BAB III METODE PENELITIAN. adalah Desa Galang, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang.
|
|
- Ida Salim
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Lokasi adalah letak atau tempat (Alwi, 2005:680). Lokasi penelitian ini adalah Desa Galang, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang Waktu Penelitian Waktu adalah seluruh rangkain ketika proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung (Alwi, 2005:1267). Pelaksanaan Penelitian ini akan direncanakan pada tanggal 1 Maret sampai tanggal 31 Maret Sumber Data Data adalah kenyataan yang ada, yang berfungsi sebagai bahan sumber untuk menyusun suatu pendapat; keterangan atau bahan yang dipakai untuk penalaran atau penyelidikan (Alwi, 2005:319). Data penelitian ini bersumber dari data lisan dan tulisan yang membutuhkan mitra wicara dan bahan pustaka sebagai acuannya. Data lisan diperoleh dari rekaman tuturan yang diucapkan informan tentang pertuturan dalam upacara tujuh bulanan dalam adat Jawa. Sementara data tulis diperoleh dari buku-buku yang relevan dengan judul penelitian, seperti buku Sosiolinguistik oleh Abdul Chaer. Data tulis juga diperoleh dari internet yang berkaitan dengan upacara tujuh bulanan dalam adat Jawa. Pemilihan sumber data
2 berdasarkan domisili yang diharapkan dapat mewakili komunitas yang ada di Desa Galang, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. 3.3 Metode Penelitian Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki; cara kerja bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang dikehendaki (Alwi, 2005:740) Metode dan Teknik Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak dengan teknik lanjutan teknik simak libat cakap, teknik rekam dan teknik catat. Metode simak dilakukan dengan cara menyimak bahasa yang diucapkan oleh sesepuh desa saat melakukan upacara tujuh bulanan. Teknik lanjut simak libat cakap adalah kegiatan menyimak dan terlibat dalam pembicaraan. Teknik rekam adalah kegiatan merekam semua ujaran yang diucapkan oleh informan, untuk didengar kembali data-data yang diperoleh penulis saat menganilisis data. Selanjutnya, metode catat dilakukan dengan mencatat data-data yang telah diperoleh untuk mengelompokkan data berdasarkan frase, kata, dan klausa (Sudaryanto, 1993: ). Mahsun (1995:106) mengungkapkan seseorang yang dijadikan informan harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut : 1. Berjenis kelamin pria atau wanita; 2. Berusia antara tahun (tidak pikun);
3 3. Orang tua, istri, suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desa itu; 4. Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD-SLTP); 5. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan tidak tinggi mobilitasnya; 6. Pekerjaannya bertani atau buruh; 7. Memiliki kebanggaan tehadap isolek dan masyarakat isoleknya; 8. Dapat bebahasa Indonesia; dan 9. Sehat jasmani dan rohani Metode dan Teknik Analisis Data Setelah semua data dikumpulkan, kemudian diadakan analisis terhadap data untuk menyelesaikan masalah penelitian yang telah ditetapkan. Metode dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah metode padan. Metode padan adalah sebuah metode yang alat penentunya adalah di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan. Alat penentu dari metode padan adalah sub-jenis pertama, alat penentunya ialah kenyataan yang ditunjuk oleh bahasa atau referent bahasa. Sub-jenis kedua, alat penentunya organ pembentuk bahasa atau organ wicara, dan sub-jenis ketiga, keempat, kelima alat penentunya adalah bahasa lain, perekam, dan pengawet bahasa (tulisan), serta orang yang menjadi mitra wicara. Metode padan dilakukan dengan teknik lanjut pilah unsur penentu dan teknik hubung banding membedakan. (Sudaryanto, 1993:13).
4 Dalam penelitian ini penulis meneliti bahasa daerah yang dipadankan ke dalam bahasa Indonesia. Teknik lanjutnya adalah teknik pilah unsur penentu yaitu untuk memilah-milah bentuk eufemisme dalam kata, frasa, atau klausa dalam tuturan tujuh bulanan pada masyaakat Jawa di Desa Galang, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. Kemudian, memilah-milah fungsi seperti fungsi sebagai alat untuk menghaluskan ucapan, sebagai alat untuk merahasiakan sesuatu, sebagai alat untuk berdiplomasi, sebagai alat pendidikan, dan sebagai alat penolak bahaya. Dilanjutkan dengan teknik hubung banding membedakan yaitu dengan cara membedakan penggunaan antara bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko dalam upacara tujuh bulanan. Contoh eufemisme dalam pembukaan acara tujuh bulanan: Mugi kalian matur dumateng poro Bapak lan sederek kulo, ingkang sami pelenggahan woten panggenan nipun. Boten naming kulo seklima dumateng kapure rawuh ipun Bapak lan ngaturaken sembah pengabekti dumateng pernah sepah ia ngaturaken bagean dumateng pernah nem sumrambah skadangepun. Boten namung panjenengan sedoyo kerso ngilangken langkah bucal tempo sauntawes memenuhi undanganepun. Kapure anakseni niatipun bade ningkepi ingkang putro lan putri meniko dinten ingkang kepengker nampi rezeki sangking pangeran rupinikun nur Muhammad juluk ipun kunan jabang bayi ingkang dipun kandung mulai sewulan sehinggo jabang bayi tujuh bulan. Derek adat meniko lan dipun tingkepi lan dipitung wulani. Senjeng titiwancine kunang jabang bayi lahir ampunenten alangan saktunggal penopo. Artinya Selamat datang para Bapak dan saudara saya, yang turut datang di rumah atau di tempat yang bertuah ini. Tidak lain dan tidak bukan saya diminta oleh tuan rumah untuk menyampaikan atau memberi paparan kepada orang tua dan muda-mudi, hajat dari tuan rumah. Tidak lain dan tidak bukan Bapak semuanya meringankan langkah dan meluangkan waktu dan tempat untuk memenuhi undangan tuan rumah. Dalam hal memberi tanda tujuh bulanan putri kami maka hari yang lewat
5 kami menerima rezeki dari Tuhan berupa cahaya Muhammad yang disebut calon bayi yang ada di kandungan 1-7 bulan. Maka menurut adat ditandai mengandung 7 bulan. Pada waktunya bayi yang lahir tidak ada halangan suatu apapun. Makna dari ucapan di atas adalah memberitakan maksud dari tuan rumah, bahwa tuan rumah ingin mengadakan hajatan atau menyelenggarakan upacara tujuh bulanan untuk bayi yang ada di dalam kandungan, kepada orang-orang yang ada pada acara tersebut. Pelaksanaan upacara tujuh bulanan ini diharapkan agar bayi yang ada dalam kandungan ibunya dapat lahir lancar tidak ada halangan apapun. Penutur mewakili tuan rumah berbicara dan semua orang yang ada di tempat itu mendengarkan dengan diam tetapi menyimak dan berusaha mengerti apa yang diucapkan penutur. Penggalan dari ujaran di atas yang mengandung makna eufemisme : (1) Botennamingkulodisambutwiraoskuloseklima Glos cermat : Tidak bukan saya di sambut rasa saya sekalian Glos cermat : dumateng masing-masing Glos lancar : Tidak lain dan tidak bukan saya bahagia menyambut para undangan sekalian. Eufemisme dalam ujaran tersebut terdapat pada kata boten naming. Boten naming dalam bahasa Jawa krama inggil sering digunakan untuk menggantikan kata ora laen lan ora uduk dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu tidak lain dan tidak bukan. Bentuk eufemisme dari ujaran di atas adalah:
6 Bentuk Bahasa Jawa Bahasa Jawa Arti Eufemisme Krama Inggil Ngoko Kata Kulo aku saya Kata Wiraos roso rasa Frasa boten naming ora laen lan ora uduk Tidak lain dan tidak bukan Tabel di atas menjelaskan tentang bentuk eufemisme yang terdapat dalam penggalan ujaran pada upacara tujuh bulanan adalah bentuk kata dan frasa. Bentuk kata yaitu kulo, warios dan bentuk frasa yaitu boten naming. Kemudian fungsi eufemisme dari ujaran di atas adalah sebagai berikut : 1. Sebagai alat untuk menghaluskan bahasa yang terdapat pada kata kulo, warios, dan boten naming. Kata kulo dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata aku dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indnesia yaitu saya. Kata warios dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata roso dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indnesia yaitu rasa. Kata boten naming dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata ora laen lan ora uduk dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indnesia yaitu tidak lain dan tidak bukan.
7 2. Sebagai alat untuk diplomasi yaitu sesepuh desa mengharapkan agar para tamu undangan yang datang dapat mendengar dan menuruti apa yang diucapkan oleh sesepuh desa dalam upacara tujuh bulanan. (2) Senjengtitiwancinekunangjabangbayilahirampunanten Glos cermat : sengaja teliti waktu kenang calon bayi lahir tidak ada alangansaktunggalpenopo. Glos cermat : halangan sesuatu apapun. Glos lancar : Pada saat bayi lahir tidak ada halangan apapun. Eufemisme dari ujaran tersebut terdapat pada kata titiwancine, ampunenten, dan saktunggal. Titiwancine dalam bahasa Jawa karma inggil digunakan untuk menggantikan kata ndelokwektu dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu meneliti waktu atau mencari waktu yang tepat. Ampunenten dalam bahasa Jawa karma inggil digunakan untuk menggantikan kata ora ono dalam bahasa Jawa ngoko yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia tidak ada. Saktunggal dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata soko dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia sesuatu. Bentuk eufemisme dari ujaran di atas adalah:
8 Bentuk Bahasa Jawa Bahasa Jawa Arti Eufemisme Krama Inggil Ngoko Kata saktunggal soko sesuatu Kata penopo opo-opo apa-apa; apapun Frasa titiwancine ndelok wektu teliti waktu; mencari waktu yang tepat Frasa ampunenten ora ono tidak ada Tabel di atas menjelaskan tentang bentuk eufemisme yang terdapat dalam penggalan ujaran pada upacara tujuh bulanan kata dan frasa. Bentuk kata yaitu saktunggal, penopo dan bentuk frasa yaitu titiwancine, ampunenten. Kemudian fungsi dari ujaran di atas adalah sebagai berikut : 1. Sebagai alat untuk menghaluskan ucapan yang terdapat pada kata saktunggal, penopo, titiwancine, dan ampunenten. Kata saktungga dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata soko dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu sesuatu. Kata penopo dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata opo-opo dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu apa-apa; apapun. Kata titiwancine dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata ndelok wektu dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu teliti waktu; mencari waktu yang tepat. Kata ampunenten dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan
9 untuk menggantikan kata ora ono dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu tidak ada. 2. Sebagai alat penolak bahaya yaitu diharapkan agar pada saat bayi lahir tidak ada halangan apapun dan dijauhkan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam hal ini penentuan tanggal dalam perhitungan Jawa juga diperlukan saat melakukan upacara tujuh bulanan agar upacara yang dilakukan dapat berjalan dengan lancar dan tidak terjadi hal buruk. (3) Derekadatmenikolandipuntingkepilandipitungwulani. Glos cermat : maka adat menurut dan itu ditutupi dan di tujuh bulani. Glos lancar : Maka menurut ada harus ditandai dengan tujuh bulanan. Eufemisme pada ujaran di atas terdapat pada kata deret dan dipun. Kata deret dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata mugakke dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu maka; dari pada itu. Kata dipun dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggunakan kata iku dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu itu.
10 Bentuk eufemisme dari ujaran di atas adalah : Bentuk Bahasa Bahasa Arti Eufemisme Jawa Krama Inggil Jawa Ngoko Kata deret mugakke maka; dari pada itu Kata dipun iku itu Frasa pitung wulani pitung wulani tujuh bulan Tabel di atas menjelaskan tentang bentuk eufemisme yang terdapat dalam penggalan ujaran pada upacara tujuh bulanan kata dan frasa. Bentuk kata yaitu deret, dipun, dan bentuk frasa yaitu pitung wulani. Kemudian fungsi dari ujaran di atas adalah sebagai berikut 1. Sebagai alat untuk menghaluskan ucapan yang terdapat pada kata deret dan dipun. Kata deret dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata mugakke dalam bahasa Jawa ngoko yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu maka; dari pada itu. Kata dipun dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata iku dalam bahasa Jawa ngoko yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu itu. 2. Sebagai alat untuk menolak bahaya yaitu menurut adat Jawa ibu yang sedang hamil anak pertama harus melakukan upacara tujuh bulanan agar pada saat melahirkan, bayinya sehat dan tidak ada halangan apapun.
11 BAB IV EUFEMISME DALAM UPACARA TUJUH BULANAN ADAT JAWA TINGKEBAN DI GALANG KABUPATEN DELI SERDANG KAJIAN SOSIOLINGUISTIK 4.1 Bentuk-Bentuk Eufemisme dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa Upacara tujuh bulanan yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di Desa Galang memiliki lima tahapan yaitu: 1. Among-among berupa pengungkapan rasa syukur keluarga kepada Allah dengan cara membagikan nasi urap kepada anak-anak yang hadir dalam upacara tersebut. 2. Siraman yaitu memandikan ayah, ibu, dan bayi yang ada dalam kandungan dengan air tujuh sumur yang dicampur dengan bunga. 3. Memakan bubur yang dikenal dengan istilah bubur procot. Bubur yang terbuat dari tepung terigu dan pisang ini harus dimakan habis oleh ibu dan ayah yang mengandung agar saat melahirkan tidak merasakan sakit. 4. Membelah kelapa yang dilakukan oleh ayah dari calon bayi yang akan dilahirkan dipercaya dapat memberi tanda jenis kelamin dari bayi yang ada di dalam kandungan. 5. Ganti kain yang akan dilakukan adalah dengan menyediakan tujuh warna dan jenis kain panjang yang berbeda. Kain panjang yang akan dipakaikan pada ibu yang mengandung harus kain yang paling akhir atau yang ketujuh sesuai dengan usia kandungan bayi.
12 6. Berjualan cendol dan rujak yang dilakukan oleh ayah dan ibu dari calon bayi. Cendol yang dibuat ayah terbuat dari tepung, gula merah, dan santan kelapa. Sementara rujak yang dijual oleh ibu terbuat dari tujuh macam buah. Jika rujak yang dijual oleh ibu yang mengandung rasanya pedas, menandakan bahwa anak yang dikandungnya adalah laki-laki. Tapi jika rujak yang dijual oleh ibu yang mengandung rasaya manis, menandakan bahwa anak yang dikandunganya adalah perempuan. Perlu diketahui bahwa tidak semua ritual dalam upacara tujuh bulanan yang dilakukan pada masyarakat di Desa Galang memiliki eufemisme pada setiap ujaran yang diucapkan. Ujaran yang mengandung eufemisme dalam upacara tujuh bulanan yang dilakukan masyarakat di Desa Galang hanya terdapat pada prosesi among-among, siraman, makan bubur, membelah kelapa, dan ganti kain. Bentuk-bentuk eufemisme dalam upacara tujuh bulanan menurut Dwi Sutana (2011:4), eufemisme dalam bahasa Jawa sekurang-kurangnya dapat berupa kata, frasa, dan klausa. 1. Eufemisme berbentuk kata Wedhawati (2006:37) kata adalah satuan terkecil di dalam tata kalimat, keberadaan kata bersifat mendua, kata dapat berada baik di dalam deskripsi morfologi maupun deskripsi sintaksis. 2. Eufemisme berbentuk frasa Frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan,2001:139). Frasa merupakan gabungan satu kata atau lebih yang tidak melampaui batas
13 fungsi. Fungsi tersebut merupakan jabatan berupa subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. 3. Eufemisme berbentuk klausa Klausa adalah kelompok kata yang mengandung satu predikat atau bentuk kalimat yang terdiri atas subjek dan predikat (Wedhawati 2006:32). Pada upacara tujuh bulanan ditemukan beberapa bentuk eufemisme. Berikut adalah bentuk-bentuk eufemisme dalam upacara tujuh bulanan Bentuk Eufemisme Saat Among-Among dalam Upacara Tujuh Bulanan Among- among dalam upacara tujuh bulanan juga dikenal sebagai pengungkapan rasa syukur kepada Allah SWT atas rezeki yang diterima yaitu berupa kehamilan seorang ibu. Among-among ini biasanya berupa nasi, sayur urap, ikan asin, telur rebus dan kerupuk merah putih yang dibungkus dengan kertas nasi atau daun pisang lalu diberikan kepada anak-anak yang datang dalam acara tujuh bulanan tersebut. Adapun ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat membagikan amongamong kepada anak-anak adalah sebagai berikut : Ngupahikakangkawahadi ari-arisenglahirtinggalsedino Glos cermat: memberi abang air ketuban uri-uri yang lahir tinggal sehari karosijabangbayisengenengnangkandungansipolan. Glos cermat : sama si calon bayi yang ada dalam kandungan si nama ibu
14 Sengmomongjabangbayisupayalaherselamet, segourapiki Glos cermat : yang jaga calon bayi supaya lahir selamat, nasi urap ini dibagikelare-laremenkabulhayatinipun.. Glos cermat : dibagi ke anak-anak biar terkabul baik niat. Glos lancar : Memberi permintaan pada penjaga calon bayi yang lahir bersamaan yang ada dalam kandungan ibu. Diharapkan agar bayi lahir selamat, nasi urap ini dibagikan kepada anak-anak agar terkabul niat baiknya. Eufemisme dalam ujaran di atas terdapat pada kata lare-lare, dan hayati nipun. Kata lare-lare dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata anak-anak dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu anak-anak. Kata hayati nipun bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata kajate dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu niat baik atau nazar. Bentuk eufemisme dari ujaran di atas adalah : Bentuk Bahasa Jawa Bahasa Jawa Arti Eufemisme Krama Inggil Ngoko Kata lare-lare anak-anak anak-anak Frasa hayati nipun kajate niat baik atau nazar
15 4.1.2 Bentuk Eufemisme Saat Siraman dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa Siraman dalam upacara tujuh bulanan dipercaya dapat memberi kesegaran pada orang tua dan bayi yang ada di kandungan agar bayi yang dilahirkan sehat. Siraman ini dilakukan menggunakan air tujuh sumur yang dicampur dengan bunga macan kera dan telur ayam. Air tujuh sumur yang digunakan untuk mandi sesuai dengan usia kehamilan yaitu tujuh bulan, bunga macan kera dipercaya dapat memberi semangat dan kesegaran pada orang tua calon bayi dan bayi yang akan dilahirkan. Telur ayam yang dicampurkan ke air siraman diharapkan agar saat ibu melahirkan tidak ada halangan apapun. Jumlah orang yang memandikan dalam proses siraman juga harus berjumlah tujuh orang. Orang-orang tersebut bisa dari keluarga kedua belah pihak seperti ayah dan ibu orang tua dari ibu yang mengandung, ayah dan ibu orang tua dari calon ayah bayi yang akan dilahirkan, dan sebagainya. Biasanya setiap orang yang memandikan ayah dan ibu dari calon bayi membaca sholawat nabi (Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad) sebanyak tiga kali. Tujuannya agar ayah, ibu, dan bayi yang akan dilahirkan selalu dalam lindungan Allah. Adapun ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat siraman adalah sebagai berikut
16 Maturkeselametansengbawersodesokenedisatuken Glos cermat : Meminta keselamatan yang menunggu desa sini disatukan sipolannyenengkebanyusukobanyu Glos cemat : si nama ibu yang mengandung menyenangi air suko air. suci. SucikersaneAllah. Temekkanesangangwulansedosodinten Glos cermat : suci. Suci ridho Allah. Temukan sembilan bulan sepuluh hari mengkolaherdiparengigangsar, warasselametoraono Glos cermat : nanti lahir bersama mudah, sehat selamat tidak ada gangguanopo-opo. Glos cermat : gangguan apa-apa. Glos lancar : Meminta keselamatan pada makhluk yang dipercaya sebagai penunggu desa ini diminta untuk tidak mengganggu ibu yang sedang mengandung yang menyukai air bersih atau suci, suci karena ridho Allah. Saat sudah sembilan bulan sepuluh hari lahirnya mudah, sehat tidak ada halangan apapun. Eufemisme dalam ujaran di atas terdapat pada kata matur, dan bawerso. Kata matur dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata nembung dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu memohon, meminta. Kata bawerso bahasa Jawa krama inggil digunakan
17 untuk menggantikan kata demet dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu jin, iblis, makhluk halus penunggu suatu daerah. Bentuk eufemisme dari ujaran di atas adalah : Bentuk Bahasa Jawa Bahasa Jawa Arti Eufemisme Krama Inggil Ngoko Kata Matur njalok memohon, meminta Kata Bawerso demet jin, iblis, makhluk halus penunggu suatu daerah Frasa sanngang wulan sangang wulan sembilan bulan Frasa sedoso dinten sedoso dinten sepuluh hari Bentuk Eufemisme Saat Makan Bubur dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa Setelah siraman selesai dilakukan, selanjutnya ayah dan ibu dari calon bayi diberi makan bubur yang disebut dengan bubur procot yaitu bubur yang terbuat dari tepung terigu dan pisang yang dimasak hanya menggunakan garam. Bubur procot dibuat dengan rasa yang tidak enak dan harus dimakan oleh ayah dan ibunya sampai habis. Bubur procot sengaja dibuat tidak ada rasanya, diharapkan agar ibu yang mengandung dapat merasakan bahwa melahirkan
18 seorang anak rasanya sakit. Walaupun sakit, sang ibu harus tetap melahirkan anaknya dan berjuang hidup untuk anak yang akan dilahirkan. Adapun ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat proses makan bubur adalah sebagai berikut : Menuhiidam-idamane jabangbayisengenengnangkandungan. Glos cermat : Memenuhi keinginan calon bayi yang ada di kandungan. Temekkanesangangwulansedosodinten, mengkoneknyakiti Glos cermat : Sesudahnya sembilan bulan sepuluh hari, nanti kalau nyakiti ojosuwi-suwi. Mergoidam-idamanepunwesdienengkeikidinten. Glos cermat : jangan lama-lama. Nanti keinginan sudah dipenuhi ini hari. Mudah-mudahangangsar, warasselametoraonogangguan Glos cermat : Mudah-mudahan lancar, sehat selamat tidak ada gangguan opo-opo. Glos cermat : apa-apa. Glos lancar : Memenuhi keinginan calon bayi yang ada di dalam kandungan ibunya. Sudah sembilan bulan sepuluh hari, kalau nyakiti jangan lama-lama karena permintaannya sudah dituruti hari ini. Mudahmudahan lancar, sehat selamat tidak ada halangan apapun. Eufemisme dalam ujaran di atas terdapat pada kata idam-idamanepun, dan sangang wulan dan sepoloh dinten. Kata idam-idamanepun dalam bahasa Jawa
19 krama inggil digunakan untuk menggantikan kata idam-idamane dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu keinginan. Kata sangang wulan bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata sangang wulan dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu sembilan bulan. Kata sedoso dinten dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata sepoloh dino dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu sepuluh hari. Bentuk eufemisme dari ujaran di atas adalah : Bentuk Bahasa Jawa Bahasa Jawa Arti Eufemisme Krama Inggil Ngoko Kata idam- idam-idamane Keinginan idamanepun Frasa sangang wulan sangang wulan sembilan bulan Frasa sedoso dinten sedoso dinten sepuluh hari Bentuk Eufemisme Saat Membelah Kelapa dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa Kelapa yang digunakan dalam upacara tujuh bulanan adalah kelapa gading dan sudah digambar tokoh wayang, seperti Dewi Sinta dan Arjuna. Membelah kelapa dalam upacara ini memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Jawa yaitu dapat memberi tanda jenis kelamin bayi yang dikandung oleh ibu. Jika kelapa yang dibelah lurus tepat berada di tengah antara gambar wayang Dewi Sinta dan Arjuna, maka dipercaya anak yang ada dalam kandungan adalah bayi perempuan
20 yang diharapkan cantik seperti Dewi Sinta. Tapi jika kelapa yang dibelah tidak lurus, maka dipercaya anak yang ada dalam kandungan adalah bayi laki-laki yang diharapkan seperti Arjuna yang tampan juga bijaksana. Adapun ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat proses membelah kelapa adalah sebagai berikut : Ikikeloposeng wesdigambariarekdibelah, lanangwedok Glos cermat : Ini kelapa yang sudah digambar mau dibelah, laki-laki perempuan diparengi. Neklurusberartiwedok, nekmerengberarti Glos cermat : diterima. Kalau lurus berarti perempuan, kalau miring berarti lanang. Glos cermat : laki-laki. Glos lancar : Kelapa yang sudah digambar ini akan dibelah, laki-laki atau perempuan harus diterima. Kalau kelapa yang dibelah lurus berarti anaknya perempuan, tapi kalau kelapa yang dibelah miring berarti anaknya laki-laki. Eufemisme dalam ujaran di atas terdapat pada kata digambari dan diparengi. Kata digambari dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata digambar dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu digambar. Kata diparengi bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata diterimo dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu diterima. Bentuk eufemisme dari ujaran di atas adalah :
21 Bentuk Bahasa Jawa Bahasa Jawa Arti Eufemisme Krama Inggil Ngoko Kata digambari digambar Digambar Kata diparengi diterimo Diterima Bentuk Eufemisme Saat Ganti Kain dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa Pergantian kain pada ibu yang mengandung dilakukan setelah proses siraman, makan bubur procot,dan membelah kelapa. Kain yang digunakan dalam upacara tujuh bulanan adalah kain panjang dan jumlahnya harus tujuh sesuai dengan usia kandungan ibu yang mengandung. Kain dipakain oleh ibu yang mengandung adalah kain yang terakhir. Dalam proses pergantian kain ini terjadi komunikasi antara sesepuh desa yang membaca upacara tujuh bulanan dan orang yang hadir diupacara tersebut. Sesepuh desa akan membentangkan kain panjang pertama ke badan ibu yang mengandung lalu bertanya, Apakah kain ini cocok untuk si polan? Maka masyarakat yang hadir harus menjawab, tidak cocok. Dialog ini akan dilakukan sampai pada kain keenam. Pada kain panjang ketujuh, sesepuh bertanya kembali, Apakah kain ini cocok untuk si polan? Maka masyarakat harus menjawab cocok. Kain ketujuh yang sudah dipilih kemudian dipakaikan pada ibu yang mengandung. Adapun ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat proses membelah kelapa adalah sebagai berikut : Ikisipolan arekgantibaju, pilihke Glos cermat : ini si nama ibu yang mengandung mau ganti baju, pilihkan
22 jareksengpantes. Nekpantesngmongpantes, nekora Glos cermat : kain panjang yang pantas. Kalau pantas bilang pantas, kalau tidak ngomongora. Glos cermat : bilang tidak. Ikipantesora?Orapantes. Glos cermat : Ini panes tidak? Tidak pantas. Ikipantesnjeh?Njehpantes. Glos cermat : Ini pantas tidak? Iya pantas. Glos lancar : Ini si polan mau ganti baju, pilihkan kain panjang yang paling bagus. Kalau pantas bilan pantas, kalau tidak bilang tidak. Ini pantas tidak? Tidak pantas. Ini pantas ya? Iya pantas. Eufemisme pada ujaran di atas hanya terdapat pada kata njeh dalam bahasa Jawa krama inggil yang digunakan untuk menggantikan kata iyo dalam bahasa Jawa ngoko, yang memliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu iya. Bentuk eufemisme dari ujaran di atas adalah : Bentuk Bahasa Jawa Bahasa Jawa Arti Eufemisme Krama Inggil Ngoko Kata njeh iyo Iya
23 4.2 Fungsi Eufemisme dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa Penggunaan eufemisme oleh pemakai bahasa adalah untuk menggantikan suatu bentuk kebahasaan yang bernilai rasa kasar dengan bentuk lain yang dipandang bernilai rasa halus. Dalam gejala pemakaian eufemisme, bentuk terganti memiliki maksud yang sama dan referan ekstra lingual yang sama. Hanya saja bentuk pengganti bernilai rasa lebih halus bila dibandingkan dengan yang belum diganti. Fungsi eufemisme menurut Wijaya (2008: ), memiliki lima macam fungsi, yaitu: 1. Sebagai alat untuk menghaluskan ucapan Kata-kata yang memiliki denotasi tidak senonoh, tidak menyenamgkan atau mengerikan, berkonotasi rendah atau tidak terhormat, harus diganti atau diungkapkan dengan cara-cara yang tidak langsung untuk menghindari berbagai hambatan dan konflik sosial. Contohnya, kata pembantu memiliki konotasi yang agak rendah atau tidak terhormat, dan orang yang memiliki profesi tersebut akan lebih senang jika disebut pramuwisma. 2. Sebagai alat untuk merahasiakan sesuatu Kata-kata yang dimaksudkan bertujuan untuk merahasiakan sesuatu dari seseorang untuk menghindari menyakiti perasaan seseorang. Misalnya dalam dunia kedokteran, eufemisme tidak hanya digunakan untuk menghaluskan ucapan, tetapi juga digunakan untuk merahasiakan
24 sesuatu. Seperti penyakit- penyakit yang bebahaya dan dapat menimbulkan rasa khawatir pada orang yang menderitanya. 3. Sebagai alat untuk berdiplomasi Eufemisme biasa digunakan oleh para pemimpin atau para pejabat untuk menghargai atau memuaskan bawahan atau rakyatnya agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya, dalam petemuan rapat seorang pemimpin mengatakan akan menampung atau mempertimbangkan usul-usul yang diajukan oleh peserta rapat walaupun sebenanya usul tersebut ditolak. Hal ini dilakukan untuk menghargai para pemberi saran. 4. Sebagai alat pendidikan Penghalusan ucapan sebagai sarana edukatif untuk anak-anak khususnya. Hal ini untuk menghindari penyebutan secara langsung katakata yang bernilai rasa kurang sopan. Seperti penyebutan pipis buang air kecil, guguk anjing dan sebagainya. 5. Sebagai alat penolak bahaya Ketentraman, keselamatan, dan kesejahteraan sangatlah penting bagi kehidupan manusia. Dengan menggunakan sejumlah kata eufemisme merupakan salah satu cerminan usaha manusia untuk memperoleh ketentraman, keselamatan, dan kesejahteraan. Misalnya, dalam masyarakat Jawa kata tikus diganti dengan kata denbagus. Hal ini dilakukan agar mereka tidak mendapat gangguan dari binatang tersebut Fungsi Eufemisme Saat Among-among dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa
25 Ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat membagikan among-among kepada anak-anak adalah sebagai berikut : Ngupahikakangkawahadi ari-arisenglahirtinggalsedino Glos cermat: memberi abang air ketuban uri-uri yang lahir tinggal sehari karosijabangbayisengenengnangkandungansipolan. Glos cermat : sama si calon bayi yang ada dalam kandungan si nama ibu Sengmomongjabangbayisupayalaherselamet, segourapiki Glos cermat : yang jaga calon bayi supaya lahir selamat, nasi urap ini dibagikelare-laremenkabulhayatinipun.. Glos cermat : dibagi ke anak-anak biar terkabul baik niat Glos lancar : Memberi permintaan pada penjaga calon bayi yang lahir bersamaan dengan bayi yang ada dalam kandungan ibu. Diharapkan agar bayi lahir selamat, nasi urap ini dibagikan kepada anak-anak agar terkabul niat baiknya. Fungsi eufemisme dari ujaran di atas adalah sebagai berikut : 1. Sebagai alat untuk menghaluskan bahasa yang terdapat pada kata larelare, dan hayati nipun. Kata lare-lare dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata anak-anak dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu anak-anak. Kata hayati
26 nipun bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata kajate dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu niat baik atau nazar. 2. Sebagai alat untuk merahasiakan sesuatu yang terdapat pada kalimat kakang kawah adi ari-ari. Kalimat ini memiliki arti tersendiri bagi masyarakat jawa dalam upacara tujuh bulanan yaitu dipercaya bahwa kakang kawah adi ari-ari adalah abang adik yang ada disisi kanan dan kiri yang menjaga bayi dalam kandungan ibunya. Abang adik tersebut adalah uri-uri yang menjadi bantal bayi saat dalam kandungan. Saat bayi sudah lahir uri-uri tersebut dikuburkan dan kuburannya diberi penerangan seperti lampu. Setelah uri-uri yang dikuburkan berusia 40 hari, roh uri-uri tersebut akan kembali ke dalam perut ibu untuk menjadi bantalan bayi jika ibu kembali mengandung. 3. Sebagai alat penolak bahaya yang terdapat pada kata ngupahi kakang kawah adi ari-ari. Kata ngupahi dalam bahasa Indonesia berarti memberi. Kata memberi pada potongan kata tersebut memiliki arti yaitu memenuhi semua keinginan calon bayi yang ada dalam kandungan ibu beupa nasi among-among yang dibagikan kepada anak-anak agar lahir dengan selamat tanpa ada halangan apapun. Ujaran yang digunakan dalam contoh fungsi eufemisme di atas adalah bahasa Jawa ngoko. Sementara, bahasa yang seharusnya digunakan dalam upacara tujuh bulanan adalah bahasa Jawa krama inggil. Jika dilihat dari contoh ujaran di
27 atas, maka terjadi pergeseran dan pemertahanan bahasa saat among-among dalam upacara tujuh bulanan. Pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan dari suatu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain. Pergeseran bahasa yang menyangkut penggunaan bahasa oleh seorang penutur akibat pepindahan dari masyarakat tutur ke masyarakat tutur yang lain juga terjadi pada masyarakat di Desa Galang, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa, bahasa yang digunakan tidak sama dengan bahasa yang digunakan pada upacara tujuh bulanan adat Jawa pada masyarakat asli yang tinggal di pulau Jawa yaitu bahasa Jawa krama inggil. Bahasa yang digunakan dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa pada masyarakat Jawa yang tinggal di Galang adalah bahasa Jawa campuran yaitu mencampurkan bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko. Pergeseran bahasa yang terjadi dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa pada masyarakat Galang disebabkan oleh beberapa hal yaitu : 1. Tidak adanya penutur asli bahasa Jawa krama inggil dalam upacara tujuh bulanan yang tinggal di Desa Galang, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. 2. Kurangnya pengetahuan generasi muda mengenai bahasa Jawa krama inggil di Desa Galang, Kecamatan Galang, Kabupaten Deli Serdang. 3. Lingkungan tempat tinggal juga dapat memberi dampak pada pemertahanan bahasa. Jika masyarakat yang tinggal di daerah sekitar rumah tidak
28 menggunakan bahasa Jawa krama inggil, maka semakin sedikit penutur bahasa Jawa krama inggil. Pergeseran bahasa ini terjadi pada semua ujaran saat upacara tujuh bulanan berlangsung, berikut penjelasan mengenai pergeseran bahasa yang terjadi Pergeseran bahasa yang terjadi saat among-among dalam upacara tujuh bulanan adat jawa. Bahasa Jawa krama inggil yang digunakan saat among-among dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa adalah sebagai berikut Amaringikakangkawahadiari-ariengkangmbabarkamben Glos cermat : memberi abang air ketuban uri-uri yang lahir tinggal sedintensijabangbayiengkangwontenkandutansipolan. Glos cermat : sehari si calon bayi yang ada kandungan si nama ibu, engkangngeruktijabangbayisupadosmbabarwilujeng. Glos cermat : yang jaga calon bayi supaya lahir selamat. Sakepurapporo-porodumatenglare-larekersanepunkabul Glos cermat : Nasi urap bagi-bagi bersama anak-anak biar terkabul hayatinipun. Glos cermat : baik niat. Glos lancar : Memberi permintaan pada penjaga calon bayi yang lahir bersamaan dengan bayi yang ada dalam kandungan ibu. Diharapkan agar bayi lahir selamat, nasi urap ini dibagikan kepada anak-anak agar terkabul niat baiknya.
29 Bahasa Jawa ngoko yang digunakan saat among-among dalam upacara tujuh bulanan oleh masyarakat Jawa di desa Galang adalah sebagai berikut : Ngupahikakangkawahadi ari-arisenglahertinggalsedino Glos cermat: memberi abang air ketuban uri-uri yang lahir tinggal sehari karosijabangbayisengenengnangkandungansipolan. Glos cermat : sama si calon bayi yang ada dalam kandungan si nama ibu sengmomongjabangbayisupayalaherselamet.segourapiki Glos cermat : yang jaga calon bayi supaya lahir selamat. Nasi urap ini dibagikarolare-larebagen kabulhayatinipun. Glos cermat : dibagi bersama anak-anak biar terkabul baik niat Glos lancar : Memberi permintaan pada penjaga calon bayi yang lahir bersamaan dengan bayi yang ada dalam kandungan ibu. Diharapkan agar bayi lahir selamat, nasi urap ini dibagikan kepada anak-anak agar terkabul niat baiknya. Pergeseran antara bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko saat among-among dalam upacara tujuh bulanan adat jawa pada masyarakat Jawa di Desa Galang terdapat pada kata-kata berikut :
30 Pergeseran Bahasa Saat Among-among dalam Upacara Tujuh Bulanan Bahasa Jawa Krama Inggil Bahasa Jawa Ngoko (Desa Galang Kab. Deli Serdang) Arti amaringi ngupahi memberi engkang seng yang mbabar laher lahir amben tinggal tinggal sedinten sedino sehari wonten eneng ada kandutan kandungan kandungan ngerukti momong menjaga supados supaya supaya wilujeng selamet selamat sakep sego nasi poro-poro dibagi bagi-bagi; dibagi dumateng karo bersama Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa banyak kata yang bergeser dari bahasa Jawa krama inggil ke bahas Jawa ngoko. Jika terdapat pergeseran bahasa dalam ujaran, maka terdapat pula pemertahanan bahasa yang masih digunakan. Pemertahanan bahasa (language maintenance) berkaitan dengan masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa, untuk tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya. Dalam pemertahanan bahasa, komunitas
31 secara kolektif memutuskan untuk terus digunakan secara tradisional. Ketika sebuah komunitas tutur mulai memilih bahasa baru dalam daerah sebelumnya dicadangkan untuk yang lama, inilah proses pemertahanan bahasa itu. Ada beberapa faktor yang menyebabkan bahasa Jawa krama inggil masih bertahan pada masyarakat di Desa Galang walaupun tergolong sangat sedikit dan mencampurkan bahasa Jawa krama inggil dengan bahasa Jawa ngoko khususnya pada acara tujuh bulanan. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : 1. Keyakinan yang berhubungan dengan kepercayaan bahwa bahasa ibu adalah yang pertama yang harus diajarkan kepada anak, walaupun hanya sedikit bahasa ibu yang masih mengajarkan bahasa Jawa krama inggil pada anaknya. 2. Bahasa Jawa krama inggil yang masih bertahan dalam kategori sedikit, karena penutur masih merasa bahwa bahasa Jawa memiliki nilai-nilai leluhur yang harus diajarkan secara turun-temurun terlebih pada saat ada upacara-upacara adat seperti kehamilan, pernikahan, kematian, dan sebagainya. 3. Penutur yang tinggal di desa Galang dan masih menggunakan bahasa Jawa krama inggil pada saat upacara-upacara adat dilakukan, berkeyakinan bahwa bahasa Jawa krama inggil memiliki derajat kesantunan dan keluhuran yang berguna dalam hidup bermasyarakat. Pemertahanan bahasa Jawa krama inggil dalam upacara tujuh bulanan sangat sedikit. Pemertahanan bahasa Jawa pada upacara ini dapat dilihat dari
32 jumlah eufemisme yang terdapat pada setiap prosesi upacara tujuh bulanan berlangsung. Pemertahanan antara bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko saat among-among dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa pada masyarakat Jawa di Desa Galang hanya terdapat pada kata-kata berikut : Pemertahanan Bahasa Saat Among-among dalam Upacara Tujuh Bulanan Bahasa Jawa Krama Inggil Bahasa Jawa Ngoko (Desa Galang Kab. Deli Serdang) Arti lare-lare lare-lare anak-anak hayati nipun hayati nipun niat baik atau nazar Pergeseran dan pemertahanan bahasa tidak hanya terjadi pada kata-kata dari ujaran di atas. Pelaksanaan among-among dalam upacara tujuh bulanan pada masyarakat Galang berbeda pada ujaran yang seharusnya seperti pada masyarakat yang tinggal di Jawa, khususnya Jawa Tengah. Among-among pada masyarakat Jawa di Jawa Tengah adalah nasi urap beserta lauknya seperti ikan asin, telur, dan kerupuk dibungkus dengan daun pisang lalu dibagikan kepada anak-anak, tetangga dan saudara. Tetapi pada masyarakat Galang, among-among dalam upacara tujuh bulanan, nasi urap beserta lauknya masih bertahan. Tetapi pembungkus untuk nasi sudah bergeser menjadi kertas nasi.
33 4.2.2 Fungsi Eufemisme Saat Siraman dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa berikut : Ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat siraman adalah sebagai Maturkeselametansengbawersodesokene disatuken Glos cermat : Meminta keselamatan yang menunggu desa sini disatukan sipolan nyenengkebanyusukobanyu Glos cemat : si nama ibu yang mengandung menyenangi air suko air suci.sucikersaneallah. Temekkanesangangwulansedosodinten Glos cermat : suci. Suci ridho Allah. Sesudahnya sembilan bulan sepuluh hari. mengkolaherdiparengigangsar, warasselametoraono Glos cermat : nanti lahir bersama mudah, sehat selamat tidak ada gangguanopo-opo. Glos cermat : gangguan apa-apa. Glos lancar : Meminta keselamatan pada makhluk yang dipercaya sebagai penunggu desa ini diminta untuk tidak mengganggu ibu yang sedang mengandung yang menyukai air bersih atau suci, suci karena ridho Allah. Sesudahnya sembilan bulan sepuluh hari lahirnya mudah, sehat tidak ada halangan apapun.
34 Fungsi eufemisme dari ujaran di atas adalah sebagai berikut : 1. Sebagai alat untuk menghaluskan ucapan terdapat pada kata matur, dan bawerso. Kata matur dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata nembung dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu memohon, meminta. Kata bawerso bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata deme dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu jin, iblis, makhluk halus penunggu suatu daerah. 2. Sebagai alat penolak bahaya yaitu membaca sholawat nabi meminta perlindungan Allah saat proses siraman yang bertujuan agar makhluk halus yang dipercaya masyarakat setempat tidak mengganggu ayah, ibu dan bayi yang akan dilahirkan. Ujaran yang digunakan dalam contoh fungsi eufemisme di atas adalah bahasa Jawa ngoko. Sementara, bahasa yang seharusnya digunakan dalam upacara tujuh bulanan adalah bahasa Jawa krama inggil. Jika dilihat dari contoh ujaran di atas, maka terjadi pergeseran dan pemertahanan bahasa saat among-among dalam upacara tujuh bulanan. Pergeseran bahasa ini terjadi pada semua ujaran saat upacara tujuh bulanan berlangsung, berikut penjelasan mengenai pergeseran bahasa yang terjadi Pergeseran bahasa yang terjadi saat siraman alam upacara tujuh bulanan adat Jawa. Bahasa Jawa krama inggil yang digunakan saat siraman dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa adalah sebagai berikut Matur kawilujenganengkangbawersodusunmriki
35 Glos cermat : Meminta keselamatan yang menunggu desa sini dadosakensipolanngawontennakentuyopetaktuyosuci, Glos cermat : disatukan si nama ibu menyukaiair suka air suci, sucikersaneallah. Sakduginipunsangangwulansedosodinten Glos cermat : suci karena Allah. Temukan Sembilan bulan sepuluh hari sakmangkembabardiparengigangsar, sehatwilujengmboten Glos cermat : nanti lahir bersama mudah, sehat selamat tidak wontenrubidopenopo. Glos cermat : ada halangan apa-apa. Glos lancar : Meminta keselamatan pada makhluk yang dipercaya sebagai penunggu desa ini diminta untuk tidak mengganggu ibu yang sedang mengandung yang menyukai air bersih atau suci, suci karena ridho Allah. Saat sudah Sembilan bulan sepuluh hari lahirnya mudah, sehat tidak ada halangan apapun. Bahasa Jawa ngoko yang digunakan saat siraman dalam upacara tujuh bulanan oleh masyarakat Jawa di Desa Galang adalah sebagai berikut Matur keselametansengbawersodesokene disatuken Glos cermat : Meminta keselamatan yang menunggu desa sini disatukan
36 sipolan nyenengkebanyusukobanyu Glos cemat : si nama ibu yang mengandung menyukai air suka air suci. SucikersaneAllah. Temekkanesangangwulansedosodinten Glos cermat : suci. Suci ridho Allah. Temukan sembilan bulan sepuluh hari mengkolaherdiparengi gangsar, warasselametoraono Glos cermat : nanti lahir bersama mudah, sehat selamat tidak ada gangguanopo-opo. Glos cermat : gangguan apa-apa. Glos lancar : Meminta keselamatan pada makhluk yang dipercaya sebagai penunggu desa ini diminta untuk tidak mengganggu ibu yang sedang mengandung yang menyukai air bersih atau suci, suci karena ridho Allah. Saat sudah Sembilan bulan sepuluh hari lahirnya mudah, sehat tidak ada halangan apapun. Pergeseran antara bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko saat siraman dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa pada masyarakat Jawa di Desa Galang terdapat pada kata-kata berikut :
37 Pergeseran Bahasa Saat Siraman Dalam Upacara Tujuh Bulanan Bahasa Jawa Bahasa Jawa Ngoko Arti Karama Inggil (Desa Galang Kab. Deli Serdang) kawilujengan engkang dusun riki dadosaken ngawontennaken tuyo petak sakduginipun sakmangke mbabar wilujeng mboten wonten rubido keselametan seng deso kene disatuken nyenengke banyu suko temekkane mengko laher selamet ora ono gangguan keselamatan yang desa sini disatukan menyukai air suka temukan nanti lahir selamat tidak da halangan; gangguan Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa banyak kata yang bergeser dari bahasa Jawa krama inggil ke bahas Jawa ngoko. Jika terdapat pergeseran bahasa dalam ujaran, maka terdapat pula pemertahanan bahasa yang masih digunakan.
38 Pemertahanan bahasa (language maintenance) berkaitan dengan masalah sikap atau penilaian terhadap suatu bahasa, untuk tetap menggunakan bahasa tersebut di tengah-tengah bahasa lainnya. Dalam pemertahanan bahasa, komunitas secara kolektif memutuskan untuk terus digunakan secara tradisional. Ketika sebuah komunitas tutur mulai memilih bahasa baru dalam daerah sebelumnya dicadangkan untuk yang lama, inilah proses pergerseran bahasa itu. Pemertahanan bahasa Jawa krama inggil dalam upacara tujuh bulanan sangat sedikit. Pemertahanan bahasa Jawa pada upacara ini dapat dilihat dari jumlah eufemisme yang terdapat pada setiap prosesi upacara tujuh bulanan berlangsung. Pemertahanan antara bahasa Jawa krama inggil dan bahasa Jawa ngoko saat siraman dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa pada masyarakat Jawa di Desa Galang hanya terdapat pada kata-kata berikut : Pemertahanan Bahasa Saat Siraman Dalam Upacara Tujuh Bulanan Bahasa Jawa Krama Inggil Bahasa Jawa Ngoko (Desa Galang Kab. Deli Serdang Arti matur matur memohon, meminta bawerso bawerso jin, iblis, makhluk halus penunggu suatu daerah sanngang wulan sangang wulan sembilan bulan sedoso dinten sedoso dinten sepuluh hari
39 Pergeseran dan pemertahanan bahasa tidak hanya terjadi pada kata-kata dari ujaran di atas. Pelaksanaan siraman dalam upacara tujuh bulanan pada masyarakat Galang berbeda pada ujaran yang seharusnya seperti pada masyarakat yang tinggal di Jawa, khususnya Jawa Tengah. Siraman pada masyarakat Jawa yang ada di Jawa Tengah hanya pada ibu yang menggandung dengan menggunakan rangkaian bunga melati yang dikalungkan dari leher sampai dada ibu, siraman juga dilakukan dengan menggunakan batok kelapa. Sedikit berbeda pada masyarakat di Desa Galang yaitu, siraman juga berlaku bagi ayah dari calon bayi yang akan dilahirkan. Pada proses ini, ayah juga ikut dimandikan bersama dengan ibu. Masyarakat di Desa Galang juga tidak menggunakan gayung yang terbuat dari batok, melainkan dari gayung plastik. Ibu yang mengandung juga tidak lagi dikalungkan dengan rangkaian bunga melati dengan alasan sulitnya mencari bunga melati asli dan sulit mencari orang yang dapat merangkai bunga tersebut. Walaupun pelaksanaan siraman pada upacara tujuh bulanan pada masyarakat di Desa Galang berbeda sedikit dengan masyarakat Jawa Tengah, tetapi sama-sama masih menggunakan bunga macan kera dan air dari tujuh sumur. Bunga macan kera terdiri dari bunga, jeruk purut, kunyit, kedaung, dan lain-lain Fungsi Eufemisme Saat Makan Bubur dalam Upacara Tujuh Bulanan Adat Jawa Ujaran yang digunakan oleh sesepuh desa saat makan bubur adalah sebagai berikut : Menuhi idam-idamanejabangbayisengenengnangkandungan.
40 Glos cermat : Memenuhi keinginan calon bayi yang ada di kandungan. Temekkanesangangwulansepolohdinten, mengkonek nyakiti Glos cermat : Sesudahnya sembilan bulan sepuluh hari, nanti kalau nyakiti ojosuwi-suwi. Mergoidam-idamanepunwesdienengkeikidinten. Glos cermat : jangan lama-lama. Nanti keinginan sudah dipenuhi ini hari. Mudah-mudahangangsar, warasselametoraonogangguan Glos cermat : Mudah-mudahan lancar, sehat selamat tidak ada gangguan opo-opo. Glos cermat : apa-apa. Glos lancar : Memenuhi keinginan calon bayi yang ada di dalam kandungan ibunya. Saat sudah sembilan bulan sepuluh hari, kalau nyakiti jangan lama-lama karena permintaannya sudah dituruti hari ini. Mudah-mudahan lancar, sehat selamat tidak ada halangan apapun. Fungsi eufemisme dari ujaran di atas adalah sebagai berikut : 1. Sebagai alat untuk menghaluskan ucapan yang terdapat pada kata idamidamanepun, dan sangang wulan dan sepoloh dinten. Kata idamidamanepun dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata idam-idamane dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu keinginan. Kata sangang wulan bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata sangang bulan
41 dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu sembilan bulan. Kata sepoloh dinten dalam bahasa Jawa krama inggil digunakan untuk menggantikan kata sepoloh dino dalam bahasa Jawa ngoko, yang memiliki arti dalam bahasa Indonesia yaitu sepuluh hari. 2. Sebagai alat penolak bahaya yaitu diharapkan agar bayi yang akan lahir dalam keadaan sehat dan tidak ada halangan apapun karena apa yang diinginankan bayi yang ada dalam kandungan ibunya sudah dipenuhi. Diharapkan juga saat ibu yang mengandung memakan bubur procot agar nanti saat melahirkan mudah dan tidak akan merasakan sakit. Ujaran yang digunakan dalam contoh fungsi eufemisme di atas adalah bahasa Jawa ngoko. Sementara, bahasa yang harusnya digunakan dalam upacara tujuh bulanan adalah bahasa Jawa krama inggil. Jika dilihat dari contoh ujaran di atas, maka terjadi pergeseran dan pemertahanan bahasa saat makan bubur dalam upacara tujuh bulanan. Pergeseran bahasa ini terjadi pada semua ujaran saat upacara tujuh bulanan berlangsung, berikut penjelasan mengenai pergeseran bahasa yang terjadi Pergeseran bahasa yang terjadi saat memakan bubur dalam upacara tujuh bulanan adat jawa. Bahasa Jawa krama inggil yang digunakan saat siraman dalam upacara tujuh bulanan adat Jawa adalah sebagai berikut : Amiranteniidam-idamanesijabangbayiengkangwonten Glos cermat : Memenuhi keinginan si calon bayi yang ada kandutan. Sakduginipunsangangwulansedosodintensemangke
42 Glos cermat : kandungan. Temukan sembilan bulan sepuluh hari nanti menawibadesampundangu-dangu.amargiidam-idamane Glos cermat : kalau nyakiti jangan lama-lama. Karena keinginan kawontenakenmenikodinten. Mugi-mugigangsar, waras Glos cermat : diadakan ini hari. Mudah-mudahan lancar, sehat wilujengmbotenwontenrubido penopo. Glos cermat : selamat tidak ada halangan apa-apa. Glos lancar : Memenuhi keinginan calon bayi yang ada di dalam kandungan ibunya. Saat sudah sembilan bulan sepuluh hari, kalau nyakiti jangan lama-lama karena permintaannya sudah dituruti hari ini. Mudah-mudahan lancar, sehat selamat tidak ada halangan apapun. Bahasa Jawa ngoko yang digunakan saat makan bubur dalam upacara tujuh bulanan oleh masyarakat Jawa di desa Galang adalah sebagai berikut : Menuhiidam-idamane jabangbayisengenengnangkandungan. Glos cermat : Memenuhi keinginan calon bayi yang ada di kandungan. Temekkanesangangwulansedosodinten, mengkoneknyakiti Glos cermat : Temukan sembilan bulan sepuluh hari, nanti kalau nyakiti ojosuwi-suwi. Mergoidam-idamanepunwesdienengkeikidino. Glos cermat : jangan lama-lama. Karena keinginan sudah dipenuhi ini hari.
ASPEK PENDIDIKAN SPIRITUAL DALAM PROSESI INJAK TELUR PADA UPACARA PERKAWINAN ADAT JAWA
ASPEK PENDIDIKAN SPIRITUAL DALAM PROSESI INJAK TELUR PADA UPACARA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus di Desa Palur Kecamatan Mojolaban Kabupaten Sukoharjo) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang biasanya diperoleh dari orang tuanya. Nama tersebut merupakan pertanda
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang hidup ditengah-tengah masyarakat pasti mempunyai nama, yang biasanya diperoleh dari orang tuanya. Nama tersebut merupakan pertanda eksistensi
Lebih terperinci5.1. KESIMPULAN FAKTUAL
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. KESIMPULAN FAKTUAL 1. Upacara Tingkapan di Desa Sipaku Area diartikan sebagai pitulungan, yang memiliki maksud bahwa tujuan dilaksanakannya upacara adalah untuk memohon
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS RITUAL MOLANG AREH
BAB IV ANALISIS RITUAL MOLANG AREH A. Prosesi Pelaksanaan Ritual Molang Areh Terdapat suatu aspek solidaritas primordial dari tradisi ritual molang areh adalah adat istiadat yang secara turun temurun dilestarikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan sesuatu yang sangat penting yang dimiliki oleh manusia. Pada dasarnya bahasa digunakan sebagai sarana komunikasi dalam kehidupan manusia untuk
Lebih terperinciJurnal Ilmiah. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1
VARIASI BAHASA JAWA PADA PERCAKAPAN NASABAH DAN DEBT COLLECTOR KSU LANGGENG DHANA MAKMUR DI KAB. NGAWIBESERTA IMPLEMENTASI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAERAH DI SMP N 1 SINE Jurnal Ilmiah Untuk Memenuhi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau yang tentunya pulau-pulau tersebut memiliki penduduk asli daerah yang mempunyai tata cara dan aspek-aspek
Lebih terperinciPENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa.
1 PENDAHULUAN Bahasa Jawa adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa untuk berkomunikasi antarsesama masyarakat Jawa. Dalam interaksi sosial masyarakat Jawa, lebih cenderung menggunakan komunikasi
Lebih terperinciANALISIS KALIMAT PERINTAH PADA CERITA ANAK DALAM SURAT KABAR SOLOPOS EDISI OKTOBER-DESEMBER 2012
ANALISIS KALIMAT PERINTAH PADA CERITA ANAK DALAM SURAT KABAR SOLOPOS EDISI OKTOBER-DESEMBER 2012 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Pendidikan
Lebih terperinciWujud Cerita Panglima Besar dalam Masyarakat Desa Sei Nagalawan. merupakan panglima yang tinggal di Desa Sei Nagalawan. Tokoh Panglima Besar
LAMPIRAN 1 Wujud Cerita Panglima Besar dalam Masyarakat Desa Sei Nagalawan Bagi sebagian masyarakat di Desa Sei Nagalawan cerita Panglima Besar ini tidak asing lagi, banyak orang berpendapat bahwasannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku, bangsa, adat istiadat, agama, bahasa, budaya, dan golongan atas dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penggunaan kalimat tersebut juga harus memperhatikan susunan kata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia membutuhkan alat untuk berkomunikasi dalam masyarakat. Kalimat berperan penting sebagai wujud tuturan dalam berkomunikasi dan berinteraksi sesama manusia. Penutur
Lebih terperinciUPACARA PENDAHULUAN
www.ariefprawiro.co.nr UPACARA PENDAHULUAN I Pasang Tarub & Bleketepe Bleketepe adalah daun kelapa yang masih hijau dan dianyam digunakan sebagai atap atau tambahan atap rumah. Tarub yang biasanya disebut
Lebih terperinciPersepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Bubak Kawah di Desa Kabekelan Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen
Persepsi Masyarakat Terhadap Tradisi Bubak Kawah di Desa Kabekelan Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen Oleh: Mentari Nurul Nafifa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa mentarinurul.93@gmail.com
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu penelitian
61 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif yaitu penelitian yang mendeskripsikan apa saja yang saat ini berlaku, khususnya dalam bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi
Lebih terperinciREALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI
REALISASI TINDAK TUTUR DIREKTIF MEMINTA DALAM INTERAKSI ANAK GURU DI TK PERTIWI 4 SIDOHARJO NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa,
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kehidupan masyarakat Jawa di Dusun Jatirejo tidak dapat dilepaskan dari serangkaian kegiatan upacara yang berkaitan dengan siklus daur hidup, dimana dalam siklus daur hidup
Lebih terperinciApakah 3 bulanan (Telonan), 7 bulanan (Mitoni dan Tingkepan) masa kehamilan, bagian dari Ajaran Islam?
Apakah 3 bulanan (Telonan), 7 bulanan (Mitoni dan Tingkepan) masa kehamilan, bagian dari Ajaran Islam? Seorang mantan Pandita Hindu ditanya; [Sebelum masuk Islam beliau bernama Pandita Budi Winarno, setelah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis
BAB III METODE PENELITIAN Bagian ini menjelaskan langkah-langkah yang berkaitan dengan jenis penelitian, data dan sumber data, pengembangan instrumen, prosedur pengumpulan data, dan prosedur pengolahan
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di lingkungan masyarakat Sunda Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat. Upacara adat Ngaras kerap ditemukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tradisi di dalam masyarakat. Sebuah siklus kehidupan yang tidak akan pernah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peninggalan kebudayaan tidak sama halnya dengan warisan, yang secara sengaja diwariskan dan jelas pula kepada siapa diwariskan. Kebudayaan merupakan suatu rekaman kehidupan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Saparan di Kaliwungu Kabupaten Kendal Pelaksanaan tradisi Saparan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil pembahasan Bab IV terdahulu, maka peneliti rumuskan kesimpulan dan saran sebagai berikut: A. KESIMPULAN 1. Kesimpulan umum Budaya tolak bala masih tetap dipertahankan
Lebih terperinciPANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO
PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com
Lebih terperinciTRADISI MITONI DI YOGYAKARTA. Theresiana Ani Larasati
TRADISI MITONI DI YOGYAKARTA Theresiana Ani Larasati Meskipun zaman telah berkembang sedemikian modern, namun sebagian warga masyarakat Yogyakarta tidak serta merta meninggalkan budaya luhur warisan para
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman suku bangsa dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman suku bangsa dan keanekaragaman kebudayaan, setiap suku bangsa memiliki bermacam-macam tradisi dan keunikan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya pada dasarnya merupakan cara hidup yang berkembang, dimiliki dan diwariskan manusia dari generasi ke generasi. Setiap bangsa memiliki kebudayaan, meskipun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (2003:53) mengatakan bahwa bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Sumatera Barat merupakan daerah yang sebagian besar masyarakatnya menggunakan bahasa Minangkabau dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dalam kehidupan sehari-hari.
Lebih terperinciBAB VI SIMPULAN DAN SARAN
198 BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Simpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa ritual kaghotino buku merupakan tradisi masyarakat Muna dengan sistem pewarisan menggunakan lisan yang dilahirkan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain:
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Penelitian tentang alih kode dan campur kode, sudah banyak diteliti oleh para peneliti sebelumnya. Namun sejauh ini belum ada yang melakukan penelitian
Lebih terperinci1. WARISAN BUDAYA BENDA DAN TAK BENDA KABUPATEN BULUNGAN. Jenis Warisan Budaya : Cagar Budaya ( Warisan Budaya Benda )
1. WARISAN BUDAYA BENDA DAN TAK BENDA Jenis Warisan Budaya : Cagar Budaya ( Warisan Budaya Benda ) Jenis Benda ( Cagar Budaya ) : Keraton/Musium Kesultanan Bulungan : Kec. Tanjung Palas. Kab. Bulungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana, 1982:17). Bahasa
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis Penelitian. sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan sosiolinguistik. Penelitian kualitatif di sini menggunakan jenis penelitian yang bersifat
Lebih terperinciSoedjono-Tresno Private High School (STPHS) (I)
CHAPTER 1 Soedjono-Tresno Private High School (STPHS) (I) Kepala Sekolah Soedjono-Tresno Private High School atau STPHS, Christoper Rumbewas, menerima sejumlah buku, berkas siswa, dan juga seragam sekolah
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis setiap gambar yang dipilih dari video mapping Revitalisasi Kota Tua Jakarta pembahasan yang didasarkan pemikiran yang menggunakan semiotika signifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki makna yang sama. Salah satu fungsi dari bahasa adalah sebagai alat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan cerminan dari suatu masyarakat penuturnya dan karya manusia yang hidup. Sebagai sesuatu yang hidup, ia mengalami perkembangan; yaitu mengalami
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA, Menimbang : a. bahwa untuk memperjelas tugas dan kewajiban pimpinan
Lebih terperinciKajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo
Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Oleh: Ade Ayu Mawarni Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa adeayumawarni@yahoo.com Abstrak: Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk Ijab dan Qabul. Dalam pernikahan yang dimaksud dengan "ijab
Lebih terperinciKajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen
Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen Oleh: Heira Febriana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Febrianahera@gmail.com Abstrak: Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Suku Batak terdiri dari lima bagian yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pak-pak Dairi, dan Batak Angkola Mandailing.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang menganut paham demokrasi dan memiliki 33 provinsi. Terdapat lebih dari tiga ratus etnik atau suku bangsa di Indonesia,
Lebih terperinciEntahlah, suamiku. Aku juga tidak pernah berbuat jahat dan bahkan selalu rajin beribadah, jawab sang isteri sambil menahan air mata.
Hikayat Cabe Rawit Alkisah, pada zaman dahulu hiduplah sepasang suami-isteri di sebuah kampung yang jauh dari kota. Keadaan suami-isteri tersebut sangatlah miskin. Rumah mereka beratap anyaman daun rumbia,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi
BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,
Lebih terperinciPEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA
PEMAKAIAN BAHASA JAWA OLEH SANTRI PONDOK PESANTREN HADZIQIYYAH KABUPATEN JEPARA Himawatul Azmi Nur dan Prembayun Miji Lestari Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, FBS, Universitas Negeri Semarang ABSTRAK Tujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor linguistik, tetapi juga faktorfaktor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup dalam masyarakat tidak hanya sebagai sosok individu, akan tetapi juga sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dan bekerja sama. Sebagai
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di masyarakat Betawi Kampung Setu Babakan, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa Propinsi DKI Jakarta. Lokasi
Lebih terperincipenjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 500
bab 1 penjumlahan dan pengurangan bilangan sampai 500 tema 1 diri sendiri liburan ke kota tema 2 keluarga keluargaku tema 3 lingkungan lingkungan sekolah tema 4 kebersihan kesehatan keamanan (k3) kerja
Lebih terperinciIMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA WACANA PEMBUKA RAPAT DINAS DI TINGKAT KELURAHAN BERLATAR BELAKANG BUDAYA JAWA NASKAH PUBLIKASI
IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA WACANA PEMBUKA RAPAT DINAS DI TINGKAT KELURAHAN BERLATAR BELAKANG BUDAYA JAWA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan
Lebih terperinciPRONOMINA OF CENTRAL JAVA LANGUAGE SOLO DIALECT
1 PRONOMINA OF CENTRAL JAVA LANGUAGE SOLO DIALECT Sri Suharti 1, Charlina 2, Mangatur Sinaga 3 srisuharti2525@gmail.com, charlinahadi@yahoo.com, sinaga.mangatur83162@gmail.com Hp: 085375625225 Faculty
Lebih terperinciTugas Seorang. Istri
Tugas Seorang Istri Seorang wanita yang mengetahui bahwa peranannya sebagai istri merupakan suatu tanggung jawab besar, adalah orang yang bijaksana. Ia sudah siap untuk menerima petunjuk dari Allah bagaimana
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
ASPEK PENDIDIKAN NILAI RELIGIUS DALAM PROSESI LAMARAN PADA PERKAWINAN ADAT JAWA (Studi Kasus Di Dukuh Sentulan, Kelurahan Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi
Lebih terperinciProceeding IICLLTLC
KAJIAN TINDAK TUTUR PEDAGANG SUVENIR DI PANTAI PANGANDARAN BERDASARKAN PERSPEKTIF GENDER (Tinjauan Sosiolinguistik) Tri Pujiati 1 Rai Bagus Triadi 2 Sastra Indonesia, Fakultas Sastra Universitas Pamulang
Lebih terperinciBENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN
BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN Oleh : Ade Reza Palevi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa aderezahidayat@yahoo.co.id ABSTRAK
Lebih terperinciBENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI
BENTUK KALIMAT IMPERATIF OLEH GURU DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI MTS MUHAMMADIYAH 4 TAWANGHARJO KABUPATEN WONOGIRI NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari pulau-pulau dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari pulau-pulau dan penduduk yang padat. Sebagaimana dalam Wikipedia (2012) bahwa Indonesia adalah negara kepulauan
Lebih terperinciRealisasi Tuturan dalam Wacana Pembuka Proses Belajar- Mengajar di Kalangan Guru Bahasa Indonesia yang Berlatar Belakang Budaya Jawa
REALISASI TUTURAN DALAM WACANA PEMBUKA PROSES BELAJARMENGAJAR DI KALANGAN GURU BAHASA INDONESIA YANG BERLATAR BELAKANG BUDAYA JAWA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 10 2006 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN MENGHARAP BERKAT DAN RAHMAT ALLAH SUBHANAHU WATA ALA,
Lebih terperinciNILAI PENDIDIKAN RELIGI PADA UPACARA SELAPANAN DALAM TRADISI ADAT JAWA (Studi Kasus di Desa Talang Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten)
NILAI PENDIDIKAN RELIGI PADA UPACARA SELAPANAN DALAM TRADISI ADAT JAWA (Studi Kasus di Desa Talang Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai
Lebih terperinciBAB 1: ASAL MULA KEJADIAN
BAB 1: ASAL MULA KEJADIAN KELAHIRANKU Ternyata proses kelahiranku itu dahsyat, saat pasangan suami istri melakukan hubungan intim, maka bisa jadi sang istri hamil. Kehamilan terjadi saat sperma masuk ke
Lebih terperinciDHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG
DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makhluk-nya. Ikatan suci ini adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-nya. Ikatan suci ini adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya
Lebih terperinciDalam pelajaran ini saudara akan mempelajari...
Tugas Seorang Suami Seorang pemuda yang bahagia dengan cepat pulang ke rumah untuk memberitahukan orang tuanya kabar baik bahwa pacarnya telah berjanji untuk menikahinya. Tetapi sang ayah, daripada menanggapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DATA. A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya. untuk menghasilkan keturunan. kedua, sebagai wujud untuk saling
BAB IV ANALISA DATA A. Analisa Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya Makna Pernikahan di Gereja Bethany Nginden Surabaya bisa tergolong memiliki makna, Diantara makna tersebut bisa di bilang
Lebih terperinciAlat Sintaksis. Kata Tugas (Partikel) Intonasi. Peran. Alat SINTAKSIS. Bahasan dalam Sintaksis. Morfologi. Sintaksis URUTAN KATA 03/01/2015
SINTAKSIS Pengantar Linguistik Umum 26 November 2014 Morfologi Sintaksis Tata bahasa (gramatika) Bahasan dalam Sintaksis Morfologi Struktur intern kata Tata kata Satuan Fungsi Sintaksis Struktur antar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tingkah laku manusia dengan adanya norma-norma tertentu yang harus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki beragam suku bangsa dan budaya. Budaya, dalam tulisan ini khususnya budaya Jawa, mengatur tingkah laku manusia dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ritual injak telur sesuai dengan namanya dimana telur ayam kampung yang telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ritual injak telur merupakan salah satu ritual yang dilakukan dalam prosesi pernikahan adat Jawa. Pelaksanaan ritual injak telur berbeda-beda tergantung dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago) yang terdiri dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelago) yang terdiri dari berbagai suku bangsa (etnis) yang tersebar di seluruh penjuru wilayahnya. Banyaknya suku bangsa
Lebih terperinciAnalisis Morfo-Semantis Jeneng Tuwa Masyarakat Jawa di Desa Wonosari Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen
Analisis Morfo-Semantis Jeneng Tuwa Masyarakat Jawa di Desa Wonosari Kecamatan Kebumen Kabupaten Kebumen Oleh: Yeni Oktavia Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa yenioktavia1792@gmail.com Abstrak:
Lebih terperinciProsesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo
Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo Oleh: Murti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Murti_tinah@yahoo.com.id Abstrak:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi merupakan kebiasaan dalam suatu masyarakat yang diwariskan secara turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam suatu masyarakat.
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG N0M0R 13 TAHUN 2005 SERI D ==================================================== PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertimbangan akal budi, tidak berdasarkan insting. dan sopan-santun non verbal. Sopan-santun verbal adalah sopan santun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Baryadi (2005: 67) sopan santun atau tata krama adalah salah satu wujud penghormatan seseorang kepada orang lain. Penghormatan atau penghargaan terhadap
Lebih terperinciAlih Kode dan Campur Kode dalam Roman Kadurakan Ing Kidul Dringu Karya Suparto Brata
Alih Kode dan Campur Kode dalam Roman Kadurakan Ing Kidul Dringu Karya Suparto Brata Oleh: Yuliana Wardani program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa y.adinda@ymail.com Abstrak: Penelitian ini bertujuan:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibangun di atas keheterogenan bangsanya. Sebagai bangsa yang heterogen, Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa,
Lebih terperinciBUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG
BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 10 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keragaman masyarakat di Indonesia merupakan fenomena unik yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Indonesia merupakan masyarakat yang plural dan multikultural.
Lebih terperinciLászló Hankó: Kebahagiaan Marina
1 László Hankó: Kebahagiaan Marina Terjemahan: Mentari Siahaan Dahulu kala hiduplah seorang wanita muda dan cantik bernama Marina. Dia tinggal di sebuah gubuk kecil di tepi pantai bersama suaminya yang
Lebih terperinciDESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS)
DESKRIPSI PENGGUNAAN JENIS KALIMAT PADA SISWA SDN BALEPANJANG 1 KABUPATEN WONOGIRI (KAJIAN SINTAKSIS) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah pasti memiliki identitas-identisas masing-masing yang menggambarkan ciri khas daerah tersebut. Seperti halnya Indonesia yang banyak memiliki pulau,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki
9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. Tinjauan Pustaka 2.1 Konsep Pelaksanaan Adat Perkawinan Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki dan senantiasa menggunakan adat-istiadat
Lebih terperinciBAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya
BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang
Lebih terperinciCAMPUR KODE DALAM BAHASA ANAK TK DHARMA WANITA VIII KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR. NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan
CAMPUR KODE DALAM BAHASA ANAK TK DHARMA WANITA VIII KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa dan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Nurlaila Djamali (2005) mengkaji tentang Variasi Bahasa Bolaang Mongondow
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Disadari bahwa penelitian ini bukanlah kajian pertama yang mengangkat masalah ini. Telah banyak penelitian yang relevan sebelumnya. Berikut adalah uraian singkat
Lebih terperinciBAB II PENGALAMAN KOMUNIKASI PADA HUBUNGAN PERNIKAHAN DENGAN PRIA YANG BERUSIA LEBIH MUDA DALAM BUDAYA PATRIARKI
BAB II PENGALAMAN KOMUNIKASI PADA HUBUNGAN PERNIKAHAN DENGAN PRIA YANG BERUSIA LEBIH MUDA DALAM BUDAYA PATRIARKI Pada bab ini, peneliti menjelaskan pola komunikasi pada hubungan pernikahan dengan pria
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah yang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Begawai Pernikahan adalah suatu momen yang sakral, dimana penyatuan dua insan ini juga harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesalahan berbahasa ini tidak hanya terjadi pada orang-orang awam yang belum mengecap ilmu pengetahuan di sekolah atau perguruan tinggi tertentu, tetapi sering
Lebih terperinciIslami. Pernikahan Dalam Islam
Islami Pernikahan Dalam Islam Pernikahan merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan, baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan dan lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki
Lebih terperinciANEKA RUJAK DAN ASINAN NAN SEGAR
ANEKA RUJAK DAN ASINAN NAN SEGAR Rujak dan asinan sangat cocok disajikan saat cuaca panas seperti sekarang ini. Jenisnya pun dapat Anda pilih sesuai selera. Dari rujak buah, asinan betawi, sampai asinan
Lebih terperinciUpacara Kelahiran dan Masa Bayi
Upacara Kelahiran dan Masa Bayi Kedudukan Ibu dalam Budaya Jawa Seorang Ibu mempunyai kedudukan yang sangat dihormati, karena kodratnya seorang Ibu, Melahirkan seorang anak ke dunia Menyusui, merawat,
Lebih terperinci