BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Liana Darmadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih lanjut mengenai Dana Bagi Hasil (DBH), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Belanja Modal(BM), Belanja Daerah(BD) dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Bagian ini menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa peneliti terdahulu yang telah diperluas dengan referensi atau keterangan tambahan yang diperoleh selama penelitian Dana Bagi Hasil Dana bagi hasil adalah bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dan penerimaan dari sumber daya alam. Dana bagi hasil merupakan alokasi yang pada dasarnya memperhatikan potensi daerah penghasil (Nurcholis, 2005). Pasal 11 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 menyebutkan bahwa dana bagi hasil dibagi menjadi dua yaitu dana bagi hasil pajak (DBHP) dan dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam (DBHSDA). Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari: kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan panas bumi. Perlu diketahui juga 11
2 bahwa sejak diterbitkannya Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009, Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sudah diserahkan pengelolaannya kepada pemerintah kabupaten dan kota dan untuk kabupaten dan kota di wilayah Sumatera Utara, pengelolaannya efektif dilaksanakan mulai tahun Dalam pasal 94 Undang-Undang nomor 28 Tahun 2009, menyatakan bahwa hasil penerimaan pajak provinsi sebagian diperuntukkan bagi kabupaten/kota. Bagi hasil pajak provinsi terdiri dari hasil penerimaan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor, hasil penerimaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor, hasil penerimaan pajak rokok dan hasil penerimaan pajak air permukaan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dana bagi hasil yang selanjutnya disebut DBH merupakan penerimaan yang diperoleh oleh pemerintah daerah bagi hasil pajak dan non pajak yang berasal dari hasil pembagian penerimaan pusat dan provinsi yang diperuntukkan bagi pemerintah kabupaten/kota Pertumbuhan Belanja Modal Perbedaan definisi dan pengertian antara belanja barang dan Belanja Modal (BM) dalam anggaran pemerintah (APBN dan APBD) bukanlah sesuatu yang sederhana dan dapat diabaikan begitu saja. Banyak penyimpangan anggaran terjadi karena kelonggaran dalam pengklasifikasian ini. Pemerintah Pusat selaku regulator, melalui Departemen Keuangan, kemudian menerbitkan aturan yang diharapkan dapat menjadi pedoman bagi aparatur pemerintah yang menjadi 12
3 pelaksana di lapangan. PMK No. 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar (BAS) sudah didefinisikan perbedaan belanja barang dan belanja modal secara jelas. Belanja barang adalah pengeluran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini terdiri belanja barang dan jasa, belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan. Belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual (Abdullah, 2008). Dalam penyusunan perencanaan anggaran sudah mengacu pada BAS, sementara dalam pelaksanaan anggaran masih belum mengacu pada BAS. Inilah pokok awal terjadinya perbedaan persepsi. Demikian juga dalam penyusunan perencanaan anggaran berpedoman pada petunjuk penyusunan dan penelahaan RKAKL yang mengatur penerapan konsep full costing dalam suatu kegiatan yaitu seluruh biaya yang menunjang dalam pencapaian output disesuaikan dengan jenis belanjanya. Ini sejalan dengan norma akuntansi yaitu azas full disclosure untuk masing-masing jenis belanja. Misalnya, belanja modal tanah menjadi belanja modal tanah, belanja modal pembebasan tanah, belanja modal pembayaran honor tim tanah, belanja modal pembuatan sertifikat tanah, belanja modal pengukuran 13
4 dan pematangan tanah, belanja modal biaya pengukuran tanah dan belanja modal perjalanan pengadaan tanah. Faktor lain berupa pemahaman pegawai tentang konsep BAS belum utuh, sementara sosialiasi BAS masih minim. Demikian pula masih banyak pegawai yang belum mengerti prinsip-prinsip akuntansi yang dipakai dalam BAS. Sehingga berdampak pada kesalahan dalam menterjemahkan dan menjelaskan kepada kementerian/lembaga. Menyadari akan hal tersebut serta untuk memberikan kemudahan dalam mekanisme pelaksanaan APBD/APBN dan penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga, maka diterbitkan Perdirjen Perbendaharaan No. PER- 33/PB/2008 tentang Pedoman Penggunaan AKUN Pendapatan, Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Belanja Modal Sesuai dengan BAS. Menurut Perdirjen Perbendaharaan tersebut, suatu belanja dikategorikan sebagai BM apabila: 1. Pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang menambah masa umur, manfaat dan kapasitas; 2. Pengeluaran tersebut melebihi batasan minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang telah ditetapkan pemerintah; 3. Pengeluaran terhadap aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual. Dalam petunjuk penyusunan dan penelaahan RKA-KL nilai kapitalisasi aset tetap di atas Rp per unit. Sedangkan batasan minimal kapitalisasi untuk gedung dan bangunan dan jalan, irigasi dan jaringan sebesar Rp Sementara karakteristik aset lainnya adalah tidak berwujud, akan menambah aset pemerintah, mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun dan 14
5 nilainya relatif material. BM juga mensyaratkan kewajiban untuk menyediakan biaya pemeliharaan. Namun demikian perlu diperhatikan, karena ada beberapa belanja pemeliharaan yang memenuhi persyaratan sebagai BM yaitu apabila (a) pengeluaran tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas dan volume aset yang telah dimiliki dan (b) pengeluaran tersebut memenuhi batasan minimum nilai kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya Pendapatan Asli Daerah Menurut Bastian (2001:49), penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta Pengelolaan Sumber Daya Alam. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Identifikasi sumber Pendapatan Asli Daerah seperti, meneliti, menentukan dan menetapkan mana sesungguhnya yang menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah dengan cara meneliti dan mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga memberikan hasil yang maksimal. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan dikelola sendiri oleh Pemerintah Daerah. Berdasarkan UU nomor 32 tahun 2004 pasal 79 disebutkan bahwa pendapatan asli daerah terdiri dari: 1. Hasil pajak daerah, 2. Hasil retribusi daerah, 15
6 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan, 4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 1. Pajak Daerah Pajak daerah adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk investasi publik. Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut peraturan yang ditetapkan sebagai badan hukum publik dalam rangka membiayai rumah tangganya. Adapun yang termasuk jenis pajak daerah yaitu: a. Jenis pajak daerah Propinsi terdiri dari : 1) Pajak kenderaan bermotor 2) Bea balik nama kenderaan bermotor 3) Pajak bahan bakar kenderaan bermotor b. Jenis pajak dearah Kabupaten/Kota terdiri dari : 1) Pajak hotel dan restoran 2) Pajak hiburan 3) Pajak reklame 4) Pajak penerangan jalan c. Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C. d. Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan 16
7 2. Retribusi Daerah Retribusi adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya restribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakaian jasa atau karena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah baik secara langsung maupun tidak langsung oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan kepada masyarakat, sehingga keluasan retribusi daerah terletak pada yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan. Beberapa ciri-ciri retribusi yaitu : a. Retibusi dipungut oleh negara, b. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis, c. Adanya kontra prestasi yang secara langsung dapat ditunjuk, d. Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang/badan yang menggunakan/mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara. Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi yang meliputi : a. Retribusi jasa umum, adalah: retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan 17
8 b. Retribusi jasa usaha, adalah: retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemda dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya disediakan oleh sektor swasta Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah (PP No 58/2005 pasal 20:3). Belanja daerah diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah (UU No 32/2004 pasal 167). Belanja daerah diklasifikasikan menurut jenis belanja yaitu belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan serta belanja tidak terduga (PP No 58/2005 pasal 27:3). Belanja daerah yang dianggarkan dalam APBD diprioritaskan untuk (Sumarsono, 2010) yaitu : 1. Belanja daerah diprioritaskan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemda, terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. 2. Belanja dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib digunakan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasiitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. 18
9 Indeks Pembangunan Manusia Pembangunan merupakan suatu kegiatan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di berbagai aspek kehidupan yang dilakukan secara terencana dan berkelanjutan dengan memanfaatkan dan memperhitungkan kemampuan sumber daya, informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan perkembangan sosial Bappenas dalam Melliana dan Zain, (2013:237). Pembangunan merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Dengan adanya perubahan penyelenggaraan pemerintahan yang dulu sentralisasi menjadi desentralisasi sejak tahun 1999, maka pemerintah daerah harus berupaya untuk menetapkan kebijakan pengganggaran dengan menyediakan sumber-sumber pendapatan dan mengarahkan penggunaanya untuk pengeluaran dalam rangka pencapaian kesejahteraan masyarakat. Hoffman dan Gibson (2005) telah melakukan penelitian terkait sumber pendapatan dan pengaruhnya terhadap pengeluaran pemerintah daerah yang diterbitkan oleh University of California, San Diego yang berjudul Fiscal Governance and Public Services: Evidence from Tanzania and Zambia. Hoffman dan Gibson menyatakan bahwa: using data from local government budgets in Tanzania and Zambia, we find that local government in both countries produce more public services as their budget s share of local taxes increases. Pernyataan tersebut berarti pemerintah daerah di negara Tanzania dan Zambia akan meningkatkan pelayanan publik seiring dengan peningkatan pendapatan pajak daerah. Selanjutnya masih menurut Hoffman dan Gibson, 19
