KAJIAN SISTEM KEMANAN PANGAN UNTUK INDUSTRI JASA BOGA, STUDI KASUS PADA PT ELN, JAKARTA TUTI HANDAYANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN SISTEM KEMANAN PANGAN UNTUK INDUSTRI JASA BOGA, STUDI KASUS PADA PT ELN, JAKARTA TUTI HANDAYANI"

Transkripsi

1 KAJIAN SISTEM KEMANAN PANGAN UNTUK INDUSTRI JASA BOGA, STUDI KASUS PADA PT ELN, JAKARTA TUTI HANDAYANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Sistem Keamanan Pangan Untuk Industri Jasa Boga, Studi Kasus Pada PT ELN, Jakarta adalah karya sendiri dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Oktober 2012 Tuti Handayani NRP F

3 iii ABSTRACT TUTI HANDAYANI. Analysis of Food Safety System for Catering Industry, A Case Study in PT ELN, Jakarta.. Under supervision of DAHRUL SYAH and HARSI KUSUMANINGRUM. In accordance to comply with Regulation of the Minister of Health No. 1096/Menkes/Per/VI/2011, catering businesses is defined as companies or individuals that providing foodservice at a remote site on the basis of orders. The rapid development of the catering businesses due to increased demand for foods by a consumer who is too busy. However, catering businesses can have the possible risk of food borne diseases, if not done properly. The rise of food poisoning incident in Indonesia can reduce the level of consumer confidence in the catering business, so that the incident should be reduced or avoided by the business player with the effective food safety system.the result of this study indicated that food safety in catering business specified in the Regulation No 1096/Menkes/Per/VI/2011 is sufficient to reduce the likelihood of the risk of outbreaks (epidemics) of food-borne diseases in catering business based on analysis of primer and secondary data. In order to meet the requirements demanded by partners of PT ELN and realizing the importance of food safety management practices in the catering business, the management of PT ELN committed to implementing food safety management system based on HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). In general, the obstacle faced by PT ELN in implementing HACCP system due to the lack of a written job descriptions, SOP (Standard Operation Procedure), and IK (Instruksi Kerja) for each field of work. Keywords: catering, foodborne disease, Hazard Analysis Critical Control Point, food safety system

4 iv RINGKASAN TUTI. Kajian Sistem Keamanan Pangan Untuk Industri Jasa Boga, Studi Kasus Pada PT ELN, Jakarta. Dibimbing oleh DAHRUL SYAH dan HARSI KUSUMANINGRUM. Industri yang bergerak dalam pengolahan dan penyajian pangan siap santap yang disebut industri jasa boga atau katering telah berkembang dengan pesat. Industri semacam ini banyak dimanfaatkan untuk penyediaan makanan di berbagai tempat dan untuk berbagai keperluan. Pada kenyataannya, industri jasa boga yang menyediakan pangan siap saji mempunyai resiko dapat menyebabkan terjadinya penyakit yang ditularkan melalui pangan (foodborne disease) apabila tidak dilakukan penanganan pangan dengan baik. Selain itu, seringnya terjadi kasus keracunan sebagai akibat mengkonsumsi pangan yang terkontaminasi bahan berbahaya merupakan indikasi bagi pengelola jasa boga untuk meningkatkan sanitasi dan higiene pengelolaan usaha jasa boga dan kejadian tersebut harus dapat ditekan atau dihindarkan oleh pelaku usaha. Penerapan standar sanitasi dan sistem keamanan pangan pada industri jasa boga merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk menekan resiko kejadian luar biasa (outbreak) penyakit yang ditularkan melalui pangan. Hal tersebut mendorong perusahaan-perusahaan pengguna jasa katering mensyaratkan penerapan dan sertifikasi sistem keamanan pangan bagi industri pangan jasa boga atau katering rekanannya. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai macam aturan dan program keamanan pangan. Dalam hal jasa boga, telah ada program-program sistem keamanan pangan terpadu seperti sertifikat laik hygiene dan sanitasi, Program Piagam Bintang Keamanan Pangan, CPPB, dan HACCP. Pada kenyataannya banyak industri yang memanfaatkan katering untuk menyediakan pangan siap saji bagi para karyawannya mensyaratkan penerapan dan sertifikasi HACCP dibandingkan dengan program sistem keamanan pangan yang dikembangkan oleh pemerintah. Muncul pertanyaan, apakah program keamanan pangan jasa boga yang dikembangkan oleh pemerintah dirasa tidak cukup untuk menjamin produk yang dihasilkan aman, atau ada alasan lain sehingga sertifikasi HACCP lebih banyak di persyaratkan oleh perusahaan-perusahaan pengguna jasa katering. Peneltian ini bertujuan untuk memperoleh informasi kecukupan sistem keamanan pangan, untuk menekan kemungkinan terjadinya resiko kejadian luar biasa (KLB) penyakit yang ditularkan melalui pangan pada industri jasa boga serta memberikan rekomendasi bagi pemilihan jenis sertifikasi sistem keamanan pangan untuk usaha jasa boga atau katering. Hasil analisis dijabarkan dalam beberapa aspek yaitu aspek pertama, berdasarkan data prosentase kontribusi jasa boga terhadap kasus KLB keracunan pangan, belum dapat disimpulkan kecukupan sistem keamanan pangan pada

5 v industri jasa boga, karena dari data yang diperoleh menunjukkan kontribusi pangan jasa boga terhadap kasus KLB keracunan pangan berpola fluktuatif. Aspek kedua, berdasarkan data kasus KLB akibat masakan rumah tangga dibandingkan dengan Kasus KLB akibat jasa boga, dapat disimpulkan bahwa sistem keamanan pangan yang ada yaitu sertifikat laik hygiene sanitasi cukup untuk menekan kasus KLB keracunan pangan terlihat secara umum masakan rumah tangga merupakan penyebab tertinggi (44.41%) dari total jumlah kasus KLB keracunan pangan. Aspek ketiga, berdasarkan data tren pertumbuhan jumlah usaha jasa boga terhadap korban KLB keracunan pangan, dapat disimpulkan bahwa sistem keamanan pangan yang ada yaitu sertifikat laik hygiene sanitasi cukup untuk menekan kasus KLB keracunan pangan karena tumbuhnya usaha jasa boga yang belum bersertifikat seiring dengan pertambahan jumlah korban KLB keracunan pangan. Aspek keempat, berdasarkan data persepsi pengguna usaha jasa boga yang umumnya tidak mengenal kewajiban usaha jasa boga untuk memiliki sertifikat keamanan pangan jasa boga yaitu sertifikat laik hygiene sanitasi. Pengetahuan pengguna jasa boga akan kewajiban sertifikat keamanan pangan harus ditingkatkan. Media promosi keamanan pangan dapat dijadikan alternatif untuk sosialisasi. Meningkatnya pengetahuan pengguna jasa boga akan sertifikat keamanan pangan merupakan indikasi bagi pengelola jasa boga untuk memiliki jaminan keamanan pangan jasa boga ini. Secara umum sistem keamanan pangan jasa boga yang ada melalui Sertifikat Laik Hygiene dan Santasi yang diwajibkan pemerintah melalui Permenkes No. 1096/Menkes/PER/VI/2011 untuk dimiliki oleh usaha jasa boga atau katering, cukup untuk menekan kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan. Namun demikian masih di butuhkan penelitian lebih lanjut dengan jangkauan data kasus KLB dan pertumbuhan usaha jasa boga dari beberapa wilayah yang lebih luas lagi untuk mendukung kajian ini. Secara umum kendala yang dihadapi PT ELN dalam menerapkan sistem HACCP dikarenakan belum adanya Uraian Kerja secara tertulis untuk setiap bagian kerja, belum adanya Prosedur Operasi Standar (SOP) dan Instruksi Kerja (IK) di tiap bagian kerja. Selain itu, beberapa hal yang perlu untuk ditingkatkan adalah pembersihan dan sanitasi ruang pengolahan, keadaran dan sikap karyawan terhadap keamanan pangan, serta pelatihan yang berkelanjutan.

