BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR"

Transkripsi

1 BAB III GEOMETRI DAN KARAKTERISASI UNIT RESERVOIR III.1. Analisis Biostratigrafi Pada penelitian ini, analisis biostratigrafi dilakukan oleh PT Geoservices berdasarkan data yang diambil dari sumur PL-01 (Lampiran II). Tujuan utama dari analisis biostratigrafi ini yaitu untuk mengetahui umur, dan lingkungan pengendapan dari batuan sedimen serta fosil markernya. Fosil yang cocok sebagai fosil marker haruslah mudah diidentifikasi, memiliki rentang umur yang relatif pendek dan memiliki penyebaran yang luas. Analisis biostratigrafi yang dilakukan pada sumur PL-01 menghasilkan suksesi sebagai berikut: Zona NN4, Miosen Tengah (kedalaman kaki) o Analisis nanofosil: perkumpulan (assemblage) nanofosil pada interval ini memiliki diversitas sedang dan frekuensi mulai dari sedang hingga tinggi. Pada perkumpulan nanofosil ini terdapat Helicosphaera ampliaperta, Sphenolithus heteromorphus, Discoaster deflandrei, dengan tingkat kekayaan biasa (fair) sampai melimpah (abundant) yang menunjukkan umur NN4 (Miosen Awal). Pada interval ini tidak ditemukan adanya reworked dari sedimen yang lebih tua. Interval ini diperkirakan berumur 16 juta tahun. o Interpretasi lingkungan pengendapan: interval ini diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan marin. Pada sampel sidewall core pada kedalaman 4128 kaki (Lampiran I) menunjukkan kandungan calcareous nannoplankton yang sangat kaya yang merefleksikan pelagic atau condense zone yang memiliki ciri laju pengendapan sedimen yang lambat selama periode kenaikan muka air laut maksimum dan transgresi dari garis pantai (Loutit, 1986, op. cit. laporan internal PT Stanvac Indonesia, 1987). Zona NN4-NN3, Miosen Awal (kedalaman 4296 kaki) o Analisis nanofosil: bagian atas dari interval ini ditandai oleh berkurangnya frekuensi kemunculan Sphenolithus heteromorphus dari biasa hingga hampir tidak ada, hal ini terjadi bersamaan dengan meningkatnya keragaman dari spesies nanofosil yang ada. Perkumpulan nanofosil pada interval ini didominasi oleh Helicosphaera ampliaperta, Discoaster deflandrei, Cocolithus miopelagicus, Helicosphaera euphratis dan Cyclicargolithus 25

2 floridanus yang menunjukkan zona NN4 tetapi mungkin juga menunjukkan bagian atas dari zona NN3. Interval ini diperkirakan berumur 17.5 juta tahun. o Interpretasi lingkungan pengendapan: Interval ini diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan laut terbuka (open marine). Zona NN3, Miosen Awal (kedalaman 4368 kaki) o Analisis nanofosil: interval ini dicirikan oleh adanya Helicosphaera ampliaperta, Sphenolithus cf. belennos, dan ketidakhadiran dari Sphenolithus heteromorphus yang menunjukkan zona NN3 yang berumur Miosen Awal. o Interpretasi lingkungan pengendapan: Interval ini diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan laut terbuka. Zona NN2, Miosen Awal (kedalaman kaki) o Analisis nanofosil: pada interval ini, Helicosphaera ampliaperta menghilang dan kehadiran dari Discoaster cf. drugii pada kedalaman 4460 kaki dianggap sebagai bagian atasnya. Pada interval ini, perkumpulan nanofosil memiliki keragaman sedang. Nanofosil yang ditemukan diantaranya Discoaster deflandrei, Discoaster adamanteus, Helicosphaera euphratis, dan Coccolithus miopelagicus yang menunjukkan zona NN2 berumur Miosen Awal. o Interpretasi lingkungan pengendapan: Interval ini diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan laut terbuka. Zona Intermediate, Miosen Awal (kedalaman 4742 kaki) o Analisis nanofosil: sampel sidewall core yang diambil pada kedalaman 4742 kaki tidak menunjukkan kehadiran nannoplankton dan umurnya tidak dapat ditentukan, akan tetapi dari posisi stratigrafinya dapat diperkirakan berada diantara zona NN2 dan NN1 pada umur Miosen Awal. o Interpretasi lingkungan pengendapan: tidak ditemukannya nanofosil pada interval ini menunjukkan interval ini terendapkan pada lingkungan laut dangkal. Zona NN1, Basal Miosen Awal?Oligosen (kedalaman kaki) o Analisis nanofosil: perkumpulan nanofosil pada interval ini memiliki tingkat kekayaan biasa sampai melimpah dan sebagian besar terdiri atas Cyclicargolithus floridanus yang berasosiasi dengan Helicopshaera euphratis, Discoaster deflandrei, Coccolithus miopelagicus, dan Cocolithus bisectus yang menunjukkan zona NN1 yang berumur basal Miosen Awal?Oligosen 26

3 o Interpretasi lingkungan pengendapan: Interval ini diinterpretasikan terendapkan pada lingkungan laut terbuka. III.2. Unit Reservoir III.2.1. Korelasi Antarsumur Dalam penelitian ini, korelasi dilakukan dengan dasar konsep stratigrafi sekuen. Tujuan utama dari melakukan korelasi yaitu untuk menghubungkan interval interval yang secara stratigrafi memiliki kesamaan waktu dan posisi. Korelasi ini menggunakan data log elektrik dari tiga sumur pada daerah penelitian yang meliputi log sinar gamma (GR), porositas neutron (NPHI), densitas (RHOB), dan resistivitas (ILD). Korelasi pada penelitian ini difokuskan pada Formasi Tualang. Data yang digunakan dalam korelasi ini berasal dari tiga sumur bor dan terdiri dari satu jalur korelasi berarah NW SE. Korelasi yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan korelasi detail dengan menghubungkan titik titik yang dianggap memiliki kesamaan waktu dengan konsep stratigrafi sekuen. Batas yang ditarik pada korelasi merupakan batas yang terbentuk akibat pengaruh penurunan muka air laut relatif. Dalam penelitian ini, korelasi yang dikerjakan tidak menggunakan system track karena lingkungan pengendapan dari daerah penelitian berada pada lingkungan shoreface dengan kondisi pengaruh ombak masih kuat terhadap proses pengendapan yang terjadi, sehingga setiap saat terjadi dapat terjadi erosi yang cukup kuat. Alasan lainnya yaitu, dalam pengendapan Formasi Tualang terdapat beberapa faktor pengontrol seperti transgresi dan regresi, morfologi, dan ombak (wave), serta pasang-surut yang menyebabkan sukarnya penggunaaan dan penentuan system tract. Pada korelasi ini, karena ketiadaan marker litologi yang jelas, penentuan flooding surface (FS) dilakukan dengan melihat titik titik tempat terjadinya kenaikan muka air laut pada kurva paleobatimetri dari sumur PL-01 yang memiliki data pendukung berupa data analisis biostratigrafi (Lampiran II). Hasil korelasi dengan konsep stratigrafi sekuen menunjukkan bahwa daerah penelitian dapat dibagi menjadi tiga interval sekuen pengendapan berdasarkan batas flooding surface yaitu interval parasekuen A, B, dan C dengan batas batas permukaan berupa tiga flooding surface (FS-01, FS-02, FS-03, FS-04 dan FS-05) dan satu maximum flooding surface (MFS-01) (Gambar 3.1). Penampang stratigrafi berarah NW SE memperlihatkan kecenderungan penebalan lapisan sedimen ke arah tenggara (SE) selatan yang memperlihatkan bahwa semakin ke arah utara cenderung semakin mendekati cekungan (basinward). 27

4 Legenda: Gambar 3.1. Penampang korelasi daerah penelitian berarah NW SE. 28

5 III.2.2. Korelasi Interval Batupasir Gambar 3.2. Korelasi interval batupasir pada interval penelitian. 29

6 Interval Batupasir Hasil korelasi dari sumur sumur pada Lapangan Redang memperlihatkan adanya lima parasekuen pada interval penelitian Formasi Tualang, yaitu interval parasekuen A yang dibatasi oleh flooding surface (FS-01) dan flooding surface (FS-02), interval parasekuen B yang dibatasi oleh FS-02 dan maximum flooding surface (MFS-01), interval parasekuen C yang dibatasi oleh MFS-01 dan FS-03, interval parasekuen D yang dibatasi oleh FS-03 dan FS-04, dan interval parasekuen E yang dibatasi oleh FS-04 dan FS-05 (Gambar 3.1). Berdasarkan deskripsi cutting dan sidewall core diketahui perlapisan batupasir pada interval penelitian cenderung tersebar sebagai perlapisan perlapisan kecil, oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan korelasi kemenerusan dari interval interval batupasir pada setiap interval parasekuen (Gambar 3.2). Interval batupasir yang terdapat pada daerah penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 3.1. Interval batupasir pada daerah penelitian. Kedalaman (TDVSS) Ketebalan (kaki) Ketebalan rata-rata (kaki) Sumur PL-01 Sumur IT-01 Sumur IT-02 Sumur PL-01 Sumur IT-01 Sumur IT-02 A A A B B B B B C C D E E E Deskripsi dari karakteristik masing masing interval batupasir tersebut adalah sebagai berikut: Interval batupasir A1: Interval batupasir A1 memiliki ketebalan rata rata 27,83 kaki dan terletak pada kedalaman kaki pada sumur PL-01, kedalaman kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman ,5 kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi sidewall core dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir A1 terdiri dari batupasir glaukonitan berwarna abu - abu muda, kekompakan rapuh lunak, berbutir sangat halus halus, bentuk butir membundar menyudut tanggung, 30

7 terpilah sedang, dan bersemen karbonatan. Interval batupasir A1 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel). Interval batupasir A2: Interval batupasir A2 memiliki ketebalan rata rata 6,67 kaki dan terletak pada kedalaman 4246, kaki pada sumur PL-01, kedalaman kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir A2 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir A2 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel). Interval batupasir A3: Interval batupasir A3 memiliki ketebalan rata rata 30 kaki dan terletak pada kedalaman kaki pada sumur PL-01, kedalaman kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir A3 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir A3 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel). Interval batupasir B1: Interval batupasir B1 memiliki ketebalan rata rata 20,33 kaki dan terletak pada kedalaman kaki pada sumur PL-01, kedalaman kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir B1 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir B1 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel). Interval batupasir B2: Interval batupasir B2 memiliki ketebalan rata rata 13 kaki dan terletak pada kedalaman kaki pada sumur PL-01, kedalaman kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir B2 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir B2 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel). Interval batupasir B3: Interval batupasir B3 memiliki ketebalan rata rata 10,33 kaki dan terletak pada kedalaman kaki pada sumur PL-01, kedalaman kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi sidewall core pada kedalaman 4390 kaki dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir B3 terdiri dari batupasir berwarna abu-abu abu-abu muda, rapuh lunak, berbutir sangat halus halus, membundar menyudut tanggung, pemilahan sedang, bersemen karbonatan dan mengandung glaukonit dan 31

8 pyrite. Interval batupasir B3 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel). Interval batupasir B4: Interval batupasir B4 memiliki ketebalan rata rata 16,67 kaki dan terletak pada kedalaman kaki pada sumur PL-01, kedalaman kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir B4 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir B4 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel). Interval batupasir B5: Interval batupasir B5 memiliki ketebalan rata rata 7,67 kaki dan terletak pada kedalaman kaki pada sumur PL-01, kedalaman kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir B5 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir B5 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung menghalus ke atas (lonceng). Interval batupasir C1: Interval batupasir C1 memiliki ketebalan rata rata 7,5 kaki dan terletak pada kedalaman kaki pada sumur PL-01, kedalaman kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir C1 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir C1 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel). Interval batupasir C2: Interval batupasir C2 memiliki ketebalan rata rata 13,33 kaki dan terletak pada kedalaman kaki pada sumur PL-01, kedalaman kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir C2 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir C2 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung menghalus ke atas (lonceng). Interval batupasir D1: Interval batupasir D1 memiliki ketebalan rata rata 7,33 kaki dan terletak pada kedalaman kaki pada sumur PL-01, kedalaman kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir D1 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir D1 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung menghalus ke atas (lonceng). 32

9 Interval batupasir E1: Interval batupasir E1 memiliki ketebalan rata rata 9,83 kaki dan terletak pada kedalaman ,5 kaki pada sumur PL-01, kedalaman kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir E1 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir E1 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel). Interval batupasir E2: Interval batupasir E2 memiliki ketebalan rata rata 14 kaki dan terletak pada kedalaman kaki pada sumur PL-01, kedalaman kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir E2 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir E2 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel). Interval batupasir E3: Interval batupasir E3 memiliki ketebalan rata rata 18,33 kaki dan terletak pada kedalaman kaki pada sumur PL-01, kedalaman kaki pada sumur IT-01, dan kedalaman kaki pada sumur IT-02. Berdasarkan deskripsi cutting dari sumur PL-01, litologi dari interval batupasir C2 terdiri dari batupasir glaukonitan dengan semen karbonatan. Interval batupasir C2 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengasar ke atas (corong/funnel). III.2.3. Pemodelan Geometri dan Karakterisasi Unit Reservoir Pada penelitian ini, perlapisan batupasir dapat dikatakan sebagai suatu unit reservoir apabila memenuhi ketiga kriteria berikut: Memiliki kemenerusan yang baik dan ketebalan rata rata di atas 20 kaki. Memiliki nilai porositas efektif 10%. Merupakan lapisan batupasir bersih (net sand) pada nilai potong Vshale log sinar gamma rata-rata dari Formasi Tualang, Lapangan Redang (58,67%). Berdasarkan ketiga kriteria tersebut, maka interval batupasir yang dapat dikategorikan sebagai unit reservoir yaitu interval batupasir A1, interval batupasir A3, dan interval batupasir B1. III Unit Reservoir A1 Dalam menentukan karakteristik dari reservoir, salah satu hal yang perlu untuk dilakukan yaitu menentukan fasies dan lingkungan pengendapan dari unit reservoir tersebut 33

