BAB II KAJIAN TEORI. Self Regulation merupakan salah satu komponen penggerak kepribadian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. Self Regulation merupakan salah satu komponen penggerak kepribadian"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Self Regulation Definisi Self Regulation Self Regulation merupakan salah satu komponen penggerak kepribadian manusia (Alfiana, 2013). Istilah self regulation pertama kali di munculkan oleh Albert Bandura dalam teori belajar sosialnya, yang diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengotrol perilakunya sendiri (Alfiana, 2013). Self regulation merupakan motivasi internal, yang berakibat timbulnya keinginan seseorang untuk menentukan tujuan tujuan dalam hidupnya, merencanakan strategi yang akan digunakan, serta mengevaluasi dan memodifikasi perilaku yang akan dilakukan (Pervin & Cervone, 2010) Self Regulation mengacu pada kapasitas seseorang untuk mengabaikan atau mengubah respon mereka. Ini adalah proses dimana seseorang berusaha untuk membatasi respon yang mendesak dan tidak diinginkannya lalu mengontrolnya menjadi respon yang baru dan sesuai dengan keinginannya. Regulation berarti mengubah, terutama melakukan perubahan untuk membawa perilaku pada beberapa standar tertentu seperti ide dan tujuan dalam diri seseorang. Perubahan perilaku tersebut sama seperti mengikuti sebuah aturan, menyesuaikan diri dengan cita cita atau mengejar suatu tujuan merupakan bentuk yang sangat berguna pada self regulation (Baumeister & Vohs, 2007). 7

2 Self Regulation digambarkan sebagai sebuah siklus karena feedback dari tingkah laku sebelumnya digunakan untuk membuat penyesuaian dalam usahanya saat ini. Penyesuaian seperti itu diperlukan karena faktor faktor personal, tingkah laku, dan lingkungan secara konstan berubah selama proses belajar dan berperilaku. Faktor faktor tersebut harus diobservasi dengan feedback yang mengarah pada dirinya (Susanto, 2006). Kemudian menurut Zimmerman & Schunk (2008) dari persektif kognitif sosial Self Regulation melibatkan : 1. Menetapkan tujuan yang spesifik. 2. Memanfaatkan strategi kerja seperti elaborating, organizing, dan rehearshing. 3. Menampilkan tingkat kemajuan diri yang tinggi serta motivasi internal. 4. Melakukan self monitoring dan self reflecting pada hasil kinerja Komponen Dalam Self Regulation Pada awalnya Baumeister (Beumeister & Vohs, 2007) menekankan 3 komponen utama dalam proses self regulation. Namun saat ini terdapat satu komponen yang harus disertakan dan dibutuhkan dalam self regulation yaitu motivasi. Agar lebih jelas berikut adalah penjelasan mengenai 4 komponen dalam self regulation. Komponen pertama dalam self regulation adalah standards. Standards menunjukkan bahwa regulation berarti mengubah perilaku atau respon yang sesuai dengan beberapa standards yang diinginkan dan dimiliki oleh seseorang. Oleh karena itu, self regulation akan efektif jika perilaku atau respon yang 8

3 ditunjukkan oleh seseorang sesuai dengan standards yang terdapat dalam dirinya. Standards yang ambigu, tidak konsisten dan bertentangan membuat self regulation menjadi sulit untuk dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Higgins (Baumeister & Vohs, 2007) menunjukkan bahwa perbedaan dalam membuat standards dalam diri seseorang dapat mengubah reaksi emosional dan proses perilaku sosial seseorang. Komponen yang kedua adalah self regulation requires monitoring atau pangawasan. Self regulation membutuhkan pengawasan agar perilaku dan respon yang muncul dalam diri seseorang telah sesuai dengan standards yang diinginkannya. Teori self Regulation dipengaruhi oleh penelitian yang dilakukan oleh Cerver dan Scheier (Baumeister & Vohs, 2007). Satu kontribusi yang berguna dari mereka adalah teori feedback loop dalam self regulation seseorang. Mereka melakukan tes dengan membandingkan antara self (atau yang sesuai dengan aspek dalam self) dengan standards yang dimiliki oleh seseorang. Jika self terlalu rendah maka self regulation memerlukan beberapa usaha untuk memulai perubahan diri agar perilaku atau respon yang muncul sama seperti apa yang seharusnya terjadi. Pada pertemuan berikutnya mereka melakukan evaluasi terhadap kemajuan self yang sesuai dengan tujuan dalam diri seseorang hingga akhirnya dapat diketahui bahwa saat ini self telah sesuai dengan standards yang dimiliki oleh seseorang. Komponen ketiga dalam self regulation adalah kekuatan self ragulation, atau secara umum dikenal dengan kemauan atau keinginan. Usaha yang bertujuan untuk mengubah self sulit dilakukan dan hal tersebut membutuhkan kekuatan dari 9

4 self regulation itu sendiri. Mengatur dan mengubah self sepertinya tergantung pada sumber daya yang terbatas seperti kekuatan atau energi dalam diri seseorang yang dapat habis ketika perubahan self tersebut telah dilakukan sehingga menciptakan penipisan pada ego. Komponen keempat dari self regulation adalah motivasi. Secara khusus motivasi digunakan untuk mencapai tujuan atau standards yang dimiliki oleh seseorang yang dalam praktiknya sejumlah motivasi diperlukan untuk mengatur self. Bahkan jika standards dalam diri seseorang sudah jelas, pengawasannya pun telah maksimaal dan sumber daya atau kekutatan yang dimilikinya berlimpah. Seseorang mungkin masih gagal dalam melakukan self regulation karena ia tidak mempedulikan tentang tujuan yang ingin dicapainya Proses Self Regulation Self regulation merupakan kemampuan dalam diri seseorang untuk mengembangkan, menerapkan, dan menjaga perilaku untuk sampai pada tujuan yang diinginkan. Terdapat 7 proses dalam self regulation, yaitu : Receiving (penerimaan informasi), Evaluating (pengevaluasian informasi dan membandingkannya dengan norma norma), Triggering (mendorong berubah), Searching (mencari pilihan), Formulating (merumuskan rencana), Implementing (menerapkan rencana), Assesing (menilai evektifitas rencana) (Alfiana, 2013). a. Receiving atau menerima informasi yang relevan merupakan proses awal seseorang ketika ia menerima informasi dari berbagai sumber. Dari informasi yang diterimanya seseorang dapat mengetahui karakter dari lingkungannya atau dari permasalahan yang ia hadapi. 10

5 b. Evaluating atau mengevaluasi. Setelah melakukan receiving seseorang menuju proses selanjutnya yaitu evaluating. Evaluating merupakan proses ketika individu melakukan evaluasi terhadap informasi yang diterimanya serta menganalisis informasi tersebut dengan membandingkan suatu masalah yang muncul dari luar dirinya dengan pendapat pribadi yang tercipta dari pengalaman sebelumnya. c. Triggering atau membuat perubahan. Proses ini muncul sebagai akibat dari proses perbandingan dari hasil evaluasi pada proses sebelumnya muncullah perasaan positif dan negaatif dalam diri seseorang. Seseorang mencoba menghindari sikap atau pemikiran yang tidak sesuai dengan informasi yang diterimanya dengan norma yang ada. Dalam proses ini kecenderungan perilaku seseorang mengarah pada perubahan. d. Searching atau mencari solusi. Pada proses ini seseorang mulai mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapinya. Sebagai akibat dari proses evaluasi yang memunculkan pertentangan pada sikap seseorang dalam memahami masalahnya ia menyadari ada beberapa jenis tindakan atau aksi yang dapat ia lakukan untuk mengurangi pertentangan tersebut. Sehingga pada akhirnya ia dapat mencari jalan keluar untuk mengatasi pertentangan tersebut. e. Formulating atau merancang suatu rencana. Dalam proses ini seseorang mulai menyusun rencana untuk mencapai target yang diinginkannya. Begitu pula dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya dengan mempertimbangkan aspek aspek seperti waktu, aktivitas yang 11

6 dijalaninya tempat, dan aspek lain yang dapat mendukung efektivitas dan efisiensi dalam proses penyelesaian masalah juga dalam pencapaian tujuan. f. Implementing atau menerapkan rencana. Setelah melakukan formulating seseorang masuk ke proses implementing yaitu mengarahkan perilaku dan tindakannya kearah penyelesaian masalah yang diinginkan juga disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapainya. g. Assesing atau mengukur efektifitas dari rencana yang telah dibuat. Ini adalah proses terakhir dari self regulation. Yakni seseorang melakukan pengukuran terhadap perilaku atau tindakan yang telah ia lakukan dalam rangka penyelesaian masalah juga dalam rangka pencapaian tujuannya. Pengukuraan ini dapat membantu dalam menentukkan apakah perencanaan yang telah dibuat sebelumnya efektif atau tidak serta menimbilkan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan oleh seseorang atau tidak. Self regulation adalah cara seseorang dalam mengatur, mengubah dan meregulasi dirinya dalam hubungan interpersonal serta hubungannya dalam kehidupan sehari hari. Self regulation penting dimiliki oleh seseorang karena self regulation dikatakan sebagai penggerak dan motivasi internal dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan tujuan yang telah ditetapkannya serta dalam penyesuaian dirinya terhadap berbagai respon yang muncul dari lingkungannya. 12

7 Dimensi Kepribadian Definisi 5 Dimensi Kepribadian Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan 20 tahun lalu, klasifikasi sifat kepribadian sangat dipengaruhi oleh atensi dan dorongan yang dilakukan oleh peneliti kepribadian menjadi five factor models yang biasa disebut five factor model, the big five, dan the high five. Dimensi dalam the big five ini antara lain : Surgency or Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, Emotional Stability, dan Openness-Intellect. Lewis R. Goldberg menyimpulkan sebuah penelitian yang sistematis menjadikan the big 5 lebih sederhana dengan dimensi sebagai berikut (Larsen & Buss, 2002) : 1. Surgency or Extraversion : talkactive, extraverted, assertive, forward,outspoken, versus shy, quite, introverted, bashful, inhibited. 2. Agreeableness : sympathetic, kind, warm, understanding, sincere, versus unsympathetic, unkind, harsh, cruel. 3. Conscientiousness : organized, neat, orderly, practical, prompt, meticulous, versus disorganized, disorderly, careless, sloppy, impractical. 4. Emotional stability : calm, relaxed, stable, versus moody, anxious, insecure. 5. Intellect or imagination : creative, imaginative, intellectual, versus uncreative, unimaginative, unintellectual. Kemudian McRae & Costa mengembangkan Faktor 5 besar kepribadian (big 5 factor of personality) disebut dengan NEO-PI-R yaitu the neoriticism- 13

8 extraversion-opennes (NEO), Personality Inventory (PI), Revised (R) (Larsen & Buss, 2008). Trait super yang diduga menggambarkan berbagai dimensi utama kepribadian adalah neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness (King, 2010). Meski urutan tersebut memiliki kombinasi huruf depan yang disatukan menjadi N untuk Neuroticism, E untuk Extraversion, O untuk Openess to Experience, A untuk Agreeableness, dan C untuk Conscientiousness atau N, E, O, A, dan C untuk mempermudah dalam pembacaannya urutan tersebut diubah menjadi O.C.E.A.N. Agar lebih mudah dalam pendefinisian dan melihat perbedaannya, perhatikan tabel 2.1 berikut ini (King, 2010 ) : Tabel 2.1 Definisi O.C.E.A.N Big 5 Personality Definisi Openess to Experient (O) Imaginatif, praktis, tertarik pada keragaman atau rutinitas, mandiri atau menyesuaikan diri. Conscientiousness (C) Extraversion (E) Agreeableness (A) Neuroticism (N) Teratur atau berantakan, saksama atau ceroboh, disiplin atau impulsive. Mudah bergaul atau menyendiri, riang atau muram, hangat atau diam. Lembut atau kasar, percaya atau curiga, membantu atau tidak membantu. Tenang atau cemas, aman atau tidak aman, puas terhadap diri sendiri atau mengasihani diri sendiri. 14