6 Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

7 KAJIAN SISTEM KEMANAN PANGAN UNTUK INDUSTRI JASA BOGA, STUDI KASUS PADA PT ELN, JAKARTA TUTI HANDAYANI Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Studi Teknologi Pangan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Dr. Ir. Elvira Syamsir, M.Si viii

9 ix Judul Tugas Akhir Nama NRP Program Studi : Kajian Sistem Keamanan Pangan Untuk Industri Jasa Boga, Studi Kasus Pada PT ELN, Jakarta : Tuti Handayani : F : Teknologi Pangan Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr Ketua Dr. Ir. Harsi Kusumaningrum Anggota Diketahui Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof. Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal Ujian: 22 Oktober 2012 Tanggal Lulus:

10 x PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT atas segala kemudahan yang diberikan-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2012 ini adalah Kajian Sistem Keamanan Pangan Untuk Industri Jasa Boga, Studi Kasus Pada PT ELN, Jakarta. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr dan Dr. Ir. Harsi Kusumaningrum, M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya dalam penyusunan tugas akhir ini; 2. Dr. Ir. Elvira Syamsir, M.Si sebagai penguji luar komisi pada ujian tugas akhir, dan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M. Si sebagai moderator dan penguji pada ujian tugas akhir, dalam memberikan masukan dan sarannya; 3. PT ELN yang telah memberikan ijin untuk digunakannya data perusahaan dalam penyusunan tugas akhir ini; 4. Ibu dan kakak-kakak yang selalu memberikan dukungan moral dan spiritual hingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan tugas akhir ini; 5. Suami tercinta Muhammad Zahirsyah, M.T yang telah memberikan segala bentuk dukungan dalam menyelesaikan pendidikan ini; 6. Program Studi MPTP, khususnya Dr. Lilis Nuraida selaku ketua program studi dan Fatikhaturohmah, Amd. selaku staf sekretariat MPTP yang banyak membantu selama masa perkuliahan dan penyusunan tugas akhir. 7. Rekan-rekan angkatan V MPTP IPB : Mbak Wulan, Virna, Pak Hafzialman, Pak Deddy, Mbak Lisa, Shinta, Pak Joko, Mbak Hilda, dan Bu Sumaria atas kebersamaan dan dukungan semangat dalam penyelesaian tugas akhir; 8. BPOM RI terutama Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan yang telah membantu dalam pengambilan data di dalam penelitian ini; 9. Dinas Kesehatan Kota Depok terutama Divisi Penyehatan Lingkungan Kota Depok yang telah membantu dalam pengambilan data di dalam penelitian ini; 10. Seluruh pihak yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan dalam penyelesaian dan penulisan tugas akhir ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini tidak luput dari kekurangan, namun demikian Penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberikan kontribusi pemikiran dan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Bogor, Oktober 2012 Tuti Handayani

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Mentok-Bangka, pada tanggal 15 November 1974 sebagai anak bungsu dari almarhum Bapak Bustami Ali, B.Sc dan Ibu Mimi Suparmi. Tahun 1993, penulis lulus dari Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor (SMAKBO) dan pada tahun 1994 melanjutkan pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Penulis menyelesaikan program Sarjana Kimia pada tahun Pada tahun penulis bekerja sebagai asisten peneliti bidang Biokimia di Pusat Antat Universitas (PAU) ITB. Tahun penulis bekerja sebagai Koordinator Bagian R&D dan QC di PT Unican Surya Agung, perusahaan yang bergerak di bidang pangan khususnya untuk produk-produk confectionery. Tahun 2007 hingga sekarang, penulis bekerja di perusahaan konsultan sertifikasi sistem pada bagian pangan. Untuk mendalami ilmu pangan, tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan (MPTP), Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI...i DAFTAR TABEL...iii DAFTAR GAMBAR...v DAFTAR LAMPIRAN...vi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat...4 II. TINJAUAN PUSTAKA Industri Pangan Jasa Boga Definisi dan Karakteristik Persyaratan Hygiene dan Sanitasi Batasan Keamanan Pangan Siap Saji Bahaya Keamanan Pangan Permasalahan Keamanan Pangan Pada Industri Jasa Boga (Katering) Jaminan Keamanan Pangan Untuk Jasa Boga Implementasi Sistem HACCP Dalam Industri Jasa Boga (Katering)...37 III. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Kajian Kecukupan Sistem Keamanan Pangan Untuk Industri Jasa Boga Melakukan Evaluasi Kondisi Pada Usaha Jasa Boga atau Katering dalam Rangka Sertifikasi Sistem HACCP di PT ELN Pembuatan Rancangan Sistem HACCP atau HACCP Plan untuk Produksi Pangan Siap Saji di PT ELN Pembuatan Rekomendasi Pengembangan Sistem HACCP pada PT ELN...45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kecukupan Sistem Keamanan Pangan Untuk Industri Jasa Boga Evaluasi Kondisi Pada Usaha Jasa Boga atau Katering dalam Rangka Sertifikasi Sistem HACCP di PT ELN Sanitasi dan Hygiene Ketersediaan SSOP dan Penerapannya Rancangan Sistem HACCP atau HACCP Plan untuk Produksi Pangan Siap Saji di PT ELN Rancangan Pengembangan Sistem HACCP di PT ELN...84

13 ii V. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran...88 DAFTAR PUSTAKA...89 LAMPIRAN...93

14 iii DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Pemanasan minimal pada beberapa makanan Tabel 2. Jumlah minimal beberapa bakteri yang dapat menyebabkan sakit atau keracunan Tabel 3. Suhu Penyimpanan Bahan Makanan Tabel 4. Suhu Penyimpanan Pangan Jadi/Masak Tabel 5. Jenis-Jenis Bahaya Tabel 6. Karakteristik Bahaya Tabel 7. Penetapan Kategori resiko Tabel 8. Signifikansi Bahaya Tabel 9. Contoh Critical Limit (Batas Kritis) Pada CCP Tabel 10. Hasil Wawancara Unit Usaha Jasa Boga Tabel 11. Hasil Wawancara Unit Usaha Pengguna Jasa Boga Tabel 12. Total KLB Keracunan Pangan yang terlaporkan, Jumlah Orang yang mengkonsumsi dan Jumlah Korban KLB Keracunan Pangan Tahun Tabel 13. Jenis Pangan penyebab KLB Keracunan Pangan tahun Tabel 14. Penyebab KLB Keracunan Pangan yang Terlaporkan Tahun Tabel 15. Prosentase penyebab KLB Keracunan Pangan yang tidak terdeteksi tahun Tabel 16. Kasus KLB Keracunan Pangan Sepanjang Tahun 2012 Di Beberapa Tempat Berbeda Tabel 17. Hasil Evaluasi Kondisi Penerapan Hygiene dan Sanitasi di PT ELN...61 Tabel 18. Ketidaksesuaian Kondisi PT ELN dalam Penerapan Hygiene dan Sanitasi berdasarkan Kriteria menurut Permenkes Tabel 19. Ketersediaan dan Penerapan SSOP di PT ELN Tabel 20. Monitoring yang perlu dilakukan Pada Program Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP) di PT ELN Tabel 21. Struktur tim HACCP di PT ELN Tabel 22. Analisis Bahaya Kelompok Menu Pangan yang tidak melalui Proses Pemanasan Tabel 23. Analisis Bahaya Kelompok Menu Pangan yang diolah dan disajikan pada hari yang sama... 78

15 iv Tabel 24. Analisis Bahaya Kelompok Menu Pangan dengan pengolahan kompleks Tabel 25. Titik Kendali Kritis atau CCP Kelompok Menu Pangan siap saji di PT ELN Tabel 26. Batas Kritis, Prosedur Monitoring, Tindakan Koreksi, Verifikasi dan Rekaman (Dokumentasi dan Pencatatan)... 83

16 v DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Langkah-langkah penerapan dan pengembangan sistem HACCP dalam Industri Pangan menurut standar NACMCF (National Advisory Committee on Microbiological Criteria for Foods) dan CAC (Codex Alimentarius Commission) Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Diagram alir pohon penentuan titik kendali kritis (CCP) atau CCP decision tree Pendekatan Tiga Jenis Diagram Alir Produk untuk Pangan Jasa Boga Prosentase Jenis Pangan Penyebab KLB Keracunan Pangan Terlapor Tahun Tren Pertumbuhan Usaha Jasa Boga dan Korban KLB Keracunan Pangan Terlapor di Kota Depok Tahun

17 vi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Pertanyaan untuk Unit Usaha Jasa Boga dan Unit Usaha Pengguna Jasa Boga...93 Lampiran 2. Contoh Permohonan Laik Hygiene Sanitasi Jasa Boga...94 Lampiran 3. Contoh Berita Acara Kelaikan Fisik...95 Lampiran 4. Contoh Formulir Pengambilan atau Pengiriman Contoh dan Spesimen...96 Lampiran 5. Contoh Berita Acara Pemeriksaan Contoh dan Specimen...97 Lampiran 6. Hasil Pemeriksaan Uji Laik Fisik untuk Hygiene dan Sanitasi Perusahaan...98 Lampiran 7. Hasil Pengamatan Terhadap Pelaksanaan SSOP di PT ELN Lampiran 8. Titik Kendali Kritis atau CCP Kelompok Menu Pangan yang tidak melalui Proses Pemanasan Lampiran 9. Titik Kendali Kritis atau CCP Kelompok Menu Pangan yang diolah dan disajikan pada hari yang sama Lampiran10. Titik Kendali Kritis atau CCP Kelompok Menu Pangan dengan pengolahan kompleks...108