10 sumber dana dari eksternal atau pemerintah pusat maupun lainnya akan mendorong pemerintah kabupaten untuk menggunakan pendapatan asli daerah untuk konsumsi. Penelitian lain oleh Rully Prassetya (2013), dalam penelitiannya yang berjudul Fiscal Decentralization, Governnance, and Development: The Case of Indonesia, menyatakan bahwa desentralisasi fiskal dimaksudkan untuk meningkatkan pembangunan secara langsung. Penelitian yang dilakukan terhadap 33 provinsi di Indonesia selama lima tahun ( ) tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa dana perimbangan (fiscal transfer) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah telah tumbuh terus sejak 2005 dan rata-rata meningkat 17%. Hal ini berarti bahwa desentralisasi fiskal telah dikembangkan dan tumbuh di Indonesia. Secara teori, desentralisasi fiskal akan meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan, karena akan mendorong pemerintah untuk lebih akuntabel dan menerima partisipasi yang lebih besar dari publik. Akhirnya hal tersebut akan memberikan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi kepada daerah baik provinsi maupun kabupaten. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa desentralisasi fiskal mempunyai pengaruh yang positif untuk pembangunan di pemerintah daerah yang diukur dari tingkat kemiskinan, Human Development Index (HDI), rata-rata lulusan sekolah tinggi, angka kematian per 100-kelahiran dan Regional Gross Domestic Product (RGDP). Dari uraian tersebut di atas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa salah satu indikator penting yang dapat digunakan untuk mengukur hasil pembangunan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 20
11 Melliana dan Zain, (2013:237). Indeks Pembangunan Manusia merupakan indeks komposit yang digunakan untuk mengukur pencapaian rata-rata suatu negara dalam tiga hal mendasar pembangunan manusia, yaitu: (1) lamanya hidup yang diukur dengan harapan hidup pada saat lahir, (2) tingkat pendidikan yang diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa atau dengan bobot dua per tiga dan rata-rata lama sekolah atau dengan bobot sepertiga dan (3) tingkat kehidupan yang layak, diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan (Rupiah) (Mirza, 2012:4). Indeks pembangunan manusia merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai kualitas pembangunan manusia, baik dari sisi dampaknya terhadap kondisi fisik manusia (kesehatan dan kesejahteraan) maupun yang bersifat non-fisik atau pendidikan. Pembangunan yang berdampak pada kondisi fisik masyarakat misalnya tercermin dalam angka harapan hidup serta kemampuan daya beli masyarakat, sedangkan dampak non-fisik dapat dilihat dari kualitas pendidikan masyarakat. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)/Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup. Indeks Pembangunan Manusia ini ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel India Amartya Sen dan Mahbub ul Haq seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dan 21
12 sejak itu dipakai oleh Program Pembangunan PBB pada laporan HDI tahunannya. Digambarkan sebagai "pengukuran vulgar" oleh Amartya Sen karena batasannya, indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan dan indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya. Human Development Index (HDI) mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia yaitu: 1. Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran. 2. Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa atau bobotnya dua per tiga dan kombinasi pendidikan dasar, menengah, atas bobot satu per tiga (gross enrollment ratio). 3. Standard kehidupan yang layak diukur dengan GDP per kapita gross domestic product/produk domestik bruto dalam paritas kekuatan beli purchasing power parity dalam Dollar AS. Secara umum metode penghitungan IPM yang digunakan di Indonesia sama dengan metode penghitungan yang digunakan oleh UNDP. IPM di Indonesia disusun berdasarkan tiga komponen indeks yaitu: (1) Indeks angka harapan hidup, (2) Indeks pendidikan, yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah atau rata-rata jumlah tahun yang telah dihabiskan oleh penduduk usia 15 tahun ke atas di seluruh jenjang pendidikan formal yang dijalani dan angka melek huruf latin atau lainnya terhadap jumlah penduduk usia 15 tahun atau lebih, (3) 22
