BAB II TEORI PENUNJANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TEORI PENUNJANG"

Transkripsi

1 BAB II TEORI PENUNJANG Pada bab ini akan dibahas tentang teori penunjang dan pengujian yang dilakukan oleh orang lain yang mendukung dalam pengerjaan proyak akhir ini Teori dan metode penunjang yang disajikan yaitu menerangkan tentang sekilas tentang bahasa pemrograman visual basic, pengertian pengolahan citra, citra digital, dasar pengolahan citra, warna RGB, Minutiae, JST Backpropagation, dan Ecludean Distance..1. JST BACKPROPAGATION DALAM PENELITIAN Berbagai teknik klasifikasi sidik jari telah dikembangkan. Pengenalan dan klasifikasi sidikjari dengan cara mendeteksi jumlah titik fokal, whorl, core, dan parameter gradien antara dua titik fokal tersebut. Ade Chopie Novira meneliti pengenalan pola sidik jari berbasis jaringan syaraf tiruan (JST). Elvayandri melakukan penelitian pengenalan pola sidik jari berbasis jaringan syaraf tiruan yang menggabungkan dua arsitektur JST yaitu arsitektur Jaringan Widrow-Hoff (JWH) dan Jaringan Propagasi-Balik (JPB). Keduanya mengekstraksi ciri dengan menguraikan ciri minusi cabang (bifurcation) sehingga diperoleh kelebihan dan kekurangan dari masing masing metode, seperti waktu, yng diperlukan untuk proses pembelajaran, kecepatan dan ketepatan proses identifikasi serta kemampuan banyaknya data yang dapat dikenali. Dari hasil pengenalan tersebut memungkinkan untuk menggabungkan keduanya, sehingga lebih menyempurnakan proses identifikasi... PENGERTIAN PENGOLAHAN CITRA Image processing atau pengolahan citra digital adalah kegiatan memperbaiki kualitas citra agar mudah di interpretasi oleh manusia / komputer dan merupakan suatu proses mengolah dari gambar asli menjadi gambar lain sesuai dengan keinginan. Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Inputannya adalah citra dan keluarannya juga citra tetapi dengan kualitas yang lebih baik dari pada citra masukan. Citra merupakan representasi dari dua dimensi untuk bentuk fisik nyata tiga dimensi, yang mana dalam perwujudannya bisa bermacam-macam. 5

2 Pengambilan gambar bisa dilakukan oleh kamera atau alat-alat lain yang bisa digunakan untuk mentransfer gambar misalnya scanner dan kamera digital. Proses transformasi dari bentuk tiga dimensi ke bentuk dua dimensi untuk menghasilkan citra akan dipengaruhi oleh bermacammacam faktor yang mengakibatkan penampilan citra suatu benda tidak sama persis dengan bentuk fisik nyatanya. Faktor-faktor tersebut merupakan efek degradasi atau penurunan kualitas yang dapat berupa rentang kontras benda yang terlalu sempit atau terlalu lebar, distorsi, kekaburan (blur), kekaburan akibat objek citra yang bergerak (motion blur), noise atau gangguan yang disebabkan oleh interferensi peralatan pembuat citra, baik itu berupa tranducer, peralatan elektronik ataupun peralatan optik karena pengolahan citra digital dilakukan dengan komputer digital maka citra yang akan diolah terlebih dahulu ditransformasikan ke dalam bentuk besaranbesaran diskrit dari nilai tingkat keabuan pada titik-titik elemen citra. Bentuk dari citra ini disebut citra digital. Elemen-elemen citra digital apabila ditampilkan dalam layar monitor akan menempati sebuah ruang yang disebut dengan piksel (picture elemen / pixel). Pengolahan citra (image processing) merupakan suatu sistem dimana proses dilakukan dengan masukan berupa citra (image) dan hasilnya juga berupa citra (image). Pada awalnya pengolahan citra ini dilakukan untuk memperbaiki kualitas citra, namun dengan berkembangnya dunia komputasi yang ditandai dengan semakin peningkatnya kapasitas dan kecepatan proses komputer, serta munculnya ilmu-ilmu komputasi yang memungkinkan manusia dapat mengambil informasi dari suatu citra maka image processing tidak dapat dilepaskan dengan bidang computer vision..3. CITRA DIGITAL Citra dapat diartikan sebagai fungsi kontinu dari intensitas cahaya dalam bidang dua dimensi. Pemrosesan citra dengan komputer digital membutuhkan citra digital sebagai masukan. Citra digital adalah citra kontinu yang diubah dalam bentuk diskrit baik koordinat ruang maupun intensitas cahayanya. Pengolahan digitalisasi terdiri dari dua proses, yaitu pencuplikan (sampling) posisi, dan kuantisasi intensitas. Citra digital dapat dinyatakan dalam bentuk matriks dua dimensi f ( x, y) dimana x dan y merupakan koordinat piksel dalam matriks dan f merupakan 6

3 derajat intensitas piksel tersebut. Konversi sistem koordinat citra diskrit ditunjukkan oleh gambar berikut : Gambar.1. Elemen Sistem Pengolah Citra Cita digital berbentuk matriks dengan ukuran M x N akan tersusun sebagai berikut : Suatu citra f ( x, y) dalam fungsi matematis dapat dituliskan sebagai berikut : 0 x M 1 0 y N 1 0 f ( x, y) G Dimana : M = banyaknya baris pada array citra N = banyaknya kolom pada array citra G = banyaknya skala keanuan (greylevel) 1 Interval ( 0, G ) disebut skala keabuan (greylevel). Besar G tergantung pada proses digitalisasinya. Biasanya keabuan 0 (nol) menyatakan intensitas hitam dan G menyatakan intensitas putih. Untuk citra 8 bit, nilai G sama dengan 8 = 56 warna (derajat keabuan). Jika memperhatikan citra digital secara seksama, melihat titiktitik kecil berbentuk segiempat yang membentuk citra tersebut. Titktitik tersebut merupakan satuan terkecil dari suatu citra digital 7

4 disebut piksel. Jumlah piksel per satuan panjang akan menentukan resolusi cira tersebut. Makin banyak piksel yang mewakili suatu citra, maka makin tinggi nilai resolusinya dan makin halus gambarnya. Citra berwarna dapat dinyatakan dengan banyak cara, salah satunya adalah dengan menggunakan sinyal RGB (Red-Green- Blue). Pada cara ini, sebuah citra berwarna dinyatakan sebagai gabungan sari tiga buah citra monocrome merah, hijau dan biru yang berukuran sama. Warna untuk setiap pikselnya tergantung dari komposisi ketiga komponen pada koordinat tersebut. Citra mengandung sejumlah elemen elemen dasar. Elemen elemen dasar tersebut dimanipulsi dalam pengolahan citra dan diexploitasi lebih lanjut dalam komputer digital. Elemen elemen dasar yang penting diantaranya adalah : 1. Kecerahan (brightnessi) Kecerahan aalah intensitas cahaya. Kecerahan pada suatu titik (pixel) di dalam citra bukanlah suatu intensitas yang riil, tetapi sebenarnya adalah intensitas rata rata dari suatu area yang melingkupinya.. Kontras (contrast) Kontras menyatakan sebaran terang (lightness) dan gelap (darkness) di dalam suatu citra. Pada citra dengan kontras yang baik, komposisi gelap dan terang tersebar secara merata. 3. Kontur (contour) Kontur adalah keadaan yang timbul olehperubahan intensitas pada pixel - pixel yang bertetangga. 4. Warna (color) Warna adalah persepsi yang dirasakan oleh sisitem visual manusia terhadap panjang gelombang chay yang dipantulkan oleh objek. 5. Bentuk (shape) Shape adalah properti intrinsik utama untuk siste visual manusia. 6. Tekstur (texture) Tekstur dicirikan sebagai distribusi spsia dari erajat keabuan di dalam sekumpulan pixel pixel tetangga. 8

