ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENGERJAKAN SOAL MIRIP TIMSS BERDASARKAN DISTRAKTOR DAN TEORI KESALAHAN NEWMAN SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENGERJAKAN SOAL MIRIP TIMSS BERDASARKAN DISTRAKTOR DAN TEORI KESALAHAN NEWMAN SKRIPSI"

Transkripsi

1 ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENGERJAKAN SOAL MIRIP TIMSS BERDASARKAN DISTRAKTOR DAN TEORI KESALAHAN NEWMAN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Oleh Muhammad Bashori Nur Rohmani NIM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017

2

3

4 PERNYATAAN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Muhammad Bashori Nur Rohmani NIM : Prodi : Pendidikan Matematika Judul TAS : Analisis Kesalahan Siswa dalam Mengerjakan Soal Mirip TIMSS berdasarkan Distraktor dan Teori Kesalahan Newman menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim. Apabila terbukti pernyataan saya ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku. Yogyakarta, Juni 2017 Yang menyatakan, Muhammad Bashori Nur Rohmani NIM iv

5 MOTTO Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. (QS. Al Baqarah: 153) Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (QS. Al Baqarah: 286) Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap. (Al-Insyirah: 6-8) Sesungguhnya Alloh tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa-apa yang pada diri mereka (Ar- Ra d :11) Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu beriman (QS. Ali Imron :139) Khoirunnas anfa uhum linnas (sebaik-baik manunisa adalah yang bermanfaat bagi orang lain) Tidak ada jaminan kesuksesan, namun tidak mencobanya adalah jaminan kegagalan. (Bill Clinton) v

6 HALAMAN PERSEMBAHAN Kedua orang tua tercinta, bapak dan ibu yang tidak henti-hentinya memberikan doa terbaik, kasih sayang, serta usaha terbaiknya untuk kebahagiaan dan kesuksesan anak-anaknya Mbak Fajar, Rosid dan Zulfa yang selama ini memberikan dukungan untuk bisa menyelesaikan skripsi ini Tejo dan Fajar yang selama ini sering jadi pelampiasan curhat dan menemani ini itu Temen-temen seperjuangan mengejar sarjana, Abud, Aliaman, Bestra, Asih, Yustin, Praja, dan kawan-kawan semua, terimakasih atas saling sharing dan saling memotivasinya sehingga skripsi ini akhirnya bisa selesai Mas Ezy, Mas Hasan, Eny, Febri, Eka, Titik, Puri, Leli, Dora, Wuwu, dan tementemen yang lain yang tidak bisa saya sebutkan satu-satu, terimakasih atas segala bantuannya Temen-temen P.Mat Inter 10, ICME, terimakasih atas kebersamaan dan persahabatannya vi

7 ANALISIS KESALAHAN SISWA DALAM MENGERJAKAN SOAL MIRIP TIMSS BERDASARKAN DISTRAKTOR DAN TEORI KESALAHAN NEWMAN Oleh Muhammad Bashori Nur Rohmani ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam mengerjakan soal mirip TIMSS berdasarkan distraktor yang terdapat pada soal pilihan ganda dan mengetahui kesalahan-kesalahan siswa pada soal uraian menggunakan teori kesalahan Newman. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif eksploratif dengan data menggunakan data kuantitatif. Subjek penelitian adalah 32 siswa SMP N 1 Paliyan, Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Untuk mendapatkan data kesulitan siswa dalam mengerjakan soal mirip TIMSS, digunakan instrumen penelitian berupa dokumen hasil tes kemampuan matematika siswa yang dilakukan oleh Nidya Ferry Wulandari dan Jailani dalam penelitiannya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah 37 soal pilihan ganda dan 4 soal uraian yang telah dibuat oleh Nidya Ferry Wulandari dan Jailani dalam penelitiannya yang kemudian oleh peneliti dibuat instrumen rubrik distraktor pada soal pilihan ganda dan rubrik indikator teori kesalahan Newman untuk soal uraian untuk mengetahui kesalahan-kesalahan siswa dalam mengerjakan soal mirip TIMSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari soal-soal pilihan ganda dan distraktor yang ada, terdapat tiga macam distraktor yang ditemukan, yaitu distraktor karena salah konsep, salah hitung dan kurang teliti. Dari ketiga distraktor tersebut, siswa paling banyak mengalami kesalahan menjawab karena terkecoh oleh distraktor salah konsep yaitu sebesar 20,44%. Selanjutnya terkecoh karena salah hitung sebanyak 7,686%, dan terkecoh karena distraktor aspek kurang teliti sebesar 5,659%. Sedangkan data soal uraian dilihat dari tipe kesalahan menurut teori newman, siswa paling banyak melakukan kesalahan pada tipe kesalahan memahami masalah (comprehension error) dengan banyak siswa yang melakukan kesalahan sebesar 86%, untuk tipe kesalahan transformasi (transformation error) sebanyak 74%, pada kesalahan keterampilan proses (process skill error) pun juga terdapat 74% siswa yang melakukan kesalahan, dan untuk kesalahan penulisan (encoding error) terdapat 69% siswa melakukan kesalahan. Kata kunci: Kesalahan Siswa, TIMSS, Distraktor, Teori Newman vii

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur alhamdulillah tak henti-hentinya terucap dari lisan ini atas begitu banyaknya nikmat yang Allah SWT telah berikan. Atas izin dan rahmat Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Analisis Kesalahan Siswa dalam Mengerjakan Soal Mirip TIMSS berdasarkan Distraktor dan Teori Kesalahan Newman Penulisan tugas akhir ini dapat diselesaikan berkat adanya bantuan dari berbagai pihak. Maka dari itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Hartono, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta. 2. Bapak Dr. Ali Mahmudi, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika sekaligus Ketua Program Pendidikan Matematika FMIPA UNY. 3. Bapak Dr. Sugiman selaku Pembimbing Akademik. 4. Ibu Dr. Heri Retnowati, dosen pembimbing yang telah dengan sabar membimbing untuk dapat segera menyelesaikan tugas akhir. 5. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY yang telah banyak membantu selama kuliah dan penelitian berlangsung. 6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah berkontribusi dalam penulisan dan penyelesaian tugas akhir skripsi ini. viii

9 Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tugas akhir skripsi ini masih banyak kekurangan. Maka dari itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi perbaikan tugas akhir skripsi ini. Semoga penulisan tugas akhir skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, amin. Yogyakarta, Juni 2017 Penulis, Muhammad Bashori Nur Rohmani NIM ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv HALAMAN MOTTO... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi ABSTRAK... vii KATA PENGANTAR... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Identifikasi Masalah... 7 C. Pembatasan Masalah... 8 D. Rumusan Masalah... 8 E. Tujuan Penelitian... 8 F. Manfaat Penelitian... 9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori Pembelajaran Matematika Karakteristik Siswa SMP Kemampuan Matematika Siswa Standar TIMSS Karakteristik Tes Obyektif Multiple Choice dan Uraian Kemampuan Siswa Menyelesaikan Masalah B. Kajian Penelitian yang Relevan C. Kerangka Berfikir BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ix

11 B. Subjek dan Objek Penelitian C. Tempat dan Waktu Penelitian D. Teknik Pengumpulan Data E. Instrumen Penelitian F. Bukti Validitas G. Estimasi Reliabilitas H. Teknik Analisis Data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Kesulitan Siswa dalam Mengerjakan Soal Pilihan Ganda Kesulitan Siswa dalam Mengerjakan Soal Uraian B. Pembahasan Kesulitan Siswa pada Soal No 1a Kesulitan Siswa pada Soal No 1b Kesulitan Siswa pada Soal No Kesulitan Siswa pada Soal No Kesulitan Siswa pada Soal No C. Keterbatasan Penelitian BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

12 DAFTAR TABEL Tabel 1. Rata-Rata Persentase Menjawab Benar Siswa Indonesia pada Domain Konten dan Domain Kognitif Matematika TIMSS Tabel 2. Spesifikasi Penilaian Matematika TIMSS Tabel 3. Indikator Domain Kognitif Kemampuan Matematika Standar TIMSS Tabel 4. Persentase Banyak Soal Masing-Masing Domain Konten Soal Matematika TIMSS Tabel 5. Persentase Banyak Soal Masing-Masing Domain Kognitif Soal Matematika TIMSS Tabel 6. Rincian Topik Soal Matematika TIMSS Tabel 7. Contoh Kesalahan Membaca yang Dilakukan Siswa Tabel 8. Contoh Kesalahan Memahami yang Dilakukan Siswa Tabel 9. Contoh Kesalahan Transformasi yang Dilakukan Siswa Tabel 10. Contoh Kesalahan Keterampilan Proses yang Dilakukan Siswa Tabel 11. Contoh Kesalahan Penulisan yang Dilakukan Siswa Tabel 12. Kisi-kisi Soal Model TIMSS Tabel 13. Estimasi Reliabilitas Soal Model TIMSS Tabel 14. Kriteria kesulitan Tabel 15. Kesulitan Siswa pada Soal Pilihan Ganda no Tabel 16. Kesulitan Siswa pada Soal Pilihan Ganda no Tabel 17. Kesulitan Siswa pada Soal Pilihan Ganda no Tabel 18 Kesulitan Siswa pada Soal Pilihan Ganda no Tabel 19. Kesulitan pada Soal Pilihan Ganda Secara Menyeluruh Tabel 20. Kesulitan Siswa dilihat dari Domain Konten Tabel 21. Kesulitan Siswa dilihat dari Domain Kognitif Aspek Pengetahuan (Knowing) xi

13 Tabel 22. Kesulitan Siswa dilihat dari Domain Kognitif Aspek Penerapan (Applying) Tabel 23. Kesulitan Siswa dilihat dari Domain Kognitif Aspek Penalaran (Reasoning) Tabel 24. Pernbandingan Kesulitan Siswa Tiap Soal xii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Bagan Kerangka berpikir Gambar 2. Persentase Kesulitan Siswa pada Soal No 1a Gambar 3. Persentase Kesulitan Siswa pada Soal No 1b Gambar 4. Persentase Kesulitan Siswa pada Soal No Gambar 5. Persentase Kesulitan Siswa pada Soal No Gambar 6. Persentase Kesulitan Siswa pada Soal No Gambar 7. Persentase Kesulitan Siswa Secara Keseluruhan pada Soal Uraian Gambar 8. Perbandingan Kesulitan Siswa Secara Keseluruhan pada Soal Uraian Gambar 9. Contoh Kesalahan yang Umum Terjadi pada Soal Uraian No1a Gambar 10.Contoh Kesalahan yang Umum Terjadi pada Soal Uraian No1b Gambar 11.Contoh Kesalahan yang Umum Terjadi pada Soal Uraian No Gambar 12.Contoh Kesalahan yang Umum Terjadi pada Soal Uraian No Gambar 13.Contoh Kesalahan yang Umum Terjadi pada Soal Uraian No xiii

15 LAMPIRAN LAMPIRAN Halaman 1. Instrumen dan Hasil Penelitian 1.1 Kisi-kisi Soal Mirip TIMSS Soal Mirip TIMSS Rubrik Analisis Soal Pilihan Ganda Rubrik indikator analisis teori kesalahan newman soal uraian Analisis hasil respon siswa pilihan ganda Analisis hasil respon siswa uraian Dokumentasi Contoh Respon Siswa xiv

16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara dapat dilihat dari kualitas pendidikan di negara tersebut. Salah satu yang dapat digunakan untuk melihat kualitas dan keberhasilan pendidikan secara nasional adalah hasil nilai Ujian Nasional (UN). Permendikbud No. 66 Tahun 2013 menyatakan bahwa Ujian Nasional merupakan kegiatan pengukuran kompetensi tertentu yang dicapai peserta didik dalam rangka menilai pencapaian kriteria minimal tentang sistem pendidikan yang termuat dalam Standar Nasional Pendidikan yang dilaksanakan secara nasional. Selain Ujian Nasional, kualitas pendidikan juga dapat dilihat dari penilaian internasional yaitu TIMSS (The Trend in International Mathematics and Science Study). Hasil TIMSS siswa Indonesia digunakan sebagai salah satu dasar perbaikan kurikulum TIMSS memiliki tujuan untuk mengetahui peningkatan pembelajaran matematika dan sains dalam kurikulum sekolah yang diselenggarakan setiap empat tahun sekali. Kegiatan TIMSS salah satunya berupa menguji kemampuan matematika siswa kelas IV SD (Sekolah Dasar) dan kelas VIII SMP (Sekolah Menengah Pertama) (Mullis, Martin, Foy & Arora, 2012:5). Penilaian TIMSS terfokus pada materi yang termuat dalam kurikulum sekolah dan didesain untuk mengukur seberapa jauh kualitas perkembangan siswa sesuai dengan kurikulum. 1

17 Salah satu mata pelajaran yang menjadi fokus penilaian UN dan TIMSS adalah matematika. Ilmu yang tidak pernah lepas dari kehidupan manusia adalah matematika. Pendidikan matematika adalah mata pelajaran yang mendasar dan dinamis yang diajarkan di sekolah sehingga siswa dapat meningkatkan pemahamannya tentang dunia dan dapat meningkatkan kesempatan sukses dalam kehidupan sosial (Yore, Anderson, & Hung Chiu, 2010:593). Matematika diajarkan kepada siswa mulai dari Sekolah Dasar. Standar Isi Kurikulum 2013 (Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014) menyebutkan bahwa Kompetensi Inti (KI) domain kognitif untuk setiap mata pelajaran adalah untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan faktual, konseptual, dan prosedural berdasarkan rasa ingin tahu siswa tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata. Kompetensi Inti domain keterampilan untuk setiap mata pelajaran adalah mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori. Berdasarkan Standar Isi tersebut, matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada peserta didik bukan hanya sekedar memasukkan angka ke dalam rumus saja, melainkan melatih kemampuan berpikir peserta didik seperti halnya berpikir logis, analitis serta menggunakannya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. 2

18 Berdasarkan NCTM (National Council of Teachers of Mathematics) (2000:7), terdapat lima standar proses pada pembelajaran matematika, yaitu: problem solving (pemecahan masalah), reasoning and proof (penalaran dan pembuktian), communication (komunikasi), connection (hubungan), dan representation (penyajian). Siswa dituntut memiliki kemampuan tidak hanya dalam berhitung saja, akan tetapi juga memiliki kemampuan bernalar, logis, dan kritis dalam menyelesaikan masalah. Hal ini senada dengan tuntutan TIMSS yang melibatkan pengetahuan, penerapan, dan penalaran dalam belajar matematika. Akan tetapi, jika dilihat dari UN sebagai bentuk penilaian Nasional dan TIMSS sebagai salah satu penilaian Internasioanal, prestasi matematika siswa Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari data BNSP Puspendik Balitbang bahwa rata-rata hasil Ujian Nasional SMP secara nasional tahun ajaran untuk mata pelajaran matematika adalah 50,24. Sedangkan untuk provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta rata-rata nilai UN SMP mata pelajaran matematika adalah 55,71. Hasil perolehan nilai UN matematika ini kurang memuaskan. Hasil UN ini dijadikan sebagai acuan keberhasilan pendidikan untuk kompetensi minimal secara nasional, sedangkan untuk penilaian internasional menggunakan hasil dari TIMSS. Hasil belajar siswa Indonesia dalam TIMSS 2011 menunjukkan bahwa kemampuan matematika siswa yang menitikberatkan pada kemampuan Knowing (pengetahuan) sebanyak 35% siswa memberikan jawaban benar, pada Applying (penerapan) sebanyak 40%, dan Reasoning (penalaran) sebanyak 25%. Indonesia memperoleh nilai 386 dari nilai scale centerpoint (median) 500, hal ini 3

19 menunjukkan kemampuan matematika siswa Indonesia dibawah rata-rata kemampuan matematika Internasional (Mullis, et al., 2012:42). Menurut hasil TIMSS pada tahun 2011, kemampuan penalaran matematis siswa kelas VIII di Indonesia masih di bawah rata-rata internasional yaitu hanya 17% yang menjawab secara benar, sedangkan rata-rata internasional sebanyak 30% (Mullis, et al., 2012:462). Berikut pencapaian hasil belajar siswa setingkat kelas VIII Indonesia pada hasil TIMSS 2011 Tabel 1. Rata-Rata Persentase Menjawab Benar Siswa Indonesia pada Domain Konten dan Domain Kognitif Matematika TIMSS 2011 Domain Sub Domain Indonesia Rata-Rata Internasional Bilangan 24% 43% Aljabar 22% 37% Domain Konten Geometri 24% 39% Domain Kognitif Data dan Peluang 29% 45% Pengetahuan 31% 49% Penerapan 23% 39% Penalaran 17% 30% Rata-Rata 24% 41% Sumber: (Mullis, et al., 2012; 462) Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa prestasi siswa Indonesia masih dibawah rata-rata internasional pada TIMSS Akan tetapi jika melihat beberapa event matematika berskala Internasional seperti halnya olimpiade matematika, Indonesia mendapatkan hasil yang bagus dan membanggakan. Tidak sedikit siswa Indonesia baik dari jenjang sekolah dasar ataupun sekolah menengah yang menjuarai ajang bergengsi adu keterampilan olimpiade matematika. Siswa Indonesia banyak yang memperoleh penghargaan dalam olimpiade matematika tingkat internasional seperti IMO (International Mathematics Olympiad). Tercatat pada tahun 2013, Indonesia meraih 1 medali emas, 1 medali perak, dan 4 medali perunggu dalam olimpiade matematika yang 4

20 diselenggarakan di Colombia. Indonesia berhasil menempatkan diri di posisi 19 dari 97 negara yang mengikuti IMO Untuk tahun 2014, peringkat Indonesia bergeser menempati peringkat ke 29 dari 101 negara yang mengikuti IMO 2014 dengan rincian 2 medali perak, 3 medali perunggu, dan 1 penghargaan honorable mention (Dolinar, 2014: 1). Dan pada tahun 2015 Indonesia masih menempatkan dirinya di posisi 29 dari 104 negara. Perlu diketahui bahwa negara yang berpartisipasi dalam TIMSS hanya sedikit, sedangkan untuk kegiatan-kegiatan seperti olimpiade lebih banyak negara yang ikut berpartisipasi. Oleh karenanya, muncul pertanyaan apa yang membuat siswa Indonesia mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal dari TIMSS, apa kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam mengerjakan soal TIMMS. Pembelajaran sebagai suatu sistem mempunyai beberapa komponen, diantaranya yaitu guru. Guru mempunyai peran yang besar dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi siswa. Guru mempunyai peran sebagai perencana dan pelaksana menyalurkan ilmu dan nilai. Bentuk Instrumen tes yang digunakan dalam TIMSS terdiri dari dua macam tes yaitu, tes pilihan ganda (multiple-choice) dengan empat pilihan jawaban yang tersedia dan isian (constructed-respone). Tes pilihan ganda merupakan suatu alat pengumpul informasi untuk mengukur karakteristik dari suatu objek. Butir tes pilihan ganda terdiri atas satu atau lebih kalimat pengantar dan disertai oleh dua atau lebih pilihan jawaban. Pada pilihan ganda, terdapat format item yang terdiri dari stem yang merupakan bagian dari butir soal pilihan ganda yang menetapkan apa yang harus dilakukan oleh siswa atau menyatakan suatu pertanyaan atau masalah yang harus diselesaikan oleh 5

