ANALISIS KELEMBAGAAN NON-PASAR (NON-MARKET INSTITUTIONS) DALAM EFISIENSI ALOKASI SUMBERDAYA PERIKANAN (Studi Kasus: Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KELEMBAGAAN NON-PASAR (NON-MARKET INSTITUTIONS) DALAM EFISIENSI ALOKASI SUMBERDAYA PERIKANAN (Studi Kasus: Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi)"

Transkripsi

1 ANALISIS KELEMBAGAAN NON-PASAR (NON-MARKET INSTITUTIONS) DALAM EFISIENSI ALOKASI SUMBERDAYA PERIKANAN (Studi Kasus: Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi) RIAKANTRI SIREGAR DEPARTEMEN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN RIAKANTRI SIREGAR. Analisis Fungsi Kelembagaan Non-Pasar (Non-Market Institutions) dalam Efisiensi Alokasi Sumberdaya Perikanan (Studi Kasus: Pelabuhanratu, Kab. Sukabumi). Dibimbing oleh ACENG HIDAYAT. Perairan Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi memiliki kekayaan laut yang beranekaragaman yang dapat dikembangkan. Terdapat banyak stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu. Sehingga sangat diperlukan kelembagaan yang mampu mengatur dan mengendalikan peran masing-masing stakeholder tersebut agar supply dan demand sumberdaya ikan tetap terkendalikan. Tujuan dalam penelitian ini antara lain, (1) Identifikasi kelembagaan non-pasar yang berperan dalam mengalokasikan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu; (2) Menganalisis fungsi dan peran kelembagaan non-pasar dalam mengatasi konflik pemanfaatan dan mengalokasikan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu; (3) Menganalisis peran aktor dalam kelembagaan non-pasar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu; dan (4) Menganalisis efektivitas fungsi kelembagaan non-pasar dengan menggunakan indikator unsustainability, inequity, dan prosperity. Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis konten, analisis stakeholder, dan analisis konflik. Analisis ini digunakan untuk melihat peran kelembagaan yang ada dan keterkaitan antar skateholder di dalamnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa stakeholder yang paling dominan dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu adalah juragan/taweu, bakul, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, sedangkan aktor yang paling lemah adalah aparat desa dan perbankan. Stakeholder yang harus dilibatkan secara langsung dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu termasuk Syahbandar Pelabuhanratu, Perguruan Tinggi, KUD Mina, Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Pelabuhanratu, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Sukabumi, Kelompok Masyarakat Pengawas Sumberdaya Ikan Pelabuhanratu (POKMASWAS), Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Bakul, Juragan/Taweu, Kelompok Pengelola Rumpon, dan Polisi Perairan. Sedangkan stakeholder yang tidak harus dilibatkan secara langsung diantaranya, Perbankan, Aparat Desa, LEPP-M3R, dan industri pengolahan sumberdaya ikan. Konflik pemanfaatan yang terjadi seringkali muncul akibat rebutan ruang pemanfaatan dan penggunaan alat tangkap. Terdapat banyak peraturan yang mengatur alokasi sumberdaya ikan di Pelabuhanratu, namun belum terlaksana dengan baik. Kata Kunci: Kelembagaan, Analisis Stakeholder, Analisis Konflik, Sumberdaya Ikan

3 ANALISIS KELEMBAGAAN NON-PASAR (NON-MARKET INSTITUTIONS) DALAM EFISIENSI ALOKASI SUMBERDAYA PERIKANAN (Studi Kasus: Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi) RIAKANTRI SIREGAR H Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan DEPARTEMEN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

4 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama lengkap Riakantri Siregar, dilahirkan di Papande (Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara) pada tanggal 13 September Penulis adalah anak ke-12 dar 13 bersaudara dari pasangan Baduaman Siregar dan Losinta Rajagukguk. Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri No Sibandang pada tahun Kemudian penulis menempuh pendidikan di SMP Negeri 4 Muara tahun dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Muara pada tahun Penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2008 dan diterima sebagai mahasiswi di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Penulis juga mengambil minor Pengelolaan Wisata Alam dan Jasa Lingkungan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekosistem, Fakultas Kehutanan. Selama melangsungkan studi di IPB, penulis aktif di UKM PMK IPB sebagai anggota dan aktif pada bagian kesenian yaitu Komisi Kesenian PMK IPB. Penulis aktif dalam kepanitiaan-kepanitiaan UKM PMK IPB dan acara Komisi Kesenian PMK. Penulis juga aktif dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Tapanuli Utara (PARTARU) dan ikut serta dalam kepanitiaan dan kepengurusan Omda tersebut. Penulis juga menerima beasiswa dari Dinas Pendidikan Tapanuli Utara pada tahun 2008, beasiswa PPA pada tahun 2009, dan beasiswa BBM tahun

5 UCAPAN TERIMA KASIH Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan Terima kasih kepada: 1. Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat, rahmat, dan kasih-nya yang dianugerahkan kepada penulis, sehingga penulis percaya dan yakin tidak ada yang kebetulan dalam hidup ini. 2. Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan banyak pembelajaran kepada penulis demi terselesainya skripsi ini dengan baik. 3. Ir. Ujang Sehabudin dan Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji utama dan penguji perwakilan departemen yang telah memberikan ilmu dan masukan agar skripsi ini menjadi lebih baik. 4. Baduaman Siregar (Among) dan Losinta Rajagukguk (Inong) yang penulis cintai dan hargai. Terima kasih untuk doa, kasih, cinta, nasihat, dukungan, dan pengorbanan serta perjuangannya. Terima kasih juga kepada kakak/adik penulis: Acis, Medi, Morli, Derlin, Lismer, Dor, Meli, Pantun, Ronita, Anto, Nerry, Feri, dan Aldi serta kepada kakak ipar dan keponakan penulis. Aku sayang kalian. 5. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi beserta stafnya, PPN Pelabuhanratu beserta stafnya, HNSI, dan nelayan sekitar Pelabuhanratu. 6. Dosen dan Staf Pengajar Departemen ESL dan Departemen KSHE selama proses perkuliahan. 7. Teman-teman ESL45, gadis-gadis Dwi Keluarga PARTARU, teman se-ps, Kak Arik dan keluarga atas bantuannya selama penulis penelitian, Septy, Tantri, Pebri, Dyah. Terima kasih untuk warna hidup yang kalian beri. 8. Teman-teman kelompok kecilku: ka Mey, Tini, Niki, dan Elin. 9. Sahabatku: Haryanto, Agung, Murdhani, Vivin, Rina, Sry, Gunawan, Ruth, Tini, Getha dan 4G (Elsita, Lesma, Togu). Terima kasih untuk bantuan dan doanya. 10. Untuk Harun, Rafcan, Lengro, Jones, Bang Indra, dan Bang Samuel untuk dukungan, bantuan, pengertian, semangat, dan doanya. Aku sayang kalian.

6 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahamat dan berkat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul Analisis Fungsi Kelembagaan Non-Pasar (Non-Market Institutions) dalam Efisiensi Alokasi Sumberdaya Perikanan (Studi Kasus: Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi) ditulis sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kelembagaan non-pasar yang mengalokasikan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu, menganalisis peran dan fungsi kelembagaan non-pasar dalam mengatasi konflik pemanfaatan dan mengalokasikan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu, menganalisis peran aktor dalam kelembagaan non-pasar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu, dan menganalisis efektivitas fungsi kelembagaan non-pasar dengan menggunakan indikator unsustainability, inequity, dan prosperity. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum sempurna. Penulis berharap semoga tulisan ini memberi manfaat bagi semua pihak, khususnya pihak yang terkait dalam penelitian ini. Bogor, Juni 2012 Penulis

7 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL i HALAMAN PERNYATAAN ii RINGKASAN iii HALAMAN PENGESAHAN v UCAPAN TERIMA KASIH vi KATA PENGANTAR vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xiii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi, Karakteristik, dan Persoalan Pengelolaan Sumberdaya Alam Pengertian Kelembagaan Fungsi dan Urgensi Kelembagaan dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan Hak Kepemilikan dalam Sumberdaya Perikanan sebagai Kelembagaan Konflik Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Peran Kelembagaan Terkait Penelitian Terdahulu III. KERANGKA PEMIKIRAN IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sampel Metode Pengolahan dan Analisis Data Identifikasi Kelembagaan Non-Pasar Analisis Isi/Konten Analisis Stakeholder Analisis Konflik V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Daerah Penelitian Letak Geografis Keadaan Tofografi Keadaan Demografi Mata Pencaharian dan Tingkat Kesejahteraan Keadaan Umum Perikanan Musim Penangkapan Ikan Unit Penangkapan Ikan

8 Produksi Unit Penangkapan Ikan VI. KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PELABUHANRATU Indentifikasi Kelembagaan Formaldan Informal yang Berlaku di Pelabuhanratu Rule of The Game dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan Berdasarkan Peraturan Formal dan Informal Demand Side Supply Side Konflik Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Perairan Pelabuhanratu Hak-Hak terhadap Sumberdaya Ikan di Peraiaran Pelabuhanratu (Property Right) VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu Fungsi dan Peran Masing-Masing Aktor/Stakeholder Kelompok Nelayan Formal Kelompok Nelayan Informal Kelompok Pemerintah Kelompok Usaha/Swasta Kelompok Keamanan Keterkaitan Antar Aktor Efektivitas Fungsi Kelembagaan Non-Pasar Unsustainability Inequity Prosperity VIII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP ix

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Kategori Barang Sumberdaya Alam Alokasi Optimal Sumberdaya Perikanan di Perairan Teluk Pelabuhanratu Tipe Hak Kepemilikan Beserta Hak-Hak dan Kewajibannya Tujuan, Jenis, dan Sumber Data Penelitian Identifikasi Kelembagaan Non-Pasar Sumberdaya Ikan di Pelabuhanratu Parameter dalam Analisis Konten Undang-Undang Analisis Stakeholder Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Pelabuhanratu Paremeter dalam Analisis Konflik Data Kependudukan Kecamatan Pelabuhanratu Tahun 2011 Berdasarkan Jenis Kelamin Jumlah Penduduk Kecamatan Pelabuhanratu berdasarkan Usia Tahun Jumlah Penduduk Kecamatan Pelabuhanratu Berdasarkan Agama/Kepercayaan Tahun Jumlah Penduduk Kecamatan Pelabuhanratu berdasarkan Matapencaharian Jumlah Alat Tangkap yang Beroperasi di PPNP Tahun Data Jumlah dan Jenis Kapal di Perairan Pelabuhanratu Tahun Produksi Ikan Berdasarkan Jenis Alat Tangkap di PPNP tahun Peraturan Formal dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Perairan Pelabuhanratu Jumlah Kapal/Perahu Perikanan dan Jumlah Nelayan yang Beroperasi di PPNP Tahun Kelembagaan dalam Mengatur Demand Sumberdaya Ikan di Pelabuhanratu Kelembagaan dalam Mengatur Suply Sumberdaya Ikan di Pelabuhanratu Tipe Konflik Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Perairan Pelabuhanratu Jumlah Kapal dan Alat Tangkap yang Diberi Izin Usaha x

10 Di Perairan Pelabuhanratu Tahun Identifikasi Hak Terhadap Sumberdaya Ikan di Pelabuhanratu Identifikasi Stakeholder Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Pelabuhanratu Karakteristik Kelas Pelabuhan Perikanan Produksi ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu Periode Tahun Waktu Melaut dan Lokasi Penangkapan Ikan oleh Nelayan xi

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Alur Kerangka Pemikiran Penelitian Tingkat Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pelabuhanratu Kartu Nelayan di Pelabuhanratu Kapal Rumpon Bantuan dari pemerintah Alat Tangkap yang Mendapat Izin Usaha di Perairan Pelabuhanratu Pemetaan Aktor dalam Pengelolaan Sumberdaya ikan Di Perairan Pelabuhanratu Keterkaitan Antar Aktor Pengelolaan Smberdaya Ikan di Perairan Pelabuhanratu xii

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Kuisiner Penelitian Analisis Isi/Konten Peraturan Perundangan-undangan dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Pelabuhanratu Jenis Kapal dan Alat Tangkap yang Diberi Izin Usaha di Perairan Pelabuhanratu Tahun Dokumentasi Penelitian xiii

13 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki pulau dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis pantai Km. Luas wilayah yang terdiri dari 70 persen lautan dan luas perairan lautnya 5,8 juta Km 2 termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) atau 70 persen dari luas total Indonesia (Nontji, 2007). Perairan Indonesia memiliki kekayaan laut yang beranekaragam dan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan komsumsi ataupun menghasilkan devisa melalui ekspor. Berbagai jenis ikan yang terdapat di perairan Indonesia, diantaranya adalah ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, dan lain-lain. Sektor kelautan yang dimiliki oleh Indonesia menyediakan beragam potensi sumberdaya alam. Potensi sumberdaya tersebut terdiri dari sumberdaya yang dapat diperbaharui, seperti sumberdaya perikanan, baik perikanan tangkap maupun budidaya laut dan pantai, energi non konvensional dan energi serta sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui seperti sumberdaya minyak dan gas bumi dan berbagai jenis mineral. Selain dua jenis sumberdaya tersebut, juga terdapat berbagai macam jasa lingkungan lautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan kelautan dan perikanan seperti pariwisata bahari, industri maritim, jasa angkutan dan sebagainya. Sumberdaya perikanan merupakan salah satu kelompok sumberdaya yang terbarukan (renewable), sehingga memerlukan pendekatan yang bersifat menyeluruh dan hati-hati. Artinya, apa yang kita manfaatkan sekarang bisa mempengaruhi atau

14 bisa tidak mempengaruhi ketersediaan sumberdaya di masa mendatang karena jumlah kuantitas fisik dari sumberdaya tersebut berubah sepanjang waktu. Perikanan merupakan salah satu aktivitas yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa sehingga ikan merupakan salah satu komoditi yang berperan penting dalam kehidupan manusia. Selain bisa digunakan untuk konsumsi pemenuhan kebutuhan protein hewani, juga merupakan sumber penghasilan negara (devisa) berupa ekspor. Tidak seperti sumberdaya alam lainnya, seperti pertanian dan peternakan yang sifat kepemilikannya jelas, sumberdaya ikan umumnya terdapat pada rezim terbuka (open access). Artinya, siapa saja bisa berpartisipasi tanpa harus memiliki dan bertanggungjawab atas sumberdaya tersebut. Kondisi sumberdaya perikanan yang bersifat akses terbuka cenderung mengindikasikan ketiadaan hak kepemilikan yang jelas. Menurut karakteristiknya, sumberdaya diklasifikasikan menjadi public goods, private goods, commons pool resources, dan toll goods. Public goods adalah sumberdaya alam memiliki excludability dan subtractability rendah, seperti cahaya matahari. Private goods adalah sumberdaya alam yang memiliki excludability dan subtractability tinggi, seperti sawah dan rumah pribadi. Commons pool resources adalah sumberdaya alam yang memiliki excludability rendah dan subtractability tinggi, seperti laut, hutan, air tanah, dan padang gembala. Sedangkan toll goods/club goods adalah sumberdaya alam yang memiliki excludability tinggi dan subtractability rendah, seperti udara dalam ruangan (Buck, 1998). 2

15 Menurut karakteristik fisiknya, sumberdaya perikanan tergolong dalam common pool resources, yaitu sumberdaya alam yang memiliki excludability rendah dan subtractability tinggi atau sering disebut non-excludable and subtractable. Nonexcludable artinya secara fisik seseorang sangat sulit untuk membatasi orang lain dalam memanfaatkan barang/sumberdaya perikanan tersebut. Subtractable artinya sumberdaya alam/barang mudah berkurang karena pemanfaatan (kemampuan dapat berkurang). Jadi common pool resources adalah sumberdaya alam atau sumberdaya buatan manusia (man-made) yang karena besarnya sehingga akses terhadap sumberdaya tersebut sulit dikontrol dan pemanfaatan oleh seseorang bersifat mengurangi kesempatan orang lain untuk memanfaatkan sumberdaya tersebut (Buck, 1998). Common pool resources (CPRs) terdiri dari dua komponen utama, yaitu: resources systems dan resources unit. Resources systems adalah kemampuan ekosistem memproduksi resource unit, atau tempat dimana resource unit berada (non-excludable) dan resources unit adalah sesuatu yang dapat diekstraksi atau diambil dari suatu common pool resources (subtractable). Subtractable dan nonexcludable merupakan dua karakteristik penting yang harus diperhatikan dalam pengelolaannya. Pengelolaan yang tidak memperhatikan kedua sifat fisik tersebut dapat menyebabkan terjadinya pengurasan (depletion) dan degradasi. Permintaan terhadap sumberdaya perikanan terkait dengan resources systems bersifat tidak terbatas. Hal ini dikarenakan oleh karakteristik sumberdaya perikanan yang open access. Sehingga setiap orang bisa mengekstraksi sumberdaya perikanan 3

16 sesuai kemauan mereka. Hal ini juga dikarenakan ketidakjelasan kepemilikan sumberdaya perikanan tersebut. Menurut Widodo dan Suadi (2008), permintaan ikan yang meningkat tentunya akan memiliki makna positif bagi pengembangan perikanan, terlebih bagi negara kepulauan seperti Indonesia yang memiliki potensi perairan yang cukup luas dan potensial untuk pengembangan perikanan baik penangkapan maupun akuakultur. Namun demikian, tuntutan pemenuhan kebutuhan akan sumberdaya tersebut akan diikuti oleh tekanan eksploitasi sumberdaya ikan yang juga semakin intensif. Jika tidak dikelola dengan bijaksana, sangat dikhawatirkan pemanfaatan sumberdaya secara intensif akan mendorong usaha perikanan ke jurang kehancuran dan terjadinya berbagai konflik terhadap sumberdaya ikan. Penawaran komoditas perikanan adalah banyaknya komoditas perikanan yang disediakan atau ditawarkan oleh berbagai produsen di berbagai daerah pada tingkat harga, tempat dan waktu tertentu. Namun dalam konteks sumberdaya perikanan, penawaran sumberdaya perikanan bersifat terbatas tergantung supply alam. Penawaran sumberdaya perikanan ini sangat bergantung pada kemampuan resource system menyediakan resource unit. Sumberdaya perikanan yang berada pada rezim open access sehingga seringkali mengakibatkan sangat sulit membatasi demand yang pada akhirnya akan merusak supply sumberdaya ikan itu sendiri. Akan tetapi karena permintaan yang bersifat tidak terbatas dengan penawaran yang terbatas seringkali menimbulkan terjadinya eksploitasi sumberdaya perikanan yang berlebihan (over fishing). Kondisi ini akan menimbulkan tragedy of the commons. Untuk mencapai alokasi sumberdaya perikanan yang efisien, diperlukan kelembagaan non-pasar 4

17 sebagai pengganti kelembagaan pasar yang mengalami kegagalan. Artinya, kelembagaan non-pasar harus mampu berperan dalam mengendalikan demand dan supply pada tingkat optimum. Hal ini diperlukan mengingat sumberdaya perikanan cenderung berada pada rezim open access akibat ketiadaan property rights yang jelas. Perikanan yang bersifat open access dimana tidak ada pemilikan terhadap daerah-daerah penangkapan, dan tidak ada regulasi untuk mengontrol tingkat upaya penangkapan, nelayan secara individual tidak dapat berbuat banyak untuk melindungi stok ikan. Sehingga diperlukan kerjasama di antara semua yang terlibat dalam usaha perikanan. Kerjasama dibutuhkan tidak hanya untuk menyelesaikan permasalahan jangka pendek tetapi juga untuk mengantisipasi masalah di masa mendatang (Widodo dan Suadi, 2008). Sebagai contoh kasus perikanan di perairan Pelabuhanratu, sangat diperlukan adanya kelembagaan yang bisa mengganti mekanisme pasar untuk mempertemukan supply dan demand perikanan. Supply terkait dengan kemampuan stok untuk menyediakan sumberdaya perikanan tersebut. Demand perikanan berhubungan dengan permintaan masyarakat terhadap ikan yang dilihat dari tindakan/upaya nelayan menangkap ikan. Perlu dikaji apakah saat ini sudah ada kelembagaan yang bisa membatasi demand perikanan terkait dengan karakteristik perikanan yang berada pada rezim open access dan common pool resources. Alokasi sumberdaya ikan selama ini mengikuti mekanisme pasar sehingga demand ikan itu semakin meningkat. Mekanisme pasar dalam hal ini sebagai kelembagaan pasar yang telah mengalami kegagalan. Meningkatnya demand memaksa nelayan untuk memenuhi permintaan akan sumberdaya ikan itu sendiri, dan 5

18 dengan sendirinya, nalayan akan menekan laut untuk memenuhi permintaan tersebut. Sementara supply sebagai penyedia sumberdaya ikan terbatas tergantung alam. Tragedy of the commons ini terjadi dimana-mana termasuk di perairan Pelabuhanratu. Hal ini terlihat dari alat tangkap yang tak terbatasi, hasil tangkapan yang semakin menurun, ukuran ikan yang semakin kecil, dan biaya penangkapan yang semakin tinggi. Kondisi ini dikarenakan tidak adanya pembatasan demand sehingga terjadi market failure. Sehingga sangat dibutuhkan suatu kelembagaan nonpasar dalam hal ini kelembagaan dalam artian aturan main yang mampu secara bersama-sama mengendalikan kondisi supply dan membatasi demand agar tercapai kondisi sumberdaya perikanan yang optimum Rumusan Masalah Doktrin yang berlaku secara universal di laut, bahwa laut adalah akses terbuka (open access) atau sebagian milik bersama (common property), sehingga tingkat persaingan dalam berusaha dan berkompetisi memperebutkan akses sumberdaya di laut sangat ketat dan keras. Hanya pelaku yang memiliki keterampilan, modal besar, tingkat teknologi maju dan usaha yang mapanlah yang mampu memobilisasi secara optimal tingkat produksinya serta memenangkan kompetisi. Sumberdaya perikanan yang berada pada rezim open acces akan menyebabkan terjadinya the tragedy of the common, yaitu suatu kondisi yang menggambarkan rezim pengelolaan sumberdaya alam dimana setiap individu yang memiliki akses terhadap sumberdaya alam yang bersifat langka akan terdorong (memiliki insentif) untuk meningkatkan intensitas pemanfaatannya demi economic 6

19 return dalam jangka pendek. Hal ini karena akses yang sulit dikontrol (non excludable) dan sumbedaya bersifat subtractable. Jika keadaan terus menerus terjadi akan menyebabkan manfaat yang diterima setiap individu semakin berkurang. Selama stok ikan menurun, suatu pengurangan dalam populasi ikan sering dibarengi dengan penurunan produktivitas perikanan, penurunan hasil tangkapan total, penurunan berat rata-rata ikan, perubahan dalam struktur umur populasi ikan, dan perubahan komposisi spesies ikan. Hal ini juga terjadi pada perikanan di Pelabuhanratu. Hasil penelitian Wahyudin (2005) menunjukkan bahwa laju degradasi sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan Pelabuhanratu adalah sebesar 61,86 persen per tahun. Artinya, ikan pelagis kecil di perairan Pelabuhanratu telah mengalami tekanan yang cukup besar akibat tingginya aktivitas perikanan di sekitar perairan tersebut. Selain permasalahan eksploitasi yang berlebih ini juga, konflik pemanfataan sumberdaya perikanan masih terjadi di perairan Pelabuhanratu. Hasil penelitian Wahyudi (2005) bahwa masih terjadi benturan kepentingan dan klaim terhadap penguasaan fishing ground menyebabkan hubungan antar berbagai pihak (subjek agraria) dalam pemanfaatan wilayah tangkap ikan mewujud pada suatu hubungan sosial dissosiatif berupa konflik agrarian. Konflik ini terjadi karena perebutan pemanfaatan wilayah penangkapan ikan antara nelayan besar dengan nelayan kecil. Hal ini terjadi karena kegagalan kelembagaan pasar dalam menjamin alokasi sumberdaya ikan secara berkeadilan dan untuk mengatasi hal tersebut, keberadaan kelembagaan non-pasar menjadi sangat penting. 7

20 Mekanisme sebagai kelembagaan (aturan main) melihat praktek pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu dan di tempat lain yang masih mengikuti mekanisme pasar. Artinya, pemanfaatan atau pengambilan sumberdaya perikanan selama ini mengikuti driven by market. Sementara di sisi lain, supply tidak mengikuti mekanisme pasar karena tergantug supply alam. Terjadinya market failure dikarenakan tidak adanya respon supply terhadap demand. Supply tidak mampu mengikuti peningkatan demand sumberdaya ikan itu sendiri. Pengelolaan perikanan yang demikian ini mengarah kepada over fishing yang pada akhirnya menimbulkan terjadinya tragedy of the commons. Tragedy of the commons ini diindikasikan dengan meningkatnya biaya melaut nelayan, turunnnya hasil tangkapan, yang berimplikasi juga terhadap memburuknya tingkat kesejahteraan nelayan sehingga terjadi pengelolaan sumberdaya ikan yang unsustainability. Melihat market failure yang terjadi, maka satu-satunya yang bisa diharapkan adalah aturan main atau kelembagaan non-pasar yang bisa menggantikan mekanisme pasar yang gagal dalam mengalokasikan supply dan demand. Kelembagaan non-pasar dalam hal ini bisa berupa kelembagaan formal maupun non-formal. Kelembagaan formal yaitu berupa aturan tentang sumberdaya ikan, sedangkan kelembagaan nonformal dapat berupa konversi, kesepakatan, dan adat. Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat sejumlah permasalahan yang menarik untuk diteliti, yaitu: 1. Kelembagaan non-pasar apa saja yang mengatur pengalokasian sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu? 8

21 2. Bagaimana peran dan fungsi kelembagaan non-pasar tersebut dalam mengatasi konflik pemanfaatan dan mengalokasikan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu? 3. Siapa aktor dan apa saja perannya dalam kelembagaan non-pasar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu? 4. Sudah efektifkah fungsi kelembagaan non-pasar di Pelabuhanratu dengan menggunakan indikator unsustainability, inequity, dan prosperity? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Identifikasi kelembagaan non-pasar yang berperan dalam mengalokasikan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu. 2. Menganalisis peran dan fungsi kelembagaan non-pasar dalam mengatasi konflik pemanfaatan dan mengalokasikan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu. 3. Menganalisis peran aktor dalam kelembagaan non-pasar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu. 4. Menganalisis efektivitas fungsi kelembagaan non-pasar dengan menggunakan indikator unsustainability, inequity, dan prosperity. 9

22 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi: 1. Peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama kuliah di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. 2. Akademisi, sebagai referensi dalam mengkaji kelembagaan perikanan. 3. Pemerintah Sukabumi khususnya Pelabuhanratu, sebagai masukan dalam menentukan kebijakan dalam mekanisme pasar perikanan Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengidentifikasi kelembagaan non-pasar yang mengalokasikan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu, menganalisis peran dan fungsi kelembagaan non-pasar dalam mengatasi konflik pemanfaatan dan mengalokasikan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu, menganalisis peran aktor dalam kelembagaan non-pasar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu, dan menganalisis efektivitas fungsi kelembagaan non-pasar dengan menggunakan indikator unsustainability, inequity, dan prosperity. 10

23 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi, Karakteristik, dan Persoalan Pengelolaan Sumberdaya Alam Sumberdaya alam (SDA) adalah segala sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan umat manusia. Dengan kata lain, SDA adalah sumbangan bumi berupa benda hidup maupun benda mati (living and non-living endowments) yang bisa dieksploitasi oleh manusia sebagai sumber makanan, bahan mentah, dan energi. SDA berada di lingkungan atau bumi berfungsi sebagai stok darimana kegiatan ekonomi memperoleh input. Berdasarkan pemanfaatannya, sumberdaya dibedakan dalam dua kategori utama. Pertama, sumberdaya yang bisa dimanfaatkan secara langsung seperti udara yang segar, air yang segar dari sungai dan danau, dan bahan makanan dari tanaman. Kedua, sumberdaya yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung atau perlu diolah lebih lanjut seperti minyak, besi, air tanah, dan lain-lain. Diperlukan ilmu pengetahuan dan teknologi proses produksi, untuk mengekstrak, memproses dan merubah sumberdaya jenis kedua ini untuk bisa digunakan oleh umat manusia (Yakin, 1997). Secara umum sumberdaya alam dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok (Fauzi, 2006). Pertama, kelompok yang kita sebut sebagai kelompok stok. Sumberdaya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas sehingga eksploitasi terhadap sumberdaya tersebut akan menghabiskan cadangan sumberdaya. Apa yang kita manfaatkan sekarang mungkin tidak lagi tersedia di masa mendatang. Dengan demikian, sumberdaya stok dikatakan tidak dapat diperbaharui (non renewable) atau

24 terhabiskan (exhaustible). Termasuk ke dalam kelompok ini antara lain sumberdaya mineral, logam, minyak, dan gas bumi. Kelompok kedua adalah sumberdaya alam yang kita sebut flows (alur). Pada jenis sumberdaya ini jumlah kuantitas fisik dari sumberdaya berubah sepanjang waktu. Berapa jumlah yang kita manfaatkan sekarang, bisa mempengaruhi atau bisa juga tidak mempengaruhi ketersediaan sumberdaya di masa mendatang. Dengan kata lain, sumberdaya jenis ini dikatakan dapat diperbaharui (renewable). Dalam kelompok sumberdaya ini, untuk regenerasinya ada yang tergantung pada proses biologi dan ada yang tidak. Misalnya, ikan dan hutan termasuk ke dalam kelompok sumberdaya yang tergantung pada proses biologi (reproduksi). Sementara energi surya, gelombang pasang surut, angin, udara, dan sebagainya termasuk ke dalam kelompok sumberdaya yang tidak bergantung pada proses biologi. Namun, perlu dicatat bahwa meskipun ada sumberdaya yang bisa melakukan proses regenerasi, jika titik kritis kapasitas maksimum regenerasinya sudah dilewati, sumberdaya ini akan berubah menjadi sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Meskipun jenis sumberdaya tersebut berbeda, akan tetapi pertanyaan ekonomi mendasar antara kedua sumberdaya tersebut pada prinsipnya sama, yakni menyangkut seberapa ekstraksi harus diambil saat ini dan berapa tersedia untuk masa mendatang. Pertanyaan lain terkait kedua sumberdaya tersebut adalah bagaimana ekstraksi yang efisien dan optimal yang menghabiskan nilai ekonomi yang tinggi (Fauzi, 2006). Selain itu, sumberdaya alam diklasifikasikan menurut subtractability dan excludabilitynya. Berdasarkan kedua sifat ini, maka sumberdaya alam dapat dibagi seperti terlihat pada Tabel 1. 12

25 Tabel 1. Kategori Barang Sumberdaya Alam Exclusion/ Excludability Subtractibility High Low Easy Private Goods Toll Goods Difficult Common- pool Resources Public Goods Buck, 1998 Sumberdaya ikan termasuk dalam kelompok sumberdaya yang commons pool resources. Ada beberapa permasalahan yang terkait dengan common pool resources antara lain dapat berupa: a) permasalahan pemanfaatan/pemisahan; b) permasalahan penyediaan; c) kompetisi dan konflik dalam pemanfaatan CPRs; d) pemanfaatan lebih (over used) yang menyebabkan deplesi, kelangkaan bahkan kepunahan; e) degradasi kualitas lingkungan tanah, air, dan udara (polusi); f) Property right, access, ketidakadilan, dan kesejahteraan; g) tragedi kebersamaan (tragedy of the common); h) pengelolaan CPRs lintas batas dan lingkungan global; i) distribusi antar pengguna, wilayah, dan generasi; j) keseimbangan supply-demand; k) Property right; dan l) efisiensi. Perilaku dan tindakan manusia dalam pengelolaan sumberdaya tidak terlepas dari persepsi hak kepemilikan suatu sumberdaya yang dimiliki oleh masing-masing pelaku usaha. Bromley (1991) mengatakan bahwa property rights seharusnya dimaknai lebih dari hanya sekedar hubungan antara pemilik dengan sumberdaya, tetapi juga antara pemilik dengan orang lain yang memiliki kepentingan atas sumberdaya yang sama. Hardin (1968) dalam Priyanta dan Koeshendrajana (2007) menyebutkan terjadinya kondisi tragedy of the common didorong oleh kondisi sumberdaya perikanan yang bersifat milik bersama (common property). Status milik bersama tersebut memiliki konsekuensi terhadap akses bagi pengelolaannya yang 13

26 dapat bersifat eksklusif bagi kelompok tertentu atau seringkali bersifat open access. Permasalahan yang kemudian muncul akibat pengelolaan yang bersifat open access adalah tidak adanya pihak yang bertanggungjawab dalam pemeliharaan kelestarian sumberdaya. Open access terjadi ketika hak kepemilikan tidak terdefenisi dan diatur dengan jelas sehingga akses pemanfaatan sumberdayanya bebas dan terbuka bagi semua pihak. Dikarenakan sifat sumberdaya perikanan yang open access, secara alami demand pasti bertambah, maka diperlukan regulasi untuk membatasi akses/demand. Di lain sisi, sumberdaya dapat berkurang sehingga diperlukan regulasi untuk mengatur pemanfaatan dengan cara memilih teknologi atau metoda pemanfaatan yang tepat dan tidak merusak, regulasi untuk membatasi demand, dan regulasi pengelolaan SDA/resource system untuk menjaga supply/provision agar resources system dapat terus menyediakan resources unit. Akan tetapi, supply tidak mampu merespon perkembangan demand karena tidak adanya pembatasan demand dengan tujuan perbaikan supply sehingga terjadi kegagalan mekanisme pasar. Gagalnya mekanisme pasar mengakibatkan terjadinya ekternalitas dan over fishing. Eksternalitas adalah dampak yang ditimbulkan terhadap satu pihak oleh tindakan atau keputusan pihak lain tanpa mempertimbangkan pihak yang terkena dampak (biaya sosial) dalam pengambilan suatu keputusan. Eksternalitas terdiri dari eksternalitas positif dan ekternalitas negatif. Terkait dengan sumberdaya perikanan yang bersifat commons pool resources, terdapat berbagai permasalahan baik dalam hal pemanfaatan/pemisahan maupun dalam hal penyediaan (Hidayat A, 2010). 14

27 Permasalahan commons pool resources (CPRs) dalam hal pemanfaatan/pemisahan (appropriation problems) antara lain (Hidayat A, 2010): 1. Eksternalitas pemisahan (appropriation externalitie), yaitu kegiatan pemanfaatan oleh seseorang dapat mengurangi manfaat yang bisa diambil orang lain. 2. Assignment problems, yaitu ketidakmerataan alokasi manfaat CPRs yang dapat memicu konflik. 3. Technological externalities, yaitu penggunaan suatu teknologi oleh seorang pengguna CPRs akan meningkatkan biaya penggunaan teknologi lain yang dipakai pengguna lain. Ketiga hal tersebut perlu dikontrol untuk mengatur para pengguna CPRs agar resource unit yang subtractable dapat dialokasikan secara adil. Permasalahan lain terkait dengan CPRs adalah permasalahan dalam penyediaan (provision problems), antara lain: 1. Sisi permintaan (demand side), yaitu permasalahan terkait dengan permintaan resource unit yang melebihi kemampuan resource system dalam menyediakan resource unit. Perlu pembatasan demand agar laju pemanfaatan tidak melebihi daya kemampuan regenerasinya. 2. Supply side, yaitu permasalahan berkaitan dengan keterbatasan kemampuan resource system memproduksi resource unit. Perlu rekontruksi dan maintenance CPRs agar dapat menghasilkan resource unit/jasa yang berkelanjutan. 15

28 Kedua hal tersebut untuk mengarahkan pengguna CPRs agar ikut berpartisipasi dalam pemeliharaan atau penjagaan CPRs. Konsep overfishing sering menjadi acuan akan perlunya berbagai tindakan pengelolaan melalui pengaturan perikanan. Widodo dan Suadi (2008) mengatakan bahwa ciri-ciri yang menjadi patokan suatu perikanan sedang menuju kondisi overfishing diantaranya adalah waktu melaut menjadi lebih panjang dari biasanya, lokasi penangkapan menjadi lebih jauh dari biasanya, ukuran mata jaring menjadi lebih kecil dari biasanya, yang kemudian diikuti dengan produktivitas (hasil tangkapan per satuan upaya/trip, CPUE) yang menurun, ukuran ikan sasaran yang semakin kecil, dan biaya penangkapan (operasional) yang semakin meningkat. Lebih lanjut Widodo dan Suadi (2008) mengatakan bahwa overfishing sebagai penerapan sejumlah upaya penangkapan yang berlebihan terhadap suatu stok ikan. Dalam Fauzi (2010) dikatakan bahwa tangkap lebih secara ekonomi atau economic overfishing pada hakikatnya adalah situasi dimana perikanan yang semestinya mampu menghasilkan rente ekonomi yang positif, namun ternyata menghasilkan rente ekonomi yang nihil karena pemanfaatan input (effort) yang berlebihan. Dalam jargon ekonomi perikanan, economic overfishing sering disebut dengan jargon too many boats chasing too few fish (terlalu banyak kapal mengejar ikan yang sedikit). Dalam situasi ini baik nelayan maupun masyarakat secara umum tidak memperoleh manfaat dari sumberdaya yang semestinya mereka nikmati jika sumberdaya dikelola secara baik. 16

29 Tabel 2. Alokasi Optimal Sumberdaya Perikanan di Perairan Pelabuhanratu Alokasi Satuan Pelagis Demersal Optimal Aktual Optimal Aktual Optimal Yield Ton per , ,30 tahun Effort Trip per 31, tahun Tangkapan Kg per trip 13,93 113,33 8,02 245,18 Rente total Rp per tahun ,97-131, ,05 (dalam juta) Alat tangkap Unit Nelayan Orang Rente Rp per orang , ,41-695, ,00 nelayan per trip Pendapatan Rp per orang per bulan , , , ,00 Sumber: Wahyudin, 2005 Tabel 2 menunjukkan bahwa overfishing juga telah terjadi di perairan Pelabuhanratu. Besarnya jumlah rata-rata input produksi (effort) aktual tersebut di atas untuk masing-masing sumberdaya jauh lebih banyak dibandingkan effort optimal yang diperkenankan. Hal ini berarti bahwa tingkat upaya pemanfaatan ikan pelagis kecil dan demersal di sekitar perairan Pelabuhanratu sangat tidak optimal karena jauh melebihi batas optimal upaya yang diperkenankan. Rata-rata produksi aktual ikan pelagis sebesar 432 ton per tahun dengan tingkat effort sebesar 31, 018 trip per tahun menghasilkan rente total dan rente nelayan bernilai negatif yang diikuti dengan tingkat pendapatan yang negatif. Hal yang sama juga terjadi pada kondisi aktual ikan demersal. Hal ini memberi bukti bahwa di perairan Pelabuhanratu telah mengalami overfishing. 17

30 2.2. Pengertian Kelembagaan Kelembagaan adalah sekumpulan jaringan dari relasi sosial yang melibatkan orang-orang tertentu, memiliki tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur. Kelembagaan dapat berbentuk sebuah relasi sosial yang melembaga (non formal institution), atau dapat berupa lembaga dengan struktur dan badan hukum (formal institution). Suatu relasi sosial dapat disebut sebagai sebuah kelembagaan apabila memiliki empat komponen, yaitu adanya: (1) Komponen aturan/kebijakan. Setiap kelembagaan mengembangkan seperangkat kesepakatan yang dipegang secara bersama, sehingga peran masing-masing yang terlibat dalam lembaga tersebut dapat kelihatan; (2) Komponen person (SDM). Orang-orang yang terlibat di dalam satu kelembagaan dapat diidentifikasi dengan jelas; (3) Komponen kepentingan (koordinasi). Orang-orang tersebut pasti sedang diikat oleh satu kepentingan atau tujuan, sehingga di antara mereka harus saling berinteraksi; dan, (4) Komponen struktur/institusi dan tata laksana. Setiap orang memiliki posisi dan peran, yang harus dijalankannya secara benar. Orang tidak bisa merubah-rubah posisinya dengan kemauan sendiri (Hidayat A, 2010). Kelembagaan merupakan regulasi atas tingkah laku manusia yang disepakati oleh semua anggota masyarakat dan merupakan penata interaksi dalam situasi tertentu yang berulang (Schotter, 1981). Menurut Schmid (1972), kelembagaan adalah sejumlah peraturan yang berlaku dalam sebuah masyarakat, kelompok atau komunitas, yang mengatur hak, kewajiban, tanggung jawab baik secara individu maupun sebagai kelompok. Sedangkan North (1990) berpendapat bahwa 18

31 kelembagaan merupakan batasan-batasan yang dibuat untuk membentuk pola interaksi yang harmonis antara individu dalam melakukan interaksi politik, sosial, dan ekonomi. Pengertian lain dari Jack Knight (1992) mengartikannya sebagai serangkaian peraturan yang membangun struktur interaksi dalam sebuah komunitas. Sedangkan menurut Elinor Ostorm (1990) mengatakan bahwa kelembagaan merupakan aturan yang berlaku dalam masyarakat (arena) yang menentukan siapa yang berhak membuat keputusan, tindakan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, aturan apa yang berlaku umum di masyarakat, prosedur apa yang harus diikuti, informasi apa yang mesti dan tidak boleh disediakan dan keuntungan apa yang individu akan terima sebagai buah dari tindakan yang dilakukannya. Menurut beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kelembagaan adalah aturan main (rule of the game) yang berlaku dalam sebuah masyarakat/komunitas/organisasi yang disepakati oleh anggota masyarakat/komunitas/organisasi tersebut sebagai sesuatu yang harus diikuti dan dipatuhi (memiliki kekuatan sanksi) dengan tujuan tercapainya keteraturan dan kepastian interaksi di antara sesama anggota masyarakat/komunitas/organisasi; terkait dengan kegiatan ekonomi, politik, sosial, budaya, dan lain-lain. Beberapa ciri umum kelembagaan menurut Bogason (2000) dalam Suhana (2008), antara lain adanya sebuah struktur yang didasarkan pada interaksi di antara para aktor, adanya pemahaman bersama tentang nilai-nilai, dan adanya tekanan untuk berperilaku sesuai dengan yang telah disepakati/ditetapkan. Kelembagaan dilihat sebagai aturan main yang memberi naungan dan sanksi terhadap individu-individu dan kelompok-kelompok dalam menentukan pilihannya. Pemaknaan seperti ini sesuai 19

32 dengan pendapat Commons (1934) dalam Suhana (2008) yang mendefinisikan kelambagaan sebagai: collective action in restraint liberation and of individual action. Lebih lanjut Bogason (2000), menyatakan bahwa ada tiga level aturan, yaitu level aksi, level aksi kolektif, dan level konstitusi. Pada level aksi, aturan secara langsung mempengaruhi aksi nyata dan biasanya ada standar atau rules of conduct. Pada level aksi kolektif, aturan didefinisikan untuk aksi pada masa-masa yang akan datang atau penetapan aturan ini sering disebut sebagai kebijakan. Sedangkan pada level konstitusi kita mendiskusikan prinsip-prinsip bagi pengambilan keputusan kolektif masa yang akan datang, seperti prinsip-prinsip demokrasi. Aturan-aturan pada level konstitusi ini biasanya ditulis secara formal dan dikodifikasi. Kelembagaan ada dua, yaitu kelembagaan sebagai organisasi dan kelembagaan sebagai aturan main. Penelitian ini akan membahas tentang kelembagaan sebagai aturan main Fungsi dan Urgensi Kelembagaan dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan Eksistensi suatu lembaga ditentukan oleh kemampuannya dalam melayani tuntutan sosial masyarakat setempat dalam kurun waktu yang sangat beragam. Tidak jarang terjadi keberadaan suatu lembaga tiba-tiba hilang, atau digantikan oleh lembaga baru yang lebih mampu melayani kebutuhan stakeholder setempat. Suatu lembaga atau organisasi mampu bertahan dalam dinamika masyarakat bila tetap memiliki fungsi yang dibutuhkan. 20

33 Menurut Soekanto (2001) dalam Silalahi (2006), pada dasarnya lembaga kemasyarakatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia mempunyai beberapa fungsi, yaitu: 1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan. 2. Menjaga keutuhan masyarakat. 3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial (social control). Artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah laku anggota-anggotanya. Adapun tujuan sebuah kelembagaan yang berlaku dalam sebuah masyarakat/komunitas/organisasi antara lain: 1. Unsur pelaksana kegiatan penelitian yang bertugas untuk mengkoordinasikan kegiatan penelitian, mengusahakan dan mengendalikan sumber daya penelitian. 2. Unsur pelaksana kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bertugas mengkoordinasi, memantau, dan menilai serta mendokumentasikan kegiatan pengabdian kepada masyarakat, dan ikut mengusahakan sumber daya yang diperlukan. 3. Unsur pelaksana kegiatan kerjasama yang bertugas mengkoordinasikan, memantau dan menilai serta mendokumentasikan kegiatan kerjasama, serta ikut mengusahakan sumber daya yang diperlukan. 21

34 Perwujudan institusi masyarakat dapat diidentifikasi melalui sifat-sifat kepemilikan (property rights) terhadap sumberdaya, batas-batas kewenangan (jurisdiction boundary) masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya, dan aturanaturan perwakilan (rules of representation) dalam pemanfaatan sumberdaya, apakah ditetapkan secara individu atau kelompok. Instansi pemerintah merupakan intitusi formal yang menjadi agen pembangunan dan berperan sentral dalam menentukan perubahan-perubahan yang diinginkan. Kinerja institusi sagat tergantung dari kapasitas dan kapabilitas yang dimilikinya (Sinukaban, 2007). Menurut Pakpahan (1989) dalam Games H (2010), pada umumnya kelembagaan dicirikan oleh tiga hal, yaitu batas yurisdiksi, hak kepemilikan (property rights), dan aturan representatif. Batas yudisriksi menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam suatu kelembagaan di masyarakat. Konsep batas yudisriksi dapat mencakup wilayah kekuasaan atau batas otorita yang dimiliki oleh suatu institusi, atau mengandung makna kedua-duanya. Batas yudisriksi menjelaskan tugas pokok dan fungsi dari masing-masing unsur hirarki sosial yang ada dalam struktur kelembagaan. Hak kepemilikan (property rights) mengandung makna sosial, muncul dari konsep hak (rights) dan kewajiban (obligation) yang didefenisikan dan diatur oleh hukum, adat dan tradisi atau konsensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya. Sedangkan aturan representatif merupakan perangkat aturan yang menentukan mekanisme pengambilan keputusan organisasi. Aturan representatif mengatur siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa yang ada dalam proses pengambilan keputusan. 22