5 .4. DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Pengolahan citra merupakan proses mengolah piksel-piksel dalam citra digital untuk suatu tujuan tertentu. Ada beberapa hal yang penting di dalam pengolahan citra digital, antara lain teknikteknik pengambilan citra, model citra digital, sampling dan kuantisasi, threshold, histogram, proses filtering, perbaikan citra sampai pada pengolahan citra digital yang lebih lanjut seperti segmentasi, image clustering dan ekstraksi ciri. Beberapa alasan dilakukannya pengolahan citra pada citra digital antara lain yaitu: 1. Untuk mendapatkan citra asli dari suatu citra yang sudah buruk karena pengaruh derau. Proses pengolahan bertujuan mendapatkan citra yang diperkirakan mendekati citra sesungguhnya.. Untuk memperoleh citra dengan karakteristk tertentu dan cocok secara visual yang dibutuhkan untuk tahap yang lebih lanjut dalam pemrosesan analisis citra. Dalam proses akuisisi, citra yang akan diolah ditransformasikan dalam suatu representasi numerik. Pada proses selanjutnya representasi numerik tersebutlah yang akan diolah secara digital oleh komputer. Pengolahan citra pada umumnya dapat dikelompokkan dalam dua jenis kegiatan, yaitu: 1. Memeperbaiki kualitas citra sesuai kebutuhan.. Mengolah informasi yang terdapat pada citra. Bidang aplikasi yang kedua ini sangat erat kaitannya dengan computer aided analysis yang umumnya bertujuan untuk mengolah suatu objek citra dengan cara mengekstraksi informasi penting yang terdapat di dalamnya. Dari informasi tersebut dapat dilakukan proses analisis dan klasifikasi secara cepat memanfaatkan algoritma perhitungan komputer. Proses pengolahan citra secara diagram proses dimulai dari pengambilan citra perbaikan kualitas citra, sampai dengan pernyataan representasi citra dicitrakan dengan gambar. 9

6 10 Gambar.. Proses pengolahan citra.5. PIXEL DAN HUBUNGAN ANTAR PIXEL Salah satu komponen dari gambar yang menentukan resolusi dari gambar tersebut, misalnya sebuah gambar dikatakan resolusinya sebesar 800 x 600 maka artinya yaitu panjang pixel horizontalnya 800 dan panjang pixel 13 vertikalnya 600 dan jumlah total keseluruhan pixel dari gambar tersebut yaitu atau dapat dikatakan bahwa dalam gambar tersebut terdiri dari pixel. Dalam masalah pengolahan citra, hubungan antar pixel merupakan hal yang sangat penting. Sebuah pixel p pada koordinat (x,y) mempunyai 4 tetangga horizontal dan vertikal yang koordinatkoordinatnya sebagai berikut : (x+1,y),(x-1,y),(x,y+1), dan (x,y-1) Kumpulan dari pixel-pixel diatas yang disebut 4-neighbours of pdapat dinyatakan sebagai N 4 (p), kecuali jika p(x,y)posisinya terletak digaris batas gambar, sehingga jumlah pixel tetangga tidak terdiri dari 4 tetangga. Selain 4 tetangga diatas, p juga mempunyai 4 tetangga diagonal, yaitu : (x+1,y+1),(x+1,y-1),(x-1,y+1), dan (x-1,y-1) Pixel-pexel diatas dinyatakan sebagai N D (p )gabungan dari N 4 (p) dan N D (p) didefinisikan sebagai 8-neighbours of p dan dinyatakan sebagai N8 (p). Hubungan antar pixel merupakan suatu konsep yang sangat penting yang digunakan untuk mendefinisikan batas-batas dari suatu objek serta bagian- bagian daerah kecil dari suatu gambar. Sebagai pertimbangan apakah dua pixel dihubungkan atau tidak, diperlukan beberapa kriteria. Diantaranya adalah apakah kedua pixel tersebut mempunyai prinsip kedekatan yang sesuai dengan konsep yang telah ditentukan, seperti konsep 4-neighbours atau 8-neighbours. Selain itu, apakah kedua pixel tersebut memiliki gray level yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Sebagi contoh, jika dua pixel mempunyai nilai masing-masing 0 dan 1 dan keduanya merupakan

7 bagian dari 4-neighbours, maka dinyatakan bahwa kedua pixel tersebut tidak ada hubungan, hal ini karena keduanya memiliki nilai yang berbeda..6. WARNA RGB Dasar dari pengolahan citra adalah pengolahan warna RGB pada posisi tertentu. Dalam mengolahan citra warna direpresentasikan dengan nilai hexadesimal dari 0x sampai 0x00ffffff. Warna hitam adalah 0x dan warna putih adalah 0x00ffffff. Definisi nilai warna di atas dapat ditunjukkan seperti pada gambar.3, dimana variabel angka dibelakang 0x00 menyatakan nilai hexadecimal. Gambar.3. Nilai warna RGB dalam hexadesimal Terlihat bahwa setiap warna mempunyai range nilai 00 (angka desimalnya adalah 0) dan ff (angka desimalnya adalah 55), atau mempunyai nilai derajat keabuan 56 = 8. Dengan demikian range warna yang digunakan adalah ( 8 )( 8 )( 8 ) = 4 (atau yang dikenal dengan istilah True Colour pada Windows). Nilai warna yang digunakan di atas merupakan gambungan warna cahaya merah, hijau dan biru seperti yang terlihat pada gambar.4. Sehingga untuk menentukan nilai dari suatu warna yang bukan warna dasar digunakan gabungan skala kecerahan dari setiap warnanya. Konsep ruang warna adalah setiap pixel mempunyai warna yang dinyatakan dalam RGB, sehingga merupakan gabungan nilai R, nilai G, dan nilai B yang tidak bisa dipisahkan satu dengan lainnya. Hal ini dapat dituliskan dengan P(r,g,b). 11

8 Gambar.4. RGB 4-bit color cube Warna yang dideskripsikan dengan RGB adalah pemetaan yang mengacu pada panjang gelombang dari RGB. Pemetaan menghasilkan nuansa warna untuk masing-masing R, G, dan B. Masing-masing R, G, dan B didiskritkan dalam skala 56, sehingga RGB akan memiliki indeks antara 0 sampai 55. Jika dilihat dari pemetaan model warna RGB yang berbentuk cube ( kubus ) seperti gambar dibawah ini. Gambar.5. Pemetaan RGB cube dengan sumbu x,y,z Dengan pemetaan RGB 4-bit color cube maka 3 warna dasar dapat dicampurkan sehingga mendapatkan warna yang baru. Gambar.6. Pencampuran warna dasar RGB Setiap titik pada layar berisi angka yang bukan menunjukkan intensitas warna dari titik tersebut, melainkan menunjukkan nomor 1

9 dari warna yang dipilih, dimana pada tiap titik dapat dipilih sebanyak 56 warna. Jika suatu citra memiliki 56 warna, maka fungsi-fungsi yang dimiliki oleh pengolahan citra tidak dapat mengolah tidak dapat mengolah atau memanipulasinya secara langsung. Hal ini karena citra tersebut tidak memiliki suatu tigkat kecerahan tertentu. Sedang masing-masing palette warna tabel memiliki tiga buah kombinasi angka, yaitu R (red), G (green), dan B(blue) yang menentukan proporsi dari warna merah, hijau, dan biru. Dengan demikian diketahui bahwa dalam suatu pixel akan diwakili dengan 3 byte memori yang masing-masing terdiri dari 1 byte untuk warna merah, 1 byte untuk warna hijau, 1 byte untuk warna biru Hal tersebut berbeda dengan citra greyscale yang merupakan rata-rata dari citra RGB. Citra digital berwarna terdiri dari 3 komponen matrik yaitu matrik RED, GREEN dan BLUE. Setiap matrik mengandung informasi intensitas warna komponen dengan masing-masing resolusi sebesar 8 bit. Jadi untuk citra digital berwarna menggunakan sistem 4 bit biru. Contoh gambar berwarna (RGB) yang dipisahkan menjadi masing-masing komponen penyusunnya, yaitu merah, hijau, dan biru dapat ditunjukkan pada gambar.5. Gambar.7. Komponen RGB.7. VISUAL BASIC DALAM PENGOLAHAN CITRA Untuk menangkap citra yang ada pada picture digunakan perintah point yang dikenakan pada object picture yaitu namapicture.point(x,y), perintah ini menangkap warna pada posisi (x,y) dan hasilnya adalah nilai warna dalam 4 warna yang terdiri dari RGB. Untuk mengambil warna R, G, dan B dapat digunakan cara pembagian dengan 56 sebagai berikut. 13

10 Gambar.8 Program Awal Program diatas jika diimplementasikan kedalam program adalah seperti dibawah ini Gambar.9 Implementasi Program Gambar.10 Form Untuk Menangkap Citra 14

11 .8. POLA SIDIK JARI Menurut Francis Galton ( ) tidak ada dua sidik jari yang sama, artinya setiap sidik jari yang dimiliki oleh seseorang adalah unik berdasarkan klasifikasi, pola sidik jari dapat dinyatakan secara umum ke dalam tiga bentuk yaitu ; arch, loop, whorl, dan composite, dapat dilihat pada gambar berikut Whorl Arch Loop Gambar.11 Pola Sidik Jari.9. TRESHOLDING Proses threshold digunakan untuk memperjelas alur sidik jari. Proses ini sangat berguna jika image yang didapat, terdapat warna pixel yang tidak jelas (blok hitam). Pada tahap ini terlebih dahulu mencari filter rata-rata / mean dari image sidik jari, pada program ini mean yang merupakan hasil dari jumlah pixel dibagi dengan hasil perkalian scale width dengan scale height dan dengan 1.38 untuk meminimalkan /mengurangi warna hitam (hitam yang mengeblok) jika pengambilan secara offine. Nilai pixel baru / hasil treshold didapat dari hasil pixel lebih dari mean maka image / pictresholding dirubah RGB nya menjadi 55, 55, 55 sebaliknya jika kurang dari mean maka diubah menjadi 0,0, THINNING Proses thinning mengidentifikasi piksel-piksel dari suatu objek yang dianggap mewakili bentuk objek tersebut, dan digunakan untuk mengekstrak fitur dari suatu objek pada sebuah citra. Pada pengenalan pola, thinning digunakan untuk mereduksi pola biner ke representasi skeletal. Operasi thinning digunakan untuk mengambil rangka setebal satu piksel dari citra, dengan cara membuang titiktitik atau layer terluar dari citra sampai semua garis atau kurva hanya setebal satu piksel. 15

12 Kerangka yang dihasilkan disebut sebagai skeleton, yang dianggap merepresentasikan bentuk objek. Pada image berbentuk garis, skeleton menunjukkan semua informasi dari objek aslinya. Komponen-komponen dari skeleton, yaitu posisi, orientasi, dan panjang segmen-segmen garis skeleton mewakili garis-garis yang memberntuk image. Komponen-komponen ini mempermudah karakterisasi komponen-komponen dari image tersebut. Misalnya panjang dari suatu bentuk dapat diperkirakan dengan memperhitungkan ujung-ujung dan titik terjauh pada skeleton. Ada berbagai macam metode atau algoritma thinning, dan masing-masing memberikan hasil yang berbeda. Kebanyakan algoritma thinning bersifat iteratif. Pada sebuah iterasi, piksel-piksel edge dievaluasi berdasarkan kriteria-kriteria tertentu untuk menentukan apakah harus dibuang atau tidak. Ada juga beberapa algoritma pada komputer-komputer yang bekerja secara sekuensial dan paralel. Pada algoritma sekuensial, untuk memproses suatu piksel pada suatu tahap digunakan hasil pemrosesan pada iterasi sebelumnya dan hasil iterasi pada tahap yang sedang berjalan. Sedangkan pada algoritma paralel, keputusan untuk membuang suatu piksel hanya bergantung pada hasil dari iterasi sebelumnya. Selain thinning dikenal juga skeletonizing. Thinning sering diasumsikan sama dengan skeletonizing. Tetapi thinning berbeda dengan skeletonizing. Misalnya pada citra persegi panjang yang terisi penuh, thinning menghasilkan satu garis, sedangkan skeletonizing menghasilkan satu garis dengan cabang-cabang pada ujung-ujungnya yang mengarah ke ujung-ujung persegi panjang. Karakterisitk dari skeleton: [Koushik Das, 000] Konektifitas harus dipelihara. Jika objek terhubung, skeleton hasilnya juga harus terhubung. Umumnya, 8- connectivity harus dijaga untuk foreground, dan 4- connectivity harus dijaga untuk background. Erosi yang berlebihan harus dicegah. Titik ujung dari skeleton harus ditemukan secepat mungkin, sehingga panjang skeleton tidak memendek, sehingga benar-benar merepresentasikan citra aslinya. Skeleton tidak boleh dipengaruhi noise. Noise adalah gangguan-gangguan kecil yang bukan merupakan bagian dari skeleton, dan akan sering dihasilkan berupa 16

13 ekor/cabang dari thinning. Panjang ekor ini harus diminimalkan. Penggunaan 8-connectivity untuk foreground sangat penting, karena jika menggunakan 4-connectivity, skeleton akan memiliki ketebalan piksel, sehingga tidak sesuai dengan skeleton yang dihasilkan. Tetapi penggunaan 8-connectivity juga memiliki efek samping, yaitu skeleton yang dihasilkan pada sudut atau persimpangan akan terdistorsi (terjadi eror), terutama jika citra aslinya sangat tebal ALGORITMA THINNING BINARY REGION Algoritma ini adalah algoritma untuk citra biner, dimana piksel background citra bernilai 0, dan piksel foreground (region) bernilai 1. Algoritma ini cocok digunakan untuk bentuk yang diperpanjang (elongated) dan dalam aplikasi OCR (Optical Character Recognition). Algoritma ini terdiri dari beberapa iterasi, dimana setiap iterasinya terdiri dari langkah dasar yang diaplikasikan terhadap titik contour (titik batas) region. Titik contour ini dapat didefinisikan sebagai sembarang titik yang pikselnya bernilai 1, dan memiliki paling sedikit 1 piksel dari 8-tetangganya yang bernilai 0. Gambar berikut ini mengilustrasikan titik contour p1 dan 8- tetangganya: p9 p p3 p8 p1 p4 p7 p6 p5 Langkah pertama dari sebuah iterasi adalah menandai semua titik contour untuk dihapus, jika titik contour tersebut memenuhi syarat-syarat berikut: a. N(p1) 6 b. S (p1) = 1 c. p p4 p6 = 0 d. p4 p6 p8 = 0 dimana N(p1) adalah jumlah dari tetangga titik contour p1, yang pikselnya bernilai 1, yaitu: N(p1) = p + p p8 + p9 17

14 dan S (p1) adalah banyaknya transisi 0-1 dari nilai piksel p, p3,... p8, p9 secara berurutan. Misalnya, untuk nilai p, p3,... p8, p9 seperti di bawah ini: p Maka nilai N(p1) = 4 dan S (p1) = 3. Kondisi (a) dilanggar jika titik contour p1 memiliki hanya satu atau tujuh tetangga dari 8-tetangganya yang pikselnya bernilai 1. Jika titik contour p1 hanya memiliki satu tetangga, hal ini mengakibatkan p1 adalah akhir dari skeleton, sehingga tidak boleh dihapus. Jika p1 memiliki tujuh tetangga dan jika p1, maka akan menimbulkan erosi pada region yang bersangkutan. Kondisi (b) dilanggar jika titik contour merupakan region dengan satu piksel. Sehingga jika titik tersebut dihapus, akan mengakibatkan pemutusan segmen dari skeleton selama operasi thinning. Kondisi (c) dan (d) akan dipenuhi minimal jika p4 = 0, atau p6 = 0, atau (p = 0 dan p8 = 0). Jika p4 = 0 menunjukkan titik contour berada pada batas timur region. Jika p6 = 0 menunjukkan titik contour berada pada batas batas selatan region. Sedangkan jika p = 0 dan p8 = 0 menunjukkan titik contour berada pada batas utara-barat region. Serupa dengan syarat (c) dan (d) pada langkah I, syarat (c ) dan (d ) pada langkah II dipenuhi minimal jika p = 0, atau p8 = 0, atau (p4 = 0 dan p6 = 0). Setelah langkah 1 selesai, langkah diterapkan terhadap titik contour dari hasil langkah 1 sebelumnya, yaitu: a. N(p1) 6 b. S (p1) = 1 c. p p4 p8 = 0 d. p p6 p8 = 0 Langkah I diterapkan ke seluruh titik batas pada citra biner. Jika satu atau lebih syarat dari point a, b, c, d tidak dipenuhi, titik tersebut tidak ditandai untuk dihapus. Sebaliknya, jika semua syarat terpenuhi, maka titik tersebut ditandai untuk dihapus. Titik titik batas tersebut tidak dihapus terlebih dahulu, sampai semua titik batas dievaluasi. Hal ini mencegah perubahan struktur data selama eksekusi algoritma. Setelah langkah I selesai dievaluasi terhadap semua titik batas, titik-titik yang diberi tanda dihapus (misalnya

15 dengan cara mengubah nilai piksel dari 1 ke 0). Kemudian setelah itu, langkah II diterapkan ke citra hasil proses dengan langkah I. Dari keterangan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa 1 iterasi dalam algoritma thinning ini terdiri dari 4 langkah, yaitu: a. Menerapkan langkah I untuk menandai titik batas yang akan dihapus b. Menghapus semua titik batas yang sudah diberi tanda c. Menerapkan langkah II untuk menandai titik batas yang akan dihapus pada citra hasil pemrosesan dengan langkah I d. Menghapus titik batas yang sudah diberi tanda e. Langkah I dan II diterapkan berulang-ulang, sampai tidak ada lagi titik yang bisa dihapus..11. MINUTIAE Ekstraksi minutiae diperoleh menggunakan matriks ketetanggaan dan filter bentuk dengan topologinya dirancang untuk mengeksploitasi dua sifat minutiae, yaitu untuk mendeteksi akhir garis alur atau titik-titik percabangan. Citra awal berhubungan dengan arah garis-garis alur pola sidik jari yang kemudian di sekatsekat kedalam daerah-daerah yang terhubung yang homogen. Dari terminasi dan percabangan garis alur pola sidik jari maka diperoleh titik-titik minutiae. Peta dari titik-titik minutiae disimpan sebagai informasi unik berhubungan dengan sidik jari individual. Pada Pencocokan minutiae ini akan melakukan analisis percabangan garis (ridges bifurcations) dan akhir garis (ridges ending). Keseluruhan pola sidik jari rata-rata berisikan 100 minutiae, area pengukuran rata-rata berisikan minutiae tergantung dari jari dan area sensor. Titik-titik minutiae disimpan berikut posisi dari titik minutiae local dalam kode pola sidik jari atau secara langsung dalam template acuan. 19

16 0 Gambar.1 Bentuk Ridge pada sidik jari Bagian utama dari penggunaan pola sidik jari untuk system autentikasi adalah bagaimana mendapatkan pola sidik jari untuk disimpan sebagai template sewaktu pendaftaran ataupun sewaktu dilakukan perbandingan pola sidk jari tertentu dengan template tersebut (sewaktu identifikasi/verifikasi). System pengenalan sidik jari memanfaatkan struktur sidk jari setiap manusia yang berbeda(ada kesamaan degan presentase yang cukup kecil). Sistem ini melibatkan penentuan tingkat kesamaan antara citra sidik jari dengan membandingkan struktur ridge atau distribusi spasialdari titik-titik Minutiae. Untuk mendapatkan titik-titik minusi ini diperlukan beberapa proses terhadap citra hasil penangkapan menggunakan sensor fingerprint seperti Threshold dan Thinning..1. JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST).1.1. NORMALISASI Data masukan pada lapisan input backpropagation adalah merupakan bilangan bulat atau bilangan pecahan dari 0 sampai 1. Akan lebih baik bila data sudah berupa angka-angka yang mewakili dari obyek yang akan dikenali. Meskipun di algoritma ini tidak disebutkan bahwa data harus di normalisasi, akan tetapi ada baiknya dilakukan normalisasi sehingga didapatkan nilai antara 0 sampai 1. Alasan pertama adalah data menjadi lebih kecil karena sudah nol koma dan alasan kedua adalah dengan data yang kecil pengolahan tidak memerlukan memori yang besar sehingga akan menambah kecepatan proses pembelajaran. Normalisasi dilakukan dengan cara membagi setiap komponen nilai dari data jarak minusi dengan nilai maksimum dari data jarak minusi tersebut.

17 Rumusnya adalah sebagai berikut : Normalisasi = x1+x+x3+ +xn x maks.1.. STRUKTUR DASAR JARINGAN BIOLOGI Pembuatan struktur jaringan saraf tiruan diilhami oleh struktur jaringan biologi, khususnya jaringan otak manusia. Untuk lebih mengenal asal-usul serta bagaimana suatu struktur jaringan saraf tiruan dibuat dan dapat dipakai sebagai suatu alat penghitung, berikut ini akan diulas sedikit istilah yang secara umum digunakan. Neuron adalah satuan unit pemroses terkecil pada otak, bentuk sederhana sebuah neuron yang oleh para ahli dianggap sebagai satuan unit pemroses tersebut di gambarkan sebagai berikut Gambar.13. Struktur sederhana sebuah neuron Struktur pada gambar diatas tersebut adalah bentuk standard dasar satuan unit jaringan otak manusia yang telah disederhanakan. Bentuk standard ini mungkin dikemudian hari akan berubah bila ada ilmuwan yang dapat menciptakan bentuk standard yang lebih baik ataupun memperbaiki bentuk standard yang digunakan saat ini. Jaringan otak manusia tersusun tidak kurang dari buah neuron yang masingmasing terhubung oleh sekitar buah dendrite. Fungsi dendrite adalah sebagai penyampai sinyal dari neuron tersebut ke neuron yang terhubung dengannya. Sebagai keluaran, setiap neuron memiliki axon, sedangkan bagian penerima sinyal disebut synapse. Penjelasan lebih rinci tentang hal ini dapat diperoleh pada disiplin ilmu biology molecular. Secara umum jaringan saraf terbentuk dari jutaan (bahkan lebih) struktur dasar neuron yang terinterkoneksi dan terintegrasi antara satu dengan yang lain sehingga dapat melaksanakan aktifitas secara teratur dan terus menerus sesuai dengan kebutuhan. 1

18 .1.3. KONSEP DASAR PEMODELAN JARINGAN SYARAF TIRUAN Tiruan neuron dalam struktur jaringan saraf tiruan adalah sebagai elemen pemroses seperti pada gambar.13 yang dapat berfungsi seperti halnya sebuah neuron. Sejumlah sinyal masukan x dikalikan dengan masing-masing penimbang yang bersesuaian w. Kemudian dilakukan penjumlahan dari seluruh hasil perkalian tersebut dan keluaran yang dihasilkan dilalukan kedalam fungsi pengaktip untuk mendapatkan tingkatan derajad sinyal keluarannya F(x.w). Walaupun masih jauh dari sempurna, namun kinerja dari tiruan neuron ini identik dengan kinerja dari sel biologi yang kita kenal saat ini. Penimbang Penjumlahan m a s u k a n X1 X Wk1 Wk Σ Fungsi uk aktifasi keluaran yk Xp Wkp Gambar.14. Model tiruan sebuah neuron Misalkan ada n buah sinyal masukan dan n buah penimbang, fungsi keluaran dari neuron adalah seperti berikut F(x,W) = f(w 1 x w 1 x 1 ) Kumpulan dari neuron dibuat menjadi sebuah jaringan yang akan berfungsi sebagai alat komputasi. Jumlah neuron dan struktur jaringan untuk setiap problema yang akan diselesaikan adalah berbeda. Demikian pula dengan penimbang diantara masing-masing neuron yang terhubung, besarnya akan ditentukan pada saat jaringan dilatih dengan sekumpulan sample data. Gambar.0 adalah contoh jaringan saraf tiruan yang terbentuk dari beberapa buah tiruan neuron dan terhubung oleh beberapa penimbang. Sampai saat ini sudah banyak model-model jaringan saraf tiruan yang dikemukakan oleh para periset, masing-masing mempunyai kapasitas kemampuan yang berlainan. Contoh model yang dibahas disini adaiah yang paling umum digunakan.

19 MASUKAN KELUARAN Lapisan Tersembunyi Gambar.15. Model jaringan saraf tiruan lapis jamak.1.4. METODE BACKPROPAGATION Algoritma pelatihan Backpropagasi (Backpropagation) atau ada yang menterjemahkannya menjadi propagasi balik, pertama kali dirumuskan oleh Werbos dan dipopulerkan oleh Rumelhart dan McClelland untuk dipakai pada JST, dan selanjutnya algoritma ini biasa disingkat dengan BP. Algoritma ini termasuk metoda pelatihan supervised dan didesain untuk operasi pada jaringan feed forward multi lapis. Metoda BP ini banyak diaplikasikan secara luas. Sekitar 90 %, bahkan lebih BP telah berhasil diaplikasikan di berbagai bidang, diantaranya diterapkan di bidang finansial, pengenalan pola tulisan tangan, pengenalan pola suara, sistem kendali, pengolah citra medika dan masih banyak lagi keberhasilan BP sebagai salah satu metoda komputasi yang handal. Algoritma ini juga banyak dipakai pada aplikasi pengaturan karena proses pelatihannya didasarkan pada hubungan yang sederhana, yaitu : Jika keluaran memberikan hasil yang salah, maka penimbang (Weight) dikoreksi supaya galatnya dapat diperkecil dan respon jaringan selanjutnya diharapkan akan lebih mendekati harga yang benar. BP juga berkemampuan untuk memperbaiki penimbang pada lapisan tersembunyi (hidden layer). 3

20 Secara garis besar, mengapa algoritma ini disebut sebagai propagasi balik, dapat dideskripsikan sebagai berikut: Ketika Jaringan diberikan pola masukan sebagai pola pelatihan maka pola tersebut menuju ke unit-unit pada lapisan tersembunyi untuk diteruskan ke unit-unit lapisan keluaran. Kemudian unit-unit lapisan keluaran memberikan tanggapan yang disebut sebagai keluaran jaringan. Saat keluaran jaringan tidak sama dengan keluaran yang diharapkan maka keluaran akan menyebar mundur (backward) pada lapisan tersembunyi diteruskan ke unit pada lapisan masukan. Oleh karenanya maka mekanisme pelatihan tersebut dinamakan backpropagation/propagasi balik. Tahap pelatihan ini merupakan langkah bagaimana suatu jaringan saraf itu berlatih, yaitu dengan cara melakukan perubahan penimbang (sambungan antar lapisan yang membentuk jaringan melalui masing-masing unitnya). Sedangkan pemecahan masalah baru akan dilakukan jika proses pelatihan tersebut selesai, fase tersebut adalah fase mapping atau proses pengujian/testing..13. EUCLEDEAN DISTANCE Jika u x 1, y v x, y 1 dan s adalah dua poin-poin pada wahana, jarak Ecludean mereka diberi oleh: 1 x y1 y x Secara geometris, adalah panjang dari segmen yang menggabungkan u dan v juga norm dari vector yang berbeda n (mempertimbangkan sebagai vector space). Jarak ini mempengaruhi suatu matrik (dan oleh karena itu suatu topologi) pada, disebut Ecludean matrik (pada ) atau standard matrik (pada ). Topologi yang disebut topologi baku atau topologi umum pada dan satu basis dapat diperoleh mempertimbangkan suatu dari semua bola yang terbuka. a x, x,..., x b y y y Jika 1 n dan 1,,..., n, kemudian formula 1 dapat disamaratakan untuk itu dari a ke b sebagai d a, b x1 y1 x y... x n yn n dengan penjelasan jarak Ecludean 4

21 Catatan bahwa jarak ini bersamaan dengan nilai mutlak ketika n n=1. jarak Ecludean pada adalah juga suatu matrik (Ecludean n atau matrik baku), dan oleh karena itu dapat memberi suatu topologi, yang mana disebut standart (kanonik, umum, dll) topologi n dari. Yang menghasilkan itu (Topological dan vectorial) space (ruang) dikenal sebagai Ecludean space (ruang Ecludean). n Ini dapat juga dilaksanakan untuk C karena ketika diset C dan dengan begitu metric yang terpasang pada C adalah n sama ketika diberikan untuk, dan secara umum, C mendapatkan matrik yang sama seperti n. 5

Pengenalan Citra Sidikjari Menggunakan Minutiae Dan Propagasi Balik

Pengenalan Citra Sidikjari Menggunakan Minutiae Dan Propagasi Balik Pengenalan Citra Sidikjari Menggunakan Minutiae Dan Propagasi Balik Sri Heranurweni 1 1) Jurusan Teknik Elektro, Universitas Semarang email : heranur@yahoo.com Abstrak : Teknik identifikasi konvensional

Lebih terperinci

Pembentukan Citra. Bab Model Citra

Pembentukan Citra. Bab Model Citra Bab 2 Pembentukan Citra C itra ada dua macam: citra kontinu dan citra diskrit. Citra kontinu dihasilkan dari sistem optik yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Sistem Optik dan Proses Akuisisi Citra Digital 2 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 Bisa dilihat pada slide berikut. SISTEM OPTIK MANUSIA

Lebih terperinci

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer

Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Pengolahan Citra / Image Processing : Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer Teknik pengolahan citra dengan mentrasformasikan citra menjadi citra lain, contoh

Lebih terperinci

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI.

GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA. WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. GRAFIK KOMPUTER DAN PENGOLAHAN CITRA WAHYU PRATAMA, S.Kom., MMSI. PERTEMUAN 8 - GRAFKOM DAN PENGOLAHAN CITRA Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Analog/Continue dan Digital. Elemen-elemen Citra

Lebih terperinci

Pertemuan 2 Representasi Citra

Pertemuan 2 Representasi Citra /29/23 FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 2 Representasi Citra Representasi Citra citra Citra analog Citra digital Matrik dua dimensi yang terdiri

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya

BAB 2 LANDASAN TEORI. dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Secara harfiah citra atau image adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Computer Vision Computer vision dapat diartikan sebagai suatu proses pengenalan objek-objek berdasarkan ciri khas dari sebuah gambar dan dapat juga digambarkan sebagai suatu deduksi

Lebih terperinci

Model Citra (bag. 2)

Model Citra (bag. 2) Model Citra (bag. 2) Ade Sarah H., M. Kom Resolusi Resolusi terdiri dari 2 jenis yaitu: 1. Resolusi spasial 2. Resolusi kecemerlangan Resolusi spasial adalah ukuran halus atau kasarnya pembagian kisi-kisi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2. Citra Digital Menurut kamus Webster, citra adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda. Citra digital adalah representasi dari citra dua dimensi

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA Copyright @ 2007 by Emy 2 1 Kompetensi Mampu membangun struktur data untuk merepresentasikan citra di dalam memori computer Mampu melakukan manipulasi citra dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

Pengolahan Citra : Konsep Dasar

Pengolahan Citra : Konsep Dasar Pengolahan Citra Konsep Dasar Universitas Gunadarma 2006 Pengolahan Citra Konsep Dasar 1/14 Definisi dan Tujuan Pengolahan Citra Pengolahan Citra / Image Processing Proses memperbaiki kualitas citra agar

Lebih terperinci

BAB II CITRA DIGITAL

BAB II CITRA DIGITAL BAB II CITRA DIGITAL DEFINISI CITRA Citra adalah suatu representasi(gambaran),kemiripan,atau imitasi dari suatu objek. DEFINISI CITRA ANALOG Citra analog adalahcitra yang bersifat kontinu,seperti gambar

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital adalah citra yang bersifat diskrit yang dapat diolah oleh computer. Citra ini dapat dihasilkan melalui kamera digital dan scanner ataupun citra yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas landasan teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teknik-teknik yang dibahas mengenai pengenalan pola, prapengolahan citra,

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016

Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 MKB3383 - Teknik Pengolahan Citra Pengolahan Citra Digital Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Gasal 2015/2016 CITRA Citra (image) = gambar pada bidang 2 dimensi. Citra (ditinjau dari sudut pandang matematis)

Lebih terperinci

BAB II TEORI PENUNJANG

BAB II TEORI PENUNJANG BAB II TEORI PENUNJANG 2.1 Computer Vision Komputerisasi memiliki ketelitian yang jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan cara manual yang dilakukan oleh mata manusia, komputer dapat melakukan berbagai

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

Farah Zakiyah Rahmanti

Farah Zakiyah Rahmanti Farah Zakiyah Rahmanti Latar Belakang Struktur Dasar Jaringan Syaraf Manusia Konsep Dasar Permodelan JST Fungsi Aktivasi JST Contoh dan Program Jaringan Sederhana Metode Pelatihan Supervised Learning Unsupervised

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL BAB II TEORI DASAR PENGOLAHAN CITRA DIGITAL 2.1 Citra Secara harafiah, citra adalah representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi pada bidang dari suatu objek. Ditinjau dari sudut pandang matematis,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Dalam bab ini dibahas teori yang digunakan sebagai landasan pengerjaan pengenalan kata berdasarkan tulisan tangan huruf Korea (hangūl) menggunakan jaringan saraf tiruan propagasi balik.

Lebih terperinci

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK PERANCANGAN SISTEM PENGENALAN DAN PENYORTIRAN KARTU POS BERDASARKAN KODE POS DENGAN MENGGUNAKAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK OLEH ARIF MIFTAHU5R ROHMAN (2200 100 032) Pembimbing: Dr. Ir Djoko Purwanto, M.Eng,

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka 23 BAB II Tinjauan Pustaka II.1. Pengolahan Citra Digital Citra yang diperoleh dari lingkungan masih terdiri dari warna yang sangat komplek sehingga masih diperlukan proses lebih lanjut agar image tersebut

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI Bab ini berisi analisis pengembangan program aplikasi pengenalan karakter mandarin, meliputi analisis kebutuhan sistem, gambaran umum program aplikasi yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Citra Digital BAB II DASAR TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital didefinisikan sebagai fungsi f (x,y) dua dimensi,dimana x dan y adalah koordinat spasial dan f(x,y) adalah disebut dengan intensitas atau tingkat keabuan

Lebih terperinci

Pengolahan citra. Materi 3

Pengolahan citra. Materi 3 Pengolahan citra Materi 3 Citra biner, citra grayscale dan citra warna Citra warna berindeks Subject Elemen-elemen Citra Digital reflectance MODEL WARNA Citra Biner Citra Biner Banyaknya warna hanya 2

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital

LANDASAN TEORI. 2.1 Citra Digital Pengertian Citra Digital LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital 2.1.1 Pengertian Citra Digital Citra dapat didefinisikan sebagai sebuah fungsi dua dimensi, f(x,y) dimana x dan y merupakan koordinat bidang datar, dan harga fungsi f disetiap

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH

IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH IMPLEMENTASI METODE SPEED UP FEATURES DALAM MENDETEKSI WAJAH Fitri Afriani Lubis 1, Hery Sunandar 2, Guidio Leonarde Ginting 3, Lince Tomoria Sianturi 4 1 Mahasiswa Teknik Informatika, STMIK Budi Darma

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Digital Secara harafiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya, dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap titik merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) sebagai salah satu komponen multimedia memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Citra menurut kamus Webster adalah suatu representasi atau gambaran, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, contohnya yaitu foto seseorang dari kamera yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengolahan Citra Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini mempunyai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Digital Citra digital merupakan fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y) merupakan

Lebih terperinci

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner

Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.9, No.2, Agustus 2015 ISSN: 0852-730X Algoritma Kohonen dalam Mengubah Citra Graylevel Menjadi Citra Biner Nur Nafi'iyah Prodi Teknik Informatika

Lebih terperinci

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI Oleh Nama : Januar Wiguna Nim : 0700717655 PROGRAM GANDA TEKNIK INFORMATIKA DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital

Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Analisa Hasil Perbandingan Metode Low-Pass Filter Dengan Median Filter Untuk Optimalisasi Kualitas Citra Digital Nurul Fuad 1, Yuliana Melita 2 Magister Teknologi Informasi Institut Saint Terapan & Teknologi

Lebih terperinci

BAB II. Computer vision. teknologi. yang. dapat. Vision : Gambar 2.1

BAB II. Computer vision. teknologi. yang. dapat. Vision : Gambar 2.1 BAB II LANDASAN TEORI Computer vision adalah bagian dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat mesin seolah-olah dapat melihat. Komponen dari Computer Vision tentunya adalah gambar atau citra, dengan

Lebih terperinci

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness

GLOSARIUM Adaptive thresholding Peng-ambangan adaptif Additive noise Derau tambahan Algoritma Moore Array Binary image Citra biner Brightness 753 GLOSARIUM Adaptive thresholding (lihat Peng-ambangan adaptif). Additive noise (lihat Derau tambahan). Algoritma Moore : Algoritma untuk memperoleh kontur internal. Array. Suatu wadah yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus dan intensitas cahaya pada bidang dwimatra

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut

BAB III PERANCANGAN SISTEM. Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Definisi Masalah Pada dewasa sekarang ini sangat banyak terdapat sistem dimana sistem tersebut sudah terintegrasi dengan komputer, dengan terintegrasinya sistem tersebut

Lebih terperinci

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo

Citra Digital. Petrus Paryono Erick Kurniawan Esther Wibowo Citra Digital Petrus Paryono Erick Kurniawan erick.kurniawan@gmail.com Esther Wibowo esther.visual@gmail.com Studi Tentang Pencitraan Raster dan Pixel Citra Digital tersusun dalam bentuk raster (grid atau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Citra (image) atau yang secara umum disebut gambar merupakan representasi spasial dari suatu objek yang sebenarnya dalam bidang dua dimensi yang biasanya ditulis dalam

Lebih terperinci

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma

Representasi Citra. Bertalya. Universitas Gunadarma Representasi Citra Bertalya Universitas Gunadarma 2005 Pengertian Citra Digital Ada 2 citra, yakni : citra kontinu dan citra diskrit (citra digital) Citra kontinu diperoleh dari sistem optik yg menerima

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Wajah Pengenalan wajah adalah salah satu teknologi biometrik yang telah banyak diaplikasikan dalam sistem keamanan selain pengenalan retina mata, pengenalan sidik jari

Lebih terperinci

PENGENALAN POLA SIDIK JARI

PENGENALAN POLA SIDIK JARI TUGAS SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENGENALAN POLA SIDIK JARI Disusun oleh : FAHMIATI NPM : 08.57201.000502 PROGRAM STUDI STRATA SATU (S1) SISTEM INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS DARWAN ALI SAMPIT

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori yang berkaitan dengan pemrosesan data untuk sistem pendeteksi senyum pada skripsi ini, meliputi metode Viola Jones, konversi citra RGB ke grayscale,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 5 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Digital Image 2.1.1 Definisi Digital Image Menurut Gonzalez dan Woods (1992, p6), digital image adalah image f(x,y) yang telah dibedakan berdasarkan koordinat tata letak dan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.1.1 Alat Penelitian a. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Prosesor Intel (R) Atom (TM) CPU N550

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat 6 BAB II DASAR TEORI 2.1. Daging Sapi dan Daging Babi 2.1.1.Daging Sapi Daging sapi adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Digital Citra digital dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel, f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan nilai f(x,y) adalah intensitas citra pada koordinat

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM Dalam bab ini akan dibahas mengenai perancangan dan pembuatan sistem aplikasi yang digunakan sebagai user interface untuk menangkap citra ikan, mengolahnya dan menampilkan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan atau imitasi dari suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Image Enhancement Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara. Cara-cara yang bisa dilakukan misalnya dengan fungsi transformasi, operasi matematis,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. Pengertian Citra Citra (image) atau istilah lain untuk gambar sebagai salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Istilah citra biasanya digunakan dalam bidang pengolahan citra yang berarti gambar. Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi, di mana dan adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Citra Citra merupakan salah satu komponen multimedia yang memegang peranan sangat penting sebagai bentuk informasi visual. Meskipun sebuah citra kaya akan informasi, namun sering

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Pengerjaan tugas akhir ini ditunjukkan dalam bentuk blok diagram pada gambar 3.1. Blok diagram ini menggambarkan proses dari sampel citra hingga output

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK Fany Hermawan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur 112-114 Bandung E-mail : evan.hawan@gmail.com

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Citra RGB Suatu citra biasanya mengacu ke citra RGB. Citra (image) merupakan suatu yang menggambarkan objek dan biasanya dua dimensi. Citra merupakan suatu representasi, kemiripan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SIDIK JARI DENGAN DATA BERSKALA BESAR MENGGUNAKAN METODE HYBRID MINUTIAE DAN FILTER GABOR. Oleh : Siswo Santoso

IDENTIFIKASI SIDIK JARI DENGAN DATA BERSKALA BESAR MENGGUNAKAN METODE HYBRID MINUTIAE DAN FILTER GABOR. Oleh : Siswo Santoso IDENTIFIKASI SIDIK JARI DENGAN DATA BERSKALA BESAR MENGGUNAKAN METODE HYBRID MINUTIAE DAN FILTER GABOR Oleh : Siswo Santoso Pendahuluan Latar Belakang Angka kelahiran lebih besar dari angka kematian sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dalam kurun waktu enam bulan terhitung mulai februari 2012 sampai juli 2012. Tempat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4. Analisa Hasil Pengukuran Profil Permukaan Penelitian dilakukan terhadap (sepuluh) sampel uji berdiameter mm, panjang mm dan daerah yang dibubut sepanjang 5 mm. Parameter pemesinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur maupun metode BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian mengenai pengenalan tulisan tangan telah banyak dilakukan oleh para peneliti, berbagai metode baik ekstraksi fitur

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Citra Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi suatu objek. Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM

BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM BAB 3 IMPLEMENTASI SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses implementasi dari metode pendeteksian paranodus yang digunakan dalam penelitian ini. Bab ini terbagai menjadi empat bagian, bagian 3.1 menjelaskan

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR

PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR PENENTUAN KUALITAS DAUN TEMBAKAU DENGAN PERANGKAT MOBILE BERDASARKAN EKSTRASI FITUR RATA-RATA RGB MENGGUNAKAN ALGORITMA K-NEAREST NEIGHBOR Eko Subiyantoro, Yan Permana Agung Putra Program Studi Teknik

Lebih terperinci

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA

COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Seminar Nasional Teknologi Terapan SNTT 2013 (26/10/2013) COMPUTER VISION UNTUK PENGHITUNGAN JARAK OBYEK TERHADAP KAMERA Isnan Nur Rifai *1 Budi Sumanto *2 Program Diploma Elektronika & Instrumentasi Sekolah

Lebih terperinci

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON

SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 30 BAB IV SISTEM REKOGNISI KARAKTER NUMERIK MENGGUNAKAN ALGORITMA PERCEPTRON 4.1 Gambaran Umum Sistem Diagram sederhana dari program yang dibangun dapat diilustrasikan dalam diagram konteks berikut. Gambar

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI

Konsep Dasar Pengolahan Citra. Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Konsep Dasar Pengolahan Citra Pertemuan ke-2 Boldson H. Situmorang, S.Kom., MMSI Definisi Citra digital: kumpulan piksel-piksel yang disusun dalam larik (array) dua-dimensi yang berisi nilai-nilai real

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KECERAHAN CITRA KONTRAS DAN PENAJAMAN CITRA DALAM MENGHASILKAN KUALITAS GAMBAR

TEKNIK PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KECERAHAN CITRA KONTRAS DAN PENAJAMAN CITRA DALAM MENGHASILKAN KUALITAS GAMBAR TEKNIK PENGOLAHAN CITRA MENGGUNAKAN METODE KECERAHAN CITRA KONTRAS DAN PENAJAMAN CITRA DALAM MENGHASILKAN KUALITAS GAMBAR Zulkifli Dosen Tetap Fakultas Ilmu Komputer Universitas Almuslim Email : Zulladasicupak@gmail.com

Lebih terperinci

Pengolahan Citra INTERACTIVE BROADCASTING. Yusuf Elmande., S.Si., M.Kom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Penyiaran

Pengolahan Citra INTERACTIVE BROADCASTING. Yusuf Elmande., S.Si., M.Kom. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Penyiaran INTERACTIVE BROADCASTING Modul ke: Pengolahan Citra Fakultas Ilmu Komunikasi Yusuf Elmande., S.Si., M.Kom Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Istilah citra digital sangat populer pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Steganografi Steganografi adalah mekanisme penanaman atau penyisipan pesan (m) kedalam sebuah cover objek (c) menggunakan kunci (k) untuk berbagi rahasia kepada orang lain,

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING )

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA PENGOLAHAN CITRA DIGITAL ( DIGITAL IMAGE PROCESSING ) Pertemuan 1 Konsep Dasar Pengolahan Citra Pengertian Citra Citra atau Image merupakan istilah lain dari gambar, yang merupakan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO. Oky Dwi Nurhayati, ST, MT

PROGRAM STUDI S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO. Oky Dwi Nurhayati, ST, MT PROGRAM STUDI S1 SISTEM KOMPUTER UNIVERSITAS DIPONEGORO Oky Dwi Nurhayati, ST, MT email: okydn@undip.ac.id Pembentukan Citra Citra ada 2 macam : 1. Citra Kontinu Dihasilkan dari sistem optik yang menerima

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Pendahuluan Sebelumnya telah ada penelitian tentang sistem pengenalan wajah 2D menggunakan PCA, kemudian penelitian yang menggunakan algoritma Fuzzy C- Means dan jaringan

Lebih terperinci

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana

Oleh: Riza Prasetya Wicaksana Oleh: Riza Prasetya Wicaksana 2209 105 042 Pembimbing I : Dr. I Ketut Eddy Purnama, ST., MT. NIP. 196907301995121001 Pembimbing II : Muhtadin, ST., MT. NIP. 198106092009121003 Latar belakang Banyaknya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah Vol. 14, No. 1, 61-68, Juli 2017 Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah La Surimi, Hendra, Diaraya Abstrak Jaringan syaraf tiruan (JST) telah banyak diaplikasikan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Citra Digital Citra digital merupakan sebuah fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi f tersebut pada setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Citra Digital Gambar atau citra merupakan informasi yang berbentuk visual. Menurut kamus Webster citra adalah suatu representasi, kemiripan atau imitasi dari suatu objek atau

Lebih terperinci

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata.

Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Pembentukan Citra oleh Sensor Mata Intensitas cahaya ditangkap oleh diagram iris dan diteruskan ke bagian retina mata. Bayangan obyek pada retina mata dibentuk dengan mengikuti konsep sistem optik dimana

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Dalam pengerjaan perancangan dan pembuatan aplikasi pengenalan karakter alfanumerik JST algoritma Hopfield ini menggunakan software Borland Delphi 7.0. 3.1 Alur Proses Sistem

Lebih terperinci

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA

ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA ANALISIS CONTRAST STRETCHING MENGGUNAKAN ALGORITMA EUCLIDEAN UNTUK MENINGKATKAN KONTRAS PADA CITRA BERWARNA Nurliadi 1 *, Poltak Sihombing 2 & Marwan Ramli 3 1,2,3 Magister Teknik Informatika, Universitas

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Penentuan Masalah Penelitian Masalah masalah yang dihadapi oleh penggunaan identifikasi sidik jari berbasis komputer, yaitu sebagai berikut : 1. Salah satu masalah dalam

Lebih terperinci

PENGENALAN TANDA TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK DAN PEMROSESAN AWAL THINNING ZHANG SUEN

PENGENALAN TANDA TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK DAN PEMROSESAN AWAL THINNING ZHANG SUEN PENGENALAN TANDA TANGAN DENGAN MENGGUNAKAN NEURAL NETWORK DAN PEMROSESAN AWAL THINNING ZHANG SUEN Chairisni Lubis 1) Yuliana Soegianto 2) 1) Fakultas Teknologi Informasi Universitas Tarumanagara Jl. S.Parman

Lebih terperinci

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA Rizky Nugraha Program studi Teknik Informatika, Universitas BSI Bandung. Email : nugraharizky9@gmail.com Abstrak Pengolahan citra digital (Digital Image Processing) adalah

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA HASNAH(12110738) Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 18 BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini membahas tentang teori penunjang dan penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penerapan metode Recurrent Neural Network untuk mengidentifikasi jenis tulisan Jepang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mesin atau robot untuk melihat (http://en.wikipedia.org/wiki/computer_vision).

BAB II LANDASAN TEORI. mesin atau robot untuk melihat (http://en.wikipedia.org/wiki/computer_vision). BAB II LANDASAN TEORI Computer vision adalah suatu ilmu di bidang komputer yang dapat membuat mesin atau robot untuk melihat (http://en.wikipedia.org/wiki/computer_vision). Terdapat beberapa klasifikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian untuk pengenalan nama objek dua dimensi pada citra adalah sebagai berikut. Gambar 3.1 Desain Penelitian 34 35 Penjelasan dari skema gambar

Lebih terperinci

Pengantar Pengolahan Citra. Ade Sarah H., M. Kom

Pengantar Pengolahan Citra. Ade Sarah H., M. Kom Pengantar Pengolahan Citra Ade Sarah H., M. Kom Pendahuluan Data atau Informasi terdiri dari: teks, gambar, audio, dan video. Citra = gambar adalah salah satu komponen multimedia yang memegang peranan

Lebih terperinci

Aplikasi Pembesaran Citra Menggunakan Metode Nearest Neighbour Interpolation

Aplikasi Pembesaran Citra Menggunakan Metode Nearest Neighbour Interpolation Aplikasi Pembesaran Citra Menggunakan Metode Nearest Neighbour Interpolation Daryanto 1) 1) Prodi Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Jember Email: 1) daryanto@unmuhjember.ac.id

Lebih terperinci