10 karena setiap fasies maupun lingkungan pengendapan yang berbeda menunjukkan karakteristik berupa sifat fisik, bentuk geometri, dan penyebaran tubuh batuan yang berbeda serta dapat dijadikan parameter kualitas reservoir relatif. Unit reservoir A1 memiliki ketebalan rata rata 27,83 kaki dan terletak pada kedalaman kaki pada sumur PL-01, kedalaman ,5 kaki pada sumur IT-02, dan kedalaman kaki pada sumur IT-01 (Gambar 3.3 pada interval berwarna kuning).\ Gambar 3.3. Unit Reservoir A1. Analisis Litofasies Reservoir A1 Data yang digunakan dalam analisis litofasies Reservoir A1 berasal dari deskripsi sidewall core daru sumur PL-01 yang merupakan bagian dari Formasi Tualang yang terendapkan pada daerah neritik dalam neritik luar (de Coster, 1974). Deskripsi sidewall core pada kedalaman 4230 kaki dari sumur PL-01 menunjukkan batupasir berwarna abu abu sampai abu abu muda, kekompakan rapuh lunak, berbutir sangat halus halus, butiran membundar tanggung menyudut tanggung, pemilahan butir sedang, bersemen karbonatan, dan mengandung glaukonit. Keberadaan dari semen karbonatan dan glaukonit menunjukkan lingkungan laut dangkal. Berdasarkan deskripsi tersebut, Reservoir A1 dapat diinterpretasikan sebagai fasies shoreface bar (Walker & James, 1992). Analisis Elektrofasies Reservoir A1 Penentuan elektrofasies pada Reservoir A1 dilakukan dengan interpretasi terhadap pola dari kurva log sinar gamma yang terdiri dari pola lonceng (bell-shaped), silinder, gerigi, 34

11 dan corong (funnel). Setiap pola log tersebut memiliki karakteristik tersendiri, pola log lonceng menunjukkan penghalusan butiran dari lapisan batupasir ke atas (finning upward), pola log silinder menunjukkan pengendapan batupasir yang agradasional, pola log corong menunjukkan butiran lapisan batupasir yang semakin mengasar ke atas, sementara pola log gerigi menunjukkan agradasi dari lapisan batulempung atau serpih (Gambar 3.4). Gambar 3.4. Model elektrofasies dan interpretasi lingkungan pengendapannya (Walker & James, 1992). Analisis elektrofasies dari pola log sinar gamma pada Reservoir A1 menunjukkan bahwa Reservoir A1 memiliki pola log yang cenderung mengasar ke atas (corong) yang dapat diinterpretasikan sebagai elektrofasies shoreface, hal ini juga didukung oleh data deskripsi sidewall core yang menunjukkan batupasir yang mengandung glaukonit dan bersemen karbonatan yang merepresentasikan lingkungan laut dangkal. Peta Struktur Kedalaman Reservoir A1 Salah satu tujuan utama dari pembuatan peta struktur kedalaman, terutama dalam industri perminyakan yaitu untuk menghasilkan suatu media yang dapat dimengerti oleh ahli geologi, geofisika, dan insinyur untuk melakukan interpretasi bawah permukaan yang masuk akal (Tearpock & Bischke, 1991). Hasil Pemetaan bawah permukaan dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan pengendapan, arah dari perubahan lingkungan pengendapan, dan struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian. dari pemilihan horizon seismik yang dilakukan pada domain waktu akan dikonversi pada domain kedalaman dengan 35

12 menggunakan analisis kecepatan untuk menghasilkan peta struktur kedalaman (depth structure map). Dalam penelitian ini, konversi dari domain waktu ke domain kedalaman menggunakan persamaan pada kurva waktu kedalaman dan pengerjaannya dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Openworks Zmap. Pada penelitian ini, peta struktur bawah permukaan diperoleh dari pemilihan horizon hasil korelasi pada data seismik dua dimensi. N Gambar 3.5. Peta struktur kedalaman pada top reservoir A1 Gambar 3.5 menunjukkan peta struktur bawah permukaan dari top marker FS-05 yang merupakan top dari Reservoir A1. Peta struktur bawah permukaan ini menggambarkan struktur geologi yang berkembang pada Lapangan Redang, yaitu terdapat antiklin utama pada dengan arah relatif utara - selatan. Struktur antiklin yang terbentuk pada daerah penelitian berasosiasi dengan sesar naik berarah NE SW dan sesar naik berarah NW SE yang merupakan sesar mayor dalam pembentukan struktur antiklin tersebut. Dari keberadaan dari 36

13 struktur sesar dan antiklin tersebut dapat diinterpretasikan bahwa Lapangan Redang merupakan lapangan hidrokarbon dengan jenis struktur antiklin tersesarkan. Peta Gross Reservoir A1 Peta gross reservoir menggambarkan ketebalan lapisan batupasir dari masing masing interval unit reservoir dari hasil korelasi sumur. Kegunaan peta ini antara lain untuk menggambarkan pusat dari cekungan dan arah pengendapannya. Kegunaan lainnya yaitu untuk menggambarkan morfologi saat Formasi Tualang terendapkan. Peta gross reservoir juga dapat menggambarkan geometri dari masing-masing unit reservoir dan juga menggambarkan fasies pengendapan. Reservoir A1 memiliki ketebalan antara kaki. Peta gross reservoir A1 pada Gambar 3.6 menunjukkan adanya pola penebalan ke arah barat daya yang menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki sedimentasi yang tinggi. Dari peta ini kita dapat melihat gambaran geometri dari reservoir A1 sebagai sistem shoreface. Pada peta tersebut terlihat bahwa tubuh batupasir pada reservoir A1 memanjang pada arah NW SE yang merupakan tren dari garis pantai (shoreline) pada Lapangan Redang. Gambar 3.6. Peta gross reservoir pada unit reservoir A1. Peta Net Reservoir A1 Peta net reservoir menggambarkan penyebaran lateral dari lingkungan pengendapan dari suatu reservoir, sehingga peta ini identik dengan peta fasies pengendapan. Pada 37

14 penelitian ini, pemetaan net sand menggunakan acuan model sistem laut dangkal (Walker & James, 1992) agar sesuai dengan hasil analisis litofasiesnya. Peta net reservoir dari Reservoir A1 ini (Gambar 3.7) merepresentasikan geometri shoreface dan lapisan batupasirnya diinterpretasikan sebagai endapan shoreface bar. Pada peta net reservoir ini tubuh batupasir memanjang pada NW SE yang merupakan tren dari garis pantai pada Lapangan Redang. Gambar 3.7. Peta net reservoir pada Reservoir A1. Analisis Fasies Reservoir A1 Reservoir A1 terdiri atas lapisan batupasir dengan ukuran butir sangat halus halus yang bersemen karbonatan dan mengandung glaukonit. Unit reservoir ini memiliki pola log sinar gamma corong. Bagian atas dan bawah dari reservoir ini merupakan lapisan serpih bersemen karbonatan dengan pola log yang cenderung bergerigi yang diinterpretasikan sebagai sebagai serpih laut dangkal (shallow marine shale). Berdasarkan analisis dari deskripsi litologi, karakter log sinar gamma, analisis biostratigrafi dan pemetaan net reservoir maka Reservoir A1 dapat dikategorikan sebagai fasies shoreface bar. Pemodelan Properti Reservoir A1 Kegunaan utama dari perhitungan dan pemodelan properti reservoir yaitu untuk mengetahui kualitas reservoir terutama dalam menyimpan dan mengalirkan hidrokarbon yang 38

15 terkandung di dalamnya. Pemodelan reservoir yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pemodelan Vshale dan porositas. Analisis dari kandungan lempung dalam zona reservoir dapat dilakukan berdasarkan analisis log sinar gamma pada data sumur. Pada penelitian ini, nilai Vshale yang dimodelkan merupakan rata rata dari nilai perbandingan antar kandungan lempung yang terdapat pada batupasir dengan kandungan total yang dihitung pada masing masing sumur pada daerah penelitian. Pemodelan ini akan menghasilkan peta persebaran nilai Vshale (Gambar 3.8). Perhitungan dari nilai pemotongan Vshale dapat didefinisikan dengan rumus berikut (Asquith & Gibson, 1982): Vsh = GR GR min GR max GR min Keterangan: Vsh = Volume of shale. GR = nilai bacaan pada kurva log sinar gamma. GRmin = nilai bacaan minimum pada kurva log sinar gamma. GRmax = nilai bacaan maksimum pada kurva log sinar gamma. Gambar 3.8. Peta persebaran nilai Vshale pada Reservoir A1. Gambar 3.8 menunjukkan peta persebaran nilai Vshale pada Reservoir A1. Pada peta tersebut dapat dilihat bahwa penyebaran dari nilai Vshale mengikuti pola pada peta net reservoir, yaitu berarah NW - SE. Dalam analisis ini nilai Vshale yang lebih besar 39

16 menunjukkan permeabilitas yang lebih buruk dibandingkan dengan nilai Vshale yang lebih kecil. Perhitungan porositas pada penelitian ini hanya dilakukan untuk mendapakan nilai porositas secara vertikal karena keterbatasan data yang ada. Perhitungan porositas ini hanya dilakukan untuk sumur PL-01 karena kedua sumur lainnya (IT-01 dan IT-02) tidak memiliki data log porositas neutron (NPHI) yang diperlukan untuk melakukan perhitungan porositas. Pada penelitian ini, perhitungan porositas terbagi menjadi tiga tahapan (Asquith & Gibson, 1982), yaitu: Perhitungan porositas densitas ( D ): D = (RHO matrix RHOB) (RHO matrix RHO fluida = (2,65 RHOB) (2,65 1) Perhitungan porositas rata rata ( A ): A = D + N 2 Perhitungan porositas efektif ( E ): E = A (1 Vsh) Nilai porositas efektif menyatakan volume rongga yang dapat secara efektif menampung fluida, dalam arti lain perhitungan terhadap lapisan batupasir yang tidak lagi dipengaruhi oleh kandungan lempung didalamnya. Hasil perhitungan porositas efektif dari sumur PL-01 untuk Reservoir A1 menunjukkan nilai 10,87%. III Reservoir A3 Unit reservoir A3 memiliki ketebalan rata rata 30 kaki dan terletak pada kedalaman kaki pada sumur PL-01, kedalaman kaki pada sumur IT-02, dan kedalaman kaki pada sumur IT-01 (Gambar 3.9 pada interval berwarna kuning). Analisis Litofasies Reservoir A3 Deskripsi cutting dari sumur PL-01 menunjukkan batupasir berwarna abu abu, kekompakan rapuh, berbutir sangat halus halus, butiran membundar tanggung menyudut tanggung, pemilahan butir sedang, bersemen karbonatan, dan mengandung glaukonit. Keberadaan dari semen karbonatan dan glaukonit menunjukkan lingkungan laut dangkal. 40

17 Berdasarkan deskripsi tersebut, Reservoir A3 diinterpretasikan sebagai fasies shoreface bar. Gambar 3.9. Unit Reservoir A3. Analisis Elektrofasies Reservoir A3 Pola log sinar gamma dari Reservoir A3 menunjukkan pola mengasar ke atas (corong) yang dapat diinterpretasikan sebagai elektrofasies shoreface. Hasil dari analisis litofasies terhadap data cutting dari sumur PL-01 yang menunjukkan batupasir bersemen karbonatan dan mengandung glaukonit yang merepresentasikan lingkungan laut dangkal mendukung interpretasi tersebut. Peta Struktur Kedalaman Reservoir A3 Peta struktur kedalaman untuk Reservoir A3 (Gambar 3.10) menunjukkan kondisi struktur bawah permukaan pada marker top dari Reservoir A3. Peta struktur bawah permukaan ini menggambarkan struktur geologi yang berkembang pada Lapangan Redang, yaitu terdapat antiklin utama dengan arah relatif utara selatan. Struktur antiklin yang terbentuk pada daerah penelitian berasosiasi dengan sesar naik berarah NE SW dan sesar naik berarah NW SE yang merupakan sesar mayor dalam pembentukan struktur antiklin tersebut. Keberadaan struktur berupa sesar dan antiklin menunjukkan bahwa Lapangan Redang merupakan lapangan hidrokarbon dengan jenis struktur antiklin tersesarkan. 41

18 N Gambar Peta struktur kedalaman pada top reservoir A3 Peta Gross Reservoir A3 Peta gross reservoir A3 (Gambar 3.11) menunjukkan adanya pola penebalan ke arah barat daya yang menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki sedimentasi yang tinggi. Dari peta ini kita dapat melihat gambaran geometri dari reservoir A3 sebagai sistem shoreface. Pada peta tersebut terlihat bahwa tubuh batupasir pada reservoir A3 memanjang pada arah NW SE yang merupakan arah dari garis pantai pada Lapangan Redang. 42

19 Gambar Peta gross reservoir pada unit reservoir A3. Peta Net Reservoir A3 Gambar 3.12 merupakan peta net reservoir dari Reservoir A3. Peta ini merepresentasikan geometri shoreface, sementara lapisan batupasirnya diinterpretasikan sebagai endapan shoreface bar. Pada peta net reservoir ini tubuh batupasir reservoir A3 memperlihatkan arah pengendapan NW SE yang merupakan tren dari garis pantai pada Lapangan Redang. Peta ini juga menunjukkan bahwa semakin ke arah timur laut (NE) semakin mendekati cekungan (basinward) sedangkan pada arah barat daya (SW) semakin mendekati daratan (landward) dan diperkirakan sebagai sumber dari suplai sedimen. Gambar Peta net reservoir pada Reservoir A3. 43

20 Analisis Fasies Reservoir A3 Reservoir A3 memiliki litologi batupasir karbonatan dan pola log sinar gamma corong yang menunjukkan adanya pengkasaran butir ke atas. Reservoir A3 dibatasi oleh lapisan serpih bersemen karbonatan yang memiliki pola log sinar gamma gerigi. Lapisan serpih ini diinterpretasikan sebagai serpih laut dangkal. Reservoir A3 diinterpretasikan sebagai fasies shoreface bar, hal ini didukung oleh deskripsi litologi, analisis elektrofasies, dan peta net reservoir dari Reservoir A3. Pemodelan Properti Reservoir A3 Pada peta persebaran nilai Vshale untuk Reservoir A3 (Gambar 3.13), dapat dilihat bahwa penyebaran dari nilai Vshale memiliki pola yang serupa dengan peta net reservoir, yaitu memiliki arah NW SE. Pada peta, nilai Vshale yang lebih besar menunjukkan permeabilitas yang lebih buruk dibandingkan nilai Vshale yang lebih kecil. Hasil perhitungan porositas efektif dari sumur PL-01 untuk Reservoir A3 menunjukkan nilai 11,09%. Gambar 3.13.Peta persebaran nilai Vshale pada Reservoir A3. III Reservoir B1 Unit reservoir B1 memiliki ketebalan rata rata ±20 kaki dan terletak pada kedalaman kaki pada sumur PL-01, kedalaman kaki pada sumur IT- 02, dan kedalaman kaki pada sumur IT-01 (Gambar 3.14 pada interval berwarna kuning). 44

21 Gambar Unit Reservoir B1. Analisis Litofasies Reservoir B1 Analisis litofasies pada Reservoir B1 ini menggunakan deskripsi cutting dari sumur PL-01 yang menunjukkan batupasir berwarna abu abu, kekompakan rapuh, berbutir sangat halus halus, butiran membundar tanggung menyudut tanggung, pemilahan butir sedang, bersemen karbonatan, dan mengandung glaukonit. Deskrips cutting tersebut merepresentasikan lingkungan pengendapan laut dangkal dan menjadi dasar untuk interpretasi Reservoir B1 sebagai fasies shoreface bar. Analisis Elektrofasies Reservoir B1 Reservoir B1 memiliki pola log sinar gamma yang cenderung mengkasar ke atas (corong). Pola ini dapat diinterpretasikan sebagai elektrofasies shoreface. Interpretasi ini didukung dengan hasil dari analisis litofasies terhadap data cutting dari sumur PL-01 yang menunjukkan batupasir bersemen karbonatan dan mengandung glaukonit yang merepresentasikan lingkungan laut dangkal. 45

22 Peta Struktur Kedalaman Reservoir B1 Peta struktur kedalaman untuk Reservoir B1 (Gambar 3.15) menunjukkan kondisi struktur bawah permukaan untuk marker FS-04 yang merupakan top dari Reservoir B1. Peta struktur bawah permukaan ini menggambarkan struktur geologi yang berkembang pada Lapangan Redang, yaitu terdapat antiklin utama dengan arah relatif utara - selatan. Struktur antiklin yang terbentuk pada daerah penelitian berasosiasi dengan sesar naik berarah NE SW dan sesar naik berarah NW SE yang merupakan sesar mayor dalam pembentukan struktur antiklin tersebut. Keberadaan dari struktur sesar dan antiklin tersebut dapat diinterpretasikan bahwa Lapangan Redang merupakan lapangan hidrokarbon dengan jenis struktur antiklin tersesarkan Gambar Peta struktur kedalaman pada top reservoir B1 46

23 Peta Gross Reservoir B1 Pada peta gross reservoir B1 (Gambar 3.16) menunjukkan adanya pola penebalan ke arah barat daya yang menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki sedimentasi yang tinggi. Dari peta ini kita dapat melihat gambaran geometri dari reservoir B1 sebagai sistem shoreface. Pada peta tersebut terlihat bahwa tubuh batupasir reservoir B1 memanjang pada arah NW SE yang merupakan tren dari garis pantai pada Lapangan Redang. Peta Net Reservoir B1 Gambar Peta gross reservoir pada unit reservoir B1. Gambar Peta net reservoir pada Reservoir B1. 47

24 Gambar 3.17 merupakan peta net reservoir dari Reservoir B1. Peta ini merepresentasikan geometri shoreface, sementara lapisan batupasirnya diinterpretasikan sebagai endapan shoreface bar. Peta net reservoir ini memperlihatkan tubuh batu pasir yang memanjang dengan arah NW SE yang merupakan tren dari garis pantai pada Lapangan Redang. Analisis Fasies Reservoir B1. Litologi pada Reservoir B1 terdiri dari batupasir karbonatan dan memiliki pola log sinar gamma corong yang menunjukkan adanya pengkasaran butir ke atas. Reservoir B1 dibatasi oleh lapisan serpih karbonatan dengan pola log sinar gamma gerigi yang diinterpretasikan sebagai serpih laut dangkal. Berdasarkan deskripsi litologi, analisis elektrofasies, dan peta net reservoir, maka reservoir B1 diinterpretasikan sebagai fasies shoreface bar. Pemodelan Properti Reservoir B1 Peta persebaran nilai Vshale untuk Reservoir B1 (Gambar 3.18) menunjukkan bahwa penyebaran dari nilai Vshale memiliki pola yang serupa dengan peta net reservoir, yaitu memiliki arah NW SE. Pada peta, nilai Vshale yang lebih besar menunjukkan permeabilitas yang lebih buruk dibandingkan nilai Vshale yang lebih kecil. Hasil perhitungan porositas efektif dari sumur PL-01 untuk Reservoir B1 menunjukkan nilai 11,09%. Gambar Peta persebaran nilai Vshale pada Reservoir A3. 48

BAB IV UNIT RESERVOIR

BAB IV UNIT RESERVOIR BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR Pemodelan reservoir berguna untuk memberikan informasi geologi dalam kaitannya dengan data-data produksi. Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C

BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C 4.1. Analisis Litofasies dan Fasies Sedimentasi 4.1.1. Analisis Litofasies berdasarkan Data Batuan inti Litofasies adalah suatu tubuh batuan

Lebih terperinci

Gambar 3.21 Peta Lintasan Penampang

Gambar 3.21 Peta Lintasan Penampang Gambar 3.21 Peta Lintasan Penampang Korelasi tahap awal dilakukan pada setiap sumur di daerah penelitian yang meliputi interval Formasi Daram-Waripi Bawah. Korelasi pada tahap ini sangat penting untuk

Lebih terperinci

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki

Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Gambar 4.5. Peta Isopach Net Sand Unit Reservoir Z dengan Interval Kontur 5 Kaki Fasies Pengendapan Reservoir Z Berdasarkan komposisi dan susunan litofasies, maka unit reservoir Z merupakan fasies tidal

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN RESERVOAR

BAB IV PEMODELAN RESERVOAR BAB IV PEMODELAN RESERVOAR Daerah penelitian, Lapangan Yapin, merupakan lapangan yang sudah dikembangkan. Salah satu masalah yang harus dipecahkan dalam pengembangan lapangan adalah mendefinisikan geometri

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR

BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR BAB III ANALISIS FASIES PENGENDAPAN FORMASI TALANG AKAR 3.1. Litofasies Menurut Walker (1992), fasies merupakan kenampakan suatu tubuh batuan yang dikarekteristikan oleh kombinasi dari litologi, struktur

Lebih terperinci

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I BAB IV RESERVOIR KUJUNG I Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri dan potensi reservoir, meliputi interpretasi lingkungan pengendapan dan perhitungan serta pemodelan tiga dimensi

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada

BAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada BAB V INTERPRETASI DATA V.1. Penentuan Litologi Langkah awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah menentukan litologi batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada dibawah

Lebih terperinci

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR

BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR BAB 4 KARAKTERISTIK RESERVOIR Pada interval Formasi Talangakar Bawah didapat 2 interval reservoir yaitu reservoir 1 dan reservoir 2 yang ditunjukan oleh adanya separasi antara log neutron dan densitas.

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Stratigrafi Daerah Penelitian Stratigrafi daerah penelitian terdiri dari beberapa formasi yang telah dijelaskan sebelumnya pada stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah.

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN RESERVOIR

BAB III PEMODELAN RESERVOIR BAB III PEMODELAN RESERVOIR Penelitian yang dilakukan pada Lapangan Rindang dilakukan dalam rangka mendefinisikan reservoir Batupasir A baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Beberapa hal yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR

BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR BAB III ANALISIS GEOMETRI DAN KUALITAS RESERVOIR 3.1 Metodologi Penelitian Analisis geometri dan kualitas reservoir dilakukan untuk memberikan informasi geologi yang realistis dari suatu reservoir. Informasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini diperlukan uraian mengenai objek dan alat alat yang

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini diperlukan uraian mengenai objek dan alat alat yang BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini diperlukan uraian mengenai objek dan alat alat yang digunakan, serta tahap tahap penelitian yang meliputi: tahap persiapan, tahap penelitian dan pengolahan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI DAN STRATIGRAFI SEKUEN

BAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI DAN STRATIGRAFI SEKUEN BAB IV ANALISIS BIOSTRATIGRAFI DAN STRATIGRAFI SEKUEN IV.1. Metode Analisis Pada penelitian kali ini data yang digunakan berupa data batuan inti Sumur RST-1887, Sumur RST-3686, dan Sumur RST-3697. Sumur

Lebih terperinci

BAB V SEKUEN STRATIGRAFI

BAB V SEKUEN STRATIGRAFI BAB V SEKUEN STRATIGRAFI Sekuen adalah urutan lapisan yang relatif selaras dan berhubungan secara genetik dibatasi oleh ketidakselarasan dan keselarasan yang setara dengannya (Mitchum dkk., 1977 op.cit.

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berjalannya waktu jumlah cadangan migas yang ada tentu akan semakin berkurang, oleh sebab itu metoda eksplorasi yang efisien dan efektif perlu dilakukan guna

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR Pemodelan petrofisika reservoir meliputi pemodelan Vshale dan porositas. Pendekatan geostatistik terutama analisis variogram, simulasi sekuensial berbasis grid (Sequential

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih tepatnya berada pada Sub-cekungan Palembang Selatan. Cekungan Sumatra

BAB I PENDAHULUAN. lebih tepatnya berada pada Sub-cekungan Palembang Selatan. Cekungan Sumatra BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Daerah penelitian termasuk dalam wilayah Cekungan Sumatra Selatan, lebih tepatnya berada pada Sub-cekungan Palembang Selatan. Cekungan Sumatra Selatan termasuk

Lebih terperinci

BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR

BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR BAB III KARAKTERISASI RESERVOIR Karakterisasi reservoir merupakan suatu proses untuk mengetahui sifat suatu batuan. Untuk mendapatkan karakteristik suatu reservoir secara lebih baik maka diperlukan beberapa

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR

BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR BAB V ANALISIS STRATIGRAFI SEKUEN, DISTRIBUSI DAN KUALITAS RESERVOIR V.1 Analisis Sekuen dari Korelasi Sumur Analisis stratigrafi sekuen pada penelitian ini dilakukan dengan analisis data sumur yang dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR

BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR III.1 ANALISIS DATA SUMUR DAN SEISMIK Analisis data sumur dilakukan dengan menginterpretasikan log pada sumur sumur di daerah penelitian untuk menentukan marker. Dari

Lebih terperinci

Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen

Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen Reservoir batupasir Duri B2 merupakan bagian dari Formasi Duri dalam Kelompok Sihapas yang diperkirakan diendapkan pada Miosen Awal. Di bagian utara lapangan RantauBais,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan penghasil minyak bumi yang pontensial di Indonesia. Cekungan ini telah dikelola oleh PT Chevron Pacific Indonesia selama

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA BAB III DATA DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Pendahuluan Analisis tektonostratigrafi dan pola sedimentasi interval Formasi Talang Akar dan Baturaja dilakukan dengan mengintegrasikan data geologi dan data geofisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik mengenai geologi terutama mengenai sifat/karakteristik suatu reservoir sangat penting dalam tahapan eksploitasi suatu

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DINAMIKA CEKUNGAN

BAB III ANALISIS DINAMIKA CEKUNGAN BAB III ANALISIS DINAMIKA CEKUNGAN 3.1. Pembuatan Model Sejarah Geologi Model sejarah geologi yang dianalisis pada penelitian ini adalah model kurva sejarah pemendaman seperti yang telah dibahas pada bab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peningkatan kebutuhan energi di dunia akan minyak dan gas bumi sebagai bahan bakar fosil yang utama cenderung meningkat seiring dengan perubahan waktu. Kebutuhan dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Kutai merupakan cekungan Tersier terbesar dan terdalam di Indonesia bagian barat, dengan luas area 60.000 km 2 dan ketebalan penampang mencapai 14 km. Cekungan

Lebih terperinci

(Gambar III.6). Peta tuning ini secara kualitatif digunakan sebagai data pendukung untuk membantu interpretasi sebaran fasies secara lateral.

(Gambar III.6). Peta tuning ini secara kualitatif digunakan sebagai data pendukung untuk membantu interpretasi sebaran fasies secara lateral. Selanjutnya hasil animasi terhadap peta tuning dengan penganturan frekuensi. Dalam hal ini, animasi dilakukan pada rentang frekuensi 0 60 hertz, karena diatas rentang tersebut peta tuning akan menunjukkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv. SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI...v ABSTRACT... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL...xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini di Indonesia semakin banyak ditemukan minyak dan gas yang terdapat pada reservoir karbonat, mulai dari ukuran kecil hingga besar. Penemuan hidrokarbon dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi

BAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi sifat-sifat litologi dan fisika dari batuan reservoar, sehingga dapat dikarakterisasi dan kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan gas Tangguh merupakan salah satu lapangan penghasil gas yang berada di Teluk Bintuni, bagian barat Provinsi Papua. Lapangan Tangguh ditemukan pada tahun 1990-an

Lebih terperinci

3.1. Penentuan Batas Atas dan Bawah Formasi Parigi

3.1. Penentuan Batas Atas dan Bawah Formasi Parigi Selain dari data-data di atas, data lain yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini adalah review biostratigrafi sumur Asri-2 (PT. Core Laboratories), review laporan evaluasi batuan induk (PT. Robertson

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pemahaman yang baik terhadap geologi bawah permukaan dari suatu lapangan minyak menjadi suatu hal yang penting dalam perencanaan strategi pengembangan lapangan tersebut.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi merupakan salah satu industri yang berkontribusi besar terhadap devisa negara. Hal ini menyebabkan minyak dan gas bumi menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah

BAB I PENDAHULUAN. cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut Pertamina BPPKA (1996), Cekungan Kutai merupakan salah satu cekungan penghasil minyak dan gas bumi terbesar kedua di Indonesia setelah Cekungan

Lebih terperinci

BAB 3 ANALSIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN DAN EVALUASI FORMASI RESERVOIR FORMASI BANGKO B

BAB 3 ANALSIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN DAN EVALUASI FORMASI RESERVOIR FORMASI BANGKO B BAB 3 ANALSIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN DAN EVALUASI FORMASI RESERVOIR FORMASI BANGKO B Untuk melakukan analisis lingkungan pengendapan suatu reservoir dibutuhkan data batuan inti (core) dan juga melihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy

BAB I PENDAHULUAN. Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lapangan X merupakan salah satu lapangan eksplorasi PT Saka Energy Indonesia yang secara umum terletak di wilayah South Mahakam, sebelah tenggara dan selatan dari Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan R merupakan bagian dari kompleks gas bagian Selatan Natuna yang terbentuk akibat proses inversi yang terjadi pada Miosen Akhir hingga Pliosen Awal

Lebih terperinci

BAB V ANALISA SEKATAN SESAR

BAB V ANALISA SEKATAN SESAR BAB V ANALISA SEKATAN SESAR 5.1 Analisa Sesar Pada daerah analisa ini terdapat sebanyak 19 sesar yang diperoleh dari interpretasi seismik. Pada penelitian sebelumnya keterdapatan sesar ini sudah dipetakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah OCO terdapat pada Sub-Cekungan Jatibarang yang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon di Indonesia. Formasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Data seismik dan log sumur merupakan bagian dari data yang diambil di bawah permukaan dan tentunya membawa informasi cukup banyak mengenai kondisi geologi

Lebih terperinci

Porositas Efektif

Porositas Efektif Gambar 4.2.3. Histogram frekuensi porositas total seluruh sumur. 4.2.3. Porositas Efektif Porositas efektif adalah porositas total yang tidak terisi oleh shale. Porositas efektif ditentukan berdasarkan

Lebih terperinci

Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen

Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen BAB V Bab V. Analisa Stratigrafi Sekuen ANALISA STRATIGRAFI SEKUEN Korelasi adalah langkah yang sangat penting dalam suatu pekerjaan geologi bawah permukaan sebab semua visualisasi baik dalam bentuk penampang

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI. 3.1 Analisa Log. BAB III Dasar Teori

BAB III DASAR TEORI. 3.1 Analisa Log. BAB III Dasar Teori BAB III DASAR TEORI 3.1 Analisa Log Analisa log sumuran merupakan salah satu metoda yang sangat penting dan berguna dalam karakterisasi suatu reservoir. Metoda ini sangat membantu dalam penentuan litologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cekungan Tarakan terbagi menjadi empat Sub-Cekungan berdasarkan Pertamina BPPKA (1996), yaitu Sub-Cekungan Muara, Sub-Cekungan Berau, Sub-Cekungan Tarakan, dan Sub-Cekungan

Lebih terperinci

BAB 3 STRATIGRAFI SEKUEN

BAB 3 STRATIGRAFI SEKUEN BAB 3 STRATIGRAFI SEKUEN Korelasi merupakan suatu metoda untuk menghubungkan interval stratigrafi berdasarkan kesamaan tertentu. Kesamaan tersebut antara lain : waktu (kronostratigrafi), lithologi (lithostratigrafi),

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

IV.2 Pengolahan dan Analisis Kecepatan untuk Konversi Waktu ke Kedalaman

IV.2 Pengolahan dan Analisis Kecepatan untuk Konversi Waktu ke Kedalaman IV.2 Pengolahan dan Analisis Kecepatan untuk Konversi Waktu ke Kedalaman Berdasarkan hasil penentuan batas sekuen termasuk di tiga sumur yang memiliki data check-shot (Bayan A1, Mengatal-1 dan Selipi-1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kebutuhan minyak bumi di Indonesia terutama untuk kebutuhan industri semakin meningkat. Namun meningkatnya kebutuhan akan minyak bumi tersebut tidak diiringi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Metode Pembuktian Metode penalaran logika yang digunakan adalah metode deduksi yaitu penentuan batas sekuen, maximum flooding surface (MFS), system-tract, paket parasekuen,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Permasalahan 1.3 Masalah Penelitian

Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian 1.2 Latar Belakang Permasalahan 1.3 Masalah Penelitian Bab I Pendahuluan 1.1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek dari penelitian ini berupa studi stratigrafi sekuen dalam formasi Pulau Balang di lapangan Wailawi, Cekungan Kutai Bagian Selatan Kalimantan Timur.

Lebih terperinci

Gambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang

Gambar I.1. : Lokasi penelitian terletak di Propinsi Sumatra Selatan atau sekitar 70 km dari Kota Palembang BAB I PENDAHULUAN I.1. Subjek dan Lokasi Penelitian Subjek penelitian ini adalah analisis variogram horizontal pada pemodelan distribusi karakterisasi reservoir. Sedangkan objek penelitian meliputi lapisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai

BAB III METODE PENELITIAN. Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek yang dikaji adalah Formasi Gumai, khususnya interval Intra GUF a sebagai batas bawah sampai Intra GUF sebagai batas atas, pada Lapangan Izzati. Adapun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 9 II.1. Tektonik... 9 II.2. Struktur Geologi II.3. Stratigrafi II.4. Sistem Perminyakan...

DAFTAR ISI. BAB II GEOLOGI REGIONAL... 9 II.1. Tektonik... 9 II.2. Struktur Geologi II.3. Stratigrafi II.4. Sistem Perminyakan... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.... i HALAMAN PENGESAHAN.... ii HALAMAN PERNYATAAN.... iii IJIN PENGGUNAAN DATA.... iv KATA PENGANTAR.... v SARI........ vii ABSTRACT....... viii DAFTAR ISI............ ix DAFTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Lapangan Ramai terletak di Cekungan Sumatra Tengah, yang merupakan cekungan hidrokarbon penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia. Lapangan Ramai ditemukan pada tahun

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA III.1 Stratigrafi dan Fasies Lapangan Bekasap Secara garis besar karakter fasies pengendapan di Formasi Bekasap, Bangko dan Menggala memperlihatkan lingkungan shallow water of

Lebih terperinci

BAB IV METODE DAN PENELITIAN

BAB IV METODE DAN PENELITIAN 40 BAB IV METODE DAN PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Lapangan T, berada di Sub-Cekungan bagian Selatan, Cekungan Jawa Timur, yang merupakan daerah operasi Kangean

Lebih terperinci

HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR

HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI S K R I P S I... I HALAMAN PENGESAHAN... II KATA PENGANTAR...... III HALAMAN PERSEMBAHAN... V SARI......... VI DAFTAR ISI... VII DAFTAR GAMBAR.... IX BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang.........

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di

I. PENDAHULUAN. Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Asri adalah salah satu cekungan sedimen penghasil hidrokarbon di utara lepas pantai Sumatra Tenggara, Indonesia bagian barat. Kegiatan eksplorasi pada Cekungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lapangan Ibrahim merupakan salah satu lapangan minyak dari PT. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut mulai diproduksi pada

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2011

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN YOGYAKARTA 2011 SIKUEN STRATIGRAFI DAN ESTIMASI CADANGAN GAS LAPISAN PS-11 BERDASARKAN DATA WIRELINE LOG, SEISMIK DAN CUTTING, FORMASI EKUIVALEN TALANG AKAR LAPANGAN SETA CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA SKRIPSI Oleh: SATYA

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian

BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perminyakan adalah salah satu industri strategis yang memegang peranan sangat penting saat ini, karena merupakan penyuplai terbesar bagi kebutuhan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah.

Laporan Tugas Akhir Studi analisa sekatan sesar dalam menentukan aliran injeksi pada lapangan Kotabatak, Cekungan Sumatera Tengah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kondisi perminyakan dunia saat ini sangat memperhatinkan khususnya di Indonesia. Dengan keterbatasan lahan eksplorasi baru dan kondisi sumur-sumur tua yang telah melewati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hidrokarbon merupakan salah satu energi yang sangat penting di dunia. Semakin menipisnya hidrokarbon dan semakin besarnya jumlah permintaan mengakibatkan kegiatan untuk

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK

BAB IV INTERPRETASI SEISMIK BAB IV INTERPRETASI SEISMIK Analisa dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada dasarnya adalah menginterpretasi keberadaan struktur sesar pada penampang seismik dengan menggunakan bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurunnya angka produksi minyak dan gas bumi dewasa ini memberikan konsekuensi yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat. Kebutuhan akan sumber daya minyak dan gas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia produksi hidrokarbon dari lapangan-lapangannya. Untuk itulah, sebagai tinjauan

BAB I PENDAHULUAN. usia produksi hidrokarbon dari lapangan-lapangannya. Untuk itulah, sebagai tinjauan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Asri yang berada di lepas pantai Sumatera Tenggara, telah berproduksi dari 30 tahun hingga saat ini menjadi area penelitian yang menarik untuk dipelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BAB I - Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. BAB I - Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan Terbang ditemukan pertama kali di tahun 1971 dan mulai berproduksi di tahun 1976. Sebagian besar produksi lapangan ini menghasilkan minyak jenis

Lebih terperinci

Rani Widiastuti Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut t Teknologi Sepuluh hnopember Surabaya 2010

Rani Widiastuti Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut t Teknologi Sepuluh hnopember Surabaya 2010 PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN HIDROKARBON LAPANGAN KYRANI FORMASI CIBULAKAN ATAS CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA DENGAN METODE VOLUMETRIK Rani Widiastuti 1105 100 034 Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz

a) b) Frekuensi Dominan ~22 hz Pada tahap akhir pembentukan sistem trak post-rift ini diendapkan Formasi Menggala yang merupakan endapan transgresif yang melampar di atas Kelompok Pematang. Formasi Menggala di dominasi oleh endapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian geologi dilakukan untuk mengenal dan memahami kondisi geologi suatu daerah. Penelitian tersebut dapat meliputi penelitian pada permukaan dan bawah permukaan.

Lebih terperinci

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram

Interpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram BAB 4 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 4.1. Interpretasi Stratigrafi 4.1.1. Interpretasi Stratigrafi daerah Seram Daerah Seram termasuk pada bagian selatan Kepala Burung yang dibatasi oleh MOKA di bagian utara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori

BAB I PENDAHALUAN. kondisi geologi di permukaan ataupun kondisi geologi diatas permukaan. Secara teori 1 BAB I PENDAHALUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mencari lapangan-lapangan baru yang dapat berpotensi menghasilkan minyak dan atau

Lebih terperinci

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18).

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18). Gambar 3.17 Grafik silang antara porositas inti bor dan porositas log densitas. Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar

Lebih terperinci

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai. BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.2.2.3 Umur Berdasarkan data analisis mikrofosil pada sampel yang diambil dari lokasi BG4 (Lampiran B), spesies-spesies yang ditemukan antara lain adalah Globigerinoides

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv SARI... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN IGIP/RESERVES GAS

BAB IV PERHITUNGAN IGIP/RESERVES GAS BAB IV PERHITUNGAN IGIP/RESERVES GAS Setelah dilakukannya pemodelan perangkap hidrokarbon yang ada di Lapangan Tango, juga perhitungan properti reservoir dengan melakukan analisis kuantitatif untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR

BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR BAB V ANALISIS SEKATAN SESAR Dalam pembahasan kali ini, penulis mencoba menganalisis suatu prospek terdapatnya hidrokarbon ditinjau dari kondisi struktur di sekitar daerah tersebut. Struktur yang menjadi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA

BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA BAB III GEOLOGI DAERAH LEPAS PANTAI UTARA MADURA Lapangan ini berada beberapa kilometer ke arah pantai utara Madura dan merupakan bagian dari North Madura Platform yang membentuk paparan karbonat selama

Lebih terperinci

Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian

Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian Bab IV Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral Dalam Interpretasi Paleogeografi Daerah Penelitian Aplikasi Metode Dekomposisi Spektral dalam interpretasi paleogeografi di daerah penelitian dilakukan setelah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 TINJAUAN UMUM BAB III GEOLOGI UMUM 3.1 TINJAUAN UMUM Cekungan Asri merupakan bagian dari daerah operasi China National Offshore Oil Company (CNOOC) blok South East Sumatera (SES). Blok Sumatera Tenggara terletak pada

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Peta Kontur Isopach BAB V PEMBAHASAN Pada praktikum Sedimentologi dan Stratigrafi kali ini, acaranya mengenai peta litofasies. Peta litofasies disini berfungsi untuk mengetahui kondisi geologi suatu daerah berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Reservoar Batuan Karbonat Formasi Kujung II, Sumur FEP, Lapangan Camar, Cekungan Jawa Timur Utara 1

BAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Reservoar Batuan Karbonat Formasi Kujung II, Sumur FEP, Lapangan Camar, Cekungan Jawa Timur Utara 1 BAB I PENDAHULUAN Karakterisasi reservoar adalah bentuk usaha dalam menentukan kualitas reservoar (Sudomo, 1998). Kualitas reservoar dikontrol oleh faktor pembentukan batuan karbonat, yaitu tekstur dan

Lebih terperinci

BAB IV. Log gamma ray digunakan untuk menentukan zona permeabel dan non-permeabel berdasarkan volume shale yang terkandung dalam suatu lapisan.

BAB IV. Log gamma ray digunakan untuk menentukan zona permeabel dan non-permeabel berdasarkan volume shale yang terkandung dalam suatu lapisan. BAB IV KARAKTERISASI RESERVOIR A 4.1 Analisa Petrofisika Analisa petrofisika merupakan salah satu proses yang penting dalam usaha untuk mengetahui karakteristik suatu reservoir. Melalui analisa petrofisika

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi INTISARI... xviii ABSTRACT...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan minyak dan gas bumi sebagai sumber daya bahan baku konsumsi kegiatan manusia sehari-hari masih belum dapat tergantikan dengan teknologi maupun sumber daya

Lebih terperinci

2.2.2 Log Sumur Batuan Inti (Core) Log Dipmeter Log Formation Micro Imager (FMI)

2.2.2 Log Sumur Batuan Inti (Core) Log Dipmeter Log Formation Micro Imager (FMI) DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii UCAPAN TERIMAKASIH...iv ABSTRAK...vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...xi DAFTAR TABEL...xvi DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

BAB II. KAJIAN PUSTAKA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii HALAMAN IJIN PENGGUNAAN DATA... iv KATA PENGANTAR.... v SARI... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi menjadi hal yang sangat penting tidak terkecuali PT. EMP Malacca Strait

BAB I PENDAHULUAN. eksplorasi menjadi hal yang sangat penting tidak terkecuali PT. EMP Malacca Strait 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sekarang ini tingkat permintaan akan bahan bakar fosil semakin meningkat. Kondisi pasar berada pada kondisi dimana permintaan yang sangat tinggi sedangkan ketersediaan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii SARI... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Interpretasi Reservoar Menggunakan. Seismik Multiatribut Linear Regresion

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang mengambil judul Interpretasi Reservoar Menggunakan. Seismik Multiatribut Linear Regresion 1 IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang mengambil judul Interpretasi Reservoar Menggunakan Seismik Multiatribut Linear Regresion Pada Lapngan Pams Formasi Talangakar

Lebih terperinci