Bab 2. Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah mampu hidup seorang diri. Sejak lahir

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 2. Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah mampu hidup seorang diri. Sejak lahir"

Transkripsi

1 Bab 2 Landasan Teori 2.1 Konsep Masyarakat Jepang Modern Manusia sebagai makhluk sosial tidak pernah mampu hidup seorang diri. Sejak lahir hingga dewasa ia memerlukan perawatan manusia lain, baik dalam arti fisik maupun mental. Mereka senantiasa hidup berkelompok dan membina kerja sama dalam mempertahankan hidup dan mengembangkan kehidupan bersama. Kehidupan bersama itu menimbulkan kebutuhan tatanan yang menjamin ketertiban hidup bersama. Betapapun kecilnya, setiap kelompok sosial memiliki pranata sosial sehingga kerangka acuan dan pedoman dalam menata kehidupan bersama bagi kelangsungan hidup suatu masyarakat. Setiap individu sebagai anggota suatu masyarakat harus mampu membina hubungan dengan sesamanya. Untuk itu, ia harus menguasai pengetahuan budaya agar mampu memainkan peran-peran sosialnya (Madubrangti, 2008:1). Keluarga menurut Osada dalam Prayogo (2007:18-19) adalah sebagai berikut:. Terjemahan: Definisi dari keluarga adalah suami istri sebagai pusat, anggota kerabat dekat yang mempunyai hubungan darah adalah orang tua dan anak, kakak adik dan lain lain. Anggota tersebut saling mengasihi satu sama lain dan mempunyai ikatan kepercayaan yang mengikat. Bagi masyarakat Jepang, kelompok merupakan keterkaitan sekumpulan orang-orang yang didasari atas kerja sama dan usaha untuk mencapai kesejahteraan pemenuhan kebutuhan. Masyarakat modern berevolusi dari buyarnya masyarakat desa dan kota yang 7

2 bersifat komunitas secara ketat. Meskipun setiap orang kain dalam nasyarakat massa ini juga sama saja terlepas dari masyarakat komunitas yang kecil, namun tidak ada ikatan yang mempersatukan mereka bersama-sama; semuanya mempunyai asal-usul pekejaan dan kelas sosial yang berlain-lainan. Latar belakang pendidikan dan asuhan juga berbedabeda. Karena tidak ada komunitas yang dapat meringankan perasaan keterasingan dan suasana tidak berdaya, dan tidak ada pula tradisi atau kebiasaan bersama, maka mereka hidup dalam suasana anomi. Hiruk-pikuk dan kemacetan kota-kota besar itu adalah tambahan yang penting bahkan sering disambut baik, bagi kehidupan orang-orang tersebut, tetapi setelah sepenuhnya menerjunkan diri ke dalam kehidupan yang penuh sesak ini, mereka tetap kesepian karena kurangnya hubungan-hubungan manusiawi. Unsur-unsur pembentuk masyarakat massa ini akhirnya berubah menjadi mayoritas yang anonim dan kerumunan tanpa bentuk (Riesman, 1991:123). Satu-satunya tempat pelarian mereka adalah keluarga mereka. Tetapi keluarga tidak selalu dapat menjadi tempat pelarian yang memadai bagi perasaan keterasingan dan tanpa daya. Bila akhirnya seseorang tidak menemukan rasa aman dalam kehidupan keluarganya, mungkin ia mencari pelarian pada nasionalisme, atau yang lebih buruk ia mungkin tergoda oleh daya tarik fasisme. Pekerjaan hanya membuat orang-orang ini menjadi roda gerigi dalam mesin atau menjadi banyak butir pasir yang bertebaran. Akibatnya mereka selalu mengalami frustrasi. Keinginan-keinginan yang tidak terpenuhi pada taraf tertentu dapat menyebabkan meledaknya emosi secara besar-besaran. Masyarakat tidak mendorong tumbuhnya pola-pola perkembangan pribadi yang membawa orang menuju apa yang oleh Riesman, Masyarakat Jepang Dewasa ini (1991:125) disebut manusia yang diarahkan 8

3 dari dalam. Orang-orang Jepang yang diarahkan oleh tradisi hanya mempunyai sedikit sumber untuk membuat kepuasan pribadi bilamana mereka diharapkan pada semacam perubahan luar yang ditimbulkan oleh modernisasi, karena dunia sekitarnya mulai menampakkan ciri-ciri masyarakat massa, reaksi mereka adalah menyesuaikan diri. Dalam proses itu, ia belajar menuruti orang-orang yang berwenang serta kecenderungan yang sudah unggul, ia menjadi diarahkan oleh orang lain. Menurut Dwianto (2006) menyatakan: Teknologi adalah sesuatu yang tertanam dalam kehidupan masyarakat Jepang, teknologi adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan lagi dalam masyarakat Jepang baik dalam ekonomi dan kehidupan mereka. Selain itu, Jepang sendiri telah diakui oleh dunia sebagai negara maju selama dua puluh lima tahun terakhir ini. 2.2 Konsep keluarga Bagi manusia sebagai individu, keluarga merupakan bentuk kelembagaan sosial pertama yang dihadapinya dalam bentang hidupnya. Sedangkan bagi manusia sebagai makhluk sosial, keluarga merupakan kelembagaan social terkecil dan terpenting, dimana manusia itu berada yang merupakan bagian dari suatu sistim masyarakat. Salah satu bentuk pranata sosial yang paling mendasar dan paling banyak mencakup aneka ragam kebutuhan manusia adalah keluarga. Keluarga juga merupakan suatu satuan kekerabatan dan satuan tempat tinggal. Berbagai kegiatan untuk memenuhi kebutuhan seksual, kemesraan, cinta kasih, melanjutkan keturunan dan sebagainya dapat dilakukan dalam pranata keluarga. Suatu keluarga dapat ditandai dengan adanya kerjasama ekonomi antar anggota keluarga (Suparlan:2006). Keluarga merupakan unit satuan terkecil dari suatu masyarakat atau bangsa. Dengan demikian, keluarga menjadi suatu wadah untuk melestarikan kebudayaan yang dilakukan 9

4 dengan proses sosialisasi teriyama terhadap anak-anak yang lahir sebagai anggota baru dalam kebudayaan masyarakatnya. Menurut Kiyomi dalam Soelistyowati (2003:18) definisi keluarga Jepang adalah sebagai berikut : Terjemahan : Suatu kelompok yang membentuk hubungan saudara dekat yang penting seperti kakak- adik dan orang tua anak dengan suami istri sebagai dasar dan dengan didukung oleh rasa kesatuan yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan. Orang tua dapat mempengaruhi perkembangan anak-anaknya baik secara langsung ataupun tidak langsung melalui pelaku orang tua sebagai model yang dapat diamati oleh anak-anaknya, hal ini disebabkan oleh pengalaman masa lalu dan kepribadian orang tua sehingga secara tidak sadar mempengaruhi penerapan pola asuh pada anaknya. Pola asuh yang diterapkan orang tua pada tiap keluarga berbeda satu sama lainnya. Perbedaan ini bergantung pada pandang hidup, pendidikan, status sosial dan karakteristik yang ada pada diri masing masing orang tua (Kail, 2001:395). Menurut Morgan (1992:21) keluarga adalah suatu kelompok sosial yang bercirikan tempat tinggal yang sama, adanya kerja sama ekonomis dan kegiatan reproduksi. Keluarga terdiri dari orang-orang dewasa dari kedua jenis kelamin, minimal dua orang yang memelihara hubungan seksual dalam aturan-aturan yang dapat diterima oleh lingkungan sosial atau masyarakatnya, dan satu atau lebih anak-anak, baik anak kandung maupun anak angkat. 10

5 Menurut Gunarsa (2004:1) pemberian kasih sayang dan pola asuh yang baik serta sesuai dengan perkembangan anak merupakan faktor yang kondusif dalam mempersiapkan anak menjadi pribadi yang sehat. Karena keluarga merupakan suatu wadah atau tempat dalam memenuhi kebutuhan manusia, terutama dalam hal biologis maupun pengembangan kepribadian dan pertahanan hidupnya. Menurut Schneiders dalam Yusuf (2007:43) mengemukakan bahwa keluarga ideal ditandai oleh ciri ciri sebagai berikut: 1. Minimnya perselisihan antar orang tua atau orang tua dengan anak 2. Ada kesempatan untuk menyatakan keinginan 3. Penuh kasih sayang 4. Penerapan disiplin yang tidak keras 5. Ada kesempatan untuk bersikap mandiri dalam berpikir, merasa dan berperilaku 6. Saling menghormati, menghargai (mutual respect) di antara orang tua dengan anak 7. Ada konferensi (musyawarah) keluarga dalam memecahkan masalah 8. Menjalin kebersamaan (kerjasama antar orang tua dan anak) 9. Orang tua memiliki emosi yang stabil 10. Berkecukupan dalam bidang ekonomi 11. Mengamalkan nilai nilai moral dan agama Pengertian mengenai kazoku, Toga dalam Torigoe (1993: 8) mengungkapkan: ( ) Terjemahan: Keluarga adalah kelompok kecil yang terbentuk berdasarkan ikatan batin yang kuat di antara sejumlah kecil kerabat dekat, yang beranggota inti orang orang yang mempunyai hubungan khusus seperti suami istri, orang tua dan anak. 11

6 Apabila dalam suatu keluarga tidak mampu menerapkan atau melaksanakan fungsi fungsi seperti telah diuraikan di atas, keluarga tersebut berarti mengalami stagnasi (kemandegan) atau disfungsi yang pada gilirannya akan merusak kekokohan konstelasi keluarga tersebut (khususnya terhadap perkembangan kepribadian anak). Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk menerapkan pola asuh secara tepat dan sesuai kebutuhan pada anak. Kesalahan dalam menerapkan pola asuh akan berakibat buruk pada perkembangan anak (Yusuf, 2007:43-44) Konsep Keluaga Inti Keluarga inti (kakukazoku) adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anakanak yang dihasilkan dari perkawinan mereka. Munurut Japanese Life Today (1991:7): Terjemahan : Saat ini di kota-kota besar telah banyak bermunculan keluarga-keluarga yang menggunakan konsep keluarga inti yang terdiri dari suami istri serta anak mereka. Tetapi banyak masalah atau problematika yang timbul pada keluarga yang memakai sistem keluarga inti. Proses sosialisasi di lingkungan keluarga bermula dari hubungan ibu dengan anak sejak ia dilahirkan. Gerakan menangis, buang air kecil, dan minum ASI adalah gerakan spontanitas anak sejak lahir. Hal ini menunjukan bahwa ada latihan sebagai proses belajar anak pada tahap pertama dalam bentuk pribadinya. Dalam hal ini ibu jari berperan sebagai orang lain,dan hubungan social yang terjadi pada anak hanya dengan ibunya. 12

7 Hubungan ini kemudian meluas menjaadi adanya hubungan ayah. Keberadaan ayah sama dengan keberadaan ibu, yaitu keberadaan yang menunjukan hubungan sosial secara vertical, antara orang tua dan anak. Apabila ia mempunyai saudara hubungan sosial yang terjadi dengan saudaranya adalah hubungan sosial secara horizontal, di antara mereka mempunyai kedudukan sosial yang sama terhadap kedua orang tuanya. Hubungan sosial dengan kedua orang tua dan dengan saudara ini adalah hubungan saudara yang mempunyai hubungan darah. Kesibukan ayah di kantor menyebabkan munculnya ungkapan hatarakibachi (lebah pekerja), yaitu ayah yang tugasnya hanya sebagai pencari nafkah tidak memikirkan kehidupan keluarganya. Selain itu ada juga ungkapan kaishaningen (manusia perusahaan), karena keberadaannya lebih banyak di perusahaan dari pada dirumah. Ketidakhadiran ayah diantara keluarga membuat peran ayah dirumah digantikan dengan ibu. Sang ibu mengajarkan aturan aturan yang menjadi norma masyarakat. Ia sangat memperhatikan perkembangan pendidikan sekolah anaknya, disamping ia melakukan pekerjaan rumah tangganya. Akibatnya, anak menilai bahwa ibu sangat turut campuri urusan anaknya tentang pendidikan sekolah. Ketidaknyamanan anak terhadap peran ibunya dalam ikut campur urusan sekolah dirasakan sudah tidak wajar sehingga muncul ungkapan kanpukanbo di dalam kehidupan anak yang berarti ayah yang lembut dan ibu yang sangat ikut campur.(madubrangti, 2008:10) Sebaliknya, para ibu mengatakan bahwa campur tangan mereka terhadap pendidikan sekolah anaknya ini dikarenakan kasih sayang yang sangat besar terhadap anaknya. Ibu tidak marah terhadap kenakalan anak yang dilakukan di rumah, atau ibu tidak memperhatikan kenakalan anak diluar rumah, tapi ibu sangat marah apabila anak tidak 13

8 mengikuti keinginannya. Ibu menganggap bahwa keinginan itu bukan keinginannya secara pribadi, tapi keinginan masyarakatnya, yaitu keinginan menjadi masyarakat Jepang sebagai gakurekishakai (masyarakat beriwayat pendidikan). Tuntutan masyarakat yang disampaikan sangat ketat oleh para ibu dirumah terhadap anak anaknya menyebabkan muncul ungkapan kyouikumama, yaitu ungkapan terhadap ibu yang memberikan perhatian berlebihan dalam hal belajar anak yang berhubungan dengan pendidikan sekolah, sehingga anak merasakan kebebasannya hilang. Anak merasa bahwa pendidikan tambahan yang diharuskan oleh ibunya untuk diambil bukan keinginannya. Anak merasa sang ibu menjelalinya secara paksa dengan pelajaran pelajaran sekolah yang sangat menjenuhkan. Proses sosialisasi yang terjadi didalam keluarga mengakibatkan anak kehilangan kebebasan pribadi. Keinginan untuk bersama temannya lebih dominan dari pada di rumah. Dari sudut pandang orang tua, siklus hidup keluarga inti bermula dari perkawinan, kelahiran anak, membesarkan anak, perkawinan anak sampai akhirnya kembali tinggal pasangan orang tua saja dan keluarga inti tersebut berakhir dengan kematian salah satu dari pasangan tersebut. Munurut Japanese Life Today (1991:7): Terjemahan : Sekarang beberapa pasangan muda yang telah nenikah dan memiliki beberapa orang anak, mereka harus memikirkan apa yang akan terjadi apa yang harus mereka perbuat ketika mereka tua dan harus hidup sendiri. 14

9 2.3 Teori Psikologi Skizofrenia Bleuler dalam Carson (1992:132) adalah orang yang pertama kali menciptakan istilah Skizofrenia pada tahun Ia menyebut skizofrenia atau split mind karena ia berfikir bahwa kondisinya ditandai pertama-tama oleh proses berfikir, kemudian adanya kelemahan koherensi antara pikiran dan perasaan, dan adanya orientasi ke dalam diri yang menjauhi realitas. Keretakkan melahirkan kepribadian yang ganda, tetapi berupa keretakan di dalam sisi intelektual, antara intelektual dengan emosi, dan antara intelektual dengan realitas. Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis yang ditandai terutama distorsi-distorsi mengenai realitas, juga sering terlihat adanya prilaku menarik diri dari masyarakat sosial. Ada juga ahli yang berpendapat bahwa terdapat perbedaan antara skizofrenia dengan neurotik, yaitu bahwa penderita neurotik mengalami gangguan terutama bersifat emosional, sedangkan skizofrenia terutama mengalami gangguan dalam pikiran. Skizofrenia merupakan gangguan yang benar-benar membingungkan atau menyimpan teka-teki. Pada saat, orang-orang dengan skizofrenia berfikir dan berkomunikasi dengan sangat jelas, memiliki pandangan yang tepat atas realita, dan berfungsi secara baik dalam kehidupan sehari-hari. Pada saat yang lain, pemikiran dan kata-kata mereka terbalikbalik, mereka kehilangan sentuhan dengan realita, dan mereka tidak mampu memelihara diri mereka sendiri, bahkan dalam banyak cara yang mendasar (Nolen, 2004:134) Gangguan skizofrenia terkadang berkembang pelan-pelan dan tidak nampak dengan jelas. Dalam kasus-kasus tertentu, gambaran klinis didominasi oleh perasaan kurang hangat, minatnya makin lama makin lemah terhadap dunia lingkungannya, dan melamun 15

10 yang berlebihan serta tidak adanya responsivitas emosional. Akhirnya, respon-respon yang tidak selaras atau ringan saja tampil, misalnya tidak begitu peduli terhadap barang umum milik masyarakat. Beberapa kondisi pikologis yang menjadi faktor skizofrenia antara lain anak yang dipelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya (Nolen, 2004:137). Pada remaja perlu diperhatikan kepribadian pra-sakit yang merupakan faktor predisposisi skizofrenia, yaitu gangguan kepribadian paranoid atau kecurigaan berlebihan, menganggap semua orang sebagai musuh. Gangguan kepribadian skizoid yaitu emosi dingin, kurang mampu bersikap hangat dan ramah pada orang lain serta selalu menyendiri. Pada gangguan skizotipal orang memiliki perilaku atau tampilan diri aneh dan ganjil, percaya hal-hal aneh, pikiran magis yang berpengaruh pada perilakunya, persepsi pancaindra yang tidak biasa, pikiran obsesif tak terkendali, pikiran yang samarsamar, penuh kiasan, sangat rinci dan ruwet. Mereka yang normal bisa saja menderita skizofrenia jika stresor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi (Sutardjo, 2005:146). Orang-orang dengan paranoid skizofrenia secara tinggi melawan argumen-argumen atau pendapat-pendapat yang melawan delusi mereka dan bisa jadi lebih mudah marah terhadap setiap orang yang berdebat dengan mereka. Mereka mungkin bertindak sangat arogan dan seolah-olah mereka superior terhadap orang lain, atau mungkin tetap jauh dan mencurigai. Kombinasi atau gabungan dari delusi penyiksaan dan kebesaran dapat mengarahkan orang-orang dengan tipe skizofrenia ini untuk bunuh diri dan bengis atau kejam pada orang lain (Kendler, 1994:147) 16

11 Menurut Sutardjo (2005:53), indikator pra-sakit skizofrenia antara lain ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang atau berputar-putar. Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi. Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin. Menurut Sutardjo (2005:68) gejala-gejala skizofrenia secara umumnya bisa dibagi menjadi dua kelas: 1. Gejala-Gejala Positif : Termasuk halusinasi, delusi, gangguan pemikiran. Gejala-gejala ini disebut positif karena merupakan manifestasi jelas yang dapat diamati oleh orang lain. 2. Gejala-Gejala Negatif : Gejala-gejala yang dimaksud disebut negatif karena merupakan kehilangan dari ciri khas atau fungsi normal seseorang. Termasuk kurang atau tidak mampu menampakkan atau mengekspresikan emosi pada wajah dan perilaku, kurangnya dorongan untuk beraktifitas, tidak dapat menikmati kegiatan-kegiatan yang disenangi dan kurangnya kemampuan bicara. Penderita skizofrenia memerlukan perhatian dan empati, namun keluarga perlu menghindari reaksi yang berlebihan seperti sikap terlalu mengkritik, terlalu memanjakan dan terlalu mengontrol yang justru bisa menyulitkan penyembuhan. Perawatan terpenting 17

12 dalam menyembuhkan penderita skizofrenia adalah perawatan obat-obatan antipsikotik yang dikombinasikan dengan perawatan terapi psikologis. Kesabaran dan perhatian yang tepat sangat diperlukan oleh penderita skizofrenia. Keluarga perlu mendukung serta memotivasi penderita untuk sembuh (Wolberg, 2001:66) Halusinasi Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada pasien dengan gangguan jiwa, halusinasi sering diidentikkan dengan Skizofrenia. Dari seluruh pasien Skizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Menurut Hoeksama (2004:141) halusinasi ada bermacam-macam 1. Halusinasi pendengaran Pada halusinasi ini dimana orang mendengar suara-suara, musik, dan lain-lain, yang sebenarnya tidak ada. Ini merupakan yang paling sering muncul dan rata-rata lebih sering pada perempuan dibandingkan laki-laki. Suara-suara tersebut mungkin juga menyuruh mereka melukai seseorang atau melukai diri mereka sendiri. Orang-orang dengan gangguan skizofrenia mungkin bicara balik membalas suara tersebut, bahkan sebagaimana mereka berbicara kepada orang lain. 2. Halusinasi penglihatan Halusinasi ini biasanya seringkali berbarengan dengan halusinasi pendengaran. Pada halusinasi ini dimana orang meihat seseorang, makhluk gaib, bahkan sesuatu barang, yang sebenarnya tidak ada. Halusinasi yang dialami oleh penderita biasanya berbeda intensitas dan keparahannya. 18

13 Fase halusinasi terbagi empat tahap : 1. Fase pertama Pada frase ini penderita mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah, kesepian. Penderita mungkin atau memfokuskan pikiran pada hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini menolong untuk sementara. 2. Fase kedua Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal, penderita berada pada tingkat listening pada halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas. 3. Fase ketiga Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol penderita menjadi terbiasa dan tidak berdaya pada halusinasinya. Halusinasi memberi kesenangan dan rasa aman sementara. 4. Fase keempat Penderita merasa terpaku dan tidak berdaya melepas diri dari kontrol halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah dan memarahi penderita tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya (Nolen, 2004:12) Delusi Delusi merupakan gagasan (idea) atau pendapat bahwa seorang individu meyakini suatu kebenaran, yang kemungkinan besar bahkan hampir pasti, jelas, dan tidak mungkin. Tentu saja, banyak orang terkadang memegang keyakinan yang kemungkin besar bisa jadi salah dan dikuasai keyakinannya sendiri. Tetapi orang-orang yang mengalami delusi 19

14 seringkali sangat bertahan untuk mendebatkan fakta-fakta yang berlawanan dengan keyakinan mereka. Penelitian yang membandingkan orang Jepang yang mempunyai skizofrenia dengan orang Eropa Barat yang mempunyai skizofrenia telah membuktikannya, dikalangan orang Jepang, delusi difitnah oleh orang lain dan bahwa orang lain mengetahui sesuatu yang buruk tentang mereka relatif sering muncul, mungkin karena penekanan dalam kebudayaan orang Jepang, dalam hal bagaimana seseorang dipikirkan oleh orang lain. 2.4 Teori Penokohan Dalam pembicaraan sebuah fiksi, istilah tokoh menunjuk pada orangnya atau pelaku ceritanya. Penokohan dan karakterisasi - karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, menunjuk pada penempatan tokoh2 tertentu dengan watak2 tertentu dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2002:8). Menurut Nurgiyantoro (2002:8) menjelaskan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang di tampilkan dalam sebuah cerita. Penokohan juga mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita. Sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyaran pada tekhnik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. Menurut Mido dalam Abriani (2006:8), sebuah cerita tentu terdiri dari peristiwa atau kejadian. Suatu peristiwa terjadi karena aksi atau reaksi tokoh-tokoh. Mungkin antara tokoh dengan tokoh, antara tokoh dengan lingkungan atau mungkin pula antara tokoh dengan dirinya sendiri 20

15 Menurut Oemarjati dalam Abriani (2006:9) menerangkan bahwa tokoh hidup dalam cerita ialah tokoh yang mmpunyai tiga dimensi, yaitu: 1. Dimensi fisiologis, yaitu ciri ciri fisik sang tokoh: jenis kelamin, umur, keadaan tubuh/tampang, ciri ciri tubuh, raut muka dan sebagainya. 2. Dimensi sosiologis, yaitu unsur unsur status sosial, pekerjaan, jabatan, peranan dalam masyarakat, pendidikan, pandangan hidup, agama dan kepercayaan, dan lain-lain. 3. Dimensi psikologis, yaitu mentalitas, tempramen, perasaan perasaan dan keinginan pribadi, sikap dan watak, kecerdasan, dan lain-lain. 21

Bab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan

Bab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan Bab 5 Ringkasan 5.1 Ringkasan Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan tentang teori psikologi penyakit skizofrenia yang akan saya gunakan untuk membuat analisis

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan

Lebih terperinci

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Pendahuluan Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Proses utama perkembangan anak merupakan hal

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri)

MODUL PERKULIAHAN. Kesehatan Mental. Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) MODUL PERKULIAHAN Kesehatan Mental yang Berkaitan dengan Kesejahketaan Psikologis (Penyesuaian Diri) Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 03 MK61112 Aulia Kirana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam dirinya maupun lingkungan luarnya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang Masalah. Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat

BAB I PENDAHULUAN. E. Latar Belakang Masalah. Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat BAB I PENDAHULUAN E. Latar Belakang Masalah Remaja biasanya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat dalam kehidupannya. Hal tersebut disebabkan pertumbuhan yang begitu pesat dan perkembangan mental

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut.

BAB II LANDASAN TEORI. yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep. 1. Pengertian Novel. Novel atau sering disebut sebagai roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, masalah kesehatan jiwa banyak terjadi dengan berbagai variasi dan gejala yang berbeda-beda. Seseorang dikatakan dalam kondisi jiwa yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1. Kesimpulan Bab ini berusaha menjawab permasalahan penelitian yang telah disebutkan di bab pendahuluan yaitu melihat gambaran faktor-faktor yang mendukung pemulihan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. hakekat itu, manusia selalu berusaha untuk selalu memenuhi kebutuhannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial, yang tidak bisa hidup sendiri, saling membutuhkan dan saling tergantung terhadap manusia lainnya, dengan sifat dan hakekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pematangan dan belajar (Wong, 1995) fungsi pematangan organ mulai dari aspek sosial, emosional, dan

BAB I PENDAHULUAN. proses pematangan dan belajar (Wong, 1995) fungsi pematangan organ mulai dari aspek sosial, emosional, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemahaman pertumbuhan dan perkembangan anak diperlukan suatu kepekaan terhadap kebutuhan anak, karena dengan kepekaan tersebut pemahaman dapat mudah diperoleh. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya manusia memerlukan hubungan interpersonal yang positif baik dengan individu lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia dalam kehidupannya. Kemajuan zaman memiliki nilai yang positif dalam kehidupan manusia, dimana pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju, modern, industri dan termasuk Indonesia. Meskipun gangguan

Lebih terperinci

Halusinasi dan cara mengatasinya

Halusinasi dan cara mengatasinya Halusinasi dan cara mengatasinya K ita sering melihat penderita skizofrenia yang tertawa, menangis atau berbicara sendiri. Mereka melakukan itu bukannya tanpa sebab. Perilaku yang aneh tersebut timbul

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Skizofrenia merupakan salah satu gangguan kejiwaan berat dan menunjukkan adanya disorganisasi (kemunduran) fungsi kepribadian, sehingga menyebabkan disability (ketidakmampuan)

Lebih terperinci

The Genain Quadruplets: Kembar Empat yang Mengalami Gangguan Jiwa

The Genain Quadruplets: Kembar Empat yang Mengalami Gangguan Jiwa The Genain Quadruplets: Kembar Empat yang Mengalami Gangguan Jiwa Kembar empat dan semuanya mengalami gangguan jiwa?? Memangnya ada?? Benar, ini adalah peristiwa langka. Menurut Rosenthal -seorang peneliti--

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia diciptakan pastilah memiliki sebuah keluarga, baik keluarga kecil maupun keluarga besar dan keluarga merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing bisa masuk ke negara Indonesia dengan bebas dan menempati sector-sektor

BAB I PENDAHULUAN. asing bisa masuk ke negara Indonesia dengan bebas dan menempati sector-sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki era globalisasi ini membawa Indonesia dalam tantangan yang berat, khususnya dalam sektor tenaga kerja. Sebab pada era globalisasi ini tenaga kerja asing bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB II IBU DAN ANAK. Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah,

BAB II IBU DAN ANAK. Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, BAB II IBU DAN ANAK 2.1 Arti Ibu Pengertian keluarga berarti nuclear family yaitu yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah dan ibu dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua dan mampu memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Strauss et al (2006) skizofrenia merupakan gangguan mental yang berat, gangguan ini ditandai dengan gejala gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tokoh Penokohan merupakan suatu bagian terpenting dalam membangun sebuah cerita. Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan tokoh dalam cerita, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak mengalami masalah-masalah kompleks dalam kehidupannya yang sebenarnya berasal dari diri sendiri, sehingga tanpa sadar manusia menciptakan mata

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Karena akhir-akhir ini film Jepang mulai kembali menyita perhatian para

Bab 5. Ringkasan. Karena akhir-akhir ini film Jepang mulai kembali menyita perhatian para Bab 5 Ringkasan Karena akhir-akhir ini film Jepang mulai kembali menyita perhatian para penikmatnya dengan konflik-konflik cerita yang semakin unik dan menarik, serta banyak konflik yang bisa diangkat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pengatasan Masalah Lazarus menyebut pengatasan masalah dengan istilah coping. Menurut Lazarus dan Folkman (1984) pengatasan masalah merupakan suatu proses usaha individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB 5. Ringkasan. memaparkan ringkasan isi skripsi yang mengenai latar belakang penyebab hiperseksual

BAB 5. Ringkasan. memaparkan ringkasan isi skripsi yang mengenai latar belakang penyebab hiperseksual BAB 5 Ringkasan Pada bab ini yang juga merupakan bab terakhir dalam skripsi ini, penulis akan memaparkan ringkasan isi skripsi yang mengenai latar belakang penyebab hiperseksual pada tokoh Yuriko Hirata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jepang adalah salah satu negara maju yang cukup berpengaruh di dunia saat ini. Jepang banyak menghasilkan teknologi canggih yang sekarang digunakan juga oleh negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi orang tua dari anak-anak mereka. Orang tua merupakan individu yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi orang tua dari anak-anak mereka. Orang tua merupakan individu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan anugrah yang sangat berarti bagi orang tua karena setelah pasangan menikah, peran selanjutnya yang di dambakan adalah menjadi orang tua dari anak-anak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang mereka lahirkan. Dalam kelompok ini, arus kehidupan di kemudikan oleh

I. PENDAHULUAN. yang mereka lahirkan. Dalam kelompok ini, arus kehidupan di kemudikan oleh I. PENDAHULUAN A..Latar Belakang Keluarga sebagai kelompok masyarakat terkecil terbentuk oleh ikatan dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, wanita dan pria serta anak-anak yang mereka lahirkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dari masalah yang diteliti, rumusan masalah, tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian, serta manfaat penelitian. 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi perilaku, yaitu bagaimana prestasi kerja yang ditampilkan oleh individu baik proses maupun hasilnya,

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga adalah satuan sosial yang paling mendasar, dan terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak (baik yang dilahirkan ataupun diadopsi). Menurut

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi mendefinisikan perkembangan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian kecerdasan emosional Kecerdasan emosional, secara sederhana dipahami sebagai kepekaan mengenali dan mengelola perasaan sendiri dan orang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas 1 /BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara - negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah banyak pernyataan yang dikemukakan bahwa Indonesia sekarang krisis keteladanan. Krisis keteladanan maksudnya tidak ada lagi tokoh yang pantas menjadi idola,

Lebih terperinci

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL

STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL STRATEGI COPING UNTUK MEMPERTAHANKAN PERKAWINAN PADA WANITA YANG SUAMINYA MENGALAMI DISFUNGSI SEKSUAL TESIS Diajukan Kepada Program Studi Magister Sains Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga

BAB I PENDAHULUAN. yang menyeluruh dalam menjalankan fungsi-fungsinya, karena keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menjadi unit terkecil dalam lingkup masyarakat yang memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap suatu kondisi. Dalam ruang lingkup keluarga terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang individu mulai menghadapi konflik sejak ia lahir dalam dunia. Setiap orang mempunyai cara bermacam-macam untuk menghadapi konflik yang mereka hadapi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada suatu organisasi atau perusahaan kualitas produk yang dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan menggunakan produk tersebut. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, dan sosialisasi dengan orang sekitar (World Health Organization,

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, dan sosialisasi dengan orang sekitar (World Health Organization, BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Gangguan jiwa merupakan sekumpulan gangguan pada fungsi pikir, emosi, perilaku, dan sosialisasi dengan orang sekitar (World Health Organization, 2001). Gangguan jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keterampilan sosial (social skill) adalah kemampuan untuk dapat berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain. Keterampilan sosial meliputi beberapa hal, diantaranya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA 1 HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Disusun oleh : AHMAD ARIF F 100 030

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga

BAB I PENDAHULUAN. mengenal awal kehidupannya. Tidak hanya diawal saja atau sejak lahir, tetapi keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang terlahir pada umumnya dapat mengenal lingkungan atau orang lain dari adanya kehadiran keluarga khususnya orangtua yg menjadi media utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 KONTEKS MASALAH Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia yang tidak akan pernah terlepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Kita mengetahui bahwa manusia merupakan makhluk yang

Lebih terperinci

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING

BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE PAINTING BAB II KONSEP KETERAMPILAN SOSIAL ANAK USIA DINI DAN TEKNIK COLLECTIVE A. Konsep Keterampilan Sosial Anak Usia Dini 1. Keterampilan Sosial Anak usia dini merupakan makhluk sosial, unik, kaya dengan imajinasi,

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu, termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, Dadang yang awalnya ingin melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara serentak batal menikah, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fenomena berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami lawan jenisnya

Lebih terperinci

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. 1. Inisial : Sdr.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. 1. Inisial : Sdr. BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG A. Identitas Pasien 1. Inisial : Sdr. W 2. Umur : 26 tahun 3. No.CM : 064601

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi merupakan aktivitas ilmiah tentang prilaku manusia yang berkaitan dengan proses mental

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Disusun oleh : CAHYO FIRMAN TRISNO. S J 200 090

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita 1. Defenisi Wanita Murad (dalam Purwoastuti dan Walyani, 2005) mengatakan bahwa wanita adalah seorang manusia yang memiliki dorongan keibuan yang merupakan dorongan instinktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang BAB II TINJAUAN TEORI A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Panti sosial asuhan anak menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2004:4) adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab

Lebih terperinci