UJI RESISTENSI MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS TERHADAP KOMBINASI ISONIAZID DAN ETAMBUTOL DENGAN TEKNIK NUKLIR. Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UJI RESISTENSI MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS TERHADAP KOMBINASI ISONIAZID DAN ETAMBUTOL DENGAN TEKNIK NUKLIR. Abstrak"

Transkripsi

1 UJI RESISTENSI MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS TERHADAP KOINASI ISONIAZID DAN ETAUTOL DENGAN TEKNIK NUKLIR Ratna Dewi Purwanti 1, Aang Hanafiah Ws 1, Nanny Kartini Oekar 2 1 Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia, Bandung 2 Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Bandung Abstrak Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri tahan asam penyebab penyakit tuberkulosis (TB). Bakteri ini menyerang paru dan organ lain, seperti tulang, kulit, kelenjar getah bening, kelenjar tiroid, dan saluran urogenital. M. tuberculosis sangat mudah resisten terhadap obat anti tuberkulosis, sehingga berdampak pada sulitnya pengobatan penyakit TB secara tuntas. Resistensi yang terjadi umumnya diakibatkan oleh adanya mutasi. Deteksi resistensi M. tuberculosis terhadap dengan menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk mengetahui adanya mutasi gen katg M. tuberculosis telah dilakukan pada penelitian sebelumnya. Kali ini dilakukan uji resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap kombinasi dan etambutol dengan menggunakan senyawa bertanda etambutol secara in-vitro. Pengujian resistensi M. tuberculosis meliputi pemberian kombinasi obat dan etambutol pada M. tuberculosis, inkubasi, penambahan kadar antibiotik di minggu ke-2 pengamatan, penambahan senyawa bertanda etambutol, dan pencacahan radioaktivitas. yang ditambahkan ke dalam kelompok tabung adalah 1 μg/ml, sedangkan kadar etambutol yang ditambahkan ke dalam kelompok tabung adalah 2 μg/ml, 4 μg/ml, 6 μg/ml, dan tanpa penambahan etambutol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa M. tuberculosis yang telah diinduksi oleh dan etambutol masih dapat tumbuh secara bertahap selama 4 minggu inkubasi, sedangkan % uptake radioaktivitas etambutol dan perteknetat cenderung menurun dengan bertambahnya konsentrasi dan etambutol. Kata Kunci : Mycobacterium tuberculosis,, etambutol, resistensi, etambutol Abstract Mycobacterium tuberculosis is an acid-resistant bacteria causing tuberculosis (TB). This bacteria attacks lungs and other organs such as bones, skin, lymph nodes, thyroid gland and urogenital track. M. tuberculosis is very easy resistant to anti-tuberculosis drugs, thus it makes the madical of TB disease completely difficult. Generally, resistant is caused by mutation. The previous research has made resistance detection of M. tuberculosis to by using PCR (Polymerase Chain Reaction) to detect gene mutations of katg M. tuberculosis. In this research, in-vitro resistance test of M. tuberculosis has been done to combination and ethambutol by using ethambutol labelled compound. The resistance test of M. tuberculosis includes giving drugs combination and ethambutol on M. tuberculosis, incubation time, additional of antibiotics in the second week of observation, additional of ethambutol compound and radioactivity enumeration. were added to the tube group is 1 mg/ml, whereas the levels of ethambutol were added to the tube group is 2 mg/ml, 4 mg/ml, 6 mg/ml, and without the addition of ethambutol The results show that % radioactivity uptake of ethambutol tends to decrease with the increasing of and ethambutol concentration. Keywords: Mycobacterium tuberculosis, resistance,, ethambutol, ethambutol. 34

2 PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis) yang menjadi salah satu penyebab kematian terbesar di dunia. Saat ini TB menjadi penyebab kematian nomor 3 di dunia setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan. Sedemikian pentingnya penyakit TB ini untuk diperhatikan, sehingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan tanggal 24 Maret sebagai Hari TB Sedunia bertepatan dengan dicanangkannya kedaruratan global penyakit TB. Mycobacterium tuberculosis dapat menginfeksi sepertiga populasi dunia, sekitar 90% penderita yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala, dan sekitar 10% di antaranya berubah menjadi penyakit TB. Setiap hari, sebanyak 50 ribu orang di dunia meninggal karena penyakit ini. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru TB pada tahun 2002, dan kasus tersebut cenderung terus meningkat. Peningkatan jumlah kasus TB tersebut dipicu dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia. Kombinasi TB dan HIV/AIDS menjadi penyakit yang paling ditakuti dan bahkan dapat mematikan apabila tidak ditangani dengan benar (Kartini, 2008; Tabrani, 2007). Indonesia berada pada peringkat ke-3 terbanyak penyumbang kasus TB di dunia. Setiap tahunnya tercatat 582 ribu kasus TB, dan 140 ribu orang kematian diakibatkan oleh penyakit TB. Penyakit TB di Indonesia sebagian besar menyerang kelompok usia kerja produktif dan kebanyakan penderitanya berasal dari kelompok sosio ekonomi rendah. Departemen kesehatan RI menyatakan bahwa penderita TB terbanyak terdapat di Indonesia bagian timur karena adanya kemiskinan, malnutrisi, dan sanitasi lingkungan yang buruk. Jawa Barat menempati urutan ke-4 propinsi penyumbang kasus TBC terbanyak setelah Sulawesi Utara, Gorontalo, dan DKI Jakarta (Kartini, 2008; Tabrani, 2007). Pada tahun 2010 terjadi penurunan kasus kematian akibat TB di Indonesia. Pada tahun 2009 ditemukan kasus baru TB dengan kematian , angka tersebut dapat diturunkan menjadi kasus baru TB dengan kematian orang. Penurunan angka kematian karena TB yang mencapai lebih dari 50% menyebabkan Indonesia berada pada peringkat ke-5 negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia. Kemajuan ini dicapai karena pendekatan baru dalam pengendalian TB melalui Strategi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) yang sudah diterapkan di Indonesia sejak tahun TB dapat ditularkan melalui saluran nafas dengan menghirup atau menelan tetes-tetes ludah atau dahak yang mengandung basil dan dibatukkan oleh 35