9 Karakteristik Sifat dan Komponen dalam 5 Dimensi Kepribadian Faktor dalam Big 5 personality ini secara teoretis berdiri sendiri, seseorang dapat merupakan kombinasi dari kelimanya (King, 2010). Kemudian adapun karakteristik sifat - sifat Big 5 Personality ini dengan skor tinggi atau rendah yang ditunjukkan pada table 2.2 berikut (Pervin & Cervone, 2010). Tabel 2.2 Sifat dan Skor pada Big 5 Personality Karakteristik dengan skor tinggi Kuatir, cemas, emosional, merasa tidak nyaman, kurang penyesuaian, kesedihan tak beralasan Mudah bergaul, aktif, berorientasi pada seseorang disekitarnya, optimis, menyenangkan, penuh kasih sayang. Rasa ingin tahu tinggi, ketertarikan yang luas,memiliki pemikiran orisinil, imajinatif, tidak ketinggalan jaman. Sifat Neuroticism (N) Mengukur penyesuaian Vs ketidak stabilan emosi. Mengidentifikasi kecenderungan akan distress psikologi, ide ide yang tidak realistis, kebutuhan/keinginan yang berlebihan, dan respon coping yang tidak sesuai. Extraversion (E) Mengukur kuantitas dan intensitas interaksi interpersonal, level aktivitas,membutuhkan stimulasi, kapasitas kesenangan. Openess (O) Mengukur keinginan untuk mencari, dan menghargai pengalaman baru, bertoleransi dan mau berexplorasi terhadap sesuatu yang tidak familiar. Karakteristik dengan skor rendah Tenang, santai, tidak emosional, tabah, nyaman, penerimaan diri. Pendiam, tenang, terasing, berorientasi pada tugas, pemalu, tidak periang. Mengikuti kebiasan yang sudah ada, down to earth, tertarik pada satu hal saja, tidak memiliki jiwa seni, kurang analitis. 15

10 Berhati lembu, baik, suka menolong, dapat dipercaya, mudah memaafkan, mudah untuk dimanfaatkan, terus terang. Teratur, dapat dipercaya, pekerja keras, disiplin, tepat waktu, teliti, rapih, tekun, ambisius. Agreeableness (A) Mengukur kualitas orientasi interpersonal, mulai dari perasaan kasihan sampai pada sikap permusuhan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan. Conscientiousness (C) Mengukur tingkat keteraturan seseorang, ketahanan dan motivasi dalam mencapai tujuan, berlawanan dengan ketergantungan, dan kecenderungan untuk menjadi pemalas dan lemah. Sinis, kasar, rasa curiga, tidak mau bekerja sama, pendendam, kejam, mudah marah, manipulatif. Tidak bertujuan, tidak dapat dipercaya, malas, kurang perhatian, lalai, sembrono, tidak disiplin, keinginan lemah, suka bersenang senang. Selain sifat dan skor dalam Big 5 Personality yang ditunjukkan diatas, Big 5 Personality juga memiliki beberapa facet. Facet Dari lima faktor didalam big five personality, masing-masing faktor terdiri dari beberapa facet. Facet merupakan trait yang lebih spesifik, merupakan komponen dari 5 faktor tersebut. Komponen dari big five faktor tersebut menurut NEO PI-R yang dikembangkan oleh Costa & McCrae (Pervin & John, 2010) dapat dilihat pada tabel 2.3. Big 5 Personality adalah salah satu teori kepribadian dari sekian banyak teori kepribadian yang dikembangkan oleh para tokoh psikologi. Dalam big 5 personality ini terdapat 5 dimensi yang masing masing dimensinya terdapat atau pasti dimiliki oleh seseorang antara lain ; Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, Neuroticism, dan Openness to Experient. 16

11 Tabel 2.3 Komponen dalam Big 5 Personality Big 5 Personality Komponen Extraversion Agreeableness Conscientiousness Neuroticism Opennes to Experience Minat berteman (Friendliness) Minat berkelompok (Gregariousness) Kemampuan asertif (Assertiveness) Tingkat aktivitas (Activity-level) Mencari kesenangan (Excitement-seeking) Kebahagiaan (Cheerfulness). Kepercayaan (Trust) Moralitas (Morality) Berperilaku menolong (Altruism) Kemampuan bekerja sama (Cooperation) Kerendahan hati (Modesty) Simpatik (Sympathy) Kecukupan diri (Self efficacy) Keteraturan (Orderliness) Rasa tanggung jawab (Dutifulness) Keinginan untuk berprestasi (Achievement- Striving) Disiplin diri (Self-disciplin) Kehati-hatian (Cautiosness) Kecemasan (Anxiety) Kemarahan (Anger) Depresi (Depression) Kesadaran diri (Self-consciousness) Kurangnya kontrol diri (Immoderation) Kerapuhan (Vulnerability) Kemampuan imajinasi (Imagination) Minat terhadap seni (Artistic interest) Emotionalitas (Emotionality) Minat berpetualangan (Adventurouness) Intelektualitas (Intellect) Kebebasan (Liberalism) 17

12 2.3. Hubungan 5 Dimensi Kepribadian dengan Self Regulation Penelitian sebelumnya menguji implikasi 5 dimensi kepribadian dengan Self Regulation. Penelitian tersebut fokus kepada pendekatan korelasional yang menghubungkan dimensi kepribadian pada tingkatan disposisional dari self regulation dengan sedikit mengacu kepada proses dari self regulation (Hoyle, 2010). Selama satu decade variasi dari proses model self regulation telah dikemukakan walau pun secara teori dan pendekatan berbeda dengan penekanan relative pada aspek perbedaan seperti proses, lebih banyak dibagi kepada komponen yang diinsipari dari pendekatan cybermatic (Hoyle, 2010). Komponen komponen tersebut antara lain standard perilaku, dan mekanisme evaluasi yang menentukkan seseorang yang memiliki standard perilaku tersebut. Reaksi afektif untuk seseorang untuk melakukan self evaluation dan pada akhirnya melakukan mekanisme perbaikan. Secara konsep 5 dimensi kepribadian dapat mempengaruhi semua komponen ini (Hoyle,2010). Standard perilaku dan penetapan tujuan. Dimensi kepribadian dapat mempengaruhi standard perilaku dan tujuan spesifik seseorang yang dapat diambil dan bersumber dari diri mereka. Pada level yang paling dasar kepribadian dapat mempengaruhi seseorang dalam meraih hasil yang diinginkan atau menghindari hasil yang negatif. Beberapa kerangka pemikiran berkumpul pada ide dimana perilaku diatur oleh dua sistem motivasi independent. Sebuah sistem pendekatan yang menghubungkan pada aspek positif dan mengejar tujuan dan sebuah sistem 18