18 I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Jasa boga termasuk di dalamnya restoran atau rumah makan dan katering adalah istilah umum untuk usaha yang melayani pemesanan berbagai macam pangan (makanan dan minuman) siap saji baik untuk pesta maupun untuk kebutuhan suatu instansi. Ciri khas utama jasa boga adalah pangan yang disajikan tidak dimasak di tempat yang sama dengan tempat pangan dihidangkan. Industri yang bergerak dalam pengolahan dan penyajian pangan siap santap yang disebut industri jasa boga atau katering telah berkembang dengan pesat pada saat ini. Industri semacam ini banyak dimanfaatkan untuk penyediaan makanan di berbagai tempat dan untuk berbagai keperluan, misalnya di pusat-pusat makanan jajanan, restoran fast food, hotel, dan penyajian makanan-makanan di suatu pesta, seminar, untuk karyawan pabrik dan perkantoran, perusahaan transportasi, dan lain-lain. Menjamurnya usaha jasa boga di perkotaan terjadi karena kebutuhan akan pangan yang praktis dan siap dikonsumsi oleh konsumen di perkotaan yang serba sibuk, sehingga mereka tidak perlu membuang waktu terlalu lama hanya untuk mempersiapkan pangan. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1096/Menkes/ PER/VI/2011, definisi jasa boga atau katering adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan. Usaha jasa boga meliputi usaha penjualan makanan jadi (siap dikonsumsi) yang terselenggara melalui pesanan-pesanan untuk perayaan, pesta, seminar, rapat, paket perjalanan haji, angkutan umum dan sejenisnya. Biasanya makanan jadi yang dipesan diantar ke tempat pesta, seminar, rapat dan sejenisnya berikut pramusaji yang akan melayani tamu-tamu atau peserta seminar atau rapat pada saat pesta atau seminar berlangsung. Pada kenyataannya, industri jasa boga yang menyediakan pangan siap saji mempunyai resiko dapat menyebabkan terjadinya penyakit yang ditularkan melalui pangan (foodborne disease) apabila tidak dilakukan penanganan pangan dengan baik. Selain itu, seringnya terjadi kasus keracunan sebagai akibat mengkonsumsi pangan yang terkontaminasi bahan berbahaya merupakan indikasi

19 2 bagi pengelola jasa boga untuk meningkatkan sanitasi dan higiene pengelolaan usaha jasa boga. Maraknya kejadian keracunan pangan di Indonesia dapat menurunkan tingkat kepercayaan konsumen terhadap industri jasa boga, sehingga kejadian tersebut harus dapat ditekan atau dihindarkan oleh pelaku usaha. Beberapa puluh tahun terakhir ini, masalah keracunan pangan dan isu keamanan pangan di dunia telah meningkat akibat maraknya kejadian keracunan pangan serta meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan isu keamanan pangan. Di wilayah Asia termasuk Indonesia, terdapat kecendrungan (trend) yang sama (Embarek, 2004). Menurut Badan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Centre for Disease Control and Prevention (CDC), terjadi 6-53 juta keracunan pangan di Amerika Serikat. Sebanyak kasus di antaranya disebabkan oleh Salmonella (CDC, 2011). Di negara-negara berkembang, penyakit akibat keracunan pangan dan air dapat mencapai 0,8 juta orang meninggal setiap tahun. Sedangkan di negaranegara industri yang maju, penyakit akibat keracunan pangan berakibat mencapai 30% dari jumlah populasi manusianya, dan 20 orang di antara 1 juta orang yang meninggal setiap tahun dikarenakan kasus penyakit keracunan pangan. Bahkan pada tahun 2003 dan 2004, di Negara-negara di Asia, kasus penyakit yang disebabkan karena keracunan pangan telah meningkat karena adanya penyediaan pangan dari industri jasa boga untuk keperluan-keperluan seperti di kantin sekolah, kantin perusahaan, dan untuk keperluan social dalam rangka pesta perayaan perkawinan (Embarek, 2004). Penyebab keracunan pangan dari produk jasa boga atau katering kemungkinan dapat disebabkan adanya mikroba patogen, kondisi sanitasi dan higiene tempat mengolah makanan yang buruk, serta penggunaan bahan kimia. Pangan yang berasal dari jasa boga dan masakan rumah tangga umumnya merupakan makanan berasam rendah dan berkadar air tinggi sehingga mudah busuk dan mudah diserang mikroorganisme. Kurangnya pengawasan dalam peredaran penggunaan bahan kimia yang digunakan dalam produksi pangan juga menjadi penyebab keracunan pangan (Suhaeni, 2011). Penerapan standar sanitasi dan sistem keamanan pangan pada industri jasa boga merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk menekan resiko kejadian

20 3 luar biasa (outbreak) penyakit yang ditularkan melalui pangan. Alternatif inilah yang menyebabkan perusahaan-perusahaan besar padat karya mulai memberlakukan syarat penerapan dan sertifikasi sistem keamanan pangan bagi industri pangan jasa boga atau katering rekanannya. Salah satu sistem manajemen keamanan pangan yang diakui secara internasional adalah sistem Hazard Analysis Critical and Control Point (HACCP). Banyak industri yang memanfaatkan katering untuk menyediakan pangan siap saji bagi para karyawannya mensyaratkan penerapan dan sertifikasi HACCP kepada para pengusaha jasa boga. Saat ini PT ELN merupakan perusahaan katering yang memproduksi pangan siap saji dengan kategori perusahaan termasuk Golongan A3. Namun demikian, seiring dengan kemajuan perusahaan dan meningkatnya kapasitas pengolahan untuk dapat melayani pengguna jasa katering yang lebih besar lagi, PT ELN berniat untuk naik kategori menjadi Golongan B sesuai peraturan Kepmenkes. Selain itu, dalam rangka memenuhi persyaratan yang diminta oleh perusahaan pengguna jasa katering rekanan PT ELN, dan persyaratan pemerintah untuk menjadi perusahaan katering dengan golongan yang sesuai kriteria pelayanan, serta menyadari pentingnya penerapan manajemen keamanan pangan pada industri jasa boga dan menanggapi maraknya kasus-kasus keracunan akibat mengkonsumsi pangan siap saji, maka pihak manajemen katering PT ELN berkeinginan untuk menerapkan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Sistem manajemen keamanan pangan model HACCP ini telah diakui secara internasional baik oleh CODEX, European Union (EU), dan WTO serta telah diadopsi oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN). Penerapan sistem manajemen keamanan pangan jasa boga melalui sistem HACCP dapat diterapkan dan diintegrasikan bersama dengan sistem lain yaitu Good Hygiene Practices (GHP). Penerapan sistem HACCP bila diimplementasikan secara tepat dapat memberi keuntungan yaitu mengurangi tingkat resiko terhadap morbiditas dan mortalitas yang dikaitkan dengan konsumsi pangan yang tidak aman. Biaya-biaya

21 4 terkait dapat ditekan seperti biaya untuk penanganan pasien yang terkena keracunan pangan, hilangnya pendapatan pasien penderita keracunan pangan akibat kehilangan waktu kerja karena sakit, serta biaya untuk penyembuhan pasien akibat keracunan pangan. Penerapan sistem HACCP di PT ELN dinilai efektif untuk mencegah dan meminimalisasi resiko bahaya keracunan pangan, sehingga dinilai cukup baik untuk memberi jaminan keamanan pangan. Melalui penerapan sistem manajemen keamanan pangan berdasarkan HACCP, diharapkan perusahaan industri pangan siap saji atau katering PT ELN bisa menghasilkan produk pangan dengan kualitas yang baik dan konsisten serta yang paling penting adalah aman untuk dikonsumsi, yang pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap perusahaan dan meningkatkan penjualan produk pangan siap saji perusahaan katering TUJUAN Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Melakukan kajian kecukupan sistem keamanan pangan, untuk menekan kemungkinan terjadinya resiko kejadian luar biasa (KLB) penyakit yang ditularkan melalui pangan pada industri jasa boga serta memberikan rekomendasi bagi pemilihan jenis sertifikasi sistem keamanan pangan yang efektif untuk usaha jasa boga atau katering. 2. Mengevaluasi kondisi yang ada pada usaha jasa boga atau katering dalam rangka sertifikasi HACCP di PT ELN. 3. Menyusun dokumen rancangan sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau HACCP Plan dan merekomendasikan rancangan sistem HACCP tersebut sebagai panduan dasar dalam penerapan dan sertifikasi sistem HACCP untuk produksi pangan pada industri jasa boga di PT ELN MANFAAT Kajian yang dilakukan pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait yaitu pengusaha jasa boga dan pemerintah serta perusahaan pengguna usaha jasa boga mengenai sistem

22 5 keamanan pangan yang tepat untuk diterapkan pada industri jasa boga atau katering. Dalam rangka memenuhi persyaratan perusahaan pengguna jasa boga, maka PT ELN berusaha menerapkan sistem keamanan pangan HACCP guna mendapatkan sertifikasi sistem HACCP. Namun demikian, kajian yang dilakukan pada penelitian ini berusaha mendapatkan informasi apakah industri jasa boga pada akhirnya wajib memiliki sertifikasi sistem HACCP atau cukup dengan mengikuti program-program keamanan pangan yang telah dikembangkan oleh pemerintah. Tersusunnya sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang didukung dengan pemenuhan dokumen persyaratan kelayakan dasar (prerequisite programs) dan cara produksi pangan yang baik melalui good hygiene practices (GHP) pada PT ELN menyebabkan dapat dilakukannya penerapan dan sertifikasi sistem HACCP sesuai dengan SNI (Sistem Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kendali Kritis HACCP) serta Pedoman BSN Implementasi sistem HACCP di PT ELN tersebut diharapkan (1) meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui pangan (2) mengetahui cara memproduksi pangan yang baik sehingga diketahui bahaya yang mungkin timbul dari pangan (3) memperbaiki cara memproduksi pangan yang baik dengan memberikan perhatian khusus terhadap proses yang dianggap kritis (4) memantau dan mengevaluasi cara-cara penanganan dan pengolahan pangan serta penerapan sanitasi dalam memproduksi pangan (5) meningkatkan inspeksi mandiri oleh pengolah pangan (6) mencegah usaha jasa boga atau katering ditutup karena kasus keracunan pangan mencegah jasa boga atau katering ditutup (7) mencegah kehilangan pelanggan (8) meningkatkan kepercayaan pelanggan (9) mencegah pemborosan biaya atau kerugian karena masalah pangan.

