BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang kompleks dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang kompleks dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang kompleks dan memerlukan perawatan medis secara terus-menerus dengan strategi pengurangan risiko multifaktorial luar untuk mengontrol kadar gula dalam darah (ADA, 2014). Global status report on NCD World Health Organization (WHO) tahun 2010 melaporkan bahwa DM menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian. Sekitar 1,3 juta orang meninggal akibat DM dan 4 persen meninggal sebelum usia 70 tahun. International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa lebih dari 371 juta orang di dunia yang berumur tahun terdiagnosis DM. Indonesia merupakan negara urutan ke-7 dengan prevalensi DM tertinggi, di bawah China, India, USA, Brazil, Rusia dan Mexico. Diabetes melitus merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di dunia. Mortalitas pada DM meningkat dua kali lebih tinggi disebabkan adanya komplikasi DM yang meliputi penyakit kardiovaskuler, retinopati, nefropati, dan neuropati DM (Gaede et al., 2008). Pengendalian kadar glukosa darah yang ketat mampu mengurangi morbiditas penyakit DM tipe 2 (Nathan et al., 2006). Pengendalian kadar glukosa darah yang ketat dapat mengurangi komplikasi dan kejadian rawat inap pada pasien DM tipe 2 rawat jalan (Ajayi et al., 2010). 1

2 2 Beberapa penelitian tentang kontrol glukosa darah pada pasien rawat jalan menyatakan bahwa pasien yang mencapai outcome klinik atau tercapainya pengendalian glukosa darah masih sangat rendah. Menurut penelitian yang dilakukan di Cina, pasien yang mencapai target HbA1c 6,5% (kriteria IDF) hanya 40,2% dan yang mencapai target HbA1c 7% (kriteria PERKENI dan ADA) hanya 56,1%. Penelitian di Nigeria pada tahun 2010 menyatakan bahwa pasien DM yang mencapai target pengendalian glukosa darah juga masih rendah yaitu 29,3% berdasarkan standar IDF dan 32,5% dan berdasarkan standar PERKENI dan ADA. Penelitian di Amerika menyatakan bahwa tidak lebih dari 36% pasien yang mencapai target HbA1c 7%. Pengendalian glukosa darah secara ketat mampu mengurangi komplikasi mikrovaskuler pada DM tipe 2 dengan kadar HbA1c 6,5% berdasarkan IDF dan 7% berdasarkan PERKENI dan ADA (Yan Bi et al., 2010 ; Ajayi et al., 2010). Pencegahan morbiditas dan mortalitas DM dapat dilakukan dengan penatalaksanaan DM yang tepat (Perkeni, 2011). Penatalaksanaan DM ada 2 yaitu tanpa obat dan dengan obat. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan DM tanpa obat melalui pengaturan diet dan olahraga. Apabila belum tercapai maka dilanjutkan dengan terapi menggunakan obat baik dengan insulin maupun obat antidiabetik lain (Depkes RI, 2005). Tujuan terapi dengan obat adalah untuk mengurangi gejala dari hiperglikemia dan mencegah komplikasi DM jangka panjang (Bennet et al., 2011). Strategi pemberian terapi yang intensif pada pasien DM tipe 2 mampu mengurangi terjadinya komplikasi. Komplikasi pada pasien DM dapat memperburuk penyakit yang terkait dengan peningkatan

3 3 biaya dan penderitaan yang dialami dan dapat menyebabkan kematian dini (Szava-Kovats & Johnson, 1997). Kejadian komplikasi kardiovaskuler pada pasien DM tidak hanya dipengaruhi oleh kadar glukosa darah. Kondisi komorbid seperti hipertensi dan dislipidemia juga berpengaruh terhadap terjadinya komplikasi kardiovaskuler. Penurunan tekanan darah dan kolesterol dapat mengurangi kejadian komplikasi kardiovaskuler (Chrysant et al., 2011). Perkembangan penyakit DM tipe 2 yang semakin kompleks menyebabkan perubahan strategi terapi dalam pengendalian DM. Dahulu terapi DM difokuskan pada pengendalian nilai HbA1c. Dewasa ini, strategi terapi DM tipe 2 juga dilakukan untuk mengoreksi kondisi patologisnya atau yang disebut juga kondisi komorbid yang meliputi hipertensi, obesitas dan dislipidemia. Pemilihan terapi farmakologi DM hendaknya mempertimbangkan kemampuan obat tersebut dalam menurunkan nilai HbA1c, toleransi pada pasien, keamanan, dan efeknya pada berat badan, tekanan darah serta kadar lipid dalam darah (Aguilar, 2011). Penyakit DM dan komplikasinya yang kompleks membutuhkan terapi DM secara tepat dan rasional. Kerasionalan terapi dipengaruhi oleh proses diagnosis, pemilihan terapi, pemberian terapi, dan evaluasi terapi. Evaluasi pola pengobatan merupakan proses jaminan mutu yang dilakukan secara terus-menerus untuk menjamin agar obat-obat yang digunakan tepat, aman, dan efisien (Kumolosari et al., 2001). Adanya kebijakan baru dari pemerintah yaitu sistem Jaminan Kesehatan Nasional yang penerapannya dilakukan dengan prinsip kendali biaya dan mutu. Masyarakat diharapkan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu namun

4 4 dengan biaya yang terkendali. Evaluasi terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan perlu dilakukan. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui pelayanan kesehatan yang bermutu adalah keefektifan terapi yang diberikan. Keefektifan terapi bisa dilihat dari outcome klinik yang dihasilkan dan pola terapi yang tepat. Outcome klinik adalah peristiwa medis yang terjadi sebagai akibat dari kondisi atau pengobatan yang diberikan. Outcome digunakan untuk membantu pasien, payers, dan providers untuk membuat pilihan pengobatan yang rasional berdasarkan pengetahuan terbaik karena efek dari pilihan ini akan menentukan hidup pasien (Coons, 2005). Terapi yang rasional mampu meningkatkan outcome pada pasien DM yaitu tercapainya kontrol glukosa darah (Sivasankari et al., 2013). Penelitian tentang Evaluasi Pola Terapi dan Outcome Klinik pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Jaminan Kesehatan Nasional dilakukan untuk mengetahui pola terapi yang diberikan pada pasien DM Tipe 2 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan proporsi pasien yang mencapai outcome klinik sesuai kriteria ADA 2014 serta untuk mengetahui hubungan antara kerasionalan terapi yang diberikan terhadap outcome yang dihasilkan. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pola terapi yang diberikan pada pasien DM tipe 2 rawat jalan JKN? 2. Berapa proporsi pasien DM tipe 2 rawat jalan JKN di RS Panti Rapih yang mencapai outcome klinik yaitu tercapainya target pengendalian kadar glukosa darah sesuai kriteria ADA 2014?

5 5 3. Bagaimana hubungan kerasionalan terapi terhadap outcome klinik pada pasien DM tipe 2 rawat jalan JKN? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pola terapi pada pasien DM tipe 2 rawat jalan JKN. 2. Untuk mengetahui proporsi pasien DM tipe 2 JKN yang mencapai outcome klinik yaitu tercapainya target pengendalian glukosa darah sesuai kriteria ADA Untuk mengetahui hubungan antara kerasionalan terapi yang diberikan terhadap tercapainya outcome klinik pada pasien DM tipe 2 rawat jalan JKN. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat : 1. Bagi Rumah Sakit dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan acuan dalam penatalaksanaan terapi DM tipe 2 sehingga mampu meningkatkan mutu pelayanan medis. 2. Bagi BPJS dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan kinerjanya pada proses pelayanan kesehatan khususnya terapi DM. 3. Bagi klinisi dapat digunakan untuk tambahan informasi guna peningkatan pelayanan kesehatan khususnya pola pengobatan yang sesuai dengan tata laksana terapi farmakologi DM untuk mendapatkan outcome klinik yang diinginkan.

6 6 E. Tinjauan Pustaka 1. Diabetes Melitus a. Definisi, Klasifikasi, dan Diagnosis Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia dan kelainan pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Penyebab hiperglikemia dan kelainan ini karena adanya gangguan pada sekresi insulin, sensitivitas insulin, atau keduanya. Komplikasi yang mungkin terjadi meliputi komplikasi mikrovaskuler kronis, makrovaskuler, dan neuropati (Triplit et al., 2008). Berdasarkan etiologinya DM diklasifikasikan menjadi 4 kategori yaitu : 1) DM tipe 1 DM tipe 1 disebabkan karena kerusakan sistem imun pada sel β pankreas. Penanda kerusakan imun pada sel β pankreas saat ini didiagnosis terjadi pada 90% individu dan termasuk pada sel islet antibodi, antibodi pada asam glutamate decarboxylase dan antibodi pada insulin. DM jenis ini biasanya terjadi pada anak dan dewasa muda namun bisa terjadi pada semua usia (Triplit et al., 2008). 2) DM tipe 2 DM tipe 2 dikarakteristik dengan adanya resistensi insulin dan kurangnya sekresi insulin, sekresi insulin secara progresif berkurang setiap waktu (Triplit et al., 2008). Risiko DM tipe 2 semakin bertambah seiring meningkatnya usia, obesitas dan kurangnya aktivitas fisik (ADA, 2015).

7 7 3) Diabetes gestasional Diabetes gestasional didefinisikan sebagai intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Diabetes gestasional terjadi pada 7% dari semua kehamilan. Deteksi klinik itu penting untuk terapi yang akan mengurangi morbiditas dan mortalitas (Triplit et al., 2008). 4) Diabetes tipe spesifik lain Diabetes tipe spesifik lain disebabkan oleh infeksi, obat, endokrinopati, kerusakan pankreas, dan kelainan genetik. Diabetes yang disebabkan karena kelainan genetik yang dikarakteristik dengan adanya gangguan sekresi insulin dengan sedikit atau tanpa resistensi insulin (Triplit et al., 2008). Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Beberapa keluhan dapat dirasakan oleh penderita DM. Kecurigaan terhadap DM dilakukan jika pasien mengalami keluhan klasik yaitu poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain seperti badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita (Perkeni, 2011). Gambar 1 merupakan skema langkah pemeriksaan pada kelompok yang memiliki faktor risiko DM namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk menemukan pasien DM atau intoleransi glukosa secara lebih dini, sehingga penanganan bisa lebih tepat (Perkeni, 2011). Faktor risiko DM antara lain usia dan obesitas dengan risiko tambahan seperti kurangnya aktivitas fisik, ibu hamil yang terdiagnosis diabetes gestasional, hipertensi, dan kadar lipid yang tinggi (ADA, 2014).

8 8 Keluhan Klinik Diabetes Keluhan klinis diabetes (+) Keluhan klasik (-) GDP Atau GDS <126 <200 GDP Atau GDS <100 <140 Ulang GDS atau GDP GDP Atau GDS <126 <200 TTGO GD 2 jam <140 Diabetes Melitus TGT GDPT Normal 1. Evaluasi status gizi 2. Evaluasi penyulit DM 3. Evaluasi perencanaan makan sesuai kebutuhan Keterangan GDP=Glukosa Darah Puasa GDS=Glukosa Darah Sewaktu GDPT=Glukosa Darah Puasa Terganggu TGT=Toleransi Glukosa Terganggu TTGO= Tes Toleransi Glukosa Oral 1. Nasihat umum 2. Perencanaan makan 3. Latihan jasmani 4. Berat idaman 5. Belum perlu obat penurun glukosa Gambar 1. Langkah-langkah Diagnostik DM dan Gangguan Toleransi Glukosa (Perkeni, 2011)

9 9 Menurut Perkeni diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara yaitu: 1. Keluhan klasik DM dan kadar glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl (11,1 mmol/l). Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir. 2. Keluhan klasik DM dan kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7,0 mmol/l). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam. 3. Kadar gula plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) 200 mg/dl (11,1 mmol/l) TTGO yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. Pemeriksaan HbA1c (>6,5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis DM. Pemeriksaan ini dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandarisasi dengan baik. b. Patofisiologi 1) DM tipe 1 DM tipe 1 sering dikarakterisasikan sebagai defisiensi fungsi sel β pankreas secara absolut karena kerusakan sel imun, tetapi proses terjadinya belum diketahui. Proses autoimun dimediasi oleh makrofag dan T-lymposit dengan sirkulasi autoantibodi. Antibodi yang sering terdeteksi dan berhubungan dengan DM tipe 1 adalah sel islet antibodi. Selain sel islet antibodi ditemukan juga autoantibodi yang berhubungan dengan dekarboksilase asam glutamat, tirosin

10 10 fosfatase, dan atau insulin. Antibodi inilah yang menyebabkan kerusakan pada sel β (Triplit et al., 2008). Kerusakan fungsi sel β pankreas karena kekurangan insulin dan amylin secara absolut dapat menyebabkan hiperglikemia. Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan berbagai mekanisme yaitu stimulasi jaringan uptake glukosa, menekan produksi glukosa oleh liver dan menekan pelepasan asam lemak bebas dari sel lemak. Amylin merupakan hormon glucoregulatory peptide yang disekresikan bersama insulin yang mempunyai peranan untuk menurunkan kadar glukosa darah melalui perlambatan pengosongan lambung, menekan pengeluaran glukagon dari sel α pankreas, dan peningkatan kekenyangan (Triplit et al., 2008). 2) DM tipe 2 DM tipe 2 dikarakterisasikan sebagai kelainan sekresi insulin dan resistensi insulin pada otot, liver, dan jaringan adiposa. Resistensi insulin terjadi akibat gangguan pada penggunaan glukosa jaringan, peningkatan produksi glukosa hepar, dan akumulasi pengeluaran glukosa ke sirkulasi sistemik. Peningkatan resistensi insulin juga dipengaruhi oleh faktor luar yaitu obesitas dan gaya hidup (Koda Kimble et al., 2009). DM tipe 2 berhubungan dengan berbagai macam penyakit seperti, hiperlipidemia, hipertensi, dan aterosklerosis. Kelebihan berat badan berhubungan dengan resistensi insulin. Peningkatan resistensi insulin dengan berat badan secara langsung berhubungan dengan jaringan adipose viseral. Asam lemak dilepaskan ke sirkulasi portal, kemudian menuju liver untuk menstimulasi produksi

11 11 lipoprotein dengan densitas sangat rendah dan menurunkan sensitivitas insulin pada jaringan periferal (Koda Kimble et al., 2009). 3) Diabetes Gestasional Diabetes gestasional didefinisikan sebagai intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan dan berlangsung sementara. Diabetes gestasional dapat pulih setelah melahirkan, namun dapat mempunyai dampak yang buruk bagi bayi yang dikandung. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita diabetes gestasional yang umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua (Depkes RI, 2005). 4) Diabetes tipe spesifik lain Diabetes tipe spesifik lain disebabkan oleh banyak faktor, seperti kelainan genetik (gangguan pada fungsi sel β pankreas dan gangguan aksi insulin), penyakit pada eksokrin pankreas (pankreatitis, pankreatektomi, dan cystic fibrosis), endokrinopati (hipertiroid, Cushing s syndrom, dan acromegaly), obatobatan atau induksi bahan kimia (asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, fenitoin, dan β-adrenergic agonis) dan infeksi (congenital rubella dan cytomegalovirus). Kelainan genetik bisa disebabkan salah satunya oleh ketidakmampuan dalam mengubah proinsulin menjadi insulin yang mengakibatkan hiperglikemia (Triplit et al., 2008). c. Tatalaksana Terapi Tatalaksana untuk DM dimulai dengan pengaturan pola makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (kurang lebih 2-4 minggu). Jika kadar glukosa

12 12 darah belum mencapai sasaran maka diberikan intervensi farmakologis. Tata laksana terapi DM antara lain: 1) Edukasi Edukasi ditujukan untuk perubahan perilaku sehat. Edukasi yang komprehensif dan peningkatan motivasi dibutuhkan untuk mencapai perubahan perilaku. Partisipasi yang aktif dari pasien, keluarga, dan masyarakat mampu meningkatkan keberhasilan terapi DM (Perkeni, 2011). 2) Terapi Gizi Medis Prinsip pengaturan makan pada penderita DM hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Hal yang perlu ditekankan pada pasien DM adalah pentingnya keteraturan makanan dalam jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Komposisi makanan yang dianjurkan meliputi karbohidrat (45-65%), lemak (20-25%), protein (10-20%), natrium (6-7 gram), dan serat (± 25 g/hari) yang berasal dari kacang-kacangan, buah, dan sayuran serta karbohidrat tinggi lemak (Perkeni, 2011). 3) Latihan Jasmani Latihan jasmani sehari-hari yang dilakukan secara teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan salah satu hal yang berpengaruh dalam pengelolaan DM tipe 2. Latihan jasmani dapat bermanfaat untuk menjaga kebugaran, menurunkan berat badan, dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga dapat memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang

13 13 dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani (Perkeni, 2011). 4) Terapi farmakologis Terapi farmakologis yang diberikan pada penderita DM terdiri dari obat oral dan injeksi. Berdasarkan cara kerjanya, obat antidiabetik oral dibagi menjadi 5 golongan yaitu pemicu sekresi insulin (contohnya sulfonilurea dan glinid), peningkat sensitivitas insulin (contohnya metformin dan tiazolidindion), penghambat glukoneogenesis (contohnya metformin), penghambat absorpsi glukosa (penghambat glukosidase alfa), dan DPP-IV inhibitor (Perkeni, 2011). a) Pemicu Sekresi Insulin (1) Sulfonilurea Efek utama dari obat golongan sulfonilurea adalah meningkatkan sekresi insulin oleh sel β pankreas, sehingga obat ini akan efektif ketika sel-sel β pankreas masih dapat memproduksi insulin namun karena suatu hal terhambat sekresinya (Depkes RI, 2005). Obat golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan bagi pasien DM dewasa yang baru terdiagnosis dengan berat badan normal dan kurang atau tidak pernah mengalami ketoasidosis. Sulfonilurea mampu menurunkan nilai HbA1c sebanyak 1,5% (Nathan et al., 2009). Pemberian obat golongan sulfonilurea pada pasien DM yang mengalami kerusakan sel-sel β pankreas tidak bermanfaat. Obat golongan ini sebaiknya tidak diberikan kepada pasien dengan gangguan hati (Perkeni, 2011). Efek samping utama pada penggunaan sulfonilurea adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Contoh obat golongan

14 14 sulfonilurea antara lain glibenklamid, gliklazid, glimepirid, dan glipizid (Nathan et al., 2009). (2) Glinid Efek obat ini sama dengan sulfonilurea yaitu bekerja dengan efek peningkatan sekresi insulin melalui ikatan dengan reseptor yang berbeda (Nathan et al., 2009). Obat ini diabsorpsi dengan cepat secara peroral dan diekskresi secara cepat di hati, sehingga obat ini dapat digunakan untuk mengatasi hiperglikemia post prandial. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat, yaitu : repaglinid dan nateglinid (Perkeni, 2011). Obat ini mampu menurunkan nilai HbA1c sebanyak 1,5%. Efek samping obat ini sama seperti sulfonilurea yaitu peningkatan berat badan namun efek samping pada hipoglikemia lebih rendah (Nathan et al., 2009). Obat-obat golongan ini digunakan dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik lain (Depkes RI, 2005). b) Peningkat sensitivitas terhadap insulin (1) Thiazolidindion Efek kerja dari golongan obat ini adalah menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan jumlah glukosa perifer yang diambil. Thiazolidindion akan berikatan dengan Peroxisome Prolifereator Activated Receptor Gamma (PPAR-γ) yang merupakan suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak sehingga mampu meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin (Depkes RI, 2005). Thiazolidindion mampu menurunkan nilai HbA1c sebanyak 0,5-1,4 % (Nathan et al., 2009). Pemeriksaan nilai HbA1c dilakukan setelah 8-12 minggu pengobatan (Perkeni, 2011).

15 15 Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan thiazolidindion adalah peningkatan berat badan dan retensi cairan dengan edema perifer (Nathan et al., 2009). Obat golongan ini dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema atau retensi cairan dan pada gangguan faal hati. Monitoring faal hati perlu dilakukan secara berkala pada pasien yang menggunakan thiazolidindion. Contoh obat dari golongan ini adalah pioglitazone (Perkeni, 2011). c) Penghambat glukoneogenesis (1) Metformin Efek utama dari obat golongan metformin adalah mengurangi produksi glukosa hati dan memperbaiki jumlah glukosa perifer yang diambil (Perkeni, 2011). Metformin menurunkan produksi glukosa di hati dengan cara mengurangi glikogenolisis dan glukoneogenesis. Obat ini mampu memperbaiki uptake glukosa sampai sebesar 10-40% (Depkes RI, 2005). Metformin efektif untuk menurunkan HbA1c dan mengurangi kolesterol total dan LDL (Hermansen et al., 2008). Metformin mampu menurunkan nilai HbA1c sebanyak 1,5 % (Nathan et al., 2009). Metformin direkomendasikan sebagai terapi farmakologi awal untuk DM tipe 2 jika tidak terjadi kontraindikasi dan toleransi (ADA, 2015). Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dl) dan hati serta pasien dengan kecenderungan hipoksemia (seperti pada penyakit serebrovaskuler, sepsis, dan gagal jantung) (Perkeni, 2011). Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan metformin adalah efek pada gastrointestinal (Nathan et al., 2009).

16 16 d) Penghambat Glukosidase Alfa (1) Acarbose Efek acarbose adalah dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus dengan cara menghambat enzim alfa glukosidase. Enzim ini berfungsi menghidrolisis oligosakarida pada dinding usus halus sehingga efektif untuk mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya yang mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini hanya efektif untuk menurunkan kadar glukosa darah pada waktu makan dan tidak mempunyai pengaruh pada penurunan glukosa darah setelah itu. Obat-obat inhibitor alfa glukosidase dapat diberikan dalam bentuk tunggal maupun kombinasi dengan obat hipoglikemik lain (Depkes RI, 2005). Acarbose mampu menurunkan 0,5-0,8 % nilai HbA1c (Nathan et al., 2009). Obat ini tidak memiliki efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering adalah kembung dan flatulens (Perkeni, 2011). e) DPP-IV inhibitor Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan perangsang kuat pelepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. GLP-1 ini dapat dengan cepat diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif, sehingga diperlukan suatu senyawa yang mampu menghambat kinerja enzim DPP-4 ataupun memberikan hormon asli atau analognya (GLP-1 agonis) untuk meningkatkan konsentrasi GLP-1 dalam bentuk aktifnya (Perkeni, 2011). Obat ini mampu menurunkan nilai

17 17 HbA1c sebanyak 0,6 0,9% baik terapi tunggal maupun kombinasi (Aguilar, 2011). Obat dari golongan ini antara lain vildagliptin, sitagliptin, dan saxagliptin. Sediaan injeksi diketahui ada 2 jenis, yaitu insulin dan agonis GLP-1 incretin mimetic. f) Insulin Terapi insulin digunakan untuk melakukan koreksi terhadap terjadinya defisiensi insulin. Defisiensi insulin bisa berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial ataupun keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menyebabkan timbulnya hiperglikemia setelah makan (Perkeni, 2011). Terapi insulin mempunyai efek yang menguntungkan pada kadar kolesterol HDL namun mempunyai efek peningkatan berat badan hingga 2-4 kg (Nathan et al., 2009). Efek kerja dari insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke dalam sel. Ketika tubuh kekurangan insulin maka glukosa darah tidak dapat masuk ke dalam sel. Glukosa darah akan meningkat dan sel-sel tubuh akan kekurangan sumber energi yang membuatnya tidak mampu memproduksi energi sebagaimana mestinya (Depkes RI, 2005). Insulin dibedakan menjadi empat golongan berdasarkan onset dan durasinya. Tabel I menjelaskan waktu mula kerja insulin, waktu puncak, dan lama waktu insulin berefek. Tabel I. Macam Insulin Berdasarkan Onset dan Durasi (Depkes RI 2005) Jenis Sediaan Insulin Mula kerja (jam) Puncak (jam) Masa kerja (jam) Masa kerja singkat 0, Masa kerja sedang Masa kerja sedang, Mula kerja cepat 0, Masa kerja panjang

18 18 Macam insulin berdasarkan onset dan durasi dibedakan menurut waktu yang dibutuhkan insulin untuk mulai bekerja dan lama waktu insulin berefek di dalam tubuh. Insulin mampu menurunkan nilai HbA1c dengan jumlah yang tidak terhingga (Koda-kimble et al., 2009). Respon kerja insulin bersifat individual sehingga jenis sediaan dan frekuensi penyuntikan ditentukan secara individual. Tahap awal pemberian insulin diberikan sediaan insulin dengan kerja sedang, kemudian ditambahkan insulin dengan kerja singkat untuk mengatasi hiperglikemia setelah makan. Tersedia insulin jenis campuran insulin regular dan insulin kerja sedang untuk memudahkan pasien (Depkes RI, 2005). g) Agonis GLP-1 incretin mimetic Pengobatan menggunakan agonis GLP-1 bekerja sebagai perangsang pelepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 mempunyai efek untuk menghambat pelepasan glukagon yang berperan pada proses glukoneogenesis (Perkeni, 2011). Obat golongan agonis GLP-1 yaitu exenatide. Agonis GLP-1 mempunyai efek penurunan HbA1c sebanyak 0,5-1% terutama penurunan pada kadar glukosa darah post prandial. Efek samping yang sering muncul adalah gangguan gastrointestinal yaitu mual, muntah, dan diare (Nathan et al., 2009). Terapi kombinasi dapat dilakukan pada antidiabetik oral kombinasi maupun antidiabetik oral dengan insulin. Terapi dengan antidiabetik oral kombinasi harus dipilih dua golongan obat dengan mekanisme aksi yang berbeda. Bila kadar glukosa darah belum tercapai, bisa dilakukan 3 kombinasi antidiabetik

19 19 oral dari 3 golongan obat dengan mekanisme yang berbeda atau kombinasi antidiabetik oral dengan insulin. Kombinasi antidiabetik oral dengan insulin yang sering digunakan adalah kombinasi antidiabetik oral dengan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang). Kombinasi dari terapi tersebut dapat diperoleh kendali glukosa yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil (Perkeni, 2011). d. Target Pengendalian Kadar Glukosa Darah Berdasarkan Standards of Medical Care for Diabetes-2014 pada Diabetes Care Volume 37 parameter untuk target pengendalian glukosa pada pasien DM antara lain: 1) Kontrol kadar glukosa HbA1c yang ditargetkan untuk pasien pada umumnya adalah < 7%. Kadar glukosa darah prepandialnya mg/dl (3,9-7,2 mmol/l) dan kadar glukosa darah post prandialnya < 180 mg/dl (<10,00 mmol/l). 2) Tekanan darah Tekanan darah harus diukur setiap kali kunjungan dilakukan. Target tekanan darah untuk pasien diabetes melitus adalah < 140/80 mmhg. Target tekanan darah < 130/80 mmhg dilakukan untuk pasien tertentu seperti pasien yang masih muda. 3) Kadar lipid Target LDL < 100 mg/dl, kadar trigliserid < 150 mg/dl, dan HDL > 40 mg/dl untuk laki-laki dan > 50 mg/dl untuk perempuan.

20 20 Hasil terapi DM tipe 2 harus dimonitor terus-menerus dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan Perkeni tahun 2011 pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain : 1. Pemeriksaan kadar glukosa darah Tujuan dari dilakukannya pemeriksaan glukosa darah adalah : a. Untuk mengetahui pencapaian sasaran terapi b. Untuk melakukan penyesuaian dosis obat jika sasaran terapi belum tercapai. Pemeriksaan kadar glukosa darah yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, 2 jam post prandial, atau kadar glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan kebutuhan. 2. Pemeriksaan HbA1c Pemeriksaan HbA1c bertujuan untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu pengobatan. Pemeriksaan HbA1c merupakan tes hemoglobin terglikosilasi atau disebut juga glikohemoglobin atau hemoglobin glikosilasi (Perkeni, 2011). Frekuensi pemeriksaan nilai HbA1c tergantung pada kondisi klinis, regimen terapi yang digunakan, dan diagnosis dokter (ADA, 2014). 3. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan bervariasi tergantung pada tujuan pemeriksaan yang terkait dengan terapi yang diberikan. Waktu yang dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan, menjelang waktu tidur, dan di antara siklus tidur.

21 21 PDGM terutama dianjurkan pada : a. Pasien DM yang direncanakan mendapat terapi insulin b. Pasien DM dengan terapi insulin berikut yaitu pasien dengan HbA1c yang tidak mencapai target setelah terapi, wanita yang merencanakan hamil, wanita hamil dengan hiperglikemia, dan kejadian hipoglikemia berulang. 4. Pemeriksaan Glukosa Urin Pemeriksaan ini hanya digunakan pada pasien yang tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar glukosa darah. Batas ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dl. Hasil pemeriksaan sangat bergantung pada fungsi ginjal dan tidak dapat dipergunakan untuk menilai keberhasilan terapi. 5. Pemantauan Benda Keton Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup penting terutama pada pasien DM tipe 2 yang terkendali buruk (kadar glukosa darah >300mg/dL). Tes benda keton urin mengukur kadar asetoasetat, sedangkan benda keton yang penting adalah asam beta hidroksibutirat. Pemeriksaan kadar asam beta hidroksibutirat dalam darah dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan strip khusus. Kadar asam beta hidroksibutirat darah < 0,6 mmol/l (normal), di atas 1,0 mmol/l (ketosis), dan melebihi 3,0 mmol/l (indikasi diabetik ketoasidosis). 2. Evaluasi Kerasionalan Terapi Menurut WHO tahun 1985 penggunaan obat dikatakan rasional jika pasien memperoleh obat yang dibutuhkan dalam waktu yang tepat dan harga yang terjangkau. Kerasionalan suatu terapi meliputi tepat indikasi, tepat obat, tepat

22 22 pasien yang meliputi interaksi dan kontraindikasi, tepat dosis, dan frekuensi serta waspada efek samping yang terjadi (Aslam et al., 2003). Penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria di bawah ini : a. Tepat Diagnosis Obat dikatakan rasional jika sesuai dengan diagnosis yang tepat. Penegakan diagnosis haruslah tepat untuk memperoleh obat yang tepat. b. Tepat Indikasi Pemberian obat harus diberikan sesuai dengan indikasi penyakit tertentu. c. Tepat Obat Pemilihan obat harus sesuai dengan efek terapi yang diinginkan untuk suatu penyakit. d. Tepat Dosis Dosis obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi, sehingga pemberian dosis obat harus sesuai. Pemberian dosis obat yang terlalu tinggi akan menyebabkan efek toksik dan dosis yang terlalu rendah akan menyebabkan efek terapi tidak tercapai sesuai dengan yang diharapkan. e. Tepat Kondisi Pasien Respon individu terhadap efek obat sangat beragam, sehingga kondisi pasien perlu diperhatikan ketika akan diberikan suatu pengobatan. f. Waspada efek samping Pemberian obat bisa menimbulkan efek samping yaitu efek yang tidak diinginkan yang timbul pada pemberian dosis terapinya (Kemenkes, 2011).

23 23 3. Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah jaminan perlindungan kesehatan yang ditujukan kepada seluruh peserta supaya mendapatkan pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Program jaminan kesehatan ini diselenggarakan oleh suatu badan yang disebut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) (Anonim, 2013). Jaminan kesehatan berupa pelayanan kesehatan kepada perorangan, yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan alat kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis yang diperlukan. Pelayanan kesehatan kepada peserta jaminan kesehatan harus memerhatikan mutu pelayanan yang berorientasi pada keamanan pasien, efektivitas tindakan, kesesuaian dengan kebutuhan pasien serta efisiensi biaya (Anonim, 2013). Sistem pembayaran yang digunakan bagi fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan adalah sistem tarif paket INA CBG s. INA-CBG s merupakan sebuah singkatan dari Indonesia Case Base Groups yaitu sebuah aplikasi yang digunakan rumah sakit untuk mengajukan klaim kepada pemerintah. INA-CBG s merupakan sistem pembayaran dengan sistem "paket", berdasarkan penyakit yang diderita pasien. Case Base Groups (CBG s) adalah cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama (Anonim, 2014). Sistem INA CBG s adalah tarif paket pelayanan kesehatan yang

24 24 mencakup seluruh komponen biaya RS, mulai dari pelayanan non medis hingga tindakan medis. Adanya paket biaya tersebut, RS dan dokter dituntut efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Tarif INA-CBG s mempunyai kelompok tarif terdiri dari 789 kode grup/kelompok rawat inap dan 288 kode grup/kelompok rawat jalan, menggunakan sistem koding dengan ICD-10 untuk diagnosis serta ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan. Rawat jalan adalah satu rangkaian pertemuan konsultasi antara pasien dan dokter serta pemeriksaan penunjang sesuai indikasi medis dan obat yang diberikan pada hari pelayanan yang sama. Pelayanan IGD, pelayanan rawat sehari dan pelayanan bedah sehari (One Day Care/Surgery) termasuk dalam rawat jalan (Anonim, 2014). F. Landasan Teori Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang kompleks dan memerlukan pengobatan secara terus-menerus. Manajemen terapi DM dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi akut dan mengurangi risiko terjadinya komplikasi jangka panjang (ADA, 2015). Tujuan terapi DM adalah penurunan morbiditas dan mortalitas DM (Perkeni, 2011). Morbiditas dan mortalitas DM paling banyak disebabkan oleh komplikasi dari penyakit DM (Gaede et al., 2008). Komplikasi DM meliputi komplikasi makrovaskuler (cardiovascular disease) dan komplikasi mikrovaskuler (retinopati, neuropati dan nefropati) (Sivasankari et al., 2013). Penyebab terjadinya komplikasi DM salah satunya adalah penggunaan obat yang tidak rasional (Olurishe et al., 2012). Komplikasi akibat hiperglikemia

25 25 pada pasien DM dapat dicegah dengan penggunaan obat antidiabetik oral dan insulin secara rasional (Hermansen et al., 2008). Penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien, dan waspada efek samping obat (Kemenkes, 2011). Penggunaan obat yang rasional pada penanganan DM diperlukan untuk meningkatkan pengendalian penyakit DM. Berdasarkan studi tentang kontrol glukosa pada pasien rawat jalan yang dilakukan di Nigeria, terapi DM yang tepat mampu meningkatkan outcome klinik DM yaitu tercapainya kontrol glukosa darah (Olurishe et al., 2012). Studi tentang pola penggunaan obat yang dilakukan di India menguatkan bahwa pengobatan yang rasional mampu meningkatkan kontrol glukosa darah dan menurunkan kejadian komplikasi DM (Sivasankari et al., 2013). Hubungan antara terapi dengan outcome klinik telah diteliti dan hasilnya menyatakan bahwa terdapat hubungan antara terapi yang diberikan terhadap outcome klinik berupa tercapainya kontrol glukosa darah (Goudswaard et al., 2004). Outcome klinik pada pasien DM yaitu tercapainya kontrol glukosa darah dipengaruhi oleh faktor lain seperti gaya hidup, edukasi tentang DM, dan durasi DM. Gaya hidup pasien seperti pola makan dan olahraga secara signifikan berhubungan dengan outcome klinik pasien DM (Sanal et al., 2011). Pengetahuan pasien tentang DM dan durasi DM berpengaruh terhadap outcome klinik (Goudswaard et al ).

26 26 G. Kerangka Konsep Pasien DM tipe 2 JKN Pola Terapi Kerasionalan terapi - Tepat Indikasi - Tepat Obat - Tepat Dosis - Tepat Pasien - Gaya hidup - Pengetahuan tentang DM - Durasi DM Outcome klinik Target GDP dan atau GDS Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian H. Hipotesis Terdapat hubungan antara kerasionalan terapi yang diberikan kepada pasien DM tipe 2 terhadap outcome klinik berupa tercapainya target pengendalian glukosa darah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis, disebut juga penyakit gula merupakan salah satu dari beberapa penyakit kronis yang ada di dunia (Soegondo, 2008). DM ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi akibat sekresi insulin yang tidak adekuat, kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis, metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (atau gula darah), yang mengarah dari waktu ke waktu untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Diabetes melitus (DM) atau yang dikenal masyarakat sebagai penyakit kencing manis merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah (gula darah) melebihi

Lebih terperinci

Diabetes Mellitus Type II

Diabetes Mellitus Type II Diabetes Mellitus Type II Etiologi Diabetes tipe 2 terjadi ketika tubuh menjadi resisten terhadap insulin atau ketika pankreas berhenti memproduksi insulin yang cukup. Persis mengapa hal ini terjadi tidak

Lebih terperinci

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM DIAGNOSIS DM DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan memicu krisis kesehatan terbesar pada abad ke-21. Negara berkembang seperti Indonesia merupakan

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

CLINICAL SCIENCE SESSION DIABETES MELITUS

CLINICAL SCIENCE SESSION DIABETES MELITUS CLINICAL SCIENCE SESSION DIABETES MELITUS Lhara raffany 12100114097 Lina yuliana 12100114098 Lisa Valentin Sihombing 12100113001 Maretta Prihardini Hendriawati 12100113025 Preseptor : dr Dartyaman, Sp.PD

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kurangnya sekresi insulin, menurunnya daya kerja insulin, atau keduanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kurangnya sekresi insulin, menurunnya daya kerja insulin, atau keduanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi Diabetes melitus merupakan kumpulan dari gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia dan sekresi glukosa dalam urin akibat kurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh ketidak mampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan insulin yang tidak efektif.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus Diabetes adalah gangguan metabolisme kronis, ditandai dengan kadar gula darah tinggi, serta adanya gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein akibat

Lebih terperinci

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

BAB I TINJAUAN PUSTAKA BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Okra (Abelmoschus esculentus (L.) Moench) Gambar I.1. Daun dan Buah Okra 1.1.1. Klasifikasi Tanaman Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Menurut American Diabetes Association, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI DAN IDK DM, TIROID,PARATIROID

PATOFISIOLOGI DAN IDK DM, TIROID,PARATIROID PATOFISIOLOGI DAN IDK DM, TIROID,PARATIROID Glukosa Ada dalam makanan, sbg energi dalam sel tubuh. Dicerna dalam usus, diserap sel usus ke pembuluh darah, diedarkan ke sel tubuh. Untuk masuk ke sel dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi industri. Salah satu karakteristik dari

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus (DM) merupakan suatu penyakit yang banyak dialami oleh orang di seluruh dunia. DM didefinisikan sebagai kumpulan penyakit metabolik kronis

Lebih terperinci

ANALISA KASUS. Apabila keton ditemukan pada darah atau urin, pengobatan harus cepat dilakukan karena

ANALISA KASUS. Apabila keton ditemukan pada darah atau urin, pengobatan harus cepat dilakukan karena ANALISA KASUS 1. Diabetes Melitus tipe I Diabetes Melitus adalah suatu penyakit metabolic yang ditandai dengan terjadinya keadaan hiperglikemi akibat kekurangan sekresi insulin, kerja insulin, maupun keduanya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Diabetes Melitus a. Definisi Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu mengalami peningkat setiap tahun di negara-negara seluruh dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

EVALUASI PEMILIHAN OBAT ANTIDIABETES PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SALATIGA TAHUN 2008 SKRIPSI

EVALUASI PEMILIHAN OBAT ANTIDIABETES PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SALATIGA TAHUN 2008 SKRIPSI EVALUASI PEMILIHAN OBAT ANTIDIABETES PADA PENDERITA DIABETES MELLITUS DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SALATIGA TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : AYU WULANDARI K 100 050 291 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Diabetes melitus didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari gangguan produksi insulin atau gangguan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi Diabetes Melitus Menurut ADA (2010) DM merupakan penyakit metabolisme yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah akibat gangguan pada sekresi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004). Diabetes Mellitus merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator utama tingkat kesehatan masyarakat adalah meningkatnya usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin banyak penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah. Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik. yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus tipe 2 adalah sindrom metabolik yang memiliki ciri hiperglikemia, ditambah dengan 3 patofisiologi dasar : sekresi insulin yang terganggu, resistensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan Rumah Sakit Umum Daerah Toto Kecamatan Kabila Kabupaten

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan Rumah Sakit Umum Daerah Toto Kecamatan Kabila Kabupaten BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan Rumah Sakit Umum Daerah Toto Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Rumah Sakit ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat berkurangnya sekresi insulin, berkurangnya penggunaan glukosa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah peningkatan jumlah kasus diabetes melitus (Meetoo & Allen, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan gaya hidup berdampak terhadap perubahan pola penyakit yang terjadi di masyarakat. Masalah kesehatan yang berhubungan dengan gaya hidup dan merupakan masalah

Lebih terperinci

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent BAB 1 PENDAHULUAN Hiperglikemia adalah istilah teknis untuk glukosa darah yang tinggi. Glukosa darah tinggi terjadi ketika tubuh memiliki insulin yang terlalu sedikit atau ketika tubuh tidak dapat menggunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolis kronik kompleks

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolis kronik kompleks BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolis kronik kompleks yang membutuhkan perawatan secara terus menerus baik dalam mengontrol kadar glukosa

Lebih terperinci

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus (DM) adalah sindrom kelainan metabolik dengan tanda terjadinya hiperglikemi yang disebabkan karena kelainan dari kerja insulin, sekresi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan kerusakan metabolisme dengan ciri hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme karbohidrat, lemak serta protein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolisme dari karbohidrat, lemak, protein sebagai hasil dari ketidakfungsian insulin (resistensi insulin), menurunnya fungsi

Lebih terperinci

DIABETES MELITUS GESTASIONAL

DIABETES MELITUS GESTASIONAL DIABETES MELITUS GESTASIONAL Farid Kurniawan Division of Endocrinology and Metabolism Department of Internal Medicine Faculty of Medicine Universitas Indonesia/Cipto Mangunkusumo General Hospital 1 dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biaya pelayanan kesehatan khususnya biaya obat telah meningkat tajam dalam beberapa dekade terakhir dan kecenderungan ini tampaknya akan terus berlanjut. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2013). Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis. yang telah menjadi masalah global dengan jumlah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang telah menjadi masalah global dengan jumlah penderita lebih dari 240 juta jiwa di dunia. Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat (Price & Wilson, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit dengan gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi kabohidrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut WHO, Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang disebabkan karena ketidakmampuan pankreas dalam menghasilkan hormon insulin yang cukup atau ketika

Lebih terperinci

Definisi Diabetes Melitus

Definisi Diabetes Melitus Definisi Diabetes Melitus Diabetes Melitus berasal dari kata diabetes yang berarti kencing dan melitus dalam bahasa latin yang berarti madu atau mel (Hartono, 1995). Penyakit ini merupakan penyakit menahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang membutuhkan terapi pengobatan yang lama untuk mengurangi risiko kejadian komplikasi (American Diabetes Association, 2014).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut kamus kedokteran tahun 2000, diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang disebabkan ketidakmampuan pankreas mengeluarkan insulin. American Diabetes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Diabetes Melitus a. Definisi Menurut American Diabetes Association (ADA), diabetes adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia

Lebih terperinci

Pengobatan diabetes tipe 2 yang agresif. Lebih dini lebih baik. Perjalanan penyakit Diabetes tipe 2 : Keadaan patologik yang mendasarinya

Pengobatan diabetes tipe 2 yang agresif. Lebih dini lebih baik. Perjalanan penyakit Diabetes tipe 2 : Keadaan patologik yang mendasarinya Pengobatan diabetes tipe 2 yang agresif. Lebih dini lebih baik Augusta L.Arifin Pendahuluan Epidemi diabetes tipe 2 pada ahir abad ke 20 dan awal abad ke 21, dan pengetahuan tentang pentingnya pengendalian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri. digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selain kematian, Diabetes Mellitus (DM) juga menyebabkan kecacatan, yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dewasa ini, diabetes melitus merupakan permasalahan yang harus diperhatikan karena jumlahnya yang terus bertambah. Di Indonesia, jumlah penduduk dengan diabetes melitus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1, hal ini disebabkan karena banyaknya faktor resiko terkait dengan DM

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1, hal ini disebabkan karena banyaknya faktor resiko terkait dengan DM BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kelompok kelainan metabolik dengan ciri hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi hormon insulin, kerja insulin atau kedua-duanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan, penyerapan dan penggunaan zat gizi. Status gizi berkaitan dengan asupan makanan yang dikonsumsi baik

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Pasien Rujuk Balik dengan Diabetes Mellitus di Instalasi Rawat Jalan. RSUD Kota Yogyakarta

Asuhan Keperawatan Pasien Rujuk Balik dengan Diabetes Mellitus di Instalasi Rawat Jalan. RSUD Kota Yogyakarta Purnomo, S.KM Instalasi Rawat Jalan RSUD Kota Yogyakarta Asuhan Keperawatan Pasien Rujuk Balik dengan Diabetes Mellitus di Instalasi Rawat Jalan RSUD Kota Yogyakarta OLEH: TUJUAN PENGELOLAAN DM SECARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang disebabkan ketiadaan atau kurangnya insulin. Karakteristik dari diabetes melitus ditandai dengan peningkatan kadar gula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan karakteristik adanya tanda-tanda hiperglikemia akibat ketidakadekuatan fungsi dan sekresi insulin (James,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikenal sebagai sillent killer atau pembunuh manusia secara diam-diam.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikenal sebagai sillent killer atau pembunuh manusia secara diam-diam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah penyakit gangguan metabolik kronis yang dikenal sebagai sillent killer atau pembunuh manusia secara diam-diam. Manusia seringkali tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Melitus 1. Definisi Diabetes Melitus Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2013, diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diabetes melitus ditandai oleh adanya hiperglikemia kronik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil

BAB I PENDAHULUAN. Association, 2013; Black & Hawks, 2009). dari 1,1% di tahun 2007 menjadi 2,1% di tahun Data dari profil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok penyakit metabolisme yang ditandai oleh glukosa darah melebihi normal yang diakibatkan karena kelainan kerja insulin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang prevalensinya tiap tahun semakin meningkat. Di Asia Pasifik, Indonesia menempati peringkat kedua dengan jumlah

Lebih terperinci

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

FREDYANA SETYA ATMAJA J. HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT TINGKAT KECUKUPAN KARBOHIDRAT DAN LEMAK TOTAL DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG MELATI I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Skripsi Ini Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan kemakmuran di negara berkembang banyak disoroti. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis gangguan metabolisme yang ditandai dengan kadar glukosa darah melebihi nilai normal (hiperglikemia), sebagai akibat dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang disebabkan karena terganggunya sekresi hormon insulin, kerja hormon insulin,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan kondisi yang progresif meskipun pada awalnya mungkin menimbulkan sedikit gejala, sementara komplikasi diabetes menimbulkan beban

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik kronik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kronik adalah suatu kondisi dimana terjadi keterbatasan pada kemampuan fisik, psikologis atau kognitif dalam melakukan fungsi harian atau kondisi yang memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut World Health Organisation WHO (2014) prevalensi penyakit DM seluruh dunia sebanyak 171 juta penderita pada Tahun 2000, dan meningkat, menjadi 366 juta pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kasus terbanyak yaitu 91% dari seluruh kasus DM di dunia, meliputi individu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetes Melitus (DM) merupakan kelainan metabolisme dari karbohidrat, protein dan lemak yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya

Lebih terperinci

PREVALENSI DIABETES MELLITUS

PREVALENSI DIABETES MELLITUS DIABETES MELLITUS 1 PREVALENSI DIABETES MELLITUS -Meningkat dari tahun ke tahun utama daerah urban -Data epidemiologi 1980 1,2 2,3 % dari jumlah penduduk 1982 Jakarta 1,7% 1993 Jakarta 5,7% -Diabetes Atlas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan hukum yang dibentuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan hukum yang dibentuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan Nasional adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIDIABETIK KOMBINASI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSU PANDAN ARANG BOYOLALI TAHUN 2008

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIDIABETIK KOMBINASI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSU PANDAN ARANG BOYOLALI TAHUN 2008 ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGGUNAAN ANTIDIABETIK KOMBINASI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 RAWAT JALAN DI RSU PANDAN ARANG BOYOLALI TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh : KURNIA WINING PUTRI K 100050146 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan

BAB I PENDAHULUAN. darah / hiperglikemia. Secara normal, glukosa yang dibentuk di hepar akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan kelainan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah / hiperglikemia. Secara

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS TEMINDUNG SAMARINDA

KAJIAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS TEMINDUNG SAMARINDA KAJIAN PENGGUNAAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS TEMINDUNG SAMARINDA Adam M. Ramadhan, Laode Rijai, Jeny Maryani Liu Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA

Lebih terperinci

04/09/2013. Proyeksi WHO Populasi Diabetes Melitus

04/09/2013. Proyeksi WHO Populasi Diabetes Melitus Definisi DM DIABETES MELITUS (DM) Nitta Isdiany American Diabetes Association (ADA), 2011: Diabetes Melitus merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia, terjadi karena kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) adalah kumpulan gejala penyakit degeneratif kronis yang disebabkan karena kelainan metabolisme karbohidrat akibat kekurangan hormon Insulin baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik. Secara klinik DM dibagi dalam 4 kelompok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik. Secara klinik DM dibagi dalam 4 kelompok 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENYAKIT DIABETES MELLITUS (DM) 2.1.1 Definisi DM Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kanker dan Diabetes Melitus

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Diabetes melitus merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Diabetes melitus merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan hiperglikemia yang disebabkan dari ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan glukosa darah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) yang dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit metabolik kronik yang dapat berdampak gangguan fungsi organ lain seperti mata, ginjal, saraf,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Diabetes Mellitus Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. absolute atau relatif. Pelaksanaan diet hendaknya disertai dengan latihan jasmani 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang mengalami peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan hormon insulin secara absolute atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik dengan jumlah penderita yang semakin meningkat tiap tahun. Menurut WHO pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008).

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008). BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes merupakan penyebab kematian nomor 6 di Amerika Serikat (AS) pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008). Sekitar 30%

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula dalam darah melebihi batas normal sebagai akibat dari kelainan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM). Diabetic foot adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peringkat ke-4 berdasarkan prioritas penelitian nasional. Terdapat empat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peringkat ke-4 berdasarkan prioritas penelitian nasional. Terdapat empat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang menduduki peringkat ke-4 berdasarkan prioritas penelitian nasional. Terdapat empat kelompok besar penyakit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota Yogyakarta. RS Jogja terletak di BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUD Kota Yogyakarta atau Rumah Sakit Jogja yang merupakan rumah sakit milik Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)

BAB I PENDAHULUAN. diabetes mellitus semakin meningkat. Diabetes mellitus. adanya kadar glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejalan dengan kemajuan di bidang sosial ekonomi dan perubahan gaya hidup khususnya di daerah perkotaan di Indonesia, jumlah penyakit degeneratif khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada produktivitas dan dapat menurunkan sumber daya manusia. Penyakit ini tidak hanya berpengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang jumlahnya akan mengalami peningkatan di masa datang (Suyono, 2014). Diabetes melitus adalah penyakit

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004). BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) sudah menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional, nasional dan lokal. Salah satu PTM yang menyita banyak perhatian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada Bab 1 ini akan dipaparkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis, dan manfaat penelitian yang dilakuakan. 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit

Lebih terperinci