13 penghindaran atau penarikan yang berhubungan dengan aspek negatif dan akibatnya (Cerver, Sutton, & Scheier, 2000). Berkaitan dengan konsentrasi pencapaian tujuan, seseorang harus berharap bahwa pendekatan orientasi dari dimensi kepribadian extraversion. Begitu juga ketegasan dan kegiatan mereka akan membawa mereka mengambil level yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan. Pertimbangan, organisasi, dan orientasi prestasi dimensi kepribadian conscientiousness seperti menterjemahkan secara lebih explisit pada tantangan dalam pencapaian tujuan tersebut. Sedangkan seseorang dengan skor neuroticism tinggi berjuang dengan impulsive dan terutama memotivasi untuk menghindari antigoal dan dari kegagalan (Hoyle,2010) dan akan mendefinisikan pencapaian tujuan dan memiliki self level yang rendah dalam menghadapi tantangan sama seperti sebuah konsekuensi. Bukti empiris mensupport pola assosiasi ini, sebuah pengujian meta analisis yang berhubungan antara 5 dimensi kepribadian dan penetapan tujuan menemukan bahwa seseorang dengan dimensi kepribadian tinggi pada conscientiousness dan extraversion dan rendah pada neuroticism dapat mengatur diri mereka lebih tertantang dalam mencapai tujuannya seperti pada konteks tugas dan prestasi kerja (Hoyle, 2010). Pada level yang lebih spesifik, panelitian pada proyek kepribadian melakukan pengujian yang saling berhubungan dengan rangkaian aksi seseorang dalam pencapaian tujuan seperti sukses dalam ujian atau dalam hubungan interpersonal (Hoyle, 2010). Konsisten dengan fokus penghidarannya, pengalaman dalam diri orang orang yang neurotik cenderung lebih stress dan 19

14 tidak memiliki makna dalam hidupnya dan merasa kurang berhasil kemajuan dirinya pada masa sekarang dan yang akan datang, sebaliknya seorang yang extravert dan conscientious lebih berhasil dalam melakukan pekerjaannya (Hoyle, 2010). Kepribadian bisa juga mempengaruhi jenis dari berbagaai tujuan dari seseorang. Extraversion dan Agreeableness misalnya, lebih memiliki assosiasi yang kuat pada hubungan interpersonalnya dari pada kehidupan akademiknya. Namun efek dari Conscientiousness dan Neuroticism tidak seluruhnya berbeda (Hoyle, 2010). Konsisten dengan fokus mereka pada harmoni interpersonal, dimensi kepribadian agreeableness juga fokus dalam bekerja sama untuk mencapai tujuannya dan mengatur diri mereka untuk mengurangi tantangan dalam pencapaian tujuan ketika mengerjakan pekerjaannya dan unjuk kerjanya. Dimensi kepribadian Openness, pada gilirannya tidak terkait dengan tujuan spesifiknya tapi memprediksi jumlah dari tugas pribadinya dicapai tepat pada waktu yang diberikan (Hoyle, 2010). Aspek afektif dari self evaluation. Ketika seseorang memiliki suatu tujuan, seseorang membutuhkan jalur untuk menuju tujuan yang diinginkannya. Ini membutuhkan suatu pemikiran yang akurat dari seseorang yang telah menetapkan tujuan dan jalur pencapaian tujuannya tersebut, yang dapat dibandingkan dengan hasrat pencapaian tujuannya. Tidak mengejutkan, jika keakutaran self assessments bergantung pada jumlah perhatian yang diarahkan pada kemajuan dirinya (Hoyle 2010). Walaupun self focused attention pada awalnya diuji sebagai sebuah konsep disposisional independent (Hoyle, 2010) baru baru ini memberi suggesti bahwa 20

15 self awareness berhubungan dengan kepribadian (Hoyle, 2010). Secara spesifik, Neuroticism berhubungan dengan ruminasi seperti ketidakadilan, kekalahan, dan ancaman. Sedangkan Openness berkatian dengan lebih banyak refleksi di tandai dengan rasa ingin tahu motivasi epistemik. Seseorang yang tinggi pada Openess lebih akurat dalam menilai penampilan mereka sendiri (Hoyle, 2010). Fokus ruminasi pada materi negatif disebagian orang dengan level neuroticism yang tinggi pada kenyataannya sangat beragam tidak hanya pada jumlah self focused attentionnya, tapi juga pada bias yang mewarnai self judgement mereka. Dimensi kepribadian Extraversion dan Neuroticism masing - masing dengan pengalaman keadaan emosi yang positif dan negatif (Hoyle, 2010). Karena keadaan emosi dapat mempengaruhi penilaian evaluasi keadaan mood seseorang. Seseorang yang extravert akan memiliki estimasi yang tinggi dalam hasrat pencapaian tujuannya. Sedangkan seorang yang neurotik, cenderung memiliki estimasi yang rendah pada statusnya (Hoyle, 2010). Trait kepribadian dapat mempengaruhi bagaimana seseorang merespon dan mengatur emosinya. Khususnya mereka dapat menentukkan apakah seseorang dapat mengambil pendekatan hedonistic yang dapat memaksimalkan pengalaman emosi positif pada semua hal atau pendekatan utilitarian dimana seseorang berharap untuk mendapatkan beberapa emosi negatif jika mereka merasa berharga atau berguna (Tamir, Chiu, & Gross, 2007). Penelitian baru baru ini mengindikasikan bahwa beberapa situasi yang dialami oleh orang dengan level neuroticism tinggi akan menggunakan pendekatan paling akhir. Sebelum menampilkan tugas yang diminta seorang yang neurotic dengan sengaja memilih 21

16 menambah level kecemasan mereka (Tamir, 2005). Konsisten dengan model utilitarian dari regulasi emosi, strategi ini muncul untuk memberi manfaat pada kemampuan kognitif mereka (Tamir, 2005). Neuroticism juga berhubungan dengan defensife pessimism, strategi motivasi yang dimiliki olehnya tidak realistis dan memiliki estimasi yang rendah dari kemampuan mereka, agar dapat menciptakan kecemasan yang dapat membantu mereka sebagai insentif dari kerja kerasnya (Hoyle, 2010). Bagaimana pun diantara orang yang neurotic, emosi negative tidak selalu bermanfaat untuk self control. Jika seseorang terlalu cemas, dia dapat meyakinkan dirinya bahwa pada ujian selanjutnya ia tidak akan berhasil. Untuk melindungi self esteemnya dari kegagalan mereka akan melakukan sabotase pada kesuksesanna sendiri (Hoyle, 2010). Trarit kepribadian dan strategi self regulation. Untuk menutup kesenjangan antara self perception dengan seseorang yang ingin menjadi dirinya sendiri. Seseorang harus memilih, memulai dan mempertahankan strategi perbaikannya. Trait kepribadian memprediksi kedua strategi yang dimiliki oleh seseorang terlibat dengan kesuksesan dalam hasil strategi modifikasi perilaku yang dilakukannya (Hoyle, 2010). Untuk meningkatkan self regulationnya, seseorang juga dapat memanfaatkan kekuatan dari hubungan dengan dunia sosialnya dengan mencari bantuan atau dukungan sosial dari orang lain. Dimensi kepribadian Extraversion dan Agreeableness memiliki hubungan seperti pada pendekatan yang telah 22

