BAB VI KESIMPULAN. Lakon Antaséna Rabi sajian Ki Anom Suroto merupakan. salah satu jenis lakon rabèn dan karangan yang mengambil satu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VI KESIMPULAN. Lakon Antaséna Rabi sajian Ki Anom Suroto merupakan. salah satu jenis lakon rabèn dan karangan yang mengambil satu"

Transkripsi

1 BAB VI KESIMPULAN Lakon Antaséna Rabi sajian Ki Anom Suroto merupakan salah satu jenis lakon rabèn dan karangan yang mengambil satu tokoh pokok Antasena kemudian ditambah tokoh-tokoh baru seperti Manuwati, Manuwara, dan lain-lain. Lakon AR yang disajikan dalam pakeliran gaya Surakarta ini merupakan lakon yang mendapat pengaruh dari gaya Yogyakarta. Hal ini disebabkan, tokoh Antasena sebenarnya tokoh yang berkembang di daerah Yogyakarta ke barat dan bukan merupakan tokoh dari pakeliran gaya Surakarta. Pertunjukan lakon AR dengan dalang Ki Anom Suroto dilihat dari pola bangunannya masih mengikuti pola bangunan pertunjukan wayang kulit purwa Jawa gaya Surakarta, dimana dalam satu pertunjukan terdiri dari tiga pathêt. Lakon AR dilihat dari susunan adegannya mendekati susunan adegan yang dibakukan oleh Nayawirangka. Adegan yang tidak terdapat dalam lakon AR sajian Ki Anom Suroto menurut Nayawirangka adalah perang ampyak, adegan magak, adegan jangkrik génggong, jêjêr sintrèn, perang sintrèn, dan perang brubuh. Meskipun demikian, pola bangunan lakon AR secara garis besar mendekati susunan adegan menurut oleh Nayawirangka. 466

2 Lakon AR sajian Ki Anom Suroto dilihat dari pola bangunan lakon yang ditawarkan Backer rupanya tidak sama persis seperti pendapat Backer. Kenyataan yang ada bahwa dalam pola bangunan lakon AR tidak selalu terdiri dari pola tiga-tiga-tiga. Sebagai contoh: jêjêr pertama tidak diakhiri perang amyak. Selain itu, setiap jêjêr, adegan, dan perang tidak selalu tersusun dari tiga bagian. Unsur-unsur seperti jêjêr, adegan, dan perang kadangkadang hanya tersusun dari dua bangunan saja. Misalnya adegan Anoman dan Purwaganti hanya terdiri dari dua unsur yaitu unsur ginêm dan tindakan tanpa adanya unsur dekripsi. Hal yang demikian dalam sebuah pertunjukan wayang merupakan hal yang biasa karena penyusunan unsur-unsur tersebut sebenarnya disesuaikan dengan kebutuhan pertunjukan. Lakon AR sajian Ki Anom Suroto dilihat dari struktur dramatik dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, alur drama wayang lakon AR tidak linier. Cerita lakon AR terdiri dari beberapa pergerakan cerita yang berbeda-beda. Beberapa pergerakan cerita tersebut terkadang bertemu di tengah cerita dan dilanjutkan perjalanan bersama-sama; kadang-kadang bertemu di tengah cerita lalu berpisah, tetapi bertemu kembali pada pathêt manyura untuk menentukan kemenangan. Perbedaan lain antara alur drama wayang dan drama barat adalah pada bagian alur dramatik. Alur dramatik wayang kulit selain dipengaruhi oleh 467

3 permasalahan juga dipengaruhi oleh sabêtan, bentuk sulukan, bentuk dhodhogan-kêprakan, bentuk gending, dll. Unsur-unsur seperti sabêt, sulukan, bentuk gending, dan dhodhogan-kêprakan tersebut oleh dalang diramu dalam sebuah pementasan untuk menimbulkan tangga dramatik tertentu. Tangga dramatik dalam pertunjukan wayang memiliki puncak dramatika (klimaks) yang terdiri dari tiga tahap. Klimaks tingkat pertama dalam lakon AR sajian Ki Anom terdapat dalam jêjêr atau adegan. Klimaks tingkat dua terletak pada perang gagal, perang kêmbang, perang sampak tanggung. Pada klimaks kedua kadang-kadang terdiri dari beberapa tingkatan klimaks yang dipengaruhi oleh unsur yang membentuk seperti sulukan, bentuk gending. Maksudnya adalah: semakin kecil bentuk gending dan sulukan maka tingkat klimaksnya semakin tinggi. Klimaks tingkat ketiga teretak pada perang penentuan lakon. Klimaks ketiga dalam lakon AR sajian Ki Anom Suroto adalah perang sayembara. Fenoma semacam ini sama sekali tidak ditemukan dalam drama Barat. Kedua, tema yang disampaikan dalam lakon AR sajian Ki Anom Suroto memiliki tema pertimbangan bibit, bèbèt, bobot dalam sebuah pernikahan. Tema tersebut dapat diketahui dari dialog dan tindakan para tokoh dalam lakon AR sajian Ki Anom Suroto baik secara eksplisit maupun implisit. Ketiga, dalam penokohan drama wayang rupanya memiliki keunikan sendiri yang berbeda dengan drama 468