35 2.4. Hak Kepemilikan dalam Sumberdaya Perikanan sebagai Kelembagaan Hak kepemilikan (property rights) atas sesuatu mengandung pengertian hak untuk mengakses, memanfaatkan (utilize), mengelola atas sesuatu, mengubah atau mentransfer sebagian atau seluruh hak atas sesuatu tersebut pada pihak lain. Sesuatu yang disebut bisa berupa barang (fisik), jasa atau pengetahuan/informasi yang bersifat intangible. Masalah hak kepemilikan (property rights) menjadi hal pokok dalm keberhasilan efisiensi alokasi sumberdaya dan bekerjanya pasar. Kegagalan dalam menentukan dengan jelas hak kepemilikan juga akan menimbulkan eksternalitas, khususnya dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya alam. Jika hak kepemilikan atas sumberdaya tidak dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang, tidak ada hak yang sah yang memungkinkan mereka melarang pihak lain untuk mengkonsumsi sumberdaya (Fauzi, 2006). Fauzi (2006), mendefenisikan hak kepemilikan sebagai klaim yang sah (secure claim) terhadap sumberdaya ataupun jasa yang dihasilkan dari sumberdaya tersebut. Hak kepemilikan terhadap sumberdaya alam umumnya terdiri dari (Gibb dan Bromley, 1999 dalam Fauzi, 2006): 1. State property, dimana klaim kepemilikan berada di tangan pemerintah 2. Private property, dimana klaim kepemilikan berada pada individu atau kelompok usaha (korporasi). 3. Common property atau Communal property, dimana individu atau kelompok memiliki klaim atas sumberdaya yang dikelola bersama. 23

36 Suatu sumberdaya alam bisa saja tidak memiliki klaim yang sah sehingga tidak bisa dikatakan memiliki hak kepemilikan, yang disebut dengan open acces. Dengan pemahaman di atas, perbedaan antara hak kepemilikan dan akses terhadap sumberdaya semakin jelas. Adapun unsur-unsur property rights antara lain: pengakuan, penghormatan, penegakan dan perlindungan, sanksi, dan biaya transaksi. Selain itu Tietenberg (1992) mengidentifikasi karakteristik property rights, yaitu: eklusivitas, transferability, dan enforceability. Tabel 3. Tipe Hak Kepemilikan Beserta Hak-Hak dan Kewajibannya Tipe Rezim Kepemilikan Pemilik Pemilik/Pemegang Akses Hak Kewajiban Kepemilikan pribadi Individu Akses, pemanfaatan, control Mencegah pemanfaatan yang Kepemilikan bersama Kolektif Akses, pemanfaatan, kontrol (pengecualian kepada non pemilik Kepemilikan negara Akses terbuka (tanpa kepemilikan) Sumber: Hanna, 1995 Negara/warga negara Akses, pemanfaatan, kontrol (menentukan aturan) Tidak ada Pemanfaatan Tidak ada merugikan sosial Merawat, mengatur tingkat pemanfaatan Menjaga tujuan/manfaat sosial 2.5. Konflik Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Peran Kelembagaan Terkait Fisher et al (2000) dalam Suhana (2008) menyatakan bahwa konflik merupakan suatu kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat kreatif. Konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan. Berbagai perbedaan pendapat dan konflik biasanya diselesaikan tanpa kekerasan, dan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagian besar atau seluruh pihak yang terlibat. 24

37 Fisher et al (2000) dalam Suhana (2008) lebih lanjut menyatakan bahwa setidaknya ada lima teori dalam mengidentifikasi sebab-sebab konflik, yaitu: 1) Teori hubungan masyarakat, yaitu konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dala suatu kelompok masyarakat. 2) Teori negosiasi prinsip, yaitu konflik yang disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. 3) Teori kebutuhan manusia, bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia: fisik, mental, sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi. 4) Teori indentitas, yaitu asumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak terselesaikan. 5) Teori kesalahpahaman antar budaya, yaitu konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda. Lebih lanjut Fisher et al (2000) dalam Suhana (2008) mengidentifikasi sembilan alat bantu untuk menganalisis konflik, yaitu: 25

38 1. Penahapan konflik. Konflik berubah setiap saat, melalui berbagai aktivitas, intensitas, ketegangan, dan kekerasan yang berbeda. Tahapan penahapan konflik ini terdiri dari; a. Pra konflik, ini merupakan periode dimana terdapat suatu ketidaksesuaian sasaran di antara dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik; b. Konfrontasi, pada tahap ini konflik menjadi semakin terbuka; c. Krisis, ini merupakan puncak konflik ketika ketegangan dan kekerasan terjasi paling hebat; d. Akibat, suatu krisis pasti akan menimbulkan suatu akibat. Satu pihak mungkin menaklukkan pihak lain, atau mungkin melakukan genjatan senjata; e. Pasca konflik, akhirnya situasi diselesaikan dengan cara mengakhiri berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan hubungan mengarah ke kondisi lebih normal di antara kedua pihak. 2. Urutan kejadian. Urutan kejadian merupakan daftar waktu dan menggambarkan kejadian-kejadian secara kronologis. Tujuan penggunaan urutan kejadian bukan untuk mendapatkan sejarah yang benar dan objektif, tetapi untuk memahami pandangan-pandangan orang-orang yang terlibat. 3. Pemetaan konflik. Pemetaan merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menggambarkan konflik secara grafis, menghubungkan pihak-pihak dengan masalah dan dengan pihak lainnya. 4. Segitiga Sikap-Perilaku-Konteks (SPK), merupakan suatu analisis berbagai faktor yang berkaitan dengan sikap, perilaku, dan konteks bagi masing-masing 26

39 pihak utama. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mengidentifikasi ketiga faktor tersebut di setiap pihak utama, menganalisis bagaimana faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi, menghubungkan faktor-faktor tersebut dengan berbagai kebutuhan dan ketakutan masing-masing pihak, dan mengidentifikasi titik awal intervensi dalam suatu situasi. 5. Analogi bawang Bombay (atau Donat), merupakan suatu cara untuk menganalisis perbedaan pandangan tentang konflik dari pihak-pihak yang berkonflik. 6. Pohon konflik, merupakan suatu alat bantu, menggunakan gambar sebuah pohon untuk mengurutkan isu-isu pokok konflik. 7. Analisis kekuatan konflik, merupakan cara untuk mengidentifikasi kekuatankekuatan yang mempengaruhi konflik. 8. Analogi pilar, merupakan alat bantu yang didasarkan pada keyakinan bahwa situasi tertentu tidak benar-benar stabil, tetapi ditahan oleh berbagai faktor atau kekuatan, yaitu pilar-pilar. Alat bantu ini menggunakan ilustrasi berupa grafik dari elemen-elemen atau kekuatan-kekuatan yang menahan situasi yang tidak stabil. 9. Piramida, merupakan alat bantu grafik yang menunjukkan tingkat-tingkat stakeholders dalam suatu konflik Penelitian Terdahulu Silalahi (2006) melakukan penelitian mengenai Efektifitas Kelembagaan Tempat Pelelangan Ikan sebagai Kelembagaan Ekonomi Masyarakat Nelayan (Kasus Kelembagaan Tempat Pelelangan Ikan, Kelurahan Pelabuhanratu, Kecamatan 27

40 Pelabuhan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kelembagaan ekonomi dalam masyarakat nelayan dan meneliti efektifitas kelembagaan TPI sebagai kelembagaan perekonomian. Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat kelembagaan yang dibentuk oleh pemerintah yaitu Koperasi Mina Sirna Laut. Salah satu unit kerja kelembagaan ini adalah pelelangan ikan. Akan tetapi pada kenyataannya pelelangan ikan tidak terlaksana. Hal ini disebabkan tidak berfungsinya koperasi yang diakibatkan oleh sedikitnya jumlah anggota yang aktif di KUD. Berdasarkan hasil penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa TPI Pelabuhanratu ini dikatakan belum efektif. Hal ini ditinjau dari pencapaian tujuan dan pengaruh internal maupun eksternal TPI. Hal ini dilihat melalui tidak adanya proses pelelangan yang dilakukan di TPI Kelurahan Pelabuhanratu dan tidak melembaganya TPI pada masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya perbaikan dan pengembangan sistem kelembagaan TPI. Wahyudi (2005) melakukan penelitian terkait dengan Konflik Agraria dalam Pemanfaatan Wilayah Penangkapan Ikan (Fishing Ground) (kasus perebutan wilayah penangkapan ikan antara nelayan kecil dan nelayan besar di Perairan Teluk Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi). Penelitian ini mempelajari proses terjadinya konflik agraria dan struktur konflik agrarian yang terjadi dalam pemanfaatan wilayah penangkapan ikan. Penelitian ini menyatakan bahwa benturan kepentingan dan klaim terhadap penguasaan fishing ground menyebabkan hubungan antar berbagai pihak (subjek agraria) dalam pemanfaatan wilayah tangkap ikan mewujud pada suatu hubungan 28

41 sosial dissosiatif berupa konflik agrarian. Konflik agraria, yakni pelanggaran yang dilakukan oleh kelompok nelayan besar (arad dan purse seine) terhadap wilayah tangkap nelayan kecil tradisional. Selain benturan kepentingan dan pertentangan klaim, ketimpangan teknologi antar kelompok nelayan kecil sehingga tidak dapat memberikan kecukupan penghasilan yang memadai untuk menopang kelangsungan hidup mereka. Ketimpangan tersebut memicu terjadinya konflik. Hasil penelitian ini mengatakan bahwa kasus-kasus tersebut mencerminkan penetrasi kepentingan ekonomi para pemilik modal (pemilik arad dan purse seine), pertentangan klaim terhadap penguasaan fishing ground, toleransi aparat terhadap pelanggaran hukum oleh pemilik arad dan purse seine. Kasus lainnya adalah adanya persaingan yang tidak seimbang antar nelayan dalam memperebutkan sumberdaya perikanan karena perbedaan tingkat teknologi penangkapan dengan kecenderungan bahwa nelayan kecil kalah dalam persaingan tersebut. Suhana (2008) melakukan penelitian tentang Analisis Ekonomi Kelembagaan dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis peran lembaga yang ada di Teluk Pelabuhanratu dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan, menganalisis tatanan kelembagaan tersebut dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan, menganalisis secara ekonomi sistem kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya ikan Teluk Pelabuhanratu, dan mendesain kelembagaan pengelolaan sumberdaya ikan di Teluk Pelabuhanratu. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Aktor-aktor yang harus dilibatkan secara langsung dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan terdiri dari unsur 29

42 pemerintah, masyarakat, akademisi, dan aparat kemanan. 2) Total biaya transaksi yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Teluk Pelabuhanratu setiap tahunnya mencapai sekitar Rp ,00. 3) Total biaya transaksi yang dikeluarkan nelayan dalam pengelolaan sumberdaya ikan setiap tahunnya mencapai sekitar Rp ) Berdasarkan tingkat diskonto 12% terlihat bahwa dalam jangka waktu lima tahun nilai cost effectiveness analysis (CEA) pemerintah jauh lebih tinggi dibangdingkan dengan CEA kelompok nelayan. Nilai CEA pemerintah mencapai sekitar Rp ,15 dan nilai CEA kelompok nelayan sebesar Rp ,33. 5) Format kelembagaan yang direkomendasikan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Teluk Pelabuhanratu harus melibatkan masyarakat (formal dan informal), pemerintah, pihak swasta/usaha, dan perguruan tinggi. 30

43 III. KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian ini diawali dengan terlebih dahulu meninjau sisi sumberdaya perikanan tangkap yang kemudian akan digunakan untuk melihat tingkat supply dan demand perikanan tangkap sebagai sumberdaya yang bersifat common pool resources dan open access. Terbatasnya supply perikanan dengan tingkat demand yang tidak terbatas, sehingga diperlukan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang efisien ditinjau dari sisi keadilan, pemerataan hasil tangkapan, kepemilikan nelayan, dan konflik yang terjadi. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang tidak efisien karena sifat perikanan itu sendiri yang common property dan open access sangatlah rentan dari sumberdaya perikanan yang berkelanjutan. Untuk itu perlu dikaji analisis kelembagaan non-pasar dalam hal ini kelembagaan sebagai aturan main perikanan yang ada di perairan Pelabuhanratu terkait sumberdaya perikanan baik kelembagaan formal maupun kelembagaan non-formal. Untuk melihat keefektifan kelembagaan perikanan yang ada di Pelabuhanratu dapat dilakukan dengan menggunakan analisis konten/isi. Analisis konten/isi dilakukan dengan menganalisis Undang-Undang Perikanan yang ada dan yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan dan efisien. Selanjutnya dilakukan analisis stakeholder terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan di Perairan Teluk Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Analisis ini dilakuan untuk mengetahui siapa saja, apa peran, dan

44 bagaimana pelaksanaan tugas dari setiap stakeholder yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan. Analisis stakeholder ini juga dilakukan untuk melihat interaksi antar stakeholder dan konflik pemanfaatan sumberdaya ikan antar stakeholder yang ada. Analisis ini penting dilakukan dengan harapan konflik dapat diatasi. Selanjutnya hasil dari penelitian ini adalah merekomendasikan kelembagaan non-pasar yang dapat megatur pengelolaan sumberdaya ikan yang efisien. Secara sistematis kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan dalam Gambar 1. 32

45 Sumberdaya Perikanan Tangkap Common Pool Resources (Non- Ecludable) Subtractable Limited Supply Tergantung Resource System (Supply, Over fishing, dan Konflik) Inefisiensi Alokasi Over Fishing Inequity Kepemilikan Nelayan/Poperty Konflik Penggunaan Uncontrolled Demand Kebutuhan Manusia yang Meningkat Kelembagaan Nonpasar (Non-market Institution) Analisis Formal dan Non-Formal Analisis aktor/stakeholder Peran aktor Konflik pemanfaatan Rekomendasi Kelembagaan Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian 33

46 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis fungsi kelembagaan perikanan ini dilaksanakan di Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa kelembagaan non-pasar dalam efisiensi alokasi sumberdaya perikanan di lokasi tersebut belum optimal. Pertimbangan lain dalam pemilihan lokasi penelitian adalah adanya konflik pemanfaatan sumberdaya perikanan di lokasi penelitian. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Januari Maret Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan nelayan melalui kuisioner. Data primer meliputi tigkat pendapatan, tingkat penangkapan ikan, analisis peran dan fungsi kelembagaan terkait mekanisme pengelolaan perikanan, peran kelembagaan dan pihak terkait dalam mengatasi konflik pemanfataan dan pengelolaan sumberdaya perikanan. Data sekunder diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Sukabumi, Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu, Syahbandar, Kantor Kelurahan Pelabuhanratu, dan literatu-literatur serta studi/penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian. Data sekunder meliputi peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan sumberdaya perikanan, data potensi perikanan di Pelabuhanratu, data hasil tangkapan ikan di perairan Pelabuhanratu, dan kelembagaan perikanan setempat beserta peran masing-masing

47 stakeholder yang terkait. Secara lengkap jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Tujuan, Jenis, dan Sumber Data Penelitian No. Tujuan Penelitian Jenis Data Sumber Data 1. Mengidentifikasi kelembagaan non-pasar yang mengalokasikan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu Sekunder dan primer Studi pustaka, literatur, dan wawacara 2. Menganalisis peran dan fungsi kelembagaan non-pasar dalam mengatasi konflik pemanfaatan dan mengalokasikan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu 3. Menganalisis peran aktor dalam kelembagaan non-pasar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu. 4. Menganalisis efektivitas fungsi kelembagaan non-pasar dengan menggunakan indikator unsustainability, inequity, dan prosperity Sekunder Sekunder dan primer Sekunder dan Primer Studi pustaka, literatur, dan wawacara Studi pustaka dan wawancara Studi pustaka dan wawancara 4.3. Metode Pengambilan Sampel Terdapat dua subjek penelitian dalam pengambilan sampel penelitian ini, yaitu informan dan responden. Informan adalah orang-orang atau pihak-pihak yang berpotensi untuk memberikan informasi mengenai diri sendiri, keluarga, pihak lain, dan lingkungannya. Informan yang diutamakan adalah tokoh-tokoh masyarakat adat yang berhubungan dengan kelembagaan nelayan setempat. Pemilihan informan utama dari tokoh-tokoh masyarakat didasarkan pada asumsi bahwa mereka adalah orangorang yang mengetahui secara mendalam terkait kelembagaan dan peran kelembagaan perikanan setempat. Penentuan responden dilakukan secara purposive sampling, dimana responden ditentukan berdasarkan pertimbangan keterwakilan informasi tentang objek penelitian. Nelayan yang dijadikan sampel adalah nelayan sekitar perairan 35

48 Pelabuhanratu terkait penjualan ikan hasil tangkapan dan lembaga yang mengaturnya. Total responden yang akan diambil dalam penelitian ini dilakukan pengambilan sampel dengan berdasarkan metode desktiptif-korelasionel Gay, yakni sejumlah minimal 30 subjek (Muhamad, 2008). Jumlah sampel ini juga merupakan jumlah minimum sampel yang biasanya digunakan pada penelitian sosial ekonomi. Selain nelayan, responden lain yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, staf Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu, Staf Syahbandar Pelabuhanratu, dan Pengurus Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia, yaitu staf-staf yang memang berpotensi memberikan informasi terkait data yang dibutuhkan dalam penelitian ini Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis secara deskriftif-kualitatif dengan panduan kuisioner. Data-data tersebut terlebih dahulu dilakukan pengkodean guna untuk menyeragamkan data. Selanjutnya data tersebut dipresentasekan berdasarkan jawaban responden melalui analisis deskriptif berupa tabel frekuensi dan grafik. Pengolahan dan analisis data akan dilakukan secara manual dan menggunakan komputer dengan software Microsoft Excell 2007 dan Minitab Identifikasi Kelembagaan Non-Pasar Identifikasi kelembagaan non-pasar ini dilakukan untuk mengidentifikasi kelembagaan non-pasar yang mengatur pengalokasian dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. kelembagaan non-pasar dalam hal ini kelembagaan sebagai aturan main baik formal maupun non-formal. Secara lengkap identifikasi 36

49 kelembagaan non-pasar dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Identifikasi Kelembagaan Non-Pasar Sumberdaya Ikan di Pelabuhanratu Peraturan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. PER. 03/MEN/2009 Tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pengankutan Ikan di Laut Lepas Menteri Kelautan dan Perikanan RI Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI NOMOR PER. 16/MEN/2010 tentang Pemberian Kewenangan Penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) untuk Kapal Perikanan Berukuran di Atas GT kepada Gubernur Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. PER. 02/MEN/2011 Tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan alat bantu penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Negara RI Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER. 05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap Keputusan Menteri Pertanian No. 392/Kpts/Ik.120/4/99 tentang Jalur-jalur Penangkapan Ikan Peraturan Daerah Kab. Sukabumi No. 3 Tahun 2002 tentang Izin Usaha Perikanan Keputusan Bupati Sukabumi No. 493 Tahun 2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Izin Usaha Perikanan Hal yang Diatur Alat penangkapan ikan dan kapal perikanan, jumlah tangkapan, daerah, jalur, waktu atau musim penangkapan ikan, pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta lingkungannya Larangan penangkapan ikan dengan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak Jenis-jenis alat penangkapan ikan, pencegahan pencemaran, minimalisasi ikan by catch, dan mencatat dan melaporkan hasil tangkapan Penggunaan alat tangkap purse seine pelagis besar, pukat udang, pukat ikan, dan longline Jalur penangkapan Ikan dan jenis alat penangkapan ikan Kelestarian sumberdaya ikan Larangan penggunaan jaring dengan ukuran mata jaring kurang dari 1 inch dan purse seine cakalang (tuna) dengan ukuran mata jaring kurang 3 inch Larangan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan-bahan peledak, bahan-bahan yang mengandung racun, trawl, dan menggunakan alat tangkap yang menggunakan mata jaring di bawah 5 cm. Alat tangkap dan kapal penangkap ikan 37

50 Analisis Isi/Konten Analisis isi/konten dimaksudkan untuk memahami peraturan perundangundangan terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi serta menganalisis kelembagaan perikanan lokal baik formal maupun non-formal yang ada di Pelabuhanratu. Analisis ini penting dilakukan untuk mengetahui substansi kelembagaan formal dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Melalui analisis ini diharapkan akan diperoleh data dan informasi terkait Rule of The Game perikanan di perairan Pelabuhanratu dan bagaimana keefektifan dalam pelaksanaan peran dan tugas masing-masing. Analisis isi/konten yang dimaksud dalam penelitian ini adalah terkait dengan analisis perundang-undangan tentang perikanan dan implementasinya di lapangan. Analisis ini untuk melihat apakah Undang-Undang Perikanan telah terlaksana dan kaitannya dengan kelembagaan formal dan non-formal serta nelayan dan masyarakat sebagai pelaku undang-undang. Analisis konten ini juga dilakukan untuk mengidentifikasi kelembagaan perikanan yang mengatur alokasi sumberdaya perikanan di perairan Pelabuhanratu. 38

51 Tabel 6. Parameter dalam Analisis Konten Undang-Undang Parameter Analisis 1. Demand a. Pembatasan alat penangkapan b. Pembatasan jumlah nelayan Tujuan Analisis Melihat konten undang-undang yang mengatur pembatasan alat tangkap di Perairan Pelabuhanratu Melihat undang-undang yang mengatur pembatasan jumlah nelayan yang boleh beroperasi di Perairan Pelabuhanratu c. Pembatasan jumlah kapal Melihat konten undang-undang yang mengatur jumlah kapal/perahu yang boleh beroperasi di Perairan Pelabuhanratu d. Pembatasan akses Melihat konten undang-undang yang membatasi akses pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu 2. Supply a. Konservasi, pencemaran, dan penggunaan alat tangkap yang merusak laut b. Daerah dan jalur penangkapan c. Waktu dan musim penangkapan d. Ukuran dan berat minimum ikan yang boleh ditangkap Melihat konten undang-undang yang menyarankan untuk melakukan konservasi laut, larangan pencemaran laut, dan penggunaan alat tangkap yang merusak laut Melihat konten undang-undang yang mengatur daerah dan jalur penangkapan ikan Melihat konten undang-undang yang mengatur waktu dan musim penangkapan ikan Melihat konten undang-undang yang mengatur ukuran dan berat minimum ikan yang boleh ditangkap Analisis Stakeholder/Aktor Salah satu pemicu gagalnya pengelolaan sumberdaya ikan di perairan Pelabuhanratu bisa disebabkan oleh ketidakjelasan peran setiap stakeholder yang seharusnya terlibat. Analisis stakeholder dilakukan terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. Stakeholder atau aktor adalah orang/lembaga/organisasi yang berperan di dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Analisis ini dilakuan untuk mengetahui siapa saja, apa peran, dan bagaimana pelaksanaan tugas dari setiap stakeholder yang terkait dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan. Analisis stakeholder ini juga 39

52 dilakukan guna menentukan dan menetapkan stakeholder yang diikutsertakan dalam strategi penguatan kelembagaan pemanfataan dan pengelolaan sumberdaya perikanan. Semua pihak atau stakeholder dianggap berperan penting dalam merumuskan suatu kebijakan, namun masing-masing stakeholder memiliki tingkat kepentingan dan pengaruh yang berbeda. Maka dari itu, analisis stakeholder dalam penelitian ini sangat perlu dilakukan. Ramirez (1999) menjelaskan bahwa analisis stakeholder mengacu pada seperangkat alat untuk mengidentifiikasi dan mendiskripsikan stakeholder atas dasar atributnya, hubungan timbal baliknya dan kepentingannya dalam kaitannya dengan isu atau sumberdaya yang ada. Tahapan analisis stakeholder dalam penelitian ini adalah: 1. Membuat tabel stakeholder, yang berisi informasi mengenai: a. Daftar stakeholder b. Kepentingan stakeholder, yaitu motif dan perhatiannnya pada kebijakan. Untuk melihat tingkat kepentingan aktor digunakan skala likert, yaitu antara 1 sampai 5, dimana; 5 = sangat tinggi; 4 = tinggi; 3 = cukup tinggi; 2 = kurang tinggi; 1 = rendah. Indikator tinggi dilihat dari seberapa penting pengeloaan sumberdaya ikan terhadap masing-masing stakeholder c. Pengaruh dari masing-masing stakeholder mengacu pada tingkat pengaruhnya dalam proses penyusunan kebijakan. Untuk penilaian tingkat pengaruh akan menggunakan skala likert yaitu antara 1 sampai 5, dimana; 5 = sangat kuat; 4 = kuat; 3 = rata-rata; 2 = lemah; 1 = sangat lemah. Indikator kuat atau lemahnya pengaruh dari setiap stakeholder adalah dilihat 40