13 Indeks standar hidup layak, yang diukur dengan pengeluaran per kapita (PPP/Purchasing Power Parity/Paritas daya beli dalam rupiah). IPM merupakan rata-rata dari ketiga komponen tersebut, dengan rumus : Dimana : X1= angka harapan hidup X2= tingkat pendidikan X3= tingkat kehidupan layak IPM=(X1+X2+X3)/3 Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara selisih nilai suatu indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Sumatera Utara secara umum selalu meningkat dari tahun ke tahun. Tahun 2012 berada pada posisi 75,13 atau meningkat sebesar 0,64% dari tahun 2011 sebesar 74,65. Posisi tahun 2011 tersebut meningkat sebesar 0,62% dari tahun 2010 yang berada pada posisi 74,19. Demikian juga tahun 2010 meningkat 0,53% dari posisi tahun ,8. Sedangkan berdasarkan kategori, seluruh kabupaten/kota di Sumatera Utara termasuk berada pada IPM kategori sedang (50-80). Adapun tabel 2.1 menjelaskan uraian hasil penelitian yang menyimpulkan diantaranya, bahwa rasio PAD dan DAK terhadap belanja modal dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif signifikan terhadap IPM sedangkan variabel DAU berpengaruh negatif signifikan. Rasio DBH terhadap belanja modal menjadi satu-satunya variabel yang tidak signifikan mempengaruhi IPM. Pertumbuhan ekonomi menjadi variabel dengan pengaruh paling dominan terhadap IPM. Selanjutnya Secara parsial Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Secara parsial 23
14 Tingkat Kemandirian Fiskal (TKF) tidak berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Untuk uraian hasil penelitian lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut Review Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Tinjauan penelitian Terdahulu Nama/Tahun Peneliti Budi D. Sinullingga (2009) Judul Penelitian Analisis Pengaruh Alokasi Sektor Anggaran Pemerintah terhadap peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (Studi Kasus Kota Medan) Variabel Penelitian Alokasi Sektor Anggaran Pemerintah, Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia Hasil yang diperoleh Hasil penelitian diketahui bahwa sektor-sektor yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap peningkatan IPM ialah sektor yang mengurangi kesenjangan yaitu sektor perdagangan, tenaga kerja dan industri. Sektor-sektor infrastruktur pemukiman memiliki pengaruh langsung relatif kecil terhadap peningkatan IPM, dan diantara sektor infrastruktur ini yang paling kecil pengaruhnya ialah sektor perumahan. Sektor yang secara langsung menangani komponene peningkatan IPM, yaitu sektor pendidikan dan kesehatan kurang efektif meningkatkan IPM, yang menjadi penyebabnya adalah kecilnya anggaran sehingga kurang efektif mengimbangi kondisi perekonomian yang dilanda krisis. 24
15 Tabel 2.1 (Lanjutan) Nama/Tahun Peneliti Fhino Andrea Christy (2009) Ayu Kurnia Sari (2011) Judul Penelitian Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia Analisis Pengaruh Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Melalui Belanja Modal di Kabupaten/ Kota Provinsi Sumatera Utara Variabel Penelitian Dana Alokasi Umum, Belanja Modal Kualitas Pembangunan Manusia Kemandirian Fiskal (X1),PAD (X2), IPM (Y). Belanja Modal (Z) sebagai variabel intervening Hasil yang dipeeroleh Hasil penelitian diketahui bahwa belanja modal berpengaruh terhadap kualitas pembangunan manusia dapat diterima (terbukti). Nilai adjusted R square model regresi ini cukup besar, yaitu 0,435 atau 43,6%. Hal ini berarti IPM dapat dijelaskan oleh belanja modal sebesar 43,6%, selebihnya dijelaskan oleh faktor/variabel lainnya. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa secara simultan Tingkat Kemandirian Fiskal (TKF) dan PAD terbukti berpengaruh positif terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh langsung terhadap IPM tanpa melalui Belanja Modal. Tingkat Kemandirian Fiskal (TKF) berpengaruh tidak secara langsung terhadap IPM melalui Belanja Modal. 25
16 Tabel 2.1 (Lanjutan) Nama/Tahun Peneliti Riva Ubar Harahap (2010) Judul Penelitian Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) Terhadap Indeks Pembangunan Manusia pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara Variabel Penelitian DAU (X1), DAK (X2), DBH (X3) dan IPM (Y) Hasil yang dipeeroleh Hasil penelitian menemukan bahwa pengujian secara simultan DAU, DAK dan DBH berpengaruh terhadap IPM. Secara parsial DAU, DAK dan DBH tidak berpengaruh terhadap IPM. Lugastoro dan Ananda (2013) Analisis Pengaruh PAD dan Dana Perimbangan Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di Jawa Timur. PAD (X1), Dana Perimbangan (X2) dan IPM (Y) Hasil penelitian menyimpulkan bahwa rasio PAD dan DAK terhadap belanja modal dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif signifikan terhadap IPM sedangkan variabel DAU berpengaruh negatif signifikan. Rasio DBH terhadap belanja modal menjadi satu-satunya variabel yang tidak signifikan mempengaruhi IPM. Pertumbuhan ekonomi menjadi variabel dengan pengaruh paling dominan terhadap IPM. 26
17 2.3. Kerangka Konseptual Berdasarkan latar belakang dan landasan teori dapat dibuat kerangka konseptual yang akan diteliti seperti yang terlihat dalam Gambar 2.1. Dari Gambar 2.1. tersebut dapat dilihat pengaruh Dana Bagi Hasil (DBH), Belanja Modal (BM), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bantuan Daerah (BD) terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dengan Belanja Daerah (BD) sebagai moderating variabel baik secara parsial dan simultan. Variabel Moderating BD Variabel Independen DBH BM Variabel Independen IPM PAD Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 1. Pengaruh Dana Bagi Hasil Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dengan memperhatikan potensi daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Bagi Hasil terdiri dari DBH Pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA). Dengan tingginya dana bagi hasil yang diterima suatu daerah diharapkan 27
