BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infark Miokard Akut Non Elevasi Segmen ST SKA adalah suatu definisi operasional yang menggambarkan spektrum kondisi terjadinya iskemia dan atau infark miokard yang disebabkan penurunan aliran darah koroner yang bersifat tiba-tiba (Amsterdam, 2014). Berdasarkan pedoman tatalaksana SKA yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Kardiologi Indonesia (PERKI) tahun 2015 diagnosis SKANEST ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut tanpa adanya elevasi segmen ST yang persisten pada dua sadapan yang bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo-normalization, atau bahkan tanpa perubahan. IMANEST dan APTS dibedakan berdasarkan peningkatan marka jantung. Marka jantung yang lazim digunakan adalah Troponin I/T atau CK-MB. Bila hasil pemeriksaan biokimia marka jantung terjadi peningkatan bermakna, maka diagnosis menjadi IMANEST. Pada SKA, nilai ambang untuk peningkatan CK-MB yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas. Depresi segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar 0,05 mv di sadapan V1-V3 dan 0,1 mv di sadapan lainnya. Inversi gelombang T yang simetris 0,2 mv mempunyai spesifisitas tinggi untuk untuk iskemia akut. Semua perubahan EKG yang tidak sesuai dengan kriteria EKG diagnostik dikategorikan sebagai perubahan EKG nondiagnostik (Irmalita, 2015). Beberapa kondisi lain dapat menyebabkan peningkatan enzim jantung. Kondisi tersebut antara lain takiaritmia, gagal jantung, hipertensi emergensi, penyakit kritis (sepsis/syok/luka bakar), myocarditis, kardiomiopati Tako-Tsubo, stenosis aorta, emboli paru, hipertensi pulmonal, gangguan ginjal, spasme koroner, kejadian neurologi akut (stroke, perdarahan subaraknoid), prosedur bedah jantung,

2 7 hipotiroid dan hipertiroid, penyakit jaringan ikat (amiloidosis, sarkoidosis, scleroderma, hemokromatosis), dan rabdomiolisis (Roffi, 2015) Komplikasi IMANEST Walaupun berada dalam satu kelompok diagnosa, namun IMANEST dan APTS memiliki prognosis yang jauh berbeda. Risiko kematian jangka pendek pada APTS sebesar 1,5-2,0% sedangkan pasien dengan IMANEST dan IMAEST memiliki risiko yang hampir sama yakni 3-5% (Braunwald, 2012). Komplikasi dari IMA sendiri mencakup (Topol, 2007): 1. Kegagalan pompa jantung (baik ventrikel kiri maupun kanan) yang menjadi penyebab utama kematian pada perawatan 2. Aritmia 3. Aneurisma ventrikel kiri 4. Emboli sistemik 5. Infark ulangan (perluasan infark) 6. Iskemia berulang 7. Ruptur miokard (dinding bebas, dinding septum, dan muskulus papilaris) 8. Efusi perikard 9. Perikarditis (sindrom Dressler) Gambar 2.1. Skema komplikasi IMA (Topol, 2007)

3 Syok Kardiogenik pada IMANEST Jika iskemia dan infark yang terjadi meliputi area yang cukup luas, maka kontraktilitas miokard dapat terganggu. Ketika luas infark lebih dari 40% dari massa ventrikel kiri maka kemungkinan besar pasien akan jatuh ke kondisi syok kardiogenik (Lilly, 2011). Syok kardiogenik adalah suatu kondisi hipoperfusi di organ target dikarenakan penurunan curah jantung sistemik pada kondisi dimana volume intravaskular memadai (Hasdai, 2002; Reynolds, 2008). Parameter hemodinamik untuk mendiagnosis syok kardiogenik mencakup: 1. Hipotensi yang persisten (TDS <80-90 mmhg atau tekanan darah rerata 30 mmhg lebih rendah dibandingkan TD awal) dengan penurunan parah dari cardiac index (<1.8 L.min -1. m -2 tanpa pemberian pengobatan pendukung hemodinamik atau < L.min -1. m -2 pada pemberian pengobatan pendukung hemodinamik) (Reynolds, 2008). 2. Adanya tekanan pengisian yang cukup atau berlebih yakni tekanan ventrikel kiri pada akhir pengisian diastolik (left ventricular end-diastolic pressure) yang > 18 mmhg, atau tekanan ventrikel kanan pada akhir pengisian diastolik (right ventricular end-diastolic pressure) > mmhg. Diagnosis ini biasanya menggunakan kateterisasi arteri pulmonal secara invasif (Giannuzzi, 1994; Reynolds, 2008). 3. Hipoperfusi dapat dilihat dari manifestasi klinis berupa akral dingin, penurunan volume urin, dan atau perubahan status mental (Reynolds, 2008). Syok kardiogenik dapat ditegakkan dengan menggunakan beberapa parameter di atas namun penggunaan ini sangat rumit dan membutuhkan pemeriksaan invasif, sehingga syok kardiogenik dapat didiagnosa berdasarkan penemuan klinis saja, yakni penurunan tekanan darah yang disangkakan akibat penurunan kemampuan pompa jantung yang disertai dengan tanda hipoperfusi (Hasdai, 2002). Seketika syok kardiogenik didiagnosa pada pasien IMA maka prognosis menjadi suram dan tidak dipengaruhi adanya elevasi segmen ST. Pada penelitian Global Use of Strategies to Open Occluded Coronary Arteries in Acute Coronary Syndromes IIb (GUSTO IIb) sebanyak 72.5% kematian terjadi pada populasi

4 9 IMANEST dibandingkan 63% pada populasi IMAEST. Pada penelitian Should We Emergently Revascularize Occluded Coronaries for Cardiogenic Shock (SHOCK), angka kematian juga tinggi dimana 62.5% pada populasi IMANEST dan 60.4% pada kelompok IMAEST (p=0.649) (GUSTO IIb Investigators, 1996; Hasdai, 2002; Hochman, 1996). Pada penelitian Anderson dkk, angka kematian pada IMANEST dengan syok juga terlihat lebih tinggi (Anderson, 2013). Gambar 2.2. Angka kematian pada kelompok IMAEST dan IMANEST dengan dan tanpa syok kardiogenik (Anderson, 2013) Pada penelitian SHOCK, pasien IMANEST yang mengalami syok berada pada kondisi awal yang berisiko tinggi termasuk usia lebih tua, memiliki riwayat IMA sebelumnya, riwayat gagal jantung kongestif, gagal ginjal, dan riwayat operasi bedah pintas koroner (seluruh nilai p <0.001) (Hasdai, 2002; Hochman, 1995). Perbedaan lain yang dijumpai antara syok kardiogenik pada pasien IMAEST dan IMANEST adalah (Hasdai, 2002): 1. Syok kardiogenik terjadi lebih belakangan pada pasien IMANEST. 2. Kejadian iskemia dan infark berulang lebih sering pada kelompok IMANEST. 3. Kelompok pasien IMANEST memiliki kejadian oklusi pembuluh darah di tiga tempat yang lebih sering. Hal ini menyebabkan pasien IMANEST lebih sering menjalani operasi bedah pintas arteri koroner yang selanjutnya meningkatkan risiko mortalitas sesuai dengan risiko operasi tersebut (Anderson, 2013). 4. Pada pasien IMAEST, sekitar 84% pasien dengan syok kardiogenik akan mendapatkan terapi revaskularisasi, berbanding hanya sekitar 35% pasien

5 10 IMANEST yang mengalami syok kardiogenik yang kemudian menjalani terapi revaskularisasi (Anderson, 2013). 5. Ukuran infark yang dinilai dengan peningkatan enzim creatine kinase lebih rendah pada kelompok IMANEST. 6. FEVK lebih rendah pada pasien pada populasi IMANEST yang mengalami syok. Tabel 2.1. Perbedaan terapi dan prosedur pada pasien syok kardiogenik dengan SKA pada kelompok IMAEST dan IMANEST (Anderson, 2013) Syok kardiogenik bersifat memperparah kondisi dirinya sendiri. Hal ini dijelaskan dimana depresi miokard menyebabkan hipotensi, kemudian hipotensi yang terjadi semakin memperparah perfusi koroner, yang memperparah dampak iskemia jaringan, sementara di sisi lain penurunan volume sekuncup akan meningkatkan ukuran ventrikel kiri dan meningkatkan kebutuhan oksigen. Hal ini dapat dilihat pada gambar 7 dan 8 di bawah ini. Paradigma klasik memprediksi bahwa mekanisme kompensasi vasokonstriksi sistemik yang menyebabkan peningkatan resistensi vaskular perifer seharusnya terjadi pada kondisi dimana curah jantung menurun signifikan (Hochman, 2003; Lilly, 2011)

6 11 Gambar 2.3. Komplikasi IMA (Lilly, 2011) Gambar 2.4. Paradigma klasik syok (Hochman, 2003) Jika penyebab syok tidak diatasi, maka kejadian syok akan berlanjut ke fase lebih progresif dimana terjadi hipoksia jaringan yang sangat luas. Metabolisme aerobik akan berubah menjadi anaerobik melalui glikolisis dengan produksi asam

7 12 laktat yang berlebihan. Kelebihan asam laktat akan membawa kepada kondisi asidosis metabolik dimana akan menurunkan ph jaringan dan menurunkan respon vasomotor di jaringan perifer dan vasodilatasi arteriol yang menyebabkan darah mulai menumpuk di sirkulasi kapiler. Kondisi ini tidak hanya semakin menurunkan curah jantung namun juga menempatkan pasien pada kondisi cedera anoksia jaringan di sel endotel dan selanjutnya berkembang menjadi disseminated intravaskular coagulation (DIC). Ketika iskemia terjadi di usus, maka hal ini akan menyebabkan flora normal usus berpindah ke sirkulasi, yang kemudian menyebabkan syok endotoksik yang memperparah syok kardiogenik. Pada suatu titik, pasien mengalami hipoksia berat yang terjadi di organ-organ vital dan menyebabkan gagal multi organ. Pada tahap ini, upaya apapun sangat sulit untuk menyembuhkan pasien dan kebanyakan pasien mengalami kematian (Kumar, 2005) Stratifikasi Risiko pada IMANEST SKANEST memiliki spektrum klinis dan risiko yang amat lebar maka proses stratifikasi risiko harus dilakukan sesegera mungkin. Stratifikasi risiko awal memiliki peranan penting dalam menentukan prognosis dan strategi pengobatan yang akan dilakukan. Stratifikasi risiko adalah suatu proses berkelanjutan hingga pasien dipulangkan dari rumah sakit dan proses ini dapat mengubah berbagai strategi pengobatan setiap waktunya. Bahkan setelah pasien dipulangkan, pasien masih dapat berada dalam risiko tinggi untuk terjadinya KKvM (Hamm, 2011). Beberapa cara stratifikasi risiko telah dikembangkan dan divalidasi untuk SKA. Beberapa stratifikasi risiko yang paling sering digunakan adalah skor TIMI dan GRACE. Kekurangan dari skor TIMI adalah ketidakmampuannya untuk mendiskriminasi risiko secara lebih rinci. Skor GRACE merupakan skor paling mutakhir namun lebih rumit dan membutuhkan penggunaan aplikasi komputer dalam penghitungannya. Satu skor lagi yang tidak terlalu sering digunakan adalah skor PURSUIT (Platelet glycoprotein IIb/IIIa in Unstable angina: Receptor Suppression Using Integrilin Therapy). Pada suatu penelitian oleh Goncalves dkk yang meneliti penggunaan skor GRACE, TIMI, dan PURSUIT pada populasi yang sama di suatu pusat kesehatan pada 460 pasien. Hasilnya terlihat bahwa skor

8 13 GRACE merupakan yang terbaik dalam menilai risiko kematian atau infark miokard dalam 1 tahun (De Araujo Goncalves, 2005). Hal ini sejalan dengan penelitian Aragam dkk yang melihat bahwa daya diskriminasi skor GRACE lebih baik dibandingkan TIMI (Aragam, 2009). Masing-masing variabel pada sistem skor sebenarnya memiiki kemampuan prognosis tersendiri. Terdapat 7 variabel pada skor TIMI dan 8 variabel pada skor GRACE yang masing-masing memiliki nilai prediktor independen. Variabel pada skor TIMI adalah usia 65 tahun, setidaknya tiga faktor risiko klasik PJK, adanya riwayat stenosis koroner yang signifikan, deviasi segmen ST, angina yang berat (kejadian angina 2 kali dalam 24 jam terakhir), penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir, dan peningkatan enzim jantung (Antman, 2000). Sedangkan pada skor GRACE terdapat delapan variabel yakni usia (semakin tinggi semakin buruk), laju denyut jantung, tekanan darah sistolik, kelas Killip, kadar kreratinin serum, kejadian henti jantung saat tiba di rumah sakit, deviasi segmen ST dan peningkatan enzim jantung (Granger, 2003) Prediksi Syok Kardiogenik Mengingat beratnya komplikasi yang akan terjadi bila pasien jatuh ke syok kardiogenik, maka kemampuan untuk memprediksi terjadinya syok kardiogenik sangat penting dalam membantu identifikasi kegawatdaruratan dan menentukan strategi terapi. Apalagi pada pasien IMANEST dimana kejadian syok kardiogenik akan terjadi belakangan setelah kejadian awal IMA (Hasdai, 2002). Terdapat kondisi yang meragukan dimana pasien sudah jatuh dalam keadaan curah jantung yang menurun, namun kompensasi tubuh masih mampu mempertahankan tekanan darah. Kompensasi yang dimaksud biasanya berupa aktivasi simpatis yang meningkatkan resistensi perifer total dan laju denyut nadi. Keadaan ini disebut sebagai pre-syok dan berkontribusi terhadap 46% kematian. Keadaan ini biasanya ditandai dengan takikardia dan penurunan produksi urin (Hochman, 1999; Topol, 2007). Pada kondisi inilah perlu dilakukan antisipasi sebelum pasien jatuh ke dalam kondisi syok. Penelitian Hasdai dkk (Hasdai, 2000) pada studi PURSUIT mengidentifikasi beberapa faktor yang berhubungan dengan perkembangan

9 14 terjadinya syok, yakni usia lebih tua, adanya depresi segmen ST >0.5 mm, TDS yang lebih rendah, angina, laju denyut jantung yang lebih tinggi, tingi badan, riwayat IMA, dan penemuan ronki basah basal di lapangan paru. Hasdai dkk kemudian mengembangkan suatu algoritme untuk prediksi syok seperti terlihat pada gambar 9 di bawah ini. Peningkatan indeks syok sendiri dinilai dapat menggambarkan identifikasi pasien yang akan mengalami perburukan hemodinamik atau syok kardiogenik (Bilkova, 2011). Gambar 2.5. Algoritma skor prediksi syok kardiogenik pada IMANEST (Hasdai, 2002)

10 Indeks Syok Fisiologi Tekanan Darah Istilah tekanan darah (TD) berarti tekanan darah di arteri pada sirkulasi sistemik yang dinyatakan dengan satuan milimeter air raksa (mmhg). TD maksimum terjadi di aorta selama fase ejeksi, disebut sebagai tekanan darah sistolik (TDS), dan tekanan darah minimum terjadi pada fase kontraksi isovolumetrik (ketika katup aorta tertutup) dan ini disebut tekanan darah diastolik (TDD) (Despopoulos, 2003). Tekanan darah dihasilkan dari curah jantung dan resistensi perifer total. Sedangkan curah jantung adalah produk dari volume sekuncup jantung dan denyut jantung. Volume sekuncup jantung ditentukan oleh tiga hal yakni kontraktilitas jantung, volume aliran darah balik (preload), dan resistensi yang dihadapi ventrikel kiri untuk mengeluarkan darah ke aorta (afterload) (Lilly, 2011). Gambar 2.6. Siklus jantung (Despopoulos, 2003)

11 16 TD = Curah Jantung x Resistensi Perifer Total Gambar 2.7. Rumus fisiologi tekanan darah Gambar 2.8. Rumus fisiologi curah jantung (Lilly, 2011). Gambar 2.9. Pengaturan tekanan darah. Panah kecil menunjukkan arah stimulasi ( ) atau inhibisi ( ) terhadap parameter yang disebutkan di kotak. (Lilly, 2011)

12 17 Terdapat setidaknya empat sistem yang terlibat langsung dalam pengaturan tekanan darah (Lilly, 2011): 1. Jantung, yang berfungsi menghasilkan tekanan pemompaan 2. Tonus pembuluh darah, yang menentukan resistensi perifer di sirkulasi sistemik 3. Ginjal, yang mengatur volume intravaskular 4. Hormon, yang mengatur interaksi ketiga sistem di atas Tekanan Darah dan Laju Denyut Jantung pada Komplikasi Infark Miokard Akut IMA akan menyebabkan kehancuran sel miokard yang kemudian menyebabkan gangguan kontraktilitas miokard (disfungsi sistolik). Hal ini akan menyebabkan penurunan curah jantung dikarenakan kontraksi sinkron menghilang. Beberapa istilah digunakan untuk menjelaskan berbagai tipe gangguan kontraktilitas yang terjadi. Suatu penurunan kontraktilitas lokal dari suatu daerah miokard disebut sebagai hipokinetik, suatu segmen miokard yang tidak berkontraksi sama sekali disebut akinetik, dan suatu daerah yang bergerak ke arah luar pada saat sistolik disebut sebagai diskinetik. Selama periode SKA juga terjadi gangguan diastolik, dimana iskemia dan atau infark akan mengganggu relaksasi ventrikel kiri pada saat diastol (suatu proses yang bergantung pada energi), yang kemudian menurunkan komplians ventrikel kiri dan meningkatkan tekanan pengisian (Lilly, 2011). Beberapa kompensasi neurohormonal akan teraktivasi pada keadaan penurunan curah jantung ini. Tiga yang penting adalah sistem saraf adrenergik (simpatis), sistem renin-angiotensin-aldosteron, dan peningkatan produksi hormon antidiuretik. Ketiga mekanisme ini bekerja untuk meningkatkan resistensi perifer sistemik yang membantu mempertahankan perfusi arteri ke berbagai organ penting. Peningkatan resistensi perifer total kemudian akan mengimbangi penurunan curah jantung, dan pada kondisi dimana gagal jantung yang terjadi tidak terlalu berat, maka kompensasi ini mencukupi untuk mengatasi gagal jantung. Aktivasi neurohormonal kemudian juga akan menyebabkan retensi garam dan air, sehingga meningkatkan volume intravaskular dan kemudian meningkatkan preload dan meningkatkan volume sekuncup melalui mekanisme Frank Starling (Lilly, 2011).

13 18 Khusus pada sistem saraf adrenergik, penurunan curah jantung akan dideteksi di baroreceptor di sinus karotis dan lengkung aorta yang kemudian menurunkan laju letupan listrik di reseptor ini. Penurunan ini akan ditransmisikan ke nervus kranialis IX dan X kepada pusat kendali kardiovaskular di medula serebri. Respon berikutnya adalah peningkatan stimulasi simpatis ke jantung dan sirkulasi perifer, dan tonus parasimpatis menghilang. Terdapat tiga konsekuensi dari aktivasi ini yakni peningkatan laju denyut jantung, peningkatan kontraktilitas ventrikel, dan vasokonstriksi perifer baik arteri dan vena (Lilly, 2011). Gambar Mekanisme kompensasi neurohormonal yang terjadi sebagai respon terhadap penurunan curah jantung (Lilly, 2011).

14 19 Penurunan tekanan darah meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular pada pasien IMA. Beberapa mekanisme mungkin dapat menjelaskan hal tersebut. Tekanan darah rendah mengganggu aliran darah ke organ target termasuk perfusi aliran koroner yang semakin mengganggu keseimbangan oksigen di miokard. Tekanan darah rendah juga terkait dengan penyakit kronik yang mendasari (contoh: keparahan gagal jantung) dan tentunya berkaitan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas (Bangalore, 2009). Penelitian Bangalore dkk pada pasien penelitian Can Rapid Risk Stratification of Unstable Angina Patients Suppress Adverse Outcomes with Early Implementation of the American College of Cardiology/American Heart Association Guidelines (CRUSADE) menunjukkan paradoks tekanan darah pada pasien dengan SKANEST. Pada populasi umum, risiko kardiovaskular memiliki hubungan linear dengan peningkatan tekanan darah. (Lewington S 2002) Pada populasi dengan penyakit jantung koroner (PJK), terjadi hal yang berbeda dimana hubungan antara tekanan darah dengan komplikasi kardiovaskular membentuk distribusi bimodal dengan bentuk kurva J. Hal ini berarti bahwa pasien dengan tekanan darah sistolik sangat rendah dan sangat tinggi memiliki kemungkinan komplikasi yang lebih tinggi. Pada situasi akut, hubungan tekanan darah terlihat berbeda lagi. Penelitian Bangalore dkk, didukung pula dengan penelitian PURSUIT dan GRACE menunjukkan hubungan yang terbalik, dimana semakin rendah tekanan darah maka semakin tinggi kemungkinan komplikasi yang terjadi, dalam studi ini yakni kematian oleh segala penyebab dan infark ulangan. Pada penelitian Bangalore dkk, batas tekanan darah yang dihasilkan adalah 120 mmhg, dimana pasien dengan TD <120 mmhg pada saat awal masuk rumah sakit memiliki prognosis lebih buruk. Hal ini baik pada pasien dengan fungsi sistolik menurun maupun pada yang normal (Bangalore, 2009). Laju denyut jantung saat istirahat merupakan penanda mayor terhadap konsumsi oksigen dan kebutuhan metabolisme. Penurunan laju denyut jantung bermanfaat pada pasien dengan PJK (Bangalore, 2010). Beberapa penelitian sebelumnya memperlihatkan adanya hubungan linear antara peningkatan laju denyut jantung saat awal tiba di rumah sakit dengan kematian selama perawatan dan sesudah perawatan. Dijumpai total kematian 15%

15 20 pada pasien dengan laju denyut jantung kali per menit dibandingkan dengan 41% dan 48% pada laju denyut jantung 90 kali per menit dan 110 kali per menit (Bangalore, 2010). Hal ini terlihat sama pada beberapa skor prediksi SKA seperti GRACE (Granger, 2003) dan PURSUIT (Boersma, 2000). Hal ini berbeda pada penelitian Bangalore dkk yang menunjukkan bentuk kurva J antara laju denyut jantung dengan kejadian luaran primer (kematian, infark ulangan, dan stroke) selama perawatan pada pasien IMANEST. Pasien dengan laju denyut nadi kali per menit memiliki risiko paling rendah untuk kematian selama perawatan. Risiko paling tinggi dijumpai pada pasien dengan laju denyut jantung sangat rendah dan lebih tinggi. Untuk pasien dengan laju denyut jantung >69 kali per menit, risiko kematian meningkat 2.2 kali lipat (Bangalore, 2010). Risiko kematian meningkat dua kali lipat pada pasien dengan laju denyut jantung < 50 kali per menit. (Cook, 2010). Penelitian Bangalore ini memiliki ukuran sampel yang lebih banyak dibandingkan GRACE ataupun PURSUIT (Bangalore, 2010). Gambar Risiko luaran primer terhadap laju denyut jantung (Bangalore, 2010) Laju denyut jantung juga memiliki interpretasi klinis pada pasien usia lanjut. Pada pasien lanjut usia memiliki cadangan sistem kardiovaskular terbatas dengan

16 21 kemampuan kompensasi tubuh yang terbatas pula, terutama denyut jantung, dalam menghadapi IMA (Kobayashi, 2016). Intervensi farmakologis yang menurunkan laju denyut jantung seperti penyekat beta dan penghambat nodus sinoatrial telah menunjukkan penurunan mortalitas dan memperbaiki luaran klinis (Bangalore, 2010; Yusuf, 1985). Pada penelitian Bangalore dkk dijumpai sebanyak 17.5% pasien tidak dengan penggunaan obat penyekat beta secara rutin. Risiko primer dan sekunder pada penelitian ini tidak terpengaruh dengan pemberian obat tersebut (Bangalore, 2010). Bahkan bila dibandingkan pada kelompok dengan laju denyut jantung kali per menit dengan atau tanpa pemberian obat penyekat beta maka kematian lebih rendah pada kelompok tanpa penggunaan penyekat beta. Risiko kematian meningkat sebanyak 2 kali lipat pada kelompok dengan penggunaan penyekat beta. Ini merupakan hal penting yang menggambarkan suatu kenyataan bahwa denyut jantung lambat pada jantung normal memberikan sinyal alami bahwa kondisi jantung pasien tersebut lebih sehat (Cook, 2010). Gambar Risiko kematian terhadap laju denyut jantung pada penggunaan dan tanpa penggunaan penyekat beta (Bangalore, 2010)

17 22 Pada penelitian Morbidity-Mortality Evaluation of the if inhibitor ivabradine in patients with coronary disease and left ventricular dysfunction study (BEAUTIFUL) menunjukkan pada pasien PJK stabil dengan laju denyut jantung awal 70 kali per menit, penurunan laju denyut jantung akan mengurangi kejadian perawatan berulang untuk IMA fatal dan tidak fatal serta kebutuhan untuk dilakukannya tindakan revaskularisasi. Akan tetapi, belum diketahui apakah hal ini berlaku pula pada situasi kejadian akut dan apakah laju denyut jantung yang rendah tetap memiliki efek proteksi terhadap jantung (Bangalore, 2010; Fox, 2008) Indeks Syok Allgower dam Burri pertama kali memperkenalkan konsep indeks syok pada tahun 1967 sebagai suatu parameter yang sederhana dan efektif dalam menentukan derajat keparahan hypovolemia pada pasien syok hemoragik dan infeksius (Allgower, 1967; Huang, 2014). Penelitian eksperimental selanjutnya menunjukkan bahwa indeks syok ini berhubungan terbalik dengan parameter fisiologis yakni cardiac indeks, volume sekuncup, left ventricular stroke work, and tekanan darah rerata (mean arterial pressure) (Rady, 1992; Huang, 2016). Saat ini, indeks syok digunakan pada berbagai kondisi gawat darurat dan intensif, naik untuk menilai keparahan, monitor terapi, dan identifikasi untuk terapi lebih agresif, dan pada berbagai kondisi kritis termasuk kasus trauma, emboli paru, sepsis, dan infeksi berat (Huang, 2014) Indeks syok adalah perbandingan antara laju denyut jantung dengan TDS, dengan rentang normal berkisar pada dewasa sehat (Allgower, 1967; Huang, 2014). Indeks syok meningkat pada kondisi dimana laju denyut jantung meningkat dan tekanan darah sistolik menurun seperti pada kondisi hypovolemia dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (Rady, 1992; Huang, 2014) Indeks syok dihitung dari pembagian laju denyut jantung terhadap tekanan darah sistolik pada saat awal pasien tiba di rumah sakit (Bilkova, 2011). Indeks syok mengintegrasikan dua parameter hemodinamik yang sangat penting (Kobayashi, 2016). Adapun indeks syok hanya menggunakan dua parameter yakni tekanan darah sistolik dan laju denyut jantung dan tidak mempertimbangkan tekanan darah

18 23 diastolik. Terdapat satu jenis indeks lagi yang memasukkan variabel tekanan darah diastolik, yakni indeks syok modifikasi, dengan rumus laju denyut jantung dibagi tekanan darah rerata (mean arterial pressure). Tekanan darah rerata didapatkan dari penjumlahan tekanan darah sistolik ditambah dua kali tekanan darah diastolik kemudian dibagi tiga. Akan tetapi pada penelitian Shagguan dkk menunjukkan kedua indeks memiliki kemampuan prediksi kematian dan KKvM pada pasien IMAEST. Kedua indeks ini merupakan prediktor independen. Walaupun indeks syok modifikasi lebih akurat, namun pengukuran indeks syok dinilai lebih sederhana (Shangguan, 2015) Indeks Syok pada IMANEST Pada situasi IMA, terutama dengan komplikasi syok kardiogenik, parameter terkait fungsi pompa jantung akan menurun, dan berbagai reaksi neurohormonal terjadi untuk mengkompensasi. Aktivasi sistem simpatis merupakan respon yang paling signifikan (Graham, 2004; Huang, 2014). Pada pasien dengan IMA ini, terdapat juga bukti bahwa terjadi aktivitas berlebihan dari sistem simpatis. Aktivitas berlebihan ini juga berhubungan dengan derajat keparahan disfungsi ventrikel kiri dan luaran klinis (Graham, 2004; Reinstadler, 2016). Terkait dengan peningkatan pelepasan katekolamin tersebut, maka akan terjadi peningkatan tekanan darah dan laju denyut jantung sebagai kompensasi (Ceremuzynski, 1981; Huang, 2014). Oleh karena itu, pada situasi IMA, laju denyut jantung dan tekanan darah menggambarkan fungsi yang berhubungan dan terintegrasi satu sama lain (Allgower, 1967; Reinstadler, 2016). Indeks syok yang menghubungkan TD dan laju denyut jantung pada IMA dinilai dapat menggambarkan fungsi integral dari sistem kardiovaskular dan neuroendokrin. Beberapa skor risiko sebelumnya telah pula memperlihatkan kedua parameter hemodinamik tersebut masuk ke dalam sistem skor yang hari ini lazim digunakan (Granger, 2003; Huang, 2014; Morrow, 2000). Indeks syok yang merupakan fungsi integral dari dua parameter penting, dinilai merupakan indikator sensitif terhadap adanya disfungsi ventrikel kiri dan telah terlihat lebih unggul dibandingkan TDS atau denyut jantung saja. (Huang, 2014; Zarzaur, 2008) Beberapa peneliti telah menyatakan penggunaan indeks syok

19 24 mungkin lebih baik dalam menilai stabilitas hemodinamik dibandingkan dengan TDS atau laju denyut nadi saja (Reinstadler, 2016). Bahkan pada kondisi dimana TDS dan laju denyut jantung dalam rentang normal, indeks syok terlihat menjadi penanda kejadian hypovolemia akut dan peningkatan indeks syok yang berkepanjangan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas pada kondisi kegagalan sirkulasi akut (Huang, 2014; Rady, 1992). Takikardia pada pasien dengan IMA dapat dicetuskan oleh beberapa faktor, yakni nyeri dan ansietas, gagal jantung, kekurangan volume, dan pemberian obat kronotropik positif (Lilly, 2011). Indeks syok juga terbukti independen terhadap nyeri dan ansietas (Huang, 2014; Keller, 2010). Pada IMA juga dapat terjadi blok atrioventrikular dengan berbagai derajat. Kejadian blok AV yang serius adalah pada blok AV derajat dua dan tiga. Kejadian ini menyebabkan penurunan curah jantung akibat menurunnya laju denyut nadi. Oleh karena itu, kompensasi simpatis tidak tersalurkan dengan baik ke ventrikel dikarenakan blok ini (Lilli, 2011; Topol, 2007). Pengukuran indeks syok tidak menggambarkan respon simpatis yang sebenarnya pada pasien dengan blok AV derajat dua dan tiga. Hasil-hasil di atas menunjukkan bahwa nilai prediksi indeks syok saat awal tiba di rumah sakit dapat memprediksi komplikasi jangka pendek pada pasien dengan IMANEST, yang merupakan hasil pengamatan yang sensitif terhadap kondisi hemodinamik pasien. Metode perhitungan yang mudah membuatnya menjadi algoritma sederhana yang dapat digunakan luas (Huang, 2014). Berbagai studi sebelumnya menunjukkan nilai prognostik indeks syok dengan nilai ambang batas yang berbeda-beda untuk memprediksi kematian. Penelitian tersebut antara lain: 1. Penelitian Bilkova dkk di Cardiocenter, Praha merupakan penelitian pertama yang menilai kemampuan prognostik dari indeks syok pada pasien IMA. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif terhadap 644 pasien dengan IMAEST pada tahun Hasilnya menunjukkan indeks syok merupakan prediktor independen terhadap kematian selama perawatan dengan nilai odds ratio (OR) 81.26; 95% confidence interval [CI], ; p< 0.001). Sebanyak 20.3% kematian terjadi pada kelompok dengan indeks syok

20 berbanding 4% pada kelompok dengan indeks syok < 0.8. Hasil lainnya adalah pada kelompok dengan indeks syok > 0.8 memiliki rerata denyut jantung yang lebih tinggi dan tekanan darah lebih rendah. Penelitian ini menyarankan agar pasien dengan nilai indeks syok tinggi dikategorikan menjadi risiko tinggi. Indeks syok juga berkorelasi dengan klasifikasi Killip (Bilkova, 2011). Gambar Korelasi antara kematian dengan indeks syok (Bilkova, 2011) 2. Penelitian Spyridopoulos dkk merupakan penelitian prospektif terhadap pasien IMAEST yang menjalani intervensi koroner perkutan primer (IKPP) pada waktu antara Maret 2008 hingga Desember 2011 di Freeman Hospital, Newcastle, Inggris. Hasilnya menunjukkan bahwa pemeriksaan indeks syok secara invasif sebelum tindakan intervensi perkutan koroner (IKP) primer merupakan prediktor independen terkuat dalam memprediksi prognosis jangka panjang pasien dengan usia tua (> 75 tahun). Pada penelitian ini, nilai ambang batas indeks syok yang digunakan adalah 1. Pada penelitian ini menyarankan untuk menghindari pemberian penyekat beta dan penghambat enzim pengkonversi angiotensin pada manajemen awal pasien dengan profil risiko tinggi dengan hipotensi relatif dan takikardia dalam rangka pencegahan syok iatrogenik. Penghitungan dan interpretasi indeks syok mungkin sangat berguna untuk identifikasi pasien seperti ini (Spyridopoulos, 2015).

21 26 3. Penelitian Huang dkk pada pasien dengan IMAEST yang dirawat pada tahun dari 247 rumah sakit di Cina menemukan nilai ambang batas indeks syok yang paling baik adalah 0.7 melalui kurva receiver operating characteristic (ROC), dimana sensitivitas 59% dan spesifisitas 74.4%. untuk prediksi kematian dalam 7 hari. Pada analisis multivariat juga menunjukkan bahwa indeks syok 0.7 merupakan prediktor independen terhadap kematian dalam 7 hari dengan hazard ratio (HR) 2.21, 95% CI , p <0.001), terhadap KKvM (gagal jantung, syok kardiogenik, aritmia fatal, henti jantung, dan kematian) dengan HR 1.63 (95% CI 1.36 to 1.95, p <0.001) dan kematian dalam 30 hari (HR 1.94, 95% CI , p <0.001). Nilai statistik C pada indeks syok lebih tinggi dibandingkan TDS maupun laju denyut jantung. Pada penelitian ini juga memperlihatkan pasien dengan peningkatan indeks syok memiliki lebih banyak penyakit penyerta, lebih sering dengan IMAEST anterior, dan memiliki skor TIMI lebih tinggi (Huang, 2014). 4. Penelitian Kashour pada GULF-RACE-2 dengan sampel sejumlah orang di beberapa negara Arab menunjukkan peran indeks syok sebagai prediktor terkini yang independen dan terkuat dalam memprediksi mortalitas pasien SKA baik mortalitas selama perawatan maupun untuk 30 hari. Mortalitas tertinggi terlihat pada pasien dengan indeks syok Hal ini terlihat sama baik pada grup IMAEST maupun IMANEST. (TS 2014) Indeks syok juga menjadi prediktor independent terhadap kematian selama perawatan (OR 3.7 CI= P< 0.01) dan untuk 30 hari (OR 4.5, CI= , P< 0.01), serta untuk kematian 1 tahun (OR 3.1 CI= , P<0.01) (Kashour, 2014). 5. Penelitian oleh Reinstadler dkk menunjukkan hubungan antara indeks syok dengan luas infark yang terjadi yang diukur dengan alat cardiac magnetic resonance (CMR). Pasien dengan peningkatan indeks syok ( 0.62) memiliki area berisiko lebih besar, area infark lebih besar, indeks myocardial salvage lebih rendah, derajat obstruksi mikrovaskular lebih berat, FEVK lebih rendah. Ketika nilai batas indeks syok diubah menjadi 0.7, hasil di atas tetap sama. Penelitian ini kemudian menyimpulkan bahwa peningkatan indeks syok menggambarkan nekrosis miokard dan kerusakan mikrovaskular yang lebih berat. Pada penelitian ini kemudian membandingkan indeks syok dengan skor

22 27 TIMI dalam kemampuan prediksi dan terlihat kesamaan antara keduanya (Reinstadler, 2016). 6. Penelitian Kobayashi dkk merupakan penelitian pertama pada populasi IMANEST. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif terhadap 481 pasien IMANEST yang dirawat sejak Januari 2013 hingga Juni Hasilnya adalah indeks syok 0.7 berhubungan dengan peningkatan kejadian mortalitas selama perawatan, fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVK) yang lebih rendah, dan kejadian syok kardiogenik yang lebih sering. Pada penelitian Kobayashi dkk menunjukkan indeks syok memiliki nilai prognostik baik pada grup dengan atau tanpa syok kardiogenik (Kobayashi, 2016). 2.5.Kerangka Teori Gambar Diagram kerangka teori

23 Kerangka Konsep Gambar Diagram kerangka konsep

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskular menempati urutan pertama penyebab kematian di seluruh dunia. Sebanyak 17.3 juta orang diperkirakan meninggal oleh karena penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) merupakan suatu sindroma klinis berupa sekumpulan gejala khas iskemik miokardia yang berhubungan dengan adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infark Miokardium Non Elevasi Segmen ST SKA adalah suatu definisi operasional yang menggambarkan spektrum kondisi terjadinya iskemia dan atau infark miokardium yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah sindroma klinis yang ditandai dengan gejala khas iskemia miokard disertai elevasi segmen ST yang persisten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular yang terdiri dari penyakit jantung dan stroke merupakan pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian terjadi di negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup penduduk dunia membawa dampak terhadap pergeseran epidemiologi penyakit. Kecenderungan penyakit bergeser dari penyakit dominasi penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, perkembangan ekonomi (Renjith dan Jayakumari, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyebab utama kematian dan gangguan kesehatan yang semakin meningkat di dunia (Renjith dan Jayakumari, 2011). Dalam 3 dekade terakhir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular dewasa ini telah menjadi masalah kesehatan utama pada sebagian besar negara-negara maju maupun berkembang di seluruh dunia. Hal ini sebagian

Lebih terperinci

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi

Syok Syok Hipovolemik A. Definisi B. Etiologi Syok Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital tubuh.

Lebih terperinci

Informed Consent Penelitian

Informed Consent Penelitian 62 Lampiran 1. Lembar Kerja Penelitian Informed Consent Penelitian Yth. Bapak/Ibu.. Perkenalkan saya dr. Ahmad Handayani, akan melakukan penelitian yang berjudul Peran Indeks Syok Sebagai Prediktor Kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia dalam dekade terakhir (2000-2011). Penyakit ini menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark

BAB 1 PENDAHULUAN. tersering kematian di negara industri (Kumar et al., 2007; Alwi, 2009). Infark BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut (IMA) yang dikenal sebagai serangan jantung, merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju dan penyebab tersering kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci

HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H.

HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H. HUBUNGAN TEKANAN DARAH SISTOLIK PADA PENDERITA INFARK MIOKARD AKUT SEGMEN ST ELEVASI ONSET < 12 JAM SAAT MASUK DENGAN MORTALITAS DI RSUP H. ADAM MALIK TESIS MAGISTER Oleh ARY AGUNG PERMANA NIM : 117115004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah sindroma klinis yang kompleks yang timbul akibat kelainan struktur dan atau fungsi jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel kiri dalam mengisi

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat

B A B I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) dengan penyakit kardiovaskular sangat erat kaitannya. Pasien dengan diabetes mellitus risiko menderita penyakit kardiovaskular meningkat menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gagal jantung adalah keadaan di mana jantung tidak mampu memompa darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dengan kata lain, diperlukan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit jantung koroner (PJK) yangmemiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian penderita. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris. (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark (AMI) baik dengan elevasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah Acute Coronary Syndrome (ACS) digunakan untuk menggambarkan pasien yang datang dengan Unstable Angina Pectoris (UAP) atau dengan Acute Myocard Infark

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak. (Liwang dan Wijaya, 2014; PERKI, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak. (Liwang dan Wijaya, 2014; PERKI, 2015). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindroma koroner akut merupakan terminologi yang digunakan untuk menggambarkan terjadinya infark/iskemik miokard yang terjadi secara akut. Keadaan ini biasanya disebabkan

Lebih terperinci

Curah jantung. Nama : Herda Septa D NPM : Keperawatan IV D. Definisi

Curah jantung. Nama : Herda Septa D NPM : Keperawatan IV D. Definisi Nama : Herda Septa D NPM : 0926010138 Keperawatan IV D Curah jantung Definisi Kontraksi miokardium yang berirama dan sinkron menyebabkan darah dipompa masuk ke dalam sirkulasi paru dan sistemik. Volume

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan

BAB I. PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) didefinisikan sebagai kondisi dimana muncul gejala-gejala khas iskemik miokard dan kenaikan segmen ST pada

Lebih terperinci

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I

MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I MONITORING HEMODINAMIK TIM ICU INTERMEDIATE ANGKATAN I Hemodinamik Aliran darah dalam sistem peredaran tubuh kita baik sirkulasi magna/ besar maupun sirkulasi parva/ sirkulasi dalam paru paru. Monitoring

Lebih terperinci

SYOK/SHOCK SITI WASLIYAH

SYOK/SHOCK SITI WASLIYAH SYOK/SHOCK SITI WASLIYAH SYOK sebagai kondisi kompleks yang mengancam jiwa, yang ditandai dengan tidak adekuatnya aliran darah ke jaringan dan sel-sel tubuh (Rice 1991). Komponen-komponen aliran darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al.,

BAB I PENDAHULUAN. paling sering adalah berupa angina pektoris stabil (Tardif, 2010; Montalescot et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada penyakit jantung koroner (PJK) terdapat kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan yang menyebabkan kondisi hipoksia pada miokardium

Lebih terperinci

Hubungan antara Kadar Troponin T dengan Fungsi Diastolik Ventrikel Kiri pada Pasien Sindrom Koroner Akut di RS Al Islam Bandung Tahun 2014

Hubungan antara Kadar Troponin T dengan Fungsi Diastolik Ventrikel Kiri pada Pasien Sindrom Koroner Akut di RS Al Islam Bandung Tahun 2014 Prosiding Pendidikan Dokter ISSN: 2460-657X Hubungan antara Kadar Troponin T dengan Fungsi Diastolik Ventrikel Kiri pada Pasien Sindrom Koroner Akut di RS Al Islam Bandung Tahun 2014 1 M.Fajar Sidiq, 2

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menjadi masalah besar disetiap negara didunia ini, baik karena meningkatnya angka mortalitas maupun angka morbiditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian di negara maju dan diperkirakan akan terjadi di negara berkembang pada tahun 2020 (Tunstall. 1994). Diantaranya,

Lebih terperinci

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department

Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department Ns. Furaida Khasanah, M.Kep Medical surgical department Survey WHO, 2009 : angka kematian akibat penyakit kardiovaskular terus meningkat, thn 2015 diperkirakan 20 juta kematian DKI Jakarta berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindrom koroner akut (SKA) merupakan spektrum klinis yang menggambarkan proses ruptur plak aterosklerosis dan trombosis pada arteri koroner hingga terjadi iskemia dan

Lebih terperinci

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Data menunjukkan bahwa ratusan juta orang di seluruh dunia menderita penyakit hipertensi, sementara hampir 50% dari para manula dan 20-30% dari penduduk paruh baya di

Lebih terperinci

Manajemen Kardiak Pre-Operatif pada Pasien Pembedahan Non-Kardiak : Pendekatan Berbasis Individu dan Bukti Ringkasan

Manajemen Kardiak Pre-Operatif pada Pasien Pembedahan Non-Kardiak : Pendekatan Berbasis Individu dan Bukti Ringkasan Manajemen Kardiak Pre-Operatif pada Pasien Pembedahan Non-Kardiak : Pendekatan Berbasis Individu dan Bukti Ringkasan Manajemen kardiovaskular pre-operatif adalah bagian yang penting dari keseluruhan penanganan

Lebih terperinci

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung Wantiyah Mahasiswa mampu: 1. Menjelaskan tentang arteri koroner 2. Menguraikan konsep keteterisasi jantung: pengertian, tujuan, indikasi, kontraindikasi, prosedur, hal-hal yang harus diperhatikan 3. Melakukan

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER

STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM KARDIOVASKULER Tujuan Pembelajaran Menjelaskan anatomi dan fungsi struktur jantung : Lapisan jantung, atrium, ventrikel, katup semilunar, dan katup atrioventrikular Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung disebabkan oleh beberapa keadaan yang menyebabkan kerusakan otot jantung, termasuk Coronary Artery Disease (CAD), heart attack, kardiomiopati dan keadaan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung. BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh berkurangnya aliran darah ke otot jantung. Angina seringkali digambarkan sebagai remasan, tekanan, rasa berat, rasa

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut,

B A B I PENDAHULUAN. negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut, B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan penyebab kematian tertinggi di negara-negara maju maupun berkembang. Diantara penyakit-penyakit tersebut, penyakit

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner 2.1.1 Definisi Penyakit jantung koroner adalah penyakit pada pembuluh darah arteri koroner yang terdapat di jantung, yaitu terjadinya penyempitan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab

BAB I PENDAHULUAN. banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan jenis penyakit jantung yang paling banyak dengan manifestasi klinis yang paling sering, dan merupakan penyebab kematian tertinggi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di dunia. Diperkirakan 17,5 juta orang meninggal dunia karena penyakit ini. Dan 7,4 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembanguan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk, menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prevalensi penyakit kardiovaskular yang meningkat setiap tahun menjadi masalah utama di negara berkembang dan negara maju (Adrogue and Madias, 2007). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan sampai dengan tahun 2020 diprediksikan merupakan penyebab kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. maju, dan sampai dengan tahun 2020 diprediksikan merupakan penyebab kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian terbesar di negara maju, dan sampai dengan tahun 2020 diprediksikan merupakan penyebab kematian terbesar di negara

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 Jantung merupakan organ otot

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman

BAB 1 PENDAHULUAN. terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit negara-negara industri (Antman BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa pada tahun 2012 penyakit kardiovaskuler lebih banyak menyebabkan kematian daripada penyakit lainnya. Infark miokard

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction.

BAB 1 PENDAHULUAN. arrhythmias, hypertension, stroke, hyperlipidemia, acute myocardial infarction. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian pada negara maju antara lain heart failure, ischemic heart disease, acute coronary syndromes, arrhythmias,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis

BAB I PENDAHULUAN. Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. Kasus ini menyebabkan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT

PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT PEMBAHASAN SINDROM KORONER AKUT A. DEFINISI Sindrom koroner akut adalah keadaan gangguan aliran darah koroner parsial hingga total ke miokard secara akut. Berbeda dengan angina pektoris stabil, gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut data statistik WHO (World Health Organization) penyakit kardiovaskular mengalami pertumbuhan, diprediksi pada tahun 2020 penyakit kronis akan mencapai

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemia adalah keadaan berkurangnya sel darah merah atau konsentrasi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemia adalah keadaan berkurangnya sel darah merah atau konsentrasi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Anemia adalah keadaan berkurangnya sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin (Hb) di bawah nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin. 11,12 Poplack dan Varat menyatakan,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ANGINA PECTORIS I. PENGERTIAN Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan sakit dada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS)

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS) BAB I PENDAHULUAN 1.1.1. Latar Belakang Hipertensi ditandai dengan peningkatan Tekanan Darah Sistolik (TDS) >139 mmhg dan/ atau, Tekanan Darah Diastolik (TDD) >89mmHg, setelah dilakukan pengukuran rerata

Lebih terperinci

MONITORING HEMODINAMIK

MONITORING HEMODINAMIK MONITORING HEMODINAMIK DEFINISI Hemodinamik adalah aliran darah dalam sistem peredaran tubuh, baik melalui sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva ( sirkulasi dalam paru-paru). Monitoring

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infark miokard akut (IMA) merupakan penyebab utama kematian di dunia.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infark miokard akut (IMA) merupakan penyebab utama kematian di dunia. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Data World Health Organization (WHO) tahun 2004 melaporkan bahwa infark miokard akut (IMA) merupakan penyebab utama kematian di dunia. Terhitung sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang sangat serius, baik di Negara maju maupun di Negara berkembang. Data dari WHO tahun 2004 menyatakan

Lebih terperinci

BAB I. 1.1 Latar Belakang. Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang

BAB I. 1.1 Latar Belakang. Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang BAB I 1.1 Latar Belakang Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal dengan aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan. Hal ini mengakibatkan atrium bekerja terus

Lebih terperinci

STRUKTUR JANTUNG RUANG JANTUNG KATUP JANTUNG tiga katup trikuspidalis dua katup bikuspidalis katup mitral Katup pulmonal Katup aorta Arteri Koroner

STRUKTUR JANTUNG RUANG JANTUNG KATUP JANTUNG tiga katup trikuspidalis dua katup bikuspidalis katup mitral Katup pulmonal Katup aorta Arteri Koroner Pengertian Kardiovaskuler Sistem Kardiovaskuler yaitu sistem peredaran darah di dalam tubuh. Sistem Kardiovaskuler terdiri dari darah,jantung dan pembuluh darah. Jantung terletak di dalam mediastinum di

Lebih terperinci

MODUL GAGAL JANTUNG AKUT

MODUL GAGAL JANTUNG AKUT MODUL GAGAL JANTUNG AKUT PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS ANDALASFAKULTAS

Lebih terperinci

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia saat ini adalah penyakit gagal jantung (Goodman and Gilman, 2011). Menurut data WHO 2013 pada tahun 2008,

Lebih terperinci

Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital

Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital Tatalaksana Sindroma Koroner Akut pada Fase Pre-Hospital dr Jetty RH Sedyawan SpJP K FIHA FAsCC Sindroma koroner akut (SKA) atau acute coronary syndrome (ACS) merupakan suatu spektrum penyakit jantung

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL. Hubungan antara..., Eni Indrawati, FK UI, Universitas Indonesia 23 BAB 4 HASIL 4.1 Karakteristik Umum Sampel penelitian yang didapat dari studi ADHERE pada bulan Desember 25 26 adalah 188. Dari 188 sampel tersebut, sampel yang dapat digunakan dalam penelitian ini sebesar

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG. OLEH : Ns. ANISA

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG. OLEH : Ns. ANISA ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG OLEH : Ns. ANISA 1 Review Anatomi Aliran darah melalui jantung 2 Review Fisiologi Sistem Mekanik Jantung Sistolik Diastolik Curah jantung Kardiak indeks Preload Afterload

Lebih terperinci

INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA

INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA INTERPRETASI ELEKTROKARDIOGRAFI STRIP NORMAL HIMPUNAN PERAWAT GAWAT DARURAT DAN BENCANA INDONESIA SULAWESI UTARA PENDAHULUAN Elektrokardiografi adalah ilmu yang mempelajari rekaman aktivitas listrik jantung

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit Acute Myocardial Infarction (AMI) merupakan penyebab kematian utama di dunia dan merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia pada tahun 2002

Lebih terperinci

4. HASIL 4.1 Karakteristik pasien gagal jantung akut Universitas Indonesia

4. HASIL 4.1 Karakteristik pasien gagal jantung akut Universitas Indonesia 4. HASIL Sampel penelitian diambil dari data sekunder berdasarkan studi Acute Decompensated Heart Failure Registry (ADHERE) pada bulan Desember 2005 Desember 2006. Jumlah rekam medis yang didapat adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau menurunnya

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau menurunnya BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Anemia adalah berkurangnya volume sel darah merah atau menurunnya konsentrasi hemoglobin di bawah nilai normal sesuai usia dan jenis kelamin. 8,9 Sedangkan literatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure (CHF) menjadi yang terbesar. Bahkan dimasa yang akan datang penyakit ini diprediksi akan terus bertambah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011). BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terdiri atas analisis deskriptif dan analisis data secara statistik, yaitu karakteristik dasar dan hasil analisis antar variabel

Lebih terperinci

DIAGNOSIS 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisik

DIAGNOSIS 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan Fisik DIAGNOSIS Diagnosis STEMI perlu dibuat sesegera mungkin melalui perekaman dan interpretasi EKG 12 sadapan, selambat-lambatnya 10 menit dari saat pasien tiba untuk mendukung penatalaksanaan yang berhasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013).

BAB I PENDAHULUAN. maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung merupakan suatu sindrom klinis akibat kelainan struktural maupun fungsional dari pengisian atau pompa ventrikel (Yancy et al., 2013). Prevalensi gagal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jantung 2.1.1. Anatomi Jantung Jantung terletak di rongga toraks di antara paru paru. Lokasi ini dinamakan mediastinum (Scanlon, 2007). Jantung memiliki panjang kira-kira

Lebih terperinci

The Prevalence and Prognosis of Resistant Hypertension in Patients with Heart Failure

The Prevalence and Prognosis of Resistant Hypertension in Patients with Heart Failure The Prevalence and Prognosis of Resistant Hypertension in Patients with Heart Failure Pembimbing : dr. Dasril Nizam, Sp. PD Disusun oleh : Isnan Wahyudi 1102009145 Judul asli : The Prevalence and Prognosis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit kardiovaskular merupakan gangguan pada jantung dan pembuluh darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark miokardium, penyakit vaskular

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Fraktur femur merupakan salah satu trauma mayor di bidang Orthopaedi. Dikatakan sebagai trauma mayor karena tulang femur merupakan tulang yang sangat kuat, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya peningkatan tekanan pengisian (backward failure), atau kombinasi

BAB I PENDAHULUAN. adanya peningkatan tekanan pengisian (backward failure), atau kombinasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh dengan jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan metabolik tubuh (forward failure), atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan pola hidup menyebabkan berubahnya pola penyakit infeksi dan penyakit rawan gizi ke penyakit degeneratif kronik seperti penyakit jantung yang prevalensinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infark Miokard Akut 2.1.1. Definisi Infark Miokard Akut adalah manifestasi klinis yang terjadi akibat oklusi dari arteri koroner, yang menimbulkan terjadinya nekrosis dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal faringitis turut

BAB I PENDAHULUAN. individu. Pemberian antibiotik seperti penisilin pada streptococcal faringitis turut BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Stenosis mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan katup mitral. Stenosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Sepsis merupakan suatu sindrom klinis infeksi yang berat dan ditandai dengan tanda kardinal inflamasi seperti vasodilatasi, akumulasi leukosit, dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibart suplai darah yang tidak adekuat, sehingga aliran darah koroner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat ke-3 penyebab kematian setelah stroke dan hipertensi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab kematian pertama pada negara-negara berkembang. Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar(RISKESDAS)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan penyebab utama kematian secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization (WHO) melaporkan

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH SISTOLIK DAN DENYUT JANTUNG SEBAGAI FAKTOR PREDIKTOR MAJOR ADVERSE CARDIAC EVENTS PADA SINDROM KORONER AKUT

TEKANAN DARAH SISTOLIK DAN DENYUT JANTUNG SEBAGAI FAKTOR PREDIKTOR MAJOR ADVERSE CARDIAC EVENTS PADA SINDROM KORONER AKUT TEKANAN DARAH SISTOLIK DAN DENYUT JANTUNG SEBAGAI FAKTOR PREDIKTOR MAJOR ADVERSE CARDIAC EVENTS PADA SINDROM KORONER AKUT Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segmen ST yang persisten dan peningkatan biomarker nekrosis miokardium.

BAB I PENDAHULUAN. segmen ST yang persisten dan peningkatan biomarker nekrosis miokardium. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMAEST) adalah sindrom klinis yang ditandai dengan gejala khas iskemia miokardium disertai elevasi segmen ST yang persisten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% dalam tahun

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% dalam tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sindrom syok dengue (SSD) adalah manifestasi demam berdarah dengue (DBD) paling serius. Angka morbiditas infeksi virus dengue mencapai hampir 50 juta kasus per tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) adalah penyakit sindroma koroner akut yang paling sering dijumpai pada usia dewasa. Penyakit ini terutama disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi depresi pada populasi umum sekitar 4 % sampai 7 %.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi depresi pada populasi umum sekitar 4 % sampai 7 %. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi depresi pada populasi umum sekitar 4 % sampai 7 %. Prevalensi depresi pada pasien coronary artery disease (CAD) meningkat menjadi 14 % sampai 47 % dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskuler secara cepat di negara maju dan negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perubahan pola hidup yang terjadi meningkatkan prevalensi penyakit jantung dan berperan besar pada mortalitas serta morbiditas. Penyakit jantung diperkirakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tindakan laringoskopi dan intubasi endotrakhea merupakan hal yang rutin dilakukan pada anastesi umum. Namun tindakan laringoskopi dan intubasi tersebut dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gagal jantung hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia(jessup dan Brozena, 2013). Prevalensi gagal jantung masih cukup tinggi, yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jantung merupakan suatu organ yang berfungsi memompa darah ke

BAB 1 PENDAHULUAN. Jantung merupakan suatu organ yang berfungsi memompa darah ke BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Jantung merupakan suatu organ yang berfungsi memompa darah ke seluruh jaringan tubuh serta menarik darah kembali ke jantung. Ketidakmampuan jantung melakukan fungsinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Penyakit ini sangat ditakuti oleh seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stenosis mitral merupakan salah satu penyakit katup jantung. Pada kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stenosis mitral merupakan salah satu penyakit katup jantung. Pada kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stenosis mitral merupakan salah satu penyakit katup jantung. Pada kondisi ini terjadi perubahan struktur katup mitral yang menyebabkan gangguan pembukaan, sehingga aliran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri, mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir ancaman dari pembunuh nomor satu di dunia belum pernah surut. Tidak lagi orang tua yang

Lebih terperinci

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak

BAB I PENDAHULUAN. menimpa populasi usia di bawah 60 tahun, usia produktif. Kondisi ini berdampak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung dan stroke yang tergolong dalam penyakit kardiovaskular adalah pembunuh nomor satu di seluruh dunia. Lebih dari 80% kematian akibat penyakit kardiovaskular

Lebih terperinci