53 dari tingkat kewenangannya dalam penyusunan kebijakan pengelolaan sumberdaya dalam hal ini sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu termasuk dalam pembentukan kelembagaan. Tabel 7. Analisis Stakeholder pengelolaan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu Stakeholder Kriteria Evaluasi Keputusan Keterlibatan Kepentingan Pengaruh 2. Dari informasi pada Tabel 7, maka selanjutnya disusunlah diagram seperti Gambar 2. untuk menggambarkan tingkat kepentingan dan pengaruh masingmasing stakeholder dan posisi stakeholder apakah masuk kategori subjek, pemein, penonton, atau aktor. Informasi pada kuadran tersebut sekaligus akan menjadi dasar penentuan jumlah stakeholder yang perlu dilibatkan dan diikutsertakan dalam merumuskan strategi penguatan kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan di Perairan Pelabuhanratu. Tinggi A B Kepentingan C Subjek D Pemain Penonton Rendah Rendah Pengaruh Aktor Tinggi Tinggi Gambar 2. Tingkat Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pelabuhanratu 41

54 Analisis stakeholder ini dilakukan untuk mengidentifikasi peran setiap aktor yang bermain dalam alokasi sumberdaya perikanan di perairan Pelabuhanratu yang dapat juga dilakukan dengan melihat secara detail konten undang-undang yang ada terkait pengendalian demand dan alokasi supply. Terlebih dahulu akan diindetifikasi undang-undang terkait yang mungkin saja undang-undang yang mengatur sudah dikeluarkan akan tetapi belum diterapkan atau bahkan tidak ada sama sekali peraturan yang mengatur terkait pengendalian supply dan demand perikanan baik lokal maupun nasional. Analisis ini juga untuk melihat peran aktor dalam kelembagaan dalam hal ini kelembagaan sebagai aturan main perikanan yang ada baik kelembagaan perikanan formal maupun non-formal yang ada di Pelabuhanratu. Analisis ini juga dilakukan untuk mengidentifikasi stakeholder beserta pengaruh dan kepentingannya dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Stakeholder dalam penelitian ini kan dibagi berdasarkan pengaruh dan kepentingan serta perannya secara langsung atau tidak dalam pengelolaan sumberdaya ikan Analisis Konflik Untuk menganalisis berbagai konflik antar pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Pelabuhanratu digunakan pendekatan yang dilakukan oleh Fisher et al (2000) dalam Suhana (2008). Dalam metode analisis ini, sebelumnya harus dipahami terlebih dahulu mengapa konflik itu terjadi: 1) agar dipahami latar belakang dan sejarah suatu situasi dan kejadian-kejadian saat ini; 2) identifikasi kelompok yang terlibat, dan tidak hanya kelompok yang menonjol saja; 3) agar memahami pandangan semua kelompok dan 42

55 lebih mendalami bagaimana hubungan mereka satu sama lain; 4) identifikasi faktorfaktor dan kecenderungan-kecenderungan yang mendasari konflik; dan 5) agar belajar dari kegagalan dan juga kesuksesan. Analisis konflik ini guna mengetahui akar dari konflik yang selama ini terjadi antara nelayan kecil dan nelayan besar dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan di perairan Pelabuhanratu dan berbagai konflik lainnya terkait pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan di tempat penelitian. Analisis ini diarahkan untuk mengkaji peran dan fungsi kelembagaan dan pemerintahan terkait dalam menyelesaikan konflik tersebut. Melalui analisis ini dapat diketahui sejauh mana kelembagaan telah melakukan perannya terkait pelayanan jasa kepada masyarakat. Menurut Suhana (2008), terdapat tiga sumber yang menjadi penyebab terjadinya konflik sumberdaya ikan di perairan Pelabuhanratu, yaitu produksi penangkapan nelayan payang terus menurun, meningkatnya jumlah bagan apung di perairan Pelabuhanratu, dan pelanggaran jalur penangkapan ikan. Hal ini yang kemudian akan memperparah kondisi supply dimana yang dioptimalkan hanyalah supply jangka pendek tanpa memikirkan persediaan stok ikan di masa mendatang. Konflik dalam hal ini terjadi karena keterbatasan resource system dalam menyediakan resource unit dalam hal ini sumberdaya perikanan. Salah satu peran kelembagaan dalam pengelolaan sumberdaya ikan mengatasi konflik yang terjadi. Analisis konflik ini menggunakan beberapa parameter, secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 8. 43

56 Tabel 8. Paremeter dalam Analisis Konflik Parameter Analisis Tujuan Analisis 1. Konflik Pemanfaatan (assignment problem) a. Jalur penangkapan Untuk melihat sejauh mana rebutan ruang b. Penggunaan rumpon pemanfaatan sumberdaya ikan menimbulan konflik diantara nelayan 2. Penggunaan alat tangkap a. Meningkatnya jaring angkat yang beroperasi di Pelabuhanratu Untuk melihat konflik akibat penggunaan alat tangkap dan sejauh mana kelembagaan berperan dalam mengatasi konflik tersebut 3. Right to access/ Property Right Melihat sejauh mana ketidakberadaan pembatasan akses nelayan non-lokal dapat menimbulkan konflik 44

57 V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Daerah Penelitian Letak Geografis Teluk Pelabuhanratu Kabupaten Sukabumi, merupakan salah satu daerah perikanan potensial di perairan selatan Jawa Barat. Pelabuhanratu merupakan Kecamatan dengan luas ha yang terdiri dari delapan kelurahan/desa, yaitu: Pelabuhanratu, Citepus, Citarik, Buniwangi, Cibodas, Cikadu, Tonjong, dan Pasirsuren. Kota Pelabuhanratu juga merupakan Ibukota Kabupaten Sukabumi. Batas wilayah Kecamatan Pelabuhanratu adalah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cikidang Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Simpenan Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bantar Gadung Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Cikakak Sebelah Barat Daya berbatasan dengan Samudra Indonesia Keadaan Topografi Secara tofografi, daerah Pelabuhanratu merupakan wilayah bertekstur kasar, dimana sebagian besar wilayahnya merupakan dataran bergelombang, terdiri dari daerah perbukitan, daerah aliran sungai serta pantai. Posisi geografis Kecamatan Pelabuhanratu terletak pada LS dan BT serta mempunyai panjang garis pantai sekitar 105 Km.

58 Perairan Teluk Pelabuhanratu, merupakan tempat bermuaranya dua sungai besar dan lima sungai kecil, sungai-sungai besar yang bermuara di Teluk Pelabuhanratu adalah Sungai Cimandiri dan Sungai Ciletuh (Jampang) sedangkan untuk sungai-sungai kecil yang bermuara ke perairan Teluk Pelabuhanratu diantaranya: Sungai Cimaja, Sungai Cipalabuhan, Sungai Citamiang (Cibuntu), Sungai Citepus dan Sungai Cibareno. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan perairan Teluk Pelabuhanratu menjadi subur. Tofografi dasar perairan Teluk Pelabuhanratu adalah curam, dengan kedalaman 2 3 meter (perairan pantai/muara sungai) sampai lebih dari 200 meter (palung). Bagian tengah Teluk Pelabuhanratu merupakan lereng continental (continental shelf), daerah perairan Teluk Pelabuhanratu juga dipengaruhi oleh adanya arus sepanjang pantai (long shore current) (Sanusi (1994) dalam Permana (2006)) Keadaan Demografi Berdasarkan data monografi kependudukan kecamatan 2011 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kecamatan Pelabuhanratu sekitar jiwa, yang terdiri dari jiwa laki-laki dan jiwa perempuan. Sebesar 51 persen penduduk Kecamatan Pelabuhanratu berjenis kelamin laki-laki. Data kependudukan tiap kelurahan/desa dapat dilihat pada Tabel 9. 46

59 Tabel 9. Data Kependudukan Kecamatan Pelabuhanratu Tahun 2011 Berdasarkan Jenis Kelamin No. Desa/Kelurahan L P Jumlah 1 Palabuhanratu Citepus Citarik Buniwangi Cibodas Cikadu Tonjong Pasirsuren Jumlah Sumber: Data Kependudukan Kecamatan Pelabuhanratu, 2011 Berdasarkan kategori tingkat usia masyarakat Kecamatan Pelabuhanratu dikelompokkan menjadi kelompok usia pendidikan, kelompok usia angkatan kerja produktif, dan kelompok usia angkatan kerja kurang produktif. Kecamatan Pelabuhanratu dapat digolongkan sebagai kecamatan produktif karena sebagian besar penduduknya berada pada kelompok usia pendidikan dan kelompok usia produktif, yaitu 45 persen dan 34 persen. Tabel 10. Jumlah Penduduk Kecamatan Pelabuhanratu berdasarkan Usia Tahun 2011 No Desa/Kelurahan Kelompok Usia Pendidikan Kelompok Usia Produktif Kelompok Usia Kurang Produktif L P L P L P 1 Pelabuhanratu Citepus Citarik Buniwangi Cibodas Cikadu Tonjong Pasirsuren Total Sumber: Data Kependudukan Kecamatan Pelabuhanratu,

60 Sebaran jumlah penduduk Kelurahan Pelabuhanratu berdasarkan agama yang dianut atau kepercayaan, sebagian besar penduduk Kelurahan Pelabuhanratu beragama Islam yaitu sekitar 99 persen dari total penganut agama. Sebaran jumlah penduduk Kelurahan Pelabuhanratu berdasarkan agama dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Jumlah Penduduk Kecamatan Pelabuhanratu Berdasarkan Kepercayaan/Agama Tahun 2011 No Desa/Kelurahan Kepercayaan/Agama Jumlah Islam Kristen Katolik Hindu Budha 1 Pelabuhanratu Citepus Citarik Buniwangi Cibodas Cikadu Tonjong Pasirsuren Jumlah Sumber: Data Kependudukan Kecamatan Pelabuhanratu, Mata Pencaharian dan Tingkat Kesejahteraan Sebagian besar penduduk Kelurahan Pelabuhanratu bermatapencaharian sebagai buruh tani dan wiraswasta, yaitu 31 persen dan 28 persen. Sebaran mata pencaharian penduduk Kelurahan Pelabuhanratu seperti tertera pada Tabel

61 Tabel 12. Jumlah Penduduk Kecamatan Pelabuhanratu berdasarkan Matapencaharian 2011 Mata Desa/Kelurahan Pencaharian Pelabuhanratu Citepus Citarik Buni- Cibodas Cikadu Tonjong Pasir- Jumlah wangi suren PNS TNI-POLRI Swasta Pensiunan Wiraswasta Petani Peternak Buruh Tani Nelayan Pengrajin Jasa PRT Pemulung Sumber: Data Kependudukan Kecamatan Pelabuhanratu, Keadaan Umum Perikanan Musim Penangkapan Ikan Tampubolon (1990) dalam Permana (2006), membagi musim penangkapan ikan di daerah Pelabuhanratu berdasarkan jumlah hasil tangkapan menjadi tiga musim, yaitu: musim banyak ikan (Juni s/d September), musim sedang (Maret s/d Mei dan Oktober November) serta musim kurang ikan (Desember s/d Februari). Nelayan Pelabuhanratu melakukan operasi penangkapan ikan hampler sepanjang musim di setiap tahunnya. Berdasarkan dari keterangan para nelayan Pelabuhanratu terdapat empat periode musim penangkapan ikan, yaitu: musim barat (Desember s/d Februari), musim timur atau selatan (Juni s/d Agustus), dan dua musim peralihan (Pancaroba) atau dikenal dengan musim paliwungan, yang terdiri musim utara atau musim peralihan awal tahun (Maret sampai dengan Mei) merupakan musim peralihan 49

62 dari musim barat ke musim timur yang biasanya di awal tahun, sedangkan musim peralihan dari musim timur ke musim barat (September Nopember) dikenal dengan musim peralihan akhir. Periode musim barat merupakan musim hujan dimana kondisi perairan cenderung buruk, gelombang besar dapat datang dengan tiba-tiba mengakibatkan para nelayan jarang turun ke laut (frekwensi melaut berkurang) tetapi biasanya mereka melakukan perbaikan-perbaikan alat tangkap dan perahu. Nelayan yang masih melakukan operasi penangkapan biasanya dilakukan oleh nelayan yang memiliki perahu berukuran kecil (congkreng) dengan jarak dan waktu operasi penangkapan tidak lama, sehingga mereka bias antisipasi berlindung atau kembali ke pangkalan apabila terjadi perubahan cuaca dan gelombang secara tiba-tiba. Pada periode musim barat biasanya hasil tangkapan ikan relatif rendah akibat upaya penangkapan ikan berkurang, tetapi hasil tangkapan jenis udang (Crustacea) akan meningkat akibat upaya penangkapan bertambah. Periode musim timur atau selatan merupakan musim kemarau dimana kondisi perairan relatif tenang tetapi angin kencang terus-menerus dan kondisi cuaca menjadi dingin. Pada kondisi ini nelayan banyak turun ke laut untuk mencari ikan baik para nelayan dengan ukuran perahu besar maupun nelayan dengan ukuran perahu kecil, sehingga hasil yang didaratkan di TPI (Tempat Pelelangan Ikan) cenderung banyak. Pada musim peralihan (awal tahun dan akhir tahun) kondisi perairan umumnya tidak menentu, sehingga menyebabkan jumlah hasil tangkapan cukup berfluktuasi akibat berkurangnya upaya untuk melakukan operasi penangkapan. 50

63 Unit Penangkapan Ikan Unit penangkapan ikan merupakan kelompok yang terdiri dari: alat tangkap, armada penangkapan dan nelayan. Jenis-jenis alat tangkap yang ada di wilayah perairan Teluk Pelabuhanratu antara lain: Jaring insang (Gill net), Jaring lingkar (Purse seine), Jaring rampus, Pancing tonda, Pancing rawai, dan Long Line. Jumlah alat tangkap yang beroperasi di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu tahun dapat dilihat pada Tabel 13. Tahun jumlah alat tangkap cenderung meningkat jumlahnya tetapi pada tahun mengalami penurunan. Penurunan alat tangkap ini mungkin dikarenakan banyaknya nelayan yang mengalihkan alat tangkapnya menjadi rumpon. Tabel 13. Jumlah Alat Tangkap yang Beroperasi di PPNP Tahun No Tahun Kondisi Maksimum Alat (Unit) Sumber: PPNP, 2011 Kapal yang digunakan menangkap ikan dikelompokkan menjadi kapal motor tempel dan kapal motor. Alat tangkap yang digunakan kapal motor tempel seperti jaring kantong dan payang. Sedangkan alat tangkap yang digunakan kapal bermotor adalah payang, pancing tonda, jaring rampus, Purse Seine, Gill Net, Pancing rawai, 51

64 dan Long Line. Perkembangan jumlah dan jenis kapal di perairan Teluk Pelabuhanratu pada kurun waktu dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Data Jumlah dan Jenis Kapal di Perairan Pelabuhanratu Tahun Tahun Jenis Kapal/Perahu (Unit) Jumlah (Unit) Motor Tempel Kapal Motor <10 GT GT >30 GT Sumber: Syahbandar PPNP, 2011 Komposisi nelayan di Pelabuhanratu terdiri dari nelayan pemodal (pemilik), nelayan asli, dan nelayan pendatang. Nelayan asli adalah nelayan asli daerah Pelabuhanratu yang secara turun temurun bekerja sebagai nelayan. Nelayan pendatang adalah nelayan yang datang dari sentra-sentra perikanan lainnya seperti dari Cilacap, Indramayu dan Manado. Selain itu, di Pelabuhanratu ada juga nelayan tetap dan nelayan tidak tetap. Nelayan tetap artinya, nelayan yang sehari-harinya bekerja sebagai nelayan, musim atau tidaknya tidak. Nelayan tidak tetap adalah nelaya yang hanya menangkap ikan pada musim-musim tertentu. Kepemilikan usaha perikanan di Pelabuhnaratu dibagi menjadi nelayan pemilik dan nelayan buruh. Nelayan pemilik adalah orang-orang yang memiliki usaha produksi dan sarana penangkapan ikan. Nelayan buruh adalah orang-orang yang bekerja pada nelayan pemilik dan menjalankan usaha perikanan. 52

65 Produksi Unit Penangkapan Ikan Produksi ikan yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu selama tahun 2010 berfluktuasi. Jumlah produksi ikan paling banyak pada bulan Juli, yaitu sekitar Kilogram. Hal ini dikarenakan pada bulan Juli adalah musim timur atau selatan yang lebih sering disebut musim banyak ikan. Hasil tangkapan ikan paling banyak diberikan oleh alat tangkap Long Line, Pancing Tonda, dan Jaring Rampus, yaitu Kilogram, Kilogram, dan Kilogram. Produksi ikan tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Produksi Ikan Berdasarkan Jenis Alat Tangkap di PPNP tahun 2010 Bulan Produksi Berdasarkan Alat Tangkap (Kg) Long Line Gill Net Rawai P. Tonda P. Ulur Angk. Bagan Payang Ram -pus Purse Seine Tr. Net Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Sumber: PPNP, 2011 (Diolah) 53

66 VI. KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PELABUHANRATU Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di perairan Pelabuhanratu selama ini mengacu kepada peraturan formal yang ditetapkan dan disahkan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat (Kementerian Kelautan dan Perikanan) maupun pemerintah daerah (Dinas Kelautan dan Perikanan). Selain itu ada juga peraturan berupa kesepakatan bersama sesama masyarakat dan nelayan dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya perikanan. Mekanisme pasar bukanlah satu-satunya hukum atau aturan dalam sistem ekonomi, tetapi diperlukan juga hukum, aturan, atau kelembagaan lain yang bekerja dalam sistem ekonomi tersebut. Kelembagaan dapat berbentuk sebuah relasi sosial yang melembaga (non formal institution), atau dapat berupa lembaga dengan struktur dan badan hukum (formal institution). Pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu mengacu pada kedua bentuk kelembagaan tersebut Indentifikasi Kelembagaan Formaldan Informal yang Berlaku di Pelabuhanratu Kelembagaan formal yang selama ini dijadikan acuan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Perairan Teluk Pelabuhanratu adalah peraturan perundangundangan, antara lain sebagai berikut: 1) Undang-undang, antara lain UU No. 31 Tahun 2004 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Akan tetapi isi undangundang terkait dari kedua undang-undang tetap diangkat sebagai acuan;

67 2) Peraturan Menteri, antara lain: Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. PER. 03/MEN/2009 tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pengangkutan Ikan di Laut Lepas Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. PER. 16/MEN/2010 tentang Pemberian Kewenangan Penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) untuk Kapal Perikanan Berukuran di Atas (Tiga Puluh sampai enam puluh) Gross Tonnage kepada Gubernur, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. PER. 02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Negara RI, dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. PER. 05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap; 3) Keputusan Menteri, antara lain: Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep. 58/Men/2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan dan Keputusan Menteri Pertanian No. 392/Kpts/Ik.120/4/99 tentang Jalur-jalur Penangkapan Ikan; 4) Peraturan Daerah (Perda) Provinsi, belum ada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat yang secara khusus mengatur pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di daerahnya terkait dengan jenis alat tangkap, ukuran kapal, dan surat perizinan usaha perikanan. 5) Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi, antara lain: Peraturan Daerah Kab. Sukabumi No. 03 Tahun 2002 tentang Izin Usaha Perikanan, dan Keputusan 55

68 Bupati Sukabumi No. 493 Tahun 2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 03 Tahun 2002 Tentang Izin Usaha Perikanan. Aturan-aturan tersebut yang secara formal mengatur pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Perairan Pelabuhanratu. Aturan-aturan tersebut mengatur terkait jenis alat tangkap, jenis dan ukuran kapal, surat perizinan kapal dan penangkapan, dan jalur penangkapan perikanan. Analisis konten Undang- Undang Perikanan dapat dilihat pada Tabel 16. Secara lengkap tentang hasil analisis isi Undang-Undang Perikanan dapat dilihat pada Lampiran 2. 56

69 Tabel 16. Peraturan Formal dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Perairan Pelabuhanratu No Peraturan Hal yang diatur Implementasi Undang-Undang Keterangan 1 UU No. 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan Potensi dan alokasi Mandat Undang-Undang ini belum (Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun sumberdaya ikan, jumlah terlaksana dengan baik di lapangan, 2004) tangkapan yang terlihat dari banyaknya ikan hasil by diperbolehkan, jenis, cacth dan maraknya pelanggaran jalur jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan tangkap, dan jalur penangkapan ikan. 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan 3 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. PER. 03/MEN/2009 tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pengangkutan Ikan di Laut Lepas Menteri Kelautan dan Perikanan RI 4 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI NOMOR PER. 16/MEN/2010 tentang Pemberian Kewenangan Penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) untuk Kapal Perikanan Berukuran di Atas (Tiga Puluh sampai enam puluh) Gross Tonnage kepada Gubernur 5 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. PER. 02/MEN/2011 Tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penggunaan bahan kimia, bahan peledak, dan alat tangkap yang mencemari dan merusak lingkungan perairan Kewajiban memiliki SIUP dan SIPI dan menjaga lingkungan perairan Syarat penerbitan SIUP dan SIPI dan memberdayakan sumberdaya manusia lokal Jalur penangkapan dan alat tangkap yang digunakan pada jalur-jalur tersebut Maraknya penangkapan ikan dengan bahan-bahan peledak dan bahan-bahan berbahaya lainnya di lingkungan perairan tangkap Indonesia termasuk di Perairan Pelabuhanratu Banyaknya kapal-kapal asing dan domestik yang tidak memiliki SIUP dan SIKPI beroperasi di Perairan Pelabuhanratu yang mengakibatkan berkurangnya kesempatan nelayan lokal untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya perikanan di wilayah sendiri Tingginya kecenderungan masyarakat Indonesia untuk mencintai produk impor sehingga SDM dalam negeri tidak diberdayakan Sudah ditetapkannya jalur penangkapan ikan tetapi masih banyak terjadi pelanggaran yang terjadi, disamping itu Belum adanya peraturan formal di tingkat provinsi dan kabupaten Belum ada aturan formal di tingkat provinsi akan tetapi sudah ada di tingkat kabupaten yaitu keputusan Bupati Sukabumi Belum ada aturan formal yang mengatur di tingkat provinsi dan kabupaten Belum ada aturan formal di tingkat provinsi akan tetapi sudah ada di tingkat kabupaten yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Belum ada aturan formal di tingkat provinsi akan tetapi sudah ada di tingkat 57

