PENGENDALIAN BANJIR JAI(ARTA DENGAN SISTEM POLDER. oleh: Koensatwanto fnpasihardj o. Disampaikan pada: Worlishop Clean River Management

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGENDALIAN BANJIR JAI(ARTA DENGAN SISTEM POLDER. oleh: Koensatwanto fnpasihardj o. Disampaikan pada: Worlishop Clean River Management"

Transkripsi

1 )34i'11" PENGENDALIAN BANJIR JAI(ARTA DENGAN SISTEM POLDER oleh: Koensatwanto fnpasihardj o Disampaikan pada: Worlishop Clean River Management Oktober 1996 t [,.'i.i4,1 rri\ir,1..,, & ARSiP -.:.-i (!i.\'ll:y r rljl I U f,,?p Ef'dAs I,n..' ijr. : *Y.?.{6r ' i Ci;.:.,g :...'... fl::'^t,,'il ' BIRO PENGAIRAN DAN IRIGASI. BAPPENAS

2 LATAR BELAKANG Daerah Khusus lbukota (DKll Jakarta meliputl areal seluas 637 km2 dengan elevasi berkisar antara + 0,8 m di dekat pantai dan + 25 m di bagian selatan. Wilayah DKI Jakarta dialiri tidak kurang dari 13 sungai besar dan kecil yang di musim hujan sering menimbutkan bencana banjir di daerah sekitarnya. Ke-13 sungai tersebut adalah (dari timur ke barat) cakung, Jati Kramat, Buaran, sunter, cipinang, Ciliwung, Cideng, Krukut, Grogol, Sekretaris, Pesanggrahan, Angke, dan Mookervaart. Permasalahan banjir di Jakarta sudah terjadi sejak jaman kofoniaf (abad ke-17!. yang antara lain dicoba diatasi dengan pembangunan saluran banjir kanal dari Manggarai sampai Muara Angke pada tahun 1920-an. Pembangunan banjir kanal tersebut dilandasi oleh gagasan untuk "memotong" aliran banjir s.ciliwung agar tidak mengalir dan menimbulkan kerusakan di tengah kota yang padat penduduknya. Pada perkembangan selanjutnya, dengan semakin meluasnya areal perkotaan, banyak areal permukiman yang berada "di luar" areal yang dilindungi oleh saluran banjir kanal tersebut, sehingga masih sering mengalami banjir oleh luapan S.Ciliwung. Upaya penanggulangan banjir Jakarta tetap memperoteh prioritas, antara lain dengan pembentukan Komando proyek Pencegahan Banjir yang dikenal dengan KoPRo BANJIR pada tahun Pada tahun 1972, KoPRo BANJIR berubah menjadi proyek Pengendalian Banjir Jakarta Raya di bawah Departemen pekerjaan Biro Pengairan dan Irigasi

3 Umum/Ditjen Pengairan. Dengan bantuan dari Pemerintah Belanda, kemudian disusun Rencana Induk Penanganan Banjir Jakarta yang diselesaikan pada tahun Sejak tahun 1994/95 penanganan banjir Jakarta dilakukan oleh Proyek Pengelolaan Sumber Air dan Pengendalian Banjir Ciliwung-Cisadane. PERMASALAHAN BANJIR DI JAKARTA Pada dasarnya, banjir di Jakarta merupakan akibat dari 2 hal yaitu (i) luapan sungai; serta (ii) genangan akibat tidak memadainya prasarana drainasi. Landainya sungai-sungai yang mengalir di Jakarta, serta tingginya curah hujan (rata-rata tahunan 2,ooo mm) menyebabkan aliran sungai melebihi kapasitas atur sungai, dan meluap ke daerah sekitarnya. Di lain pihak, terbatasnya prasarana drainasi serta semakin meluasnya areal yang tidak menyerap air (semen, beton, aspal) mengakibatkan terjadinya genangangenangan. Kondisi tersebut diperparah tagi oleh kerusakan lingkungan di daerah tangkapan air bagian hulu, retatif dekatnya daerah hutu dengan dataran rendah di hilirnya, serta kurang disiplinnya masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai/prasarana drainasi. Kecuali itu, beberapa penetitian mengindikasikan terjadinya penurunan tanah (land sub.sidencei di beberapa lokasi, seperti di sekitar jalan Gunung Sahari dah jalan tol Sedijatmo.

4 III. SISTEM PENGENDALIAN BANJIR JAKARTA Dalam rangka menangani masalah banjir kota Jakarta, pada tahun 1973 telah disusun rencana induk pengendalian banjir Jakarta. Prinsip dasar penanggulangan banjir Jakarta, baik yang diakibatkan oleh luapan sungai maupun oleh genangan, adalah sebagai berikut: 1. Memotong aliran sungai-sungai sebelum memasuki kota Jakarta dan mengalirkannya langsung ke laut. Upaya ini berupa pembangunan saluran banjir kanal barat dan banjir kanal timur; 2. Memanfaatkan bekas sungai yang terpotong sebagai prasarana drainasi utama, khususnya menampung saluran drainasi yang dialirkan secara gravitasi dari daerah-daerah yang elevasinya relatif tinggi; 3. Pada daerah yang elevasinya rendah, di mana adanya tanggul menghalangi masuknya aliran drainasi ke sungai, dikembangkan dengan sistem penampungan/potder. Dalam sistem tersebut, aliran drainasi ditampung dalam waduk untuk setanjutnya dipompa ke luar polder. Adapun rincian rencana induk pengendalian banjir Jakarta adalah sebagai berikut: o Pembangunan sistem barat, dengan menambah areal perlindungan Banjir Kanal Barat (yang dibangun tahun 192O) dengan memperpanjangsaluran Banjir Kanal Barat dari Pejompongan ke Muara Angke, sehingga dapat menampung Biro Pengairan dan Irigasi

5 banjir Sungai-Sungai Grogol, Sekretaris, dan Angke, yang akan melindungi daerah seluas ha; Pembangunan sistem timur yang antara Kanal Timur (dari daerah Kebon Nanas ke akan memotong Sungai-Sungai lain terdiri atas Banjir muara S.Cakung) dan Cipinang, Sunter, Buaran/Jatikramat, dan Cakung, dan akan melindungi daerah seluas ha; Pembangunan sistem drainasi polder pada daerah yang terletak "di dalam" sistem Banjir Kanal (barat dan timur). lv. PEMAKAIAN SISTEM POLDER DALAM PENGENDALIAN BANJIR a. Sistem Polder Yang dimaksud dengan sistem polder di sini adalah mengisolasi suatu daerah sehingga terlindung dari aliran air yang berasal dari 'luar'. Untuk mencegah aliran dari luar polder, di sekeliling polder dibuat saluran keliling yang sekaligus berfungsi sebagai saluran drainasi utama. Dengan mengisolasi daerah tersebut, maka masalah yang harus diatasi hanyalah bagaimana mengalirkan air yang berasal dari polder itu sendiri, khususnya air yang berasal dari air hujan. Dengan demikian, maka berfungsi tidaknya sistem polder akan sangat tergantung pada sistem drainasi di dalam polder itu sendiri. Oleh karenanya, kapasitas saluran drainasi harus dibuat sedemikian rupa sehingga mampu menampung debit air yang

6 mengalir ke dalamnya. Aliran yang terkumpul dalam saluran drainasi tersebut kemudian dialirkan ke stasiun pompa, untuk setanjutnya dipompa ke luar polder. Dalam hal kapasitas pompa yang tersedia lebih kecil dari debit aliran pada saluran drainasi, maka akan diperlukan ternpat penampungan air sementara, dalam bentuk waduk atau long storage. Di rnusim kering/kemafau, aliran langsung dialirkan ke stasiun pompa tanpa melalui waduk, sehingga dengan cepat dapat dipompa keluar. Perhitungan kapasitas waduk dan pompa didasarkan pada besarnya hujan rencana (design rainfaffl serta waktu konsentrasi (time concentrationl yang ditetapkan. Untuk kota Jakarta, hujan rencana diambil sebesar hujan 25 tahunan dengan time concentration selama 2,5 jam. Dengan asumsi tersebut, maka dapat diperoleh besarnya debit rencana, dan kemudian dapat dilakukan optimasi antara volume waduk dan kapasitas pompa yang diperlukan. Setelah diperoleh volume waduk yang optimal, kemudian dihitung fluktuasi elevasi permukaan waduk tersebut, yaitu dengan mengambil debit minimum berdasarkan hujan 2 tahunan dan debit maksimum sebesar hujan 25 tahunan. Metoda perhitungan untuk menetapkan dimensi saluran drainasi juga memakai pendekatan serupa, yaitu dengan memakai hujan 25 tahunan sebagai hujan rencana. Penetapan dimensi saturan drainasi ditetapkan dengan menganggap pada saat terjadinya hujan rencana tersebut, waduk berada datam keadaan go% penuh. Dengan asumsi tersebut, kemudian dapat diperoteh bagian-bagian polder yang perlu dipertinggi atau dilindungi dengan tanggut.

7 b. Sistem Polder di Jakarta Sebagaimana diketahui, pengendalian banjir di Jakarta dimaksudkan untuk mencegah luapan sungai ke daerah sekitarnya, khususnya pada daerah yang diamankan. Pada umumnya, pengendalian banjir di suatu daerah dilaksanakan melalui penyediaan saluran banjir lflood-diversion canafi, yang berfungsi kecuati mengalirkan aliran banjir yang berasal dari bagian hutu, di samping itu juga dapat memanfaatkan ruas sungai yang telah 'terpotong' oleh saluran banjir sebagai penampung sistem drainasi pada daerah yang dilindungi. sistem drainasi terdiri atas jaringan safuran pembuangan dan mengalirkannya ke saluran kolektor yang lebih besar serta selanjutnya dialirkan ke saluran drainasi utama untuk kemudian dialirkan ke laut. Bagian utara Jakarta merupakan daerah yang relatif rendah dengan topografi datar serta berpenduduk padat. Keadaan tersebut menyebabkan kesulitan dalam menyediakan saluran drainasi dengan kedalaman yang diperlukan, serta pengaliran saturan drainasi ke laut pada waktu air pasang praktis tidak mungkin dilakukan. oleh karenanya, pada daerah-daerah tersebut sistem drainasi harus dilengkapi dengan pompa-pompa untuk mengalirkan alirannya ke laut. Dalam upaya membatasi jumlah air yang harus dipompa keluar, daerah rendah tersebut harus dipisahkan dari daerah yang relatif tinggi di sekitarnya melalui pembuatan tanggul di sekelilingnya. Sistem semacam itulah yang dimaksud dengan sistem polder dalam mengendalikan banjir di daerah rendah kota Jakarta. Pada umumnya, sistem polder terdiri atas sistem mikro dan makro.

8 Sistem makro berupa saluran drainasi utama, waduk, serta rumah pompa, sedang mikro sistem berupa sistem pembuangan dan jaringan kolektor. Sebagaimana telah dijelaskan, untuk mengatasi banjir di daerah yang berada 'di dalam' sistem Banjir Kanal Barat {BKB) dan rencana Banjir Kanal Timur (BKT), dikembangkan sistem polder yang sesuai dengan karakter daerah tersebut. Daerah yang berada di antara BKB dan rencana BKT tersebut kemudian dibagi dalam enam sistem polder, yaitu: 1. Sistem Polder Karang (3.240 ha) Terletak di bagian hilir pintu air Karet, di antara saluran Banjir Kanal Barat dengan rencana pertuasan saturan Banjir Kanat Barat, dan mencakup antara lain daerah Tomang Timur, Tomang Barat, Jelambar, dan Muara Angke. Sebagai saluran drain utama adalah Karang drain, yang menampung aliran dari K.Krukut, K.Grogol, dan K.Sekretaris. Dalam hal air tidak dapat dialirkan ke drain utama, baik karena terjadinya banjir atau karena pengaruh air pasang, disediakan waduk penampung yaitu waduk Melati di bagian hilir dan waduk Tomang Barat di bagian hulu. Selanjutnya, air dalam waduk tersebut dialirkan ke drain utama dengan bantuan pompa-pompa. 2.Sistem Polder antara S.Cideng Hilir - S.Krukut (1.730 hal Terletak di antara saluran Banjir Kanal Barat dan S.Ciliwung-Gajah Mada, dan mencakup antara lain daerah Menteng, Cideng, dan Pluit. Di polder ini, terdapat beberapa drain kolektor, yaitu Cideng

9 drain, Krukut drain, Angke drain, dan Duri drain, yang kemudian mengalirkannya ke drain utama Karang drain dan Kali Besar drain. Sebagian aliran dari Kali Besar drain masuk ke waduk Pluit sebelum kemudian dipompa ke laut. Aliran yang berasal dari bagian barat polder ini juga tidak dapat dialirkan secara gravitasi ke laut, sehingga harus dialirkan ke dalam waduk Pluit terlebih dahulu. 3.Sistem Polder antara Jl. Gajah Mada - Saluran Gunung Sahari (760 hal Terletak di hilir pintu air Kapitol, dan berada di antara S.Ciliwung Gajah Mada dan S.Ciliwung Gunung Sahari. Drain utama polder ini adalah kedua S.Ciliwung yang terpecah dua, di mana sebagian mengalir ke Pasar lkan dan sebagian lagi mengalir ke Pekapuran. Pada saat ini, di Pekapuran telah dibangun pintu penahan air laut (salinity gate) yang dimaksudkan untuk mengurangi pengaruh pasang laut pada S.Ciiwung Gunung Sahari. 4. Sistem Polder yang terletak antara Ciliwung/Gn.Sahari - polder Sunter Barat (1.600 hal Terletak di antara S.Ciliwung Gunung Sahari dan saluran drainasi Sunter Barat, dan antara lain mencakup daerah sekitar lstiqlal dan bekas bandar udara Kemayoran. Aliran drainasi dari polder ini dialirkan ke saluran Ancol, yang berfungsi sebagai regulating basin, dan kemudian dialirkan ke laut metalui pintu Pekapuran - Saluran Ancol, serta metatui pelabuhan Tanjung Priok.

10 5. Sistem Polder antara BKT - Sunter Drain (7.750 hal Merupakan sistem polder yang membentang di bagian selatan saluran drainasi Sunter, dari aliran S.Ciliwung di bagian barat a;.1.. sampai ke rencana saluran Banjir Kanal Timur (S.Cakung) di bagian barat, dan meliputi daerah Tanah Tinggi, Utan Kayu, pulo Mas, Pulo Gadung, Klender, dan Cakung. Dalam sistem polder ini, terdapat beberapa drain kolektor antara lain Sentiong drain dan Utan Kayu drain, yang kemudian dialirkan ke laut melalui Sunter West drain dan Terusan Sunter drain. 6. Sistem Polder di wilayah Timur (7.900 hal Merupakan polder terbesar, dan membentang di bagian utara sepanjang pantai, dari Sunter West drain sampai dengan s.cakung (rencana Banjir Kanal rimur). Daerah ini kemudian dibagi lagi ke dalam 3 polder yaitu: polder sunter Barat (1.000 ha), polder Sunter Timur (3.300 ha) dan polder Marunda (3.000 ha). Karena wilayahnya yang relatif datar dengan perbedaan tinggi relatif kecil dengan laut, maka ketiga polder tersebut dilengkapi dengan waduk-waduk penampung, antara lain waduk Sunter, waduk Marunda, dan situ Rawa Kendal. sistem drainasi di ketiga polder tersebut dilayani oleh Sunter west drain, Terusan Sunter drain, Cakung drain dan S.Cakung. V. Permasalahan Yang Dihadapi Walaupun konsep penanggulangan banjir di Jakarta dapat dikatakan cukup komprehensif, namun dalam kenyataannya masih 9

11 mengalami kerugian akibat banjir. Masalah terbesar yang dihadapi oleh Jakarta pada saat ini adalah belum terlaksananya pembangunan Banjir Kanal Timur, sehingga di bagian timur kota Jakarta masih sering mengalami banjir yang berasal dari sungai-sungai Cipinang, Sunter, dan Cakung. Dalam kaitan dengan sistem polder yang merupakan salah satu subsistem pengendalian banjir Jakarta, terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut: a) Sebagian besar sistem polder di Jakarta, khususnya yang berada di wilayah timur, masih belum berfungsi sebagaimana seharusnya. Hal ini disebabkan karena belum terlaksananya pembangunan saluran Banjir Kanal Timur (BKT), sehingga masih banyak aliran dari luar yang masuk ke dalam sistem polder. Keadaan tersebut mengakibatkan saluran drainasi di dalam sistem polder masih harus dipergunakan untuk mengalirkan air yang berasal dari bagian hulu, sehingga pada waktu terjadi banjir dari hulu, air yang berasal dari polder itu sendiri tidak dapat tertampung. Upaya untuk mengatasi hal ini sudah banyak dilakukan, antara lain dengan meningkatkan kapasitas serta memelihara kapasitas alirannya. Namun demikian, mengingat relatif rendahnya sistem polder tersebut dari permukaan laut yang berarti energi gravitasinya juga rendah, akan diperlukan penampang yang besar agar dapat mengalirkan air yang berasal dari hulu. b) Sebagian besar masyarakat masih belum mematuhi larangan membuang sampah di saluran-saluran yang ada, sehingga sebagian besar saluran drainasi mengalami penurunan kapasitas yang cukup besar. Karena kemiringan saluran-saluran tersebut l0

12 umumnya sangat kecil, maka limbah padat yang ada tidak dapat hanyut ke hulu dan menjadi tumpukan yang semakin lama semakin padat. Keadaan tersebut- mengakibatkan besarnya biaya pemeliharaan saluran agar dapat berfungsi dengan baik. Apabila tingkat kedisiplinan masyarakat dapat diting(atkan, maka biaya pemetiharaan tahunan dapat dimanfaatkan.untuk menambah prasarana pengendalian banjir yang betum dibangun. c) Sampai saat ini dirasakan masih diperlukan peningkatan koordinasi antarinstansi terkait dengan sistem pengendalian banjir di Jakarta. Sebagaimana diketahui, untuk sistem drainasi di daerah perkotaan pada saat ini ditangani oleh dua instansi, yaitu (a). Ditjen Pengairan menangani sistem drainasi makro, seperti sungai-sungai dan saluran utama, dan (b). Ditjen Cipta Karya menangani sistem drainasi mikro. Untuk memperofeh sinergi yang optimal, koordinasi kedua instansi tersebut merupakah hal yang mutlak untuk dilaksanakan. d) Di lain pihak, terbatasnya prasarana drainasi serta semakin metuasnya areal yang tidak menyerap air (semen, beton, aspal) mengakibatkan terjadinya genangan-genangan. Kondisi tersebut diperparah lagi oleh kerusakan lingkungan di daerah tangkapan air bagian hulu, relatif dekatnya daerah hulu dengan dataran rendah di hilirnya. e) Hal lain yang juga memeriukah pengkajian lebih mendatam adalah adanya indikasi terjadinya amblesan tanah Uand subsidencel di beberapa lokasi, seperti di sekitar jalan Gunung Sahari dan jalan tol Sedijatmo. Bila hal tersebut benar, maka untuk mengamankan polder-polder yang ada pertu dilakukan evatuasi ulang untuk

13 mengkaji kembali apakah desain serta kapasitasnya masih sesuai dengan yang direncanakan. vt. Saran Tindak Lanjut Kecuali pemecahan dengan pendekatan struktural yang memerlukan biaya refatif tinggi, kiranya saat ini sudah saatnya diintensifkan upaya-upaya yang sifatnya non-struktural, antara lain: a) Meningkatkan kampanye kepada masyarakat luas untuk tidak membuang limbah padat ke sungai dan saluran yang ada. b) Melakukan penataan di daerah hulu secara konsisten sesuai dengan peraturan yang ada. c) Meningkatkan koordinasi antarinstansi yang terkait dengan pengendalian banjir Jakarta, khususnya untuk sinkronisasi penanganan makro dan mikro drainasi di dalam pengembangan polder. L2

r.,faf[-'fr:iias POLDER S EBAGAI PENGENDALI BANJIIR DI IAI(ARTA: Per:nasalahan dan Kendala OIeh

r.,faf[-'fr:iias POLDER S EBAGAI PENGENDALI BANJIIR DI IAI(ARTA: Per:nasalahan dan Kendala OIeh POLDER S EBAGAI PENGENDALI BANJIIR DI IAI(ARTA: Per:nasalahan dan Kendala OIeh Koensatwanto Inpasihardjo Biro Pengairan dan Irigasi - Bappenas I tl I i.,c ': Li r'r",l-iali & ARSf p t-d A r-t'mfil r.,faf[-'fr:iias.,rn^\.,r.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PEMETAAN DAERAH BANJIR

BAB 3 METODE PEMETAAN DAERAH BANJIR BAB 3 METODE PEMETAAN DAERAH BANJIR Metode pemetaan daerah banjir dilakukan dengan menggunakan DEM (Digital Elevation Model) wilayah DKI Jakarta yang merupakan hasil dari pengolahan data kontur DKI Jakarta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan, dimana hampir semua aktifitas ekonomi dipusatkan di Jakarta. Hal ini secara tidak langsung menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis

KONDISI UMUM WILAYAH. Administrasi dan Teknis 22 KONDISI UMUM WILAYAH Administrasi dan Teknis Kanal Banjir Timur (KBT) memiliki panjang total ± 23,5 km dengan kedalaman di hulu 3 m dan di hilir 7 m. Kanal Banjir Timur melewati 11 kelurahan di Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia memiliki peranan yang sangat penting sebagai pusat administrasi, pusat ekonomi dan pusat pemerintahan. Secara topografi, 40

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terjadi pada tahun 1979, 1996, 1999, 2002, 2007 (Kusumaputra, 2010).

I. PENDAHULUAN. terjadi pada tahun 1979, 1996, 1999, 2002, 2007 (Kusumaputra, 2010). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia, khususnya kota-kota besar seperti Jakarta. Banjir yang terjadi di Jakarta membentuk suatu peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di

BAB I PENDAHULUAN. Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12 Lintang Selatan dan 106 o 48 Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Penggunaan Lahan 5.1.1. Penggunaan Lahan di DAS Seluruh DAS yang diamati menuju kota Jakarta menjadikan kota Jakarta sebagai hilir dari DAS. Tabel 9 berisi luas DAS yang menuju

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002.

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompartemen Museum Bank Indonesia merupakan kawasan yang masuk dalam wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002. Berdasarkan data dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi pekerjaan terletak di Jl. Jendral Sudirman, Kelurahan Karet Semanggi, Kecamatan Setia Budi, Jakarta Pusat. Tepatnya di dalam area perkantoran gedung

Lebih terperinci

Gambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal

Gambar 2.1.Komponen Drainase Sistem Polder yang Ideal DRAINASE POLDER Drainase sistem polder berfungsi untuk mengatasi banjir yang diakibatkan genangan yang ditimbulkan oleh besarnya kapasitas air yang masuk ke suatu daerah melebihi kapasitas keluar dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG DAN PERMASALAHAN Kota Semarang sebagai ibukota propinsi Jawa Tengah merupakan sebuah kota yang setiap tahun mengalami perkembangan dan pembangunan yang begitu pesat.

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN SISTEM POLDER PADA KAWASAN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM XP SWMM

BAB IV PEMODELAN SISTEM POLDER PADA KAWASAN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM XP SWMM 40 BAB IV PEMODELAN SISTEM POLDER PADA KAWASAN MUSEUM BANK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM XP SWMM 4.1 Deskripsi Wilayah Studi 4.1.1 Pendahuluan Museum Bank Indonesia merupakan salah satu bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau Jawa, dilintasi oleh 13 sungai, sekitar 40% wilayah DKI berada di dataran banjir dan sebagian

Lebih terperinci

Tabel : SD-12B (T). LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL SITU/WADUK DI DKI JAKARTA Provinsi : DKI JAKARTA Tahun : 2014 KEGUNAAN KONDISI FISIK SITU

Tabel : SD-12B (T). LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL SITU/WADUK DI DKI JAKARTA Provinsi : DKI JAKARTA Tahun : 2014 KEGUNAAN KONDISI FISIK SITU Tabel : SD-12B (T). LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL SITU/WADUK DI DKI JAKARTA Provinsi : DKI JAKARTA Tahun : 2014 1 Waduk Melati Jalan Teluk Betung Kelurahan Waduk ini dikelola oleh PWSCC Waduk ini berfungsi

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG DKI JAKARTA

RENCANA TATA RUANG DKI JAKARTA RENCANA TATA RUANG DKI JAKARTA Bahan Penjelasan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Pada Acara : Penerimaan Kunjungan Lapangan Panja RUU tentang Penataan Ruang DPR-RI ke Provinsi DKI Jakarta Pemerintah Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan juga benda-benda bersejarah yang tidak ternilai harganya sehingga harus

BAB I PENDAHULUAN. dan juga benda-benda bersejarah yang tidak ternilai harganya sehingga harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Museum Bank Indonesia di daerah Kota, Jakarta Barat merupakan salah satu tempat bersejarah yang memiliki nilai historis yang sangat tinggi bagi bangsa Indonesia.

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI 4.1 GAMBARAN UMUM KOTA SEMARANG Kota Semarang secara geografis terletak pada koordinat 6 0 50-7 0 10 Lintang Selatan dan garis 109 0 35-110 0 50 Bujur Timur

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa. BAB III METODA ANALISIS 3.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Bekasi dengan luas 127.388 Ha terbagi menjadi 23 kecamatan dengan 187 desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa. Sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 I-1 BAB I 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali merupakan bagian dari Satuan Wilayah Sungai (SWS) Pemali-Comal yang secara administratif berada di wilayah Kabupaten Brebes Provinsi Jawa

Lebih terperinci

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE

TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE DRAINASE PERKOTAAN TUJUAN PEKERJAAN DRAINASE Sistem drainase perkotaan : adalah prasarana perkotaan yang terdiri dari kumpulan sistem saluran, yang berfungsi mengeringkan lahan dari banjir / genangan akibat

Lebih terperinci

MAKALAH REKAYASA DRAINASE DRAINASE PERKOTAAN

MAKALAH REKAYASA DRAINASE DRAINASE PERKOTAAN MAKALAH REKAYASA DRAINASE DRAINASE PERKOTAAN OLEH: KELOMPOK V 1. HARLAN TAUFIK (1010942009) 2. HELZA RAHMANIA (1110941001) 3. UTARI AMALINA GHASSANI (1110942006) 4. MEGA WAHYUNI (1110942016) 5. ZOLID ZEFIVO

Lebih terperinci

PENCAPAIAN KINERJA KEGIATAN TAHUN : 2008

PENCAPAIAN KINERJA KEGIATAN TAHUN : 2008 KINERJA TAHUN : 2008 Instansi : Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta PROGRAM URAIAN INDIKATOR KERJA CAPAIAN () Rp 28.000.000.000,00 26.422.262.77,00 94,37 m 934.60,00 934.60,00 00,00 Program Pemeliharaan

Lebih terperinci

Gambar 1.1 DAS Ciliwung

Gambar 1.1 DAS Ciliwung BAB 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kali Ciliwung merupakan salah satu kali yang membelah Provinsi DKI Jakarta. Kali Ciliwung membentang dari selatan ke utara dengan hulunya berada di Kabupaten

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Banjir Kanal Barat (BKB) yang terbentang mulai dari kawasan Manggarai sampai kawasan Muara Angke menampung beberapa aliran sungai yang melintas di Jakarta,

Lebih terperinci

Gambar 3. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan di Lima Stasiun di Jakarta Tahun (Sumber: BMG Jakarta)

Gambar 3. Curah Hujan Rata-Rata Bulanan di Lima Stasiun di Jakarta Tahun (Sumber: BMG Jakarta) 2. AMC II merepresentasikan tanah kering dengan curah hujan musim istirahat 1-22 mm dan curah hujan musim berkembang 28-42 mm. 3. AMC III merepresentasikan tanah kering dengan curah hujan musim istirahat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bernegara. Pengaturan dan pengelolaan pertanahan tidak hanya ditujukan untuk menciptakan

I. PENDAHULUAN. bernegara. Pengaturan dan pengelolaan pertanahan tidak hanya ditujukan untuk menciptakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia, karenanya perlu diatur dan dikelola secara nasional untuk menjaga keberlanjutan sistem kehidupan berbangsa

Lebih terperinci

IMPIAN BERSAMA MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN WILAYAH TIMUR DAN UTARA DKI JAKARTA UNTUK MEMBERIKAN NILAI TAMBAH KEPADA PEMBANGUNAN DAN KESEJAHTERAAN

IMPIAN BERSAMA MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN WILAYAH TIMUR DAN UTARA DKI JAKARTA UNTUK MEMBERIKAN NILAI TAMBAH KEPADA PEMBANGUNAN DAN KESEJAHTERAAN IMPIAN BERSAMA MEMBANGUN DAN MENGEMBANGKAN WILAYAH TIMUR DAN UTARA DKI JAKARTA UNTUK MEMBERIKAN NILAI TAMBAH KEPADA PEMBANGUNAN DAN KESEJAHTERAAN RAKYAT INDONESIA Pendahuluan Jakarta berada di dataran

Lebih terperinci

Peran Tanah Terhadap Evaluasi Banjir ( Studi Kasus Banjir di DKI Jakarta ) Oleh : Bhian Rangga FKIP Geografi UNS

Peran Tanah Terhadap Evaluasi Banjir ( Studi Kasus Banjir di DKI Jakarta ) Oleh : Bhian Rangga FKIP Geografi UNS Peran Tanah Terhadap Evaluasi Banjir ( Studi Kasus Banjir di DKI Jakarta ) Oleh : Bhian Rangga FKIP Geografi UNS A. Pendahuluan Bencana banjir merupakan salah satu bencana yang melanda di setiap wilayah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI JUANA

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI JUANA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI PEMALI JUANA Alamat : Jl. Brigjen S. Sudiarto No. 379 Semarang Telp. (024) 6720516, Fax. (024)

Lebih terperinci

BANJIR JABODETABEK DITINJAU DARI ASPEK DAYA DUKUNG LAHAN WILAYAH

BANJIR JABODETABEK DITINJAU DARI ASPEK DAYA DUKUNG LAHAN WILAYAH BANJIR JABODETABEK DITINJAU DARI ASPEK DAYA DUKUNG LAHAN WILAYAH Oleh : Siswoko Direktur Jenderal Sumber Daya Air Departemen Pekerjaan Umum Pendahuluan Tulisan ini disusun untuk keperluan pendidikan kedinasan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM PENELITIAN 33 IV. KONDISI UMUM PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Peta Lokasi Penelitian a. Letak Geografis Jakarta Timur Kecamatan Ciracas dan Jatinegara merupakan salah satu kecamatan yang terletak di jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendekatan pengelolaan sumberdaya air terpadu diciptakan untuk menggantikan sistem pengembangan dan pengelolaan sumber daya air tradisional, dengan ciri - ciri pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. prioritas utama dalam pemenuhannya. Seiring dengan perkembangan jaman dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. prioritas utama dalam pemenuhannya. Seiring dengan perkembangan jaman dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan primer bagi umat manusia di mana pun berada selalu menjadi prioritas utama dalam pemenuhannya. Seiring dengan perkembangan jaman dan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TERPADU PESISIR IBUKOTA NEGARA (PTPIN)

PENGEMBANGAN TERPADU PESISIR IBUKOTA NEGARA (PTPIN) PENGEMBANGAN TERPADU PESISIR IBUKOTA NEGARA (PTPIN) I. PENDAHULUAN Tingkat keparahan banjir di ibukota telah menjadi isu nasional yang mengakibatkan dampak dan kerugian finansial yang besar pada masyarakat

Lebih terperinci

BAB 4 SEGMENTASI WILAYAH POTENSI BANJIR MENGGUNAKAN DATA DEM DAN DATA SATELIT

BAB 4 SEGMENTASI WILAYAH POTENSI BANJIR MENGGUNAKAN DATA DEM DAN DATA SATELIT BAB 4 SEGMENTASI WILAYAH POTENSI BANJIR MENGGUNAKAN DATA DEM DAN DATA SATELIT Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi ekstraksi ketinggian permukaan tanah dari data DEM, penggabungan Peta Aliran

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 215 2.4. Inventarisasi Sungai 2.4.1. Kondisi Sungai di Provinsi DKI Jakarta Saat ini penduduk di Provinsi DKI Jakarta masih menggunakan air sungai sebagai sumber air bersih

Lebih terperinci

PENANGANAN BANJIR DKI &

PENANGANAN BANJIR DKI & PENANGANAN BANJIR DKI & JABODETABEK BAHAN PERTEMUAN MENTERI PU (BERSAMA GUBERNUR DKI JAKARTA) DENGAN PEMIMPIN REDAKSI MEDIA MASSA Hotel Dharmawangsa, 8 November 2008, Pukul. 13.00 DEPARTEMEN PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai di masa yang akan datang serta menetapkan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya. Perencanaan

Lebih terperinci

Reklamasi Rawa. Manajemen Rawa

Reklamasi Rawa. Manajemen Rawa Reklamasi Rawa Manajemen Rawa Reklamasi lahan adalah proses pembentukan lahan baru di pesisir atau bantaran sungai. tujuan utama reklamasi adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekalongan dibagi menjadi dua wilayah administratif yaitu wilayah Kabupaten Pekalongan dan wilayah Kotamadya Pekalongan. Di Kabupaten Pekalongan mengalir beberapa sungai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air adalah merupakan kebutuhan yang sangat pokok bagi manusia, terutama untuk memasak dan minum. Dengan pesatnya perkembangan penduduk maka kebutuhan khususnya air

Lebih terperinci

PRESENTASI PEMBANGUNAN BANJIR KANAL TIMUR

PRESENTASI PEMBANGUNAN BANJIR KANAL TIMUR PRESENTASI PEMBANGUNAN BANJIR KANAL TIMUR KAMIS, 24 APRIL 2008 IR. PITOYO SUBANDRIO, DIPL.HE BALAI BESAR WILAYAH SUNGAI CILIWUNG-CISADANE CISADANE DIREKTORAT JENDERAL SUMBER DAYA AIR DEPARTEMEN PEKERJAAN

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR

PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR PENGENDALIAN DAYA RUSAK AIR Oke, kali ini aku akan nge-jelasin tentang pengendalian daya rusak air, yang sumber asli dari UU No.7 th. 2004 tentang SUmber Daya Air. Semoga bermanfaat! tinggalkan komentar

Lebih terperinci

ANALISIS VOLUME TAMPUNGAN KOLAM RETENSI DAS DELI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENGENDALIAN BANJIR KOTA MEDAN

ANALISIS VOLUME TAMPUNGAN KOLAM RETENSI DAS DELI SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENGENDALIAN BANJIR KOTA MEDAN JURNAL REKAYASA SIPIL (JRS-UNAND) Vol. 13 No. 2, Oktober 2017 Diterbitkan oleh: Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas (Unand) ISSN (Print) : 1858-2133 ISSN (Online) : 2477-3484 http://jrs.ft.unand.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air dan sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga kelestarian dan pemanfaatannya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai Pasal

Lebih terperinci

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir

11/26/2015. Pengendalian Banjir. 1. Fenomena Banjir Pengendalian Banjir 1. Fenomena Banjir 1 2 3 4 5 6 7 8 Model koordinasi yang ada belum dapat menjadi jembatan di antara kelembagaan batas wilayah administrasi (kab/kota) dengan batas wilayah sungai/das

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM BAB 3 METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Untuk dapat memenuhi tujuan penyusunan Tugas Akhir tentang Perencanaan Polder Sawah Besar dalam Sistem Drainase Kali Tenggang, maka terlebih dahulu disusun metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Kali Tuntang mempuyai peran yang penting sebagai saluran drainase yang terbentuk secara alamiah dan berfungsi sebagai saluran penampung hujan di empat Kabupaten yaitu

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 G. Bencana Alam 2.10. Kondisi Geografis di Provinsi DKI Jakarta Kondisi geografis yang tidak menguntungkan, dimana luas DKI Jakarta sebesar 662.3 Km 2 dimana sebesar 40 persennya merupakan dataran rendah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 3069/ 2003 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 3069/ 2003 TENTANG KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 3069/ 2003 TENTANG KELURAHAN SASARAN PENEMPATAN KOMPUTER PELAYANAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN AKTA CATATAN SIPIL DALAM WILAYAH PROPINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Drainase Sistem Sungai Tenggang 1

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Drainase Sistem Sungai Tenggang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang adalah ibu kota Propinsi Jawa Tengah, yang terletak didataran pantai Utara Jawa, dan secara topografi mempunyai keunikan yaitu dibagian Selatan berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir.

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan kata yang sangat popular di Indonesia, khususnya dalam musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir. Permasalahan banjir

Lebih terperinci

0 BAB 1 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

0 BAB 1 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 0 BAB 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geografis Kota Semarang terletak di pantai utara Jawa Tengah, terbentang antara garis 06 o 50 07 o 10 Lintang Selatan dan garis 110 o 35 Bujur Timur. Sedang

Lebih terperinci

PENGARUH KENAIKAN MUKA LAUT DAN GELOMBANG PASANG PADA BANJIR JAKARTA

PENGARUH KENAIKAN MUKA LAUT DAN GELOMBANG PASANG PADA BANJIR JAKARTA PENGARUH KENAIKAN MUKA LAUT DAN GELOMBANG PASANG PADA BANJIR JAKARTA Rabu, 09 Juli 2008 Dr. Armi Susandi, MT. Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah

Lebih terperinci

DATA KEJADIAN BANJIR BULAN FEBRUARI 2015 JUMLAH TERDAMPAK KETINGGIAN AIR

DATA KEJADIAN BANJIR BULAN FEBRUARI 2015 JUMLAH TERDAMPAK KETINGGIAN AIR DATA KEJADIAN BANJIR BULAN FEBRUARI 2015 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11 12 13 14 15 16 1 JAKARTA BARAT 1 CENGKARENG 1 CENGKARENG BARAT 2 CENGKARENG TIMUR 3 DURI KOSAMBI 4 KAPUK 5 KEDAUNG KALI ANGKE 6 RAWA BUAYA

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini Abstract Key words PENDAHULUAN Air merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

MENGULAS PENYEBAB BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA DARI SUDUT PANDANG GEOLOGI, GEOMORFOLOGI DAN MORFOMETRI SUNGAI

MENGULAS PENYEBAB BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA DARI SUDUT PANDANG GEOLOGI, GEOMORFOLOGI DAN MORFOMETRI SUNGAI MENGULAS PENYEBAB BANJIR DI WILAYAH DKI JAKARTA DARI SUDUT PANDANG GEOLOGI, GEOMORFOLOGI DAN MORFOMETRI SUNGAI Budi Harsoyo Intisari Banjir sudah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat yang tinggal

Lebih terperinci

BAB III METODA ANALISIS. Wilayah Sungai Dodokan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan seluas

BAB III METODA ANALISIS. Wilayah Sungai Dodokan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan seluas BAB III METODA ANALISIS 3.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Wilayah Sungai Dodokan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan seluas 273.657 km 2 dan memiliki sub DAS Dodokan seluas 36.288 km 2. Sungai

Lebih terperinci

Tujuan. Keluaran. Hasil. Manfaat

Tujuan. Keluaran. Hasil. Manfaat SUMBER DAYA AIR Latar Belakang P ermasalahan banjir di Kota Semarang telah menyebabkan dampak yang memprihatinkan, yaitu terhambatnya berbagai kegiatan ekonomi dan sosial. Sebagai contoh, banjir yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai, sehingga memiliki potensi sumber daya air yang besar. Sebagai salah satu sumber daya air, sungai memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa penelitian dan kajian berkaitan dengan banjir pasang antara lain dilakukan oleh Arbriyakto dan Kardyanto (2002),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip yang akan menjadi pedoman pengembangan suatu kawasan potensial untuk menjadi daerah irigasi yang bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat selalu akan diawali

Lebih terperinci

BUKU XI KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PROVINSI DKI JAKARTA

BUKU XI KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PROVINSI DKI JAKARTA BUKU XI KODE DAN DATA ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PROVINSI DKI JAKARTA K O D E (Km) DKI JAKARTA.0. ADM. KEP. SERIBU - 0,.09 UU No. 9/00.0.0 Kepulauan Seribu Utara -.0.0.00 Pulau Panggang.0.0.00 Pulau Kelapa.0.0.00

Lebih terperinci

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Geografis Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12' Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BANJIR DAN MASALAH BANJIR

BANJIR DAN MASALAH BANJIR BANJIR DAN MASALAH BANJIR DEFINISI BANJIR (FLOOD) A relatively high flow or stage in a river, markedly higher than the usual; also the inundation of low land that may result therefrom. A body of water,

Lebih terperinci

KOLAM RETENSI SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALI BANJIR Evy Harmani, M. Soemantoro. Program Studi Teknik Sipil Universitas Dr.

KOLAM RETENSI SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALI BANJIR Evy Harmani, M. Soemantoro. Program Studi Teknik Sipil Universitas Dr. KOLAM RETENSI SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALI BANJIR Evy Harmani, M. Soemantoro Program Studi Teknik Sipil Universitas Dr. Soetomo Surabaya ABSTRAK Permasalahan banjir dan drainase selalu mewarnai permasalahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 29 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Analisis Kondisi Bantaran 1. Tata Guna Lahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum

Lebih terperinci

4/12/2009 DEFINISI BANJIR (FLOOD) BANJIR/FLOOD. MASALAH BANJIR Flood problem

4/12/2009 DEFINISI BANJIR (FLOOD) BANJIR/FLOOD. MASALAH BANJIR Flood problem BANJIR DAN MASALAH BANJIR DEFINISI BANJIR (FLOOD) A relatively high flow or stage in a river, markedly higher than the usual; also the inundation of low land that may result therefrom. A body of water,

Lebih terperinci

HASIL PEROLEHAN SUARA PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR DI TINGKAT KELURAHAN SE PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2012

HASIL PEROLEHAN SUARA PEMILIHAN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR DI TINGKAT KELURAHAN SE PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2012 HASIL PEROLEHAN AN UMUM GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR DI TINGKAT SE PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 20 1 2 3 4 5 6 1 P. PANGGANG 10 4.029 3.049 980 48 3 3.100 76,94 1.668 54,85 20 0,66 210 6,91 587 19,30 33 1,09

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM 4.1. DKI Jakarta

KONDISI UMUM 4.1. DKI Jakarta 30 KONDISI UMUM 4.1. DKI Jakarta Kota Jakarta sebagai ibukota negara merupakan kota yang dinamis. Setiap waktu fisik kota tampak berubah oleh kegiatan pembangunan sarana dan prasarana kota seiring pertambahan

Lebih terperinci

NO NAMA KEGIATAN LOKASI KEGIATAN PELAKSANA KEGIATAN

NO NAMA KEGIATAN LOKASI KEGIATAN PELAKSANA KEGIATAN Tabel : UP-2. KEGIATAN FISIK LAINNYA OLEH INSTANSI DAN MASYARAKAT Provinsi : DKI JAKARTA Tahun : 2014 1 Pemasangan Perangkat Telemetri Pengukur Tinggi Muka Air dan Pengukur Curah Hujan DKI Jakarta Dinas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Lokasi dari objek penelitian ini berada pada Kecamatan Rancaekek, tepatnya di Desa Sukamanah dan Kecamatan Rancaekek sendiri berada di Kabupaten Bandung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena curah hujan dan kejadian banjir di Kota Denpasar akhirakhir

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena curah hujan dan kejadian banjir di Kota Denpasar akhirakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena curah hujan dan kejadian banjir di Kota Denpasar akhirakhir ini telah semakin menarik untuk dicermati, terkait dengan semakin berkembangnya kawasan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Polder 2.1.1 Definisi Sistem Polder Sistem polder adalah suatu teknologi penanganan banjir dan air laut pasang dengan kelengkapan sarana fisik, seperti sistem drainase,

Lebih terperinci

DATA SURAT KETERANGAN DOMISILI SEMENTARA TAHUN 2014

DATA SURAT KETERANGAN DOMISILI SEMENTARA TAHUN 2014 DATA SURAT KETERANGAN DOMISILI SEMENTARA TAHUN 2014 TAHUN NAMA PROVINSI NAMA KABUPATEN KOTA NAMA KECAMATAN NAMA KELURAHAN LAKI-LAKI PEREMPUAN 2014 PROVINSI DKI JAKARTA KAB.ADM.KEP.SERIBU KEP. SERIBU UTR

Lebih terperinci

DATA JUMLAH KEPALA KELUARGA PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2014

DATA JUMLAH KEPALA KELUARGA PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2014 DATA JUMLAH KEPALA KELUARGA PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2014 TAHUN NAMA PROVINSI NAMA KABUPATEN/KOTA NAMA KECAMATAN NAMA KELURAHAN JUMLAH KK JUMLAH KK LAKI-LAKI PEREMPUAN 2014 PROVINSI DKI JAKARTA KAB.ADM.KEP.SERIBU

Lebih terperinci

DATA KEPADATAN PENDUDUK PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2014

DATA KEPADATAN PENDUDUK PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2014 DATA KEPADATAN PENDUDUK PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2014 TAHUN NAMA PROVINSI NAMA KABUPATEN/KOTA NAMA KECAMATAN NAMA KELURAHAN LUAS WILAYAH (KM2) KEPADATAN (JIWA/KM2) 2014 PROVINSI DKI JAKARTA KAB.ADM.KEP.SERIBU

Lebih terperinci

NAMA WAJIB KTP WAJIB KTP TAHUN NAMA PROVINSI NAMA KECAMATAN NAMA KELURAHAN KABUPATEN/KOTA LAKI-LAKI PEREMPUAN

NAMA WAJIB KTP WAJIB KTP TAHUN NAMA PROVINSI NAMA KECAMATAN NAMA KELURAHAN KABUPATEN/KOTA LAKI-LAKI PEREMPUAN TAHUN NAMA PROVINSI NAMA WAJIB KTP WAJIB KTP NAMA KECAMATAN NAMA KELURAHAN KABUPATEN/KOTA LAKI-LAKI PEREMPUAN 2013 PROVINSI DKI JAKARTA KAB.ADM.KEP.SERIBU KEP. SERIBU UTR P. PANGGANG 2094 2002 2013 PROVINSI

Lebih terperinci

DATA PENDUDUK PROVINSI DKI JAKARTA BERDASARKAN WAJIB KTP TAHUN 2014

DATA PENDUDUK PROVINSI DKI JAKARTA BERDASARKAN WAJIB KTP TAHUN 2014 DATA PENDUDUK PROVINSI DKI JAKARTA BERDASARKAN WAJIB KTP TAHUN 2014 TAHUN NAMA PROVINSI NAMA KABUPATEN/KOTA NAMA KECAMATAN NAMA KELURAHAN WAJIB KTP LAKI-LAKI WAJIB KTP PEREMPUAN 2014 PROVINSI DKI JAKARTA

Lebih terperinci

PETA KAWASAN GENANGAN AIR / BANJIR TINGKAT KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA FEBUARI TAHUN 2007

PETA KAWASAN GENANGAN AIR / BANJIR TINGKAT KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA FEBUARI TAHUN 2007 PETA KAWASAN GENANGAN AIR / BANJIR TINGKAT KOTA ADMINISTRASI JAKARTA UTARA FEBUARI TAHUN 2007 14 1 6 11 12 13 20 19 22 4 17 2 3 5 9 8 18 21 Banjir Tanggal 02 03 Febuari 2007 Banjir Tanggal 03 03 Febuari

Lebih terperinci

REKAPITULASI KINERJA HARIAN 21-Sep-16 NO Lokasi Nilai Freq. Kepuasan (%) Koefisien Nilai Akhir 1 Kelurahan Palmerah ,0 1.

REKAPITULASI KINERJA HARIAN 21-Sep-16 NO Lokasi Nilai Freq. Kepuasan (%) Koefisien Nilai Akhir 1 Kelurahan Palmerah ,0 1. REKAPITULASI KINERJA HARIAN 21-Sep-16 NO Lokasi Nilai Freq. Kepuasan (%) Koefisien Nilai Akhir 1 Kelurahan Palmerah 2226 460 96.78 2,0 1.897 2 Kota Administrasi Jakarta Selatan 1474 300 98.26 2,0 1.298

Lebih terperinci

REKAPITULASI KINERJA HARIAN 22-Sep-16 NO Lokasi Nilai Freq. Kepuasan (%) Koefisien Nilai Akhir 1 Kelurahan Palmerah ,0 1.

REKAPITULASI KINERJA HARIAN 22-Sep-16 NO Lokasi Nilai Freq. Kepuasan (%) Koefisien Nilai Akhir 1 Kelurahan Palmerah ,0 1. REKAPITULASI KINERJA HARIAN 22-Sep-16 NO Lokasi Nilai Freq. Kepuasan (%) Koefisien Nilai Akhir 1 Kelurahan Palmerah 1837 397 92.54 2,0 1.581 2 Kota Administrasi Jakarta Timur 1521 309 98.44 2,0 1.335 3

Lebih terperinci

DATA JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN AGAMA TAHUN 2014

DATA JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN AGAMA TAHUN 2014 DATA JUMLAH PENDUDUK BERDASARKAN AGAMA TAHUN 2014 TAHUN NAMA PROVINSI NAMA KABUPATEN/KOTA NAMA KECAMATAN NAMA KELURAHAN Islam Kristen Katholik Hindu Budha Khonghuchu Aliran Kepercayaan 2014 PROVINSI DKI

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jl. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp : (021)

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jl. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp : (021) BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jl. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp : (021) 7353018 Fax : (021) 7355262 Kode Pos 12070 Email : staklim.pondok.betung@gmail.com

Lebih terperinci

POTENSI SUMBER DAYA ALAM, MANUSIA DAN SOSIAL BUDAYA JAKARTA

POTENSI SUMBER DAYA ALAM, MANUSIA DAN SOSIAL BUDAYA JAKARTA POTENSI SUMBER DAYA ALAM, MANUSIA DAN SOSIAL BUDAYA JAKARTA PLHKJ POTENSI SUMBER DAYA ALAM Adalah segala sesuatu yang muncul secara alami yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada umumnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di dunia. Hal ini juga terjadi di Indonesia, dimana banjir sudah menjadi bencana rutin yang terjadi setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saluran drainase adalah salah satu bangunan pelengkap pada ruas jalan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Saluran drainase adalah salah satu bangunan pelengkap pada ruas jalan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran drainase adalah salah satu bangunan pelengkap pada ruas jalan dalam memenuhi salah satu persyaratan teknis prasarana jalan. Saluran drainase jalan raya berfungsi

Lebih terperinci

Analisis Drainasi di Saluran Cakung Lama Akibat Hujan Maksimum Tahun 2013 dan 2014

Analisis Drainasi di Saluran Cakung Lama Akibat Hujan Maksimum Tahun 2013 dan 2014 JURNAL ILMIAH SEMESTA TEKNIKA Vol. 17, No. 2, 91-97, Nov 214 91 Analisis Drainasi di Saluran Cakung Lama Akibat Hujan Maksimum Tahun 213 dan 214 (Micro Drainage Analysis in Cakung Lama River Due to The

Lebih terperinci

ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A Dosen Pembimbing :

ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A Dosen Pembimbing : ARTIKEL STRATEGI PENANGANAN KEBENCANAAN DI KOTA SEMARANG (STUDI BANJIR DAN ROB) Penyusun : INNE SEPTIANA PERMATASARI D2A008036 Dosen Pembimbing : Drs. Herbasuki Nurcahyanto, MT & Dra. Maryam Musawa, MSi

Lebih terperinci

N A M A / J U M L A H

N A M A / J U M L A H BUKU XI PROVINSI DKI JAKARTA LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TENTANG KODE DAN DATA ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KODE DAN DATA ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PROVINSI, UPATEN/.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir sudah menjadi masalah umum yang dihadapi oleh negaranegara di dunia, seperti di negara tetangga Myanmar, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapore, Pakistan serta

Lebih terperinci