IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Produk keripik kentang yang dihasilkan kemudian dihitung kadar air, kadar
|
|
- Yohanes Susanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Produk keripik kentang yang dihasilkan kemudian dihitung kadar air, kadar abu dan kadar proteinnya dalam keadaan keripik kentang mentah. Sedangkan produk keripik kentang yang sudah digoreng dianalisa kandungan Asam Lemak Bebas (ALB), dan kekerasan diuji secara obyektif dengan alat Instron Table Model 1140 dan secara subyektif dengan uji organoleptik untuk wama, rasa dan tekstur. A. Kadar Air Berdasarkan analisa sidik ragam (Lampiran 2) diketahui bahwa kadar air dipengaruhi nyata oleh jenis kalsium yang ditambahkan dan dipengaruhi sangat nyata oleh perlakuan pengeringan serta interaksi antara jenis kalsium serta metode pengeringan. Hasil pengamatan kadar air keripik kentang berkisar antara 4.34 persen sampai persen berat kering. Rata-rata kadar air keripik kentang dengan penjemuran sebesar persen sedangkan rata-rata kadar air keripik kentang dengan pengering kabinet adalah 4.80 persen berat kering. Menurut Fennema (1976), air yang teranalisa pada penetapan kadar air adalah air bebas yang ada dalam suatu bahan. Perlakuan perendaman garam kalsium sangat mempengaruhi kadar air keripik kentang. Menurut Wills dan Tarmizi (1977), kalsium memiliki sifat dapat mengikat molekul-molekul air yang terdapat dalam bahan sehingga membentuk hidrat.
2 26 Kadar air keripik kentang yang diberi perlakuan perendaman garam kalsium sui fat berbeda nyata dengan keripik kentang yang diberi perlakuan perendaman garam kalsium oks ida, dapat dilihat pada Tabel 2. Hal ini disebabkan karena kentang yang diberi perlakuan perendaman kalsium sulfat menghasilkan tekstur yang lebih kaku daripada kentang dengan perendaman kalsium oksida. Kekakuan ini disebabkan oleh berikatannya molekul kalsium dengan pektin dalam jaringan kentang sehingga kentang memiliki tekstur yang rapat (tidak porous) yang menyebabkan air terikat dalam jaringan kentang, sehingga air akan lebih sulit keluar saat dikeringkan. Menurut Meyer (1973), perendaman buah dalam larutan garam kalsium akan menghasilkan reaksi menyilang antara kalsium dengan gugus karboksil dari pektin dalam jaringan. Tabel 2. Pengaruh perlakuan jenis kalsium dan metode pengeringan terhadap kadar air keripik kentang Perlakuan Faktor perlakuan Kadar air (%) Jenis Kalsium Kalsium sulfat 7.52" Kalsium klorida 7.69 ab, Kalsium oksida 7.81b Metode pengeringan Pengering kabinet 5.64" Penjemuran 9.70 b keteran g an : an gy<> ka an" disertai huruf yg an berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 %
3 27 Metoda pengeringan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air keripik kentang. Menurut Yamazaki dan Hayashida (1976) yang dikutip oleh Robbins (1976), potongan-potongan buah untuk pembuatan keripik dikeringkan terlebih dahulu sampai kadar air 6-8 persen. Kandungan air keripik kentang yang dihasilkan diluar rentang tersebut (6-8 %) dapat dilihat pada Lampiran 1, karena pada penjemuran sangat dipengaruhi oleh faktor yang sulit dikendalikan seperti suhu, kelembaban dan intensitas panas yang berfluktuasi. Sedangkan pengering kabinet menghasilkan kadar air yang lebih rendah karena suhu, kelembaban udara dan waktu pengeringan dapat diatur dan diawasi sehingga menurut Von Loesecke (1955) mutu produk kering yang diperoleh akan lebih baik. 12 _~._1 j. <---"- 10! i~ i = i ~\!,.-4"-----""-" f-.~.--,-.- 8 l.. 6 ~ ~ "./ f=:; ~~-. -~E-,/ o~~~ ~~d-~~~~~~~~~~7 A1e, A1C2 A2C1 A2C2 Mel A3C2 Perlakuan Keterangan: Al = Kalsium sulfat A2 = Kalsium klorida A3 = Kalsium oksida CI = penjemuran C2 = pengering kabinet Gambar 2. Histogram pengaruh perendaman jenis kalsium dan metoda pengering terhadap kadar air keripik kentang
4 28 Perlakuan perendaman garam kalsium klorida dan pengering kabinet berpengaruh sangat nyata pada kadar air keripik kentang. Gambar 2 menunjukkan bahwa kadar air keripik kentang dengan perlakuan pengering kabinet lebih rendah daripada penjemuran dalam berbagai jenis kalsium. Keripik kentang dengan perlakuan perendaman kalsium klorida dan dikeringkan dengan kabinet memiliki kandungan air terendah yaitu sebesar 4-6 %. Hal ini disebabkan karena garam kalsium klorida lebih mudah larut yang menyebabkan semakin mudah ion kalsium berpenetrasi ke dalam jaringan kentang. Semakin banyak ion kalsium yang berpenetrasi kedalam jaringan diduga dapat memperjebar pori-pori jaringan sehingga mempermudah molekul-lolekul air untuk teruapkan selama proses pengeringan. Sehingga ketika dikeringkan pada kondisi yang dapat dikontrol menghasilkan kadar air yang paling rendah dibandingkan dengan jenis garam kalsium lainnya. Sedangkan kadar air terendah dengan perjakuan penjemuran adalah keripik yang direndam dalam garam kalsium sulfat (8-10 persen). Hal ini disebabkan ion kalsium dari kalsium sulfat memiliki daya penetrasi yang paling rendah dibandingkan dengan jenis kalsium lainnya sehingga air terikat dalam jaringan kentang dalam bentuk hidrat semakin kecil yang menyebabkan semakin mudahnya air teruapkan selama penjemuran. Menurut Fennema (1985) air yang terikat dengan molekul lainnya seperti N dan 0 yang berasal dari karbohidrat, protein dan garam dalam bentuk hidrat lebih sulit dikeluarkan dari jaringan
5 29 daripada air terikat dengan molekul air lainnya seperti pada membran selama pengeringan, selain itu penjemuran sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang sulit dikontrol sehingga menghasilkan kadar air yang lebih tinggi dan bervariasi dibandingkan dengan pengeringan yang menggunakan alat pengering kabinet. B, Kadar abu Penentuan kadar abu pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui banyaknya kandungan mineral yang terdapat pada keripik yang dihasilkan. Kandungan mineral ini penting diketahui untuk setiap produk yang dihasilkan. Menurut Sudarmadji et ai., (1988) abu adalah zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Berdasarkan analisa sidik ragam yang dapat dilihat pada Lampiran 3 temyata kadar abu dipengaruhi sangat nyata oleh jenis kalsium dan konsentrasi kalsium juga dipengaruhi nyata oleh metode pengeringan, interaksi antara jenis dan konsentrasi kalsium serta interaksi antara ketiga perlakuan yang diberikan. Jenis kalsium memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar abu keripik kentang. Tabel 3 menunjukkan bahwa jenis kalsium klorida berbeda nyata dengan kalsium sui fat dan kalsium oksida dalam pengaruhnya terhadap kadar abu. Hal ini disebabkan karena kalsium klorida mudah larut sehingga ion kalsium dari kalsium klorida mudah berpenetrasi ke dalam jaringan kentang
6 membentuk komplek kalsium-pektat, kalsium dalamjaringan ini merupakan salah satu mineral yang akan terhitung dalam penentuan kadar abu. 30 Tabel 3. Pengaruh perlakuan jenis dan konsentrasi kalsium serta metode pengeringan terhadap kadar abu keripik kentang Perlakuan Faktor perlakuan Kadar abu (%) Jenis kalsium Kalsium oksida 2.60' Kalsium sulfat Kalsium klorida 2.71' 3.15 b Konsentrasi kalsium 0.5 persen 2.64' 2.0 persen 2.78" 1.0 persen 2.85 bc 1.5 persen 3.OO c Metode pengeringan Penjemuran 2.75' Pengering kabinet 2.89 b Keterangan. angka yang dlsertal huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % Konsentrasi kalsium yang diberikan memberikan pengaruh yang sangat nyata pada kadar abu keripik kentang. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa kalsium dengan konsentrasi 0.5% berbeda nyata dengan kalsium pada konsentrasi 1.5%. Konsentrasi 1.0 % tidak memberikan pengaruh yang nyata pada kadar abu keripik kentang. Sedangkan untuk konsentrasi 2.0% larutan sudah mendekati titikjenuh maka ion kalsium yang terlarut tidak memberikan pengaruh yang nyata karena daya penetrasinya tidak optimal.
7 31 : i ; i i :, I, I v -..,."...,.l -, -- ~ --, --t- - "- I" -, - t-- -f-.. l...-u---l---} F't-t.. =j 3.5 Iii i ' " L I I : I r-1--t---ii: 2.5 j "" <::. -,;!: ~ o ~ j '" 2 '"" [ "' o A1B1 A182 A183 A184 A2B1 A2B2 A263 A264 ASSl A3~ A3B3 ASB4 Perlakuan Keterangan: Al = Kalsium sulfat BI = 0.5% A2 = Kalsium klorida B2 = L 0 % A3 = Kalsium oksida B3 = 1.5 % B4 = 2.0% Gambar 3. Histogram pengaruh perjakuan jenis dan konsentrasi kalsium terhadap kadar abu keripik kentang Gambar 3 menunjukkan bahwa keripik kentang yang diberi perjakuan perendaman garam kalsium klorida pada berbagai konsentrasi memiliki kadar abu yang lebih tinggi daripada keripik kentang dengan perlakuan garam kalsium sulfat dan kalsium oksida. Pengaruh perjakuan jenis dan konsentrasi kalsium terhadap kadar abu keripik kentang ini menegaskan bahwa ada korelasi yang positif antara jenis dan konsentrasi kalsium terhadap kadar abu keripik kentang. Kalsium klorida 1.5 % memiliki kadar abu yang paling tinggi, hal ini disebabkan karena daya larut kalsium klorida memiliki tingkat yang paling mudah larut dan
8 32 konsentrasi 1. 5 % adalah konsntrasi yang optimal dibandingkan dengan tingkat konsentrasi lainnya. Hasil uji Duncan kadar abu dengan perlakuan penjemuran (Tabel 3) menunjukkan bahwa kadar abu dengan pengering kabinet lebih besar daripada penjemuran. Hal ini disebabkan karena selama kentang dikeringkan dengan alat pengering kabinet adanya kecepatan udara yang mengalir melalui bahan berpengaruh terhadap kecepatan pengeringan. Jika kecepatan udara yang mengalir tinggi maka kecepatan pengeringan juga tinggi. Keadaan tersebut mengakibatkan penguapan air dan zat-zat nutrisi lainnya pada waktu pengeringan menjadi lebih mudah sehingga berat bahan makin menurun dan kadar abu meningkat berdasarkan berat kering. Sedangkan pada penjemuran kadar air yang teruapkan relatif lebih rendah sehingga berat bahan lebih besar maka kadar abu menjadi kecil berdasarkan berat keringnya. Gambar 4 menunjukkan bahwa interaksi antara ketiga perlakuan yang diberikan berpengaruh terhadap kadar abu keripik kentang. Keripik kentang yang direndam dalam larutan garam kalsium klorida persen dengan penjemuran dan pengering kabinet memiliki kadar abu yang lebih tinggi daripada keripik kentang dengan perlakuan perendaman kalsium sui fat dan kalsium oks ida pada berbagai konsentrasi dan metode pengeringan. Hal ini disebabkan karena jenis dan konsentrasi kalsium sangat berperan dalam berpenetrasinya kalsium ke dalam kentang segar. Makin banyak ion
9 33 kalsium yang terlarut maka makin mudah ion kalsium berpenentrasi ke dalam jaringan kentang. Ion kalsium dalam jaringan kentang membentuk ikatan-ikatan kompleks kalsium-pektat dalam jaringan kentang. Semakin banyak ion kalsium yang berikatan dengan pektin dalam kentang maka semakin banyak abu yang terukur dalam analisa. Didukung oleh metode pengeringan yang dapat menurunkan kadar air pada tingkat yang paling rendah maka kadar abu yang diperolh akan semakin besar. Semakin rendah kadar air maka massa yang ditimbang yang ditimbang akan memberikan kontribusi bahan organik yang besar pula sehingga pada pengukuran kadar abu akan memberikan nilai kadar abu yang tinggi pula. 4 o Perlakuan Keterangan: Al = Kalsium sulfat A2 = Kalsium klorida BI = 0.5% B2 = 1.0 % A3 = Kalsium oksida B3 = 1.5% B4 = 2.0% C I = Penjemuran C2 = Pengering kabinet Gambar 4. Histogram pengaruh perlakuan jenis dan konsentrasi kalsium serta metode pengeringan terhadap kadar abu keripik kentang
10 34 C. Kadar Protein Pengukuran kadar protein bertujuan unruk mengetahui perbedaan kadar protein pada keripik kentang mentah akibat perjakuan yang diberikan. Menurut Desroiser (1988), jaringan sayuran yang dikeringkan dengan cara buatan atau dengan penjemuran cenderung mengalami kehilangan zat gizi dalam jumlah yang relatif sama dengan buah-buahan. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa kadar protein keripik kentang dengan penjemuran memiliki nilai 4.08% sampai 7.53% dan untuk pengering kabinet sebesar 4.20% sampai 5.36%. Berdasarkan analisa sidik ragam (Lampiran 4) ternyata kadar protein dipengaruhi oleh jenis kalsium dan dipengaruhi sangat nyata oleh metode pengeringan. Hasil uji Duncan unruk kadar protein dapat dilihat pada Tabel 4. menunjukkan bahwa kadar protein dengan perlakuan jenis kalsium oksida berbeda nyata dengan perjakuan perendaman kalsium sulfat dan kalsium klorida. Hal ini disebabkan karena selama perendaman kentang segar dalam larutan kalsium sulfat terjadi salting out, yairu terjadinya penurunan kelarutan protein yang disebabkan oleh ion SO. ~ yang menyebabkan protein di dalam jaringan kentang terpisah dan kemudian mengendap. Sedangkan selama perendaman di dalam larutan kalsium klorida terjadi salting in yang disebabkan oleh ion Clyang mengakibatkan terjadinya peningkatan daya larut protein. Salting out dan
11 35 Kadar protein keripik kentang dengan penjemuran memiliki kadar protein yang lebih tinggi daripada pengering kabinet. Keadaan ini terjadi karena selama keripik kentang dikeringkan dengan alat pengering kabinet diberlakukan panas pada suhu C, dimana pada kondisi tersebut sebagian besar protein terdenaturasi. Tabel 4. Pengaruh perlakuan jenis kalsium dan metode pengeringan kadar protein keripik kentang Perlakuan F aktor perlakuan Kadar protein (%) Jenis kalsium Kalsium sulfat 5.02' Kalsium klorida Kalsium oksida 5.03' 5.68 b Metode pengeringan Pengering kabinet 4.56' Penjemuran 5.93 b Keteran g an: an g ka y an g disertai huruf y an g berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % Kadar protein berkorelasi positif dengan kadar air dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel4. Semakin tinggi kadar protein dalam bahan maka semakin tinggi kadar airnya. Menurut Fennema (1985), karbohidrat dan protein memiliki kemampuan untuk mengikat air dalam jumlah besar. Air akan berikatan dengan gugus hidroksil (OH), karbonil dan amino yang terdapat dalam karbohidrat dan protein dan dihubungkan dengan ikatan hidrogen. Oleh karena itu semakin tinggi kandungan karbohidrat dan protein dalam kentang, maka jumlah air yang
12 berikatan dengan karbohidrat dan protein akan semakin tinggi pula. Hal ini akan mengakibatkan nilai kadar air yang tinggi pada keripik kentang yang dihasilkan. 36 D. Asam Lemak Bebas (ALB) Berdasarkan analisa sidik ragam pada Lampiran 5 dapat dilihat bahwa kandungan ALB dipengaruhi sangat nyata oleh jenis kalsium, konsentrasi kalsium dan metode pengeringan. Dipengaruhi sangat nyata oleh interaksi antara jenis dan konsentrasi kalsium, interaksi antara jenis kalsium dan metode pengeringan serta interaksi antara ketiga perjakuan yang diberikan. Hasil pengamatan ALB keripik kentang berkisar antara 0.10 sampai 0.43 persen. Rata-rata ALB keripik kentang yang dikeringkan dengan penjemuran adalah 0.21 persen sedangkan keripik yang dikeringkan dengan pengering kabinet sebesar 0.25 persen. Hasil uji Duncan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa ALB keripik kentang dengan perendaman garam kalsium klorida berbeda nyata dengan ALB keripik kentang dengan perendaman garam kalsium sulfat dan kalsium oksida. Hal ini disebabkan karena kalsium klorida memiliki tingkat kelarutan yang lebih tinggi daripada kalsiurn sulfat dan kalsium oksida, sehingga ion kalsiurn dari kalsium klorida lebih rnudah berpenetrasi ke dalam jaringan kentang dan mengikat molekul air dari bahan. Dengan semakin rendahnya kadar air dalam bahan maka ALB akan menjadi semakin rendah nilainya.
13 37 Tabel 5. Pengaruh perlakuan jenis dan konsentrasi kalsium serta metode pengeringan terhadap kandungan ALB keripik kentang Perlakuan Faktor perlakuan ALB (%) Jenis kalsium Kalsium oks ida 0.21' Kalsium sulfat 0.21' Kalsium klorida 0.27 b Konsentrasi kalsium 0.5 persen 0.21' 1.0 persen 0.21' 1.5 persen 0.24b 2.0 persen 0.27' Metoda pengeringan Penjemuran 0.21' Penjemuran kabinet 0.25 b Keterangan: angka y ang disertal huruf y an g berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % Konsentrasi kalsium berpengaruh sangat nyata terhadap ALB keripik kentang. Tabel 5 menunjukkan bahwa kalsium dengan konsentrasi 0.5% dan 1.0% berbeda nyata dengan kalsium yang memiliki konsentrasi 1.5 dan 2.0 persen. Kalsium 1.5 persen berbeda nyata dengan kalsium 2.0 persen. Keadaan ini disebabkan karena semakin besarnya konsentrasi kalsium maka semakin banyak pula ion kalsium yang berpenetrasi ke dalam dinding sel membentuk komplek kalsium pektat yang dapat mengikat air membentuk hidrat. Semakin banyak jaringan kalsium pektat maka semakin banyak air terikat dalam jaringan kentang. Air terikat ini akan menghidrolisa lemak menghasilkan gliserol dan
14 38 asam lemak bebas yang meningkatkan nilai ALB. Dari keadaan tersebut maka interaksi jenis dan konsentrasi kalsium sangat berpengaruh terhadap kandungan ALB, dapat dilihat pada Gambar 5. 0.' 0,05 o b~~~~~~~~~~~~~bd~~ A1B1 A1B2 A163 A164 A261 A262 A2S3 A264 A361 A382 A3B3 A384 Perlakuan Keterangan: Al = Kalsium sulfat B 1 = 0.5 % A2 = Kalsium klorida B2 = 1.0% A3 = Kalsium oksida B3 1.5 % B4 = 2.0% Gambar 5. Histogram pengaruh perlakuan jenis dan konsentrasi kalsium terhadap kandungan ALB keripik kentang Pengaruh metode pengeringan terhadap kandungan ALB keripik kentang dapat dilihat pada Tabel5, dimana penjemuran berbeda nyata dengan pengering kabinet. Hal ini dipengaruhi oleh kadar air akhir bahan, jika kadar air akhir bahan rendah maka kandungan ALB keripik kentang yang diperojeh akan rendah juga. Keadaan ini dapat dijejaskan sebagai berikut, tingginya kadar air keripik
15 39 yang dikeringkan dapat mengakibatkan tingginya nilai ALB keripik yang dihasilkan. Dengan kandungan air yang tinggi, maka terjadinya proses hidrolisis lemak yang lebih besar dapat terjadi. Pada proses hidrolisis ini akan menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas dalam jumlah yang lebih besar dan akan meningkatkan nilai ALB keripik kentang. Menurut Nawar (1985) yang dikutip oleh Fennema (1985), adanya air akan menyebabkan reaksi hidrolisis pada minyak dan menghasilkan asam-asam lemak dan gliserol. Pembebasan asamasam lemak berantai pendek tersebut dapat menyebabkan ketengikkan. Pada penelitian ini untuk jenis kalsium dan metode pengeringan terjadi penyimpangan, dapat dilihat pada Gambar 6. Dntuk jenis kalsium secara teori bahwa kalsium klorida seharusnya memiliki kandungan ALB yang lebih rendah dari kalsium oksida, karena dari analisa kadar air kalsium klorida memiliki kadar air yang lebih rendah. Demikian pula untuk metode pengeringan keripik kentang. Dimana secara teoritis keripik kentang yang dikeringkan dengan pengering kabinet akan memiliki kandungan ALB yang rendah daripada keripik kentang yang dijemur matahari. Keadaan tersebut disebabkan karena pada penelitian ini pengukuran ALB keripik kentang dianalisa setelah keripik kentang mengalami penyimpanan selama satu minggu untuk setiap perjakuan dan ulangan yang dilakukan. Selama penyimpanan tersebut keripik kentang mentah menyerap air dari lingkungannya yang menyebabkan peningkatan kadar air. Sehingga terjadi perbedaan kadar air
16 keripik kentang awal (untuk analisa kadar air) dengan kadar air untuk analisa ALB. 40 0,4 0,35 0,3 l 0,25 "I <: 0,2! :: 0,15 0,1 - j I A i ;c:::7\- -T'-----r---- c::=; f- "=7!iil ; I T----r---' '-'--'-'-'-"'~"----'----.J ~ '.::::=: 0.05 o~~~~~~~~~~~~~ Ale1 A1C2 A2C1 A2C2 A3C1 A3C2 Perlakuan Keterangan : Al = Kalsium sulfat CI = penjemuran A2 = Kalsium klorida A3 = Kalsium oksida C2 = pengering kabinet Gambar 6. Histogram pengaruh perjakuan jenis kalsium dan metode pengeringan terhadap kandungan ALB Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa keripik kentang dengan perendaman garam kalsium klorida yang dikeringkan dengan pengering kabinet memiliki kandungan ALB yang paling tinggi. Menurut Nawar (1985) yang dikutip oleh Fennema (1985), meningkatnya nilai ALB berhubungan dengan meningkatnya reaksi hidrolisis lemak dengan meningkatnya penyerapan air dari lingkungan selama penyimpanan.
17 41 ~ m ~ < < < < ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ Perlakuan Keterangan : A I = Kalsium sulfat A2 = Kalsium klorida A3 = Kalsium oksida BI = 0.5% B2 = 1.0% B3 = 1.5% B4 = 2.0% CI = penjemuran C2 = pengering kabinet Gambar 7. Histogram pengaruh perlakuan jenis dan konsentrasi kalsium serta metode pengeringan terhadap kandungan ALB keripik kentang Gambar 7 menunjukkan bahwa interaksi ketiga perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata terhadap kandungan ALB keripik kentang. Kandungan ALB keripik kentang yang dikeringkan dengan kabinet memiliki nilai yang lebih tinggi daripada penjemuran. Hal ini disebabkan karena keripik kentang yang memiliki kadar air rendah selama penyimpanan akan lebih mudah menyerap air dari lingkungan sehingga kandungan ALB menjadi tinggi.
18 42 E. Kekerasan dan Kerenyahan Pengukuran kekerasan dilakukan dengan menggunakan Instron Table Model bertujuan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap kekerasan secara obyektif. Hasil yang diperoleh dapat dibandingkan dengan analisa organoleptik kerenyahan yang bersifat subyektif. Berdasarkan analisa ragam pada Lampiran 6 menunjukkan bahwa kekerasan sangat dipengaruhi oleh ketiga perlakuan yang diberikan. Interaksi antara jenis dan konsentrasi kalsium. jenis kalsium dan metode pengeringan serta interaksi ketiga perlakuan yang diberikan sangat berpengaruh nyata pada keripik kentang. Hasil uji lanjut Duncan (Tabel 6) memperlihatkan bahwa keripik kentang yang direndam dengan garam kalsium sulfat memiliki kekerasan yang paling tinggi daripada perlakuan perendaman garam kalsium lainnya. Berdasarkan pengamatan, kentang segar yang direndam dalam larutan garam kalsium sulfat memiliki tekstur yang sangat tegar (kokoh) namun sangat mudah patah, sedangkan kentang segar yang direndam dalam larutan garam kalsium oks ida memiliki tingkat kekokohan yang sedang, dan kentang segar yang direndam dalam larutan garam kalsium klorida memiliki tekstur yang lemas dan lentur. Keadaan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan kemampuan membran sel untuk menembuskan sesuatu zat, perubahan zat pektin dan pengaruh larutan.
19 Hal tersebut pengaruhi oleh daya larut jenis kalsium dan lama perendaman. Semakin tinggi daya larut suatu jenis kalsium maka akan semakin mudah ion 43 kalsium berpenetrasi kedalam jaringan kentang. Lama perendaman sangat berpengaruh terhadap banyaknya ion kalsium yang berpenetrasi kedalam jaringan. Jika kalsium yang memiliki daya larut yang tinggi diberi waktu perendaman yang sarna dengan kalsium yang memiliki daya larut yang rendah maka kecepatan berpenetrasi suatu molekul ion kalsium akan mempengaruhi turgor sel kentang, semakin mudah berpenetrasi semakin cepat sel terisi oleh molekul kalsium. Jika molekul kalsium yang berpenetrasi melebihi batas normalnya maka jaringan kentang akan lemas. Konsentrasi kalsium sangat berpengaruh terhadap kekerasan tekstur keripik kentang, dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa konsentrasi kalsium yang rendah memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kekerasan keripik kentang. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah ion kalsium yang tedarut berpenetrasi dengan baik ke dalam sel kentang dan membentuk kompleks kalsium-pektat yang mengokohkan tekstur kentang dari gangguan mekanis. Kekerasan keripik kentang juga sangat dipengaruhi oleh metode pengeringan. Penjemuran memiliki nilai kekerasan yang lebih besar daripada keripik yang dikeringkan dengan pengering kabinet. Pemanasan akan menyebabkan protein sel mengalami denaturasi, kemudian mengendap dan sel akan mati, sehingga kemampuan membran sel untuk menembuskan sesuatu zat akan hilang. Vakuola tidak lagi
20 44 dikelilingi oleh membran protoplasma yang hidup, akibatnya cairan sel akan keluar dam masuk ke ruang sel khusus dan sistem pembuluh, sehingga tekstur akan berubah (Meyer, 1973; Muchtadi, 1978). Tabel 6. Pengaruh perlakuan jenis dan konsentrasi kalsium serta metode pengeringan terhadap kekerasan keripik kentang Perlakuan Faktor perlakuan Kekerasan (Kg/mm) Jenis kalsium Kalsium klorida 1.96' Kalsium oks ida kalsium sulfat 2.26 b 2.74' Konsentrasi kalsium 2.0 persen 1.99' 1.5 persen 2.02' 1.0 persen 2.50 b 0.5 persen 2.75' Metode pengeringan Penjemuran 2.18' Pengering kabinet 2.45 b Keterangan. angka yang dlsertal huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 5 % Gambar 8 menunjukkan bahwa pada berbagai konsentrasi dari kalsium sulfat yang diberikan menghasilkan tingkat kekerasan yang Jebih tinggi daripada perlakuan jenis garam kalsium lainnya pada setiap konsentrasi yang ditambahkan. Perlakuan penjemuran dengan perendaman garam kalsium sulfat pada Gambar 9 menunjukkan tingkat kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan perendaman garam kalsium lainnya.
21 kabinet dengan perendaman garam kalsium oks ida memiliki tingkat kekerasan yang paling tinggi. 45 " F 1,-l... L-J--~~---!---! ~ !! Iii i,.! t ~f---j_-ll' --!!---f--- l- r--: I! I ;I,.t! F +--~ R- ~ 2 o~~~~~~~~~~~~~~~~ A1Bl A182 A1B3 A1B4 A2Bl A2B2 A283 A2S4 ASSl ASB;? MBa AS84 Perlakuan Keterangan Al = Kalsium sui fat A2 = Kalsium klorida A3 = Kalsium oksida BI = 0_5% B2 = 1.0% B3 = 1.5% B4 = 2.0% Gambar 8. Histogram pengaruh periakuan jenis dan konsentrasi kalsium terhadap kekerasan keripik kentang Dari hasil pengamatan keripik kentang mentah yang dijemur matahari sangat kokoh sehingga sukar dipatahkan, sedangkan keripik dengan pengering kabinet menghasilkan keripik mentah yang mudah dipatahkan dan cenderung lebih tipis. Menurut Potter (1973), perpindahan massa uap air secara drastis selama pengeringan, menimbulkan tekanan kuat pada dinding sel yang akhimya akan merusak membran sel sehingga kehilangan permeabilitasnya. Peristiwa ini disebut dengan shrinkage.
22 v= V V V V V 0.5 V "-- i-" Je::::; ie::; -- I _.... A1e1 A1C2 A2C1 A2C2 A3Cl A3C2 Perlakuan Keterangan: Al = Kaslium sui fat A2 = Kalsium klorida A3 = Kalsium oksida C I penjemuran C2 = pengering kabinet Gambar 9. Histogram pengaruh perlakuan jenis kalsium dan metode pengeringan terhadap kekerasan keripik kentang Gambar 10 menunjukkan bahwa interaksi antara ketiga perlakuan sangat berpengaruh terhadap kekerasan keripik kentang. Dapat dilihat bahwa keripik kentang yang dikeringkan dengan alat pengering kabinet memiliki kekerasan yang relatif lebih tinggi daripada penjemuran. Tingkat kekerasan tertinggi pada perlakuan penjemuran dimiliki oleh kalsium sulfat 0.5 persen, sedangkan pengering kabinet adalah kalsium oksida 0.5 persen.
23 c 4 E 3 ~ E.:: 2 ~--1 o Keterangan: Al = Kalsium sulfat BI = 0.5% A2 = Kalsium klorida B2 = 1.0 % A3 = Kalsium oksida B3 = 1.5% B4 = 2.0% C 1 = Penjemuran C2 = Pengering kabinet Gambar 10. Histogram pengaruh antara perlakuan jenis dan konsentrasi kalsium serta metode pengeringan terhadap kekerasan keripik kentang Hasil uji Kruskall-Wallis pada Lampiran 10. Untuk uji skalar kerenyahan keripik kentang menunjukkan bahwa untuk penjemuran yang paling disukai adalah keripik dengan perlakuan kalsium sulfat 1. 0 persen dengan kisaran ratarata yang memiliki nilai tengah kesukaan 4 (sangat renyah). Pengering kabinet yang paling disukai adalah kalsium oksida 1. 5 persen dengan kisaran rata-rata dan nilai tengah kesukaan 4 (sangat renyah). Dari Gambar 10 dan Lampiran 10. terlihat bahwa kekerasan dan kerenyahan tidak berkorelasi. Hal yang dapat menjelaskan perbedaan tersebut adalah bahwa kekerasan dan kerenyahan merupakan dua parameter yang tidak tepat sarna. Menurut Sherman (1969), kerenyahan (crispness) merupakan bag ian dari
24 48 kekerasan (hardness). Sedangkan kekerasan (hardness) merupakan suatu parameter tersendiri, yaitu suatu parameter yang menyatakan besarnya tekanan yang dibutuhkan untuk terjadinya suatu perubahan bentuk pada bahan pangan. F, Uji Organoleptik Uji organoleptik pada penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat penerimaan konsumen terhadap keripik kentang yang dihasilkan sehingga membantu menentukan perlakuan terbaik terhadap mutu keripik kentang yang meliputi warna, rasa dan tekstur. Nilai rata-rata hasil uji organoleptik untuk parameter warna yang tertingggi adalah keripik kentang dengan perlakuan kalsium oksida 1.5 % dengan pengering kabinet (4.04 dengan gambaran kesukaan dari sangat suka sampai amat sang at suka). Nilai rata-rata tertinggi untuk parameter rasa adalah 4.04 (dari sangat suka sampai amat sangat suka) diberikan oleh keripik kentang dengan perlakuan kalsium klorida 2.0% dengan penjemuran. Parameter tekstur dan uji skalar terhadap kerenyahan keripik kentang nilai rata-rata tertinggi diberikan oleh keripik kentang dengan perlakuan kalsium oksida 1.5 % yang dikeringkan dengan pengering kabinet dengan nilai masing-masing adalah 4.12 (dari sangat suka sampai amat sangat suka) dan 3.60 ( dari renyah sampai amat sangat renyah).
25 49 1. Warna Hasil uji Kruskall-Wallis pada uji kesukaan keripik kentang menunjukkan bahwa keripik kentang yang paling disukai adalah keripik kentang dengan perlakuan kalsium oks ida 1.5 persen dan dikeringkan dengan alat pengering kabinet. Hal ini ditunjukkan dengan kisaran rata-rata yang dimiliki perlakuan tersebut adalah paling tinggi yaitu (Lampiran 7). Perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata terhadap wama keripik kentang yang dihasilkan. Keripik kentang dengan pemberian kalsium sulfat pada konsentrasi dan pengeringan yang berbeda memberikan penarnpakan warna yang berbeda pula. Tingkat konsentrasi kalsium yang lebih tinggi dan pengering kabinet menghasilkan keripik dengan wama yang lebih putih. Dapat dilihat pada Gambar 11. Penambahan garam kalsium klorida pada tingkat konsentrasi yang berbeda dan jenis pengeringan yang sarna yaitu penjemuran memberikan pengaruh yang berbeda pada warna keripik kentang yang dihasilkan. Sedangkan perlakuan kalsium oksida pada konsentrasi 1.5 persen dan pengering kabinet berbeda dengan perlakuan lainnya. Jenis pengeringan akan menghasilkan pengaruh yang berbeda pada wama keripik. Hal ini disebabkan karena kandungan protein yang dimiliki oleh kentang juga oleh adanya reaksi Maillard yang terjadi secara nonenzimatis. Selama pengeringan matahari proses pengeringan berjalan lebih
26 50 lama karena tergantung pada faktor lingkungan. Reaksi maillard secara enzimatis maupun non-enzimatis terjadi pada awal penjemuran. Sedangkan pada pengering kabinet suhu dapat diatur demikian pula kelembaban sehingga reaksi maillard dapat ditekan. Gambar 11. Keripik kentang dengan jenis kalsium sui fat pada berbagai konsentrasi kalsium serta metode pengeringan Menurut McBean et ai., (1970) meskipun buah-buahan hanya mengandung sedikit protein, akan tetapi jumlah yang sedikit ini secara biokimia cukup
27 51 berarti karena enzim-enzim terdiri dari atau mengandung protein. Gugus amino dari protein atau asam amino bebas terlibat dalam perubahan warna jaringan baik selama maupun setelah proses pengeringan. Kondensasi gula pereduksi dengan asam amino, suatu proses yang dipercepat dengan panas, bertanggung jawab pada sebagian besar perubahan warna jaringan buah. Dan sangat mungkin bertanggung jawab pada perubahan warna selama pengeringan buah (McBean et ai., 1970). 2. Rasa Uji Kruskall-Wallis yang dilakukan menunjukkan bahwa rasa keripik kentang yang paling disukai adalah keripik kentang dengan perlakuan perendaman garam kalsium klorida 2 persen dengan penjemuran. Kisaran rata-rata yang dimilikinya sebesar (Lamp iran 8). Rasa keripik kentang dipengaruhi oleh perjakuan yang diberikan yaitu jenis dan konsentrasi kalsium serta metode pengeringan. Setiap perjakuan yang diberikan memberikan perbedaan yang nyata terhadap rasa keripik kentang. Hal ini tidak terlepas dari kandungan air yang dimiliki oleh keripik kentang mentah. Dari Lampiran 8a. dapat dilihat bahwa keripik dengan perendaman kalsium klorida 0.5 persen dengan pengering kabinet berbeda nyata dengan kalsium sui fat 2 persen dengan metode penjemuran. Kandungan air keripik mentah yang dijemur matahari lebih tinggi daripada
28 52 yang dikeringkan dengan kabinet. Hal tersebut berpengaruh pada citarasa keripik kentang goreng. Keripik dengan kalsium sulfat 2 % yang dijemur matahari memiliki citarasa berminyak daripada keripik dengan perlakuan kalsium sulfat 2 % yang dikeringkan dengan kabinet. Menurut Weiss (1983), selama proses penggorengan berjalan dimana keseimbangan panas tercapai, akan terjadi penguapan air yang menyebabkan naiknya tekanan internal dalam bahan. Pada saat tekanan internal ini turun akan terjadi penyerapan minyak oleh bahan yang mengisi ruang-ruang kosong yang telah ditinggalkan oleh air dan tidak menempel pada permukaan luar secara berlebihan. Sehingga keripik kentang mentah yang memiliki kandungan air yang tinggi akan memiliki citarasa yang berminyak yang kurang disukai oleh konsumen. 3. Tekstur Penilaian organoleptik tekstur keripik kentang dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap kerenyahan keripik kentang dengan berbagai perlakuan yang diberikan. Kerenyahan merupakan faktor yang penting bagi keripik karena pada umumnya keripik dibuat untuk dinikmati kerenyahannya. Hasil uji Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa untuk UJI penerimaanlkesukaan panel is maupun tingkat kerenyahan keripik kentang yang
29 53 paling disukai adalah keripik yang direndam kalsium oksida 1. 5 % dengan pengering kabinet. Kisaran rata-ratanya berturut-turut adalah dengan nilai tengah kesukaan 4 (sangat suka) dan dengan nilai tengah 4 yang berarti sangat renyah (Lampiran 9 dan 10). Kerenyahan (crispness) dinilai berdasarkan bunyi yang ditimbulkan apabila produk dipatahkan. Pada makanan kering seperti keripik, timbulnya bunyi disebabkan karena adanya rongga antar sel-sel kaku dan rapuh yang berisi rongga udara. Apabila diberikan gaya dari luar, sel-sel tersebut akan patah dan menimbulkan getaran udara pada rongga-rongga tersebut. Getaran ini menghasilkan bunyi renyah, yang kenyaringannya tergantung kekakuan sel (Vickers, 1979).
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam
44 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN KENTANG Kentang (Solanum tuberosum) merupakan tanaman dikotil bersifat semusim. Umbi kentang terbentuk dari pembesaran bag ian ujung stolon dan berfungsi sebagai tempat
Lebih terperinci'l(pryo iai pemdis pers~a uatjtt:!mamai, (;Jfm)(]JQptlt. ~~~dim
'l(pryo iai pemdis pers~a uatjtt:!mamai, (;Jfm)(]JQptlt. ~~~dim }la~ll ytmg pen.1ifi.s sayangi SKRIPSI PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI LARUTAN KALSIUM SERTA METODE PENGERINGAN TERHADAP MUTU KERIPIK KENTANG
Lebih terperincirv. HASIL DAN PEMBAHASAN
rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging
TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :
28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Analisa kadar air dilakukan untuk mengetahui pengaruh proporsi daging dada ayam dan pisang kepok putih terhadap kadar air patties ayam pisang. Kadar air ditentukan secara
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air
BAB V PEMBAHASAN Cake beras mengandung lemak dalam jumlah yang cukup tinggi. Lemak yang digunakan dalam pembuatan cake beras adalah margarin. Kandungan lemak pada cake beras cukup tinggi, yaitu secara
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk mengetahui mutu kerupuk ikan Selais (Crytopterus bicirhis) hasil Fortifikasi dengan penambahan Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) selama penyimpanan, dilakukan analisa
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Buah Pisang Buah pisang mempunyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang lain. Pisang kaya mineral seperti
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang
Lebih terperinci4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat
Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,
Lebih terperinciKarakteristik mutu daging
Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengamatan yang dilakukan pada tepung jagung nikstamal adalah sifat
50 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Jagung Nikstamal Pengamatan yang dilakukan pada tepung jagung nikstamal adalah sifat fisikokimia yang meliputi penampakan mikroskopis, kadar amilosa, kadar pati,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk
HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph Hasil penelitian pengaruh perendaman daging ayam kampung dalam larutan ekstrak nanas dengan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan
Lebih terperinciPEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)
4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan
Lebih terperinciUJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI
UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS (Ananas comosus) NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: DIAN WIJAYANTI A 420 100 074 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
Lebih terperinciPengeringan Untuk Pengawetan
TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan
Lebih terperinciOPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT
VI. OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT Pendahuluan Penelitian pada tahapan ini didisain untuk mengevaluasi sifat-sifat papan partikel tanpa perekat yang sebelumnya diberi perlakuan oksidasi.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Tepung Daging-Tulang Leher Ayam Pedaging Penelitian tahap pertama ini adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam (TDTLA) Pedaging. Rendemen TDTLA Pedaging
Lebih terperinci5.1 Total Bakteri Probiotik
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,
I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Pengeringan Matahari Penelitian ini dilakasanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011 di Fakultas Peternakan, Institut Petanian Bogor, Dramaga. Keadaan cuaca pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Cassava stick adalah singkong goreng yang memiliki bentuk menyerupai french fries. Cassava stick tidak hanya menyerupai bentuk french fries saja, namun juga memiliki karakteristik
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum) merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai kandungan kalori dan mineral penting bagi kebutuhan manusia (Dirjen Gizi, 1979). Meskipun kentang
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama
Lebih terperinci4.1. Pengaruh Pra Perlakuan dan Jenis Larutan Ekstraksi terhadap Rendemen Gelatin yang Dihasilkan.
4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, tulang ikan nila mengalami tiga jenis pra perlakuan dan dua jenis ekstraksi untuk mendapatkan ekstrak gelatin yang nantinya akan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK KEDELAI 1. Karakteristik Kimia (Komposisi Proksimat) Kedelai Empat varietas kedelai digunakan dalam penelitian ini yaitu B, H, G2, dan A. Karakteristik kimia yang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi
Lebih terperinciPENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN
PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN PENDAHULUAN Kegunaan Penyimpangan Persediaan Gangguan Masa kritis / peceklik Panen melimpah Daya tahan Benih Pengendali Masalah Teknologi Susut Kerusakan Kondisi Tindakan Fasilitas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi
Lebih terperinciBab IV Hasil dan Pembahasan
Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di Laboratorium Pembinaan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) Gorontalo. 3.2 Bahan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ±
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom
Lebih terperinciTabel 9. Rata-rata kadar air mi sagu MOCAL
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada
Lebih terperinciPAPER BIOKIMIA PANGAN
PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6.
1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Terhadap Awal Kebusukan Daging Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi daun salam sebagai perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinci(Colocasia esculenta) Wardatun Najifah
KAJIAN KONSENTRASI FIRMING AGENT DAN METODE PEMASAKAN TERHADAP KARAKTERISTIK FRENCH FRIES TARO (Colocasia esculenta) Wardatun Najifah 123020443 Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping Ir. Hervelly, MP.,
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Minyak goreng berfungsi
I. PENDAHULUAN Minyak goreng adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia dalam rangka pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, menambah rasa
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Air dan Aktivitas Air
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air dan Aktivitas Air Kadar air dendeng hasil penelitian adalah 19,33%-23,82% dengan rataan 21,49±1,17%. Aktivitas air dendeng hasil penelitian sebesar 0,53-0,84 dengan nilai
Lebih terperinciPenggorengan. Penggorengan. Nur Hidayat Materi kuliah PTP Minggu ke 8.
Penggorengan Nur Hidayat Materi kuliah PTP Minggu ke 8. Penggorengan Mengubah kualitas citarasa makanan Dapat mengawetkan sbg akibat destruksi termal thd mikrobia dan enzim Umur simpan hasil penggorengan
Lebih terperinciKAJIAN PENGGUNAAN PATI DARI UBI KAYU SEBAGAI BAHAN EDIBLE COATING UNTUK MEMBUAT KERIPIK NENAS RENDAH LEMAK
Volume 16, Nomor 2, Hal. 11 16 Juli Desember 2014 ISSN:0852-8349 KAJIAN PENGGUNAAN PATI DARI UBI KAYU SEBAGAI BAHAN EDIBLE COATING UNTUK MEMBUAT KERIPIK NENAS RENDAH LEMAK Fortuna, D,. F. Tafzi dan A.
Lebih terperinciHASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian pada semua parameter menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara perlakuan umur pemanenan dengan konsentrasi KMnO 4. Berikut ini merupakan rata-rata
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas
Lebih terperinciPengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin
4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 4.1. Sifat Fisis IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat fisis papan laminasi pada dasarnya dipengaruhi oleh sifat bahan dasar kayu yang digunakan. Sifat fisis yang dibahas dalam penelitian ini diantaranya adalah
Lebih terperinci4.1. Penentuan Konsentrasi Gel Pektin dalam Cookies
4. PEMBAHASAN Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah buah jeruk keprok Malang yang masih mentah. Hal ini disebabkan karena pada buah yang belum matang lamella belum mengalami perubahan struktur
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo
Lebih terperinci2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak
PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telur adalah salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat dan merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya
Lebih terperinciProtein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.
PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang kedelai merupakan salah satu tanaman multiguna, karena dapat digunakan sebagai pangan, pakan, maupun bahan baku industri. Kedelai adalah salah satu tanaman jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergesernya selera masyarakat pada jajanan yang enak dan tahan lama dalam penyimpanannya membuat salah satu produk seperti keripik buah digemari oleh masyarat. Mereka
Lebih terperinciDAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI. Abstrak
DAYA TERIMA DAN KUALITAS PROTEIN IN VITRO TEMPE KEDELAI HITAM (Glycine soja) YANG DIOLAH PADA SUHU TINGGI Nurhidajah 1, Syaiful Anwar 2, Nurrahman 2 Abstrak Pengolahan pangan dengan suhu tinggi dapat menyebabkan
Lebih terperinciGambar 8. Profil suhu lingkungan, ruang pengering, dan outlet pada percobaan I.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Ruang Pengering dan Sebarannya A.1. Suhu Lingkungan, Suhu Ruang, dan Suhu Outlet Udara pengering berasal dari udara lingkungan yang dihisap oleh kipas pembuang, kemudian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok
Lebih terperinciPenggolongan minyak. Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri
Penggolongan minyak Minyak mineral Minyak yang bisa dimakan Minyak atsiri Definisi Lemak adalah campuran trigliserida yang terdiri atas satu molekul gliserol yang berkaitan dengan tiga molekul asam lemak.
Lebih terperinciPengalengan buah dan sayur. Kuliah ITP
Pengalengan buah dan sayur Kuliah ITP Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengalengan atau pembotolan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi serta dampak pengalengan atau pembotolan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran terbesar di Provinsi Lampung. Terdapat 4 kecamatan yang merupakan penghasil sayuran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein
I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik
I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,
Lebih terperinciKULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN GULA, GARAM DAN ASAM. Disiapkan oleh: Siti Aminah
KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN GULA, GARAM DAN ASAM Disiapkan oleh: Siti Aminah PERAN GULA DALAM PENGAWETAN Bakteri, ragi dan kapang disusun oleh membrane yang menyebabkan air dapat masuk atau keluar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah
Lebih terperinciBuletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan
PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan
Lebih terperinci