70 Penangkapan Ikan dan alat batu penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Negara RI 6 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER. 05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap 7 Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.: Kep. 58/Men/2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan 8 Keputusan Menteri Pertanian No. 392/Kpts/Ik.120/4/99 tentang Jalur-jalur Penangkapan Ikan 9 Peraturan Daerah Kab. Sukabumi No. 3 Tahun 2002 tentang Izin Usaha Perikanan 10 Keputusan Bupati Sukabumi No. 493 Tahun 2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Izin Usaha Perikanan Pembinaan pengawasan perikanan tangkap dan usaha Cara kerja POKMASWAS dalam pengelolaan sumberdaya perikanan Alat tangkap yang tidak boleh digunakan pada jalur tertentu Kegiatan penangkapan ikan dengan bahan peledak, bahan beracun, dan jaring arad Alat tangkap dan jalur penangkapan sesuai dengan alat tangkap yang digunakan Sumber: diolah dari berbagai peraturan perikanan di Perairan Pelabuhanratu juga pemerintah belum pernah menetapkan jumlah ikan yang boleh ditangkap per trip nelayan. Kurangnya pembinaan dari Menteri, Gubernur, Bupati kepada nelayan terkait pemanfaatan dan pengelolaan ikan yang akhirnya masyarakat menangkap ikan dengan sembarangan dan semau mereka. Kurangnya kerjasama antar POKMASWAS dengan pemerintah dalam mengawasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu Terkait jalur penangkapan ikan, Pemerintah Stelah mengaturnya dalam Peraturan Daerah Sukabumi Masih banyaknya terjadi penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad dan masuknya kapal luar yang menggunakan pukat harimau sehingga ikan yang belum layak tangkap juga terjaring Kapal besar yang seharusnya menangkap ikan di jalur III menangkap ikan di jalur I dan jalur II, dan ikan yang seharusnya menangkap ikan di jalur II menangkap ikan di jalur I sehingga sering terjadi konflik jalur penangkapan ikan kabupaten yaitu Keputusan Bupati Sukabumi Belum ada peraturan formal yang mengatur di tingkat provinsi dan kabupaten Belum ada peraturan formal yang mengatur di tingkat provinsi dan kabupaten Belum ada aturan formal di tingkat provinsi akan tetapi sudah ada di tingkat kabupaten yaitu Keputusan Bupati Sukabumi Belum ada aturan formal di tingkat provinsi akan tetapi sudah ada di tingkat kabupaten yaitu Keputusan Bupati Sukabumi Belum ada aturan formal di tingkat provinsi akan tetapi sudah ada di tingkat kabupaten Keputusan Sukabumi yaitu Bupati 58

71 Selain itu, terdapat juga kelembagaan informal pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Kelembagaan in-formal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Perairan Pelabuhanratu yaitu berupa kesepakatan bersama antara sesama kelompok nelayan pengguna seperti kelompok nelayan pengguna rumpon. Aturan main yang berlaku dalam kelompok pengelola rumpon antara lain: 1. Setiap nelayan, baik anggota maupun bukan anggota kelompok memiliki hak untuk mendapatkan akses penangkapan ikan di sekitar rumpon. 2. Setiap kapal nelayan bukan anggota kelompok pengelola rumpon yang menangkap ikan di sekitar rumpon dikenakan iuran sebesar lima persen dari hasil tangkapan yang diserahkan kepada kelompok pengelola rumpon. 3. Setiap kapal nelayan anggota pengelola rumpon yang menangkap ikan di sekitar rumpon dikenakan iuran sebesar dua persen dari hasil tangkapan. 4. Hasil dari iuran tersebut digunakan untuk perawatan dan pengawasan rumpon yang ada agar tetap terpelihara dengan baik. Kelembagaan in-formal hanya difokuskan pada pengelolaan rumpon karena rumpon sangat direkomendasikan sebagai upaya penangkapan ikan saat bagi setiap nelayan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dengan menggunakan rumpon dinilai mampu memberikan peluang baik dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan kecil di sekitar Perairan Pelabuhanratu. Hal ini dikarenakan rumpon dapat berperan sebagi media untuk berkumpul dan berkembangnya sumberdaya ikan di sekitar Perairan Pelabuhanratu. Sehingga hasil tangkapan ikan nelayan akan meningkat. Rumpon ini juga dapat memperkecil biaya melaut nelayan 59

72 karena lokasi penangkapan ikan menjadi pasti. Nelayan yang akan menangkap ikan tidak perlu lagi mencari fishing ground, tetapi langsung saja ke lokasi rumpon berada Rule of The Game dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan Berdasarkan Peraturan Formal dan Informal Kelembagaan non-pasar dalam artian kelembagaan sebagai aturan main dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu terdiri dari kelembagaan formal dan kelembagaan informal. Penelitian ini mengkaji kelembagaan dari demand side dan supply side, serta konflik yang terjadi dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu Demand Side Kelembagaan non-pasar yang mengatur demand perikanan antara lain terkait pengaturan jumlah nelayan, jumlah alat tangkap, jumlah kapal, dan akses yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan beroperasi di Perairan Pelabuhanratu. Berdasarkan data yang dari lapangan, diperoleh bahwa jumlah nelayan yang beraktivitas di Perairan Pelabuhanratu pada tahun mengalami peningkatan dan berfluktuasi dengan kecenderungan menurun pada tahun Hal ini dikarenakan belum adanya aturan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang membatasi jumlah nelayan yang boleh beraktivitas di Perairan Pelabuhanratu. Tabel 17. menunjukkan jumlah kapal dan nelayan yang beroperasi di Pelabuhanratu. 60

73 Tabel 17. Jumlah Kapal/Perahu Perikanan dan Jumlah Nelayan yang Beroperasi di PPNP Tahun Tahun Jumlah Kapal/Perahu Perikanan (Unit) Jumlah Nelayan (Orang) Sumber: PPNP, 2011 Tahun 2012, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi bekerja sama dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu telah mengupayakan cara untuk menghindari adanya nelayan liar yang beraktivitas di Pelabuhanratu melalui penerbitan kartu nelayan. Melalui adanya kartu ini diharapkan data nelayan yang keluar dan masuk Perairan Pelabuhanratu jelas. Kartu ini juga dapat digunakan sebagai kartu pengenal jika nelayan berlabuh di pelabuhan perikanan di seluruh Indonesia. Nelayan terlebih dahulu mengisi Form Pendaftaran Kartu Nelayan yang disediakan di PPNP dan untuk memperoleh kartu nelayan ini tidak dipungut biaya. Gambar 3. Kartu Nelayan di Pelabuhanratu 61

74 Berdasarkan Tabel 17 juga terlihat bahwa jumlah kapal/perahu periode tahun berfluktuasi dan cenderung mengalami peningkatan. Undang-Undang Perikanan baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah belum ada yang membatasi jumlah kapal yang boleh beroperasi di Perairan Pelabuhanratu. Tabel 10 menunjukkan jumlah alat tangkap yang digunakan di Perairan Pelabuhanratu. Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa jumlah alat tangkap pada periode tahun berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Sedangkan pada periode tahun jumlah alat tangkap mengalami penurunan. Penurunan jumlah alat tangkap ini mungkin dikarenakan sebagian nelayan telah mengalihkan alat tangkapnya menjadi rumpon. Rumpon dinilai merupakan alat tangkap yang lebih menguntungkan dan ramah lingkungan. Kapal/perahu dan nelayan yang beroperasi di Pelabuhanratu berasal dari dalam dan luar daerah seperti Ambon dan Cilacap. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan yang berasal dari Pelabuhanratu, kapal besar dari luar seperti Sibolga sering mengganggu aktivitas nelayan lokal. Nelayan lokal berpendapat bahwa datangnya Kapal Sibolga ke daerah Perairan Pelabuhanratu telah mematikan pasar lokal. Nelayan lokal juga mengatakan bahwa kapal-kapal Sibolga menggunakan alat tangkap pukat harimau yang pada dasarnya tidak diperbolehkan beroperasi di Perairan Pelabuhanratu. Tidak adanya pembatasan akses ini mengakibatkan jumlah ikan di Perairan Pelabuhanratu akan lebih cepat habis bahkan punah. Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan Pasal 7 (butir c,f,g) mengatur tentang jumlah tangkapan yang diperbolehkan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia; jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan 62

75 ikan; dan jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan ikan yang diperbolehkan dioperasikan di wilayah perikanan Indonesia. Namun, sampai saat ini belum ada petunjuk pelaksanaan dari undang-undang tersebut. Tidak ada pengaturan tentang jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan di perairan Indonesia baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Secara lengkap kelembagaan yang mengatur demand perikanan dan kondisi di lapangan dapat dilihat pada Tabel 18. Dapat dilihat bahwa belum ada kelembagaan yang mengatur tentang jumlah nelayan dan akses yang boleh beroperasi di Perairan Pelabuhanratu. Kelembagaan yang mengatur tentang alat tangkap dan kapal tidak secara jelas mengatur jumlah alat tangkap dan jumlah kapal yang boleh beroperasi. Tabel 18. Kelembagaan dalam Mengatur Demand Sumberdaya Ikan di Pelabuhanratu Peraturan Instrumen Kondisi Saat Ini Keterangan Undang-Undang Pasal 7, butir: Jumlah alat tangkap Penurunan jumlah No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan f. jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan ikan menurun alat tangkap karena sebagian alat tangkap g. jenis, ukuran, dan penempatan dialihkan menjadi alat bantu penangkapan ikan rumpon k. sistem pemantauan kapal Jumlah kapal Tidak adanya perikanan meningkat pembatasan jumlah kapal yang boleh beroprasi di Pelabuhanratu Peraturan Menteri Pasal 7 Jumlah alat tangkap Pemerintah Kelautan dan Jenis-jenis alat penangkapan menurun Kabupaten Perikanan RI ikan yang dipergunakan di laut Sukabumi lebih No.PER.03/MEN/2 lepas mengacu pada ketentuan menyarankan 009 tentang masing-masing organisasi penggunaan rumpon Penangkapan Ikan pengelolaan perikanan regional sehingga alat dan/atau tangkap mulai Pengangkutan Ikan berkurang menurut di Laut Lepas jenisnya Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sumber: Data sekunder 2012, diolah 63

76 Supply Side Kelembagaan non-pasar dalam mengatur supply antara lain aturan terkait dengan daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan; kawasan konservasi perairan; pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta lingkungannya; rehabilitasi dan peningkatan sumber daya ikan serta lingkungannya; ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan Pasal 7 (butir h,o,p,q,r). Terkait dengan daerah, jalur penangkapan ikan, penempatan alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Negara RI telah ditetapkan pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. PER. 02/MEN/2011 dan Keputusan Bupati Sukabumi No. 493 Tahun 2003 untuk perairan Perairan Sukabumi. Terkait dengan pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta lingkungannya, Pemerintah Pusat telah menetapkan dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Pasal 8 dan Pasal 12. Pemerintah Kabupaten Sukabumi juga telah mengaturnya dalam Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi No. 3 Tahun 2002 tentang Izin Usaha Perikanan. Sampai saat ini pemerintah belum melakukan penutupan musim penangkapan ikan karena diduga akan mematikan sumber ekonomi nelayan pada khususnya dan para pengusaha perikanan pada umumnya. Sedangkan terkait dengan ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap, belum ada kebijakan dari pemerintah daerah maupun pusat yang menentukan secara pasti ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap. Pemerintah hanya menggunakan cara menentukan jenis dan ukuran alat tangkap yang boleh dipergunakan di Perairan Indonesia. Seharusnya 64

77 dengan cara ini dapat secara tidak langsung membatasi ukuran minimum ikan yang boleh ditangkap, akan tetapi seringkali ikan-ikan yang kecil juga ikut tertangkap. Secara khusus undang-undang terkait konservasi perairan laut diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan. Secara lengkap kelembagaan dalam mengatur supply sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu dapat dilihat pada Tabel

78 Tabel 19. Kelembagaan dalam Mengatur Suply Ikan di Pelabuhanratu Peraturan Hal yang diatur Kondisi Saat Ini Keterangan jumlah tangkapan, daerah, jalur, waktu Masih terjadi atau musim penangkapan ikan, pelanggaran jalur, pencegahan pencemaran dan kerusakan ikan yang ditangkap sumber daya ikan serta lingkungannya, semakin kecil, dan rehabilitasi dan peningkatan sumber adanya alat tangkap daya ikan serta lingkungannya, ukuran yang tidak berizin atau berat minimum jenis ikan yang beroperasi di Perairan boleh ditangkap, dan kawasan Pelabuhanratu konservasi perairan UU No. 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan (Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004) Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan Larangan penangkapan ikan dengan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan atau cara, dan atau bangunan yang dapat merugikan dan atau membahayakan kelestarian sumberdaya ikan dan atau lingkungannya. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. PER. 03/MEN/2009 Tentang Penangkapan Ikan dan/atau Pengankutan Ikan di Laut Lepas Menteri Kelautan dan Perikanan RI Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI NOMOR PER. 16/MEN/2010 tentang Pemberian Kewenangan Penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) untuk Kapal Perikanan Berukuran di Atas GT kepada Gubernur Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. PER. 02/MEN/2011 Tentang Jalur Penangkapan Ikan Pencegahan pencemaran, minimalisasi ikan by catch, dan mencatat dan melaporkan hasil tangkapan. Penggunaan alat tangkap purse seine pelagis besar, pukat udang, pukat ikan, dan longline Jalur penangkapan Ikan dan jenis alat penangkapan ikan Adanya alat tangkap yang tidak berizin beroperasi di Perairan Pelabuhanratu Pencemaran laut masih pemandangan yang biasa bagi para nelayan dan tidak semu hasil tangkapan tercatat Sudah dioperasikannya alat tangkap purse siene di Perairan Pelabuhanratu Masih sering terjadi pelanggaran jalur Tidak ada kelembagaan yang secara jelas mengatur jumlah ikan yang boleh ditangkap nelayan, sering terjadi pelanggaran atas undangundang yang telah ditetapkan Sudah diatur dalam undang-undang akan tetapi masih sering terjadi pelanggaran Kurangnya pemantauan dari pemerintah tentang kondisi pencemaran dan kerusakan laut Pemerintah telah member izin alat tangkap purse seine untuk dioperasikan di Perairan Pelabuhanratu Kurangnya pemantauan dari pemerintah dan 66

79 dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan alat bantu penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan Negara RI penangkapan ikan dan penggunaan alat tangkap yang tidak berizin kurang tegas dalam memberikan sanksi bagi pelanggar Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. PER. 05/MEN/2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap Keputusan Menteri Pertanian No. 392/Kpts/Ik.120/4/99 tentang Jalur-jalur Penangkapan Ikan Peraturan Daerah Kab. Sukabumi No. 3 Tahun 2002 tentang Izin Usaha Perikanan Keputusan Bupati Sukabumi No. 493 Tahun 2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Izin Usaha Perikanan Sumber: Data sekunder 2012, diolah kelestarian sumberdaya ikan Larangan penggunaan jaring dengan ukuran mata jaring kurang dari 25 mm (1 inch) dan purse seine cakalang (tuna) dengan ukuran mata jaring kurang dari 75 mm (3 inch) Larangan penangkapan ikan dengan menggunakan bahan-bahan peledak, bahan-bahan yang mengandung racun, trawl, dan menggunakan alat tangkap yang menggunakan mata jaring di bawah 5 cm. Alat tangkap dan kapal penangkap ikan Masih adanya nelayan yang secara sembunyisembunyi menangkap ikan di jalur konservasi Sudah dioperasikannya alat tangkap purse siene di Perairan Pelabuhanratu Adanya alat tangkap yang tidak berizin beroperasi di Perairan Pelabuhanratu Masih sering terjadi pelanggaran jalur penangkapan ikan Kurangnya pemantauan dari pemerintah Pemerintah telah member izin alat tangkap purse seine untuk dioperasikan di Perairan Pelabuhanratu Sudah diatur dalam undang-undang akan tetapi masih sering terjadi pelanggaran Kurangnya pemantauan dari pemerintah dan kurang tegas dalam memberikan sanksi bagi pelanggar 67

80 Konflik Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Perairan Pelabuhanratu Konflik merupakan gejala yang tidak terhindarkan dalam pengelolaan sumberdaya alam seperti sumberdaya perikanan. Tidak terkecuali dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu juga sering terjadi konflik, baik karena alat tangkap maupun karena jalur penangkapan. Secara lengkap konflik yang pernah terjadi terkait pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Tipe Konflik Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan di Perairan Pelabuhanratu No Isu-Isu dan Penyebab Kelompok yang terlibat Penyelesaian 1 Pada tahun Kelompok nelayan perahu Penjelasan tentang masuknya rumpon ke payang penggunaan rumpon Perairan Pelabuhanratu Kelompok nelayan dan bantuan kapal dan rumpon alat tangkap bantu Dinas Kelautan dan rumpon dari Perikanan Sukabumi pemerintah 2 Semakin banyaknya Kelompok nelayan jaring Mengalihkan jaring angkat yang angkat penggunaan jaring beroperasi di Perairan Kelompok nelayan jaring Pelabuhanratu Kelompok nelayan rumpon angkat menjadi sarana budidaya laut, seperti budidaya kerang hijau 3 Pelanggaran jalur penangkapan 4 Beroperasinya kapal luar di dalam Teluk Pelabuhanratu Sumber: Data Primer Diolah, 2012 Kelompok nelayan Purse Seine Kelompok nelayan non- Purse Seine Kelompok Nelayan di Pelabuhanratu Kelompok Nelayan Luar dan rumput laut. Belum terselesaikan sampai saat ini Penjelasan oleh HNSI tentang keberadaan kapal Sibolga kepada nelayan Pelabuhanratu Pertama, konflik yang terjadi antara kelompok nelayan rumpon dengan kelompok nelayan pengguna perahu payang. Konflik ini terjadi sejak dikenalkannya rumpon kepada nelayan di sekitar Perairan Pelabuhanratu pada tahun Awalnya, 68

81 dibangun lima unit rumpon yang dikelola dan dimanfaatkan oleh kelompok nelayan pancing. Penempatan rumpon ini dianggap telah mengganggu jalur penangkapan ikan oleh kelompok nelayan pengguna jaring, sehingga keberadaan rumpon tidak bertahan lama. Tahun 2005, Yayasan Anak Nelayan Indonesia (YANI) memasang kembali dua unit rumpon di Perairan Pelabuhanratu yang dipasang di luar teluk. Ternyata hal ini juga ditentang oleh kelompok nelayan pengguna jaring karena dianggap telah mengakibatkan hasil tangkapan mereka menurun. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi menggelar pertemuan antara nelayan pancing dengan nelayan rumpon untuk membahas konflik tersebut dan mencari solusinya. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi dan kelompok nelayan rumpon, konflik ini terjadi karena kesalahpahaman dari kelompok nelayan jaring khususnya nelayan payang. Kelompok nelayan payang menganggap bahwa penurunan produksi penangkapan ikan oleh perahu payang akibat keberadaan rumpon di luar Teluk Pelabuhanratu. Akibatnya, ikan-ikan yang seharusnya bermuara ke dalam teluk menjadi tertahan di rumpon yang dipasang di luar teluk. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi menganggap bahwa alasan kelompok nelayan jaring tersebut tidak masuk akal karena rumpon yang dipasang kelompok nelayan pancing hanya dua unit sementara teluk sangat luas. Artinya, keberadaan rumpon tidak mengganggu migrasinya ikan ke bagian dalam teluk Perairan Pelabuhanratu. Sehingga pada akhir tahun 2005 sampai tahun 2006, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi mensosialisasikan rumpon kepada seluruh nelayan di Perairan Pelabuhanratu. Kegiatan ini dilakukan untuk 69

82 menghindari terjadinya kesalahpahaman dan memberikan pengetahuan kepada nelayan agar mampu memanfaatkan rumpon. Rumpon dianggap dapat mengefektifkan penangkapan dan pencarian ikan yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi penangkapan ikan oleh nelayan itu sendiri. Tahun 2006, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi kembali memasang empat unit rumpon di dalam teluk Perairan Pelabuhanratu dan enam unit dipasang di luar teluk Perairan Pelabuhanratu. Pemasangan rumpon di dalam teluk dilakukan untuk memperpendek jarak jangkauan dan agar nelayan pemilik perahu kecil juga dapat memanfaatkannya. Sedangkan pengelolaan seluruh rumpon tersebut diserahkan kepada sepuluh kelompok nelayan pengelola rumpon. Kelompok pengelola rumpon tidak hanya berasal dari nelayan pengguna pancing saja akan tetapi juga dari nelayan jaring. Pemasangan rumpon ini ternyata masih meninggalkan konflik di lapangan. Menurut nelayan pengguna payang, konflik masih terjadi karena tidak seluruhnya nelayan payang dan bagan dilibatkan dalam pembangunan rumpon di Perairan Pelabuhanratu. Akibatnya, masih ada para nelayan yang tidak menerima dan menikmati keuntungan keberadaan rumpon di Perairan Pelabuhanratu. Sedangkan menurut nelayan pengelola rumpon, konflik masih terjadi karena nelayan payang dan nelayan bagan belum memahami cara pemanfaatan rumpon dan terbatasnya modal untuk membeli rumpon. Sehingga menurut nelayan pengelola rumpon, konflik tersebut hanya karena rasa iri diantara sesama nelayan. Tahun 2007 sampai dengan tahun 2008, penggunaan rumpon semakin bertambah. Rumpon dianggap sebagai cara penangkapan ikan yang ramah lingkungan 70

83 dan dapat meningkatkan produksi penangkapan ikan. Nelayan jaring dan bagan yang sebelumnya menolak pemasangan rumpon akhirnya mulai menerima dan menggunakan rumpon. Akan tetapi keterbatasan dana mengakibatkan belum semua nelayan dapat menggunakna rumpon. Pemerintah Kabupaten Sukabumi melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi telah memberikan bantuan berupa alat tangkap rumpon dan kapal rumpon untuk membantu nelayan kecil. Akan tetapi menurut hasil wawancara dengan nelayan, yang menikmati bantuan tersebut bukanlah nelayan melainkan pemilik kapal dan pejabat-pejabat daerah. Program pemerintah ini dinilai tidak tepat sasaran oleh sebagian besar nelayan di Perairan Pelabuhanratu. Namun saat ini konflik antara nelayan pengguna jaring dan bagan dengan nelayan pengguna rumpon sudah tidak ada lagi. Menurut hasil wawancara dengan nelayan rumpon dan nelayan non-rumpon, konflik ini reda begitu saja karena diduga konflik ini hanyalah karena rasa iri diantara sesama nelayan. Gambar 4. Kapal Rumpon Bantuan dari pemerintah Kedua, konflik lain yang terjadi di Perairan Pelabuhanratu adalah konflik antara kelompok nelayan jaring angkat (bagan apung) dengan kelompok nelayan jaring dan kelompok nelayan rumpon. Konflik ini akibat keberadaan jaring angkat. 71

84 Konflik ini muncul dikarenakan meningkatnya jumlah jaring angkat yang beroperasi di Perairan Pelabuhanratu. Keberadaan jaring angkat ini diduga telah mengganggu jalur penangkapan ikan kelompok nelayan jaring dan kelompok nelayan rumpon. Sehingga hasil tangkapan kelompok nelayan tersebut mengalami penurunan dan juga alat tangkapnya menjadi rusak karena tersangkut pada jaring angkat. Bagan merupakan salah satu alat tangkap jaring angkat (Lift Net) yang menggunakan alat bantu cahaya (light fishing). Jaring angkat adalah alat penangkapan ikan berbentuk lembaran jaring persegi panjang atau bujur sangkar yang direntangkan atau dibentangkan dengan menggunakan kerangka dari batang kayu atau bambu (bingkai kantong jaring) sehingga jaring angkat membentuk kantong. Berdasarkan data dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu tahun 2011, alat tangkap jaring angkat ini tidak memiliki izin usaha baik izin usaha perikanan maupun izin penangkapan ikan di perairan Pelabuhanratu. Data alat tangkap yang mendapat izin dapat dilihat pada Tabel 21 dan Lampiran 4. Hasil pantauan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi menduga bahwa keberadaan jaring angkat ini juga telah menyebabkan stok ikan di Perairan Pelabuhanratu mengalami penurunan. Dugaan ini karena sumberdaya ikan yang tertangkap oleh jaring angkat ini tidak selektif. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi telah mengupayakan cara untuk mengatasi keberadaan jaring angkat yaitu dengan mengalihkan pemanfaatan jaring angkat menjadi sarana budidaya laut, seperti budidaya kerang hijau dan rumput laut. Dinas Kelautan dan Perikanan telah memperkenalkan budidaya laut dengan memanfaatkan bagan apung, seperti budidaya kerapu dan budidayakerang hijau pada tahun

85 Ketiga, konflik lain yang terjadi di Perairan Pelabuhanratu adalah konflik akibat pelanggaran jalur penangkapan. Konflik ini terjadi antara kelompok nelayan Purse Seine dan kelompok nelayan non-purse Seine. Berdasarkan hasil wawancara dengan staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi dan nelayan di sekitar Perairan Pelabuhanratu, terlihat bahwa banyak kapal-kapal besar seperti kapal Purse Seine yang menangkap ikan bukan di jalurnya. Misalnya, kapal yang seharusnya menangkap ikan di jalur III menangkap ikan di jalur II dan jalur I serta kapal yang seharusnya menangkap ikan di jalur II menangkap ikan di jalur I. Konflik ini tidak hanya terjadi oleh nelayan Purse Seine akan tetapi juga nelayan pemilik kapal besar lainnya. Hal ini diatur dalam Surat Keputusan Bupati Sukabumi No. 493 Tahun 2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Izin Usaha Perikanan. Pemerintah Kabupaten Sukabumi melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi yang bekerjasama dengan Polisi Air dan Udara (PolAirud), TNI AL, Syahbandar, POKMASWAS, dan nelayan lainnya telah melakukan pengawasan langsung ke lapangan untuk mengawasi kapal-kapal yang menangkap ikan di luar jalur tangkapannya. Akan tetapi menurut nelayan kecil, pelanggaran jalur penangkapan ini masih sering terjadi di Perairan Pelabuhanratu. Sebelumnya pemerintah tidak memberikan Izin Usaha Perikanan (IUP) kepada kapal Purse Seine. Akan tetapi berdasarkan data dari kantor Syahbandar 2011, pemerintah telah memberikan izin usaha kepada kapal Purse Seine. Secara lengkap data kapal yang mempunyai izin usaha dan alat tangkap yang digunakan di Perairan Pelabuhanratu apat dilihat pada Tabel

86 Tabel 21. Jumlah Kapal dan Alat Tangkap yang Diberi Izin Usaha di Perairan Pelabuhanratu Tahun 2011 Bulan Jumlah Kapal Jenis Alat Tangkap Januari 86 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net Februari 82 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net, Pancing Rawai Maret 82 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net April 84 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net, Pancing Rawai, Purse Seine Mei 73 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net, Purse Seine Juni 74 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net Juli 84 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net, Penelitian Agustus 59 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net, Purse Seine September 62 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net Oktober 59 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net, Pancing Rawai November 63 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net, Purse Seine Desember 70 Pancing Tonda, Jaring Rampus, Long Line, Pengangkut, Gill Net Sumber: PPNP 2011 (Diolah) Berdasarkan Tabel 21 terlihat bahwa alat tangkap yang dominan digunakan nelayan di Perairan Pelabuhanratu adalah Long Line dan Pancing Tonda. Secara lengkap jenis kapal dan alat tangkap yang diberi izin usaha dapat dilihat pada Lampiran 4. Alat tangkap yang dominan digunakan di Perairan Pelabuhanratu dapat dilihat pada Gambar 5. 74

87 J u m l a h Jenis Alat Tangkap Gambar 5. Alat Tangkap yang Mendapat Izin Usaha di Perairan Pelabuhanratu Keempat, konflik lain yang sering terjadi akhir-akhir ini di Perairan Pelabuhanratu adalah karena masuknya kapal luar seperti Kapal Sibolga ke wilayah Pelabuhanratu. Menurut nelayan kecil di Pelabuhanratu, keberadaan kapal-kapal tersebut berdampak menurunnya harga ikan hasil tangkapan mereka. Diduga kapal Sibolga mengangkut ikan dalam jumlah yang sangat banyak sehingga mematikan harga ikan lokal. Tetapi berdasarkan hasil wawancara dengan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Sukabumi, konflik tersebut hanyalah karena kesalahpahaman nelayan kecil terhadap kedatangan Kapal Sibolga. Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang petugas pers di Pelabuhanratu, kapal Sibolga tidak memiliki izin penangkapan ikan di perairan Pelabuhanratu dan kapal Sibolga datang atau masuk ke Pelabuhan Perikanan Pelabuhanratu tidak untuk menangkap ikan melainkan hanya untuk membeli kebutuhan logistik kapal semata jika mereka kehabisan bahan logistik. Menurut beliau, nelayan di sekitar perairan 75

88 Pelabuhanratu hanya salah paham dengan keberadaan kapal tersebut. Sampai saat ini, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kabupaten Sukabumi berupaya menjelaskan kepada nelayan Pelabuhanratu tentang keberadaan kapal Sibolga di perairan Pelabuhanratu agar tidak terjadi kesalahpahaman lagi di antara nelayan Pelabuhanratu dan nelayan Sibolga 6.3. Hak-Hak terhadap Sumberdaya Ikan di Peraiaran Pelabuhanratu (Property Right) Hasil pengamatan di lapangan dapat disimpulkan bahwa semua aktor yang terlibat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu memiliki hak mengakses dan memanfaatkan sumberdaya ikan. Namun sampai saat ini hak tersebut belum dimanfaatkan oleh pemilik hak. Aktor yang memiliki hak untuk mengatur lebih berada di tangan KUD Mina, Kelompok Pengelola Rumpon, Kelompok Masyarakat Pengawas dan Pemerintah. Hal-hal yang diatur masing-masing aktor tersebut sesuai dengan fungsi dan peranan masing. Identifikasi hak pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Identifikasi Hak Terhadap Sumberdaya Ikan di Pelabuhanratu No Jenis Hak KUD Mina Kelompok Pengelola Rumpon Kelompok Masyarakat Pengawas HNSI Kelompok Nelayan Informal Pemerintah Daerah 1 Akses dan Memanfaatkan 2 Mengatur 3 Ekslusif 4 Mengalihkan Sumber: Data Primer, 2012 (Diolah) 76

89 Semua aktor dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu samasama memiliki hak untuk mengakses dan memanfaatkan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu tersebut selama aktor-aktor tersebut memiliki kemampuan. Hal ini dikarenakan sifat sumberdaya perikanan yang open access dan common property. Tidak ada satu kelembagaan apapun yang melarang seseorang untuk mengakses dan memanfaatkan sumberdaya perikanan selama seseorang tersebut mengakses dan memanfaatkan sumberdaya tersebut tidak mengganggu orang lain yang memiliki hak yang sama, serta mengikuti aturan yang berlaku. Jika semua aktor memiliki hak akses tetapi tidak semua memiliki hak mengatur dan hak mengelola. Hak ini hanya dimiliki oleh KUD Mina, Kelompok Pengelola Rumpon, Kelompok Masyarakat Pengawas, dan Pemerinah. Aktor-aktor tersebutlah yang berhak mengatur jalannya pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu dan memiliki kekuatan hukum atas hak tersebut. Sedangkan HNSI dan Kelompok Nelayan Informal tidak berhak mengatur jalannya pengelolaan dan pemanfaatan suumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Hak eksklusif hanya dimiliki oleh Kelompok Pengelola Rumpon dan pemerintah. Hanya kedua aktor inilah yang berhak untuk menentukan siapa yang boleh memiliki hak akses dan menentukan apakah hak akses tersebut dapat dialihkan kepada orang lain. Kedua aktor ini punya kendali dalam pengeloaan sumberdaya perikanan, yaitu Kelompok Pengelola Rumpon punya kendali dalam pengeloaan rumpon dan aturan main terkait rumponnya, sedangkan pemerintah punya kendali terkait pengelolaan sumberdaya ikan secara keseluruhan. Hak mengalihkan hanya dimiliki oleh pemerintah. Hanya pemerintah yang berhak menjual atau mengalihkan 77

90 keempat hak tersebut. Hal ini didukung oleh hak pemerintah yang memiliki kesemua hak dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Pemerintah memegang kendali penuh dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di seluruh wilayah perairan Indonesia termasuk wilayah Perairan Pelabuhanratu. Ostrom dan Schlager (1996) mengelompokkan individu atau kelompok berdasarkan hak-hak terhadap sumberdaya alam seperti berikut: 1) Owner, yaitu individu atau kelompok yang memiliki hak akses (access right), hak memanfaatkan (withdrawal right), hak manajemen (management right), hak eksklusif, dan hak mengalihkan. Sesuai pengertian tersebut maka Ower dalam hal ini adalah pemerintah. 2) Proprietor, yaitu individu atau kelompok yang memiliki hak akses, hak memanfaatkan, hak manajemen, dan hak eksklusif. Proprietor dalam pengertian ini adalah Kelompok Pengelola Rumpon. 3) Claimant, yaitu individu atau kelompok yang memiliki hak akses, hak pemanfaatan, dan hak manajemen. Claimant dalam hal ini adalah KUD Mina dan Kelompok Masyarakat Pengawas. 4) Authorized user, yaitu individu atau kelompok yang hanya memiliki hak akses dan hak memanfaatkan. Authorized user dalam hal ini adalah HNSI dan Kelompok Nelayan Informal. 5) Authorized entrant, yaitu individu atau kelompok yang hanya memiliki hak akses saja tanpa memiliki hak-hak lainnya. 78

91 VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU 7.1. Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu Identifikasi stakeholder dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai kepentingan dan pengaruh masing-masing stakeholder kemudian dipetakan dalam sebuah gambar seperti terlihat pada Gambar 6. Berdasarkan pemetaan tersebut dapat terlihat bahwa stakeholder yang paling dominan dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, sedangkan stakeholder yang paling lemah adalah aparat desa dan perbankan. Tabel 23. Identifikasi Stakeholder Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Pelabuhanratu No Stakeholder Kepentingan Pengaruh 1 Industri Pengolahan Ikan 3,4 1,6 2 Kementerian Kelautan dan Perikanan RI 3,2 3,8 3 Dinas Kelautan dan Perikanan Prov. Jabar 3,2 3,6 4 Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Sukabumi 5,0 4,5 5 KUD Mina 3,5 3,5 6 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu 3,7 3,8 7 Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan 4,2 3,8 dan Perikanan Pelabuhanratu 8 Perguruan tinggi 3,2 4,0 9 Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kab. 4,3 3,8 Sukabumi 10 Kelompok Pengelola Rumpon 4,5 4,6 11 TPI 4,6 4,4 12 Bakul 4,9 4,4 13 Juragan/taweu 5,0 5,0 14 POKMASWAS 4,6 4,5 15 Aparat Desa 2,2 2,0 16 Perbankan 2,7 1,7 17 LEPP-M3R 2,7 2,5 18 Polisi Perairan 2,5 3,7 Sumber: Data Primer 2012, diolah

92 Pemetaan Stakeholder Kepentingan KUADRAN A (SUBJEK) KUADRAN B (PEMAIN) 3 2 KUADRAN C (PENONTON) KUADRAN D (AKTOR) Pengaruh 4 5 Keterangan: 1 = Indusitri Pengolahan Ikan 10 = Kelompok Pengelola Rumpon 2 = KKP RI 11 = TPI 3 = DKP Jawa Barat 12 = Bakul 4 = DKP Sukabumi 13 = Juragan/Taweu 5 = KUD Mina 14 = POKMASWAS 6 = PPNP 15 = Aparat Desa 7 = SatKer PSKPP 16 = Perbankan 8 = Perguruan Tinggi 17 = LEPP-M3R 9 = HNSI 18 = Polisi Perairan Gambar 6. Pemetaan Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Ikan Di Perairan Pelabuhanratu Berdasarkan hasil pemetaan aktor menurut derajat kepentingan dan pengaruhnya dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu dapat dilihat pada Gambar 6. Kuadran A (Subjek) ditempati oleh industri pengolahan sumberdaya ikan. Artinya, kelompok ini memiliki kepentingan tinggi dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu, akan tetapi tidak langsung terlibat (kurang terlibat) dalam pengambilan dan perumusan berbagai kebijakan 80

93 pengelolaan sumberdaya ikan tersebut. Kelompok ini memiliki ketergantungan tinggi dalam hal kepentingan ekonomi yang sangat dipengaruhi oleh kualitas sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu, yaitu untuk menjaga keberlangsungan industri pengolahan sumberdaya ikannya. Kuadran B (Pemain) dalam hal ini ditempati oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu termasuk Syahbandar Pelabuhanratu, Perguruan Tinggi, KUD Mina, Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Pelabuhanratu, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Sukabumi, Kelompok Masyarakat Pengawas Sumberdaya Ikan Pelabuhanratu (POKMASWAS), Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Bakul, Juragan/Taweu, dan Kelompok Pengelola Ikan Lainnya seperti Kelompok Pengelola Rumpon. Kelompok ini dinilai memiliki kepentingan dan pengaruh tinggi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu termasuk dalam hal perumusan berbagai peraturan baik formal maupun non-formal. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan kecil, nelayan mengatakan bahwa tingkat kesejahteraan dan ekonomi mereka biasa saja. Nelayan pemilik yang lebi berkuasa dalam menikmati sumberdaya ikan di Pelabuhanratu. Hal ini menunjukkan bahwa stakeholder yang memiliki kepentingan dan pengaruh tinggi dalam pengelolaan sumberdaya ikan belum benar-benar melaksanakan fungsinya. Didukung juga dengan belum adanya pengendalian kondisi supply dan demand sumberdaya ikan itu sendiri. 81

94 Kuadran C (Penonton) dalam analisis ini ditempati oleh aparat desa, Perbankan, dan LEPP-M3R. Kelompok ini dinilai tidak terlalu memiliki kepentingan dan pengaruh terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Aparat desa dapat mencari sumber perekonomian desa lainnya seperti kegiatan pertanian di sekitar desa selain kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Sedangkan Perbankan dan LEPP-M3R dapat mengembangkan aktivitas usahanya agar tidak tergantung pada keberadaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Kuadran D (Aktor) ditempati oleh polisi perairan. Kelompok ini dinilai memiliki pengaruh tinggi dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Namun, kelompok ini tidak memiliki kepentingan yang tinggi terhadap sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi sangat mempengaruhi pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu tersebut. Berdasarkan pemetaan stakeholder tersebut, sangatlah penting proporsi keterlibatan stakeholder yang tepat. Stakeholder- stakeholder yang dilibatkan dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu dibagi dua, yaitu stakeholder yang harus dilibatkan secara langsung dan stakeholder yang tidak harus dilibatkan secara langsung yang dipisahkan oleh garis diagonal pada Gambar 6. Stakeholder yang harus dilibatkan secara langsung meliputi: Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu termasuk Syahbandar Pelabuhanratu, Perguruan Tinggi, KUD Mina, Satuan Kerja Pengawasan 82

95 Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Pelabuhanratu, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Sukabumi, Kelompok Masyarakat Pengawas Sumberdaya Ikan Pelabuhanratu (POKMASWAS), Tempat Pelelangan Ikan (TPI), Bakul, Juragan/Taweu, Kelompok Pengelola Ikan Lainnya seperti Kelompok Pengelola Rumpon, dan Polisi Perairan. Sedangkan stakeholder yang tidak harus dilibatkan secara langsung diantaranya, Perbankan, Aparat Desa, LEPP-M3R, dan industri pengolahan sumberdaya ikan. Stakeholder-stakeholder ini harus tetap dilibatkan secara tidak langsung, misalnya melalui mendengar pendapat. Stakeholder yang harus dilibatkan secara langsung dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu dapat dikelompokkan berdasarkan hirarkinya menjadi lima kelompok. Pertama, kelompok nelayan yang dapat dikelompokkan menjadi kelompok nelayan formal dan kelompok nelayan informal. Kelompok nelayan formal adalah kelompok yang secara formal terdaftar sebagai organisasi nelayan di pemerintahan dan memiliki badan hukum. Kelompok ini antara lain kelompok pengelola rumpon, kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS) sumberdaya ikan, dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Sedangkan kelompok nelayan informal adalah kelompok yang secara formal tidak terdaftar sebagai kelompok nelayan di pemerintahan dan tidak memiliki badan hukum. Kelompok ini juga tidak menjadi anggota dari kelompok nelayan yang ada. Namun, keberadaan kelompok nelayan informal ini dianggap sangat berpengaruh terhadap pengelolaan sumberdaya ikan di Peraran Pelabuhanratu. Biasanya kelompok ini diketuai dan dimotori oleh seorang Juragan/Taweu. 83

96 Kedua, tingkat pemerintah, yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Pelabuhanratu, Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu (PPNP), dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah mengatur bahwa pemerintah kabupaten memiliki kewenangan pengelolaan sumberdaya ikan di wilayah perairan sekurang-kurangnya tiga perempat dari batas kewenanan Pemerintah Provinsi (12 mil). Ketiga, kelompok usaha/swasta. Kelompok ini umumnya ditempati oleh para bakul dan KUD Mina. Keberadaan kelompok swasta ini sangat bermanfaat bagi para nelayan, terutama dalam pengembangan modal usaha. Keempat, kelompok akademisi. Kelompok ini terdiri dari perguruan tinggi yang berada di sekitar Kabupaten Sukabumi. Kelima, kelompok keamanan yang ditempati oleh polisi perairan. Sebagian dari kelima kelompok tersebut sudah ada yang tidak berjalan sesuai fungsi dan kepentingannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan staf Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi dan staf Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu (PPNP) mengatakan bahwa KUD Mina tidak berfungsi dengan efektif. Sehingga sejak tahun 2011 Pengelolaan TPI telah diambil alih oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, yang sebelumnya dikelola oleh KUD Mina Fungsi dan Peran Masing-Masing Aktor/Stakeholder Hasil analisis aktor (stakeholder) pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu menatakan bahwa masing-masing aktor memiliki peran dan 84

97 kepentingan yang berbeda-beda. Akan tetapi, hubungan antar aktor tesebut harus tetap dijaga karena sangan menentukan dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu Kelompok Nelayan Formal lain: Kelompok nelayan formal memiliki peran dalam beberapa kegiatan, antara 1. Kelompok Pengelola Rumpon berperan dalam mengelola rumpon yang ada di Perairan Pelabuhanratu. 2. Kelompok Masyarakat Pengawas Sumberdaya Ikan (POKMASWAS) berperan dalam pengawasan sumberdaya ikan di lapangan. POKMASWAS dibentuk atas inisiatif masyarakat nelayan yang difasilitasi oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi. POKMASWAS juga berperan sebagai mediator antara masyarakat nelayan dengan pemerintah/petugas. 3. Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) berperan sebagai mediator antara nelayan yang menajdi anggotanya dengan pihak-pihak yang berkepentingan, khususya Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Pihak Perbankan, dan Pihak Swasta Kelompok Nelayan Informal Kelompok nelayan informal di Perairan Pelabuhanratu berperan dalam mengkoordinir nelayan-nelayan di luar angota kelompok nelayan formal. Kelompok nelayan informal ini dianggap sangat berperan dalam menjaga konflik pemanfaatn 85

98 sumberdaya ikan. Kelompok nelayan informal ini umumnya dikoordinir oleh para seuseupuh (orang yang dituakan) nelayan di sekitar Perairan Pelabuhanratu. Akan tetapi, selama ini kelompok nelayan informal ini belum banyak dilibatkan dalam pelaksanaan program pembangunan kelautan dan perikanan yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kelompok Pemerintah Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (KKP-RI) berperan dalam mengatur aktivitas Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu (PPNP) dan Satuan Pengawasan Sumberdaya Ikan Pelabuhanratu. Lembaga ini merupakan perpanjangan kepentingan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI di Perairan Pelabuhanratu. Kedua lembaga ini berada di bawah Direktorat Jenderal yang berbeda. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu berada di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, sedangkan Satuan Pengawasan Sumberdaya Ikan Pelabuhanratu berada di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Peraturan 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan mengatakan bahwa Pelabuhan Perikanan Nusantara berperan dalam mengatur kapal ikan yang datang dan pergi dari pelabuhan. Pelabuhan Perikanan mempunyai fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran.daerah operasional kapal ikan yang dilayani oleh PPNP tidak hanya mencakup wilayah 86

99 perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Berdasarkan keputusan menteri tersebut, Pelabuhan Perikanan dibagi menjadi empat kategori utama. Kategori tersebut antara lain: PPS (Pelabuhan Perikanan Samudera) PPN (Pelabuhan Perikanan Nusantara) PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) PPI (Pelabuhan Perikanan Ikan) Kategori ini menurut kapasitas dan kemampuan masing-masing pelabuhan dalam menangani kapal yang datang dan pergi serta letak dan posisi pelabuhan. Karakteristik kelas pelabuhan perikanan tersebut dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Karakteristik Kelas Pelabuhan Perikanan No Kriteria Pelabuhan PPS PPN PPP PPI 1 Daerah operasional kapal ikan yang dilayani 2 Fasilitas tambat/labuh kapal 3 panjang dermaga, dan kedalaman kolam Wilayah laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, dan laut lepas Wilayah laut teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial perairan pedalaman dan perairan kepulauan > 60 GT > 30 GT > 10 GT > 3 GT > 300 m dan >minus 3 m > 150 m dan > minus 3 m > 100 m dan > minus 2 m > 50 m dan > minus 2 m > 20 kapal (60 GT) 4 Kapasitas menampung kapal >100 kapal (6.000 GT) > 75 kapal (2.250 GT) > 30 kapal (300 GT) 5 Ekspor ikan Ya Tidak Tidak Tidak 7 Memiliki industri Ya Ya Tidak Tidak perikanan Sumber: Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Peraturan 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan 87

100 Pemerintah daerah memiliki peran yang terlibat secara langsung dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu yang terdiri dari beberapa instansi, diantaranya Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi. Peran Pemerintah Daerah antara lain adalah: 1. Membuat berbagai regulasi dan strategi implementasinya yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu, 2. Mediator antara pihak nelayan dengan pihak swasta dalam pengembangan usaha perikanan para nelayan, 3. Membina kelompok-kelompok pengawas dan kelompok nelayan dalam upaya membangun perikanan secara berkelanjutan, 4. Mengatur dan membuat berbagai perizinan yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu, 5. Mengatur aktivitas di Pelabuhan Perikanan Indonesia (PPI) dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI), 6. Memberdayakan kegiatan ekonomi masyarakat pesisir, khususnya nelayan di sekitar Pelabuhanratu. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Sukabumi Nomor 32 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Sukabumi, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan Pemerintah Daerah dan tugas pembantuan di bidang kelautan dan perikanan. Untuk 88

101 melaksanakan tugas pokok tersebut, berdasarkan Peraturan Bupati Sukabumi Nomor 49 Tahun 2010 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Dinas dan Perikanan Kabupaten Sukabumi melakukan fungsi antara lain: 1. Penyusunan rencana dan program kerja di bidang kelautan dan perikanan, 2. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang kelautan dan perikanan, 3. Pembinaan, pengendalian dan pengawasan tugas kesekretariatan, bidang pengendalian sumberday kelautan dan perikanan, bidang perikanan budidaya, bidnag pengolahan dan pemasaran hasil kelautan, dan bidang perikanan tangkap, 4. Pelaksanaan tugas pembantuan di bidang kelautan dan perikanan, 5. Pembinaan dan pengolahan administrasi, kepegawaian, keuangan, perlengkapan dan kesiapan, 6. Pemberian rekomendasi teknis untuk penerbitan perizinan oleh dinas terkait, 7. Pembinaan pengelolaan wilayah konservasi kelautan dan perikanan, 8. Pengawasan dan pengendalian teknis pasca penerbitan perizinan, 9. Pembinaan Unit Pelaksana Teknis Daerah, 10. Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan unit kerja lain, 11. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan tugas, 12. Pelaporan hasil pelaksanaan tugas 89

102 Kelompok Usaha/Swasta Kelompok usaha/swasta memiliki peran sebagai berikut: 1. Koperasi Unit Desa (KUD) Mina dahulunya berperan dalam mengelola pelelangan hasil tangkap nelayan. Akan tetapi sejak tahun 2011 pengelolaan pelelangan ikan telah diambil alih langsung oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi. Saat ini KUD Mina hanya berperan dalam menyalurkan kebutuhan logistik kapal-kapal perikanan yang beroperasi si Perairan Pelabuhanratu. 2. Bakul berperan dalam pemasaran hasil tangkapan nelayan di sekitar Perairan Pelabuhanratu. Hasil tangkapan nelayan kecil umumnya ditampung oleh para bakul yang ada di sekitar Perairan Pelabuhanratu. Bakul akan mamasarkan ikan hasil tangkapan nelayan ke konsumen dan para pengolah hasil perikanan yang ada di wilayah Pelabuhanratu. Selain membeli hasil tangkapan nelayan, sebagian besar bakul juga memberikan pinjaman kepada para nelayan Kelompok Keamanan Polisi perairan Pelabuhanratu berperan dalam menangani berbagai permasalahan kriminal atau konflik yang terjadi di sekitar Perairan Kabupaten Sukabumi termasuk Perairan Pelabuhanratu. Polisi juga berperan dalam menjalankan aktivitasnya dengan bekerjasama dengan Satuan Kerja Pengawasan Sumberdaya Ikan Pelabuhanratu dan Kelompok Masyarakat Pengawas. 90

103 7.3. Keterkaitan Antar Aktor Berdasarkan kerangak berpikir Ostrom (1990), aktor-aktor dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu yang tergolong dalam level penentu kebijakan (collective choice level) antara lain, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi. Kelompok ini berperan dalam menyusun dan menentukan kabijaka dan aturan main formal dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu. Sedangkan yang tergolong dalam level operasional (operational choice level) yaitu, kelompok usaha/swasta, kelompok nelayan formal, dan kelompok nelayan informal. Berdasarkan hasil analisis aktor pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu diperoleh bahwa selama ini masing-masing aktor dalam menjalankan perannya didasarkan pada keputusan masing-masing aktor. Hal ini disebabkan belum adanya suatu lembaga yang khusus untuk mengkoordinasikan masing-masing kepentingan aktor. Hal ini menyebabkan sering terjadinya konflik kepentingan dalam menjalankan ativitasnya. 91

104 Collective Choice Level Perguruan Tinggi Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Dinas Kelautan dan Perikanan Kelompok Pemerintah Dinas Kelautan dan Perikanan Kelompok Usaha/Swasta Operational Choice Level Kelompok Nelayan Formal Kelompok Nelayan Informal Gambar 7. Keterkaitan Antar Aktor Pengelolaan Sumberdaya Ikan di Perairan Pelabuhanratu Keterangan: : Garis Koordinasi : Garis Penyaluran Dana : Garis Konflik Aktor pemerintah seharusnya dapat menyatukan masing-masing kepentingan aktor, akan tetapi sampai saat ini belum dapat dilakukan secara optimal. Selama ini, pemerintah lebih cenderung bekerjasama dengan kelompok masyarakat formal daklam menjalankan program kerjanya. Sementara kelompok masyarakat informal jarang dilibatkan dalam progam kerja pemerintah, padahal kekuatan kelompok masyarakat informal yang umumnya dikendalikan oleh tokoh-tokoh seuseupuh nelayan di Pelabuhanratu harusnya bias dimanfaatkan. Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Sukabumi juga diharapkan dapat menjembatani para aktor di tingkat masyarakat dalam menyalurkan aspirasinya, akan tetapi sampai saat 92

105 ini dinilai masih kurang optimal. Hal ini mengakibatkan munculnya beberapa kelompok nelayan yang tidak percaya terhadap keberadaan HNSI bahkan tidak mengakuinya. Nelayan kecil umunya memandang bahwa HNSI hanya berpihak kepada para pengusaha perikanan dan pemilik kapal. Sehingga tidak jarang programprogram pemerintah untuk nelayan melalui HNSI cenderung hanya dinikmati oleh para pengusaha dan pemilik kapal. Nelayan kecil menilai program pemerintah berupa pemberian bantuan sering tidak tepat sasaran. Nelayan kecil hanyalah alat bagi para pengusaha dan pemilik kapal untuk mengusulkan permohonan bantuan yang pada akhirnya hanya mereka-mereka jugalah yang akan menikmatinya Efektivitas Fungsi Kelembagaan Non-Pasar Keefektifan fungsi dan peran suatu lembaga dilihat dari implementasinya di lapangan. Keefektifan tersebut dapat dilihat dari berbagai kategori dan sudut pandang. Biasanya penilaian kinerja dan fungsi kelembagaan tersebut akan lebih tepat jika dilhat dari berbagai sudut pandang termasuk dalam hal ini sudut pandang nelayan. Penelitian ini menggunakan indikator unsustainability, inequity, dan prosperity untuk melihat keefektifan fungsi kelembagaan non-pasar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu Unsustainability Indikator unsustainability digunakan untuk melihat sistem pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu apakah menunjukkan bahwa sumberdaya ikan tersebut berkelanjutan atau bahkan sudah punah. Hasil wawancara 93

106 dengan nelayan diperoleh bahwa hasil tangkapan ikan mereka tidak menentu dari tahun ke tahun dan juga setiap bulannya karena perbedaan musim panen ikan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu menunjukkan bahwa sumberdaya ikan di Pelabuhanratu berfluktuasi tetapi cenderung meningkat dari tahun Produksi ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu periode dapat dilihat pada Tabel 25. Tahun Tabel 25. Produksi ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhanratu Periode Tahun Produksi dan Nilai Produksi Ikan yang Didaratkan di Pelabuhan Produksi Nilai (Rp) Produksi dan Nilai Produksi Ikan yang Masuk ke Pelabuhan Produksi Nilai (Rp) Jumlah Produksi dan Nilai Produksi Ikan di Pelabuhan Produksi Nilai (Rp) (Kg) (Kg) (Kg) Sumber: PPNP, 2011 Berdasarkan Tabel 22. dapat dilihat bahwa volume produksi ikan Pelabuhan Nusantara Perikanan Pelabuhanratu pada tahun 2010 mengalami peningkatan diantaranya meningkatnya volume produksi ikan yang didaratkan di pelabuhan. Hal ini disebabkan meningkatnya volume produksi hasil tangkapan alat tangkap tuna longline, pancing tonda, payang, jaring rampus, trammel net, dan alat tangkap payang yang menggunakan perahu motor tempel walaupun kondisi umum cuaca tidak di 94

107 Perairan Teluk Pelabuhanratu dan Samudera Hindia sangat buruk sehigga sering terjadi gelombang pasang maupun badai. Selain musim ikan tidak menentu, perubahan alat tangkap yang dominan digunakan juga mempengaruhi peningkatan produksi hasil tangkapan yaitu dari alat tangkap yang dapat menangkap ikan yang bergerombol seperti alat tangkap payang dan gill net menjadi alat tangkap pancing tonda dengan alat bantu rumpon. Volume produksi ikan yang masuk ke pelabuhan melalui jalan darat juga mengalami kenaikan. Ikan tersebut didatangkan untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal terutama untuk jenis-jenis ikan yang tidak ada di pelabuhan. Kenaikan volume ikan hasil tangkapan tentu saja diiringi dengan kenaikan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan. Hal ini dikarenakan mutu ikan semakin bagus dan terjadinya peningkatan volume produksi ikan untuk tujuan ekspor. Selain itu nilai produksi ikan yang masuk ke pelabuhan melalui darat juga mengalami peningkatan. Produksi tangkapan ikan dan nilai produksi ikan di yang masuk dan didaratkan di Pelabuhanratu cenderung meningkat setiap tahunnya. Akan tetapi, pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu sudah tergolong ke dalam pengelolaan yang over fishing. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden didapat bahwa waktu melaut menjadi lebih panjang dari biasanya dan lokasi penangkapan menjadi lebih jauh dari biasanya (Tabel 26). Selain itu, ukuran ikan sasaran semakin kecil terlihat dari terjadinya pelanggaran jalur penangkapan karena ikan pada jalurnya semakin sedikit. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Wahyudin (2005) yang menunjukkan bahwa jumlah rata-rata input produksi (effort) aktual, baik ikan demersal maupun ikan pelagis lebih banyak dibandingkan effort optimalnya, 95

108 rente total dan rente nelayan bernilai negatif, dan diikuti dengan tingkat pendapatan bernilai negatif. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu saat ini telah termasuk dalam kondisi unsustainability. Sangat dibutuhkan peran kelembagaan non-pasar dalam memulihkan keadaan ini agar tercipta pengeloaan yang sustainability. Tabel 26. Waktu Melaut dan Lokasi Penangkapan Ikan oleh Nelayan Waktu Melaut Jumlah Persentase (%) Lokasi Penangkapan Jumlah Persentase (%) Semakin Panjang ,00 Semakin Jauh 28 93,00 Semaki Singkat 0 0 Semakin Dekat 0 0 Biasa Saja 0 0 Biasa saja 2 7,00 Sumber: Data Primer, Inequity Indikator inequity digunakan dalam penelitian ini untuk melihat apakah pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu sudah terkelola secara adil dan merata atau terjadi ketidakadilan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dikatakan adil dan merata dilihat dari kesamaan hak untuk mengakses dan memanfaatkan sumberdaya tersebut, pemerataan teknologi dan informasi, serta kesamaan hak untuk akses kelaut. Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan, pengelolaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu belum terkelola dengan adil dan merata. Sebagian besar pengambil kebijakan memiliki kepentingan pribadi dalam sebuah keputusan dikarenakan ratarata pemilik kapal yang ada di Perairan Pelabuhanratu adalah pejabat-pejabat daerah yang memiliki kepentingan dan pengaruh tinggi dalam pengambilan suatu keputusan. 96

109 Hanya orang-orang yang memiliki uang dan kedudukan yang menguasai lapangan dan pasar perikanan. Orang-orang yang menguasai teknologi yang memperoleh informasi tentang keberadaan ikan dan yang akan bertahan hidup. Setiap orang berhak mengakses dan memanfaatkan sumberdaya ikan akan tetapi jika tidak menguasai teknologi, tidak semua orang akan bertahan dan dapat menikmati hasil laut. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu tergolong ke dalam pengelolaan yang inequity. Program yang dilakukan pemerintah belum mengarah kepada pembinaan kepada nelayan terkait teknologi penangkapan ikan dan kurangnya informasi yang diperoleh nelayan kecil terkait penyebaran ikan di laut Prosperity Indikator prosperity ini digunakan untuk melihat bagaimana tingkat kesejahteraan nelayan dan kepemilikan nelayan. Indikator prosperity dilakukan untuk melihat ada tidaknya perbaikan kehidupan ekonomi nelayan khususnya nelayan kecil. Nelayan dapat dikatakan tingkat ekonominya meningkat jika ada perubahan dari keadaan ekonomi sekarang menjadi lebih baik dari ekonomi sebelumnya. Tingkat kesejahteraan nelayan di Pelabuhanratu dapat dilihat dengan dibandingkan antara nelayan sebelum menggunakan rumpon dan setelah menggunakan rumpon. Akan tetapi responden di lapangan diambil secara acak dan hanya fokus pada alat tangkap tertentu sehingga sulit dibandingkan. Nelayan menangkap ikan sesuai musimnya yang berarti memungkinkan perubahan pendapatan setiap bulannya. 97

110 Tabel 26 menunjukkan bahwa waktu penangkapan ikan semakin panjang dan lokasi penangkapan ikan semakin jauh. Hal ini memungkinkan biaya operasional penangkapan ikan akan semakin meningkat sedangkan jumlah produksi tangkapan ikan tidak menentu dan tergantung musim ikannya, yang berarti pendapatan nelayan dan tingkat ekonomi nelayan akan menurun. Kondisi ini diperparah dengan makin banyaknya nelayan yang bersaing ingin menangkap ikan di Perairan Pelabuhanratu seperti terlihat pada Tabel 17. Keadaan ini menunjukkan tingkat prosperity nelayan tidak mengalami peningkatan justru semakin buruk. 98

111 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER ANALISIS FUNGSI KELEMBAGAAN NON-PASAR (NON- MARKET INSTITUTIONS) DALAM EFISIENSI ALOKASI SUMBERDAYA PERIKANAN (Studi Kasus: Pelabuhanratu, Kab. Sukabumi) RIAKANTRI SIREGAR DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

112 Bagian Pertama: Identifikasi Masyarakat Pesisir di Kelurahan Pelabuhanratu Nama Jabatan Umur Alamat : : : : Instansi : Pemerintahan Kelurahan Pertanyaan 1. Bagaimana jumlah dan komposisi penduduk sekitar pesisir Perairan Pelabuhanratu, berdasarkan: Jenis kelamin, Kelompok umur, Mata pencaharian Etnis, Kepercayaan (Agama) 2. Bagaimana profesi atau mata pencaharian masyarakat? Mata pencaharian apa saja yang ada di masyarakat: Nelayan Petani Peternak Pedagang PNS Dokter Bidan TNI Polri Notaris Bagaimana komposisi jumlah penduduk pada masing-masing mata pencaharian tersebut? 3. Bagaimana komposisi masyarakat berdasarkan tingkat ekonomi? Berapa jumlah orang kaya, menengah, dan miskin di wilayah sekitar Perairan Pelabuhanratu Bagaimana tingkat paling tinggi dari setiap kelas ekonomi tersebut? 4. Adakah sejarah tentang desa, kampong, dan masyarakat nelayan di sekitar Perairan Pelabuhanratu?

113 Bagian Kedua : Identifikasi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Nama Jabatan Umur Alamat : : : : Instansi : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi 1. Berapa potensi lestari sumberdaya ikan di perairan Pelabuhanratu?. (ton/tahun) 2. Berapa persen yang sudah dimanfaatka secara optimal?..(%) 3. Bagaimana trend pemanfaatan sumberdaya ikan selama sepuluh tahun terkahir? Meningkat Menurun Tetap 4. Berapa jumlah armada kapal ikan yang ada di perairan Pelabuhanratu? No Jenis Kapal Yang Berizin Yang Tidak Berizin Total 1 Perahu tanpa motor 2 < 5 GT GT GT 5 >30 GT Total 5. Berapa jumlah alat tangkap yang ada di perairan Pelabuhanratu? N Jenis Alat Yang Yang Tidak Total Jenis Ikan yang o Tangkap Berizin Berizin Tertangkap Total

114 6. Apa saja organisasi nelayan yang ada di perairan Pelabuhanratu? 7. Bagaimana peran masing-masing organisasi tersebut? N o Organisasi Mengawasi pemanfaatan sumberdaya ikan Menentukan jumlah ikan yang bleh ditangkap Peran Menentukan ukuran ikan yang bleh ditangkap Menentukan jenis alat tangkap yang dipergunakan Memberikan sanksi kepada nelayan yang melanggar 8. Adakah peraturan formal yang mengatur pengelolaan sumberdaya ikan di perairan Pelabuhanratu? Ada Ada, tetapi belum berjalan efektif Belum ada 9. Jika ada, jenis peraturan formal apa saja? Peraturan Pemerintah Peraturan Menteri Peraturan Daerah 10. Adakah peraturan informal di tingkat masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan? Ada Ada, tetapi belum berjalan efektif dan bahkan tidak berjalan Tidak ada 11. Apa saja yang diatur dalam peraturan tersebut? N o Jenis Peraturan 1 Peraturan Pemerintah 2 Peraturan Menteri 3 Peraturan Daerah 4 Kesepakatan Bersama Jumlah Tangkapan Hal-hal yang Diatur Partisipasi Pengawasan Penegakan Nelayan Hukum

115 12. Apa saja jenis armada perikanan tangkap yang harus memiliki izin di perairan Pelabuhanratu? No Jenis Kapal Jenis Perizinan SIUP SIPI SK 1 Perahu tanpa motor 2 < 5 GT GT GT 5 >30 GT Total Keterangan : SIUP : Surat Izin Usaha Perikanan SIPI SK : Surat Izin Penangkapan Ikan : Surat Keterangan 13. Jenis alat tangkap apa saja yang diizinkan di perairan Pelabuhanratu? No Nama Lokal Jenis Alat Tangkap Yang Memberikan Izin Catatan : Apakah sesuai dengan Kepmen yang ada? 14. Apakah pernah terjadi konflik antar nelayan di perairan Pelabuhanratu? Pernah (lanjut ke pertanyaan No. 15) Belum pernah 15. Bagaimana tingkat intensitas konflik selama sepuluh tahun terakhir? Sering Sewaktu-waktu 16. Apa penyebab terjadinya konflik? Pelanggaran jalur penangkapan ikan Penurunan jumlah tangkapan ikan Penggunaan alat tangkap Lainnya, Sebutkan 17. Bagaimana penyelesaian konflik antar nelayan? 18. Bagaimana peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terkait penyelesaian konflik antar nelayan?

116 19. Bagaimana peran kelembagaan formal maupun non-formal dalam menyelesaikan konflik antar nelayan tersebut? 20. Bagaimana peran kelembagaan non-pasar dalam pengalokasian sumberdaya ikan di Pelabuhanratu? Sangat berperan Kurang berperan Tidak berperan 21. Bagaimana peran kelembagaan non-pasar dalam menyelesaikan konflik antar nelayan? 22. Bagaimana pelaksanaan mandat Undang-Undang RI maupun Peraturan Daerah dalam pengeloaan sumberdaya ikan di Pelabuhanratu? Efektif Tidak efektif

117 Bagian Ketiga : Identifikasi Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Oleh Nelayan Nama Umur Alamat : : : Daerah Asal : 1. Sudah berapa lama bapak bekerja sebagai nelayan? (tahun) 2. Usaha ini dimulai oleh: Diri sendiri Orang tua Anggota keluarga yang lain, Sebutkan 3. Alasan memilih pekerjaan ini: Berdasarkan keahlian Tidak ada pilihan lain Memiliki peluang keuntungan yang lebih besar 4. Usaha ini dikelola oleh: Diri sendiri Diri sendiri dibantu dengan istri dan anak, sebanyak.. orang 5. Jenis alat tangkap yang digunakan: Nama Lokal Jenis Alat Tangkap Jumlah 6. Ukuran Kapal: Hasil tangkapan/trip = Lama perjalanan per trip = Bagaimana tingkat hasil tangkapan setelah adanya rumpon? Meningkat, Menurun, Biasa saja

118 10. Bagaimana terkait jarak tangkapan setelah adanya rumpon? Lebih jauh Lebih dekat Sama saja 11. Seberapa besar pengaruh hal-hal di bawah ini pada pendapatan RT bapak? Faktor Pengaruh Keterangan Besar Kecil Hasil panen Umur Pendidikan Pengalaman bekerja Jumlah Tenaga Kerja Pendapatan Sampingan 12. Dimana bapak selama ini melakukan penangkapan ikan? Di dalam teluk Di luar teluk 13. Hasil tangkapan ikan digunakan untuk: Keterangan Seluruhnya Separohnya Sedikit Dijual ke pedagang Dijual langsung ke konsumen Konsumsi pribadi keluarga 14. Ikan yang by cacth digunakan untuk: Total pengeluaran rumah tangga dalam satu bulan: No Komponen Pengeluaran Nominal/bulan (Rp) Keterangan 1 Pangan 2 Sandang 3 Papan (listrik, air, telpon, dll) 4 Pendidikan 5 Kesehatan, Hiburan, dan Kegiatan Sosial 16. Apakah pernah terjadi konflik antar nelayan di perairan Pelabuhanratu? Pernah (lanjut ke pertanyaan 12) Belum pernah 17. Bagaimana tingkat intensitas konflik selama sepuluh tahun terakhir? Sering Sewaktu-waktu

119 18. Apa penyebab terjadinya konflik? Pelanggaran jalur penangkapan ikan Penurunan jumlah tangkapan ikan Penggunaan alat tangkap Lainnya, Sebutkan 19. Bagaimana penyelesaian konflik antar nelayan? 20. Bagaimana peran Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terkait penyelesaian konflik antar nelayan? 21. Bagaimana peran kelembagaan formal maupun non-formal dalam menyelesaikan konflik antar nelayan tersebut? 22. Bagaimana peran kelembagaan non-pasar dalam pengalokasian sumberdaya ikan di Pelabuhanratu? Sangat berperan Kurang berperan Tidak berperan Bagaimana peran kelembagaan non-pasar dalam menyelesaikan konflik antar nelayan? 23. Bagaimana upaya pemerintah dalam membantu masyarakat nelayan? Adakah bantuan dari pemerintah kepada nelayan? Ada, berupa. Tidak ada 24. Aktor manakah yang paling dominan dan paling lemah dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu? 25. Bagaimana peran HNSI dan KUD Mina selama ini dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Perairan Pelabuhanratu dan dalam menjembatani nelayan dengan pihak pemerintah maupun pihak swasta?

120 Bagian Keempat : Identifikasi Organisasi Nelayan Nama : Jabatan : Umur : Alamat : Nama Organisasi : Himpunana Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Gabungan Kelompok Tani Ikan Koperasi.. 1. Sudah berapa lama organisasi ini berjalan?. 2. Apakah anggota mengetahui dan mengerti prosedur, norma, dan tugas organisasi? (Y/T) 3. Seberapa banyak anggota yang mengertahui dan mengerti prosedur, norma, dan tugas organisasi tersebut? Sebagian besar anggota Beberapa anggota Hanya sedikit anggota 4. Apakah organisasi ikut berperan dalam menyelesaikan permasalahan anggotanya? (Y/T) 5. Bagaimana kapasitas organisasi terkait hal: No Permasalahan Sangat Baik Baik Kurang 1 Pelatihan dan pertemuan 2 Mengawasi program kegiatan 3 Menyiapkan laporan keuangan bank, sponsor, atau pemerintah 4 Perencanaan ke depan 5 Memecahkan konflik di dalam organisasi 6 Memecahkan masalah dengan organisasi lain 7 Menghadapi perubahan di dalam organisasi 6. Apakah organisasi mengidentifikasi dengan jelas kebutuhan utama anggotanya? (Y/T)

121 7. Selama tiga tahun terakhir ini, apakah ada tuntutan dari anggota? (Y/T) 8. Apakah organisasi mampu menyalurkan tuntutan dari anggota tersebut? (Y/T) 9. Adakah permasalahan dalam organisasi yang belum terpecahkan sampai saat ini? Ada Tidak ada

122 Bagian Kelima: Identifikasi Stakeholder Nama : Jabatan : Umur : Alamat : Nama Organisasi : Pertanyaan 1. Stakeholder apa saja menurut Anda yang berperan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu? No Nama Lembaga 2. Bagaimana setiap stakeholder dalam melaksanakan perannya? Sangat berperan Kurang berperan Tidak berperan 3. Siapa stakeholder yang paling dominan dan paling lemah dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu?

123 4. Bagaimana tingkat kepentingan stakeholder berikut dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di Pelabuhanratu? Beri tanda (V) Kepentingan Aktor Industri Pengolahan KKPRI DKP Prov. Jabar DKP Kab. Sukabumi KUD Mina PPNP SatKerPeng. SKPP Perguruan tinggi HNSI Kelompok Pengelola Rumpon TPI Bakul Juragan/taweu POKMASWAS Aparat Desa Perbankan LEPP-M3R Polisi Perairan (Keterangan: 1=rendah, 2=kurang tinggi, 3=cukup tinggi, 4=tinggi, 5=sangat tinggi)

124 5. Bagaimana pengaruh aktor berikut dalam pengelolaan sumberdaya ikan terkait pengambilan keputusan di Perairan Pelabuhanratu? Beri tanda (V) Pengaruh Aktor Industri Pengolahan KKPRI DKP Prov. Jabar DKP Kab. Sukabumi KUD Mina PPNP SatKerPeng. SKPP Perguruan tinggi HNSI Kelompok Pengelola Rumpon TPI Bakul Juragan/taweu POKMASWAS Aparat Desa Perbankan LEPP-M3R Polisi Perairan (Keterangan: 1=rendah, 2=kurang tinggi, 3=cukup tinggi, 4=tinggi, 5=sangat tinggi)

125 Lampiran 3. Jenis Kapal dan Alat Tangkap yang Diberi Izin Usaha di Perairan Pelabuhanratu Tahun 2011 Bulan Ukuran Jumlah Jenis Izin Jenis Alat Tangkap Jumlah Kapal Januari 5 10 GT 23 SIUP, Pancing Tonda 23 SIPI/SIKPI GT 52 SIUP, Jaring Rampus 24 SIPI/SIKPI Long Line 23 Pengangkut 1 Gill Net 4 > 30 GT 11 SIUP, SIPI/SIKPI Long Line 11 Februari 5 10 GT 37 SIUP, Pancing Tonda 37 SIPI/SIKPI GT 36 SIUP, SIPI/SIKPI > 30 GT 9 SIUP, SIPI/SIKPI Maret 5 10 GT 28 SIUP, SIPI/SIKPI GT 29 SIUP, SIPI/SIKPI > 30 GT 25 SIUP, SIPI/SIKPI April 5 10 GT 21 SIUP, SIPI/SIKPI GT 43 SIUP, SIPI/SIKPI > 30 GT 20 SIUP, SIPI/SIKPI Pancing Tonda 1 Jaring Rampus 17 Long Line 13 Gill Net 4 Pancing Rawai 1 Long Line 8 Pengangkut 1 Pancing Tonda 28 Pancing Tonda 1 Jaring Rampus 15 Long Line 10 Gill Net 2 Pengangkut 1 Long Line 21 Pengangkut 4 Pancing Tonda 20 Long Line 1 Pancing Tonda 2 Jaring Rampus 10 Long Line 21 Gill Net 5 Pengangkut 2 Pancing Rawai 1 Purse Seine 1 Long Line 17 Gill Net 1 Pengangkut 2

126 Mei 5 10 GT 13 SIUP, SIPI/SIKPI GT 39 SIUP, SIPI/SIKPI > 30 GT 21 SIUP, SIPI/SIKPI Juni 5 10 GT 20 SIUP, SIPI/SIKPI GT 38 SIUP, SIPI/SIKPI Pancing Tonda 10 Gill Net 1 Purse Seine 2 Jaring Rampus 13 Long Line 17 Gill Net 6 Pengangkut 2 Purse Seine 1 Long Line 19 Pengangkut 2 Pancing Tonda 20 Jaring Rampus 6 Long Line 21 Gill Net 9 Pengangkut 2 > 30 GT 16 SIUP, Long Line 13 SIPI/SIKPI Pengangkut 3 Juli 5 10 GT 18 SIPI Pancing Tonda GT 48 SIPI Jaring Rampus 14 Long Line 26 Gill Net 3 Pengangkut 3 Penelitian 2 > 30 GT 18 SIPI Long Line 17 Pengangkut 1 Agustus 5 10 GT 14 SIUP, SIPI/SIKPI GT 31 SIUP, SIPI/SIKPI > 30 GT 14 SIUP, SIPI/SIKPI September 5 10 GT 18 SIUP, SIPI/SIKPI GT 34 SIUP, SIPI/SIKPI > 30 GT 10 SIUP, SIPI/SIKPI Oktober 5 10 GT 19 SIUP, SIPI/SIKPI Pancing Tonda 11 Purse Seine 3 Jaring Rampus 8 Long Line 21 Gill Net 1 Purse Seine 1 Long Line 13 Pengangkut 1 Pancing Tonda 18 Long Line 19 Gill Net 3 Pengangkut 2 Long Line 9 Pengangkut 1 Pancing Tonda 18 ***

127 11 30 GT 28 SIUP, SIPI/SIKPI > 30 GT 12 SIUP, SIPI/SIKPI November 5 10 GT 18 SIUP, SIPI/SIKPI GT 32 SIUP, SIPI/SIKPI > 30 GT 13 SIUP, SIPI/SIKPI Desember 5 10 GT 8 SIUP, SIPI/SIKPI GT 46 SIUP, SIPI/SIKPI Keterangan: > 30 GT 16 SIUP, SIPI/SIKPI Jaring Rampus 5 Long Line 18 Pancing Rawai 1 Pengangkut 4 Long Line 12 Pancing Tonda 17 Purse Seine 1 Jaring Rampus 4 Long Line 20 Gill Net 6 Pengangkut 2 Long Line 13 Pancing Tonda 8 Jaring Rampus 6 Long Line 31 Gill Net 5 Pengangkut 3 Pancing Rawai 1 Long Line 16 *** artinya ada satu kapal yang tidak diketahui alat tangkap yang digunakan

128 Lampiran 4. Dokumentasi Penelitian Gambar Formulir Pengajuan Kartu Nelayan Gambar Pancing Layur Gambar Alat Bantu Rumpon

129 Gambar Jaring Gambar Kondisi Pelabuhan Pada Saat Musim Barat Di Pelabuhanratu

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis

I. PENDAHULUAN. dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki 17.508 pulau dengan dua pertiga wilayahnya berupa perairan serta memiliki jumlah panjang garis pantai 91.000

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumberdaya alam (SDA) adalah segala sesuatu yang diperoleh dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumberdaya alam (SDA) adalah segala sesuatu yang diperoleh dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi, Karakteristik, dan Persoalan Pengelolaan Sumberdaya Alam Sumberdaya alam (SDA) adalah segala sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu

VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu VII. PENGELOAAN SUMBERDAYA IKAN DI PERAIRAN PELABUHANRATU 7.1. Analisis Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Di Pelabuhanratu Identifikasi stakeholder dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai kepentingan

Lebih terperinci

MK. Ekonomi Kelembagaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (ESL 327)

MK. Ekonomi Kelembagaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (ESL 327) MK. Ekonomi Kelembagaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (ESL 327) Departemen Ekonomi Sumber Daya & Lingkungan Fakultas Ekonomi & Manajemen Institut Pertanian Bogor Flashback materi minggu lalu RELASI KELEMBAGAAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER Lampiran 1. Kuisioner Penelitian KUESIONER ANALISIS FUNGSI KELEMBAGAAN NON-PASAR (NON- MARKET INSTITUTIONS) DALAM EFISIENSI ALOKASI SUMBERDAYA PERIKANAN (Studi Kasus: Pelabuhanratu, Kab. Sukabumi) RIAKANTRI

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian

IV. METODE PENELITIAN. Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis fungsi kelembagaan perikanan ini dilaksanakan di Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam pembangunan nasional mempunyai peranan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di masa mendatang, serta mempunyai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

VI. KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PELABUHANRATU. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di perairan

VI. KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PELABUHANRATU. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di perairan VI. KELEMBAGAAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI PELABUHANRATU Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di perairan Pelabuhanratu selama ini mengacu kepada peraturan formal yang ditetapkan dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut dan sumberdaya alam yang dikandungnya dipahami secara luas sebagai suatu sistem yang memberikan nilai guna bagi kehidupan manusia. Sebagai sumber kehidupan, potensi

Lebih terperinci

II. PENDEKATAN TEORITIS

II. PENDEKATAN TEORITIS II. PENDEKATAN TEORITIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Kepemilikan Sumber Daya (Property rights) Kondisi tragedy of the common didorong oleh kondisi sumber daya perikanan yang bersifat milik bersama

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah laut Indonesia terdiri dari perairan teritorial seluas 0,3 juta km 2, perairan laut Nusantara seluas 2,8 juta km 2 dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem terumbu karang mempunyai produktivitas organik yang tinggi. Hal ini menyebabkan terumbu karang memilki spesies yang amat beragam. Terumbu karang menempati areal

Lebih terperinci

PENGANTAR EKONOMI KELEMBAGAAN (ESL224)

PENGANTAR EKONOMI KELEMBAGAAN (ESL224) PENGANTAR EKONOMI KELEMBAGAAN (ESL224) KULIAH 11: TEORI PROPERTY RIGHTS Koordinator : Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL) Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Lebih terperinci

2 KERANGKA PEMIKIRAN

2 KERANGKA PEMIKIRAN 2 KERANGKA PEMIKIRAN Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dirumuskan pada Bab Pendahuluan, maka penelitian ini dimulai dengan memperhatikan potensi stok sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tanah. Air dalam pengertian ini termasuk air permukaan, air tanah, air hujan dan

TINJAUAN PUSTAKA. tanah. Air dalam pengertian ini termasuk air permukaan, air tanah, air hujan dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sumberdaya Air Air adalah semua air yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah. Air dalam pengertian ini termasuk air permukaan, air tanah, air hujan dan

Lebih terperinci

MK. Ekonomi Kelembagaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (ESL 327)

MK. Ekonomi Kelembagaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (ESL 327) MK. Ekonomi Kelembagaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan (ESL 327) Tim Pengajar Dr. Aceng Hidayat, MT. (PJMK) Dr. Eva Anggraini, M.Si Kastana Sapanli, M.Si Prima Gandhi, M.Si Departemen Ekonomi Sumber Daya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMlKIRAN DAN HIPOTESIS

III. KERANGKA PEMlKIRAN DAN HIPOTESIS III. KERANGKA PEMlKIRAN DAN HIPOTESIS 3.1. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dalam Pembangunan Wilayah Kesalahan mengadopsi konsep pembangunan dari luar yang dilaksanakan di masa Orde Baru terbukti telah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi perikanan Indonesia diestimasi sekitar 6,4 juta ton per tahun, dengan tingkat pemanfaatan pada tahun 2005 telah mencapai 4,408 juta ton, dan tahun 2006 tercatat

Lebih terperinci

X. ANALISIS KEBIJAKAN

X. ANALISIS KEBIJAKAN X. ANALISIS KEBIJAKAN 10.1 Alternatif Kebijakan Tahapan analisis kebijakan pada sub bab ini merupakan metode pengkajian untuk menghasilkan dan mentransformasikan flow of thinking dari serangkaian analisis

Lebih terperinci

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi

VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN. perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah alokasi VIII. PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN TANGKAP YANG BERKELANJUTAN Hasil analisis LGP sebagai solusi permasalahan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Morowali memperlihatkan jumlah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya ikan merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang bersifat terbarukan (renewable). Disamping itu sifat open access atau common property yang artinya pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu

I. PENDAHULUAN. dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera dan pulau-pulau di sekitarnya memiliki 570 jenis spesies ikan tawar dan 46 jenis diantaranya merupakan ikan endemik (Syandri, 2008). Salah satu jenis ikan endemik

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan bahan pangan dan gizi yang lebih baik, permintaan ikan terus meningkat dari tahun ke tahun. Permintaan ikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor

I. PENDAHULUAN. dalam PDB (Produk Domestik Bruto) nasional Indonesia. Kontribusi sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor andalan bagi Indonesia untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, baik dalam skala lokal, regional maupun negara, dimana sektor

Lebih terperinci

PROPERTY RIGHT (HAK KEPEMILIKAN) DALAM EKONOMI KELEMBAGAAN

PROPERTY RIGHT (HAK KEPEMILIKAN) DALAM EKONOMI KELEMBAGAAN PROPERTY RIGHT (HAK KEPEMILIKAN) DALAM EKONOMI KELEMBAGAAN PENGERTIAN PROPERTY RIGHTS Banyak yang mengartikan property sebagai benda (a thing). Namun penelusuran ilmiah oleh para ahli hukum, ekonomi, politik,

Lebih terperinci

Teori Sumberdaya Bersama (Common- Pool Resource / Common Property Resource)

Teori Sumberdaya Bersama (Common- Pool Resource / Common Property Resource) Teori Sumberdaya Bersama (Common- Pool Resource / Common Property Resource) Kuliah Pengelolaan Kolaboratif Sumberdaya Alam Soeryo Adiwibowo Tragedi Sumberdaya Bersama (Tragedy of the Common, Garret Hardyn)

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

ORGANISASI IRIGASI DALAM OPERASIONAL DAN PERAWATAN IRIGASI i

ORGANISASI IRIGASI DALAM OPERASIONAL DAN PERAWATAN IRIGASI i ORGANISASI IRIGASI DALAM OPERASIONAL DAN PERAWATAN IRIGASI i Dwi Priyo Ariyanto Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Sumberdaya air saat ini semakin sulit serta mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi

6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu 6.2 Analisis Faktor Teknis Produksi 93 6 PEMBAHASAN 6.1 Unit Penangkapan Bagan Perahu Unit penangkapan bagan yang dioperasikan nelayan di Polewali, Kabupaten Polewali Mandar berukuran panjang lebar tinggi adalah 21 2,10 1,8 m, jika dibandingkan

Lebih terperinci

BAB 9 IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB 9 IMPLIKASI KEBIJAKAN BAB 9 IMPLIKASI KEBIJAKAN Kegiatan perikanan tangkap sangat tergantung pada tersedianya sumberdaya perikanan, baik berupa sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun sumberdaya buatan (sarana dan prasarana

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan subsektor perikanan tangkap semakin penting dalam perekonomian nasional. Berdasarkan data BPS, kontribusi sektor perikanan dalam PDB kelompok pertanian tahun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu-isu tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam, seperti air, tanah, hutan dan kelautan-perikanan, merupakan topik yang semakin penting dalam kajian akademik,

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Daerah Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu terletak di Kecamatan Palabuhanratu yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber daya perikanan dapat dipandang sebagai suatu komponen dari ekosistem perikanan dan memiliki peranan ganda sebagai faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA

SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA SINERGISITAS PERIKANAN TANGKAP DENGAN PARIWISATA BAHARI DI PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT ADI GUMBARA PUTRA MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

3. RUANG LINGKUP SUMBER DAYA ALAM

3. RUANG LINGKUP SUMBER DAYA ALAM 3. RUANG LINGKUP SUMBER DAYA ALAM I. Klasifikasi Sumber Daya Alam (SDA) Secara Umum Sumber Daya alam dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok ( b dasarkan Skala Waktu Pembentukan ) a. Kelompok Stock, yaitu:

Lebih terperinci

ANALISIS PERENCANAAN PENGADAAN PERSEDIAAN TUNA PADA PT TRIDAYA ERAMINA BAHARI MUARA BARU JAKARTA

ANALISIS PERENCANAAN PENGADAAN PERSEDIAAN TUNA PADA PT TRIDAYA ERAMINA BAHARI MUARA BARU JAKARTA ANALISIS PERENCANAAN PENGADAAN PERSEDIAAN TUNA PADA PT TRIDAYA ERAMINA BAHARI MUARA BARU JAKARTA SKRIPSI ELA ELAWATI H34050118 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

MATERI 1. Pendahuluan. I. Ruang Lingkup MSDA Kema hubungan antara sistem ekonomi dan sistem lingkungan (Tietenberg, 1992)

MATERI 1. Pendahuluan. I. Ruang Lingkup MSDA Kema hubungan antara sistem ekonomi dan sistem lingkungan (Tietenberg, 1992) MATERI 1 Pendahuluan I. Ruang Lingkup MSDA Kema hubungan antara sistem ekonomi dan sistem lingkungan (Tietenberg, 1992) Sistem Ekonomi Luaran perusahaan Rumahtangga a Masukan Produksi Konsumsi Sistem pendukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

KONFLIK DAN REZIM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM (Kuliah VII)

KONFLIK DAN REZIM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM (Kuliah VII) KONFLIK DAN REZIM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM (Kuliah VII) Tim Pengajar MK Ekologi Manusia 2010 HAK KEPEMILIKAN (PROPERTY RIGHT) Rezim Hak Kepemilikan Hak Kepemilikan Tipe Hak Kepemilikan Akses Terbuka

Lebih terperinci

POSITION PAPER KPPU TERKAIT KEBIJAKAN KLASTER PERIKANAN TANGKAP

POSITION PAPER KPPU TERKAIT KEBIJAKAN KLASTER PERIKANAN TANGKAP POSITION PAPER KPPU TERKAIT KEBIJAKAN KLASTER PERIKANAN TANGKAP KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA 2010 1 POSITION PAPER KPPU TERKAIT KEBIJAKAN KLASTER PERIKANAN TANGKAP Sektor perikanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 16 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Halmahera Utara sebagai salah satu kabupaten kepulauan di Provinsi Maluku Utara, memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat potensial untuk dikembangkan.

Lebih terperinci

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN

ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 2 ANALISIS EKONOMI PERIKANAN YANG TIDAK DILAPORKAN DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prospek pasar perikanan dunia sangat menjanjikan, hal ini terlihat dari kecenderungan

Lebih terperinci

SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP.

SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. SUMBERDAYA PERTANIAN TATIEK KOERNIAWATI ANDAJANI, SP.MP. MATERI PEMBELAJARAN 1 PENDAHULUAN 2 SUMBERDAYA ALAM 3 SUMBERDAYA MANUSIA 4 SUMBERDAYA MODAL PENDAHULUAN DEFINISI SUMBERDAYA: Kemampuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir

Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia telah melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sejak jaman prasejarah. Sumberdaya perikanan terutama yang ada di laut merupakan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang kompleks, unik dan indah serta mempunyai fungsi biologi, ekologi dan ekonomi. Dari fungsi-fungsi tersebut,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup dan sebagai barang publik yang tidak dimiliki oleh siapapun, melainkan dalam bentuk kepemilikan bersama (global commons atau common

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago state) terluas di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504 buah dan panjang garis pantai mencapai 104.000 km. Total

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

[Type the document subtitle]

[Type the document subtitle] PENGAKUAN KEBERADAAN KEARIFAN LOKAL LUBUK LARANGAN INDARUNG, KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU DALAM PENGELOLAAN DAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP [Type the document subtitle] Suhana 7/24/2008 PENGAKUAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perikanan purse seine di pantai utara Jawa merupakan salah satu usaha perikanan tangkap yang menjadi tulang punggung bagi masyarakat perikanan di Jawa Tengah, terutama

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

VI. ANALISIS BIOEKONOMI 111 VI. ANALISIS BIOEKONOMI 6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis 6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kajian tentang konsep kapasitas penangkapan ikan berikut metoda pengukurannya sudah menjadi isu penting pada upaya pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. The Code of

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi Strategi adalah istilah yang sering kita dengar untuk berbagai konteks pembicaraan, yang sering diartikan sebagai cara untuk mencapai keinginan tertentu

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN TERUMBU KARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH, Menimbang : a. bahwa ekosistem

Lebih terperinci

. harga atas barang/jasa sulit/ tidak dapat ditentukan oleh pasar (market)

. harga atas barang/jasa sulit/ tidak dapat ditentukan oleh pasar (market) EKSTERNALITAS EKSTERNALITAS Manfaat (Benefit) dan/atau Biaya (Cost) yang tidak dapat diperhitungkan secara langsung dalam proses produksi barang/jasa. harga atas barang/jasa sulit/ tidak dapat ditentukan

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT

MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT MODEL BIONOMI PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKAN BAWAL PUTIH DI PERAIRAN PANGANDARAN JAWA BARAT JEANNY FRANSISCA SIMBOLON SKRIPSI PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

VIII. ALTERNATIF KELEMBAGAAN ADAPTIF UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG

VIII. ALTERNATIF KELEMBAGAAN ADAPTIF UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG 126 VIII. ALTERNATIF KELEMBAGAAN ADAPTIF UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM LEBAK LEBUNG 8.1 Pembelajaran Dari Sistem Lelang Lebak Lebung Berdasarkan data dan informasi yang didapatkan

Lebih terperinci

Ekonomi Sumberdaya Alam

Ekonomi Sumberdaya Alam Kuliah ESDA Konsep Dasar dan Pengertian Ekonomi Sumberdaya Alam Prof. Dr. Bustanul Arifin barifin@uwalumni.com Modal Alam dalam Perekonomianm Alam ESDA Perekonomian ELH Ada prinsip modal alam (natural

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan alam yang dimiliki oleh Negara ini sungguh sangat banyak mulai dari yang terdapat di daratan hingga di lautan. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah

BAB I PENDAHULUAN. Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Informasi tentang kerusakan alam diabadikan dalam Al-Qur an Surah Ar-Ruum ayat 41, bahwa Telah nampak kerusakan didarat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan

Lebih terperinci

Kerangka Analisis Kelembagaan dalam Pengelolaan CPRs. Oleh Kastana Sapanli

Kerangka Analisis Kelembagaan dalam Pengelolaan CPRs. Oleh Kastana Sapanli Kerangka Analisis Kelembagaan dalam Pengelolaan CPRs Oleh Kastana Sapanli KATEGORI BARANG SUMBERDAYA ALAM Exclusion High Subtractibility Low Easy Private Goods Toll goods Difficult Buck, 1998 Common-pool

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten di Pemerintah Aceh yang memiliki potensi sumberdaya ikan. Jumlah sumberdaya ikan diperkirakan sebesar 11.131 ton terdiri

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Visi pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia adalah bahwa wilayah pesisir dan laut beserta segenap sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A

ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR. Oleh ANDIKA PAMBUDI A ANALISIS NILAI EKONOMI LAHAN (LAND RENT) PADA LAHAN PERTANIAN DAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN CIAMPEA, KABUPATEN BOGOR Oleh ANDIKA PAMBUDI A14304075 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT, Menimbang : a. bahwa potensi pembudidayaan perikanan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun

1. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan nilai produksi ikan lemuru Indonesia, tahun Tahun 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lemuru merupakan salah satu komoditas perikanan yang cukup penting. Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia tercatat bahwa volume tangkapan produksi ikan lemuru

Lebih terperinci

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara

Lebih terperinci

INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE

INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE INSTRUMEN EKONOMI UNTUK PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KULIAH VALUASI ESDAL PERTEMUAN KE 13 2015 2016 PENDAHULUAN (1) Permintaan akan pembangunan berkelanjutan serta kebutuhan akan

Lebih terperinci

ANALISIS PEREKONOMIAN DAN POTENSI WILAYAH PASCA PEMEKARAN KABUPATEN KUTAI OLEH YOGI ANDI WIBOWO H

ANALISIS PEREKONOMIAN DAN POTENSI WILAYAH PASCA PEMEKARAN KABUPATEN KUTAI OLEH YOGI ANDI WIBOWO H ANALISIS PEREKONOMIAN DAN POTENSI WILAYAH PASCA PEMEKARAN KABUPATEN KUTAI OLEH YOGI ANDI WIBOWO H14052630 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendayagunaan sumber daya kelautan menjanjikan potensi pembangunan ekonomi yang luar biasa. Hal ini dapat dilihat dari potensi yang terkandung dalam eksistensi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang

PENDAHULUAN. Sumberdaya tersebut diolah dan digunakan sepuasnya. Tidak satupun pihak yang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut memiliki sifat spesifik, yakni akses terbuka (open access). Sumberdaya perikanan juga bersifat kepemilikan bersama (common property). Semua individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembaruan pemerintah Indonesia membentuk pemerintahan yang lebih terdesentralisasi dengan menyusun Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (PEMDA),

Lebih terperinci