23 6

24 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. INDUSTRI PANGAN JASA BOGA Definisi dan Karakteristik Saat ini usaha jasa penyediaan makanan dan minuman atau jasa boga atau katering adalah usaha yang memberikan prospek yang baik jika dilakukan dengan benar, karenanya banyak sekali bermunculan usaha jasa boga di kota-kota besar di Indonesia. Setiap usaha jasa boga haruslah memiliki izin yang dikeluarkan oleh pemerintah, dalam hal ini Dinas Kesehatan setempat. Berbagai persyaratan harus dipenuhi oleh usaha jasa boga, tergantung dari kriteria atau golongan usaha tersebut. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor 715/Menkes/SK/V/2003, yang mengatur tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga. Pada tahun 2011 Menteri Kesehatan mengeluarkan Permenkes RI No. 1096/Menkes/PER/VI/2011 guna menyempurnakan Kepmenkes No. 715/Menkes/SK/V/2003 yang dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum. Untuk usaha jasa boga yang telah memiliki Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 715/Menkes/SK/V/2003, sertifikat tersebut masih berlaku sampai habis masa berlakunya. Sedangkan Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi yang sedang dalam proses sebelum Permenkes 2011 diberlakukan, maka pelaksanaannya sesuai ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasa Boga. Permenkes RI Nomor 1096/Menkes/PER/VI/2011 ditetapkan pada tanggal 7 Juni 2011, dan untuk selanjutnya akan menjadi acuan yang digunakan dalam penelitian ini. Sesuai definisi Jasa Boga menurut Permenkes RI Nomor 1096/Menkes/PER/VI/2011, usaha jasa boga termasuk di dalamnya usaha katering adalah perusahaan atau perorangan yang melakukan kegiatan pengelolaan makanan yang disajikan di luar tempat usaha atas dasar pesanan. Sedangkan pengolahan dari jasa boga itu sendiri adalah kegiatan yang meliputi penerimaan bahan mentah atau makanan terolah, pembuatan, pengubahan bentuk, pengemasan, pewadahan, pengangkutan dan penyajian. Usaha jasa boga dibagi menjadi tiga golongan, yakni golongan A, B, dan C dimana golongan tersebut didasarkan pada luasnya jangkauan pelayanan dan kemungkinan besarnya risiko

25 8 yang dilayani. Jasa boga golongan A adalah usaha yang melayani kebutuhan masyarakat umum, yang terdiri dari A1, A2, dan A3. Sedangkan golongan B yakni jasa boga yang melayani kebutuhan khusus seperti asrama penampungan jemaah haji, perusahaan, pengeboran lepas pantai, angkutan umum dalam negeri, dan sarana pelayanan rumah sakit. Untuk golongan C yakni jasa boga yang melayani kebutuhan untuk alat angkutan umum internasional dan pesawat udara. Sedangkan beberapa kriteria serta persyaratan yang harus dipenuhi pengusaha saat memulai usaha di bidang jasa boga adalah sebagai berikut : 1. Golongan A, yang terdiri dari : 1.1. Golongan A1 dengan kriteria melayani kebutuhan masyarakat umum, menggunakan dapur rumah tangga dan dikelola keluarga, serta kapasitas pengolahan yang kurang dari 100 porsi Golongan A2 dengan kriteria melayani kebutuhan masyarakat umum, menggunakan dapur rumah tangga dan memperkerjakan tenaga kerja (karyawan), dan kapasitas pengolahan antara porsi Golongan A3 dengan kriteria melayani kebutuhan masyarakat umum, menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja (karyawan) dan kapasitas pengolahan yang lebih dari 500 porsi. 2. Golongan B dengan kriteria melayani kebutuhan khusus untuk asrama seperti asrama penampungan jemaah haji, asrama transito, pengeboran lepas pantai, perusahaan, angkutan umum dalam negeri dan sebagainya, menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja (karyawan). 3. Golongan C dengan kriteria melayani kebutuhan alat angkutan umum internasional dan pesawat udara, menggunakan dapur khusus dan mempekerjakan tenaga kerja (karyawan). Untuk persyaratan usaha jasa boga termasuk katering, Permenkes No. 1096/Menkes/PER/VI/2011 memberikan persyaratan sebagai berikut : 1. Golongan A, yang terdiri dari : 1.1. Golongan A1 :

26 Ruang pengolahan makanan tidak boleh dipakai sebagai ruang tidur Menyediakan ventilasi yang cukup Pembuangan udara kotor/asap tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan Tersedia tempat cuci tangan yang permukaannya halus dan mudah dibersihkan Tersedia sedikitnya satu buah lemari es sebagai tempat penyimpanan makanan mudah basi Golongan A2 : Memenuhi persayaratan jasaboga golongan A Ruang pengolahan makanan harus dipisahkan dengan ruang lain Dilengkapi alat pembuangan asap dari dapur Tersedia sedikitnya satu buah lemari es untuk menyimpan makanan yang cepat busuk Tersedia tempat penyimpanan dan ganti pakaian Golongan A3 : Memenuhi persyaratan jasaboga golongan A Ruang pengolahan makan terpisah dengan bangunan tempat tinggal Pembuangan asap dari dapur dilengkapi dengan alat pembuangan asap dan cerobong asap Tempat memasak terpisah secara jelas dengan tempat penyiapan makanan Tersedia lemari pendingin yang dapat mencapai suhu -5 o Celcius Tersedia kendaraan pengangkut makanan yang khusus dan hanya digunakan untuk mengangkut makanan jadi Alat atau tempat angkut makanan harus tertutup sempurna, dibuat dari bahan kedap air dan mudah dibersihkan.

27 Kotak yang digunakan sekali pakai untuk mewadahi makanan harus mencantumkan nama perusahaan, nomor izin usaha, serta laik hygiene sanitasi Jasaboga yang tidak mempunyai kotak dalam penyajiannya, harus mencantumkan nama perusahaan, nomor izin usaha serta laik hygiene sanitasi di tempat penyajian yang mudah diketahui umum. 2. Golongan B yakni : 2.1. Memenuhi persyaratan jasaboga golongan A Pembuangan air kotor dilengkapi grease trap (penangkap lemak) Pertemuan lantai dan dinding tidak terdapat sudut mati agar tidak menjadi tempat berkumpulnya kotoran Memiliki ruang kantor dan ruang untuk belajar yang terpisah dari ruang pengolahan makanan Dilengkapi penangkap asap (hood), alat pembuangan asap dan cerobong asap Fasilitas pencucian dari bahan yang kuat, permukaan halus dan mudah dibersihkan Setiap peralatan dibebas hamakan dengan larutan kaporit atau air panas selama 2 menit Setiap tempat pengolahan makanan dilengkapi tempat cuci tangan yang diletakkan didekat pintu Ruang pengolahan makanan terpisah dengan ruangan tempat penyimpanan bahan makanan mentah Tersedia lemari penyimpanan dingin yang dapat mencapai suhu -10 o C sampai -5 o C. 3. Golongan C yakni : 3.1. Memenuhi persyaratan jasaboga golongan B Dilengkapi penangkap asap (hood), alat pembuang asap, cerobong asap, saringan lemak yang dapat dibuka dan dipasang untuk dibersihkan secara berkala Dilengkapi alat pengatur suhu ruangan.

28 Tempat pencucian alat dan bahan terbuat dari bahan logam tahan karat seperti stainless steel Air untuk pencucian peralatan dan cuci tangan harus mempunyai tekanan sedikitnya 5ps Tersedia lemari penyimpanan dingin untuk makanan secara terpisah sesuai dengan jenis makanan/bahan makanan yang digunakan Tersedia gudang tempat penyimpanan makanan untuk bahan kering, makanan terolah dan bahan yang tidak mudah membusuk Rak penyimpanan makanan harus mudah dipindah dengan menggunakan roda penggerak Persyaratan Hygiene dan Sanitasi Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1096/Menkes/PER/VI/2011, tentang persyaratan hygiene sanitasi jasa boga atau usaha katering yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan, setiap usaha jasa boga atau usaha katering harus memiliki izin usaha dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya kontaminasi terhadap pangan, baik yang berasal dari bahan makanan, orang, tempat dan peralatan agar aman dikonsumsi. Pengelolaan makanan oleh jasaboga harus memenuhi higiene sanitasi dan dilakukan sesuai cara pengolahan makanan yang baik. Untuk memiliki izin usaha jasa boga atau usaha katering, pengusaha harus memiliki sertifikat hygiene sanitasi yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Dalam hal jasaboga akan menyajikan hasil olahan makanan di wilayah pelabuhan, bandar udara, pos pemeriksaan lintas batas, harus memperoleh rekomendasi dari Kepala KKP. Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Jasaboga untuk jasaboga yang berada di wilayah pelabuhan, bandar udara, pos pemeriksaan lintas batas, dikeluarkan oleh Kepala KKP atau Kantor Kesehatan Pelabuhan. KKP adalah unit pelaksana teknis Kementerian Kesehatan di wilayah pelabuhan, bandara dan pos lintas batas darat. Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Jasaboga dikeluarkan sesuai golongan jasaboga.

29 12 Berkaitan langsung dengan bahan makanan dan kesehatan masyarakat dalam usaha jasa boga atau usaha katering, perolehan Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi Jasa Boga atau Usaha Katering merupakan persyaratan mutlak berjalannya usaha. Untuk memperoleh Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi Jasa Boga atau Usaha Katering, pengusaha dapat mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/Pelabuhan setempat (Lampiran 2). Untuk perusahaan Jasa Boga atau Usaha Katering yang telah lolos, diberikan Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi Jasa Boga atau Usaha Katering yang berlaku selama 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi syarat. Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi Jasa Boga atau Usaha Katering yang diperoleh oleh perusahaan harus dipasang di dinding yang mudah dilihat oleh petugas atau masyarakat umum. Pengajuan permohonan Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi Jasaboga oleh pengusaha kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat disertai lampiran-lampiran yang diwajibkan. Dalam rangka pemberian Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Jasaboga, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala KKP membentuk Tim Pemeriksa Uji Kelaikan Jasa Boga yang bertugas melakukan penilaian terhadap kelengkapan persyaratan. Tim Pemeriksa terdiri dari orang-orang yang memiliki pengetahuan di bidang higiene sanitasi dan bertugas melakukan pemeriksaan lapangan dan menilai kelaikan higiene sanitasi jasaboga. Pemeriksaan Hygiene Sanitasi Jasa Boga menggunakan formulir uji kelaikan fisik hygiene sanitasi jasaboga (Lampiran 6) dan formulir pengambilan atau pengiriman contoh dan spesimen (lampiran 4). Penilaian Hygiene Sanitasi Jasa Boga didasarkan kepada nilai pemeriksaan yang dituangkan di dalam berita acara kelaikan fisik (Lampiran 3) dan berita acara pemeriksaan contoh atau specimen (Lampiran 5), sebagai berikut : 1. Pemeriksaan fisik 1.1. Golongan A1, minimal nilai 65 maksimal 70, atau rangking 65 70% 1.2. Golongan A2, minimal nilai 70 maksimal 74, atau rangking 70 74%

30 Golongan A3, minimal nilai 74 maksimal 63, atau rangking 74 83% 1.4. Golongan B, minimal nilai 83 maksimal 92, atau rangking 83 92% 1.5. Golongan C, minimal nilai 92 maksimal 100, atau rangking % 2. Pemeriksaan laboratorium 2.1. Angka kuman E.coli pada makanan 0/gr contoh makanan 2.2. Angka kuman pada alat makan dan minum 0 (nol) 2.3. Tidak diperoleh adanya carrier (pembawa kuman patogen) pada penjamah makanan yang diperiksa Cemaran kimia pada makanan negatif Jika hasil pemeriksaan fisik yang telah memenuhi syarat, tetapi belum didukung dengan hasil laboratorium, maka pemberian Rekomendasi Laik Hygiene Sanitasi kepada Pengusaha Jasa Boga ditunda sampai hasil laboratorium memenuhi syarat. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha jasa boga juga diatur dalam Permenkes RI Nomor 1096/Menkes/PER/VI/2011, Dinas Kesehatan sewaktuwaktu dapat melakukan uji petik audit hygiene sanitasi dan pengujian mutu jasa boga untuk menilai kondisi fisik, fasilitas dan lingkungan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM), tingkat cemaran makanan dan atau dalam hal ada kejadian luar biasa atau wabah dan keadaan yang membahayakan lainnya. Uji petik dilaksanakan dalam rangka pemantapan pelaksanaan pengawasan dan untuk tujuan pembinaan dan pengembangan pengawasan jasa boga. Biaya pelaksanaan uji petik dibebankan pada anggaran Pemerintah BATASAN KEAMANAN PANGAN SIAP SAJI Bahaya Keamanan Pangan Pangan siap saji dianggap mempunyai mutu yang baik jika dapat memuaskan konsumen dalam hal rasa, penampakan dan keamanannya. Kandungan dan komposisi gizi seringkali tidak menjadi faktor penentu pemilihan jenis pangan, kecuali bagi konsumen yang sangat memperhatikan segi kesehatan

31 14 dan berat badan. Faktor keamanan pangan yang umumnya tidak dapat diketahui atau dideteksi langsung oleh konsumen biasanya dihubungkan dengan segi kebersihan pangan tersebut. Pangan yang terlihat bersih, baik penampakannya, cara penjualannya maupun lingkungan tempat penjualan, biasanya dianggap aman oleh konsumen untuk dikonsumsi. Hal ini seringkali menimbulkan kekeliruan, karena pangan yang terlihat bersih pada waktu penyajiannya, belum tentu baik dalam pengolahan atau persiapannya, sehingga masih mungkin mengandung jasad renik atau bahan berbahaya yang dapat menyebabkan keracunan. Bahan-bahan berbahaya yang mungkin mencemari pangan dapat berupa bahaya biologis seperti bakteri, virus, kapang, parasit dan protozoa, bahaya kimia seperti logam berat, pestisida, bahan tambahan berbahaya, dan racun, atau bahaya fisik seperti pecahan gelas, potongan tulang, kerikil, kawat, dan sebagainya. Bahan-bahan berbahaya tersebut dapat masuk ke dalam pangan melalui udara, air, bahan pangan, pekerja, hewan, serangga, atau alat-alat memasak. Pekerja dapat mencemari pangan dengan bakteri patogen melalui hidung, kotoran (feses) dan air ludah. Beberapa sumber pencemaran utama pada pangan siap saji adalah sebagai berikut: 1. Cemaran biologis Beberapa penyebab terjadinya cemaran biologis pada pangan misalnya: penggunaan bahan mentah dan air yang tercemar jasad renik dalam jumlah tinggi, lingkungan pengolahan dan penjualan/penyajian yang tidak bersih (udara kotor, dekat tempat pembuangan sampah), pekerja yang kotor atau menderita sakit infeksi, peralatan wadah yang tidak bersih, dan kontaminasi silang antara pangan yang telah dimasak dengan bahan mentah. 2. Cemaran kimia Adanya cemaran kimia pada pangan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya: penggunaan bahan mentah yang tercemar logam berat, pestisida, atau racun, penggunaan peralatan atau wadah dari bahan beracun, dan penggunaan bahan tambahan kimia yang tidak tepat.

32 15 3. Cemaran fisik Cemaran fisik dapat disebabkan oleh kecerobohan dalam pengolahan, atau penggunaan bahan mentah yang tidak bersih/kotor. Cemaran fisik tidak menimbulkan penyakit atau keracunan tetapi dapat menimbulkan bahaya, menandakan rendahnya sanitasi dan hygiene, serta memberi citra buruk bagi pangan yang disajikan. 4. Pemantauan Terhadap Proses Pemasakan Variabel proses pemasakan pangan siap saji yang memerlukan pemantauan khusus terutama adalah suhu, waktu, kadar keasaman (ph) makanan, dan penambahan bahan-bahan pembantu. Pangan yang dipersiapkan dalam jumlah besar mungkin mendapatkan risiko bahwa pemasakan yang dilakukan tidak merata sehingga setiap bagian pangan tidak mendapatkan perlakuan panas yang sama. Akibatnya pada beberapa bagian pangan mungkin masih ditemukan jasad renik dalam jumlah tinggi dan menyebabkan pangan menjadi mudah busuk/basi, atau menyebabkan keracunan. Tabel 1 menyajikan pemanasan minimal pada beberapa makanan. Tabel 1. Pemanasan minimal pada beberapa makanan* Jenis makanan Daging potongan tebal (>5cm) Daging potongan tipis (<5cm) Macam-macam saus (tergantung ph/keasamannya) Buah-buahan, sayuran, makanan berpati Pemanasan minimal Suhu ( o C) Waktu jam menit 93 2 menit-6 jam menit Roti, adonan kue ment Snyder(1986) Dari segi mikrobiologi, pangan yang baik untuk dihidangkan adalah pangan yang tidak basi atau busuk atau berbau menyimpang, dan aman untuk

33 16 dikonsumsi. Jasad renik pembusuk yang terdapat di dalam pangan, termasuk bakteri, kapang maupun khamir, dalam jumlah tinggi dapat menyebabkan perubahan-perubahan pada pangan misalnya menimbulkan bau basi/busuk, bau tengik, bau dan rasa asam, pelendiran, perubahan wama, atau menimbulkan gas/busa. Pangan siap saji sebenanarnya bukan merupakan pangan yang steril karena tidak dikemas secara rapat, oleh karena itu tidak pernah bebas dari pencemaran oleh jasad renik pembusuk. Tabel 2 menyajikan jumlah minimal setiap bakteri patogen untuk menimbulkan gejala sakit atau keracunan, dan jumlah yang diperbolehkan di dalam bahan mentah sebelum pemasakan. Tabel 2. Jumlah minimal beberapa bakteri yang dapat menyebabkan sakit atau keracunan Jumlah minimal Jumlah yang Penyebab yang diperbolehkan pada Makanan yang menyebabkan bahan mentah sering tercemar sakit pada orang sebelum dimasak b dewasa sehat (sel) (sel/g) Salmonella Telur, daging unggas < 10 5 < 10 Staphylococcus Makanan berprotein 10 6 < 100 Clostridium Makanan perfringens berprotein 10 6 < 100 Bacillus cereus Beras/nasi >10 6 < 100 Vibrio Makanan hasil laut parahaemolyticus < 100 Vibrio cholera* Air, makanan mentah 10 5 < 10 Shigefla Air, makanan mentah < 1 Listeria Susu, daging monocytogenos 10 5 < 1 Eschrichia coli Air, makanan mentah 10 6 < 10 b 1-10 sel untuk bayi dan manula. Sumber : Fardiaz, S (1994) Meskipun pangan siap saji biasanya telah mengalami proses pemanasan atau pemasakan sehingga jumlah jasad renik patogen telah berkurang sampai pada jumlah yang sangat kecil, tetapi jika kondisi penyimpanan makanan tersebut, terutama suhu dan kelembaban, menyebabkan jasad renik dapat berkembang biak

34 17 dengan cepat, maka memungkinkan terjadinya kebusukan sebelum pangan sampai ke tangan konsumen, atau menyebabkan keracunan jika kebetulan terdapat bakteri patogen yang dapat berkembang biak dengan baik. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut, maka Food and Drug Administration (FDA) menganjurkan bahwa untuk menjamin suatu pangan siap saji tidak busuk dan aman untuk dikonsumsi, maka sebaiknya pangan disimpan pada suhu lemari es yaitu maksimal 5 o C untuk pangan yang dikonsumsi dalam keadaan dingin seperti berbagai macam salad dan minuman dingin, atau pada suhu di atas 60 o C untuk pangan yang dikonsumsi dalam keadaan panas/hangat. Suhu di antara 5 C dan 60 C merupakan suhu kritis (danger zone) karena jasad renik dapat berkembang biak dengan cepat dan menyebabkan kebusukan atau keracunan pangan. Di Indonesia, pangan siap saji yang disajikan dalam keadaan hangat (hotfood) belum mendapat pengawasan khusus mengenai suhu yang diterapkannya, sehingga kemungkinan risiko bahwa penyimpanan hangat justru menjadi inkubator bagi pertumbuhan jasad renik dapat terjadi. Jika jumlah jasad renik pembusuk dan patogen di dalam pangan cukup kecil dan dipertahankan supaya tidak berkembang biak selama penyimpanan maka pangan tersebut masih dapat diterima dan aman untuk dikonsumsi. Dengan kata lain pangan tidak mengalami perubahan yang menyimpang atau menyebabkan keracunan atau penyakit karena jumlah bakteri patogen masih di bawah jumlah minimmal yang dapat menimbulkan penyakit. Berbeda dengan industri pangan olahan dalam kemasan pada umumnya, industri jasa boga yang menyediakan pangan siap saji merupakan suatu sistem yang sangat kompleks karena menyangkut bahan baku yang bermacam-macam dalam usaha penyediaannya. Oleh karena itu sampai sekarang belum ada standar yang diterapkan untuk pangan semacam ini. Sebagai pegangan untuk menghasilkan pangan yang bermutu dan aman terutama perlu diperhatikan segi kebersihan dan sanitasi dalam pengolahan dan penyajiannya, serta tetap mengikuti peraturan-peraturan yang ada mengenai penggunaan bahan tambahan yang diijinkan di dalam makanan.

35 Permasalahan Keamanan Pangan Pada Industri Jasa Boga (Katering) Perkembangan industri yang bergerak dalam pengolahan dan penyajian makanan siap santap yang disebut industri jasa boga atau katering telah berkembang dengan pesat pada saat ini. Industri semacam ini banyak dimanfaatkan untuk penyediaan makanan di berbagai tempat dan untuk berbagai keperluan, seperti penyajian makanan-makanan di suatu pesta, seminar, atau untuk karyawan pabrik dan perkantoran. Data sampai tahun 2004, di Bali saja tercatat ada 326 usaha jasa katering, 1498 usaha restoran atau rumah makan, dan 145 hotel berbintang yang menyediakan jasa boga (Antara, 2005). Menjamurnya usaha jasa boga ini terjadi karena kebutuhan akan makanan yang praktis dan siap dikonsumsi oleh konsumen yang serba sibuk, sehingga konsumen tidak perlu membuang waktu terlalu lama hanya untuk mempersiapkan dan menyajikan pangan. Namun demikian, usaha jasa boga yang menyediakan pangan siap saji mempunyai resiko kemunginan dapat terjadinya penyakit yang ditularkan melalui pangan (foodborne disease) apabila tidak dilakukan penanganan yang baik. Dari laporan-laporan di berbagai media massa diketahui bahwa pangan yang berasal dari katering sering menimbulkan masalah keracunan yang meminta korban cukup banyak. Kasus keracunan pangan yang dilaporkan di media massa umumnya yang menyerang sekelompok orang dalam jumlah besar, misalnya yang menyerang karyawan-karyawan di suatu pabrik yang mengkonsumsi pangan yang dipesan dari pengusaha jasa boga atau katering. Terdapat pula kasus keracunan pangan tetapi tidak dilaporkan, biasanya terjadi pada kelompok kecil konsumen atau yang konsumennya menyebar. Dalam sepuluh tahun terakhir, kasus keracunan pangan 31% berasal dari produk pangan katering, 20% dari produk olahan pangan, dan 13% lainnya berasal dari jajanan. Berdasarkan data Badan Perlindungan Konsumen (BPKN) bidang pangan, Kejadian Luar Biasa (KLB) kasus keracunan pangan setiap tahunnya selalu meningkat baik dari jumlah korban maupun yang sakit. Tahun 2005 terjadi 184 KLB, dimana dari orang yang mengkonsumsi pangan tercatat orang jatuh sakit dan 49 orang di antaranya meninggal. Sementara

36 19 tahun 2006, dalam kurun waktu 8 bulan terjadi 62 KLB. Dari orang yang mengkonsumsi pangan, di antaranya jatuh sakit dan 10 di antaranya meninggal dunia (BPKN, 2011). Kejadian Luar Biasa (KLB) menurut Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 adalah adanya 2 orang penderita atau lebih dengan gejala-gejala yang sama atau hampir sama setelah mengkonsumsi pangan dan adanya dugaan pangan sebagai sumber keracunan yang dibuktikan secara epidemilogis (menunjukkan hubungan sebab akibat). Hasil penelitian Sparingga (2011) menunjukkan bahwa dugaan penyebab KLB keracunan pangan paling banyak disebabkan oleh mikroba yaitu sebesar 21 persen, sedangkan bahan kimia 13 persen dan sisanya tidak ada sampel. Sedangkan kasus-kasus keracunan pangan penyebab kejadian luar biasa diperoleh data karena beberapa hal yaitu : (1) pangan rumah tangga (562 kasus); (2) pangan olahan (205 kasus); (3) pangan jasa boga atau jasa katering (271 kasus); (4) pangan jajanan (186 kasus); (5) lain-lain (15 kasus); (6) tidak dilaporkan (25 kasus). Menurut Fardiaz (1994) dari Bryan (1988) yang dilaporkan oleh Ganowiak (1992), di negara Amerika Serikat, sebanyak 11% kasus keracunan pangan yang terjadi disebabkan oleh pangan yang dipersiapkan oleh industri jasa boga (katering dan restoran), 20% kasus disebabkan oleh pangan yang dimasak di rumah, dan hanya 3% kasus disebabkan oleh makanan yang diproduksi oleh industi pangan. Hal ini menunjukkan bahwa di negara-negara yang sudah majupun pangan jasa boga atau katering memegang peranan penting sebagai penyebab keracunan pangan. Dengan kata lain, pangan siap saji merupakan pangan berisiko tinggi dari segi keamanannya jika tidak dipersiapkan dengan baik. Menurut data Center for Disease Control and Prevention, faktor-faktor penyebab keracunan pangan di negara Amerika Serikat ternyata yang terbanyak (37%) disebabkan oleh suhu penyimpangan yang tidak tepat seperti praktek pendinginan yang tidak tepat. Hal ini disebabkan di negara-negara tersebut banyak pangan yang disajikan dan dikonsumsi dalam keadaan dingin, misalnya berbagai salad, baik yang berasal dari bahan nabati maupun hewani. Selain suhu pendinginan, penyimpanan hangat yang tidak tepat juga menjadi faktor.

