PENGEMBANGAN SEGITIGA PASCAL UNTUK MEMUDAHKAN PENYELESAIAN PERSOALAN MATEMATIKA YANG BERKAITAN DENGAN PEMANGKATAN SUKU DUA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN SEGITIGA PASCAL UNTUK MEMUDAHKAN PENYELESAIAN PERSOALAN MATEMATIKA YANG BERKAITAN DENGAN PEMANGKATAN SUKU DUA"

Transkripsi

1 Bimafika, 2013, 5, PENGEMBANGAN SEGITIGA PASCAL UNTUK MEMUDAHKAN PENYELESAIAN PERSOALAN MATEMATIKA YANG BERKAITAN DENGAN PEMANGKATAN SUKU DUA Zumrotus Syadiyah (1) ; Pepsen Hortison Perliang (2) 1 Staf Pengajar pada FKIP Universitas Darussalam Ambon 2 Mahasiswa FKIP Universitas Darussalam Ambon Diterima , diterbitkan ABSTRACK One of the problems in the mathematics is completed reappointment of two parts with repetitive calculations or recursive problems. In recursive problems involving small integers p then perhitungaannya efficient enough to be solved recursively by involving all the integers from 1 to p. However, for a large number p calculation will recursively cumbersome and inefficient, requiring the completion of a practical method and simpler. One alternative method that can be used in completing the reappointment of two parts is pengggunaan pascal triangle. Keyword : segi tiga pascal, suku dua PENDAHULUAN Segitiga pascal, merupakan suatu pola bilangan yang sangat unik. Sebab, semua bilangan pembentukannya akan membentuk segitiga dengan pola pola penjumlahan tersendiri. Kegunaan dari segitiga pascal adalah untuk memudahkan penyelesaian persoalan matematika yang berkaitan dengan pemangkatan suku dua dengan pangkatnya merupakan bilangan bulat yang 0, dimana koofisien awal dari kedua variabel adalah sama. Sebagai contoh, misalkan yang digunakan adalah variabel a dan b, dengan x merupakan koefisien awal dari kedua variabel a dan b, serta n sebagai bilangan bulat yang 0 merupakan pangkat atau eksponen dari variabel a dan b, kemudian bentuk pemangkatan suku dua tersebut dikalikan dengan sebuah konstanta (c), maka dapat dibuat sebuah persamaan sebagai berikut: c ( xa + xb )n = c [ ( xa + xb ) ( xa + xb ) ( xa + xb ) ] Selain itu, ada pula kegunaan lain dari segitiga pascal adalah untuk menyatakan kebenaran dari setiap bilangan riel (R), dimana setiap bilangan yang bernilai riel akan memiliki lebih dari satu bilangan pembentuk segitiga pascal, dengan jumlah keseluruhan suku pada baris tertentu dan jumlah keseluruhan suku pada semua baris, untuk setiap segitiga pascal yang di hasilkan akan sama dengan bilangan yang bernilai riel tersebut. Hal ini disebabkan karena setiap bilangan pangkat (n) yang diambil merupakan sembarang bilangan bulat yang tidak bernilai negatif, atau : 0 n. Lebih menariknya lagi, pola pola penjumlahan yang terdapat pada segitiga pascal merupakan dasar dari Teorema Binomial yang terdapat pada konsep teori bilangan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap segitiga pascal dengan judul : Pengembangan Segitiga Pascal Untuk Memudahkan Penyelesaian Persoalan Matematika yang Berkaitan Dengan Pemangkatan Suku Dua.terhadap pertumbuhan Navicula sp di laboratorium. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2013 di Kampus C Masohi Uniersitas Darussalam Ambon. 579

2 Metode Analisa Data Data yang diperoleh, diolah dan dianalisis dengan menggunakan analisis data kuantitatif berbentuk data kontinu dengan tipe penelitian primer dan objek penelitian adalah pemangkatan suku dua dimana pangkatnya merupakan bilangan bulat yang 0 dengan koefisien awal dari kedua variabel adalah sama, dan semua bilangan riel (R) yang memiliki keterkaitan dengan segitiga pascal. HASIL DAN PEMBAHASAN Bentuk Pengembanga Segitiga Pascal Segitiga Pascal dengan cara rekursif biasa Pengembangan bentuk segitiga pascal dengan cara rekursif biasa adalah : p...baris ke 0 p p..baris ke 1 p 2p p..baris ke 2 p 3p 3p p...baris ke 3 ( Gambar 1 ) Dari gambar di atas menunjukan proses penyusunan bilangan dengan cara rekursif biasa atau dapat juga dikatakan segitiga pascal tersebut merupakan segitiga pascal biasa dengan bilangan pembentuknya adalah angka p, jika dan hanya jika p merupakan sembarang bilangan riel R ( p dan p 0 ). Hal ini dapat dilihat pada sisi kiri dan sisi kanan segitiga pascal tersebut adalah angka p. Besarnya nilai nilai angka yang terdapat pada segitiga pascal tersebut menunjukan besarnya koofisien koofisien Binomial dan koofisien koofisien berturut turut hasil Pemangkatan Suku dua dengan koofisien awal dari kedua variabel adalah sama. Sedangkan besarnya nilai nilai pada baris segitiga pascal tersebut menunjukan besarnya nilai nilai pangkat atau eksponen yang terdapat pada pemangkatan suku dua dengan koofisien awal dari kedua variabel adalah sama. Sebagai contoh, misalkan angka angka yang terdapat pada baris ke 3 untuk segitiga pascal yang dibentuk oleh angka 1, menunjukan besarnya koofisien koofisien berturut turut dari hasil pemangkatan : ( 3 =, dimana variabel yang digunakan adalah variabel dan variabel. Untuk lebih jelasnya angka angka yang terdapat pada baris ke 3 untuk segitiga pascal yang dibentuk oleh angka 1 adalah : 1... baris ke baris ke baris ke baris ke 3 Dari gambar di atas terlihat jelas bahwa keofisien koefisien berturut turut dari hasil pemangkatan ( 3 dapat dilihat pada angka angka yang terdapat pada baris ketiga untuk segitiga pascal yang dibentuk oleh angka 1 diatas, yaitu: Segitiga Pascal dengan cara rekursif kombinatorik Pengembangan bentuk segitiga pascal dengan cara rekursif kombinatorik yaitu : * +... baris ke 0 * + * +... baris ke 1 * + * + * +... baris ke 2 * + * + * + * +... baris ke 3 ( Gambar 2 ) Dari gambar di atas menunjukan proses penyusunan bilangan dengan cara rekursif kombinatorik atau dapat juga dikatakan segitiga pascal tersebut merupakan segitiga pascal kombinatorik dengan bilangan pembentuknya adalah angka p, jika dan hanya jika p merupakan sembarang bilangan riel R ( p dan p 0 ). Hal ini dapat dilihat pada hasil kombinasi dari sisi kiri dan sisi kanan segitiga pascal tersebut adalah : * + = * + = * + = * + = (sisi kiri) * + = * + = * + = * + = (sisi kanan) Dengan demikian terlihat bahwa Gambar 1 dan Gambar 2 memiliki persamaan yaitu kedua segitiga pascal tersebut dibentuk oleh angka p, dengan proses rekursif yang berbeda dimana Gambar 1 menggunakan proses rekursif biasa sedangkan Gambar 2 menggunakan proses rekursif kombinatorik. 580

3 Berdasarkan nilai angka pembentuk ( p ), maka sifat sifat yang dimiliki oleh segitiga pascal adalah sebagai berikut : Apabila angka pembentuknya bernilai positif ( p positif atau p 1 ), maka semua suku pada semua baris pembentuk segitiga pascal tersebut akan bernilai positif. Apabila angka pembentuknya bernilai negatif ( p negatif atau p 1 ), maka semua suku pada semua baris pembentuk segitiga pascal tersebut akan bernilai negatif. Apabila angka pembentuknya bernilai nol ( p = 0 ), maka semua suku pada semua baris pembentuk segitiga pascal tersebut akan bernilai nol. Menentukan Suku Suku Segitiga Pascal Tanpa Proses Penjumlahan Setiap bilangan yang terdapat dalam segitiga pascal disebut suku (r), sedangkan bilangan bilangan yang tersusun secara horizontal disebut baris (n). Pada segitiga pascal hasil jumlah dua bilangan yang saling berdampingan akan menghasilkan satu bilangan di bawahnya. Namun cara ini tidaklah efektif karena akan terasa rumit apabila ditetapkan untuk mencari suku suku pada baris berskala besar. Sebagai contoh, misalkan untuk mencari suku suku baris ke 50, baris ke 60, baris ke 100, dst. Untuk itu perlu diperkenalkan sebuah cara baru yang sangat tepat dan mudah untuk diaplikasikan di dalam menjawab persoalan tersebut. Cara baru ini adalah dengan menggunakan rumus kombinasi, dimana kombinasi untuk setiap suku yang dimaksud haruslah dikurangi dengan 1 (satu). Jadi dalam hal ini kita memisalkan kombinasi suku yang dimaksud sama dengan kombinasi suku yang dimaksud kurang 1 (satu). Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah rumus kombinasi berikut ini : Rumus : misalkan : p [ C ( n, r ) ] = p C ( n, ( r 1 ) ) ] Maka :p ( ( ) ) = p ( ( ) ) n r, r 0, p 1, p 1, dan n, r, p, R. Keterangan: p = bilangan pembentuk segitiga pascal, dengan p 1, dan p 1 n = baris yang akan dicari sukunya pada segitiga pascal dimana n (r 1), 0 r = suku yang akan dicari nilainya pada baris segitiga pascal, dengan r 1. Pada prinsipnya, posisi suku pada baris segitiga pascal dihitung mulai dari sisi kiri ke sisi kanan segitiga pascal, dengan posisi perhitungan dimulai dari : r 1, r 2, r 3,, r n.di mana : r 1 sama dengan suku pertama baris tersebut, r 2 sama dengan suku kedua baris tersebut, dan seterusnya. Contoh : Berapakah besar suku ke 4 baris ke 5 dari suatu segitiga pascal yang dibentuk oleh angka 6? Jawab : Dik : n = 5, p = 6 Dit : r 4 =..? Penye : misalkan : r = 4, danp [ C ( n, r ) ] = p* + maka : r 7 = 6 [ C ( 5, 3 ) ] = * + = 6 (10) = 60 Dengan demikian, besar suku ke 4 atau r4 dari baris ke 5 untuk segitiga pascal yang dibentuk oleh angka 6 adalah r4 = 60 Bukti : 6 Baris ke Baris ke Baris ke Baris ke Baris ke Baris ke 5 r 1 r 2 r 3 r 4 r 5 r 6 Menentukan Banyak Suku, Banyak dan Posisi Suku Suku Sejenis dan Suku Tunggal Dari Baris Tertentu Pada Segitiga Pascal a) Menentukan banyak suku dari baris tertentu pada segitiga pascal Rumus : = n + 1 Rumus tersebut di atas, menyatakan banyak suku. Berarti, dalam hal ini sigma ( ) hanya mengartikan banyak suku, dan bukan jumlah suku. Dimana n menyatakan baris yang akan di cari banyak sukunya pada segitiga pascal. Untuk menentukan banyak suku pada baris segitiga pascal, maka besar nilai p tidak 581

4 terlalu berpengaruh. Sebab, kita hanya akan menentukan banyak suku dan bukan besar suku. Contoh: Berapakah banyak suku pada baris ke 25 dari segitiga pascal yang dibentuk oleh angka 15? Jawab : Dik : n = 25, p = 15 it : =..? Penye : = n + 1 = = 26. Jadi, banyak suku pada baris ke 25 dari segitiga pascal yang dibentuk oleh angka 15 adalah 26 suku, yaitu : r 1, r 2, r 3.., r 26. Berdasarkan pola menentukan banyak suku pada baris tertentu dari segitiga pascal, maka dapat disimpulkan bahwa setiap baris segitiga pascal yang bernilai ganjil akan memiliki banyak suku yang bernilai genap. Sebaliknya, setiap baris segitiga pascal yang bernilai genap dan baris ke 0, akan memiliki banyak suku yang benilai ganjil. b) Menentukan banyak dan posisi suku suku sejenis dan suku tunggal pada baris tertentu dari segitiga pascal Suku suku sejenis ( rs ), adalah dua suku yang mempunyai nilai yang sama dalam suatu baris tertentu pada segitiga pascal. Sedangkan suku tunggal ( rt ), adalah suku yang berdiri sendiri dan tidak mempuyai kemiripan atau tidak sama nilai dengan suku suku yang lain dalam baris tertentu pada segitiga pascal. Untuk menentukan banyak dan posisi suku suku sejenis dan suku tunggal pada baris tertentu dari segitiga pascal, maka dapat dilakukan dengan persamaan persamaan sebagai berikut : 1. Suku suku sejenis (rs) a. Banyak suku suku sejenis a.1. Untuk genap. rumus : = a.2. Untuk gajil. rumus : = b. Posisi suku suku sejenis Rumus :r 1 = r n, r 2 = r n - 1, r 3 = r n - 2, dst. 2. Suku tunggal (rt) a. Banyak suku tunggal. Banyak suku tunggal pada baris genap dan baris ke 0 adalah 1 (satu),dan banyak suku tunggal pada baris ganjil adalah 0 (nol). b. Posisi suku tunggal. Rumus : posisi rt = + 1 Dengan demikian, menurut pola penentuan posisi suku suku sejenis dan suku tunggal pada baris tertentu dari segitiga pascal, maka posisi suku pada baris segitiga pascal dapat dihitung melalui dua sisi yaitu dimulai dari sisi kiri ke sisi kanan segitiga pascal, ataupun sebaliknya dimulai dari sisi kanan ke sisi kiri segitiga pascal. Dimana proses perhitungan tersebut dimulai dari r 1, r 2, r 3,,r n. Contoh : Tuntukan banyak, posisi dan besar suku suku sejenis dan suku tunggal dari baris ke 4 pada segitiga pascal yang dibentuk oleh angka 6! Jawab: Dik : n = 4, p = 6 Dit : untuk n = 4 dan p = 6, dan nilai nilai r untuk n = 4 dan p = 6 Penye : a.. Karena bernilai ganjil, maka : = Dengan demikian, ada terdapat dua suku yang sejenis, dimana batas suku suku sejenis yaitu sampai pada r 2, dengan posisi r 1 = r 5, r 2 = r 4. sehingga r 3 merupakan suku tunggal, atau posisi rt = + 1 = = 3 = r 3. b. r 1 = r 5 6 [ C ( 4, 1 ) ] = 6 [ C ( 4, 5 ) ] 6* + * + 6 (Benar) r 2 = r 4 6 [ C ( 4, 2 ) ] = 6 [ C ( 4, 4 ) ] 6* + * + 24 = 24 (Benar) r 3 =6 [ C ( 4, 3 ) ] 6 [ C ( 4, 2 ) =6* + 36 (Benar) (Lihat angka angka yang terdapat pada bukti contoh B.2 untuk segitiga pascal yang dibentuk oleh angka 6 baris ke 4 ). Berdasarkan pola menentukan banyak dan posisi suku suku sejenis dan suku tunggal pada baris tertentu dari segitiga pascal, maka dapat disimpulkan hal hal sebagai berikut : a. Banyak suku tunggal adalah 1(satu), dan hanya terdapat pada baris segitiga pascal yang bernilai genap dan baris ke 0. b. Kecuali baris ke 0, maka suku suku sejenis pada segitiga pascal dapat ditemukan untuk baris segitiga pascal yang bernilai genap ataupun yang bernilai ganjil, dan banyaknya. c. Pola menentukan posisi suku suku sejenis dari segitiga pascal dapat membuat sebuah teorema kombinatorik yang terdapat pada 582

5 konsep teori bilangan, yakni : * + = * + dimana : n r 0, dan r + ( n r ) = n Menentukan Jumlah Keseluruhan Suku Pada Baris Tertentu Dari Segitiga Pascal Pola yang tepat untuk digunakan di dalam mengetahui jumlah keseluruhan suku pada baris tertentu dari segitiga pascal adalah sebagai berikut : p(* + * + * + * + * +) = p. 2 n atau : p ( r 1 + r 2 + r r k +. +r n ) = p. 2 n atau : = p. 2 n pada bentuk terakhir, karena sigma sudah memiliki batas atas dan batas bawah maka dalam hal ini, menyatakan jumlah keseluruhan suku dari baris tertentu pada segitiga pascal. Selain itu, dimisalkan jumlah keseluruhan suku pada baris ke n dari suatu segitiga pascal dilambangkan dengan x n, maka bentuk bentuk persamaan di atas akan menjadi : x n = p. 2 n p = n = log ( ) Contoh : 1. Tentukanlah jumlah keseluruhan suku pada baris ke 4 dari segitiga pascal yang di bentuk oleh angka 3! 2. Berapakah hasil dari 6 4? Jawab : 1. Dik : n = 4, p = 3 Dit : x 4 =? Penye :x n = p. 2 n x 4 = = 48 Maka jumlah keseluruhan suku pada baris ke 4 dari segitiga pascal yang dibentuk oleh angka 3 adalah 48. Bukti : 3 Baris ke Baris ke Baris ke Baris ke Baris ke = 48 (Benar) 2. a. cara langsung atau perkalian langsung : 6 4 = 6 x 6 x 6 x 6 = b. Cara tidak langsung atau cara kombinasi : untuk cara ini, kita membuat 6 4 ke dalam bentuk bentuk pemangkatan suku dua yaitu : 6 4 = ( ) 4 = ( ) 4 = ( ) 4 = (3 + 3) 4. Dari semua bentuk pemangkatan suku dua yang di tunjukan tersebut di atas, akan memiliki hasil akhir yang sama yaitu : 6 4 = Namun dari semua bentuk pemangkatan suku dua yang di tunjukan di atas, hanya ada satu bentuk pemangkatan suku dua tersebut yang memenuhi syarat untuk kedudukan suku suku pada segitiga pascal, yaitu : 6 4 = ( ) 4. untuk lebih jelasnya, perhatikanlah uraian berikut ini : 6 4 = ( ) 4 = * * * * * = 3 4 (* ++ * + +* ++* + ) 6 4 = = Pada (3 + 3) 4 = , telah memenuhi kedudukan suku suku pada baris ke 4 dari segitiga pascal yang dibentuk oleh angka 3 4 atau 81. Sehingga dapat dibuat 6 4 = 3 4 x 2 4 = Berdasarkan hasil dari contoh 2 pada poin b, maka dapat di buat rumus segitiga pascal untuk bilangan eksponen, yaitu : n = ( ) n. 2 n keterangan : ( ) n = p( bilangan pembentuk ) dari segitiga n pascal, = bilangan pangkat atau eksponen yang menyatakan baris ke n pada segitiga pascal. = bilangan dasar atau basis yang dikalikan sebanyak pangkat yang terbilang. dengan, n, p Pola Menentukan Jumlah Keseluruhan Suku Pada Semua Baris Pembentuk Segitiga Pascal Pada segitiga pascal, misalkan jumlah keseluruhan suku pada baris ke 0 adalah x o, jumlah keseluruhan suku pada baris ke 1 adalah x 1, jumlah keseluruhan suku pada baris ke 2 adalah x 2, dan jumlah keseluruhan suku pada baris ke n adalah x n, maka : x 0 +x 1 + x x n = p ( 2 n ), atau = p ( 2 n ) Disamping itu pula, dimisalkan jumlah keseluruhan suku pada semua baris pembentuk segitiga pascal sampai pada baris ke n dilambangkan dengan y n, maka persamaan tersebut di atas akan menjadi : 583

6 y n = p ( 2 n ). Sehingga :p, n = [ log ( )] 1 Contoh: Tentukanlah jumlah keseluruhan suku pada semua baris pembentuk segitiga pascal sampai pada baris ke 3, jika segitiga pascal tersebut di bentuk oleh angka 2! Jawab: Dik :n = 3, p = 2 Dit : y 4 =? Penye : y n = p ( 2 n ) y 4 = 2 ( ) y 4 = 2( ) y 4 = 2 ( 15 ) = 30 Jadi, jumlah keseluruhan suku pada semua baris pembentuk segitiga pascal sampai pada baris ke 3, jika segitiga pascal tersebut dibentuk oleh angka 2 adalah 30. Bukti : 2..Baris ke Baris ke Baris ke Baris ke 3 Maka : 2 + ( 2 2) + ( 2 4 2) + ( ) = 30 (Benar). Berdasarkan pola menentukan jumlah keseluruhan suku pada baris tertentu dari segitiga pascal dan pola menentukan jumlah keseluruhan suku pada semua baris pembentuk segitiga pascal, maka akan diperoleh beberapa sifat dari setiap bilangan real (R) terhadap segitiga pascal sebagai berikut : 1) setiap bilangan riel akan memiliki lebih dari satu bilangan pembentuk segitiga pascal, dimana jumlah keseluruhan suku pada baris tertentu dari setiap segitiga pascal yang di hasilkan akan sama dengan bilangan yang bernilai riel tersebut. Hal ini disebabkan karena setiap bilangan pangkat ( n ) yang diambil merupakan sembarang bilangan bulat yang tidak bernilai negatif, atau : 0 n. 2) setiap bilangan yang bernilai riel akan memiliki lebih dari satu bilangan pembentuk segitiga pascal, dimana jumlah keseluruhan suku pada semua baris untuk setiap segitiga pascal yang dihasilkan sampai pada baris ke n akan sama dengan bilangan yang berniali riel tersebut. Hal ini disebabkan karena setiap bilangan pangkat ( n ) yang diambil merupakan sembarang bilangan bulat yang tidak bernilai negatif, atau 0 n. 3) apabila bilangan riel tersebut bernilai positif, dan semakin besar n yang diambil maka akan diperoleh semakin kecil bilangan pembentuk segitiga pascal. Dimana bilangan bilangan pembentuk segitiga pascal yang diperoleh selalu bernilai positif. 4) apabila bilangan riel tersebut bernilai positif, dan semakin kecil n yang diambil maka akan diperoleh semakin besar bilangan pembentuk segitiga pascal. Dimana bilangan bilangan pembentuk segitiga pascal yang diperoleh selalu bernilai positif. 5) apabila bilangan riel tersebut bernilai nol, maka setiap n yang diambil akan memiliki bilangan bilangan pembentuk segitiga pascal yang bernilai nol ( p = 0 ) 6) apabila bilangan riel tersebut bernilai negatif, dan semakin besar n yang diambil maka akan diperoleh semakin besar bilangan pembentuk segitiga pascal. Dimana bilangan bilangan pembentuk segitiga pascal yang diperoleh selalu bernilai negatif. 7) apabila bilangan riel tersebut bernilai negatif, dan semakin kecil n yang diambil maka akan diperoleh semakin kecil bilangan pembentuk segitiga pascal. Dimana bilangan bilangan pembentuk segitiga pascal yang diperoleh selalu bernilai negatif. Untuk lebih memahami sifat sifat bilangan riel terhadap segitiga pascal yang disebutkan di atas, maka perhatikanlah beberapa contoh berikut ini : Contoh : 1. Tentukanlah bilangan bilangan pembentuk segitiga pascal yang diperoleh dari angka 5, jika diketahui 0 n. Dan buktikan bahwa jumlah keseluruhan suku pada baris ke n dari setiap segitiga pascal yang dihasilkanakan sama dengan 5! 2. Tentukanlah bilangan bilangan pembentuk segitiga pascal yang diperoleh dari angka, jika diketahui 0 n. Dan buktikan bahwa jumlah keseluruhan suku pada semua baris untuksetiap segitiga pascal yang dihasilkan sampai pada baris ke n akan sama dengan! Jawab : 1) Dik : x = 5, 0 n maka :n = 0, 1, 2. Dit :puntuk setiap n Penye : 584

7 a. Untuk n = 0,diperoleh :p = = = 5 x = p. 2 n 5 =5. (Benar). Bukti :Untukx = 5, dan n = 0, diperolehp= 5. Sehingga : 5 = 5 Baris ke 0 (Terbukti) b. Untuk n = 1, diperoleh : p = = = 2,5 x = p. 2 n 5 = 2,5. (Benar) Bukti :Untukx = 5, dan n = 1, diperolehp= 2,5. Maka : 2,5 Baris ke 0 2,5 2,5 Baris ke 1 2,5 + 2,5 = 5 (Terbukti) c. Untuk n =2, diperoleh : p = = = 1,25 x = p. 2 n 5 = 1,25. (Benar) Bukti :Untukx = 5, dan n = 2, diperolehp= 1,25 Maka : 1,25..Baris ke 0 1,25 1,25 Baris ke 1 1,25 2,5 1,25 Baris ke 2 1,25 + 2,5 + 1,25 = 5 (Terbukti) 2) Dik : y=, 0 n maka : n = 0, 1. Dit :puntuk setiap n Penye : a. Untuk n = 0, diperoleh : p= = = = p( 2 n+ 1 1 ) = ( ) = (Benar). Bukti :Untuky=, dan n = 0, diperolehp= Maka : =.Baris ke 0 (Terbukti). b. Untuk n = 1, diperoleh : p= = = = p( 2 n+ 1 1 ) = ( ) = (Benar) Bukti :Untuky= = 0,5. Maka : 0,5..Baris be 0, dan n = 1, diperolehp= 0,5 0,5 Baris ke 1 0,5 + ( 0,5 0,5) = 1,5 = (Terbukti). Jika kita amati secara teliti, ternyata pola menentukan jumlah keseluruhan suku pada baris tertentu dari segitiga pascal telah memenuhi syarat untuk Deret Geometri (Deret Ukur). Dengan demikian, bilangan bilangan pembentuk segitiga pascal yang dihasilkan oleh suatu bilangan riel (R), dimana jumlah keseluruhan suku pada baris tertentu untuk setiap segitiga pascal yang dihasilkan akan sama dengan bilangan yang bernilai riel tersebut dapat membentuk sebuah deret geometri. Bentuk umum kesamaan dari setiap derat geometri yang beranggotakan bilangan bilanga pembentuk segitiga pascal yang dihasilkan oleh suatu bilangan riel R, adalah rasio ( r ) yang dimiliki untuk setiap deret geomerti yang di bentuk selalu konstan yaitu : r = ½ ( untuk barisan geometri konfergen, karena r 1 ), dan r = 2 (untuk barisan geometri difergen, karena r ). Contoh : Suatu deret geometri yang beranggotakan bilangan bilangan pembentuk segitiga pascal yang di hasilkan oleh suatu bilangan riel (R), jika diketahui bilangan riel tersebut adalah 6, dan 5 n 9. Maka tentukanlah hasil jumlah dari deret geometri yang dimaksud! Jawab : Dik :x = 6, 5 n 9 maka : n = 5, 6, 7, 8, 9. Sehingga = 5 Dit : S 5 =....? Penye : Rumus : S n =, atau S n = S 5 = = Dari uraian barisan bilangan di atas, diperoleh =, r =, dan n = 5. Sehingga dengan menggunakan salah satu rumus menentukan jumlah n suku deret geometri di atas, diperoleh : S 5 = = Bentuk Lain Pemangkatan Suku Dua Yang Berkaitan Dengan Segitiga Pascal Misalkan ada dua atau lebih bentuk pemangkatan suku dua yang dikalikan, maka 585

8 bentuk umum dari hasil perkalian tersebut akan berbentuk : [ c ( ma + mb ) x. d ( ka + kb ) y ] z = c z. d z.m xz.k yz ( a + b) z ( x + y ) Bentuk diatas merupakan bentuk pemangkatan suku dua yang dikalikan, di mana bentuk perkalian tersebut masih ada kaitannya dengan segitiga pascal, dimana : c z. d z.m xz.k yz = p, z ( x + y ) = n, a dan b adalah variabel. Contoh : Tentukanlah hasil perkalian dari : [ ( x + y ). 2 ( 3x + 3y ) 2 ] 3 Jawab: [ ( x + y ). 2 ( 3x +3y ) 2 ] 3 = ( x + y ) 3 ( ) = ( x + y ) 9 = ( * +x 9 +* +x 8 y + * +x 7 y 2 +* +x 6 y 3 +* +x 5 y 4 * +x 4 y 5 + * +x 3 y 6 +* +x 2 y 7 +* +xy 8 + * +y 9 ) = x x 8 y x 7 y x 6 y x 5 y x 4 y x 3 y x 2 y xy y 9 Jones, Gareth A and J. Mary Jones, Elementary Number Theory, Spring-Verlag, London. Nugroho, Didit B Aljabar Linier.Universitas Kristen SatyaWacana.Salatiga. Purcell, E.J & Dale Varberg KalkulusdanGeometriAnalitis, Jakarta: PenerbitErlangga. Zawaira, Alexandar and G. Hitchcock, A Primer for Mathematics Competitions, OxfordUniv.Press, London. Ruminta,2009. Matriks Persamaan Linier dan Program Linier, Bandung : Rekayasa Sains Sehingga koofisien koofisien hasil perkalian dari pemangkatan dua suku dua tersebut dapat dilihat pada baris ke 9 dari segitiga pascal yang dibentuk oleh angka KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis yang dikemukakan pada pembahasan makalah ini, maka dapat disimpulkan bahwa segitiga pascal merupakan dasar dari teorema binomial yang terdapat dalam konsep teori bilangan.selain itu, setiap bilangan riel (R) memiliki begitu banyakbilangan pembentuk segitiga pascal yang dapat membuktikan kebenaran dari bilangan real (R) yang dimaksud.untuk itu, pengembangan pola bilangan segitiga pascal sangatlah membantu dan dapat meningkatkan pengetahuan kita dalam menyelesaikan persoalan matematika yang berkaitan dengan pemangkatan suku dua. DAFTAR PUSTAKA Burton, David. M Elementary of Number Theory.Allyn and Bacon, Inc. London. Hasan, Iqbal PokokpokokMateriStatistikaMatematika 2 (StatistikInferensif). Jakarta :PT BumiAngkasa.. 586

BAB 5 Bilangan Berpangkat dan Bentuk Akar

BAB 5 Bilangan Berpangkat dan Bentuk Akar BAB 5 Bilangan Berpangkat dan Bentuk Akar Untuk materi ini mempunyai 3 Kompetensi Dasar yaitu: Kompetensi Dasar : 1. Mengidentifikasi sifat-sifat bilangan berpangkat dan bentuk akar 2. Melakukan operasi

Lebih terperinci

BARISAN DAN DERET. A. Pola Bilangan

BARISAN DAN DERET. A. Pola Bilangan BARISAN DAN DERET A. Pola Bilangan Perhatikan deretan bilangan-bilangan berikut: a. 1 2 3... b. 4 9 16... c. 31 40 21 30 16... Deretan bilangan di atas mempunyai pola tertentu. Dapatkah anda menentukan

Lebih terperinci

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA

matematika PEMINATAN Kelas X PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN K13 A. PERSAMAAN EKSPONEN BERBASIS KONSTANTA K1 Kelas X matematika PEMINATAN PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN EKSPONEN TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami bentuk-bentuk persamaan

Lebih terperinci

Perluasan Segitiga Pascal

Perluasan Segitiga Pascal Perluasan Segitiga Pascal Untung Trisna S. ontongts@yahoo.com PPPPTK Matematika Yogyakarta 2011 The moving power of mathematical invention is not reasoning but imagination. Augustus De Morgan (27 Jun 1806

Lebih terperinci

FUNGSI PEMBANGKIT. Ismail Sunni

FUNGSI PEMBANGKIT. Ismail Sunni FUNGSI PEMBANGKIT Ismail Sunni 3508064 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 0, Bandung If8064@students.if.itb.ac.id ismailsunni@yahoo.co.id ABSTRAK Fungsi Pembangkit

Lebih terperinci

BILANGAN BERPANGKAT. Jika a bilangan real dan n bilangan bulat positif, maka a n adalah

BILANGAN BERPANGKAT. Jika a bilangan real dan n bilangan bulat positif, maka a n adalah BILANGAN BERPANGKAT Jika a bilangan real dan n bilangan bulat positif, maka a n adalah perkalian a sebanyak n faktor. Bilangan berpangkat, a disebut bilangan pokok dan n disebut pangkat atau eksponen.

Lebih terperinci

MATEMATIKA SEKOLAH 2. MENENTUKAN POLA BARISAN BILANGAN & SUKU KE-n. Oleh : Novi Diah Wayuni ( ) Riswoto ( )

MATEMATIKA SEKOLAH 2. MENENTUKAN POLA BARISAN BILANGAN & SUKU KE-n. Oleh : Novi Diah Wayuni ( ) Riswoto ( ) MATEMATIKA SEKOLAH 2 MENENTUKAN POLA BARISAN BILANGAN & SUKU KE-n Oleh : Novi Diah Wayuni ( 1001060083) Riswoto ( 1001060085 ) A. Menentukan Pola barisan bilangan Sederhana B. Menentukan suku ke-n barisan

Lebih terperinci

BARISAN DAN DERET. Romli Shodikin, M.Pd. Prepared By : LANJUT

BARISAN DAN DERET. Romli Shodikin, M.Pd.  Prepared By : LANJUT BARISAN DAN DERET Prepared By : Romli Shodikin, M.Pd www.fskromli.blogspot.com fskromli@yahoo.com LANJUT Standar Kompetensi : Menggunakan konsep notasi sigma, barisan dan deret dalam pemecahan masalah

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. Semester Ganjil STANDAR ISI KTSP. Nama :... Kelas :... Sekolah :...

LEMBAR KERJA SISWA. Semester Ganjil STANDAR ISI KTSP. Nama :... Kelas :... Sekolah :... LEMBAR KERJA SISWA Semester Ganjil Nama :... Kelas :... Sekolah :... STANDAR ISI KTSP Standar kompetensi : Memahami bentuk aljabar, persamaan dan pertidaksamaan linier dan satu variabel. Kompetensi dasar

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Real. Pendahuluan

Sistem Bilangan Real. Pendahuluan Sistem Bilangan Real Pendahuluan Kalkulus didasarkan pada sistem bilangan real dan sifat-sifatnya. Sistem bilangan real adalah himpunan bilangan real yang disertai operasi penjumlahan dan perkalian sehingga

Lebih terperinci

Bab 4. Koefisien Binomial

Bab 4. Koefisien Binomial Bab 4. Koefisien Binomial Koefisien binomial merupakan bilangan-bilangan yang muncul dari hasil penjabaran penjumlahan dua peubah yang dipangkatkan, misalnya (a + b) n. Sepintas terlihat bahwa ekspresi

Lebih terperinci

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga

Ayundyah Kesumawati. April 29, Prodi Statistika FMIPA-UII. Deret Tak Terhingga. Ayundyah. Barisan Tak Hingga. Deret Tak Terhingga Kesumawati Prodi Statistika FMIPA-UII April 29, 2015 Akar Barisan a 1, a 2, a 3, a 4,... adalah susunan bilangan-bilangan real yang teratur, satu untuk setiap bilangan bulat positif. adalah fungsi yang

Lebih terperinci

matematika LIMIT ALJABAR K e l a s A. Pengertian Limit Fungsi di Suatu Titik Kurikulum 2006/2013 Tujuan Pembelajaran

matematika LIMIT ALJABAR K e l a s A. Pengertian Limit Fungsi di Suatu Titik Kurikulum 2006/2013 Tujuan Pembelajaran Kurikulum 6/1 matematika K e l a s XI LIMIT ALJABAR Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Dapat mendeskripsikan konsep it fungsi aljabar dengan

Lebih terperinci

Sri Purwaningsih. Modul ke: Fakultas EKONOMI BISNIS. Program Studi Manajemen dan Akuntansi.

Sri Purwaningsih. Modul ke: Fakultas EKONOMI BISNIS. Program Studi Manajemen dan Akuntansi. Modul ke: Fakultas EKONOMI BISNIS MATEMATIKA BISNIS Sesi 2 ini akan membahasteori Deret Hiutung dan Deret Ukur pada Matematika Bisnis sehingga Mahasiswa mempunyai dasar yang kuat untuk melakukan pengukuran

Lebih terperinci

LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA

LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA Nama Siswa Kelas : : LEMBAR AKTIVITAS SISWA INDUKSI MATEMATIKA Latihan 1 1. A. NOTASI SIGMA 1. Pengertian Notasi Sigma Misalkan jumlah n suku pertama deret aritmatika adalah S n = U 1 + U 2 + U 3 + + U

Lebih terperinci

MATEMATIKA SEKOLAH 2

MATEMATIKA SEKOLAH 2 MATEMATIKA SEKOLAH 2 Menentukan pola barisan bilangan sederhana Menentukan suku ke-n barisan aritmetika dan barisan geometri Disusun oleh : Novi Diah Wahyuni 1001060083 Riswoto 1001060085 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

Pada barisan bilangan 2, 7, 12, 17,., b = 7 2 = 12 7 = = 5. Pada barisan bilangan 3, 7, 11, 15,., b = 7 3 = 11 7 = = 4

Pada barisan bilangan 2, 7, 12, 17,., b = 7 2 = 12 7 = = 5. Pada barisan bilangan 3, 7, 11, 15,., b = 7 3 = 11 7 = = 4 Materi : Barisan Bilangan Perhatikan urutan bilangan-bilangan berikut ini a. 1, 5, 9, 13,. b. 15, 1, 9, 6,. c., 6, 18, 54,. d. 3, 16, 8, 4,. Tiap-tiap urutan di atas mempunyai aturan/pola tertentu, misalnya

Lebih terperinci

BILANGAN. Kita bisa menggunakan garis bilangan di bawah ini untuk memaknai penjumlahan 3 ditambah 4.

BILANGAN. Kita bisa menggunakan garis bilangan di bawah ini untuk memaknai penjumlahan 3 ditambah 4. BILANGAN A. BILANGAN BULAT Himpunan bilangan bulat adalah himpunan bilangan yang terdiri dari himpunan bilangan positif (bilangan asli), bilangan nol, dan bilangan bulat negatif. Himpunan bilangan bulat

Lebih terperinci

Pembahasan Soal SBMPTN 2014 SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI. Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS.

Pembahasan Soal SBMPTN 2014 SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI. Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS. Pembahasan Soal SBMPTN 2014 SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS Matematika Dasar Distributed By : WWW.E-SBMPTN.COM Kumpulan SMART SOLUTION dan TRIK

Lebih terperinci

A. UNSUR - UNSUR ALJABAR

A. UNSUR - UNSUR ALJABAR PENGERTIAN ALJABAR Bentuk ALJABAR adalah suatu bentuk matematika yang dalam penyajiannya memuat hurufhuruf untuk mewakili bilangan yang belum diketahui. Bentuk aljabar dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT

BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 29 BAB 4 KEKONSISTENAN PENDUGA DARI FUNGSI SEBARAN DAN FUNGSI KEPEKATAN WAKTU TUNGGU DARI PROSES POISSON PERIODIK DENGAN TREN FUNGSI PANGKAT 4.1 Perumusan Penduga Misalkan adalah proses Poisson nonhomogen

Lebih terperinci

KED INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Materi : 7.1 Anti Turunan. 7.2 Sifat-sifat Integral Tak Tentu KALKULUS I

KED INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Materi : 7.1 Anti Turunan. 7.2 Sifat-sifat Integral Tak Tentu KALKULUS I 7 INTEGRAL JUMLAH PERTEMUAN : 2 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Memahami konsep dasar integral, teorema-teorema, sifat-sifat, notasi jumlah, fungsi transenden dan teknik-teknik pengintegralan. Materi

Lebih terperinci

Pembahasan Soal SBMPTN 2014 SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI. Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS.

Pembahasan Soal SBMPTN 2014 SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI. Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS. Pembahasan Soal SBMPTN 2014 SELEKSI BERSAMA MASUK PERGURUAN TINGGI NEGERI Disertai TRIK SUPERKILAT dan LOGIKA PRAKTIS Matematika Dasar Disusun Oleh : Pak Anang (http://pak-anang.blogspot.com) Kumpulan

Lebih terperinci

BAB V BARISAN DAN DERET BILANGAN

BAB V BARISAN DAN DERET BILANGAN BAB V BARISAN DAN DERET BILANGAN Peta Konsep Barisan dan Deret Bilangan mempelajari Pola bilangan Barisan bilangan Deret bilangan jenis jenis Aritmatika Geometri Aritmatika Geometri mempelajari Sifat Rumus

Lebih terperinci

LIMIT KED. Perhatikan fungsi di bawah ini:

LIMIT KED. Perhatikan fungsi di bawah ini: LIMIT Perhatikan fungsi di bawah ini: f x = x2 1 x 1 Perhatikan gambar di samping, untuk nilai x = 1 nilai f x tidak ada. Tetapi jikakita coba dekati nilai x = 1 dari sebelah kiri dan kanan maka dapat

Lebih terperinci

MATERI POLA BILANGAN Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Matematika SMP 1 Dosen Pengampu : Koryna Aviory, S.Si., M.Pd

MATERI POLA BILANGAN Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Matematika SMP 1 Dosen Pengampu : Koryna Aviory, S.Si., M.Pd MATERI POLA BILANGAN Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Matematika SMP 1 Dosen Pengampu : Koryna Aviory, S.Si., M.Pd Disusun Oleh : Kelas III A4 14144100140 Rina Andriyani PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Riil. Pendahuluan

Sistem Bilangan Riil. Pendahuluan Sistem Bilangan Riil Pendahuluan Kalkulus didasarkan pada sistem bilangan riil dan sifat-sifatnya. Sistem bilangan riil adalah himpunan bilangan riil yang disertai operasi penjumlahan dan perkalian sehingga

Lebih terperinci

MODUL 11 FUNGSI EKSPONENSIAL & LOGARITMA

MODUL 11 FUNGSI EKSPONENSIAL & LOGARITMA MODUL 11 FUNGSI EKSPONENSIAL & LOGARITMA 11.1. Ketentuan dan Sifat-Sifat KETENTUAN a P = a. a. a. a................. sampai p faktor (a dinamakan bilangan pokok, p dinamakan pangkat atau eksponen) SIFAT-SIFAT

Lebih terperinci

PERBANDINGAN DAN KARAKTERISTIK BEBERAPA TES KONVERGENSI PADA DERET TAK HINGGA

PERBANDINGAN DAN KARAKTERISTIK BEBERAPA TES KONVERGENSI PADA DERET TAK HINGGA Eksakta Vol 8 No Oktober 07 http://eksaktappjunpacid E-ISSN : 549-7464 P-ISSN : 4-374 PERBANDINGAN DAN KARAKTERISTIK BEBERAPA TES KONVERGENSI PADA DERET TAK HINGGA Prodi Matematika Jurusan Matematika FMIPA

Lebih terperinci

Daftar Isi 5. DERET ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB September 26, 2011

Daftar Isi 5. DERET ANALISIS REAL. (Semester I Tahun ) Hendra Gunawan. Dosen FMIPA - ITB   September 26, 2011 (Semester I Tahun 2011-2012) Dosen FMIPA - ITB E-mail: hgunawan@math.itb.ac.id. September 26, 2011 Diberikan sejumlah terhingga bilangan a 1,..., a N, kita dapat menghitung jumlah a 1 + + a N. Namun,

Lebih terperinci

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun

MA3231. Pengantar Analisis Real. Hendra Gunawan, Ph.D. Semester II, Tahun MA3231 Pengantar Analisis Real Semester II, Tahun 2016-2017 Hendra Gunawan, Ph.D. Tentang Mata Kuliah MA3231 Mata kuliah ini merupakan mata kuliah wajib bagi mahasiswa program studi S1 Matematika, dengan

Lebih terperinci

LECTURE NOTES MATEMATIKA DISKRIT. Disusun Oleh : Dra. D. L. CRISPINA PARDEDE, DEA.

LECTURE NOTES MATEMATIKA DISKRIT. Disusun Oleh : Dra. D. L. CRISPINA PARDEDE, DEA. LECTURE NOTES MATEMATIKA DISKRIT Disusun Oleh : Dra. D. L. CRISPINA PARDEDE, DEA. JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA UNIVERSITAS GUNADARMA PONDOK CINA, MARET 2004 0 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB I STRUKTUR ALJABAR...

Lebih terperinci

Penulis : Rahmad AzHaris. Copyright 2013 pelatihan-osn.com. Cetakan I : Oktober Diterbitkan oleh : Pelatihan-osn.com

Penulis : Rahmad AzHaris. Copyright 2013 pelatihan-osn.com. Cetakan I : Oktober Diterbitkan oleh : Pelatihan-osn.com Penulis : Rahmad AzHaris Copyright 2013 pelatihan-osn.com Cetakan I : Oktober 2012 Diterbitkan oleh : Pelatihan-osn.com Kompleks Sawangan Permai Blok A5 No.12 A Sawangan, Depok, Jawa Barat 16511 Telp.

Lebih terperinci

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT

BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT BAB I TEORI KETERBAGIAN DALAM BILANGAN BULAT. Pendahuluan Well-Ordering Principle Jika S himpunan bagian dari himpunan bilangan bulat positif yang tidak kosong, maka S memiliki sebuah unsur terkecil. Unsur

Lebih terperinci

FUNGSI, SISTEM PERSAMAAN LINIER DAN MENGGAMBAR GRAFIK

FUNGSI, SISTEM PERSAMAAN LINIER DAN MENGGAMBAR GRAFIK FUNGSI, SISTEM PERSAMAAN LINIER DAN MENGGAMBAR GRAFIK TUGAS MATEMATIKA EKONOMI DISUSUN OLEH : DENY PRASETYA 01212074 IAN ANUGERAH 01212035 M. UMAR A 01212016 ARON GARDIKA 01212140 SAIFUL RAHMAN 01212020

Lebih terperinci

BARISAN DAN DERET. Drs. CARNOTO, M.Pd. NIP Pola Barisan Bilangan

BARISAN DAN DERET. Drs. CARNOTO, M.Pd. NIP Pola Barisan Bilangan BARISAN DAN DERET Drs. CARNOTO, M.Pd. NIP. 19640121 199010 1 001 Pola Barisan Bilangan Beberapa urutan bilangan yang sering kita pergunakan mempunyai pola tertentu. Pola ini Sering digunakan untuk menentukan

Lebih terperinci

MEMANFAATKAN KEISTIMEWAAN BARISAN POLINOM

MEMANFAATKAN KEISTIMEWAAN BARISAN POLINOM Materi Publikasi Karya Tulis MGMP Matematika Kabupaten Blitar Tahun 2014 MEMANFAATKAN KEISTIMEWAAN BARISAN POLINOM HALAMAN SAMPUL Oleh GUNAWAN SUSILO SMP NEGERI 1 GANDUSARI KABUPATEN BLITAR BLITAR PEBRUARI

Lebih terperinci

BAB IV DERET FOURIER

BAB IV DERET FOURIER BAB IV DERET FOURIER 4.1 Fungsi Periodik Fungsi f(x) dikatakan periodik dengan perioda P, jika untuk semua harga x berlaku: f (x + P) = f (x) ; P adalah konstanta positif. Harga terkecil dari P > 0 disebut

Lebih terperinci

Strategi Penemuan Pola pada Pemecahan Masalah

Strategi Penemuan Pola pada Pemecahan Masalah Strategi Penemuan Pola pada Pemecahan Masalah I Strategi Penemuan Pola dalam Penyelesaian Masalah Sehari-hari Penemuan pola adalah salah satu strategi dalam problem solving dimana kita dapat mengamati

Lebih terperinci

MENENTUKAN NILAI EKSTREM SUKU BANYAK TERTENTU DENGAN PERTIDAKSAMAAN RATA-RATA

MENENTUKAN NILAI EKSTREM SUKU BANYAK TERTENTU DENGAN PERTIDAKSAMAAN RATA-RATA MENENTUKAN NILAI EKSTREM SUKU BANYAK TERTENTU DENGAN PERTIDAKSAMAAN RATA-RATA Kasiyah M. Junus Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail: kasiyah@cs.ui.ac.id Abstrak

Lebih terperinci

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I

Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Catatan Kuliah MA1123 Kalkulus Elementer I Oleh Hendra Gunawan, Ph.D. Departemen Matematika ITB Sasaran Belajar Setelah mempelajari materi Kalkulus Elementer I, mahasiswa diharapkan memiliki (terutama):

Lebih terperinci

KHAIRUL MUKMIN LUBIS

KHAIRUL MUKMIN LUBIS Barisan dan Deret Eni Sumarminingsih, SSi, MM Elizal A. Barisan Aritmetika Definisi Barisan aritmetik adalah suatu barisan bilangan yang selisih setiap dua suku berturutan selalu merupakan bilangan tetap

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH... MODUL 1: LOGIKA MATEMATIKA 1.1 Kegiatan Belajar 1: Latihan Rangkuman Tes Formatif

TINJAUAN MATA KULIAH... MODUL 1: LOGIKA MATEMATIKA 1.1 Kegiatan Belajar 1: Latihan Rangkuman Tes Formatif Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... i MODUL 1: LOGIKA MATEMATIKA 1.1 Pernyataan, Negasi, DAN, ATAU, dan Hukum De Morgan...... 1.3 Latihan... 1.18 Rangkuman... 1.20 Tes Formatif 1...... 1.20 Jaringan Logika

Lebih terperinci

Pelabelan matriks menggunakan huruf kapital. kolom ke-n. kolom ke-3

Pelabelan matriks menggunakan huruf kapital. kolom ke-n. kolom ke-3 MATRIKS a. Konsep Matriks Matriks adalah susunan bilangan yang diatur menurut aturan baris dan kolom dalam suatu jajaran berbentuk persegi atau persegipanjang dan diletakkan di dalam kurung biasa ( ) atau

Lebih terperinci

KALKULUS INTEGRAL 2013

KALKULUS INTEGRAL 2013 KALKULUS INTEGRAL 0 PENDAHULUAN A. DESKRIPSI MATA KULIAH Isi pokok mata kuliah ini memuat pemahaman tentang: () Anti turunan: pengertian anti turunan, teorema-teorema, dan teknik anti turunan, () Integral

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan

BAB II KAJIAN TEORI. pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang digunakan sebagai landasan pada penulisan bab III. Materi yang diuraikan berisi tentang definisi, teorema, dan beberapa kajian matematika,

Lebih terperinci

SILABUS. 5. Memahami sifat-sifat bilangan berpangkat dan bentuk akar serta penggunaannya dalam pemecahan masalah sederhana

SILABUS. 5. Memahami sifat-sifat bilangan berpangkat dan bentuk akar serta penggunaannya dalam pemecahan masalah sederhana Sekolah : SILABUS Kelas Mata Pelajaran Semester : IX : Matematika : II(dua) Standar Kompetensi : BILANGAN 5. Memahami sifat-sifat berpangkat dan bentuk serta penggunaannya dalam pemecahan masalah sederhana

Lebih terperinci

TEKNIK MEMBILANG. b T U V W

TEKNIK MEMBILANG. b T U V W TEKNIK MEMBILANG Berikut ini teknik-teknik (cara-cara) membilang atau menghitung banyaknya anggota ruang sampel dari suatu eksperimen tanpa harus mendaftar seluruh anggota ruang sampel tersebut. A. Prinsip

Lebih terperinci

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk :

Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : Persamaan Linear Sebuah garis dalam bidang xy bisa disajikan secara aljabar dengan sebuah persamaan berbentuk : a x + a y = b Persamaan jenis ini disebut sebuah persamaan linear dalam peubah x dan y. Definisi

Lebih terperinci

FUNGSI COMPUTABLE. Abstrak

FUNGSI COMPUTABLE.  Abstrak FUNGSI COMPUTABLE Ahmad Maimun 1, Suarsih Utama. 1, Sri Mardiyati 1 1 Departemen Matematika, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424 ahmad.maimun90@gmail.com, suarsih.utama@sci.ui.ac.id, sri_math@sci.ui.ac.id

Lebih terperinci

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT

Pertemuan Ke 2 SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST.,MT Pertemuan Ke SISTEM PERSAMAAN LINEAR (SPL) By SUTOYO,ST,MT Pendahuluan Suatu sistem persamaan linier (atau himpunan persaman linier simultan) adalah satu set persamaan dari sejumlah unsur yang tak diketahui

Lebih terperinci

1. Variabel, Konstanta, dan Faktor Variabel Konstanta Faktor

1. Variabel, Konstanta, dan Faktor Variabel Konstanta Faktor ALJABAR BENTUK ALJABAR adalah suatu bentuk matematika yang dalam penyajiannya memuat huruf-huruf untuk mewakili bilangan yang belum diketahui Bentuk aljabar dapat dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah

Lebih terperinci

Penulis Penelaah Materi Penyunting Bahasa Layout

Penulis Penelaah Materi Penyunting Bahasa Layout Penulis Clara Ika Sari Budhayanti Josef Tjahjo Baskoro Edy Ambar Roostanto Bitman Simanullang Penelaah Materi M. Syaifuddin Penyunting Bahasa Yumiati Layout Renaldo Rhesky N Kata Pengantar Pendidikan Jarak

Lebih terperinci

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan

Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan 4 BARISAN TAK HINGGA DAN DERET TAK HINGGA JUMLAH PERTEMUAN : 5 PERTEMUAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Memahami definisi barisan tak hingga dan deret tak hingga, dan juga dapat menentukan kekonvergenan

Lebih terperinci

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK

UJI KONVERGENSI. Januari Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK UJI KONVERGENSI Januari 208 Tim Dosen Kalkulus 2 TPB ITK Uji Integral Teorema 3 Jika + k= u k adalah deret dengan suku-suku tak negatif, dan jika ada suatu konstanta M sedemikian hingga s n = u + u 2 +

Lebih terperinci

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya

FUNGSI dan LIMIT. 1.1 Fungsi dan Grafiknya FUNGSI dan LIMIT 1.1 Fungsi dan Grafiknya Fungsi : suatu aturan yang menghubungkan setiap elemen suatu himpunan pertama (daerah asal) tepat kepada satu elemen himpunan kedua (daerah hasil) fungsi Daerah

Lebih terperinci

Pembagi Bersama Terbesar Matriks Polinomial

Pembagi Bersama Terbesar Matriks Polinomial Vol. 11, No. 1, 63-70, Juli 2014 Pembagi Bersama Terbesar Matriks Polinomial Indramayanti Syam 1,*, Nur Erawaty 2, Muhammad Zakir 3 ABSTRAK Teori bilangan adalah cabang ilmu Matematika yang mempelajari

Lebih terperinci

Bilangan Stirling Jenis Kedua ( Stirling Number of the Second Kind ) Definisi 1. Bilangan Stirling jenis kedua, dinotasikan dengan

Bilangan Stirling Jenis Kedua ( Stirling Number of the Second Kind ) Definisi 1. Bilangan Stirling jenis kedua, dinotasikan dengan Bilangan Stirling Jenis Kedua ( Stirling Number of the Second Kind ) Definisi 1. Bilangan Stirling jenis kedua, dinotasikan dengan, adalah banyaknya cara menyusun partisi suatu himpunan dengan elemen ke

Lebih terperinci

BARISAN DAN DERET MATERI PENDAMPING OLIMPIADE MATEMATIKA MA/SMA

BARISAN DAN DERET MATERI PENDAMPING OLIMPIADE MATEMATIKA MA/SMA BARISAN DAN DERET MATERI PENDAMPING OLIMPIADE MATEMATIKA MA/SMA I. SISTEM BILANGAN REAL DAN OPERASINYA II. NOTASI SIGMA III. BARISAN BILANGAN IV. DERET BILANGAN V. INDUKSI MATEMATIKA DISUSUN OLEH : AHAMD

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI LANGKAH MUNDUR DAN BERNALAR LOGIS DALAM MENENTUKAN BILANGAN DAN NILAINYA. Landyasari Riffyanti 1), Rubono Setiawan 2)

ANALISIS STRATEGI LANGKAH MUNDUR DAN BERNALAR LOGIS DALAM MENENTUKAN BILANGAN DAN NILAINYA. Landyasari Riffyanti 1), Rubono Setiawan 2) ANALISIS STRATEGI LANGKAH MUNDUR DAN BERNALAR LOGIS DALAM MENENTUKAN BILANGAN DAN NILAINYA Landyasari Riffyanti 1), Rubono Setiawan 2) 1), 2) Pendidikan Matematika, FKIP, Univ. Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

B. POLA BILANGAN 1. Pengertian pola bilangan Pola bilangan adalah aturan terbentuknya sebuah kelompok bilangan.

B. POLA BILANGAN 1. Pengertian pola bilangan Pola bilangan adalah aturan terbentuknya sebuah kelompok bilangan. A. PENGERTIAN BARISAN DAN DERET 1. Pengertian barisan bilangan Barisan bilangan adalah urutan suatu bilangan yang diurutkan menurut aturan tertentu. Contoh barisan bilangan genap : 2, 4, 6, 8,... 2. Pengertian

Lebih terperinci

BARISAN DAN DERET TAK BERHINGGA

BARISAN DAN DERET TAK BERHINGGA BARISAN DAN DERET TAK BERHINGGA MATERI KULIAH 1 Kalkulus Lanjut BARISAN DAN DERET TAK BERHINGGA Sahid, MSc. FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010 BARISAN DAN

Lebih terperinci

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2

Aljabar Linier Elementer. Kuliah 1 dan 2 Aljabar Linier Elementer Kuliah 1 dan 2 1.3 Matriks dan Operasi-operasi pada Matriks Definisi: Matriks adalah susunan bilangan dalam empat persegi panjang. Bilangan-bilangan dalam susunan tersebut disebut

Lebih terperinci

BAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK

BAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK BAB 4 SEBARAN ASIMTOTIK PENDUGA KOMPONEN PERIODIK 4. Sebaran Asimtotik,, Teorema 4. (Sebaran Normal Asimtotik,, ) Misalkan fungsi intensitas seperti (3.2) dan terintegralkan lokal. Jika kernel K adalah

Lebih terperinci

MODUL MATA PELAJARAN MATEMATIKA

MODUL MATA PELAJARAN MATEMATIKA KERJASAMA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA DENGAN FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA MODUL MATA PELAJARAN MATEMATIKA Bilangan dan Aljabar untuk kegiatan PELATIHAN PENINGKATAN MUTU GURU DINAS PENDIDIKAN

Lebih terperinci

ISSN: X 19 MODIFIKASI PERKALIAN BERSUSUN UNTUK MENENTUKAN KOEFISIEN TRINOMIAL SERTA KONSTRUKSINYA PADA KERUCUT

ISSN: X 19 MODIFIKASI PERKALIAN BERSUSUN UNTUK MENENTUKAN KOEFISIEN TRINOMIAL SERTA KONSTRUKSINYA PADA KERUCUT ISSN: 2088-687X 19 MODIFIKASI PERKALIAN BERSUSUN UNTUK MENENTUKAN KOEFISIEN TRINOMIAL SERTA KONSTRUKSINYA PADA KERUCUT Jufri a, M.D.H Gamal b, Sri Gemawati c a Program Studi Teknik Informatika, FILKOM

Lebih terperinci

STRUKTUR ALJABAR: RING

STRUKTUR ALJABAR: RING STRUKTUR ALJABAR: RING BAHAN AJAR Oleh: Rippi Maya Program Studi Magister Pendidikan Matematika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) SILIWANGI - Bandung 2016 1 Pada grup telah dipelajari

Lebih terperinci

MATEMATIKA BISNIS DERET. Muhammad Kahfi, MSM. Modul ke: Fakultas Ekonomi Bisnis. Program Studi Manajemen

MATEMATIKA BISNIS DERET. Muhammad Kahfi, MSM. Modul ke: Fakultas Ekonomi Bisnis. Program Studi Manajemen MATEMATIKA BISNIS Modul ke: DERET Fakultas Ekonomi Bisnis Muhammad Kahfi, MSM Program Studi Manajemen http://www.mercubuana.ac.id Konsep Barisan (sequence) adalah suatu susunan bilangan yang dibentuk menurut

Lebih terperinci

(Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, / 66

(Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, / 66 MATRIKS Departemen Matematika FMIPA-IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA-IPB) Matriks Bogor, 2012 1 / 66 Topik Bahasan 1 Matriks 2 Operasi Matriks 3 Determinan matriks 4 Matriks Invers 5 Operasi

Lebih terperinci

BAB III. PECAHAN KONTINU dan PIANO. A. Pecahan Kontinu Tak Hingga dan Bilangan Irrasional

BAB III. PECAHAN KONTINU dan PIANO. A. Pecahan Kontinu Tak Hingga dan Bilangan Irrasional BAB III PECAHAN KONTINU dan PIANO A. Pecahan Kontinu Tak Hingga dan Bilangan Irrasional Sekarang akan dibahas tentang pecahan kontinu tak hingga yang diawali dengan barisan tak hingga bilangan bulat mendefinisikan

Lebih terperinci

Pola dan Barisan Bilangan

Pola dan Barisan Bilangan Pola dan Barisan Bilangan Pola dan barisan bilangan meliputi pola bilangan dan barisan bilangan Pola bilangan yaitu susunan angka-angka yang mempunyai pola-pola tertentu Misalnya pada kalender terdapat

Lebih terperinci

Sistem Bilangan Riil

Sistem Bilangan Riil Sistem Bilangan Riil Pendahuluan Kalkulus didasarkan pada sistem bilangan riil dan sifat-sifatnya. Sistem bilangan riil adalah himpunan bilangan riil yang disertai operasi penjumlahan dan perkalian sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada

TINJAUAN PUSTAKA. Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan diberikan konsep dasar graf dan bilangan kromatik lokasi pada suatu graf sebagai landasan teori penelitian ini. 2. Konsep Dasar Graf Teori dasar mengenai graf

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat Ring Polinom

Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat Ring Polinom BAB 9 RING POLINOM Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti pokok bahasan ini mahasiswa dapat mengenal dan mengaplikasikan sifat-sifat Ring Polinom Tujuan Instruksional Khusus : Setelah diberikan

Lebih terperinci

MODUL PEMBELAJARAN ANALISIS VARIABEL KOMPLEKS 2/22/2012 IKIP BUDI UTOMO MALANG ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI

MODUL PEMBELAJARAN ANALISIS VARIABEL KOMPLEKS 2/22/2012 IKIP BUDI UTOMO MALANG ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI MODUL PEMBELAJARAN ANALISIS VARIABEL KOMPLEKS 2/22/2012 IKIP BUDI UTOMO MALANG ALFIANI ATHMA PUTRI ROSYADI IDENTITAS MAHASISWA NAMA NPM KELOMPOK : : : DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi BAB I Bilangan

Lebih terperinci

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1

Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB 1 Ringkasan Kalkulus 2, Untuk dipakai di ITB Deret Tak Hingga Pada bagian ini akan dibicarakan penjumlahan berbentuk a +a 2 + +a n + dengan a n R Sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu pengertian barisan

Lebih terperinci

Perluasan permutasi dan kombinasi

Perluasan permutasi dan kombinasi Perluasan permutasi dan kombinasi Permutasi dengan pengulangan Kombinasi dengan pengulangan Permutasi dengan obyek yang tidak dapat dibedakan Distribusi obyek ke dalam kotak Permutasi dengan pengulangan

Lebih terperinci

2 BARISAN BILANGAN REAL

2 BARISAN BILANGAN REAL 2 BARISAN BILANGAN REAL Di sekolah menengah barisan diperkenalkan sebagai kumpulan bilangan yang disusun menurut "pola" tertentu, misalnya barisan aritmatika dan barisan geometri. Biasanya barisan dan

Lebih terperinci

Ruang Vektor. Kartika Firdausy UAD blog.uad.ac.id/kartikaf. Ruang Vektor. Syarat agar V disebut sebagai ruang vektor. Aljabar Linear dan Matriks 1

Ruang Vektor. Kartika Firdausy UAD blog.uad.ac.id/kartikaf. Ruang Vektor. Syarat agar V disebut sebagai ruang vektor. Aljabar Linear dan Matriks 1 Ruang Vektor Kartika Firdausy UAD blog.uad.ac.id/kartikaf Syarat agar V disebut sebagai ruang vektor 1. Jika vektor vektor u, v V, maka vektor u + v V 2. u + v = v + u 3. u + ( v + w ) = ( u + v ) + w

Lebih terperinci

POLA, BARISAN DAN DERET BILANGAN SERTA BUNGA. VENY TRIYANA ANDIKA SARI, M.Pd.

POLA, BARISAN DAN DERET BILANGAN SERTA BUNGA. VENY TRIYANA ANDIKA SARI, M.Pd. POLA, BARISAN DAN DERET BILANGAN SERTA BUNGA VENY TRIYANA ANDIKA SARI, M.Pd. POLA BILANGAN PENGERTIAN Pola bilangan adalah aturan yang digunakan untuk membentuk kelompok bilangan Contoh : 1, 3, 6, 10,...

Lebih terperinci

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

BAHAN AJAR TEORI BILANGAN. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN BAHAN AJAR TEORI BILANGAN DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN. 0212088701 PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO 2015 KATA PENGANTAR ب

Lebih terperinci

a 2 e. 7 p 7 q 7 r 7 3. a. 8p 3 c. (2 14 m 3 n 2 ) e. a 10 b c a. Uji Kompetensi a. a c. x 3. a. 29 c. 2

a 2 e. 7 p 7 q 7 r 7 3. a. 8p 3 c. (2 14 m 3 n 2 ) e. a 10 b c a. Uji Kompetensi a. a c. x 3. a. 29 c. 2 Kunci Jawaban Uji Kompetensi 1.1 1. a. {, 1,0,1,,3,4} BAB I Bilangan Riil Uji Kompetensi 1. 1. a. asosiatif b. memiliki elemen penting 3. 10 Uji Kompetensi 1.3 1. a. 1 4 e. 1 35 15 c. 1 8 1 1 c. 1 4 5.

Lebih terperinci

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan Barisan. Definisi. Barisan tak hingga adalah suatu fungsi dengan daerah asalnya himpunan bilangan bulat positif dan daerah kawannya himpunan bilangan real. Notasi untuk

Lebih terperinci

VEKTOR. 45 O x PENDAHULUAN PETA KONSEP. Vektor di R 2. Vektor di R 3. Perkalian Skalar Dua Vektor. Proyeksi Ortogonal suatu Vektor pada Vektor Lain

VEKTOR. 45 O x PENDAHULUAN PETA KONSEP. Vektor di R 2. Vektor di R 3. Perkalian Skalar Dua Vektor. Proyeksi Ortogonal suatu Vektor pada Vektor Lain VEKTOR y PENDAHULUAN PETA KONSEP a Vektor di R 2 Vektor di R 3 Perkalian Skalar Dua Vektor o 45 O x Proyeksi Ortogonal suatu Vektor pada Vektor Lain Soal-Soal PENDAHULUAN Dalam ilmu pengetahuan kita sering

Lebih terperinci

BY : DRS. ABD. SALAM, MM

BY : DRS. ABD. SALAM, MM BY : DRS. ABD. SALAM, MM Page 1 of 26 KOMPETENSI DASAR Pola Barisan dan Deret Bilangan a. Tujuan Setelah mempelajari uraian kompetensi dasar ini, anda dapat: Menunjukkan pola bilangan dari suatu barisan

Lebih terperinci

PEMBINAAN TAHAP I CALON SISWA INVITATIONAL WORLD YOUTH MATHEMATICS INTERCITY COMPETITION (IWYMIC) 2010 MODUL BILANGAN

PEMBINAAN TAHAP I CALON SISWA INVITATIONAL WORLD YOUTH MATHEMATICS INTERCITY COMPETITION (IWYMIC) 2010 MODUL BILANGAN PEMBINAAN TAHAP I CALON SISWA INVITATIONAL WORLD YOUTH MATHEMATICS INTERCITY COMPETITION (IWYMIC) 200 MODUL BILANGAN DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SMP

Lebih terperinci

Bagian 2 Matriks dan Determinan

Bagian 2 Matriks dan Determinan Bagian Matriks dan Determinan Materi mengenai fungsi, limit, dan kontinuitas akan kita pelajari dalam Bagian Fungsi dan Limit. Pada bagian Fungsi akan mempelajari tentang jenis-jenis fungsi dalam matematika

Lebih terperinci

Materi W6b BARISAN DAN DERET. Kelas X, Semester 2. B. Barisan dan Deret Aritmatika.

Materi W6b BARISAN DAN DERET. Kelas X, Semester 2. B. Barisan dan Deret Aritmatika. Materi W6b BARISAN DAN DERET Kelas X, Semester 2 B. Barisan dan Deret Aritmatika www.yudarwi.com B. Barisan dan Deret Aritmatika Barisan adalah kumpulan objek-objek yang disusun menurut pola tertentu U

Lebih terperinci

INTERVAL, PERTIDAKSAMAAN, DAN NILAI MUTLAK

INTERVAL, PERTIDAKSAMAAN, DAN NILAI MUTLAK INTERVAL, PERTIDAKSAMAAN, DAN NILAI MUTLAK Departemen Matematika FMIPA IPB Bogor, 2012 (Departemen Matematika FMIPA IPB) Kalkulus I Bogor, 2012 1 / 19 Topik Bahasan 1 Sistem Bilangan Real 2 Interval 3

Lebih terperinci

MODUL 1. Teori Bilangan MATERI PENYEGARAN KALKULUS

MODUL 1. Teori Bilangan MATERI PENYEGARAN KALKULUS MODUL 1 Teori Bilangan Bilangan merupakan sebuah alat bantu untuk menghitung, sehingga pengetahuan tentang bilangan, mutlak diperlukan. Pada modul pertama ini akan dibahas mengenai bilangan (terutama bilangan

Lebih terperinci

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Matematika Wajib

K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Matematika Wajib K13 Revisi Antiremed Kelas 11 Matematika Wajib Baris dan Deret Aritmatika - Latihan Soal Ulangan Doc. Name: RK13AR11MATWJB0603 Version : 2016-11 halaman 1 01. Suku ke-20 pada barisan 3, 9, 15, 21,. Adalah

Lebih terperinci

Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap

Dari contoh di atas fungsi yang tak diketahui dinyatakan dengan y dan dianggap BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persamaan Diferensial Definisi 2.1 Persamaan diferensial Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang memuat variabel bebas, variabel tak bebas, dan derivatif-derivatif

Lebih terperinci

MENENTUKAN PERPANGKATAN MATRIKS TANPA MENGGUNAKAN EIGENVALUE

MENENTUKAN PERPANGKATAN MATRIKS TANPA MENGGUNAKAN EIGENVALUE MENENTUKAN PERPANGKATAN MATRIKS TANPA MENGGUNAKAN EIGENVALUE Rini Pratiwi 1*, Rolan Pane 2, Asli Sirait 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika 2 Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III : SISTEM PERSAMAAN LINIER

BAB III : SISTEM PERSAMAAN LINIER 3.1 PENDAHULUAN BAB III : SISTEM PERSAMAAN LINIER Penyelesaian suatu sistem n persamaan dengan n bilangan tak diketahui banyak dijumpai dalam permasalahan teknik. Di dalam Bab ini akan dipelajari sistem

Lebih terperinci

Definisi 1 Deret Tak Hingga adalah suatu ekspresi yang dapat dinyatakan dalam bentuk:

Definisi 1 Deret Tak Hingga adalah suatu ekspresi yang dapat dinyatakan dalam bentuk: DERET TAK HINGGA Definisi 1 Deret Tak Hingga adalah suatu ekspresi yang dapat dinyatakan dalam bentuk: u k = u 1 + u 2 + u 3 + + u k + Bilangan-bilangan u 1, u 2, u 3, disebut suku-suku dalam deret tersebut.

Lebih terperinci

MAT 602 DASAR MATEMATIKA II

MAT 602 DASAR MATEMATIKA II MAT 60 DASAR MATEMATIKA II Disusun Oleh: Dr. St. Budi Waluya, M. Sc Jurusan Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Unnes 1 HIMPUNAN 1. Notasi Himpunan. Relasi Himpunan 3. Operasi Himpunan A B : A B

Lebih terperinci

CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT

CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT CATATAN KULIAH ANALISIS REAL LANJUT May 26, 203 A Lecture Note Acknowledgement of Sources For all ideas taken from other sources (books, articles, internet), the source of the ideas is mentioned in the

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diujikan. Bahkan, seleksi penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) pun,

I. PENDAHULUAN. diujikan. Bahkan, seleksi penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) pun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu dasar, dewasa ini sangat dirasakan interaksinya dengan bidang ilmu yang lain. Sejak Sekolah Dasar (SD) hingga bangku Sekolah Menengah Atas (SMA),

Lebih terperinci

TINGKAT SMP KOMET 2018 SE-JAWA TIMUR. c. 6 d. 7 e Jika n memenuhi Jika x = 2

TINGKAT SMP KOMET 2018 SE-JAWA TIMUR. c. 6 d. 7 e Jika n memenuhi Jika x = 2 . Jika x = + + 06 08 08 08 08 08 dan y = maka nilai xy x - - -. Jika a, b, c, d, e, f, 7, h,...,7, z adalah barisan aritmetika, maka nilai k+o+m+e+t 0 77 80 7 77. Jika z = 57 88 57 87 dan a = 57 87, maka

Lebih terperinci

II. M A T R I K S ... A... Contoh II.1 : Macam-macam ukuran matriks 2 A. 1 3 Matrik A berukuran 3 x 1. Matriks B berukuran 1 x 3

II. M A T R I K S ... A... Contoh II.1 : Macam-macam ukuran matriks 2 A. 1 3 Matrik A berukuran 3 x 1. Matriks B berukuran 1 x 3 11 II. M A T R I K S Untuk mencari pemecahan sistem persamaan linier dapat digunakan beberapa cara. Salah satu yang paling mudah adalah dengan menggunakan matriks. Dalam matematika istilah matriks digunakan

Lebih terperinci