KECERDASAN EMOSIONAL PADA PRIA METROSEKSUAL. I.G.A.N. Swistinawati. Program Sarjana, Universitas Gunadarma. Abstrak
|
|
- Devi Chandra
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KECERDASAN EMOSIONAL PADA PRIA METROSEKSUAL I.G.A.N. Swistinawati Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran mengenai kecerdasan emosional seorang pria metroseksual yang dikenal dengan image nya yang narsis yang diungkapkan melalui kecintaannya terhadap diri sendiri dan perhatiannya yang focus terhadap dirinya sendiri. Faktor-faktor yang menybabkan seorang pria metroseksual memiliki kecerdasan seperti itu dan perkembangan kecerdasan emosional pada pria metroseksual. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan metode wawancara bebas terpimpin dan observasi sistematik. Penelitian ini menggunakan 1 subjek pria metroseksual dengan pengambilan data wawancara sebanyak 1 kali dan pengambilan data observasi sebanyak 2 kali. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pria metroseksual memiliki kecerdasan emosional yang baik hal ini ditunjukkan dengan kemampuannya untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, membina hubungan dengan orang lain. Faktor yang menybabkan kecerdasan emosional priametroseksual baik adalah faktor keluarga, faktor kedewasaan, faktor pekerjaan, faktor kebutuhan akan teman. Proses perkembangan kecerdasan emosional pada pria metroseksual ini dikaikan dengan keluarganya yang broken home yang kemudian membawanya kedalam kehidupan mandiri yang akhirnya membuatnya belajar untuk dapat diterima oleh orang lain karena kebutuhannya untuk berafiliasi yang akhirnya membentuk kepribadiannya sehingga menjadi pria metroseksual yang memiliki kecerdasan emosional yang baik.
2 A. LATAR BELAKANG Modernisasi telah banyak merubah kehidupan para pria zaman ini. Penampilan pria yang sebelumnya terlihat sedikit urakan bahkan terkesan tidak dapat mengatur diri sendiri merupakan image pria yang sudah mulai terkikis akhir-akhir ini, yang kemudian berubah menjadi sosok pria yang gemar merawat dirinya sendiri dengan berbagai perawatan wajah dan tubuh. Sekarang, penampilanlah yang merupakan pusat perhatian kaum adam yang hidup di kota metropolitan dengan kehidupan yang mapan. Bahkan perawatan wajah dan tubuh sudah tidak menjadi hal yang tabu untuk kaum pria zaman sekarang ini karena penampilan adalah salah satu hal penting yang menjadi perhatian banyak pria akhir-akhir ini, bukan hanya karena keinginan mereka untuk tampil menawan dan percaya diri di depan kaum perempuan tetapi juga tuntutan dari pekerjaan yang mereka jalani. Banyaknya wanita yang bekerja membuat para pria berusaha untuk tampil seimbang dengan penampilan wanita yang secara alami terlihat rapi dan terawat. Hal ini membuat para pria tidak segan-segan untuk merawat diri dengan berbagai macam perawatan seperti layaknya kaum hawa, yang akhirnya membawa mereka dalam sebutan pria metroseksual. Istilah metroseksual ini di blow up ke media massa oleh Mark Simpson, seorang fashion kolumnis tahun 1994 dalam bukunya yang berjudul Male Impersonators: Men Performing Masculinity yang berarti `a dandyish narcissist in love with not only himself but also his urban lifestyle', yaitu sosok narsistik dengan penampilan dandy, yang jatuh cinta tidak hanya terhadap diri sendiri, tetapi juga gaya hidup urban. Di Indonesia, berdasarkan hasil tim riset dari MarkPlus&Co bekerja sama dengan EuroRSCG AdWork!, pria metroseksual ini sudah mencapai 15% dari populasi pria di Jakarta Raya (Jakarta, Tangerang, Bogor, Bekasi Depok), dan menunjukkan adanya tren yang meningkat. Aktivitas pria metroseksual menjadi fenomena yang berkembang di masyarakat awam. Masyarakat belum bisa menerima kecintaan pria metroseksual terhadap dirinya. Pria metroseksual ini ternyata tidak hanya mapan secara ekonomi namun juga mapan secara mental yang berarti memiliki intelektualitas tinggi, mampu menguasai keadaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan, persahabatan, dan juga rumah tangga. Bahkan mereka dikatakan memiliki perasaan yang halus yang dapat mengerti perasaan wanita, lebih setia dan menghargai
3 wanita. Dari penjelasan di atas tentang pria metroseksual, dapat dikatakan bahwa pria metroseksual memiliki kecerdasan emosi dilihat dari definisi yang diberikan oleh Harmoko (2005) bahwa kecerdasan emosi dapat diartikan kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengekspresikan dengan tepat, termasuk untuk memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Selain itu, perilaku menghargai wanita pun dapat di golongkan sebagai perilaku yang mencerminkan kecerdasan emosional, ini dilihat dari definisi kecerdasan emosi dari Cooper dan Sawaf (1998) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan sehari-hari. Namun hal ini sangat berlawanan dengan kenarsisan yang sangat melekat pada diri pria metroseksual. Narsis yang dimiliki pria metroseksual dikatakan sangat fokus terhadap dirinya dan penampilan yang melekat pada diri sang pria metroseksual ini. B. PERTANYAAN PENELITIAN Pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana gambaran kecerdasan emosional seorang pria metroseksual? 2. Apa faktor-faktor yang menyebabkan seorang pria metroseksual memiliki kecerdasan emosional seperti itu? 3. Bagaimana proses perkembangan kecerdasan emosional pria metroseksual? C. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mendapatkan secara mendalam bagaimana gambaran kecerdasan emosional pada pria metroseksual. 2. Mendapatkan penjelasan yang mendalam tentang faktor-faktor yang menyebabkan seorang pria metroseksual memiliki kecerdasan emosional yang tinggi atau rendah.
4 3. Mendapatkan penjelasan mendalam mengenai proses perkembangan kecerdasan emosional pada pria metroseksual. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat, yaitu : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pria metroseksual yang memiliki kecerdasan emosional yang baik cenderung mampu mengenali emosi dirinya sendiri dan orang lain, mengelola emosinya sehingga dapat terungkap dengan baik, mampu memotivasi dirinya sendiri, mampu membina hubungan dengan orang lain serta berempati terhadap orang lain di luar dirinya walaupun pria metroseksual cenderung fokus terhadap dirinya sendiri. Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan melengkapi teori-teori psikologi yang berkaitan dengan kecerdasan emosional dan pria metroseksual serta dapat menjadi acuan untuk penelitian lebih lanjut. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian secara tertulis pada manfaat teoritis tersebut diharapkan bisa memberikan gambaran mengenai kecerdasan emosional pada pria metroseksual sehingga dapat membantu pria metroseksual untuk mengembangkan kecerdasan emosionalnya dalam setiap aspek kehidupan. Serta memberikan sumbangsih terhadap masyarakat untuk tidak melihat pria mteroseksual hanya sebagai pria yang narsis namun juga sebagai pria yang memiliki kecerdasan emosional yang baik. E. LANDASAN TEORI Kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa. Dengan kecerdasan emosional tersebut seseorang dapat menempatkan emosinya pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati (dalam Goleman, 1995).
5 Komponen-komponen kecerdasan emosi yang diungkap oleh Goleman (1995), yaitu : a. Mengenali Emosi Diri Adalah kemampuan seseorang untuk mengenali bagaimana perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar kecerdasan emosi. Pada tahap ini diperlukan adanya pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar timbul pemahaman tentang diri. Ketidakmampuan mencermati perasaan yang sesungguhnya membuat diri berada dalam kekuasaan perasaan sehingga tidak peka akan perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan sebuah masalah. b. Mengelola Emosi Mengelola emosi merupakan sebuah kemampuan yang dapat membuat seseorang dapat mengatur emosi dalam dirinya maupun orang lain. Mengelola emosi berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat. c. Memotivasi Diri Memotivasi Diri menurut Myers (dalam Goleman, 1995) adalah suatu kebutuhan atau keinginan yang dapat memberi kekuatan dan mengarahkan tingkah laku menjadi motivasi. Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat di telusuri melalui hal-hal sebagai berikut : 1) Optimisme Optimis merupakan sikap menahan seseorang untuk tidak terjerumus dalam kedaan apatis, keputusasaan, dan depresi pada saat mengalami kekecewaan dan kesulitan dalam hidup. Optimis merupakan sikap yang cerdas secara emosional. 2) Harapan Harapan sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Harapan merupakan keyakinan adanya kemauan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Orang yang mempunyai harapan tidak akan menjadi cemas dan tidak akan bersikap pasrah, seseorang yang mempunyai harapan memiliki beban stress yang rendah.
6 3) Flow Flow merupakan puncak pemanfaatan emosi demi mencapai sasaran yang ditetapkan. Dalam flow, emosi tidak hanya ditampung dan disalurkan tetapi juga bersifat mendukung, memberi tenaga dan keselarasan dengan tugas yang dihadapi. Ciri khas flow adalah perasaan kebahagiaan yang spontan. d. Mengenali Emosi Orang Lain Mengenali emosi orang lain berarti kemampuan menangkap sinyal-sinyal sosial tersembunyi yang mengisyaratkan hal-hal yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain atau lebih dikenal dengan empati. Empati atau mengenal emosi orang lain dibangun berdasarkan kesadaran diri. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri maka dapat dipastikan bahwa seseorang tersebut akan terampil membaca perasaan orang lain. Sebaliknya orang yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan emosinya sendiri dapat dipastikan tidak akan mampu menghormati perasaan orang lain. e. Membina Hubungan Dengan Orang Lain Mampu menangani emosi orang lain merupakan inti dari membina hubungan dengan orang lain yang merupakan salah satu aspek dari kecerdasan emosi. Dengan landasan ini, keterampilan berhubungan dengan orang lain akan menjadi semakin matang. Kemampuan seseorang seperti ini memungkinkan seseorang membentuk suatu hubungan untuk menggerakkan dan mengilhami orang lain, membina kedekatan hubungan, meyakinkan, mempengaruhi dan membuat orang lain merasa nyaman. Menurut Gottman & Declaire (2003) ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi. Antara lain, yaitu : a. Keluarga Goleman (2000) mengatakan kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama untuk mempelajari emosi. Dalam wadah besar yang akrab ini, individu belajar bagaimana merasa tentang diri sendiri dan orang lain bereaksi terhadap perasaan diri, bagaimana memikirkan perasaan yang dimiliki dan pilihan-
7 pilihan apa yang dimiliki untuk bereaksi. Orang tua yang kecerdasan emosinya tinggi merupakan keuntungan besar bagi anak. Kecerdasan emosi orang tua yang tinggi membuatnya memilih tindakan dan pola asuh yang sesuai bagi anak untuk membantu meningkatkan kecerdasan emosi anak. b. Pengalaman Kecenderungan seseorang untuk bertindak biasanya diawali oleh pengalaman hidupnya. Cara mempelajari keterampilan emosional dapat diperoleh dari pengalaman dengan lingkungan sekitar, ketika individu melakukan kontak sosial dengan orang lain. Adanya hubungan dengan orang lain dapat mempengaruhi perilaku individu seperti bagaimana menilai orang lain, bagaimana berkomunikasi dan bagaimana individu dapat menentukan sikap. c. Pendidikan Sekolah Sekolah dapat menjadi salah satu lembaga yang dapat mengajarkan kecerdasan emosional. Goleman (2000) menyebutkan bahwa sekolah dapat berperan besar dengan mencantumkan keterampilan emosional dalam kurikulumnya. Adanya rancangan yang lebih luas dengan mengembangkan kurikulum pelajaran keterampilan emosional ataupun mempersiapkan guru yang berkompeten untuk membantu mengajarkan keterampilan emosional. Metroseksual adalah laki-laki narsis yang cinta setengah mati tak hanya terhadap dirinya, tapi juga gaya hidup kota besar yang dijalaninya (Simpson dalam Kartajaya, 2004). Sedangkan menurut Hermawan Kartajaya (2004) metroseksual adalah laki-laki yang memiliki sifat-sifat tipikal berikut ini. Mereka umumnya hidup di kota besar, berduit, dengan gaya hidup urban yang royal dan hedonis. Istilah metroseksual digunakan karena gejala ini terjadi di kota (metro) (Kartajaya, 2004). Sehingga metroseksual sendiri adalah gaya hidup lelaki yang hidup di kota metropolitan. Faktor-faktor yang menjadi penyebab munculnya pria metroseksual (Kartajaya, 2004) adalah :
8 a. Emansipasi wanita Emansipasi wanita menyebabkan banyak wanita bekerja, yang akhirnya menggeser nilai-nilai kelaki-lakian yang ada pada pria. Hal ini disebabkan karena perempuan membawa masuk kebiasaan mempercantik diri ke dalam dunia kerja dan norma ini kemudian mempengaruhi kebijakan dunia kerja yang mulai memasukkan penampilan diri sebagai kriteria dalam penilaian karyawan. Dan ketika penampilan diri diperhitungkan dalam promosi karier maka saat itulah pria mulai berpikir ulang untuk memperhatikan penampilan sehingga muncullah pria-pria metroseksual yang sangat memperhatikan penampilannya. b. Wanita sebagai bread-winner Wanita modern mulai mereposisi dirinya sebagai bread-winner (pencari nafkah). Hal ini membuat pria mengalami krisis identitas karena peran yang sejak lama menjadi dasar dalam hubungan sosialnya telah diambil alih. Namun hal ini tidak membuat kaum pria mengalami disorientasi diri, sebaliknya kaum pria justru melihat adanya ruang yang luas bagi proses rekonstruksi identitasnya yang baru sehingga muncullah pria metroseksual. Namun menurut Simpson (dalam Kartajaya, 2004) penyebab munculnya pria-pria metroseksual yaitu dikarenakan naiknya gerakan feminisme dan jatuhnya norma keluarga inti (nuclear family) serta banyaknya wanita yang bekerja membuat pria tidak berhak mengklaim diri sebagai pemimpin dan tidak berhak pula mengklaim maskulin sehingga mereka mengkonstruksi jati diri mereka menjadi pria metroseksual. F. METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini akan digunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian kualitatif dengan konstruktivismenya. Dalam
9 penelitian ini menggunakan metode wawancara yaitu dengan menggunakan wawancara bebas terpimpin dan observasi sistematik. G. SUBJEK PENELITIAN Dalam penelitian ini menggunakan 1 subjek pria metroseksual berusia 25 tahun yang bekerja di salah satu perusahaan di Jakarta dan 1 significant other. H. HASIL PENELITIAN Gambaran kecerdasan emosional subjek sebagai pria metroseksual dapat dikemukakan memiliki kecerdasan emosional yang dapat dikatakan baik. Subjek dapat mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan mampu membina hubungan dengan orang lain. Seseorang memiliki kecerdasan emosional yang baik apabila terdapat komponen-komponen kecerdasan emosional terdapat dalam keseharian seseorang tersebut. Komponen-komponen kecerdasan menurut Goleman (2000) disini adalah mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri (meliputi optimisme, harapan dan flow), mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain. Komponen-komponen tersebut dimunculkan dalam wawancara maupun saat observasi. Faktor-faktor yang menyebabkan subjek sebagai seorang pria metroseksual memiliki kecerdasan emosional yang baik dikarenakan pengalaman hidup yang semasa kecil mengharuskannya hidup mandiri karena perceraian orang tuanya yang menyebabkan subjek akhirnya menjadi tulang punggung keluarga yang harus bisa menghidupi keluarga subjek tanpa kehadiran sang ayah. Kegigihan subjek untuk dapat menghidupi keluarganya membawa subjek untuk dapat mempertahankan pekerjaannya dan berupaya mencari teman yang dikarenakan kekurangan kasih sayang yang diakibatkan dari perceraian orang tua subjek. Hal ini sesuai pendapat Goleman (2000) peran keluarga sangat penting dalam pendidikan emosional, bagaimana cara orang tua memperlakukan anaknya sejak kecil berakibat mendalam dan permanen bagi kehidupan emosional anak. Hal ini ternyata terbukti dalam kehidupan subjek yang memang jauh dari keluarga dan perlakuan orang tua yang membuatnya dapat hidup secara mandiri. Selain faktor keluarga, faktor sekolah yang
10 dimunculkan sebagai organisasi kesiswaan pada saat subjek sekolah pun menjadi salah satu faktor yang menyebabkan subjek memiliki kecedasan emosional yang baik Kehidupan subjek yang diawali dengan perceraian orang tua yang akirnya membawa subjek kepada kehidupan yang mandiri. Proses kecerdasan emosional subjek diawali oleh adanya kebutuhan akan teman hal ini merupakan salah satu kebutuhan manusia yang harus dipenuhi seperti yang dikatakan dalam teori Maslow (1984) ada lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan dan keselamatan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Dari kebutuhan ini subjek belajar untuk dapat diterima dalam masyarakat yang akhirnya membawa subjek untuk mengikuti kegiatan-kegiatan disekolahnya hingga di luar sekolah. Hal ini ternyata membawa dampak yang baik terhadap perkembangan kecerdasan emosional subjek. Selain itu pengaruh lingkungan kerja yang membiasakannya untuk dapat mengendalikan serta menuntutnya untuk dapat berkmunikasi dengan orang lain dengan baik pun menjadi salah satu pencetus untuk memiliki kecerdasan emosional yang baik. Menurut Goleman (2000) cara mempelajari keterampilan emosional dapat diperoleh dari pengalaman dengan lingkungan sekitar, ketika individu melakukan kontak sosial dengan orang lain. Adanya hubungan dengan orang lain dapat mempengaruhi perilaku individu seperti bagaimana menilai orang lain, bagaimana berkomunikasi dan bagaimana individu dapat menentukan sikap. I. SARAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka peneliti dapat memberikan saran sebagai berikut : 1. Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya dapat meneliti tentang motivasi secara lebih mendalam pada pria metroseksual dalam mencapai kemapanannya. 2. Peneliti menyarankan agar melakukan pendekatan yang baik terhadap subjek pria metrsoseksual sehingga proses pengambilan data berjalan dengan baik dan subjek dapat lebih terbuka dalam mengungkap kepribadiannya.
BAB I PENDAHULUAN. serta berpenampilan menarik dilakukan oleh kaum pria.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan kebutuhan hidup manusia yang dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada suatu organisasi atau perusahaan kualitas produk yang dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan menggunakan produk tersebut. Salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Johnson ( Supraktiknya, 1995) konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS. dinamis. Pada kenyataannya perlu diakui bahwa kecerdasan emosional memiliki
5 BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Hakekat Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional bukanlah merupakan lawan dari kecerdasan intelektual yang biasa kita kenal dengan
Lebih terperinciHenni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang
HUBUNGAN KELEKATAN DAN KECERDASAN EMOSI PADA ANAK USIA DINI Henni Anggraini Universitas Kanjuruhan Malang ABSTRAK. Kelekatan (Attachment) merupakan hubungan emosional antara seorang anak dengan pengasuhnya
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota
BAB II LANDASAN TEORI II. A. Pria Metroseksual II. A. 1. Pengertian Pria Metroseksual Definisi metroseksual pertama kalinya dikemukakan oleh Mark Simpson (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan luar. Perubahan-perubahan tersebut menjadi tantangan besar bagi
BAB I PENDAHULUAN Masa remaja merupakan masa peralihan atau masa transisi dari masa anakanak ke masa dewasa yang disertai dengan perubahan (Gunarsa, 2003). Remaja akan mengalami berbagai perubahan dalam
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIK
BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Altruis 2.1.1 Pengertian Altruis adalah suatu bentuk perilaku menolong berupa kepedulian untuk menolong orang lain dengan sukarela tanpa mengharapkan adanya imbalan atau balasan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada saat ini tidak hanya suami saja yang harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, tetapi banyak istri yang bekerja juga. Wanita yang pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian
BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu pengaruh kecerdasan emosional terhadap kepuasan kerja. Hal ini termasuk latar belakang penelitian, rumusan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Informasi kini semakin dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, penyajian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Informasi kini semakin dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, penyajian informasi pun mulai berkembang sejak munculnya teknologi informasi yang semakin komplek. Media
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perusahaan akan sumber daya yang berkualitas. Setiap perusahaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Semakin berkembangnya zaman, persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat. Angkatan kerja dituntut untuk kompeten dan memiliki keterampilan yang mumpuni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Remaja
TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang mempunyai arti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa Dewasa
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN. FEAR of SUCCESS PADA WANITA BEKERJA
HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN FEAR of SUCCESS PADA WANITA BEKERJA Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana-S1 Psikologi Disusun oleh: YULIANA FATMA SARI F 100 040
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini persaingan dalam dunia bisnis sangat ketat, oleh sebab itu perguruan tinggi khususnya akuntansi dituntut untuk meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. malu, benci, dan ketakberdayaan pada realitas hidup. Stres bisa menyerang siapa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidup di hari-hari ini semakin rentan dengan stres, mahasiswa sudah masuk dalam tahap persaingan yang sangat ketat, hanya yang siap mampu menjawab kemajuan teknologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dalam masyarakat industri modern adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan hubungan dengan manusia yang lain. Kebutuhan itu antara lain saling berkomunikasi, kebersamaaan, membutuhkan pertolongan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. perasaan dan pendapat kepada orang lain tanpa menyinggung perasaan orang itu,
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1 Pengertian Asertif Individu yang asertif menurut Sumihardja (Prabowo 2000) mempunyai pengucapan verbal yang jelas, spesifik dan langsung mampu mengungkap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencapaian target yang akan dicapai secara professional (Ismirani, 2011). pada perasaan tertekan atau stres (Badiah, 2013).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres telah menjadi bagian hidup para pekerja. Pesatnya perkembangan asuransi saat ini mendorong setiap perusahaan asuransi bersaing secara ketat serta menuntut pegawai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan senjata ampuh milik mereka yang berprofesi sebagai public relations
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penampilan supel dan komunikatif. Seperti itulah gambaran figur yang muncul bila kita menyebut sosok public relations officer. Karena, dua hal tersebut merupakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. karena remaja tidak terlepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku, pergaulan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja selalu menjadi perbincangan yang sangat menarik, orang tua sibuk memikirkan anaknya menginjak masa remaja. Berbicara tentang remaja sangat menarik karena
Lebih terperinciB. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakteristik komunikasi interpersonal orang tua tunggal dalam mendidik
KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA TUNGGAL DALAM MENDIDIK ANAK REMAJA AWAL BAB I A. Latar Belakang Komunikasi interpersonal merupakan suatu cara yang dilakukan orang tua tunggal dalam mendidik anak, karena
Lebih terperinciPENDAHULUAN. A. Latar belakang. adat ( kebiasaan ), tujuan gaya hidup dan semacamnya.
16 PENDAHULUAN A. Latar belakang Pernikahan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara 2 pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Menurut Afaq (2003) pernikahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak mengalami masalah-masalah kompleks dalam kehidupannya yang sebenarnya berasal dari diri sendiri, sehingga tanpa sadar manusia menciptakan mata
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. para pekerja seks mendapatkan cap buruk (stigma) sebagai orang yang kotor,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia dan negara-negara lain istilah prostitusi dianggap mengandung pengertian yang negatif. Di Indonesia, para pelakunya diberi sebutan Wanita Tuna Susila. Ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan. Perubahan tersebut dapat terjadi pada nilai, norma sosial, serta pola interaksi dengan orang lain. Pada perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama rentang kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir sampai meninggal, banyak fase perkembangan dan pertumbuhan yang harus dilewati. Dari semua fase perkembangan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir. 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Emosional pada Remaja Akhir 1. Pengertian Kecerdasan Emosional Pada remaja Akhir Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosional adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan pada remaja dapat diselesaikan. Apabila tugas tugas pada remaja
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja di harapkan dapat berkembang secara optimal agar tugas-tugas perkembangan pada remaja dapat diselesaikan. Apabila tugas tugas pada remaja dapat diselesaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan yang semakin kompleks, terutama kita yang hidup di perkotaan yang sangat rentan pada perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecerdasan Emosional 1. Definisi kecerdasan emosional Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan terhadap frustasi, mengendalikan dorongan hati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh sebab itu manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tidak mungkin dapat hidup sendiri. Di sepanjang rentang kehidupan, setiap manusia membutuhkan manusia lainnya untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pernikahan merupakan perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1984). Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa anak-anak identik dengan penerimaan berbagai pengetahuan dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat anak memasuki usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, anak mulai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kunci dari hidup yang baik adalah kebahagiaan. Oleh karena itu, secara disadari maupun tidak, manusia terus berupaya untuk mencapai kebahagiaan. Kebahagiaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan hormon pada fase remaja tidak saja menyebabkan perubahan fisik, tetapi juga perubahan emosional, baik remaja laki-laki maupun perempuan. Perubahan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Hurlock (1980) masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik
Lebih terperinciBAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan.
BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK Bab ini akan membahas tentang temuan data yang telah dipaparkan sebelumnya dengan analisis teori pengambilan keputusan.
Lebih terperinci15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional
15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional Saat ini kecerdasan emosional tidak bisa dipandang sebelah mata. Sejak munculnya karya Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Why
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan akademik (kognitif) saja namun juga harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional, sehingga
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight).
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Stres Gibson menyatakan bahwa Stres adalah kata yang berasal dari Bahasa Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). Definisi ini menjelaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya, setiap manusia diciptakan sebagai makhluk sosial. Dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Sejak manusia lahir hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan baik artinya orang tersebut memiliki kecerdasan emosional. Bar-On (1992,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Goleman (2001) kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, seseorang tidak pernah lepas dari kehidupan emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang dikatakan
Lebih terperinci2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pernikahan merupakan hal yang dicita-citakan dan didambakan oleh setiap orang, karena dengan pernikahan adalah awal dibangunnya sebuah rumah tangga dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harus mampu menjadi wadah penyampaian ide-ide yang dipikirkan dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini sering terjadi di belahan bumi manapun dan terjadi kapanpun. Pernikahan itu sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Untuk beberapa orang bekerja itu merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Harga diri pada remaja di panti asuhan dalam penelitian Eka Marwati (2013). Tentang pelatihan berpikir optimis untuk meningkatkan harga diri pada remaja di panti asuhan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, semua perempuan tentunya ingin mempunyai keluarga yang bahagia. Suami yang perhatian, bertanggung jawab, kondisi ekonomi yang stabil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merantau merupakan salah satu fenomena sosial yang memiliki dampak luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong seseorang untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan single parent adalah perempuan yang telah bercerai dengan pasangan (suami) dan menjalankan tanggungjawabnya seperti untuk melindungi, membimbing, dan merawat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa remaja. Pada masa remaja awal, perkembangan emosi bersifat
Lebih terperinciLAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah
LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah bagi diri anda sendiri? 2. Bagaimana anda menggambarkan
Lebih terperinci, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya perilaku seksual pranikah di kalangan generasi muda mulai mengancam masa depan bangsa Indonesia. Banyaknya remaja yang melakukan perilaku seksual pranikah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah
7 TINJAUAN PUSTAKA Kesiapan menikah Duvall (1971) menyatakan bahwa kesiapan menikah adalah laki-laki maupun perempuan yang telah menyelesaikan masa remajanya dan siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cenderung bereaksi dan bertindak dibawah reaksi yang berbeda-beda, dan tindakantindakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak selamanya berjalan dengan mulus, tenang, penuh dengan kebahagiaan dan kegembiraan. Tetapi seringkali manusia menghadapi berbagai cobaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan antar organisasi yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan antar organisasi yang bergerak pada industri yang sejenis semakin meningkat. Hal ini salah satunya disebabkan oleh konsumen
Lebih terperinciSTRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI
STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI Disusun guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh : Noorfi Kisworowati F 100 050 234
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana Psikologi S-1 Disusun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang primer dan fundamental. Pengertian keluarga disini berarti nuclear family
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan kesatuan yang terkecil dalam masyarakat, tetapi menempati kedudukan yang primer dan fundamental. Pengertian keluarga disini berarti nuclear
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa dekade lalu, orang tua sering menjodohkan anak mereka dengan anak kenalannya untuk dinikahkan. Pada proses penjodohan itu sendiri terkadang para anak tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berperan bagi kehidupan seseorang dikarenakan intensitas dan frekuensinya yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya manusia sudah melakukan komunikasi sejak ia dilahirkan. Manusia melakukan proses komunikasi dengan lawan bicaranya baik dilingkungan masyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan. Oleh karena itu, guru yang merupakan salah satu unsur di bidang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu elemen penting dalam sebuah sistem pendidikan adalah guru, komponen yang manusiawi dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi mendefinisikan perkembangan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman diabad 21 ini memperlihatkan perubahan yang begitu pesat, mulai dari berubahnya gaya hidup masyarakat hingga meningkatya kebutuhan-kebutuhan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Suatu pengkajian tentang wanita dan kerja perlu dihubungkan dengan keadaan masyarakat pada umumnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pengasuhan anak merupakan kebutuhan pokok bagi orang tua dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengasuhan anak merupakan kebutuhan pokok bagi orang tua dalam memenuhi kewajiban maupun tanggung jawab kepada anak-anaknya. Pengasuhan dan pendidikan pertama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan pengindonesiaan dari kata tattoo yang berarti goresan, gambar, atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan kebutuhan hidup manusia yang dipicu oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terus mengalami perkembangan dari zaman ke zaman. Semakin banyaknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai mahluk sosial (ditengah keluarganya). Mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tiga orang wanita karir
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tiga orang wanita karir dewasa madya tentang faktor penyebab menunda pernikahan, diperoleh kesimpulan bahwa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kondisi wanita yang berada di bawah bayang-bayang pria, dewasa ini telah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kondisi wanita yang berada di bawah bayang-bayang pria, dewasa ini telah sangat asing terdengar. Sejak tercetusnya gerakan emansipasi wanita oleh R.A Kartini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Urbanisasi merupakan salah satu gejala yang banyak menarik
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Urbanisasi merupakan salah satu gejala yang banyak menarik perhatian dewasa ini karena tidak hanya berkaitan dengan masalah demografi, tetapi juga mempunyai
Lebih terperinciLAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA
172 LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA 173 PEDOMAN OBSERVASI A. Keadaan fisik subyek : Penampilan B. Ekspresi wajah saat wawancara : Ceria, tidak suka, cemas, lemas, tertarik, bosan. C. Bahasa
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pada era modern ini kedudukan wanita dan pria bukanlah sesuatu yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era modern ini kedudukan wanita dan pria bukanlah sesuatu yang layak diperdebatkan lagi, sekat pemisah antara pria dan wanita dalam bekerja semakin menipis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (http://id.wikipedia.org/wiki/rumah_sakit/oktober2010) diselenggarakan pemerintah dan masyarakat yang berfungsi untuk melakukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Rumah
Lebih terperinci