4 Barat. Setiap tokoh dalam drama wayang dipandang dari pandangan mitologis memiliki peran masing-masing dan pasangan setiap tokoh tidak boleh diacak dengan sembarangan. Misalnya dalam hal ini adalah Dewi Manuwati harus menjadi jodoh Antasena karena secara mite keduanya cocok dan ritual yang dipakai juga sesuai dengan aspek mite yang dimiliki masingmasing tokoh. Adapun mite Antasena adalah Dewa Siwa, Bayu, Kamajaya. Mite Manuwati adalah dewa Siwa, Indra, Wisnu, Kamajaya. Ritual yang dipakai dalam lakon AR adalah perang sebagai ritual Siwa. Antasena sebagai prajurit air yang memiliki aspek mite Siwa tentu saja cocok dengan ritual perang tersebut. Kecocokan keduanya juga didukung adanya aspek Kamajaya. Lakon AR sajian Ki Anom Suroto secara tekstur dramatik memiliki perbedaan dengan drama Barat. Drama barat dalam penceritaannya lebih mengutamakan dialog, tetapi dalam drama wayang selain dialog, juga terdapat unsur janturan dan pocapan. Iringan drama wayang juga memiliki ciri khas sendiri yaitu drama wayang dibentuk unsur-unsur seperti sulukan, bentuk gending, dhodhogan-kêprakan, dll yang telah disepakati bersama. Unsur tekstur dramatik dalam lakon AR sajian Ki Anom Suroto secara keseluruhan tercakup di dalamnya. Lakon AR sajian Ki Anom Suroto dilihat dari pedoman estetika pewayangan keraton mampu menghadirkan kesan estetis 469

5 seperti rêgu, ngês, rênggêp, antawacana/wijang, cucut, unggahungguh, tutuk, dan trampil. Kesan estetis yang kurang dalam lakon ini adalah kesan sêm dan grêgêt. Kesan sêm dan grêgêt tidak tercapai karena adegan romantis (sêm) dalam lakon ini tidak ada. Kesan grêgêt kurang tercapai karena suara Ki Anom Suroto dalam sajian lakon AR memiliki intonasi yang cenderung menurun dan lebih mengutamakan kualitas suara yang landhung dengan luk dan grêgêl-nya, sehingga hanya mampu menciptakan kesan rêgu, namun tidak mampu menciptakan suasana tegang. Kesimpulan terakhir dari analisis terhadap lakon ini adalah lakon AR sajian Ki Anom Suroto mengandung pesan-pesan dan contoh sikap yang mampu dipakai sebagai pendidikan karakter. Pesan-pesan dan sikap yang terkandung di dalamnya misalnya spiritualitas, rukun, hormat, mikul dhuwur mêndhêm jêro, hiburan, mandiri, demokratis, menghargai prestasi, dan tanggung jawab. Berbagai macam pesan dan sikap tersebut disampaikan dalam bentuk eksplisit, maupun implisit. Pertunjukan wayang kulit purwa Jawa selain di dalamnya disampaikan sikap yang baik, kadang-kadang juga disampaikan sikap yang buruk. Kedua sikap tersebut disajikan dalam satu pentas dan penonton dipersilakan untuk menimbang sagaduking nalar (sesuai kedewasaan berpikir). 470

BAB V PENUTUP. Penelitian ini menjawab dua persoalan yaitu bagaimana. Pertunjukan berlangsung selama dua jam sepuluh menit dan

BAB V PENUTUP. Penelitian ini menjawab dua persoalan yaitu bagaimana. Pertunjukan berlangsung selama dua jam sepuluh menit dan 253 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini menjawab dua persoalan yaitu bagaimana intertekstualitas struktur lakon dan mengapa dramatisasi diperlukan dalam sanggit lakon Hana Caraka Nabi Elia. Pertunjukan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. wayang yang digunakan, yaitu wayang kulit purwa dan wayang kulit madya.

BAB IV PENUTUP. wayang yang digunakan, yaitu wayang kulit purwa dan wayang kulit madya. 104 BAB IV PENUTUP Lakon Anoman Mukswa merupakan lakon transisi dari wayang purwa menuju wayang madya sehingga dalam pementasannya terdapat dua jenis wayang yang digunakan, yaitu wayang kulit purwa dan

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN : SENI PEDALANGAN JENJANG PENDIDIKAN : SMK

MATA PELAJARAN : SENI PEDALANGAN JENJANG PENDIDIKAN : SMK MATA PELAJARAN : SENI PEDALANGAN JENJANG PENDIDIKAN : SMK Pedagogi Inti 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. 2. Menguasai

Lebih terperinci

Pagelaran Wayang Ringkas

Pagelaran Wayang Ringkas LOMBA KOMPETENSI SISWA SMK TINGKAT NASIONAL XIV Jakarta, 12 16 Juni 2006 KODE : 33 NAS Bidang Lomba Keahlian Seni Pedalangan Pagelaran Wayang Ringkas Test Project DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT

Lebih terperinci

TONTONAN, TATANAN, DAN TUNTUNAN ASPEK PENTING DALAM AKSIOLOGI WAYANG

TONTONAN, TATANAN, DAN TUNTUNAN ASPEK PENTING DALAM AKSIOLOGI WAYANG TONTONAN, TATANAN, DAN TUNTUNAN ASPEK PENTING DALAM AKSIOLOGI WAYANG Oleh: Kasidi Hp. Disampaikan dalam Sarasehan Senawangi Dalam Rangka Kongres IX Senawangi 25-26 April 2017 Jakarta PENGERTIAN AKSIOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Pertunjukan wayang merupakan sebuah media untuk. menuturkan cerita yang hebat. Hal ini dikarenakan cerita

BAB I PENGANTAR. Pertunjukan wayang merupakan sebuah media untuk. menuturkan cerita yang hebat. Hal ini dikarenakan cerita BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Pertunjukan wayang merupakan sebuah media untuk menuturkan cerita yang hebat. Hal ini dikarenakan cerita pertunjukan wayang kulit menceritakan peristiwa kepahlawanan yang

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. mengakibatkan perubahan teknik tabuhan pada beberapa instrument bonang

BAB IV KESIMPULAN. mengakibatkan perubahan teknik tabuhan pada beberapa instrument bonang BAB IV KESIMPULAN Penerapan suwuk gropak dalam karawitan pakeliran gaya Yogyakarta mengakibatkan perubahan teknik tabuhan pada beberapa instrument bonang penerus, bonang barung, peking, serta penyederhanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah membuat game bergenre rhythm bertema

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah membuat game bergenre rhythm bertema BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan Tujuan dari Tugas Akhir ini adalah membuat game bergenre rhythm bertema cerita wayang Ramayana yang diperuntukkan bagi remaja usia 15-18 tahun. Hal ini dilatar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Seni Wayang Jawa sudah ada jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu ke indonesia. Wayang merupakan kreasi budaya masyarakat /kesenian Jawa yang memuat berbagai aspek

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA

MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DISUSUN OLEH Komang Kembar Dana Disusun oleh : Komang Kembar Dana 1 MODUL PEMBELAJARAN SENI BUDAYA STANDAR KOMPETENSI Mengapresiasi karya seni teater KOMPETENSI DASAR Menunjukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan

BAB II LANDASAN TEORI. Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Yang Relevan Sebelumnya Peneliti mengambil penelitian dengan judul Resepsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Terhadap pentas drama Drakula intelek

Lebih terperinci

menganggap bahwa bahasa tutur dalang masih diperlukan untuk membantu mendapatkan cerita gerak yang lebih jelas.

menganggap bahwa bahasa tutur dalang masih diperlukan untuk membantu mendapatkan cerita gerak yang lebih jelas. Bab. VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Teori bahasa rupa dapat menjelaskan gerak/sebetan wayang kulit purwa dengan cara menggunakan rangkaian gambar gerak dari satu gambar gerak ke gambar gerak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. wayang. Sebuah pemikiran besar yang sejak dahulu memiliki aturan ketat sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. wayang. Sebuah pemikiran besar yang sejak dahulu memiliki aturan ketat sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesusasteraan memiliki ruang lingkup yang begitu luas dalam rangka penciptaannya atas representasi kebudayaan nusantara. Salah satu hasil ekspresi yang muncul

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Pertunjukan wayang atau biasa disebut pakêliran sudah. populer di kalangan masyarakat Jawa. Menurut data historis,

BAB I PENGANTAR. Pertunjukan wayang atau biasa disebut pakêliran sudah. populer di kalangan masyarakat Jawa. Menurut data historis, BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pertunjukan wayang atau biasa disebut pakêliran sudah populer di kalangan masyarakat Jawa. Menurut data historis, pertunjukan wayang sudah ada pada abad IX dalam Prasasti

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. kulit purwa yaitu Wisnu Ratu, Arjunasasra lahir dan Sumantri Ngenger.

BAB IV PENUTUP. kulit purwa yaitu Wisnu Ratu, Arjunasasra lahir dan Sumantri Ngenger. BAB IV PENUTUP Lakon Sokasrana ini pada dasarnya diadaptasi dari tiga lakon wayang kulit purwa yaitu Wisnu Ratu, Arjunasasra lahir dan Sumantri Ngenger. Pengadaptasian tiga lakon menjadi satu lakon dengan

Lebih terperinci

SUWUK GROPAK DALAM KARAWITAN PAKELIRAN WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA

SUWUK GROPAK DALAM KARAWITAN PAKELIRAN WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA SUWUK GROPAK DALAM KARAWITAN PAKELIRAN WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA Skripsi untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana S-1 pada Program Studi Seni Karawitan Kompetensi Pengkajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu dari sekian banyaknya kesenian di Pulau Jawa adalah kesenian wayang kulit purwa. Kesenian wayang kulit purwa hampir terdapat di seluruh Pulau Jawa.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Wayang wong gaya Yogyakarta adalah segala bentuk drama tari tanpa

BAB V KESIMPULAN. Wayang wong gaya Yogyakarta adalah segala bentuk drama tari tanpa BAB V KESIMPULAN Wayang wong gaya Yogyakarta adalah segala bentuk drama tari tanpa topeng (meski sebagian tokoh mengenakan topeng, terminologi ini digunakan untuk membedakannya dengan wayang topeng) yang

Lebih terperinci

CITRA TOKOH RAMA BARGAWA DALAM LAKON BANJARAN RAMA BARGAWA

CITRA TOKOH RAMA BARGAWA DALAM LAKON BANJARAN RAMA BARGAWA CITRA TOKOH RAMA BARGAWA DALAM LAKON BANJARAN RAMA BARGAWA Ismi Handayani dan Nanny Sri Lestari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Sastra Daerah untuk Sastra Jawa ismihandayani30@gmail.com Abstrak Skripsi

Lebih terperinci

MITOS DRUPADI DEWI BUMI DAN KESUBURAN (Dasar-dasar Perancangan Karya Seni Pedalangan)

MITOS DRUPADI DEWI BUMI DAN KESUBURAN (Dasar-dasar Perancangan Karya Seni Pedalangan) MITOS DRUPADI DEWI BUMI DAN KESUBURAN (Dasar-dasar Perancangan Karya Seni Pedalangan) Oleh : Kasidi Jurusan Seni Pedalangan Fakultas Seni Petunjukan INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA 2014 i Judul MITOS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara

BAB I PENDAHULUAN. mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata seni adalah sebuah kata yang semua orang dipastikan mengenalnya, walaupun dengan kadar pemahaman yang berbeda-beda. Secara Etimologi istilah seni berasal

Lebih terperinci

Analisis Semiotik dalam Suluk Pakeliran Lakon Retno Sentiko Oleh Ki Seno Nugroho

Analisis Semiotik dalam Suluk Pakeliran Lakon Retno Sentiko Oleh Ki Seno Nugroho Analisis Semiotik dalam Suluk Pakeliran Lakon Retno Sentiko Oleh Ki Seno Nugroho Oleh : Eka Homsatun Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa ekahomsatun@yahoo.co.id Abstrak: Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

05. MEMBUAT CERITA KOMIK. KOMIK 04 MEMBUAT CERITA KOMIK / Hal. 1

05. MEMBUAT CERITA KOMIK. KOMIK 04 MEMBUAT CERITA KOMIK / Hal. 1 05. MEMBUAT CERITA KOMIK KOMIK 04 MEMBUAT CERITA KOMIK / Hal. 1 KOMIK 04 MEMBUAT CERITA KOMIK / Hal. 2 Komik = Cerita + Gambar PENDAHULUAN Komik Intrinsik Ekstrinsik Jiwa Komik Tema Cerita Plot Penokohan

Lebih terperinci

Cover Page. The handle holds various files of this Leiden University dissertation

Cover Page. The handle  holds various files of this Leiden University dissertation Cover Page The handle http://hdl.handle.net/1887/41304 holds various files of this Leiden University dissertation Author: Emerson, Kathryn Title: Transforming wayang for contemporary audiences : dramatic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wayang Golek adalah suatu seni pertunjukan boneka tiruan rupa manusia yang dimainkan oleh seorang dalang dengan menggabungkan beberapa unsur seni. Wayang Golek

Lebih terperinci

PENERAPAN TLUTUR DALAM PAKELIRAN WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA VERSI KI TIMBUL HADIPRAYITNA, KI SUTEDJO, KI SUGATI, DAN KI MARGIONO.

PENERAPAN TLUTUR DALAM PAKELIRAN WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA VERSI KI TIMBUL HADIPRAYITNA, KI SUTEDJO, KI SUGATI, DAN KI MARGIONO. PENERAPAN TLUTUR DALAM PAKELIRAN WAYANG KULIT GAYA YOGYAKARTA VERSI KI TIMBUL HADIPRAYITNA, KI SUTEDJO, KI SUGATI, DAN KI MARGIONO Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wayang merupakan representasi kehidupan manusia yang memuat nilai, norma, etika, estetika, serta aturan-aturan dalam berbuat dan bertingkah laku yang baik. Wayang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kesimpulan untuk mengingatkan kembali hal-hal yang penting dan sekaligus

BAB V PENUTUP. kesimpulan untuk mengingatkan kembali hal-hal yang penting dan sekaligus BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian skripsi yang telah penulis bahas tersebut maka dapat diambil kesimpulan untuk mengingatkan kembali hal-hal yang penting dan sekaligus menjadi inti sari daripada

Lebih terperinci

KAJIAN SEMIOTIK PADA POCAPAN GARA-GARA PAGELARAN WAYANG PURWA DENGAN LAKON DURYUDANA GUGUR OLEH KI TIMBUL HADI PRAYITNO

KAJIAN SEMIOTIK PADA POCAPAN GARA-GARA PAGELARAN WAYANG PURWA DENGAN LAKON DURYUDANA GUGUR OLEH KI TIMBUL HADI PRAYITNO KAJIAN SEMIOTIK PADA POCAPAN GARA-GARA PAGELARAN WAYANG PURWA DENGAN LAKON DURYUDANA GUGUR OLEH KI TIMBUL HADI PRAYITNO Oleh : Hesti Nur Cahyo program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa hestinurcahyo@gmail.com

Lebih terperinci

Movement art in the puppet performances is often mentioned as sabetan. Puppet movement art, that contains rules, norms, guidance (orientation) is

Movement art in the puppet performances is often mentioned as sabetan. Puppet movement art, that contains rules, norms, guidance (orientation) is Movement art in the puppet performances is often mentioned as sabetan. Puppet movement art, that contains rules, norms, guidance (orientation) is convention that is observed and referred to guidance the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang dipentaskan dihadapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang dipentaskan dihadapan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Drama merupakan tiruan kehidupan manusia yang dipentaskan dihadapan penonton. Jika melihat drama berati kita melihat kejadian yang terjadi

Lebih terperinci

INDIKATOR ESENSIAL Menjelaskan karakteristik peserta. didik yang berkaitan dengan aspek fisik,

INDIKATOR ESENSIAL Menjelaskan karakteristik peserta. didik yang berkaitan dengan aspek fisik, NO KOMPETENSI UTAMA KOMPETENSI INTI 1 Pedagogik 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. 2. Menguasai teori belajar dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah BAB V KESIMPULAN 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual Kuningan Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah merupakan seni pertunjukan yang biasa tetapi merupakan pertunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,

Lebih terperinci

BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES. Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan

BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES. Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan BAB II PENINGKATAN KEMAMPUAN BERMAIN PERAN MELALUI METODE KETERAMPILAN PROSES A.Pengertian Drama atau Bermain Peran Drama di teater adalah salah satu bentuk karya sastra, bedanya dengan bentuk lain (prosa