21 siswa, pilihan jawaban pada soal pilihan ganda yang disebut juga alternatives, responses, choices, dan option,serta kunci jawaban dan pengecoh (distraktor). Distraktor merupakan jawaban pengecoh yang terdapat pada soal berbentuk pilihan ganda. Keberfungsian distraktor adalah untuk mengecoh siswa agar memilih distraktor tersebut dibandingkan dengan jawaban yang benar, sehingga distraktor hendaknya dibuat sebermakna mungkin. Dengan memperhatikan kesalahan-kesalahan siswa dalam mengerjakan soal-soal matematika, maka dapat dibuat distraktor yang bermakna. Siswa terkadang melakukan kesalahankesalahan sehingga tidak mencapai hasil yang diiginkan, kesalahan yang sering dilakukan siswa berupa kurang teliti, mempertukarkan nilai tempat, salah menggunakan prosedur, kurang memahami simbol. Dengan adanya distraktor pada soal pilihan ganda, guru dapat mengetahui kesalahan-kesalahan yang dialami siswa dalam memilih jawaban yang benar pada soal pilihan ganda. Sedangkan tes isian atau uraian adalah seperangkat soal yang berupa tugas, pertanyaan yang menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan dan menyatakan jawabannya menurut kata-kata(kalimat) sendiri. Pelajaran matematika memiliki beberapa karakteristik, salah satunya adalah matematika mempunyai objek yang bersifat abstrak. Karenanya banyak siswa yang mengeluh mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika. Kesulitan yang dialami siswa memungkinkan terjadinya kesalahan ketika siswa mengerjakan soal. Oleh karena itu, kesalahan-kesalahan yang dialami siswa dalam mengerjakan soal TIMMS perlu dianalisis supaya kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan siswa dapat diketahui sehingga guru bisa memberikan bantuan 6

22 yang tepat kepada siswanya dan hasil penilaian TIMSS terhadap siswa Indonesia bisa lebih baik. Newman dalam (White : 2010) menyebutkan beberapa tipe kesalahan yang sering dialami siswa, tipe-tipe kesalahan tersebut meliputi kesalahan reading error (kesalahan membaca), reading comprehension difficultaty (kesalahan dalam memahami soal), transformation error (kesalahan transformasi), weakness in process skill (kesalahan dalam keterampilan proses), dan encoding error (kesalahan dalam penulisan jawaban). Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menganalisis kesalahan-kesalahan yang dialami siswa dalam mengerjakan soal mirip TIMSS dengan mengidentifikasi kesalahan siswa dalam mengerjakan soal pilihan ganda berdasarkan distraktornya dan soal uraian berdasarkan tipe kesalahan teori Newman. B. Identifikasi masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, didapatkan beberapa masalah sebagai berikut: 1. Prestasi siswa SMP di Indonesia masih tergolong rendah berdasarkan hasil Ujian Nasional 2. Prestasi matematika siswa SMP di DIY dalam ujian Nasional masih termasuk rendah meskipun lebih tinggi dari rata-rata nasional 3. Prestasi matematika siswa pada TIMSS masih tergolong rendah 7

23 4. Ada perbedaan antara prestasi matematika siswa indonesia dalam kancah olimpiade matematika atau kompetisi matematika internasional dengan prestasi matematika pada TIMSS C. Pembatasan Masalah Pembatasan Masalah dalam penelitian ini hanya pada menganalisis kesalahan siswa kelas VIII SMP dalam menyelesaikan soal mirip TIMSS dengan menganalisis kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam mengerjakan soal pilihan ganda berdasarkan distraktornya dan soal uraian berdasarkan tipe kesalahan teori Newman. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kesalahan-kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal mirip TIMSS pada soal pilihan ganda berdasarkan distraktor? 2. Bagaimana kesalahan-kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal mirip TIMSS pada soal uraian dengan menggunakan teori kesalahan Newman? E. Tujuan Penelitian Tujuan diadakan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui kesalahan-kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal mirip TIMSS pada soal pilihan ganda berdasarkan distraktor. 2. Mengetahui kesalahan-kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal mirip TIMSS pada soal uraian dengan menggunakan teori kesalahan Newman. 8

24 F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menambah wawasan bagi penulis tentang kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal matematika model TIMSS 2. Dapat memberikan bekal pengetahuan bagi penulis sebagai calon guru matematika 3. Dapat digunakan guru sebagai salah satu bahan dalam membuat pembelajaran yang lebih baik 4. Menambah wawasan guru khususnya tentang kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal matematika model TIMSS 5. Guru dapat mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan siswa 9

25 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pembelajaran Matematika Belajar merupakan salah satu aktivitas penting pada kehidupan manusia. Menurut Brunner (Sugihartono, dkk. 2007:111) belajar adalah proses yang bersifat aktif terkait dengan discovery learning yaitu siswa berinteraksi dengan lingkungannya melalui eksplorasi dan manipulasi objek, membuat pertanyaan, dan menyelenggarakan eksperimen. Siswa harus mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip dari materi yang dipelajari. Senada dengan pemikiran tersebut Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2007: 116) mendefinisikan belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan cara memberi makna pada pengetahuan sesuai pengalamannya. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep-konsep atau kaidah yang siap untuk diambil atau diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses aktif siswa berinteraksi dengan lingkungannya untuk mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip dari materi yang dipelajari dengan cara memberi makna pada pengetahuan sesuai pengalamannya. Kegiatan belajar tidak terlepas dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran merupakan sarana yang penting untuk mendukung kegiatan belajar. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun

26 mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu proses interaksi antara siswa dengan guru dan sumber belajar pada lingkungan belajar. Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, kompetensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam sehingga terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa, dan antara siswa dengan siswa (Amin Suyitno, 2004: 2). Sedangkan menurut Erman suherman, dkk. (2001: 7) pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah upaya menciptakan suasana belajar sebagai proses interaksi antara siswa dan guru serta sumber belajar lain untuk memfasilitasi kemampuan, kompetensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa secara optimal. Suasana belajar yang diciptakan tergantung pada cara guru mengemas pembelajaran dan sumber belajar serta mengelola kelasnya. Dengan kata lain, guru memegang peranan penting dalam proses pembelajaran untuk membantu siswa agar dapat belajar dengan baik, termasuk dalam belajar matematika. Hamzah B. Uno (2007: ) menyatakan bahwa matematika adalah suatu ilmu yang berperan sebagai alat pikir, berkomunikasi, alat untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas, serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis. Menurut Marpaung (2008: 24), dalam suatu pembelajaran matematika siswa perlu aktif melakukan proses matematisasi, yaitu siswa 11

27 diberi kesempatan merekonstruksi pengetahuan lewat berbuat mengamati, mengklarifikasi, menyelesaikan masalah, berkomunikasi, berinteraksi dengan yang lain termasuk dengan gurunya, melakukan refleksi, melakukan estimasi, mengambil kesimpulan, menyelidiki keterkaitan dan sebagainya. Siswa akan tertarik dalam pembelajaran matematika ketika siswa tersebut merasakan kegunaan matematika dalam kehidupannya. Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa matematika merupakan ilmu yang memiliki unsur-unsur logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas yang berdasarkan pada pengalaman dan keterkaitan dengan kehidupan nyata sebagai sarana untuk memecahkan masalah. Berdasarkan pengertian belajar, pembelajaran dan matematika, disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah upaya menciptakan suasana belajar sebagai proses interaksi antara siswa, guru dan lingkungan belajar untuk memfasilitasi kebutuhan siswa agar siswa memiliki kemampuan berpikir logis, intuitif, analitis, konstruktif, serta memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah. 2. Karakteristik Siswa SMP Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) memiliki karakteristik perkembangan individu tertentu. Pada umumnya rentang usia siswa SMP adalah usia 13 tahun sampai dengan 15 tahun. Pada rentang usia tertentu siswa mengalami perkembangan kognitif yang berbeda- beda. Oleh karena itu, dalam pembelajaran matematika di sekolah guru perlu mengetahui 12

28 karakteristik siswa. Menurut Piaget (Slavin, 2006: 34) bahwa tahap perkembangan kognitif individu melalui empat tahap yaitu: a. Sensorimotor (0-2 tahun) Kecakapan yang dimiliki individu pada usia 0 2 tahun yaitu pembentukan konsep ketepatan suatu objek dan setahap demi setahap mengalami perkembangan dari sikap meniru menjadi sikap yang terarah. b. Praoperasional (2-7 tahun) Perkembangan individu pada usia ini adalah perkembangan kemampuan menggunakan bahasa simbol untuk menyampaikan objek yang ada disekitarnya. Kemampuan berpikirnya masih egoisentris atau berpusat pada dirinya. c. Operasional konkrit (7-11 tahun) Peningkatan kemampuan berpikir secara logis. Kemampuan baru yang dimiliki meliputi kemampuan menggunakan operasi kebalikan dan kemampuan berpikirnya lebih luas tidak hanya berpusat pada dirinya dan sekitarnya. Kemampuan pemecahan masalah individu pada usia ini sedikit dibatasi sifat egoisentrisnya. Individu pada tahap ini belum mampu berpikir abstrak, sehingga konsep yang dipelajari dengan benda konkrit. d. Operasional formal (11 tahun sampai masa dewasa) Pada tahap ini individu memungkinkan memiliki kemampuan berpikir abstrak dan simbolik. Individu atau siswa pada rentang usia tahapan ini sudah mampu menyelesaikan masalah dengan percobaan atau aturan yang sistematis. 13

29 Siswa SMP kelas VIII pada umumnya berada pada rentang usia kurang lebih 14 tahun. Menurut Piaget diatas bahwa siswa pada usia 11 tahun ini lebih termasuk dalam stadium formal operasional stage (tahapan operasional formal). Pada tahapan ini siswa SMP sudah tidak lagi bergantung pada benda konkrit dan sudah mampu berpikir abstrak dan simbolik sesuai dengan kapasitas atau tingkatan materi SMP. Kemampuan ini akan terus berkembang sampai masa dewasa. Pada tahapan ini yang mulai memasuki masa dewasa, kemampuan umum yang berkembang yaitu siswa sudah mulai mampu menggeneralisasi hubungan yang abstrak dari informasi yang diberikan dan membandingkan hubungan yang abstrak tersebut dengan hubungan atau kaitan konsep yang lain (Slavin, 2006 : 39-40). Selain itu menurut Piaget (Slavin, 2006: 41) bahwa kemampuan lain yang dimiliki individu pada tahapan ini adalah kemampuan untuk memberikan alasan terhadap situasi dan kondisi yang belum pernah ditemui. Menurut Slavin (2006: 41) kemampuan yang meningkatkan tahapan berpikir operasional formal adalah berpikir abstrak, menguji hipotesis, dan membangun konsep merupakan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran yang menuntut keahlian dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Menurut Niaz (Slavin, 2006 : 41) bahwa karakteristik berpikir operasional formal biasanya muncul pada usia 11 sampai 15 tahun, akan tetapi terdapat beberapa individu yang belum mencapai tahapan ini pada usia tersebut. 14

30 Perkembangan kognitif individu pada usia ini bahwa individu mulai menyadari keterbatasan pikiran mereka bahwa konsep-konsep yang dipelajari terkadang menghilang dari pengalaman mereka. Individu atau siswa pada usia ini membutuhkan pengalaman dengan masalah yang kompleks, kebutuhan instruksi formal, dan perubahan serta kontradiksi ide dengan teman sebayanya dibutuhkan pada tahapan ini untuk mengembangkan penalaran operasional formal (Slavin, 2006: 84). Menurut Santrock (2011: 185) penalaran pada masa remaja disebut dengan penalaran hipotesis-deduktif. Penalaran ini melibatkan pembuatan hipotesis, pengujian hipotesis, dan penyimpulan. Menurut Reedal (2010:17) perkembangan kognitif pada tahap operasional formal, anak- anak tidak membutuhkan pengalaman nyata untuk memahami matematika. Anak akan membentuk hipotesis mereka dan menentukan konsekuensi atau kemungkinan dengan melihat keadaan dari sudut pandang yang berbeda. Anak juga mulai memahami konsep yang abstrak menuju kemampuan berpikir matematika yang rumit. Selain itu Izzaty, dkk (2008: 133) menyatakan bahwa implikasi tahapan operasional formal dari Piaget adalah individu remaja telah memiliki kemampuan instropeksi (berpikir kritis tentang dirinya), berpikir logis (pertimbangan terhadap hal-hal yang penting dan mengambil kesimpulan), berpikir berdasar hipotesis (adanya pengujian hipotesis), menggunakan simbol-simbol, berpikir yang tidak kaku atau fleksibel berdasarkan kepentingan. 15

31 Selain Piaget, perkembangan anak juga dikemukakan oleh Bruner (Sugihartono, dkk, 2007: 112) yang mencakup tiga tahapan yaitu: a. Enaktif (0-3 tahun) Pemahaman anak dicapai melalui eksplorasi dirinya sendiri dan manipulasi fisik-motorik melalui pengalaman sensori. Anak memahami konsep dengan menggunakan benda nyata yang wujud. b. Ikonik (3-8 tahun) Anak menyadari sesuatu ada secara mandiri melalui gambar yang konkret bukan abstrak. Anak dapat mengerti konsep dengan benda tiruan atau gambar dari objek nyata. c. Simbolik (>8 tahun) Anak sudah memahami simbol-simbol dan konsep seperti bahasa dan angka sebagai representasi simbol. Anak dapat memahami konsep secara abstrak atau dengan menggunakan simbol. Berdasarkan tahap perkembangan anak dari Bruner menunjukkan bahwa siswa SMP sudah sampai tahap berpikir simbolik. Siswa sudah mampu memahami konsep secara abstrak atau dengan menggunakan simbol. Hal ini juga dikemukakan oleh Yusuf (2007: 195) bahwa masa remaja secara mental sudah dapat berpikir logis tentang berbagai gagasan yang abstrak. Usia siswa SMP berada pada masa remaja. Masa Remaja merupakan tahapan perkembangan yang penting. Berdasarkan tahapan perkembangan anak yang diungkapkan para ahli, maka siswa SMP pada umumnya berada pada rentang usia kurang lebih tahun memiliki 16

32 perkembangan kognitif tahap formal operasional stage (tahap operasional formal) atau simbolik. 3. Kemampuan Matematika Siswa Standar TIMSS a. The Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) TIMSS merupakan studi internasional yang diselenggarakan oleh International Association for the Evaluation of Education Achievement (IEA) yaitu sebuah asosiasi internasional untuk menilai prestasi matematika dan sains dalam pendidikan. TIMSS diselenggarakan setiap 4 tahun sekali. Pertama kali diselenggarakan pada tahun 1995, kemudian berturut-turut pada tahun 1999, 2003, 2007 dan Salah satu kegiatan yang dilakukan TIMSS adalah menguji kemampuan matematika siswa kelas IV Sekolah Dasar (SD) dan kelas VIII Sekolah Menengah Pertama (SMP) di berbagai negara (Mullis, et al., 2009:1). TIMSS menguji keefektifan kurikulum dan pengajaran di sekolah yang berhubungan dengan prestasi siswa (Mullis, et al., 2009:13). TIMSS memberikan informasi yang bermanfaat yang membantu suatu Negara dalam mengawasi dan mengevaluasi pelajaran matematika dan sains dari waktu ke waktu. Tujuan TIMSS adalah untuk mengukur prestasi matematika dan sains siswa kelas VIII di negara-negara peserta. Bagi Indonesia, manfaat yang diperoleh antara lain adalah untuk mengetahui posisi prestasi siswa Indonesia bila dibandingkan dengan siswa di negara lain dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Hal ini juga sesuai dengan yang diungkapkan Wu (2010:9) bahwa tujuan dari TIMSS lebih mengutamakan pencapaian prestasi belajar 17

33 siswa dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Oleh karena itu, hasil studi ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan untuk peningkatan mutu pendidikan. Menurut Mullis, et al. (2009:13) dengan berpartisipasi di TIMSS, masingmasing negara dapat: 1) Memiliki data yang komprehensif dan dapat dibandingkan secara internasional tentang konsep matematika, sains, dan sikap siswa kelas IV SD dan kelas VIII SMP dalam belajar. 2) Menilai kemajuan atau progress dalam pembelajaran matematika dan sains secara internasional dari waktu ke waktu. 3) Mengidentifikasi aspek peningkatan pengetahuan matematika dan sains siswa dari kelas IV SD hingga kelas VIII SMP. 4) Memantau keefektifan pengajaran dan pembelajaran siswa kelas IV SD yang dibandingkan dengan hasil TIMSS ketika kelas VIII SMP jika mengikuti kembali TIMSS. 5) Memahami konteks bahwa siswa belajar yang terbaik. Bentuk soal-soal dalam TIMSS adalah pilihan ganda dengan empat atau lima pilihan jawaban, isian singkat dan uraian. Kerangka penilaian kemampuan bidang matematika yang diuji menggunakan istilah domain. Dalam TIMSS 2011 Assesment framework (Mullis, et al., 2009:19) penilaian terbagi atas dua domain, yaitu domain konten dan domain kognitif. Penilaian domain konten untuk kelas VIII SMP terdiri atas empat domain, yaitu: bilangan, aljabar, geometri, data dan peluang. Penilaian domain kognitif pada kelas IV SD dan 18

34 kelas VIII SMP terdiri dari tiga domain, domain pertama adalah pengetahuan, mencakup fakta-fakta, konsep dan prosedur yang harus diketahui siswa. Domain kedua adalah penerapan, yang berfokus pada kemampuan siswa menerapkan pengetahuan dan pemahaman konsep untuk menyelesaikan masalah atau menjawab pertanyaan. Domain yang paling penting adalah yang ketiga yaitu domain penalaran, yang berfokus pada penyelesaian masalah nonrutin, konteks yang kompleks dan melakukan langkah penyelesaian masalah yang banyak. Pembelajaran aspek penalaran perlu diajarkan sejak dini. Menurut Russel (Napitupulu, 2008:176) empat aspek penalaran yang perlu dikembangkan sejak anak usia dini ialah, pertama mengembangkan pembenaran dan menggunakan perumuman. Kedua, menuntun pada jalinan dari pengetahuan matematika yang saling berhubungan dalam suatu ranah matematika. Ketiga, pengembangan jalinan pemahaman matematika akan menjadi dasar dari kepekaan matematika yang menjadi basis untuk melihat ke intinya suatu anak berjumpa dengan masalah matematika. Keempat, perlunya mengkaji penalaran keliru untuk pengembangan mendalam pengetahuan matematika. Soal matematika model TIMSS dapat digunakan untuk membiasakan siswa untuk melatih penalaran matematis siswa. Prestasi siswa Indonesia di kancah TIMSS rendah. Hasil TIMSS yang rendah ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor penyebabnya antara lain karena siswa di Indonesia kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal kontekstual, menurut penalaran, argumentasi dan 19

