BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obat 1. Definisi Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 193/Kab/B.VII/71, yang dimaksud obat adalah suatu bahan atau campuran bahan untuk dipergunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia atau hewan, termasuk untuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia. Obat adalah suatu bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan, memperelok badan atau bagian badan manusia (M. Anief, 1997). 2. Penggolongan Ada beragam kriteria yang digunakan untuk menggolongkan jenisjenis obat, antara lain sebagai berikut: a. Menurut Kegunannya Berdasarkan kegunaannya di dalam tubuh, obat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu: 1) Untuk menyembuhkan (terapeutik) 2) Untuk mencegah (prophylactic), dan 3) Untuk diagnosis (diagnostic) (Widodo, 2013). b. Menurut Cara Penggunaannya Berdasarkan cara penggunaannya, obat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: 1) Medicamentum ad usum internum (pemakaian dalam) melalui oral, diberi etiket putih; dan

2 2) Medicamentum ad usum externum (pemakaian luar) melalui implantasi, injeksi, membran mukosa, rektal, vaginal, nasal, ophthalmic, aurical, atau collutio/gargarisma/gargle, diberi etiket biru (Widodo, 2013). c. Menurut Cara Kerjanya Berdasarkan cara kerjanya di dalam tubuh, obat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: 1) Obat lokal, yaitu obat yang bekerja pada jaringan setempat, seperti pemakaian topikal; dan 2) Obat sistemik, yaitu obat yang didistribusikan ke seluruh tubuh, seperti tablet analgesik (Widodo, 2013). d. Menurut Undang-Undang Untuk menjaga keamanan pengguanaan obat oleh masyarakat, pemerintah menggolongkan obat menjadi beberapa macam. Berikut adalah beberapa macam obat menurut undang-undang: 1) Narkotika (obat bius atau daftar O = opium), yakni obat yang diperlukan dalam bidang pengobatan dan IPTEK serta dapat menimbulkan ketergantungan dan ketagihan (adiksi) yang sangat merugikan masyarakat dan individu apabila digunakan tanpa pembatasan dan pengawasan dokter, seperti candu/opium, morfin, petidin, metadon, dan kodein (Widodo, 2013). 2) Psikotropika (obat berbahaya), adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-undang RI No. 5 Tahun 1997). 3) Obat Keras atau daftar G (Geverlujk = berbahaya). Menurut Undang-undang obat keras St.No.419, tanggal 22 Desember Pada pasal 1 butir a, disebutkan bahwa, obat-obat keras yaitu obat-obatan yang tidak digunakan untuk keperluan teknik, yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan,

3 membaguskan, mendesinfeksi-kan dan lain-lain tubuh manusia, baik dalam bungkusan maupun tidak, yang ditetapkan oleh Secretaris Van Staat, Hoofd van het Departement van Gesonheid, menurut ketentuan dalam pasal 2. Obat keras hanya dapat diperoleh dengan resep dokter di Apotek, Apotek Rumah Sakit, Puskesmas, dan Balai pengobatan. 4) Obat bebas terbatas (daftar W = warschuwing = peringatan), yakni obat keras yang boleh diserahkan tanpa resep dari dokter dalam bungkus aslinya dari produsen atau pabrik obat tersebut, kemudian diberi tanda lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam serta diberi tanda peringantan sebagai berikut: a) P.No.1: Awas! Obat keras. Bacalah aturan memakaiannya. b) P.No.2: Awas! Obat keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan. c) P.No.3: Awas! Obat keras. Hanya untuk bagian luar dari badan. d) P.No.4: Awas! Obat keras. Hanya untuk dibakar. e) P.No 5: Awas! Obat keras. Tidak boleh ditelan. f) P.No.6: Awas! Obat keras. Obat Wasir, jangan ditelan (Widodo, 2013). 5) Obat bebas, yaitu obat yang dapat dibeli secara bebas dan tidak membahayakan si pemakai dalam batas dosis yang dianjurkan, obat ini diberi tanda lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam (Widodo, 2013). e. Menurut Sumber Obat Adapun menurut sumbernya, obat yang saat ini digunakan dapat bersumber dari: 1) Tumbuhan (flora atau nabati), misalnya digitalis, kina, dan minyak jarak. 2) Hewan (fauna atau hayati), misalnya minyak ikan, adeps lanae, dan cera.

4 3) Mineral (pertambangan), misalnya iodkali, garam dapur, paraffin, vaselin, dan sulfur. 4) Sintetis (tiruan/buatan), misalnya kamper sintetis dan vitamin C. 5) Mikroba dan fungi/jamur, misalnya antibiotik penisilin (Widodo, 2013). f. Menurut Proses Fisiologis dan Biokimia di dalam Tubuh Jika dilihat dari proses fisiologis dan biokimianya di dalam tubuh, obat dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu: 1) Obat kemoterapeutik, yaitu obat yang dapat membunuh parasit dan kuman di dalam tubuh inang. 2) Obat farmakodinamik, yaitu obat yang bekerja terhadap inang dengan cara mempercepat atau memperlambat proses fisiologis atau fungsi biokimia di dalam tubuh. 3) Obat diagnostik, yaitu obat yang membantu dalam mendiagnosis suatu kelainan atau penyakit (Widodo, 2013). g. Menurut Bentuk Sediaan Obat (Bentuk Sediaan Farmasi) Adapun menurut bentuk sediaannya, obat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu: 1) Bentuk padat, misalnya: serbuk, tablet, pil, kapsul, dan supositoria. 2) Bentuk setengah padat, misalnya: salep, krim, pasta, cerata, gel dan salep mata. 3) Bentuk cair/larutan, misalnya: potio, sirop, eliksir, obat tetes, gargarisma, injeksi, infus intravena, lotion, dll. 4) Bentuk gas, misalnya: inhalasi/spray/aerosol (Widodo, 2013). B. Obat Generik Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propletary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Permenkes, 2010).