3 penderita TB. Bila bakteri tersebut sudah masuk ke paru, terjadi gejala seperti demam, keringat malam, dan batuk. Bakteri TB dapat berpindah dari paru melalui peredaran darah sehingga dapat menyerang kulit, tulang, kelenjar getah bening, kelenjar tiroid dan saluran urogenital yang dikenal di kalangan medis sebagai TB ekstra paru (Tjay, 2002). Penderita TB ekstra paru sering tidak menyadari bahwa di dalam tubuhnya telah bersarang bakteri Mycobacterium tuberculosis karena gejalanya yang tidak terlalu spesifik. Penyakit TB seperti inilah yang sering kali tidak dapat didiagnosis dengan metode konvensional maupun modern sehingga menyebabkan pengobatan dan penatalaksanaan penyakit TB menjadi sangat terlambat (Kartini, 2008). Penyakit TB dapat disembuhkan apabila diagnosis dilakukan dengan tepat dan akurat dan kemudian dilakukan pengobatan secara teratur. Akan tetapi, terdapat beberapa kendala untuk menemukan secara dini penyakit mematikan tersebut, seperti letak geografis dari tempat tinggal pasien yang sulit dijangkau, kurangnya sosialisasi pengetahuan tentang penyakit TB, dan terbatasnya kemampuan tenaga medis dalam menangani penyakit TB, serta kemiskinan yang masih meluas dialami masyarakat Indonesia. Banyaknya kendala yang dihadapi untuk menurunkan angka infeksi dan kematian yang diakibatkan oleh penyakit TB seperti yang disebutkan di atas, akan semakin menyulitkan program pencanangan target Indonesia Sehat (Kartini, 2008). Metode diagnosis yang biasa digunakan untuk menemukan penderita baru adalah dengan cara pemeriksaan laboratorium/mikrobiologi (Mantoux, uji apus sputum) dan radiologi (Foto Rontgen, MRI, CT-Scan, dan ultrasonografi-usg). Penderita TB paru sangat mudah dideteksi dengan metode-metode tersebut, walaupun kadang-kadang memberikan hasil yang negatif palsu (false negative). Untuk mendiagnosis secara benar di daerah mana terjadinya infeksi Mycobacterium tuberculosis, maka diperlukan suatu metode diagnosis yang lebih akurat (Kartini, 2008). Pada pasien TB, pengobatan biasanya menggunakan obat anti TB lini pertama, yaitu Isoniazid, Pirazinamid, Etambutol, dan Rifampisin selama 6-9 bulan. Obat-obat anti TB tersebut selalu digunakan sebagai kombinasi antara 3-4 obat karena bakteri TB sangat cepat resisten terhadap masing-masing obat anti TB (Mutschler, 1991). Hal terpenting pada pengobatan TB adalah kepatuhan pasien dalam meminum obat. Permasalahan yang sering terjadi adalah penderita sering tidak mematuhi dosis dan pemakaian obat yang diharuskan atau ada pula penderita yang berhenti memakan obat karena merasa bosan mengkonsumsi dalam periode waktu yang berkepanjangan. Tanpa disadari, hal tersebut dapat mengakibatkan dampak fatal 36

4 bagi penderita, yaitu timbulnya resistensi terhadap obat-obat anti TB (Mustchler, 1991). Berbagai metode untuk menentukan resistensi Mycobacterium tuberculosis telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan mempertimbangkan sensitivitas dan spesifisitas. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Lina, dkk (2009) dengan menggunakan teknik PCR hibridisasi Dot Blot menggunakan pelacak oligonukleotida bertanda untuk mendeteksi resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap isoniazid. Berdasarkan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa teknik PCR adalah metode yang cepat, spesifik, dan sensitif untuk mendeteksi adanya mutasi gen katg Mycobacterium tuberculosis yang berkaitan dengan resistensinya terhadap (Lina, 2009). Pada laporan hasil penelitian ini, penulis memaparkan hasil uji mikrobiologis untuk melihat kemungkinan terjadinya resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap isoniazida sebagai salah satu obat anti TB dengan memanfaatkan peran iptek nuklir menggunakan senyawa bertanda Etambutol. METODOLOGI Alat Alat yang digunakan adalah inkubator (Memmert), dose calibrator (Victoreen), shaker incubator (Karl Kolb), generator 99 Mo/ 99m Tc, syringe disposable (Terumo), pengaduk vortex, oven (Memmert), botol Mc.Carney, parel gelas, otoklaf, sentrifuga, timbangan analitis (Metler), tabung reaksi steril berpenutup ukuran 25 ml, tabung sentrifuga, tabung gelas ulir 25 ml, tabung untuk pencacahan supernatan, masker 3M, sarung tangan, seperangkat alat kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis, kawat ose, pembakar spiritus, laminar air flow (Koy Pharma), mikro pipet berbagai ukuran, spatel, beaker glass 50 ml, erlenmayer 500 ml, pipet volume 2 ml, gelas ukur, vial, tip putih, tip kuning, tip biru, wadah Pb dan Single Chanel Analizer (SCA) (ORTEC) dengan detektor NaI(Tl). Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah etambutol, isonikotinil hidrazid () (Lupin-China), Mycobacterium tuberculosis strain H37RV (patogen), kit kering radiofarmaka etambutol yang terdiri dari dua buah vial berisi SnCl 2.2H 2 O, Natrium pirofosfat (vial A), etambutol, dan manitol (vial B). Radionuklida perteknetat yang berasal dari generator 99 Mo/ 99m Tc (PT- BATAN Teknologi). Bahan-bahan lainnya yang digunakan adalah media Middlebrook (DIFCO), media Lowenstein-Jensen (DIFCO), larutan pengaya (enrichment) Middlebrook 7H9 (DIFCO), gliserin, penyaring steril (Millipore 0,22 μm), natrium klorida (NaCl) fisiologis, aseton, asetonotril 50% (E.Merck), aquadest steril 37

5 (IPHA Laboratories), kertas indikator ph universal (E.Merck) dan larutan Mack Farland untuk standard dengan konsentrasi Selain itu digunakan pula kertas Whatman 31ET dan pelat lapis tipis TLC- SG (PALL Corporation) untuk kromatografi. 6 ml, diaduk hingga homogen menggunakan pengaduk vortex. Setelah itu, disaring menggunakan penyaring steril (Millipore 0,22 μm). Semua pengerjaan dilakukan secara aseptis. Penyiapan Untuk Larutan Uji Dan Larutan Kontrol yang digunakan untuk membuat larutan uji dan kontrol adalah media Middlebrook cair steril. Pembuatan media Middlebrook dilakukan dengan menimbang media padat Middlebrook sebanyak 2,87 g kemudian dimasukkan ke dalam erlemeyer 500 ml, ditambahkan gliserol 2 ml, lalu ditambahkan aquadest hingga 500 ml. Setelah itu, media Middlebrook disterilkan menggunakan otoklaf pada suhu 121 o C selama 15 menit. Setelah suhu media 60 o C (hangat kuku), ditambahkan larutan pengaya (enrichment) 61 ml secara aseptis. Penyiapan Bakteri Mycobacterium tuberculosis Pembuatan suspensi bakteri dilakukan secara aseptis. Larutan NaCl fisiologis steril diambil menggunakan syringe sebanyak dimasukkan ke dalam tabung Mc.Carney yang telah berisi parel gelas. Mycobacterium tuberculosis yang telah dibiakkan pada media Lowenstein-Jensen selama 8 minggu diambil dengan menggunakan kawat ose dan dimasukkan ke dalam tabung Mc.Carney. Suspensi bakteri diaduk dengan alat vortex hingga kekeruhannya sama dengan kekeruhan larutan Mack Farland Penyiapan Larutan Antibiotik sebanyak 10 mg ditimbang dan dimasukkan ke dalam vial, kemudian dilarutkan dengan aquadest, diaduk hingga homogen menggunakan pengaduk vortex. Setelah itu, larutan disaring menggunakan penyaring steril (Millipore 0,22 μm). Dalam wadah lainnya, sebanyak 6 mg etambutol dimasukkan ke dalam vial 10 ml, kemudian dilarutkan dengan aquadest Penyiapan Senyawa Bertanda Etambutol Aquabides steril diambil sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam vial pertama (A) yang berisi 1,4 mg SnCl 2.2H 2 O dan 35 mg Na-pirofosfat, dikocok perlahanlahan sampai larut baik dan homogen. Sebanyak 0,5 ml larutan dari vial A diambil dan dimasukkan ke dalam vial kedua (B) yang berisi 3,5 mg etambutol- HCl dan 5 mg manitol kemudian dikocok 38

6 sampai tercampur sempurna, dan selanjutnya vial B dimasukkan ke dalam wadah Pb yang sesuai. Radionuklida perteknetat diambil dari generator 99 Mo/ 99m Tc sebanyak 4 ml kemudian diukur aktivitasnya menggunakan dose calibrator. Ke dalam vial B ditambahkan radionuklida 99m Tcperteknetat sebanyak 2,5 ml. Larutan dalam vial B dikocok menggunakan pengocok vortex dan dibiarkan pada temperatur kamar selama 20 menit sampai dihasilkan produk senyawa bertanda 99m Tcetambutol kemudian diukur ph dan aktivitasnya. Semua tahap pengerjaan dilakukan secara aseptis. Larutan antibiotik, suspensi bakteri Mycobacterium tuberculosis, dan senyawa bertanda etambutol yang ditambahkan ke dalam masing-masing kelompok tabung dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2. Pengujian Resistensi Mycobacterium tuberculosis 39

7 Tabel 1. Kelompok Kontrol B1 a.i.1 b.i.1 B.I.1 B.II.1 B.III.1 B.IV.1 B2 a.i.2 b.i.2 B.I.2 B.II.2 B.III.2 B.IV.2 B3 a.i.3 b.i.3 B.I.3 B.II.3 B.III.3 B.IV.3 Setiap tabung berisi larutan di bawah ini 10mL 10mL 10mL mL E 0 μl 10mL E 20 μl 10mL E 40 μl 10mL E 60 μl Bakteri TB Bakteri TB Inkubasi 37 0 C selama 2 minggu, kemudian setiap tabung ditambah, inkubasi kembali 37 0 C selama 2 minggu Setiap tabung ditambahkan Tabel 2. Kelompok larutan uji 99m TcO 4 / ET 99m TcO 4 / ET 99m TcO 4 / ET 99m TcO 4 / ET I.a.1 II.a.1 III.a.1 IV.a.1 I.b.1 II.b.1 III.b.1 IV.b.1 I.a.2 II.a.2 III.a.2 IV.a.2 I.b.2 II.b.2 III.b.2 IV.b.2 I.a.3 II.a.3 III.a 3 IV.a.3 I.b.3 II.b.3 III.b.3 IV.b.3 Masing-masing tabung berisi larutan di bawah ini E 0 μl E E E E E E 20 μl 40 μl 60 μl 0 μl 20 μl 40 μl Inkubasi 37 0 C selama 2 minggu, kemudian setiap tabung ditambah, inkubasi kembali 37 0 C selama 2 minggu Setiap tabung ditambahkan 99m TcO 4 99m TcO 4 99m TcO 4 99m TcO 4 ET ET ET E 60 μl ET Keterangan : Penandaan tabung B1, B2, dan B3 menunjukkan banyaknya pengulangan (triplo) : Kelompok tabung yang di tambahkan radionuklida 99m TcO 4 : Kelompok tabung yang ditambahkan senyawa bertanda etambutol ( ET) : Kelompok tabung yang tidak ditambah radionuklida 99m TcO 4 maupun senyawa bertanda 99m Tcetambutol HASIL DAN PEAHASAN Penyiapan yang digunakan untuk penetapan resistensi bakteri Mycobacterium tuberculosis adalah media Middlebrook, sedangkan media Lowenstein-Jensen merupakan media padat miring yang digunakan untuk membiakkannya. 40

8 Sterilisasi media Middlebrook dilakukan dengan cara sterilisasi uap, yaitu dengan menggunakan otoklaf suhu C selama 15 menit. Penambahan gliserol dan larutan pengaya (enrichment) Middlebrook pada media Middlebrook berfungsi sebagai nutrisi tambahan yang akan digunakan oleh Mycobacetrium tuberculosis. Penyiapan Larutan Antibiotik dan etambutol disterilkan dengan menggunakan penyaring Millipore 0,22 μm yang dilakukan secara aseptis. Banyaknya yang di tambahkan ke dalam tiap kelompok tabung adalah 10 μg/ sehingga kadar dalam media adalah 1 μg/ml, sedangkan kadar etambutol dalam tiap kelompok tabung adalah 2 μg/ml, 4 μg/ml, 6 μg/ml, dan tanpa penambahan etambutol. Penyiapan Bakteri Mycobacterium tuberculosis Botol Mc.Carney yang digunakan untuk membuat suspensi bakteri merupakan suatu tabung berpenutup yang berisi parel gelas. Parel gelas tersebut berupa butiran gelas yang berfungsi untuk memecah gumpalan bakteri TB saat di vortex. Hal tersebut dilakukan karena bakteri TB membentuk ikatan kuat, berbeda dengan bakteri-bakteri lain yang mudah tersuspensi hanya dengan pengadukan sederhana. Ikatan antara bakteri TB yang kuat kemungkinan terjadi karena adanya kandungan lipid yang sangat tebal di dinding sel bakteri TB. Bakteri TB yang telah dipindahkan ke botol Mc.Carney diaduk dengan pengaduk vortex sampai Mycobacterium tuberculosis tercampur rata (tersuspensi) dalam larutan NaCl fisiologis hingga diperoleh konsentrasi Konsentrasi suspensi bakteri TB didapatkan dengan cara membandingkan kekeruhan suspensi dengan kekeruhan larutan Mac Farland konsentrasi Pembuatan larutan uji, larutan kontrol, dan suspensi bakteri dilakukan secara aseptis di dalam laminar air flow yang sebelumnya telah disinari oleh UV dan menggunakan pembakar spiritus. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari adanya kontaminasi dari bakteri lain. Penyiapan Senyawa Bertanda Etambutol Senyawa bertanda etambutol terdiri dari 2 vial, yaitu vial A (etambutol 3,5 mg & manitol 5 mg) dan vial B (SnCl 2.2H 2 O 1,4 μg & Na Pirofosfat 35 mg ). Manitol ditambahkan ke dalam sediaan sebagai bahan pengisi. SnCl 2.2H 2 O yang terdapat pada vial B berfungsi sebagai reduktor untuk menurunkan tingkat oksidasi (+7) senyawa perteknetat (TcO 4 ) yang sangat stabil ke tingkat oksidasi yang lebih rendah (+4) agar lebih mudah bereaksi dengan etambutol. Di dalam vial B, SnCl 2.2H 2 O berikatan dengan molekul pirofosfat membentuk kompleks yang jernih dan stabil pada ph netral sampai sedikit basa. 41

9 Natrium pirofosfat yang terdapat di dalam sediaan juga dapat bertindak sebagai co-ligand sehingga dilakukan pemisahan bahan menjadi 2 vial. Apabila semua bahan terdapat dalam satu vial, dikhawatirkan kompleks yang terbentuk bukan Etambutol, tetapi pirofosfat. Selain itu, faktor kestabilan sediaan juga melatarbelakangi dilakukannya pemisahan bahan dalam formulasi sediaan radiofarmaka etambutol. Gambar 1. Mekanisme yang terjadi pada penandaan etambutol dengan 99m Tc Di antara obat anti TB, etambutol mempunyai bentuk molekul yang lebih mudah berikatan dengan atom teknesium membentuk kompleks Etambutol. Etambutol sebagai obat anti TB bertindak sebagai ligan dalam senyawa bertanda Etambutol, sedangkan 99m Tc bertindak sebagai ion intinya. Senyawa bertanda yang dihasilkan dari proses penandaan tersebut masih bersifat bakterisida, artinya masih tetap dapat berikatan dengan bakteri TB sehingga dapat digunakan untuk menunjukkan lokasi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang berada dalam tubuh manusia. Hasil Kemurnian Senyawa Bertanda Etambutol Kemurnian radiokimia sediaan radiofarmasi menunjukkan fraksi radioaktivitas yang berasal dari radionuklida 99m Tc yang berikatan dengan etambutol. Metode kromatografi kertas dipilih sebagai metode untuk menentukan kemurnian radiokimia senyawa bertanda etambutol karena metode tersebut paling praktis dan sederhana. Batasan kemurnian radiokimia yang layak digunakan untuk sediaan radiofarmaka adalah 90%. Pada saat proses kromatografi terjadi pemisahan pengotor radiokimia 42

10 reduksi dan perteknetat bebas dari senyawa bertanda etambutol. Pemisahan pengotor radiokimia 99m Tcreduksi dilakukan dengan menggunakan kertas Whatman 31ET sebagai fase diam dan bahan pengembang asetonitril 50%. Pengotor radiokimia tereduksi akan berada di sekitar titik 0 (-1, 0, 1) dari kertas, sedangkan radiokimia yang terbawa oleh elusi asetonitril adalah etambutol dan perteknetat. Pemisahan pengotor radiokimia perteknetat bebas dilakukan dengan menggunakan pelat TLC-SG sebagai fase diam dan bahan pengembang aseton. Pada pelat TLC-SG radiokimia yang berada di sekitar 0 adalah Etambutol dan 99m Tcreduksi, sedangkan perteknetat akan terelusi oleh aseton hingga ke ujung atas pelat TLC-SG. Tabung reaksi yang digunakan untuk pencacahan harus diukur terlebih dahulu aktivitasnya untuk mengetahui aktivitas lingkungan (background). Aktivitas background yang baik yaitu di bawah 10. Kertas kromatografi yang sudah kering kemudian dipotong tiap 1cm. Hal tersebut dilakukan karena tiap cm potongan dari kromatogram tersebut memiliki aktivitas yang berbeda. Aktivitas kertas kromatografi yang sudah diukur kemudian dikurangi oleh aktivitas background. Rata-rata kemurnian radiokimia senyawa bertanda Etambutol yang digunakan untuk mendeteksi resestensi Mycobacterium tuberculosis adalah sebesar 97,4% dengan nilai masing-masing 99,87% dan 94,94%. Rata-rata pengotor radiokimia reduksi yang terdapat pada kertas Whatman 31ET adalah 2,53%, sedangkan pengotor radiokimia perteknetat bebas yang terdapat pada pelat TLC-SG memiliki nilai rata-rata 0,06%. Kemurnian radiokimia senyawa bertanda Etambutol yang diperoleh tergolong sangat baik mengingat batasan dari kemurnian suatu radiokimia yaitu lebih dari 90%. Batasan ph yang harus dipenuhi sebagai persyaratan suatu senyawa bertanda yaitu sekitar 6,5-9. Sedangkan rata-rata ph yang dihasilkan dari proses penandaan etambutol yaitu sekitar 8,6. Penetapan Resistensi Hasil Pengamatan Bakteri Mycobacterium tuberculosis Penetapan resistensi bakteri Mycobacterium tuberculosis dilakukan dengan menginkubasikan tabung yang berisi bakteri TB yang sudah diberi obat anti TB, yaitu dan etambutol selama 4 minggu di dalam inkubator. Pada pengamatan di minggu ke-2, ke dalam masing-masing kelompok tabung ditambahkan larutan sebanyak 1 μg/ml untuk meningkatkan dosis obat. Hal tersebut dilakukan karena umumnya dosis obat anti TB yang diberikan pada pasien TB semakin meningkat sejalan dengan lamanya pengobatan. Pertumbuhan bakteri TB di dalam tabung berpenutup diamati selama 4 43

11 minggu secara visual dengan cara melihat kekeruhannya. Gambar 2. Jumlah Partikel yang Teramati Secara Visual Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar bakteri TB mengalami pertumbuhan. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah partikel yang semakin meningkat setiap minggunya. Jumlah partikel yang teramati dari minggu ke-1 hingga minggu ke-4 diberi nilai dari 1 sampai 4. Pada kelompok tabung dengan dosis etambutol 2 μg/ml dan 2 μg/ml terjadi penurunan jumlah partikel dari minggu ke-3 ke minggu ke-4. Pada kelompok tabung lainnya jumlah partikel yang teramati secara visual meningkat secara bertahap hingga minggu ke-4. Jumlah partikel yang semakin meningkat selama 4 minggu belum dapat dipastikan bahwa Mycobacterium tuberculosis ataupun bakteri lain mengalami pertumbuhan karena partikel tersebut membentuk endapan pada dasar tabung dan endapan tersebut akan larut pada media setelah pengadukan. Penambahan Radiofarmaka Etambutol Radiofarmaka etambutol yang telah dibuat dan diuji kemurniannya, dimasukkan ke dalam masing masing kelompok tabung sesuai pada tabel 1 dan tabel 2, dan sebagai pembanding digunakan perteknetat. Proses pengerjaan dilakukan secara aseptis di dalam laminar air flow yang sebelumnya telah disinari dengan UV selama 3 jam untuk mensterilkan lingkungan saat penambahan etambutol dan perteknetat pada tabung. Setelah masing-masing kelompok tabung ditambahkan Etambutol dan kelompok lainnya ditambahkan 99m Tcperteknetat, kemudian semua tabung dimasukkan ke dalam shaker incubator pada suhu 37 0 C selama 24 jam. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada senyawa bertanda Etambutol dan radionuklida perteknetat agar 44

12 dapat bereaksi dengan asam mikolat yang ada pada dinding sel bakteri. Hasil Pencacahan Aktivitas Mycobacterium tuberculosis yang telah diinkubasi selama 24 jam kemudian dimatikan dengan menggunakan autoklaf suhu C selama 15 menit. Pemanasan tersebut tidak mempengaruhi ikatan antara Mycobacterium tuberculosis dengan 99m Tcetambutol, karena struktur molekul asam mikolat yang terdapat pada dinding sel Mycobacterium tuberculosis merupakan asam lemak berbobot molekul tinggi dengan rantai samping dapat berupa alkana dengan atom karbon. Sentrifugasi dilakukan pada semua tabung yang akan dicacah dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit. selanjutnya dilakukan dekantasi antara supernatan dan endapan dengan menempelkan antara mulut tabung (tabung b) dengan mulut tabung yang lain (tabung c). Pembilasan tabung dengan NaCl fisiologis bertujuan untuk meminimalkan adanya endapan yang tertinggal di dalam tabung yang dapat mempengaruhi hasil pencacahan. Diameter tabung gelas ulir dan tinggi supernatan (cm) yang diperoleh harus diukur untuk mendapatkan volume total supernatan yang didapatkan. Pencacahan aktivitas supernatan hanya dilakukan pada 1 ml dari volume total supernatan yang terkumpul. Hal tersebut dilakukan karena detektor NaI(Tl) yang terdapat pada Single Channel Analyzer (SCA) terletak di bawah tabung reaksi yang berisi sampel yang akan dicacah. Jika semua supernatan (volume total) yang didapat dari proses sentrifugasi di ukur dengan menggunakan SCA maka yang terhitung bukan aktivitas total, melainkan aktivitas semu (bukan aktivitas yang sebenarnya). Hal tersebut dapat terjadi karena adanya peredaman deteksi radiasi detektor NaI(Tl) oleh volume supernatan. Oleh karena itu, pengukuran aktivitas supernatan dilakukan dengan cara mengukur 1 ml dari total volume supernatan kemudian radioaktivitasnya dikonversikan dengan volume total supernatan sehingga didapatkan aktivitas total dari supernatan Endapan yang diperoleh dari proses sentrifugasi diasumsikan sebagai bakteri Mycobacterium tuberculosis yang berada dalam sistem. Pencacahan aktivitas endapan dilakukan lebih sederhana dibandingkan dengan pencacahan aktivitas supernatan. Endapan yang terdapat dalam tabung sentrifuga dapat langsung dicacah menggunakan SCA dan radioaktivitas endapan dapat langsung diketahui. Pada detektor sintilasi NaI(Tl) terjadi dua tahapan mekanisme pendeteksian radiasi, yaitu proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan cahaya di dalam bahan sintilator dan proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam tabung photomultiplier. Pulsa listrik inilah 45

13 yang kemudian dapat dibaca sebagai aktivitas dari suatu radionuklida. Aktivitas endapan dan supernatan yang diperoleh dari hasil pencacahan dengan menggunakan Single Channel Analyzer (SCA) dimasukkan ke dalam rumus : % uptake = Persentase uptake yang dihasilkan dari perhitungan tersebut diartikan sebagai banyaknya radioaktivitas dari etambutol atau perteknetat yang diterima oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Kurva hasil perhitungan % uptake dapat dilihat pada gambar 3 x 100%. Gambar 3. Kurva radioaktivitas bakteri Mycobacterium tuberculosis yang telah di induksi dan etambutol terhadap 99m Tc Etambutol dan perkeknetat Berdasarkan data yang ditampilkan pada Gambar 3, dapat dibandingkan prosentase (%) uptake antara Mycobacterium tuberculosis yang diberi senyawa bertanda Etambutol dan Mycobacterium tuberculosis yang diberi radionuklida perteknetat. Dari kurva tersebut dapat dilihat bahwa Mycobacterium tuberculosis tidak hanya menyerap senyawa bertanda Etambutol, tapi juga menyerap radionuklida 99m TcO 4 walaupun bakteri Mycobacterium tuberculosis telah diinduksi oleh etambutol dan. Tampilan pada Gambar 3 menunjukkan adanya penurunan % uptake Etambutol dan perteknetat dengan meningkatnya konsentrasi dan etambutol. Isoniazid sebagai obat anti TB bersifat bakteriostatik untuk bakteri yang istirahat (dormant), tetapi juga bersifat bakterisid bagi mikroorganisme yang sedang membelah dengan cepat. Untuk mendapatkan efek antituberkulosis, 46

14 harus diaktifkan terlebih dahulu oleh enzim katalase-peroksidase. yang sudah aktif dapat mengganggu biosintesis asam mikolat, sehingga terjadi penurunan sifat tahan asam dan menyebabkan penurunan jumlah lemak yang terdapat pada Mycobacterium tuberculosis. Etambutol dapat menekan pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap. Etambutol secara in-vitro bersifat tuberkulostatik dengan menghambat arabinosyl transferase, yang dikodekan oleh embcab operon. Arabinosyl transferase terlibat dalam reaksi polimerasi dari arabinoglycan, suatu komponen esensial dari dinding sel mikobakteri. Gangguan terhadap sintesis arabinoglycan akan mempengaruhi pertahanan sel, dan akan meningkatkan aktivitas obat yang menembus dinding sel. Resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap etambutol berkaitan dengan mutasi yang terjadi pada gen embcab pengkode arabinosyl transferase yang terlibat dalam biosintesis arabinoglycan yang merupakan suatu komponen esensial dari dinding sel bakteri. Mutasi pada gen embcab dapat menghambat polimerasi dinding sel arabinoglycan, sedangkan resistensi terhadap diakibatkan karena adanya mutasi pada enzim katalase-peroksidase (kat-g) yang menurunkan aktivitasnya, mencegah konversi isoniazid prodrug menjadi bentuk aktifnya serta missense mutation (mutasi yang mengubah kodon) yang dapat menyebabkan protein target atau enzim pengaktivasi obat menjadi hilang aktivitas pengikatannya SIMPULAN Persentase uptake senyawa bertanda etambutol dan radionuklida perteknetat mengalami penurunan dengan bertambahnya konsentrasi dan etambutol. Resistensi Mycobacterium tuberculosis akibat induksi dan etambutol belum dapat diidentifikasi secara jelas sehingga senyawa bertanda 99m Tcetambutol masih belum menunjukkan keefektifan untuk digunakan sebagai metode deteksi resistensi Mycobacterium tuberculosis terhadap kombinasi obat etambutol dan secara in-vitro. DAFTAR PUSTAKA Kartini N.O Kit diagnostik berbasis teknik nuklir dalam penatalaksanaan tuberkulosis, Majalah Kedokteran Indonesia, LVIII. (10): Lina, dkk, 2009, Deteksi mutasi gen kat-g Mycobacterium tuberculois dengan metoda PCR hibridisasi dot blot menggunakan pelacak oligonukleotida bertanda 32P. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. V (1): Mutschler, E Dinamika Obat Farmakologi dan Toksikologi. Edisi 5. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Hlm

15 Syaifudin, M Pengembangan teknik deteksi resistensi Mycobacterium Tuberculosis terhadap obat dengan teknik biologi molekuler berbasis nuklir. Jakarta: PTNBR-BATAN. Tabrani, I Konfersi sputum BTA pada fase intensif tuberkulosis paru kategori I antara kombinasi dosis tetap (KDT) dan obat anti tuberkulosis generik di RSUP. H. Adam Malik Medan. Medan: Universitas Sumatera Utara, Medan. Tjay, T. H., dan Raharjo, K Obat- Obat Penting. Edisi 6. Jakarta: PT. Alex Computindo. Hlm

BAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberculosis merupakan infeksi bakteri kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 24 3.1 Desain Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bentuk desain penelitian yang akan digunakan adalah bentuk deskriptif cross sectional untuk mengetahui pola sensitivitas Mycobacterium tuberculosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang paling sering mengenai organ paru-paru. Tuberkulosis paru merupakan

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang yakni BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang terutama disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, sebagian kecil oleh bakteri Mycobacterium africanum dan Mycobacterium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberculosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Mutschler, 1991). Tuberculosis (TB) menyebar antar individu terutama

Lebih terperinci

S T O P T U B E R K U L O S I S

S T O P T U B E R K U L O S I S PERKUMPULAN PELITA INDONESIA helping people to help themselves * D I V I S I K E S E H A T A N * S T O P T U B E R K U L O S I S INGAT 4M : 1. MENGETAHUI 2. MENCEGAH 3. MENGOBATI 4. MEMBERANTAS PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis

BAB I PENDAHULUAN. Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Multi-Drug Resistance Mycobacterium tuberculosis (MDR-TB) adalah jenis Tuberkulosis (TB) yang resisten terhadap dua atau lebih Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini pertama,

Lebih terperinci

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3 INTISARI GAMBARAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG DAHLIA (PARU) DENGAN DIAGNOSIS TB PARU DENGAN ATAU TANPA GEJALA HEMAPTO DI RSUD ULIN BANJARMASIN PADA TAHUN 2013 Ari Aulia Rahman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Lebih terperinci

APA ITU TB(TUBERCULOSIS)

APA ITU TB(TUBERCULOSIS) APA ITU TB(TUBERCULOSIS) TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolusis. Penyakit Tuberkolusis bukanlah hal baru, secara umum kita sudah mengenal penyakit ini. TB bukanlah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Alat dan Bahan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian diawali dengan pengambilan sampel susu pasteurisasi impor dari Australia melalui Pelabuhan Udara Soekarno-Hatta. Pengujian dilakukan di Balai Uji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui aerosol yang mengandung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama. kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan manusia tiap tahunnya dan menjadi penyebab kematian kedua dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia tiap tahun dan menduduki peringkat nomor dua penyebab

Lebih terperinci

Penandaan Human Serum Albumin (HSA)nanospheres dengan radionuklida teknesium-99m

Penandaan Human Serum Albumin (HSA)nanospheres dengan radionuklida teknesium-99m Majalah Nanny Kartini Farmasi Oekar Indonesia, 19(3), 117 127, 2008 Penandaan Human Serum Albumin (HSA)nanospheres dengan radionuklida teknesium-99m Labelling of human serum albumin (HSA)-nanospheres with

Lebih terperinci

I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2.

I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2. I. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum ini adalah 1. untuk mengetahui potensi suatu antibiotika yang digunakan untuk membunuh mikroba 2. untuk mengetahui cara-cara pengukuran dalam penentuan potensi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit yang mudah menular dimana dalam tahun-tahun terakhir memperlihatkan peningkatan dalam jumlah kasus baru maupun jumlah angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bersihan jalan nafas merupakan kondisi pernafasan yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk secara efektif, dapat disebabkan oleh sekret yang kental atau berlebihan

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam waktu 4

METODELOGI PENELITIAN. Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium. Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dalam waktu 4 27 III. METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Daerah, Rumah Sakit Umum DR. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung dan Laboratorium Mikrobiologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah :

BAB III METODOLOGI. III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah : BAB III METODOLOGI III. 1 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam proses pembuatan sabun pencuci piring ialah : III.1.1 Pembuatan Ekstrak Alat 1. Loyang ukuran (40 x 60) cm 7. Kompor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCBAAN DAN PEMBAHASAN Penandaan falerin dengan 131 I adalah jenis penandaan tak seisotop. Falerin ditandai dengan menggunakan 131 I yang tidak terdapat dalam struktur falerin. Proses yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis complex. Tuberkulosis di Indonesia merupakan masalah utama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di dunia. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible disease adalah penyakit yang secara klinik terjadi akibat dari keberadaan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru selanjutnya disebut TB paru merupakan penyakit menular yang mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Menurut World Health Organization

Lebih terperinci

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4 PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS Edwin 102012096 C4 Skenario 1 Bapak M ( 45 tahun ) memiliki seorang istri ( 43 tahun ) dan 5 orang anak. Istri Bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (MTB). TB paling sering menjangkiti paru-paru dan TB paru sering

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERCOBAAN. Yang dilakukan mulai 26 Januari sampai 26 Februari Pemanas listrik. 3. Chamber. 4. Kertas kromatografi No.

BAB 3 METODE PERCOBAAN. Yang dilakukan mulai 26 Januari sampai 26 Februari Pemanas listrik. 3. Chamber. 4. Kertas kromatografi No. BAB 3 METODE PERCOBAAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan Analisa dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Daerah di Medan. Yang dilakukan mulai 26 Januari sampai 26 Februari 2016. 3.2.Alat dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan mulai bulan Februari sampai April 2015 di. Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP H.Adam Malik Medan.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan mulai bulan Februari sampai April 2015 di. Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP H.Adam Malik Medan. III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan Februari sampai April 2015 di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP H.Adam Malik Medan. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh masyarakat dunia. Saat ini hampir sepertiga penduduk dunia terinfeksi kuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi Mycobacterium tuberculosis (M.tuberculosis) yang dapat mengenai berbagai organ tubuh, tetapi paling sering mengenai

Lebih terperinci

3 Metode Penelitian 3.1 Alat-alat

3 Metode Penelitian 3.1 Alat-alat 3 Metode Penelitian 3.1 Alat-alat Alat-alat gelas yang dibutuhkan: Cawan petri untuk wadah media padat dan tempat membiakkan organisme Gelas erlenmeyer untuk wadah membuat media sekaligus tempat membiakkan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Desember 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten Purbalingga.

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru tetapi juga dapat mengenai

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1

Mengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1 Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu melalui inhalasi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan dunia. Pada tahun 2012 diperkirakan 8,6 juta orang terinfeksi TB dan 1,3 juta orang meninggal karena penyakit ini (termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi Indonesia sehat 2010 adalah gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yaitu masyarakat, bangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis yang jumlah penderitanya mengalami peningkatan setiap tahun cukup besar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Wilayah BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitan 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Balai Kesehatan Paru Masyarakat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA

BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 15 BAB III BAHAN, ALAT DAN METODA 3.1 BAHAN Lactobacillus acidophilus FNCC116 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan dari Universitas Gajah Mada), Bacillus licheniformis F11.4 (kultur koleksi BPPT yang didapatkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN

KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN KUESIONER PENGARUH PROMOSI KESEHATAN TERHADAP PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS 1 DAN RUMAH TAHANAN KELAS 1 MEDAN NOMOR RESPONDEN PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER Berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari:

BAB III METODE PENELITIAN. terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas 5 perlakuan dengan 3 ulangan yang terdiri dari: 1. 0 ppm: perbandingan media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat berakibat fatal bagi penderitanya, yaitu bisa menyebabkan kematian. Penyakit yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua

BAB III METODE PENELITIAN. variasi suhu yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40 C, 50 C, dan 60 C. Faktor kedua BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru (pulmonary tuberculosis),

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA KIT KERING KANAMYCIN * Eva Maria Widyasari, Misyetti, Teguh Hafiz Ambar W dan Witri Nuraeni

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA KIT KERING KANAMYCIN * Eva Maria Widyasari, Misyetti, Teguh Hafiz Ambar W dan Witri Nuraeni Karakteristik Fisikokimia Kit Kering Kanamycin ISSN 1411 3481 (Eva) KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA KIT KERING KANAMYCIN * Eva Maria Widyasari, Misyetti, Teguh Hafiz Ambar W dan Witri Nuraeni Pusat Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juli 2013 di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

PEMILIHAN SISTEM KROMATOGRAFI PADA PENENTUAN

PEMILIHAN SISTEM KROMATOGRAFI PADA PENENTUAN PEMILIHAN SISTEM KROMATOGRAFI PADA PENENTUAN 99m Tc-TEREDUKSI RADIOFARMAKA 99m Tc-SIPROFLOKSASIN Eva Maria Widyasari, Nurlaila Zainuddin, Epy Isabela dan Witri Nuraeni Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Spektrofotometer Genesis II keluaran Milton Roy Co., USA (No. Catalog 4001/4 ); Waterbadi Termostat WK-24 (Sibata Scientific Technology Ltd); Kertas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.

Lebih terperinci

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Depertemen Kesehatan RI (2008) Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Sampai saat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah

Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah 30 LAMPIRAN 31 Lampiran 1. Kriteria penilaian beberapa sifat kimia tanah No. Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 1. C (%) < 1.00 1.00-2.00 2.01-3.00 3.01-5.00 > 5.0 2. N (%)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat 19 Metode ekstraksi tergantung pada polaritas senyawa yang diekstrak. Suatu senyawa menunjukkan kelarutan yang berbeda-beda dalam pelarut yang berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

BAB III METODE PENELITIAN. lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor pertama adalah variasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan Laboratorium Kimia Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, Depok, pada

Lebih terperinci

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya

Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya Uji antibakteri komponen bioaktif daun lobak (Raphanus sativus L.) terhadap Escherichia coli dan profil kandungan kimianya UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: Jenny Virganita NIM. M 0405033 BAB III METODE

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan obat saat ini tengah mengalami kemajuan yang cukup pesat dengan semakin banyaknya peneliti yang melakukan penelitian dan menciptakan berbagai macam obat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai, 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu suatu bakteri tahan asam (Suriadi dan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Isolat Aspergillus flavus NTGA7A4UVE10 hasil penelitian terdahulu

BAB III BAHAN DAN CARA KERJA. Isolat Aspergillus flavus NTGA7A4UVE10 hasil penelitian terdahulu BAB III BAHAN DAN CARA KERJA A. BAHAN 1. Mikroorganisme Isolat Aspergillus flavus NTGA7A4UVE10 hasil penelitian terdahulu berasal dari Laboratorium Mikrobiologi Departemen Farmasi FMIPA UI. 2. Medium dan

Lebih terperinci

UJI TOKSISITAS RADIOFARMAKA

UJI TOKSISITAS RADIOFARMAKA UJI TOKSISITAS RADIOFARMAKA Tc- ETAMBUTOL PADA MENCIT (Mus musculus) Rizky Juwita Sugiharti dan Nanny Kartini Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri, BATAN, Jl Tamansari 71, Bandung, 40132 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit yang sudah cukup lama dan tersebar di seluruh dunia. Penyakit tuberkulosis dikenal oleh masyarakat luas dan ditakuti karena

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB?

BAB XXV. Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB? BAB XXV Tuberkulosis (TB) Apakah TB itu? Bagaimana TB bisa menyebar? Bagaimana mengetahui sesorang terkena TB? Bagaimana mengobati TB? Pencegahan TB Berjuang untuk perubahan 502 TB (Tuberkulosis) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit TB paru di Indonesia masih menjadi salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit TB paru di Indonesia masih menjadi salah satu penyakit yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit TB paru di Indonesia masih menjadi salah satu penyakit yang prevalensinya tinggi menduduki peringkat 3 didunia dalam jumlah penderita Tb. Terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB Paru) sampai saat ini masih masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, dimana hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK RADIOFARMAKA 99m Tc-GLUTATION. Nurlaila Z., Maula Eka Sriyani

KARAKTERISTIK RADIOFARMAKA 99m Tc-GLUTATION. Nurlaila Z., Maula Eka Sriyani Karakteristik Radiofarmaka 99m Tc-Glutation (Nurlaila Z.) ISSN 1411 3481 KARAKTERISTIK RADIOFARMAKA 99m Tc-GLUTATION Nurlaila Z., Maula Eka Sriyani Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri - BATAN Jl.Tamansari

Lebih terperinci

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional

OLIMPIADE SAINS NASIONAL Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA. Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK. Waktu 150 menit. Kementerian Pendidikan Nasional OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2010 Medan, 1-7 Agustus 2010 BIDANG KIMIA Ujian Praktikum KIMIA ORGANIK Waktu 150 menit Kementerian Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan rancang bangun penelitian eksperimental laboratorik. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut methanol

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 CARA KERJA PEMBUATAN INOKULUM

LAMPIRAN 1 CARA KERJA PEMBUATAN INOKULUM 39 LAMPIRAN 1 CARA KERJA PEMBUATAN INOKULUM A. METODE PROPORSIONAL LJ Bahan : 1. Koloni Mycobacterium tuberculosis segar dari medium LJ 2. Aquades steril Alat : 1. Ose 2. Tabung steril dengan diisi glass

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAL faktorial dengan 15 perlakuan dan 3 kali ulangan. Desain perlakuan pada penelitian

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian BAB III METODE PENELITIAN III.1. Tahapan Penelitian Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian III.1.1. Studi Literatur Tahapan ini merupakan tahapan awal yang dilakukan sebelum memulai penelitian. Pada tahap

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV dapat menyebabkan penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TB Paru adalah salah satu masalah kesehatan yang harus dihadapi masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta kematian, dan diperkirakan saat

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF Tuberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Bakteri Tahan Asam (BTA) Mycobacterium tuberculosa. Sebagian besar bakteri ini menyerang paru-paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit TBC (Tuberculosis) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia. Penyakit TBC banyak menyerang usia kerja produktif, kebanyakan dari kelompok sosial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paruparu.mycobacterium tuberculosis

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERCOBAAN

BAB 3 METODE PERCOBAAN BAB 3 METODE PERCOBAAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan Analisis dilaksanakan di Laboratorium PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan dan Pengendalian Pembangkitan Ombilin yang dilakukan mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar tuberkulosis menyerang organ paru-paru, namun bisa juga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3

BAB III METODE PENELITIAN. A. Rancangan Penelitian. Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pada metode difusi, digunakan 5 perlakuan dengan masing-masing 3 ulangan meliputi pemberian minyak atsiri jahe gajah dengan konsentrasi

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) Pengujian daya serap air (Water Absorption Index) dilakukan untuk bahan

Lebih terperinci