BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pendidikan Sebaya (Peer Education) a. Definisi Pendidik Sebaya (Peer Educator) adalah remaja/mahasiswa yang secara fungsional mempunyai komitmen dan motivasi yang tinggi, sebagai narasumber bagi kelompok remaja atau mahasiswa sebayanya yang telah mengikuti pelatihan/orientasi pendidik sebaya atau yang belum dilatih dengan mempergunakan Panduan Kurikulum dan Modul Pelatihan yang telah disusun oleh BKKBN, serta bertanggung jawab kepada Ketua Pusat Informasi dan Konseling Remaja/Mahasiswa atau PIK R/M (BKKBN, 2012). Pendidik Sebaya KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) adalah orang yang menjadi narasumber bagi kelompok remaja sebayanya yang telah mengikuti pelatihan pendidik sebaya KRR. Mereka adalah orang yang aktif dalam kegiatan sosial dilingkungannya, misalnya aktif di organisasi kepemudaan seperti Karang Taruna, Pramuka, OSIS, PKK, dan lain-lain. Pendidik sebaya berusia tahun. Keberadaan dan peranan pendidik sebaya di lingkungan remaja sangat penting artinya dalam membantu remaja untuk mendapatkan informasi dan pelayanan konseling yang cukup dan benar tentang KRR (BKKBN, 2008). 7

2 8 Menurut Santrock dalam Ratnawati (2013) kawan sebaya adalah anak-anak dengan usia atau tingkat kedewasaan yang kurang lebih sama. Salah satu fungsi yang paling penting dari kelompok kawan sebaya adalah sebagai sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Remaja memperoleh umpan-balik mengenai kemampuannya dari kelompk kawan sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau kurang baik, dibandingkan remaja-remaja lainnya. Remaja sebagai pendidik sebaya diharapkan mampu menyebarkan informasi secara kreatif sehingga dapat menarik perhatian dan minat teman-teman sebayanya. Untuk mengoptimalkan keterampilannya, pendidik sebaya seyogyanya mulai melatih diri dengan menyebarkan informasi kesehatan reproduksi dalam kelompok kecil (tidak lebih dari 12 orang). Setelah lebih terbiasa dan menguasai materi secara mendalam, para pendidik sebaya dapat meningkatkan kemampuannya dalam kelompok besar (50 orang) untuk kegiatan ceramah (BKKBN, 2008). Peer group merupakan institusi sosial kedua setelah keluarga yang memiliki peranan sangat penting bagi kehidupan remaja. Ciri-ciri mendasar peer group adalah jumlah anggota relatif kecil, adanya kepentingan yang bersifat umum dan dibagi secara langsung, terjadi kerja sama dalam suatu kepentingan yang diharapkan, adanya pengertian pribadi, serta saling hubungan yang tinggi antar anggota dalam kelompok (Vembriarto dalam Imron, 2012).

3 9 Program pendidikan kesehatan merupakan usaha untuk mencitakan perilaku masyarakat yang kondusif perihal kesehatan. Pendidik sebaya sebagai aktor utama dalam pendidikan kesehatan. Pendidik sebaya bertugas memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang kesehatan reproduksi kepada teman sebaya. Melalui pendidik sebaya inilah, diharapkan remaja melakukan perubahan perilaku dengan mempraktikkan hidup sehat dan menghindarkan diri dari risiko TRIAD KRR (Seksualitas, Napza, dan HIV/AIDS). Di luar kegiatan edukasi dan konseling, peer educator juga berperan merancang dan kegiatan-kegiatan penunjang, seperti religi, olahraga, seni dan soft skill (kepemimpinan dan kewirausahaan), namun juga bagi teman sebaya atau remaja lain (Imron, 2012). Pendidikan kesehatan menyangkut tiga aspek utama, yakni input, proses dan output. Dalam konteks pendidikan kesehatan reproduksi, yang dimaksud dengan input adalah teman sebaya sebagai subjek belajar. Teman sebaya bagi peer educator adalah remaja yang memanfaatkan layanan pendidikan dan konseling kesehatan reproduksi remaja. Peer educator juga berperan sebagai konselor sebaya (peer conselor) yang memberikan pelayanan konsultasi dan konseling (Imron, 2012). Komponen kedua dalam pendidikan kesehatan adalah proses. Proses merupakan mekanisme interaksi antara pengajar dan subjek belajar yang memungkinkan terjadi perubahan perilaku dari subjek belajar. Selain itu, diperlukan metode pengajaran, alat bantu, materi

4 10 belajar, dan lingkungan belajar. Dalam pencapaian tujuan pendidikan dapat dilakukan dengan memberikan edukasi dan konseling kepada teman sebaya melalui situasi formal dan non formal. Situasi formal dapat dilakukan dalam acara penyuluhan dan situasi non formal dapat dilakukan dengan cara jemput bola dengan metode diskusi (Imron, 2012). Pendidikan sebaya tidak hanya memberikan pelayanan konseling, pelayanan edukasi yang diberikan kepada teman sebaya dapat menambah perbendaharaan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Berkaitan dengan keluaran (output) dalam pendidikan kesehatan ditandai adanya perubahan perilaku kesehatan dari subjek belajar (Imron, 2012). b. Panduan Pelaksanaan Tugas Pendidik Sebaya Panduan pelaksanaan tugas pendidik sebaya adalah sebagai berikut (BKKBN, 2008): 1) Menggunakan bahasa yang sama sehingga informasi mudah dipahami oleh sebayanya. 2) Teman sebaya mudah untuk mengemukakan pikiran dan perasaannya dihadapan pendidik sebayanya. 3) Pesan-pesan sensitif dapat disampaikan secara lebih terbuka dan santai. 4) Syarat-syarat pendidik sebaya, sebagai berikut: a) Aktif dalam kegiatan sosial dan populer di lingkungannya b) Berminat secara pribadi menyebarluaskan informasi kesehatan reproduksi

5 11 c) Lancar membaca dan menulis d) Memiliki ciri-ciri kepribadian, antara lain: ramah, lancar dalam mengemukakan pendapat, luwes dalam pergaulan, berinisiatif dan kreatif, tidak mudah tersinggung, terbuka untuk hal-hal baru, mau belajar serta senang menolong 5) Uraian tugas pendidik sebaya, sebagai berikut: a) Menyampaikan informasi substansi program KRR b) Melaksanakan advokasi dan KIE tentang PIK-KRR c) Melakukan kegiatan-kegiatan yang menarik minat remaja untuk datang ke PIK-KRR d) Melakukan pencatatan dan pelaporan 6) Pengetahuan yang perlu dimiliki pendidik sebaya, sebagai berikut: a) Pengetahuan Kesehatan Reproduksi, mencakup: organ reproduksi dan fungsinya, proses terjadinya kehamilan, Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS, metode kontrasepsi dan lainlain. b) Pengetahuan mengenai hukum, agama dan peraturan perundangundangan mengenai Kesehatan Reproduksi. 7) Ketrampilan komunikasi interpersonal perlu dimiliki pendidik sebaya yaitu hubungan timbal balik yang bercirikan: a) Komunikasi dua arah Komunikasi dua arah memungkinkan kedua belah pihak samasama berkesempatan untuk mengajukan pertanyaan, pendapat dan

6 12 perasaan berbeda dengan komunikasi satu arah dimana hanya satu pihak yang berbicara, dalam tempo singkat namun hasilnya kurang memuaskan. Waktu yang digunakan memang lebih lama, namun hasil yang dicapai memuaskan kedua belah pihak. b) Perhatian pada aspek verbal dan non-verbal. Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi dengan menggunakan kata-kata. Pendidik sebaya hendaknya: (1) Menggunakan kata-kata yang sederhana dan mudah dipahami kelompok (2) Menghindari istilah yang sulit dimengerti (3) Menghindari kata-kata yang bias menyinggung perasaan orang lain Komunikasi non-verbal adalah komunikasi yang tampil dalam bentuk nada suara, ekspresi, wajah-wajah dan gerakan anggota tubuh tertentu. Dalam menyampaikan informasi, pendidik sebaya perlu mempertahankan kontak mata dengan lawan bicara, menggunakan nada suara yang ramah dan bersahabat. 8) Penggunaan pertanyaan untuk menggali informasi, perasaan dan pikiran. Cara bertanya ada dua macam, yaitu pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. a) Pertanyaan Tertutup Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang memerlukan jawaban yang singkat. Bisa dijawab dengan Ya dan Tidak.

7 13 Biasanya digunakan di awal pembicaraan untuk menggali informasi dasar. Tidak memberi kesempatan peserta untuk menjelaskan perasaan/pendapatnya. Contoh: (1) Berapa usiamu? (2) Apakah kamu pernah mengikuti kegiatan semacam ini? b) Pertanyaan Terbuka Mampu mendorong orang untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran. Bisa memancing jawaban yang panjang. Memungkinkan lawan bicara untuk mengungkapkan diri apa adanya. Contoh: (1) Apa yang kau ketahui tentang PMS? (2) Bagaimana rasanya waktu mengalami haid pertama? 9) Sikap mendengar yang efektif Dalam melaksanakan pendidikan sebaya, mendengar efektif dapat dilakukan dengan cara: a) Menunjukkan minat mendengar b) Memandang lawan bicara c) Tidak memotong pembicaraan d) Menunjukkan perhatian dengan cara bertanya e) Mendorong peserta untuk terus bicara baik dengan komentar kecil (misal: mm..., ya...), atau ekspresi wajah tertentu misalnya menganggukan kepala.

8 14 c. Persiapan Pendidikan Pendidik Sebaya Persiapan yang harus dilakukan oleh pendidik sebaya sebelum melakukan pertemuan, sebagai berikut: 1) Membaca kembali topik yang akan disajikan, baik dari buku panduan yang telah dimiliki maupun bacaan lainnya; 2) Menyiapkan alat bantu sesuai topik yang akan dibicarakan, misalnya alat peraga, contoh-contoh kasus, kliping koran, dan lain-lain 3) Tempat pendidikan sebaya dapat dilakukan dimana saja asalkan nyaman buat pendidik sebaya dan kelompoknya. Kegiatan tidak harus dilakukan di ruangan khusus. Bisa dilakukan di teras masjid, di bawah pohon yang rindang, diruang kelas yang sedang tidak dipakai, di aula gereja, dan sebagainya. Tempat pendidikan sebaya sebaiknya tidak ada orang lalu-lalang dan jauh dari kebisingan sehingga diskusi bisa berlangsung tanpa gangguan. d. Penyelenggaraan Pendidikan Sebaya 1) Jumlah ideal peserta kegiatan pendidikan sebaya yang ideal diikuti oleh tidak lebih dari 12 peserta agar setiap peserta mempunyai kesempatan bertanya. Bila peserta terlalu banyak, tanya jawab menjadi kurang efektif, dan peserta tidak akan mendapatkan pemahaman serta pengetahuan yang cukup memadai. 2) Pendidik sebaya mencari teman seusia yang berminat terhadap kesehatan reproduksi. Menghindari cara-cara pemaksaan. Para peserta harus bersedia mengikuti seluruh pertemuan yang telah disepakati.

9 15 3) Tempat dan waktu pertemuan ditentukan bersama oleh peserta. 4) Pendidikan diberikan oleh dua orang pendidik sebaya. Satu pendidik menyampaikan dan memandu diskusi. Satu pendidik lainnya melakukan pencatatan terhadap pertanyaan yang diajukan peserta, observasi tentang proses diskusi, serta membantu menjawab pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh pendidik sebaya pertama. Peran pendidik sebaya dilakukan bergantian dengan tujuan agar setiap pendidik mempunyai kesempatan untuk menyampaikan informasi dan memandu diskusi. Selain itu, mereka juga bisa saling memberikan umpan balik selama menjadi pemandu. 5) Pendidik sebaya memulai acara dengan menyampaikan materi selama tidak lebih dari setengah jam, waktu selebihnya digunakan untuk diskusi dan menampung pertanyaan. 6) Bila ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab, jawaban bisa ditunda untuk ditanyakan kepada mereka yang lebih ahli, bisa dokter/ paramedis, tokoh masyarakat atau tokoh agama, dan lain-lain. 7) Topik-topik yang perlu dibahas, yaitu pengenalan organ reproduksi laki-laki perempuan dan fungsinya masing-masing, proses terjadinya kehamilan, termasuk kehamilan yang tidak diinginkan dan bahaya aborsi yang tidak aman, metode-metode pencegahan kehamilan (metode kontrasepsi), penyakit menular seksual (HIV/AIDS), seksualitas dan NAPZA.

10 16 2. Sikap Seks Pranikah a. Sikap 1) Pengertian Menurut Berkowitz dalam Azwar (2012), sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek berupa perasaan mendukung atau memihak (favorable) dan perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Menurut Middlebrook dalam Azwar (2012), menjelaskan bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok, sebagai berikut: 1) Kognitif (Kepercayaan atau beliefs); 2) Afektif (Perasaan yang menyangkut aspek emosional); 3) Konatif (Kecenderungan untuk bertindak/ berperilaku); Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Komponen kognitif dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama apabila menyangkut masalah issue atau problem yang kontraversial. Komponen afektif merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional menjadi akar yang paling bertahan terhadap pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang. Komponen perilaku berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak dan untuk bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu (Azwar, 2012).

11 17 Model Studi Yale mendefinisikan komuikasi sebagai suatu proses yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaiakan stimuli (biasanya dalam bentuk lisan) guna mengubah perilaku orang lain. Efek suatu komunikasi tertentu berupa perubahan sikap akan tergantung pada sejauh mana komunikasi itu diperhatikan, dipahami, dan diterima (Azwar, 2012). Stimulus Perhatian Pemahaman Penerimaan Respons (Perubahan Sikap) Gambar 2.1 Langkah-langkah Perubahan Sikap Menurut Model Hovland, Janis, & Kelley 1953 (dalam Azwar, 2012) 2) Tingkatan sikap Sikap terdiri atas berbagai tingkatan, yaitu : a) Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). b) Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi atau sikap.

12 18 c) Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ketiga. d) Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau penyataan responden terhadap suatu objek dan secara tidak langsung dengan menggunakan kuesioner. 3) Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain. Terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Terdapat bebeapa faktor-faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap sikap antara lain (Azwar, 2012): a) Pengalaman pribadi Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi dalam situasi

13 19 yang melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih lama berbekas. Individu sebagai orang yang menerima pengalaman, orang yang melakukan tanggapan, biasanya tidak melepaskan pengalaman yang sedang dialaminya dari pengalamanpengalaman terdahulu yang relevan. b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Seseorang yang dianggap penting, diharapkan persetujuannya, yang tidak ingin dikecewakan dan berarti dapat mempengaruhi sikap terhadap sesuatu. Individu cenderung untuk memilih sikap yang konformis atau searah dengan sikap yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain motivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. c) Pengaruh kebudayaan Tanpa disadari kebudayaan telah menambahkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang membentuk corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya. Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual.

14 20 d) Media massa Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau alat komunikasi lainnya, berita faktual yang seharusnya disampaikan secara objektif seringkali dimasuki unsur subjektivitas penulis berita, baik secara sengaja maupun tidak. Hal ini seringkali berpengaruh terhadap sikap pembaca, sehingga dengan hanya menerima berita-berita yang sudah dimasuki unsur subjektif itu terbentuklah sikap. e) Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan pusat keagamaan serta ajaran-ajaran. Sehingga, lembaga pendidikan dan agama ikut berperan dalam pembentukan sikap individu. f) Faktor emosional Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap yang demikian merupakan sikap sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang tetapi dapat pula sikap persisten dan bertahan lama.

15 21 b. Seks pranikah 1) Pengertian Seks adalah sesuatu yang bersifat biologis dan karenanya seks dianggap sebagai sesuatu yang stabil. Seks mempunyai arti jenis kelamin, suatu yang dapat dilahat, dapat ditunjuk. Hubungan seks pranikah adalah perilaku yang dilakukan sepasang individu karena adanya dorongan seksual dalam bentuk penetrasi penis kedalam vagina. Perilaku ini disebut juga koitus, koitus secara moralitas hanya dilakukan oleh sepasang individu yang telah menikah. Tidak ada satu agamapun yang mengizinkan seks diluar ikatan pernikahan (Wahid, 2011). Seks pranikah adalah hubungan seksual yang dilakukan remaja tanpa adanya ikatan pernikahan. Sedangkan perilaku seksual pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah antara lain (Sarwono, 2011): a) Berpelukan Perilaku seksual berpelukan akan membuat jantung berdegup lebih cepat dan menimbulkan rangsangan seksual pada individu. b) Ciuman kering Perilaku seksual cium kering berupa sentuhan pipi dengan pipi dan pipi dengan bibir.

16 22 c) Cium basah Aktifitas cium basah berupah sentuhan bibir, dampak cium bibir dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat dan menimbulkan dorongan seksual sehingga tidak terkendali. d) Meraba bagian tubuh yang sensitif Merupakan kegiatan meraba atau memegang bagian tubuh yang sensitif seperti payudara, vagina dan penis. e) Petting Merupakan keseluruan aktifitas seksual noon intercourse (hingga menempelkan alat kelamin) dan menimbulkan ketagihan. f) Oral seksual Oral seksual pada laki-laki adalah ketika seseorang mengunakan bibir, mulut dan lidahnya pada penis dan sekitarnya, sedangkan pada wanita melibatkan bagian disekitar vulva yaitu labia,klitoris dan bagian dalam vagina. g) Intercourse atau bersenggama Merupakan aktifitas seksual dengan memasukan alat kelamin lakilaki ke dalam alat kelamin perempuan. Menurut Simanjuntak (1984) dalam Amalia (2010), bentuk perilaku seks pranikah yang biasa dilakukan pelajar sebagai berikut: a) Bergandengan tangan merupakan perilaku seks dan hanya terbatas pada pergi berdua/ bersama serta saling berpegangan tangan, belum sampai pada tingkat yang lebih dari bergandengan tangan, seperti

17 23 berciuman atau yang lainnya. Bergandengan tangan termasuk dalam perilaku seks pranikah karena adanya kontak fisik secara langsung antara dua orang lawan jenis yang didasari dengan rasa suka/cinta. b) Berciuman adalah suatu tindakan saling menempelkan bibir ke pipi atau bibir ke bibir, sampai saling menempelkan lidah sehingga dapat menimbulkan rangsangan seksual antar keduanya. c) Bercumbu adalah tindakan yang sudah dianggap rawan dan cenderung menyebabkan suatu rangsangan hubungan seksual (senggama) dimana pasangan ini sudah memegang atau meremas payudara, baik melalui pakaian atau secara langsung, juga saling menempelkan alat kelamin tapi belum melakukan hubungan seksual atau senggama secara langsung. d) Senggama yaitu melakukan hubungan seksual atau terjadi kontak seksual. Bersenggama mempunyai arti bahwa memasukkan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin perempuan. 2) Faktor-faktor penyebab seks pranikah Menurut Imron (2012), faktor- faktor yang menyebabkan remaja melakukan hubungan seksual pranikah adalah: a) Adanya dorongan biologis Dorongan biologis untuk melakukan hubungan seksual merupakan insting alamiah dari berfungsinya organ sistem reproduksi dan kerja hormon. Dorongan dapat meningkat karena pengaruh dari

18 24 luar, misalnya dengan membaca buku atau melihat film/ majalah yang menampilkan gambar-gambar yang membangkitkan erotisme. b) Ketidakmampuan mengendalikan dorongan biologis Kemampuan mengendalikan dorongan biologis dipengaruhi oleh nilai-nilai moral dan keimanan seseorang. Remaja yang memiliki keimanan kuat tidak akan melakukan seks pranikah karena mengingat ini merupakan dosa besar yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa. Namun, keimanan ini dapat sirna tanpa bersisa bila remaja dipengaruhi oleh obat-obatan psikotropika, sehingga pelanggaran terhadap nilai-nilai agama dinikmati dengan tanpa bersalah. c) Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi Kurangnya pengetahuan atau mempunyai konsep yang salah tentang kesehatan reproduksi pada remaja dapat disebabkan karena masyarakat tempat remaja tumbuh memberikan gambaran sempit tentang kesehatan repsoduksi sebagai hubungan seksual. Biasanya topik terkait reproduksi tabu dibicarakan dengan anak. Sehingga saluran-saluran informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi menjadi sangat kurang. d) Adanya kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah Faktor kesempatan melakukan hubungan seks pranikah sangat penting untuk dipertimbangkan, karena jika tidak ada kesempatan baik ruang maupun waktu, maka hubungan seks pranikah tidak

19 25 akan terjadi. Terbukanya kesempatan pada remaja untuk melakukan hubungan seks didukung oleh hal-hal sebagai berikut: (1) Kesibukan orang tua yang menyebabkan kurangnya perhatian pada anak (2) Pemberian fasilitas pada anak berlebihan (3) Pergeseran nilai-nilai norma dan etika di masyarakat (4) Kemiskinan Hasil penelitian studi kualitatif Na mah (2014) menunjukkan penyebab remaja melakukan seks pranikah karena pacar, dan untuk kesenangan atau nafsu. Sumber informasi atau media juga menjadi penyebab remaja dalam melakukan hubungan seks pranikah. Perilaku seks pranikah remaja awalnya karena rasa penasaran dan tergoda. Respon remaja yang melakukan seks pranikah awalnya adalah stress, takut, cemas. Dalam melakukan seksual, mereka melakukan di rumah, rumah teman, dan kamar hotel. Sebagian remaja tidak menggunakan pengaman (kondom) dan berdampak pada kehamilan remaja. 3) Dampak seks pranikah Menurut Willis (2012), dampak seks pranikah terhadap kesehatan fisik dan psikologi antara lain: a) Hilangnya keperawanan dan keperjakaan Indikasi fisik yang paling jelas terjadi pada perempuan yakni sobeknya selaput darah.

20 26 b) Kehamilan Perilaku seks pra nikah dapat mengakibatkan kehamilan padahal pasangan tersebut belum terikat perkawinan. Biasanya kehamilan yang tidak diinginkan. c) Aborsi dengan segala risikonya Jika hubungan intim sudah berbuah kehamilan, maka biasanya pasangan tersebut akan melakukan pengguguran kandungan (aborsi). Mereka menganggap aborsi adalah jalan terbaik untuk menutupi aib dan rasa malu terhadap masyarakat sekitar, mereka juga belum siap untuk hidup berumah tangga, risiko dari aborsi antara lain yaitu pendarahan, infeksi, kemandulan, bahkan kematian. d) Penularan penyakit kelamin Penyakit kelamin ditularkan melalui hubungan seksual, risiko tertular penyakit kelamin semakin besar ketika sering melakukan hubungan seksual secara berganti ganti pasangan. Beberapa penyakit kelamin yang dapat tersebar melalui hubungan seks pranikah antar lain (Widyastuti dkk, 2008): (1) Gonoroe (GO) adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Neisseria Gonorheae, dengan masa inkubasi (masa tunas) 2-10 hari sesudah masuk ketubuh melalui hubungan seks. (2) Sifilis adalah penyakit yang disebabkan oleh Treponema Pallidum, dengan masa tanpa gejala 3-4 minggu bahkan

21 27 terkadang sampai tiga bulan sesudah kuman masuk ke dalam tubuh melalui hubungan seks. (3) Herpes Genitalis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Herpes Siplex dengan masa inkubasi antara 4-7 hari setelah virus berada dalam tubuh. (4) Trichomonas Vaginalis adalah penyakit yang disebabkan semacam Protozoa Trichomonas Vaginalis yang ditularkan melalui hubungan seksual. (5) Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang melemahkan sistem ketebalan tubuh, sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang berarti kumpulan gejalah penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh yang sifatnya diperoleh (bukan bawaan). Remaja dapat melakukan pencegahan penyakit menular seksual, sebagai berikut (BKKBN, 2008): (1) Menghindari melakukan hubungan seksual sebelum menikah. (2) Melakukan kegiatan-kegiatan positif (menghilangkan keinginan melakukan hubungan seksual). (3) Mencari informasi yang benar sebanyak mungkin tentang risiko tertular IMS. (4) Meningkatkan ketahanan moral melalui pendidikan agama.

22 28 (5) Mendiskusikan dengan orang tua, guru atau teman sebaya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perilaku seksual, jangan malu untuk bertanya. (6) Menolak ajakan pasangan yang meminta untuk melakukan hubungan seksual. (7) Mengendalikan diri saat bermesraan. (8) Bersikap waspada jika diajak ke suatu tempat yang sepi dan berbahaya. Penanganan pada seseorang yang menderita PMS (Penyakit Menular Seksual), sebagai berikut: (1) IMS yang disebabkan oleh bakteri dapat disembuhkan, sedangkan IMS yang disebabkan oleh virus tidak. (2) Satu-satunya cara adalah berobat ke dokter atau tenaga kesehatan. (3) Jika kita terkena IMS, pasangan kita juga harus diperiksa dan diobati, serta jangan mengobati diri sendiri. (4) Patuhi cara pengobatan sesuai petunjuk yang diberikan oleh dokter atau tenaga kesehatan untuk memastikan kesembuhan. (5) Hindari hubungan seksual selama masih ada keluhan/gejala. (6) Bila hamil, beritahukan dokter atau tenaga kesehatan.

23 29 e) Infeksi saluran reproduksi Remaja perempuan yang sudah aktif secara seksual dibawah usia 20 tahun serta berganti-ganti pasangan cenderung mudah terkena kanker mulut rahim. f) Perasaan malu, bersalah, berdosa dan tidak berharga Mereka yang sudah terjerumus pada perilaku seks pra nikah biasanya selalu dirundung bersalah. Perasaan malu dan bersalah semakin muncul ketika dirinya atau pasangannya diketahui hamil padahal secara resmi belum menjadi suami istri. 3. Pengaruh Pendidikan Sebaya Terhadap Sikap Seks Pranikah Program Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja (PKRR) dapat dilaksanakan di komunitas dengan kegiatan pendidikan kesehatan melalui pendidikan sebaya (peer education). Pendidik Sebaya KRR (Kesehatan Reproduksi Remaja) adalah orang yang menjadi narasumber bagi kelompok remaja sebayanya yang telah mengikuti pelatihan pendidik sebaya KRR. Keberadaan dan peranan pendidik sebaya di lingkungan remaja sangat penting artinya dalam membantu remaja untuk mendapatkan informasi dan pelayanan konseling yang cukup dan benar tentang KRR (BKKBN, 2008). Pendidikan kesehatan reproduksi adalah upaya untuk menciptakan perilaku masyarakat agar senantiasa menjaga kesehaan reproduksinya. Terdapat beberapa indikator dalam pendidikan kesehatan reproduksi remaja yaitu input (teman sebaya sebagai subjek belajar), proses (interaksi dan komunikasi), output (perubahan perilaku sehat). Komunikasi merupakan

24 30 kegiatan penyampaian informasi program (peer educator) kepada kelompok sasaran (teman sebaya) yang dapat menciptakan kesamaan pemahaman dalam pencapaian tujuan PKRR (Imron, 2012). Model Studi Yale menunjukkan bahwa stimulus dapat memberikan efek suatu komunikasi tertentu berupa perubahan sikap akan tergantung pada sejauh mana komunikasi itu diperhatikan, dipahami dan diterima sehingga dapat terjadi perubahan sikap (Azwar, 2012). Sikap seks pranikah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus. Hasil penelitian studi kualitatif Na mah (2014) menunjukkan bahwa perilaku seks pranikah remaja awalnya karena rasa penasaran dan tergoda. Respon remaja yang melakukan seks pranikah awalnya adalah stress, takut, cemas. Dalam melakukan seksual, mereka melakukan di rumah, rumah teman, dan kamar hotel. Sebagian remaja tidak menggunakan pengaman (kondom) dan berdampak pada kehamilan remaja. Oleh karena itu, peran peer educator menjadi penting dalam promosi, edukasi dan konseling perihal kesehatan reproduksi remaja (Imron, 2012).

25 31 B. Kerangka Pemikiran Stimulus Perhatian Pemahaman Penerimaan Respon (Perubahan Sikap) Pendidikan Kesehatan Reproduksi Komponen Sikap: a. Kognitif (Kepercayaan) b. Afektif (Perasaan) c. Konatif (Kecenderungan) Variabel Independen Pendidikan Sebaya Variabel Dependen Sikap seks pra nikah Faktor-faktor yang mempengaruhi: a. Pengalaman pribadi b. Pengaruh orang lain yang dianggap penting c. Pengaruh kebudayaan d. Media massa e. Lembaga pendidikan/ lembaga agama f. Faktor emosional Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti

26 32 C. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pendidikan sebaya terhadap perubahan sikap seks pranikah remaja usia tahun di RW 19 Kelurahan Jebres.

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN

Nomor : PETUNJUK PENGISIAN Nomor : PETUNJUK PENGISIAN 1. Bacalah pernyataan-pernyataan pada lembar berikut, kemudian jawablah dengan sungguh-sungguh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Jawablah semua nomor dan usahakan jangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Seksual pra nikah 2.1.1. Pengertian Pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara hubungan intim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang memiliki banyak masalah, seperti masalah tentang seks. Menurut Sarwono (2011), menyatakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa yang menjadi bagian dari kehidupan manusia yang didalamnya penuh dengan dinamika. Dinamika kehidupan remaja ini akan sangat berpengaruh

Lebih terperinci

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo

Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo Hubungan Peran Teman Sebaya Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Bina Patria 1 Sukoharjo Bebas Pada (Role Of Peers Relations With Adolescent Sexual Behavior In Smk Bina Patria 1 Sukoharjo) Abstract :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja ialah suatu waktu kritis seseorang dihadapkan pada berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan menyangkut moral, etika, agama,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Putri Nurul Falah F 100

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN A. SKALA PENELITIAN A-1. Skala Perilaku Seksual Pranikah Remaja Putri A-1. Skala Peran Ayah dalam Pendidikan Seksualitas A-1. Skala Perilaku Seksual Pranikah Remaja Putri No : Petunjuk Pengisian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini tengah terjadi peningkatan jumlah remaja diberbagai belahan dunia, tidak terkecuali Indonesia. Tahun 2000 jumlah penduduk remaja Indonesia sekitar 43,6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Remaja adalah mereka yang berusia diantara 10-24 tahun dan merupakan salah satu kelompok populasi terbesar yang apabila dihitung jumlahnya berkisar 30% dari jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja kota besar khususnya Jakarta semakin berani melakukan hubungan seksual pranikah. Hal ini terbukti berdasarkan hasil survey yang dilakukan Bali Post

Lebih terperinci

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat SKRIPSI HUBUNGAN SUMBER INFORMASI DAN PENGETAHUAN TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DENGAN PERILAKU SEKS BEBAS PADA REMAJA DI SMP MUHAMMADIYAH 7 SURAKARTA TAHUN 2011 Proposal skripsi Skripsi ini Disusun untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma-norma, nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan. Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Survei Penduduk yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa, 63,4 juta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Perilaku a. Pengertian BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi sikap seks pranikah

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi sikap seks pranikah BAB V PEMBAHASAN A. Karakteristik responden yang mempengaruhi sikap seks pranikah Seluruh responden merupakan remaja yang rentang usianya antara 15-19 tahun di RW 19 Kelurahan Jebres. Sebagian besar responden

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan seperti perubahan intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi merupakan hal yang sangat penting dalam skala global. Pada tahun 2005, terdapat 1.21 miliar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kesehatan Reproduksi Siswa 1. Defenisi perilaku Menurut Notoatmojo (2003.hal.114) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia baik yang diamati secara langsung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Remaja a. Pengertian Remaja Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan baik fisik maupun

Lebih terperinci

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM

SEX EDUCATION. Editor : Nurul Misbah, SKM SEX EDUCATION Editor : Nurul Misbah, SKM ISU-ISU SEKSUALITAS : Pembicaraan mengenai seksualitas seringkali dianggap sebagai hal yang tabu tidak pantas dibicarakan dalam komunitas umum bersifat pribadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana pada masa ini akan terjadi perubahan fisik, mental, dan psikososial yang cepat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam mempengaruhi perilaku seksual berpacaran pada remaja. Hal ini tentu dapat dilihat bahwa hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan pada diri sendiri, lawan jenis maupun sesama jenis yang dapat diwujudkan

Lebih terperinci

Menggunakan alat-alat tradisional yang tidak steril seperti alat tumpul. Makan nanas dan minum sprite secara berlebihan

Menggunakan alat-alat tradisional yang tidak steril seperti alat tumpul. Makan nanas dan minum sprite secara berlebihan Agar terhindar dari berbagai persoalan karena aborsi, maka remaja harus mampu menahan diri untuk tidak melakukan hubungan seks. Untuk itu diperlukan kemampuan berpikir kritis mengenai segala kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun sampai 18 hingga 22 tahun (Santrock, 2007, hlm. 20). Pada masa remaja, individu banyak mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tingkat aborsi tahunan di Asia berkurang antara tahun 1995 dan 2003 dari 33 menjadi 29 aborsi per 1.000 wanita berusia 15 44 tahun. Di Asia Timur, tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Menyadarkan para wanita tuna susila tentang bahaya HIV/AIDS itu perlu dilakukan untuk menjaga kesehatan masyarakat. Hal ini penting karena para wanita tuna susila itu dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak kemasa dewasa (Santrock, 2007). Sofyan (2013) mengatakan remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA

KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA KUESIONER PENELITIAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP PERILAKU PACARAN PADA REMAJA DI SMA PATRIOT BEKASI TAHUN 2008 (SANGAT RAHASIA)

Lebih terperinci

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN Lampiran 1 PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN (INFORMED CONSENT) Pada penelitian: KUESIONER PENELITIAN PERBANDINGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI DI MAN MEULABOH-1 DAN SMAN

Lebih terperinci

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN TENTANG SEKS BEBAS PADA MAHASISWA TINGKAT I TAHUN AJARAN 2013-2014 FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti

Lebih terperinci

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB 2 Tinjauan Pustaka BAB 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini, akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang digunakan peneliti terkait dengan penelitian yang dilakukan, dan dapat menjadi landasan teoritis untuk mendukung penelitian

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI LAMPIRAN 1 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, PERILAKU, DAN LINGKUNGAN SISWI SMU SANTA ANGELA TERHADAP KESEHATAN REPRODUKSI Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan lingkari pada jawaban yang paling

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Persepsi 1. Pengertian Persepsi Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsang dari luar lingkungan, dan proses tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma-norma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru

BAB I PENDAHULUAN. khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fenomena perubahan yang terjadi dalam masyarakat dewasa ini khususnya bagi remaja merupakan suatu gejala yang dianggap normal, sehingga dampak langsung terhadap perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Definisi Remaja Remaja adalah suatu fase perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, ini berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun. Remaja terdiri dari

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang menjadi sebuah kebutuhan dan paling penting dalam hidup seseorang agar dapat menjalani kehidupan secara aktif dan produktif. Apabila

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan karakteristik..., Sarah Dessy Oktavia, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa transisi antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Remaja dalam beberapa literatur biasanya merujuk pada usia 10-19 tahun. Badan Koordinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Notoatmodjo (2007) masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Seksual 2.1.1 Pengertian Perilaku Seksual Perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000)

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Program For Appropriate Technology in Health (PATH, 2000) hampir 1 diantara 6 manusia di bumi ini adalah remaja. Dimana 85% antaranya hidup di negara berkembang.

Lebih terperinci

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA HUBUNGA N ANTARAA KETERBUKAAN KOMUNIKASI SEKSUAL REMAJA DENGAN ORANG TUA DALAM PERILAKU SEKS PRANIKAH SKRIPSII Diajukan Oleh: BUNGA MARLINDA F 100 060 163 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini merupakan tahap yang kritis, karena merupakan tahap transisi dari masa kanakkanak ke masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik maupun psikologis diantaranya peningkatan emosional, kematangan

Lebih terperinci

GAMBARAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (HASIL SURVEI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA INDONESIA TAHUN 2007 DAN SURVER RPJM TAHUN

GAMBARAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (HASIL SURVEI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA INDONESIA TAHUN 2007 DAN SURVER RPJM TAHUN GAMBARAN KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA PROPINSI BENGKULU TAHUN 2007 (HASIL SURVEI KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA INDONESIA TAHUN 2007 DAN SURVER RPJM TAHUN 2007) 1. Pendahuluan Isu strategis dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa dewasa atau masa usia belasan tahun yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur,

Lebih terperinci

- SELAMAT MENGERJAKAN -

- SELAMAT MENGERJAKAN - Identitas subyek Usia : Angkatan : Jenis kelamin : PEDOMAN PENGISIAN 1. Isilah identitas di sudut kiri atas dengan jelas. 2. Bacalah dahulu Petunjuk Pengisian pada masing-masing bagian dengan cermat. 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja ditandai dengan perubahan-perubahan fisik pubertas dan emosional yang kompleks,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar penduduknya berusia 10-24 tahun dan 90% diantaranya tinggal di negara berkembang (PBB, 2013). Hasil Sensus Penduduk tahun 2010

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa remaja tidak dapat dikatakan sebagai orang dewasa dan tidak dapat pula dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak menuju dewasa, yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis (Hurlock, 1988:261).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena kehidupan remaja yang sangat menonjol adalah terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat terjadi, karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekitar 1 miliar manusia atau setiap 1 diantara 6 penduduk dunia adalah remaja. Sebanyak 85% di antaranya hidup di negara berkembang. Di indonesia, jumlah remaja dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan, makin banyak pula ditemukan penyakit-penyakit baru sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual atau Penyakit Kelamin (venereal diseases) telah lama dikenal dan beberapa di antaranya sangat populer di Indonesia, yaitu sifilis dan kencing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa, dimana masa perkembangan ini berlangsung cukup singkat dari rentang usia 13 18 tahun. Pada masa ini remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mengalami proses perkembangan secara bertahap, dan salah satu periode perkembangan yang harus dijalani manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konformitas Negatif Pada Remaja 2.1.1 Pengertian Konformitas Negatif Pada Remaja Konformitas dapat timbul ketika seseorang berinteraksi dengan orang lain. Apabila seseorang menampilkan

Lebih terperinci

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014

KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG PERILAKU SEKSUAL DI SMK PENCAWAN MEDAN TAHUN 2014 I. Identitas Responden No.Responden : Jenis kelamin : Umur : Alamat rumah : Uang saku/bulan : II.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang . BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata pacaran sudah sangat biasa ditelinga masyarakat luas saat ini. Bahkan dari dulu pun pacaran sudah bisa dikatakan sebagai budaya mulai remaja sampai orang dewasa.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Analisis Deskriptif Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Desember 2016. Subjek dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BKKBN merupakan singkatan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana

BAB I PENDAHULUAN. BKKBN merupakan singkatan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana BAB I PENDAHULUAN!.1. Latar Belakang Masalah BKKBN merupakan singkatan dari Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, yang merupakan Lembaga Pemerintahan Non Departemen Indonesia yang bertugas melaksanakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea,

BAB 1 PENDAHULUAN. seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang dari 30 jenis mikroba (bakteri, virus,

Lebih terperinci

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA 99 Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA I. KEY INFORMAN 1. Faktor Internal Hubungan Dalam Keluarga a) Status dalam keluarga b) Pekerjaan orangtua c) Hubungan kedekatan dengan orangtua d) Peran orangtua dirumah

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi, globalisasi teknologi, dan informasi serta berbagai faktor lainnya turut mempengaruhi pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian kehamilan diluar nikah pada remaja di pedesaan dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan remaja di perkotaan. Dimana wanita dengan pendidikan yang rendah akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dikatakan masa yang paling menyenangkan dan berkesan.masa remaja terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum masa dewasa (DeBrum dalam Jahja, 2011).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Remaja adalah suatu masa transisi dari masa anak ke dewasa yang ditandai dengan perkembangan biologis, psikologis, moral, dan agama, kognitif dan sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan kelompok umur yang memegang tongkat estafet pembangunan suatu bangsa. Untuk itu, remaja perlu mendapat perhatian. Pada masa remaja seseorang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan (Knowledge) a. Definisi. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan hasil penelitian Universitas Indonesia dan Australian National University pada 2010, Sebanyak 20,9 persen remaja putri di Indonesia telah hamil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual remaja saat ini sudah menjadi masalah dunia. Tidak dapat dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas. Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Lazimnya masa remaja dimulai saat anak secara seksual menjadi matang dan berakhir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh, menyangkut fisik, emosi, intelektual, sosial dan spritual. Termasuk didalamnya adalah persepsi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian A. 1 Perilaku Seks Sebelum Menikah Masalah seksual mungkin sama panjangnya dengan perjalanan hidup manusia, karena kehidupan manusia sendiri tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode masa

Lebih terperinci

- Sebelum melakukan penetrasi yang dalam, yang harus diutamakan adalah kenyamanan dan kebebasan ibu hamil.

- Sebelum melakukan penetrasi yang dalam, yang harus diutamakan adalah kenyamanan dan kebebasan ibu hamil. SEKS SELAMA KEHAMILAN Selain perubahan fisik, wanita yang sedang hamil biasanya memiliki perubahan kebutuhan akan perhatian dan keintiman dalam hubungan dengan pasangannya. Dari sisi emosianal, wanita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan tahapan seseorang dimana ia berada di antara fase anak

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan tahapan seseorang dimana ia berada di antara fase anak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja merupakan tahapan seseorang dimana ia berada di antara fase anak dan dewasa yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan yang cepat dari fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, remaja dan dewasa. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS

EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS EFEKTIVITAS PROMOSI KESEHATAN DENGAN METODE PEER EDUCATOR TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA TENTANG HIV/AIDS Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan individu untuk mencapai dewasa. Selama masa remaja ini individu mengalami proses dalam kematangan mental, emosional,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan (Knowledge) a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.penginderaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. seorang individu. Masa ini merupakan masa transisi dari kanak-kanak ke masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja merupakan aset sumber daya manusia yang merupakan penerus generasi bangsa di masa mendatang. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) remaja adalah suatu fase

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah pengakuan terhadap sesuatu yang menghasilkan keputusan. Keputusan ini mengutarakan pengetahuan, sehingga untuk berlakunya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa yang berusia antara 13 tahun sampai dengan 18 tahun. Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan

Lebih terperinci

Program Gen Re dalam penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja

Program Gen Re dalam penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja Program Gen Re dalam penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja http://ceria.bkkbn.go.id Direktur Bina Ketahanan Remaja I ndra Wirdhana, SH,M M A. PENDAHULUAN Jumlah Remaja kurang lebih 64 juta jiwa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi setelah masa kanak-kanak dan sebelum dewasa, yaitu pada umur 10-19 tahun (WHO, 2015 a ). Jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku seks dapat diartikan sebagai suatu perbuatan untuk menyatakan cinta dan menyatukan kehidupan secara intim. Sebagai manusia yang beragama, berbudaya, beradab

Lebih terperinci