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI OPERASIONAL. Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan

BAB I DEFINISI OPERASIONAL. Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan 1 BAB I DEFINISI OPERASIONAL A. LATAR BELAKANG MASALAH Seni merupakan salah satu pemanfaatan budi dan akal untuk menghasilkan karya yang dapat menyentuh jiwa spiritual manusia, karya seni merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam

BAB II KAJIAN TEORI. bagaimana unsur cerita atau peristiwa dihadirkan oleh pengarang sehingga di dalam BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Drama Sebagai Karya Fiksi Sastra sebagai salah satu cabang seni bacaan, tidak hanya cukup dianalisis dari segi kebahasaan, tetapi juga harus melalui studi khusus yang berhubungan

Lebih terperinci

3. Karakteristik tari

3. Karakteristik tari 3. Karakteristik tari Pada sub bab satu telah dijelaskan jenis tari dan sub bab dua dijelaskan tentang fungsi tari. Berdasarkan penjelasan dari dua sub bab tersebut, Anda tentunya telah memperoleh gambaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT.

BAB II LANDASAN TEORI. tradisi slametan, yang merupakan sebuah upacara adat syukuran terhadap rahmat. dan anugerah yang diberikan oleh Allah SWT. 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Seni Pertunjukan dalam Tradisi Masyarakat Seni pertunjukan yang terdapat dalam tradisi masyarakat, umumnya masih banyak ditemui ritual-ritual yang berkenaan dengan sebuah prosesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai budaya masyarakat, adat istiadat dan kebiasaan yang dilakukan turun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbagai budaya masyarakat, adat istiadat dan kebiasaan yang dilakukan turun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia eksotisme penuh dengan berbagai macam seni budaya, dari pulau Sabang sampai Merauke berbeda budaya yang dimiliki oleh setiap daerahnya. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di antaranya adalah Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari, dan Seni Teater. Beberapa jenis

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakeliran atau ringgitan adalah istilah bahasa Jawa untuk pengertian suatu pentas atau pertunjukan wayang kulit. Pentas ini menyajikan permainan ringgit wacucal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tari wayang adalah salah satu genre atau rumpun tari yang terdapat di Jawa Barat. Tari wayang sendiri merupakan tari yang menceritakan tokoh atau peristiwa yang terdapat

Lebih terperinci

SANGGIT CATUR LAKON KALABENDU SUSUNAN SUMANTO SAJIAN MANTEB SOEDHARSONO

SANGGIT CATUR LAKON KALABENDU SUSUNAN SUMANTO SAJIAN MANTEB SOEDHARSONO SANGGIT CATUR LAKON KALABENDU SUSUNAN SUMANTO SAJIAN MANTEB SOEDHARSONO TESIS Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana S2 Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni Minat Pengkajian

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan

KATA PENGANTAR. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr. Wb. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah yang maha esa. Karena dengan rahmatnya kita bisa membuat makalah ini dengan tepat waktu. Semoga makalah ini bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai di dalam Tugas Akhir ini adalah menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai di dalam Tugas Akhir ini adalah menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan Tujuan yang ingin dicapai di dalam Tugas Akhir ini adalah menghasilkan film dokumenter yang mengenalkan kebudayaan Wayang Krucil dari Desa Gondowangi Kabupaten

Lebih terperinci

\PESAN-PESAN MORAL PADA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT

\PESAN-PESAN MORAL PADA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT \PESAN-PESAN MORAL PADA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT \PESAN-PESAN MORAL PADA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT (Studi Kasus Pada Lakon Wahyu Makutharama dengan Dalang Ki Djoko Bawono di Desa Harjo Winangun, Kecamatan

Lebih terperinci

RAMABARGAWA. Fani Rickyansyah NIM:

RAMABARGAWA. Fani Rickyansyah NIM: i TUGAS AKHIR KARYA SENI PAKELIRAN WAYANG KULIT PURWA RAMABARGAWA Oleh Fani Rickyansyah NIM: 1110107016 Kepada JURUSAN PEDALANGAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA 2016 ii iii

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan digilib.uns.ac.id BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa SMK Negeri 8 Surakarta merupakan SMK Negeri yang berbasis

Lebih terperinci

Jurnal Buana Bastra Tahun 3. No.1 April 2016 NUANSA GENDHING DAN STRUKTUR PENCERITAAN WAYANG KULIT JAWA TIMURAN. Pana Pramulia

Jurnal Buana Bastra Tahun 3. No.1 April 2016 NUANSA GENDHING DAN STRUKTUR PENCERITAAN WAYANG KULIT JAWA TIMURAN. Pana Pramulia NUANSA GENDHING DAN STRUKTUR PENCERITAAN WAYANG KULIT JAWA TIMURAN Pana Pramulia Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas PGRI Adi Buana Surabaya panapramulia@gmail.com ABSTRAK Wayang kulit Jawa Timuran

Lebih terperinci

Seorang pembaca teks drama tanpa menyaksikan pementasan drama tersebut, maka mau tidak mau sang pembaca harus membayangkan peristiwa yang terjadi di

Seorang pembaca teks drama tanpa menyaksikan pementasan drama tersebut, maka mau tidak mau sang pembaca harus membayangkan peristiwa yang terjadi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peran sebagai alat hubung langsung maupun tidak langsung antar individu yang berguna untuk menyampaikan maksud serta tujuan. Keterkaitan komunikasi