17 dijelaskan sebelumnya. Dimensi kepribadian Extraversion misalnya, akan dengan senang hati meminta bantuan dari rekan rekannya dalam konteks akademik (Bidjerano & Dai, 2007) dan mereka memilih untuk mengerjakan tugas dalam sebuah grup (Hoyle, 2010). Antara extraversion dan agreeableness juga memilih untuk bekerja dalam setting kerja sama (Ross et al, 2003). Tanpa memperhatikan strategi yang self regulation yang dipilih, maka pepatah lama Will Roger s berlaku : Even if you re on the right track you ll get run over if you just sit there. Atau yang dalam bahasa Indonesia Meskipun anda berada pada jalur yang benar anda akan terlindas jika anda hanya duduk disana. Begitu juga dengan startegi self regulation yang akan gagal jika tidak pernah di cobaa untuk di praktekan. Diantara kelima dimensi kepribadian yang ada, dimensi kepribadian conscientiousness yang rendah menunjukkan assosiasi yang kuat dengan penundaan yang berlebihan (Steel, 2007). Sedangkan orang yang neurotic juga lebih mungkin melakukan penundaan, terutama disebabkan oleh tingkat impulsifitas yang tinggi (Steel, 2007) Relawan Definisi Relawan Pengertian relawan dalam lingkup Palang Merah Indonesia adalah seseorang yang melaksanakan kegiatan kepalangmerahan baik secara tetap maupun tidak tetap sesuai dengan prinsip prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional serta diorganisasikan oleh Palang Merah 23

18 Indonesia (PMI). Sedangkan kerelawanan didefinisikan dalam Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit merah adalah kegiatan yang (Susilo, 2008) ; 1. Dilakukan secara sukarela, tanpa adanya keinginan untuk mendapatkan keuntungan materi maupun financial serta tanpa adanya tekanan sosial, ekonomi maupun politik. 2. Mendatangkan manfaat bagi masyarakat rentan beserta lingkungannya sesuai dengan prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. 3. Terorganisasi oleh perhimpunan nasional yang diakui. Dalam Booklet Relawan P2KP (Konsultan Manajemen Pusat) mengemukakan bahwa Relawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang secara ikhlas karena panggilan nuraninya memberikan apa yang dimilikinya (pikiran, tenaga, waktu, harta, dsb) kepada masyarakat sebagai perwujudan tanggung jawab sosialnya tanpa mengharapkan pamrih baik berupa imbalan (upah), kedudukan, kekuasaan, kepentingan maupun karier. Sedangkan dalam Website PNPM Mandiri Perkotaan menuliskan bahwa, relawan adalah orangorang atau warga masyarakat setempat yang bersedia mengabdi secara ikhlas dan tanpa pamrih, tidak digaji atau diberi imbalan, rendah hati, berkorban, diusulkan serta dipilih oleh masyarakat berdasarkan kualitas sifat kemanusiaan atau moralitasnya, dan memiliki kepedulian serta komitmen yang sangat kuat untuk memperbaiki kondisi lingkungan sekitarnya (Jayanti,2013). 24

19 Kemudian dalam booklet Palang Merah Indonesia terdapat 4 elemen yang dapat disebut sebagai relawan, antara lain : 1. Palang Merah Remaja (PMR) Adalah wadah kegiatan remaja disekolah atau lembaga pendidikan normal dalam kepalangmerahan melalui program ekstra kurikuler. PMR MULA, usia 7 12 tahun atau setingkat sekolah dasar. PMR MADYA, usia tahun atau setingkat Sekolah Menengah Pertama. PMR WIRA, usia tahun atau setingkat Sekolah Menengah Atas. 2. Korps Sukarela (KSR) Adalah kesatuan unit Palang Merah Indonesia yang menjadi wadah anggota biasa dan perseorangan yang atas kesadaran sendiri menyatakan menjadi anggota KSR. Syarat menjadi KSR adalah : a. Berdomisili di Indonesia, b. Usia Min. 20 tahun, c. Bersedia mengikuti pendidikan dan pelatihan, d. Bersedia Menjalankan tugas kepaalangmerahan scara terorganisir dan mentaati peraturan yang berlaku. 3. Tenaga Sukarela (TSR) Adalah anggota Palang Merah Indonesia yang direkrut dari perseorangan dari kalangan masyarakat yang berlatar belakang profesi atau memiliki keterampilan tertentu.syarat menjadi TSR adalah ; a. Setia pada Pancasila dan UUD 1945, b. Usia minimal 18 tahun, 25

20 c. Memiliki keterampilan/keahlian/profesi tertentu yang mendukung tugas dan kegiatan Palang Merah Indonesia baik yang didapat dari pendidikan formal maupun nonformal. d. Memiliki kesanggupan secara fisik dan mental e. Bersedia mengabdikan diri pada Palang Merah Indonesia. f. Bersedia mengikuti orientasi kepalangmerahan. 4. Donor Darah Sukarela (DDS) Adalah seseorang yang menyumbangkan darahnya secara sukarela tanpa pamrih Kerangka Pemikiran Extraversion Agreeableness Conscientiousness Self Regulation Neuroticism Openness to Experient 26

21 2.6. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran pada bagian sebelumnya maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut : Ada hubungan yang signifikan antara extraversion dengan self regulation. Ada hubungan yang signifikan antara agreeableness dengan self regulation. Ada hubungan yang signifikan antara conscientiousness dengan self regulation. Ada hubungan yang signifikan antara neuroticism dengan self regulation. Ada hubungan yang signifikan antara openness to experient dengan self regulation. 27

BAB I PENDAHULUAN. relawan yang nantinya akan diterjunkan ketika Indonesia memasuki masa tanggap

