menjadi respon terbaik. Dengan demikian, pengalihan keluar pengadilan pada tahap awal dan tanpa merujuk pada layanan sosial mungkin menjadi respon yang optimal. Hal ini khususnya terjadi dimana pelanggaran merupakan sifat dasar yang tidak serius dan dimana keluarga, sekolah, atau lembaga informal pengendali

16 masyarakat sudah bereaksi atau cenderung bereaksi dalam sikap yang tepat dan membangun). Diversi sangat penting untuk diperhatikan dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukum, diversi dapat menghindarkan anak dari proses stigmatisasi yang lazimnya terjadi dalam proses pemidanaan anak lewat sistem peradilan pidana anak. Melalui diversi, kemungkinan penuntutan pidana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum gugur, rekor anak sebagai bekas terdakwa tidak ada, dan dengan sendirinya stigmatisasi terhadap diri anak pun tidak terjadi. Program diversi dalam perkara anak dapat dilakukan dengan cara Non- intervensi. Non-intervensi merupakan upaya terbaik karena diversi tanpa melalui proses formal merupakan upaya yang optimal, terutama bagi pidana yang tidak serius dimana keluarga, sekolah, atau lembaga pengawasan sosial informal dapat berperan dengan cara yang layak dan membangun. Cara Non-intervensi dapat dibagi menjadi, 97 a. Peringatan informal : melibatkan polisi untuk mengatakan kepada anak bahwa apa yang dilakukannya salah dan memperingatkan agar tidak melakukannya lagi. Tidak ada berita acara untuk itu. b. Peringatan Formal : polisi harus mengantarkan anak pulang dan memberi peringatan kepada orang tua atau walinya. Polisi mencatat peringatan itu dalam catatan diversi yang disimpan di kantor polisi. c. Ganti kesalahan dengan kebaikan / restitusi : anak diminta mengganti kesalahan dengan kebaikan, misalnya dengan membayar ganti kerugian pada korban sesuai dengan kemampuan anak. 97 Wayan Dinar Purba Prasetyo, Diversi Sebagai Upaya penyelesaian Anak yang Berhadapan Dengan Hukum, dalam diakses pada hari Senin tanggal 6 Mei 2013 pukul wib

17 d. Pelayanan masyarakat : anak diminta melakukan pelayanan masyarakat atau penuhi tugas tertentu selama beberapa jam. Hal ini berfungsi untuk pengembangan kejiwaan dan pendidikan anak. e. Melibatkan anak dalam program keterampilan : melibatkan anak pada program keterampilan yang dikelola lembaga pelayanan sosial LSM, baik anak pelaku maupun anak pada umumnya. f. Menyusun rencana polisi, anak, dan keluarga : melibatkan anak, keluarga, dan polisi, bersama-sama membahas hal yang harus dilakukan, misalnya ganti kesalahan dengan kebaikan bagi korban maupun masyrakat perkuat ikatan keluarga dan dukungan anak lain, serta mencegah penanggulangan tindak pidana lagi. g. Rencana yang diputuskan lembaga tradisional adat : kasus-kasus anak dapat juga dilimpahkan penanganannya pada lembaga tradisional. h. Rencana didasarkan hasil pertemuan kelompok keluarga : pertemuan antar kelompok keluarga melibatkan semua pihak terkena dampak tindak pidana anak. Diversi berupaya memberikan keadilan kepada kasus anak yang telah terlanjur melakukan tindak pidana sampai kepada aparat penegak hukum sebagai pihak penegak hukum. Keadilan tersebut dipaparkan melalui sebuah penelitian terhadap keadaan dan situasi untuk memperoleh sanksi atau tindakan yang tepat (appropriate treatment).tiga jenis pelaksanaan program diversi yaitu; Pelaksanaan kontrol secara sosial (social control orientation), yaitu aparat penegak hukum menyerahkan pelaku dalam tanggung jawab pengawasan atau pengamatan masyarakat, dengan ketaatan pada persetujuan atau peringatan yang diberikan. Pelaku menerima tanggung jawab atas perbuatannya dan tidak diharapkan adanya kesempatan kedua kali bagi pelaku oleh masyarakat. 2. Pelayanan sosial oleh masyarakat terhadap pelaku (social service orientation), yaitu melaksanakan fungsi untuk mengawasi, mencampuri, memperbaiki dan menyediakan pelayanan pada pelaku dan keluarganya. Masyarakat dapat mencampuri keluarga pelaku untuk memberikan perbaikan atau pelayanan. 98 M. Lutfi Chakim, Implementasi Konsep Diversi Terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum, dalam diakses pada hari Senin tanggal 6 Mei 2013 pukul wib

18 3. Menuju proses restorative justice atau perundingan (balanced or restorative justice orientation), yaitu melindungi masyarakat, memberi kesempatan pelaku bertanggung jawab langsung pada korban dan masyarakat dan membuat kesepakatan bersama antara korban pelaku dan masyarakat. Pelaksanaannya semua pihak yang terkait dipertemukan untuk bersama-sama mencapai kesepakatan tindakan pada pelaku. Ide diversi adalah pemikiran tentang pemberian kewenangan kepada arapat penegak hukum untuk mengambil tindakan- tindakan kebijaksanaan dalam menangani atau menyelesaikan masalah pelanggaran anak dengan tidak mengambil jalan formal antara lain menghentikan atau tidak meneruskan/melepaskan dari proses peradilan pidana atau mengembalikan/ menyerahkan kepada masyarakat dan bentukbentuk kegiatan pelayanan sosial lainnya. Penerapan diversi dapat dilakukan dalam semua tingkatan pemeriksaan yaitu dari penyidikan, penuntutan, pemeriksaan disidang pengadilan sampai pada tahap pelaksanaan putusan. Penerapan ini dimaksudkan untuk mengurangi dampak negatif keterlibatan anak dalam proses peradilan tersebut. 99 Untuk lebih memahami fungsi diversi sebagai wujud dari asas ultimum remedium dapat dilihat pada skema di bawah ini 99 Manunggal K. Wardaya & Dwi Hapsari Retnaningrum, Diversi Sebagai Bentuk Perlindungan Hak Asasi Manusia Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum, dalam diakses pada hari Senin tanggal 6 Mei 2013 pukul wib

19 Skema 1. Kedudukan Asas Ultimum Remedium dalam Proses penyelesaian Perkara Anak yang Berkonflik dengan Hukum dalam Hukum Internasional Diversi Penyelesaian Perkara Anak yang Berkonflik dengan Hukum Ultimum Remedium Sistem Peradilan Pidana Anak Sumber : Diolah dari uraian-uraian tentang Diversi Skema di atas memperlihatkan bahwa sistem peradilan pidana anak merupakan suatu mekanisme penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum yang harus ditempuh sebagai jalan terakhir. Asas ultimum remedium mengarahkan proses penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum melalui mekanisme diversi terlebih dahulu sehingga apabila perkara anak itu telah sedemikian rupa tidak mampu diselesaikan lewat diversi maka barulah sistem peradilan pidana anak itu digunakan.

20 2. Pengertian dan Tujuan Restorative Justice Terhadap Anak yang Berkonflik dengan Hukum Pendekatan keadilan restoratif diasumsikan sebagai pergeseran paling mutakhir dari berbagai model dan mekanisme yang bekerja dalam sistem peradilan pidana dalam menangani perkara-perkara pidana pada saat ini. PBB melalui Basic Principles yang telah digariskannya menilai bahwa pendekatan keadilan restoratif adalah pendekatan yang dapat dipakai dalam sistem peradilan pidana yang rasional. Pendekatan keadilan restoratif merupakan suatu paradigma yang dapat dipakai sebagai bingkai dari strategi penanganan perkara pidana yang bertujuan menjawab ketidakpuasan atas bekerjanya sistem peradilan pidana yang ada saat ini. Keadilan Restoratif adalah sebuah konsep pemikiran yang merespon pengembangan sistem peradilan pidana dengan menitikberatkan pada kebutuhan pelibatan masyarakat dan korban yang dirasa tersisihkan dengan mekanisme yang bekerja pada sistem peradilan pidana yang ada pada saat ini. Keadilan restoratif juga merupakan suatu kerangka berfikir yang baru yang dapat digunakan dalam merespon suatu tindak pidana bagi penegak dan pekerja hukum. 100 Restorative Justice merupakan suatu proses penyelesaian perkara yang dilakukan di luar peradilan formal. Restorative Justice mempunyai cara berfikir dan paradigma baru dalam memandang sebuah tindak kejahatan yang dilakukan oleh seorang manusia tanpa semata-mata memberikan hukuman pidana. Penanganan 100 Eva Achjani Zulfa, Mendefinisikan Keadilan Restoratif, dalam diakses pada hari Senin tanggal 6 Mei 2013 pukul wib

21 terhadap tindak pidana dapat dilakukan dengan memperhitungkan pengaruh yang lebih luas tehadap korban, pelaku, dan masyarakat. Konsep restorative justice dimulai dan berawal dari pengertian bahwa kejahatan adalah sebuah tindakan melawan orang atau masyarakat dan berhubungan dengan pelanggaran/pengrusakan terhadap suatu norma hukum yang berlaku. 101 Restorative justice atau yang dalam Bahasa Indonesia disebut keadilan restoratif merupakan suatu jalan untuk menyelesaikan kasus pidana yang melibatkan masyarakat, korban, dan pelaku kejahatan dengan tujuan agar tercapai keadilan bagi seluruh pihak sehingga diharapkan terciptanya keadaan yang sama seperti sebelum terjadinya kejahatan dan mencegah terjadinya kejahatan lebih lanjut. James Dignan menjelaskan bahwa, 102 Keadilan restoratif pada mulanya berangkat dari usaha Albert Eglash yang berusaha melihat tiga bentuk yang berbeda dari peradilan pidana. Pertama berkaitan dengan keadilan retributif, yang penekanan utamanya adalah pada penghukuman pelaku atas apa yang mereka lakukan. Kedua berhubungan dengan keadilan distributif, yang penekanan utamanya adalah pada rehabilitasi pelaku kejahatan. Ketiga adalah keadilan restoratif, yang secara luas disamakan dengan prinsip restitusi. Pandangan keadilan restoratif menekankan pertanggungjawaban pelaku sebagai usaha dalam memulihkan penderitaan korban tanpa mengesampingkan kepentingan rehabilitasi terhadap pelaku serta menciptakan dan menjaga ketertiban umum. Pendekatan keadilan restoratif merupakan suatu paradigma yang bertujuan 101 Marlina (2), Op.Cit., hal James Dignan sebagaimana dikutip dalam Restorative justice dalam diakses pada hari Senin tanggal 6 Mei 2013 pukul wib

22 menjawab ketidakpuasan atas hasil kerja sistem peradilan pidana yang ada saat ini. Pendekatan ini dipakai sebagai bingkai strategi penanganan perkara pidana. 103 Pendekatan keadilan restoratif menawarkan pandangan dan pendekatan berbeda dalam memahami dan menangani suatu tindak pidana, seperti yang tergambar dari definisi yang dikemukakan oleh Dignan sebagai berikut: 104 Restorative justice is a new framework for responding to wrong doing and conflict that is rapidly gaining acceptance and support by edsucational, legal, social work, and counceling professionals and community groups. Restorative justice is a valued-based approach to responding to wrongdoing and conflict, with a balanced focus on the person harmed, the person causing the harm, and the affected community.(keadilan restoratif adalah suatu kerangka kerja baru untuk merespon penyalahgunaan wewenang dan benturan yang cepat memperoleh penerimaan dan dukungan oleh institusi pendidikan, hukum, sosial, dan konseling profesional serta kelompok masyarakat. Keadilan restoratif adalah pendekatan berbasis nilai untuk menanggapi kesalahan dan konflik, dengan fokus yang seimbang pada orang yang dirugikan, orang menyebabkan kerugian, dan masyarakat yang terkena dampak). Defenisi tersebut di atas mensyaratkan adanya kondisi tertentu yang menempatkan keadilan restoratif sebagai nilai dasar yang digunakan dalam merespon suatu perkara pidana, dalam hal ini disyaratkan adanya keseimbangan fokus perhatian antara kepentingan pelaku dan korban serta memperhitungkan pula dampak penyelesaian perkara pidana tersebut di dalam masyarakat. Seorang ahli krimonologi berkebangsaan Inggris Tony F. Marshall dalam tulisannya Restorative Justice an Overview mengatakan bahwa; Ibid Luqman, Pengertian dan Tujuan Restorative Justice dalam diakses pada hari Senin tanggal 6 Mei 2013 pukul wib

23 Restorative Justice is a process whereby all the parties with a stake in a particular offence come together to resolve collectively how to deal with the aftermath of the offence and its implication for the future. (Keadilan restoratif adalah sebuah proses dimana para pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan persoalan secara bersama-sama bagaimana menyelesaikan akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan). Tujuan dari keadilan restoratif adalah mendorong terciptanya peradilan yang adil dan mendorong para pihak untuk ikut serta didalamnya. Korban merasa bahwa penderitaannya di perhatikan dan kompensasi yang disepakati seimbang dengan penderitaan dan kerugian yang dideritanya. Pelaku tidak mesti mengalami penderitaan untuk dapat menyadari kesalahannya. Justru dengan kesepakatan untuk mengerti dan memperbaiki kerusakan yang timbul, kesadaran tersebut dapat diperolehnya. Sementara bagi masyarakat, adanya jaminan keseimbangan dalam kehidupan dan aspirasi yang ada tersalurkan oleh pemerintah. 106 Tujuan utama restorative justice adalah memberdayakan korban, dimana pelaku didorong agar memperhatiakan pemulihan. Keadilan restoratif mementingkan terpenuhinya kebutuhan material, emosional, dan sosial sang korban. Keberhasilan keadilan restoratif, diukur oleh sebesar apa kerugian yang telah dipulihkan pelaku, bukan diukur oleh seberat apa pidana yang dijatuhkan hakim. Intinya, sedapat mungkin pelaku dikeluarkan dari proses pidana dan dari penjara. Tetapi, seperti yang dikatakan Kent Roach, keadilan restoratif bukan hanya memberikan alternatif bagi penuntutan dan pemenjaraan, melainkan juga meminta tanggung jawab pelaku. 105 Restorative Justice dalam diakses pada hari Senin tanggal 6 Mei 2013 pukul wib 106 Ibid

24 Tindakan kriminal dalam keadilan restoratif, ditafsirkan sebagai pelanggaran terhadap hukum dan negara, lagi pula yang dihadapi pelaku adalah korban dan komunitasnya, bukan pemerintah. 107 Filsafat keadilan restoratif menyatakan bahwa kejahatan tidak selalu dibatasi sebagai serangan pada negara, melainkan suatu pelanggaran oleh seseorang terhadap yang lain. Hal ini bukan berarti mengambil kembali wewenang balas dendam dari negara kepada korban kejahatan. Keadilan restoratif berpijak pada hubungan yang manusiawi antara korban dengan pelanggar dan fokusnya pada dampak yang ditimbulkan oleh kejahatan pada semua pihak, bukan hanya pada korban tetapi juga pada masyarakat dan pelanggar sendiri. Elemen-elemen keadilan restoratif dalam pemidanaan adalah konsensasi, mediasi, rekonsiliasi, penyembuhan, dan pemaafan. Elemen-elemen tersebut berbeda dengan elemen keadilan retributif yakni pembalasan, pemidanaan, isolasi, stigmatisasi, dan pemenjaraan. 108 Peradilan anak restoratif berangkat dari asumsi bahwa tanggapan atau reaksi terhadap perilaku delinkuensi anak tidak efektif tanpa adanya kerja sama dan keterlibatan dari korban, pelaku, dan masyarakat. Prinsip yang menjadi dasar ialah bahwa keadilan paling baik terlayani apabila setiap pihak menerima perhatian secara 107 Ibid 108 Teguh Prasetyo & Abdul Halim Barkatullah (2), Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, (Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2005), hal.124

25 adil dan seimbang, aktif dilibatkan dalam proses peradilan dan memeroleh keuntungan secara memadai dari interaksi mereka dengan sistem peradilan anak. 109 Bentuk praktek restorative justice yang telah berkembang di negara Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Australia dapat dikelompokkan ke dalam empat jenis yang kemudian menjadi pioneer penerapan restorative justice. Bentuk-bentuk tersebut yakni; Victim-Offender Mediation (VOM) Suatu pertemuan antara korban dengan pelaku yang dipimpin oleh seorang mediator. VOM awalnya berasal dari Kanada sebagai bagian dari alternatif sanksi pengadilan. 2. Family Grup Conferencing (FGC) Peserta FGC lebih luas dibandingkan VOM. Jika VOM sebatas pelaku dan korban, maka pada FGC juga melibatkan keluarga inti, teman dan ahli. FGC biasanya sering digunakan dalam perkara yang dilakukan oleh anak-anak. Program ini digunakan oleh Australia dan Selandia Baru, di Brazil program seperti ini disebut Restorative Conferencing (RC). 3. Community Restorative Boards (CRB) CRB merupakan suatu grup/panel/lembaga yang terdiri dari orang-orang yang telah dilatih untuk bernegosiasi dalam menyelesaikan masalah. Pelaksanaan CRB di Inggris dan di Wales, Hakim bisa memerintahkan kepada pelaku untuk mengikuti program ini. Polisi juga dapat merujuk pelaku untuk mengikuti program ini sebelum mereka melanjutkan penyidikan. Korban bertemu dengan pelaku dan dengan panelis untuk mendiskusikan masalah dan solusinya dalam jangka waktu tertentu. Jika dalam jangka waktu tersebut tidak tercapai kesepakatan, grup/panel tersebut akan melimpahkan kembali perkara tersebut ke pengadilan atau ke polisi. 109 Paulus Hadisuprapto, Peradilan Restoratif Model Peradilan Anak Indonesia Masa Datang, Disampaikan dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Kriminologi, Universitas Diponegoro, 2006, hal RestorativeJusticedalamhttp://pnlubukbasung.go.id/article/view/43/berita/restorativejustice. html diakses pada hari Senin tanggal 6 Mei 2013 pukul wib

26 4. Restorative Circles Merupakan suatu forum yang terdiri dari keluarga dan teman-teman untuk mendukung narapidana agar dapat kembali bersosialisasi dengan masyarakat. Sistem ini digunakan di Hawaii.

KEADILAN RESTORATIF DAN PEMENUHAN HAK ASASI BAGI ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

KEADILAN RESTORATIF DAN PEMENUHAN HAK ASASI BAGI ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM KEADILAN RESTORATIF DAN PEMENUHAN HAK ASASI BAGI ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM Lushiana Primasari* * ABSTRAK Hak anak merupakan hak yang melekat dalam diri seorang anak yang merupakan bagian dari hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam Pasal 28

BAB I PENDAHULUAN. serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dalam Pasal 28 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan dari Negara Indonesia yakni melindungi segenap bangsa Indonesia. Hal ini tertuang di dalam alinea ke-empat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

Beby Suryani Fithri M. Hamdan Madiasa Ablisar Jelly Leviza. Abstract

Beby Suryani Fithri M. Hamdan Madiasa Ablisar Jelly Leviza. Abstract ASAS ULTIMUM REMEDIUM (THE LAST RESORT PRINCIPLE) TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM RANGKA PERLINDUNGAN ANAK (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125/PID/A/2012/PN.GS)

Lebih terperinci

Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA

Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA Bahan Masukan Laporan Alternatif Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik (Pasal 10) PRAKTEK-PRAKTEK PENANGANAN ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM KERANGKA SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (JUVENILE JUSTICE SYSTEM)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak melalui Keppres

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak melalui Keppres I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak melalui Keppres Nomor 36 Tahun 1990 sebagai upaya negara terhadap perlindungan terhadap anak. Perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti

BAB I PENDAHULUAN. Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus

Lebih terperinci

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM Mengapa Instrumen Internasional? Anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus; Keluarga, sebagai kelompok dasar masyarakat dan lingkungan alamiah

Lebih terperinci

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI) Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI) Banyak anak-anak berkonflik dengan hukum dan diputuskan masuk dalam lembaga pemasyarakatan. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1997 pengadilan negeri

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang- BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Diversi 1. Pengertian Diversi Proses peradilan perkara anak sejak ditangkap, ditahan dan diadili pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami

Lebih terperinci

PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK SERTA PENERAPANNYA

PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK SERTA PENERAPANNYA PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA DAN INSTRUMEN INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK SERTA PENERAPANNYA Penulis: Dr. Nandang Sambas, S. H., M.H. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis,

Lebih terperinci

Penerapan Diversi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Fiska Ananda *

Penerapan Diversi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Fiska Ananda * Jurnal Daulat Hukum Vol. 1. No. 1 Maret 2018 ISSN: 2614-560X Penerapan Diversi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum... (Fiska Ananda) * Penerapan Diversi Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku

Lebih terperinci

"Itu Kejahatan": Perampasan kemerdekaan secara tidak sah

Itu Kejahatan: Perampasan kemerdekaan secara tidak sah Siapapun dia, termasuk Hakim, Jaksa dan Polisi, tak sah merampas kemerdekaan tanpa dasar yang sah. Perampasan kemerdekaan, apakah itu penangkapan, penahanan, atau pemenjaraan wajib dengan perintah yang

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAKSANAAN DIVERSI OLEH PENUNTUT UMUM ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. Abstrak

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAKSANAAN DIVERSI OLEH PENUNTUT UMUM ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. Abstrak STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAKSANAAN DIVERSI OLEH PENUNTUT UMUM ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Yulianto 1, Pujiyono 2 Abstrak Penanganan perkara anak berhadapan dengan hukum yang mengutamakan

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri Anak. Untuk melakukan

II.TINJAUAN PUSTAKA. sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri Anak. Untuk melakukan 15 II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Diversi dan Restorative Justice 1. Pengertian Diversi Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan criminal sangat dipengaruhi beberapa faktor lain

Lebih terperinci

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak 1. Indonesia Undang-undang yang mengatur tentang anak yang berhadapan dengan hukum adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Lebih terperinci

DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Oleh : I G A A Apshari Pinatih Rai Setiabudi Program Kekhusussan : Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United Nations Convention on the Right of the Child), Indonesia terikat secara yuridis dan politis

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

ASAS ULTIMUM REMEDIUM TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM RANGKA PERLINDUNGAN ANAK

ASAS ULTIMUM REMEDIUM TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM RANGKA PERLINDUNGAN ANAK ASAS ULTIMUM REMEDIUM TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DALAM RANGKA PERLINDUNGAN ANAK Beby Suryani Fithri Universitas Medan Area bebysuryani07@gmail.com A B S T R A K Asas ultimum remedium terhadap

Lebih terperinci

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI RUU Pengadilan Pidana Anak: Suatu Telaah Ringkas Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI Anak perlu perlindungan khusus karena Kebelum dewasaan anak baik secara jasmani

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 24 BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

Lebih terperinci

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Disusun oleh : Ade Didik Tri Guntoro NPM : 11100011 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS ULTIMUM REMEDIUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA

PENERAPAN ASAS ULTIMUM REMEDIUM TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA TALREV Volume 1 Issue 2, December 2016: pp. 197-213. Copyright 2016 TALREV. Faculty of Law Tadulako University, Palu, Central Sulawesi, Indonesia. ISSN: 2527-2977 e-issn: 2527-2985. Open acces at: http://jurnal.untad.ac.id/index.php/tlr

Lebih terperinci

STANDAR INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA. Oleh : Supriyanta. Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta

STANDAR INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA. Oleh : Supriyanta. Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta STANDAR INTERNASIONAL PERLINDUNGAN ANAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh : Supriyanta Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta superprian@gmail.com ABSTRAK Secara internasional perlindungan

Lebih terperinci

PENANGANAN PERKARA ANAK MELALUI RESTORATIVE JUSTICE. Oleh: Lilik Purwastuti Yudaningsih 1 ABSTRACT