18 akan hidup yang sehat dan harapan hidup lebih panjang, meningkatkan kualitas pendidikan dan standard kehidupan masyarakat. 2. Pengaruh Belanja Modal Terhadap Indeks Pembangunan Manusia BM untuk peningkatan fasilitas publik dengan kata lain tidak ada bagian BM yang digunakan untuk biaya operasional pembangunan seperti biaya perjalanan dinas dan sebagainya. IPM/Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia. HDI digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara adalah negara maju, negara berkembang atau negara terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Jika fasilitas publik dapat terpenuhi maka masyarakat merasa nyaman dan dapat menjalankan usahanya dengan efisien dan efektif sehingga pada akhirnya akan menciptakan hidup yang sehat dan harapan hidup lebih panjang, meningkatkan kualitas pendidikan dan standard kehidupan masyarakat. 3. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Desentralisasi tidak dapat dilepaskan dari isu kapasitas keuangan daerah, dimana kemandirian daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan diukur dari kemampuan menggali dan mengelola keuangannya. Secara konseptual, desentralisasi fiskal mensyaratkan bahwa setiap kewenangan yang diberikan kepada daerah harus disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan besarnya beban kewenangan tersebut. Konsep ini 28
19 dikenal dengan money follow function, bukan lagi function follow money. Artinya, pemerintah pusat berkewajiban menjamin sumber keuangan terkait dengan pendelegasian wewenang dari pusat ke daerah. Hal ini berarti bahwa hubungan keuangan pusat-daerah perlu diberikan pengaturan sedemikian rupa sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada. Berdasarkan UU No. 33/2004, sumber-sumber pendanaan keuangan daerah terdiri atas pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Melalui desentralisasi fiskal, pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui pendapatan asli daerah (PAD). PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi daerah yang dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha daerah (BUMD), dan lain-lain PAD yang sah. Konteks otonomi daerah, PAD sebagai pengukur pendapatan sendiri daerah sangat diharapkan sebagai sumber pembiayaan untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat Abdullah dan Solichin, (2006). PAD setidaknya dapat digunakan untuk pembangunan jalan yang bersumber dari pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar, disamping itu pembangunan fasilitas kesehatan dapat bersumber dari retribusi pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah daerah. Jadi dalam hal ini 29
20 dimensi umur panjang dan sehat dalam Indeks Pembangunan Manusia dapat tercapai dengan pembangunan fasilitas kesehatan. 4. Pengaruh Belanja Daerah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Dalam pengeluaran daerah tentunya banyak hal yang akan menjadi pembahasan, baik belanja rutin serta pembiayaan operasional dan pemeliharaan dan pengeluaran-pengeluaran lainnya. Untuk itu dalam melihat pertumbuhan ekonomi suatu daerah haruslah kita melihat alokasi pengeluaran daerahnya, apakah pengeluaran itu efektif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut, kita dapat melihat salah satu alokasi yang paling besar terdapat pada sektor belanja pegawai, sehingga variable belanja pegawai menjadi salah satu indikator untuk melihat seberapa besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi. Selain itu, dimana faktor produksi itu terdiri dari empat bagian yaitu : Sumber daya Alam, tenaga kerja, modal serta ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dapat ditarik indikator lain dalam melihat seberapa besar pengaruh indikator tersebut dalam IPM, dapat dilihat dari aspek tenaga kerjanya, begitupun yang menjadi indikator dalam alokasi pengeluaran pemerintah Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan teoritis, tinjauan penelitian terdahulu dan kerangka konseptual, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 30
21 1. Dana Bagi Hasil, Pertumbuhan Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) secara parsial maupun simultan 2. Belanja Daerah memperkuat atau memperlemah terhadap hubungan Dana Bagi Hasil, Pertumbuhan Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah terhadap Indeks Pembangunan Manusia. 31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih lanjut mengenai Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH),
