BAB I PENDAHULUAN. sederhana pun banyak yang tidak dipahami, banyak konsep yang dipahami. secara keliru. Matematika dianggap sukar, rumit, dan banyak

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Terdapat banyak anak yang setelah belajar matematika, bagian sederhana pun banyak yang tidak dipahami, banyak konsep yang dipahami secara keliru. Matematika dianggap sukar, rumit, dan banyak memperdayakan (Ruseffendi, 1991). Hal serupa juga diungkapkan oleh Leonard (2008) yang mengungkapkan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar matematika karena matematika masih dianggap suatu pelajaran yang menakutkan, membosankan, tidak terlalu berguna dalam kehidupan sehari-hari, beban bagi siswa karena bersifat abstrak, penuh dengan angka dan rumus. Agaknya, ungkapan-ungkapan di atas sudah tidak begitu asing lagi terdengar di telinga kita. Di dalamnya, tentu terdapat alasan-alasan mengapa kekeliruan itu dapat terjadi, mengapa matematika dianggap rumit, mengapa harus belajar matematika, dari mana asalnya rumus itu, bagaimana pembuktiannya, dan lain sebagainya. Wahyudin (1999) mengungkapkan bahwa : Terdapat lima hal yang menyebabkan siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika, yaitu (1) mereka kurang mengetahui pengetahuan prasyarat yang baik, (2) kurang memiliki kemampuan untuk memahami serta mengenali konsep-konsep dasar matematika (aksioma definisi, teorema) yang berkaitan dengan pokok bahasan yang sedang dibicarakan, (3) kurang memiliki kemampuan dalam menyimak dan mengenali sebuah persoalan atau soal-soal matematika yang

2 berkaitan dengan pokok bahasan tertentu, (4) kurang memiliki kemampuan dan ketelitian dalam menyimak kembali sebuah jawaban yang diperoleh (apakah jawaban itu mungkin atau tidak), dan (5) kurang memiliki nalar yang logis dalam menyelesaikan soal atau persoalan matematika yang diberikan. Secara umum, hasil pembelajaran matematika di Indonesia saat ini masih jauh dari memuaskan, termasuk di dalamnya pembelajaran trigonometri di SMA. Hal ini dapat dilihat dari hasil NEM EBTANAS maupun nilai UAN matematika dari tahun ke tahun yang tergolong rendah (Krismanto, 2008). Bahkan, menyimak hasil Monitoring dan Evaluasi (ME) yang diselenggarakan oleh Pusat Penataran dan Pengembangan Guru (PPPG) matematika tahun 2003 dalam rangka pembinaan dan tindak lanjut paska penataran sekaligus dalam rangka TNA (Training Need Assessment), khusus untuk pokok bahasan trigonometri menunjukkan bahwa kesulitan guru dalam pengelolaan pembelajaran trigonometri ini menduduki peringkat teratas (paling sulit), sehingga harus diterima sebagai kenyataan bahwa pengelolaan pembelajaran untuk pokok bahasan trigonometri ini masih banyak dijumpai berbagai kesulitan dan kendala di lapangan, baik dari pihak guru maupun siswa (Setiawan, 2004). Krismanto (2008) juga menambahkan bahwa seringnya dijumpai kesulitan guru dalam membelajarkan trigonometri kepada siswa dikarenakan guru lebih terbiasa dengan manipulasi rumus-rumus yang banyak dijumpai dalam trigonometri, sehingga trigonometri menjadi kering. Hal ini menyebabkan adanya anggapan di lapangan bahwa mata pelajaran matematika, khususnya 2

3 trigonometri masih merupakan mata pelajaran yang cenderung kurang menarik dan sukar bagi siswa. Kalau kita telusuri dari segi teknik penilaiannya, salah satu teknik penilaian dalam tes uraian matematika disajikan dalam bentuk pembuktian konsep maupun pembuktian aplikasinya. Pertanyaannya, apakah bentuk instrumen tes dengan pembuktian ini efektif untuk menunjukkan tingkat penguasaan siswa dalam konsep matematika khususnya trigonometri?. Merujuk pada rekomendasi Nasional Council of Teachers of Mathematics, NCTM (dalam Kusnandi, 2010), yang menyatakan bahwa pembuktian matematika merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam pembelajaran matematika di sekolah. Hal ini dikarenakan sedikit atau banyaknya pengalaman siswa dalam menyusun suatu pembuktian matematika di sekolah menengah atas akan berdampak pada kemampuan pembuktian matematika ketika mereka mengikuti pembelajaran di perguruan tinggi kelak. Berdasarkan uraian di atas, peran guru sebagai pihak yang terlibat secara langsung di dalam Kegiatan Belajar-Mengajar (KBM) harus memiliki kemampuan dalam memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam mengajar di kelas. Ruseffendi (1991) mengatakan bahwa dalam membawakan pengajaran matematika dengan pendekatan tertentu, guru harus memiliki kemampuan untuk dapat memilih strategi belajar-mengajar yang tepat sehingga pendekatan ini bisa berjalan semestinya. 3

4 Mengingat pentingnya pendekatan atau strategi pembelajaran dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep matematika, termasuk kemampuan siswa dalam membuktikan konsepkonsep maupun pengembangannya dalam topik trigonometri, kiranya diperlukan suatu strategi pembelajaran yang tepat dalam menghadapi permasalahan ini. Meskipun telah dikatakan oleh Nisbet (dalam Suherman, 2001) bahwa tidak ada cara belajar (tunggal) yang paling benar dan cara mengajar yang paling baik, orang-orang berbeda dalam kemampuan intelektual, sikap dan keprbadian sehingga mereka mengadopsi pendekatan-pendekatan yang karakteristiknya berbeda untuk belajar. Dari sini dapat dikatakan bahwa masing-masing guru akan memilih gaya dan caranya sendiri untuk belajar dan untuk mengajar, namun setidaknya ada karakteristik tertentu dalam pembelajaran tertentu yang khas dibandingkan pendekatan yang lain. Peta Konsep (Concept-Mapping) merupakan salah satu alternatif penyajian pembelajaran yang bisa digunakan dalam proses pembelajaran. Arends (dalam Basuki, 2000) mengemukakan bahwa penyajian peta konsep merupakan suatu cara yang baik bagi siswa untuk memahami dan mengingat sejumlah informasi. Peta konsep tidak hanya menggambarkan konsep-konsep yang penting, melainkan juga menghubungkan konsepkonsep itu. Sebagaimana diutarakan oleh Gawith et al. (dalam Nurhayati, 2006) bahwa manfaat peta konsep diantaranya untuk membuat suatu struktur pemahaman dari fakta-fakta dihubungkan dengan pengetahuan 4

5 berikutnya dan untuk belajar bagaimana mengorganisasi sesuatu mulai dari informasi, fakta, dan konsep ke dalam suatu konteks pemahaman, sehingga berbentuk pemahaman yang baik. Mengingat bahwa dalam pembuktian matematika, diperlukan intuisiintuisi yang kuat terhadap penguasaan konsep yang sudah dimiliki siswa. Hal ini dimaksudkan agar proses menemukan konklusi dari apa yang diketahui dari suatu soal matematika dan mengaitkannya dengan apa yang akan dibuktikan itu berjalan dengan baik. Atas dasar ini, penyajian peta konsep dalam pembelajaran memungkinkan siswa untuk mengingat dan menghubungkan konsep-konsep yang sudah mereka pelajari itu untuk kemudian digunakan dan dielaborasi dalam upaya membuktikan suatu permasalahan matematika yang ada. Dengan demikian, peneliti mengambil judul Meningkatkan Kemampuan Pembuktian Pada Pokok Bahasan Trigonometri Melalui Pembelajaran Dengan Menggunakan Peta Konsep (Concept-Mapping). 5

6 B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian dari latar belakang, dapat dijabarkan rumusan masalahnya sebagai berikut : 1) Apakah peningkatan kemampuan pembuktian pada pokok bahasan trigonometri siswa yang pembelajarannya menggunakan peta konsep (Concept-Mapping) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 2) Bagaimana tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan peta konsep (Concept-Mapping) yang diterapkan di kelas? C. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Mengetahui apakah peningkatan kemampuan pembuktian pada pokok bahasan trigonometri siswa yang pembelajarannya menggunakan peta konsep (Concept-Mapping) lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. 2) Mengetahui tanggapan siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan peta konsep (Concept-Mapping) yang diterapkan di kelas. 6

7 D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi : 1) Bagi siswa, diharapkan pembelajaran dengan menggunakan peta konsep ini dapat mempermudah dalam memahami dan mengingat sejumlah informasi (berupa konsep, definisi, teorema, rumus, sifatsifat dan lain-lain) serta hubungan antar konsep-konsep tersebut dalam upaya memecahkan suatu permasalahan matematika. 2) Bagi guru, diharapkan dapat menjadikan salah satu alternatif pembelajaran yang efektif dalam upaya meningkatkan kemampaun pembuktian matematika siswa khususnya pada pokok bahasan trigonometri. 3) Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi/rujukan yang relevan dalam mengembangkan penelitian selanjutnya. 4) Bagi sekolah atau instansi pendidikan, diharapkan pembelajaran dengan menggunakan peta konsep ini dapat diimplementasikan dalam kegiatan belajar-mengajar guna meningkatkan prestasi belajar siswanya. 7

8 E. DEFINISI OPERASIONAL Untuk menghindari terjadinya keragaman dalam menafsirkan masalah dalam penelitian ini, kiranya perlu dijelaskan terlebih dahulu mengenai definisi operasionalnya sebagai berikut : 1) Pembuktian matematika adalah suatu proses dalam penyelesaian masalah matematika melalui tanggapan atau rumusan definisi, postulat, teorema, rumus-rumus, dan pernyataan matematika lainnya. 2) Peta konsep (concept-mapping) adalah bagan (skema) yang menggambarkan himpunan konsep yang saling terhubung melalui proposisi-proposisi menjadi struktur/kerangka pemahaman matematika. 8