PENANGANAN PERKARA ANAK MELALUI RESTORATIVE JUSTICE. Oleh: Lilik Purwastuti Yudaningsih 1 ABSTRACT PENANGANAN PERKARA ANAK MELALUI RESTORATIVE JUSTICE Oleh: Lilik Purwastuti Yudaningsih 1 ABSTRACT Restorative justice is a way of handling criminal cases children outside the formal legal path to guarantee

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Alinea ke-4 Pembukaan (Preamble) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Alinea ke-4 Pembukaan (Preamble) Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum memiliki tujuan nasional, sesuai yang diamanatkan dalam Alinea ke-4 Pembukaan (Preamble) Undang-Undang dasar 1945, yaitu : Kemudian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP. Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia

Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP. Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia Konsep Pemidanaan Anak Dalam RKUHP Purnianti Departemen Kriminologi FISIP Universitas Indonesia FALSAFAH PENANGANAN ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA MENYANGKUT TIGA HAL : 1. Sifat yang terkandung dalam

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

PENERAPAN ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM RANGKA PERLINDUNGAN ANAK PECANDU NARKOTIKA

PENERAPAN ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM RANGKA PERLINDUNGAN ANAK PECANDU NARKOTIKA PENERAPAN ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM RANGKA PERLINDUNGAN ANAK PECANDU NARKOTIKA Afni Zahra 1, RB. Sularto 2 PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO sularto_rb@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berlandaskan hukum (Rechtstaats),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berlandaskan hukum (Rechtstaats), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang berlandaskan hukum (Rechtstaats), setiap warga Indonesia mendapatkan perlindungan atas kepastian, keadilan serta perlakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya bagi manusia pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

RESTORATIVE JUSTICE DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK RESTORATIVE JUSTICE IN JUVENILE JUSTICE SYSTEM

RESTORATIVE JUSTICE DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK RESTORATIVE JUSTICE IN JUVENILE JUSTICE SYSTEM RESTORATIVE JUSTICE DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK RESTORATIVE JUSTICE IN JUVENILE JUSTICE SYSTEM RANDY PRADITYO Pusat Studi Pembaharuan Hukum Indonesia Jalan Kenanga 14 RT. 03 No. 37, Kelurahan Kebun

Lebih terperinci

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK PENERAPAN SANKSI YANG BERKEADILAN TERHADAP ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Oleh Aditya Wisnu Mulyadi Ida Bagus Rai Djaja Bagian Hukum Pidana Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Perilaku manusia sebagai subjek hukum juga semakin kompleks dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang dapat merusak baik fisik, mental dan spiritual anak.

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang dapat merusak baik fisik, mental dan spiritual anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kelangsungan hidup manusia dan merupakan kunci pokok keberlangsungan hidup bangsa dan negara. 1 Anak-anak

Lebih terperinci

TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG)

TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG) TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG) Oleh : Kadek Setia Budiawan I Made Tjatrayasa Sagung Putri M.E Purwani

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KONSEP PROSEDUR PELAKSANAAN DIVERSI PADA TAHAP PENYIDIKAN DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

KONSEP PROSEDUR PELAKSANAAN DIVERSI PADA TAHAP PENYIDIKAN DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK KONSEP PROSEDUR PELAKSANAAN DIVERSI PADA TAHAP PENYIDIKAN DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK Achmad Ratomi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Jl. Brigjen. H. Hasan Basri,

Lebih terperinci

Yonna Diangrani Fandinia. Abdul Majid, SH.,MH. Milda Istiqomah, SH.,MTCP. Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang

Yonna Diangrani Fandinia. Abdul Majid, SH.,MH. Milda Istiqomah, SH.,MTCP. Fakultas Hukum, Universitas Brawijaya, Malang 1 IMPLIKASI PERUMUSAN PRINSIP RESTORATIVE JUSTICE DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK TERKAIT KASUS BULLYING DI KALANGAN PELAJAR Yonna Diangrani Fandinia. Abdul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan pembinaan,sehingga anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang cerdas dan tanpa beban pikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan semata, hal ini berdasarkan penjelasan umum tentang sistem pemerintahan negara Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN KRITIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA TENTANG ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

TINJAUAN KRITIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA TENTANG ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM TINJAUAN KRITIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA TENTANG ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MENGGUNAKAN PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE PADA PUTUSAN NO. 01/PID/SUS/2013/PN.SKA NASKAH PUBLIKASI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

KONSEP PROSEDUR PELAKSANAAN DIVERSI PADA TAHAP PENYIDIKAN DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK

KONSEP PROSEDUR PELAKSANAAN DIVERSI PADA TAHAP PENYIDIKAN DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK KONSEP PROSEDUR PELAKSANAAN DIVERSI PADA TAHAP PENYIDIKAN DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK Achmad Ratomi Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Jl. Brigjen. H. Hasan Basri,

Lebih terperinci

Efektivitas Penerapan Diversi Terhadap Penanganan...

Efektivitas Penerapan Diversi Terhadap Penanganan... DiH Jurnal Ilmu Hukum Volume 13 Nomor 26 Agustus 2017 EFEKTIVITAS PENERAPAN DIVERSI TERHADAP PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM PERADILAN PIDANA ANAK SESUAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website : PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM DI BAPAS KELAS I SEMARANG Lisda Dina Uli P*, Nur Rochaeti, Endah Sri. Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

REKOMENDASI DAN USULAN PUSAT BANTUAN HUKUM PERADI TERHADAP NASKAH AKADEMIK DAN RUU SISTEM PEMASYARAKATAN BAGIAN ANAK

REKOMENDASI DAN USULAN PUSAT BANTUAN HUKUM PERADI TERHADAP NASKAH AKADEMIK DAN RUU SISTEM PEMASYARAKATAN BAGIAN ANAK Puri Imperium Office Plaza UG 21 Jl. Kuningan Madya Kav 5 6 Jakarta Selatan 12980 Phone/Fax (62-21) 83703156-57 REKOMENDASI DAN USULAN PUSAT BANTUAN HUKUM PERADI TERHADAP NASKAH AKADEMIK DAN RUU SISTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan sangat strategis sebagai successor suatu bangsa. Dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. berperan sangat strategis sebagai successor suatu bangsa. Dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai successor suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini dibutuhkan agar masyarakat memiliki kesadaran agar tertib dalam berlalu

I. PENDAHULUAN. ini dibutuhkan agar masyarakat memiliki kesadaran agar tertib dalam berlalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan berlalu lintas Masyarakat Indonesia telah memiliki suatu ketentuan hukum yang mengatur mengenai lalu lintas dan angkutan jalan. Ketentuan hukum ini

Lebih terperinci

KEADILAN RESTORATIF DALAM PENYELESAIAN PERKARA ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

KEADILAN RESTORATIF DALAM PENYELESAIAN PERKARA ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK KEADILAN RESTORATIF DALAM PENYELESAIAN PERKARA ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Dosen Fakultas Hukum UNISSULA andriwinjaya@gmail.com Abstract Restorative justice in

Lebih terperinci

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan

Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan 1 Pokok-pokok Isi Protokol Opsional pada Konvensi Menentang Penyiksaan I.PENDAHULUAN Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

JURNAL PENGANCAMAN SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012

JURNAL PENGANCAMAN SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 JURNAL PENGANCAMAN SANKSI PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Diajukan oleh : Helga Deo Yollenta NPM : 100510253 Program studi

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN DIVERSI DALAM TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama

BAB III PENERAPAN DIVERSI DALAM TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama BAB III PENERAPAN DIVERSI DALAM TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK A. Diversi dan Restoratif Justice 1. Pengertian Diversi dan Restoratif Justice Dalam Pasal 1 Nomor 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

DIVERSI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN ANAK DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. Oleh: Sri Rahayu 1

DIVERSI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN ANAK DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. Oleh: Sri Rahayu 1 DIVERSI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN ANAK DALAM PERSPEKTIF SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Oleh: Sri Rahayu 1 Abstrak Mediasi dengan landasan musyawarah menuju kesepakatan

Lebih terperinci

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM PEMANTAUAN DAN PENELAAHAN TERHADAP KETERLAMBATAN PEMBERIAN PETIKAN SURAT PUTUSAN PENGADILAN (EXTRACT VONNIS) OLEH PENGADILAN SERTA KETERLAMBATAN PELAKSANAAN EKSEKUSI OLEH PENUNTUT UMUM Disampaikan oleh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Copyright@2017 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Barangsiapa

Lebih terperinci

REFORMASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM. Emy Rosna Wati (Anggota dari MPD Notaris dan P3A Kab.

REFORMASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM. Emy Rosna Wati (Anggota dari MPD Notaris dan P3A Kab. REFORMASI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM Emy Rosna Wati (Anggota dari MPD Notaris dan P3A Kab. Sidoarjo) Abstract Government has long been giving protection to children.

Lebih terperinci

GANTI KERUGIAN DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN BAGI TERDUGA TERORIS YANG TERTEMBAK MATI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ASASI MANUSIA

GANTI KERUGIAN DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN BAGI TERDUGA TERORIS YANG TERTEMBAK MATI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ASASI MANUSIA GANTI KERUGIAN DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN BAGI TERDUGA TERORIS YANG TERTEMBAK MATI SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ASASI MANUSIA Oleh: Ni Putu Riyani Kartika Sari I Nyoman Suyatna Bagian Peradilan

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

Al Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016 ISSN ELEKTRONIK

Al Adl, Volume VIII Nomor 1, Januari-April 2016 ISSN ELEKTRONIK KETENTUAN PEMIDANAAN TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA SEBELUM DAN SESUDAH PENGATURAN KEADILAN RESTORATIF DI INDONESIA (Criminalization Conditions of Children as Perpetrator Before and After Setting

Lebih terperinci

KEBIJAKAN FORMULASI FUNGSI KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA MENURUT UNDANG UNDANG NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

KEBIJAKAN FORMULASI FUNGSI KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA MENURUT UNDANG UNDANG NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK KEBIJAKAN FORMULASI FUNGSI KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA MENURUT UNDANG UNDANG NO 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Oleh : Ni Luh Khrisna Shanti Kusuma Devi I Ketut Rai Setiabudi I Made Tjatrayasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ANAK MELALUI DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ANAK MELALUI DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA ANAK MELALUI DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA OLEH : Dr. I MADE SEPUD, SH, MH FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WARMADEWA DENPASAR 2013

Lebih terperinci

IDE DIVERSI DALAM TINDAK PIDANA RINGAN YANG DILAKUKAN ORANG DEWASA BERBASIS KEADILAN

IDE DIVERSI DALAM TINDAK PIDANA RINGAN YANG DILAKUKAN ORANG DEWASA BERBASIS KEADILAN IDE DIVERSI DALAM TINDAK PIDANA RINGAN YANG DILAKUKAN ORANG DEWASA BERBASIS KEADILAN Riya Novita Hakim Pengadilan Negeri Riyanovita0776@gmail.com Abstract Indonesia's legal system which applies to offenders

Lebih terperinci

ABSTRACT. DewiHapsariYaraRizkia ( )

ABSTRACT. DewiHapsariYaraRizkia ( ) ABSTRACT Juridical Analysis of Accountability Children Under Age As Actors Crime Persecution Causes of Death Associated With The Principles of Child Protection in The Indonesian Legal System DewiHapsariYaraRizkia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik,

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus yang akan menentukan arah bangsa di kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik, maka di masa mendatang

Lebih terperinci

KEHARUSAN PENDAMPINGAN PENASEHAT HUKUM DALAM PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

KEHARUSAN PENDAMPINGAN PENASEHAT HUKUM DALAM PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM KEHARUSAN PENDAMPINGAN PENASEHAT HUKUM DALAM PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM Oleh I Dewa Agung Ayu Paramita Martha I Made Pujawan Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

PENDEKATAN INTEGRATIF DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA ANAK

PENDEKATAN INTEGRATIF DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA ANAK PENDEKATAN INTEGRATIF DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA ANAK SUPRIYANTA Fakultas Hukum Unisri Surakarta superpian@gmail.com Abstrak Tujuan penelitian ini adalah mengkaji pendekatan integratif dalam penyelesaian

Lebih terperinci

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole

Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia telah diadopsi ole Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia I Made Agung Yudhawiranata Dermawan Mertha Putra Sejarah Konvensi menentang Penyiksaan

Lebih terperinci

HJ. DS. DEWI., S.H., MH Wakil Ketua Pengadilan Negeri Cibinong

HJ. DS. DEWI., S.H., MH Wakil Ketua Pengadilan Negeri Cibinong HJ. DS. DEWI., S.H., MH Wakil Ketua Pengadilan Negeri Cibinong Expert Consultation Meeting Mercure Kuta - BALI 26 28 Juni 2013 PENGANTAR ANAK BUKANLAH MIMIATUR ORANG DEWASA. Anak sebagai pelaku bukanlah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

Kebijakan Sistem Pemidanaan dalam Upaya Perlindungan Hukum terhadap. Anak yang Berkonflik dengan Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 11

Kebijakan Sistem Pemidanaan dalam Upaya Perlindungan Hukum terhadap. Anak yang Berkonflik dengan Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 11 DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013 Online di http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr Kebijakan Sistem Pemidanaan dalam Upaya Perlindungan Hukum terhadap Anak yang Berkonflik dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Lebih terperinci

UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN ANAK

UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN ANAK UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN ANAK Oleh : Hidayatullah Ramadhan I Gede Pasek Eka Wisanjaya Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Tulisan yang berjudul Upaya Diversi Dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Lebih terperinci

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 RINGKASAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 006/PUU- IV/2006 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI TANGGAL 7 DESEMBER 2006 1. Materi muatan ayat, Pasal dan/atau

Lebih terperinci

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA, MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

Reformasi Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum

Reformasi Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Available online at: Legal Protection Reform for Children Conflicted with Law Reformasi Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Emy Rosna Wati Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. amanah Tuhan yang harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri

BAB I PENDAHULUAN. amanah Tuhan yang harus senantiasa dijaga dan dilindungi karena dalam diri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga di dunia ini. Anak sebagai amanah

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini memuat kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan saran-saran. 6.1. Kesimpulan 1.a. Pelaksanaan kewajiban untuk melindungi anak yang berhadapan dengan hukum

Lebih terperinci

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA PENJARA TERHADAP ANAK Oleh : Made Agus Indra Diandika I Ketut Sudantra Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The paper is titled

Lebih terperinci