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dana Alokasi Umum (DAU) Diera otonomi daerah ini ternyata juga membawa perubahan pada pengelolaan keuangan daerah. Diantaranya dalam hal sumber-sumber penerimaan pemerintahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Peraturan Menteri Dalam Negeri No 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perencanaan pembangunan ekonomi yang berorientasi pada pertumbuhan (growth) merupakan awal proses pembangunan suatu negara. Pembangunan suatu negara diharapkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai akuntansi sektor publik di Indonesia sampai saat ini
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teori Penelitian mengenai akuntansi sektor publik di Indonesia sampai saat ini masih terbatas. Salah satu penyebabnya adalah masih berlanjutnya perubahanperubahan dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2001) adalah penerimaan yang diperoleh daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah serta kemungkinan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Belanja Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah serta kemungkinan terjadinya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Belanja Langsung Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Dalam landasan teori ini, akan dibahas lebih lanjut mengenai Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Bagian ini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pendapatan daerah adalah komponen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan melancarkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
10 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Otonomi Daerah Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia tumbuh semakin pesat seiring dengan adanya otonomi daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. LANDASAN TEORITIS 2.1.1 Alokasi Anggaran Belanja Modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap berwujud yang memberi manfaaat lebih dari satu tahun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Teori Federalisme Fiskal (Fiscal Federalism)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Federalisme Fiskal (Fiscal Federalism) Federalisme fiskal adalah studi yang membahas mengenai hubungan keuangan antar tingkatan pemerintah dimana pada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Ekonomi, Belanja Modal, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum. Kemudian, akan menjabarkan penelitian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah dan APBD Menurut Mamesah (1995), keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program pencapaian pembangunan. Dalam skala internasional dikenal tujuan pembangunan milenium (Millenium
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimensi dasar yaitu umur panjang dan sehat, pengetahuan, dan kehidupan yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Indeks Pembangunan Manusia Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah indeks pencapaian kemampuan dasar pembangunan manusia yang dibangun melalui pendekatan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Otonomi daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, otonomi daerah merupakan kewenangan daerah otonom untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar pembangunan. Tujuan dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyat untuk
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. keagenan didefinisikan sebagai sebuah kontrak antara satu atau lebih (prinsipal)
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori keagenan Menurut Jensen dan Meckling (1976), hubungan keagenan dalam teori keagenan didefinisikan sebagai sebuah kontrak antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia mengacu pada Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Menurut Halim (2007:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintahan daerah dapat terselenggara dengan baik karena adanya beberapa faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya organisasi pemerintah daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. kepentingan manajer (agen) ketika para manajer telah dikontrak oleh pemilik
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Teori Keagenan Jensen dan Meckling (1976) dalam Wirawan 2014 menjelaskan bahwa teori keagenan melukiskan hubungan antara kepentingan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Realitas menunjukkan tidak semua daerah mampu untuk lepas dari pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka dalam kenyataannya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 dan UU
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan menganalisis hubungan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1 Pengertian dan unsur-unsur APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada hakekatnya merupakan salah satu instrumen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah Seluruh pendapatan daerah yang diperoleh baik dari daerahnya sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat akan digunakan untuk membiayai seluruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Fiscal Stress Ada beberapa definisi yang digunakan dalam beberapa literature. Fiscal stress terjadi ketika pendapatan pemerintah daerah mengalami penurunan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Darise ( 2007 : 43 ), Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) adalah pendapatan yang diperoleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (revisi dari UU no