35 kreativitas dalam menyelesaikannya. Dimana soal-soal tersebut merupakan karakteristik soal-soal TIMSS. Dalam penelitian yang dilakukan Iryanti (2010: 40) menunjukkan persentase waktu pembelajaran matematika di Indonesia lebih banyak digunakan untuk membahas atau mendiskusikan soal-soal dengan kompleksitas rendah yaitu sebesar 57% dan untuk membahas soal-soal dengan kompleksitas tinggi menggunakan waktu yang lebih sedikit sekitar 3%, sedangkan soal-soal model TIMSS termasuk soal-soal yang memiliki kompleksitas sedang dan tinggi, serta memerlukan penalaran dalam menyelesaikannya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa TIMSS adalah penilaian internasional untuk menilai prestasi matematika dan sains dalam pendidikan sesuai dengan kurikulum sekolah untuk mengkaji keefektifan kurikulum dan pengajaran di sekolah yang berhubungan dengan prestasi siswa. b. Kemampuan Siswa Menyelesaikan Soal Matematika Standar TIMSS Menurut Kilpatrick & Swafford (2002: 9) bahwa kemampuan matematika memiliki lima tahapan yaitu: 1) Pemahaman (understanding): mengerti konsep, operasi dan hubungan matematika, mengetahui apa itu symbol matematika, diagram dan prosedur. 2) Perhitungan (computing): melakukan prosedur matematika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian bilangan secara fleksibel, akurat, efisien dan tepat. 20

36 3) Penerapan (applying): mampu merumuskan masalah secara matematis dan menentukan strategi untuk menyelesaikannya menggunakan konsep dan prosedur yang tepat. 4) Penalaran (reasoning): menggunakan logika untuk menjelaskan dan memberikan alasan dari sebuah solusi yang diperoleh dari suatu masalah atau melakukan generalisasi. 5) Pengaitan (engaging): memandang matematika dengan bijaksana bahwa matematika berguna dalam kehidupan sehari-hari. Dasar penilaian prestasi matematika dan sains dalam TIMSS dikategorikan dalam dua domain, yaitu konten dan kognitif. Distribusi spesifikasi dari penilaian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2. Spesifikasi Penilaian Matematika TIMSS Domain Konten Domain Kognitif Bilangan Pengetahuan Aljabar Penerapan Geometri Penalaran Data dan Peluang Domain kognitif mendiskripsikan tingkat kemampuan berpikir siswa dalam konten matematika (Mullis, et al., 2009: 9). Setiap domain konten meliputi tiga domain kognitif, misalkan untuk konten bilangan meliputi tingkat pengetahuan, penerapan dan penalaran, begitu pula untuk konten soal TIMSS yang lain (Mullis, et all., 2009: 40) Sejalan dengan pendapat Kilpatrick & Swafford bahwa terdapat tiga domain kognitif yang diharapkan dimiliki oleh siswa dengan konten matematika dalam studi TIMSS (Mullis, et all., 2009: 20). 21

37 1) Knowing (pengetahuan) Domain kognitif knowing (pengetahuan) ini mencakup fakta, konsep dan prosedur yang harus diketahui siswa (Mullis, et al., 2009: 40). Menurut Mullis, et al. (2009: 41) bahwa kecakapan dalam matematika atau kemampuan penalaran matematika bergantung pada pengetahuan matematika dan kebiasaan siswa dengan konsep matematika. Pengetahuan yang dimiliki siswa dapat diingat dan akan berkembang seiring pemahaman siswa akan situasi masalah yang akan diselesaikan. Menurut Mullis, et al. (2009: 41) tanpa pengetahuan dasar matematika yang baik, siswa akan mengalami kesulitan dalam mengingat fakta dasar matematika yang berguna proses berpikir matematis. Prosedur matematika menjembatani antara pengetahuan dasar matematika dengan kegunaan matematika untuk menyelesaikan masalah rutin khususnya masalah dalam kehidupan sehari-hari siswa. Siswa membutuhkan contoh dari guru tentang prosedur penyelesaian atau masalah agar siswa dapat menyelesaikan masalah untuk yang lebih luas. Pengetahuan konsep memungkinkan siswa untuk membuat hubungan atau koneksi di antara elemen-elemen pengetahuan tersebut. Hal ini akan membantu siswa dalam memperluas pengetahuan yang dimilikinya sehingga siswa dapat menilai kebenaran pernyataan matematika dan metode matematika, serta membuat penyajian atau representasi matematika. Berikut ini adalah kategori domain kognitif pengetahuan berdasarkan TIMSS 2011 (Mullis, et al., 2009: 42): 22

38 a) Recall (mengingat) Mengingat definisi, istilah, sifat bilangan, sifat-sifat dalam geometri dan notasi. Contoh: b) Recognize ( mengenali) Mengenali objek-objek matematika seperti bentuk, bilangan, notasi, dan kuantitas atau jumlah. Mengenali ekuivalensi dalam matematika seperti pecahan yang senilai, desimal, dan persentase yang senilai, serta mengenali perbedaan orientasi bentuk-bentuk geometri. c) Compute (menghitung) Menggunakan prosedur algoritma untuk melakukan operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian atau kombinasi operasi pada bilangan asli, pecahan, desimal, dan bilangan bulat. Memperkirakan bilangan untuk melakukan perhitungan dan menggunakan prosedur penyelesaian aljabar yang rutin dalam menyelesaikan masalah. d) Retrieve (mendapatkan kembali) Memperoleh informasi dari grafik, tabel, atau sumber data yang lain, dan membaca skala sederhana. 23

39 e) Measure (mengukur) Menggunakan instrumen pengukuran, menentukan satuan pengukuran yang sesuai. f) Classify/Order (mengelompokkan/mengurutkan) Mengelompokkan objek, bentuk, bilangan, dan pernyataan dalam matematika berdasar kesamaan sifat dan karakteristik, membuat kesimpulan tentang anggota suatu himpunan, dan pengukuran bilangan atau objek dalam matematika berdasarkan kategori tertentu. 2) Applying (penerapan) Domain ini fokus pada kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan dan pemahaman konseptual siswa untuk menyelesaikan masalah atau menjawab pertanyaan (Mullis, et al., 2009: 40). Domain ini berkaitan dengan penerapan matematika dalam berbagai konteks. Fakta, konsep, dan prosedur matematika yang familiar dalam benak siswa digunakan untuk menyelesaikan masalah rutin (Kilpatrick & Swafford, 2002: 13). Selain itu, siswa juga harus dapat menggunakan fakta, konsep, dan prosedur matematika yang dikuasainya untuk membuat representasi atau penyajian suatu hasil pemikiran dan komunikasi matematika siswa. Pemecahan masalah menjadi hal utama dalam domain ini, akan tetapi masalah yang digunakan adalah masalah rutin dengan prosedur penyelesaian yang sudah diketahui siswa. Pemecahan masalah dalam domain ini berbeda dengan domain penalaran. Masalah rutin identik dengan masalah atau soal-soal yang sering dikerjakan siswa di kelas. 24

40 Selain itu masalah yang digunakan adalah quasi-real context (masalah kontekstual). Masalah dapat berupa masalah kontekstual ataupun matematika murni seperti operasi numeric dan aljabar, fungsi, persamaan, bentuk geometri atau data statistik (Mullis, et al., 2009: 43). Kategori applying (penerapan) dibagi menjadi beberapa bagian yaitu (Mullis, et al., 2009: 44): a) Select (memilih/menyeleksi) Memilih operasi, metode atau strategi yang cocok dan efisien untuk menyelesaikan masalah dengan prosedur yang sudah diketahui siswa. b) Represent (menyajikan) Menyajikan data dan informasi matematika dalam diagram, tabel atau grafik dan menghasilkan penyajian yang ekuivalen atau sama dalam matematika. c) Model (memodelkan) Menghasilkan model yang tepat seperti persamaan, gambar geometri atau diagram untuk menyelesaikan masalah rutin. d) Implement (menerapkan) Mengimplementasikan atau menggunakan aturan-aturan dalam matematika, misalnya dalam menggambar suatu bangun dan diagram untuk spesifikasi yang sudah diketahui atau ditentukan. e) Solve Routine Problems (menyelesaikan masalah rutin) 25

41 Menyelesaikan masalah rutin yang biasa dikerjakan siswa di kelas. Masalah dapat menggunakan konteks yang familiar bagi siswa atau matematika murni. 3) Reasoning (penalaran) Domain kognitif penalaran berorientasi pada masalah rutin dengan situasi yang tidak familiar, masalah nonrutin, masalah dengan konteks yang kompleks, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian (Mullis, et al., 2009: 40). Penalaran matematis terdiri dari kapasitas berpikir logis dan berpikir sistematis. Penalaran matematis meliputi penalaran secara intuitif dan induktif berdasarkan pola dan keteraturan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah non-rutin. Masalah non-rutin merupakan masalah yang tidak familiar bagi siswa sehingga siswa belum mengetahui prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan masalah (Mullis, et al., 2009: 45) Dalam menyelesaikan masalah non-rutin dibutuhkan kemampuan kognitif yang lebih daripada ketika menyelesaikan soal non-rutin meskipun pengetahuan dan keterampilan yang diminta sudah pernah dipelajari. Masalah non-rutin dapat berupa soal matematika murni ataupun dengan setting kontekstual dengan kehidupan sehari-hari dengan situasi yang baru dan tidak familiar bagi siswa. Masalah non-rutin juga bisa diselesaikan dengan berbagai cara baik itu dikarenakan konteks yang baru atau kompleksitas situasi, atau karena memiliki lebih dari satu solusi (Mullis, et al., 2009: 45). NCTM (2009: 4) menyatakan bahwa in the most general terms, reasoning can be thought of as the process of drawing conclusions on the 26

42 basis of evidence or state assumptions. Pernyataan tersebut memiliki makna bahwa secara umum, penalaran dapat diartikan sebagai proses membuat kesimpulan berdasarkan bukti atau asumsi yang ada. Sejalan dengan pernyataan NCTM, Copi dan Cohen (1990: 4) mengungkapkan bahwa reasoning is a special kind of thinking in which inference takes place, in whick conclusions are drawn premises. Penalaran adalah jenis berpikir yang khusus dimana terjadi penarikan kesimpulan. Sementara Kilpatrick & Swafford (2002: 9) mendefinisikan penalaran (reasoning) sebagai using logic to explain and justify a solution to a problem or to extend from something known to something not yet known. Penalaran adalah menggunakan dan mengetahui kebenaran solusi dari suatu masalah atau memperluas sesuatu yang diketahui menjadi sesuatu yang tidak diketahui. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penalaran adalah jenis berpikir khusus yang menggunakan logika untuk mengetahui kebenaran suatu solusi yang di dalamnya juga berlangsung proses penarikan kesimpulan. Matematika dan penalaran merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Steen mendefinisikan penalaran matematis sebagai reasoning about and with the objects of mathematic. However, in the relationship between mathematical reasoning and mathematic is not obvious (Brodie, 2010: 7). Penalaran matematika adalah penalaran mengenai dan dengan objek matematika, akan tetapi hubungan antara penalaran matematikan dan matematika tidak jelas. Sementara itu, menurut Russel, mathematics reasoning in essentially about the development, justification and use of 27

43 mathematical generalization. (Brodie, 2010: 9). Penalaran matematis pada dasarnya adalah mengenai pengembangan, penentuan kebenaran, dan penggunaan generalisasi. Ball dan Bass (Brodie, 2010: 8) mengungkapkan bahwa there are two key practices involved in mathematical reasoning (justifying and generalizing) and other mathematical practices such as symbolizing, representing, and communicating, are key is supporting these. Pendapat ini senada dengan pernyataan NCTM (2009: 4) yang menyatakan bahwa: Reasoning in mathematics is often understood to encompass formal reasoning, or proof, in which conclusions are logically deduced from assumptions and definitions. However, mathematical reasoning can take many forms, ranging from informal explanation and justification to formal deduction, as well as inductive observations. Reasoning often begins with explorations, conjectures at various levels, false starts, and partial explanations before a result is reached. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan penalaran matematis adalah penalaran logis mengenai objek matematika. Penalaran matematis dapat berbentuk penentuan kebenaran, menggunakan generalisasi, serta menarik kesimpulan. Shadiq (2009: 14) menyatakan bahwa indikator-indikator penalaran yang harus dicapai oleh siswa antara lain: a) Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram; 28

44 b) Kemampuan mengajukan dugaan; c) Kemampuan melakukan manipulasi matematika; d) Kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan/bukti terhadap kebenaran solusi; e) Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan; f) Memeriksa kesahihan suatu argumen; g) Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi Hal ini sejalan dengan standard proses NCTM (2000: 56) yang menyatakan bahwa siswa TK sampai kelas 12 harus mampu melaksanakan penalaran sebagai berikut: a) Mengenal penalaran dan bukti sebagai aspek yang fundamental dalam matematika. b) Membuat dan menginvestigasi dugaan. c) Mengembangkan dan mengevaluasi argument matematika dan bukti. d) Memilih dan menggunakan berbagai macam penalaran metode pembuktian. Selaras dengan pendapat para ahli di atas, dalam studi TIMSS terdapat pula kategori atau komponen penalaran yaitu sebagai berikut (Mullis, et al., 2009: 46): 29

45 a) Analyze (menganalisis) Menentukan, mendeskripsikan atau menggunakan hubungan antara variabel atau objek matematika dan mengambil kesimpulan dari informasi yang diberikan. b) Generalized/Specialize (menggeneralisasikan/memspesifikasikan) Memperluas domain hasil yang diperoleh dari proses berpikir matematis dan pemecahan masalah yang dapat digeneralisasikan lebih umum atau dispesifikasikan untuk hal tertentu. c) Integrate/Synthesize (memadukan/mensintesis) Membuat hubungan di antara elemen pengetahuan yang berbeda dan representasi yang berhubungan atau menghubungkan di antara ide-ide matematika. Mengombinasikan fakta, konsep dan prosedur matematika untuk menentukan hasil dan mengombinasikan hasil untuk memperoleh hasil tambahan. d) Justify (memberikan alasan) Memberikan alasan dengan acuan atau referensi terhadap hasil pekerjaan matematika atau sifat-sifat dalam matematika. e) Solve Non-routine Problems (menyelesaikan masalah non-rutin) Menyelesaikan sekumpulan masalah matematika atau masalah kontekstual yang berhubungan dengan dunia nyata yang kurang familiar bagi siswa dengan menerapkan dan menggunakan fakta, konsep dan prosedur matematika yang belum diketahui siswa atau konteks masalah yang kompleks. 30

46 Berdasarkan uraian di atas, kemampuan matematika dalam standar TIMSS dilihat dari domain kognitif mencakup tiga hal yaitu knowing (pengetahuan), applying (penerapan), reasoning (penalaran) dengan masing-masing indikator dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut: Tabel 3. Indikator Domain Kognitif Kemampuan Matematika Standar TIMSS No Domain Kognitif Kemampuan Matematika TIMSS Indikator 1. Pengetahuan (knowing) Mengingat Mengenali Menghitung Memperoleh informasi 2. Penerapan (applying) Memilih strategi Menyajikan Memodelkan Menerapkan Menyelesaikan masalah rutin 3. Penalaran (reasoning) Menganalisis Menggeneralisasikan Memadukan/mensintesis Memberikan alasan Menyelesaikan masalah nonrutin Indikator mengukur untuk tidak digunakan sebagai indikator dalam soal model TIMSS karena memerlukan suatu instrumen pengukuran dan satuan yang sesuai. c. Soal Matematika Model TIMSS Penilaian TIMSS didasarkan pada kurikulum sekolah yang diterapkan di berbagai negara yang diperoleh berdasarkan hasil survey kuesioner kurikulum TIMSS Encyclopedia (Mullis, et al., 2009:11). Selain itu, kerangka TIMSS sudah didiskusikan oleh perwakilan masing-masing negara yang akan mengikuti, sehingga konten soal TIMSS sudah disesuaikan dengan kurikulum 31

47 matematika sekolah yang diajarkan di berbagai negara (Mullis, et al., 2009: 12). Penilaian matematika dalam TIMSS didasarkan pada dua domain yaitu domain konten dan domain kognitif. Domain konten menspesifikasikan domain atau subjek matematika yang akan dinilai dalam TIMSS. Masingmasing domain memiliki beberapa topik yang terdapat dalam kurikulum sekolah kelas VIII SMP. Secara lebih jelas, pada Tabel 4 dan Tabel 5 di bawah ini tentang pesentase banyak soal untuk masing-masing domain konten dan domain kognitif pada soal TIMSS Tabel 4. Persentase Banyak Soal Masing-masing Domain Konten Soal Matematika TIMSS No Domain Konten Soal TIMSS Persentase (%) 1 Bilangan 30% 2 Aljabar 30% 3 Geometri 20% 4 Data dan Peluang 20% Jumlah 100% Sumber: Mullis, et al., (2009: 20) Tabel 5. Persentase Banyak Soal Masing-masing Domain Kognitif Soal Matematika TIMSS No Domain Kognitif Soal TIMSS Persentase (%) 1 Pengetahuan 35% 2 Penerapan 40% 3 Penalaran 25% Jumlah 100% Sumber: Mullis, et al., (2009: 20) Hampir sama dengan standar persentase penilaian soal TIMSS berdasarkan domain konten dengan standar isi pembelajaran matematika menurut NCTM pada gambar di bawah ini yaitu bahwa dalam pembelajaran matematika komposisi konten bilangan dengan aljabar hampir sama dengan konten 32

48 bilangan dengan geometri, akan tetapi saling terkait antara materi yang satu dengan yang lain. Penilaian TIMSS 2011 untuk kelas VIII memiliki empat konten domain yaitu (Mullis, et al., 2009: 29-38): a. Number (Bilangan) Konten bilangan meliputi pemahaman terhadap bilangan, cara mempresentasikan bilangan, hubungan antar bilangan, dan sistem bilangan. Siswa kelas VIII harus memiliki kepekaan terhadap bilangan (number sense) dan kemahiran berhitung, pemahaman makna operasi bilangan, dan siswa harus mampu menggunakan bilangan dan operasinya untuk menyelesaikan masalah. Menurut Mullis, et al., (2009: 31) konten bilangan dalam TIMSS 2011 meliputi topik utama bilangan asli, bilangan pecahan dan desimal, bilangan bulat, rasio, perbandingan dan persentase. Topik bilangan asli meliputi prinsip bilangan asli dan operasi bilangan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, aturan nilai penempatan dan sifat-sifat operasi bilangan, faktor bilangan, bilangan prima, pangkat bilangan, akar suatu bilangan, serta masalah penaksiran bilangan asli. Kemampuan yang diharapkan untuk topik bilangan pecahan dan desimal adalah siswa dapat membandingkan dan mengurutkan pecahan, mengenali dan menulis pecahan yang ekuivalen, mendemonstrasikan pemahaman aturan nilai penempatan untuk bilangan desimal bilangan berhingga, misalnya dengan membandingkan atau mengurutkan bilangan 33

49 desimal, menyajikan bilangan pecahan dan desimal serta operasinya menggunakan model seperti garis bilangan serta mengidentifikasi dan menggunakan representasi tersebut untuk menyelesaikan masalah, mengubah bilangan pecahan ke desimal dan sebaliknya, dan menghitung dengan bilangan pecahan dan desimal serta menyelesaikan masalah yang melibatkan bilangan pecahan dan desimal. Menurut Mullis, et al., (2009: 31) kemmapuan siswa yang diharapkan untuk topik bilangan bulat adalah siswa dapat menyajikan, membandingkan, mengurutkan, dan menghitung dengan bilangan bulat serta menyelesaikan masalah bilangan bulat. Selanjutnya untuk kemampuan siswa yang diharapkan untuk topik rasio, perbandingan dan persentase adalah siswa dapat mengidentifikasi dan mencari perbandingan yang ekuivalen, mengubah bentuk persen ke bentuk pecahan atau desimal dan sebaliknya, dan menyelesaikan masalah yang melibatkan persentase dan perbandingan. Selanjutnya menurut Mullis, et al., (2009:31) kemampuan berhitung siswa ditekankan pada bilangan pecahan dan desimal dibandingkan bilangan asli dan bulat. Dalam bilangan pecahan dan desimal, lebih ditekankan pada kemampuan representasi dan transisi bilangan pecahan ke desimal maupun sebaliknya, pemahaman makna kuantitas atau representasi dari simbol, kemampuan berhitung, dan pemecahan masalah. Siswa kelas VIII diharapkan memiliki kemampuan dalam menentukan 34

50 nilai yang ekuivalen dalam pecahan, desimal, ataupun dalam bentuk persentase dengan berbagai strategi. Siswa kelas VIII seharusnya memperluas pemahaman matematika mereka dari bilangan asli ke bilangan bulat. Selain itu siswa juga harus mampu bekerja dengan persentase dan perbandingan serta menggunakannya untuk menyelesaikan masalah. Masalah yang diberikan kepada siswa baik itu soal rutin maupun soal non-rutin dan masalah kontekstual (Mullis, et al., 2009: 30). Berdasarkan KI dan KD dalam kurikulum 2013 (K13) dan berdasarkan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) KTSP untuk konten bilangan meliputi topik operasi bilangan bulat, pecahan, himpunan, perbandingan, bilangan rasional, operasi bilangan berpangkat dan bentuk akar, barisan dan deret. Persamaan antara konten dalam kurikulum Indonesia baik itu KTSP maupun K13 adalah topik bilangan asli, bilangan pecahan, desimal, bilangan bulat, perbandingan, dan perbandingan bertingkat. Perbedaan antara konten dalam TIMSS dan kurikulum yang berlaku di Indonesia adalah himpunan, bilangan berpangkat, bentuk akar, barisan, dan deret. b. Algebra (aljabar) Domain konten aljabar meliputi mengenali dan memperluas pola, menggunakan simbol aljabar untuk mempresentasikan situasi matematika, dan mengembangkan kelancaran atau kefasihan dalam mencari bentuk aljabar yang ekuivalen dan menyelesaikan persamaan linear. Menurut Mullis, et al., (2009: 32-33) topik utama dalam aljabar 35

51 meliputi patterns (pola), algebraic expressions (bentuk aljabar), dan equations/formulas and functions (persamaan dan fungsi). Kemampuan siswa yang diharapkan untuk topik pola adalah siswa dapat menjabarkan pola bilangan, aljabar, dan geometri yang terdefinisi atau barisan bilangan, kata, simbol, atau diagram dan menemukan suku yang hilang serta siswa dapat menggeneralisasikan hubungan pola dalam barisan atau suku yang berdekatan atau di antara suku-suku barisan bilangan menggunakan bilangan, kata-kata atau bentuk aljabar. Mullis, et al., (2009: 32) kemampuan siswa yang diharapkan untuk topik bentuk aljabar adalah siswa dapat menemukan atau menyebutkan jumlah, hasil perkalian, dan bentuk pangkat dari bentuk aljabar yang melibatkan variabel, mengevaluasi bentuk aljabar untuk nilai bilangan yang diberikan dari variabel yang ada, menyederhanakan atau membandingkan bentuk aljabar untuk menentukan apakah bentuk aljabar ekuivalen sama atau tidak dan memodelkan situasi nyata menggunakan bentuk aljabar. Kemampuan matematika siswa yang diharapkan untuk topik persamaan dan fungsi adalah siswa dapat megevaluasi persamaan dengan diberikan nilai dari variabel, siswa dapat menunjukkan apakah sebuah nilai memenuhi persamaan yang diketahui atau tidak, siswa dapat menyelesaikan persamaan dan pertidaksamaan linear serta sistem persamaan linear dua variabel, siswa dapat mengenali dan menulis persamaan, pertidaksamaan, sistem persamaan atau fungsi dari suatu yang diketahui, siswa dapat mengenali dan menyajikan representasi 36

52 fungsi dalam sebuah tabel, grafik atau kata-kata serta siswa dapat menyelesaikan masalah menggunakan persamaan dan fungsi. Konsep aljabar harus dikuasai siswa SMP kelas VIII dan siswa harus mampu mengembangkan pemahaman hubungan linear dan konsep variabel. Siswa pada tingkat ini diharapkan menggunakan dan menyederhanakan bentuk aljabar, menyelesaikan persamaan linear, pertidaksamaan, sistem persamaan linear dua variabel dan fungsi. Siswa harus mampu menyelesaikan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan model aljabar dan mampu menjelaskannya dengan konsep aljabar (Mullis, et al., 2009: 32). Persamaan antara kurikulum standar TIMSS dan kurikulum yang berlaku di Indonesia untuk konten aljabar adalah bentuk aljabar, persamaan dan fungsi, sedangkan perbedaan antara kedua kurikulum adalah topik fungsi kuadrat yang diajarkan di kelas IX di Indonesia. Namun, konten materi antara kurikulum standar TIMSS dengan kurikulum di Indonesia tidak jauh berbeda karena topik fungsi dalam TIMSS juga dapat dijabarkan ke dalam fungsi kuadrat. c. Geometry (Geometri) Siswa kelas VIII harus mampu menganalisis sifat dan karakteristik jenis-jenis bentuk geometri dimensi dua dan tiga termasuk panjang sisi dan ukuran sudutnya, serta siswa harus mampu menjelaskan keterkaitan bangun-bangun geometri tersebut. Siswa dapat menerapkan teorama Pythagoras untuk menyelesaikan masalah. Selain siswa memahami sifat 37

53 dan hubungan bangun-bangun geometri, siswa juga harus memiliki kompetensi dalam pengukuran geometri baik menggunakan alat pengukuran yang akurat ataupun dengan estimasi pengukuran dan menentukan formula untuk mencari keliling, luas, dan volume. Konten geometri juga meliputi pemahaman representasi atau penyajian koordinat dan keterampilan menggunakan visualisasi spesial untuk mengubah antara dimensi tiga ke dimensi dua. Siswa seharusnya mampu untuk menggunakan simetri dan menerapkan transformasi untuk menganalisis situasi matematika (Mullis, et al., 2009: 34). Ada 3 topik dalam konten geometri menurut Mullis, et al., (2009: 35-36) yaitu geometric shapes (bentuk geometri), geometric measurement (pengukuran geometri), dan location and movement (lokasi dan perpindahan). Kemampuan siswa yang diharapkan untuk topik bentuk geometri adalah siswa dapat mengidentifikasi perbedaan jenis-jenis sudut dan mengetahui serta menggunakan hubungan sudut antara garis dan pada bangun geometri, siswa dapat mengenali sifat-sifat bangun geometri dua dimensi dan tiga dimensi yang meliputi sumbu simetri dan simetri putar, siswa dapat mengidentifikasi segitiga dan segiempat yang kongruen dan ukuran sisi yang bersesuaian serta mengidentifikasi segitiga yang sebangun serta menggunakan sifat-sifat kesebangunan segitiga, siswa dapat mengenali hubungan antara representasi atau penyajian bangun-bangun geometri dimensi dua dan dimensi tiga serta 38

54 siswa dapat menerapkan antara dalam geometri termasuk teorema Pythagoras untuk menyelesaikan masalah. Menurut Mullis, et al., (2009: 35) kemampuan yang diharapkan untuk topik pengukuran geometri adalah siswa dapat menggambar sudut dan garis yang diketahui, mengukur dan memperkirakan ukuran sudut, ruas garis, keliling, luas, dan volume dan menentukan dan menggunakan formula atau rumus untuk menentukan keliling, luas, luas permukaan dan volume serta menentukan luas benda padat. Kemampuan siswa yang diharapkan untuk topik lokasi dan perpindahan adalah siswa dapat menentukan lokasi titik pada bidang Cartesius dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan titik tersebut dan siswa dapat mengenali dan menggunakan transformasi geometri (tranlasi refleksi, dan rotasi) pada bangun ruang dimensi dua. Konten geometri berdasarkan kurikulum yang berlaku di Indonesia baik KTSP maupun K13 mencakup bangun datar, lokasi benda dalam koordinat Cartesius, lingkaran, teorima Pythagoras, bangun ruang sisi datar, kesebangunan, kekongruenan dan bangun ruang sisi lengkung. Kesamaan topik dalam konten geometri adalah bangun datar, lokasi pada bidang Cartesius, teorema Pythagoras, kesebangunan dan kekongruenan. Perbedaan antara kurikulum dalam TIMSS dengan yang berlaku di Indonesia adalah bahwa untuk siswa SMP belum diajarkan tentang transformasi geometri, berbeda dengan kurikulum TIMSS yang sudah mencakup topik transformasi geometri. 39

55 Kepekaan spesial merupakan hal yang penting dalam penilaian geometri. Kemampuan siswa dalam geometri mulai dari membuat gambar geometri sampai dengan membangun penalaran matematika dalam mengombinasikan bentuk-bentuk bangun geometri dan transformasinya. Siswa diminta untuk mendiskripsikan, memvisualisasikan, menggambar dan mengkonstruk berbagai macam bangun geometri termasuk sudut, garis, segitiga, segiempat, dan polygon yang lain. Siswa seharusnya mampu mengombinasikan, menguraikan, dan menganalisis beragam gabungan bangun-bangun geometri. Pada tingkat ini, siswa harus dapat menginterpretasikan atau membuat objek geometri dari berbagai sudut pandang dan menggunakan pemahaman konsep kesebangunan dan kekongruenan untuk menyelesaikan masalah (Mullis, et al., 2009: 35) Siswa harus dapat menggunakan diagram Cartesius untuk menentukan lokasi titik dan garis. Siswa juga harus bisa mengenali garis yang simetris dan menggambar bentuk yang simetris. Selain itu, siswa harus dapat menyelesaikan masalah menggunakan model geometri dan menjelaskan hubungan yang menjelaskan hubungan yang melibatkan konsep geometri. d. Data and Chance (Data dan Peluang) Domain ini berkaitan dengan materi peluang dan statistika pada kurikulum sekolah. Domain konten data dan peluang meliputi pengetahuan bagaimana mengorganisasikan data yang sudah 40

56 dikumpulkan dan bagaimana menampilkan data dalam bentuk grafik atau diagram yang digunakan untuk menjawab pertanyaan masalah. Domain konten ini meliputi juga pemahaman tentang persoalan yang berkaitan dengan kesalahan interpretasi data (Mullis, et al., 2009: 36). Menurut Mullis, et al. (2009: 37-38) domain konten untuk data dan peluang terdiri dari tiga topik utama yaitu data organization and representation (representasi dan pengorganisasian data), data interpretation (interpretasi data) dan chance (kesempatan/peluang). Menurut Mullis, et al. (2009: 37) kemampuan matematika yang diharapkan dikuasai siswa untuk topik representasi dan pengorganisasian data adalah siswa dapat membaca skala dan data tabel, piktograf, diagram batang, diagram lingkaran, diagram garis serta siswa dapat membandingkan dan mencocokan penyajian data yang sama dengan representasi yang berbeda. Kemampuan matematika siswa yang diharapkan untuk topik interpretasi data adalah siswa dapat mengidentifikasi, menghitung dan membandingkan karakteristik himpunan data termasuk mean, median, modus, range (rentang), dan model distribusi data, siswa dapat menggunakan dan menginterpretasikan kumpulan data-data untuk menjawab pertanyaan dan menyelesaikan masalah seperti membuat kesimpulan dan menaksir nilai di antara data yang ada dan siswa dapat mengenali dan mendeskripsikan pendekatan untuk mengorganisir dan menyajikan data ataupun mengenali kesalahan penafsiran data. 41

57 Menurut Mullis, et al. (2009: 38) kemampuan matematika menurut standar TIMSS untuk topik peluang adalah siswa dapat menilai peluang atau kesempatan suatu kejadian yang mungkin sampai yang tidak mungkin dan siswa dapat menggunakan data untuk menaksir atau menghitung peluang kejadian yang akan terjadi, menggunakan peluang kejadian untuk menyelesaikan masalah, dan menentukan peluang kejadian yang mungkin. Begitu pula untuk kurikulum standar yang diterapkan di Indonesia baik KTSP maupun K13 sudah mencakup materi peluang dan ruang sampel. Siswa harus dapat memahami sajian data sehingga siswa dapat mengetahui mana bilangan yang merepresentasikan nilai data atau frekuensi data. Siswa harus mengembangkan keterampilan dan keahlian mereka dalam menyajikan data menggunakan diagram batang, tabel, atau diagram garis. Selain itu, siswa juga harus mengetahui dan bisa membandingkan kelebihan berbagai cara penyajian data. Siswa harus dapat menjelaskan dan membandingkan karakteristik data (kecenderungan terpusat, menyebar, atau membentuk pola) dan juga siswa dapat menentukan kesimpulan berdasarkan sajian data. Siswa harus mampu mengidentifikasi kecenderungan data, membuat prediksi berdasarkan data, dan mengevaluasi interpretasi data yang rasional. Konten dalam kurikulum matematika menurut standar TIMSS tidak jauh berbeda dengan konten matematika menurut standar kurikulum yang berlaku di Indonesia. Namun, untuk beberapa topik materi seperti 42

58 kesebangunan dan kekongruenan, pola bilangan, barisan dan deret untuk kurikulum KTSP, sedangkan untuk kurikulum 2013 sudah mencakup konten matematika sesuai standar TIMSS. Berdasarkan permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 tentang KI dan KD materi transformasi geometri, peluang dan pola bilangan sudah diajarkan di kelas VII dan VIII. Namun, baik itu di KTSP maupun di kurikulum 2013 materi kesebangunan dan kekongruenan diajarkan di kelas IX, sedangkan konten dalam TIMSS sudah memuat materi tersebut dan diujikan untuk siswa kelas VIII. Berdasarkan penjabaran domain konten dalam soal TIMSS, maka dapat disimpulkan bahwa cakupan soal model TIMSS adalah sebagai berikut disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rincian Topik Soal Matematika TIMSS Domain Konten Bilangan Aljabar Geometri Data dan Peluang 1. Bilangan asli 2. Bilangan pecahan dan desimal 3. Bilangan bulat 4. Rasio perbandin gan dan persentase 1. Pola 2. Bentuk aljabar 3. Persamaan dan fungsi 1. Bentuk geometri 2. Pengukuran geometri 3. Lokasi dan perpindahan 1. Representasi dan pengorganisa sian data 2. Interpretasi data 3. peluang 4. Karakteristik Tes Obyektif Multiple Choice dan Uraian a. Tes Obyektif Multiple Choice Tes Obyektif Multiple Choice adalah suatu alat pengumpul informasi untuk mengukur karakteristik dari suatu objek. Tes obyektif 43

59 multiple choice atau yang biasa disebut sebagai tes pilihan ganda adalah suatu tes yang mengizinkan responden untuk memilih salah satu jawaban dari beberapa pilihan yang tersedia. Tes pilihan ganda ini bisa digunakan untuk mengetahui kemampuan responden dalam waktu yang relatif singkat dan apabila pembuatan tes ini dilakukan secara tepat maka akan mampu mengukur kemampuan dari responden secara objektif, analisis serta komprehensif. Butir tes pilihan ganda terdiri atas satu atau lebih kalimat pengantar dan disertai oleh dua atau lebih pilihan jawaban. Siswa harus memilih jawaban yang benar diantara pilihan jawaban yang diberikan. Menurut Nitko (2007:166), format dari Multiple Choice Item terdiri atas: 1) Stem Stem merupakan bagian dari butir soal pilihan ganda yang menetapkan apa yang harus dilakukan oleh siswa atau menyatakan suatu pertanyaan atau masalah yang harus diselesaikan oleh siswa. Stem yang disusun harus mudah dipahami, artinya siswamengerti apa yang harus dilakukan atau pertanyaan apa yang harus dijawab. 2) Pilihan jawaban (alternatives, choice, options) Pilihan jawaban pada soal pilihan ganda disebut juga alternatives, responses, choices, dan options. Alternatif jawaban yang disediakan harus bermakna (logically, numerik, alfabet, dan sebagainya). Tujuan dari penyusunan pilihan jawaban yang bermakna yaitu agar tidak memberikan pola/ letak jawaban yang tetap, sehingga siswa yang tidak mengetahui 44

60 jawabannya tidak dapat menebak posisi dari jawaban benar, serta dengan aturan ini akan menjaga efektifitas waktu siswa. 3) Jawaban dan pengecoh (Keyed alternative and Distractors) Kunci jawaban adalah pilihan jawaban yang benar atau yang paling benar untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, sedangkan pilihan jawaban yang tidak benar dinamakan pengecoh (distraktor atau foil). Tujuan dari pemberian distraktor adalah untuk menyediakan jawaban-jawaban yang masuk akal (namun tidak benar) dari suatu pertanyaan atau pernyataan pada stem. Pilihan jawaban ini harus masuk akal bagi siswa yang level pemahaman terhadap apa yang ditanyakan kurang. 4) Penjelasan/informasi (Intepretative Material) Pada beberapa kasus, informasi tambahan diperlukan untuk menjadikan sebuah pertanyaan lebih jelas. Informasi tambahan tersebut disebut interpretive material. Butir soal yang memuat informasi tambahan disebut context independent items, interpretative exercises, atau linked items. b. Tes Uraian Tes uraian adalah seperangkat soal yang berupa tugas, pertanyaan yang menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan dan menyatakan jawabannya menurut kata-kata(kalimat) sendiri. Jawaban tersebut dapat berbentuk mengingat kembali, menyusun, mengorganisasikan atau memadukan pengetahuan yang telah dipelajarinya dalam rangkaian kalimat atau kata-kata yang tersusun secara baik. 45

61 Tes uraian adalah tes yang butir-butirnya berupa suatu pertanyaan atau suatu suruhan yang menghendaki jawaban yang berupa uraian -uraian yang relatif panjang. Bentuk-bentuk pertanyaan atau suruhan yang diminta kepada siswa untuk menjelaskan, membandingkan, menginterprestasikan dan mencari perbedaan. Semua bentuk pertanyaan atau suruhan tersebut mengharapkan agar siswa menunjukkan pengertian mereka terhadap materi yang dipelajari. Tes uraian ini dapat mengungkap untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal -hal yang sudah dipelajari, dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Tes dapat menilai berbagai jenis kemampuan, misalnya mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan (Depdiknas, 2004: 41). Tes uraian biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan atau prestasi belajar yang lebih kompleks, untuk mengetahui kemampuan atau pemahaman yang lebih mendalam dari siswa. Tes uraian memiliki dua bentuk yaitu tes uraian terbatas dan tes uaraian bebas.tes uaraian terbatas biasanya jawaban siswa dibatasi dalam format, isi atau prosedur tertentu. Sehingga, tes uraian tipe ini cocok tipe ini sangat berguna untuk mengukur hasil belajar pada level pemahaman, penerapan dan analisa. Sedangkan tes uraian bebas biasanya siswa diberi kebebasan untuk mengungkapakan gagasan berdasarkan fakta, mengorganisasikan jawaban, mengintegrasikan gagasan dan mengevaluasi gagasan yang sesuai dengan anggapan siswa. 46

62 Oleh karena itu tes uraian bebas memberikan kemampuan siswa untuk menunjukkan kemampuannya dalam menyampaikan pengetahuan faktual yang dia miliki, mengevaluasi pengetahuannya, mengorganisasi pemikirannya dan menyampaikan pemikirannya secara logis dan berkesinambungan. Tes ini sangat membantu dalam hal evaluasi kemampuan menulis dan kemampuan mengemukakan pendapat. Menurut Zainul dan Nasoetion (1996: 33-35) dalam suwarto no2 vol tes uraian memiliki lima kelebihan yaitu: 1) tes uraian dapat digunakan dengan baik untuk mengukur hasil belajar yang kompleks 2) tes uraian menekankan kepada pengukuran kemampuan dan keterampilan mengintegrasikan berbagai buah pikiran dan sumber informasi ke dalam suatu pola berpikir tertentu, yang disertai dengan keterampilan pemecahan masalah 3) bentuk tes uraian lebih meningkatkan motivasi peserta tes untuk belajar dibandingkan bentuk tes yang lain 4) tes uraian memudahkan dosen untuk menyusun butir soal 5) tes uraian sangat menekankan kemampuan menulis. Kebaikan tes uraian ini bisa dilihat dari dua sudut pandang yaitu: guru dan siswa. Sudut pandang guru yaitu guru dapat mengukur hasil belajar siswa yang kompleks, kemampuan dan keterampilan siswa, dan mudah untuk menyusun butir-butir soalnya. Sedangkan dari sudut pandang 47

63 siswa dapat meningkatkan motivasi belajar dan meningkatkan kemampuan menulis. Menurut Zainul dan Nasoetion (1996: 36-37) tes uraian memiliki kelemahan: 1) reliabilitas tes rendah 2) untuk menyelesaikan tes uraian dengan baik guru dan siswa harus menyediakan waktu cukup banyak 3) jawaban peserta tes kadang - kadang disertai dengan bualan 4) kemampuan menyatakan pikiran secara tertulis menjadi hal yang paling membedakan prestasi belajar antar siswa. Dalam menulis soal bentuk uraian diperlukan ketepatan dan kelengkapan dalam merumuskannya. Ketepatan yang dimaksud adalah bahwa materi yang ditanyakan tepat diujikan dengan bentuk uraian, yaitu menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan gagasan dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan secara tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Adapun kelengkapan tersebut adalah kelengkapan perilaku yang diukur, digunakan untuk menetapkan aspek yang dinilai dalam pedoman penskorannya. Hal yang paling sulit dalam penulisan soal bentuk uraian adalah menyusun pedoman penskoran. Penulis soal harus dapat merumuskan secara tepat pedoman penskoran karena kelemahan bentuk soal uraian terletak pada tingkat subyektifitas penyekoran. 48

64 Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan tes uraian adalah: a. Materi Soal harus sesuai dengan indikator, setiap pertanyaan harus diberikan batasan jawaban yang diharapkan, materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan pengukuran, dan materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang dan jenis sekolah atau tingkat kelas. b. Konstruksi Soal menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban terurai, ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal, setiap soal harus ada pedoman penskorannya, dan tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas, terbaca, dan berfungsi c. Bahasa Rumusan kalimat soal harus komunikatif, menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar (baku), tidak menimbulkan penafsiran ganda, tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu, dan tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung perasaan peserta didik. Pertimbangan secara umum untuk menulis tes uraian menurut Mehrens &Lehmann (1973: ) yaitu: 1) Memberikan waktu dan berfikir yang cukup untukmempersiapkan tes uraian. 2) Pertanyaan harus ditulis sehingga akan menunjukkan jenis penilaian yang akan diukur. 49

65 3) Menetapkan suatu kerangka kerja dalam domain kerja siswa. 4) Menunjukkan faktor-faktor yang dapat memajukan penilaian satu jawaban 5) Jangan memberikan pertanyaan opsional 6) Pergunakan sejumlah pertanyaan yang banyak yang mewajibkan jawaban singkat. 7) Jangan memulai pertanyaan uraian dengan kata-kata seperti: daftar/urutkan, siapa, apa, apakah. 8) Sesuaikan panjang jawaban dan kompleksitas pertanyaan serta jawaban terhadap tingkat kematangan siswa. 9) Gunakan jenis pertanyaan yang menarik 10) Menyiapkan sebuah kunci skoring. Pertimbangan menulis tes uraian menurut Gronlund & Linn (1990: ) yaitu 1) Melarang digunakannya tes uraian dalam pelajaran yang tidak dapat dijadikan pedoman yang objektif yang memuaskan. 2) Merumuskan pertanyaan yang akan mendatangkan jalan keluar. 3) Pertanyaan menunjukkan kenyataan yang ada. 4) Menunjukkan estimasi batas waktu rata -rata untuk setiap pertanyaan. 5) Hindari penggunaan pertanyaan opsional. 50

66 5. Kemampuan Siswa Menyelesaikan Masalah a. Penyelesaian Masalah Penyelesaian masalah dalam pembelajaran matemetika sangatlah penting, sebab diperlukan dalam perkembangan proses berfikir siswa. Kemampuan siswa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah pada soal matematika tidak hanya kemampuan skill, ataupun algoritma tertentu, tetapi dibutuhkan juga kemampuan analisis matematis. Menurut Hartini (2008:10), penyelesaian masalah pada soal matematika yaitu terdiri dari soal matematis dan soal cerita. Soal matematis adalah salah satu bentuk soal yang dipakai dengan simbol matematis dan soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk permasalahan yang dipaparkan berupa pertanyaan. Dalam matematika soal cerita banyak terdapat dalam aspek penyelesaian masalah, dimana dalam menyelesaikannya siswa harus mampu memahami maksud dari permasalahan yang akan diselesaikan, dapat menyusun model matematika serta mampu mengaitkan permasalahan tersebut dengan materi pembelajaran yang telah dipelajari sehingga dapat menyelesaikannya dengan menggunakan pengetahuan yang siswa miliki. Menurut Suyitno (2006:7) menjelaskan bahwa suatu soal matematika tidak akan menjadi masalah bagi siswa, jika siswa tersebut: 1) Memiliki pengetahuan atau materi prasyarat untuk menyelesaikan soal 2) Diperkirakan memiliki kemampuan menyelesaikan soal 51

67 3) Belum mempunyai algoritma atau prosedur untuk menyelesaikan soal 4) Mempunyai keinginan menyelesaikan soal Salah satu kemampuan yang diharapkan siswa dalam belajar matematika adalah kemampuan memecahkan masalah atau problem solving. Salah satu ciri- ciri permasalahan matematika yang diajarkan di sekolah- sekolah yaitu matematika sebagai kegiatan penyelesaian masalah. Penyelesaian masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal. Dengan demikian ciri dari pertanyaan atau penugasan berbentuk penyelesaian masalah adalah ada tantangan dalam materi tugas atau soal, masalah tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan prosedur rutin yang sudah diketahui penjawab, b. Tipe-Tipe Kesalahan Siswa Berikut adalah tipe- tipe kesalahan siswa dalam menyelesaikan masalah matematika sesuai dengan teori kesalahan Newman: 1) Kesalahan Membaca (Reading Error) Mengidentifikasi kesalahan dalam membaca soal dinotasikan R. Jika siswa dapat membaca simbol dalam masalah yang tertulis sehingga mencegahnya untuk melanjutkan proses selanjutnya sesuai langkah pemecahan masalah (Jha, 2012 : 18). Adapun contoh kesalahan membaca yang dilakukan oleh siswa ditunjukkan pada Tabel 7. 52

68 Tabel 7 Contoh Kesalahan Membaca yang dilakukan Siswa Kalimat atau pertanyaan dalam soal Kesalahan Siswa Sherly akan mengundang temantemanya tidak lebih dari 40 orang dan banyaknya kartu undangan Sherly akan mengundang temantemannya tidak lebih dari 40 orang diartikan menjadi Sherly yang ia miliki adalah -3p akan mengundang teman- Tentukan nilai p yang mungkin? temannya kurang dari 40 orang. Dari Tabel 7 contoh kesalahan membaca yang dilakukan oleh siswa adalah dalam membaca tanda hubung yang seharusnya adalah kurang dari atau sama dengan menjadi kurang dari. 2) Kesalahan Memahami Masalah (Comprehension Error) Mengidentifikasi kesalahan dalam memahami soal dinotasikan dengan C. Jika siswa telah mampu membaca semua kata dalam pertanyaan, tetapi tidak memahami arti keseluruhan dari kata- kata sehingga tidak mampu melangkah lebih jauh (Jha, 2012: 18). Menurut Singh (2010: 266) kesalahan memahami masalah terjadi ketika siswa mampu untuk membaca pertanyaan tetapi gagal untuk mendapatkan apa yang ia butuhkan sehingga menyebabkan dia gagal dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Adapun contoh kesalahan memahami yang dilakukan oleh siswa ditunjukkan pada Tabel 8 berikut. Tabel 8 Contoh Kesalahan Memahami yang dilakukan Siswa Kalimat Kesalahan siswa atau Pertanyaan dalam soal Usia ayah saat Tio lahir adalah 29 Diketahui: Usia ayah saat Tio tahun. Jika saat ini usia ayah dan lahir adalah 29 tahun. Jumlah Tio dijumlahkan didapat 55 tahun. usia mereka didapat 55 tahun. Tentukan usia Tio saat ini? Ditanya: Tentukan usia Tio? 53

69 Dari Tabel 8 contoh kesalahan memahami yang dilakukan oleh siswa adalah salah dalam memahami kalimat yang diketahui dan kalimat yang ditanyakan. Seharusnya pada kalimat yang diketahui adalah jumlah usia mereka saat ini bukan hanya jumlah usia mereka saja, serta pada kalimat yang ditanyakan seharusnya usia Tio saat ini bukan hanya usia Tio. 3) Kesalahan Transformasi (Transformation Error) Mengidentifikasi kesalahan dalam mentrasformasi masalah ke dalam model matematika dinotasikan dengan T. Jika siswa telah mampu memahami pertanyaan dari soal yang diberikan tetapi tidak mampu mendefinisikan operasi atau urutan operasi yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah (Jha, 2012: 18). Menurut Singh (2010: 266) kesalahan transformasi merupakan sebuah kesalahan yang terjadi setelah siswa benar memahami pertanyaan dari soal yang diberikan, tetapi gagal untuk memahami operasi matematika yang tepat untuk menyelesaikan masalah tersebut. Adapun contoh kesalahan transformasi yang dilakukan siswa ditunjukkan pada Tabel 9 berikut. Tabel 9 Contoh Kesalahan Transformasi yang dilakukan Siswa Kalimat atau Pertanyaan Kesalahan siswa dalam soal Sherly akan mengundang temantemannya tidak lebih dari 40 Pertidaksamaan adalah yang didapat orang dan banyaknya kartu undangan yang ia miliki adalah Tentukan nilai p yang mungkin? 54

70 Dari Tabel 9, contoh kesalahan transformasi yang dilakukan oleh siswa adalah siswa salah dalam membuat pertidaksamaan yang dimaksud adalah soal yang seharusnya menjadi. 4) Kesalahan Keterampilan Proses (Process Skill Error) Mengidentifikasi kesalahan dalam proses dinotasikan dengan P. Jika siswa telah mampu mengidentifikasi operasi atau urutan operasi yang sesuai tetapi tidak mengetahui prosedur yang diperlukan untuk melaksanakan operasi secara akurat (Jha, 2012: 18). Menurut Singh (2010: 266) sebuah kesalahan akan disebut kesalahan kemampuan memproses apabila siswa mampu memilih operasi yang diperlukan untuk menyelesaikan persoalan namun ia tidak dapat menjalankan prosedur dengan benar. Adapun contoh kesalahan keterampilan proses yang dilakukan siswa ditunjukkan pada Tabel 10 berikut. Tabel 10 Contoh Kesalahan Keterampilan Proses yang Dilakukan Siswa Kalimat Kesalahan siswa atau Pertanyaan dalam soal Sherly akan mengundang temantemannya tidak lebih dari 40 orang dan banyaknya kartu undangan yang ia miliki adalah Tentukan nilai p yang mungkin? Pertidaksamaan yang didapat adalah Dari Tabel 10, contoh kesalahan keterampilan proses yang yang dilakukan oleh siswa adalah siswa mampu dalam memilih pendekatan yang harus dilakukan untuk menemukan nilai p akan tetapi siswa salah 55

71 dalam proses perhitungan. Pada proses perhitungan pada tabel 10 kesalahan siswa dapat dilihat pada baris keempat. Pada saat siswa menyelesaikan soal menyertakan pertidaksamaan, siswa tidak memperhatikan bilangan pembagi yang dapat mempengaruhi perubahan tanda hubung dalam pertidaksamaan 5) Kesalahan Penulisan (Encoding Error) Mengidentifikasi kesalahan dalam menyatakan jawaban dinotasikan dengan E. Jika siswa tidak dapat menyatakan solusi sebuah masalah dalam bentuk tertulis (Jha, 2012: 18). Menurut Singh (2010: 267) sebuah kesalahan masih tetap bisa terjadi meskipun siswa selesai memecahkan permasalahan matematika yaitu bahwa siswa salah menuliskan apa yang ia maksudkan. Adapun contoh kesalahan penulisan yang dilakukan siswa ditunjukkan pada Tabel 11 berikut. Tabel 11 Contoh Kesalahan Penulisan yang Dilakukan Siswa Kalimat atau Pertanyaan dalam soal Kesalahan siswa Hitung Volum Volum dari kubus tersebut adalah 6 cm kali 3 cm kali 5 cm yaitu 90 cm dari kubus berikut Dari tabel 11 contoh kesalahan yang dilakukan oleh siswa adalah siswa mampu memilih langkah- langkah yang harus dilakukan untuk menemukan volum kubus akan tetapi siswa salah dalam penulisan jawaban terakhir. Seharusnya jawaban akhir yang dimaksud dalam soal 90 cm 3 akan tetapi siswa hanya menuliskan 90 cm 56

72 B. Kajian Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Hidayati Arifani, Abdur Rahman As ari, dan Abadyo pada tahun 2016 yang berjudul Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Matematika TIMSS Menurut Teori Newman: Studi Kasus pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Tanjungbumi Bangkalan yang dipublikasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UNY 2016 hal Salah satu hasil dalam penelitian ini adalah siswa yang menjadi subjek penelitian tidak melakukan kesalhan dalam membaca, mengalami 2 kesalhan dalam hal memahami, 1 kesalahan dalam transformasi, 2 kesalahan dalam keterampilan proses, dan 0 kesalahan dalam penulisan jawaban. Siswa mengalami kesalahan paling banyak pada tipe kesalahan memahami dan kesalhan keterampilan proses. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Kartika Dwi Aningtyas dengan judul Analisis Soal-soal Ulangan Akhir Semester Matematika Kelas IX SMP Negeri 2 Wonosari ditinjau dari Aspek Kognitif Tahun Ajaran 2010/2011 dan 2011/2012 menghasilkan bahwa pada soal Ulangan Akhir Semester Gasal Tahun Ajaran 2010/2011 persentase aspek mengingat pada soal sebesar 11,11%, aspek memahami sebesar 13,33%, aspek mengaplikasikan sebesar 62,22%, aspek menganalisis sebesar 13,33%. Untuk soal Ulangan Akhir Semester Gasal Tahun Ajaran 2011/2012 persentase aspek mengingat sebesar 11,11% aspek memahami sebesar 8,89%, aspek mengaplikasikan sebesar 64,44%, aspek menganalisis sebesar 15,56%. Pada Ulangan Akhir semester Gasal Tahun Ajaran 2010/2011 distraktor karena kesalahan fakta memiliki 57

73 persentase sebesar 2,50%, distraktor karena kesalahan konsep sebesar 22,5%, distraktor karena kesalahan prinsip sebesar 47,5% dan distraktor karena kesalahan keterampilan sebesar 27,5%. Sedangkan pada Ulangan Akhir Semester Gasal Tahun Ajaran 2011/2012 distraktor karena kesalahan fakta memiliki persentase sebesar 5,55%, distraktor karena kesalahan konsep sebesar 38,89%, distraktor karena kesalahan prinsip yaitu sebesar 38,89% dan distraktor karena kesalahan keterampilan sebesar 16,67%. C. Kerangka Berpikir TIMSS merupakan salah satu assesmen pendidikan secara internasional yang dapat digunakan sebagai tolak ukur kualitas pendidikan. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang menjadi fokus penilaian TIMSS. Dalam matematika, siswa tidak hanya dituntut memiliki kemampuan berhitung saja, namun siswa juga harus memiliki kemampuan bernalar yang logis dan kritis dalam menyelesaikan masalah. Penilaian TIMSS mengacu pada domain kognitif dan konten, kemampuan kognitif dibagi dalam tiga ranah yaitu pengetahuan, penerapan, dan penalaran. Salah satu tujuan pembelajaran matematika disekolah adalah menggunakan penalaran matematis. Berdasarkan hasil TIMSS, kemampuan penalaran matematis siswa di Indonesia masih rendah. Pada TIMSS 2011 Indonesia juga berada dibawah rata-rata dengan perolehan nilai 386 dari nilai scale centerpoint (median) 500. Akan tetapi dalam beberapa kegiatan matematika berskala Internasional seperti olimpiade, siswa Indonesia mendapatkan hasil yang bagus dan 58

74 membanggakan. Beberapa siswa Indonesia berhasil memenangi ajang bergengsi adu keterampilan di olimpiade matematika baik dari jenjeng sekolah dasar ataupun sekolah menengah. Hal ini terlihat dari benyaknya penghargaan yang diperoleh siswa Indonesia dalam olimpiade matematika di dunia Internasional seperti IMO (International Mathematics Olympiad). Salah satu bukti yang terdekat adalah pada tahun 2013 di Colombia, tim olimpiade matematika Indonesia meraih 1 medali emas, 4 medali perak, dan 1 medali perunggu, dan pada IMO 2013 ini juga Indonesia menempati peringkat 19 dari 97 negara. Untuk IMO 2014 tim olimpiade matematika Indonesia menempati peringkat 29 dari 101 negara dengan perolehan 2 medali perak, 3 medali perunggu, dan 1 medali penghargaan honorable mention, Jika dicermati, banyaknya negara yangmengikuti tes TIMSS hanya sedikit, sedangkan kegiatan bergengsi seperti olimpiade banyaknya negara peserta jauh lebih banyak. Oleh karena itu muncul pertanyaan apa yang menjadi kesulitan siswa Indonesia dalam mengerjakan soal TIMSS. 59

75 Berikut adalah bagan alur kerangka berpikir dari penelitian ini Assesmen Pendidikan Ujian Nasional TIMSS Uji kemampuan matematika Uji Kompetensi Minimal Prestasi siswa indonesia rendah Prestasi UN rendah Indonesia banyak menjuarai ajang olimpiade matematika Apa saja kesalahan yang dilakukan siswa Indonesia dalam mengerjakan soal TIMSS Mengidentifikasi kesalahan siswa dalam mengerjakan soal TIMSS pada pilihan ganda berdasarkan distraktornya dan pada uraian berdasarkan tipe kesalahan Newman Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir 60

76 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif. Pemilihan penelitian deskriptif adalah karena kelebihannya yang dapat memotret suatu kejadian alami maupun buatan tangan manusia. Penelitian deskriptif eksploratif ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai kesulitan siswa pada soal mirip TIMSS berbentuk pilihan ganda berdasarkan distraktor yang ada dan kesulitan siswa pada soal uraiannya menurut teori Newman berupa Pemahaman (Comprehension), Transformasi (Transformation), Keterampilan Proses (Process Skill), dan pengkodean (Encoding). B. Subjek dan Objek Penelitian Subjek Penelitian ini adalah 32 siswa kelas VIII dari SMP N 1 Paliyan, yaitu 32 siswa dari kelas VIII B dan Objek penelitian ini adalah 32 hasil tes siswa kelas VIII SMP N 1 Paliyan yang telah dilakukan oleh Nidya Ferry Wulandari dan Jailani dalam penelitian payung (Jailani & Retnowati, 2015). SMP N 1 Paliyan merupakan sekolah dengan strata sekolah sedang berdasarkan rata-rata nilai UN matematika tahun yaitu 58,26. C. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP N 1 Paliyan yang beralamat Jl. Raya Paliyan No.77, Karangduwet, Paliyan, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, dari 31 Maret 2015 sampai dengan 27 Mei Proses dokumentasi data dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2017 di Universitas Negeri Yogyakarta. 61

77 D. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data mengenai kesalahan-kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal-soal mirip TIMSS pada pilihan ganda berdasarkan distraktornya dan pada uraian menggunakan analisis kesulitan Newman. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data kuantitatif yang diperoleh dari dokumentasi hasil pekerjaan siswa yang telah dilaksanakan oleh Nidya Ferry Wulandari dan Jailani dalam penelitian payung (Jailani & Retnowati, 2015). Hal ini masih dapat dilakukan karena peneliti menggunakan data sekunder berupa data respon siswa dalam mengerjakan soal mirip TIMSS dari penelitian yang dilakukan oleh Nidya Ferry Wulandari dan Jailani dalam penelitiannya tahun Metode analisis data sekunder adalah salah satu metode penelitian. Analisis data sekunder merupakan analisis lebih lanjut dari suatu himpunan data yang sudah ada, dan memunculkan tafsiran, simpulan atau pengetahuan yang berbeda sebagai tambahan terhadap apa yang telah disajikan dalam keseluruhan dan temuan utama penelitian terdahulu atau semula (Johnston, 2014:620). Pengumpulan data dengan teknik dokumentasi yaitu dengan menggunakan instrumen penelitian berupa dokumentasi hasil pekerjaan siswa yang dilakukan oleh Nidya Ferry Wulandari dan Jailani dalam penelitiannya tahun Dari hasil pekerjaan tersebut peneliti membuat rubrik penelitian dengan mengkategorikan setiap opsi yang terdapat pada pilihan ganda dengan tipetipe distraktor yang berupa salah konsep, salah hitung, dan kurang teliti serta 62

78 membuat rubrik penelitian analisis kesulitan siswa berdasarkan teori dari Newman yaitu comprehension error (kesalahan memahami), transformation error (kesalahan dalam transformasi), process skills error (kesalahan dalam keterampilan proses), dan encoding error (kesalahan penulisan jawaban). E. Instrumen Penelitian Instrumen adalah suatu alat/seperangkat alat yang digunakan untuk mengumpulkan data ketika penelitian (Arikunto, 2000). Penelitian ini menggunakan dua macam instrumen untuk menggambarkan letak kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam mengerjakan soal mirip TIMSS yaitu: Instrumen untuk tipe distraktor pada soal pilihan ganda dan instrumen butir soal uraian. Instrumen pilihan ganda dibuat dengan mengkategorikan setiap opsi pada soal dengan tipe distraktor berupa salah konsep, salah hitung, dan kurang teliti. Sedangkan untuk uraiannya menggunakan kategori kesalahan berdasarkan teori Newman berupa comprehension error (kesalahan memahami), transformation error (kesalahan dalam transformasi), process skills error (kesalahan dalam keterampilan proses), dan encoding error (kesalahan penulisan jawaban). Soal pilihan ganda terdiri dari 37 soal dan 4 soal uraian yang dibuat oleh Nidya Ferry Wulandari dan Jailani dalam penelitiannya. Tabel 12 berikut merupakan kisi-kisi soal TIMSS yang telah dibuat oleh Nidya Ferry Wulandari dan Jailani yang mencakup dua domain yaitu domain konten dan domain kognitif: 63

79 Domain Kognitif Pengetahuan (Knowing) Penerapan (Applying) Penalaran (Reasoning) Mengingat Mengenali Menghitung Tabel 12. Kisi-kisi Soal Model TIMSS Nomor Soal Domain Konten Indikator Bilangan Aljabar Geometri Memperoleh informasi A.2, A.7 A.6 A.1, A.4, A.5 A.13, A.15, A.17, A.19, A.20 A.21 A.25, A.29 A.26, A.30 Data dan Peluang A.35 B.4 (a), A.31 Memilih strategi A.28 Menyajikan A.3 C.2 Memodelkan B.3, A.12 A.16 Menerapkan A.14, B.4 (b), A.9 C.1 A.18 A.32 Menyelesaikan masalah A.36 A.11 A.22 rutin Menganalisis B.1 A.23 A.34 Menggeneralisasikan B.2, A.33 A.10 C.4 Memadukan/mensintesis A.8 A.24 Memberikan alasan C.3, A.27 Menyelesaikan masalah A.37 nonrutin Banyak Soal Banyak soal Keterangan: A : Soal Pilihan ganda B : Soal Isian Singkat C : Soal Uraian Untuk menganalisis data, intrumen yang digunakan adalah rubrik kesulitan siswa pada pilihan ganda dan rubrik kesulitan soal uraian

80 F. Bukti Validitas Validitas instrumen perlu dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen layak diujikan kepada siswa atau tidak. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Sebuah tes harus memiliki bukti validitas untuk mengetahui apakah instrumen tes tersebut sudah mampu mengukur apa yang diukur atau diteliti (Allen & Yen, 1979: 95). Validitas instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi karena menurut Allen & Yen (1979: 96) bahwa validitas isi merupakan hal yang utama dan pertama dalam mengembangkan semua jenis tes. Menurut Reynolds, Livingston & Wilson (2010: 126) validitas isi berguna untuk mengetahui apakah instrumen sudah relevan dan representatif terhadap domain atau fokus dari apa yang akan diteliti atau belum. Validasi terhadap isi instrumen tes dilakukan dengan cara mengkonsultasikan kepada para pakar (professional judgments). Data validasi instrumen dikumpulkan dengan memberikan lembar validitas instrumen kepada validator. Validator akan memberikan masukan perbaikan dan penilaian sesuai dengan kriteria penilaian pada lembar validasi instrumen. Perubahan atau perbaikan butir soal pada instrumen tes dilakukan berdasarkan masukan dan saran dari validator. Oleh karena itu, lembar validitas instrumen disusun sendiri oleh peneliti kemudian dikonsultasikan kepada dosen pembimbing. 65

81 G. Estimasi Reliabilitas Estimasi reliabilitas perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat konsistensi dari instrumen yang akan digunakan dalam penelitian sehingga dapat diminimalkan kesalahan pengukuran (Popham, 1995: 21). Reliabilitas tes diestimasi berdasarkan koefisien reliabilitas dan digunakan untuk mengetahui tingkat keterandalan suatu tes. Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal pilihan ganda, isian, dan esai. Instrumen tes diujicobakan kepada sampel ujicoba untuk diketahui estimasi reliabilitasnya. Suatu tes dikatakan reliabel jika hasil pengukuruan yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut berulang kali terhadap subyek yang sama akan menunjukkan hasil yang tetap sama atau ajeg. Oleh karena itu rumus yang digunakan untuk mengestimasi reliabilitas tes yang berbentuk esai ataupun pilihan ganda dengan data dikotomi adalah rumus koefisien Alpha Cronbach, yaitu: Sumber: Allen & Yen (1979: 83) Keterangan: : koefisien estimasi reliabilitas : skor pengamatan : variansi total dari : variansi skor tiap butir : banyak butir soal/banyak belahan Koefisien estimasi reliabilitas untuk tes ekmampuan siswa di kelas diharapkan paling tidak adalah 0,70 (Reynolds, Livingston, & Wilson, 2010: 66

82 108). Semakin tinggi skor estimasi reliabilitas, maka tes akan lebih tepat atau sesuai dengan tingkat kemampuan yang diukur kepada responden (Ebel & Frisbie, 1991: 77). Ujicoba untuk soal model TIMSS dilaksanakan pada siswa kelas VIII di SMPN 1 Bantul. Estimasi reliabilitas dihitung dengan menggunakan bantuan software SPSS. Tabel 13 berikut ini adalah estimasi reliabilitas untuk model TIMSS yang diujikan pada siswa kelas VIII SMPN 1 Bantul Tabel 13. Estimasi Reliabilitas Soal Model TIMSS Cronbach s Banyak Alpha Butir Soal 0, Koefisien estimasi reliabilitas untuk soal model TIMSS yang diujikan di SMPN 1 Bantul adalah 0,612. Selanjutnya dicari nilai Standart Error of Measurement (SEM) dengan formula: Berdasarkan nilai SEM tersebut artinya apabila soal model TIMSS digunakan lagi, maka skor yang diperoleh siswa terletak pada selang - 3,05 sampai dengan + 3,05. H. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data dokumentasi. Untuk menganalis data yang yang diperoleh dalam penelitian ini maka digunakan teknik analisis data sebagai berikut: 67

83 Analisis data untuk menentukan letak kesulitan siswa dalam mengerjakan soal pilihan ganda dan soal uraian menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Dokumentasi respon siswa terhadap tes yang dilaksanakan oleh Nidya Ferry Wulandari dalam penelitiannya menggunakan bantuan software Microsoft Excel dan berdasarkan rubrik penelitian yang telah dibuat. Jawaban siswa pada soal pilihan ganda di analisis dan dikategorikan apakah jawabannya benar, atau siswa memilih jawaban yang salah dengan distraktor tertentu. Jawaban benar dan jawaban dengan distraktor berupa salah konsep, salah hitung, dan kurang teliti akan dihitung berapa siswa dan ditentukan mana distraktor yang sering terpilih dan tidak beserta berapa persen siswa yang memilihnya. Deskripsi data persentase distraktor yang terpilih diperoleh dari banyaknya siswa yang memilih distraktor dibandingkan dengan banyaknya siswa yang melakukan tes dikalikan 100%. Untuk soal uraian, jawaban siswa akan dianalisis menggunakan teori kesalahan Newman berupa comprehension error (kesalahan memahami), transformation error (kesalahan dalam transformasi), process skills error (kesalahan dalam keterampilan proses), dan encoding error (kesalahan penulisan jawaban). Setiap jawaban siswa akan diidentifikasi kesalahan yang muncul dan kategori yang muncul merupakan kesalahan apa saja. Deskripsi data berupa persentase kesalahan siswa diperoleh dari banyaknya siswa yang melakukan kesalahan dibandingkan dengan jumlah seluruh guru dikalikan 100%. Sedangkan untuk menunjukkan kesalahan yang cenderung banyak dilakukan oleh siswa dilihat dari persentase kesalahan tertinggi yang didapat 68

84 pada setiap nomor. Dari penilaian tersebut akan diperoleh letak kesalahan terbesar yang dilakaukan siswa sesuai dengan teori Newman. Dalam penyelesaian soal uraian dianalisis secara deskriptif kuantitatif yaitu mengadakan penafsiran data berdasarkan perhitungan persentase tingkat kesulitan siswa menurut teori Newman. Untuk mengetahuinya dapat dihitung dengan menggunakan formula: Keterangan: : Persentase tingkat kesulitan siswa : Banyak siswa yang melakukan kesalahan tertentu sesuai kesalahan Newman : Banyak siswa yang mengikuti tes Setelah dilaksanakan perhitungan berdasarkan formula diatas, kemudian hasil dibandingkan berdasarkan kriteria kesulitan (Arikunto, 2002:246) sebagai berikut: Tabel 14. Kriteria Kesulitan Taraf/Tingkat Kesulitan (%) Kriteria Sangat Tinggi Tinggi Sedang 0-39 Rendah Analisis tersebut dilakukan secara deskriptif dengan menafsirkan hasil perhitungan persentase ketercapaian kemampuan siswa dalam penyelesaian masalah matematika. Dengan menganalisis tes uraian dapat diketahui kesalahan mana yang paling banyak dilakukan oleh guru berdasarkan tipe kesalahan menurut teori Newman. 69

85 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan siswa dalam mengerjakan soal mirip TIMSS. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada penelitian ini, peneliti menganalisis hasil pekerjaan siswa yang dilakukan oleh Nidya Ferry Wulandari dan Jailani dalam penelitiannya pada tahun Tes yang dilakukan oleh Nidya Ferry Wulandari dan Jailani tersebut ditujukan untuk siswa kelas VIII SMP N 1 Paliyan, Gunung Kidul, DIY. Hasil tes siswa tersebut kemudian dianalisis secara kuantitatif. Proses dokumentasi hasil tes kompetensi siswa yang dilaksanakan oleh Nidya Ferry Wulandari dan Jailani tahun 2015 dilakukan peneliti pada bulan Juni hingga bulan Juli 2017 di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Dari proses dokumentasi, diperoleh data siswa yang mengikuti tes yang dilakukan oleh Nidya Ferry Wulandari dan Jailani di SMP N 1 Paliyan berjumlah 32 siswa dari kelas VIIIB. Pada tes yang dilaksanakan oleh Nidya Ferry Wulandari dan Jailani pada tahun 2015, siswa mengerjakan 37 soal pilihan ganda, dan 4 soal uraian. Soalsoal tersebut terdiri dari 2 domain penilaian yaitu domain konten dan domain kognitif. Untuk domain konten terdiri dari aspek bilangan, aljabar, geometri, serta data dan peluang. Sedangkan untuk domain kognitif terdiri dari aspek pengetahuan, penerapan dan penalaran. 70

86 Dari 37 soal pilihan ganda, dan 4 soal uraian, maka didapatkan hasil pekerjaan siswa dalam tes kompetensi yang dilaksanakan oleh Nidya Ferry Wulandari dan Jailani pada tahun Untuk soal pilihan ganda akan dilihat jawaban-jawaban siswa dan diidentifiksasi kesulitan siswa dalam memilih jawaban berdasarkan distraktor yang ada. Sedangkan untuk soal uraiannya dianalisis berdasarkan teori kesalahan Newman yang berupa Kesalahan Memahami Masalah (Comprehension Error), Kesalahan Transformasi (Transformation Error), Kesalahan Ketrampilan Proses (Process Skill Error), dan Kesalahan Penulisan (Encoding Error). Dari analisis yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut: 1. Kesulitan siswa dalam mengerjakan soal pilihan ganda Setelah dilakukan analisis kepada semua responden, dengan jumlah soal pilihan ganda berjumlah 37 soal dan jumlah anak yang mengikuti tes dari kelas VIII B adalah sebanyak 32 anak. Didapatkan data kesulitan siswa sebagai berikut: a. Kesulitan siswa dilihat dari tiap soal Tabel 15. Kesulitan siswa pada soal pilihan ganda no 1-10 Keterangan\No Jawaban benar Salah konsep Salah hitung Kurang teliti Jawaban kosong Spesial Dari Tabel 15, dapat dilihat untuk soal no 1, banyaknya siswa yang menjawab benar ada 28 orang, menjawab salah karena terkecoh oleh 71

87 distraktor kesalahan konsep sebanyak 3 orang, terkecoh karena kurang teliti dalam memilih jawaban sebanyak 1 orang, dan tidak ada siswa yang terkecoh pada distraktor kurang teliti serta semua siswa memberikan jawaban pada soal no 1. Untuk soal no 7 terdapat 4 orang yang terkecoh karena distraktor kurang teliti. Sedangkan untuk soal no 3 dan 4 terdapat 1 siswa yang tidak menjawab pertanyaan dst. Tabel 16. Kesulitan siswa pada soal pilihan ganda no Keterangan\No Jawaban benar Salah konsep Salah hitung Kurang teliti Jawaban kosong Spesial Dari Tabel 16 dapat terlihat banyak siswa yang tidak menjawab pertanyaan, seperti pada no 18, ada 9 siswa yang tidak memberikan jawaban, hanya 6 siswa yang benar dalam menjawab, dan 17 siswa mengalami kesalahan konsep dalam menjawab. Sedangkan untuk no 11, Semua siswa memberi jawaban pada soal, 29 dari siswa dapat menjawab soal dengan benar dan 3 siswa salah menjawab terkecoh oleh distraktor salah hitung. Tabel 17. Kesulitan siswa pada soal pilihan ganda no Keterangan\No Jawaban benar Salah konsep Salah hitung Kurang teliti Jawaban kosong Spesial

88 Untuk Tabel 17, semua siswa memberikan jawaban hanya pada soal no 24, dengan 24 siswa mampu menjawab benar, 1 siswa terkecoh oleh distraktor karena salah hitung, dan 7 orang siswa salah menjawab karena kurang teliti. Selain soal no 24, beberapa siswa tidak memberikan jawaban pada soal no 21, 22 dan 23 sebanyak 6 orang, 25 sebanyak 6 orang dst. Tabel 18. Kesulitan siswa pada soal pilihan ganda no Keterangan\No Jawaban benar Salah konsep Salah hitung Kurang teliti Jawaban kosong Spesial Pada Tabel 18, terlihat ada beberapa jawaban spesial dari siswa, untuk no 33, siswa memberikan tanda jawaban pada 2 opsi jawaban, yaitu menyilang pada pilihan B dan C. Sedangkan untuk no 34, kasus spesialnya adalah siswa memberikan jawaban pada B dan C juga. Di no 35, ada salah satu siswa yang menyilang opsi A dan C, dan untuk no 37, terdapat seorang siswa yang menyilang opsi A dan C. b. Kesulitan siswa dilihat dari keseluruhan soal Tabel 19. Kesulitan pada soal pilihan ganda secara menyeluruh Kategori Frekuensi Persentase (%) Jawaban benar ,63 Salah konsep ,44 Salah hitung 91 7,686 Kurang teliti 67 5,659 Jawaban kosong ,25 Spesial 4 0,338 Total

89 Tabel 19 adalah tabel kesulitan siswa dalam mengerjakan soal pilihan ganda secara menyeluruh dari no 1-37, didapatkan bahwa terdapat 635 jawaban benar, dengan persentase 53,63 %, 242 jawaban salah karena kesalahan konsep dengan persentase 20, 44%. Salah hitung sebanyak 91 dengan persentase 7,686%. Kurang teliti sebanyak 67 dengan persentase 5,659% dan jawaban kosong 145 sebanyak 12,25%. Sedangkan untuk kesalahan spesial ada 4 kesalahan atau 0,338% dimana keempat kesalahan tersebut adalah siswa menjawab 2 pilihan dalam satu soal. c. Kesulitan siswa dilihat dari domain kognitif dan domain konten 1) Domain Konten Jika melihat kesulitan siswa dalam mengerjakan soal pilihan ganda dari domain konten, maka didapatkan data dalam bentuk persentase yaitu: Tabel 20. Kesulitan siswa dilihat dari Domain Konten Kategori Bilangan Aljabar Geometri Data dan Peluang Jawaban benar 71,875 41, Salah konsep 16,795 21,590 26,988 12,5 Salah hitung 3,515 12,784 1,704 12,053 Kurang teliti 1,562 7,386 7,954 9,375 Jawaban kosong 6,25 17,045 13,352 14,285 Spesial ,785 Total Berdasarkan tabel 20, Pada Konten Bilangan, siswa dapat menjawab benar sebesar 71, 87%, menjawab tapi salah konsep sebesar 16,79%, mengalami kesalahan hitung sebanyak 3,51%, kurang teliti sebanyak 1,56% dan tidak menjawab pertanyaan sebanyak 6,25%. Terlihat siswa memberikan jawaban spesial pada aspek data dan 74

90 peluang sebesar 1,79% yang berarti terdapat 4 siswa yang memberikan jawaban spesial pada aspek Data dan Peluang. 2) Domain kognitif aspek pengetahuan (knowing) Tabel 21. Kesulitan siswa dilihat dari Domain Kognitif Aspek Pengetahuan (Knowing) Kategori K1 K2 K3 K4 K5 K6 Jawaban benar 66,406 55,208 59,027 65, ,25 Salah konsep 14,062 22,916 8,680 1,562 28,125 3,125 Salah hitung 0,781 3,125 15,277 3, ,5 Kurang teliti 6,25 8,333 4,167 18, Jawaban kosong 12,5 10,416 12,5 10,937 21,875 3,125 Spesial 0 0 0, Total Keterangan: K1:Mengingat K2:Mengenali K3:Menghitung K4:Memperoleh Informasi K5:Mengukur K6:Mengelompokkan/Mengurutkan Dilihat dari Tabel 21, Pada domain kognitif berupa aspek pengetahuan. Terlihat siswa sebagian besar dapat menjawab dengan benar pada indikator K6 yang berupa mengelompokkan/mengurutkan, terlihat 81,25% jawaban siswa benar, 3,125% siswa salah konsep, 12,5% mengalami salah hitung. Dan 3,125% siswa tidak memberikan jawaban. Sedangkan pada indikator ke 3 yang berupa keahlian menghitung, terdapat 0,34 % jawaban spesial yang berarti terdapat terdapat satu jawaban spesial dari siswa. 75

91 3) Domain kognitif aspek penerapan(applying) Tabel 22. Kesulitan siswa dilihat dari Domain Kognitif Aspek Penerapan (Applying) Kategori A1 A2 A3 A4 A5 Jawaban benar 54, ,125 70, , ,8125 Salah konsep 25 38, , , ,625 Salah hitung 9,375 18,75 3, Kurang teliti ,3125 Jawaban kosong 10, , ,5 20,3125 4,6875 Spesial ,5625 1,5625 Total Keterangan: A1:Memilih Strategi A2:Menyajikan A3:Memodelkan A4:Menerapkan A5:Menyelesaikan Masalah Rutin Tabel 22 menjabarkan kesulitan siswa dilihat dari domain kognitif aspek penerapan, dimana dari tabel terlihat siswa mengalami kesulitan pada indikator ke A2, A4, dan A5 yang berupa keahlian menyajikan, kemudian menerapkan, dan yang terakhir adalah menyelesaikan masalah. Pada indikator menyajikan, siswa hanya mendapatkan jawaban benar sebesar 21%, pada indikator menerapkan mendapatkan jawaban 20,31% dan pada indikator menyelesaikan masalah rutin hanya terdapat 32,81% jawaban benar. Pada indikator menerapkan dan menyelesaikan masalah rutin terdapat masing-masing 1,56% jawaban spesial yang berarti ada terdapat 1 soal yang dijawab spesial pada masing-masing indikator menerapkan dan menyelesaikan masalah rutin. 76

92 4) Domain kognitif Aspek Penalaran (Reasoning) Tabel 23. Kesulitan siswa dilihat dari Domain Kognitif Aspek Penalaran (Reasoning) Kategori R1 R2 R3 R4 R5 Jawaban benar 78,125 6,25 56,25 66,406 55,208 Salah konsep 4,687 68, ,062 22,916 Salah hitung 1, ,375 0,781 3,125 Kurang teliti 10,937 12,5 9,375 6,25 8,333 Jawaban kosong 4,687 12,5 21,875 12,5 10,416 Spesial 0 0 3, Total Keterangan: R1:Menganalisis R2:Menggeneralisasikan R3:Memadukan/Mensintesis R4:Memberikan Alasan R5:Menyelesaikan Masalah Non Rutin Untuk tabel 23. menjabarkan kesulitan siswa jika dilihat dari domain kognitif aspek penalaran. Terlihat jelas pada tabel bahwa pada indikator R2 atau menggeneralisasikan, siswa mengalami kesulitan dengan hanya terdapat 6,25% jawaban benar, persentase ini merupakan persentase paling rendah dibandingkan indikator-indikator lainnya. Sebagian besar siswa terkecoh karena distraktor kesalahan konsep. Terdapat 68,75% jawaban salah karena kesalahan konsep pada indikator menggeneralisasikan ini. Terlihat juga ada jawaban spesial pada indikator R3 atau memadukan/mensitesis yang berarti terdapat 1 jawaban spesial pada indikator ini. 2. Kesulitan Siswa dalam Mengerjakan Soal Uraian Setelah dilakukan analisis kepada semua responden menggunakan teori kesulitan dari newman yang berupa Kesalahan Memahami Masalah 77

93 (Comprehension Error), Kesalahan Transformasi (Transformation Error), Kesalahan Ketrampilan Proses (Process Skill Error), dan Kesalahan Penulisan (Encoding Error) dimana jumlah soal uraian berjumlah 4 soal. Terkhusus pada soal no 1 terdapat soal tambahan, dimana untuk no 1 ada 2 pertanyaan serta jumlah anak yang mengikuti tes dari kelas VIII B adalah sebanyak 32 anak. Didapatkan data kesulitan siswa sebagai berikut: a. Tingkat kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalahan soal no 1 Butir soal no 1 uraian merupakan soal yang memuat domain konten geometri dan domain kognitif penerapan untuk indikator menyajikan. Pada soal no 1 ini terdiri dari 2 bagian pertanyaan dimana untuk pertanyaan pertama diminta menentukan luas dari segitiga yang telah diketahui kedua sisinya sedangkan untuk pertanyaan kedua, setelah siswa dapat menentukan luas segitiga tersebut, maka siswa diminta untuk menggambarkan sebuah bangun datar yang mempunyai luas sama dengan segitiga tersebut. Untuk menjawab no 1 pertanyaan pertama siswa dapat menentukan tinggi nya terlebih dahulu dengan menggunakan teorema phytagoras, dan menghitung luasnya dengan tinggi yang telah ditemukan. Setelah dilakukan analisis kepada semua responden, maka diperoleh kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah sesuai dengan teori newman sebagai berikut: 78

94 120% 100% 80% 60% 40% 20% Persentase Kesulitan Siswa No 1a 97% 97% 75% 94% 0% Comprehension Transformation Process Skill Encoding Gambar 2. Persentase kesulitan siswa pada soal no 1a Berdasarkan Gambar 2, diketahui bahwa sebanyak 97% siswa mengalami kesulitan dalam memahami masalah, 97% mengalami kesulitan dalam mentransformasikan masalah, 75% masih salah dalam ketrampilan proses, dan pada tipe penulisan jawaban akhir ada 94% siswa yang masih melakukan kesalahan. Sedangkan untuk menjawab soal no 1 pertanyaan kedua, siswa harus mengetahui terlebih dahulu luas segitiga yang ditanyakan dan menentukan bangun segiempat apa yang ingin dibuat, apakah itu persegi, persegi panjang, jajar genjang dll, setelah itu siswa dapat membuat bangun datar yang diinginkan sesuai dengan luas segitiga dengan mempertimbangkan alas dan tingginya, siswa dapat mengecek ulang luas bangun datar baru apakah sudah sesuai dengan luas segitiga sebelumnya atau tidak. Hasil analisis pada soal no 1 pertanyaan kedua adalah sebagai berikut: 79

95 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Persentase Kesulitan Siswa no 1b 72% 81% 38% 41% Comprehension Transformation Process Skill Encoding Gambar 3. Persentase kesulitan siswa pada soal no 1b Terlihat pada Gambar 3, bahwa siswa dalam mengerjakan soal no 1b masih mengalami kesulitan pada aspek memahami soal yaitu 72%, pada aspek mentransformasikan soal ke bentuk matematika masih mengalami kesulitan sebanyak 38%. Kesulitan tertinggi pada prosess skill yaitu sebnyak 81% dan pada aspek menuliskan jawaban 41% siswa masih mengalami kesulitan. b. Tingkat kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalahan soal no 2 Masalah kedua pada soal uraian adalah masalah pada domain konten data dan peluang, dengan indikator aspek kognitif berupa mengelompokkan atau mengurutkan. Pada soal ini diketahui data banyaknya stok golongan darah yang ada di PMI (Palang Merah Indonesia) Sleman. Siswa diminta untuk menunjukkan data banyaknya stok golongan darah tersebut dalam bentuk diagram lingkaran. Untuk membuat diagram lingkaran yang diminta, siswa terlebih dahulu harus mengetahui besar juring lingkaran dalam derajat untuk banyaknya stok 80

96 golongan darah telebih dahulu atau siswa dapat juga menghitung perbandingan degan bantuan titik-titik yang tersedia. Setelah itu barulah siswa bisa menggambar diagram lingkaran dengan tepat. Dari hasil analisis yang telah dilakukan didapatkan data sebagai berikut: 100% 80% 60% 40% Persentase Kesulitan Siswa no 2 94% 75% 69% 44% 20% 0% Comprehension Transformation Process Skill Encoding Gambar 4. Persentase kesulitan siswa pada soal no 2 Gambar 4 menunjukkan kesulitan siswa dalam mengerjakan soal no 2, sehingga dapat dilihat bahwa kesulitan terbesar siswa pada no 2 adalah pada bagian ketrampilan menghitung yaitu sebanyak 94%. Sedangkan yang paling kecil adalah pada bagian penulisan jawaban yaitu sebesar 34%. Untuk bagian memahami soal siswa mengalami kesulitan 75%, dan 69% siswa masih sulit dalam hal mentransformasikan soal. c. Tingkat kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalahan soal no 3 Pada soal no 3, siswa diminta untuk mengidentifikasi dua gambar segitiga yang terlihat sama dan sebangun. Terdapat pula dua argumen anak tentang kedua segitiga tersebut, dimana Cindi berargumen bahwa kedua segitiga tersebut sama dan sebangun dan Johan berargumen bahwa kedua 81

97 segitiga tersebut tidak sama dan sebangun. Mereka mengungkapkan alasannya masing-masing. Dan siswa diminta untuk menentukan argumen siapakah yang benar. Soal ini tergolong dalam domain konten geometri dengan indikator aspek kognitifnya adalah menggeneralisasikan. Hasil analisis data seluruh responden adalah sebgai berikut: 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% Persentase Kesulitan Siswa no 3 91% 97% 72% 72% Comprehension Transformation Process Skill Encoding Gambar 5. Persentase kesulitan siswa pada soal no 3 Dari Gambar 5 menunjukkan bahwa sebesar 91% siswa tidak dapat memahami masalah, 72% siswa masih kesulitan dalam mentransformasikan soal. Dan kesulitan tertinggi adalah pada aspek ketrampilan proses yaitu sebesar 97% siswa. Dan yang terakhir pada aspek menuliskan jawaban, siswa masih mengalami kesulitan sebesar 72%. d. Tingkat kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalahan soal no 4 Permasalahan uraian no 4 merupakan soal yang tergolong dalam domain kognitif aspek penerapan dengan indikator menyelesaikan masalah rutin dan tergolong dalam aljabar sebagai domain kontennya. Pada soal no 4 ini, diketahui sebuah persegi yang mempunyai luas 36 cm 2. Dan terdapat persegi kedua dengan ukuran diagonalnya setengah diagonal persegi 82

98 pertama, persegi ketiga dengan ukuran diagonalnya setengah diagonal persegi kedua, dan begitu seterusnya sampai persegi ke-n. Dari analalis hasil perkerjaan siswa diperoleh data sebagai berikut: 120% 100% 80% 60% 40% 20% 0% Persentase Kesulitan Siswa no 4 94% 94% 97% 25% Comprehension Transformation Process Skill Encoding Gambar 6. Persentase kesulitan siswa pada soal no 4 Dari Gambar 6 diatas didapatkan bahwa, siswa masih banyak kesulitan dalam mengerjakan soal no 4. Terlihat pada aspek memahami soal dan mentransformasikan soal, siswa masih mengalami kesulitan masing-masing sebesar 94%. Sedangkan jika melihat pada aspek menyimpulkan, terdapat 97% siswa yang masih kesulitan dalam menulis kesimpulan jawaban dan ini merupakan kesulitan terbesar untuk soal no 4. Dan untuk ketrampilan menghitung, siswa masih kesulitan sebesar 25%. e. Tingkat kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal uraian Dari kelima soal uraian yang telah dianalisis, maka didapatkan persentase kesulitan siswa berdasarkan teori newman. Secara keseluruhan, analisis kesulitan siswa dalam menyelesaikan permasalahan no 1 sampai dengan nomor 4 adalah sebagai berikut: 83

99 100% 80% Persentase Kesulitan Siswa sesuai teori Newman 86% 74% 74% 69% 60% 40% 20% 0% Comprehension Transformation Process Skill Encoding Gambar 7. Persentase kesulitan siswa secara keseluruhan pada soal uraian Dari Gambar 7 dapat diketahui bahwa kesulitan siswa terbesar adalah apada bagian memahami masalah, yaitu 86% siswa masih belum dapat memahami masalah dengan baik. sedangkan untuk aspek mentransformasikan soal dan ketrampilan menghitung, tingkat kesulitan siswa berada pada angka yang sama yaitu sebesar 74%. Dan yang terakhir yaitu pada aspek menuliskan jawaban, 69% siswa masih kesulitan dalam menuliskan jawabannya. f. Perbandingan kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal uraian Untuk mengetahui materi yang paling sulit dikerjakan siswa, maka peneliti membuat perbandingan kesulitan aspek kesulitan yang dialami siswa dalam mengerjakan soal dari no 1 sampai dengan no 4 pada tabel berikut: 84

100 Tabel 24. Perbandingan kesulitan siswa tiap soal Aspek Kesulitan soal 1a soal 1b soal 2 soal 3 soal 4 Comprehension 97% 72% 75% 91% 94% Transformation 97% 38% 69% 72% 94% Process Skill 75% 81% 94% 97% 25% Encoding 94% 41% 44% 72% 97% Dari tabel 24, dapat dibuat sebuah diagram batang sebagai berikut: 120% 100% 80% 60% 40% 97% 97% 91% 94% 94% 72% 75% 69% 72% 38% 94% 97% 81% 75% 25% 94% 97% 72% 41% 44% soal 1a soal 1b soal 2 soal 3 soal 4 20% 0% Comprehension Transformation Process Skill Encoding Gambar 8. Perbandingan kesulitan siswa secara keseluruhan pada soal uraian Dari Gambar 8 diatas diketahui bahwa kesulitan dalam memahami masalah tertinggi dialami siswa pada soal nomor 1a, dan terendah pada no 1b. Aspek mentrasformasikan soal yang paling sulit adalah pada no 1a dan yang paling rendah adalah pada no 1b. Sedangkan untuk kemampuan menghitung, kesulitan siswa paling besar dialami ketika mengerjakan soal no 3 dan kesulitan paling kecil adalah ketika mengerjakan soal no 4. Untuk aspek penulisan jawaban, kesulitan tertinggi siswa adalah ketika mengerjakan no 5, dan terendah terletak pada no 1b. 85

101 B. Pembahasan Berdasarkan hasil analisis data terhadap dokumentasi hasil tes kompetensi siswa yang dilaksanakan oleh Nidya Ferry Wulandari dan Jailani dalam penelitiannya pada tahun 2015, diketahui bahwa tipe kesalahan yang sering terjadi pada soal pilihan ganda adalah kesalahan yang disebabkan karena terkecoh oleh distraktor yang lebih mengarah kepada kesalahan konsep yang dialami oleh siswa. Terdapat 20,44% jawaban salah karena terkecoh distraktor salah konsep. Dilihat dari domain konten, siswa melakukan kesalahan konsep tertinggi adalah pada konten geometri sedangkan pada konten kognitif untuk aspek pengetahuan siswa mengalami kesalahan konsep terbesar pada indikator mengenali. Pada aspek penerapan, indikator menerapkan merupakan indikator yang membuat siswa melakukan kesalahan konsep yang paling banyak. Sedangkan untuk aspek penalaran, siswa paling banyak melakukan kesalahan konsep pada indikator menggeneralisasikan. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam memahami konsep perlu ditingkatkan lagi terutama pada domain konten geometri, domain kognitif aspek pengetahuan dengan indikator mengenali, aspek penerapan dengan indikator menerapkan, dan aspek penalaran dengan indikator menggeneralisasikan. Pada domain konten, diketahui bahwa siswa paling banyak melakukan kesalahan pada konten aljabar dibandingkan dengan konten lainnya yang berupa geometri, bilangan, serta data dan peluang. Kesalahan siswa dalam konten aljabar terjadi karena sebagian besar siswa salah dalam konsep, dilanjutkan dengan banyaknya siswa yang tidak memberikan jawaban, dan 86

102 diteruskan dengan kesalahan siswa dalam menghitung, dan kekurangtelitian siswa dalam mengerjakan soal. Dilihat dari domain kognitif, pada aspek pengetahuan, dapat dilihat kesulitan terbesar siswa adalah pada indikator mengukur dibandingkan dengan mengenali, menghitung, mengingat, memperoleh informasi dan mengelompokkan/mengurutkan. Untuk aspek penerapan, terlihat kesulitan paling tinggi adalah pada indikator menerapkan, indikator menerapkan mempunyai tingkat kesulitan yang lebih tinggi dibandingkan dengan indikator menyajikan, menyelesaikan masalah rutin, memilih strategi dan memodelkan. Sedangkan pada aspek penalaran, indikator menggeneralisirkan menjadi indikator yang paling tinggi dalam membuat siswa melakukan kesalahan, indikator ini lebih sulit dibandingkan dengan indikator menyelesaikan masalah nonrutin, memadukan/mensintesis, memberikan alasan dan menganalisis. Untuk kesalahan yang sering terjadi pada soal uraian sesuai dengan teori newman adalah tipe kesalahan dalam memahami masalah (comprehension error). Tipe kesalahan memahami materi menyumbang kesalahan yang tertinggi dibandingkan dengan kesalahan transformasi (transformation error) maupun kesalahan ketrampilan proses (process skill error), serta kesalahan penulisan (encoding error). Kesalahan memahami masalah berada pada tingkat kesulitan dengan kategori tinggi untuk soal no 1a, 3, dan 4. Untuk hasil analisis kesulitan siswa pada soal uraian akan dipaparkan barikut ini: 87

103 1. Kesulitan siswa pada soal no 1a Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, kesalahan yang sering terjadi pada no 1a adalah tipe kesalahan newman berupa kesalahan dalam memahami masalah dan transformasi, kedua kesalahan ini mempunyai persentase yang sama yaitu 97%. Soal no 1a adalah sebagai berikut: Perhatikan gambar di bawah ini! Diketahui sebuah segitiga siku-siku ABC dengan panjang AB = 12 cm dan BC = 13 cm. a. Hitunglah luas bangun di atas! Kesalahan yang umumnya terjadi adalah kesalahan karena tidak menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan, serta tidak menuliskan rumus phytagoras dan rumus luas segitiga. Terdapat beberapa responden yang walaupun tinggi dan luasnya sudah benar namun mereka tidak menuliskan apa yang diketahui serta ditanyakan, dan tidak menuliskan rumus phytagoras maupun rumus mencari luas segitiga. Berikut contoh pekerjaan siswa yang tidak menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan serta tidak menuliskan rumus phytagoras dan luas segitiga: 88

104 Gambar 9. Contoh kesalahan yang umum terjadi pada soal uraian no 1a Seharusnya siswa memberikan jawaban seperti berikut ini: Diket: BC=13 cm AB=12 cm Ditanya: luas segitiga ABC? 2. Kesulitan siswa pada soal no 1b Soal 1b mempunyai permasalahan yang sama dengan 1a, dan soal 1b ini terikat dengan 1a. Jika siswa tidak mampu menjawab soal pada no 1a, maka siswa juga tidak dapat menjawab soal pada 1b. Berikut soal untuk 1b: Gambarlah bangun datar segiempat yang luasnya sama dengan segitiga ABC! 89

105 Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh tingkat kesalahan tertinggi siswa adalah pada bagian ketrampilan menghitung. Siswa mayoritas hanya menggambarkan bangun segiempat baru yang diminta tanpa melakukan perhitungan ulang dari luas segiempat yang telah dibuat. Berikut contoh kesalahan tanpa mempertihitungkan kembali luas bangun segiempat yang baru: Gambar 10. Contoh kesalahan yang umum terjadi pada soal uraian no 1b Seharusnya siswa memberikan jawaban seperti berikut ini: Persegi panjang dengan panjang sisi-sisinya 6 cm dan 5 cm. 6 cm 5 cm 90

106 3. Kesulitan siswa pada soal no 2 Nomor 2 merupakan soal dalam domain konten data dan peluang dengan domain kognitif pengetahuan dengan indikator mengurutkan/mengelompokkan. Berikut soal no 2: Fifi adalah anggota PMI (Palang Merah Indonesia) kabupaten Sleman. Fifi diminta untuk membuat laporan data berupa diagram lingkaran tentang ketersediaan kantong darah yang ada di PMI Sleman. Data banyaknya kantong darah di PMI Sleman adalah sebagai berikut. Golongan Darah Stok A 15 B 20 O 35 AB 10 Bantulah Fifi melengkapi diagram lingkaran stok golongan darah di bawah ini. Tunjukkan perhitunganmu! Diagram Stok Golongan Darah Kesalahan yang sering terjadi pada no 2 adalah kesalahan karena ketrampilan dalam proses menghitung. Pada soal no 2 sebagian besar siswa hanya menggambarkan hasil diagramnya tanpa menunjukkan proses perhitungan bagaimana cara untuk bisa menggambarkan diagram tersebut. Berikut contoh pekerjaan siswa yang hanya menggambarkan diagram stok golongan darah tanpa menunjukkan proses perhitungannya: 91

107 Gambar 11. Contoh kesalahan yang umum terjadi pada soal uraian no 2 Seharusnya siswa memberikan jawaban seperti berikut ini: Siswa menghitung persentase banyaknya stok golongan darah terlebih dulu Banyak stok kantong darah = 80 % stok golongan darah A % 18,75% 80 % stok golongan darah B % 25% 80 % stok golongan darah O % 43,75% 80 % stok golongan darah AB % 12,5% 80 Siswa menghitung besar juring lingkaran dalam derajat untuk banyaknya stok golongan darah terlebih dulu A , B O AB ,

108 Siswa menghitung dengan perbandingan dengan bantuan titik-titik pada diagram lingkaran yang membagi lingkaran menjadi 8 bagian 15 1,5 A 80 8, B ,5 10 1, O, AB Berikut adalah diagram lingkaran stok golongan darah: 4. Kesulitan siswa pada soal no 3 Untuk soal no 3, kesulitan terbesar siswa adalah pada tipe kesalahan ketrampilan menghitung. Berikut soal no 3: Perhatikan gambar di bawah ini! Cindi dan Johan mencoba menentukan apakah segitiga ABC sama dan sebangun dengan segitiga DEF. Berikut adalah jawaban dari Cindi dan Johan. Cindi Johan Segitiga ABC sama dan sebangun dengan segitiga DEF dengan aturan sisi-sudut-sisi Tidak cukup syarat untuk membuktikan bahwa keduanya sama dan sebangun Jawaban siapakah yang benar? Jelaskan alasanmu! 93

109 Pada soal no 3, sebagian besar siswa hanya menjawab siapa yang benar dalam berargumen dan memberikan alasannya kenapa orang tersebut benar, akan tetapi siswa tidak melakukan analisis perhitungan atau pembuktian pada syarat suatu segitiga dikatakan sama dan sebangun. Berikut jawaban siswa yang hanya menjawab siapa orang yang benar dan apa alasannya tanpa membuktikan kedua segitiga tersebut sama dan sebangun atau tidak: Gambar 12. Contoh kesalahan yang umum terjadi pada soal uraian no 3 Seharusnya siswa memberikan jawaban seperti berikut ini: Jawaban yang benar adalah jawaban Johan. Alasan: Karena untuk membuktikan kekongruenan segitiga dengan aturan sisi-sudut-sisi tidak cukup syarat untuk membuktikan bahwa keduanya kongruen yaitu tidak dapat ditentukan apakah m ABC m DEF atau tidak. m ABC m DEF tidak dapat ditentukan karena tidak diketahui salah satu sudut yang lain seperti CAB atau FDE sehingga besar DEF belum tentu 78 0 meskipun sudah diketahui besar 0 DFE

110 5. Kesulitan siswa pada soal no 4 Soal no 4 adalah soal dengan domain konten aljabar, dengan domain kognitif aspek penerapan menggunakan indikator menyelesaikan masalah rutin. Berikut adalah soal no 4: Persegi pertama memiliki luas 36 cm 2. Persegi kedua dengan ukuran diagonalnya setengah diagonal persegi pertama. Persegi ketiga dengan ukuran diagonalnya setengah diagonal persegi kedua. Begitu seterusnya sampai persegi ke-n. Lengkapi tabel berikut! Luas Persegi ke-1 36 cm 2 Persegi ke-2... Persegi ke-3... Persegi ke Persegi ke Persegi ke-n... 95

111 Berdasarkan jawabanmu pada tabel di atas, buatlah rumus pola luas persegi-persegi tersebut kemudian tentukan rumus luas persegi ke-n! Pada soal no 4, siswa paling banyak melakukan kesalahan pada tipe menyimpulkan jawaban. Beberapa siswa sudah dapat mengisi tabel dengan benar, tetapi tidak dapat menyimpulkan jawaban dari soal yang diberikan. Berikut contoh siswa yang sudah benar dalam mengisi tabel tapi belum mampu menyimpulkan jawaban: Gambar 13. Contoh kesalahan yang umum terjadi pada soal uraian no 4 Seharusnya siswa memberikan jawaban seperti berikut ini: Siswa mampu melengkapi tabel dan mampu menggeneralisasikan rumus luas persegi ke-n Luas Persegi ke-1 36 cm 2 Persegi ke-2 9 cm 2 Persegi ke ,25 cm 2 Persegi ke ,5625 cm 2... Persegi ke

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara nasional adalah hasil nilai Ujian Nasional (UN). Permendikbud

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara nasional adalah hasil nilai Ujian Nasional (UN). Permendikbud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara dapat dilihat dari kualitas pendidikan di negara tersebut. Salah satu yang dapat digunakan untuk melihat kualitas dan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara nasional adalah hasil nilai Ujian Nasional (UN). Permendikbud

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan secara nasional adalah hasil nilai Ujian Nasional (UN). Permendikbud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan suatu negara dapat dilihat dari kualitas pendidikan di negara tersebut. Salah satu yang dapat digunakan untuk melihat kualitas dan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersifat aktif terkait dengan discovery learning yaitu siswa berinteraksi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersifat aktif terkait dengan discovery learning yaitu siswa berinteraksi BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Pembelajaran Matematika Belajar merupakan salah satu aktivitas penting pada kehidupan manusia. Menurut Brunner (Sugihartono, dkk. 2007:111) belajar adalah proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era globalisasi ini, tantangan yang dihadapi generasi muda semakin berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global. Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif. Pemilihan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif. Pemilihan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif. Pemilihan penelitian deskriptif adalah karena kelebihannya yang dapat memotret suatu kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah penalaran Nurbaiti Widyasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengambilan keputusan terhadap masalah yang dihadapi oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari tentu tidak terlepas dari aspek-aspek yang mempengaruhinya. Keputusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini, setiap orang dapat dengan mudah mengakses dan mendapatkan bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ratunya ilmu (Mathematics is the Queen of the Sciences), maksudnya yaitu matematika itu tidak bergantung pada bidang studi lain. Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu membekali diri dengan pendidikan. Terdapat pengertian pendidikan menurut

BAB I PENDAHULUAN. yaitu membekali diri dengan pendidikan. Terdapat pengertian pendidikan menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi seperti ini perkembangan dari segi mana pun begitu pesat terutama Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), yang menjadikan tantangan global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama dalam proses pendidikan di sekolah. Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Trends In International Mathematics and Sciencel Study (TIMSS) adalah studi internasional tentang prestasi sains dan matematika siswa. Studi ini dikoordinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang selalu menemani perjalanan kehidupan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensinya. Seperti yang dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk membangun bangsa. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut Puspendik (2012: 2), kualitas

Lebih terperinci

Kata Kunci: analisis soal; buku siswa kurikulum 2013; BSE; domain kognitif 1. PENDAHULUAN

Kata Kunci: analisis soal; buku siswa kurikulum 2013; BSE; domain kognitif 1. PENDAHULUAN ANALISIS DESKRIPTIF SOAL-SOAL DALAM BUKU SISWA KURIKULUM 2013 (EDISI REVISI) DAN BSE PELAJARAN MATEMATIKA SMP KELAS VII DITINJAU DARI DOMAIN KOGNITIF TIMSS 2011 Yoga Muhamad Muklis 1, Siwi Rimayani Oktora

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu yang mempunyai objek kajian abstrak, universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya baik secara rasional, logis, sistematis, bernalar

Lebih terperinci

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Manusia sebagai pemegang dan penggerak utama dalam menentukan kemajuan suatu bangsa. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, dimana pendidikan merupakan usaha sadar dan penuh tanggung jawab dari orang dewasa dalam membimbing, memimpin, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi ini, perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dapat kita rasakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bagian penting dari pendidikan manusia, karena matematika relevan dengan berbagai cabang ilmu yang kita temui dalam kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia saat ini tidak bisa terlepas dari pendidikan. Pendidikan merupakan hal yang sangat fundamental bagi kemajuan suatu bangsa sehingga menjadi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelajaran Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang sangat berperanan penting dan berkontribusi positif pada perkembangan dan kemajuan IPTEK. Peran pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan mutlak yang harus terpenuhi dari setiap individu, karena dengan pendidikan potensi-potensi individu tersebut dapat dikembangkan

Lebih terperinci

Karakteristik Soal TIMSS

Karakteristik Soal TIMSS SEMIAR ASIOAL MATEMATIKA DA PEDIDIKA MATEMATIKA UY 2015 Karakteristik Soal TIMSS Dwi Cahya Sari Jurusan Pendidikan Matematika, Pascasarjana Universitas egeri Yogyakarta email : cahyasari1984@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki abad ke 21 persaingan dan tantangan di semua aspek kehidupan semakin besar. Teknologi yang semakin maju dan pasar bebas yang semakin pesat berkembang mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika berkedudukan sebagai ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembelajaran matematika membutuhkan sejumlah kemampuan. Seperti dinyatakan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP, 2006) bahwa untuk menguasai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika adalah ilmu yang berkembang sejak ribuan tahun lalu dan masih berkembang hingga saat ini. Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai ilmu dasar segala bidang ilmu pengetahuan adalah hal yang sangat penting untuk diketahui. Matematika memiliki peranan penting dalam ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam dunia yang terus berubah dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang pesat, manusia dituntut memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Deden Rahmat Hidayat,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Deden Rahmat Hidayat,2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang penting untuk dipelajari. Hal ini karena matematika lahir dari fakta-fakta yang ada dalam kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan siswa dalam mengerjakan soal mirip TIMSS. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sangat membantu mempermudah kegiatan dan keperluan kehidupan manusia. Namun manusia tidak bisa menipu diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika tidak hanya mengharuskan siswa sekedar mengerti materi yang dipelajari saat itu, tapi juga belajar dengan pemahaman dan aktif membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

Lebih terperinci

Contoh Penalaran Induktif dan Deduktif Menggunakan Kegiatan Bermain-main dengan Bilangan

Contoh Penalaran Induktif dan Deduktif Menggunakan Kegiatan Bermain-main dengan Bilangan Contoh Penalaran Induktif dan Deduktif Menggunakan Kegiatan Bermain-main dengan Bilangan Pengantar Fadjar Shadiq (fadjar_p3g@yahoo.com & www.fadjarp3g.wordpress.com) Perhatikan tujuh perintah berikut.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai arti penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan diharapkan akan lahir sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu membangun kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, manusia akan mampu mengembangkan potensi diri sehingga akan mampu mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata banyak konsep matematika diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata pelajaran matematika di tingkat Sekolah Menengah Pertama adalah agar peserta didik memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia semakin berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi. Oleh karena itu peningkatan kualitas pendidikan melalui pembaharuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang berkualitas menjadi penentu keberhasilan suatu bangsa dalam menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sangat diperlukan oleh semua orang terutama pendidikan yang bersifat formal. Pelaksanaan pendidikan formal pada dasarnya untuk mencapai tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maju dan berkembangnya suatu Negara dipengaruhi oleh pendidikan. Bagaimana jika pendidikan di suatu Negara itu makin terpuruk? Maka Negara tersebut akan makin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH STRUKTUR ALJABAR II (TEORI GELANGGANG)

ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH STRUKTUR ALJABAR II (TEORI GELANGGANG) ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS MAHASISWA PADA MATA KULIAH STRUKTUR ALJABAR II (TEORI GELANGGANG) Guntur Maulana Muhammad Universitas Suryakancana guntur@unsur.ac.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada manusia untuk mengembangkan bakat serta kepribadiannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern dewasa ini, tidak terlepas dari peran matematika sebagai ilmu universal. Aplikasi konsep matematika dari yang

Lebih terperinci

PENERAPAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 GOMBONG SKRIPSI

PENERAPAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 GOMBONG SKRIPSI PENERAPAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 GOMBONG SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa dari siswa tingkat sekolah dasar, menengah hingga mahasiswa perguruan tinggi. Pada tiap tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sebagai ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang sangat penting dan sangat berperan dalam perkembangan dunia. Pada zaman modern sekarang ini matematika menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan suatu proses pembentukan kepribadian dan pola pikir siswa. Salah satu pembelajaran yang mampu membentuk kepribadian dan pola pikir siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari kemajuan teknologi komunikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PENELITIAN BAB II TINJAUAN PENELITIAN A. Penelitian Terdahulu yang Relevan Abdolreza Lessani, dkk (2014) meneliti tentang isi buku teks matematika yang digunakan kelas 8 di Malaysia berdasarkan domain isi TIMSS.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting. Salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan adalah pelajaran matematika. Peran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangat berperan penting dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berasal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi paham

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perwujudan masyarakat Indonesia yang berkualitas dalam rangka

BAB 1 PENDAHULUAN. Perwujudan masyarakat Indonesia yang berkualitas dalam rangka BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Perwujudan masyarakat Indonesia yang berkualitas dalam rangka menghadapi tantangan zaman yang semakin pesat adalah menjadi tanggung jawab pendidikan. Sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu yang universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, dan matematika mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Matematika merupakan mata pelajaran pokok mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi, baik di sekolah yang berbasis agama maupun berbasis umum. Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang semakin cepat dewasa ini, menuntut manusia terus mengembangkan wawasan dan kemampuan di berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. analisa berasal dari bahasa Yunani kuno analusis yang artinya melepaskan.

BAB II KAJIAN TEORI. analisa berasal dari bahasa Yunani kuno analusis yang artinya melepaskan. 7 BAB II KAJIAN TEORI Pada bab II ini, penulis akan membahas tentang apa itu kemampuan koneksi matematik dan disposisi matematik; KI, KD, dan Indikator pencapaian kompetensi dari materi pelajaran; penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional adalah memberikan kesempatan pada anak didik untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan pelajaran yang penting, banyak aktivitas yang dilakukan manusia berhubungan dengan matematika, sebagaimana pendapat Niss (dalam Risna,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Program pendidikan nasional diharapkan mampu melahirkan generasi dengan sumber daya manusia yang unggul dalam menghadapi tantangan jaman di masa kini dan di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam menunjang kehidupan masa depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusiamanusia berkualitas. Pendidikan juga dipandang sebagai sarana untuk melahirkan insan-insan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berperan dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya peningkatan sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya belajar matematika tidak terlepas dari peranannya dalam berbagai kehidupan, misalnya berbagai informasi dan gagasan banyak dikomunikasikan atau disampaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika adalah salah satu mata pelajaran yang di ajarkan di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan penekanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh oleh rakyatnya. Maju atau tidaknya suatu bangsa juga dapat dilihat dari maju atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematikadalamduniapendidikanmerupakansalahsatuilmudasar yangdapatdigunakanuntukmenunjangilmu-ilmulainsepertiilmu fisika,kimia,komputer,danlain-lain.pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan. Pembelajaran matematika di sekolah memiliki peranan penting dalam mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. secara terus menerus sesuai dengan level kognitif siswa. Dalam proses belajar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari siswa di sekolah. Proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar apabila dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan pesan dari satu orang ke

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan pesan dari satu orang ke BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Komunikasi Matematis Komunikasi dapat diartikan sebagai pengalihan pesan dari satu orang ke orang lainnya, berkaitan dengan ini kemampuan komunikasi yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri karena persaingan dalam dunia pendidikan semakin ketat. Salah satu upaya yang dapat

Lebih terperinci

KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI

KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI Pedagogy Volume 1 Nomor 2 ISSN 2502-3802 KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI Jumarniati 1, Rio Fabrika Pasandaran 2, Achmad Riady 3 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan suatu negara. Begitu pentingnya, hingga inovasi dalam pendidikan terus menerus dikembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keahlian, dan keterampilan kepada individu untuk menumbuhkembangkan potensi-potensi yang ada dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu disiplin ilmu yang berhubungan dengan dunia pendidikan yang dapat mengembangkan kemampuan untuk berargumentasi, memberi kontribusi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan mengenai (A) Kajian Teori, (B) Kajian Peneliti yang Relevan, dan (C) Kerangka Pikir. A. Kajian Teori 1. Pembelajaran Matematika 1.1 Hakikat Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam Standar Isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika yaitu: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang muncul pada kehidupan setiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang muncul pada kehidupan setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Masalah yang muncul pada kehidupan setiap manusia beragam dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Pembelajaran Model Matematika Knisley Terhadap Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Pendidikan adalah upaya sadar untuk meningkatkan kualitas dan mengembangkan potensi individu yang dilakukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan untuk membentuk manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran matematika di sekolah harus dapat menyiapkan siswa untuk memiliki kemampuan komunikasi matematik dan pemecahan masalah sebagai bekal untuk menghadapi

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan sebuah negara. Semakin baik kualitas pendidikan di sebuah negara maka semakin baik pula kualitas negara tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan formal di Indonesia yang sederajat dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Perbedaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wita Aprialita, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya zaman, persaingan-persaingan ketat dalam segala bidang kehidupan saat ini, menuntut setiap bangsa untuk mampu menghasilkan Sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan guna membangun sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas adalah mereka yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Purnama Adek, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan atau kemunduran suatu negara ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya, dan sumber daya manusia yang berkualitas dapat diperoleh melalui pendidikan

Lebih terperinci