5 Obat generik yang ada dalam peredaran sekarang ini berasal dari obat paten yang sudah habis hak perlindungan patennya. Biasanya sebuah pabrik yang pertama kali menemukan dan mengembangkan sebuah obat (zat berkhasiat baru), mempunyai hak paten antara tahun atas obat yang dikembangkan atau ditemukannya, artinya tidak boleh ada pihak lain yang menjual atau mengedarkan obat dengan kandungan tersebut, kecuali pemilik patennya (Sumarsono, 2014). Hak Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan Negara kepada investor atas hasil investasinya dalam bidang teknologi untuk waktu tertentu (20 tahun), melaksanakan sendiri investasinya atau memberikan persetujuannya untuk melaksanakannya (No. 14 Tahun 2001 tentang Paten). Jika masa patennya sudah habis, obat paten itu berubah menjadi obat dengan status umum dan disebut dengan obat generik. Dengan tidak adanya hak paten lagi, siapa pun dapat membuat dan mengedarkan dengan menggunakan zat aktif tersebut tanpa adanya gugatan dari pihak manapun. Dalam perdagangan, obat generik menggunakan nama generiknya saja. Namun jika menggunakan nama dagang, yang membuatnya bisa menggunakannya nama dagang dan dikenal dengan obat generik dengan nama dagang (branded generic medicines) (Sumarsono, 2014). Nama generik bisa berupa nama kimia, nama lazim, dan nama singkatan. Nama generik disebut nama generik resmi, jika nama itu dijadikan judul monografi buku resmi misalnya dalam Farmakope Indonesia. Kegenerikan mencangkup aspek karakter obat jadi, setidaknya meliputi hak kepemilikan, nama, sediaan dasar, kekuatan sediaan, mutu, khasiat, pola penggunaan, kestabilan, keamanan, dan jika dikehendaki juga cemaran mikroba dan informasi obat (Sumarsono, 2014). Obat yang beredar di pasaran umumnya berdasarkan atas nama dagang yang dipakai oleh masing-masing produsennya. Karena tiap produsen jelas akan melakukan promosi untuk masing-masing produknya, maka harga obat dengan nama dagang lebih mahal. Kebijakan obat generik adalah salah satu kebijakan

6 untuk mengendalikan harga obat, di mana obat dipasarkan dengan nama bahan aktifnya (IONI, 2008). Sudah jelas bahwa harga obat generik akan sangat jauh lebih murah (sepersepuluh dari harga obat paten) karena tidak dibebani oleh biaya promosi yang berlebihan seperti yang terjadi pada obat paten (nama dagang). Obat generik yang bermutu dengan jumlah yang memadai baik dalam kuantitas ataupun range produknya akan sangat membantu lapisan masyarakat kalangan bawah sampai menengah, sehingga segenap rakyat Indonesia dapat menikmati pengobatan yang selayaknya (Sumarsono, 2014). Sebenarnya, obat generik sudah sangat siap untuk digunakan terapinya, dalam artian dengan khasiatnya yang nyata dalam terapi dengan tingkat kemanan yang terkendali serta reaksi yang tidak diinginkan bisa ditekan seminimal mungkin. Dengan bergulirnya kebijakan obat generik yang sudah lebih dari sepuluh tahun diperkenalkan, sebenarnya secara ekonomi akan sangat menolong upaya pemerintah dalam hal penyelenggaraan sistem kesehatan nasional lebih tajam lagi dalam hal Kebijaksanaan Obat Nasional (KONAS) (Sumarsono, 2014). Dibalik itu semua, penggunaan obat khususnya obat generik harus didukung juga oleh pengadaan dan ketersediaannya. Selain itu, penggunaan obat oleh pasien sangat dipengaruhi pula oleh para profesi medis dalam hal peresepannya. Peresepan suatu obat bergantung pula pada kemauan, kesediaan, dan kemampuan dokter. Kewajiban penulisan resep dan penggunaan obat esensial atau generik di fasilitas kesehatan pemerintah, diatur dalam Permenkes RI No. 085/Menkes/Per/98. Hal yang menarik perhatian adalah peraturan Menteri Kesehatan itu menetapkan kewajiban terhadap ketersediaan formularium untuk unit pelayanan kesehatan yang memuat obat esensial. Kewajiban penyediaan obat generik dengan nama generik dikenakan pada semua kelas rumah sakit dan dinas kesehatan daerah tingkat II. Selain itu, dokter yang bertugas di rumah sakit juga diwajibkan untuk menulis resep obat dengan nama generik untuk semua pasiennya. Selain itu, apotek juga berkewajiban untuk menyediakan obat esensial dengan nama generik (Sumarsono, 2014).

7 Namun masih banyak masyarakat yang belum mengetahui obat generik, hal ini didasarkan dari data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang menyatakan bahwa proporsi rumah tangga di Indonesia yang mengetahui atau pernah mendengar tentang obat generik sebesar 31,9%, dari jumlah tersebut yang mengetahui dengan benar hanya sebesar 14,1% dan sisanya sebesar 85,9% mempunyai pengetahuan yang salah tentang obat generik. Bisa dibayangkan dari jumlah rumah tangga yang pernah mendengar atau mengetahui tentang obat generik dan berpengetahuan benar saja sudah sangat memprihatinkan, terlebih ditambah dengan jumlah rumah tangga yang belum pernah mendengar atau tidak mengetahui obat generik sebesar 68,1% (Riskesdas, 2013). Proporsi rumah tangga di Indonesia dengan karakteristik pedesaan yang mengetahui atau pernah mendengar tentang obat generik sebesar 17,4%, sedangkan pada rumah tangga dengan karakteristik perkotaan sebesar 46,1%. Perbedaan yang cukup jauh tersebut disebabkan oleh banyak faktor diantaranya tingkat pendidikan, pola hidup, media informasi, dll (Riskesdas, 2013). C. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang dari penginderaannya terhadap objek melalui indera yang di miliki manusia (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya pada saat penginderaan terjadi sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsinya terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010). Tingkatan pengetahuan: 1. Pengetahuan kurang apabila skor tingkat pengetahuan responden <55% atau <10 pernyataan yang benar. 2. Pengetahuan cukup apabila skor tingkat pengetahuan responden antara 56%-74% atau pernyataan yang benar. 3. Pengetahuan baik apabila skor tingkat pengetahuan responden >75% atau 15 pernyataan yang benar (Arikunto, 2010).

8 D. Metode CBIA (Community-Based Interactive Approach) CBIA pertama kali dikenalkan oleh Prof. Dr. Sri Suryawati pada tahun Metode CBIA menggunakan konsep pembelajaran aktif, dimana peserta melakukan diskusi dalam kelompok yang kemudian didiskusikan secara bersama. Peserta CBIA dapat terdiri dari kader kesehatan (posyandu), ibu rumah tangga, anggota tim penggerak PKK, tokoh masyarakat, maupun organisasi masyarakat lainnya (Gusnelyanti, 2014). CBIA adalah model edukasi pemberdayaan masyarakat agar lebih terampil memilih obat sehingga swamedikasi menjadi lebih efektif, aman, dan hemat biaya. Metode yang digunakan diadopsi dari metode belajar mengajar yang dahulu digunakan untuk sekolah dasar di Indonesia, dan untuk mudahnya dinamakan CBIA (Cara belajar Ibu aktif). Metode ini telah diuji coba, dan terbukti sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan memilih obat. Pada mulanya metode ini memang disiapkan untuk para ibu, karena ibu umumnya berfungsi sebagai pengelola kesehatan di rumah tangga. Namun pada pelaksanaannya kemudian, ternyata para bapak dan remaja pria juga menyukai dan merasakan manfaatnya sehingga namanya diubah menjadi Cara Belajar Insan Aktif, walaupun singkatannya tetap CBIA. Setelah CBIA digunakan di negara negara lain, nama CBIA sering dipanjangkan menjadi Community Based Interactive Approach (Suryawati, 2012). Tujuan CBIA adalah terbentuknya kemampuan untuk menggali sumber informasi dan meningkatkan kebiasaan berpikir secara kreatif dan kritis sehingga mampu memecahkan masalah yang didasarkan pada proses belajar mandiri (self learning). Metode CBIA merupakan metode penyampaian informasi obat dengan melibatkan subyek secara aktif yaitu mendengar, melihat, menulis, dan melakukan evaluasi tentang pengenalan jenis obat dan bahan aktif yang terkandung dalam suatu obat serta informasi lain seperti indkasi, kontraindikasi, dan efek samping (Suryawati, 2012). Metode ini berupa diskusi kelompok kecil, dan diakhiri dalam kelompok besar. Untuk itu diperlukan pembentukan kelompok yang terdiri atas 6-8 orang. Tiap kelompok memerlukan tutor, yang akan memfasilitasi jalannya diskusi

9 kelompok. Pada pelaksanaannya kegiatan ini memerlukan alat bantu berupa berbagai macam obat yang yang diperlukan sesuai tema yang didiskusikan. Untuk melakukan diskusi memakan waktu sekitar 1-2 jam, tergantung dari dinamika kelompok. Makin tinggi tingkat dinamika, makin besar gairah untuk berdiskusi sehingga waktu makin lama. Namun kegiatan dalam kelompok ini sebaiknya maksimal 2 jam (Suryawati, 2012). E. Metode FGD (Focus Group Discussion) Focus Group Discussion (FGD) atau diskusi kelompok terfokus merupakan suatu metode pengumpulan data yang sering digunakan pada penelitian kualitatif sosial. Metode ini mengandalkan perolehan data atau informasi dari suatu interaksi fasilitator dengan responden berdasarkan hasil diskusi dalam suatu kelompok yang berfokus untuk melakukan diskusi dalam menyelesaikan permasalahan tertentu. Data atau informasi yang diperoleh melalui teknik ini, selain merupakan informasi kelompok, juga merupakan suatu pendapat dan keputusan kelompok tersebut. Keunggulan penggunaan metode FGD adalah memberikan data yang lebih kaya dan memberikan nilai tambah pada data yang tidak diperoleh ketika menggunakan metode pengumpulan data lainnya, terutama dalam penelitian kuantitatif (Lehoux & Poland, 2006). Tujuan utama metode FGD adalah untuk memperoleh interaksi data yang dihasilkan dari suatu diskusi sekelompok partisipan/responden dalam hal meningkatkan kedalaman informasi menyingkap berbagai aspek suatu fenomena kehidupan, sehingga fenomena tersebut dapat didefinisikan dan diberi penjelasan. Data dari hasil interaksi dalam diskusi kelompok tersebut dapat memfokuskan atau memberi penekanan pada kesamaan dan perbedaan pengalaman dan memberikan informasi/data yang padat tentang suatu perspektif yang dihasilkan dari hasil diskusi kelompok tersebut (Afiyanti, 2008).

10 Metode FGD telah berkembang pada saat ini, tidak hanya digunakan untuk mengumpulkan data secara kualitatif. Namun, juga digunakan sebagai metode dalam penyampaian materi edukasi (Rizki, 2012). Dalam pelaksanaannya jumlah peserta dalam kelompok cukup 7-10 orang, namun dapat diperbanyak hingga 12 orang, sehingga memungkinkan setiap individu untuk mendapat kesempatan mengeluarkan pendapatnya serta cukup memperoleh pandangan anggota kelompok yang bervariasi (Krueger, 1988). Jumlah peserta yang lebih besar, sebernarnya juga bisa memberi keuntungan lain, yaitu memperluas sudut pandang dan pengalaman peserta yang mungkin muncul. Namun walaupun jumlah peserta tidak banyak dan waktu untuk mengemukakan pendapat tidak dibatasi, peserta mempunyai batasan waktu tertentu dalam berbicara karena fokus perhatian tidak hanya tidak hanya pada satu responden melainkan seluruh peserta (Paramita, 2013). Waktu diskusi tidak terlalu lama sekitar 1,5-2 jam dan harus dihentikan sebelum peserta merasa jenuh (Suhaimi, 1999). Dalam metode FGD diskusi dipimpin oleh seorang fasilitator dan seorang notulen. Fasilitator haruslah seorang yang peka, serta perhatian terhadap adanya perbedaan peserta dalam sebuah kelompok. Jika memungkinkan, fasilitator dipilih seorang yang secara demografi mempunyai kesamaan dengan peserta. Standar minimal yang perlu dikuasai oleh fasilitator adalah tujuan dan topik sehingga mampu memahami diskusi yang berlangsung dan mengembangkan pertanyaam-pertanyaan lanjutan. Kemampuan fasilitator dalam membaca bermcam-macam respons peserta, dengan tetap menjaga agar diskusi tetap pada jalurnya. Fasilitator bisa berasal dari tenaga profesional (dengan menggaji seorang fasilitator yang sudah terlatih), atau salah seorang tim peneliti yang dianggap mampu. Fasilitator profesional adalah fasilitator yang telah dilatih untuk mampu menjaga netralitas, tidak menghakimi, dan memimpin diskusi serta memberi pertanyaan secara jelas tapi ringkas. Jika tidak mempunyai dana untuk menggaji seorang yang profesional, fasilitator dapat direkrut dari tim peneliti yang telah mempunyai pengalaman sebagai fasilitator.

11 Kuncinya adalah pilih seseorang yang mampu bersikap objektif dan tidak defensif saat berbicara dengan orang lain (Paramita, 2013). F. Kuesioner Kuesioner merupakan suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2011). Tujuan Kuesioner: 1. Memperoleh informasi yang akurat dari responden. 2. Memberikan struktur agar wawancara berjalan dengan lancar dan berurutan. 3. Memberikan format standar pencatatan fakta, komentar dan sikap. 4. Memudahkan pengelolaan data (Supardi et al, 2014). Kelebihan kuesioner adalah peneliti dapat menentukan sistematika isi dan urutan pertanyaan, data dapat dikumpulkan dalam waktu yang relatif singkat, dan data yang terkumpul dapat dicek kebenarannya. Kekurangan kuesioner adalah tidak memberikan keleluasaan pewawancara untuk mengubah susunan pertanyaan agar sesuai dengan alam pikiran/ pengetahuan responden, dan tidak dapat memberikan jawaban yang mendalam (Supardi et al, 2014). G. Uji Hipotesis Pada penelitian ini uji hipotesis yang dilakukan ada 2, yaitu uji T berpasangan dan uji T tidak berpasangan. Uji T berpasangan digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan nilai rata-rata dari dua kelompok dengan dua sampel yang saling berhubungan, yang artinya satu sampel akan mempunyai dua data yaitu data sebelum intervensi (pretest) dan data sesudah intervensi (posttest) (Dahlan, 2010). Apabila uji T berpasangan tidak memenuhi syarat maka digunakan alternatifnya yaitu uji Wilcoxon, uji ini merupakan uji statistik nonparametrik. Tujuan uji Wilcoxon yaitu untuk mengetahui adanya perbedaan dari dua kelompok dari dua sampel yang sama dan data yang diperoleh tidak terdisitribusi normal.

12 Uji yang kedua yaitu uji T tidak berpasangan, adalah untuk mengetahui adanya perbedaan nilai rata-rata antara dua kelompok perlakuan. Apabila uji T tidak berpasangan tidak memenuhi syarat maka digunakan alternatifnya yaitu uji Mann-Whitney, uji ini merupakan uji statistik nonparametrik. Adapun tujuan dari uji mann-whitney yaitu untuk mengetahui apakah ada perbedaan dari dua sampel yang saling tidak berhubungan dan data yang diperoleh adalah data yang tidak terdistribusi normal (Riwidikdo, 2012). Kemudian untuk membandingkan karakteristik responden tiap-tiap metode dilakukan uji homogenitas. Uji ini digunakan untuk membuktikan bahwa dua atau lebih data sampel berasal dari populasi yang memiliki varians yang sama atau dua kelompok tersebut setara. Dikatakan setara apabila didapat nilai p > 0,05. H. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Jadi pengujian validitas itu diperlukan sebelum instrument itu digunakan. Validitas ini digunakan untuk melihat sejauh mana suatu instrument dapat menjalankan fungsinya. Instrument dikatakan valid jika instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur (Sugiyono, 2008). Valid atau tidaknya suatu butir pertanyaan ditentukan oleh nilai r hitung. Apabila nilai r hitung > r tabel maka butir pertanyaan tersebut dinyatakan valid. Atau dapat juga dilihat dari nilai signifikansi, apabila nilai p < 0,05 maka butir pertanyaan dinyatakan valid, begitu juga sebaliknya (Notoatmodjo, 2010). Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2012). Untuk Pengujian reliabilitas dapat dihitung dengan menggunakan nilai koefisien Alpha cronbach dengan nilai di atas 0,7. Apabila suatu instrument penelitian nilai Alpha

13 Cronbach diatas 0,7 maka dapat instrument tersebut dikatakan reliabel (Djemari, 2003). I. Kecamatan Purwokerto Utara Kecamatan Purwokerto Utara adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan Purwokerto Utara memiliki luas daerah 15 km 2 dan meiliki jumlah penduduk sekitar jiwa. Kecamatan Utara terdiri dari 7 kelurahan, yaitu Bancarkembar, Bobosan, Grendeng, Karangwangkal, Pabuaran, Purwanegara, dan Sumampir (Kecamatan dalam angka, 2014). Menurut data yang ada di profil kesehatan Kabupaten Banyumas tahun 2014, menyatakan bahwa Kecamatan Purwokerto Utara merupakan Kecamatan dengan karakteristik perkotaan yang memiliki kasus penyakit tidak menular paling tinggi yaitu sebanyak 488 kasus, dibandingkan dengan 3 Kecamatan lain yang berada di pusat kota Kabupaten Banyumas yaitu Kecamatan Purwokerto Timur, Kecamatan Purwokerto Selatan, dan Kecamatan Purwokerto Barat (Anonim, 2014).

BUKU ACUAN FARMAKOPE EDISI III FARMAKOPE EDISI IV ILMU MERACIK OBAT FARMASETIKA SAINS JURNAL DLL

BUKU ACUAN FARMAKOPE EDISI III FARMAKOPE EDISI IV ILMU MERACIK OBAT FARMASETIKA SAINS JURNAL DLL BUKU ACUAN FARMAKOPE EDISI III FARMAKOPE EDISI IV ILMU MERACIK OBAT FARMASETIKA SAINS JURNAL DLL SEJARAH KEFARMASIAN Ilmu resep adalah ilmu yang mempelajari tentang cara penyediaan obat-obatan menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Sendiri 1. Definisi dan Peran Pengobatan sendiri atau swamedikasi yaitu mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau

Lebih terperinci

2. Bentuk setengah Padat contohnya salep,krim,pasta,cerata,gel,salep mata. 3. Bentuk cair/larutan contohnya potio,sirop,eliksir,obat tetes,dan lotio.

2. Bentuk setengah Padat contohnya salep,krim,pasta,cerata,gel,salep mata. 3. Bentuk cair/larutan contohnya potio,sirop,eliksir,obat tetes,dan lotio. Obat ialah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dari latar belakang masalah di atas, maka pada bab ini akan dibahas lebih lanjut tentang ketaatan pasien dan obat serta resep dokter yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat keberhasilan pembangunan suatu negara. Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk mencapai derajat

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. Landasan teori digunakan untuk menjelaskan teori-teori yang mendukung. penyusunan laporan kerja praktik ini yang antara lain:

BAB III LANDASAN TEORI. Landasan teori digunakan untuk menjelaskan teori-teori yang mendukung. penyusunan laporan kerja praktik ini yang antara lain: BAB III LANDASAN TEORI Landasan teori merupakan suatu dasar mengenai pendapat penelitian atau penemuan yang didukung oleh data dan argumentasi. Landasan teori digunakan untuk menjelaskan teori-teori yang

Lebih terperinci

Kebijakan Obat Nasional, Daftar Obat Esensial Nasional, Perundangan Obat. Tri Widyawati_Wakidi

Kebijakan Obat Nasional, Daftar Obat Esensial Nasional, Perundangan Obat. Tri Widyawati_Wakidi Kebijakan Obat Nasional, Daftar Obat Esensial Nasional, Perundangan Obat Tri Widyawati_Wakidi Blok FM_Oktober2009 KONAS Sebagai landasan, arah dan pedoman dalam pembangunan obat yang mencakup tujuan, landasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan sendiri Pengobatan sendiri merupakan upaya masyarakat untuk menjaga kesehatan sendiri dan merupakan cara yang mudah, murah praktis untuk mengatasi gejala yang masih

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Oleh: Isnaini Tujuan Instruksional: Setelah mengikuti perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu: 1. menjelaskan definisi obat sesuai SK. Menkes RI No.193/Kab/B.VII/71 dan memahami 5 macam pengertian obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya penyakit mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan yang efektif secara terapi tetapi juga efisien dalam hal biaya. Berkenaan dengan

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Oleh: Isnaini Tujuan Instruksional: Setelah mengikuti perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu: 1.menjelaskan definisi obat sesuai SK. Menkes RI No.193/Kab/B.VII/71 dan memahami 5 macam pengertian obat

Lebih terperinci

PENGGOLONGAN OBAT. Hidayah Sunar Perdanastuti Program Studi Farmasi Universitas Brawijaya

PENGGOLONGAN OBAT. Hidayah Sunar Perdanastuti Program Studi Farmasi Universitas Brawijaya PENGGOLONGAN OBAT Hidayah Sunar Perdanastuti Program Studi Farmasi Universitas Brawijaya KONTRAK BELAJAR Hanya 1 sks Keterlambatan maksimal 7 menit (Kelas B 09.27 Kelas A 10.22) HP silent. Boleh menerima

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN LAMPIRAN- LAMPIRAN Perkiraan Biaya Istalasi dan Operasional Sistem Informasi akuntansi Berbasis Komputer Apotek Fatma Medika A. Investasi 1 Set Komputer Pentium IV Rp. 2.500.000,- 1 Set Printer Epson LX

Lebih terperinci

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 SKRIPSI Oleh : ANGGA ALIT ANANTA YOGA K.100.040.182 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING Oleh : Sri Tasminatun, M.Si., Apt NIK 173 036 PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa PENGGOLONGAN OBAT Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa penggolongan obat yang lain, dimana penggolongan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG KEWAJIBAN MENGGUNAKAN OBAT GENERIK DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengertian sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit merupakan keluhan yang dirasakan seseorang (bersifat subjektif), berbeda dengan penyakit yang terjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pilihan Pengobatan Masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor perilaku seperti pergi ke apotek membeli obat dan non perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 1995, WHO Global School Health Initiative telah melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 1995, WHO Global School Health Initiative telah melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 1995, WHO Global School Health Initiative telah melakukan kampanye dalam usaha untuk memobilisasi dan memperkuat kegiatan promosi kesehatan baik di tingkat

Lebih terperinci

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT BUKU PANDUAN LEBIH DEKAT DENGAN OBAT LAILATURRAHMI 0811012047 FAKULTAS FARMASI KKN-PPM UNAND 2011 Bab DAFTAR ISI Halaman I. Pengertian obat 2 II. Penggolongan obat 2 1. Obat bebas 2 2. Obat bebas terbatas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Obat, merupakan zat atau bahan yang digunakan untuk permasalahan kesehatan masyarakat antara lain digunakan untuk menyembuhkan penyakit dan mencegah komplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan obat secara baik bagi siswa sekolah tingkat dasar, merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengetahuan obat secara baik bagi siswa sekolah tingkat dasar, merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa sekolah berada pada perkembangan yang cepat dalam proses intelektualnya dan keterampilan serta mulai mempunyai kegiatan fisik yang aktif. Sebagai bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat adalah sebuah benda kecil yang mampu menyembuhkan sekaligus dapat menjadi bumerang bagi penderitanya. Benda kecil yang awalnya dijauhi ini kemudian berkembang menjadi

Lebih terperinci

PENGARUH METODE CBIA (CARA BELAJAR IBU AKTIF) TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PADA SWAMEDIKASI DI KOTA JAMBI

PENGARUH METODE CBIA (CARA BELAJAR IBU AKTIF) TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PADA SWAMEDIKASI DI KOTA JAMBI PENGARUH METODE CBIA (CARA BELAJAR IBU AKTIF) TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN PADA SWAMEDIKASI DI KOTA JAMBI Helni Bagian Farmasi, Program Studi Ilmu Kedokteran FKIK Universitas Jambi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obat Obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Obat dalam arti luas ialah setiap

Lebih terperinci

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat generik sering diasumsikan sebagai obat dengan kualitas yang rendah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara internasional obat dibagi menjadi 2 yaitu obat paten dan obat generik. Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset dan memiliki masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan sendiri (swamedikasi) merupakan upaya yang paling banyak dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit. Ketersediaan obat yang mudah diakses

Lebih terperinci

10/22/2012 PERIHAL OBAT. Oleh: Joharman BATASAN OBAT. Aktif secara fisiologis. Zat kimia. Racun

10/22/2012 PERIHAL OBAT. Oleh: Joharman BATASAN OBAT. Aktif secara fisiologis. Zat kimia. Racun PERIHAL OBAT Oleh: Joharman BATASAN OBAT Aktif secara fisiologis Zat kimia Racun 1 Kep. MenKesRI No. 193/Kab/B.VII/71 Obat : bahan/paduan bahan untuk menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DAN PENYULUHAN OBAT KEPADA MASYARAKAT. Lecture EMI KUSUMAWATI., S.FARM., APT

PENGELOLAAN OBAT DAN PENYULUHAN OBAT KEPADA MASYARAKAT. Lecture EMI KUSUMAWATI., S.FARM., APT PENGELOLAAN OBAT DAN PENYULUHAN OBAT KEPADA MASYARAKAT Lecture EMI KUSUMAWATI., S.FARM., APT Meliputi aktifitas Profesi kesehatan yang terlibat Dokter Apoteker Perawat Asisten Apoteker Promotif, Preventif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita

Lebih terperinci

PROF. DR. SRI SURYAWATI, APT. Gurubesar Farmakologi dan Terapi - Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

PROF. DR. SRI SURYAWATI, APT. Gurubesar Farmakologi dan Terapi - Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada PROF. DR. SRI SURYAWATI, APT. Gurubesar Farmakologi dan Terapi - Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Jabatan di UGM: Kepala Divisi Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat Pengelola Klaster S3 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Swamedikasi adalah penggunaan obat oleh masyarakat untuk tujuan pengobatan tanpa resep atau intervensi dokter (Shankar, et al., 2002). Di Indonesia obat yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan kesehatan. Sebagian besar intervensi medik menggunakan obat, oleh karena itu diperlukan obat tersedia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Profil Kabupaten Brebes Kabupaten Brebes adalah salah satu daerah otonom di Provinsi Jawa Tengah yang letaknya disepanjang pantai utara Laut Jawa, memanjang ke selatan berbatasan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penemuan obat baru telah banyak ditemukan seiring dengan perkembangan dunia kesehatan dan informasi yang berkaitan dengan perkembangan obat tersebut juga semakin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas adalah suatu pengukuran untuk menentukan kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Validitas bertujuan untuk melihat sejauh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Definisi Sistem Sistem dapat diartikan dengan pendekatan prosedur dan pendekatan komponen. Melalui pendekatan prosedur, sistem dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari prosedur-prosedur

Lebih terperinci

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat Resep Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal Kewenangan bidan dalam pemberian obat selama memberikan pelayanan kebidanan pada masa kehamilan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, manfaat, perlindungan dan diarahkan untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen atau percobaan merupakan kegiatan penelitian yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. serta untuk menghindari kesalahn intepretasi. Instrumen diuji kepada 26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. serta untuk menghindari kesalahn intepretasi. Instrumen diuji kepada 26 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Validitas dan Reabilitas Uji validitas dan Reabilitas digunakan untuk mengetahui apakah pertanyaan dalam kuesioner dapat dipahami dan dimengerti oleh responden,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya tentang penggunaan obat PP IAI (2014) Belum tercapainya Derajat kesehatan yang setinggi-tingginya seperti harapan yang tertuang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan Kepatuhan menyatakan kesesuaian perilaku dan pelaksanaan kegiatan terhadap ketentuan atau standar yang berlaku. Kepatuah dokter menulis resep dipengaruhi faktor-faktor

Lebih terperinci

Dept.Farmakologi dan Terapeutik, Universitas Sumatera Utara

Dept.Farmakologi dan Terapeutik, Universitas Sumatera Utara Dept.Farmakologi dan Terapeutik, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENGANTAR OBAT D.S. Hidayat PERIHAL OBAT 1. Obat 2. Bahan Obat 3. Penamaan Obat 4. Bentuk Sediaan Obat 5. Cara Pemberian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. instrumen dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. instrumen dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Uji Validitas dan Realibilitas Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah pertanyaan dalam kuesioner dapat dimengerti oleh responden, serta menghindari kesalahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat dengan tujuan mengobati penyakit atau gejala sakit tanpa menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. racun yang jika tidak digunakan sebagaimana mestinya dapat membahayakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. racun yang jika tidak digunakan sebagaimana mestinya dapat membahayakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan yang pesat di bidang kedokteran dan farmasi telah menyebabkan produksi berbagai jenis obat meningkat sangat tajam. Obat pada dasarnya adalah racun yang

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG a. PENDAHULUAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di Puskesmas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Prosedur Prosedur tidak dapat melibatkan aspek financial saja tetapi aspek manajemen juga memiliki peranan penting. Maka setiap perusahaan memerlukan

Lebih terperinci

sebelum diberi perlakuan (kelompok eksperimen)

sebelum diberi perlakuan (kelompok eksperimen) BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah Quasy Eksperiment dengan desain penelitian pretest-posttest with control group design. Penelitian terdiri dari 2 kelompok,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan rancangan penelitian Dalam penelitian peningkatan pengetahuan ibu-ibu mengenai perilaku pengobatan sendiri dengan menggunakan metode CBIA di beberapa Kecamatan Kabupaten

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Penelitian Desain Penelitian Populasi dan Sampel

METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Penelitian Desain Penelitian Populasi dan Sampel 31 METODE PENELITIAN Lokasi dan waktu Penelitian Lokasi penelitian di RW 08 Kelurahan Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Lokasi ini dipilih secara purposif (sengaja). Adapun pertimbangan memilih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Penggunaan obat yang rasional Menurut WHO penggunaan obat yang rasional diartikan sebagai penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan dapat menyediakan obat bagi pasien melalui pelayanan resep. Resep merupakan perwujudan akhir kompetensi dokter dalam medical

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel sebanyak 67 orang. Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 1

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sampel sebanyak 67 orang. Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Cara pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu dengan cara teknik Purposive Sampling (non probability sampling) yaitu teknik penetapan sampel

Lebih terperinci

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI Oleh : DIDIK SANTOSO K 100 050 243 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2010

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK KELURAHAN WONOKARTO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK KELURAHAN WONOKARTO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK KELURAHAN WONOKARTO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Oleh : WAHYU TRI WULANDARI K100040040 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan suatu tolak ukur keberhasilan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan suatu tolak ukur keberhasilan manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan suatu tolak ukur keberhasilan manusia dalam melakukan sesuatu aktifitasnya sebagai anggota masyarakat. Disisi lain sebagai anggota masyarakat tentunya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obat 2.1.1. Pengertian Obat Obat merupakan sedian atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistim fisiologi atau keadaan patologi dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. B. Tempat dan waktu 1. Tempat : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif pendekatan survey. B. Populasi dan sampel 1. Populasi Populasi adalah wilayah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Definisi Operasional 1 Variabel Variabel penelitian pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pendekatan Cross Sectional (Notoatmodjo, 2010). Teluk) di wilayah Puskesmas Karangawen II Kabupaten Demak.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pendekatan Cross Sectional (Notoatmodjo, 2010). Teluk) di wilayah Puskesmas Karangawen II Kabupaten Demak. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena yang

Lebih terperinci

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek 2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek Cilacap. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Focus Group Discusion

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kefarmasian sebagai salah satu unsur dari pelayanan utama di rumah sakit, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pelayanan di rumah sakit

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non-eksperimental yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non-eksperimental yang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non-eksperimental yang menggunakan desain penelitian deskriptif komparasi. Data dikumpulkan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik, adalah penelitian yang mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 2013/2014 pada tanggal 20 September 2013 sampai dengan 11 Oktober 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 2013/2014 pada tanggal 20 September 2013 sampai dengan 11 Oktober 2013 38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014 pada tanggal 20 September 2013 sampai dengan 11 Oktober 2013 di SMP

Lebih terperinci

Sri Hariati Dongge,S.Farm,Apt,MPH Dinas Kesehatan Kab. Konawe Sulawesi Tenggara

Sri Hariati Dongge,S.Farm,Apt,MPH Dinas Kesehatan Kab. Konawe Sulawesi Tenggara FORUM NASIONAL II : Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia PERSEPSI FARMASIS TENTANG KEBIJAKAN SUBSTITUSI GENERIK DAN PELAKSANAANNYA DI KABUPATEN KONAWE Sri Hariati Dongge,S.Farm,Apt,MPH Dinas Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA) sudah menjadi masalah di tingkat nasional, regional maupun global. Hasil dari laporan perkembangan situasi

Lebih terperinci

DRA. HELNI, APT, M.KES

DRA. HELNI, APT, M.KES DRA. HELNI, APT, M.KES 1.Obat Bebas 2.Obat bebas terbatas 3. Obat Keras 4. Obat narkotika Obat bebas adalah obat yang dijual bebas tanpa resep dokter. Obat bebas ditandai dengan lingkaran hitam warna hijau

Lebih terperinci

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS TUGAS DRUGS MANAGEMENT MAKALAH MEMAHAMI KUALITAS OBAT DAN DRUG ASSURANCE PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS R Faris Mukmin Kalijogo C2C016007 PASCA SARJANA PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN UNIVERSITAS JENDRAL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan dalam metodologi penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah descriptive colerational yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan penelitian ini adalah descriptive colerational yaitu BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah descriptive colerational yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif antar variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu suatu metode penelitian yang mengarahkan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan tentang suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin berkembang ini semakin banyak pula penyakit yang menurunkan tingkat kesehatan masyarakat. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 30 Mei-29 Juni tahun 2013. Dengan menggunakan tehnik accidental sampling,

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN III. METODELOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup semua pengertian dan pengukuran yang dipergunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki

III. METODE PENELITIAN. Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki 23 III. METODE PENELITIAN A. Populasi Penelitian Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti. Populasi dalam penelitian

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. Kegiatan administrasi di apotek (standar pelayanan kefarmasian) Administrasi umum pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan model penelitian dan pengembangan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan model penelitian dan pengembangan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan model penelitian dan pengembangan pendidikan (educational research and development) seperti yang dikembangkan oleh Thiagarajan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tanaman Obat Keluarga (TOGA) adalah tanaman hasil budidaya rumahan yang berkhasiat sebagai obat. Obat adalah suatu bahan atau panduan bahanbahan yang dimaksudkan untuk

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN ANTARA PENGGUNAAN OBAT GENERIK DAN OBAT PATEN DI APOTEK KETANDAN FARMA KLATEN

KARAKTERISTIK TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN ANTARA PENGGUNAAN OBAT GENERIK DAN OBAT PATEN DI APOTEK KETANDAN FARMA KLATEN KARAKTERISTIK TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN ANTARA PENGGUNAAN OBAT GENERIK DAN OBAT PATEN DI APOTEK KETANDAN FARMA KLATEN Anita Agustina, Rahmi Nurhaini INTISARI Mutu utama layanan kesehatan adalah salah satunya

Lebih terperinci

Kelurahan Bendan Duwur terdapat 40 pertanyaan yang masing-masing. pertanyaan memiliki empat alternatif jawaban, yaitu:

Kelurahan Bendan Duwur terdapat 40 pertanyaan yang masing-masing. pertanyaan memiliki empat alternatif jawaban, yaitu: A. Metode Analisis Data 1. Analisis Deskriptif Rumus deskriptif persentase digunakan untuk menampilkan datadata kualitatif (angka) ke dalam kalimat. Dalam angket penelitian, untuk menggambarkan implementasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan hal-hal yang berkaitan dengan lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, metode penelitian, penjelasan istilah, prosedur penelitian, instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis atau Rancangan dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelasional yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif antara variabel

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 2013/2014 yaitu mulai tanggal 13 Januari sampai 29 Januari 2014 di SMP N 1

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 2013/2014 yaitu mulai tanggal 13 Januari sampai 29 Januari 2014 di SMP N 1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2013/2014 yaitu mulai tanggal 13 Januari sampai 29 Januari 2014 di SMP N 1 Kampar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam struktur kesehatan, apotek termasuk salah satu pilar penunjang yang sering menjadi korban ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan apotek yang menganggap

Lebih terperinci

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa Samakah minum obat 3x1 dengan 1x3? Kadang masih ada pertanyaan dari masyarakat baik remaja maupun orang

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai

METODELOGI PENELITIAN. Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai 42 III. METODELOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data primer Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil

Lebih terperinci