Lebih terperinciHUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DASAR PEMIKIRAN HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DAERAH HARUS MEMPUNYAI SUMBER-SUMBER KEUANGAN YANG MEMADAI DALAM MENJALANKAN DESENTRALISASI
Lebih terperinciHubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat 1 Desentralisasi Politik dan Administrasi Publik harus diikuti dengan desentralisasi Keuangan. Hal ini sering disebut dengan follow money function. Hubungan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua
BAB II LANDASAN TEORI A. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pendapatan Asli
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersama yang diterjemahkan sebagai kesejahteraan hidup. Secara ekonomi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ekonomi dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara memiliki kedudukan dan peranan yang sangat krusial. Berbagai macam teori maupun kebijakan ekonomi di
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Di dalam pembangunan ekonomi terutama pembangunan di daerah, peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Tingkat
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Tingkat Kemandirian Fiskal, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, dan Indeks Pembangunan Manusia. Menjabarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dirubahnya sistem pemerintahan di Indonesia yang pada awalnya menganut sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau dikenal dengan sebutan otonomi daerah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan pendekatan-pendekatan yang menjelaskan pengertian Belanja Modal, Fiscal Stress, Dana Bagi Hasil
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disertai dengan pembiayaan yang besarnya sesuai dengan beban kewenangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aspek yang sangat krusial dalam desentralisasi (otonomi daerah) adalah permasalahan desentralisasi fiskal. Secara konseptual, desentralisasi fiskal mensyaratkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Otonomi Daerah Suparmoko (2002: 18) Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keuangan Daerah Faktor keuangan merupakan faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan daerah yang menentukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Akuntansi Pemerintahan Saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilakukan oleh bangsa Indonesia merupakan upaya yang berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa, dan negara secara keseluruhan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan sistem pemerintahan sentralistik selama pemerintahan Orde Baru ternyata rapuh dan menciptakan kesenjangan ekonomi serta kemiskinan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah, mengurangi kesenjangan antar
Lebih terperinciBab 1 Pendahuluan. Gambar 1.1 Peta Dunia Berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (2004). menengah. tinggi. data ( ) rendah (
Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. "dengan pemerintahan sendiri" sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah"
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Otonomi Daerah a. Pengertian Otonomi Daerah Pengertian "otonom" secara bahasa adalah "berdiri sendiri" atau "dengan pemerintahan sendiri" sedangkan "daerah"
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
13 BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Anggaran Daerah Perencanaan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkkan dari proses manajemen organisasi. Demikian juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan dan lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi yang dimaksudkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era reformasi seperti saat ini sangat penting diberlakukannya otonomi daerah untuk memberikan kesempatan kepada pemerintah agar dapat lebih meningkatkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Otonomi Daerah Timbulnya pergerakan dan tuntutan-tuntutan praktek otonomi daerah menyebabkan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang No.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sumber pendapatan daerah. DAU dialokasikan berdasarkan presentase tertentu
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Umum Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan, DAU adalah salah satu dana perimbangan yang menjadi bagian dari sumber pendapatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Kemandirian Keuangan, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Dana Bagi Hasil,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kemandirian Keuangan Daerah 2.1.1.1 Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 bahwa kemandirian
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1. 1 Definisi dan Teori Otonomi Khusus UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa daerah otonom yaitu kesatuan masyarakat hukum
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengertian PAD dan penjabaran elemen-elemen yang terdapat dalam PAD.
18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori yang berkaitan dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), variabel-variabel yang diteliti serta penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN. Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA PENELITIAN 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Stewardship Theory Grand theory dalam Penelitian ini adalah menggunakan Stewardship Theory, Teori Stewardship menjelaskan mengenai situasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Daerah Otonomi selalu dikaitkan atau disepadankan dengan pengertian kebebasan dan kemandirian. Sesuatu akan dianggap otonomi jika ia menentukan diri sendiri, membuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Competitiveness Report Seperti halnya laporan tahun-tahun sebelumnya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah World Economic Forum (WEF) menerbitkan laporan tahunan The Global Competitiveness Report 2012 2013.Seperti halnya laporan tahun-tahun sebelumnya, laporan tahunan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi di Indonesia pada tahun 1999 menjadi titik tolak tumbuh kembangnya desentralisasi fiskal yang sebelumnya menganut sistem sentralisasi. Pelaksanaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pendapatan Asli Daerah a. Pengertian Pendapatan Asli Daerah Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh dan sektor
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini akan menguraikan pengertian PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Bab ini akan menguraikan pengertian PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal terhadap Kinerja Keuangan. Menjabarkan teori yang melandasi penelitian ini dan beberapa penelitian
Lebih terperinciketentuan perundang-undangan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belanja Daerah Belanja menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2015 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan Nomor 2 adalah: Semua pengeluaran dari Rekening kas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang telah diganti dengan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akhir pemerintahan orde baru merupakan langkah awal bagi Bangsa Indonesia untuk berpindah kebijakan yang semula kebijakan sentralisasi menjadi kebijakan desentralisasi
Lebih terperinciA. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Kebijakan pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah secara efektif
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi Berdasarkan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan
Lebih terperinciLANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang
8 II. LANDASAN TEORI 2.1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, struktur APBD merupakan satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola kehidupan sosial, politik dan ekonomi di Indonesia. Desentralisasi keuangan dan otonomi daerah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan daerah sangat erat kaitannya dengan otonomi daerah yang saat ini telah berlangsung di Indonesia. Dulunya, sistem pemerintahan di Indonesia bersifat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, desentralisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah diberi kewenangan yang luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemerintahan Indonesia menerapkan sistem pemerintahan desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya kepada pemerintah daerah,
Lebih terperinciV. PEMBAHASAN. perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk
V. PEMBAHASAN 5.1. Kinerja Ekonomi Daerah Kota Magelang Adanya penerapan desentralisasi fiskal diharapkan dapat mendorong perekonomian daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Menurut Governmental
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan dana merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari manajemen organisasi. Oleh karena itu, anggaran memiliki posisi yang penting sebagai tindakan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) sejak tahun 1990 dalam seri laporan tahunan yang diberi judul
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keuangan pada tahun Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah melakukan reformasi di bidang Pemerintah Daerah dan Pengelolaan Keuangan pada tahun 1999. Pelaksanaan reformasi tersebut diperkuat dengan ditetapkannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25 tahun 1999
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Manajemen pemerintah daerah di Indonesia memasuki era baru seiring dengan diberlakukannya desentralisasi fiskal. Kebijakan terkait yang tertuang dalam UU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan
Lebih terperinciBAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa lalu
BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa lalu Pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Sintang diselenggarakan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 17
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengembangan Wilayah Menurut Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya merupakan peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu, mampu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan untuk merubah keadaan kearah yang lebih baik, dengan sasaran akhir terciptanya kesejahreraan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi yang terjadi pada bidang politik mulai merambah pada bidang keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dibuat dan dipopulerkan oleh UNDP (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan tahunan yang
Lebih terperinci