UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA KAMPUNG WARU RT 09/04 DESA PASIR JAYA, KECAMATAN CIKUPA, TANGERANG PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ELPHINA ROLANDA, S. Farm ANGKATAN LXXVI PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTASFARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA KAMPUNG WARU RT 09/04 DESA PASIR JAYA, KECAMATAN CIKUPA, TANGERANG PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker ELPHINA ROLANDA, S. Farm ANGKATAN LXXVI PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTASFARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2013

3

4 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME, karena hanya atasberkat dan izin-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)di PT. Fabindo Sejahtera yang dilaksanakan pada rentang periode 18 Februari sampai dengan 28 Maret Penulisan Laporan ini merupakan bentuk pertanggung jawaban atas pelaksanaan kegiatanpraktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di PT. Fabindo Sejahteradan disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker difakultas Farmasi. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk dapat menyelesaikannya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu A.Gracia Lityo,M.Sc.selaku Direktur Research and Development yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA di PT. Fabindo Sejahtera. 2. Bapak Goldefridus Dongo, SIA selaku Manajer Human Resourse Development PT. Fabindo Sejahtera selaku pembimbing di PT.Fabindo Sejahtera atas bimbingannya.. 3. Ibu Prof. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi. 4. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 5. Ibu Pharm. DR. Joshita Djajadisastra, M.S., Ph.D. sebagai pembimbing PKPA di Fakultas Farmasi yang telah berkenan menyediakan waktu dan perhatiannya untuk memberikan bimbingan serta arahan bagi penyusunan laporan PKPA. 6. Bapak dan Ibu staf pengajar Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi atas ilmu pengetahuan, bimbingan, dan arahan yang telah diberikan selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi. iv

5 7. Seluruh staf dan pegawai Divisi R&D Ibu Yuli, Ibu Diwi, Ibu Tatu, Ibu Nunung, Pak Agus, Kak Imela, Mas Ilman, Fita, Yanti, Kiki, Ipung, Gisel, Rere, Mas Fadil, MbakTuha, Ibu Herni, Novi, The Fitri, Teh Dewi, Ratna, Mang Ipin, Mas Sam, Mbak Aam dan tak lupa pula Bu Saroh atas bantuan dan dukungan semangat selama penyusunan laporan ini. 8. Orang tua dan keluarga besar yang telah memberikan semangat, doa, dan bantuan serta dukungan baik secara moral dan material. 9. Sahabat-sahabat terbaik, rekan selokasi PKPA baik di dalam maupun di luar kampus, serta teman-teman seperjuangan Apoteker angkatan LXXVI yang telah mewarnai masa-masa menempuh pendidikan Program Profesi Apoteker. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang juga banyak berkontribusi dalam seluruh kegiatan PKPA ini. Penulis berharap Tuhan YME berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah banyak memberi perannya dalam penelitian ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan PKPA ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Penulis berharap semoga pengetahuan, dan pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA ini dapat memberikan manfaat sebagai wawasan bagi rekan-rekan sejawat dan pihak yang membutuhkan. Depok, Juli 2013 Penulis v

6 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Elphina Rolanda, S.Farm. NPM : Program Studi : Apoteker Fakultas : Farmasi Jenis Karya : Karya akhir demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Laporan Pratek Kerja Profesi Apoteker di PT. Fabindo Sejahtera Kampung Waru RT 09/04 Desa pasir Jaya, Kecamatan Cikupa, Tangerang Periode 18 Februari 28 Maret 2013 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non eksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmediakan/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 23 Agustus 2013 Yang menyatakan (Elphina Rolanda) vi

7 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN DEPAN... i HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Kosmetik Industri Kosmetik Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik (CPKB) Harmonisasi ASEAN di Bidang Kosmetik Peran Badan POM RI BAB 3 TINJAUAN UMUM PT. FABINDO SEJAHTERA Sejarah dan Lokasi PT.Fabindo Sejahtera Visi dan Misi PT Fabindo Sejahtera Struktur Organisasi PT Fabindo Sejahtera Sistem Pengelolaan Produksi PT Fabindo Sejahtera Research and Development PT Fabindo Sejahtera Sistem Pengawasan Mutu PT Fabindo Sejahtera Sistem Pemastian Mutu PT Fabindo Sejahtera Sistem Pengelolaan Limbah PT Fabindo Sejahtera Sistem Pengelolaan Limbah PT Fabindo Sejahtera Proses Toll Manufacturing di PT Fabindo Sejahtera BAB 4 PEMBAHASAN Manajemen Mutu Personalia Bangunan dan Fasilitas Peralatan vii

8 4.5 Sanitasi dan Higiene Produksi Pengawasan Mutu Dokumentasi Audit Internal Penyimpanan (Pengelolaan Gudang) Kontrak Produksi dan Pengujian Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN viii

9 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Jenis Sediaan Kosmetik... 4 ix

10 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Fabindo Sejahtera Lampiran 2. Denah Ruang Produksi PT Fabindo Sejahtera Lampiran 3. Proses Water TreatmentuntukKeperluanProduksi Lampiran 4. SistemDistribusi Air untukproduksi Lampiran 5. Proses ProduksiLulur, Krimdan Lotion Lampiran 6. Proses ProduksiKosmetikLiquid (Toner / Cleanser) Lampiran 7. Proses produksi Talcum Powder Lampiran 8. Proses produksi Compact Powder Lampiran 9. Proses produksi Hoitong Lampiran 10. Proses Produksi Lipstik Lampiran 11. Proses ProduksiCairanuntukPemakaianLuardanObatTradisional (Parfum, MinyakTelondanKayuPutih) Lampiran 12. Proses produksi Puff Bedak Lampiran 13. Proses produksi kalengdangodetkemasan primer Lampiran 14. Proses ProduksiHandsoap Lampiran 15. AlurNaracaPenggunaan Air Lampiran 16. Proses Water Treatment x

11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 yang termasuk ke dalam sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan termasuk pula kosmetika. Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Badan POM RI, 2003). Kosmetik kemudian menjadi komoditas perdagangan yang memiliki menfaat cukup penting bagi masyarakat. Karena alasan itulah industri kosmetik di Indonesia saling berkompetisi dari segi ekonomi hingga pengembangan teknologi untuk memenuhi permintaan masyarakat dan persyaratan pemerintah demi menghasilkan produk kosmetik yang berkualitas, aman, dan bermanfaat. Untuk memastikan bahwa kosmetik yang beredar di Indonesia memenuhi persyaratan mutu, kemanan dan kemanfaatan serta target daya saing di tingkat internasional maka pemerintah membentuk peraturan mengenai Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik (CPKB). CPKB adalah pedoman pembuatan kosmetik bagi industri di Indonesia yang meliputi seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu produk yang harus dipenuhi oleh industri kosmetik selaku produsen untuk menjamin produk kosmetik dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan, dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Penerapan CPKB juga merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia internasional yang kemudian merupakan modal bagi industri kosmetik dalam negeri untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional. 1

12 2 Sumber daya manusia menjadi faktor penting dalam pembentukkan dan penerapan sistem pemastian mutu. Oleh karena itu industri kosmetik bertanggung jawab untuk melibatkan personil yang memenuhi kualifikasi dalam jumlah yang memadai. Apoteker adalah salah satu SDM yang diharapkan memenuhi kualifikasi dalam mengelola kegiatan produksi dan pengawasan mutu pada suatu industri kosmetik. Melalui teori yang dibekali sebelumnya, calon Apoteker diharapkan memiliki pemahaman dasar mengenai penerapan ilmu kefarmasian di dunia kerja nyata. Untuk mewujudkan hal tersebut maka diadakanlah Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang merupakan kerjasama Fakultas Farmasi Universitas Indonesia dengan pihak industri PT Fabindo Sejahtera agar dapat menjadi sarana pembelajaran di industri kefarmasian bagi para mahasiswa calon Apoteker Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri kosmetik bertujuan untuk mengetahui penerapan ketentuan CPKB di industri kosmetik, khususnya pada PT Fabindo Sejahtera, mengetahui tugas dan tanggung jawab apoteker di industri kosmetik, selain itu menjadi program yang mampu memberikan bekal pengalaman kerja di bidang industri kosmetik bagi mahasiswa calon apoteker.

13 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kosmetik Kosmetika yang diedarkan di wilayah Indonesia harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. keamanan yang dinilai dari bahan kosmetika yang digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kosmetika yang dihasilkan tidak mengganggu atau membahayakan kesehatan manusia, baik digunakan secara normal maupun pada kondisi penggunaan yang telah diperkirakan; b. kemanfaatan yang dinilai dari kesesuaian dengan tujuan penggunaan dan klaim yang dicantumkan; c. mutu yang dinilai dari pemenuhan persyaratan sesuai CPKB dan bahan kosmetika yang digunakan sesuai dengan Kodeks Kosmetika Indonesia, standar lain yang diakui, dan ketentuan peraturan perundang-undangan; d. penandaan yang berisi informasi lengkap, obyektif, dan tidak menyesatkan e. telah didaftarkan melalui proses notifikasi dan memperoleh nomor izin edarnya. Penggolongan kosmetik menurut Peraturan Kapala Badan POM RI Nomor HK tahun 2010 tentang Kriteria dan Tatacara Pengajuan Notifikasi Kosmetika, yang diapdopsi dari ACD (ASEAN Cosmetic Directives), sesuai kegunaan dan lokalisasi pemakaian pada tubuh, kosmetika digolongkan menjadi 20 tipe preparat kosmetik antara lain: 3

14 4 Tabel Jenis sediaan kosmetik (Badan POM RI, 2010) No. Tipe Produk Kategori Sub Kategori 1 Krim, emulsi, cair, cairan kental, gel, minyak untuk kulit (wajah, tangan, kaki, dan lain-lain) Sediaan Bayi - Baby oil - Baby lotion - Baby cream Creams, emulsions, lotions, gels and oils for skin (hands, face, feet, etc.) 2 Masker wajah (kecuali produk peeling/pengelupasan kulit secara kimiawi) Face masks (with the exception of chemical peeling products) 3 Alas bedak (cairan kental, pasta, Serbuk Tinted bases (liquids, pastes, powders) Sediaan Kebersihan Badan Sediaan Perawatan Kuli Sediaan Perawatan Kulit Sediaan Rias Wajah Sediaan Rias Mata - Penyegar kaki - Penyegar kulit - Nutritive cream - Krim malam (Night cream) - Cold cream - Krim siang (Day cream) - Pelembab (Moisturizer) - Krim untuk pijat (Massage - cream) - Minyak untuk pijat (Massage oil) - Gel untuk pijat (Massage gel) - Anti jerawat - Perawatan kulit, badan, tangan - Sediaan perawatan kulit lainnya - Pelembab untuk sekitar mata (Eye - moisturizer) - Krim untuk sekitar mata (Eye cream) - Masker - Peeling - Masker mata - Dasar Make up (Make up Base) - Vanishing cream - Alas bedak (Foundation) - Alas bedak untuk mata (Eye

15 5 4 Bedak untuk rias wajah, bedak badan, bedak antiseptik dan lain lain Make-up powders, after-bath powder, hygienic powders, etc. 5 Sabun mandi, sabun mandi antiseptik, dan lain-lain Toilet soap, deodorant soaps, etc 6 Sediaan wangiwangian Perfumes, tiolet waters and eau de Cologne 7 Sediaan mandi (garam mandi, busa mandi, minyak, gel dan lain-lain) Bath or shower preparations (salts, foams, oils. gels, etc.) Sediaan Kebersihan Badan Sediaan bayi Sediaan Rias Wajah Sediaan perawatan kulit Sediaan bayi Sediaan mandi Sediaan bayi Sediaan wangiwangian Sediaan bayi - foundation) - Bedak Badan - Bedak badan antiseptik - Bedak bayi - Bedak wajah (Face powder) - Bedak cair (Liquid powder) - Bedak dingin - Sabun mandi bayi, padat - Sabun mandi, padat - Sabun mandi antiseptik, padat - Baby cologne - Eau de toilette - Eau de parfum - Eau de cologne - Pewangi badan - Parfum - Sediaan wangi-wangian lainnya - Sabun mandi cair - Sabun mandi antiseptik (cair) - Busa mandi - Minyak mandi (Bath oil) - Garam mandi (Bath salt) - Serbuk untuk mandi (Bath powder) - Sediaan untuk mandi lainnya - Sabun mandi bayi, cair

16 6 8 Sediaan Depilatori Depilatories 9 Deodoran dan antiperspiran Deodorant and antiperspirant 10 Sediaan rambut Hair care products Sediaan Perawatan Kulit Sediaan rambut Sediaan Kebersihan Badan Sediaan Pewarna Rambut Sediaan rambut Sediaan bayi - Lulur - Mangir - Depilatori - Deodoran - Antiperspiran - Deodoran-antiperspiran - Pewarna rambut - Pemudar warna rambut (Hair - Lightener) - Aktivator - Tata rias rambut fantasi - Pengeriting rambut (Permanent wave) - Neutralizer - Pelurus rambut (Hair straightener) - Hair styling - Sampo - Sampo ketombe - Pembersih rambut dan tubuh - (Hair and body wash) - Pomade (Hair dressing) - Kondisioner (Hair conditioner) - Hair creambath - Tonik rambut (Hair tonic) - Sampo bayi

17 7 11 Sediaan cukur (krim, busa, cair, cairan kental, dan lain-lain) Shaving product (creams, foams, lotions, etc.) 12 Sediaan rias mata, rias wajah, sediaan pembersih rias wajah dan mata Products for makingup and removing make-up from the face and the eyes 13 Sediaan perawatan dan rias bibir Products intended for application to the lips 14 Sediaan perawatan gigi dan mulut Products for care of the teeth and the Sediaan cukur Sediaan rias mata Sediaan rias wajah Sediaan perawatan kulit Sediaan Rias Wajah Sediaan Hygiene Mulut - Sediaan pra cukur - Sediaan cukur - Sediaan pasca cukur - Pensil alis - Aplikasi bayangan mata - Eye liner - Mascara - Sediaan rias mata lainnya - Pembersih rias mata (Eye make-up remover) - Bedak padat (compact powder) - Pemerah pipi (Blush on) - Tata rias panggung - Tata rias pengantin - Make-up kit - Sediaan rias wajah lainnya - Pembersih kulit muka - Penyegar kulit muka - Astringent - Lip color - Lip liner - Lip gloss - Lip shine - Lip care - Pasta gigi (Dentrifices) - Mouth washes

18 8 mouth - Penyegar mulut (Mouth freshener) 15 Sediaan untuk perawatan dan rias kuku Products for nail care and make-up 16 Sediaan untuk organ kewanitaan bagian luar Products for external intimate hygiene 17 Sediaan mandi surya dan tabir surya Sunbathing products 18 Sediaan untuk menggelapkan kulit tanpa berjemur Products for tanning without sun. 19 Sediaan pencerah kulit Skin whitening products Sediaan Kuku Sediaan Kebersihan Badan Sediaan tabir surya Sediaan mandi surya Sediaan menggelapkan kulit Sediaan Perawatan Kulit - Sediaan hygiene mulut lainnya - Base coat - Top coat - Nail dryer - Nail extender/nail elongator - Nail strengthener - Nail hardener - Pewarna kuku (Nail color) - Pembersih pewarna kuku (Nail polish remover) - Cuticle remover/softener - Sediaan kuku lainnya - Feminine hygiene - Sediaan tabir surya - Sediaan mandi surya - Sediaan untuk menggelapkan kulit tanpa berjemur - Krim pencerah kulit sekitar mata [Eye cream (whitening)] - Pencerah kulit (Skin lightener 20 Sediaan anti-wrinkle Anti-wrinkle products Sediaan perawatan kulit - Wrinkle smoothing remover - Anti aging cream

19 9 - Krim antiwrinkle kulit sekitar mata [Eye cream (antiwrinkle)] Berdasarkan cara pengadaannya kosmetik digolongankan menjadi beberapa jenis: a. Kosmetika Dalam Negeri adalah kosmetika yang dibuat dan dikemas oleh industri kosmetika di dalam negeri atau dibuat di luar negeri namun dikemas dalam kemasan primer oleh industri kosmetika di dalam negeri. b. Kosmetika Impor adalah kosmetika yang dibuat oleh industri kosmetika di luar negeri, sekurang-kurangnya dalam kemasan primer. c. Kosmetika Kontrak adalah kosmetika yang pembuatannya dilimpahkan kepada industri kosmetika lain berdasarkan kontrak d. Kosmetika Lisensi adalah kosmetika yang dibuat di wilayah Indonesia atas dasar penunjukan atau persetujuan tertulis dari industri kosmetika di negara asal Industri Kosmetik (Permenkes RI, 2010) Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1175/MENKES/ PER/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetik, pembuatan kosmetik hanya dapat dilakukan oleh industri kosmetik. Pengertian dari industri kosmetik adalah industri yang memproduksi kosmetika yang telah memiliki izin usaha atau tanda daftar industri sesuai ketentuan perundang-undangan. Izin produksi yang diberikan pada industri kosmetik dibedakan atas 2 (dua) yaitu golongan A yang merupakan izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika dan golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana. Izin produksi industri kosmetika Golongan A diberikan dengan persyaratan: a) memiliki apoteker sebagai penanggung jawab; b) memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan dibuat; c) memiliki fasilitas laboratorium;

20 10 d) wajib menerapkan CPKB. Izin produksi industri kosmetika Golongan B diberikan dengan persyaratan: a) memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian sebagai penanggung jawab; b) memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai produk yang akan dibuat; c) mampu menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik (Badan POM RI, 2003) Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan pedoman yang mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu yang bertujuan untuk menjamin bahwa produk kosmetik dibuat senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan penggunaannya. CPKB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan mutu produk kosmetik yang dihasilkan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Selain itu, CPKB merupakan bagian dari sistem pemastian mutu yang mengatur dan memastikan kosmetik yang diproduksi mutunya dikendalikan secara konsisten sehingga produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai tujuan penggunaan poduk. Mutu produk kosmetik tergantung pada bahan awal, bahan pengemas, proses produksi dan pengendalian mutu, bangunan, peralatan yang dipakai, dan personel yang terlibat. Pemastian mutu suatu kosmetik tidak hanya mengandalkan pada pelaksanaan pengujian tertentu saja, namun juga terletak pada proses produksi kosmetik yang dikendalikan dan dipantau secara cermat. Ruang lingkup CPKB 2003 meliputi: sistem manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, proses produksi, sistem pengawasan mutu, dokumentasi, audit internal, penyimpanan, kontrak produksi dan pengujian, serta penanganan keluhan dan penarikan produk Sistem Manajemen Mutu Sistem mutu harus dibangun, dimantapkan dan diterapkan sehingga kebijakan yang ditetapkan dan tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Hendaknya dijabarkan struktur organisasi, tugas dan fungsi, tanggungjawab, prosedur-

21 11 prosedur, instruksi-instruksi, proses dan sumber daya untuk menerapkan manajemen mutu. Sistem mutu harus dibentuk dan disesuaikan dengan kegiatan perusahaan, sifat dasar produk-produknya, dan hendaknya diperhatikan elemen-elemen penting yang ditetapkan dalam pedoman ini. Pelaksanaan sistem mutu harus menjamin bahwa apabila diperlukan, dilakukan pengambilan contoh bahan awal, produk antara dan produk jadi, serta dilakukan pengujian terhadapnya untuk menentukan diluluskan atau ditolak, yang didasarkan atas hasil uji dan kenyataankenyataan yang dijumpai yang berkaitan dengan mutu Personalia Personalia harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Mereka harus dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan kepadanya Organisasi, Kualifikasi dan Tanggung jawab Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan tanggungjawab satu sama lain. Kepala bagian produksi harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam pembuatan kosmetik. Ia harus mempunyai kewenangan dan tanggungjawab dalam manajemen produksi yang meliputi semua pelaksanaan kegiatan, peralatan, personalia produksi, area produksi dan pencatatan. Kepala bagian pengawasan mutu harus memperoleh pelatihan yang memadai dan berpengalaman dalam bidang pengawasan mutu. Ia harus diberi kewenangan penuh dan tanggungjawab dalam semua tugas pengawasan mutu meliputi penyusunan, verifikasi dan penerapan semua prosedur pengawasan mutu. Ia mempunyai kewenangan menetapkan persetujuan atas bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang telah memenuhi spesifikasi, atau menolaknya apabila tidak memenuhi spesifikasi, atau yang dibuat tidak sesuai prosedur dan kondisi yang telah ditetapkan. Hendaknya dijabarkan kewenangan dan tanggungjawab personil-personil lain yang ditunjuk untuk menjalankan Pedoman CPKB dengan baik. Serta tersedia

22 12 personil yang terlatih dalam jumlah yang memadai, untuk melaksanakan supervisi langsung di setiap bagian produksi dan unit pemeriksaan mutu Pelatihan Semua personil yang langsung terlibat dalam kegiatan pembuatan harus dilatih dalam pelaksanaan pembuatan sesuai dengan prinsip-prinsip Cara Pembuatan yang Baik. Perhatian khusus harus diberikan untuk melatih personil yang bekerja dengan material berbahaya. Pelatihan CPKB harus dilakukan secara berkelanjutan. Catatan hasil pelatihan harus dipelihara dan keefektifannya harus dievaluasi secara periodik Bangunan dan Fasilitas Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang, dibangun, dan dipelihara sesuai kaidah. a. Upaya yang efektif harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari lingkungan sekitar dan hama. b. Produk kosmetik dan Produk perbekalan kesehatan rumah tangga yang mengandung bahan yang tidak berbahaya dapat menggunakan sarana dan peralatan yang sama secara bergilir asalkan dilakukan usaha pembersihan dan perawatan untuk menjamin agar tidak terjadi kontaminasi silang dan risiko campur baur. c. Garis pembatas, tirai plastik penyekat yang fleksibel berupa tali atau pita dapat digunakan untuk mencegah terjadinya campur baur. d. Hendaknya disediakan ruang ganti pakaian dan fasilitasnya. Toilet harus terpisah dari area produksi guna mencegah terjadinya kontaminasi. e. Apabila memungkinkan hendaklah disediakan area tertentu, antara lain: Penerimaan material; Pengambilan contoh material; Penyimpanan barang datang dan karantina; Gudang bahan awal. Penimbangan dan penyerahan; Pengolahan;

23 13 Penyimpanan produk ruahan; Pengemasan;. Karantina sebelum produk dinyatakan lulus. Gudang produk jadi; Tempat bongkar muat; Laboratorium; Tempat pencucian peralatan. f. Permukaan dinding dan langit-langit hendaknya halus dan rata serta mudah dirawat dan dibersihkan. Lantai di area pengolahan harus mempunyai permukaan yang mudah dibersihkan dan disanitasi. g. Saluran pembuangan air (drainase) harus mempunyai ukuran memadai dan dilengkapi dengan bak kontrol serta dapat mengalir dengan baik. Saluran terbuka harus dihindari, tetapi apabila diperlukan harus mudah dibersihkan dan disanitasi. h. Lubang untuk pemasukan dan pengeluaran udara dan pipa-pipa salurannya hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah timbulnya pencemaran terhadap produk. i. Bangunan hendaknya mendapat penerangan yang efektif dan mempunyai ventilasi yang sesuai untuk kegiatan dalam bangunan. j. Pipa, fitting lampu, lubang ventilasi dan perlengkapan lain di area produksi harus dipasang sedemikian rupa untuk k. Laboratorium hendaknya terpisah secara fisik dari area produksi. l. Area gudang hendaknya mempunyai luas yang memadai dengan penerangan yang sesuai, diatur dan diberi perlengkapan sedemikian rupa sehingga memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering, bersih dan rapi. i. Area gudang hendaknya harus memungkinkan pemisahan antara kelompok material dan produk yang dikarantina. Area khusus dan terpisah hendaklah tersedia untuk penyimpanan bahan yang mudah terbakar dan bahan yang mudah meledak, zat yang sangat beracun, bahan yang ditolak atau ditarik serta produk kembalian.

24 14 ii. Apabila diperlukan hendaknya disediakan gudang khusus dimana suhu dan kelembabannya dapat dikendalikan serta terjamin keamanannya. iii. Penyimpanan bahan pengemas / barang cetakan hendaklah ditata sedemikian rupa sehingga masing-masing tabet yang berbeda, demikian pula bahan cetakan lain tersimpan terpisah untuk mencegah terjadinya campur baur Peralatan Peralatan harus didisain dan ditempatkan sesuai dengan produk yang dibuat Rancang Bangun Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan yang diolah tidak boleh bereaksi atau menyerap bahan. Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk misalnya melalui tetesan oli, kebocoran katub atau melalui modifikasi atau adaptasi yang tidak salah/tidak tepat. Peralatan harus mudah dibersihkan. Peralatan yang digunakan untuk mengolah bahan yang mudah terbakar harus kedap terhadap ledakan Pemasangan dan Penempatan Peralatan/mesin harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak menyebabkan kemacetan aliran proses produksi dan harus diberi penandaan yang jelas untuk menjamin tidak terjadi campur baur antar produk. Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara, harus dipasang sedemikian rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung. Saluran ini hendaknya diberi label atau tanda yang jelas sehingga mudah dikenali. Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanasan, ventilasi, pengatur suhu udara, air (air minum, air murni, air suling), uap, udara bertekanan dan gas harus berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuannya dan dapat diidentifikasi Pemeliharaan Peralatan untuk menimbang mengukur, menguji dan mencatat harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala. Semua catatan pemeliharaan dan kalibrasi harus disimpan. Petunjuk cara pembersihan peralatan hendaknya ditulis secara rinci dan jelas diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dengan jelas.

25 Sanitasi dan Higiene Sanitasi dan higiene hendaknya dilaksanakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah. Pelaksanaan sanitasi dan hygiene hendaknya mencakup personalia, bangunan, mesin-mesin dan peralatan serta bahan awal Personalia Personalia harus dalam keadaan sehat untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Hendaknya dilakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur untuk semua personil bagian produksi yang terkait dengan proses pembuatan. Semua personil harus melaksanakan higiene perorangan. Setiap personil yang pada suatu ketika mengidap penyakit atau menderita luka terbuka atau yang dapat merugikan kualitas tidak diperkenankan menangani bahan baku, bahan pengemas, bahan dalam proses dan produk jadi. Setiap personil diperintahkan untuk melaporkan setiap keadaan (sarana, peralatan atau personil) yang menurut penilaian mereka dapat merugikan produk, kepada penyelia. Hindari bersentuhan langsung dengan bahan atau produk yang diproses untuk mencegah terjadinya kontaminasi. Personil harus mengenakan pakaian kerja, tutup kepala serta menggunakan alat pelindung sesuai dengan tugasnya. Merokok, makan-minum, mengunyah atau menyimpan makanan, minuman, rokok atau barang lain yang mungkin dapat mengkontaminasi, hanya boleh di daerah tertentu dan dilarang di area produksi, laboratorium, gudang atau area lain yang mungkin dapat merugikan mutu produk. Semua personil yang diizinkan masuk ke area produksi harus melaksanakan higiene perorangan termasuk mengenakan pakaian kerja yang memadai Bangunan Hendaklah tersedia wastafel dan toilet dengan ventilasi yang baik yang terpisah dari area produksi. Hendaklah tersedia locker di lokasi yang tepat untuk tempat ganti pakaian dan menyimpan pakaian serta barang-barang lain milik karyawan. Sampah di ruang produksi secara teratur ditampung di tempat sampah untuk selanjutnya dikumpulkan di tempat penampungan sampah di luar area produksi. Bahan sanitasi, rodentisida, insektisida dan fumigasi tidak boleh mengkontaminasi peralatan, bahan baku / pengemas, bahan yang masih dalam

26 16 proses dan produk jadi Peralatan dan Perlengkapan Peralatan / perlengkapan harus dijaga dalam keadaan bersih. Pembersihan dengan cara basah atau vakum lebih dianjurkan. Udara bertekanan dan sikat hendaknya digunakan dengan hati-hati dan sedapat mungkin dihindari karena menambah risiko pencemaran produk. Prosedur Tetap Pembersihan dan Sanitasi mesin-mesin hendaknya diikuti dengan konsisten Produksi Bahan Awal a. Air Air harus mendapat perhatian khusus karena merupakan bahan penting. Peralatan untuk memproduksi air dan sistem pemasokannya harus dapat memasok air yang berkualitas. Sistem pemasokan air hendaknya disanitasi sesuai Prosedur Tetap. Air yang digunakan untuk produksi sekurangkurangnya berkualitas air minum. Mutu air yang meliputi parameter kimiawi dan mikrobiologi harus dipantau secara berkala, sesuai prosedur tertulis dan setiap ada kelainan harus segera ditindak lanjuti dengan tindakan koreksi. Pemilihan metoda pengolahan air seperti deionisasi, destilasi atau filtrasi tergantung dari persyaratan produk. Sistem penyimpanan maupun pendistribusian harus dipelihara dengan baik. Perpipaan hendaklah dibangun sedemikian rupa sehingga terhindar dari stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran. b. Verifikasi Material (Bahan) Semua pasokan bahan awal (bahan baku dan bahan pengemas) hendaklah diperiksa dan diverifikasi mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan dan dapat ditelusuri sampai dengan produk jadinya. Contoh bahan awal hendaklah diperiksa secara fisik mengenai pemenuhannya terhadap spesifikasi yang ditetapkan, dan harus dinyatakan lulus sebelum digunakan. Bahan awal harus diberi label yang jelas. Semua bahan harus bersih dan diperiksa kemasannya terhadap kemungkinan terjadinya kebocoran, lubang atau terpapar.

27 17 c. Pencatatan Bahan Semua bahan hendaklah memiliki catatan yang lengkap mengenai nama bahan yang tertera pada label dan pada bukti penerimaan, tanggal penerimaan, nama pemasok, nomor batch dan jumlah. Setiap penerimaan dan penyerahan bahan awal hendaklah dicatat dan diperiksa secara teliti kebenaran identitasnya. d. Material Ditolak Pasokan bahan yang tidak memenuhi spesifikasi hendaknya ditandai, dipisah dan untuk segera diproses lebih lanjut sesuai Prosedur Tetap. e. Sistem Pemberian Nomor Bets Setiap produk antara, produk ruahan dan produk akhir hendaklah diberi nomor identitas produksi (nomor bets) yang dapat memungkinkan penelusuran kembali riwayat produk. Sistem pemberian nomor bets hendaknya spesifik dan tidak berulang untuk produk yang sama untuk menghindari kebingungan / kekacauan. Bila memungkinkan, nomor bets hendaknya dicetak pada etiket wadah dan bungkus luar. Catatan pemberian nomor bets hendaknya dipelihara. f. Penimbangan dan Pengukuran Penimbangan hendaknya dilakukan di tempat tertentu menggunakan peralatan yang telah dikalibrasi. Semua pelaksanaan penimbangan dan pengukuran harus dicatat dan dilakukan pemeriksaan ulang oleh petugas yang berbeda. g. Prosedur dan Pengolahan Semua bahan awal harus lulus uji sesuai spesifikasi yang ditetapkan. Semua prosedur pembuatan harus dilaksanakan sesuai prosedur tetap tertulis. Semua pengawasan selama proses yang diwajibkan harus dilaksanakan dan dicatat. Produk ruahan harus diberi penandaan sampai dinyatakan lulus oleh Bagian Pengawasan Mutu. Perhatian khusus hendaknya diberikan kepada kemungkinan terjadinya kontaminasi silang pada semua tahap proses produksi. Hendaknya dilakukan pengawasan yang seksama terhadap kegiatan pengolahan yang memerlukan kondisi tertentu, misalnya pengaturan suhu, tekanan, waktu dan kelembaban. Hasil akhir

28 18 proses produksi harus dicatat. h. Produk Kering Penanganan bahan dan produk kering memerlukan perhatian khusus dan bila perlu dilengkapi dengan sistem pengendali debu, atau sistem hampa udara sentral atau cara lain yang sesuai. i. Produk Basah Cairan, krim, dan lotion harus diproduksi demikian rupa untuk mencegah dari kontaminasi mikroba dan kontaminasi lainnya. Penggunaan sistem produksi dan transfer secara tertutup sangat dianjurkan. Bila digunakan sistem perpipaan untuk transfer bahan dan produk ruahan harus dapat dijamin bahwa sistem yang digunakan mudah di bersihkan. j. Produk Aerosol Pembuatan aerosol memerlukan pertimbangan khusus karena sifat alami dari bentuk sediaan ini. Pembuatan harus dilakukan dalam ruang khusus yang dapat menjamin terhindarnya ledakan atau kebakaran. k. Pelabelan dan Pengemasan Lini pengemasan hendaklah diperiksa sebelum dioperasikan. Peralatan harus bersih dan berfungsi baik. Semua bahan dan produk jadi dari kegiatan pengemasan sebelumnya harus dipindahkan. Selama proses pelabelan dan pengemasan berlangsung, harus diambil contoh secara acak dan diperiksa. Setiap lini pelabelan dan pengemasan harus ditandai secara jelas untuk mencegah campur baur. Sisa label dan bahan pengemas harus dikembalikan ke gudang dan dicatat. Bahan pengemas yang ditolak harus dicatat dan diproses lebih lanjut sesuai dengan Prosedur Tetap Produk Jadi, Karantina, dan Pengiriman ke Gudang Produk Jadi Semua produk jadi harus dikarantina terlebih dahulu. Setelah dinyatakan lulus uji oleh bagian Pengawasan Mutu dimasukkan ke gudang produk jadi. Selanjutnya produk dapat didistribusikan Pengawasan Mutu Pendahuluan Pengawasan mutu merupakan bagian penting dari CPKB, karena memberi jaminan konsistensi mutu produk kosmetik yang dihasilkan. Hendaknya

29 19 diciptakan Sistem Pengawasan Mutu untuk menjamin bahwa produk dibuat dari bahan yang benar, mutu dan jumlah yang sesuai, serta kondisi pembuatan yang tepat sesuai Prosedur Tetap. Pengawasan mutu meliputi: a. Pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan dan pengujian terhadap bahan awal produk dalam proses, produk antara, produk ruahan dan produk jadi sesuai spesifikasi yang ditetapkan. b. Program pemantauan lingkungan, tinjauan terhadap dokumentasi bets, program pemantauan contoh pertinggal, pemantauan mutu produk di peredaran, penelitian stabilitas dan menetapkan spesifikasi bahan awal dan produk jadi agar senantiasa memenuhi standar yang ditetapkan. Pengambilan contoh hendaklah dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan diberi kewenangan untuk tugas tersebut, guna menjamin contoh yang diambil senantiasa sesuai dengan indentitas dan kualitas bets yang diterima Pengolahan Ulang Metoda pengolahan ulang hendaklah senantiasa dievaluasi untuk menjamin agar pengolahan ulang tidak mempengaruhi mutu produk. Pengujian tambahan hendaklah dilakukan terhadap produk jadi hasil pengolahan ulang Produk Kembalian Produk kembalian hendaklah diidentifikasi dan disimpan terpisah di tempat yang dialokasikan untuk itu atau diberi pembatas yang dapat dipindahpindah misalnya pembatas dari bahan pita, rantai atau tali. Semua produk kembalian hendaklah diuji kembali apabila perlu, disamping evaluasi fisik sebelum diluluskan untuk diedarkan kembali. Produk kembalian yang tidak memenuhi syarat spesifikasi hendaklah ditolak. Produk yang ditolak hendaklah dimusnahkan sesuai Prosedur Tetap. Catatan produk kembalian hendaklah dipelihara Dokumentasi Pendahuluan Sistem dokumentasi hendaknya meliputi riwayat setiap bets, mulai dari bahan awal sampai produk jadi. Sistem ini hendaknya merekam aktivitas yang dilakukan, meliputi pemeliharaan peralatan, penyimpanan, pengawasan mutu, distribusi dan hal-hal spesifik lain yang terkait dengan CPKB. Hendaknya ada

30 20 sistem untuk mencegah digunakannya dokumen yang sudah tidak berlaku. Bila terjadi atau ditemukan suatu kekeliruan dalam dokumen hendaknya dilakukan pembetulan sedemikian rupa sehingga naskah aslinya harus tetap terdokumentasi. Bila dokumen merupakan instruksi, hendaknya ditulis langkah demi langkah dalam bentuk kalimat perintah. Dokumen hendaklah diberi tanggal dan disahkan. Salinan dokumen hendaklah diberikan kepada pihak-pihak yang terkait dan pendistribusiannya dicatat. Semua dokumen hendaknya direvisi dan diperbaharui secara berkala, dokumen yang sudah tidak berlaku segera ditarik kembali dari pihak-pihak terkait untuk diamankan Spesifikasi Semua spesifikasi harus disetujui dan disahkan oleh personil yang berwenang. Spesifikasi bahan baku dan bahan pengemas meliputi: a. Nama bahan. b. Uraian (deskripsi) dari bahan. c. Parameter uji dan batas penerimaan (acceptance limits). d. Gambar teknis, bila diperlukan. e. Perhatian khusus, misalnya kondisi penyimpanan dan keamanan, bila perlu. Spesifikasi Produk Ruahan dan Produk Jadi meliputi: a. Nama produk. b. Uraian. c. Sifat-sifat fisik. d. Pengujian kimia dan atau mikrobiologi serta batas penerimaannya, bila perlu. e. Kondisi penyimpanan dan peringatan keamanan, bila perlu Dokumen Produksi a. Dokumen Induk Dokumen Induk harus tersedia setiap diperlukan. Dokumen ini berisi informasi : Nama produk dan kode/nomor produk. Bahan pengemas yang diperlukan dan kondisi penyimpanannya. Daftar bahan baku yang digunakan.

31 21 Daftar peralatan yang digunakan. Pengawasan selama pengolahan dengan batasan-batasan dalam pengolahan dan pengemasan, bila perlu. b. Catatan Pembuatan Bets Catatan pembuatan bets hendaklah disiapkan untuk setiap bets produk. Dokumen ini berisi informasi mengenai: Nama produk Formula per bets. Proses pembuatan secara ringkas. Nomor bets atau kode produksi. Tanggal mulai dan selesainya pengolahan dan pengemasan. Identitas peralatan utama, lini atau lokasi yang digunakan. Catatan pembersihan peralatan yang digunakan untuk pemrosesan Pengawasan selama pargolahan dan hasil uji laboratorium, seperti misalnya catatan ph dan suhu saat diuji. Catatan inspeksi pada lini pengemasan Pengambilan contoh yang dilakukan setiap tahap proses pembuatan. Setiap investigasi terhadap kegagalan tertentu atau ketidaksesuaian. Hasil pemeriksaan terhadap produk yang sudah dikemas dan diberi label c. Catatan Pengawasan Mutu Catatan setiap pengujian, hasil uji dan pelulusan atau penolakan bahan, produk antara, produk ruahan dan produk jadi harus disimpan. Catatan yang dimaksud meliputi; Tanggal pengujian. Identifikasi bahan Nama pemasok. Tanggal penerimaan. Nomor bets asli dari bahan baku bila ada.

32 22 Nomor bets produk yang sedang dibuat. Nomor pemeriksaan mutu. Jumlah yang diterima. Tanggal sampling. Hasil pemeriksaan mutu Audit Internal Audit Internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem mutu. Audit Internal dapat dilakukan oleh pihak luar, atau auditor profesional atau tim internal yang dirancang oleh manajemen untuk keperluan ini. Pelaksanaan Audit Internal dapat diperluas sampai ke tingkat pemasok dan kontraktor, bila perlu. Laporan harus dibuat pada saat selesainya tiap kegiatan Audit Internal dan didokumentasikan dengan baik Penyimpanan Area Penyimpanan Area penyimpanan hendaknya cukup luas untuk memungkinkan penyimpanan yang memadai dari berbagai kategori baik bahan maupun produk, seperti bahan awal, produk antara, ruahan dan produk jadi, produk yang dikarantina, dan produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau ditarik dari peredaran. Area penyimpanan hendaknya dirancang atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik. Harus bersih, kering dan dirawat dengan baik. Bila diperlukan area dengan kondisi khusus (suhu dan kelembaban) hendaknya disediakan, diperiksa dan dipantau fungsinya. Tempat penerimaan dan pengiriman barang hendaknya dapat melindungi material dan produk dari pengaruh cuaca. Area penerimaan hendaknya dirancang dan diberi peralatan untuk memungkinkan barang yang datang dapat dibersihkan apabila diperlukan sebelum disimpan. Area penyimpanan untuk produk karantina hendaknya diberi batas secara jelas. Bahan berbahaya hendaknya disimpan secara aman Penanganan dan Pengawasan Persediaan a. Penerimaan Produk Pada saat penerimaan, barang dokumen hendaknya diperiksa dan

33 23 dilakukan verifikasi fisik dengan bantuan keterangan pada label yang meliputi tipe barang dan jumlahnya. Barang kiriman harus diperiksa dengan teliti terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan dan atau cacat. Hendaknya ada Catatan Pertinggal untuk setiap penerimaan barang. b. Pengawasan Catatan-catatan harus dipelihara meliputi semua catatan penerimaan dan catatan pengeluaran produk. Pengawasan hendaknya meliputi pengamatan prinsip rotasi barang (FIFO). Semua label dan wadah produk tidak boleh diubah, dirusak atau diganti Kontrak Produksi dan Pengujian Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian hendaknya secara jelas dijabarkan, disepakati dan diawasi, agar tidak terjadi kesalahpahaman atau salah dalam penafsiran di kemudian hari, yang dapat berakibat tidak memuaskannya mutu produk atau pekerjaan. Guna mencapai mutu-produk yang memenuhi standard yang disepakati, hendaknya semua aspek pekerjaan yang dikontrakkan ditetapkan secara rinci pada dokumen kontrak. Hendaknya ada perjanjian tertulis antara pihak yang memberi kontrak dan pihak penerima kontrak yang menguraikan secara jelas tugas dan tanggungjawab masing-masing pihak. Dalam hal kontrak pengujian, keputusan akhir terhadap hasil pengujian suatu produk, tetap merupakan tanggung jawab pemberi kontrak. Penerima kontrak hanya bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pengujian sampai diperoleh hasil pengujian Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk Penangan Keluhan Hendaknya ditentukan Personil yang bertanggungjawab untuk menangani keluhan dan menentukan upaya pengatasannya. Bila orang yang ditunjuk berbeda dengan personil yang diberi kewenangan untuk menangani hal tersebut, yang bersangkutan hendaknya diberi arahan untuk waspada terhadap kasus-kasus keluhan, investigasi atau penarikan kembali (recall). Harus ada prosedur tertulis yang menerangkan tindakan yang harus diambil, termasuk perlunya tindakan penarikan kembali (recall), bila kasus keluhan yang terjadi meliputi kerusakan produk. Keluhan mengenai kerusakan produk hendaknya dicatat secara rinci dan

34 24 diselidiki. Bila kerusakan produk ditemukan atau diduga terjadi dalam suatu bets, hendaknya dipertimbangkan kemungkinan terjadinya kasus serupa pada bets lain. Khususnya bets lain yang mungkin mengandung produk proses ulang dari bets yang bermasalah hendaknya diselidiki. Setelah evaluasi dan penyelidikan atas keluhan, apabila diperlukan dapat dilakukan tindak lanjut yang memadai termasuk kemungkinan penarikan produk. Semua keputusan dan upaya yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari keluhan hendaknya dicatat dan dirujuk kepada catatan bets yang bersangkutan.catatan keluhan hendaknya ditinjau secara periodik untuk menemukan masalah spesifik atau masalah yang berulang yang memerlukan perhatian dan mungkin menjadi dasar pembenaran bagi penarikan produk di peredaran. Apabila terjadi kegagalan produk dan kerusakan produk yang menjurus kepada terganggunya keamanan produk, Instansi yang berwenang hendaknya diberitahu Penarikan Produk Hendaknya dibuat sistem penarikan kembali dari peredaran terhadap produk yang diketahui atau diduga bermasalah. Hendaknya ditunjuk Personil yang bertanggungjawab atas pelaksanaan dan koordinasi penarikan kembali produk termasuk personil lain dalam jumlah yang cukup. Harus disusun Prosedur Tetap penarikan kembali produk yang secara periodik ditinjau kembali. Pelaksanaan penarikan kembali hendaknya dapat dilakukan cepat dan efektif. Catatan pendistribusian primer hendaknya segera diterima oleh orang yang bertanggungjawab untuk melakukan penarikan kembali produk, dan catatan tersebut harus memuat informasi yang cukup tentang distributor. Perkembangan proses penarikan kembali produk hendaknya dicatat dan dibuat laporan akhir, meliputi rekonsiliasi jumlah produk yang dikirim dan ditemukan kembali. Keefektifan pengaturan penarikan kembali produk hendaknya dievaluasi dari waktu ke waktu. Hendaklah dibuat instruksi tertulis yang menjamin bahwa produk yang ditarik kembali disimpan dengan baik pada daerah yang terpisah sambil menanti keputusan selanjutnya.

35 Harmonisasi ASEAN di Bidang Kosmetik Efektif sejak Januari 2008 wilayah ASEAN memberlakukan harmonisasi penilaian kesesuaian dan regulasi teknis mengenai kosmetik yang dikenal dengan AHCRS (ASEAN Harmonized Cosmetics Regulatory Scheme). Pemerintah Indonesia menerapkan harmonisasi ASEAN tersebut melalui mekanisme ACD (ASEAN Cosmetic Directives) yaitu peraturan teknis mengenai regulasi kosmetik yang diharmonisasi. Peraturan ini terdiri dari daftar kategori kosmetik, daftar bahan kosmetik, CPKB (pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik) versi ASEAN, persyaratan penandaan kosmetik, dan pedoman klaim kosmetik. Tujuan dari harmonisasi ini adalah untuk meningkatkan kerja sama antarnegara ASEAN dalam rangka menjamin mutu, keamanan dan klaim manfaat dari produk kosmetika yang dipasarkan di wilayah ASEAN, meningkatkan daya saing produk kosmetik yang tersebar di wilayah ASEAN tanpa mengabaikan mutu dan keamanan produk, serta menghapus hambatan perdagangan kosmetika melalui penyelarasan peraturan dan persyaratan kosmetik di ASEAN dengan memberlakukan satu standar agar keamanan dan mutu produk terjamin. Dengan berlakunya harmonisasi ini, terdapat perbedaan yang mendasar dalam konsep pengawasan produk kosmetik. Dengan pemberlakuan harmonisasi ini, pengawasan dilakukan setelah produk beredar di pasaran (post-market) dan berlaku untuk semua produk baik lokal maupun impor. Regulasi baru ini mengubah sistem registrasi produk menjadi sistem notifikasi atau pemberitahuan. Selanjutnya tanggungjawab diberikan sepenuhnya kepada pelaku usaha atau industri, dengan melakukan self declaration kepada BPOM, yang menyatakan bahwa kosmetik tersebut telah memenuhi ketentuan peraturan dan perundangundangan terkait mutu, kemanan dan manfaatnya. 2.5 Peran Badan POM RI Badan POM RI mempunyai komitmen untuk melindungi konsumen dengan memastikan bahwa kosmetik yang beredar memenuhi ketentuan ACD dan mendorong kemajuan industri kosmetik. Untuk itu, Badan POM RI melakukan kegiatan sebagai berikut: a. Pelayanan notifikasi.

36 26 b. Pemberian Komunikasi Informasi dan Edukasi kepada konsumen pelaku usaha, seperti sosialisasi dengan penyuluhan keamanan dalam pelatihan teknis dan memberikan informasi. c. Pelaksanaan Post-Market Surveillance (PMS)/ Product Safety Evaluation (PSE) setelah produk dinotifikasi. d. Pengawasan iklan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. e. Pengumuman kepada masyarakat mengenai produk yang tidak memenuhi persyaratan keamanan ACD. f. Pemberian sanksi administratif bagi perusahaan yang melanggar ketentuan ACD sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (pemberian surat peringatan, penarikan produk, penghentian sementara kegiatan). g. Tindakan pro justicia sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pengawasan Kosmetik Setelah Beredar (Post Marketing Surveillancel PMS) adalah pengawasan yang dilakukan oleh Badan POM RI untuk memastikan bahwa kosmetik yang beredar sesuai dengan ketentuan ACD. Kegiatan PMS meliputi pemeriksaan sarana untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan ACD, melakukan pemeriksaan dokumen PIF dalam rangka evaluasi terhadap mutu dan keamanan kosmetik. Selain itu, melakukan sampling di industri atau importir atau distributor atau pengecer untuk diuji di laboratorium. melakukan monitoring terhadap efek yang tidak diinginkan. Petugas Badan POM RI dapat meminta laporan pengujian laboratorium dari industri atau perusahaan kosmetik jika diperlukan.

37 BAB 3 TINJAUAN UMUM PT FABINDO SEJAHTERA 3.1. Sejarah dan Lokasi PT Fabindo Sejahtera Pada tahun 1968 Mr. Kuntoro Lie dan Mr. Tjong pengusaha dari Hongkong mendirikan perusahaan kosmetik yang diberi nama PT. Samfong Cosmetic, yang berdomisili di jalan Kertajaya Penjaringan, Jakarta Utara. PT. Samfong Cosmetic memproduksi kosmetik dengan nama Fanbo. Produk Fanbo terdiri dari bedak, talkum, parfum yang sampai saat ini masih dipertahankan karena banyak pelanggan yang masih fanatik sekaligus merupakan pilar dari hasil produk perusahaan. Pabrik PT. Samfong Cosmetic mengalami kebakaran pada bulan Mei 1991, sehingga pabrik dipindahkan ke daerah Muara Karang Blok C, Jakarta Barat dan kantornya berlokasi di Jalan Hayam Wuruk No. 108, Jakarta Pusat. Pada bulan Mei 1992 kantor pindah di Grogol Permai Blok E No. 3 selama 6 bulan dan pindah lagi di Jalan Hayam Wuruk No. 108, karena kantor di Blok E No. 3 Grogol kebakaran. Pada bulan April 1994 Mr. Kuntoro Lie mendirikan pabrik kosmetik di Cikupa Tangerang yang diberi nama PT. Fabindo Sejahtera yang dipimpin oleh Bapak Davy Lityo, Msc putera sulung dari Mr. Kuntoro Lie. Terjadi perubahan pemegang saham dengan adanya perusahaan baru tersebut, dimana seluruh saham PT. Samfong Cosmetic dibeli oleh PT. Fabindo Sejahtera, dengan Bapak Davy Lityo sebagai pemilik tunggal perusahaan tersebut. Dari tahun 1995 sampai sekarang PT. Fabindo Sejahtera telah mengadakan banyak pembenahan, penambahan ekspansi dan investasi baru. Hal ini berupa pembangunan gedunggedung baru (gudang dan ruang produksi), penambahan mesin-mesin baru dan pra sarana lainnya. Pada tahun 2001, PT. Fabindo Sejahtera mulai mengembangkan bisnisnya dengan produk skin care nya yang diikuti dengan sanitary napkins pada tahun berikutnya. Merk kosmetik yang diproduksi adalah Fanbo, Daisy dan Rivera. Selain memproduksi kosmetik untuk decorative dan skin care, PT. Fabindo 27

38 28 Sejahtera juga memproduksi sediaan bayi (Bamby ) dan sanitary napkins (Sofie ). Hasil ekspansi secara keseluruhan yaitu dengan adanya 12 gedung yang digunakan dengan tanah seluas 6 Ha. Hingga saat ini PT. Fabindo Sejahtera memiliki agen dan distributor yang tersebar diseluruh provinsi di Indonesia, dengan total karryawan 609 orang, termasuk seluruh tim marketing yang ada. PT. Fabindo Sejahtera yang dipimpin oleh Bapak Davy Lityo, Msc berupaya secara maksimal mengembangkan perusahaan dari semua sektor, antara lain: 1. Memperbaiki dan melengkapi struktur organisasi mulai dari unsur manager sampai dengan pelaksana. 2. Mengembangkan manajemen perusahaan secara profesional yang didukung oleh sumber daya manusia yang memadai. 3. Memperluas dan membangun sarana produksi perkantoran maupun pergudangan yang representatif dengan mengutamakan fungsi, keindahan, kebersihan serta lingkungan yang sejuk. 4. Mengembangkan dan mendatangkan mesin-mesin baru dengan teknologi baru, dengan tujuan meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi. 5. Memperkuat penjualan di seluruh Indonesia serta merintis untuk eksport. 6. Mengembangkan jenis-jenis produk kosmetik secara lengkap mulai dari perawatan dasar atau skin care sampai dengan segala macam produk kosmetik yang ada di pasaran. PT Fabindo Sejahtera merupakan perusahaan kosmetik milik keluarga yang hingga kini terus berkembang menjadi salah satu perusahaan kosmetik dengan produk yang cukup ternama di Indonesia. PT Fabindo Sejahtera berlokasi di Jl. Cikupa Pasar Kemis, Desa Pasir Jaya, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten Visi dan Misi PT Fabindo Sejahtera Visi dari PT Fabindo Sejahtera ialah menjadi perusahaan nasional terbaik dalam menyediakan produk dan jasa di bidang perawatan kecantikan dan kesehatan dalam meningkatkan kualitas hidup.

39 29 Sementara itu demi mewujudkan misi tersebut PT Fabindo Sejahtera menggulirkan misi sebagai berikut : Menciptakan dan memproduksi produk berkualitas sesuai persyaratan pelanggan. Memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh pelanggan. Menerapkan prinsip produk berkualitas, harga yang kompetitif, ketepatan waktu pengiriman, dan kepuasan pelanggan Struktur Organisasi PT Fabindo Sejahtera Sebagai perusahaan yang telah lama berdiri, PT Fabindo Sejahtera didukung oleh sumber daya manusia yang dikelola dalam organisasi perusahaan yang bekerja sinergi. Secara garis besar, struktur organisasi perusahaan PT Fabindo Sejahtera dapat dilihat pada lampiran Sistem Pengelolaan Produksi PT Fabindo Sejahtera Jenis dan Kapasitas Produksi Jenis dan Kapasitas produksi PT Fabindo Sejahtera pada awalnya hanya memproduksi sebanyak 3 (tiga) jenis produk utama yaitu bedak padat/talcum powder, parfum, dan lipstik, sedangkan untuk saat ini PT Fabindo Sejahtera telah menghasilkan produk kosmetik dekoratif, skin care, bodycare, parfum dan asesoris seperti diantaranya minyak telon, minyak kayu putih, dan lotion pengusir nyamuk dibawah naungan beberapa merek kosmetik antara lain Fanbo, Rivera, Daisy dan Bambi. Adanya penambahan jenis produk utama tersebut tentu saja berpengaruh terhadap kapasitas produksi yang dihasilkan serta waktu operasional kerja pabrik Waktu Operasional dan Jumah Shift Waktu operasional pabrik di PT Fabindo Sejehtera pada satu shift kerja berjalan selama 8 jam setiap harinya, pada hari Senin hingga hari Jumat. Jumlah shift kerja yang ada berjalan di PT Fabindo Sejahtera sesungguhnya hanya terdapat 1 (satu) shift normal yang bekerja mulai pukul hingga pukul dengan satu jam istirahat di siang hari yakni pukul Dalam keadaan tertentu PT Fabindo Sejahtera memberlakukan shift

40 30 tambahan yakni shift 1 yang bekerja pada pukul hingga pukul dengan waktu istirahat setengah jam yakni pukul , shift 2 dengan waktu kerja sejak pukul hingga pukul hingga pukul 00.00, dan shift 3 yang bekerja pada pukul hingga pukul Pengadaan jam kerja shift tambahan tersebut dilakukan apabila proses produksi dilakukan diluar jam operaional normal Proses Produksi Proses produksi dari beberapa produk yang dihasilkan relatif memiliki teknologi dan metode yang kurang-lebih sama. Ruang produksi terdiri atas ruang produksi skincare, ruang produksi pancake, ruang produksi lipstik, ruang produksi eyeshadow/blush on/face powder/talkum, ruang produksi obat tradisional, ruang produksi kaleng, ruang produksi parfum, ruang produksi Hoitong, dan ruang produksi puff. Denah ruang produksi terdapat pada lampiran 2. Secara umum proses produksi dimulai dari persiapan bahan baku yang akan digunakan, kemudian dilakukan penimbangan dan pencampuran bahan baku dengan proses yang sesuai dengan spesifikasi produk akhir yang dibuat. Salah satu proses yang penting sebelum memasuki proses pengemasan adalah pemeriksaan atau uji mutu produk melalui tahapan quality control. Tahapan quality control merupakan tahapan yang banyak menentukan mutu dan kualitas produk yang dihasilkan, agar terpenuhi pemenuhan jaminan produk sehingga tidak menyebabkan dampak negatif terhadap konsumen. Tahapan quality control juga meliputi pengawasan terhadap kualitas air yang akan digunakan untuk proses produksi. Air yang hendak digunakan untuk proses produksi tentunya berbeda dengan air pada umumnya. Air untuk proses produksi memiliki parameter tertentu yang harus dipenuhi. Proses Water Treatment untuk Keperluan Produksi dapat dilihat pada lampiran 3 dan Sistem Distribusi Air untuk Produksi dapat dilihat pada lampiran 4. Tahap akhir dari rangkaian proses produksi yaitu pengemasan atau packaging yang disesuaikan dengan produk yang dibuat. Setelah melalui tahap pengemasan, dilakukan pula uji pada finish good sebagai pemastian uji akhir. Selanjutnya produk yang telah selesai di produksi dan diuji tersebut disimpan dalam gudang. Sebelum kemudian dikirim untuk dijual kepada konsumen. Bagan produksi untuk masing-masing jenis produk dapat dilihat pada lampiran 5 sampai

41 31 dengan lampiran Produksi Produk Perawatan Kulit (Skincare) Skincare berfungsi dalam merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Salah satu produk skincare yang diproduksi PT Fabindo Sejahtera terdiri dari produk semi padat seperti lulur mandi, krim dan lotion, hingga pencuci muka (facial foam) serta produk skincare berwujud cair seperti cleanser. Adapun mesin dan peralatan yang digunakan antara lain mesin mixing tank kapasitas kg, timbangan, kain saring, pengaduk stainless steel, panci stainless steel, mesin oil phase tank dan inline homogenizer. Tahap awal pembuatan lulur mandi fanbo diawali dengan pembuatan massa premix I yaitu aquademin yang telah ditimbang ditambahkan pengawet I, diaduk hingga homogen. Pada wadah lain, yaitu pada tangki utama dimasukkan sejumlah aquademin yang telah ditimbang dalam jumlah tertentu, kemudian dipanaskan hingga C (aquademin disisakan ± 10 kg untuk membilas wadah) ditambahkan pengawet 2 diaduk hingga larut sempurna. Sedikit demi sedikit thickener ditambahkan dengan cara ditaburkan, material ini harus dijaga agar tidak jatuh menggumpal, diaduk dengan propelar turbin dan blade dengan kencang sambil disirkulasi dengan kecepatan 1000 rpm selama 45 menit. Setelah itu dicek kehalusan dan homogenitas bahan kemudian pemanasan dilanjutkan di tangki utama hingga suhu Massa yang telah homogen ini kemudian ditambahkan masa premix I diaduk hingga larut sempurna. cosolvent ditambahkan ke dalam massa tersebut, diaduk dengan pengadukan kecepatan tinggi, suhu dipertahankan pada suhu C selama 20 menit hingga halus dan terbentuk gel encer. Pada tangki lain yaitu tangki fase minyak dimasukkan fase minyak yang akan digunakan dipanaskan hingga suhu C hingga meleleh sempurna dan diaduk hingga homogen. Fase minyak yang telah homogen ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki utama pada suhu C sambil diaduk oleh propelar turbin dan blade dengan kencang sambil disirkulasi dengan inline homogenizer dengan kecepatan 1000 rpm, proses emusifikasi dilakukan selama menit. TEA (trietanolamin) atau penstabil ph ditambahkan untuk mencapai ph optimal dengan pengadukan kecepatan tinggi selama 15 menit. Emulsi yang telah terbentuk didinginkan hingga suhu mencapai C, kemudian

42 32 ditambahkan fragrance, diaduk dengan propelar turbin dan blade dengan kecepatan rendah dan disirkulasi hingga material benar-benar homogen. Setelah itu ditambahkan scrub bagi produk krim lulur mandi atau facial foam pada suhu pendinginan 30 C dengan pengadukan perlahan. Sampel diambil untuk diperiksa oleh QC, setelah bulk lulus QC, bulk ditransfer kedalam tangki SS yang sudah di sanitasi untuk dilakukan proses filling atau pengisian ke dalam kemasan lulur. QC akan memeriksa uji mikrobiologi dari lulur tersebut, jika memenuhi syarat maka produk jadi akan dimasukkan ke gudang produk jadi dan siap dipasarkan. Alur proses produksi produk skincare semi padat dapat dilihat pada lampiran 5. Produksi skincare produk cair dilakukan dengan metode yang lebih sederhana dibandingkan dengan produk semi padat. Proses ini dimulai dengan penimbangan dan pencampuran bahan larut air dalam tanki mixing, kemudian dilanjutkan dengan proses mixing seluruh bahan, dan dilanjutkan dengan proses pengisian dalam kemasan botol, penutupan botol, dan pemberian label produk. Alur proses produksi skincare cair dapat dilihat pada lampiran Produksi compact powder, eyeshadow, blush on, face powder, talcum powder dan Hoitong Compact powder, eyeshadow, blush on dan face powder merupakan kosmetik dekoratif yang bertujuan semata-mata untuk mengubah penampilan, yaitu agar tampak lebih cantik dan noda-noda atau kelainan pada kulit tertutupi. Secara garis besar proses pembuatan produk-produk tersebut sama, yaitu melalui proses mixing, filling dan packing. Pada pembuatan compact powder, eyeshadow dan blush on pada proses filling mengalami proses pengepresan sedangkan face powder dan talkum langsung dimasukkan kedalam kemasan primernya, seperti tergambar dalam bagan lampiran 7. Penimbangan formula dilakukan oleh personil gudang. Bahan-bahan yang akan diproduksi diletakkan dalam satu palet yang kemudian akan dimasukkan ke dalam tangki mixing. Terdapat dua mesin mixing yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan produksi yaitu mesin mixing kapasitas 125 kg dan 500 kg. Selain mesin tersebut, pada proses mixing juga dibutuhkan mesin micropulvizer, mesin pemanas, teko dan colour chart. Pada pembuatan compact powder, tahap awal mixing yang dilakukan adalah premix warna. Pada tahap ini talk, titanium

43 33 oksida dan pigmen yang telah sesuai dengan colour chart dicampur dan diaduk dalam tangki mixing, kemudian dilewatkan dalam mesin micropulverizer sampai halus kemudian disisihkan. Pada wadah lain dibuat campuran pengawet dan pelarut serta TiO yang dimasukkan dan dipanaskan hingga melebur sempurna pada suhu C. Setelah itu suhu diturunkan hingga C, kemudian ditambahkan ekstrak akar mulberi dan vitamin E asetat, diaduk hingga homogen. Kedalam tangki mixing dimasukkan kembali premix warna dan bahan pengisi kemudian dicampur dan diaduk selama 30 menit hingga homogen. Setelah itu ditambahkan campuran pengawet dan fragrance, proses mixing dilanjutkan kembali hingga benar-benar homogen selama 15 menit. Massa ini dilewatkan ke mesin pulverizer, sampel diambil sedikit dicetak dalam godet, warna diperiksa sesuai standar. Setelah lulus QC, bulk ditransfer dalam drum yang telah disanitasi ditimbang berat bulk yang dihasilkan dan dihitung jumlah bulk yang hilang. Proses selanjutnya adalah proses filling atau pengisian massa kedalam kemasan primer. Massa dalam drum dimasukkan ke dalam mesin hopper yang telah diatur volume pengisiannya. Dalam mesin hopper, bulk akan dilewatkan dalam agitator untuk menstabilkan campuran massa agar tidak menggumpal setelah itu akan dialirkan ke mesin cetak atau filling Kemwal. Pada conveyor posisi godet (wadah compact powder) diatur sebelum masuk ke mesin cetak. Berat bulk yang tercetak diperiksa kemudian dilakukan uji drop test produk tiap 30 menit. Produk setengah jadi disimpan pada rak dan ditempatkan pada kotak kayu serta diberi identitas produk pada rak. Sampel di periksa oleh QC, produk setengah jadi dimasukkan ke dalam gudang WIP (work in process) hingga hasil uji dari QC memenuhi syarat. Setelah itu produk siap di kemas. Proses pengemasan terdiri dari dua tahap yaitu pengemasan kemasan primer dan kemasan sekunder. Mesin dan alat yang digunakan antara lain mesin ink jet print, stampel no bets, tanggal dan produk dan mesin shrink tunnel. Dalam pengemasan sekunder terdapat proses penyiapan container compact powder, proses memasukkan produk setengah jadi dalam container pancake dan pemasangan cellophane. Dalam pengemasan sekunder terdapat proses pemasukkan puff dalam container, pengkodean nomor bets penempelan label produk, pembentukan box sebagai wadah sekunder dan penyegelan produk

44 34 dengan plastik shrink. Kemudian dimasukkan ke dalam wadah karton besar dan dimasukkan dalam gudang produk jadi. Skema alur proses produksi talcum powder dan compact powder dapat dilihat pada lampiran 7 dan 8. Proses produksi Hoitong dapat dilihat pada lampiran Produksi Lipstik Lipstik merupakan kosmetik bibir yang dicetak menjadi bentuk stik dan merupakan dispersi dari zat warna pada basis yang mengandung minyak, lemak, dan lilin (Harry s Cosmeticology). Produksi lipstik PT. Fabindo Sejahtera dibawah merek Rivera Blue terdapat 25 macam nomor lipstik, Rivera wet and Glam dan fanbo matte terdapat 10 macam nomor lipstik serta Fanbo fantastik terdapat 20 nomor lipstik. Sekitar 7200 buah lipstik dapat dihasilkan dalam satu hari produksi. Lipstik-lipstik ini akan diproduksi sesuai dengan rencana produksi yang dibuat oleh PPIC. Ruangan lipstik terdiri dari ruangan grey area dan black area. Dalam ruang grey area personil diwajibkan memakai baju khusus, penutup kepala, masker dan sarung tangan. Adapun proses yang dilakukan dalam grey area antara lain mixing, filling, flamming dan pengemasan primer. Sedangkan pada black area dilakukan proses pengemasan sekunder. Dalam ruang produksi lipstik terdapat 4 buah mesin mixing dengan kapasitas 1 kg, 15 kg, 30 kg, dan 100 kg. Tahap awal pembuatan lipstik diawali dengan pembuatan basis lipstik. Bahan-bahan pembuat basis lipstik yang telah ditimbang dipanaskan hingga suhu 80 C hingga meleleh sempurna. Setelah itu basis lipstik dimasukkan ke dalam mesin mixing sambil dimasukkan sejumlah bahan pengisi dan pengental dan di mixing selama 30 menit. Penambahan extender warna kemudian ditambahkan dalam bulk campuran tersebut sambil terus di homogenkan dengan mixer hingga 1 jam. Sejumlah castor oil dimasukkan dan di mixing hingga homogen selama 1 jam. Setelah bulk homogen ditambahkan pigmen, diaduk homogen kemudian ditambahkan beberapa jenis minyak yang dibutuhkan dalam pembuatan lipstik, di mixing selama 30 menit. Jika warna sudah sesuai maka ditambahkan fragrance dan vitamin E asetat kemudian ditambahkan dan dihomogenkan. Sejumlah bulk diambil dan diperiksa oleh QC. Setelah lulus QC, bulk ditransfer ke dalam wadah seperti ember yang dilapisi

45 35 plastik yang sebelumnya telah disanitasi dan didiamkan selama satu hari agar bulk tersebut membeku dan memudahkan untuk proses penimbangan. Bulk yang telah dingin dan membeku ini kemudian disimpan dalam gudang work in process (WIP) lipstik. Bulk dalam WIP yang akan diproses menjadi bahan jadi lipstik, dikeluarkan dalam gudang WIP yang selanjutnya akan dipanaskan kembali dalam mesin pencair bulk dengan suhu pengoperasian mesin C dan dipindahkan ke dalam mesin hopper. Bulk lipstik dalam mesin hopper kemudian akan ditransfer ke dalam mesin filling dengan pengaturan suhu 80 C dengan spesifikasi berat bulk 3,5-4 gram. Cetakan lipstik diatur posisinya dan ditempatkan dibawah nozzle dengan benar, bulk lipstik akan tecetak dan kemudian cetakan tersebut diletakkan di atas mesin pendingin. Lipstik yang sudah dingin kemudian dimasukkan kedalam kontainernya dan dilakukan proses flamming agar permukaan lipstik lebih mengkilap. Lipstik dalam container siap untuk ditutup, diberi nomor bets dan expired date serta diberi kemasan berupa box satuan dan box lusinan yang selanjutnya disegel dengan mesin shrink dengan pengaturan suhu 150 C. Alur proses produksi lipstik dapat dilihat pada lampiran Produksi Parfum Cairan untuk Pemakaian Luar dan Obat Tradisional (Parfum, Minyak Telon dan Kayu Putih) Parfum adalah minyak hasil ekstraksi dari tumbuh-tumbuhan yang dipadukan dengan beberapa zat kimia serta air, yang diracik dan mengeluarkan wewangian, semantara minyak kayu putih dan minyak telon digunakan sebagai sediaan penghangat untuk pemakaian diluar tubuh yakni dipermukaan kulit. Ruang produksi produk cair untuk pemakaian luar terdiri atas ruang mixing dan ruang filling yang menyatu dengan ruang pengemasan. Tidak ada pengaturan suhu atau kelembaban didalamnya. Ruangan difasilitasi dengan 3 buah kipas angin dan 3 buah blower untuk mensirkulasi udara didalam ruangan. Produksi parfum yang diamati adalah parfum fanbo 5K (Gloria) dimana parfum ini sangat laris di pasaran. Permintaan pasar yang banyak akan produk ini, membuat personil produksi parfum harus memproduksi 1600 lusin parfum setiap harinya. Sementara itu produk minyak kayu putih dan minyak telon yang di

46 36 produksi PT Fabindo Sejahtera memikili merk dagang Bambi, yakni produk untuk bayi dan balita. Proses produksi diawali dengan proses mixing atau pencampuran bahan. Dalam memproduksi parfum, terdapat dua jenis tangki mixing yang dapat digunakan yaitu tangki spavil 75 kg atau tangki mixing 300 kg, dimana penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan produksi. Pada wadah stainless steel ditimbang sejumlah solubilizer dan penjernih yang kemudian dipanaskan hingga suhu 40 C hingga terbentuk cairan jernih. Setelah itu pemanasan dihentikan dan dilakukan pendinginan dengan chiller hingga temperatur kamar. Ketika suhu telah dingin, bagi produk parfum dimasukkan fragrance ke dalam larutan sambil diaduk hingga bahan-bahan larut sempurna dan jernih. Kemudian larutan tersebut dimasukkan ke dalam tangki mixing utama bersama dengan sejumlah alkohol sesuai dengan formula. Kedua larutan tersebut kemudian diaduk homogen dan dimasukkan sejumlah aquademin sedikit demi sedikit hingga jernih. Bulk yang sudah tercampur homogen diambil sampelnya untuk diperiksa oleh pihak QC. Setelah lulus pengujian QC, bulk ditransfer ke dalam holding tank yang telah disanitasi. Bulk parfume dalam holding tank kemudian ditransfer ke dalam tangki celup untuk proses pengisian parfume. Sebelum proses pengisian parfume dilakukan terlebih dahulu botol 5K disiapkan dan dicuci dengan alkohol 96% kemudian dikeringkan untuk siap digunakan. Botol-botol tersebut kemudian dimasukkan dalam tangki celup dan di vakum selama 5 menit dengan tekanan 50 bar dan setelah itu siap untuk diangkat ke meja penyedotan manual. Di atas meja ini volume cairan yang berlebih akan dibuang hingga batas leher botol dan botol dicuci dengan alkohol agar tidak licin. Proses selanjutnya adalah pemasangan plug atau penutup mulut botol parfum yang terbuat dari plastik yang kemudian akan diletakkan pada meja khusus penampungan yang alasnya berlubang-lubang guna menampung sisa tirisan parfum yang dapat diproses kembali. Botol tersebut kemudian diletakkan di meja pengering, ditempelkan label pada badan botol dan diletakkan di conveyer untuk dilakukan proses pengkodean nomor bets dan expired date. Botol siap ditutup dan dikemas dalam dus satuan yang kemudian dimasukkan ke dalam dus

47 37 lusinan hingga kemasan terluar yaitu karton. Layout produksi parfum dapat dilihat pada lampiran Produksi Puff Puff merupakan produk accessories kosmetik yang digunakan untuk menyapukan bedak ke wajah. PT. Fabindo Sejahtera memproduksi puff yang terdapat dalam produk pancake dan puff yang akan dipasarkan dalam kemasan satuan. Puff diproduksi pada ruangan black area. Operator produksi di bagian ini diwajibkan menggunakan cap, seragam dan masker serta diwajibkan membersihkan tangan 2 jam sekali dengan disemprotkan alkohol. Bahan baku yang digunakan adalah katun, busa, saten, lem dan foil. Pertama, katun, busa dan saten dipotong sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan. Kemudian saten diberi label dengan menggunakan hot stamp. Lalu katun, busa serta saten dilem dan dipress hingga menjadi puff dengan menggunakan alat air cylinder. Puff yang akan digunakan untuk produk pancake akan disimpan di ruangan WIP (Work in Process). Puff yang akan dipasarkan dalam kemasan satuan akan dikemas dalam kemasan plastik yang kemuian dilewatkan pada mesin seal. Puff yang telah dikemas, disusun dalam box, kemudian disimpan didalam gudang penunjang. Skema alur produksi puff, terlampir pada lampiran 12. Ruang produksi akan disanitasi sebelum dan setelah produksi. QC akan melakukan sampling pada bahan-bahan puff sebelum pengepresan dan pada finish goods Produksi Wadah Kaleng Selain memproduksi sediaan dan accessories kosmetik, PT. Fabindo Sejahtera juga membuat kaleng dan godet yang digunakan untuk kemasan face powder dan pancake. Ruangan produksi kaleng berada terpisah dari ruang produksi kosmetik. Bahan baku utama yang dibutuhkan untuk proses produksinya adalah aluminium. 1. Kaleng Berdasarkan ukurannya, kaleng diklasifikasikan atas empat jenis, yaitu kaleng tipe 211 L, 211 S, 2119L dan 2119 SP. Kaleng berfungsi sebagai kemasan untuk face powder. Bahan yang digunakan adalah tinplate. Kaleng terdiri dari bagian top, body dan bottom.

48 38 Pertama, tinplate dipotong sesuai kebutuhan. Pemotongan terbagi dua, yaitu potong panjang dan potong pendek. Pemotongan tinplate menggunakan mesin cutting. Kemudian bagian body digulung atau dibentuk dengan menggunakan mesin gulung serta disambung dengan mesin sambung. Lalu dilakukan pengepresan bagian bottom dan penempelan bagian top. Pada kaleng dengan tipe 211S dan 2119SP tidak terdapat bagian top. 2. Godet Godet merupakan wadah tempat pencetakan pancake. Godet yang diproduksi terbagi atas godet 505, eye shadom kit, Fanbo Fantastic two way cake, Fanbo Fantastic compact, Rivera Blue two way cake, Rivera Blue compact, Marck s Venus compact, Marck s Venus two way cake dan Daisy Slim pancake. Godet diproduksi dalam dua bentuk yakni bulat, ¼ lingkaran dan kotak. Proses produksi dapat dilakukan secara manual dan dengan menggunakan mesin otomatis. Produksi godet berbentuk bulat secara manual diawali dengan pemotongan lembaran tinplate yang kemudian dilanjutkan dengan pencetakan godet. Hasil godet dikirim ke gudang penunjang, yang kemudian akan digunakan pada produksi pancake. Produksi godet berbentuk kotak dan ¼ lingkaran diawali dengan pemotongan lembaran tinplate yang kemudian dilanjutkan dengan pencetakan godet. Lalu godet setengah jadi dipotong sisi-sisinya. Hasil godet dikirim ke gudang penunjang, yang kemudian akan digunakan pada produksi pancake dan eye shadow. Godet yang diproduksi dengan menggunakan mesin otomatis adalah godet 68 (Fanbo) dan godet Daisy. Aluminium dimasukkan pada coil penggulung. Pada coil terdapat limit switch, yang dapat mengulur aluminium ke dalam mesin pencetak. Sebelum melewati mesin pencetak tinplate akan melewati mesin press otomatis yang akan menarik lembaran tinplate. Godet jadi akan dikirim ke gudang penunjang. Secara garis besar proses produksi kemasan primer kaleng ini terdapat pada lampiran Produksi Handsoap Selain memproduksi produk yang dipasarkan ke masyarakat, PT Fabindo Sejahtera juga memproduksi perbakalan kesehatan rumah tangga yang digunakan

49 39 didalan perusahaan sendiri yakni handsoap atau sabun pencuci tangan yang kerap digunakan di washtafel toilet serta pantry. Prosesnya sndiri tidak jauh berbeda dengan pembuatan krim sabun pencuci wajah seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Secara lengkap proses tersebut dapat dilihat pada lampiran Kerjasama dengan Produsen Lain atau Pemilik Kontrak Selain menghasilkan produk kosmetik yang dimiliki sebagai merk dagangnya sendiri, PT Fabindo Sejahtera juga melakukan kerjasama melalui kontrak dengan produsen kosmetik dan perbekalan rumah tangga lainnya. Produk kerjasama dengan pemilik kontrak disebut produk makloon. Produk yang dibuat berdasarkan kontrak disesuaikan dengan perjanjian isi kontrak, yakni apakan PT Fabindo Sejahtera diberikan tanggung jawab sebagai pihak yang melakukan proses sejak tahapan formulasi, atau memproduksi sejak raw material, atau hanya diminta sebagai pihak yang melakukan pengemasan produk saja. Dalam kerjasama tersebut, PT Fabindo Sejahtera juga memiliki tanggungjawab sebagai pemberi jaminan produk dengan melakukan uji-uji terhadap produk melalui quality control yang kemudian menginformasikan hasil uji kepada pemiliki kontrak untuk diputuskan tahapan selanjutnya hingga produk jadi Research and Development PT. Fabindo Sejahtera Divisi penelitian dan pengembangan produk PT Fabindo Sejahtera menggawangi proses pengembangan baik terhadap produk yang telah launching maupun pengembangan manjadi produk baru. Tahapan proses pengembangan produk di PT Fabindo Sejahtera yang dijalankan divisi ini melalui proses seperti dijelaskan berikut ini: 1. Usulan pengembangan produk baru oleh divisi OEM/ product development/ marketing. Divisi OEM/ product development/ marketing memberikan dokumen usulan pengembangan produk baru yang berisikan detail produk tersebut meliputi spesifikasi produk, biaya pembuatan produk, tenggat waktu yang

50 40 diberikan untuk membuat produk, harga jual produk, dan keuntungan yang diperoleh formulator dari tiap produk yang terjual. 2. Evaluasi usulan pengembangan produk oleh departemen research and development Pihak research and development mengevaluasi dokumen usulan pengembangan produk mengenai kesesuaian spesifikasi dengan dapat tidaknya produk tersebut dibuat, biaya pembuatan produk, tenggat waktu yang diberikan untuk membuat produk, dan keuntungan yang akan diperoleh formulator dalam penjualan produk. 3. Studi literatur untuk formulasi Setelah dokumen usulan pengembangan produk disetujui oleh pihak research and development, formulator divisi research and development memulai studi literatur untuk menentukan bahan yang sesuai, persentasi bahan yang sesuai dan juga alat dan proses pembuatan yang tepat untuk menciptakan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang sebelumnya diberikan oleh divisi OEM/ product development/ marketing. 4. Evaluasi bahan baku dan bahan kemas yang akan digunakan Bahan baku yang telah ditentukan melalui studi literatur diuji kesesuaiannya dengan spesifikasi dari pemasok dan juga kesesuaiannya dengan spesifikasi bahan baku yang diperlukan untuk membuat produk baru tersebut. Begitu juga dengan bahan kemas. Spesifikasi bahan kemas harus diperiksa terlebih dahulu apakah sesuai dengan spesifikasi yang diperlukan oleh produk baru yang diperoleh melalui studi literatur sebelumnya. 5. Trial laboratorium Formulasi dan proses pembuatan yang sudah terbentuk diuji pada skala laboratorium. Melalui trial laboratorium ini dapat diketahui apakah formulasi dan proses pembuatan yang telah terbentuk sebelumnya dapat menghasilkan produk yang tepat melalui uji pendahuluan terhadap produk. Jika produk yang diinginkan tidak terbentuk maka dapat diadakan peninjauan kembali (studi literatur) terhadap formulasi dan proses pembuatan yang sudah ada.

51 41 6. Uji kestabilan awal Setelah produk berhasil terbentuk dan memenuhi uji pendahuluan, kestabilan produk tersebut diuji melalui uji kestabilan dipercepat. 7. Evaluasi hasil trial oleh pemberi usulan produk baru Evaluasi hasil trial oleh pemberi usulan produk baru dilakukan secara paralel dengan uji kestabilan awal. Evaluasi ini ditujukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan sudah memenuhi keinginan pemberi usulan produk baru atau belum. Biasanya evaluasi yang dilakukan meliputi penampilan dan karakteristik aplikasi produk. 8. Pembuatan color range (untuk produk dekoratif) Untuk produk dekoratif, terdapat tahapan pembuatan color range dimana pada tahapan ini dibuat master product yang terdiri dalam berbagai macam warna yang akan dibuat pada produk tersebut. 9. Uji kestabilan lanjutan Setelah lolos uji kestabilan awal maka dilakukan proses uji kestabilan lanjutan untuk mengetahui umur produk yang untuk tahap pertama dilakukan dengan uji kestabilan dipercepat dan juga diparalel dengan uji kestabilan sesungguhnya. 10. Pengembangan packaging Selain kestabilan produk, dilakukan juga uji terhadap kemasan. Uji kebocoran dan kestabilan bahan pengemas diuji secara paralel dengan pengujian lainnya. 11. Uji kestabilan kompatibilitas Pada uji ini dilakukan evaluasi kompatibilitas antar bahan dan juga dengan bahan pengemas. 12. Uji panel, uji efikasi, uji efektivitas (bila diperlukan) Uji panel dilakukan dengan melibatkan responden dengan kriteria tertentu dan dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Uji panel dilakukan untuk mengetahui pendapat konsumen (dalam hal ini responden) terhadap produk baru tersebut. Uji efikasi dan uji efektivitas dilakukan untuk mengetahui keamanan dan efek dari produk. 13. Registrasi produk

52 42 Sebelum diedarkan, tentunya diperlukan izin edar produk terlebih dahulu. Untuk mendapatkan izin edar, suatu produk harus diregistrasi terlebih dahulu kepada pihak yang berwenang pada hal ini adalah Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Untuk kosmetika, proses tersebut dikenal sebagai notifikasi kosmetika. 14. Scale up produksi Pada tahapan scale up, dilakukan percobaan apakah pada kuantitas skala besar formulasi dan proses pembuatan yang telah dibuat sebelumnya masih dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Jika terjadi penyimpangan, maka dilakukan peninjauan kembali agar formulasi dan proses pembuatan yang ada dapat menghasilkan produk sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan baik pada skala laboratorium maupun pada skala produksi. 15. Proses verifikasi Setelah formulasi dan proses pembuatan produk dapat memenuhi spesifikasi saat scale up produksi, dilakukan pengawasan terhadap proses verifikasi oleh analis departemen research and development. Proses verifikasi ini dilakukan terdapat 3 bets pertama proses produksi produk baru tersebut. 16. Arsip dokumen Semua proses, dari awal pengajuan usulan pengembangan produk baru sampai dengan proses verifikasi disimpan dalam arsip dokumen yang tersusun rapih agar jika suatu saat diperlukan dapat dilakukan penelusuran dokumen Sistem Pengawasan Mutu PT Fabindo Sejahtera Bagian pengawasan mutu atau quality control (QC) PT Fabindo Sejahtera dikepalai oleh Manajer Pengawasan Mutu yang bertanggung jawab kepada Factory Director. Unit ini bertugas untuk mengawasi mutu produk secara menyeluruh dimulai dari bahan baku, bahan kemas, produk ruahan, hingga produk jadi. Ruang lingkup tugas unit ini diantaranya ialah pelaksanaan dan

53 43 pengendalian kegiatan pengambilan contoh bahan baku, bahan kemas, produk ruahan dan produk jadi, pelatihan personil yang berhubungan dengan pengawasan mutu sesuai CPOB, menyusun, merevisi, dan memperbaharui protap kegiatan pengawasan mutu, memastikan kebersihan ruangan dan peralatan yang digunakan, serta pengelolaan contoh pertinggal. Tahapan pengawasan mutu di PT Fabindo Sejahtera terdiri dari pengawasan terhadap mutu bahan baku, bahan kemas, dan produk jadi yang masing-masing melalui alur pengawasan yang hampir sama namun dengan parameter pengujian yang berbeda-beda. Alur bermula sejak bahan baku dan bahan pengemas yang masuk diterima oleh pihak gudang yang kemudian diberi status awal karantina. Pada masa karantina bahan awal ini, bagian pengawasan mutu bertugas untuk memeriksa mutu bahan sesuai spesifikasi yang dipersyaratkan. Setelah pengujian dilakukan dan hasil uji diperoleh, maka unit ini akan mengeluarkan keputusan untuk mengubah status karantina yakni passed untuk bahan yang lulus uji ataupun reject apabila ditolak. Bahan awal yang telah mendapat status passed telah dapat dipergunakan untuk proses produksi. Pengawasan mutu pada proses produksi terkait produk ruahan dan produk jadi dilakukan dibawah pengawasan QC line, dimana contoh dari produk ruahan dan produk jadi diambil oleh pihak produksi dibawah pengawasan pihak QC line dan di bawa untuk dilakukan IPC (in process control) ataupun Uji Mutu Produk Jadi di laboratorium QC. Dari keputusan pengujian ini diperoleh status yang sama yakni passed atau reject untuk hasil uji produk ruahan, dan release atau reject untuk produk jadi. Adapun parameter yang diuji bagi masing-masing produk yang berbeda tentu saja tidak sama. Bagi produk kosmetik cair para meter yang diuji antara lain ph, viskositas, organoleptis, berat jenis, dan mikrobiologi. Uji mikrobiologi ynag dilakukan antara lain uji mikroorganisme patogen, uji keberadaan kapang-khamir, dan uji ALT. Untuk produk kosmetik dekoratif parameter yang diuji antara lain organoleptis dan pay-off. Setelah produk release, pihak pengawasan mutu tetap melakukan pemantauan bagi contoh pertinggal untuk verifikasi apabila terjadi keluhan di kemudian hari.

54 Sistem Pemastian Mutu PT Fabindo Sejahtera Departemen pemastian mutu bertanggung jawab atas sistem pemastian mutu PT.Fabindo Sejahtera. Departemen pemastian mutu baru saja terbentuk pada tahun 2013 dan terdiri dari satu orang manajer dan satu orang asisten manager. Sistem pemastian mutu PT.Fabindo Sejahtera masih dalam proses pengembangan pada saat ini sistem pemastian mutu terdiri dari audit internal dan juga penanganan penyimpangan produksi. Untuk pembuatan SOP, pembentukan acuan mutu perusahaan, partisipasi dalam program validasi, dan evaluasi catatan bets belum termasuk dalam sistem pemastian mutu PT.Fabindo Sejahtera Sistem Pengelolaan Pergudangan PT Fabindo Sejahtera Bagian Material Management PT Fabindo Sejahtera bertugas dalam mengelola pergudangan dalam hal menerima, menyimpan dan menditribusikan material berupa bahan baku, bahan pengemas, dan produk jadi. Gudang adalah tempat penerimaan, penyimpanan, dan distribusi barang berupa bahan baku, bahan pengemas, dan produk jadi, dan material lain yang dibutuhkan untuk membantu kelancaran proses produksi maupun proses pengemasan. Komoditi ini memiliki nilai ekonomi dan membutuhkan pengelolaan yang baik sehingga perlu ditangani secara khusus agar barang yang disimpan tersebut senantiasa sesuai secara kuantitatif antara persediaan fisik dengan data administratif. Proses penanganan bahan awal, mulai dari penerimaan dan penyimpanan sangat mempengaruhi mutu produk yang akan dihasilkan. Penanganan produk jadi, mulai dari penyimpanan hingga siap distribusi, juga harus dikelola dengan baik agar mutu produk tetap terjaga hingga ke tangan konsumen. Terdapat empat ruang gudang yang ada pada bagian Material Management PT Fabindo Sejahtera, yaitu satu buah gudang untuk penyimpanan bahan baku, satu buah gudang untuk penyimpanan bahan kemas, dan dua buah gudang untuk penyimpanan produk jadi sebelum dikirim ke distributor. Alur keluar masuknya barang di PT Fabindo Sejahtera telah dikelola dengan cukup baik. Untuk alur masuk bahan baku, pertama-tama bahan berupa bahan baku dan bahan pengemas diterima di gudang, informasi mengenai bahan

55 45 yang datang (tanggal,jumlah, dan nama pemasok) dimasukkan ke dalam database dan diberikan kode kedatang barang, dan dikarantina untuk dilakukan uji terhadap pemenuhan spesifikasi oleh bagian pengawasan mutu. Setelah selesai di uji, bahan baku dan bahan pengemas diberi penandaan diterima ( passed ) atau ditolak ( reject ) sesuai hasil uji. Bahan yang diterima kemudian diletakkan pada rak yang tersedia sesuai dengan SOP penyimpanan yang berlaku. Bagian Material Management PT Fabindo Sejahtera juga bertugas dalam melakukan penyimpanan produk jadi dan ekspedisi produk jadi ke distributor. Produk jadi yang datang dari bagian produksi diterima di gudang dan data mengenai produk jadi terkait jumlah dan tanggal kadaluwarsa dimasukkan ke dalam database dan dikarantina untuk dilakukan uji terhadap pemenuhan spesifikasi oleh bagian pengawasan mutu. Setelah selesai di uji, bahan baku dan bahan pengemas diberi penandaan release atau reject sesuai hasil uji. Produk jadi yang release kemudian diletakkan pada area release yang tersedia sesuai dipersiapkan untuk dikirimkan ke distributor Sistem Pengelolaan Limbah PT Fabindo Sejahtera Sumber limbah dari dampak beroperasinya kegiatan PT Fabindo Sejahtera berasal dari proses produksi antara lain: sisa bahan baku, beroperasinya mesinmesin maupun sisa kemasan bahan baku, kegiatan domestik karyawan, serta cemaran dari lingkungan di sekitar pabrik. Sementara itu jenis dampak lingkungan hidup terbagi menjadi 5 (lima) kategori berdasrkan wujudnya yakni limbah padat, limbah gas, limbah cair, debu, dan kebisingan Pengelolaan Limbah Padat Limbah padat yang berasal dari kegiatan PT Fabindo Sejahtera berasal dari sisa produksi, sisa kemasan bahan baku, maupun kegiatan domestik karyawan. Limbah padat ini berupa bubur bedak sisa bahan baku, kemasan bekas bahan baku berupa kardus, drum, atau botol, dan sampah domestik seperti kertas tisu, kertas bekas, bekas bungkus makanan, dan sebagainya. Sifat limbah padat ini tidaklah berbahaya bahkan sebagian besarnya masih dapat dimanfaatkan. Sebagian besar limbah padat yang dihasilkan dikelola oleh PT Fabindo Sejahtera dengan cara dikumpulkan dan diserahkan pada pihak ketiga

56 46 untuk dikelola lebih lanjut seperti kepada Karang Taruna atau TPA Kebupaten Tangerang untuk sebagian digunakan kembali atau dibuang Pengelolaan Limbah Cair Limbah cair dari kegiatan PT Fabindo Sejahtera berasal dari sisa produksidan kegiatan domestik karyawan (MCK). Limbah cair dari proses ini berupa cairan dengan kandungan bahan kimia tertentu sebagai sisa proses produksi dan oli-oli bekas pelumas mesin yang dapat mempengaruhi penurunan kualitas air di lingkungan sekitar. Sifat limbah cair dari proses produksi tersebut berbahaya bagi lingungan. Besaran limbah cair dari hasil produksi diperkirakan tiap harinya sebesar 2m 3 / hari, sementara sisa oli pelumas sebesar 20 liter / bulan. Dalam proses pengolahan limbah ini pihak pengelola di dalam PT Fabindo Sejahtera melakukan pengelolaan dari pengumpulan limbah dari berbagai lokasi di dalam perusahaan, limbah tersebut kemudian ditampung ke tempat penampungan limbah cair dalam tempat penampungan khusus. Selanjutnya divisi QC (Quality Control) bertugas untuk menganalisa tingkat bahaya dari limbah. Pengukuran kualitas limbah dari proses produksi di saluran drainase sebagai dampak dari cemaran yang dihasilkan oleh PT Fabindo Sejahtera mangacu pada SK Bupati Tangerang No.545/SK.03a-Perek/1993. Berdasrkan hasil pengukuran kualitas air PT Fabindo Sejahtera disaluran drainase menunjukkan bahwa kandungan limbah cair seperti TSS, ph, BOD5, COD, Zn, Pb, Cu, Cd, minyak dan lemak, serta Fenol berada di bawah baku mutu yang diperbolehkan, sedangkan parameter kandungan Hg sedikit melebihi baku mutu. Untuk menanggulanginya maka PT Fabindo Sejahtera membuat sistem IPAL. Untuk limbah berupa sisa oli pelumas mesin, PT Fabindo Sejahtera bekerjasama dengan karang taruna setempat untuk melakukan pengelolaannya. Sisa dari oli tersebut dikumpulka dalam drum, untuk selanjutnya diambil oleh pihak ketiga. Sedangkan untuk limbah cair dari kegiatan domestik disalurkan dalam septic tank agar tidak mencemari saluran drainase setempat. Alur neraca penggunaan air PT Fabindo Sejahtera secara menyeluruh dapat dilihat pada bagan di lampiran 15 sementara sistem pengolahan libah cairnya dapat dilihat pada lampiran 16, dalam kedua bagan tersebut terdapat alur mulai dari penggunaan air

57 47 untuk seluruh area pabrik hingga sistem pengolahan limbah cairnya. Lain halnya dengan limbah B3 yang juga mungkin terdapat pada limbah cair, PT Fabindo Sejahtera bekerja sama dengan PT Sinerga sebagai pihak ketiga untuk melakukan pengelolaan. Dalam hal ini pihak pengelolan dalam perusahaan menugaskan pihak QC untuk melakukan analisa terhadap sampel limbah, kemudian limbah yang positif mangandung bahan berbahaya sejenis B3 kemudian di tampung untuk kemudian diserahkan pada pihak ketiga yakni PT Sinerga untuk kemudian dikelola. PT Sinerga kemudian mengeluarkan manifest yang berisikan sertifikat, serta berita acara pembuangan limbah yang juga disertai dengan kuitansi pembayaran pengelolaan limbah B3 oleh PT Sinerga sebagai pihak ketiga Pengelolaan Limbah Gas Limbah gas dari kegiatan PT Fabindo Sejahtera berasal dari proses produksi maupun lingkungan sekitar dan bersifat bahaya. Pengukuran kualitas udara dari proses produksi di dalam ruang produksi PT Fabindo Sejahtera mengacu pada SE Menaker No.01/Menaker/1997, sedangkan untuk kualitas udara di lingkungan sekitar mengacu pada SK MENKLH KEP-02/MENKLH/1/1988 dan PPRI No.41/1999.Berdasarkan hasil pengukuran kualitas udara, diketahui bahwa limbah gas berupa CO, No x, SO 2, NH 3, dan H 2 S berada dibawah baku mutu yang diperbolehkan Upaya pengelolaan kualitas udara yang dilakukan PT Fabindo Sejahtera antara lain: Melakukan upaya penghijauan di halaman pabrik Mengimbau panggunaan masker bagi karyawan terutama di dalam ruangan yang berpotensi mengandung gas berbahaya dalam kadar berlebihan. Menghentikan proses produksi sementara apabila limbah gas yang ditimbulkan melebihi baku mutu yang ditetapkan Pengelolaan Debu Debu dari kegiatan PT Fabindo Sejahtera berasal dari proses produksi maupun lingkungan sekitar. Pengukuran debu ini mengacu pada baku mutu berdasarkan SK Menaker No.01/Menaker/1997 untuk kualitas debu di dalam

58 48 ruangan dan PP-RI No.41/1999 untuk kualitas debu di lingkungan sekitar pabrik. Upaya pengelolaan kualitas udara dari limbah debu yang dilakukan PT Fabindo Sejahtera antara lain: Imbauan untuk pemakaian masker bagi karyawan Menjaga kebersihan ruang kerja Pemagaran sekeliling lokasi yang dilengkapi dengan penghijauan dengan pepohonan yang dapat penyaring partikel debu Pengelolaan Kebisingan Pengukuran intensitas kebisingan dilakukan dengan menggunakan alat Sound Level Meter, hasil dari tiap kali pengukuran dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan SE Menaker No.51/Menaker/1999 tentang baku mutu kebisingan dalam ruangan dan SK MenLH No.48/MenLH/11/1996 untuk baku mutu kebisingan udara ambien. Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan di dalam ruangan produksi maupun lingkungan sekitar, tingkat kebisingan yang dihasilaj PT Fabindo Sejahtera masih berada dibawah baku mutu yang ditentukan. Upaya pengelolaan lingkungan dari dampak peningkatan kebisingan yang dilakukan PT Fabindo Sejahtera antara lain: Melakukan perawatan berkala terhadap mesin-mesin yang beroperasi Menyediakan ear plug bagi karyawan teritama yang bekerja di area produksi dengan mesi yang bising Pemagaran sekeliling lokasi yang dilengkapi pepohonan sebagai pagar hidup Proses Toll Manufacturing di PT. Fabindo Sejahtera Selain menghasilkan produk dengan brand yang berada di bawah naungan PT. Fabindo Sejahtera, fasilitas produksi dan pengujian di PT. Fabindo Sejahtera juga digunakan untuk memproduksi kosmetik berdasarkan kontrak kerja sama dengan berbagai mitra kerja sama baik dari dalam maupun luar negeri, atau biasa disebut dengan makloon. Dalam menjalin kerjasama tersebut, PT.Fabindo Sejahtera dengan pihak pemberi kontrak terlebih dahulu menjalani beberapa proses untuk mencapai perjanjian kontrak, tahapan tersebut adalah :

59 49 1. Initial meeting Initial meeting merupakan pertemuan pertama antara pihak PT.Fabindo Sejahtera dalam hal ini berasal dari departemen Toll Manufacturing dengan pihak pemberi kontrak. Pada pertemuan ini dibicarakan spesifikasi produk, formula dan proses produksi (apakah berasal dari pihak pemberi kontrak atau kepada PT. Fabindo Sejahtera). Hasil dari pertemuan tersebut kemudian diberikan kepada pihak research and development untuk dibuat dalam skala laboratorium. 2. Sample dari pihak research and development PT. Fabindo Sejahtera Setelah sampel selesai dibuat, pihak research and development menyerahkan kepada pihak Toll Manufacturing untuk terlebih dahulu dievaluasi sebelum diajukan kembali kepada pihak pemberi kontrak. Jika sudah memenuhi maka pihak Toll Manufacturing akan mengajukan produk tersebut kepada pihak pemberi kontrak jika belum maka produk tersebut akan dikembalikan kepada pihak research and development untuk dibuat ulang (retrial). 3. Approval customer atau retrial sample approval Sampel yang sudah disetujui oleh pihak Toll Manufacturing kemudian diberikan kepada pihak pemberi kontrak untuk mengetahui apakah sudah sesuai dengan keinginan pihak pemberi kontrak atau belum. Jika belum sesuai maka ketidak sesuaian tersebut dicatat kemudian diberikan kepada pihak research and development untuk kembali disesuaikan. Jika sudah selesai maka pada akan berlanjut ke tahap berikutnya yaitu tahap costing. 4. Costing Pada tahap ini dilakukan kesepakatan biaya yang harus dibayar oleh pihak pemberi kontrak kepada PT.Fabindo Sejahtera untuk dapat menjalankan kontrak tersebut. 5. Peresmian kontrak (MOU) Setelah semua disetujui, maka kontrak yang sudah dibuat dengan terperinci ditandatangani oleh kedua pihak sebagai tanda peresmian kerjasama.

60 50 6. Uji Stabilitas Pengujian stabilitas ini dikerjakan secara paralel dengan proses pembuatan kontrak (MOU). PT. Fabindo Sejahtera memiliki ketentuan untuk periode pengujian uji stabilitas yaitu selama 3 bulan. 7. Proses Produksi Setelah semua proses di atas selesai, makan proses produksi siap dilaksanakan. Proses produksi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang tertera pada kontrak yang sudah dibuat sebelumnya.

61 BAB 4 PEMBAHASAN PT Fabindo Sejahtera berdiri sejak tahun 1968 dan tumbuh sebagai industri kosmetik yang hingga kini terus berkembang dengan produk ternama di Indonesia. Sebagai industri kosmetik di Indonesia, PT Fabindo Sejahtera telah memenuhi kewajibannya untuk memenuhi ketentuan Cara Pembutan Kosmetik yang Baik (CPKB) berdasarkan pada Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK Tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik. Hal ini terbukti dengan sertifikat CPKB yang diperoleh oleh PT Fabindo Sejahtera sejak tahun 2008 dan telah dilakukan re-sertifikasi, yang menunjukan bahwa kosmetika yang diproduksi oleh PT Fabindo Sejahtera telah memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan dan mutu sesuai yang dipersyaratkan oleh Badan POM RI. Sistem manajemen mutu di PT Fabindo Sejahtera juga telah diterapkan dengan baik hal ini dibuktikan dengan penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008. Implementasi CPKB dan sistem manajemen mutu di PT Fabindo Sejahtera menjadikan perusahaan ini sebagai salah satu mitra manufaktur produk kosmetik kontrak ternama di Indonesia. Selain digunakan untuk memproduksi kosmetik dari perusahaan sendiri, fasilitas produksi di PT Fabindo sejahtera juga digunakan untuk memproduksi kosmetik berdasarkan kontrak kerja sama dengan berbagai mitra kerja sama baik dari dalam maupun luar negeri. Terdapat lima pilar utama dalam CPKB yang harus dipenuhi oleh industri farmasi dalam rangka implementasi dan sertifikasi CPKB pada sarana produksinya, kelima pilar tersebut antara lain ialah: a. Spesifikasi Semua peralatan, bangunan, ruangan, bahan baku, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses pembuatan dan pengemasan kosmetik hingga 51

62 52 menjadi produk kosmetik yang siap dipasarkan harus memenuhi kriteria dan persyaratan yang telah ditetapkan. b. Standard Prosedur Operasional Setiap pekerjaan yang dilakukan, yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan proses pembuatan kosmetik, harus dilakukan mengikuti suatu standar tertentu untuk menjamin praktek dan hasil kerja yang seragam. c. Validasi Semua peralatan maupun prosedur tetap yang dipakai harus dapat dibuktikan kebenaran atau kesesuaiannya dengan persyaratan yang telah ditetapkan. d. Monitoring Sebelum melakukan proses produksi, harus selalu dilakukan pengecekan secara rutin terhadap semua aspek produksi untuk menjamin proses produksi terlaksana sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. e. Dokumentasi Semua kegiatan yang dilakukan baik dari penerimaan bahan baku, pengolahan, pengemasan hingga penyimpanan produk jadi harus selalu tercatat dalam agar setiap penyimpangan yang terjadi dapat segera terdeteksi. PT Fabindo Sejahtera telah memenuhi kelima pilar tersebut dalam setiap tahapan yang berhubungan dengan proses pembuatan kometik. Peralatan, bangunan, dan ruangan dipastikan memenuhi persyaratan melalui proses kualifikasi dan validasi, sedangkan bahan baku dan bahan kemas dipastikan memenuhi persyaratan melalui pengujian oleh bagian pengawasan mutu. Aspek CPKB telah dilakukan secara menyeluruh terhadap setiap tahapan dari proses pembuatan kosmetik mulai dari pemilihan pemasok bahan awal hingga pengelolaan dan distribusi produk jadi hingga ke tangan konsumen. Berikut ini adalah hasil pengamatan penulis selama Praktek Kerja Profesi mengenai penerapan aspek CPKB di PT Fabindo Sejahtera. 4.1 Manajemen Mutu Industri kosmetik harus memproduksi kosmetik sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen pelaporan produk (notifikasi) sesuai pedoman Badan POM RI

63 53 dan tidak menimbulkan risiko saat digunakan. Oleh karena itu manajemen PT Fabindo Sejahtera membuat suatu kebijakan pemastian mutu yang dibantu oleh partisipasi dan komitmen dari semua jajaran baik internal maupun eksternal perusahaan. Unsur dasar manajemen mutu adalah suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya. Tindakan yang sistematis diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan tingkat kepercayaan yang tinggi sehingga produk yang dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Berdasarkan pengamatan penulis yang dilakukan selama menjalani PKPA, PT Fabindo Sejahtera telah menerapkan aspek manajemen mutu yang meliputi pengawasan dan pemastian mutu dengan konsep dasar pemenuhan CPKB. Manajemen mutu ini merupakan tanggung jawab departemen pemastian mutu dibawah arahan direktur pabrik. Departemen pemastian mutu bertanggung jawab menyeluruh terhadap pengendalian mutu dari hulu hingga hilir proses produksi, mulai dari pemilihan pemasok bahan baku, hingga pemastian mutu produk jadi. 4.2 Personalia Industri kosmetik hendaklah memiliki personel yang terkualifikasi dan berpengalaman praktis dalam jumlah yang memadai sehingga tiap personel tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan serta mejamin mutu produk yang dihasilkan. Industri farmasi juga harus memiliki struktur organisasi dengan pembagian tugas dan kewenangan yang jelas sehingga tidak terjadi tumpang tindih dalam melaksanakan tugasnya masing-masing. Berdasarkan CPKB, personalia pada suatu industri kosmetik harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, sementara itu secara kuantitas jumlah personal yang bertanggung jawab dalam suatu tugas haruslah tersedia dalam jumlah yang cukup. Mereka harus dalam keadaan sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan kepadanya. Dalam melaksanakan produksinya, PT Fabindo Sejahtera dibantu oleh para sumber daya manusia (SDM) dengan jumlah dan kualifikasi yang memadai yang dikelompokkan pada beberapa departemen sesuai kualifikasi dan tanggung

64 54 jawabnya masing-masing. Sebagai gambaran awal, struktur organisai PT Fabindo Sejahtera dapat dilihat pada lampiran 1. Pada struktur organisasi dapat dilihat bahwa kegiatan operasional pabrik diarahkan oleh satu orang direktur yang membawahi dua bidang produk yaitu kosmetik dan obat tradisional. Kedua bidang ini memiliki beberapa departemen dengan posisi yang sejajar dan independen satu sama lain namun bekerja secara sinergis. Departemen produksi dan pengawasan mutu dikepalai oleh seorang manajer dengan kualifikasi apoteker dan bertanggun jawab penuh atas semua tugas terkait proses produksi dan pengawasan mutu. Kedua departemen ini bekerja saling independen dan tanpa ikatan tanggung jawab satu sama lain dalam menghasilkan mutu produk sesuai standard. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tertulis pada CPKB. Kepala bagian produksi dan pengawasan mutu dibantu oleh beberapa personel antara lain supervisor dan analis/operator. Dalam melaksanakan tugasnya, setiap personel tersebut akan didelegasikan pada tugas dengan instruksi kerja yang tertulis baik dan senantiasa diperbarui untuk menyesuaikan target kerja yang harus dicapai setiap harinya. 4.3 Banguan dan Fasilitas PT Fabindo Sejahtera telah ditunjang oleh gedung, sarana, dan fasilitas yang cukup memadai. Bangunan utama PT Fabindo Sejahtera terdiri dari pabrik, kantor, gudang, laboratorium, dan sarana penunjang lainnya seperti area parkir, area makan (kafetaria), ruangan teknisi, dan kolam penampungan air. Bangunan ini telah memiliki desain, ukuran dan tata letak yang memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan dan pemeliharaannya. Desain dan tata letak ruang produksi dibangun dengan mengelompokkan kegiatan produksi sesuai jenis produk yaitu skin care, dekoratif dan sediaan untuk pemakaian luar seperti parfum dan sediaan obat tradisional (minyak kayu putih dan minyak telon). Tujuan pengelompokkan tersebut dilakukan demi menghindari terjadinya kesalahan dan pencemaran silang yang mempengaruhi mutu produk, keselamatan dan kesehatan kerja. Dinding, langit-langit dan sudut lantai pada ruang produksi juga telah mengikuti ketentuan CPKB yakni dengan detail dinding dan lantai tak bersudut yang dicat dengan cat anti air demi mecegah kontaminasi

65 55 mikroorganisme, akumulasi debu dan kotoran, serta agar mudah dirawat, dan dibersihkan. Pembagian ruang kelas di PT Fabindo Sejahtera masih menggunakan tingkat sistem ruangan berdasarkan white, grey, dan black area. Proses produksi dan proses pengemasan produk dipisahkan berdasarkan perbedaan tingkat kelas ruangan. Proses pencampuran (mixing), pengisian (filling), dan pencetakan dilakukan dalam kelas grey area, sementara pengemasan produk jadi ke dalam kemasan sekunder dilakukan dalam kelas black area. Walau terpisah secara fisik, ruang pengawasan mutu terletak berdekatan dengan ruang produksi sehingga proses pengambilan contoh dan pengujian oleh analis dapat dilakukan dengan mudah, segera, dan efisien. Secara garis besar terdapat tiga ruang utama pada departemen pengawasan mutu, yaitu laboratorium pengujian, ruang penyimpanan contoh pertinggal, dan ruang administrasi. Laboratorium pengujian pada departemen ini dibagi menjadi dua area yaitu area pengujian mikrobiologi dan non-mikrobiologi, sehingga dapat meminimalkan terjadinya pencemaran silang dan memberikan hasil pengujian yang valid. Gedung produksi dan gudang di PT Fabindo Sejahtera terletak terpisah dengan akses keluar masuk material dan personel yang diatur dengan baik. Terdapat empat ruang gudang utama yang ada pada bagian Material Management PT Fabindo Sejahtera, yaitu satu buah gudang untuk penyimpanan bahan baku, satu buah gudang untuk penyimpanan bahan kemas, dan dua buah gudang untuk penyimpanan produk jadi sebelum dikirim ke distributor serta terdapat gudang khusus untuk bahan mudah terbakar (alkohol), bahan retur, dan suku cadang. Pada 4 gudang utama dan gudang bahan mudah terbakar, area penyimpanan barang pada masing-masing gudang dikelompokkan berdasarkan status material yang bersangkutan (quarantine, released, atau rejected), suhu penyimpanan, dan tipe material (bahan baku, produk jadi, bahan pengemas). Ruangan gudang terdiri dari area penerimaan, pengeluaran, karantina, penyimpanan material dan ruang administrasi. Sebelum pintu masuk gudang terdapat gowning area tempat setiap personel yang akan masuk ke gudang mengenakan alat pelindung diri seperti helm dan jas untuk meminimalkan resiko kecelakaan kerja dan kontaminasi pada bahan baku ataupun produk jadi.

66 Peralatan Semua peralatan di PT Fabindo Sejahtera memiliki dokumen kualifikasi dan prosedur tetap untuk operasional, pembersihan dan pemeliharaan. Peralatanperalatan tersebut ditempatkan dengan baik sehingga memudahkan dalam operasional produksi, pembersihan, perawatan dan perbaikan. Peralatan dipilih dan diletakkan sesuai dengan fungsinya. Peralatan juga dibersihkan secara teratur, sesuai prosedur pembersihan alat yang dirinci dalam prosedur tetap, untuk mencegah kontaminasi yang dapat merubah identitas, kualitas atau kemurnian suatu produk. Untuk proses pembersihan alat-alat produksi, dilakukan sendiri oleh operator alat yang bertanggung jawab. Peralatan yang digunakan pada produksi di desain agar tidak bereaksi dengan bahan-bahan kosmetik yang sedang diproses, tidak mengadsorbsi dan tidak melepaskan serpihan. Peralatan-peralatan besar seperti tangki mixing, hopper dan alat-alat lain berbahan stainless steel menggunakan stainless steel grade 316 yang tahan terhadap korosi. Peralatan terkait proses pengujian seperti timbangan dan alat ukur lainnya juga dipelihara dan dikalibrasi secara berkala dengan sistem dokumentasi pemeliharaan yang dikelola dengan baik. Setiap peralatan memiliki prosedur tetap yang terdiri dari spesifikasi alat, panduan operasional penggunaan, cara pembersihan dan cara kalibrasi. Kalibrasi di PT. Fabindo sejahtera dilakukan satu tahun sekali dan diperoleh sertifikat kalibrasi. Selain peralatan utama, sistem penunjang seperti ventilasi, pendingin ruangan dan sistem pengolahan air dikelola dengan baik sehingga berfungsi optimal sesuai tujuannya. 4.5 Sanitasi dan Higiene Seluruh bangunan dan fasilitas di PT Fabindo Sejahtera terawat dengan baik, senantiasa dalam keadaan rapi dan bersih serta dilengkapi dengan peralatan dan utilitas untuk menunjang pelaksanaan kegiatan dengan memprioritaskan pada terciptanya sanitasi, higiene, keamanan dan keselamatan kerja serta kelestarian lingkungan sekitar. Untuk menjamin keamanan personel dan perlindungan terhadap produk dari pencemaran, maka setiap personel diwajibkan menggunakan pakaian pelindung diri yang bersih, dan juga alat pelindung diri seperti masker,

67 57 sarung tangan dan penutup kepala. Perlengkapan ini wajib dikenakan sebelum personel memasuki area produksi atau laboratorium pengujian. Selain itu, personel juga diwajibkan mencuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakah kegiatan pada wastafel yang tersedia pada bagian depan area produksi. Selain itu sebelum memasuki ruang ganti (grooming), personil diharuskan untuk mencuci tangan dan setelah mengenakan pakaian produksi dan sarung tangan personil diharuskan menggunakan alkohol 70% untuk memastikan personil tidak membawa kontaminan dari luar. Para personel dilarang melakukan kegiatan makan dan minum di area produksi dan laboratorium pengujian. Bagi personel yang hendak makan dan minum dapat melakukannya pada waktu istirahat di area makan yang tersedia pada bagian belakang pabrik. Personel yang hendak meninggalkan area kerja mereka harus melepaskan alat pelindung diri yang digunkaan saat bekerja dan menyimpannya pada tempat penyimpanan yang telah disediakan. Setiap bangunan dilengkapi dengan toilet dan tempat cuci tangan dalam jumlah yang memadai dan letak yang terjangkau dari area kerja karyawan. Semua peralatan yang digunakan, dibersihkan menurut prosedur yang telah ditetapkan serta dijaga dan disimpan dalam kondisi yang bersih. 4.6 Produksi Proses produksi dilakukan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPKB agar dapat menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan serta ketentuan izin pembuatan dan izin edar. Mutu produk yang dihasilkan tidak hanya ditentukan pada hasil akhir pengujian tetapi juga ditentukan sejak kedatangan material hingga proses produksi selesai, sehingga ada prosedur baku untuk tiap langkah proses beserta persyaratan yang harus diikuti seperti yang tercantum dalam prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk, sehingga mutu kosmetik yang diproduksi dapat terjamin dan sesuai spesifikasi yang telah ditentukan. Prosedur pembuatan produk secara rinci telah dijelaskan pada bab sebelumnya dan bagan alur produksi berbagai produk PT. Fabindo Sejahtera dapat dilihat pada lampiran 3 sampai dengan lampiran 12.

68 58 Air yang digunakan untuk proses produksi diperlakukan secara khusus untuk memastikan bahwa air yang digunakan untuk proses produksi berkualitas dan memenuhi parameter kimiawi dan mikrobiologi yang ada. Kualitas air dipantau secara berkala oleh bagian QC. Sistem perpipaan PT. Fabindo Sejahtera sudah cukup baik sehingga dapat terhindar dari stagnasi dan resiko terjadinya pencemaran. Sebagai bentuk antisipasi, PT.Fabindo Sejahtera memiliki 2 buah alat water treatment sehingga jika sebuah alat water treatment mengalami gangguan, maka akan ada satu buah alat water treatment lainnya yang dapat digunakan. Semua bahan baku dan bahan pengemas yang digunakan pada proses produksi telah dinyatakan lulus berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan oleh bagian pengawasan mutu. Semua peralatan yang digunakan dalam proses produksi harus diperiksa sebelum digunakan. Selama proses produksi maupun pengemasan selalu dilakukan In Process Control (IPC) sebagai suatu bentuk pengawasan terhadap mutu produk. Pelaksanaan IPC berada dibawah pengawasan QC line, yaitu bagian dari departemen pengawasan mutu yang bertugas mengawasi dan menjalankan proses pengawasan mutu produk selama proses produksi berjalan. Parameter yang diperiksa selama proses IPC pada setiap produk memiliki jenis pemeriksaan dan rentang penerimaan yang berbeda dan tercantum dalam prosedur pengolahan induk produk yang bersangkutan. Selama proses IPC, dilakukan evaluasi parameter-parameter kritis yang berbeda pada masing-masing jenis produk. Pengambilan contoh/sampling dilakukan oleh operator dari bagian produksi sedangkan pengujian dilakukan oleh analis dari bagian pengawasan mutu. Sisa produk atau produk yang rusak selama pengemasan dan kemasan sekunder yang tersisa selama proses pengamasan kemudian dikumpulkan dan dikelola sebagai limbah padat oleh bagian General Affair. Selanjutnya, produk jadi dikirim ke gudang untuk dikarantina dan dikelola distribusinya oleh bagian Material Management. Setiap proses produksi dicatat dan disimpan secara rinci pada catatan bets. 4.7 Pengawasan Mutu Tahapan pengawasan mutu di PT Fabindo Sejahtera terdiri dari

69 59 pengawasan terhadap mutu bahan baku, bahan kemas, dan produk jadi yang masing-masing melalui alur pengawasan yang hampir sama namun dengan parameter pengujian yang berbeda-beda. Alur bermula sejak bahan baku dan bahan pengemas yang masuk diterima oleh pihak gudang yang kemudian diberi status awal karantina. Pada masa karantina bahan awal ini, bagian pengawasan mutu bertugas untuk memeriksa mutu bahan sesuai spesifikasi yang dipersyaratkan. Setelah pengujian dilakukan dan hasil uji diperoleh, maka unit ini akan mengeluarkan keputusan untuk mengubah status karantina yakni passed untuk bahan yang lulus uji ataupun reject apabila ditolak. Bahan awal yang telah mendapat status passed telah dapat dipergunakan untuk proses produksi. Pengawasan mutu pada proses produksi terkait produk ruahan dan produk jadi dilakukan dibawah pengawasan QC line, dimana contoh dari produk ruahan dan produk jadi diambil oleh pihak produksi dibawah pengawasan pihak QC line dan di bawa untuk dilakukan IPC (in process control) ataupun Uji Mutu Produk Jadi di laboratorium QC. Dari keputusan pengujian ini diperoleh status yang sama yakni passed atau reject untuk hasil uji produk ruahan, dan release atau reject untuk produk jadi. Adapun parameter yang diuji bagi masing-masing produk yang berbeda tentu saja tidak sama. Bagi produk kosmetik cair parameter yang diuji antara lain ph, viskositas, organoleptis, berat jenis, dan mikrobiologi. Uji mikrobiologi yang dilakukan antara lain uji mikroorganisme patogen, uji keberadaan kapang-khamir, dan uji Angka Lempeng Total (ALT). Untuk produk kosmetik dekoratif parameter yang diuji antara lain organoleptis dan pay-off (kemampuan melekat bedak pada puff). Setelah produk release, pihak pengawasan mutu tetap melakukan pemantauan bagi contoh pertinggal untuk verifikasi apabila terjadi keluhan di kemudian hari. Manajemen contoh pertinggal pada PT. Fabindo sudah cukup baik. Setiap satu rak mewakili satu tahun produksi. Tiap kolom pada rak mewakili bentuk sediaan (cair, semi solid atau solid) dan pada tiap baris pada kolom tersebut tersusun menurut nomor bets. Namun, terdapat kelemahan pada sistem ini yaitu efisiensi rak yang kurang baik dikarenakan jumlah produksi untuk tiap jenis sediaan tidak merata sehingga terdapat rak yang sangat penuh dengan produk

70 60 namun juga terdapat rak yang jarang sekali terdapat adanya produk. Untuk lama penyimpanan contoh pertinggal ditetapkan sampai dengan 1 tahun setelah tanggal kadaluarsa produk. Manajemen catatan bets (dokumentasi bets) pada PT. Fabindo Sejahtera berdasarkan pada bentuk sediaan yang kemudian terbagi lagi dengan menggunakan sistem alfabetis. Selanjutnya, pada setiap pembagian alfabetis, dokumen tersusun kembali menurut nomor bets produk. Sistem ini sudah baik karena memudahkan personil untuk melakukan penulusuran bets. 4.8 Dokumentasi Sistem dokumentasi yang dirancang atau digunakan dalam suatu badan usaha industri hendaknya mengutamakan tujuannya yaitu menentukan, memantau atau mencatat mutu dari seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu sehingga setiap kesalahan dapat segera terdeteksi. Sistem dokumentasi harus menggambarkan riwayat lengkap pengolahan setiap bets suatu produk, sehingga memungkinkan penyelidikan serta penelusuran terhadap bets produk yang bersangkutan. Setiap kegiatan produksi dan pengujian di PT Fabindo Sejahtera telah memiliki sistem dokumentasi yang baik dibawah tanggung jawab setiap departemen secara independen. Setiap instruksi kerja tertulis dengan jelas dalam bentuk kalimat perintah yang mudah dimengerti dan terpasang pada lokasi yang mudah dijangkau oleh para personel yang bertugas. Pengeluaran dokumen dilakukan dengan sistem pengendalian yang terpercaya dan terjaga kerahasiaannya. Pembaharuan dokumen dilakukan secara berkala dan dokumen yang sudah tidak berlaku segera dilakukan penarikan untuk disimpan menjadi arsip perusahaan. Penyimpanan dokumen berada dibawah tanggung jawab departemen QC. 4.9 Audit Internal Audit internal dilakukan untuk menilai pemenuhan seluruh aspek CPKB pada industri kosmetik, serta untuk mengevaluasi dan menentukan tindakan perbaikan dan pencegahan jika terdeteksi adanya penyimpangan. Proses audit

71 61 internal PT Fabindo Sejahtera dilakukan dibawah pengawasan departemen quality assurance (QA) dengan dibuat jadwal audit internal berkala selama periode satu tahun yang mencakup pemeriksaan terperinci terhadap seluruh divisi kerja PT Fabindo Sejahtera. Rencana audit yang telah dibuat dalam jadwal tersebut kemudian dilaksanakan secara rutin dan dibuat pelaporan untuk kemudian didokumentasikan dalam laporan audit rutin. Audit internal yang dilakukan oleh PT. Fabindo Sejatera dilakukan oleh berbagai pihak baik dari pihak luar atau auditor professional maupun oleh tim internal Penyimpanan (Pengelolaan Gudang) PT. Fabindo Sejahtera memiliki area penyimpanan (gudang) yang cukup luas dimana terdiri dari 4 gedung utama yaitu 1 buah gudang penyimpanan bahan baku, 1 buah gudang penyimpanan bahan pengemas, dan 2 buah gudang penyimpanan barang jadi. Selain 4 gedung utama, terdapat juga 3 gudang lainnya yaitu gudang penyimpanan bahan mudah terbakar (alkohol), gudang bahan retur dan gudang suku cadang. Area penyimpanan dirancang atau disesuaikan untuk menjamin kondisi penyimpanan yang baik dimana terdapat area khusus untuk bahan mudah terbakar, bahan beracun, dan juga bahan yang memerlukan suhu penyimpanan tertentu. Pada setiap rak terdapat palet yang berfungsi untuk mencegah container bahan menempel pada lantai agar kebersihan dan kualitas bahan terjamin selama penyimpanan. Terdapat area khusus untuk penerimaan barang dimana area tersebut merupakan area yang teduh dan dapat memungkinkan adanya perlakuan seperti pembersihan untuk kontainer barang yang baru datang. Terdapat prosedur tetap penerimaan barang yang harus diterapkan setiap ada barang datang, yaitu : 1. Periksa kecocokan detail surat jalan dengan purcashing order yang ada pada admin gudang. 2. Setelah sesuai, admin melaporkan adanya barang datang kepada supervisor dan diterima oleh pelaksana. 3. Barang datang diberi label karantina dan ditempatkan pada area karantina.

72 62 4. Admin memasukkan data barang datang ke sistem perusahaan sehingga departement lain dapat mengetahui adanya barang datang dan dapat merencanakan tahapan berikutnya. Bagian PPIC dapat menyusun jadwal produksi, bagian QC dapat melakukan pengujian, dan bagian produksi dapat mempersiapkan kegiatan produksi. Selain itu juga diberikan Laporan Bukti Penerimaan Barang (LBPB) kepada setiap bagian. 5. QC melakukan pengujian kepada barang datang. 6. Setelah lolos uji, label pada barang datang diganti dengan label passed dan dipindah dari bagian gudang karantina ke bagian gudang passed Dengan prosedur tersebut maka dapat dipastikan setiap barang datang diketahui dan terdokumentasi serta ditangani dengan baik. Untuk catatan LBPB dan pengeluaran barang (production order, purchasing order, dan pick list, good issue) tersimpan dan terperinci dengan baik sehingga baik proses penerimaan maupun pengeluaran barang di gudang PT. Fabindo Sejahtera tercatat dengan baik Kontrak Produksi dan Pengujian Sebagai industri kosmetik yang telah menerapkan CPKB dan manajemen mutu, PT Fabindo Sejahtera merupakan salah satu mitra manufaktur produk kosmetik kontrak ternama di Indonesia. Selain digunakan untuk memproduksi kosmetik dari perusahaan sendiri, fasilitas produksi di PT Fabindo Sejahtera juga digunakan untuk memproduksi kosmetik berdasarkan kontrak kerja sama dengan berbagai mitra kerja sama baik dari dalam maupun luar negeri, atau biasa disebut dengan makloon. Kontrak kerja sama ini dihasilkan dari suatu perjanjian kerjasama antara pihak pemberi kontrak dengan PT Fabindo Sejahtera sebagai penerima kontrak. Penanggung jawab kontrak PT Fabindo Sejahtera yang dibuat dengan pihak lain adalah divisi Toll Manufacturing yang bertugas mengevaluasi kontrak secara berkala, mengevaluasi produk makloon milik perusahaan pemilik kontrak yang diproduksi atau dikemas di pabrik milik PT Fabindo Sejahtera. Divisi ini pula yang didelegasikan untuk memproses apabila terjadi keluhan dari pemilik kontrak

73 63 atau konsumen terhadap kualitas produk yang mungkin berkaitan dengan proses produksi atau pengemasan yang dilakukan di area produksi PT Fabindo Sejahtera. Untuk menghindari kesalahpahaman, setiap detail perjanjian dijelaskan secara detail pada surat perjanjian yang ada sehingga jelas tugas dan batasan setiap pihak yang terlibat pada perjanjian kontrak tersebut Penanganan Keluhan dan Penarikan Produk Sistem penanganan keluhan yang diterapkan PT. Fabindo Sejahtera sudah cukup baik dimana bagian Pemastian Mutu (Quality Assurance/QA) bertanggung jawab untuk menagani keluhan dan menentukan upaya pengatasannya. Penanganan keluhan pada PT. Fabindo Sejahtera dipermudah dengan adanya sistem penyimpanan catatan bets yang teratur dan mudah ditelusuri. Setiap adanya keluhan ditelusuri terlebih dahulu dengan menguji contoh pertinggal, setelah terbukti adanya penyimpangan maka dilakukan penelusuran bets untuk mengetahui letak kesalahan, baik dari bahan maupun proses, yang menyebabkan penyimpangan. Setelah penelusuran tersebut selesai, maka akan dilakukan pengambilan keputusan yang memadai. Setiap proses penanganan keluhan dicatat dan disimpan. Dilakukan juga penelusuran terhadap bets lain jika ditemukan kemungkinan terjadinya penyimpangan serupa pada bets lainnya. Proses penarikan produk pada PT. Fabindo Sejahtera juga sudah baik. Waktu yang dibutuhkan untuk menarik produk dari pasaran cukup efektif dan juga seluruh proses penarikan produk dicatat dan disimpan dengan baik serta dievaluasi terus menerus.

74 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Industri PT. Fabindo Sejahtera dapat disimpulkan bahwa: 1. Parameter CPKB di PT. Fabindo Sejahtera telah terpenuhi dan dilaksanakan dengan baik. 2. Pada PT. Fabindo Sejahtera, apoteker memegang peranan sebagai formulator, penangugung jawab produksi, pengawasan mutu, dan bagian toll manufacturing. 3. Tugas pokok dan fungsi masing-masing bagian di PT. Fabindo Sejahtera sudah jelas d an terarah Saran Saran yang dapat penulis sampaikan antara lain: 1. Perlu diadakan pelatihan personil secara berkala dan penerapan aspek CPKB secara menyeluruh guna meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. 2. Peningkatan proses dan sarana dalam rangka pengembangan produk, seperti penambahan literatur dan akses jurnal ilmiah. 64

75 DAFTAR ACUAN Badan POM RI. (2003b). Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK Tentang Kosmetik. Badan POM RI. (2003a). Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK Tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik. Jakarta. Badan POM RI (2012). Modul Materi Ujian Perpindahan Jabatan Fungsional Pengawasan Farmasi dan Makanan Terampil Ke Ahli Pegawai Negeri Sipil (PNS) Badan POM RI. Jakarta. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Badan POM RI. (2010). Petunjuk Operasional Cara Pembuatan Komsetik Yang Benar. Jakarta: Badan POM RI. Kementrian Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standard Pelayan Kefarmasian di Apotek. Kementrian Kesehatan RI (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1175/MENKES/PER/VII/2010 Tentang Izin Produksi Kosmetika. PT Fabindo Sejahtera. (2012). Dokumen Revisi Upaya Pengelolaan Limbah dan Upaya Pemantauan Limbah Industri Kosmetik dan Sanitary Napkin PT Fabindo Sejahtera. Banten. 65

76 LAMPIRAN

77 Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Fabindo Sejahtera RSM* Indonesia Barat RSM* Indonesia Tengah RSM* Indonesia Timur Keterangan: *RSM : Regional Sales Manager 66

78 67 Lampiran 2. Denah Ruang Produksi PT Fabindo Sejahtera

79 68 Lampiran 3. Proses Water Treatment untuk Keperluan Produksi Water Storage Pompa Pompa Softener Storage tank Multimedia Filter Pompa Storage tank 6 Mixing Bed Pompa RO II Pompa RO I Storage tank Storage tank Pompa 5 4 Storage Tank 7 Keterangan: 1. Air sumur dipompa dan dipung pada water sorage. Pada tahap ini, nilai Total Disolved Solid (TDS) air ±500 dengan ph ±6 2. Dari water storage, air dipompa menuju multimedia filter. Pada multimedia filter terdapat arang dan silika. Pada tahapan ini terjadi penyaringan secara fisika untuk menyaring besi, lumpur, lumut dan tanah. 3. Berikutnya air dipompa menuju softener. Pada softener terdapat simfatil yang berfungsi untuk menghilangkan kesadahan dan garam-garam. 4. Setelah dari softener, air dipompa menuju membran RO I. Pada membran RO I terjadi pengurangan TDS menjadi 30 dan ph menjadi 5 5. Proses pada membran RO I dilanjutkan pada membran RO II. Pada membran RO II terjadi pengurangan TDS dan nilai PH yang lebih lanjut. Nilai TDS menjadi 15 dan nilai ph menjadi Pada mixing bed terjadi pencampuran anion dan kation yang berfungsi sebagai penetralisasi ph air. 7. Setelah keseluruhan proses selesai, air yang sudah diberi perlakuan disimpan pada storage tank.

80 69 Lampiran 4. Sistem Distribusi Air untuk Produksi Water Storage (Penyimpanan setelah proses awal water treatment) Lampu UV Microbacterial Filter Produksi

81 70 Lampiran 5. Proses Produksi Lulur, Krim dan Lotion

82 71 Lampiran 6. Proses Produksi Kosmetik Liquid (Toner / Cleanser)

83 72 Lampiran 7. Proses produksi Talcum Powder Bahan Baku Pencampuran Pengisian Penutupan Pengkodean Penempelan dan Pengemasan Produk Jadi

84 73 Lampiran 8. Proses produksi Compact Powder Premix warna Penyaringan dengan micropulverizer Mixer utama Pencetakan Pengemasan Produk Jadi

85 74 Lampiran 9. Proses produksi Hoitong Bahan Baku Pencampuran Pencetakan Pengeringan Pemberian Permfume Pemberian Label Pemberian Kode Pengemasan Produk Jadi

86 75 Lampiran 10. Proses Produksi Lipstik Bahan Baku Penggilingan Pecampuran Pencetakan Flaming Pengemasan Produk Jadi

87 76 Lampiran 11. Proses Produksi Cairan untuk Pemakaian Luar dan Obat Tradisional (Parfum, Minyak Telon dan Kayu Putih)

88 77 Lampiran 12. Proses produksi Puff Bedak Bahan Baku Pemotongan Stempel Panas Perakitan Pengemasan Produk Jadi

89 78 Lampiran 13. Proses produksi kaleng dan godet kemasan primer Penentuan ukuran kemasan Pemotongan lempeng aluminium Pengepresan Perakitan QC Produk Jadi

90 79 Lampiran 14. Proses Produksi Hand soap WATER SURFACTAN - ACTIVE - PRESERVATIVES

91 80 Lampiran 15. Alur Naraca Penggunaan Air Gambar 2.x Neraca Penggunaan Air Keterangan: Proses produksi setiap harinya memerlukan air maksimal 3,58 m 3 /hari dan yang berpotensi menghasilkan limbah cair sekitar 2 m 3 /hari dari sumber pencucian alat produksi. Sedangkan air yang berkurang karena proses produksi secara kontinyu akan ada penambahan. IPAL dikelola langsung oleh Kepala Bagian Maintenance dan selalu dilakukan treatment atau pengujian sebelum dialirkan ke saluran umum atau badan air penerima yaitu sungai Ciarab

92 81 Lampiran 16. Proses Water Treatment Gambar 3.x Proses water treatment Keterangan : 1. Tanki 1 : limbah diendapkan dengan campuran kapur 2. Tanki 2 : hasil dari tanki 1 difiltrasi di tanki 2 3. Tanki 3 : hasil dari tanki 2 difiltrasi lagi di tanki 3 4. Pompa untuk menyedot limbah dari tanki 3 ke drum 5. Drum, terdiri dari lapisan : ijuk/busa kerikil ijuk/busa karbon aktif ijuk/busa **Suplai udara menggunakan blower **Tanki 1, 2, dan 3 dipisahkan oleh sekat dengan filter ijuk/busa pada setengah bagian atasnya

93 UNIVERSITAS INDONESIA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA KAMPUNG WARU RT 09/04 DESA PASIR JAYA, KECAMATAN CIKUPA, TANGERANG PENGARUH PENAMBAHAN EMOLIEN TERHADAP TITIK LELEH DAN KARAKTERISTIK APLIKASI LIPSTIK PADA BIBIR ELPHINA ROLANDA, S.Farm ANGKATAN LXXVI PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JUNI 2013

94

95 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR TABEL... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kosmetika Bibir Lipstik Komponen Utama Lipstik Bahan-bahan Pembentuk Lipstik Emolien BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Formulasi Lipstik Moisturizer Metode Evaluasi BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR ACUAN iii

96 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Struktur Kimia Metil Paraben Gambar 2.2. Struktur Kimia Propil Paraben Gambar 2.3. Struktur Kimia Butil Hidroksitoulen Gambar 2.4. Struktur Kimia D- α-tokoferil asetat Gambar 4.1. Perbandingan Hasil Uji Coba Aplikasi Lipsik pada 11 orang Responden pada Formula I dan Formula II Gambar 4.2. Presentase Formula Lipstik yang Digemari Responden Berdasarkan Kenyamanan Aplikasi pada Bibir iv

97 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Titik Leleh Formula Lipstik Tabel 4.2. Hasil Uji Coba Aplikasi Lipstik pada 11 orang Responden pada Formula I Tabel 4.3. Hasil Uji Coba Aplikasi Lipstik pada 11 orang Responden pada Formula II Tabel 4.4. Persentase Formula Lipstik yang Digemari Responden Berdasarkan Kenyamanan Aplikasi pada Bibir v

98 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lipstik Hasil (a) Formulasi I dan (b) Formulasi II Lampiran 2. Hasil Olesan Lipstik (a) Formula I (b) Formula II vi

99 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kosmetika adalah sediaan atau paduan bahan yang siap untuk digunakan pada bagian luar badan untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik atau memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit. Kosmetika diklasifikasikan atas kosmetika perawatan kulit, kosmetika dekoratif dan kosmetika tubuh. Kosmetika dekoratif diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik serta menimbulkan efek psikologis yang baik, seperti percaya diri (self confident). Dalam kosmetik dekoratif, peran zat warna dan pewangi sangat besar. Kosmetik dekoratif terbagi menjadi 2 golongan, yaitu: Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan pemakaian sementara, misalnya lipstik, bedak, pemerah pipi, eyes shadow, dan lain-lain serta kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu lama baru luntur, misalnya cat rambut, pengeriting rambut, dan preparat penghilang rambut (Tranggono, 2008) Pewarna bibir merupakan sediaan kosmetika yang digunakan untuk mewarnai bibir dengan sentuhan artistik sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah dan juga disertai bahan yang dapat melindungi bibir dari lingkungan yang merusak misalnya sinar ultraviolet (Wasitaatmadja, S.M., 1997). Pewarna bibir digunakan oleh hampir seluruh wanita di lingkungan masyarakat modern karena lipstik telah dikenal dan diterima oleh masyarakat sebagai kosmetik rias wajah yang sering digunakan dan mempunyai arti yang sangat penting untuk memberi efek penyegar kepada wajah. Pewarna bibir terdapat dalam berbagai bentuk, seperti cairan, krayon, dan krim. Pewarna bibir dalam bentuk cairan dan krim umumnya akan memberikan selaput yang tidak tahan lama dan mudah terhapus dari bibir dibandingkan pewarna bibir dalam bentuk krayon. Pewarna bibir bentuk krayon lebih dikenal dengan nama lipstik yang mana termasuk produk kosmetik wajah yang sudah menjadi identitas bagi wanita pada 1

100 2 zaman modern ini. Tanpa polesan pewarna bibir ini banyak diantara wanita merasa kurang tampil percaya diri di depan umum. Syarat sediaan lipstik antara lain harus mudah digunakan, warna merata dan tidak berubah, mempunyai rasa yang menyenangkan, perlekatan yang baik, tidak terpengaruh oleh perubahan suhu, bebas dari perubahan fisik, bentuk padat dan tidak mudah hancur. Guna memperoleh sediaan lipstik yang memenuhi syarat, maka dibutuhkan suatu formula yang tepat. Pada Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT. Fabindo Sejahtera dilakukan suatu percobaan pembuatan dua buah formula lipstik dengan dua emolien yang memiliki nama ilmiah yang sama namun dengan viskositas yang berbeda dan akan diamati pengaruhnya terhadap titik leleh dan karakteristik aplikasi lipstik. 1.2 Tujuan 1. Mengetahui pengaruh penambahan Hydrogenated polydecene viskositas 20 dan viskositas 30 sebagai emolien terhadap titik leleh dan karakteristik aplikasi lipstik. 2. Mengetahui pengaruh penambahan Hydrogenated polydecene viskositas 20 dan viskositas 30 terhadap jenis lipstik yang dihasilkan.

101 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kosmetika Kosmetika berasal dari kata kosmein yang berarti berhias. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang tedapat disekitarnya. Sekarang kosmetik dibuat manusia tidak hanya dari bahan alami tetapi juga bahan sintesis dengan maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja,1997). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor 140/1991, kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin luar), gigi dan rongga mulut untuk: membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi supaya dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit. Banyaknya kosmetika yang beredar dengan segala macam bentuk dan nama, telah membingungkan baik para pemakai maupun pihak-pihak lain yang berperan serta di dalamnya. Untuk itu para ahli berusaha mengelompokkan kosmetika sesederhana mungkin. Penggolongan menurut Peraturan Menteri Kesehatan R.I. berdasarkan kegunaan dan lokalisasi pemakaian pada tubuh, kosmetika dig olongkan menjadi 13 golongan antara lain: Preparat untuk bayi; minyak bayi, bedak bayi, dan lain-lain. Preparat untuk mandi; minyak mandi, bath capsules, dan lain-lain. Preparat untuk mata; maskara, eye shadow, dan lain-lain. Preparat wangi-wangian; parfum, toilet water dan lain-lain. Preparat untuk rambut; cat rambut, hairspray, pengeriting rambut dan lainlain. Preparat pewarna rambut; cat rambut, hair bleach, dan lain-lain. Preparat make up (kecuali mata); pemerah bibir, pemerah pipi, bedak muka dan lain-lain. Preparat untuk kebersihan mulut; mouth washes, pasta gigi, breath freshener dan lain-lain. 3

102 4 Preparat untuk kebersihan badan; deodorant, feminism hygiene spray dan lain-lain. Preparat kuku; cat kuku, krem dan lotion kuku, dan lain-lain. Preparat cukur; sabun cukur, after shave lotion, dan lain-lain. Preparat perawatan kulit; pembersih, pelernbab, pelindung dan lain-lain. Preparat untuk suntan dan sunscreen; suntan gel, sunscreen foundation dan lain-lain. Pembagian yang dipakai pada bagian Kosmetologi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, berdasarkan kegunaan dan cara bekerjanya kosmetika dibagi dalam tiga golongan antara lain: Kosmetik perawatan kulit (skin care cosmetic) Jenis ini perlu untuk merawat kebersihan dan kesehatan kulit. Termasuk di dalamnya: Kosmetik untuk membersihkan kulit (cleanser): sabun, cleansing cream, cleansing milk, dan penyegar kulit (freshener). Kosmetik untuk melembabkan kulit (mosturizer), misalnya moisturizer cream, night cream, anti wrinkel cream. Kosmetik pelindung kulit, misalnya sunscreen cream dan sunscreen foundation, sun block cream atau lotion. Kosmetik untuk menipiskan atau mengampelas kulit (peeling), misalnya scrub cream yang berisi butiran-butiran halus yang berfungsi sebagai pengamplas (abrasiver). Kosmetik riasan (dekoratif atau make-up) Kosmetika dasar: foundation, bedak Make up : lipstik, blusher, eyeshadow, eyeliner Perawatan kuku : cat kuku, pembersih cat kuku Body Cosmetics Sabun mandi padat-cair, perlengkapan mandi Suncare dan suntan: krim sunscreen, sun oil

103 5 Antiperspirant & deodoran: deodorant spray-stick-roll on Bleaching, depilatory Insect repellent Kosmetik dekoratif adalah bahwa kosmetik ini bertujuan semata-mata untuk mengubah penampilan, yaitu agar tampak lebih cantik dan noda-noda atau kelainan pada kulit tertutupi. Kosmetik dekoratif tidak perlu menambah kesehatan kulit. Kosmetik ini dianggap memadai jika tidak merusak kulit (Tranggono, 2008). Persyaratan untuk kosmetik dekoratif antara lain adalah (Tranggono, 2008): warna yang menarik, bau harum yang menyenangkan, tidak lengket, tidak menyebabkan kulit tampak berkilau, tidak merusak atau mengganggu kulit. Kosmetik dekoratif dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu: Kosmetik dekoratif yang hanya menimbulkan efek pada permukaan dan pemakaiannya sebentar, misalnya bedak, lipstik, pemerah pipi, eye shadow, dan lain-lain. Kosmetik dekoratif yang efeknya mendalam dan biasanya dalam waktu lama baru luntur, misalnya cat rambut, dan pengeriting rambut Bibir (denavarre,1993) Kulit adalah lapisan atau jaringan yang menutup seluruh tubuh dan melindungi dari bahaya yang datang dari luar. Bagi wanita, kulit merupakan bagian tubuh yang perlu mendapat perhatian khusus untuk memperindah kecantikan. Bagi seorang dokter apa yang terlihat pada kulit dapat membantu menemukan penyakit yang diderita pasiennya. Lapisan kulit pada dasamya sarna di semua bagian tubuh, kecuali di telapak tangan, telapak kaki, dan bibir. Tebalnya bervariasi dari 0,5 mm di kelopak mata sarnpai 4 mm di telapak kaki. Warna kulit bibir setiap orang hampir seluruhnya berwarna merah. Warna merah tersebut disebabkan oleh warna darah yang mengalir dalam pembuluh di lapisan bawah kulit bibir. Di bagian ini warna itu terlihat lebih jelas karena pada bibir tidak ditemukan satu lapisan kulit paling luar, yaitu lapisan cornium (lapisan tanduk) sehingga, kulit bibir lebih tipis dari kulit wajah. Karena itu, bibir juga lebih mudah luka dan mengalami pendarahan.

104 6 Di samping itu, karena kulitnya yang tipis, saraf yang mengurus sensasi pada bibir menjadi lebih sensitif. Luka yang sedikit pada bibir dapat menimbulkan rasa sakit yang lebih hebat Lipstik (Rieger,2000 ; denavarre,1993) Lipstik merupakan kosmetik bibir yang dicetak menjadi bentuk stik dan merupakan dispersi dari zat warna pada basis yang mengandung minyak, lemak, dan lilin (Rieger, 2000). Lipstik harus dapat diaplikasikan dengan mudah pada bibir, memiliki rasa yang enak dan pemakaiannya tahan lama. Lipstik digunakan untuk mewarnai bibir dan mendapatkan efek yang diinginkan bila digunakan secara tepat. Lipstik digunakan untuk mewarnai bibir sehingga dapat meningkatkan estetika dalam tata rias wajah & memberikan ekspresi wajah yang menarik. Fungsi lipstik antara lain: Memberikan warna pada bibir. Bibir yang kurang baik akan disamarkan atau disembunyikan. Bibir yang lebih tipis dapat dibuat tampak lebih tebal dan sebaliknya. Melindungi bibir dari kekeringan. Meningkatkan kepercayaan diri. Lipstik berkembang tidak hanya menjadi pewarna bibir tapi juga menjadi emolien untuk bibir. Lipstik tidak boleh sweating pada kondisi penyimpanan biasa. Lipstik tidak boleh mudah patah dan hancur selama pemakaian, begitu pula warnanya terdispersi sempurna dan tidak menggumpal. Karakteristik yang telah disebutkan tersebut adalah ciri lipstik yang ideal. Adapun karakteristik lipstik yang diinginkan para konsumen antara lain: Warna menarik. Lembut dan nyaman di bibir. Melekat kuat dan tahan lama pada bibir. Dapat melembabkan dan melembutkan bibir. Tidak berubah warna setelah pemakaian pada bibir. Tidak mudah meluber keluar dari garis bibir. Seiring dengan perkembangan zaman, produsen lipstik semakin mengembangkan formulanya sehingga lipstik yang beredar di pasaran semakin

105 7 banyak jenisnya. Berikut adalah jenis-jenis lipstik yang hingga saat ini telah ada di pasaran. Lacquer Yaitu lipstik berbahan dasar gel, biasanya dikemas dalam botol atau wadah kecil, memberi kesan halus dan lembut pada bibir dalam berbagai nuansa warna. Satin Lipstik yang bertekstur sangat lembut, dikemas dalam bentuk stik atau cairan dan tersedia dalam warna, bisa menutupi bibir dengan sempurna serta memberi efek kilap tanpa kesan minyak. Semi-gloss Efeknya tidak begitu mengilap dan berminyak seperti lip gloss, dikemas dalam bentuk stik atau krim padat. Matte Lipstik yang tahan lama, tidak mengilap pada bibir, tapi mengandung pelembab dan memberi efek halus pada bibir, tersedia dalam bentuk stik. Lip Care atau Lip Vitamin Yaitu treatment campuran antara pewarna bibir dan vitamin bibir yang dikemas dalam bentuk stik, bertekstur lembut, mengandung pelembab dan memberi efek berkilau. Dalam pembuatan lipstik, tahap formulasi dan proses produksi sangat penting. Jika salah satunya kurang baik maka hasil yang didapat akan tidak sesuai dengan yang diinginkan. Lipstik kosmetik untuk bibir dibuat dengan melelehkan bahan pembawa lipstik dan zat warna kemudian dicetak menjadi stick yang dapat dimasukkan kedalam tabung sebagai basis digunakan campuran wax, minyak dan lemak. Kualitas lipstik pada saat pembuatan, penyimpanan, dan penggunaannya tergantung dari basisnya. Kualitas lipstik dilihat dari reologi campuran bahan pada beberapa variasi temperatur. Selama pembuatan, campuran bahan harus dapat bercampur dan membentuk massa, mudah dituang ke dalam cetakan, terbentuk

106 8 cepat dengan permukaan yang bagus dan mudah diambil. Selama waktu penggunaan, massa lipstik harus kuat dan stabil dalam kondisi yang baik. Pada penggunaannya, massa lipstik harus melembut saat kontak dengan bibir, dan membentuk lapisan (film) pada bibir Komponen Utama lipstik Berdasarkan literatur, komponen dasar lipstik mengandung empat bahan pembentuk utama yaitu waxes (lilin), pelarut, emolien dan pewarna (denavarre.m, 1993). Lilin merupakan bagian dari basis lipstik yang berfungsi guna mendapatkan titik leleh yang tinggi atau kekerasan yang diharapkan untuk memperoleh bentuk yang memuaskan, yaitu dengan cara pengaturan cepat dan pelepasan yang baik dari cetakan dengan permukaan glossy dan berupa tongkat kaku. Sifat seperti ini bisa didapatkan dengan menambahkan lilin atau bahan seperti lilin dengan konsentrasi 8-15% dari formulasi. Contoh lilin antara lain beeswax, candelila wax, Carnauba wax, Ozokerit. Basis berupa wax berfungsi untuk memberikan struktur pada stik dan menjaganya untuk tetap padat bahkan dalam keadaan hangat. Kilauan dan kekerasan umumnya tergantung pada karakteristik dan jumlah dari lilin yang digunakan. Karakteristik yang paling baik mengandung penggunaan campuran wax dengan titik lebur yang berbeda dan pengaturan titik lebur akhir pada penggabungan wax dengan titik lebur yang tinggi dalam jumlah yang cukup. Paduan wax yang ideal akan mempertahankan bentuk stik minimal pada suhu 50 C dan akan mempertahankan fase minyak sehingga tidak akan mengeluarkan tetesan cairan, namun akan selalu lembut dan mudah diaplikasikan untuk mewarnai pada tekanan minimum pada bibir. Campuran minyak diperlukan untuk memperoleh paduan yang tepat dengan wax untuk lapisan yang sesuai dalam pengaplikasiannya pada kulit bibir. Basis berupa minyak berfungsi sebagai pelarut dan pada beberapa formulasi sebagai agen pendispersi untuk pewarna yang tidak larut. Pelarut yang biasa digunakan adalah minyak jarak (castor oil). Minyak jarak praktis tidak berbau, berasa dan non kompatibel dengan hidrokarbon. Penggunaan dalam persentase besar cenderung menimbulkan rasa tebal di bibir dan rasa berminyak yang khas pada aplikasinya. Beberapa lipstik di pasaran mengandung 65% minyak jarak, dan hal tersebut tidak dianjurkan karena persentasenya terlalu tinggi.

107 9 Pemakaian minyak jarak yang umum digunakan sejumlah 25-50% dari formula. Minyak jarak sangat diperlukan dalam formulasi lipstik, karena selain sebagai pelarut, minyak jarak juga memberikan rasa lembab dan lembut pada bibir. Emolien dalam formulasi lipstik berfungsi sebagai oklusif atau membentuk lapisan yang mempunyai kemampuan untuk mengganti lapisan hidrofilik alamiah, sehingga mengurangi hilangnya air melalui epidermis pada bibir. Jenis emolien yang biasa digunakan dalam formula lipstik antara lain trigliserida kaprilat/kaprat, fenil trimetikon, oktil palmitat dan lain-lain. Warna bagi lipstik merupakan salah satu nilai jual utama. Nuansa warna yang tepat bergantung pada tren dan mode pada periode tertentu. Dalam membuat suatu nuansa warna merupakan hal biasa jika warna tersebut mengandung pencampuran beberapa jenis warna merah, yang memungkinkan menghasilkan nuansa mulai dari warna oranye-kuning menjadi merah pekat menjadi biru-ungu dan merah-coklat. Kedalaman warna, tingkat kilapan, dan keburaman yang dihasilkan juga bervariasi. Periode ketika tren fashion "tanpa make-up" sedang populer, lipstik tidak berwarna dengan efek glossy dipasarkan dengan nama "lip gloss." Nuansa lipstik yang berkilau juga diciptakan melalui penggunaan pigmen pearlize. Terdapat banyak pewarna yang digunakan baik organik maupun anorganik untuk mendapatkan perbedaan warna yang diinginkan. Beberapa pewarna yang dapat digunakan untuk lipstik adalah merah (C.I ), oranye (C.I ), putih (TiO2, pigmen anorganik), putih (ZnO, pigmen anorganik). Ukuran partikel pigmen yang digunakan sekitar 3-5 mikron. Mutiara (pearlize) dan pigmen berefek lain juga dipakai untuk menambah cahaya dan gemerlapnya lipstik. Pewarna bisa sekitar 4-5% sampai 15-20% tergantung pada merek dan tren fashion.

108 Bahan-bahan Pembentuk Lipstik (Rieger, 2000 ; denavarre, 1993; Departemen Kesehatan RI,1993; Goottschalck and McEwen, 2006)) Candelilla wax Candelilla wax merupakan lilin yang diperoleh dari tanaman famili Euphorbiaceae (Euphorbia cerifera Alcocer, Euphorbia antisyphillitica Zucarrini, dan Pedilanthus pavonis Boissier) yang ditanam di barat laut Mexico dan Texas. Candelila wax sangat kering dan terdiri dari 30% ester asam lemak C16-C34, dan 45% hidrokarbon dengan 25% alkohol bebas seperti mirisil alkohol, resin, dan sebagainya. Candelilla wax lebih dipilih daripada Carnauba wax yang harganya mahal. Walaupun titik lelehnya lebih rendah, akan tetapi Candelilla wax dapat mengatasi masalah ketidakbersatuan (graininess) yang diproduksi oleh Carnauba wax. Wax ini juga membuat lipstik menjadi keras, padat, dan memiliki kilau. Candelilla wax dapat digunakan dalam formula hingga 15%. Carnauba wax Carnauba wax merupakan lilin keras yang diperoleh dari daun dan ranting palem carnauba yang tingginya 10 m, Copernica cerifera Mart dibesarkan di Amerika Selatan, terutama Brazil. Mengandung ester C20-C32 asam lemak dan alkohol C28-C34. Carnauba wax memiliki banyak kandungan ester asam hidroksi dan titik leleh 80-86ºC. Carnauba wax digunakan untuk meningkatkan titik leleh dan memberi kepadatan. Sangat berguna bila digunakan dalam pencampuran dengan wax amorf seperti Ozokerit. Wax ini tidak boleh digunakan lebih dari 5%, karena dapat menyebabkan massa menjadi butiran. Wax ini juga memberikan kepadatan pada molded stick. Seresin Seresin berbentuk massa hablur berwarna putih atau tidak berwarna memiliki bau khas dan tidak berasa. Seresin merupakan stiffness agent. Merupakan campuran dari Ozokerit atau wax mikrokristalin dengan parafin, rasio tergantung dari biaya yang diinginkan, semakin banyak parafin maka biaya akan semakin murah. Digunakan hingga 15% tergantung titik leleh yang diinginkan

109 11 pada suatu produk. Seresin lelehan akan menyusut seperti beeswax ketika didinginkan, hal ini digunakan untuk membantu pelepasan cast stick dari mold. Ozokerit Ozokerit (Galician Ozokerite) merupakan hidrokarbon kompleks yang diformulasikan menjadi lilin. Pemerian Ozokerit berupa lilin padat berwarna putih, dan tidak memiliki bau khas. Ozokerit yang memiliki titik leleh 76 o hingga 86 o C, dapat digunakan untuk meningkatkan titik leleh, namun penggunaannya dengan Carnauba wax akan meningkatkan kesuksesan pencampuran. Ozokerit dapat memberikan kepadatan pada molded stick. Untuk setiap penambahan 1% Carnauba wax, titik leleh dinaikkan sebesar 2 ½ o C. Campuran paling efektif adalah dengan penambahan Carnauba wax 3%. Minyak Jarak Minyak jarak memiliki nama asli castor oil (BP), castor oil (JP, USP), dan ricini oleum virginale (PhEur). Minyak jarak merupakan trigliserida asam lemak. Komposisi asam lemak yaitu asam risinoleat (87%), asam oleat (7%), asam linoleat (3%), asam palmitat (2%), asam stearat (1%) dan asam dihidroksi stearat. Minyak jarak dapat digunakan sebagai emolien, pembawa, dan pelarut. Minyak jarak banyak digunakan dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi dalam produk farmasi. Minyak jarak merupakan minyak jernih, hampir tidak berwarna atau berwarna kuning pucat. Titik leleh 12 C. Kelarutan praktis tidak larut dalam air, praktis tidak larut dalam minyak mineral, kecuali dicampur dengan minyak sayur lain. Minyak jarak tidak tercampurkan dengan reduktor kuat. Minyak jarak yang digunakan dalam lipstik biasanya merupakan fraksi penjernihan murni dari komoditas minyak alami. Dalam lipstik, zat tersebut dapat membantu dispersi pewarna, seperti pewarna solubizing bromo-acid. Zat ini memiliki warna, aroma, dan rasa yang dapat diterima. Dengan harga berkisar antara US$8.00/kg, zat ini dinilai lebih murah bila dibandingkan dengan alternatif sintesis lainnya. Untuk formulasi lipstik klasik, umumnya castor oil digunakan sebesar 20-45%. Formulasi dengan kandungan lebih dari 50% menyebabkan

110 12 kurangnya kestabilan, rasa berat dan lengket pada bibir. Minyak kastor tidak kompatibel dengan hidrokarbon dan pelarut kurang polar lainnya. Lanolin Anhidrat (Adeps lanae) Lanolin Anhidrat adalah bahan mirip lemak yang diperoleh dari bulu domba (Ovies aries Linne) dan dimurnikan yang mengandung tidak lebih dari 0,25% air. Massa lembek, liat, bau khas dan berwarna kuning terang. Lanolin terdiri dari kolesterol, isokolesterol, dan juga mengandung alkohol C13 sampai C33. Berguna untuk membuat massa homogen dari campuran berbagi macam lemak sehingga dapat mencegah lipstik terpengaruh perubahan temperatur ataupun tekanan secara tiba-tiba. Lanolin juga memiliki efek menghaluskan bibir, juga berguna untuk mencegah sweating. Masalah bau dapat mengeset upper limit pada 10 hingga 15% tergantung dari unsur pokok lain yang digunakan. Material turunan dari lanolin diantaranya adalah wol, alkohol, special liquid fractions, lanolin linoleat dan risinoleat, alkosilat dan lanolin asetil atau fraksi-fraksi lain dimana semuanya merupakan bagian formulasi dari lipstik dalam jumlah mencapai 5%. Metil Paraben (Nipagin) Gambar 2.1. Struktur Kimia Metil Paraben Metil paraben berbentuk hablur kecil, tidak berwarna, atau serbuk hablur, putih, tidak berbau, atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit rasa terbakar, diikuti rasa tebal. Kelarutan dari metal paraben antara lain larut dalam 500 bagian air, 20 bagian air mendidih, dalam 3, bagian etanol 95% P, dan dalam 3 bagian aseton ; mudah larut dalam eter P dan dalam alkali hidroksida ; larut dalam 60

111 13 bagian gliserol panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan tetap jernih. Metil paraben berfungsi sebagai antimikroba. Aktivitas antimikroba berkurang dengan adanya surfaktan nonionik, seperti polisorbat 80, akibat pembentukan misel, tetapi dengan adanya propilen glikol (10%) menunjukkan potensiasi aktivitas antimikroba dari metil paraben dengan adanya surfaktan nonionik dan mencegah interaksi metil paraben dengan polisorbat 80, bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragacant, natrium alginat, minyak esensial, atropin, dan sorbitol. Metil paraben terkotori dengan adanya besi, dihidrolisis dengan asam lemah dan basa kuat. Propil Paraben (Nipasol) Gambar 2.2. Struktur Kimia Propil Paraben Propil paraben berbentuk serbuk Kristal putih atau hampir tidak berwarna, tidak berbau atau hampir tidak berbau, dan mempunyai rasa agak seperti terbakar. Propil paraben secara luas digunakan ssebagai pengawet anti mikroba pada kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasetika. Dapat digunakan secara tunggal maupun kombinasi dengan ester paraben lain, atau dengan antimikroba lainnya. Paling banyak digunakan sebagai pengawet dalam kosmetik. Senyawa paraben efektif pada range ph yang besar dan memiliki spektrum antimikroba yang luas (paling efektif pada ragi dan kapang). Kelarutan propil paraben antara lain mudah larut dalam aseton dan eter, larut dalam 1,1 bagian etanol, larut dalam 5,6 bagian etanol, larut dalam 250 bagian gliserin, larut dalam 3330 bagian minyak mineral, larut dalam 70 bagian minyak kacang, larut dalam 3,9 bagian propilen glikol, larut dalam 225 bagian air pada suhu 80 C. Aktivitas antimikroba berkurang dengan adanya surfaktan

112 14 nonionik. Magnesium aluminum silicate, magnesium trisilicate, yellow iron oxide, dan ultramarine blue dapat menurunkan aktifitas pengawet. Butil Hidroksitoluen (BHT) Gambar 2.3. Struktur Kimia Butil Hidroksitoluen Butil hidroksitoluen adalah 2,6-di-tert-butil-p-kresol. Berupa serbuk hablur tidak berwarna atau serbuk hablur warna putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau. Butil hidroksitoluen berfungsi sebagai antioksidan dalam kosmetik, makanan, dan farmasi. Hal ini terutama digunakan untuk menunda atau mencegah ketengikan lemak dan minyak akibat oksidasi serta untuk mencegah hilangnya aktivitas vitamin larut lemak. Butil hidroksitoluen juga digunakan pada konsentrasi 0,5-1% dalam karet alami atau sintetis untuk meningkatkan stabilitas warna. Dalam penyimpanannya harus dihindari dari paparan cahaya, kelembaban, dan perubahan warna panas karena akan menyebabkan hilangnya aktivitas. Butil hidroksitoluen harus disimpan dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk dan kering. Butil hidroksitoluen praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol, larutan hidroksida alkali, dan asam mineral encer. Mudah larut dalam aseton, benzena, etanol (95%), eter, metanol, toluen, dan minyak mineral. Lebih mudah larut dalam minyak makanan dan lemak dibandingkan BHA. Stearalkonium Hektorit Merupakan produk hasil reaksi antara bentonit dan stearalkonium klorida. Reaksi ini menyebabkan perubahan sifat liat dari hidrofil menjadi oleofil. Produk ini cocok digunakan formulasi yang berbasis pelarut atau berbasis minyak. Stearalkonium hektorit berupa serbuk halus berwarna putih krem. Dalam kosmetik,

113 15 Stearalkonium hektorit digunakan dalam berbagai produk termasuk lipstik, make up mata, dan kuku dan lainnya. Stearalkonium hektorit memberikan efek tiksotropik karena dapat terdispersi membentuk gel yang agak cair sehingga dalam lipstik digunakan sebagai suspending agent, thickener atau zat penyerap minyak. Isopropil Miristat Isopropil miristat merupakan emolien non oklusif dengan viskositas rendah yang memiliki profil penyebaran baik untuk zat lipofil dan zat warna. Rasio penggunaan isopropil miristat adalah 0,5-5%. Diisostearil Malat Diisostearil malat adalah diester dari isostearil alkohol dan asam malat. Diisostearil malat berfungsi sebagai emolien dan komponen pencegah sweating pada lipstik. PVP/Hexadecene Copolymer PVP/Hexadecene Copolymer merupakan pembentuk film yang sangat baik, berupa cairan kental berwarna kuning terang. Penambahan polimer ini pada formulasi kosmetik dapat menimbulkan efek tahan lama terhadap aplikasinya pada kulit, lebih tahan terhadap air serta memiliki sifat penghalang kelembaban. Merupakan pendispersi pigmen yang baik dan dapat berfungsi sebagai suspending agent. Dalam kosmetik, PVP/Hexadecene Copolymer digunakan dalam sediaan sun protection, skin care antiperspirants, deodorants, lipstiks, eyes shadows dan krim. Oktildodekanol Oktildodekanol adalah cairan jernih tidak berwarna yang merupakan lemak alkohol rantai panjang. Oktildodekanol dapat berfungsi sebagai emulsifier/thickener, emolien, antifoaming agent dan juga pancegah terpisahnya minyak dari suatu formulasi.

114 16 Pewarna Seluruh zat warna yang digunakan pada formulasi lipstik ini memenuhi persyaratan FDA dan sesuai dengan Permenkes No.376/MENKES/PER/VIII/1990 tentang bahan, zat warna, zat pengawet dan tabir surya pada kosmetika. Ketiga zat warna yang digunakan antara lain CI 15850:2, CI 15850:2, CI 77891, CI 77861, Aluminium (III) Oxide. Salah satu pigmen yang ditambahkan pada formulasi lipstik ini adalah CI yaitu titanium dioksida. Titanium dioksida merupakan pigmen putih yang dapat memberikan koreksi warna dari gelap menjadi cerah, perubahan warna kuning ke biru untuk pigmen warna merah, dan yang paling penting kejernihan. Tersedia dalam dua bentuk yaitu anatase dan rutile. Titanium dioksida anatase merupakan bentuk yang diperbolehkan oleh FDA dan merupakan satu-satunya titanium dioksida tersedia secara komersial yang memenuhi persyaratan kandungan logam berat. Titanium dioksida rutile digunakan di Eropa dan Asia karena memiliki warna dan kejernihan yang lebih baik (kira-kira 20% lebih tinggi daripada anatase). Di Amerika, digunakan sebagai kandungan aktif dalam tabir surya. Sebagian besar dari rutile di Amerika Selatan digunakan untuk pelindung UV dan untuk meningkatkan aktifitas sunscreen. Ketiga zat warna ini jika dicampurkan sesuai dengan jumlah yang tertera pada Tabel 2.2 akan menghasilkan warna merah muda. Hydrogenated polydecene Hydrogenated polydecene adalah produk akhir dari hidrogenasi terkontrol polydecene dan diklasifikasikan baik sebagai hidrokarbon maupun polimer sintetik. Hydrogenated polydecene biasa digunakan sebagai fragrance, emolien dan pelarut. Hydrogenated polydecene sering digunakan pada formulasi lipstik dan sediaan perawatan kulit

115 17 Vitamin E (D- α-tokoferil asetat) Gambar 2.4. Struktur Kimia D- α-tokoferil asetat Persyaratan vitamin E yaitu mengandung tidak kurang dari 96,0% dan tidak lebih dari 102,0% C 31 H 52 O 3. Pemerian vitamin E berupa minyak kental jernih, warna kuning atau kuning kehijauan, berbentuk padat pada suhu dingin. Praktis tidak berbau dan tidak berasa. Bentuk ester stabil terhadap udara dan cahaya, namun tidak stabil dalam suasana alkalis. Tidak larut dalam air, larut dalam etanol, dapat bercampur dengan eter, dengan aseton, dengan minyak nabati dan dengan kloroform. Dalam formulasi lipstik yang akan dibuat, vitamin E digunakan sebagai antioksidan bagi kulit. Dalam sediaan kosmetik, vitamin E dapat mencegah terdegradasinya bahan lain oleh oksigen. Lemak merupakan senyawa yang mudah diserang oleh radikal bebas sehingga dapat dirusak melalui reaksi oksidasi. Vitamin E dapat bereaksi dengan radikal bebas sehingga mencegah terjadinya reaksi berantai dari proses perusakan lemak. Bentuk α- tokoferol secara umum diakui bentuk paling aktif dari vitamin E dibandingkan bentuk yang lain. Bentuk ester dari vitamin E lebih stabil dibandingkan Vitamin E yang tidak teresterifikasi. Vitamin E dalam bentuk α-tokoferol asetat banyak digunakan dalam sediaan kosmetik karena memiliki keunggulan yaitu tidak mengiritasi kulit, tidak menimbulkan reaksi sensitisasi terhadap kulit, serta tidak bersifat karsinogenik sehingga aman digunakan dalam kosmetik. Mika Mika adalah salah satu jenis mineral silikat dengan komposisi kimia yang berbeda namun dengan karakteristik fisikokimia yang mirip. Mika memiliki defined cleavage dan dapat menyebar dengan baik hingga membentuk lapisan yang sangat tipis. Biasa digunakan pada sediaan lipstik, eye shadow, hair dyes, bedak wajah dan sediaan kosmetika lainnya.

116 18 Fragrance (parfum) Parfum digunakan untuk menutupi aroma lemak yang muncul dari basis, selain itu parfum dapat meningkatkan nilai estetika dan penerimaan konsumen, serta dapat menjadi ciri produk. Parfum yang digunakan pada formulasi ini adalah dengan nomor produk R Alasan menggunakan fragrance ini adalah selain untuk mencocokkan antara aroma dengan lipstik berwarna merah muda yang akan dibuat juga karena fragrance ini aman digunakan pada bibir Emolien Untuk mencegah terjadinya kulit kering, hilangnya air melalui epidermis harus dikurangi dengan cara memberikan bahan yang bersifat hidrasi (moisturizer) yang larut dalam air, pelumas (lubricating), dan penutup (Oclution) yang tidak larut dalam air (Van Scott, 1986). Istilah pelembab dan emolien seringkali dikacaukan sehingga timbul berbagai definisi. Istilah pelembab menggambarkan terjadinya penambahan air ke dalam kulit, sehingga menurunkan kekasaran kulit atau peningkatan kadar air secara aktif ke kulit. Pengertian emolien adalah bahan oklusif yang membantu hidrasi kuit dengan cara mengoklusi permukaan kulit dan menahan air di stratum corneum (Purwandhani, 1988). Bahan oklusif adalah bahan yang memperlambat hilangnya air dari kulit dengan cara membentuk barrier pada permukaan kulit. Emolien dapat bekerja pada kulit normal maupun yang mengalami kelainan, sehingga dapat digunakan untuk pengobatan kelainan kulit pada umumnya. Efek emolien adalah melembabkan kulit, anti inflamasi, antimitotik dan antipruritus. Komponen terpenting pada emolien adalah lipid. Lipid bisa berasal dari tumbuhan dan hewan, minyak mineral atau sintetik. Asam lemak yang digunakan berantai karbon 8-18 dan dapat jenuh maupun tidak jenuh. Berikut adalah jenisjenis emolien: Lemak hewani (lemak sapi, lemak domba) Lanolin (lemak domba penghasil wool) dahulu banyak digunakan tetapi dapat menyebabkan sensitifitas, saat ini dipakai bermacam lanolin yang telah

117 19 diubah susunan kimianya. Penelitian menyebutkan komponen utama penyebab iritasi dalam lanolin adalah alkohol. Lemak tumbuhan Minyak tumbuhan atau biji-bijian asli yang belum dimodifikasi dimasukkan dalam formulasi emolien (minyak kacang, bunga matahari, zaitun). Minyak tumbuhan asli tersebut lebih disukai oleh pengguna, namun sangat berminyak sehingga kebanyakan digunakan untuk minyak mandi rendam. Minyak Mineral Minyak yang digunakan untuk emolien merupakan hasil destilasi vaselin dan mengandung komponen organik dalam jumlah besar, terutama hidrokarbon alifatik rantai panjang dan bercabang. Proses pembuatan termasuk destilasi, ekstraksi pelarut, kristalisasi dan netralisasi alkali dan bleaching menghasilkan petroleum jelly dan light liquid paraffin (white oil). Minyak sintesis silikon Minyak sintetis yang sering digunakan dan cukup ideal adalah minyak Lilin Lemak Lilin lemak adalah campuran semi solid kompleks yang juga merupakan turunan dari minyak hewan, tumbuhan atau mineral. Yang paling banyak digunakan adalah beeswax dari sarang lebah, Carnauba wax dari pohon palem carnauba dan lilin parafin.

118 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini berlangsung di PT.Fabindo Sejahtera bagian Research and Development. Percobaan dilakukan pada minggu kedua hingga minggu kelima di PT. Fabindo Sejahtera Cikupa-Tangerang. 3.2 Alat dan Bahan Alat Beaker glass 100 ml, hot plate magnetic stirrer, spin bar, timbangan, cawan penguap, refraktometer, spatel logam, termometer, lemari pendingin, cetakan lipstik dan tabung lipstik Bahan Candelila wax, Carnauba wax, Ceresin wax, Ozokerit, Lanolin anhidrat, Stearalkonium hektorit, minyak jarak, Isopropil miristat, Diisostearil malat, oktildodekanol, PVP/Hexadecene copolymer, Hydrogenated polydecene viskositas 20, Hydrogenated polydecene viskositas 30, D-α-Tokoferil asetat, Metil paraben, Propil paraben, Mika, BHT, fragrance, Aluminium (III) Oxide, CI 77891, CI 77861, CI 15850:2, CI 15850:1. 20

119 Formulasi Lipstik Moisturizer Formulasi Basewax Formulasi basewax lipstik moisturizer adalah sebagai berikut : Nama Bahan Formula (gram) Candelillla wax 4,55 Carnauba wax 1,12 Ceresin wax 3,63 Ozokerit 0,52 Minyak jarak (Fase A) 7,69 Lanolin anhidrat 0,49 Metil paraben 0,16 Propil paraben 0,08 BHT 0,05 Stearalkonium hektorit 0,06 Isopropil miristat 3,65 Diisostearil malat 3 PVP/Hexadecene copolymer 3,05 Oktildodekanol 3,08 Total 31,13 Berikut adalah proses pembuatan basewax dalam skala kecil (60 gram): 1. Masing-masing bahan yang dibutuhkan ditimbang secara seksama. 2. Candelila wax, Carnauba wax, Ceresin wax, Ozokerit, Lanolin anhidrat dilelehkan di dalam beaker glass dengan suhu 86ºC di atas hot plate dan diaduk dengan spinbar. Setelah lilin meleleh, Stearalkonium hektorit

120 22 dimasukkan, kemudian diaduk selama 20 menit dengan spinbar di atas hot plate pada suhu 86ºC. 3. Minyak jarak, Isopropil miristat, Diisostearil malat, Oktildodekanol, dan PVP/Hexadecene copolymer dimasukkan ke dalam beaker glass (campuran nomor 2) kemudian diaduk selama 20 menit dengan spinbar di atas hot plate pada suhu 86ºC. 4. Metil paraben, Propil paraben, dan BHT dimasukkan ke dalam beaker glass (campuran nomor 3) kemudian diaduk selama 20 menit dengan spinbar di atas hot plate pada suhu 86ºC. 5. Campuran dimasukkan dalam plastik, dibiarkan hingga membeku. Simpan dalam tempat yang sejuk Formulasi Lipstik Tanpa Penambahan Emolien dan Fragrance Formulasi Lipstik Sebelum Ditambahkan Emolien Pembanding dan Fragrance adalah sebagai berikut : Nama Bahan Jumlah (gram) Fase A Basewax 24 Fase B CI 77891, CI 77861, Aluminium (III) Oxide 3 CI ,05 CI 15850:1 0,65 CI 15850:2 0,5 Minyak jarak (Fase B) 12,8 Fase C D-α-Tokoferil asetat 0,3 Mika 3 Minyak jarak (Fase C) 10,2 Total 54 Proses pembuatan campuran lipstik adalah sebagai berikut : 1. Basewax ditimbang dalam beaker glass dan dilelehkan dengan suhu 86ºC di atas hot plate dan diaduk dengan spinbar.

121 23 2. Mika ditimbang dan ditambahkan ke dalam beaker glass kemudian diaduk selama 20 menit dengan spinbar di atas hot plate pada suhu 86ºC. 3. Pewarna (CI 77891, CI 15850:1, CI 15850:2) yang telah didispersikan homogen dalam minyak jarak (1:4) ditimbang di dalam cawan penguap dan kedalam campuran pewarna tersebut ditambahkan sedikit campuran nomor 2 untuk membentuk premix. Campuran diaduk dengan spatel logam hingga warna terdistribusi homogen. 4. Premix dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian diaduk selama 20 menit dengan spinbar di atas hot plate pada suhu 86ºC 5. CI 77891, CI 77861, Aluminium (III) Oxide ditimbang dan ditambahkan ke dalam beaker glass kemudian diaduk selama 20 menit dengan spinbar di atas hot plate pada suhu 86ºC. 6. D-α-Tokoferil asetat ditambahkan kedalam campuran tersebut, kemudian diaduk selama 20 menit dengan spinbar di atas hot plate pada suhu 86ºC. 7. Campuran dimasukkan dalam plastik, dibiarkan hingga membeku. Simpan dalam tempat yang sejuk Formulasi Lipstik dengan Emolien Berbeda Formulasi lipstik setelah ditambahkan emolien pembanding dan fragrance adalah sebagai berikut : Formula I (gram) Formula II (gram) Hasil Formulasi Lipstik 26,97 26,97 Hydrogeneted polydecene viskositas 20-3 Hydrogeneted polydecene viskositas 30 3 Pewangi 0,03 0,03 Proses pembuatan lipstik dengan menggunakan Hydrogeneted polydecene viskositas 20 / Campuran lipstik ditimbang kemudian dilelehkan di dalam beaker glass.

122 24 2. Hydrogeneted polydecene viskositas 20 / 30 ditimbang dan ditambahkan ke dalam beaker glass kemudian diaduk selama 20 menit dengan spinbar di atas hot plate pada suhu 86ºC. 3. Minyak jarak dan fragrance ditimbang dan ditambahkan ke dalam beaker glass (campuran nomor 2) kemudian diaduk selama 20 menit dengan spinbar di atas hot plate pada suhu 86ºC. 4. Massa lipstik dituang pada suhu 80ºC ke dalam mold atau cetakan lipstik. Kemudian didiamkan selama 10 menit pada suhu kamar lalu dilanjutkan dengan pendinginan pada lemari pendingin selama 5 menit untuk membentuk massa lipstik yang padat. 5. Lipstik kemudian dimasukkan kedalam tabung lipstik dan siap untuk di uji.

123 Breakdown Formulasi Berikut adalah formulasi keseluruhan (total) berupa hasil breakdown ketiga formulasi diatas. Nama Bahan Formula A (%) Formula B (%) Fase A Candelillla wax 5,84 5,84 Carnauba wax 1,44 1,44 Ceresin wax 4,66 4,66 Ozokerit 0,67 0,67 Minyak jarak (Fase A) 9,87 9,87 Lanolin anhidrat 0,63 0,63 Metil paraben 0,2 0,2 Propil paraben 0,11 0,11 BHT 0,07 0,07 Stearalkonium hektorit 0,08 0,08 Isopropil miristat 4,69 4,69 Diisostearil malat 3,85 3,85 PVP/Hexadecene copolymer 3,85 3,85 Oktildodekanol 3,95 3,95 Fase B CI 77891, CI 77861, Aluminium (III) Oxide 5 5 CI ,41 3,41 CI 15850:1 1,08 1,08 CI 15850:2 0,83 0,83 Minyak jarak (Fase B) 21,31 21,31 Fase C Hydrogenated polydecene viskositas Hydrogenated polydecene viskositas D-α-Tokoferil asetat 0,45 0,45 Mika 5 5 Minyak jarak (Fase C) 17,03 17,03 Pewangi 0,1 0, Metode Evaluasi Uji Titik Leleh Melakukan evaluasi dari dua formula lipstik guna membandingkan titik leleh kedua formulasi lipstik, berikut adalah cara kerja pengujian : Prinsip: Suhu terendah dimana zat yang dianalisa mulai mengalami pelelehan Cara kerja: 1. Sampel diambil dengan pipa kapiler sebanyak kurang lebih 1 sentimeter (diberi tanda pada batas sampel), kemudian ditempelkan pada termometer.

124 26 2. Klem termometer, direndamkan pada media panas hingga sampel terendam. 3. Sampel dan suhu thermometer diamati 4. Suhu saat sampel mulai naik pada pipa kapiler (melewati tanda pada pipa kapiler) dicatat. 5. Suhu dimana sampel mulai naik menunjukkan titik leleh sampel Uji Aplikasi Panel Membuat kuesioner dengan sebelas (11) responden untuk mengetahui aplikasi dari kedua formula lipstik yang dibuat.

125 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap pembuatan lipstik terlebih dahulu diawali dengan tahap pembuatan basewax, dimana pada pembuatan basewax tidak ditambahkan ekstender, pigmen, emolien, zat aktif dan fragrance. Tahap pembuatan basewax ditujukan untuk terlebih dahulu memastikan bahwa perpaduan lilin, minyak dan suspending agent yang digunakan dalam suatu formula dapat menghasilkan batang lipstik yang keras, tidak mudah patah, dan mudah dioles. Penggunaan kombinasi wax (lilin) yang digunakan dalam formulasi lipstik ini bertujuan agar didapatkan lipstik dengan kekerasan dan titik leleh yang memadai. Candelila wax, walaupun memiliki titik leleh yang rendah namun wax ini dapat membuat lipstik menjadi keras, padat, dan berkilau. Kombinasi dengan Carnauba wax dapat meningkatkan titik leleh lipstik, kekerasan lipstik dan mudah dioles pada bibir. Penggunaan seresin bertujuan untuk membantu pelepasan cast stick dari mold karena seresin lelehan akan menyusut seperti beeswax ketika didinginkan. Penambahan Ozokerit, yang memiliki titik leleh 76 o hingga 86 o C, pada formula dimaksudkan untuk meningkatkan titik leleh, memberikan kepadatan pada molded stick dan penggunaannya bersama dengan Carnauba wax akan meningkatkan kesuksesan pencampuran. Penggunaan kombinasi keempat wax ini menghasilkan lipstik yang cukup keras, tidak mudah rapuh, dan mudah dioles. Stearalkonium hektorit adalah suspending agent yang digunakan pada formulasi lipstik ini. Stearalkonium hektorit adalah produk dari reaksi antara hektorit dan Stearalkonium klorida. Stearalkonium hektorit biasa digunakan pada suatu formula dengan jumlah 0,05-0,3%. Penggunaan suspending agent pada formulasi ini bertujuan untuk meningkatkan stabilitas lipstik yaitu agar komposisi wax dan minyak pada formulasi dapat menyatu dengan baik sehingga mencegah terjadinya sweating (keluarnya komponen minyak dari lipstik). Isopropil miristat, Diisostearil malat, PVP/Hexadecene copolymer, Oktildodekanol merupakan komponen minyak pada formulasi ini. Isopropil 27

126 28 miristat. Isopropil miristat merupakan emolien non oklusif dengan viskositas rendah yang memiliki profil penyebaran baik untuk zat lipofil dan zat warna. Rasio penggunaan isopropil miristat adalah 0,5-5%. Diisostearil malat adalah diester dari isostearil alkohol dan asam malat. Diisostearil malat berfungsi sebagai emolien dan komponen pencegah sweating pada lipstik. PVP/Hexadecene copolymer memberikan efek tahan lama terhadap aplikasi pada kulit, lebih tahan terhadap air serta memiliki sifat penghalang kelembaban. PVP/Hexadecene copolymer juga merupakan pendispersi pigmen yang baik dan dapat berfungsi sebagai suspending agent. Oktildodekanol berfungsi sebagai antifoaming pada formulasi ini. Sebab sebelum ditambahkan oktildodekanol, terbentuk gelembung yang cukup banyak pada campuran yang mengganggu saat pencetakan. Penambahan oktildodekanol saat pencampuran mengurangi terbentuknya gelembung tersebut. Hasil dari percobaan yang telah dilakukan menggunakan formula I dan formula II didapatkan batang lipstik berwarna merah muda, dengan tekstur serta permukaan yang halus dan licin beraroma raspberry pada kedua formula. Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Titik Leleh Formula Lipstik Titik Leleh Formula I Formula II Pengujian titik leleh lipstik mencerminkan kekerasan atau kepadatan dari sediaan lipstik yang dibuat. Berdasarkan literatur, syarat lipstik yang diterima memiliki titik leleh 55 C-65 C (Finkenaur,G,1993). Baik lipstik F1 maupun F2 memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Lipstik formula I memiliki nilai titik leleh lebih rendah dibandingkan dengan lipstik formula II. Titik leleh formula I hanya berbeda 0-3 C dibandingkan dengan formula II. Titik leleh lipstik tidak hanya dipengaruhi oleh wax yang digunakan namun juga dipengaruhi oleh komponen minyak dan lemak yang ditambahkan dalam formulasi. Minyak yang berfungsi sebagai pelarut maupun emolien dapat

127 29 berpengaruh terhadap hasil akhir produk lipstik dalam hal kekerasan, aplikasinya pada bibir dan bentuk fisik dari lipstik tersebut. Jika dilihat dari formulasi lipstik F1 dan F2 pada Tabel 3.4, komposisi jumlah wax sebagai pengeras lipstik dan beberapa komponen minyak dan lemak memiliki jumlah yang sama, yang berbeda adalah viskositas salah satu emolien yaitu Hydrogenated polydecene yang ditambahkan pada kedua formula tersebut. Hydrogenated polydecene yang ditambahkan pada formula I adalah Hydrogenated polydecene dengan viskositas 20 dan Hydrogenated polydecene yang ditambahkan pada formula II adalah Hydrogenated polydecene dengan viskositas 30 sehingga perbedaan titik leleh kedua lipstik dapat disebabkan oleh perbedaan viskositas Hydrogenated polydecene yang ditambahkan. Untuk mengetahui pengaruh penambahan Hydrogenated polydecene, baik viskositas 20 maupun viskositas 30, dalam formulasi terhadap aplikasi lipstik pada bibir, peneliti memberikan penilaian pribadi kemudian dilakukan juga uji aplikasi panel terhadap 11 orang responden dengan media kuesioner dan lipstik tester dari kadua formula tersebut. Penilaian peneliti pada hasil coba aplikasi lipstik formula I dan formula II adalah sebagai berikut: Aplikasi warna Lipstik formula I lebih bernuansa merah dan lipstik formula II lebih bernuansa biru. Kemudahan pengolesan Kedua formula lipstik sama-sama mudah dioleskan namun lipstik formula I lebih mudah dioleskan daripada lipstik formula II (lebih licin). Tekstur olesan Tekstur olesan lipstik formula II menggumpal dan lipstik formula I lebih halus. Untuk hasil uji aplikasi panel lipstik pada 11 orang responden dapat dilihat pada Tabel 4.2,Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.

128 30 Tabel 4.2. Hasil Uji Aplikasi Panel Lipstik pada 11 orang Responden pada Formula I Kriteria lipstik Aplikasi pada Responden Kelembutan Daya sebar bibir Daya kilap pada bibir (berat/ringan) Daya lekat 1 Tidak Merata Berat Mengkilap Tidak Lembab Tidak Melekat 2 Merata Berat Tidak Mengkilap Tidak Lembab Tidak Melekat 3 Merata Berat Mengkilap Tidak Melekat Lembab 4 Tidak merata Berat Mengkilap Lembab Melekat 5 Tidak merata Berat Mengkilap Lembab Melekat 6 Merata Ringan Mengkilap Tidak Melekat Lembab 7 Merata Ringan Mengkilap Lembab Melekat 8 Merata Ringan Mengkilap Lembab Melekat 9 Merata Ringan Mengkilap Lembab Melekat 10 Merata Berat Mengkilap Lembab Tidak Melekat 11 Tidak Merata Berat Mengkilap Lembab Melekat

129 31 Tabel 4.3. Hasil Uji Aplikasi Panel Lipstik pada 11 orang Responden pada Formula II Kriteria lipstik Aplikasi pada Responden Kelembutan Daya sebar bibir Daya kilap pada bibir (berat/ringan) Daya lekat 1 Merata Ringan Mengkilap Lembab Melekat 2 Merata Ringan Mengkilap Lembab Melekat 3 Merata Ringan Tidak Mengkilap Lembab Tidak Melekat 4 Merata Berat Mengkilap Lembab Melekat 5 Merata Ringan Tidak Lembab Melekat Mengkilap 6 Merata Berat Mengkilap Tidak Lembab Tidak Melekat 7 Tidak Merata Berat Tidak Tidak Melekat Mengkilap Lembab 8 Merata Berat Mengkilap Lembab Melekat 9 Tidak Merata Berat Tidak Lembab Melekat Mengkilap 10 Merata Ringan Mengkilap Lembab Melekat 11 Merata Ringan Mengkilap Lembab Melekat

130 32 Gambar 4.1. Perbandingan Hasil Uji Aplikasi Panel Lipstik pada 11 orang Responden pada Formula I dan Formula II Tabel 4.4. Persentase Formula Lipstik yang Digemari Responden Berdasarkan Kenyamanan Aplikasi pada Bibir. Responden Lipstik yang Paling Nyaman Digunakan Formula I Formula II Total Responden 3 8 Persentase 27,28% 72,72%

131 33 Gambar 4.2. Persentase Formula Lipstik yang Digemari Responden Berdasarkan Kenyamanan Aplikasi pada Bibir Melalui uji aplikasi panel untuk formula I, didapatkan hasil bahwa karakteristik aplikasi lipstik formula I memiliki daya sebar yang merata, terasa berat, mengkilap, lembab, dan melekat pada bibir. Formula II memiliki karakteristik daya sebar yang merata, terasa ringan, mengkilap, lembab, dan melekat. Fungsi Hydrogenated polydecene sebagai emolien terbukti dari hasil uji aplikasi panel bahwa baik pada formula I maupun formula II menyatakan bahwa kedua formula meninggalkan rasa lembab. Namun, lebih banyak responden menyatakan bahwa formula II meninggalkan rasa lembab dibandingkan formula I. Hal ini terkait dengan viskositas Hydrogenated polydecene yang ditambahkan pada formula I atau pun formula II. Formula II lebih dapat meninggalkan rasa lembab dikarenakan pada formula II digunakan Hydrogenated polydecene dengan viskositas lebih tinggi yaitu viskositas 30 dibandingkan Hydrogenated polydecene yang digunakan pada formula I yaitu Hydrogenated polydecene viskositas 20. Berdasarkan kenyamanan aplikasi pada bibir, 8 responden (72%) memilih formula II sebagai formula yang paling nyaman digunakan. Menurut para responden, formula II lebih terasa ringan pada saat diaplikasikan dibandingkan formula I sehingga terasa lebih nyaman. Rasa berat atau ringan saat aplikasi pada bibir dipengaruhi oleh penambahan Hydrogenated polydecene dengan viskositas

132 34 berbeda pada kedua formula. Hal ini tentu bertentangan dengan penilaian tekstur olesan oleh peneliti karena tekstur olesan formula II cenderung menggumpal yang menyebabkan aplikasi akan terasa berat sedangkan tesktur olesan formula 1 lebih halus sehingga pada aplikasi akan terasa ringan. Namun, terdapat faktor lain yaitu pada formula I diperlukan aplikasi berulang yang lebih banyak daripada formula II guna mendapatkan kepekatan warna pada aplikasi yang setara. Hal ini menyebabkan para responden menyatakan bahwa formula II lebih terasa ringan. Berdasarkan penilaian tersebut, para respoden memilih formula II sebagai formula yang lebih nyaman berdasarkan keunggulan dalam hal one stroke. One stroke adalah dimana lipstik dapat memberikan aplikasi yang kaya akan warna hanya dalam 1 kali olesan. Keunggulan formula II dalam hal one stroke dikarenakan penggunaan Hydrogenated polydecene yang lebih viskos dibandingkan formula I sehingga lipstik formula II dapat mendispersikan dan mengikat zat warna lebih kuat dan dapat menghantarkan warna lebih baik saat diaplikasikan. Hal ini juga berpengaruh pada penilaian responden terhadap daya sebar kedua formula. Lebih banyak responden menyatakan bahwa formula II memiliki daya sebar yang merata dibandingkan formula I. Melalui hasil uji aplikasi panel juga diketahui bahwa lebih banyak responden yang memilih opsi mengkilap pada formula I dibandingkan pada formula II. Hal ini dipengaruhi indeks bias yang berbeda antara Hydrogented polydecene viskositas 20 dan Hydrogenated polydecene viskositas 30. Hydrogenated polydecene viskositas 20 memiliki indeks bias 1,457 dan Hydrogenated polydecene viskositas 30 memiliki indeksi bias 1,454. Semakin tinggi indek bias maka akan semakin baik dalam memantulkan cahaya sehingga akan terlihat lebih berkilau. Sifat ini mempengaruhi kilau, baik kilau dari aplikasi maupun kilau dari badan lipstik.

133 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN 1. Titik leleh lipstik formula I tidak berbeda jauh dengan titik leleh lipstik formula II. Formula I memiliki karakteristik aplikasi daya sebar yang merata, terasa berat, mengkilap, lembab, dan melekat pada bibir. Formula II memiliki karakteristik aplikasi daya sebar yang merata, terasa ringan, mengkilap, lembab, dan melekat. Formula II yang menggunakan Hydrogenated polydecene viskositas 30 lebih disukai daripada formula I yang menggunakan Hydrogenated polydecene viskositas Formula I menghasilkan jenis lipstik semi-gloss (moist) dan formula II menghasilkan jenis lipstik satin. 5.2 SARAN 1. Hydrogenated Polydecene viskositas 20 dapat digunakan untuk mendapatkan lipstik semi-gloss (moist) dan Hydrogenated polydecene viskositas 30 dapat digunakan untuk mendapatkan jenis lipstik satin. 2. Penambahan emolien harus diperhitungkan dengan kadar atau jumlah serta komposisi yang tepat guna dihasilkan kosmetika yang baik. Penambahan emolien yang terlalu banyak dapat memberikan efek berminyak pada bibir dan rasa berat pada aplikasinya di bibir. 3. Diujikan kembali pengaruh viskositas Hydrogenated polydecene terhadap kemampuan mendispersikan warna dengan menggunakan formula yang berbeda. 4. Penelitian dilanjutkan dengan uji stabilitas guna mengetahui pengaruh penggunakan emolien dengan viskositas berbeda terhadap stabilitas lipstik. 5. Kriteria uji aplikasi panel lebih di seleksi agar hasil uji aplikasi panel valid dan dapat meninjau segi marketing. 35

134 DAFTAR ACUAN DeNavarre, Maison G. (1988). The Chemistry and Manufacture of Cosmetics (2nd ed.). Vol III. USA: Allured Publishing Corporation. DeNavarre, Maison G. (1993). The Chemistry and Manufacture of Cosmetics. Vol IV. USA: Allured Publishing Corporation. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Kodeks Kosmetika Indonesia, edisi II, Volume I. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Gottschalck, Tara E. dan G. N. McEwen (Ed.). (2006). International Cosmetic Ingredient Dictionary and Handbook (11th ed.)(vols. 1-3). Washington D.C: The Cosmetic, Toiletry, and Fragrance Association. Paye M, A O Barel, dan HI Maibach. (2001). Handbook of Cosmetic Science and Technology. New York: Marcel Dekker. Purwandhani E., Effendi EHF. (2000). Pelembab&emolien untuk kelainan kulit pada bayi dan anak dalam MDVI vol 27 no 4 September 2000 : pp Rieger, Martin M. (Ed.). (2000). Harry Cosmeticology (8th ed.). New York: Chemical Publishing, Co.Inc. Schlossman, Mitchell L (Ed.). (2000). The Chemistry and Manufacture of Cosmetics Vol.2-Formulating. USA: Allured Publishing Corporation. The Nisshin Oillio Group, Ltd. (2009). Formulation Guide for Cosmetics. Japan: The Nisshin Oillio Group. The Nisshin Oillio Group, Ltd. (2010). Raw Materials for the Cosmetics Industry. Japan: The Nisshin Oillio Group. Tranggono, Iswari, Retno dan Latifah, Fatma. (2008). Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Van Scott E.J., Dieullangard. (1986). Xerosis (dry skin,xeroderma) in : Practical Management of Dermatologic Patient, Arthur Rook, Philadelphia, J.B. Lippincott co, (pp. 224). 36

135 37 Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Press. Jakarta:

136 LAMPIRAN

137 38 Lampiran 1. Lipstik Hasil (a) Formulasi I dan (b) Formulasi II (a) (b) Lampiran 2. Hasil Olesan Lipstik (a) Formula I (b) Formula II (a) (b)

Tipe Produk Kategori Sub Kategori

Tipe Produk Kategori Sub Kategori 11 Lampiran 1 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.12.10.11983 Tahun 2010 Tentang Kriteria dan Tata Cara Pengajuan Notifikasi Kosmetika JENIS SEDIAAN KOSMETIKA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.10.11983 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA DAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.11983 TAHUN 2010 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENGAJUAN NOTIFIKASI

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR:. TENTANG PEDOMAN PENERAPAN CARA PEMBUATAN KOSMETIKA YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10689 TAHUN 2011 TENTANG BENTUK DAN JENIS SEDIAAN KOSMETIKA TERTENTU YANG DAPAT DIPRODUKSI OLEH INDUSTRI KOSMETIKA YANG MEMILIKI IZIN PRODUKSI GOLONGAN B DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.05.4.3870 TENTANG PEDOMAN CARA PEMBUATAN KOSMETIK YANG BAIK KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG CARA PRODUKSI KOSMETIKA YANG BAIK MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa langkah utama untuk menjamin keamanan kosmetika adalah penerapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.245 /Menkes/VI/1990, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.880, 2016 BPOM. Industri Kosmetika Gol. B. Higiene Sanitasi. Dokumen. Penerapan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : HK.00.06.4.02894 TENTANG PERSYARATAN CEMARAN MIKROBA PADA KOSMETIKA DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email subdit_standarkosmetik@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat 2 minggu sejak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi bekas perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut SK Menkes No. 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Kosmetik Produk kosmetik sangat diperlukan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, sejak lahir. Produk-produk itu dipakai secara berulang setiap hari dan di seluruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN IZIN PRODUKSI KOSMETIKA PEDOMAN PELAKSANAAN PELAYANAN IZIN PRODUKSI KOSMETIKA Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

KOSMETOLOGI. = Berasal dari bahasa yunani Cosmein = berias

KOSMETOLOGI. = Berasal dari bahasa yunani Cosmein = berias MATA KULIAH KOSMETOLOGI (PENANGGUNG JAWAB: DRA, JUANITA T, APT) KOSMETOLOGI KOSMETIKA LOGOS = Berasal dari bahasa yunani Cosmein = berias = Ilmu Menurut PERMENKES N0.220 THN 1976 : KOSMETIKA adalah: Bahan/campuran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB II TINJAUAN UMUM. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TENTANG KOSMETIK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.4.1745 TENTANG KOSMETIK Menimbang : a. bahwa penggunaan kosmetik pada saat ini sudah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat; b. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.10.12123 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

Laboratorium Farmasetika

Laboratorium Farmasetika KOSMETIKA OSMETIKA: PENDAHULUAN ANATOMI K KULIT & RAMBUT 10/4 4/2012 1 Dhadhang Wahyu Kurniawan Laboratorium Farmasetika Unsoed @Dhadhang_WK PENGERTIAN KOSMETIKA KOSMETIKA = Berasal dari bahasa yunani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA Kamp. Waru RT. 01/03 Desa Pasir Jaya, Kec.

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA Kamp. Waru RT. 01/03 Desa Pasir Jaya, Kec. UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA Kamp. Waru RT. 01/03 Desa Pasir Jaya, Kec. Cikupa, Banten LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER EKA NOVITA CHRISTIANTI

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10052 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN PEREDARAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KONSEP DASAR PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN DOKUMEN INFORMASI PRODUK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. FABINDO SEJAHTERA KAMPUNG WARU RT. 01/03 DESA PASIR JAYA, KECAMATAN CIKUPA, BANTEN PERIODE 7 JUNI 1 JULI 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

1 dari1717 I. PENDAHULUAN. I. Latar Belakang I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pembinaan terhadap sarana produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dalam rangka pengamanan alat kesehatan dan PKRT seperti yang disebutkan dalam Permenkes 1184/MENKES/PER/IX/2004

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017

MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 MASUKAN KAMI TERIMA PALING LAMBAT TANGGAL 18 OKTOBER 2017 RANCANGAN 28 SEPTEMBER 2017 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN PRODUKSI DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN POM. Notifikasi Kosmetika. Prosedur. Pengajuan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. BADAN POM. Notifikasi Kosmetika. Prosedur. Pengajuan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA No.598, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN POM. Notifikasi Kosmetika. Prosedur. Pengajuan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.11983 TAHUN

Lebih terperinci

RANCANGAN, 19 DESEMBER 2016 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

RANCANGAN, 19 DESEMBER 2016 PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email subdit_standarkosmetik@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat 22 Desember

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah

BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR. bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari industri rumah BAB II TINJAUAN UMUM PT. COMBIPHAR 2.1 Sejarah Perkembangan PT. Combiphar PT. Combiphar didirikan pada tahun 1971 di Jl. Sukabumi 61 Bandung, di bawah pengelolaan Drs. Handoko Prayogo, Apt. Berawal dari

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA Draft 17 November 2016 RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. SYDNA FARMA JL. RC. VETERAN NO. 89 BINTARO, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 APRIL 3 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA

Lebih terperinci

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia

2. KETENTUAN UMUM Obat tradisional Bahan awal Bahan baku Simplisia 1. PNGERTIAN CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, Tujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN KOSMETIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

PERSONALIA

PERSONALIA PERSONALIA 1. Persyaratan Umum Jumlah dan Pengetahuan: Memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai dengan tugasnya. Mempunyai sikap dan kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan Cara Pembuatan

Lebih terperinci

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK

PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK 7 2013, No.122 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK PENDAHULUAN PRINSIP

Lebih terperinci

2011, No Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemer

2011, No Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemer No.923, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Efek Samping Kosmetika. Pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.11.10051

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.12.10.12459 TAHUN 2010 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt.

No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK. Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. No Kode DAR2/Profesional/582/010/2018 PENDALAMAN MATERI FARMASI MODUL 010: CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK Dr. NURKHASANAH, M.Si., Apt. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Riset, Teknologi

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2015, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1986, 2015 BPOM. Kosmetika. Persyaratan Teknis. Pencabutan PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.870, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Kosmetika. Penarikan dan Pemusnahan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KRITERIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PT. COMBIPHAR JL. RAYA SIMPANG NO. 383 PADALARANG BANDUNG PERIODE 07 MARET 01 APRIL 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MOCHAMAD

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gudang merupakan sarana pendukung kegiatan produksi industri farmasi yang berfungsi untuk menyimpan bahan baku, bahan kemas, dan obat jadi yang belum didistribusikan.

Lebih terperinci

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

(BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan Perseroan pada tanggal 16 Agustus Sejak berdirinya hingga sekarang ini PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Tinjauan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. 2.1.1 Sejarah Perusahaan. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibentuk sebagai Perusahaan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10051 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME MONITORING EFEK SAMPING KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor HK. 00.06.42.0255 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN ALPHA HYDROXY ACID (AHA) DALAM KOSMETIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI. 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki izin dari menteri BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri Farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799/Menkes/Per/XII/2010 adalah badan usaha yang memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 MANAJEMEN MUTU

BAB 1 MANAJEMEN MUTU Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 BAB 1 MANAJEMEN MUTU PRINSIP Industri obat tradisional harus membuat obat tradisional sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 659/MENKES/SK/X/1991 TENTANG CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa untuk membuat obat tradisional yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 19 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 245/Menkes/SK/V/1990, yang dimaksud dengan industri farmasi adalah industri

Lebih terperinci

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.393, 2011 BADAN POM. Obat Tradisional. Pembuatan. Persyaratan Teknis. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.06.11.5629

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah

2017, No Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tah No.1254, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pedoman Dokumen Informasi Produk. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUSNAHAN KOSMETIKA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUSNAHAN KOSMETIKA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.12.11.10719 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PEMUSNAHAN KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

1. Agne Cream 2. Agne Lotion 3. Air Kecantikan Untuk Menghilangkan Kerut Pada Wajah 4. Air Mawar 5. Anti Kerut Wajah 6. Antis 7. Aroma Therapi Padat 8. Aroma Therapy Cair (Minyak Aroma Therapy) 9. Astringent

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI DI PT. KIMIA FARMA PLANT MEDAN DISUSUN OLEH : ERNITA, S. Farm 093202016 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

Oleh : Bambang Priyambodo

Oleh : Bambang Priyambodo Oleh : Bambang Priyambodo SISTEMATIKA CPOB: 2012 merupakan penyempurnaan dari CPOB: 2006, mencakup revisi terhadap : Pedoman CPOB: 2006 Suplemen I Pedoman CPOB: 2006 tahun 2009 Aneks 8 : Cara Pembuatan

Lebih terperinci

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB Disampaikan oleh: Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IKATAN APOTEKER INDONESIA Tangerang

Lebih terperinci

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1

PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL YANG BAIK BAB 1 Lampiran Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK.03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011 Tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisioanl Yang Baik (CPOTB) PERSYARATAN TEKNIS CARA PEMBUATAN

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. No.396, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Kosmetika. Izin Produksi. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA

Lebih terperinci

ERA NOTIFIKASI KOSMETIKA

ERA NOTIFIKASI KOSMETIKA Drs. Hary Wahyu T., Apt Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen ERA NOTIFIKASI KOSMETIKA Disampaikan pada Acara Seminar tentang Iklan Kosmetika & Etika Pariwara Jakarta,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN KOSMETIKA DAN ALAT KESEHATAN. Suwarmi, S.Si, Apt

PENDAHULUAN KOSMETIKA DAN ALAT KESEHATAN. Suwarmi, S.Si, Apt KOSMETIKA DAN ALAT KESEHATAN Suwarmi, S.Si, Apt PENDAHULUAN Kosmetika = Sediaan Rias Ilmu Kosmetika bukan suatu disiplin ilmu melainkan bersifat multidisiplin ilmu Permenkes RI No. 220/Men Kes/Per/IX/76

Lebih terperinci

KOSMETIKA DAN ALAT KESEHATAN. Suwarmi, S.Si, Apt

KOSMETIKA DAN ALAT KESEHATAN. Suwarmi, S.Si, Apt KOSMETIKA DAN ALAT KESEHATAN Suwarmi, S.Si, Apt PENDAHULUAN Kosmetika = Sediaan Rias Ilmu Kosmetika bukan suatu disiplin ilmu melainkan bersifat multidisiplin ilmu Permenkes RI No. 220/Men Kes/Per/IX/76

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI INDUSTRI di LEMBAGA FARMASI DIREKTORAT KESEHATAN ANGKATAN DARAT BANDUNG Disusun Oleh : Eka Saputra, S. Farm. 073202020 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian industri farmasi Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan alternatif solusi kesehatan masyarakat. Oleh karena harga obat tradisional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan alternatif solusi kesehatan masyarakat. Oleh karena harga obat tradisional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, penggunaan obat tradisional dan obat yang berasal dari bahan alami semakin marak di masyarakat. Obat tradisional dan obat bahan alam menjadi pilihan alternatif

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.33.12.12.8195 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN PEDOMAN CARA PEMBUATAN OBAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci