BAB I PENDAHULUAN. dengan keanekaragaman biota laut. Salah satunya adalah Pulau Bangka yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. dengan keanekaragaman biota laut. Salah satunya adalah Pulau Bangka yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I. 1. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan bahari dengan keanekaragaman biota laut. Salah satunya adalah Pulau Bangka yang merupakan bagian dari Provinsi Bangka Belitung, memiliki keistimewaan pantai yang landai dan berpasir putih. Sehingga wisata bahari menjadi alternatif dalam meningkatkan pendapatan daerah, di samping objek wisata sejarah dan acara adat khas Bangka. Jumlah kunjungan wisatawan dari tahun ke tahun pun semakin meningkat. Beberapa kegiatan pariwisata untuk kawasan pariwisata bahari telah banyak dikembangkan antara lain diving, snorkeling, resort, berenang, pemancingan dan taman rekreasi pantai. Potensi ekowisata dan kekayaan biota laut menjadikan Pulau Bangka selalu menarik untuk dikunjungi. Namun perkembangan pariwisata yang ada belum sepenuhnya didukung oleh upaya konservasi biota laut. Berdasarkan penelitian dari Team Eksplorasi Terumbu Karang Universitas Bangka Belitung pada tahun 2010 menunjukkan bahwa kerusakan ekosistem terumbu karang di Pulau Bangka terjadi akibat pemutihan karang (coral bleaching) dari pemanasan global di Pulau Bangka dan Belitung yang cukup tinggi akibat banyaknya hutan yang dijarah oleh penambangan timah dan pembukaan lahan untuk perkebunan sawit oleh perusahaan swasta maupun masyarakat. Selain itu penangkapan ikan dengan cara yang destruktif oleh nelayan, serta penambangan timah lepas pantai yang dilakukan oleh timah inkonvensional (TI) apung, kapal isap dan kapal keruk yang 1

2 merupakan komoditi penambangan timah di laut turut menjadi penyebab rusaknya ekosistem terumbu karang di Pulau Bangka. Kemudian dari ketiga komoditi itu, kapal isap yang memiliki mobilitas paling tinggi, serta jumlah yang dalam waktu singkat meningkat sangat pesat. Sejak tahun 2006 hingga tahun 2010 sebanyak 57 kapal isap telah beroperasi di perairan Pulau Bangka. Beroperasinya kapal isap diikuti juga oleh beroperasinya ratusan TI Apung di daerah operasi kapal isap. Sedimentasi dari aktivitas penambangan tersebut menyebabkan kerusakan besar di ekosistem padang lamun dan ekosistem terumbu karang yang merupakan penyangga sektor perikanan dan pariwisata bahari di Pulau Bangka ( Kerusakan ekosistem laut ini pun semakin diperparah oleh kondisi spesiesnya yang sangat menyedihkan, antara lain penyu yang telah masuk dalam daftar Apendiks I Konvensi Perdagangan Internasional Flora Dan Fauna Spesies Terancam (Convention On International Trade Of Endangered Species Of Wild Fauna And Flora CITES). Konvensi tersebut melarang semua perdagangan internasional atas semua produk atau hasil yang berasal dari penyu, baik itu telur, daging, maupun cangkangnya. Dalam catatan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pro Fauna, setiap tahunnya, kurang lebih sekitar ekor penyu dibunuh untuk dijual di pasar Indonesia. Ironisnya, kemungkinan hidup penyu tergolong kecil. Dari 1000 tukik penyu yang dilepaskan, hanya satu tukik penyu yang bertahan hidup menjadi penyu dewasa. Masih banyaknya prilaku predator penyu membuat binatang yang menjadi simbol perdamaian dan simbol kealamian dunia itu semakin lama semakin menyusut jumlahnya. Manusia adalah predator penyu paling utama. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, telur penyu dijual secara bebas dengan harga yang bervariasi sesuai dengan lokasi. Selain itu, minyak penyu dan souvenir terbuat dari penyu serta daging penyu juga ramai di 2

3 pasaran sampai sekarang. Regulasi penyelamatan binatang dilindungi (termasuk penyu) yang tegas diatur dalam UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya, tidak efektif. Perdagangan satwa dilindungi dalam bentuk apapun dengan ancaman hukuman penjara 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta tidak berarti apa-apa. Meskipun sudah ada Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pelestarian Jenis Tumbuhan Dan Satwa, yang melindungi semua jenis penyu, perburuan terhadap satwa ini terus berlanjut ( siansoegito.com/2012). Penyu hijau adalah salah satu jenis penyu laut yang umum dan jumlahnya lebih banyak dibanding beberapa penyu lainnya. Meskipun jumlahnya lebih banyak dibanding penyu lainnya, populasi penyu hijau tiap tahun berkurang oleh penangkapan dan pembunuhan baik sengaja maupun tidak sengaja yang terperangkap oleh jaring. Berdasarkan hasil wawancara Team Eksplorasi Terumbu Karang Universitas Bangka Belitung kepada para nelayan setempat, penyu tersebut memang sengaja dibunuh oleh nelayan karena dianggap mengganggu sero (alat tangkap ikan jenis perangkap yang memanfaatkan pasang surut air laut) milik nelayan. Namun tidak semua pemilik sero melakukan hal sekeji itu terhadap penyu, ada beberapa nelayan yang dengan sabar membiarkan penyu keluar kembali dari sero karena memang penyu tersebut sebenarnya tak membuat sero mereka menjadi rusak. Beberapa peneliti pernah melaporkan bahwa presentase penetasan telur hewan ini secara alami hanya sekitar 50 % dan belum ditambah oleh adanya beberapa predator-predator lain saat mulai menetas dan saat kembali ke laut untuk berenang. Sangat kecilnya presentase tersebut diperparah lagi oleh penjarahan oleh manusia yang mengambil telur-telur tersebut segera setelah induk-induk penyu tadi bertelur. Secara global, sebanyak ratusan ribu penyu tertangkap setiap tahunnya di mata kail dan jaring dari kegiatan penangkapan 3

4 ikan. Sedangkan pantai peteluran juga mengalami tekanan sebagai dampak pembangunan industri yang tidak memperhatikan aspek lingkungan, aktivitas manusia di pantai, serta pemanasan global. Kondisi ini semakin menurunkan populasi penyu laut di lingkungan asli mereka ( Keberadaan penyu di perairan Bangka Belitung yang semakin terancam kemudian mendorong seorang pengusaha lokal di Pulau Bangka untuk melakukan konservasi terhadap spesies yang semakin langka jumlahnya ini. Pada tahun 2008, Bapak Sian Soegito membuka suatu pusat penangkaran bagi penyu-penyu tersebut bernama Pusat Penangkaran Penyu Tukik Babel yang berada dalam kawasan Perumahan Batavia Banka Beach. Merupakan lokasi pendaratan penyu liar untuk bertelur lalu dilakukan penetasan telur penyu semi alami. Jenis penyu yang ditangkarkan adalah penyu hijau atau dikenal dengan nama Green turtle (Chelonia mydas), penyu sisik atau dikenal dengan nama Hawksbill turtle (Eretmochelys imbricata), penyu lekang atau dikenal dengan nama Olive ridley turtle (Lepidochelys olivacea). Kegiatan konservasi yang dilakukan di pusat penangkaran penyu milik Bapak Sian Soegito tersebut antara lain pengeraman telur-telur penyu di mana masing-masing telur didata berdasarkan tanggal pengambilan, penetasan dan pemeliharaan tukik (anak penyu) yang dipisahkan berdasarkan usia dalam kolam-kolam kecil berisi air laut, pemeliharaan induk penyu, serta pelepasan kembali tukik ke laut. Kapasitas per bulannya adalah 50 penyu yang bisa dilepaskan ke laut lepas. Sumber penangkaran penyu adalah dengan membeli telur-telur penyu dari para nelayan yang mencari telur penyu di pasir-pasir pantai sekitar laut Pulau Bangka. Hingga kini, telah lebih ekor penyu yang dilepaskan ke laut. Pelepasan Perdana Tukik (anak penyu) ini dihadiri oleh Bapak Gubernur Bangka Belitung Ir. H. Eko Maulana Ali, Bapak Bupati Bangka H. Yusroni Yazid, Bapak Prof. Dr. Bustami Rahman beserta rombongan 4

5 Pelaku dan Pecinta Tukik. Tamu terhormat yang pernah mengunjungi lokasi penangkaran adalah Bapak Emil Salim ( Dalam situs (2011), terdapat beberapa potensi objek wisata yang ada di Pulau Bangka, salah satunya adalah wisata bahari seperti Pantai Matras, Pantai Parai Tenggiri, Pantai Batu Bedaun, Pantai Teluk Uber, Pantai Tanjung Pesona, Pantai Tikus, Pantai Air Anyir, Pantai Penyusuk, Pantai Romodong, Pantai Kuala, Pantai Tanjung Belayar, Pantai Rebo, Pantai Tanjung Ratu dan Pantai Bedukang. Serta wisata alam seperti Hutan Wisata Suaka Alam, Pemandian Air Panas Tirta Tapta, Pelabuhan dan Tanjung Gudang, Pulau Lampu, Pulau Karang, Tanjung Putat, Gunung Maras, Kolam Renang Loka Tirta, Wisata Alam Bebas/BOI, Kampung Cina dan Desa Wisata Air Simpur. Berdasarkan data tersebut, pusat konservasi penyu milik Bapak Sian Soegito belum masuk kedalam daftar potensi objek wisata di Pulau Bangka. Padahal lokasi penangkaran berada di antara pantai-pantai yang menjadi tujuan utama wisata bahari di Bangka seperti Pantai Matras, Pantai Parai Tenggiri dan Pantai Tanjung Pesona. Lokasi penangkaran penyu yang berada di kawasan Perumahan Batavia Banka Beach yang turut masuk di dalam brosur destinasi wisata Kabupaten Bangka namun tidak menyebutkan adanya daya tarik berupa pusat penangkaran penyu di kawasan tersebut. Salah satu resort hotel yang berada di dekat lokasi penangkaran yaitu Hotel Novilla Boutique Resort, telah menawarkan paket wisata ke pusat konservasi penyu berupa kunjungan wisata disertai aktivitas memancing dan menikmati indahnya pantai di lokasi penangkaran. Dalam satu kunjungan singkat, wisatawan diajak melihat kegiatan konservasi dengan aktivitas rutin dari pusat konservasi berupa pelepasan tukik yang turut melibatkan wisatawan yang datang berkunjung pada saat itu. 5

6 Menurut sumber (2010), data kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara ke Provinsi Bangka Belitung (tahun ) adalah pada tahun 2004 jumlah wisatawan nusantara orang dan wisatawan mancanegara 992 orang dengan total wisatawan sebanyak orang. Kemudian pada tahun 2005, jumlah wisatawan nusantara orang dan wisatawan mancanegara orang dengan total wisatawan sebanyak orang, atau mengalami peningkatan sebesar 11,32 persen. Pada tahun 2006, jumlah wisatawan nusantara orang dan wisatawan mancanegara orang dengan total wisatawan sebanyak orang, atau mengalami penurunan sebesar 11,35 persen. Lalu pada tahun 2007, jumlah wisatawan nusantara orang dan wisatawan mancanegara 433 orang dengan total wisatawan sebanyak orang, atau mengalami peningkatan sebesar 9,62 persen. Pada tahun 2008, jumlah wisatawan nusantara orang dan wisatawan mancanegara 470 orang dengan total wisatawan sebanyak orang, atau mengalami penurunan sebesar 29,76 persen. Selanjutnya pada tahun 2009, jumlah wisatawan nusantara orang dan wisatawan mancanegara 508 orang dengan total wisatawan sebanyak orang, atau mengalami peningkatan sebesar 20,62 persen. Maka dapat dilihat jumlah kunjungan wisatawan ke Provinsi Bangka Belitung mengalami perubahan setiap tahunnya. Jumlah kunjungan wisnus setiap tahun mengalami kenaikan persen. Hal ini dikarenakan pariwisata Bangka Belitung sudah mulai dikenal banyak orang, salah satunya melalui program Visit Babel Archipelago 2010 yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Bangka Belitung. Sedangkan wisman penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2007 disebabkan karena gangguan keamanan seperti bom dan adanya larangan terbang pada 51 maskapai penerbangan yang dikeluarkan oleh komisi Eropa dan krisis global yang hampir di seluruh dunia. 6

7 Sepanjang 2011 lalu, Kabupaten Bangka dikunjungi sebanyak wisatawan dengan rincian wisatawan nusantara dan 121 wisatawan mancanegara. "Jumlah kunjungan wisatawan tahun 2011 itu lebih banyak dibanding tahun 2010 yang mencapai sebanyak 30 ribuan orang," ujar Suharman, Kasi Pengembangan Objek Wisata Disbudpar Kabupaten Bangka. Ia mengatakan, dampak program Visit Babel Archipelago dan Sail Wakatobi Belitong beberapa waktu lalu, serta munculnya berbagai akomodasi jasa dan kegiatan (event) yang diselenggarakan baik oleh dinas maupun oleh pihak swasta sangat berpengaruh dalam meningkatkan arus kunjungan wisatawan tersebut. Selama periode Januari- Mei 2012 arus kunjungan wisatawan ke Kabupaten Bangka mencapai orang, dengan jumlah wisatawan nusantara sebanyak orang dan wisatawan mancanegara 63 orang ( Kondisi tersebut menjelaskan bahwa tingkat kunjungan wisatawan di Pulau Bangka meningkat karena adanya event-event baik nasional maupun internasional. Namun fakta yang menyedihkan muncul mengenai kondisi wisata bahari yang selama ini menjadi daya tarik utama pariwisata di Pulau Bangka. Bahwa ternyata saat ini Pulau Bangka yang notabene menjadi pusat pemerintahan Provinsi Bangka Belitung, masih tertinggal jauh. Pulau Belitung, singkat kata lebih banyak dikunjungi turis mancanegara maupun domestik ketimbang Bangka. Realita ini terbukti dengan tingginya tingkat hunian hotel di Pulau Laskar Pelangi itu ketimbang di Bangka. Sejumlah hotel berbintang di Bangka, kerap kosong atau sepi pengunjung. Tak salah jika ada yang mengatakan kalau pariwisata Babel tampak hidup di Belitung dan redup di Bangka ( Redupnya wisata bahari di Pulau Bangka ini menggambarkan kondisi kawasan wisata yang semakin menurun, hal ini dijelaskan oleh Pihak Dinas 7

8 Pariwisata Provinsi Babel bahwa kondisi ini adalah akibat dari aktivitas sektor penambangan yang tak mengenal tempat. Hal ini pun dibenarkan oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bangka Asep Setiawan yang mengatakan, kondisi wisata bahari di Kabupaten Bangka sulit untuk dijual ke wisatawan. Sebab, ekosistem laut sudah banyak yang rusak akibat maraknya TI apung dan kapal isap produksi (KIP) yang beroperasi di dekat kawasan wisata. Ia menilai adanya upaya untuk memulihkan ekosistem di laut yang sudah dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka dengan menanam rumpon untuk terumbu karang buatan di dasar laut tidak bisa memulihkan ekosistem yang ada karena tetap saja laut dirambah oleh TI apung dan KIP sehingga sia-sia. Kemudian dikatakan pula oleh Yan Megawandi, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bangka Belitung, di Kabupaten Bangka misalnya, Pantai Parai dan Pantai Tanjung Pesona adalah beberapa kawasan wisata andalan yang kini terganggu dengan adanya aktivitas penambangan di kawasan tersebut. Ini cukup mengganggu pemandangan para wisatawan yang kebetulan sedang menginap di hotel resort itu. Termasuk kita yang sering membawa wisatawan untuk menikmati wisata pantai di Bangka, ujar Yuna Ekowati, Ketua Association of Indonesia Tours and Travel Agencies (ASITA) Babel. Dampak penambangan di pantai, lanjut Yuna, akan berpengaruh terhadap terumbu karang sehingga kegiatan diving atau menyelam bahkan snorkeling yang menjadi aktivitas wisatawan pun mungkin tak bisa lagi dilakukan. Di samping itu, travel agent pun tidak merasa enak karena wisatawan yang dibawa dan datang dari jauh ke Bangka pernah komplain karena melihat air pantai yang keruh. Yuna pun tak menampik jika pada momen liburan panjang dalam rangka cuti bersama bulan ini, kunjungan wisatawan ke Belitung lebih tinggi dibanding Bangka ( Di sektor wisata, instruktur selam dari Emas Diving Club, Sakinawa (57), menuturkan bahwa setidaknya empat gugusan terumbu karang di pantai timur 8

9 Bangka, yang dulunya menjadi lokasi wisata bawah air, telah rusak dan tak mungkin menarik wisatawan lagi. Terumbu karang yang rusak itu di antaranya Karang Kering Rebo, Karang Kering Bamben Bui, Pulau Lampu Penyusuk, dan Parit Tiga Jebus. Akibat kerusakan terumbu karang, jumlah wisatawan asing yang menyelam di kawasan itu turun drastis. "Tahun 2005 saya bisa mengantar sekitar 30 turis asing dalam setahun. Tahun lalu hanya enam turis asing," ungkapnya. Senada dengan Sakinawa, pemilik Tanjung Pesona Beach Resort yang terletak di Sungailiat, Bambang Patijaya mengatakan, wisata laut Pulau Bangka sangat terancam oleh tambang-tambang timah lepas pantai yang tak diatur lokasinya. Padahal, sektor ini menghidupi masyarakat pesisir. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bangka Belitung Ratno Budi mengatakan, diperkirakan nelayan Pulau Bangka terancam oleh kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan timah lepas pantai ini. Dalam setahun, diperkirakan terdapat 72 juta meter kubik limbah tailing dari sekitar 73 kapal isap yang beroperasi di perairan Pulau Bangka. Limbah dalam jumlah sangat besar itu mengakibatkan terumbu karang mati dan laut menjadi keruh sehingga akhirnya mengganggu ekosistem laut ( Pulau Bangka dan Belitung yang pada dasarnya memiliki keindahan alam bahari yang serupa, kemudian terjadi ketimpangan jumlah kunjungan wisatawan dikarenakan kondisi Pulau Bangka yang mengalami kerusakan ekosistem laut cukup parah sehingga berdampak terhadap kondisi pariwisata terutama wisata bahari yang tidak lagi dapat diandalkan untuk dapat menarik kunjungan wisatawan, hal ini sangat disayangkan karena di dalam Buku Putih Pemasaran Pariwisata Nusantara Kepulauan Bangka Belitung (2010), berdasarkan data statistik wisatawan nusantara tahun 2008 oleh BPS dan Depbudpar disebutkan bahwa motivasi utama wisatawan nusantara yang merupakan penyumbang terbesar kunjungan pariwisata di Provinsi Bangka Belitung adalah untuk berlibur, 9

10 yaitu sebanyak 44,18 persen, selanjutnya mengunjungi teman/keluarga sebanyak 21,70 persen. Berdasarkan motivasi yang didominasi oleh berlibur, maka hal tersebut akan berdampak pada jumlah pengeluaran, jenis atraksi dan akomodasi yang dipilih. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan wisatawan diperlukan ragam ketersediaan atraksi dan akomodasi, serta peningkatan kekuatan integrasi antar destinasi wisata dalam kepariwisataan bahari di Pulau Bangka. Berdasarkan Pendekatan Butler (1980), terdapat berbagai tahap dalam perkembangan pariwisata yaitu pertama Exploration, kedua Involvement, ketiga Development, keempat Consolidation, dan kelima Stagnation. Pada tahap Stagnation terdapat lima kemungkinan kelanjutan yaitu Rejuvenation dengan karakter kondisi kawasan yang berkembang baik dengan adanya programprogram peremajaan, Reduced Growth dengan karakter kondisi kawasan berkembang namun dengan tingkat perkembangan yang rendah, Stabilization dengan karakter kondisi kawasan tidak terdapat pengembangan yang berarti, Decline dengan karakter kondisi kawasan menurun, Immediate Decline dengan karakter kondisi menurun dengan drastis. Melalui berbagai penjelasan sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa kondisi pariwisata bahari yang pada awalnya menjadi daya tarik utama wisatawan ke Pulau Bangka saat ini telah mengalami tahap stagnasi (stagnation) yaitu kondisi stagnan dan tidak terjadi proses pengembangan. Menurut Butler ada beberapa kemungkinan kelanjutan dari tahap stagnasi ini yaitu rejuvenation adalah kondisi kawasan yang berkembang baik dengan adanya program-program peremajaan, Reduced Growth adalah kondisi kawasan berkembang namun dengan tingkat perkembangan yang rendah, Stabilization adalah kondisi kawasan tidak terdapat pengembangan yang berarti, Decline adalah kondisi kawasan menurun, dan Immediate Decline adalah kondisi menurun dengan drastis. 10

11 Kemudian melalui pendekatan Buhalis (2000), dijelaskan tentang Daur Hidup Destinasi dan Dampak-dampak Pariwisata, yaitu tahap awal (introduction) adalah dengan munculnya destinasi baru. Kemudian tahap tumbuh (growth) ditandai oleh tumbuhnya investasi pada akomodasi dan fasilitas pendukung. Lalu mencapai tahap matang (maturity) yang terlihat dari tingkat kunjungan wisata yang tinggi dan fasilitas wisata pun bertambah. Selanjutnya terjadi penurunan pada tahap jenuh (saturation) dengan adanya atraksi wisata yang berlimpah namun wisatawan utama telah bergeser. Maka akhirnya menuju pada tahap turun (decline), yang ditandai oleh permintaan berkurang dan terdapat penawaran khusus untuk menaikkan kunjungan. Melihat karakter destinasi menurut Buhalis tersebut, dan berdasarkan keterangan dari berbagai media, kondisi wisata bahari di Pulau Bangka saat ini mengalami fase jenuh (saturation) dan cenderung turun (decline), terutama apabila dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisatawan ke Pulau Belitung yang meningkat pasca booming Film Laskar Pelangi. Maka melihat kondisi tersebut, pengembangan produk wisata dalam pariwisata bahari di Pulau Bangka sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kunjungan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara. Melalui diversifikasi produk yang memunculkan suatu atraksi wisata baru kemudian diintegrasikan dengan destinasi wisata lain disekitarnya, diharapkan akan membuat wisata bahari di Pulau Bangka akan semakin bervariasi sehingga memberikan lebih banyak alternatif dalam berwisata bagi wisatawan yang datang berkunjung. Sehingga berdampak terhadap peningkatan length of stay dan spend of money wisatawan di kawasan wisata. Selanjutnya dalam bidang Arsitektur dan Perencanaan dikenal suatu konsep tentang perencanaan dan pengelolaan ruang publik yang disebut placemaking. Konsep ini berawal pada tahun 1960-an, ide ini muncul pada saat 11

12 dua orang penulis yaitu Jane Jacobs dan William H. Whyte menawarkan ide tentang perancangan kota yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, tidak hanya berisi mobil-mobil dan pusat-pusat perbelanjaan, namun lebih memfokuskan pada lingkungan yang hidup dengan menghadirkan suatu ruang publik dengan menekankan pada elemen-elemen penting untuk menciptakan kehidupan sosial didalam ruang-ruang publik. Konsep ini kemudian mulai digunakan oleh para arsitek dan perencana pada tahun 1970-an dalam proses penciptaan square, plaza, taman, jalan dan area tepi pantai yang menarik perhatian masyarakat karena menyenangkan atau menarik ( Pada tahun 1975, William H. Whyte (penemu konsep placemaking) membentuk Project for Public Spaces (PPS) yaitu suatu organisasi nonprofit dalam hal perencanaan, perancangan dan pendidikan yang berbakti untuk membantu menciptakan ruang publik secara berkelanjutan (sustain) yang dapat membangun kemasyarakatan yang lebih kuat. PPS dikenal sebagai sumber, alat dan pemberi inspirasi tentang placemaking. Dalam menciptakan ruang-ruang publik bekerjasama dengan Metropolitan Planning Council (MPC) melakukan banyak aksi perbaikan terhadap ruang-ruang publik di kota Chicago. Ide dan contoh dari produk pertama placemaking inilah yang kemudian memberi inspirasi dalam interaksi lingkungan, komitmen masyarakat dan aksi suatu kota. Dalam mengevaluasi ribuan ruang publik di dunia, PPS menemukan bahwa tempattempat yang sukses sebagai suatu ruang publik memiliki empat kunci (key qualities) secara umum, yaitu mudah diakses (accessible) yang merupakan keterikatan untuk orang-orang dapat melakukan aktivitas di sana; tempat yang nyaman (comfortable) serta memiliki citra yang baik; dan terakhir, merupakan tempat yang ramah untuk bersosialisasi (sociable), tempat orang-orang bertemu 12

13 satu sama lain dan menjadi tempat tujuan ketika datang berkunjung. Kemudian dibuatlah The Place Diagram oleh PPS sebagai alat yang digunakan untuk membantu menentukan baik buruknya suatu tempat, dengan empat kunci utama yaitu access and linkages (akses dan tautan), comfort and image (kenyamanan dan citra), uses and activities (fungsi dan aktivitas), sociability (sosiabilitas). Placemaking menciptakan keterkaitan secara emosional pada suatu tempat sehingga memperkuat ikatan di masyarakat. Seperti dikatakan oleh anggota PPS tersebut bahwa, "placemaking is making a publik space a living space," ( Pendekatan placemaking secara berkelanjutan (sustainable placemaking) merupakan pengembangan produk wisata baru dengan suatu perencanaan menyeluruh dan berkelanjutan yang didasarkan pada pengolahan aset komunitas lokal yang potensial dengan inspirasi menciptakan ruang publik yang baik bagi masyarakat di sekitarnya. Dalam hal ini, pusat konservasi penyu memiliki potensi besar untuk menjadi produk wisata baru yang dapat memberikan pengalaman berbeda bagi wisatawan, melalui aktivitas-aktivitas penyelamatan satwa yang saat ini semakin diminati sebagai salah satu upaya penyelamatan lingkungan yang gencar dilakukan di seluruh dunia, sehingga akan terbersit perasaan bangga bagi siapapun yang menjadi bagian dari aktivitas tersebut. Selain itu lokasi pusat penangkaran berada tidak jauh dari destinasi wisata bahari favorit di Pulau Bangka, sehingga dengan menciptakan interaksi yang kuat antar destinasi diharapkan mampu menarik wisatawan yang lebih besar dengan beragam atraksi yang ditawarkan, serta mampu menciptakan wisatawan repeater dikarenakan atraksi wisata yang unik dari pusat penangkaran penyu ini. Selanjutnya dengan melihat permasalahan yang terjadi di pariwisata bahari di Pulau Bangka yang saat ini mengalami fase jenuh dan cenderung decline 13

14 dengan terjadinya penurunan jumlah wisatawan, maka hal ini menjadi acuan untuk menganalisa kondisi dan kualitas produk wisata bahari di Pulau Bangka khususnya Kabupaten Bangka, serta menganalisa potensi wisata bahari yang dimiliki Kabupaten Bangka berupa Pusat Penangkaran Penyu untuk diangkat sebagai produk wisata baru guna menambah keragaman atraksi wisata yang telah ada. Kemudian terkait maraknya penambangan timah di laut Pulau Bangka yang mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan (ekosistem laut) yang berdampak pula terhadap kualitas hidup masyarakat setempat dan pengalaman kunjungan wisatawan, maka hal ini turut menjadi acuan dalam menganalisis tingkat keberlanjutan pariwisata bahari melalui pendekatan sustainable placemaking yang mengintegrasikan daya tarik wisata bahari dengan potensi yang ada di sekitarnya dalam upaya untuk mengangkat kembali pariwisata bahari di Pulau Bangka. I. 2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah yang kemudian diangkat dalam penelitian ini adalah: Bagaimana mengangkat kembali pariwisata bahari di Pulau Bangka, dengan mengembangkan konservasi penyu sebagai produk wisata baru melalui pendekatan sustainable placemaking yang dapat terintegrasi dengan destinasi wisata di sekitarnya? 14

15 I. 3. PERTANYAAN PENELITIAN Sehingga pertanyaan penelitian yang kemudian muncul adalah: 1. Seperti apakah persepsi wisatawan terhadap citra, pengalaman kunjungan wisata serta variabel placemaking dalam mendukung keberlanjutan pariwisata bahari di Kabupaten Bangka? 2. Seperti apakah potensi dan kedudukan Pusat Konservasi Penyu, serta faktorfaktor apa saja yang perlu dikembangkan melalui pendekatan sustainable placemaking dalam pengembangan potensi konservasi penyu sebagai produk wisata baru bagi pariwisata bahari di Kabupaten Bangka? I. 4. TUJUAN PENELITIAN Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui seperti apakah persepsi wisatawan terhadap citra, pengalaman kunjungan wisata serta variabel placemaking dalam mendukung keberlanjutan pariwisata bahari di Kabupaten Bangka. 2. Untuk mengetahui potensi dan kedudukan Pusat Konservasi Penyu, serta faktor-faktor apa saja yang perlu dikembangkan melalui pendekatan sustainable placemaking dalam pengembangan pariwisata bahari dan potensi konservasi penyu sebagai produk wisata baru bagi pariwisata bahari di Kabupaten Bangka. I. 5. SASARAN PENELITIAN Sasaran yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi seperti apa persepsi wisatawan terhadap citra, pengalaman kunjungan wisata serta variabel placemaking dalam mendukung keberlanjutan pariwisata bahari di Kabupaten Bangka. 15

16 2. Mengidentifikasi potensi dan kedudukan Pusat Konservasi Penyu, serta faktor-faktor apa saja yang perlu dikembangkan melalui pendekatan sustainable placemaking dalam pengembangan pariwisata bahari dan potensi konservasi penyu sebagai produk wisata baru bagi pariwisata bahari di Kabupaten Bangka. I. 6. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis Memberikan masukan dan menambah wawasan dalam bidang pariwisata pada umumnya, dan wisata bahari khususnya mengenai keterkaitan antara pariwisata dengan upaya konservasi satwa liar. 2. Manfaat Praktis Memberikan masukan dan sebagai acuan bagi para stakeholder pariwisata baik Pemerintah Daerah, pengelola industri pariwisata, organisasi nonpemerintah, kelompok-kelompok konservasi dan masyarakat setempat serta para sukarelawan dalam upaya mendukung pengembangan pariwisata agar dapat memberikan dampak positif bagi kegiatan konservasi penyu di Pulau Bangka. I. 7. KEASLIAN PENELITIAN Penelitian yang berhubungan dengan pengembangan kegiatan konservasi penyu sebagai suatu atraksi wisata, atau penggunaan pendekatan placemaking dalam pengembangan suatu kawasan wisata, telah dilakukan dalam beberapa penelitian di bawah ini, yaitu: 16

17 Tabel 1.1 Keaslian Penelitian Peneliti Judul Fokus Lokasi Kerry Waylen, University of London, 2005 Ardanti Yulia Cahyaningru m Sutarto, UGM, 2007 David Waayers, Murdoch University, 2010 Colette Maria Sosinski, NHTV Breda University, 2011 Noor Aina, UGM, 2012 Turtles & Tourism, Perceptions & Pawi Perceptions of natural resources and the effect of ecotourism, in Grande Riviere, Trinidad Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Konservasi Penyu di Daerah Kepesisiran Kabupaten Bantul, DIY. A Holistic Approach to Planning for Wildlife Tourism A Case Study of Marine Turtle Tourism and Conservation in the Ningaloo Region, Western Australia. Wildlife Tourism in Germany Keberlanjutan Produk Wisata di Kawasan Pasar Terapung Muara Kuin Banjarmasin Melalui Pendekatan Placemaking Mengkaji mengenai ekowisata yang mampu mempengaruhi persepsi dari sumber daya alam dan konservasi, serta turut menentukan perilaku konservasi itu sendiri. Selain ekowisata, tingkat kepedulian, pendidikan, faktor sosial ekonomi dalam keterlibatan perburuan juga mempengaruhi pengetahuan dan sikap terhadap sumber daya alam. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat nelayan dalam konservasi penyu di daerah kepesisiran Kabupaten Bantul. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut yaitu persepsi, usia, tingkat pendidikan dan pendapatan. Mengkaji mengenai permasalahan dari sustainable wildlife tourism dengan mempertimbangkan tiga aspek fundamental yaitu kerjasama antar stakeholder, pentingnya pengumpulan data awal sebelum pengambilan keputusan, dan mendeteksi dampak pariwisata bagi kehidupan satwa liar. Mengkaji mengenai potensi pasar domestik dari wildlife tourism di Jerman dan menganalisis kaitan antara tourism dan conservation. Melihat potensi dan kondisi produk wisata dengan pendekatan placemaking sebagai kawasan wisata dalam upaya keberlanjutan. Grande Riviere, Trinida. Konservasi Penyu di Daerah Kepesisiran Kabupaten Bantul, DIY. Ningaloo Region, Western Australia Jerman Kawasan Pasar Terapung Muara Kuin, Banjarmasin, Kalimantan Selatan Dewinta Asmarani, UGM, 2012 Pendekatan Sustainable Placemaking dalam Pengembangan Produk Wisata Bahari Dan Konservasi Penyu Di Kabupaten Bangka Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mengembangkan konservasi penyu untuk menjadi suatu produk wisata baru dalam pariwisata bahari di Pulau Bangka, Provinsi Bangka Belitung, melalui pendekatan sustainable placemaking. Pusat Penangkaran Penyu Tukik Babel di Kabupaten Bangka, Pulau Bangka, Babel 17

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI V. 1. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi pengembangan produk wisata bahari dan konservasi penyu di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat berlimpah. Banyak diantara keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan atau negara maritim terbesar di dunia. Berdasarkan publikasi yang ada mempunyai 17.504 pulau dengan garis pantai sepanjang

Lebih terperinci

2 Pada tahun 2010, Provinsi Bangka Belitung menyelenggarakan Tahun Kunjungan Bangka Belitung yang disebut dengan Visit Babel Archipelago 2010 untuk me

2 Pada tahun 2010, Provinsi Bangka Belitung menyelenggarakan Tahun Kunjungan Bangka Belitung yang disebut dengan Visit Babel Archipelago 2010 untuk me BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian World Tourist Destination mencatat bahwa Eropa merupakan daerah tujuan wisata nomor satu di dunia sehingga banyak dikunjungi wisatawan global. Namun, krisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari beberapa gugusan pulau mulai dari yang besar hingga pulau yang kecil. Diantara pulau kecil tersebut beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. Menurut para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman purba (145-208 juta tahun yang lalu) atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk memperoleh devisa dari penghasilan non migas. Peranan pariwisata dalam pembangunan nasional,

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA NAMA NIM KELAS : HANDI Y. : 11.02.8010 : D3 MI 2C SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA ABSTRAKSI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Beberap tahun terakhir ini perkembangan sektor pariwisata di Indonesia telah tumbuh dan berkembang.berbagai usaha telah diupayakan untuk menumbuhkembangkan industri

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH KABUPATEN PESISIR SELATAN SUMATRA BARAT BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN KAPO - KAPO RESORT DI CUBADAK KAWASAN MANDEH Keputusan pemerintah dalam pelaksanaan program Otonomi Daerah memberikan peluang kepada berbagai propinsi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari puluhan ribu pulau, salah satunya adalah Pulau Belitung. Belitung merupakan pulau kecil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kepariwisataan pada umumnya diarahkan sebagai sektor potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan menarik bagi sebagian orang adalah mencoba berbagai makanan di luar rumah. Kegiatan makan di luar rumah bersama teman dan keluarga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera. Lampung memiliki banyak keindahan, baik seni budaya maupun

BAB I PENDAHULUAN. Sumatera. Lampung memiliki banyak keindahan, baik seni budaya maupun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lampung merupakan provinsi di Indonesia yang memiliki letak yang strategis. Hal ini karena keberadaan provinsi ini sebagai pintu gerbang memasuki Pulau Sumatera.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PELUANG BISNIS PARIWISATA DI KARIMUNJAWA NAMA : ISMAWATI NIM : 10.02.7842 KELAS : D3 MI 2C SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA ABSTRAKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan gaya hidup dan tatanan dalam masyarakat saat kini ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi yang memacu perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi diluar dominasi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi diluar dominasi untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam arti luas pariwisata adalah kegiatan rekreasi diluar dominasi untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau untuk mencari suasana lain. Sebagai suatu aktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di banyak negara berkembang pada umumnya ditekankan pada pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan karena yang paling terasa adalah keterbelakangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu industri yang berpotensi untuk menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan suatu industri yang berpotensi untuk menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan suatu industri yang berpotensi untuk menjadi instrumen peningkatan perolehan devisa karena industri pariwisata bagian dari suatu fenomena

Lebih terperinci

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Tri Nurani Mahasiswa S1 Program Studi Biologi Universitas Jenderal Soedirman e-mail: tri3nurani@gmail.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia tidak hanya dikaruniai tanah air yang memiliki keindahan alam yang melimpah, tetapi juga keindahan alam yang mempunyai daya tarik sangat mengagumkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari cengkeraman krisis ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) terletak di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah merupakan Kawasan Pelestarian Alam yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi objek wisata yang tersebar di seluruh pulau yang ada. Salah satu objek wisata yang berpotensi dikembangkan adalah kawasan konservasi hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) merupakan salah satu provinsi yang masih relatif muda. Perjuangan keras Babel untuk menjadi provinsi yang telah dirintis sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terdiri dari 34 provinsi (Data Kemendagri.go.id, 2012). Indonesia memiliki potensi alam yang melimpah sehingga dapat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan seluas ± 5,8 juta Km 2 dan sekitar 70 %

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan seluas ± 5,8 juta Km 2 dan sekitar 70 % PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari daratan dan lautan seluas ± 5,8 juta Km 2 dan sekitar 70 % wilayahnya merupakan perairan laut dengan garis pantai sepanjang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG 77 PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG Comparison of Eggs Hatching Success Eretmochelys

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi wisata baik dari segi sumber daya alam maupun kebudayaan unik dan tidak dimiliki oleh Negara lain. Oleh karena itu, Indonesia menjadi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. nusantara maupun wisatawan mancanegara. Hal ini dikarenakan. yang dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan di bidang pariwisata. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak potensi alam baik di daratan maupun di lautan. Keanekaragaman alam, flora, fauna dan, karya cipta manusia yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemasukan bagi negara. Pariwisata memiliki peranan penting dalam membawa

BAB I PENDAHULUAN. pemasukan bagi negara. Pariwisata memiliki peranan penting dalam membawa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan industri jasa yang memiliki pertumbuhan paling pesat dan merupakan salah satu industri terbesar di dunia. Pariwisata merupakan ujung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism

I. PENDAHULUAN. bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan sektor ekonomi yang memiliki perananan penting bagi pendapatan suatu negara. Pada tahun 2007, menurut World Tourism Organization (WTO) sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi penting di Indonesia. Pertumbuhan industri pariwisata di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat. Berdasarkan

Lebih terperinci

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 111 VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Rancangan strategi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna merupakan langkah terakhir setelah dilakukan beberapa langkah analisis, seperti analisis internal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. menjadi pusat pengembangan dan pelayanan pariwisata. Objek dan daya tarik I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu daerah tujuan wisata kedua di Indonesia setelah Bali. DIY juga menjadi salah satu propinsi yang menjadi pusat pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata menjadi salah satu andalan dalam sektor perekonomian daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata menjadi salah satu andalan dalam sektor perekonomian daerah A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pariwisata menjadi salah satu andalan dalam sektor perekonomian daerah dalam lingkup kecilnya dan negara dalam lingkup besarnya. Tetapi pariwisata bukan sebuah industri

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pariwisata di Indonesia merupakan salah satu penggerak perekonomian nasional yang potensial untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional di masa kini dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik,

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik, memiliki ruang lingkup, komponen dan proses pengelolaan tersendiri. Terkait dengan sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan atau aktivitas dan fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan atau aktivitas dan fasilitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan atau aktivitas dan fasilitas yang berhubungan yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata adalah suatu kegiatan yang unik, karena sifatnya yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata adalah suatu kegiatan yang unik, karena sifatnya yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pariwisata adalah suatu kegiatan yang unik, karena sifatnya yang sangat kompleks, mencakup hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari dua pulau besar, yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa serta dikelilingi oleh ratusan pulau-pulau kecil yang disebut Gili (dalam

Lebih terperinci

ARAHAN BENTUK, KEGIATAN DAN KELEMBAGAAN KERJASAMA PADA PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA PANTAI PARANGTRITIS. Oleh : MIRA RACHMI ADIYANTI L2D

ARAHAN BENTUK, KEGIATAN DAN KELEMBAGAAN KERJASAMA PADA PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA PANTAI PARANGTRITIS. Oleh : MIRA RACHMI ADIYANTI L2D ARAHAN BENTUK, KEGIATAN DAN KELEMBAGAAN KERJASAMA PADA PENGELOLAAN SARANA DAN PRASARANA PANTAI PARANGTRITIS Oleh : MIRA RACHMI ADIYANTI L2D 098 448 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan BAB I PENDAHULUAN Sejarah perkembangan ekowisata yang tidak lepas dari pemanfaatan kawasan yang dilindungi (protected area) sebagai tujuan wisata melahirkan definisi ekowisata sebagai perjalanan ke wilayah-wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri Pariwisata merupakan salah satu sektor jasa yang menjadi unggulan di tiap-tiap wilayah di dunia. Industri Pariwisata, dewasa ini merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21 perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, hal ini terjadi karena pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara-negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 18 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pariwisata merupakan bagian yang terintegrasi dalam proses pembangunan nasional dalam rangka mencapai cita cita bangsa indonesia sebagai bangsa yang mandiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World Tourism Organization (WTO), telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak

Lebih terperinci

Wahana Wisata Biota Akuatik BAB I PENDAHULUAN

Wahana Wisata Biota Akuatik BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dimana sebagian besar dari seluruh luas Indonesia adalah berupa perairan. Karena itu indonesia memiliki potensi laut yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik

BAB I PENDAHULUAN. promosi pariwisata ini berkembang hingga mancanegara. Bali dengan daya tarik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang paling populer akan kepariwisataannya. Selain itu, pariwisata di Bali berkembang sangat pesat bahkan promosi pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam sumberdaya alam dan khasanah budaya yang dapat berpotensi sebagai daya tarik wisata. Kebijakan pengembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wisata, sarana dan prasarana pariwisata. Pariwisata sudah berkembang pesat dan menjamur di

BAB I PENDAHULUAN. wisata, sarana dan prasarana pariwisata. Pariwisata sudah berkembang pesat dan menjamur di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata menjadi industri yang berpengaruh besar terhadap perkembangan dan kemajuan suatu daerah. Berkembangnya sektor pariwisata terlihat dari munculnya atraksi

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PRESIDEN, Dalam rangka keterpaduan pembangunan kebudayaan dan pariwisata, dengan ini menginstruksikan : Kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada masa sekarang kepariwisataan menjadi topik utama di seluruh dunia. Isu-isu mengenai pariwisata sedang banyak dibicarakan oleh masyarakat luas baik di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Bali Tahun 2013-2018 peranan Bali dengan sektor unggulan pariwisata telah memiliki posisi strategis pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata dewasa ini adalah sebuah Negara bisnis. Jutaan orang mengeluarkan triliunan dollar Amerika, meninggalkan rumah dan pekerjaan untuk memuaskan atau membahagiakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengesankan dalam hal total kunjungan turis internasional. Jumlah kunjungan

BAB I PENDAHULUAN. mengesankan dalam hal total kunjungan turis internasional. Jumlah kunjungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.1.1 Perkembangan Industri Pariwisata Dunia Industri pariwisata dunia pada tahun 2015 mengalami perkembangan yang mengesankan dalam hal total kunjungan turis internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terkenal dengan kekayaan keindahan alam yang beraneka ragam yang tersebar di berbagai kepulauan yang ada di Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata dalam beberapa dekade terakhir merupakan suatu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi bangsa-bangsa di dunia. Sektor pariwisata diharapkan

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tourism Organization (2005) dalam WTO Tourism 2020 Vision, memperkirakan jumlah kunjungan wisatawan internasional di seluruh dunia

BAB I PENDAHULUAN. Tourism Organization (2005) dalam WTO Tourism 2020 Vision, memperkirakan jumlah kunjungan wisatawan internasional di seluruh dunia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pariwisata merupakan salah satu industri terbesar dan merupakan sektor jasa dengan tingkat pertumbuhan paling pesat di dunia saat ini. World Tourism

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan perekonomian. Hal ini karena Pariwisata merupakan ujung tombak dan kemajuan perekonomian suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam memiliki potensi untuk pengembangan ekowisata. Pengembangan ekowisata di TNTC tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan dan pengujian model yang dapat menjelaskan sebab dan akibat perilaku seorang

BAB I PENDAHULUAN. Pengembangan dan pengujian model yang dapat menjelaskan sebab dan akibat perilaku seorang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pariwisata adalah bagian dari upaya pembangunan nasional yang sedang dilaksanakan. Pariwisata merupakan kegiatan seseorang dan biasanya menyenangkan.

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka keterpaduan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci