HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. Kondisi Umum"

Transkripsi

1 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penanaman Pisang Tanduk dilakukan di kebun petani Desa Kopo, Cisarua Bogor. Ketinggian lokasi penanaman adalah 920 m dpl dengan curah hujan tahunan mm/tahun. Suhu rata-rata berkisar 21.3 o C, sedangkan kelembaban rata-rata berkisar 85% (Lampiran 1). Menurut Harti et al. (2007), kelembaban udara yang sesuai untuk penanaman Pisang Rajabulu adalah >60%. Nakasone and Paull (1998) menyatakan kisaran suhu untuk penanaman pisang adalah o C Ketinggian tempat yang sangat sesuai untuk penanaman Pisang Rajabulu <800 m dpl, sedangkan ketinggian tempat yang cukup sesuai untuk tanaman Pisang Rajabulu berkisar m dpl. Curah hujan yang sangat sesuai untuk penanaman Pisang Rajabulu berkisar mm/tahun, sedangkan curah hujan mm/tahun tergolong cukup sesuai untuk pertanaman Pisang Rajabulu (Harti et al, 2007). Lahan yang digunakan merupakan lahan bekas pertanaman sayuran. Kriteria tanah yang sangat sesuai untuk penanaman Pisang Rajabulu yaitu ph tanah berkisar dengan kandungan C-organik >1.5% (Harti et al., 2007). Berdasarkan kriteria iklim dan tanah menunjukkan bahwa lokasi yang digunakan cukup sesuai untuk pertanaman Pisang Tanduk. Tabel 2. Data Analisis Tanah Aspek Metode Nilai Status ph H 2 O 4.8 Masam ph KCl 4.1 Masam C-Organik (%) Walkley & Black 1.76 Rendah N (%) Kjeldahl 0.13 Rendah C/N 14 Sedang P 2 O 5 (ppm) Bray Sangat Tinggi K 2 O (ppm) Morgan 67.3 Sangat Tinggi Sumber : Hasil Analisis Tanah, Balit Tanah Bogor (2010)

2 17 Rata-rata kecepatan angin sebesar 2.4 km/jam. Saat 11 BST, kecepatan angin mencapai 6.0 km/jam yang menyebabkan sebagian besar tanaman yang dibudidayakan secara tradisional rebah. Angin yang kencang diduga menyebabkan transpirasi yang lebih cepat dan merusak daun. Sebagian besar daun pada pertanaman robek karena terkena angin (Gambar 1). Gambar 1. Daun Pisang Tanduk Robek Terkena Angin Sanitasi lahan pertanaman Pisang Tanduk SOP pola monokultur pada 3-5 BST tidak terawat dengan baik karena tidak ada pekerja. Tidak adanya pekerja dikarenakan mendekati hari Raya Idul Fitri Hal ini menyebabkan adanya serangan hama seperti Erionota thrax atau penggulung daun pisang (Gambar 2a). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi serangan hama dengan dengan sanitasi lahan (Gambar 2b), dengan sanitasi yang baik serangan hama dapat dikendalikan. a b Gambar 2. Serangan Erionota thrax (a), Sanitasi Lahan (b)

3 18 Tabel 3. Rekapitulasi Uji-t antar Sistem Budidaya Pengamatan Tradisional vs SOP Monokultur Perlakuan Tradisional vs SOP Tumpangsari SOP Monokultur vs SOP Tumpangsari Lingkar Batang * * tn Tinggi Tanaman * * tn Jumlah Daun * * tn Bobot Tandan * * tn Bobot per Sisir * * tn Bobot perbuah * * tn Jumlah Sisir per Tandan tn tn tn Jumlah Buah per Sisir tn tn tn Kekerasan Buah tn tn tn Edible portion tn tn tn Padatan Total Terlarut * * tn Total Asam Tertitrasi tn tn tn Panjang Buah * * tn Diameter Buah * * tn Keterangan : tn tidak nyata * nyata Pertumbuhan Lingkar Batang Penerapan SOP pada umur 1 hingga 3 BST tidak mempengaruhi lingkar batang tanaman Pisang Tanduk. Pada umur 4 BST, penerapan SOP pola monokultur berpengaruh nyata terhadap lingkar batang tanaman Pisang Tanduk. Penerapan SOP pola monokultur berpengaruh sangat nyata pada lingkar batang tanaman Pisang Tanduk pada 5 hingga 9 BST. Lingkar batang tanaman yang dibudidayakan sesuai SOP pola monokultur lebih besar 2.16 kali lipat dibandingkan tanaman tradisional. Rata-rata pertambahan lingkar batang tanaman

4 19 tradisional sebesar 2.94 cm per bulan, sedangkan lingkar batang yang dibudidayakan sesuai SOP bertambah 7.91 cm tiap bulan (Tabel 4). Perlakuan Tabel 4. Perbandingan Lingkar Batang Antar Sistem Budidaya Pisang Tanduk (Musa sp., AAB Group) Lingkar Batang (cm) BST Tradisional SOP Monokultur Uji-t tn tn tn * ** ** ** ** ** Tradisional SOP Tumpangsari Uji-t tn tn ** ** ** ** ** ** ** SOP Monokultur SOP Tumpangsari Uji-t tn tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan : tn tidak nyata * nyata ** sangat nyata Penerapan SOP pola tumpangsari tidak mempengaruhi lingkar batang Pisang Tanduk 1 dan 2 BST. Penerapan SOP pola tumpangsari mempengaruhi pertumbuhan lingkar batang Pisang Tanduk pada 3-9 BST (Tabel 4). Pertumbuhan lingkar batang tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan dengan SOP pola tumpangsari lebih baik dibandingkan dengan tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional. Lingkar batang tanaman Pisang yang dibudidayakan sesuai SOP pola tumpangsari 2.17 kali lebih besar dibandingkan lingkar batang tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional. Rata-rata pertambahan lingkar batang tanaman tradisional sebesar 2.94 cm per bulan, sedangkan lingkar batang yang dibudidayakan sesuai SOP pola tumpangsari bertambah 8.75 cm tiap bulan. Pertumbuhan lingkar batang yang baik akan menyebabkan tanaman lebih kokoh sehingga tidak mudah rebah saat terkena angin kencang.

5 20 Pertumbuhan lingkar batang tanaman pisang yang dibudidayakan dengan SOP pola monokultur dan SOP pola tumpangsari lebih cepat dibandingkan dengan lingkar batang tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional (Gambar 3). Pada pengamatan 3 BST dan seterusnya, pertumbuhan lingkar batang tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan dengan SOP pola monokultur dan SOP pola tumpangsari jauh melampaui pertumbuhan lingkar batang tanaman pisang yang dibudidayakan secara tradisional. Akan tetapi, perlakuan SOP pola tumpangsari dan SOP pola monokultur tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dalam penambahan lingkar batang tanaman Pisang Tanduk (Gambar 3 ). Lingkar Batang (cm) Bulan Setelah Tanam Tradisional SOP Monokultur SOP Tumpangsari Gambar 3. Pertumbuhan Lingkar Batang Pisang Tanduk (Musa sp., AAB Group) pada Beberapa Sistem Budidaya.

6 21 Tinggi Tanaman Penerapan SOP tidak mempengaruhi pertumbuhan tinggi tanaman Pisang Tanduk 1 dan 2 BST, mulai berpengaruh nyata pada tinggi tanaman Pisang Tanduk 3 BST. Pada umur 4 hingga 9 BST, penerapan SOP pola monokultur berpengaruh sangat nyata meningkatkan tinggi tanaman Pisang Tanduk. Penerapan SOP pola monokultur dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman 2.4 kali lipat lebih besar dibandingkan tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional. Pertambahan tinggi tanaman sebesar 12.2 cm per bulan pada tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional. Rata-rata pertambahan tinggi tanaman yang dibudidayakan sesuai SOP pola monokultur sebesar cm per bulan (Tabel 5). Tabel 5. Perbandingan Tinggi Tanaman Antar Sistem Budidaya Pisang Tanduk (Musa sp., AAB Group) Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) BST Tradisional SOP Monokultur Uji-t tn tn * ** ** ** ** ** ** Tradisional SOP Tumpangsari Uji-t tn tn ** ** ** ** ** ** ** SOP Monokultur SOP Tumpangsari Keterangan : Uji-t tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tidak nyata * nyata ** sangat nyata Penerapan SOP tidak mempengaruhi tinggi tanaman Pisang Tanduk umur 1 dan 2 BST. Penerapan SOP pola tumpangsari sangat berpengaruh pada tinggi tanaman Pisang Tanduk 3 hingga 9 BST. Rata-rata tinggi tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP dengan pola tumpangsari lebih besar 2.45 kali lipat dibandingkan tinggi tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara

7 22 tradisional. Rata pertambahan tinggi tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional sebesar 12.2 cm per bulan, sedangkan pertambahan tinggi tanaman yang dibudidayakan sesuai SOP pola tumpangsari sebesar 35.9 cm (Tabel 5). Pertumbuhan tinggi tanaman Pisang Tanduk dapat dilihat pada gambar 4. Peningkatan tinggi tanaman dimulai dari 2 BST hingga 9 BST. Penerapan SOP pola monokultur tidak berbeda nyata dengan SOP pola tumpangsari pada parameter tinggi tanaman. Rata-rata tinggi tanaman pada tanaman yang dibudidayakan sesuai SOP dengan pola tumpangsari lebih baik daripada SOP pola monokultur. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata pertambahan tinggi tanaman SOP pola monokultur sebesar cm per bulan sedangkan pertambahan tinggi tanaman SOP pola tumpangsari 35.9 cm per bulan. Tinggi Tanaman (cm) Bulan Setelah Tanam Tradisional SOP Monokultur SOP Tumpangsari Gambar 4. Pertumbuhan Tinggi Tanaman Pisang Tanduk (Musa sp., AAB Group) pada Beberapa Sistem Budidaya.

8 23 Jumlah Daun Penerapan SOP tidak berpengaruh pada jumlah daun tanaman Pisang Tanduk 1 BST, namun sangat mempengaruhi jumlah daun tanaman Pisang Tanduk pada 2 hingga 9 BST (Tabel 6). Jumlah daun yang dihasilkan oleh tanaman yang dibudidayakan sesuai SOP monokultur maupun SOP tumpangsari lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang dibudidayakan secara tradisional. Perlakuan Tabel 6. Perbandingan Jumlah Daun Antar Sistem Budidaya Pisang Tanduk (Musa sp., AAB Group) Jumlah Daun BST Tradisional SOP Monokultur Uji-t tn ** ** ** ** ** ** ** ** Tradisional SOP Tumpangsari Uji-t tn ** ** ** ** ** ** ** ** SOP Monokultur SOP Tumpangsari Uji-t tn tn tn tn tn tn tn tn tn Keterangan : tn tidak nyata * nyata ** sangat nyata Jumlah daun berkaitan dengan kerapatan tanam. Kerapatan tanam yang tepat akan menghasilkan jumlah daun yang baik. Kerapatan tanam berkaitan dengan efisiensi penggunaan cahaya matahari. Pada kerapatan tanam yang tepat cahaya matahari dapat terserap secara optimal. Jumlah daun tanaman pisang yang dibudidayakan dengan SOP pola monokultur dan SOP pola tumpangsari tidak berbeda nyata. Pertumbuhan jumlah daun tanaman Pisang Tanduk ditunjukkan pada gambar 5.

9 24 Jumlah Daun Bulan Setelah Tanam Tradisional SOP Monokultur SOP Tumpangsari Gambar 5. Pertumbuhan Jumlah Daun Pisang Tanduk (Musa sp., AAB Group) pada Beberapa Sistem Budidaya Produksi Pisang Tanduk yang dibudidayakan menggunakan SOP mulai berbunga pada 9-10 BST, sedangkan Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional mulai berbunga pada 13 BST (Tabel 7). Umur panen berkisar HSA untuk pisang yang dibudidayakan sesuai SOP. Tabel 7. Persentase Waktu Berbunga Tanaman Pisang Tanduk pada Beberapa Sistem Budidaya Perlakuan Waktu Berbunga (BST) % Tradisional SOP Monokultur SOP Tumpangsari Tahapan pembungaan Pisang Tanduk ditandai dengan munculnya daun bendera. Daun terakhir mulai menggulung, kemudian jantung pisang keluar dari bagian tengah. Pada saat jantung pisang mulai merunduk, pembrongsongan buah

10 25 harus segera dilakukan. Pembrongsongan buah bertujuan mencegah timbulnya hama atau penyakit pada buah pisang (Gambar 6). a b c d Gambar 6. Tahapan Pembungaan Pisang Tanduk (a) Daun Bendera Muncul, (b) Jantung Pisang Menjulang ke Atas, (c) Jantung Pisang Merunduk, (d) Pembrongsongan pada Buah Pisang Tanduk Antesis terjadi saat jantung buah berada di dalam plastik brongsong, sehingga diperlukan pembukaan pengikat plastik brongsong untuk membuang kelopak daun Pisang Tanduk. Pada umumnya dilakukan pemotongan jantung buah saat buah normal terakhir melengkung ke atas (Harti et al, 2007). Pemotongan jantung buah tidak dilakukan pada Pisang Tanduk. Saat antesis tidak ada jantung yang tersisa, sehingga tidak diperlukan diperlukan pemotongan jantung buah (Gambar 7).

11 26 a b c d Gambar 7. Tahapan Pembrongsongan Pisang Tanduk (a) Pembrongsongan pada Buah, (b) Pengikatan Plastik Brongsong ke Pangkal Tandan, (c) Pembuangan Kelopak Daun, (d) Kelopak Daun yang Telah Jatuh Bobot Tandan, Bobot per Sisir dan Bobot per Buah Rata-rata bobot tandan pisang yang dibudidayakan secara tradisional, SOP pola monokultur dan SOP pola tumpangsari berturut-turut 6.46 kg, kg dan kg. Tabel 8 menunjukkan bahwa penerapan SOP mempengaruhi bobot tandan, bobot per sisir dan bobot per buah. Bobot tandan Pisang Tanduk yang dihasilkan dari sistem budidaya sesuai SOP lebih besar 2.31 kali lipat

12 27 dibandingkan bobot tandan tradisional. Penerapan SOP pada penanaman Pisang Tanduk dapat meningkatkan bobot per buah sebesar 93.42% dibandingkan bobot per buah tanaman tradisional. Bobot per sisir Pisang Tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP lebih besar 2.4 kali dibandingkan bobot per sisir Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional. Tabel 8. Perbandingan Produksi Pisang Tanduk pada Sistem Budidaya Tradisional dan Sistem Budidaya SOP Pola Monokultur Perlakuan Bobot Tandan (Kg) Jumlah Sisir per Tandan Komponen Produksi Bobot per Sisir (Kg) Jumlah Buah per Sisir Bobot per Buah (g) Tradisional SOP Monokultur Uji-t ** tn * tn ** Tradisional SOP Tumpangsari Uji-t * tn * tn ** SOP Monokultur SOP Tumpangsari Uji-t tn tn tn tn tn Keterangan : tn tidak nyata * nyata ** sangat nyata Perlakuan SOP pola monokultur tidak berbeda nyata dengan perlakuan SOP pola tumpangsari (Tabel 8). Rata-rata bobot tandan, bobot per sisir dan bobot per buah Pisang Tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP pola monokultur tidak berbeda dengan SOP pola tumpangsari. Rata-rata bobot tandan, bobot per sisir dan bobot per buah Pisang Tanduk hampir sama pada sistem budidaya SOP pola monokultur dan SOP pola tumpangsari. Hal ini menunjukkan bahwa penanaman tanaman sela tidak mengganggu produksi pisang. Jumlah Sisir per Tandan dan Jumlah Buah per Sisir Penerapan SOP tidak mempengaruhi jumlah sisir per tandan dan jumlah buah per sisir tanaman pisang Tanduk (Tabel 8). Rata-rata jumlah sisir yang dihasilkan dari sistem budidaya tradisional maupun sistem budidaya sesuai SOP sebanyak 2 sisir. Jumlah buah per sisir tidak dipengaruhi oleh penerapan SOP,

13 28 jumlah buah per sisir pada pisang tanduk sebanyak 9-14 buah. Jumlah buah per sisir lebih dipengaruhi oleh genom dari tanaman Pisang Tanduk (Robinson, 1996). Kualitas Kualitas Kimia Pisang Tanduk Penerapan SOP tidak mempengaruhi kualitas kimia Pisang Tanduk berupa kekerasan buah, asam total tertitrasi serta edible part. Penerapan SOP mempengaruhi padatan terlarut total buah Pisang Tanduk (Tabel 9). Pisang yang dibudidayakan secara tradisional memiliki nilai padatan terlarut total yang lebih tinggi 1.1 kali lipat dari perlakuan lainnya. Tabel 9. Perbandingan Kualitas Kimia Pisang Tanduk pada Sistem Budidaya Tradisional dan SOP Pola Monokultur Kualitas Kimia Perlakuan Edible Part Kekerasan Buah PTT TAT (%) Tradisional SOP Monokultur Uji-t tn ** tn tn Tradisional SOP Tumpangsari Uji-t tn ** tn tn SOP Monokultur SOP Tumpangsari Keterangan : Uji-t tn tn tn tn tn tidak nyata * nyata ** sangat nyata Kualitas Fisik Pisang Tanduk Penerapan SOP mempengaruhi kualitas fisik buah yaitu panjang dan diameter buah. Panjang buah Pisang Tanduk yang dihasilkan dari sistem budidaya SOP pola monokultur lebih besar 1.33 kali lipat dibandingkan sistem budidaya tradisional, sedangkan diameter buah mencapai 1.39 kali lipat lebih besar dibandingkan sistem budidaya tradisional (Tabel 10).

14 29 Panjang dan diameter buat terendah didapat dari tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional. Hal ini diduga disebabkan oleh kurangnya suplai hara serta sanitasi kebun yang kurang sehingga pertumbuhan vegetatif menjadi lambat. Pertumbuhan vegetatif yang lambat akan menyebabkan produksi menjadi berkurang. Panjang buah Pisang Tanduk yang dihasilkan dari sistem budidaya SOP pola tumpangsari lebih besar 1.27 kali lipat dibandingkan sistem budidaya tradisional, sedangkan diameter buah mencapai 1.35 kali lipat lebih besar dibandingkan sistem budidaya tradisional (Tabel 10). Kualitas kimia dan fisik buah Pisang Tanduk antara SOP pola monokultur dan SOP pola tumpangsari tidak berbeda nyata (Tabel 10). Tabel 10. Perbandingan Kualitas Fisik Pisang Tanduk pada Budidaya Tradisional dan SOP Pola Monokultur Sistem Perlakuan Kualitas Fisik Panjang Buah Diameter Buah cm Tradisional SOP Monokultur Uji-t ** ** Tradisional SOP Tumpangsari Uji-t ** ** SOP Monokultur SOP Tumpangsari Uji-t tn tn Keterangan : tn tidak nyata * nyata ** sangat nyata

15 30 Pembahasan Pertumbuhan tanaman yang menerapkan SOP pola monokultur maupun tumpangsari lebih baik daripada tanaman dengan sistem budidaya tradisional. Hal ini dikarenakan penggunaan pupuk kandang dan pupuk anorganik pada sistem budidaya SOP. Pupuk kandang merupakan salah satu sumber hara terutama N yang dapat memperbaiki sifat kimia, biologi dan fisik tanah. Pemberian pupuk kandang di awal penanaman akan mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dari tanaman Pisang. Hasil penelitian Muslihat (2003) menyimpulkan bahwa pemberian pupuk kandang 20 ton/ha dapat meningkatkan pertumbuhan bibit tanaman Abaca (Musa textilis Nee). Pertumbuhan tanaman merupakan proses bertambahnya ukuran sel. Makin cepat sel membelah dan memanjang (membesar) semakin cepat tanaman meninggi. Pertumbuhan tersebut berhubungan dengan kandungan unsur hara N dalam tanah yang merupakan unsur penting dalam pertumbuhan tanaman Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kesuburan tanah, penggunaan bibit unggul, jarak tanam, ketersediaan hara dan pemeliharaan kebun yang baik. Faktor pertumbuhan tersebut harus disediakan secara optimal untuk memperoleh hasil maksimum (Harjadi, 1979). Menurut Muslihat (2003), pemberian pupuk kandang 20 ton/ha menjadikan tanah seimbang secara fisik, kimia maupun biologi. Secara fisik, pupuk kandang membentuk agregat tanah yang mantap. Keadaan ini terkait dengan porositas dan aerasi dalam tanah yang mempengaruhi perkembangan akar. Secara kimia, pupuk kandang sebagai bahan organik dapat menyerap bahan yang bersifat racun seperti alumunium (Al), besi (Fe), dan Mangan (Mn) serta dapat meningkatkan ph tanah. Secara biologi, pemberian pupuk kandang ke dalam tanah akan memperkaya jasad organisme dalam tanah. Organisme tersebut dapat membantu penguraian bahan organik sehingga tanah lebih cepat matang. Pada awal penanaman, pupuk kandang dicampur dengan agensia hayati. Dosis pemberian per lubang tanam 30 g agensia hayati per 3 kg pupuk kandang. Desmawati (2006) melaporkan penggunaan jamur antagonis tidak menghambat pertumbuhan tanaman bahkan dapat meningkatkan produksi dan ketahanan tanaman terhadap stres lingkungan beberapa tanaman hortikultura. Soesanto dan

16 31 Rahayuniati (2009) menyatakan bahwa penyuntikan dan perendaman jamur supernatan khususnya Trichoderma mampu meningkatkan ketahanan biokimia Pisang terhadap penyakit layu fusarium. Perendaman bibit dengan jamur antagonis memiliki potensi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman pisang. Pengaturan jarak tanam dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Jarak tanam berkaitan dengan kompetisi tanaman dalam mendapatkan hara dan cahaya matahari. Hasil penelitian Athani et al. (2009) menyimpulkan kerapatan tanaman berpengaruh pada peningkatan tinggi tanaman Pisang cv. Rajapuri, kenaikan tinggi tanaman terjadi pada umur 1-7 BST kemudian mengalami penurunan pertumbuhan tinggi pada 10 BST. Kerapatan tanam juga mempengaruhi bobot tandan Pisang cv. Rajapuri. Jarak tanam 2.4 m x 2.4 m menghasilkan rata-rata bobot tandan tertinggi sebesar 6.72 kg, sedangkan produktivitas tertinggi sebesar 24 ton/ha didapat dari penggunaan jarak tanam 1.2 m x 1.5 m. Tanaman pisang dengan budidaya tradisional tumbuh tidak terlalu tinggi. Tanaman pisang dengan sistem budidaya tradisional ditanam dengan jarak tanam tidak beraturan. Populasi tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional relatif lebih sedikit dibandingkan tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP. Jumlah tanaman yang dibudidayakan secara tradisional sebanyak tanaman/ha, sedangkan jumlah tanaman yang dibudidayakan secara SOP sebanyak tanaman/ha. Langdon et al. (2008) menyatakan peningkatan kerapatan tanaman pisang (Musa spp., AAAB) mengakibatkan adanya kompetisi cahaya yang menyebabkan tanaman menjadi lebih tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata laju pertambahan tinggi tanaman yang dibudidayakan secara tradisional sebesar 12.2 cm tiap bulan. Ratarata laju pertambahan tinggi tanaman yang dibudidayakan sesuai SOP cm tiap bulan. Rata-rata laju penambahan tinggi tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP lebih besar 2 kali lipat dibandingkan tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional (Gambar 8).

17 32 a b Gambar 8. Tinggi Tanaman Pisang Tanduk (a) SOP Umur 10 BST, (b) Tradisional Umur 8 BST Pertumbuhan tanaman juga dipengaruhi oleh sanitasi kebun yang baik. Pemeliharaan yang perlu dilakukan adalah membersihkan gulma dan memotong daun yang kuning atau mengering. Kondisi kebun yang tidak bersih dapat menyebabkan timbulnya serangan hama dan penyakit (Harti et al., 2007). Gulma dan hama penyakit tanaman akan mempengaruhi secara langsung pengurangan hasil panen tanaman Pisang Tanduk. Penelitian Masanza et al. (2005) menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara sanitasi lahan dengan tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah daun dan bobot tandan pada pisang (Musa spp., AAA-EA). Penerapan sanitasi yang baik akan menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman yang tidak mendapatkan sanitasi. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata laju pertambahan lingkar batang yang dibudidayakan secara tradisional sebesar 2.94 cm tiap bulan. Rata-rata laju penambahan lingkar batang yang dibudidayakan sesuai SOP sebesar 8.33 cm tiap bulan. Rata-rata pertambahan rtambahan lingkar batang yang dibudidayakan sesuai SOP lebih besar 2 kali lipat dibandingkan tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional (Gambar 9).

18 33 a b Gambar 9. Lingkar Batang Pisang Tanduk (a) SOP umur 8 BST, (b) Tradisional umur 7 BST Pertumbuhan vegetatif tanaman yang dibudidayakan sesuai SOP lebih baik dibandingkan tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional. Tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional memiliki pertumbuhan vegetatif yang lambat terutama lingkar batang. Lingkar batang yang kuat menyebabkan tanaman lebih kokoh dan tidak mudah rebah saat terkena angin kencang. Pada penelitian ini, sebagian sebagian besar tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional rentan rebah saat angin kencang (Gambar 10). Persentase tanaman Pisang Tanduk yang rebah pada budidaya tradisional sebesar 65%. Hal tersebut menyebabkan menyebabkan beberapa tanaman Pisang Tanduk tidak dapat dipanen buahnya. Gambar 10. Tanaman Pisang Tanduk yang Dibudidayakan secara Tradisional Rentan Rebah saat Terkena Angin Kencang

19 34 Pertumbuhan vegetatif tanaman Pisang Tanduk berkorelasi positif dengan peningkatan produksi Pisang Tanduk. Tinggi tanaman, lingkar batang dan jumlah daun yang dihasilkan dari penanaman secara budidaya lebih besar dua kali lipat dibandingkan dengan pisang yang dibudidayakan secara tradisional. Bobot tandan Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara SOP juga mengalami peningkatan sebesar dua kali lipat dibandingkan bobot tandan Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional. Pertumbuhan vegetatif tanaman pisang juga dipengaruhi oleh ketersediaan hara. Al Harthi dan Al Yahyai (2009) menyatakan pemupukan NPK berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman pisang khususnya tinggi tanaman dan luas daun. Selain itu, NPK juga mempengaruhi produksi pisang khususnya bobot tandan dan bobot per buah pisang (Musa acuminata Colla, Cavendish cv. Williams ). Menurut Tandon (1991), efisensi penggunaan hara N berkisar antara %, P 5-20% dan K %. Efisiensi penggunaan hara tergantung dari varietas, pertumbuhan dan potensi produksi. Kebutuhan hara tanaman berkisar N + P 2 O 5 + K 2 O kg/ha/tahun. Kebutuhan hara K pada tanaman pisang lebih tinggi karena K mempengaruhi produksi serta kualitas buah pisang. Pertumbuhan vegetatif yang baik akan mempengaruhi produksi tanaman terutama bobot tandan. Jumlah daun berkorelasi positif dengan bobot tandan. Daun merupakan organ utama yang berfungsi dalam fotosintesis karena di dalam daun terdapat pigmen yang berperan dalam menyerap cahaya matahari. Cahaya matahari mempengaruhi proses fotosintesis. Wirnas et al., (2005) menyatakan peningkatan jumlah daun mengakibatkan peningkatan bobot tandan. Penerapan SOP menghasilkan jumlah daun 1.7 kali lipat lebih banyak dibandingkan sistem budidaya tradisional. Peningkatan jumlah daun diduga dapat meningkatkan bobot tandan. Salah satu sistem budidaya yang banyak mempengaruhi bobot tandan adalah pemupukan. Hasil penelitian Weerasinghe dan Premalal (2002) menunjukkan bahwa pemberian pupuk K dapat meningkatkan bobot buah dan bobot tandan pisang (Musa spp., AAB Group). Mostafa (2005) menyatakan bahwa pemberian pupuk K berpengaruh pada peningkatan bobot tandan. Pemupukan NPK mempengaruhi produksi pisang khususnya bobot tandan dan

20 35 berat per buah (Al-Harthi dan Al-Yahyai, 2009 ; Memon et al. 2010). Penerapan SOP pada penanaman Pisang Tanduk dapat menghasilkan rata-rata bobot tandan sebesar 14 kg. Rata-rata bobot tandan Pisang Tanduk yang dihasilkan dari budidaya tradisional sebesar 6 kg. Penerapan SOP pada penanaman Pisang Tanduk dapat meningkatkan bobot tandan sebesar 2.31 kali lipat dari bobot tandan Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional. Pada umumnya bobot per buah mencapai sekitar g (PKBT, 2009). Penerapan SOP pada penanaman Pisang Tanduk dapat menghasilkan rata-rata bobot per buah g, sedangkan bobot per buah yang dihasilkan dari sistem budidaya tradisional berkisar g. Hal tersebut menunjukkan bahwa penerapan SOP pada penanaman Pisang Tanduk dapat meningkatkan bobot per buah sebesar 93.42% dibandingkan bobot per buah tanaman tradisional. a b c Gambar 11. Bobot per Buah Pisang Tanduk pada Sistem Budidaya (a) Tradisional, (b) SOP Pola Monokultur, (c) SOP Pola Tumpangsari Sistem budidaya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah buah per sisir dan jumlah sisir per tandan. Robinson (1996) menyatakan jumlah sisir per tandan dan jumlah buah per tandan dipengaruhi oleh genom dari tanaman. Pisang Tanduk tergolong AAB Group yang memiliki jumlah sisir lebih sedikit daripada genom AAA. PKBT (2009) menambahkan rata-rata jumlah sisir Pisang Tanduk adalah dua atau tiga sisir. Rata-rata jumlah buah per sisir berkisar buah. Pada penelitian ini, penerapan SOP pada penanaman Pisang Tanduk menghasilkan menghasilkan rata-

21 36 rata jumlah buah per sisir sebanyak buah. Jumlah buah per sisir Pisang Tanduk yang dihasilkan dari budidaya tradisional sebanyak 9-11 buah. Kualitas komoditi hortikultura segar merupakan kombinasi dari ciri-ciri, sifat, dan nilai harga yang mencerminkan nilai total komoditi. Bagi petani sebagai produsen, kualitas dilihat pada aspek potensi hasil tinggi, tahan penyakit, mudah dipanen, dan tahan bilamana dikirim jauh. Bagi konsumen aspek kualitas yang diutamakan berupa kualitas penampilan. penampilan. Selain itu nilai rasa dan kandungan gizi juga merupakan aspek kualitas yang dipersyaratan (Santoso, 2010). Salah satu aspek yang mempengaruhi kualitas buah Pisang Tanduk adalah sistem budidaya. Penggunaan sistem budidaya yang tepat dan benar dimulai dari penggunaan bibit unggul hingga pemeliharaan yang baik akan menciptakan lingkungan tumbuh yang baik untuk tanaman Pisang Tanduk sehingga dapat menghasilkan buah yang berkualitas. Penampilan fisik Pisang Tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP lebih mulus dibandingkan dengan Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional (Gambar 12). a b c Gambar 12. Penampilan Fisik Buah Pisang Tanduk (a) Sistem Budidaya Tradisional, (b) SOP Pola Monokultur (c) SOP Pola Tumpangsari Sistem budidaya tradisional menghasilkan nilai padatan total terlarut yang lebih tinggi daripada perlakuan lainnya. Hal ini berlawanan dengan penelitian Ganeshamurthy et al. (2010) yang menyimpulkan bahwa pupuk K berpengaruh terhadap padatan total terlarut serta asam total tertitrasi. Nilai padatan total terlarut serta asam total tertitrasi tertinggi diperoleh dari pemupukan K 480 g/tanaman. Barakat et al. (2011) menambahkan penggunaan penggunaan pupuk organik dapat

22 37 meningkatkan kandungan padatan total terlarut, sedangkan kandungan asam total tertitrasi tertinggi didapat dari perlakuan tanpa pupuk. Menurut Ganeshamurthy et al. (2010) kalium berperan penting dalam tanaman pisang. Kalium diperlukan untuk aktivasi lebih dari 60 enzim yang terlibat dalam pembentukan karbohidrat, translokasi gula, produksi, kualitas ketahanan terhadap penyakit serta permeabilitas sel. Beberapa penelitian melaporkan bahwa penggunaan sistem budidaya khususnya pemupukan mempengaruhi panjang dan diameter pisang. Mostafa (2005) melaporkan pemupukan N dan K menghasilkan panjang dan diameter buah yang optimal. Weerasinghe dan Premalal (2002) menambahkan pemupukan K berpengaruh terhadap panjang, diameter buah serta bobot bobot per buah. Penerapan SOP menghasilkan panjang buah Pisang Tanduk 1.3 kali lipat lebih besar dibandingkan panjang buah yang dibudidayakan secara tradisional. Diameter buah Pisang Tanduk yang dihasilkan dari budidaya sesuai SOP 1.35 kali lebih besar dibandingkan buah yang dibudidayakan secara tradisional (Gambar 13). a b c Gambar 13. Perbandingan Panjang Buah Pisang Tanduk (a) Sistem Budidaya Tradisional, (b) SOP Pola Monokultur, (c) SOP Pola Tumpangsari

23 38 Analisis Usahatani Tingkat efektifitas penggunaan sistem budidaya perlu diketahui dengan melakukan analisis ekonomi usahatani. Peubah yang digunakan dalam menganalis usahatani meliputi keuntungan dan R/C rasio. Keuntungan diperoleh dari penerimaan dikurangi biaya pengeluaran. Penghitungan R/C rasio didapatkan dari penerimaan dibagi biaya pengeluaran. Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi Pisang Tanduk secara tradisional sebesar Rp per ha. Total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp per ha. Keuntungan yang didapat sebesar Rp per ha. R/C rasio Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional sebesar Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi Pisang Tanduk sesuai SOP pola monokultur sebesar Rp per ha. Total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp per ha. Keuntungan yang didapat dari sistem budidaya SOP pola monokultur sebesar Rp per ha. R/C rasio Pisang Tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP monokultur sebesar 1.20 (Lampiran 3). Tabel 11. Analisis R/C Rasio Beberapa Sistem Budidaya Pisang Tanduk Penerimaan Biaya Produksi R/C Sistem Budidaya Harga Produksi Produksi Tandan Total Rasio Jual (Kg) Tandan (Kg) (Kg) Tradisional SOP Monokultur SOP Tumpangsari Biaya produksi tanaman yang dibudidayakan sesuai SOP lebih besar dibandingkan tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional. Persentase terbesar (60%) biaya produksi tanaman Pisang Tanduk berasal dari pemupukan. Tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional tidak menggunakan pupuk sehingga biaya produksi menjadi lebih kecil dibandingkan dengan budidaya Pisang Tanduk sesuai SOP. Dosis pemupukan pada tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP masih memungkinkan untuk

24 39 diturunkan sesuai status hara tanah yang didapat dari analisis tanah pada lokasi penanaman. Dilihat dari waktu berbunga, tanaman yang dibudidayakan secara tradisional lebih lambat berbunga dibandingkan tanaman Pisang tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP. Umur panen tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP berkisar 12 BST sedangkan Pisang Tanduk yang dibudidayakan secara tradisional dapat dipanen pada 16 BST. Lama waktu berbunga akan menyebabkan perputaran uang lebih lama. Rata-rata pendapatan yang diperoleh dari budidaya tradisional sebesar Rp per bulan, sedangkan pendapatan yang diperoleh dengan penerapan SOP pola monokultur sebesar Rp per bulan. Untuk meningkatkan pendapatan dapat dilakukan penanaman tanaman sela diantara tanaman pisang. Penanaman sayuran sebagai tanaman sela pada Pisang Tanduk sejak awal tanam hingga 5 BST. Sayuran yang ditanam meliputi kol, caisim, wortel dan bawang daun. Sayuran caisim, wortel dan bawang daun diasumsikan dipanen dua kali, sedangkan kol dipanen satu kali. Penerimaan yang diperoleh dari kol sebesar Rp (setara Rp per ha). Penerimaan dari bawang daun, caisim dan wortel sebesar Rp (setara Rp per ha). Dari segi ekonomis, tanaman sela dapat memberikan penerimaan tambahan selama masa tunggu panen. Biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi Pisang Tanduk sesuai SOP pola tumpangsari sebesar Rp per ha. Total penerimaan yang diperoleh sebesar Rp per ha. Keuntungan yang didapat dari penerapan SOP pola tumpangsari sebesar Rp per ha. R/C rasio Pisang Tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP tumpangsari sebesar Pendapatan yang diperoleh dengan penerapan SOP pola tumpangsari per bulan sebesar Rp (Lampiran 4). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penanaman sayuran sebagai tanaman sela dapat meningkatkan pendapatan petani. Armiati et al. (1995) melaporkan penanaman tomat, cabai, kubis dan kacang diantara tanaman mangga dapat meningkatkan pendapatan petani. Muhammad (2006) menyatakan penanaman kentang, tomat, kubis, sawi putih serta cabai disela tanaman markisa

25 40 dapat memberikan keuntungan tambahan. Kentang memberikan keuntungan sebesar Rp , kubis memberikan keuntungan sebesar Rp sedangkan sawi memberikan keuntungan keuntungan sebesar Rp Nilai B/C rasio dari kentang, kubis dan sawi berturut-turut sebesar 2.23, 2.25, dan Penanaman sayuran disela penanaman Pisang Tanduk memiliki beberapa keuntungan yaitu menekan pertumbuhan gulma serta menambah penerimaan petani selama masa tunggu panen. Penanaman tanaman sela dilakukan mulai awal tanam hingga 5 BST (Gambar 14 a, b, c). Penanaman tanaman sela pada umur lebih dari 5 BST kurang efektif dikarenakan tajuk tanaman Pisang Tanduk sudah saling menutupi. (Gambar 14d). Tanaman sela yang ditaman saat 7 BST tidak tumbuh maksimal dan tidak dapat berproduksi dengan baik. Penanaman tanaman sela dilakukan tanpa menggunakan jarak tanam. Benih disebar di dalam bedengan sehingga tanaman dipanen lebih dari satu kali. Sistem sebar benih memiliki keuntungan yaitu menghindari fluktuasi harga saat panen. a b c d Gambar 14. Penanaman Tanaman Sela diantara Pertanaman Pisang (a) Awal Tanam, (b) 2 BST, (c) 3 BST dan (d) 7 BST

26 41 Hasil penelitian ini menunjukkan pertumbuhan vegetatif tanaman Pisang Tanduk yang dibudidayakan sesuai SOP pola monokultur dan SOP pola tumpangsari tidak menunjukkan perbedaan. SOP pola monokultur dan SOP pola tumpangsari menghasilkan tinggi tanaman, lingkar batang dan jumlah daun tanaman Pisang Tanduk yang tidak jauh berbeda. Rata-rata bobot tandan, bobot per sisir serta bobot per buah yang dihasilkan juga tidak jauh berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa penanaman tanaman sela tidak mempengaruhi pertumbuhan, produksi serta kualitas dari Pisang Tanduk.

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tabel 1. Karakteristik Buah pada Beberapa Kultivar Pisang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tabel 1. Karakteristik Buah pada Beberapa Kultivar Pisang 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pisang (Musa spp. L) termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

HASIL PERCOBAAN. C N C/N P K Ca Mg ph Cu Zn Mn (%) (%) ppm Kompos 9,5 0,5 18,3 0,5 0,8 0,6 0,2 7,2 41,9 92,4 921,8 Kompos diperkaya

HASIL PERCOBAAN. C N C/N P K Ca Mg ph Cu Zn Mn (%) (%) ppm Kompos 9,5 0,5 18,3 0,5 0,8 0,6 0,2 7,2 41,9 92,4 921,8 Kompos diperkaya 17 Hasil Analisis Tanah HASIL PERCOBAAN Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tekstur tanah di Kubu Raya didominasi oleh debu dan liat dengan sedikit kandungan pasir. Tanah di Sui Kakap, Kabupaten Kubu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Curah hujan harian di wilayah Kebun Percobaan PKBT IPB Tajur 1 dan 2 pada Februari sampai Juni 2009 berkisar 76-151 mm. Kelembaban udara harian rata-rata kebun tersebut

Lebih terperinci

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan

Lebih terperinci

Kentang (Solanum tuberosum) merupakan sumber kalori

Kentang (Solanum tuberosum) merupakan sumber kalori TEKNIK PENGAMATAN PENGGUNAAN PUPUK ANORGANIK MAJEMUK DAN TUNGGAL PADA BEBERAPA VARIETAS KENTANG Engkos Koswara 1 Kentang (Solanum tuberosum) merupakan sumber kalori dan mineral yang penting bagi pemenuhan

Lebih terperinci

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN PENGARUH DOSIS PUPUK AGROPHOS DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.) VARIETAS HORISON Pamuji Setyo Utomo Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (UNISKA)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Hasil análisis data penelitian dari masing-masing parameter adalah sebagai berikut: a. Hasil Analisis Kandungan Tabel 1. Tandan Kosong Kelapa Sawit *) Parameter

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.) Menurut Rahayu dan Berlian ( 2003 ) tanaman bawang merah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 1. Botani Bawang Merah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

Teknik budidaya tanaman pisang (Musa sp)

Teknik budidaya tanaman pisang (Musa sp) Teknik budidaya tanaman pisang (Musa sp) Pengantar Pisang merupakan tanaman hortikultura yang memiliki kaya akan nilai gizi dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Tanaman ini juga dapat diolah menjadi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan Tumbuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 4.1. Tinggi Tanaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil analisis ragam dan uji BNT 5% tinggi tanaman disajikan pada Tabel 1 dan Lampiran (5a 5e) pengamatan tinggi tanaman dilakukan dari 2 MST hingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN Ubi kayu menghasilkan biomas yang tinggi sehingga unsur hara yang diserap juga tinggi. Jumlah hara yang diserap untuk setiap ton umbi adalah 4,2 6,5 kg N, 1,6 4,1 kg 0 5 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai banyak kegunaan antara lain sebagai ramuan, rempah - rempah, bahan minyak

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur UNSUR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat menguntungkan jika dibudayakan secara berkelanjutan. Khususnya kopi Lampung memiliki peranan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran sangat erat hubungannya dengan kesehatan, sebab sayuran banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama adanya kandungan karotin,

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA PISANG ASAL KULTUR IN VITRO DENGAN TEKNOLOGI PPBBI

PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA PISANG ASAL KULTUR IN VITRO DENGAN TEKNOLOGI PPBBI PETUNJUK TEKNIS BUDIDAYA PISANG ASAL KULTUR IN VITRO DENGAN TEKNOLOGI PPBBI 1 Pendahuluan Pisang merupakan salah satu tanaman buah unggulan apabila dibandingkan dengan komoditas buah yang lain karena produksi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR TANGGAL I. METODE PENGUJIAN EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR TANGGAL I. METODE PENGUJIAN EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK LAMPIRAN XII PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR TANGGAL : 70/Permentan/SR.140/2011 : 25 Oktober 2011 I. METODE PENGUJIAN EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK Pengujian efektivitas pupuk organik dilaksanakan setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan komoditas sayuran bernilai ekonomi yang banyak diusahakan petani setelah cabai dan bawang merah. Kentang selain digunakan sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

I. METODE PENGUJIAN EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK

I. METODE PENGUJIAN EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK LAMPIRAN XII PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 70/Permentan/SR.140/10/2011 Tanggal: 25 Oktober 2011 I. METODE PENGUJIAN EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK Pengujian efektivitas pupuk organik dilaksanakan setelah

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan tanaman bunga hias berupa tanaman semusim berbentuk herba termasuk

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan tanaman bunga hias berupa tanaman semusim berbentuk herba termasuk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Gladiol merupakan tanaman bunga hias berupa tanaman semusim berbentuk herba termasuk dalam famili Iridaceae. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Bahkan di beberapa daerah di Indonesia, jagung dijadikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan 49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

Pola Pemupukan dan Pemulsaan pada Budidaya Sawi Etnik Toraja di Pulau Tarakan

Pola Pemupukan dan Pemulsaan pada Budidaya Sawi Etnik Toraja di Pulau Tarakan Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian Urgensi dan Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Bengkulu 7 Juli 2011 ISBN 978-602-19247-0-9 24 Pola Pemupukan dan Pemulsaan pada Budidaya Sawi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Kacang Tanah Tanaman kacang tanah memiliki perakaran yang banyak, dalam, dan berbintil. Panjang akarnya dapat mencapai 2 m. Daun kacang tanah merupakan daun majemuk

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan I. BAHAN DAN METODE 1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran pada bulan Mei sampai September 2011. 1.2 Bahan dan Alat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia. Tanaman sorgum mempunyai daerah adaptasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Budidaya tanaman pare ini dilakukan dari mulai pengolahan lahan manual dengan menggunakan cangkul, kemudian pembuatan bedengan menjadi 18 bedengan yang

Lebih terperinci

Tahun Bawang

Tahun Bawang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan melalui usaha agribisnis, mengingat potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. I. PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan perkembangan ekonomi Indonesia. Hal ini dikarenakan sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. banyak mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh manusia, oleh karena itu

1. PENDAHULUAN. banyak mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh manusia, oleh karena itu 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat adalah satu diantara produk hortikultura yang mempunyai beragam manfaat, yaitu bisa dimanfaatkan dalam bentuk segar sebagai sayur, buah dan olahan berupa makanan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Curah hujan selama penelitian dari bulan Oktober 2009 sampai Januari 2010 tergolong tinggi sampai sangat tinggi yaitu berkisar antara 242.1-415.8 mm/bulan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Variabel Pengamatan Pertumbuhan Kubis

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Analisis Variabel Pengamatan Pertumbuhan Kubis IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Variabel Pengamatan Pertumbuhan Kubis Parameter yang diamati pada hasil pertumbuhan tanaman kubis terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun, diameter

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Okra (Abelmoschus esculentus L.) Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Malvales Famili

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas di 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakchoy (Brassica rapa L.) Pakchoy (Sawi Sendok) termasuk tanaman sayuran daun berumur pendek yang berasal dari China dan telah dibudidayakan setelah abad ke-5 secara luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM KARYA ILMIAH TENTANG BUDIDAYA PAKCHOI (brassica chinensis L.) SECARA ORGANIK DENGAN PENGARUH BEBERPA JENIS PUPUK ORGANIK Oleh SUSI SUKMAWATI NPM 10712035 POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 I.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicum esculentum) merupakan tanaman semusim yang tergolong komoditi sayuran buah dan sangat potensial untuk dikembangkan. Tomat memiliki banyak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian sludge limbah tapioka dan pupuk

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian sludge limbah tapioka dan pupuk 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian sludge limbah tapioka dan pupuk majemuk NPK berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun, bobot segar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha tersebut, maka produktivitas

Lebih terperinci

BUDIDAYA KELAPA SAWIT

BUDIDAYA KELAPA SAWIT KARYA ILMIAH BUDIDAYA KELAPA SAWIT Disusun oleh: LEGIMIN 11.11.5014 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMUNIKASI AMIKOM YOGYAKARTA 2012 ABSTRAK Kelapa sawit merupakan komoditas yang penting karena

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu, Secara geografis Kota Sepang Jaya terletak pada koordinat antara 105 15 23 dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicom esculentum Mill) merupakan salah satu jenis tanaman

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicom esculentum Mill) merupakan salah satu jenis tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicom esculentum Mill) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang memiliki nilai ekonomis dan kandungan gizi yang tinggi seperti vitamin,

Lebih terperinci

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat rampai atau tomat ranti banyak disukai oleh konsumen karena tomat mempunyai rasa yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai

I. PENDAHULUAN. Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman pisang adalah salah satu komoditas yang dapat digunakan sebagai sumber karbohidrat alternatif karena memiliki kandungan karbohidrat dan kalori yang cukup tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu kegiatan budidaya pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami serta meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat merusak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai sumber bahan baku minyak atsiri. Indonesia menghasilkan 40 jenis dari 80 jenis minyak atsiri yang di perdagangkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci