V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Umur Umur responden dalam penelitian ini bervariasi, dari umur termuda hingga yang berumur tua. Umur termuda yang menjadi responden adalah 35 tahun, sedangkan yang tertua adalah 60 tahun. Pada Tabel 7 disajikan persentase sebaran umur responden. Tabel 7. Sebaran umur responden Umur Jumlah Persentase Jumlah Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa umur responden yang terbanyak pada kelompok umur rata-rata tahun sebanyak 29%, sedangkan umur responden yang sedikit pada kelompok umur rata-rata tahun sebanyak 9%. Hal ini diduga karena Repong Damar diwariskan kepada anak tertua laki-laki, sehingga orang tua tidak lagi merawat Repong Damar Tingkat pendidikan responden Sebagaimana umumnya masyarakat di daerah yang jauh dari pusat kota atau pusat pendidikan, maka tingkat pendidikan masyarakat di Desa Penengahan juga masih tergolong rendah. Masyarakat yang pernah menempuh pendidikan bervariasi antara yang terendah yaitu tamat pendidikan SD hingga yang tertinggi tingkat Sarjana. Tabel 8 disajikan persentase sebaran tingkat pendidikan responden. Tabel 8. Sebaran tingkat pendidikan responden. Pendidikan Jumlah Persentase SD SLTP 9 26 SLTA 4 11 S1 2 6 Jumlah

2 Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan SD sebanyak 57%, responden yang memiliki tingkat pendidikan SLTP sebanyak 26%, responden yang memiliki tingkat pendidikan SLTA sebanyak 11% dan responden yang memiliki tingkat pendidikan sarjana (S1) sebanyak 6%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rata-rata pendidikan responden masih rendah Pekerjaan sampingan responden Pekerjaan sampingan responden sebagian besar adalah sebagai petani sawah yaitu sebanyak 97%, sedangkan sisanya adalah sebagai pedagang yaitu sebanyak 3% (Lampiran 1) Jumlah anggota keluarga responden Jumlah anggota keluarga responden sebagian besar berkisar 1-5 orang yaitu sebanyak 63%, sedangkan sisanya adalah jumlah anggota keluarga berkisar 6-7 orang yaitu sebanyak 37% (Lampiran 1). Besar kecilnya jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi distribusi pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat dari Repong Damar. 5.2 Sejarah Repong Damar Menurut de Foresta et al. (2000) bahwa pohon damar (S. javanica) telah dibudidayakan oleh masyarakat Pesisir Krui sejak zaman Belanda sekitar 120 tahun yang lalu dan telah menjadi salah satu bagian dari sistem usaha tani masyarakat lokal melalui budidaya campuran pohon hutan (damar) dengan beberapa komoditas pertanian baik tanaman semusim (seperti padi) dan tanaman tahunan lain (seperti kopi, lada, dan buah-buahan). Masyarakat setempat (budaya lokal) dalam membangun hutan damar dengan cara menebang (tanaman non-damar tidak bermanfaat/tanaman pengganggu tanaman damar), dan menanam bibit alam damar lokal dan berladang secara simultan (hutan rakyat) atau dengan cara membiarkan hutan terbentuk alami dan penanaman pada sebagian kecil areal (pada kawasan hutan). Kegiatan budidaya ini dilakukan secara teratur sistematik melalui tahapan (dalam tahun) berjenjang jenis (tanaman semusim keras/pertanian-damar) disajikan pada Tabel 9.

3 Tabel 9. Tahapan pembentukan Repong Damar Tahun ke- Perkembangan 1 Pembukaan dan pembakaran vegetasi petak lahan (bisa rimba, belukar, atau alang-alang) dan penanaman padi pertama, juga sayuran dan buah-buahan seperti pisang dan pepaya. 2 Penanaman padi seri kedua, dan penanaman kopi diantara tanaman padi tersebut 3 sampai 7 atau 8 Penanaman padi tidak dilakukan lagi, bibit damar diambil dari petak pembibitan lalu ditanam di sela-sela tanaman kopi. Ladang juga ditanami bibit pepohonan buah-buahan, penghasil kayu dan lain-lain. Panen kopi pertama berlangsung pada tahun keempat dengan hasil sekitar 600 kg/ha, panen kopi berikutnya terus dilakukan hingga tiga atau empat tahun kemudian dan hasilnya menurun menjadi sekitar 100 kg/ha, setelah itu kebun ditinggalkan. 8 sampai Pohon-pohon damar berkembang diantara kopi mulai rusak, vegetasi sekunder mulai tumbuh, petani mengendalikan pertumbuhannya dengan penyiangan berkala. Buah-buahan (nangka, durian, duku dan lain-lain) dan kayu (kayu perkakas, kayu bangunan) mulai dipanen seperlunya. 20 ke atas Penyadapan pertama getah pohon damar. Repong Damar dikembangkan terus menerus melalui pengayaan rumpang dan penganekaragaman alami Sumber: de Foresta et al. (2000) Secara skematik dari proses/tahapan budidaya Repong Damar yang dilakukan disajikan pada Gambar 4.

4 Gambar 4. Pola budidaya Repong Damar di Wilayah Pesisir Krui Kabupaten Lampung Barat (de Foresta et al. 2000) Dari pengamatan lapangan, hutan damar yang terbentuk dengan pola bertahap dan berselang jarak/waktu dan bertingkat tumbuhan (antara tanaman semusim tanam tahunan damar) sangat sulit dibedakan antara hutan alam damar (pada kawasan) dengan Repong Damar karena kedua-duanya sama-sama membentuk tegakan hutan yang berlapis, sebagai pembeda hanyalah jenis tanaman pencampur (komponen komunitas jenis-jenisnya). Dalam perkembangannya, sepintas dengan pola tahapan di atas hutan yang terbentuk mempunyai keanekaragaman hayati minimum (hanya damar dan buah-buahan) namun dalam perjalanannya dan perkembangannya melalui keputusan petani muncul dengan pengkayaan jenis (yang bernilai ekonomis) berikutnya kemudian setelah pohon dewasa tegakan terbentuk memberi peluang/menyediakan lingkungan atau celah-celah yang nyaman bagi berkembangnya spesies tumbuhan hutan melalui penyebaran alami (bahkan tidak menutup kemungkinan terjadi pengkayaan alami dengan spesies yang baru yang bernilai ekonomis (menurut pilihan petani berikutnya) dan memberi naungan dan makan bagi satwa hutan yang datang dari hutan sekitar. Oleh karena proses pemeliharaan (pembebasan dari tanaman pengganggu) umumnya dilakukan hanya

5 sekitar pohon damar, maka tumbuhan lain yang dianggap tidak mengganggu akan tumbuh dan berkembang biak sehingga setelah beberapa dekade (bisa dalam dekade 20 tahunan pertama atau berikutnya) akan mencapai keseimbangan antara kebebasan (regenerasi) dan pengelolaan terpadu (pilihan/pengkayaan jenis) yang mungkin tidak akan disadari oleh petani bahwa kebun yang dikelola tersebut telah mencapai tingkat keanekaragaman yang tinggi. Menurut de Foresta dan Michon (1995), kebun damar yang terbentuk bukan merupakan perkebunan monokultur tetapi mempunyai pola ekosistem hutan alam dengan keanekaragaman flora dengan luasan struktur vertikal berjenjang dan keanekaragaman fauna dengan pola meniru hutan alam (Gambar 5). Gambar 5. Repong Damar tua yang terbangun bersama tanaman pertanian lainnya (sawah) di Wilayah Penengahan. Budidaya Repong Damar ini dilakukan secara turun temurun dan terkait dengan sistem adat setempat. Atas dasar tersebut, maka pengelolaan Repong Damar oleh masyarakat Pesisir merupakan bagian kehidupan yang terkait erat dengan nilai kehidupan sosial-ekonomi masyarakatnya.

6 5.3 Aspek Ekologi Pengelolaan Repong Damar Struktur horizontal Struktur tegakan horizontal merupakan istilah untuk menggambarkan sebaran jenis pohon dengan dimensi diameter pohon dalam suatu kawasan. Pengetahuan stuktur tegakan memberikan informasi dinamika populasi jenis kelompok baik dari semai, pancang, tiang maupun pohon. Struktur horizontal didefinisikan sebagai banyaknya pohon per satuan luas pada setiap kelas diameternya. Struktur horizontal terkait dengan kerapatan, frekuensi dan dominansi jenis tanaman. Dengan menggunakan rumus Soerianegara dan Indrawan (1980), penjumlahan ketiga komponen tersebut akan dapat menggambarkan keadaan kuantitatif vegetasi hutan masing-masing jenis yang terdapat di dalam hutan yang dinyatakan dalam bentuk Indeks Nilai Penting (INP). Penguasaan areal oleh jenis tanaman tertentu dilakukan dengan menghitung INP, jenis yang mempunyai INP tertinggi adalah jenis yang menguasai areal tertentu. Kerapatan jenis yaitu banyaknya individu suatu jenis dalam suatu luasan pengamatan. Besarnya nilai kerapatan suatu jenis tanaman terhadap jenis yang lain dapat dilihat dari kerapatan relatifnya. Frekuensi suatu jenis menunjukan penyebaran pada suatu areal. Pengetahuan tentang jumlah dan distribusi atau frekuensi dari permudaan jenis-jenis pohon yang penting dapat dijadikan dasar dalam menduga komposisi dan volume tegakan pada masa yang akan datang (Soerianegara dan Indrawan 2002). Nilai frekuensi dipengaruhi oleh nilai kerapatan, jika tinggi nilainya maka kerapatannya juga tinggi asalkan jenis tanaman tersebut tidak mengelompok. Nilai dominansi suatu jenis tanaman merupakan perbandingan proyeksi tajuk tanaman tersebut terhadap areal tertentu dan bisa dihitung dengan menggunakan luas bidang dasar setinggi dada dan besarnya nilai dominansi suatu jenis terhadap nilai dominansi jenis tanaman yang lain merupakan dominansi relatif (Soerianegara dan Indrawan 1980). Dominansi suatu jenis dapat digunakan untuk mengetahui jenis-jenis yang paling berperan dalam suatu komunitas di suatu area. Berdasarkan hasil pengamatan dan pencatatan jenis, tinggi dan diameter pada tanaman penyusun komponen Repong Damar dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.

7 Semai Semai adalah tumbuhan yang memiliki tinggi maksimal 1,5 m. Hasil penelitian di Repong Damar ditemukan ada 7 jenis tanaman disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Indeks Nilai Penting (INP) tingkat semai masing-masing jenis di Repong Damar Desa Penengahan (2.000 m 3 ) No Nama jenis K KR 1 Pulai (Alstonia scholaris L R. Br) ,2 6,25 11,25 2 Kayu Afrika (Maesopsis eminii) ,6 18,75 43,75 3 Damar (S. javanica) , Laban (Vitex pubescens Vahl) ,2 6,25 11,25 5 Petai (Parkia speciosa Hassk) ,6 18,75 33,75 6 Kayu Manis (Cynamomus Spp) ,2 6,25 11,25 7 Sungkai (Peronema canescens) ,6 18,75 33,75 Jumlah , Keterangan: K : Kerapatan, KR: Kerapatan Relatif, F: Frekuensi, FR: Frekuensi Relatif, D: Dominansi, DR: Dominansi Relatif, INP: Indeks Nilai Penting Berdasarkan Tabel 10 di atas dapat diketahui bahwa Damar (S. javanica) merupakan jenis semai yang memiliki Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Indeks Nilai Penting (INP) yang tertinggi yaitu masing-masing sebesar 30%, 25%, dan 55%. Hal ini menunjukkan bahwa Damar merupakan jenis tanaman yang mendominasi atau menguasai ruang di dalam komunitas tersebut. Hal ini disebabkan karena jenis tersebut mempunyai kesesuaian tempat tumbuh yang baik serta mempunyai daya tahan hidup yang baik pula jika dibandingkan dengan jenis lain yang ada dalam komunitas tersebut. F FR INP Pancang Pancang adalah tumbuhan yang memiliki tinggi lebih dari 1,5 m dan diameter 2-10 cm. Hasil penelitian di Repong Damar ditemukan ada 7 jenis tanaman yang termasuk dalam kategori pancang disajikan pada Tabel 11.

8 Tabel 11. Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pancang Repong Damar Desa Penengahan (2.000 m 3 ) No Nama jenis K KR masing-masing jenis di F FR INP 1 Damar (S. javanica) ,8 22,22 46,22 2 Mangga (Mangifera indica L) ,4 11,11 19,11 3 Petai (P. speciosa) ,78 59,78 4 Sungkai (P. canescens) ,6 16,67 28,67 5 Rambutan (Nephelium lappaceum) ,2 5,56 9,56 6 Kayu Afrika (M. eminii) ,4 11,11 23,11 7 Durian (Durio zibethinus) ,2 5,56 13,56 Jumlah , Keterangan: K : Kerapatan, KR: Kerapatan Relatif, F: Frekuensi, FR: Frekuensi Relatif, D: Dominansi, DR: Dominansi Relatif, INP: Indeks Nilai Penting Berdasarkan Tabel 11 di atas dapat diketahui bahwa tanaman Petai (P. speciosa) memiliki nilai Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR) dan Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi yang memiliki nilai masing-masing 32%, 27,78% dan 59,78%. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman Petai merupakan jenis tanaman yang paling dominan pada tingkat pancang Tiang Tiang adalah tumbuhan yang memiliki diameter antara cm. Hasil penelitian di Repong Damar ditemukan ada 12 jenis tanaman yang termasuk ke dalam kelompok tiang disajikan pada Tabel 12.

9 Tabel 12. Indeks Nilai Penting (INP) tingkat tiang masing-masing jenis di Repong Damar Desa Penengahan (2.000 m 3 ) No Nama Jenis K KR 1 Jengkol (Pithecellobium jiringa Prain) 10 3,85 0,20 4,76 0,13 2,86 11,47 2 Jambu air (Eugenia aquea Burm. F) 10 3,85 0,20 4,76 0,14 3,15 11,76 3 Petai (P. speciosa) 30 11,54 0,60 14,29 0,75 16,83 42,65 4 Damar (S. javanica) 60 23, ,81 1,10 24,68 71,56 5 Rambutan (N. lappaceum) 70 26,92 0,60 14,29 1,04 23,29 64,50 6 Mangga (M. indica) 20 7,69 0,40 9,52 0,25 5,57 22,79 7 Pulai (A. scholaris) 10 3,85 0,20 4,76 0,17 3,78 12,39 8 Durian (D. zibethinus) 10 3,85 0,20 4,76 0,27 6,02 14,62 9 Jambu bol (Eugenia mallacensis L) 10 3,85 0,20 4,76 0,13 2,86 11,47 10 Laban (V. pubescens) 10 3,85 0,20 4,76 0,20 4,47 13,08 11 Salam (Eguania polyantha Miq) 10 3,85 0,20 4,76 0,19 4,29 12,90 12 Duku (Lansium domesticum Corr) 10 3,85 0,20 4,76 0,10 2,19 10,80 Jumlah Keterangan: K : Kerapatan, KR: Kerapatan Relatif, F: Frekuensi, FR: Frekuensi Relatif, D: Dominansi, DR: Dominansi Relatif, INP: Indeks Nilai Penting Berdasarkan Tabel 12 di atas diketahui bahwa jenis Damar (S. javanica) merupakan tanaman yang memiliki nilai Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), dan Indeks Nilai Penting (INP) yang tertinggi dibandingkan dengan jenis tanaman yang lainnya yaitu masing-masing sebesar 23,81%, 24,68% dan 71,56%. Hal ini menunjukkan bahwa Damar merupakan tanaman yang sering dijumpai disetiap petak ukur dan menguasai dalam komunitas tersebut dibandingkan dengan jenis yang lainnya. Besar kecilnya dominansi suatu jenis tergantung besarnya luas bidang dasar (lbds) setinggi dada. Dominansi relatif merupakan penguasaan jenis pohon terhadap jenis pohon lainnya dalam komunitas sehingga populasi jenis lain relatif akan berkurang dalam jumlah dan daya hidupnya. Tanaman Rambutan (N. lappaceum) memiliki nilai Kerapatan Relatif (KR) yang tertinggi dibandingkan dengan jenis tanaman yang lainnya yaitu sebesar 26,92%. Hal ini menunjukkan bahwa Rambutan merupakan tanaman yang memiliki jumlah yang banyak dibandingkan tanaman yang lainnya. F FR D DR INP

10 Pohon Pohon adalah suatu tanaman yang memiliki diameter lebih dari 20 cm. Hasil penelitian di Repong Damar ditemukan ada 8 jenis tanaman yang termasuk ke dalam kelompok pohon disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Indeks Nilai Penting (INP) tingkat pohon masing-masing jenis di Repong Damar Desa Penengahan (2.000 m 3 ) No Nama Jenis K KR 1 Pulai (A. scholaris) 35 29,17 0,60 16,67 3,23 25,26 71,10 2 Damar (S. javanica) 25 20, ,78 4,73 36,96 85,58 3 Duku (L. domesticum) 15 12,50 0,60 16,67 1,27 9,96 39,13 4 Rambutan (N. lappaceum) 10 8,33 0,20 5,56 0,46 3,60 17,48 5 Petai (P. speciosa) 10 8,33 0,40 11,11 1,48 11,60 31,04 6 Manggis (Garsinia mangostana) 5 4,17 0,20 5,56 0,46 3,56 13,29 7 Durian (D. zibethinus) 5 4,17 0,20 5,56 0,32 2,52 12,24 8 Sungkai (P. canescens) 15 12,50 0,40 11,11 0,84 6,54 30,15 Jumlah , , Keterangan: K : Kerapatan, KR: Kerapatan Relatif, F: Frekuensi, FR: Frekuensi Relatif, D: Dominansi, DR: Dominansi Relatif, INP: Indeks Nilai Penting F FR D DR INP Berdasarkan Tabel 13 di atas diketahui bahwa jenis Damar (S. javanica) merupakan tanaman yang memiliki nilai Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), dan Indeks Nilai Penting (INP) yang tertinggi dibandingkan dengan jenis tanaman yang lainnya yaitu masing-masing sebesar 27,78%, 36,96% dan 85,58%. Pada penelitian Duryat (2006) yang dilaksanakan di Pesisir Krui (Kecamatan Pesisir Utara, Pesisir Tengah, dan Pesisir Selatan) menghasilkan INP tertinggi tingkat pohon juga pada jenis Damar yaitu mencapai 165,051%. Hal ini menunjukkan bahwa Damar merupakan jenis yang mendominasi dibandingkan dengan tanaman yang lainnya. Menurut Indriyanto (2008), besarnya INP suatu jenis memperlihatkan peranan suatu jenis dalam komunitas. Suatu jenis yang memiliki nilai INP lebih besar dibandingkan dengan jenis lainnya menandakan bahwa suatu jenis pada komunitas tersebut dikatakan mendominasi atau menguasai ruang di dalam komunitas tersebut. Hal ini disebabkan jenis tersebut mempunyai kesesuaian tempat tumbuh yang baik serta mempunyai daya tahan hidup yang baik pula jika dibandingkan dengan jenis lain yang ada dalam komunitas tersebut. Selain itu

11 dominansi dari suatu spesies menggambarkan survival suatu jenis dalam suatu komunitas. Jenis-jenis yang selalu dominan pada tiap tingkatan vegetasi relatif dapat dikatakan memiliki daya survival yang tinggi. INP damar menunjukkan kecendrungan menurun dari fase pohon ke semai, namun permudaan alami damar di Pesisir Krui Tengah cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh kerapatan jenis damar yang cendrung meningkat dari fase pohon (20,83%) ke fase semai (30%). Penurunan INP damar dari fase pohon ke fase semai berkaitan dengan keberadaan jenis campuran. Semakin rendah fase pertumbuhan, maka akan semakin beragam dan semakin banyak jumlah dan jenis tumbuhan campurannya. Semakin tinggi nilai INP suatu jenis, berarti semakin besar dominansi jenis tersebut pada tempat tumbuhnya. Berdasarkan Tabel beberapa jenis tanaman Jengkol (P. jiringa), Jambu air (E. aquea), Jambu bol (E. mallacensis), Salam (E. polyantha), Duku (L. domesticum), Manggis (G. Mangostana ) mengalami persaingan sehingga permudaan alaminya terganggu. Hal ini disebabkan oleh terjadinya persaingan antara individu jenis tanaman baik antarspesies yang sama maupun antarspesies berbeda yang disebabkan kebutuhan yang sama misalnya dalam hal hara mineral, tanah, air, cahaya dan ruang tumbuh (Indriyanto, 2008). Jenis tanaman Pulai (A. scholaris), Damar (S. javanica), Laban (V. pubescens), Petai (P. speciosa), Sungkai (P. canescens), Mangga (M. indica), Rambutan (N. lappaceum), Durian (D. zibethinus) mampu hidup bersaing dengan jenis tanaman-tanaman lain. Hal ini disebabkan karena jenis tanaman tersebut memiliki pertumbuhan yang kuat, dan menjadi spesies yang dominan atau lebih berkuasa dibandingkan jenis lainnya. Menurut Indriyanto (2008) bahwa pohonpohon yang tinggi akan menjadi pohon pemenang dan menguasai pohon-pohon lain yang lebih rendah. 5.4 Aspek Sosial Pengelolaan Repong Damar Persepsi masyarakat tentang pengembangan pengelolaan Repong Damar Persepsi merupakan suatu pendapat, sikap dan perilaku yang bersifat pribadi dan subyektif namun mempunyai arti penting dan kedudukan yang kuat dalam diri setiap manusia (Adiputro, 1999). Hasil interpretasi jawaban responden

12 tentang persepsi masyarakat dalam pengembangan pengelolaan Repong Damar berdasarkan aspek ekologi, sosial dan ekonomi (Lampiran 2, 3, dan 4). Rata-rata interpretasi jawaban responden tentang persepsi masyarakat terhadap pengembangan pengelolaan Repong Damar berdasarkan aspek ekologi, sosial dan ekonomi disajikan pada Tabel 14. Tabel 14. Rata-rata interpretasi jawaban responden tentang persepsi masyarakat terhadap pengembangan pengelolaan Repong Damar berdasarkan aspek ekologi, sosial dan ekonomi. No Aspek Skor Persentase Interpretasi 1 Ekologi 145,25 83,25 Sangat setuju 2 Sosial 118,31 67,56 Setuju 3 Ekonomi Sangat setuju Rata-rata 138,52 79,27 Setuju Berdasarkan Tabel 14 di atas menunjukkan sebagian besar masyarakat memiliki persepsi yang sama yaitu setuju tentang pengembangan Repong Damar. Persepsi ini dapat disebabkan masyarakat masih memiliki anggapan bahwa Repong (kebun) Damar merupakan warisan nenek moyang yang harus dipertahankan. Akan tetapi perlu adanya keterlibatan dari pemerintah dalam membantu masyarakat mengelola Repong Damar. Keterlibatan pemerintah dalam membantu masyarakat dalam mengelola Repong Damar masih kurang yang dapat dilihat dari masyarakat menjawab pertanyaan frekuensi penyuluhan yang diadakan pemerintah masih sangat jarang. Selain itu beberapa masyarakat beranggapan bahwa Repong Damar akan punah yang disebabkan oleh harga getah damar yang relatif rendah jika dibandingkan dengan harga bahan pangan pokok beras Permasalahan pengelolaan Repong Damar Repong Damar merupakan bentuk pemanfaatan lahan pedesaan di Pesisir Krui, Lampung Barat yang relatif mapan. Repong Damar ini tetap dipertahankan sejak dahulu sampai sekarang. Pada saat ini keberadaan Repong Damar memang masih survive karena masyarakat sangat menyadari arti penting Repong Damar sebagai investasi masa depan, tetapi ketika terjadi pertambahan penduduk pada masa yang akan datang keberadaan Repong Damar menjadi terancam. Selain itu harga getah damar yang mengalami penurunan terus dibandingkan dengan harga

13 bahan pangan pokok beras. Hal ini disebabkan karena masyarakat beranggapan bahwa getah damar merupakan hasil perkebunan bukan hasil hutan non kayu. Masyarakat Desa Penengahan beranggapan bahwa tanaman damar (S. javanica) merupakan tanaman perkebunan yang ditanam oleh masyarakat bukan tanaman yang tumbuh sendiri seperti halnya tanaman-tanaman hutan. Keberadaan dan keberlanjutan kawasan hutan damar di Desa Penengahan, Kecamatan Pesisir Krui Tengah sangat bergantung pada upaya-upaya penduduk setempat dalam memelihara dan mempertahankan Repong Damar mereka. Relatif rendahnya penghasilan yang diperoleh dari Repong Damar yang bisa mendorong para petani damar akan meninggalkan Repong Damar mereka pada masa yang akan datang. Bila ini berlangsung terus, maka masyarakat dalam mempertahankan Repong Damar tentunya akan berkurang, apalagi periode menunggu panen cukup lama sekitar 20 tahun, masyarakat (generasi muda) Desa Penengahan akan memilih konversi lahan menjadi perkebunan sawit, kopi ataupun karet. Dukungan dan kebijakan pemerintah daerah untuk membantu pengembangan Repong Damar sudah ada namun belum optimal. Dukungan dan kebijakan pemerintah hendaknya berorientasi pada upaya untuk memperkuat keberadaan Repong Damar dan mengurangi segala bentuk intervensi terutama dalam hal-hal teknis yang sebenarnya menjadi domain dari masyarakat. Selain itu, proses penyusunan kebijakan yang dibuat harus transparan, partisipatif melalui mekanisme yang bottom-up untuk menampung aspirasi masyarakat. Tabel 15 menyajikan kriteria dan prasyarat kebijakan yang diharapkan. Tabel 15. Kriteria dan prasyarat kebijakan yang diharapkan Aspek Substansi Proses penyusunan Kriteria dan Prasyarat - Akomodatif terhadap aspirasi dari bawah - Memperjelas status pelaku subyek lain yang diatur - Memberikan bentuk insentif ekonomi sehingga tercipt self interest untuk berlangsungnya learning process - Mengurangi bahkan menghilangkan unsur-unsur ketidakpastian - Tidak diskriminatif - Tidak multi interpretatif - Tidak mengandung unsur-unsur single perception yang sempit - Menggunakan pendekatan bottom up process - Memperhatikan perbedaan dan keragaman kondisi lapangan yang ada

14 - Menerapkan azas demokrasi - Menerapkan azas transparansi, partisipasi Sumber: Suharjito et al Luas dan status kepemilikan lahan Luas lahan Repong Damar yang terbentuk pada umumnya berhubungan dengan luas Repong yang menjadi cikal bakal terbentuknya sistem agroforest. Luas lahan Repong Damar yang dimiliki masyarakat berkisar antara 0,5 sampai 1,75 ha. Luas lahan Repong Damar yang dimiliki masyarakat sebagian besar berstatus sebagai tanah waris dalam bentuk penguasaan hak milik perorangan yang dimiliki oleh satu keluarga Ketenagakerjaan pengelolaan Repong Damar Tenaga kerja yang digunakan dalam mengelola Repong Damar sebagian besar berasal dari anggota keluarga (ayah, ibu dan anak). Selain itu, mereka terkadang menggunakan tenaga upahan. Tenaga kerja upahan ini diperlukan pada kegiatan pembersihan gulma, pemanenan getah damar, pengangkutan getah damar, dan pemanenan buah-buahan. Besarnya biaya masing-masing kegiatan tersebut disajikan pada Tabel 16. Tabel 16. Biaya pengelolaan Repong Damar/KK Kegiatan Biaya (Rp) Pembersihan repong (kebun) sebelum panen Pemanenan Pengangkutan Berdasarkan Tabel 16 di atas bahwa biaya pengelolaan Repong Damar dalam kegiatan pembersihan Repong Damar sebelum panen adalah Rp , kegiatan ketika panen adalah Rp , dan kegiatan pengangkutan getah damar adalah Rp Besarnya biaya yang dikeluarkan tergantung pada tenaga upahan yang digunakan, akan tetapi jika anggota keluarga juga membantu dalam memelihara Repong Damar maka biaya yang dikeluarkan juga relatif lebih rendah Kelembagaan pengelolaan Repong Damar

15 Kelembagaan formal petani getah Damar sudah terbentuk. Kelompok tani getah damar bergabung dengan kelompok tani tanaman pertanian. Kelompok tani ini berada di bawah bimbingan Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Barat Manajemen pengelolaan Repong Damar Manajemen pengelolaan Repong Damar yang dibahas disini menyangkut manajemen untuk sub-sistem Repong Damar. Adapun untuk manajemen pengelolaan Repong Damar dapat dijelaskan sebagai berikut: Manajemen permudaan/penanaman Penanaman bibit dilakukan dengan tujuan untuk mengganti tanaman yang mati atau tumbang atau untuk ditanam di Repong yang baru. Pada umumnya bibit sangat peka pada saat penanaman, terutama apabila tempat tumbuhnya yang baru kurang cahaya. Ada beberapa cara khusus untuk menanam damar yang biasa dilakukan dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik Repong yaitu: 1. Benih disebarkan langsung ditempat yang miring. 2. Benih disemaikan terlebih dahulu. Penyemaian dilakukan di polybag yang telah diisi dengan tanah dan satu biji damar. Sekitar 28 hari, biji damar menjadi kecambah. Setelah tumbuh sampai setinggi satu jengkal, bibit damar mulai dipindahkan ke Repong. 3. Bibit damar diperoleh dari tanaman damar yang tumbuh sendiri di Repong Damar, langsung dicabut dan ditanam pada tempat yang telah direncanakan. Diantara cara-cara tersebut, yang dianggap lebih baik adalah cara persemaian, karena kemungkinan hidup akan menjadi lebih besar dan bibit dapat dipilih yang lebih unggul yaitu dari pohon-pohon damar yang banyak menghasilkan getah Manajemen pemeliharaan Setelah pohon non damar (buah-buahan) menghasilkan, perawatan terhadap pohon damar lebih rutin dilakukan sambil memetik tanaman yang sudah berbuah. Perawatan pohon damar tersebut dilakukan dengan menyeleksi tanaman keras yang

16 tumbuh liar, yaitu jenis pohon-pohon yang dianggap kurang bernilai ekonomi, diganti dengan tanaman keras yang dianggap petani bernilai ekonomi tinggi. Ada sejenis tanaman parasit yang biasa mengganggu pertumbuhan tanaman kebun. Parasit ini, biasa disebut bayit, melilit batang tanaman dan mengambil sari makanan dari tanaman yang dililitnya melalui akar. Bayit biasanya dihilangkan dengan memangkas bagian ujung bawah atau pangkalnya. Selain parasit, tanaman perkebunan juga terancam oleh penyakit parang yang menyerang batang, ranting dan daun tanaman. Penyakit ini menyerang tanaman damar muda, sekitar 5 tahunan, yang daunnya masih lebar. Parang dihilangkan dengan cara membuang daun yang terserang atau memotong keseluruhan ranting yang sudah terserang Manajemen pemanenan Proses pengambilan getah damar mata kucing dilakukan dengan cara menyadap dari pohon sehingga diperoleh getah damar. Pohon damar biasanya mulai diambil getahnya saat mencapai usia 20 tahun. Pada usia demikian getah yang dihasilkan sebenarnya belum mencapai puncak produksi. Puncak itu dapat dicapai ketika pohon damar berusia sekitar 30 tahun. Untuk memperoleh getah damar batang pohon damar dilubangi permukaannya. Kegiatan ini disebut dengan memepat. Memepat batang damar dilakukan dengan alat kapak. Kedalaman ideal batang yang dilubangi adalah sekitar 4 cm dan luas permukaannya 5 cm. Pohon damar muda (usia tahun) jumlah lubang yang dibuat secara horizontal adalah 23 dan bagi damar tua (usia 30 tahun lebih) berjumlah 45 lubang, sedangkan secara vertikal jarak antar lubang kira-kira satu hasta orang dewasa. Jumlah lubang secara vertikal dalam satu pohon adalah sekitar buah. Dengan demikian pada setiap pohon damar rata-rata akan dilubangi antara pepat (jumlah lubang sadap). Jumlah pepat lebih mencerminkan baik atau tidaknya perawatan yang diberikan. Pohon yang kurang mendapat perawatan yang baik akan mengakibatkan pohon damar sakit, sehingga jumlah pepat yang dibuat menjadi tidak optimal, akibatnya produktivitas pohon akan turun. Bentuk pepat (Gambar 6) lebih kurang segitiga dengan luas alas sekitar 5 cm dan dalamnya 4 cm. Bentuk segitiga dimaksudkan agar getah yang menetas akan

17 tertampung di alasnya, dan menjaga agar lubang yang satu dengan yang lain tidak bertemu. Gambar 6. Pepat ( lubang getah damar) Cara mengambil getah damar dari alas lubang dilakukan dengan hati-hati, sehingga tidak memperbesar lubang ke arah samping melainkan ke atas yaitu dengan membuat uring (mengerok sebagian kulit dasar kayu damar pada ujung atas pepat) (Gambar 7). Gambar 7. Uring (mengerok sebagian kulit dasar kayu damar pada ujung atas pepat) Lubang yang baru harus dibiarkan selama 3 bulan. Jika sebelum 3 bulan getah damar sudah diambil maka pohon damar tidak akan mengeluarkan getah damar sama sekali atau hanya dalam jumlah yang sedikit. Getah damar yang diambil adalah getah damar yang sudah menggumpal. lain: Alat-alat (Gambar 8) yang dibutuhkan dalam menyadap getah damar antara

18 1. Ambon, yaitu sabuk pengaman yang terbuat dari rotan yang dianyam. Tali tersebut diikat melingkar pada pohon damar yang diambil getahnya 2. Tembilung, adalah wadah yang digunakan untuk menempatkan getah damar yang baru diambil dari pohon atau bisa juga diganti dengan menggunakan ember atau alat penampung lainnya. Alat ini terbuat dari selendang atau pembungkus buah pinang yang berbentuk keranjang dengan ukuran tinggi 30 cm, diameter 25 cm. Cara penggunaannya digantungkan pada tangan kiri penyadap getah damar. 3. Kapak patil, adalah semacam kapak kecil untuk menyadap maupun untuk mengambil getah damar dari lubang tarik. 4. Babalang, adalah wadah yang digunakan untuk tempat mengumpulkan getah damar dari tembilung. Bentuknya bulat panjang seperti keranjang muatan kg. Damar yang digunakan oleh para petani merupakan getah kering bercampur serpihan kayu atau ranting, tanah, dan getah tersebut disebut damar asalan. Gambar 8. Peralatan dalam menyadap damar (a) Ambon, (b) Kapak patil, (c) Ember, dan (d) Babalang Teknik memanjat dalam mengambil getah damar adalah dengan cara melilit ambon pada batang damar dan tubuh pengambil (Gambar 9).

19 Gambar 9. Cara petani damar melilit ambon pada batang damar Ambon ini berfungsi sebagai penyanggah berat badan orang yang naik pohon damar. Dengan demikian posisi tubuh si pengambil damar adalah berdiri, lubang pada batang damar digunakan sebagai tumpuan kedua kaki, tubuh disanggah ambon, tangan kanan memegang kapak untuk mengambil getah damar yang sudah mengkristal, dan tangan kiri memegang tembilung tempat getah damar yang baru diambil Pemilahan kualitas getah damar Di warung (gudang/tempat penampungan damar) pedagang pengumpul di desa, onggokan damar asalan atau laburan dipilah dengan cara pengayakan, penampian, dan pemilihan/pemungutan tangan ke dalam kategori kualitas (Gambar 10). Gambar 10. Cara pemilahan kualitas damar

20 Pemilahan ini, pedagang pengumpul mempekerjakan anggota rumah tangga dan tetangga sekampung maupun sedesa. Cara pemilahan kualitas getah damar (Gambar 11) dengan tahapan sebagai berikut: 1. Getah damar diayak menggunakan ayakan kayu dengan jaring-jaring ayakan yang dibuat dari anyaman bambu sebesar 3x3 cm atau yang disebut ayakan A. Ayakan ini berbentuk bujur sangkar. Pengayakan ini menghasilkan getah damar kualitas A, yaitu getah yang ukurannya besar. Getah damar A ini ditempatkan sendiri dan dipisahkan dari getah damar yang lain yang keluar dari ayakan A tadi. 2. Getah damar yang telah diayak tadi, kemudian diayak lagi dengan ayakan B yang mempunyai luas jaring-jaring 2x2 cm. Hasil ayakan adalah getah damar kualitas B yang memiliki ukuran relatif kecil dibandingkan dengan kualitas A. 3. Getah damar yang keluar dari ayakan B, diayak lagi dengan ayakan C yang mempunyai luas jaring-jaring 1x1 cm. Hasil ayakan adalah damar kualitas C yang memiliki ukuran relatif kecil dibandingkan dengan kualitas B. 4. Getah damar yang keluar dari ayakan C, diayak lagi dengan ayakan abu atau debu (luas jaring-jaring ayakan 1x1 mm). Hasil ayakan adalah getah damar adalah getah damar kualitas KK/DE, berupa butiran-butiran kecil. Getah damar DE ditempatkan tersendiri dan dipisahkan dari debu yang keluar dari ayakan ini. Gambar 11. Kualitas getah damar

21 Sortasi dilakukan dan dengan cara mengayak sehingga menghasilkan beberapa kualitas, antara lain: 1. Kualitas A yaitu getah damar dalam bentuk bungkahan, dengan ukuran 2-4 cm, dengan warna kuning bening 2. Kualitas B yaitu getah damar dalam bentuk bungkahan, dengan ukuran 1-2 cm, dengan warna kuning bening 3. Kualitas C, yaitu getah damar ukuran 0,5-1 cm, warna kuning agak kotor dan tidak bening 4. Kualitas KK/DE, yaitu getah damar yang merupakan sisa dari sortasi berupa damar kecil-kecil atau debu. Pengepakan dilakukan dengan cara membungkus dengan karung goni atau plastik dengan berat bersih masing-masing 50 kg. Damar yang telah dibungkus/di packing siap untuk dijual ke pasar lokal maupun ke pasar luar negeri Manajemen pengaturan hasil/pemasaran Damar mata kucing yakni damar yang warnanya jernih, mengkilap, dan bening seperti kaca. Karenanya damar jenis ini juga disebut damar kaca. Sebagai komoditas, damar telah memiliki nilai ekonomis yang tinggi jauh sebelum zaman penjajahan Belanda berlangsung di Indonesia, mengingat manfaatnya yang begitu besar. Pedagang-pedagang Cina dilaporkan telah mencari damar untuk diperdagangkan kembali. Damar banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku industri pembuatan vernish, lak, tinta, cat, korek api, plastik, campuran karet, kotak radio, lilin, bahan isolator, obat-obatan, dan bahan peledak (de Foresta et al. 2000). Jalur pemasaran getah damar di daerah Pesisir Krui dimulai dari petani Repong Damar yang baru menyadap getah damar, kemudian getah damar tersebut dijual kepada pedagang penghadang (tengkulak) yang sudah menanti di daerah perbatasan antara desa dengan Repong Damar, kemudian tengkulak tersebut menjual getah damar ke pedagang pengumpul yang berada di desa. Petani Repong Damar juga dapat menjual langsung kepada pedagang pengumpul yang berada di desa. Dari pedagang pengumpul, getah damar kemudian dijual ke pedagang besar yang berada di Pasar Krui. Dari pedagang besar yang berada di Pasar Krui getah damar tersebut dijual ke pengusaha-pengusaha besar yang ada di Bandar Lampung, Jakarta, dan pedagang kota-kota besar lainnya atau dijual ke eksportir (Gambar 12).

22 Petani Repong Damar Pedagang penghadang (Tengkulak) Pedagang pengumpul (di Desa) Pedagang besar di Pasar Krui Pedagang di Jakarta Pedagang di Bandar Lampung Pedagang kota-kota besar lainnya Eksportir Gambar 12. Jalur pemasaran damar dari Krui Petani penjual adalah orang yang mengumpulkan damar dari Repong (pengunduh) dan menjualnya kepada pedagang. Petani pemilik Repong Damar dapat melakukan sendiri pengumpulan, pengangangkutan, dan penjualan damarnya kepada pedagang pengumpul di desa atau lokasi-lokasi penghadangan. Petani pemilik dapat juga mengupah orang untuk mengambil/mengumpulkan damar dan/atau mengangkut damar yang dikumpulkannya dari Repong ke tempat pedagang pengumpul. Petani pemilik Repong dapat juga menyerahkan pekerjaan pengumpulan, pengangkutan, dan penjualan damar kepada orang lain dengan perjanjian bagi hasil. Pedagang pengumpul sebagian besar adalah penduduk desa setempat. Persaingan antara pedagang pengumpul untuk memperoleh damar dari petani penjual tidak dapat dielakkan karena jumlah mereka relatif besar. Sejumlah pedagang pengumpul secara aktif mencari petani penjual damar dengan mendirikan gubuk-gubuk pembelian damar di tempat-tempat perbatasan antara lokasi kebunkebun damar dan desa. Ditempat ini pedagang pengumpul menghadang petani damar yang baru kembali mengumpulkan damar dari kebun. Damar yang sudah dibeli dari petani di tempat penghadangan setiap hari diangkut ke tempat pedagang pengumpul di desa. Pengangkutan damar dari tempat penghadangan ke warung (gudang/tempat penampungan damar) di desa, pedagang pengumpul atau

23 penghadang menggunakan jasa pengojek damar yang sudah berada di tempat tersebut. Pedagang besar tidak hanya memiliki usaha membeli dan menjual damar saja akan tetapi juga komoditi lainnya seperti rotan, kopi, lada, cengkeh, pupuk dan pestisida. Selain itu pedagang besar juga memiliki usaha bengkel kendaraan bermotor, toko klontongan dan toko bahan bangunan. 5.5 Aspek Ekonomi Pengelolaan Repong Damar Kontribusi Repong Damar terhadap pendapatan masyarakat Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dari usaha dengan biaya yang dikeluarkan untuk usaha tersebut. Pendapatan dari pengertian ekonomi berhubungan dengan uang, barang dan jasa yang diterima atau diperoleh selama periode tertentu, seperti bulan atau tahun (Hadisapoetra 1973) Untuk mengetahui kontribusi Repong Damar terhadap pendapatan masyarakat, maka dilakukan telaah pendapatan dari luar Repong Damar seperti petani sawah, PNS. Selain itu juga akan dilakukan analisis pendapatan per kapita sebagai salah satu indikator kesejahteraan masyarakat Pendapatan masyarakat Desa Penengahan dari Repong Damar Repong Damar di Pesisir Krui sebagai suatu sistem produksi tentunya memberikan pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pendapatan masyarakat secara lengkap dapat dilihat pada (Lampiran 2), sedangkan pendapatan rata-rata masyarakat berdasarkan luas Repong Damar disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Rata-rata pendapatan masyarakat dari Repong Damar Penengahan. Luas Lahan (ha) Biaya Usaha Repong Damar (Ci) (Rp/tahun) Hasil usaha Repong Damar (PixYi) (Rp/tahun) di Desa Pendapatan usaha Repong Damar (Lu) (Rp/tahun) Jumlah Rata-rata

24 Berdasarkan Tabel 17 di atas dapat diketahui bahwa pendapatan masyarakat dari Repong Damar memberikan pemasukan berkisar antara Rp /KK/tahun sampai di atas Rp /KK/tahun atau rata-rata sebesar Rp /KK/tahun. Pendapatan masyarakat yang berasal dari Repong Damar dipengaruhi oleh luas lahan dan jumlah anggota keluarga Pendapatan masyarakat Desa Penengahan dari luar Repong Damar Pekerjaan di luar Repong Damar merupakan pekerjaan pokok masyarakat yang terdiri atas PNS, wiraswasta dan petani sawah/kebun. Pendapatan di luar dari Repong Damar berkisar antara Rp /KK/tahun sampai dengan Rp /KK/tahun (Lampiran 5). Ketidakmerataan pendapatan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain jumlah anggota rumah tangga, jumlah pendapatan, dan sumber pendapatan masyarakat Pendapatan perkapita masyarakat Desa Penengahan Pendapatan perkapita mayarakat dihitung berdasarkan pendapatan total masyarakat dibagi dengan jumlah jiwa per kepala keluarga (KK). Pendapatan per kapita masyarakat Desa Penengahan secara lengkap dapat dilihat pada (Lampiran 2), sedangkan rata-rata pendapatan perkapita masyarakat Desa Penengahan disajikan pada Tabel 18. Tabel 18. Rata-rata pendapatan perkapita masyarakat di Desa Penengahan. Jumlah tanggungan (orang) Pendapatan luar Repong Damar (lnu) (Rp/tahun) Pendapatan usaha Repong Damar (Lu) (Rp/tahun) Pendapatan total (Rp/tahun) Pendapatan per kapita (Rp/tahun) Jumlah Rata-rata Berdasarkan Tabel 18 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan per kapita masyarakat di Desa Penengahan adalah sebesar Rp /orang/tahun atau Rp /orang/bulan. Suharjito (2000) menyatakan bahwa masyarakat di

25 Desa Sumberejo Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah, menghasilkan pendapatan per kapita rata-rata setahun dari hutan rakyat adalah sebesar Rp ,66/kapita/tahun. Faktor yang mempengaruhi pendapatan per kapita adalah jumlah anggota rumah tangga, luas lahan Repong Damar, dan sumber pendapatan responden. Di Kecamatan Pesisir Tengah Krui masyarakat memiliki sumber pendapatan yang berbeda-beda. Sektor sawah merupakan sumber pendapatan yang paling menentukan selain Repong Damar. Berdasarkan kriteria kesejahteraan menurut Sajogyo (1974) yang mengatakan bahwa golongan miskin pedesaan diukur berdasarkan banyaknya pengeluaran perkapita per tahun yang setara dengan kg beras, maka dengan harga beras di lokasi penelitian sebesar Rp /kg, maka nilai ambang batas kemiskinan di lokasi penelitian adalah Rp /kapita/tahun. Dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Penengahan berada jauh di atas garis kemiskinan dimana kebutuhan pangan dan non pangan sudah terpenuhi dan masih disisakan untuk tabungan karena rata-rata pendapatan perkapita masyarakat sebesar Rp /orang/tahun Kontribusi Repong Damar terhadap pendapatan total masyarakat Kontribusi Repong Damar terhadap pendapatan total masyarakat selengkapnya dapat dilihat pendapatan dari Repong Damar disajikan pada Tabel 19. pada (Lampiran 2), sedangkan rata-rata kontribusi Tabel 19. Rata-rata kontribusi pendapatan dari Repong Damar di Desa Penengahan. Jumlah tanggungan (orang) Pendapatan luar Repong Damar (lnu) (Rp/tahun) Pendapatan usaha Repong Damar (Lu) (Rp) Pendapatan total (Rp/tahun) Pendapatan per kapita (Rp/tahun) Kontribusi Repong Damar Jumlah Rata-rata

26 Berdasarkan Tabel 19 tersebut rata-rata kontribusi Repong Damar terhadap pendapatan total masyarakat memberikan sumbangan antara 61% sampai 71% atau rata-rata sebesar 65%. Jianbo (2006) juga menyatakan bahwa pendapatan petani di Cina Utara dan Selatan dari agroforestri Paulownia dengan sistem tumpang sari sebesar 64,29% lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa sistem tumpang sari. Menurut Pramono (2000), mengatakan bahwa di Desa Penengahan, Repong Damar memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Sebagian besar rumah tangga di desa ini sekitar 88% bergantung pada Repong Damar. Selain itu juga menurut Wijayanto (2001) menyebutkan bahwa Repong Damar memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan total rumah tangga/tahun yaitu sebesar 52% yang mana nilai kontribusi terbesar diberikan oleh pendapatan yang diperoleh dari getah damar, yaitu sebesar 65%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi Repong Damar pada pendapatan total responden cukup besar atau lebih besar dibandingkan pendapatan di luar Repong Damar. Sehingga hasil dari Repong Damar tersebut sering diinvestasikan dalam bentuk tabungan yang bermanfaat untuk membangun atau memperbaiki rumah, membeli ternak, membuat sarana ibadah, dan lain-lain.

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Penengahan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung (Gambar 2). Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri AGROFORESTRI Ellyn K. Damayanti, Ph.D.Agr. M.K. Ekoteknologi Konservasi Tumbuhan Bogor, 19 Maret 2013 PENDAHULUAN Apa itu Agroforestri? Agro/agriculture; forestry Nama bagi sistem-sistem dan teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dibidang kehutanan saat ini terus ditingkatkan dan diarahkan untuk menjamin kelangsungan tersedianya hasil hutan, demi kepentingan pembangunan industri, perluasan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. buah-buahan (kelapa, pisang, MPTS). Klasifikasi untuk komposisi tanaman 41 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Komposisi Jenis Tanaman Agroforestri Komposisi tanaman yang menjadi penyusun kebun campuran ini terdiri dari tanaman pertanian (padi, kakao, kopi, cengkeh), tanaman kayu,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Dalam UU No. 41 tahun 1999, hutan rakyat merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Hutan hak merupakan hutan yang berada di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli

I. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli ` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Desa Pesawaran Indah ini merupakan salah satu desa yang semua penduduknya

III. METODE PENELITIAN. Desa Pesawaran Indah ini merupakan salah satu desa yang semua penduduknya 19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pesawaran Indah, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran. Lokasi ini dipilih secara sengaja dikarenakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya masyarakat sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Khusus di Propinsi Lampung, pembukaan

Lebih terperinci

pernyataan singkat tentang hasil penelitian sedangkan saran berisikan hal-hal yang perlu dilakukan berkaitan dengan hasil penelitian. 8.1.

pernyataan singkat tentang hasil penelitian sedangkan saran berisikan hal-hal yang perlu dilakukan berkaitan dengan hasil penelitian. 8.1. BAB VIII. KE SIMPU LAN DAN SARAN BAB VIII. KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini terdiri dari kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisikan pernyataan singkat tentang hasil penelitian sedangkan saran berisikan

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS. 2.1 Tinjauan Pustaka Kebijakan Pemerintah dalam Hal Gender dalam Pembangunan

BAB II PENDEKATAN TEORITIS. 2.1 Tinjauan Pustaka Kebijakan Pemerintah dalam Hal Gender dalam Pembangunan 7 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kebijakan Pemerintah dalam Hal Gender dalam Pembangunan INPRES No. 9 Tahun 2000 menetapkan Pengarusutamaan Gender (PUG) sebagai strategi mewujudkan

Lebih terperinci

Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini terdiri dari responden. petani, responden pedagang, dan industri pengolahan buah.

Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini terdiri dari responden. petani, responden pedagang, dan industri pengolahan buah. V. HASIL PENGAMATAN 5.1 Karakteristik Responden Responden yang diwawancarai dalam penelitian ini terdiri dari responden petani, responden pedagang, dan industri pengolahan buah. Responden petani berjumlah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola tanam agroforestri yang diterapkan petani di Desa Pesawaran Indah terdapat pada 3 (tiga) fisiografi berdasarkan ketinggian tempat/elevasi lahan. Menurut Indra, dkk (2006)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas

III. METODE PENELITIAN. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas III. METODE PENELITIAN A. Kerangka Pemikiran Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimum 0,25 ha. Hutan rakyat ini merupakan suatu pengembangan pengelolaan hutan yang

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon (Suharjito, 2000). Menurut

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi : METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Februari 2009. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutaan Institut

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Lokasi Penelitian Desa Ciaruten Ilir merupakan desa yang masih berada dalam bagian wilayah Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung (Gambar 2) pada bulan Juli sampai dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELIT TIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian inii dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang berlokasi di TAHURA Inten Dewata dimana terdapat dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012 ISSN : 2337-5329 :!,1G():5kr'W:5 JURnAl EKOlOGI DAn SAlns PUSAT PENELITIAN LlNGKUNGAN HIDUP a SUMBERDAYA ALAM (PPLH SDA) UNIVERSITAS PATTIMURA VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012 ISSN : 2337-5329 POTENSI FLORA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Hairiah, dkk (2003) mendefinisikan agroforestri merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan di bidang pertanian dan kehutanan yang mencoba menggabungkan unsur tanaman dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan bahwa dalam kerangka pencapaian pembangunan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Sistem agroforestri memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem pertanian monokultur. Adanya beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM KARYA TULIS KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM OLEH : DIANA SOFIA H, SP, MP NIP 132231813 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah,

Lebih terperinci

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN.

MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA. Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN. MODEL AGROFORESTRY BERBASIS TONGKONAN YANG BERWAWASAN KONSERVASI LINGKUNGAN DI KABUPATEN TANA TORAJA Oleh: SAMUEL ARUNG PAEMBONAN Dosen pada Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah PENDAHULUAN Latar Belakang Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Nasional Way Kambas Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan lindung. Pendirian kawasan pelestarian alam Way Kambas dimulai sejak tahun 1936

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Desa Karacak 1. Letak dan Luas Desa Karacak Desa Karacak secara administratif berada dalam wilayah Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor dengan orbitasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005). I. PENDAHULUAN Hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan hewan yang hidup di lapisan permukaan tanah yang terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada

BAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Hutan Rakyat di Wilayah Penelitian Hutan Rakyat di wilayah penelitian yang berada di daerah Pasir Madang Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor pada umumnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah 71 IV. GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kabupaten Way Kanan Kabupaten Way Kanan merupakan salah satu wilayah pemekaran dari wilayah Kabupaten Lampung Utara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Kemenyan di Desa Sampean Hutan kemenyan berawal dari hutan liar yang tumbuh tanpa campur tangan manusia. Pohon kemenyan tumbuh secara alami di hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan pokok dari pelaksanaan program yang dirancang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan pokok dari pelaksanaan program yang dirancang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan pokok dari pelaksanaan program yang dirancang dengan tujuan dasar untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Berbagai macam program dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI

PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN GUNUNG PULOSARI PEGUNUNGAN AKARSARI Dalam Rangka Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Alam Kabupaten Pandegalang dan Serang Propinsi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1. Keadaan Geografis. Kabupaten Kerinci terletak di daerah bukit barisan, dengan ketinggian 5001500 mdpl. Wilayah ini membentang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Tentang Struktur Vegetasi Struktur vegetasi merupakan komponen penyusun vegetasi itu sendiri. Struktur vegetasi disusun oleh tumbuh-tumbuhan baik berupa pohon, pancang,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Provinsi Riau. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2012.

Lebih terperinci

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Petani PENDAHULUAN umumnya lebih memusatkan pada Hutan rakyat merupakan hutan yang pendapatan atau faktor ekonominya

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Petani PENDAHULUAN umumnya lebih memusatkan pada Hutan rakyat merupakan hutan yang pendapatan atau faktor ekonominya 1 PENDAHULUAN Hutan rakyat merupakan hutan yang dibangun oleh masyarakat pada lahan milik rakyat. Hutan rakyat tetap penting, karena selain secara ekologi dapat mendukung lingkungan (menahan erosi, mengurangi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya

BAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya pemanfaatan sumber daya alam khususnya hutan, disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 19 BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur Umur merupakan salah satu faktor penting dalam bekerja karena umur mempengaruhi kekuatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri 2.1.1 Definisi agroforestri Dalam Bahasa Indonesia, kata agroforestry dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013. 30 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Pekon Gunung Kemala Krui Kabupaten Lampung Barat. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag Oleh : Tatok Hidayatul Rohman Cara Budidaya Cabe Cabe merupakan salah satu jenis tanaman yang saat ini banyak digunakan untuk bumbu masakan. Harga komoditas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat Dalam Undang-Undang RI No. 41 tahun 1999, hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dibebani hak milik (Departeman Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 26 BAB VI ANALISIS PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 6.1 Analisis Perkembangan Produksi Kayu Petani Hutan Rakyat Produksi kayu petani hutan rakyat pada penelitian ini dihitung berdasarkan

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Parakasak Kondisi tutupan lahan Gunung Parakasak didominasi oleh kebun campuran. Selain kebun campuran juga terdapat sawah dan

Lebih terperinci

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai Sebagai salah satu tanaman penghasil protein nabati, kebutuhan kedelai di tingkat lokal maupun nasional masih cenderung sangat tinggi. Bahkan sekarang ini kedelai

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran

Lebih terperinci

TEKNOLOGI SAMBUNG PUCUK PADA DUKU KUMPEH

TEKNOLOGI SAMBUNG PUCUK PADA DUKU KUMPEH TEKNOLOGI SAMBUNG PUCUK PADA DUKU KUMPEH Oleh: Dr. Desi Hernita BPTP Jambi Duku Kumpeh memiliki rasa manis, legit, daging buah bening, tekstur daging kenyal, tidak berserat, dan hampir tidak berbiji. Rasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Stasiun Penangkaran Semi Alami Pulau Tinjil, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agroforestry 2.1.1. Definisi Agroforestry Agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan teknologi, dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan,

Lebih terperinci

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET 47 6.1. Aspek Biofisik 6.1.1. Daya Dukung Lahan VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Cianjur tahun 2010, kondisi aktual pertanaman karet

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan 14 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan kiri Jalan Sanggi-Bengkunat km 30 - km 32, Pesisir Barat, Taman Nasional

Lebih terperinci

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Oleh : Binti Masruroh Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan mulai dari tanaman keras, non kayu, satwa, buah-buahan, satuan budi TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Hutan rakyat adalah hutan yang pengelolaannya dilaksanakan oleh organisasi masyarakat baik pada lahan individu, komunal (bersama), lahan adat, maupun

Lebih terperinci

Menanam Sayuran Dengan Teknik Vertikultur

Menanam Sayuran Dengan Teknik Vertikultur Menanam Sayuran Dengan Teknik Vertikultur Oleh : Elly Sarnis Pukesmawati, SP., MP. Menyempitnya lahan-lahan pertanian ternyata bukan suatu halangan untuk mengusahakan budidaya tanaman sayuran. Sistem vertikultur

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian

Lokasi Kajian Metode Penelitian Lanjutan Metode Penelitian Pinus merkusii strain Kerinci: Satu-satunya jenis pinus yang menyebar melewati khatulistiwa ke bagian bumi lintang selatan hingga sekitar o L.S. Belum dikembangkan atau dibudidayakan secara luas di Indonesia.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PEPAYA SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAERAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR

PENGEMBANGAN PEPAYA SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAERAH INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENGEMBANGAN PEPAYA SEBAGAI KOMODITAS UNGGULAN DAERAH Pusat Kajian Hortikultura Tropika INSTITUT PERTANIAN BOGOR PROLOG SOP PEPAYA PEMBIBITAN TIPE BUAH PENYIAPAN LAHAN PENANAMAN PEMELIHARAAN PENGENDALIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dengan menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang kearah

Lebih terperinci

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1

PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 PEMBUATAN BAHAN TANAM UNGGUL KAKAO HIBRIDA F1 Wahyu Asrining Cahyowati, A.Md (PBT Terampil Pelaksana) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya I. Pendahuluan Tanaman kakao merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17% dari jumlah seluruh spesies burung dunia. Tiga ratus delapan puluh satu spesies di antaranya merupakan endemik Indonesia

Lebih terperinci