II. TINJAUAN PUSTAKA INDUSTRI PANGAN JASA BOGA Definisi dan Karakteristik

II. TINJAUAN PUSTAKA INDUSTRI PANGAN JASA BOGA Definisi dan Karakteristik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. INDUSTRI PANGAN JASA BOGA 2.1.1. Definisi dan Karakteristik Saat ini usaha jasa penyediaan makanan dan minuman atau jasa boga atau katering adalah usaha yang memberikan prospek

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian terhadap kecukupan Sistem Keamanan Pangan untuk Industri Jasa Boga dilakukan dengan pengambilan data di beberapa instansi terkait yaitu Direktorat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 13 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia kuliner saat ini di Indonesia khususnya di Semarang mengalami kemajuan yang cukup pesat. Jenis-jenis industri kuliner yang ada di Semarang sangat beraneka ragam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1096/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1096/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1096/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG HIGIENE SANITASI JASABOGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24

DAFTAR GAMBAR. Gambar 2.7 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep... 24 DAFTAR TABEL Tabel 5.1 Persentase Analisis Univariat Masing-masing Variabel Berdasarkan Kepmenkes No.715 Tahun 2008 Penelitian di Universitas X (n=100)... 38 Tabel 5.2.1 Hubungan Sanitasi Kantin Dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Makanan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia dan merupakan hak asasi setiap orang untuk keberlangsungan hidupnya. Makanan adalah unsur terpenting dalam menentukan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN - 25 - BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN A. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN 1. Pembinaan Pemeriksaan berkala yang dilakukan pada jasaboga, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/KKP dan dapat melibatkan Asosiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan manusia untuk pertumbuhan dan perkembangan badan. Makanan yang dikonsumsi harus aman dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi ini perkembangan zaman yang diingiringi dengan inovasi-inovasi dalam bidang pangan khususnya. Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu produk makanan

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisa melaksanakan rutinitasnya setiap hari(depkesri,2004).

BAB I PENDAHULUAN. bisa melaksanakan rutinitasnya setiap hari(depkesri,2004). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan adalah produk pangan yang siap hidang atau yang langsung dapat dimakan, biasanya dihasilkan dari bahan pangan setelah terlebih dahulu diolah atau di masak.

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu

KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT. keterkaitannya dengan penyakit akibat pangan di mana masalah keamanan pangan di suatu KEAMANAN PANGAN UNTUK INDONESIA SEHAT Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) menekankan tentang tantangan dan peluang terkait Keamanan Pangan. Keamanan pangan sangat penting karena keterkaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan media untuk dapat berkembang biaknya mikroba atau kuman.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan media untuk dapat berkembang biaknya mikroba atau kuman. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia yang diperlukan setiap saat dan memerlukan pengolahan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Makanan juga

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan lain yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, sebab makanan yang kita makan bukan saja harus memenuhi gizi tetapi harus juga aman dalam

Lebih terperinci

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN

BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN - 18 - BAB IV KURSUS HIGIENE SANITASI MAKANAN A. PENYELENGGARAAN 1. Peserta, Penyelenggara, Penanggung Jawab dan Pembina Teknis a. Peserta pelatihan adalah setiap orang dan/atau pengusaha/pemilik/penanggung

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 13 Tahun 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN (TPM) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk makanan dari jasaboga. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya pendapatan masyarakat dan meningkatnya kegiatan pekerjaan di luar rumah, akan meningkatkan kebutuhan jasa pelayanan makanan terolah termasuk makanan dari

Lebih terperinci

Palembang Zuhri, Tangerang Christiyanto, 2002

Palembang Zuhri, Tangerang Christiyanto, 2002 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk melanjutkan kehidupan. Makanan yang dikonsumsi dapat berasal dari kafe, restoran, kantin, dan industri katering yang sudah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne

BAB 1 PENDAHULUAN. bila dikonsumsi akan menyebabkan penyakit bawaan makanan atau foodborne BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebersihan makanan dan minuman sangatlah penting karena berkaitan dengan kondisi tubuh manusia. Apabila makanan dan minuman yang dikonsumsi tidak terjaga kebersihannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam beberapa tahun belakangan ini, media di Indonesia sangat gencar dalam mengulas berita tentang keamanan pangan. Ulasan berita tersebut menjadi tajuk utama, khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Letusan penyakit akibat pangan (food borne diseases) dan kejadiankejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia untuk bertahan hidup. Makanan yang dibutuhkan harus sehat dalam arti memiliki nilai gizi optimal seperti vitamin, mineral,

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan selain kebutuhan sandang dan papan. Makanan mengandung nilai gizi yang dibutuhkan

Lebih terperinci

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989 SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL BINA HUBUNGAN KETENAGAKERJAAN DAN PENGAWASAN NORMA KERJA NO. : SE.86/BW/1989 TENTANG PERUSAHAAN CATERING NG MENGELOLA MAKANAN BAGI TENAGA KERJA Dalam rangka tindakan lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization atau WHO (2006), mendefinisikan foodborne disease sebagai istilah umum untuk menggambarkan penyakit yang disebabkan oleh makanan dan minuman

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap

BAB V PEMBAHASAN. higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap digilib.uns.ac.id BAB V PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian mengenai penyelenggaraan kantin, faktor higiene sanitasi di perusahaan dan konsep HACCP yang telah diteliti pada tahap penyajian makanan,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN

LAMPIRAN 1. DAFTAR PERTANYAAN 93 LAMPIRAN. DAFTAR PERTANYAAN Pertanyaan yang diberikan kepada responden Unit Usaha Jasa Boga dan Unit Usaha Pengguna Jasa Boga mengenai pengetahuan tentang sertifikat keamanan pangan.. Apakah anda mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan media untuk dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk dapat melangsungkan kehidupan selain sandang dan perumahan. Makanan, selain mengandung nilai gizi, juga merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG SERTIFIKASI LAIK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG SERTIFIKASI LAIK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG SERTIFIKASI LAIK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa keracunan makanan dan minuman, proses

Lebih terperinci

WAHYU WIJIATI RAHAYU RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA JAKARTA

WAHYU WIJIATI RAHAYU RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA JAKARTA WAHYU WIJIATI RAHAYU RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA JAKARTA LANDASAN Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 712/Menkes/Per/X/1986 tentang Persyaratan Kesehatan Jasaboga Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENERBITAN SERTIFIKAT PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA DAN SERTIFIKAT LAIK HYGIENE SANITASI JASABOGA, DEPOT AIRMINUM

Lebih terperinci

Sanitasi Penyedia Makanan

Sanitasi Penyedia Makanan Bab 6 Sanitasi Penyediaan Makanan Sanitasi Penyedia Makanan Sanitasi Jasa Boga Sanitasi Rumah Makan & Restoran Sanitasi Hotel Sanitasi Rumah Sakit Sanitasi Transportasi Penggolongan Jasa Boga Jasa boga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikonsumsi. Maka dari itu, dalam hal ini higienitas sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. untuk dikonsumsi. Maka dari itu, dalam hal ini higienitas sangat berperan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan yang bergizi sangat penting untuk kebutuhan tubuh tetapi makanan yang aman atau terjamin mutunya juga sangat penting agar tidak merusak tubuh karena penularan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Beberapa puluh tahun terakhir ini, masalah mengenai keracunan pangan dan isu keamanan pangan di dunia telah meningkat sebagai akibat adanya insiden keracunan pangan yang

Lebih terperinci

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Tekn. Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Risiko Risiko merupakan ketidakpastian (risk is uncertainty) dan kemungkinan terjadinya hasil yang

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Rancangan sistem..., Putih Sujatmiko, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Rancangan sistem..., Putih Sujatmiko, FKM UI, 2009 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan modal pokok dalam mewujudkan kesejahteraan bangsa dan negara. Pemerintah telah telah merencanakan gerakan pembangunan berwawasan kesehatan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran LAMPIRAN Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran No Parameter Bobot Nilai A Kondisi umum sekitar restoran 1 Lokasi 1 0 Jarak jasaboga minimal 500 m dari sumber pencemaran seperti tempat sampah umum,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang

BAB 1 : PENDAHULUAN. bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang Undang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa.kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Katering merupakan suatu industri jasa boga dalam melayani pemesanan makanan pada jumlah yang banyak. Pola hidup yang semakin berkembang dan serba cepat mengakibatkan

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT

PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT SKRIPSI PENYUSUNAN DOKUMEN RENCANA HAZARD ANALYSIS AND CRITICAL CONTROL POINT (HACCP) PADA PRODUK CROISSANT DI PT. CIPTAYASA PANGAN MANDIRI PULOGADUNG JAKARTA Oleh ABDUROHMAN F02400012 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP

4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP 90 4. PEMBAHASAN 4.1. Implementasi SSOP dan GMP Checklist Standard Sanitation Operational Procedur (SSOP) (Lampiran 4) menunjukkan nilai akhir 83. Sesuai dengan Permenkes RI No. 1096/MENKES/PER/VI/2011

Lebih terperinci

BAB III CARA PENGOLAHAN MAKANAN YANG BAIK

BAB III CARA PENGOLAHAN MAKANAN YANG BAIK - 11 - BAB III CARA PENGOLAHAN MAKANAN YANG BAIK Pengelolaan makanan pada jasaboga harus menerapkan prinsip higiene sanitasi makanan mulai dari pemilihan bahan makanan sampai dengan penyajian makanan.

Lebih terperinci

Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi

Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi Isu Pengelolaan Higiene Sanitasi Makanan disekolah Lilis Nuraida dan Purwiyatno Hariyadi SEAFAST Center Institut Pertanian Bogor PENDAHULUAN Kualitas SDM yang baik merupakan syarat mutlak untuk keberhasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini masalah keamanan pangan sudah merupakan masalah global, sehingga mendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat. Letusan penyakit

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia biasanya dibuat melalui bertani, berkebun, ataupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Makanan adalah bahan yang biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, dimakan oleh mahluk hidup untuk memberikan tenaga dan nutrisi. Makanan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

PENGAWASAN SANITASI DAN KEAMANAN PANGAN, TEMPAT-

PENGAWASAN SANITASI DAN KEAMANAN PANGAN, TEMPAT- PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 8 TAHUN2015 TENTANG PENGAWASAN SANITASI DAN KEAMANAN PANGAN, TEMPAT- TEMPAT UMUM, TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN MINUMAN DAN KUALITAS AIR PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI - 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI A. BANGUNAN 1. Lokasi Lokasi jasaboga tidak berdekatan dengan sumber pencemaran seperti tempat sampah umum, WC umum, pabrik cat dan sumber pencemaran

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data 20 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian Cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi

BAB 1 PENDAHULUAN. akan dikonsumsi akan semakin besar. Tujuan mengkonsumsi makanan bukan lagi 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang penting. Semakin maju suatu bangsa, tuntutan dan perhatian terhadap kualitas pangan yang akan dikonsumsi

Lebih terperinci

PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI

PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Pedoman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini. Setiap penyedia jasa penyelanggara makanan seperti rumah

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini. Setiap penyedia jasa penyelanggara makanan seperti rumah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persaingan dalam dunia bisnis terutama bisnis makanan semakin ketat sekarang ini. Setiap penyedia jasa penyelanggara makanan seperti rumah makan, kantin maupun kafetaria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya merupakan hak azasi setiap warga masyarakat sehingga harus tersedia dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu,

Lebih terperinci

HANDOUT. PERTEMUAN KE : 7, 8 dan 9 MATA KULIAH : MANAJEMEN USAHA BOGA POKOK MATERI : Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga

HANDOUT. PERTEMUAN KE : 7, 8 dan 9 MATA KULIAH : MANAJEMEN USAHA BOGA POKOK MATERI : Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga HANDOUT PERTEMUAN KE : 7, 8 dan 9 MATA KULIAH : MANAJEMEN USAHA BOGA POKOK MATERI : Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga MATERI PERKULIAHAN Proses produksi dalam Suatu Usaha Boga 1. Dapur Usaha Boga

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN)

KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN) KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN) TANTAN R. WIRADARYA Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Pangan produk peternakan yang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan

BAB I PENDAHULUAN. adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Tanpa adanya makanan maka manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya. Makanan berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. disebut penyakit bawaan makanan (foodborned diseases). WHO (2006)

BAB 1 : PENDAHULUAN. disebut penyakit bawaan makanan (foodborned diseases). WHO (2006) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Paradigma kesehatan lingkungan mengatakan, kontaminasi yang terjadi pada makanan dan minuman dapat menyebakan makanan tersebut menjadi media bagi suatu penyakit.

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :.

PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN 1. Nama rumah makan/restoran :. 2. Alamat :. b.. CONTOH FORMULIR RM.. PEMERIKSAAN KELAIKAN HYGIENE SANITASI RUMAH MAKAN DAN RESTORAN. Nama rumah makan/restoran :.. Alamat :... NamaPengusaha/penanggungjawab :.. Jumlah karyawan :... orang. Jumlah penjamah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan, dan keturunan. Berdasarkan ke empat faktor tersebut, di negara yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan, dan keturunan. Berdasarkan ke empat faktor tersebut, di negara yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Blum yang dikutip oleh Notoadmodjo (2007), bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor yaitu : lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen masa kini lebih cerdas dan lebih menuntut, mereka mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai gizi yang tinggi, harga terjangkau, rasa

Lebih terperinci

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan Teknologi Pangan Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL

II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL II. TINJAUAN PUSTAKA A. MAKANAN ENTERAL Pemberian makanan yang tepat pada pasien akan meningkatkan kualitas hidup, mencegah malnutrisi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Ditinjau dari teksturnya

Lebih terperinci

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK

CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi Keamanan Pangan dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu Nasional SIAP SAJI YANG BAIK CARA PRODUKSI PANGAN Jejaring Promosi SIAP SAJI YANG BAIK BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan

Lebih terperinci

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut A. Penerapan Cara Peoduksi Perikanan laut yang Baik (GMP/SSOP/HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk manusia melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk manusia melakukan aktivitas sehari-hari. Untuk menunjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Setiap manusia hidup membutuhkan pangan untuk pertumbuhan dan mempertahankan hidup. Selain itu pangan juga berfungsi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv vii xiv xx BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Mutu

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Mutu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Mutu Dalam mutu dikenal beberapa pengertian antara lain definisi mutu dan dimensi yang dikenal sebagai konsep mutu. 2.1.1 Definisi Mutu Pengertian mutu secara umum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga

BAB I PENDAHULUAN. makanan dan minuman yang cukup, kehidupan manusia akan terganggu sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan bahan pokok yang penting dalam kehidupan manusia. Sebagai salah satu kebutuhan pokok, makanan dan minuman dibutuhkan manusia untuk hidup,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Derajat kesehatan masyarakat merupakan salah satu indikator harapan hidup manusia yang harus dicapai, untuk itu diperlukan upaya-upaya dalam mengatasi masalah kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan mendasar bagi hidup manusia. Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara pengolahannya (Santoso & Anne, 1999). Warung makan

Lebih terperinci

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen

LAMPIRAN Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen LAMPIRAN Lampiran. Daftar Pertanyaan Keluhan Konsumen. Kapan anda datang untuk makan di restoran ini? Jawab:....... Produk apa yang biasanya Anda beli? Jawab:....... Selama makan di restoran ini apakah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 TENTANG KEAMANAN, MUTU DAN GIZI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pangan yang aman,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Higiene dan Sanitasi Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1096/MENKES /PER/VI tahun 2011 menyebutkan bahwa higiene sanitasi adalah upaya untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keamanan pangan memegang peranan yang sangat strategis. Terjaminnya kondisi keamanan pangan di Indonesia berarti telah memenuhi hak-hak masyarakat Indonesia untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Makanan Makanan diperlukan untuk kehidupan karena makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makanan berfungsi untuk memelihara proses tubuh dalam

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

PENDAPAT SUPERVISOR TENTANG PENERAPAN SANITASI HIGIENE OLEH MAHASISWA PADA PELAKSANAAN PRAKTEK INDUSTRI

PENDAPAT SUPERVISOR TENTANG PENERAPAN SANITASI HIGIENE OLEH MAHASISWA PADA PELAKSANAAN PRAKTEK INDUSTRI 38 PENDAPAT SUPERVISOR TENTANG PENERAPAN SANITASI HIGIENE OLEH MAHASISWA PADA PELAKSANAAN PRAKTEK INDUSTRI Chairunnisa 1, Sri Subekti 2, Ai Nurhayati 2 Abstrak: Penelitian ini di latar belakangi oleh pentingnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KECUKUPAN SISTEM KEAMANAN PANGAN UNTUK INDUSTRI JASA BOGA Hasil wawancara langsung terhadap unit usaha jasa boga dan unit usaha pengguna jasa boga diperoleh dengan memberikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.127, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Keracunan Pangan. Kejadian Luar Biasa. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR.../PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT CARA PENANGANAN IKAN YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ancaman penyakit yang berkaitan dengan higiene dan sanitasi khususnya yang berkaitan dengan makanan dan minuman masih menjadi masalah yang paling sering ditemukan di

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...

Lebih terperinci

The Hazard Analysis and Critical Control Point System

The Hazard Analysis and Critical Control Point System The Hazard Analysis and Critical Control Point System HACCP merupakan metode yang rasional & alamiah untuk penjaminan mutu makanan. Sistem ini terdiri atas identifikasi serta pengkajian yang sistematis

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG PEDOMAN PEMERIKSAAN KANDUNGAN NITRIT SARANG WALET UNTUK PENGELUARAN KE NEGARA REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pengembangan keberhasilan program sanitasi makanan dan minuman diperlukan peraturan dalam memproses makanan dan pencegahan terjadinya food borne disease. Selain itu

Lebih terperinci