Lebih terperinci

LAKON WAHYU EKA BAWANA SAJIAN KI SRI SUSILO THENGKLENG DI SANGIRAN: KAJIAN MITOLOGI

LAKON WAHYU EKA BAWANA SAJIAN KI SRI SUSILO THENGKLENG DI SANGIRAN: KAJIAN MITOLOGI LAKON WAHYU EKA BAWANA SAJIAN KI SRI SUSILO THENGKLENG DI SANGIRAN: KAJIAN MITOLOGI TESIS Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S2 Program Studi Pengkajian Seni Minat Pengkajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Soemardjo dan Saini K.M (1991:2) sastra merupakan karya fiktif yang dibuat berdasarkan imajinasi dunia lain dan dunia nyata sangat berbeda tetapi saling terkait

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Wayang Indonesia telah diproklamirkan sebagai Maha Karya. Agung oleh UNESCO pada tanggal 7 Nopember, Wayang

BAB I PENGANTAR. Wayang Indonesia telah diproklamirkan sebagai Maha Karya. Agung oleh UNESCO pada tanggal 7 Nopember, Wayang 1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Wayang Indonesia telah diproklamirkan sebagai Maha Karya Agung oleh UNESCO pada tanggal 7 Nopember, 2003. Wayang Indonesia yang dimaksud adalah segala jenis wayang baik

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh

1. PENDAHULUAN. pembelajaran sastra berlangsung. Banyak siswa yang mengeluh apabila disuruh 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran sastra di sekolah kini tampak semakin melesu dan kurang diminati oleh siswa. Hal ini terlihat dari respon siswa yang cenderung tidak antusias saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berkaitan erat dengan berbagai aspek kehidupan. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia adalah homo pluralis yang memiliki cipta, rasa, karsa, dan karya sehingga dengan jelas membedakan eksistensinya terhadap makhluk lain. Karena memiliki

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA. Kata Kunci : Metode Bermain Peran dan Pemeranan Drama

PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA. Kata Kunci : Metode Bermain Peran dan Pemeranan Drama PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMERANAN DRAMA R. ArnisFahmiasih 1 ABSTRAK Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masalah kemampuan pembelajaran sastra dalam memerankan drama

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat 143 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesenian wayang golek merupakan salah satu kesenian khas masyarakat Sunda yang sangat digemari bukan saja di daerah Jawa Barat, melainkan juga di daerah lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pengertian, konsepsi bahasa yang tepat (Teeuw, 1981: 1). Artinya bahasa

BAB I PENDAHULUAN. dengan pengertian, konsepsi bahasa yang tepat (Teeuw, 1981: 1). Artinya bahasa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penggunaan bahasa yang khas, yang hanya dapat dipahami dengan pengertian, konsepsi bahasa yang tepat (Teeuw, 1981: 1). Artinya bahasa yang digunakan cenderung

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Hadiprayitna dapat dipahami sebagai sikap kreatif dalang sebagai pelaku seni

BAB IV PENUTUP. Hadiprayitna dapat dipahami sebagai sikap kreatif dalang sebagai pelaku seni BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Sanggit Gugurnya Bisma di dalam lakon Bisma Gugur sajian Ki Timbul Hadiprayitna dapat dipahami sebagai sikap kreatif dalang sebagai pelaku seni pedalangan dalam rangka mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,

BAB I PENDAHULUAN. kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan merupakan hasil cipta manusia dan juga merupakan suatu kekayaan yang sampai saat ini masih kita miliki dan patut kita pelihara. Tiap masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. lakon Séta Gugur yaitu pepindhan, tembung éntar, dan tembung saroja.

BAB IV PENUTUP. lakon Séta Gugur yaitu pepindhan, tembung éntar, dan tembung saroja. BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian, dapat diperoleh beberapa kesimpulan yaitu gaya bahasa yang ditemukan pada SPKSN lakon Séta Gugur yaitu pepindhan,

Lebih terperinci

UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA BAB IV PENUTUP. Wayang merupakan representasi simbolik dari hasil pemikiran masyarakat Jawa

UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA BAB IV PENUTUP. Wayang merupakan representasi simbolik dari hasil pemikiran masyarakat Jawa 144 BAB IV PENUTUP Wayang merupakan representasi simbolik dari hasil pemikiran masyarakat Jawa yang menjadi salah satu media untuk menyampaikan pesan-pesan, tontonan-tatanantuntunan, nilai-nilai humanis

Lebih terperinci

48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK

48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK 48. KOMPETENSI INTI DAN SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK KELAS: X A. SENI RUPA 3. memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

berbicara dan membawa diri harus sesuai dengan tata karma. Selain itu dalam menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari, pembawaan diri dan cara

berbicara dan membawa diri harus sesuai dengan tata karma. Selain itu dalam menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari, pembawaan diri dan cara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Raymond Williams mendefinisikan budaya sebagai struktur keluarga, struktur masyarakat dan organisasi produksi yang mengekspresikan serta mengatur hubungan sosial serta

Lebih terperinci

\PESAN-PESAN MORAL PADA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT

\PESAN-PESAN MORAL PADA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT \PESAN-PESAN MORAL PADA PERTUNJUKAN WAYANG KULIT (Studi Kasus Pada Lakon Wahyu Makutharama dengan Dalang Ki Djoko Bawono di Desa Harjo Winangun, Kecamatan Godong, Kabupaten Grobogan dalam Acara Bersih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan istilah seniman. Pada umumnya, seorang seniman dalam menuangkan idenya menjadi sebuah karya

Lebih terperinci

realita dan fiksi. Kita hidup dalam keduanya. Sastra memberikan kesempatan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog (Sudjiman,

realita dan fiksi. Kita hidup dalam keduanya. Sastra memberikan kesempatan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog (Sudjiman, 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra menempati posisi penting dalam pembentukan karakteristik kebangsaan, karena sastra memiliki potensi fungsi sosial untuk menumbuhkan nilai dan sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Dengan kata lain, seorang aktor harus menampilkan atau. mempertunjukan tingkah laku yang bukan dirinya sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membawakan peran atau akting dapat diartikan menampilkan atau mempertunjukan tingkah laku terutama diatas pentas. Berbuat seolaholah, berpura pura menjadi seseorang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Budaya lokal menjadi media komunikasi di suatu daerah yang dapat mempersatukan dan mempertahankan spiritualitas hingga nilai-nilai moral yang menjadi ciri

Lebih terperinci

TEKNIK EDITING II. Pertemuan 2. Yosaphat Danis Murtiharso, S.Sn., M.Sn. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting

TEKNIK EDITING II. Pertemuan 2. Yosaphat Danis Murtiharso, S.Sn., M.Sn. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting Modul ke: TEKNIK EDITING II Fakultas Ilmu Komunikasi Program Studi Broadcasting www.mercubuana.ac.id Pertemuan 2 Yosaphat Danis Murtiharso, S.Sn., M.Sn LOGIKA EDITING DRAMA Dalam melakukan editing film

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah dulce at utile. Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah dulce at utile. Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra mempunyai dua fungsi utama yaitu menyenangkan dan bermanfaat, atau lebih dikenal dengan istilah dulce at utile. Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek

Lebih terperinci

3ESTETIKA WAYANG. Abstrak PENDAHULUAN. Kasidi Hadiprayitno

3ESTETIKA WAYANG. Abstrak PENDAHULUAN. Kasidi Hadiprayitno 3ESTETIKA WAYANG Kasidi Hadiprayitno Abstrak The basics are the puppet aesthetic perspective of the relation elements of beauty in the unity of the structure of the wayang. Understanding the true aesthetic

Lebih terperinci

KD Menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang sudah dibaca

KD Menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang sudah dibaca KD 16.1. Menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang sudah dibaca 1. Cerpen adalah kisah yang memberi kesan tunggal yang dominan tentang dalam satu latar dan satu situasi dramatis. 2. Drama adalah ragam

Lebih terperinci

Deskripsi Karawitan Pakeliran Garapan Kolaborasi. Wayang Jawa - Bali. Dalang : Dru Hendro, S.Sen dan I Wayan Nardayana

Deskripsi Karawitan Pakeliran Garapan Kolaborasi. Wayang Jawa - Bali. Dalang : Dru Hendro, S.Sen dan I Wayan Nardayana Deskripsi Karawitan Pakeliran Garapan Kolaborasi Wayang Jawa - Bali Dalang : Dru Hendro, S.Sen dan I Wayan Nardayana Penata Karawitan: Saptono, S.Sen Dibiayai Oleh Program Semi-Que V Prodi Pedalangan STSI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori

BAB II LANDASAN TEORI. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori BAB II LANDASAN TEORI Untuk mendeskripsikan dan menganalisis kajian penelitian ini harus ada teori pendukungnya antara lain; hakekat pendekatan struktural, pangertian novel, tema, amanat, tokoh dan penokohan,

Lebih terperinci

Gaya Pedalangan Wayang Kulit Purwa Jawa Serta Perubahannya

Gaya Pedalangan Wayang Kulit Purwa Jawa Serta Perubahannya Volume 26, 2011 ISSN 0854-3461 Gaya Pedalangan Wayang Kulit Purwa Jawa Serta Perubahannya Volume MUDRA 26, Nomor Jurnal 1, Januari Seni Budaya 2011 p 1-16 SOETARNO Jurusan Seni Pedalangan, Fakultas Seni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fotografi merupakan teknik yang digunakan untuk mengabadikan momen penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena melalui sebuah foto kenangan demi kenangan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan wayang sebagai salah satu aset berharga budaya Indonesia yang perlu dijaga kelestariannya. Wayang sudah diakui oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Banyumas. Jemblung berawal dari dua kesenian rakyat yaitu Muyèn dan Menthièt.

BAB IV PENUTUP. Banyumas. Jemblung berawal dari dua kesenian rakyat yaitu Muyèn dan Menthièt. BAB IV PENUTUP Jemblung Banyumas merupakan salah satu bentuk kesenian tradisi rakyat Banyumas. Jemblung berawal dari dua kesenian rakyat yaitu Muyèn dan Menthièt. Muyèn merupakan kesenian macapatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Tema dan Karya Alasan Pemilihan Tema

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Tema dan Karya Alasan Pemilihan Tema 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Tema dan Karya 1.1.1 Alasan Pemilihan Tema Di Indonesia pada dasarnya sangat kental dengan cerita misteri, sampai saaat ini pun di radio-radio tanah air

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA. - Buku Rupa Wayang Dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia. - Buku Indonesian Heritage Performing Arts.

BAB 2 DATA DAN ANALISA. - Buku Rupa Wayang Dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia. - Buku Indonesian Heritage Performing Arts. 3 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data Dan Literatur Metode penelitian yang digunakan: Literatur : - Buku Rupa Wayang Dalam Seni Rupa Kontemporer Indonesia. - Buku Indonesian Heritage Performing Arts. - Buku

Lebih terperinci

ARTIKEL KARYA SENI RINDUKU

ARTIKEL KARYA SENI RINDUKU ARTIKEL KARYA SENI RINDUKU Oleh : I MADE YOGA GIRI PROGRAM STUDI S-1 PEDALANGAN FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2016 Judul Penelitian: Struktur Dramatik Lakon Maling Sakti Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan

BAB I PENDAHULUAN. lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepanjang sejarahnya, Jepang telah menyerap banyak gagasan dari negaranegara lain termasuk teknologi, adat-istiadat, dan bentuk-bentuk pengungkapan kebudayaan. Jepang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah pembelajaran sangat ditentukan keberhasilannya oleh masingmasing guru di kelas. Guru yang profesional dapat ditandai dari sejauh mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman suku, budaya, ras dan agama yang berada di berbagai daerah mulai dari Sabang sampai Merauke. Tiap-tiap daerah mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Manusia adalah makhluk budaya, dan penuh simbol-simbol. Dapat dikatakan bahwa budaya manusia diwarnai simbolisme, yaitu suatu tata pemikiran atau paham yang menekankan

Lebih terperinci

MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel

MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel MENCIPTA TOKOH DALAM NASKAH DRAMA Transformasi dari Penokohan Menjadi Dialog, Suasana, Spektakel Yudiaryani PENDAHULUAN Unsur yang paling mendasar dari naskah adalah pikiran termasuk di dalamnya gagasan-gagasan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sandiwara Radio Profesor. Dr. Herman J. Waluyo menyebutkan bahwa dalam Bahasa Indonesia terdapat istilah sandiwara. Sandiwara diambil dari bahasa jawa sandi dan warah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. drama dapat digolongkan menjadi dua, yaitu part text, artinya yang ditulis dalam teks

BAB I PENDAHULUAN. drama dapat digolongkan menjadi dua, yaitu part text, artinya yang ditulis dalam teks 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Naskah drama adalah kesatuan teks yang membuat kisah. Naskah atau teks drama dapat digolongkan menjadi dua, yaitu part text, artinya yang ditulis dalam teks hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan.

BAB I PENDAHULUAN. penerangan, dakwah, pendidikan, pemahaman filsafat, serta hiburan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wayang salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol di antara banyak karya budaya lainnya. Budaya wayang terus berkembang dari zaman ke zaman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Saat ini, media komunikasi berkembang secara menonjol

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Saat ini, media komunikasi berkembang secara menonjol BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi di dunia saat ini tidak dapat dibendung lagi. Banyaknya penemuan-penemuan, pada akhirnya memudahkan manusia dalam menjalankan aktivitas sosialnya.

Lebih terperinci

PEMBINAAN PEMBELAJARAN CATUR PAKELIRAN

PEMBINAAN PEMBELAJARAN CATUR PAKELIRAN Abdi Seni Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat PEMBINAAN PEMBELAJARAN CATUR PAKELIRAN BAGI SISWA LEMBAGA PENDIDIKAN KETRAMPILAN KURSUS PEDALANGAN SEKAR RINONCE DI WONOGIRI Kuwato Jurusan Seni Pedalangan,

Lebih terperinci

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global

Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global Menguak Nilai Seni Tradisi Sebagai Inspirasi Penciptaan Seni Pertunjukan Pada Era Global Oleh: Dyah Kustiyanti Tradisi biasanya didefinisikan sebagai cara mewariskan pemikiran, pandangan hidup, kebiasaan,

Lebih terperinci

EKSISTENSI SANGGAR SENI PEDALANGAN NGESTI BUDHAYA KARANGANYAR DALAM PENGEMBANGAN SENI TRADISI

EKSISTENSI SANGGAR SENI PEDALANGAN NGESTI BUDHAYA KARANGANYAR DALAM PENGEMBANGAN SENI TRADISI EKSISTENSI SANGGAR SENI PEDALANGAN NGESTI BUDHAYA KARANGANYAR DALAM PENGEMBANGAN SENI TRADISI Jaka Rianto Jurusan Seni Pedalangan, Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Surakarta Abstract Indonesian Art Institute

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki bermacam-macam suku bangsa, tidak hanya suku yang berasal dari nusantara saja, tetapi juga suku yang berasal dari luar nusantara.

Lebih terperinci

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI

BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI BAHAN PELATIHAN PROSA FIKSI Ma mur Saadie SASTRA GENRE SASTRA nonimajinatif - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan harian Puisi imajinatif Prosa Fiksi Drama GENRE SASTRA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dikenal dengan keanekaragaman suku bangsa dan budayanya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dikenal dengan keanekaragaman suku bangsa dan budayanya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal dengan keanekaragaman suku bangsa dan budayanya, yang mencerminkan bagaimana masyrakatnya.seluruh suku bangsa dari Sabang sampai Marauke

Lebih terperinci

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN

MENU UTAMA UNSUR PROSA FIKSI PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN ENCEP KUSUMAH MENU UTAMA PENGANTAR PROSA FIKSI MODERN UNSUR PROSA FIKSI CERPEN NOVELET NOVEL GENRE SASTRA SASTRA nonimajinatif Puisi - esai - kritik - biografi - otobiografi - sejarah - memoar - catatan

Lebih terperinci

Peningkatan Kemampuan Menganalisis Unsur Intrinsik Teks Drama Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share.

Peningkatan Kemampuan Menganalisis Unsur Intrinsik Teks Drama Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share. Peningkatan Kemampuan Menganalisis Unsur Intrinsik Teks Drama Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share Isthifa Kemal 1 ABSTRAK Penelitian ini mengkaji masalah yaitu 1) bagaimana peningkatan

Lebih terperinci