BAB I PENDAHULUAN. relawan yang nantinya akan diterjunkan ketika Indonesia memasuki masa tanggap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Palang Merah Indonesia adalah organisasi kemanusiaan yang bergerak dalam bidang penanggulangan dan mitigasi bencana alam di Indonesia. Selain itu, Palang Merah Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana BAB II LANDASAN TEORI A. PEMBELIAN IMPULSIF Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana perilaku pembelian ini berhubungan dengan adanya dorongan yang menyebabkan konsumen

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kepemimpinan diyakini menjadi unsur kunci dalam melakukan pengelolaan suatu organisasi yang efektif (Yukl, 2010). Tidak ada organisasi yang mampu berdiri tanpa

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five 35 BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five Personality Terhadap Coping Stress Pada Polisi Reserse Kriminal Poltabes Medan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Secondary Traumatic Stress Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan trauma sekunder yang sering diartikan dengan salah. Walau terlihat mirip akan tetapi memiliki definisinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu berfungsi sebagai satu kesatuan yang utuh dan unik. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya, karena individu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan calon intelektual atau cendikiawan muda dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan populasi penduduk kota

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan populasi penduduk kota BAB III METODE PENELITIAN 3.1 LOKASI, POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan populasi penduduk kota Bandung. Sampel ditentukan dengan menggunakan teknik accidental

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen (bebas) adalah big five personality yang terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis A. Teori Lima Besar (Big Five Model) 1. Sejarah Big Five Model Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali dilakukan oleh Allport dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Prawirosentono (2008) menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam Bab III ini akan dijelaskan tentang uraian dan jumlah peubah yang akan digunakan dalam penelitian, definisi operasional yang akan menjelaskan mengenai bagaimana cara mengukur

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia

2. TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Indonesia 10 2. TINJAUAN PUSTAKA Bab ini mengulas tentang pelbagai teori dan literatur yang dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun teori-teori tersebut adalah tentang perubahan organisasi (organizational change)

Lebih terperinci

Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia

Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara Email:zamralita@fpsi.untar.ac.id ABSTRAK Dosen adalah salah satu komponen utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro

Lebih terperinci

Analisis Faktor Alat Ukur Kepribadian Big Five (Adaptasi dari IPIP) pada Mahasiswa Suku Jawa

Analisis Faktor Alat Ukur Kepribadian Big Five (Adaptasi dari IPIP) pada Mahasiswa Suku Jawa INSAN Vol. 7 No. 3, Desember 2005 Analisis Faktor Alat Ukur Kepribadian Big Five (Adaptasi dari IPIP) pada Mahasiswa Suku Jawa Endah Mastuti Fakultas Psikologi Universitas Airlangga ABSTRAK Perkembangan

Lebih terperinci

TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: 13 Yoanita Fakultas PSIKOLOGI TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG Eliseba, M.Psi Program Studi Psikologi HANS EYSENCK Dasar umum sifat-sifat kepribadian berasal dari keturunan, dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecurangan Kecurangan sebagaimana yang umumnya dimengerti, berarti ketidak jujuran dalam bentuk suatu penipuan yang disengaja atau suatu kesalahan penyajian yang dikehendaki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting untuk menghasilkan tenaga ahli yang tangguh dan kreatif dalam menghadapi tantangan pembangunan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Wade dan Tavris (2007: 194) menyebutkan bahwa kepribadian (personality) adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif karena menurut Sugiyono (2012) metode penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia meskipun dalam kadar yang berbeda. Manusia dimotivasi oleh dorongan

BAB I PENDAHULUAN. manusia meskipun dalam kadar yang berbeda. Manusia dimotivasi oleh dorongan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku saling tolong menolong merupakan perilaku yang dimiliki oleh manusia meskipun dalam kadar yang berbeda. Manusia dimotivasi oleh dorongan sosial, bukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. LANDASAN TEORI PSYCHOLOGICAL ADJUSTMENT. Weiten dan Lloyd (2006) menyebutkan bahwa psychological adjustment

BAB II LANDASAN TEORI A. LANDASAN TEORI PSYCHOLOGICAL ADJUSTMENT. Weiten dan Lloyd (2006) menyebutkan bahwa psychological adjustment BAB II LANDASAN TEORI A. LANDASAN TEORI PSYCHOLOGICAL ADJUSTMENT 1. Definisi Psychological Adjustment Weiten dan Lloyd (2006) menyebutkan bahwa psychological adjustment merupakan proses psikologis yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu kegiatan pengumpulan, pengolahan, penyajian dan analisis data yang dilakukan dengan metode ilmiah secara sistematis yang hasilnya berguna untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Metode penelitian yang pada penelitian ini adalah metode kuantitatif. Menurut Creswell (dalam Alsa, 2011, hal. 13), penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel komitmen, dan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel komitmen, dan BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Difinisi Operasional 1. Identivikasi Variabel. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel komitmen, dan variabel big five personality. Dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tes psikologi adalah suatu pengukuran yang objektif dan terstandar terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk mengukur perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini

BAB 1 PENDAHULUAN. muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor LSM di Indonesia kini tengah menghadapi berbagai tantangan yang muncul dari perubahan konteks sosio-ekonomi, politik dan budaya. Konteks ini termasuk perubahan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Data kuantitatif merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Robert dan Kinicki (dalam Robert Kreitner, 2011) bahwa komitmen

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Robert dan Kinicki (dalam Robert Kreitner, 2011) bahwa komitmen BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Menurut Robert dan Kinicki (dalam Robert Kreitner, 2011) bahwa komitmen organisasi adalah cerminan dimana seorang karyawan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian a. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian perlu dilakukan agar penelitian yang akan diadakan dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Fungsi Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen adalah sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode merupakan unsur penting dalam penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menemukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Logoterapi ditemukan dan dikembangkan oleh Victor E. Frankl, seorang

BAB II LANDASAN TEORI. Logoterapi ditemukan dan dikembangkan oleh Victor E. Frankl, seorang BAB II LANDASAN TEORI A. Sumber Nilai Makna Hidup 1. Definisi Sumber Nilai Makna Hidup Logoterapi ditemukan dan dikembangkan oleh Victor E. Frankl, seorang neuropsikiater keturunan Yahudi dari kota Wina,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi atas BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Kepribadian Menurut Robbins dan Judge (2015) kepribadian (personality) merupakan jumlah total cara-cara di mana seorang individu beraksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional yang bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa hidup yang dijalaninya tidak berarti. Semua hal ini dapat terjadi karena orang tersebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 18 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Locus Of Control 2.1.1 Definisi Locus Of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, subjek penelitian,

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, subjek penelitian, BAB III METODE PENELITIAN Metode merupakan unsur penting dalam penelitian ilmiah, karena metode yang digunakan dalam penelitian dapat menemukan apakah penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan hasilnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam sejarah penyelenggaraan pemerintahan daerah, tidak berubah dan selalu dibutuhkan. Hal ini bisa dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain dilakukan tes psikologi. Salah satu pengukuran yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan kata lain dilakukan tes psikologi. Salah satu pengukuran yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Psikologi merupakan salah satu cabang ilmu yang berperan untuk mempelajari proses mental dan perilaku manusia. Untuk mempelajari perilaku manusia, para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan efektivitas kinerja organisasi. Kepemimpinan seorang

BAB I PENDAHULUAN. dan meningkatkan efektivitas kinerja organisasi. Kepemimpinan seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kepemimpinan memiliki arti peran yang sangat strategis untuk mendorong dan meningkatkan efektivitas kinerja organisasi. Kepemimpinan seorang pemimpin dalam

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini peneliti akan memaparkan kesimpulan dan saran dari hasil diskusi yang telah dilakukan. 5.1 Kesimpulan Berikut adalah kesimpulan dari hasil diskusi yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. populasi mahasiswa program S1 tahun ajaran Universitas Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. populasi mahasiswa program S1 tahun ajaran Universitas Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian Penelitian ini dilakukan di Universitas Pendidikan Indonesia dengan populasi mahasiswa program S1 tahun ajaran 2012-2013 Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prokrastinasi ini berasal dari bahasa latin procrastination dengan. menangguhkan sampai hari berikutnya (Milgram, 1996).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prokrastinasi ini berasal dari bahasa latin procrastination dengan. menangguhkan sampai hari berikutnya (Milgram, 1996). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prokrastinasi 1. Pengertian Prokrastinasi Istilah prokrastinasi pertama-tama dipergunakan oleh Brown dan Holtzman (dalam Santoso, 2009) untuk menunjuk pada suatu kecenderungan

Lebih terperinci

BAB II. meningkatkan fungsi konstruktif konflik. Menurut Ujan, dkk (2011) merubah perilaku ke arah yang lebih positif bagi pihak-pihak yang terlibat.

BAB II. meningkatkan fungsi konstruktif konflik. Menurut Ujan, dkk (2011) merubah perilaku ke arah yang lebih positif bagi pihak-pihak yang terlibat. BAB II LANDASAN TEORI A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Rahim (2001) manajemen konflik tidak hanya berkaitan dengan menghindari, mengurangi serta menghilangkan konflik, tetapi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berubah atau mati!, adalah kalimat yang diserukan oleh para manajer di seluruh dunia untuk menggambarkan keharusan setiap organisasi atau perusahaan untuk terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri, yaitu merupakan penyakit AIDS,

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri, yaitu merupakan penyakit AIDS, BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak dahulu hingga saat ini terdapat penyakit yang dapat menimbulkan kesakitan secara mendalam bagi penderitanya, baik fisik maupun psikis. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kinerja 1. Pengertian Kinerja Definisi kinerja menurut Mahsun (2006) bahwa kinerja mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program/kebijakan dalam mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB), yaitu pada tahun 1983.

BAB II LANDASAN TEORI. istilah Organizational Citizenship Behavior (OCB), yaitu pada tahun 1983. BAB II LANDASAN TEORI A. Organizational Citizenship Behavior A.1 Definisi organizational citizenship behavior Bateman dan Organ merupakan tokoh yang pertama kali menggunakan istilah Organizational Citizenship

Lebih terperinci

Profil Kepribadian Mahasiswa yang Melakukan Kecurangan Akademik di Fakultas Psikologi Unisba Angkatan X Ditinjau dari Big Five Theory

Profil Kepribadian Mahasiswa yang Melakukan Kecurangan Akademik di Fakultas Psikologi Unisba Angkatan X Ditinjau dari Big Five Theory Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Profil Kepribadian Mahasiswa yang Melakukan Kecurangan Akademik di Fakultas Psikologi Unisba Angkatan X Ditinjau dari Big Five Theory 1 Desti Yuniarti, 2 Temi Damayanti

Lebih terperinci

Resolusi Konflik dalam Perspektif Kepribadian

Resolusi Konflik dalam Perspektif Kepribadian Resolusi Konflik dalam Perspektif Kepribadian Zainul Anwar Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang zainulanwarumm@yahoo.com Abstrak. Karakteristik individu atau sering dikenal dengan kepribadian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Menurut Arikunto (2002) desain penelitian merupakan serangkaian proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan-perusahaan besar saat ini tidak sedikit yang membutuhkan tenaga kerja sebagai customer service. Customer service ini berfungsi untuk melayani pelanggan yang

Lebih terperinci

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seks pranikah merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Profesi perawat diharapkan dapat membantu mempertahankan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hari Minggu tanggal 29 April 2007 seorang siswa kelas 1 (sebut saja A) SMA swasta di bilangan Jakarta Selatan dianiaya oleh beberapa orang kakak kelasnya. Penganiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang kebutuhan dan keinginan seseorang serta menunjukan arah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang kebutuhan dan keinginan seseorang serta menunjukan arah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Variabel Konsep Satu 2.1.1. Definisi Motivasi Teori motivasi merupakan konsep yang bersifat memberikan penjelasan tentang kebutuhan dan keinginan seseorang serta menunjukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam keluarga, pria dan wanita sebagai individu dewasa yang telah menikah memiliki peran sebagai suami dan istri dengan tugasnya masing-masing. Pada keluarga

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Seluruh faktor faktor kepribadian berpengaruh signifikan terhadap stres

BAB V PENUTUP. 1. Seluruh faktor faktor kepribadian berpengaruh signifikan terhadap stres BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan dan Implikasi Manajerial Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Seluruh faktor faktor

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya (Arikunto, 2006: 12).

BAB III METODELOGI PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya (Arikunto, 2006: 12). 1 BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Rancangan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kuantitatif.pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak menggunakan angka-angka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin kuat dan semakin ketat. Persaingan dalam dunia bisnis, ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. semakin kuat dan semakin ketat. Persaingan dalam dunia bisnis, ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi dunia membuat persaingan pada bidang bisnis menjadi semakin kuat dan semakin ketat. Persaingan dalam dunia bisnis, ditandai dengan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami menjadi tua sesuai dengan tahapan perkembangannya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami menjadi tua sesuai dengan tahapan perkembangannya. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebanyakan orang memang mengakui bahwa menjadi tua itu adalah sesuatu yang tidak mungkin dihindari, akan tetapi pada dasarnya setiap manusia akan mengalami

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, SARAN, DAN IMPLIKASI

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, SARAN, DAN IMPLIKASI BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, SARAN, DAN IMPLIKASI 5.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepribadian terhadap OCB dan pengaruh komitmen afektif terhadap OCB, serta pengaruh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Agresi 1. Definisi Perilaku Agresi Perilaku agresi adalah merupakan salah satu bentuk perilaku yang dimiliki oleh setiap manusia. Seperti yang dikemukakan Freud, Mc Dougall,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan untuk berpasangan yang lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan bahwa pernikahan adalah salah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepribadian. konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku-perilaku (Pervin & Cervone, 2010).

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepribadian. konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku-perilaku (Pervin & Cervone, 2010). BAB II LANDASAN TEORI A. Kepribadian 1. Pengertian Kepribadian Kepribadian adalah karakteristik seseorang yang menyebabkan munculnya konsistensi perasaan, pemikiran, dan perilaku-perilaku (Pervin & Cervone,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit lepas dari belenggu anarkisme, kekerasan, dan perilaku-perilaku yang dapat mengancam ketenangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Teknologi informasi merupakan istilah yang umum digunakan untuk menjelaskan mengenai berbagai macam teknologi yang dapat membantu manusia dalam membuat, menyusun,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Konflik Interpersonal dalam Organisasi. 1. Pengertian Konflik Interpersonal dalam Organisasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Konflik Interpersonal dalam Organisasi. 1. Pengertian Konflik Interpersonal dalam Organisasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konflik Interpersonal dalam Organisasi 1. Pengertian Konflik Interpersonal dalam Organisasi Menurut Donohue dan Kolt (1992) konflik interpersonal dapat diartikan sebagai situasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

PERAN CONSCIENTIOUSNESS DAN SELF EFFICACY TERHADAP STRES PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA

PERAN CONSCIENTIOUSNESS DAN SELF EFFICACY TERHADAP STRES PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA PERAN CONSCIENTIOUSNESS DAN SELF EFFICACY TERHADAP STRES PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA Nanik Purwanti Program Studi Psikologi Universitas Brawijaya ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini setiap individu pasti pernah mengalami rasa kesepian dalam dirinya, yang menjadi suatu pembeda adalah kadarnya, lamanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan- kepercayaan yang dianut oleh penduduknya. Masing-masing agama memiliki pemuka agama. Peranan pemuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu. berkembang dan memaknai kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah pembelajar sejati, yang terus belajar dari ia lahir sampai akhir hayat. Belajar bukan suatu kebutuhan, melainkan suatu keharusan bagi manusia dan untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja (job performance)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja (job performance) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kinerja 2.1.1. Pengertian Kinerja Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh kinerja (job performance) sumber daya manusia, untuk itu setiap perusahaan akan berusaha untuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepribadian Big Five 2.1.1 Definisi Kepribadian Feist & Feist (2009)mengatakan bahwa kepribadian suatupola yang relatif menetap didalam diri individu yang menghasilkan beberapa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. barang atau jasa yang mereka anggap akan memuaskan kebutuhan mereka. seleranya, dan bagaimana konsumen mengambil keputusan.

BAB II LANDASAN TEORI. barang atau jasa yang mereka anggap akan memuaskan kebutuhan mereka. seleranya, dan bagaimana konsumen mengambil keputusan. 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Perilaku Konsumen Perilaku konsumen merupakan suatu tindakan yang ditunjukkan oleh konsumen dalam hal mencari, menukar, menggunakan, menilai, mengatur barang atau jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tujuan suatu bangsa untuk memberdayakan semua warga negaranya agar berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Efikasi Diri (self-efficacy) Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (dalam Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya oleh masyarakat maupun pemerintahan Indonesia. Indonesia mewajibkan anak-anak bangsanya untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasi ganda. Penelitian korelasi

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasi ganda. Penelitian korelasi BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasi ganda. Penelitian korelasi ganda merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian adalah suatu proses mencari sesuatu secara sistematik dalam waktu yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prokrastinasi Steel (2007) mengemukakan prokrastinasi sebagai suatu perilaku menunda dengan sengaja melakukan kegiatan yang diinginkan walaupun individu mengetahui bahwa perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Internet telah mengubah bisnis organisasi dengan cepat, dengan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Internet telah mengubah bisnis organisasi dengan cepat, dengan memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Internet telah mengubah bisnis organisasi dengan cepat, dengan memberikan komunikasi dan akses informasi dan distribusi. Lebih lanjut internet digunakan organisasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Subjective Well-Being 2.1.1. Pengertian Subjective Well Being Subjective Well-Being dapat di artikan sebagai penilaian individu terhadap kehidupannya yang meliputi penilaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni

BAB I PENDAHULUAN. akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Universitas adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau vokasi dalam sejumlah ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Kepribadian 2.1.1.1 Definisi Kepribadian Kepribadian berasal dari kata Latin yaitu persona yang berarti sebuah topeng yang biasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Intensi menurut Ajzen & Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri

BAB II LANDASAN TEORI. Intensi menurut Ajzen & Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri BAB II LANDASAN TEORI A. INTENSI 1. Defenisi Intensi Intensi menurut Ajzen & Fishbein (1980) adalah komponen dalam diri individu yang mengacu pada keinginan untuk melakukan tingkah laku tertentu. Selanjutnya

Lebih terperinci

MACAM-MACAM PERBEDAAN INDIVIDUAL PADA PESERTA DIDIK PROGRAM PENGAJARAN INDIVIDUAL

MACAM-MACAM PERBEDAAN INDIVIDUAL PADA PESERTA DIDIK PROGRAM PENGAJARAN INDIVIDUAL MACAM-MACAM SUMBER PERBEDAAN INDIVIDUAL PADA PESERTA DIDIK IMPLIKASI PROGRAM PENGAJARAN INDIVIDUAL SUMBER PERBEDAAN INDIVIDUAL Faktor Bawaan Sel Jantan Gen + Sel Betina Faktor Lingkungan Chromosom Chromosom

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci