BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kitosan Kitosan merupakan polimer dengan kelimpahan kedua setelah selulosa. Pada umumnya kitosan dapat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kitosan Kitosan merupakan polimer dengan kelimpahan kedua setelah selulosa. Pada umumnya kitosan dapat"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Kitosan Kitosan merupakan polimer dengan kelimpahan kedua setelah selulosa. Pada umumnya kitosan dapat diperoleh dari cangkang kepiting atau udang. Pemanfaatan kitosan yang cukup luas dalam proses adsorpsi disebabkan karena adanya gugus amina dan hidroksil, yang menyebabkan kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga berperan sebagai adsorben untuk mengadsorpsi logam berat ataupun limbah organik dalam air limbah (Marganof, 2007). Kitosan diperoleh dengan melakukan proses deasetilasi pada kitin. Deasetilasi merupakan proses pengubahan gugus asetil (-NHCOCH 3 ) pada kitin menjadi gugus amina (-NH 2 ) pada kitosan dengan menambahkan NaOH konsentrasi tinggi (Kusumaningsih dkk., 2004). Kitosan mempunyai kelarutan yang baik dalam asam-asam organik encer, larut dalam heksafloroaseton, heksafloroisopropanol dan dimetilasetamid yang mengandung 5% LiCl. Sedangkan kitin tidak larut dalam air dan kebanyakan pelarut organik. Terkait dengan kelarutan tersebut, kitosan menjadi lebih menarik dan mempunyai aplikasi yang lebih luas daripada kitin (Kumar, 2000). Kitosan mempunyai 3 jenis gugus fungsi yang reaktif, yaitu sebuah gugus amino, gugus hidroksil primer dan sekunder pada posisi C-2, C-3 dan C-6 secara berurutan. Kitosan bersifat polikationik karena memiliki gugus hidroksil dan amina sepanjang rantai polimer, hal ini mengakibatkan kitosan efektif untuk mengadsorbsi kation ion logam berat, kation dari zat organik maupun agen pengkelat (Shahidi dkk., 1999). Kemampuan adsorpsi kitosan terhadap logam berat sangat dipengaruhi oleh sifat fisika dan kimia kitosan (Ngah dkk., 2005). Keberadaan gugus amida dalam kitin dan gugus amina dalam kitosan telah menjadikan kitin dan kitosan sebagai adsorben yang mampu mengikat logam berat. Kitosan dapat mengikat logam berat 4 sampai 5 kali lebih besar dari kitin. Hal ini terkait dengan adanya gugus amina terbuka sepanjang rantai kitosan (Yang dan Zall, 1984) sehingga kitosan lebih mudah berinteraksi dengan larutan 6

2 7 berpelarut air (lebih hidrofilik) dari pada kitin (Kumar, 2000). Struktur kitosan dapat dilihat pada Gambar 1. CH 2 OH CH 2 OH H OH O H H OH O H O H NH 2 H H H NH 2 Gambar 1. Struktur Kitosan. 2. Senyawa kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena. Senyawa kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena merupakan senyawa modifikasi kitosan. Struktur kitosan yang memiliki gugus amino dan gugus hidroksil yang aktif membuat kitosan dapat dilakukan modifikasi secara kimia. Dalam modifikasi tersebut terjadi penggantian gugus fungsional dari senyawa p-t-butilkaliks[4]arena pada bagian lower rim yaitu empat gugus hidroksinya. Reaksi tersebut melibatkan katalis basa untuk memberikan efek kondensasi dan mempercepat reaksi serta menangkap gugus fenolik yaitu proton pada gugus hidroksi dari p-tbutilkaliks[4]arena yang bersifat asam (Restuti, 2012). Struktur kitosan-p-tbutilkaliks[4]arena dapat dilihat pada Gambar 2. OH OH NH O HN HO NH HN HO O O O O O O OH HO OH HO OH Gambar 2. Struktur Kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena (Restuti,2012).

3 8 Reaksi pengikatan kitosan pada p-t-butilkaliks[4]arena terjadi melalui beberapa tahap. Tahap awal dalam mekanisme reaksinya yaitu gugus hidroksi dari p-t-butilkaliks[4]arena bereaksi terlebih dahulu dengan agen pengkopling DIC. Atom H pada OH dari p-t-butilkaliks[4]arena mudah lepas sehingga atom O menjadi bermuatan negatif. DIC memiliki dua ikatan rangkap, dimana salah satu ikatan rangkapnya akan terbuka menjadi ikatan tunggal karena ikatan π bersifat lemah sehingga menghasilkan karbokation yang dapat diserang oleh atom O bermuatan negatif dari hidroksi p-t-butilkaliks[4]arena. Tahap selanjutnya terjadi reaksi antara gugus NH 2 pada kitosan dengan hasil reaksi antara p-tbutilkaliks[4]arena dengan DIC melalui substitusi nukleofilik. Cincin aromatis mengalami resonansi sehingga menghasilkan karbokation. Atom N dari gugus NH 2 pada kitosan memiliki pasangan elektron bebas sehingga bersifat nukleofil yang menyerang karbokation dari gugus aromatis p-t-butilkaliks[4]arena sehingga menghasilkan gugus amina sekunder dengan melepas DIC (Restuti, 2012). Mekanisme reaksi pengikatan kitosan dengan p-t-butilkaliks[4]arena disajikan pada Lampiran 4. Hilmiyana (2013) telah menguji kemampuan kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena sebagai adsorben zat warna tekstil Remazol Yellow FG dengan kitosan sebagai adsorben pembanding. Penelitian dilakukan dengan metode batch, pada variasi ph, waktu kontak dan konsentrasi awal zat warna Remazol Yellow FG. Hasil adsorpsi optimum zat warna Remazol Yellow FG oleh kitosan dan kitosan-p-tbutilkaliks[4]arena terjadi pada ph 4, waktu kontak 135 menit, dan konsentrasi 200 ppm. Kajian kinetika adsorpsi mengikuti model kinetika Ho (pseudo orde dua) dengan konstanta laju adsorpsi 2,418 x 10-4 g/mg.menit untuk kitosan dan 3,626 x 10-4 untuk kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena. Kajian isoterm menunjukkan bahwa adsorpsi cenderung mengikuti isoterm langmuir dengan energi adsorpsi 24,920 kj/mol untuk kitosan dan 32,210 kj/mol untuk kitosan-p-tbutilkaliks[4]arena. Hak (2014) telah menguji kemampuan kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena sebagai adsorben zat warna Procion Red MX 8B dengan kitosan sebagai adsorben pembanding. Hasil adsorpsi optimum terjadi pada ph 4, waktu kontak 135 menit,

4 9 dan konsentrasi awal 200 ppm. Kajian kinetika adsorpsi mengikuti model kinetika Ho, pseudo orde dua dengan konstanta laju 3,690x 10-3 g/mg.menit untuk kitosan dan 2,03 x 10-3 g/mg.menit untuk kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena. Kajian isoterm cenderung mengikuti isoterm Langmuir dengan kapasitas adsorpsi maksimum 136,090 mg/g energi adsorpsi 30,530 kj/mol untuk kitosan dan 147,350 mg/g dan energi adsorpsi 33,650 kj/mol untuk kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena. 3. Adsorpsi Adsorpsi merupakan suatu peristiwa fisik yang terjadi pada permukaan suatu padatan (Oscik dan Cooper, 1982). Zat atau molekul yang terserap ke permukaan disebut adsorbat, sedangkan zat atau molekul yang menyerap disebut adsorben (Sukardjo, 1985). Proses akumulasi adsorbat pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya tarik antar molekul adsorbat dengan permukaan adsorben. Interaksi yang terjadi pada molekul adsorbat dengan permukaan kemungkinan diikuti lebih dari satu interaksi, tergantung pada struktur kimia masing-masing komponen (Setyaningtyas dkk., 2005). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi yaitu: jenis adsorben dan adsorbat, luas permukaan adsorben, waktu kontak, konsentrasi zat terlarut dan temperatur (Atkins, 1999). Faktor lain yang dapat mempengaruhi adsorpsi yaitu : a. Ukuran partikel dari adsorben, ukuran partikel yang semakin kecil dapat mempercepat proses kesetimbangan dan kemapuan adsorpsi yang penuh dapat dicapai. b. Daya larut adsorbat pada air, senyawa yang sedikit larut dalam air akan semakin mudah untuk dijerap dari air dibandingkan dengan senyawa yang memiliki daya larut tinggi. c. Derajat ionisasi dari molekul adsorbat, semakin tinggi derajat ionisasi maka semakin banyak senyawa yang diadsorp. d. Derajat keasaman (ph), derajat ionisasi dari suatu senyawa dipengaruhi oleh ph sehingga ph dapat mempengaruhi proses adsorpsi (Santoso, 2012).

5 10 Jenis adsorpsi yang biasa dikenal yaitu adsorpsi kimia dan adsorpsi fisika. Adsorpsi kimia terjadi karena adanya gaya-gaya kimia dan diikuti oleh reaksi kimia. Pada adsorpsi kimia hanya satu lapisan gaya yang terjadi. Adsorpsi jenis ini akan menghasilkan produk reaksi berupa senyawa baru akibat dari terbentuknya ikatan secara kimia. Ikatan kimia yang terjadi pada adsorpsi kimia sangat kuat mengikat molekul gas atau cairan dengan permukaan padatan sehingga sangat sulit untuk dilepaskan kembali (Silbey, 2005). Adsorpsi fisika terjadi karena adanya gaya-gaya fisika. Pada adsorpsi fisika terjadi beberapa lapisan gaya. Molekul-molekul yang diadsorpsi secara fisika tidak terikat kuat pada permukaan, dan biasanya terjadi proses balik yang cepat, sehingga mudah untuk diganti dengan molekul yang lain. Adsorpsi fisika didasarkan pada gaya Van Der Waals, dan dapat terjadi pada permukaan yang polar dan non polar. Permukaan padatan dapat mengadsorpsi ion-ion dari larutan dengan mekanisme pertukaran ion. Karena itu ion pada gugus senyawa permukaan padatan adsorbennya dapat bertukar tempat dengan ion-ion adsorbat. Mekanisme pertukaran ini merupakan penggabungan dari mekanisme adsorpsi kimia dan adsorpsi fisika, karena adsorpsi jenis ini mudah dilepas kembali untuk dapat terjadinya pertukaran ion (Atkins, 1999). Sistem adsorpsi ada dua macam, yaitu adsorpsi sistem batch dan adsorpsi sistem kontinyu. Adsorpsi sistem batch dengan cara partikel adsorben ditempatkan dalam sebuah larutan adsorbat dan diaduk untuk mendapatkan kontak yang merata sehingga terjadi proses adsorpsi (Suntorm, 1979 dalam Rahayu dan Hardyanti, 2007). Konsentrasi larutan awal (C o ) nantinya akan berkurang dan bergerak ke konsentrasi kesetimbangan (C e ) setelah beberapa waktu tertentu. Tujuan dari sistem batch adalah untuk mengetahui karakteristik adsorbat dan adsorben. Dalam proses adsorpsi secara batch berlaku persamaan isoterm Freundlich, Langmuir (Santoso, 2012). Sedangkan adsorpsi sistem kontinyu dilakukan dengan adsorben selalu berkontak sehingga proses kontak yang terjadi relatif lebih konstan (Metcalf dan Eddy, 2003 dalam Rahayu dan Hardyanti, 2007). Dalam proses adsorpsi secara kontinyu berlaku persamaan Thomson (Santoso, 2012).

6 11 4. Kinetika Adsorpsi Kinetika adsorpsi menyatakan adanya proses penyerapan suatu zat oleh adsorben dalam fungsi waktu merupakan salah satu parameter yang menggambarkan efisien adsorpsi. Kinetika adsorpsi tergantung pada interaksi adsorbat-adsorben dan kondisi sistem. Beberapa model kinetika adsorpsi yaitu : a. Kinetika Adsorpsi pseudo orde satu memiliki arti bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan pangkat satu konsentrasi pereaksi yang dinyatakan oleh persamaan :...(1) dengan q e adalah konsentrasi logam teradsorp pada saat kesetimbangan (mg/g), q t yaitu konsentrasi logam teradsorp pada saat waktu t (mg/g), t merupakan waktu kontak (menit) dan k adalah konstanta kinetika adsorpsi pseudo orde satu (g mg -1 menit -1 ). b. Kinetika Adsorpsi pseudo orde dua memiliki arti bahwa laju reaksi berbanding lurus dengan pangkat satu konsentrasi pereaksi yang dinyatakan oleh persamaan :...(2) Notasi q e adalah jumlah ion logam yang teradsorpsi setelah setimbang (mg/g), q t adalah jumlah ion teradsorpsi pada saat t (mg/g), k adalah konstanta kinetika adsorpsi pseudo orde dua (menit -1 ) (Demirbas dkk., 2008). 5. Isoterm Adsorpsi Ada beberapa macam jenis isoterm adsorpsi antara lain : a. Isoterm Adsorpsi Langmuir Irving Langmuir mengemukakan hubungan antara jumlah gas yang terjerap pada permukaan dengan tekanan gas tersebut juga sering digunakan untuk adsorpsi zat terlarut dalam suatu larutan (Muhammad dkk., 1998). Isoterm adsorpsi Langmuir diturunkan secara teoritis dengan menganggap bahwa hanya

7 12 sebuah adsorpsi tunggal yang terjadi. Adsorpsi terlokalisasi, artinya molekulmolekul zat hanya dapat diserap pada tempat-tempat tertentu dan panas adsorpsi tidak bergantung pada permukaan yang tertutup oleh adsorben. Isoterm adsorpsi Langmuir digunakan untuk menggambarkan adsorpsi kimia. Persamaan isoterm adsorpsi Langmuir yang merupakan jenis adsorpsi monolayer ditunjukkan dalam formula :...(3) dengan C e adalah konsentrasi logam sisa (mol/l), q e adalah konsentrasi logam teradsorp pada saat kesetimbangan (mol/g), X m merupakan kapasitas maksimum adsorpsi (mol/g) dan K adalah konstanta kesetimbangan. b. Isoterm Adsorpsi Freundlich Herbert Max Finley Freundlich mengemukakan suatu persamaan isoterm adsorpsi untuk sistem non ideal pada tahun Isoterm ini paling umum digunakan karena dapat mengkarakterisasi kebanyakan proses adsorpsi dengan baik (Pope 2004 dalam Nurdiani, 2005). Isoterm Freundlich menggambarkan adsorpsi jenis fisika dimana adsorpsi terjadi pada beberapa lapis dan ikatannya tidak kuat dan juga mengasumsikan bahwa tempat adsorpsi bersifat heterogen. Isoterm Freundlich menganggap bahwa pada sisi permukaan adsorben akan terjadi proses adsorpsi di bawah kondisi yang diberikan. Isoterm Freundlich tidak mampu memperkirakan adanya sisi-sisi pada permukaan yang mempu mencegah adsorpsi pada saat kesetimbangan tercapai, dan hanya ada beberapa sisi aktif saja yang mampu mengadsorpsi molekul terlarut (Pope 2004 dalam Nurdiani, 2005). Persamaan untuk isoterm Freundlich adalah:...(4) Apabila persamaan tersebut diubah ke dalam bentuk logaritma akan diperoleh :...(5) Dimana q e adalah konsentrasi logam teradsorp pada saat kesetimbangan (mg/g), C e adalah konsentrasi logam sisa (mg/l) dan K : konstanta Freundlich (Demirbas dkk., 2008).

8 13 Energi adsorpsi merupakan jumlah energi yang terlibat dalam adsorpsi yang dapat dinyatakan sebagai energi bebas standar adsorpsi. Persamaan energi adsorpsi dapat ditulis seperti persamaan (6) E adsorpsi = RTlnK...(6) Dengan R adalah tetapan gas ideal (8,314 J/mol.K), T adalah suhu, dan K adalah konstanta kesetimbangan adsorpsi Langmuir (Oscik dan Cooper, 1982). 6. Logam Cd Logam Cd dalam sistem periodik unsur memiliki nomor atom 48 dan nomor massa 112,4. Logam Cd merupakan logam yang berwarna putih keperakan, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi menghasilkan kadmium oksida bila dipanaskan. Logam Cd memiliki titik leleh 321 o C, titik didih 767 o C, massa jenis 8,65 g/cm 3 dan keelektronegatifan 1,5 (Brady dan Holum, 1988). Keelektronegatifan memiliki peranan penting pada proses adsorpsi yang melibatkan pembentukan ikatan kimia antara logam berat dengan gugus aktif pada adsorben. Kadmium dalam larutan hanya muncul sebagai Cd 2+, Cd(OH) + dan Cd(OH) 2 4, dengan ukuran ion 0,94 Å. Cd 2+ akan terhidrolisa dalam larutan basa. Logam Cd masuk ke lingkungan melalui 3 cara, yaitu penyulingan dan penggunaan Cd, peleburan nikel dan tembaga, dan pembakaran bahan bakar. Kadmium tahan terhadap panas dan tahan terhadap korosi. Logam ini digunakan untuk elektrolisis, bahan pigmen untuk industri cat, enamel dan plastik (Darmono, 1995). Ion Cd sangat berbahaya yang bahayanya sama dengan Hg. Semua senyawa kadmium berpotensi berbahaya dan beracun. Ketika Cd dilebur, maka Cd akan menguap ke atmosfir dan pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan penyakit pada ginjal dan tulang sungsum serta emphisema. Logam Cd bersifat karsinogen, mutagenik dan teratogenik pada beberapa jenis hewan. Ketika berada di dalam sel, Cd akan menginduksi berbagai jenis mekanisme signal transduksi serta mengaktifkan banyak gen. Salah satu efek langsung yang ditimbulkan oleh Cd adalah mengganggu proses homeostasis sel. Mekanisme homeostasis sel terlaksana dengan keberadaan protein metallothionine

9 14 yang berperan sebagai protein pengikat logam dan mengurangi efek toksik (Rumahlatu dkk., 2012). Sifat kimia dan kegunaan Cd adalah : a. Mempunyai sifat tahan panas sehingga sangat bagus untuk campuran bahanbahan keramik, enamel dan plastik. b. Sangat tahan terhadap korosi, sehingga sangat bagus untuk melapisi pelat besi dan baja. c. Cd tidak larut dalam basa dan dalam asam kelarutannya lebih kecil daripada seng. Cd banyak digunakan dalam elektroplating, sebagai elektroda dan sebagai campuran konduktor. Sifat kimia yang lain yaitu Cd dapat membentuk persenyawaan, antara lain CdO, Cd(OH) 2, CdS, CdF 2. Persenyawaan Cd sangat beracun. Kemungkinan karena substitusi untuk Zn atau logam lain dalam suatu enzim atau protein lain sehingga sangat berbahaya terhadap manusia (Widowati, 2008 dalam Handayani, 2010). 7. Adsorpsi Cd pada berbagai Adsorben Logam Cd menyebabkan toksisitas kronis pada lingkungan perairan dan sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, terutama yang tinggal didaerah terkontaminasi logam tersebut. Maka dari itu perlu adanya penanganan yang serius terhadap limbah industri yang mengandung logam berat tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kadar ion logam Cd dalam air limbah buangan. Dari berbagai teknik yang dilakukan adsorpsi merupakan metode pengolahan limbah yang lebih unggul bila dibandingkan dengan metode lain, tidak ada efek samping zat beracun. Penelitian mengenai adsorpsi ion logam Cd telah banyak dilakukan dalam berbagai medium adsorpsi maupun kajian faktor-faktor yang dapat mempengaruhi adsorpsi. Darjito dkk. (2006) mempelajari adsorpsi ion logam Cd 2+ pada kitosan alumina. Kemampuan adsorpsi dikaji berdasarkan pengaruh ph, waktu dan konsentrasi terhadap ion logam Cd 2+ dianalisis dengan Atomic Absorption Spectrometer (AAS). Hasil penelitian menunjukkan adsorpsi ion

10 15 logam Cd 2+ menggunakan adsorben kitosan-alumina memiliki ph optimum yaitu ph 7, waktu kontak optimum 15 menit serta konsentrasi ion logam Cd 2+ sebesar 40 ppm. Kapasitas adsorpsi sebesar 15,35 mg/g adsorben. Pada ph yang rendah larutan HCl yang ditambah cukup besar sehingga jumlah ion H + dalam larutan semakin banyak dan menyebabkan adsorben lebih cenderung mengikat H + daripada dengan ion logam Cd 2+. Peningkatan ph selanjutnya mengurangi jumlah ion H + sehingga meningkatkan kemampuan situs aktif mengikat ion logam Cd 2+. Penurunan jumlah ion logam ion logam Cd 2+ teradsorp pada ph semakin tinggi dimungkinkan karena ion-ion logam mulai terendapkan. Boparai dkk. (2010) mempelajari kinetika dan termodinamika adsorpsi ion logam Cd 2+ menggunakan nano zerovalent iron. Kemampuan adsorpsi dikaji berdasarkan variasi waktu dan isoterm adsorpsi. Hasil penelitian menunjukkan kinetika adsorpsi mengikuti pseudo orde dua dan mengikuti isoterm Langmuir. Penentuan isoterm adsorpsi dapat dilakukan dengan menghitung energi adsorpsi, dimana energi adsorpsi < 20 kj/mol mengikuti Isoterm Freundlich sedangkan pada energi adsorpsi > 20 kj/mol mengikuti isoterm Langmuir. Parameter termodinamika dapat ditentukan berdasarkan energi bebas, entalpi dan entropi. Energi bebas Gibbs yang bernilai negatif menunjukkan proses adsorpsi berlangsung spontan. Nursiah dkk. (2012) memanfaatkan serbuk kayu meranti merah teraktivasi sebagai biosorben Cd 2+. Adsorpsi ion logam Cd 2+ dilakukan dalam sistem batch selama 2 jam dan sisa ion logam dalam larutan dianalisis dengan Atomic Absorption Spectrometer (AAS). Kemampuan adsorpsi dikaji berdasarkan pengaruh ph, waktu optimum dan isoterm adsorpsi. Hasil penelitian menunjukkan adsorpsi Cd 2+ menggunakan adsorben serbuk kayu meranti merah memiliki ph optimum 5, waktu kontak optimum 100 menit dan mengikuti isoterm Freundlich dengan kapasitas maksimum 2,183 mg/g. Gugus fungsi yang terlibat pada biosorpsi Cd 2+ adalah gugus OH. Nisa (2013) telah meneliti kemampuan Kopoli (Eugenol-DVB) Terimpregnasi 5-Metil-4-(2-Thiazolilazo) Resorsinol sebagai adsorben ion logam Cd 2+. Adsorpsi dilakukan dengan metode batch, pada variasi ph, waktu kontak

11 16 dan konsentrasi awal ion logam Cd 2+. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorpsi optimum ion logam Cd 2+ menggunakan kopoli(eugenol-dvb) terimpregnasi 5-MTAR terjadi pada ph 7 dan waktu kontak 60 menit, mengikuti model kinetika Lagergren dengan konstanta laju adsorpsi sebesar 5,800x10-2 menit -1, cenderung mengikuti isoterm Langmuir dengan energi adsorpsi sebesar 28,610 kj/mol, dan kapasitas maksimum adsorpsi 7,710 mg/g. Sedangkan kopoli (eugenol-dvb) pada ph 6 dan waktu kontak 90 menit, mengikuti model kinetika Ho dengan konstanta laju adsorpsi sebesar 2x10-2 g mg -1 menit -1, cenderung mengikuti isoterm Langmuir dengan energi adsorpsi sebesar 29,780 kj/mol, dan kapasitas maksimum adsorpsi 5,170 mg/g. Mahmudah dan Cahyaningrum (2013) mempelajari konstanta laju adsorpsi ion logam Cd 2+ pada kitosan bead dan kitosan-silika bead. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorpsi ion logam Cd 2+ mencapai kesetimbangan pada waktu kontak 75 menit oleh kitosan bead dan 45 menit oleh kitosan silika bead. Model kinetika ytang sesuai untuk keduanya yaitu pseudo orde dua dengan konstanta laju adsorpsi 10801,447 g/mol.menit untuk kitosan bead dan 3625,625 g/mol.menit untuk kitosan-silika bead. B. Kerangka Pemikiran Limbah industri yang mengandung logam berat perlu dilakukan treatment sebelum dibuang ke lingkungan. Logam-logam berat yang berbahaya yang sering mencemari lingkungan antara lain merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), dan nikel (Ni). Logam-logam berat tersebut diketahui dapat terakumulasi di dalam tubuh suatu mikroorganisme dan tetap tinggal dalam jangka waktu lama sebagai racun (Darmono, 2001). Logam tersebut biasanya terakumulasi dalam limbah industri pupuk, kilang minyak, baja, tekstil, PLTU dan sebagainya. Ion kadmium sangat berbahaya yang bahayanya sama dengan raksa. Semua senyawa kadmium berpotensi berbahaya dan beracun. Penelitian ini menggunakan larutan Cd 2+ untuk diadsorpsi. Adsorpsi merupakan salah satu cara yang sederhana dan ekonomis untuk menanggulangi pencemaran logam dalam limbah cair. Metode adsorpsi memiliki

12 17 efisiensi yang cukup tinggi, dapat memanfaatkan limbah-limbah organik sebagai biosorben serta dapat diregenerasi kembali sehingga dapat dijadikan metode yang efektif menurunkan konsentrasi logam berat dalam perairan (Darjito, 2006). Salah satu contoh adsorben yang dapat digunakan yaitu kitosan. Kitosan merupakan biopolimer yang dapat dimanfaatkan sebagai penjerap ion logam berat (Nurdiani, 2005). Kemampuan kitosan untuk menjerap ion logam disebabkan oleh kandungan nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya. Namun seperti halnya polisakarida yang lain, kitosan menunjukkan kekuatan mekanis yang rendah (Taba dkk., 2010). Kitosan sedikit larut pada ph rendah, ini merupakan masalah dalam pengembangannya untuk aplikasi-aplikasi komersial. Kitosan juga lunak dan mempunyai kecenderungan menggumpal atau membentuk gel dalam larutan berair. Oleh karena itu perlu dilakukan modifikasi terhadap kitosan untuk dapat meningkatkan kemampuannya sebagai adsorben (Taba dkk., 2010). Upaya dalam mendapatkan adsorben yang efektif dilakukan modifikasi pengikatan kitosan dengan p-t-butilkaliks[4]arena. Pengikatan tersebut meningkatkan kapasitas adsorpsi terhadap adsorbat dibandingkan kitosan tanpa p- t-butilkaliks[4]arena (Restuti, 2012). Kemampuan kitosan untuk mengikat adsorbat dapat ditingkatkan dengan cara diikatsilangkan pada senyawa makromolekul crown eter seperti yang telah dilakukan oleh Wan dkk. (2002) (Restuti, 2012). Turunan senyawa yang telah diikatsilangkan mempunyai susunan bentuk ruang jaring sehingga mampu menjebak dan membentuk ikatan dengan ion logam. Kemampuan adsorpsi kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena terhadap Cd 2+ dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain derajat keasaaman (ph) awal larutan, waktu kontak antara adsorben dengan adsorbat, dan konsentrasi adsorbat. Variasi ph dilakukan untuk mengetahui ph optimum dari adsorben dalam proses adsorpsi. Derajat keasaman (ph) optimum dicapai pada variasi ph yang mempunyai kemampuan adsorpsi tinggi. Proses adsorpsi ion logam Cd 2+ oleh kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena dilakukan pada ph asam dan ph basa. Pada kondisi ph yang terlalu asam akan menghambat proses adsorpsi karena terjadi kompetisi antara ion logam Cd 2+

13 18 dengan H +, sedangkan semakin naiknya ph penyerapan semakin bagus karena berkurangnya kompetisi antara ion logam Cd 2+ dengan H +. Pada kondisi ph yang terlalu basa menjadikan konsentrasi OH - dalam larutan terlalu tinggi. Pada kondisi tersebut ion logam Cd 2+ dominan bereaksi dengan OH - sedangkan yang bereaksi dengan gugus aktif adsorben menjadi berkurang. Selain adanya kompetisi OH -, kondisi ph yang terlalu basa menyebabkan ion logam membentuk endapan sehingga mengganggu adsorpsi. Sehingga proses adsorpsi ion logam Cd 2+ oleh kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena dapat dimungkinkan terjadi pada ph yang tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa. Kapasitas adsorpsi dari kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena dianalisis menggunakan AAS. Berdasarkan waktu kontak yang diperoleh dapat diketahui jenis model kinetika adsorpsinya. Kinetika adsorpsi menyatakan laju reaksi pada proses penyerapan adsorbat oleh adsorben. Model kinetika yang dimungkinkan dari adsorpsi ion logam Cd 2+ oleh kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena cenderung mengikuti kinetika adsorpsi Ho (pseudo orde dua) karena dimungkinkan dalam proses adsorpsi baik adsorben maupun adsorbat saling mempengaruhi kinetika adsorpsi. Kinetika adsorpsi Ho menggambarkan kemungkinan adsorpsi kimia merupakan laju pengontrol pada proses adsorpsi (Mahmudah dan Cahyaningrum, 2013). Isoterm adsorpsi dari kitosan-p-t-buitilkaliks[4]arena dapat diketahui berdasarkan data menggunakan variasi konsentrasi awal ion logam Cd 2+ yang dapat dilakukan untuk mengetahui jenis adsorpsi fisika atau kimia yang terjadi antara ion logam Cd 2+ dengan kitosan-p-t-buitilkaliks[4]arena dibandingkan dengan kitosan. Kemungkinan isoterm adsorpsi yang terjadi adalah isoterm Langmuir karena dimungkinkan terjadi ikatan kimia antara ion logam Cd 2+ dengan gugus aktif kitosan-p-t-buitilkaliks[4]arena. Karakterisasi adsorben sebelum dan sesudah adsorpsi dilakukan menggunakan FTIR dan SEM-EDX. Karakterisasi menggunakan FTIR dilakukan guna mengetahui pergeseran gugus fungsi dan SEM-EDX untuk mengetahui bentuk morfologi dan komposisi dalam adsorben.

14 19 C. Hipotesis Berdasarkan literatur, penelitian sebelumnya, landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan maka hipotesis dapat disusun sebagai berikut : 1. Kondisi ph optimum adsorpsi ion logam Cd 2+ oleh kitosan-p-tbutilkaliks[4]arena terjadi pada kisaran ph tidak terlalu asam dan tidak terlalu basa. Semakin besar konsentrasi awal, maka ion logam Cd 2+ yang teradsorp semakin banyak. 2. Kinetika adsorpsi ion logam Cd 2+ oleh kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena cenderung mengikuti model kinetika Ho (pseudo orde dua). Laju adsorpsi dapat ditentukan berdasarkan persamaan kinetika adsorpsi. 3. Isoterm adsorpsi ion logam Cd 2+ oleh kitosan-p-t-butilkaliks[4]arena cenderung mengikuti isoterm Langmuir. Kapasitas adsorpsi maksimum ditentukan berdasarkan isoterm adsorpsinya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan kontribusi dalam peningkatan kualitas hidup manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup dikatakan tercemar apabila telah terjadi perubahanperubahan dalam tatanan lingkungan itu sehingga tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai akibat

Lebih terperinci

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kitosan merupakan senyawa dengan rumus kimia poli(2-amino-2-dioksi-β-d-glukosa) yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Kitosan serta turunannya sangat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan, karena dalam prosesnya akan dihasilkan produk utama dan juga produk samping berupa limbah produksi, baik limbah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya. 5 E. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (25 : 75), F. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (50 : 50), G. ampas sagu teraktivasi basa-bentonit teraktivasi asam (75 :

Lebih terperinci

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) Reaktor, Vol. 11 No.2, Desember 27, Hal. : 86- PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu) K. Haryani, Hargono dan C.S. Budiyati *) Abstrak Khitosan adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap diazinon, terlebih dahulu disintesis adsorben kitosan-bentonit mengikuti prosedur yang telah teruji (Dimas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong pesatnya perkembangan di berbagai sektor kehidupan manusia terutama sektor industri. Perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ekosistem di dalamnya. Perkembangan industri yang sangat pesat seperti

I. PENDAHULUAN. ekosistem di dalamnya. Perkembangan industri yang sangat pesat seperti I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan industri dan teknologi beberapa tahun terakhir ini menyebabkan peningkatan jumlah limbah, baik itu limbah padat, cair maupun gas. Salah satunya adalah pencemaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam berat merupakan komponen alami yang terdapat di kulit bumi yang tidak dapat didegradasi atau dihancurkan (Agustina, 2010). Logam dapat membahayakan bagi kehidupan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum penelitian akan dilakukan dengan pemanfaatan limbah media Bambu yang akan digunakan sebagai adsorben dengan diagram alir keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tomat merupakan buah dengan panen yang melimpah, murah, tetapi mudah busuk dan menjadi limbah yang mencemari lingkungan. Pemerintah daerah telah membuat kebijakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. 8 kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya. HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Kapasitas Tukar Kation Kapasitas tukar kation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Logam krom (Cr) merupakan salah satu logam berat yang sering digunakan dalam bidang perindustrian. Penggunaan logam krombiasanya terdapat pada industri pelapisan logam,

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Waktu Optimal yang Diperlukan untuk Adsorpsi Ion Cr 3+ Oleh Serbuk Gergaji Kayu Albizia Data konsentrasi Cr 3+ yang teradsorpsi oleh serbuk gergaji kayu albizia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit Penelitian ini menggunakan zeolit alam yang berasal dari Lampung dan Cikalong, Jawa Barat. Zeolit alam Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini. Berbagai macam industri yang dimaksud seperti pelapisan logam, peralatan listrik, cat, pestisida dan lainnya. Kegiatan tersebut dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran lingkungan karena logam berat merupakan masalah yang sangat serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan di bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Perkembangan industri di Indonesia saat ini berlangsung sangat pesat seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, hal ini ditandai dengan semakin banyaknya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 53 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Mutu Kitosan Hasil analisis proksimat kitosan yang dihasilkan dari limbah kulit udang tercantum pada Tabel 2 yang merupakan rata-rata dari dua kali ulangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat seperti kadmium, timbal dan tembaga yang berasal dari limbah industri sudah lama diketahui. Untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Stuktur Kimia Zeolit

TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Stuktur Kimia Zeolit TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Unsur kadmium dengan nomor atom 48, bobot atom 112,4 g/mol, dan densitas 8.65 g/cm 3 merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya, karena dalam jangka waktu panjang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna Adsorpsi Zat Warna Pembuatan Larutan Zat Warna Larutan stok zat warna mg/l dibuat dengan melarutkan mg serbuk Cibacron Red dalam air suling dan diencerkan hingga liter. Kemudian dibuat kurva standar dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Logam Berat Istilah "logam berat" didefinisikan secara umum bagi logam yang memiliki berat spesifik lebih dari 5g/cm 3. Logam berat dimasukkan dalam kategori pencemar lingkungan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Secara garis besar, penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu penentuan spektrum absorpsi dan pembuatan kurva kalibrasi dari larutan zat warna RB red F3B. Tahap

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis dan Karakterisasi Karboksimetil Kitosan Spektrum FT-IR kitosan yang digunakan untuk mensintesis karboksimetil kitosan (KMK) dapat dilihat pada Gambar 8 dan terlihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan perubahan lingkungan tidak menghambat perkembangan industri. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dan perubahan lingkungan tidak menghambat perkembangan industri. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi yang memunculkan berbagai macam industri tidak dapat dipisahkan dari pertimbangan lingkungan hidup, maka diperlukan suatu keseimbangan dimana pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti industri kertas, tekstil, penyamakan kulit dan industri lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia seperti industri kertas, tekstil, penyamakan kulit dan industri lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dalam bidang industri saat ini cukup pesat. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya industri yang memproduksi berbagai jenis kebutuhan manusia seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara penghasil tebu yang cukup besar di dunia. Menurut data FAO tahun 2013, Indonesia menduduki peringkat ke-9 dengan produksi tebu per

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan nilai ekonomi kandungan logam pada PCB (Yu dkk., 2009)

BAB I PENDAHULUAN. Perbandingan nilai ekonomi kandungan logam pada PCB (Yu dkk., 2009) BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Emas telah muncul sebagai salah satu logam yang paling mahal dengan mencapai harga tinggi di pasar internasional. Kenaikan harga emas sebanding dengan peningkatan permintaan

Lebih terperinci

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT 276 PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT Antuni Wiyarsi, Erfan Priyambodo Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Kampus Karangmalang, Yogyakarta 55281

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pencemaran belakangan ini sangat menarik perhatian masyarakat banyak.perkembangan industri yang demikian cepat merupakan salah satu penyebab turunnya kualitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis. Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi sinamaldehida dari minyak kayu manis Minyak kayu manis yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil penyulingan atau destilasi dari tanaman Cinnamomum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik, sehingga dapat meningkatkan kinerja kitosan-bentonit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban 5 Kulit kacang tanah yang telah dihaluskan ditambahkan asam sulfat pekat 97%, lalu dipanaskan pada suhu 16 C selama 36 jam. Setelah itu, dibilas dengan air destilata untuk menghilangkan kelebihan asam.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb)

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb) 48 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb) Hasil penelitian kadar kalsium (Ca) pengaruh pemberian kitosan pada ginjal puyuh yang terpapar

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu Rudi Firyanto, Soebiyono, Muhammad Rif an Teknik Kimia Fakultas Teknik UNTAG Semarang Jl. Pawiyatan Luhur

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Bagian ini akan dikemukakan teori-teori atau penelitian yang telah dilakukan yang mendasari penelitian pengaruh kitosan p-t-butilkaliks[4]arena sebagai adsorben

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Metode penelitian secara umum tentang pemanfaatan cangkang kerang darah (AnadaraGranosa) sebagai adsorben penyerap logam Tembaga (Cu) dijelaskan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan baik udara, tanah, ataupun air banyak terjadi akibat dari aktivitas manusia. Menurut UU No.32 tahun 2009, yang dimaksud dengan pencemaran adalah

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin dan Kitosan Isolasi kitin dan kitosan yang dilakukan pada penelitian ini mengikuti metode isolasi kitin dan kitosan dari kulit udang yaitu meliputi tahap deproteinasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya zaman dan tingkat peradaban manusia yang. sudah semakin maju semakin mendorong manusia untuk berupaya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya zaman dan tingkat peradaban manusia yang. sudah semakin maju semakin mendorong manusia untuk berupaya dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman dan tingkat peradaban manusia yang sudah semakin maju semakin mendorong manusia untuk berupaya dalam pemenuhan kebutuhan hidup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Perlakuan awal kaolin dan limbah padat tapioka yang dicuci dengan akuades, bertujuan untuk membersihkan pengotorpengotor yang bersifat larut dalam air. Selanjutnya

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan glukosamin hidroklorida (GlcN HCl) pada penelitian ini dilakukan melalui proses hidrolisis pada autoklaf bertekanan 1 atm. Berbeda dengan proses hidrolisis glukosamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dunia perindustrian di Indonesia semakin berkembang, salah satunya adalah industri elektroplating. Beragam barang perhiasan, peralatan rumah tangga, komponen

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4 Yuliusman dan Adelina P.W. Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Kampus UI, Depok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Studi kinetika adsorpsi merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam dunia industri selain kondisi kesetimbangan (isoterm adsorpsi) dari proses adsorpsi. Kinetika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar belakang I.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Limbah cair yang mengandung zat warna telah banyak dihasilkan oleh beberapa industri domestik seperti industri tekstil dan laboratorium kimia. Industri-industri tekstil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Polusi atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan atau berubahnya tatanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya teknologi di bidang pertanian, industri, dan kehidupan sehari-hari meningkatkan jumlah polutan berbahaya di lingkungan. Salah satu dampak peningkatan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia industri banyak memberikan dampak terhadap kehidupan manusia, di satu sisi dapat meningkatkan kualitas hidup manusia yaitu dengan meningkatnya pendapatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh

I. PENDAHULUAN. Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh kesetimbangan dinamik dan interaksi fisika-kimia. Logam berat dalam perairan antara lain

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. supaya dapat dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup. Namun akhir-akhir ini. (Ferri) dan ion Fe 2+ (Ferro) dengan jumlah yang tinggi,

BAB 1 PENDAHULUAN. supaya dapat dimanfaatkan oleh semua makhluk hidup. Namun akhir-akhir ini. (Ferri) dan ion Fe 2+ (Ferro) dengan jumlah yang tinggi, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan salah satu yang banyak diperlukan oleh semua makhluk hidup. Oleh sebab itu, air harus dilindungi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Surfaktan Gemini 12-2-12 Sintesis surfaktan gemini dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan metode termal. Reaksi yang terjadi adalah reaksi substitusi bimolekular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan kecenderungan yang mengarah pada green science, yaitu penguasaan ilmu pengetahuan yang membantu pelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk pada saat ini, mengakibatkan segala macam bentuk kebutuhan manusia semakin bertambah. Bertambahnya kebutuhan hidup manusia mengakibatkan

Lebih terperinci

ADSORPSI ZAT WARNA PROCION MERAH PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI SONGKET MENGGUNAKAN KITIN DAN KITOSAN

ADSORPSI ZAT WARNA PROCION MERAH PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI SONGKET MENGGUNAKAN KITIN DAN KITOSAN Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 ADSORPSI ZAT WARNA PROCION MERAH PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI SONGKET MENGGUNAKAN KITIN DAN KITOSAN Widia Purwaningrum, Poedji Loekitowati Hariani, Khanizar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Skema interaksi proton dengan struktur kaolin (Dudkin et al. 2004). 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Adsorben Penelitian ini menggunakan campuran kaolin dan limbah padat tapioka yang kemudian dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik dan nonionik. Mula-mula kaolin dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTHERM ADSORPSI Oleh : Kelompok 2 Kelas C Ewith Riska Rachma 1307113269 Masroah Tuljannah 1307113580 Michael Hutapea 1307114141 PROGRAM SARJANA STUDI TEKNIK KIMIA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi. Air digunakan hampir di setiap aktivitas makhluk hidup. Bagi manusia, air

Lebih terperinci

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+ MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA IV Peran Riset dan Pembelajaran Kimia dalam Peningkatan Kompetensi Profesional Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

Warna Bau ph Kuning bening Merah kecoklatan Coklat kehitaman Coklat bening

Warna Bau ph Kuning bening Merah kecoklatan Coklat kehitaman Coklat bening BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data Penelitian ini mengambil enam sampel limbah batik. Untuk mempermudah penyebutan sampel, sampel diberi kode berdasarkan tempat pengambilan sampel. Keterangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran lingkungan oleh logam berat menjadi masalah yang cukup serius seiring dengan penggunaan logam berat dalam bidang industri yang semakin meningkat. Keberadaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum mengenai pemanfaatan tulang sapi sebagai adsorben ion logam Cu (II) dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penjelasan Umum Penelitian ini menggunakan lumpur hasil pengolahan air di PDAM Tirta Binangun untuk menurunkan ion kadmium (Cd 2+ ) yang terdapat pada limbah sintetis. Pengujian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat

PENDAHULUAN. Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat membawa dampak bagi masyarakat Indonesia. Dampak positif dari industriindustri salah satunya yaitu terbukanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Persiapan Adsorben Cangkang Gonggong Cangkang gonggong yang telah dikumpulkan dicuci bersih dan dikeringkan dengan matahari. Selanjutnya cangkang gonggong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya perkembangan industri, semakin menimbulkan masalah. Karena limbah yang dihasilkan di sekitar lingkungan hidup menyebabkan timbulnya pencemaran udara, air

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2013 di Laboratorium Riset dan Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah kepada era industrialisasi. Terdapat puluhan ribu industri beroperasi di Indonesia, dan dari tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa sekarang kecenderungan pemakaian bahan bakar sangat tinggi sedangkan sumber bahan bakar minyak bumi yang di pakai saat ini semakin menipis. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam (Harry Agusnar) PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION

Lebih terperinci

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten) Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten (Asisten) ABSTRAK Telah dilakukan percobaan dengan judul Kinetika Adsorbsi yang bertujuan untuk mempelajari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Adsorbsi 2.1.1 Pengertian Adsorbsi Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu terhadap zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini; Latar Belakang: Sebelum air limbah domestik maupun non domestik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula.

BAB II LANDASAN TEORI. (Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, 1984). 3. Arang gula (sugar charcoal) didapatkan dari hasil penyulingan gula. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Arang Aktif Arang adalah bahan padat yang berpori dan merupakan hasil pembakaran dari bahan yang mengandung unsur karbon. Sebagian besar dari pori-porinya masih tertutup dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI digilib.uns.ac.id Pembuatan Kitosan dari Cangkang Keong Mas untuk Adsorben Fe pada Air BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka A.1. Keong mas Keong mas adalah siput sawah yang merupakan salah satu hama

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang 1 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN Pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah beracun dapat memutuskan mata rantai lingkungan hidup dan menghancurkan tatanan ekosistem. Limbah beracun umumnya

Lebih terperinci

SAP-GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

SAP-GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN SAP-GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN Mata kuliah : Kimia Kode : Kim 101/3(2-3) Deskripsi : Mata kuliah ini membahas konsep-konsep dasar kimia yang disampaikan secara sederhana, meliputi pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup. Sebagian besar bumi terdiri atas air karena luas daratan lebih kecil dibandingkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. LEMBAR INSTRUMEN WAWANCARA UNTUK GURU KIMIA, DAN GURU KEPERAWATAN TENTANG RELEVANSI MATERI KIMIA TERHADAP MATERI KEPERAWATAN

LAMPIRAN 1. LEMBAR INSTRUMEN WAWANCARA UNTUK GURU KIMIA, DAN GURU KEPERAWATAN TENTANG RELEVANSI MATERI KIMIA TERHADAP MATERI KEPERAWATAN LAMPIRAN 1. LEMBAR INSTRUMEN WAWANCARA UNTUK GURU KIMIA, DAN GURU KEPERAWATAN TENTANG RELEVANSI MATERI KIMIA TERHADAP MATERI KEPERAWATAN Pertanyaan 1. Bagaimana pendapat Anda tentang relevansi (kesesuaian)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MINYAK KELAPA SAWIT Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia [11]. Produksi CPO Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Polusi air oleh bahan kimia merupakan problem seluruh dunia. Ion logam berat adalah salah satu yang sangat berbahaya karena sangat toksik walaupun dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk kelompok senyawa polisakarida, dimana gugus asetilnya telah hilang sehingga menyisakan gugus amina

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82%

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82% konsentrasi awal optimum abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82% zeolit -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,5 mg/g - q%= 90% Hubungan konsentrasi awal (mg/l) dengan qe (mg/g). Co=5-100mg/L. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat yang berasal dari limbah industri sudah lama diketahui. Limbah cair yang mengandung logam berat

Lebih terperinci

ISOTERMA DAN TERMODINAMIKA ADSORPSI KATION PLUMBUM(II) PADA LEMPUNG CENGAR TERAKTIVASI ASAM SULFAT

ISOTERMA DAN TERMODINAMIKA ADSORPSI KATION PLUMBUM(II) PADA LEMPUNG CENGAR TERAKTIVASI ASAM SULFAT ISOTERMA DAN TERMODINAMIKA ADSORPSI KATION PLUMBUM(II) PADA LEMPUNG CENGAR TERAKTIVASI ASAM SULFAT A. Johan 1, Muhdarina 2, T. A. Amri 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Kimia 2 Bidang Kimia Fisika Jurusan

Lebih terperinci

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN KIMIA

KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN KIMIA KISI UJI KOMPETENSI 2013 MATA PELAJARAN KIMIA Kompetensi Menguasai karakteristik peserta Mengidentifikasi kesulitan belajar didik dari aspek fisik, moral, peserta didik dalam mata pelajaran spiritual,

Lebih terperinci

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase Skripsi Sarjana Kimia Oleh WENI ASTUTI 07132011 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PAKET UJIAN NASIONAL 7 Pelajaran : KIMIA Waktu : 120 Menit

PAKET UJIAN NASIONAL 7 Pelajaran : KIMIA Waktu : 120 Menit PAKET UJIAN NASIONAL 7 Pelajaran : KIMIA Waktu : 120 Menit Pilihlah salah satu jawaban yang tepat! Jangan lupa Berdoa dan memulai dari yang mudah. 1. Dari beberapa unsur berikut yang mengandung : 1. 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin meningkat seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Perkembangan tersebut diikuti dengan meningkatnya aktivitas

Lebih terperinci