BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Jabatan Notaris a. Dasar Hukum Jabatan Notaris Tentang Notaris di Indonesia, semula diatur di dalam Reglement op het Notarisambt in Nederlands Indie atau yang biasa disebut Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia, yang berlaku mulai tahun 1860 (Stbl No.3). 1 Kemudian Jabatan Notaris diatur dalam : 1.a) Ordonantie tanggal 16 September 1931, Tentang Honorarium Notaris, 2.a) Undang Undang Nomor 33 Tahun 1954, Tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara. Dalam perkembangannya, banyak ketentuan ketentuan didalam Peraturan Jabatan Notaris yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan perkembangan masyarakat di Indonesia. Sehingga pada tanggal 6 Oktober 2004, di undangkan Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor : 117 yang terdiri darixiii bab dan 92 pasal. Kemudian di tahun 2014 pada tanggal 17 Januari 2014 mulailah berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris (UUJN) yang baru di Indonesia. Lembaga notariat mempunyai peranan yang penting, karena menyangkut akan kebutuhan dalam pergaulan antara manusia yang menghendaki adanya alat bukti tertulis dalam bidang hukum Perdata, sehingga mempunyai kekuatan otentik. Mengingat pentingnya lembaga ini, maka harus mengacu pada peraturan 1 R. Soegondo Notodisoerjo, op.cit, hlm. 29 8

2 perundang-undangan di bidang notariat, yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun b. Pengertian Jabatan Notaris Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), termasuk dalam lingkup Undang-Undang dan peraturan-peraturan organik, karena mengatur Jabatan Notaris. Materi yang diatur dalamnya termasuk dalam hukum publik, sehingga ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalamnya adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa (dwingend recht). Seorang notaries, berwenang untuk membuat akta-akta otentlik dan merupakan satu-satunya pejabat umum yang diangkat serta diperintahkan oleh suatu peraturan yang umum atau yang dikehendaki oleh orang-orang yang berkepentingan. Notaris pada Pasal 1 angka 1 UUJN adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang undang lainnya. c. Kewenangan dan Kewajiban Jabatan Notaris Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu, artinya tidak setiap pejabat umum dapat membuat semua akta, akan tetapi seorang pejabat umum dapat membuat akta-akta tertentu, yakni ditugaskan atau dikecualikan kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan. Kewenangan Notaris dalam Pasal 15 UUJN yang lebih komprehensif mengatur sebagai berikut : 1. Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undangundang. 2. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris berwenang pula: a) mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b) membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 9

3 c) membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d) melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; e) memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta; f) membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g) membuat Akta risalah lelang. 3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kewenangan disini antara lain kewenangan mensertifikasikan transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary) termasuk ikrar wakaf dan hipotek pesawat terbang. Terhadap definisi yang diberikan oleh Pasal 1 UUJN pada hakikatnya masih ditambahkan yang dilengkapi dengan kekuasaan umum, oleh karena Grosse dari akta Notaris yang memuat kewajiban untuk melunasi suatu jumlah uang, yang pada bagian kepala akta memuat perkataan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama seperti yang diberikan kepada putusan hakim. Dari bunyi Pasal 15 ayat (1) UUJN tersebut, dapat dilihat bahwa di satu sisi wewenang notaris diberikan secara luas, namun di sisi yang lain diberikan pembatasan terhadap wewenang tersebut. Pertama-tama dinyatakan bahwa notaris berwenang untuk membuat akta otentik, hanya apabila hal itu dikehendaki atau diminta oleh yang berkepentingan, serta tidak membuat akta yang bukan menjadi tugas Notaris, ini berarti bahwa notaris tidak berwenang membuat akta otentik diluar jabatan yang seharusnya wewenangnya terbatas pada pembuatan akta-akta di bidang hukum perdata. Perbuatan hukum yang tertuang dalam akta notaries bukanlah merupakan perbuatan hukum dari notaris itu sendiri, melainkan merupakan perbuatan hukum dari pihak-pihak yang minta atau menghendaki perbuatan hukum itu dituangkan dalam suatu akta notaries Sedangkan mengenai kewajiban Notaris, disebutkan dalam Pasal 16 UUJN dan 16A UUJN, bahwa Notaris dalam menjalankan jabatannya berkewajiban untuk : (1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib: a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; 10

4 b. membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris; c. melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta; d. mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta; e. memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya; f. merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain; g. menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; h. membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga; i. membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan; j. mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; k. mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan; l. mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan; m. membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan n. menerima magang calon Notaris. (2) Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan Akta in originali. (3) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:.hukumonline.com a. Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun; b. Akta penawaran pembayaran tunai; c. Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga; d. Akta kuasa; e. Akta keterangan kepemilikan; dan f. Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap Akta tertulis kata-kata BERLAKU SEBAGAI SATU DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA". 11

5 (5) Akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap. (6) Bentuk dan ukuran cap atau stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l ditetapkan dengan Peraturan Menteri. (7) Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri,mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris. (8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap pembacaan kepala Akta, komparasi, penjelasan pokok Akta secara singkat dan jelas, serta penutup Akta. (9) Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat (7) tidak dipenuhi, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. (10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk pembuatan Akta wasiat. (11) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l dapat dikenai sanksi berupa: a. peringatan tertulis; b. pemberhentian sementara; c. pemberhentian dengan hormat; atau d. pemberhentian dengan tidak hormat. (12) Selain dikenai sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (11), pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf j dapat menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris. (13) Notaris yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis. Pasal 16A (1) Calon Notaris yang sedang melakukan magang wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a. (2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon Notaris juga wajib merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta. 2. Tinjauan tentang Akta Notaris a. Pengertian Akta Notaris Sudikno Merokusumo mendefiniskan tentang akta sebagai berikut : 12

6 Akta adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tandatangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. 2 Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed menurut pendapat umum mempunyai dua arti, yaitu: 1.a Perbuatan (handling) atau perbuatan hukum (rechtshandeling). 2.a Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai atau untuk digunakan sebagai perbuatan hukum tertentu yaitu berupa tulisan yang ditunjukkan kepada pembuktian tertentu. Secara etimologi menurut S. J. Fachema Andreae, kata akta berasal dari bahasa latin acta yang berarti geschrift atau surat. 3 Akta adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dsb) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh pejabat resmi. Dengan demikian, maka unsur penting untuk suatu akta ialah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatanganan tulisan itu. Akta sendiri adalah surat sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. 4 Menurut Pasal 1 ayat (7) Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris Akta Notaris yang selanjutnya disebut Akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang- Undang ini. Pada umumnya akta itu adalah suatu surat yang ditandatangani, memuat keterangan tentang kejadian-kejadian atau hal-hal yang merupakan dasar dari suatu perjanjian, dapat dikatakan bahwa akta itu adalah suatu tulisan dengan mana dinyatakan sesuatu perbuatan hukum. Berdasarkan bentuknya akta terbagi menjadi atas akta otentik dan akta di bawah tangan, yang menjadi dasar hukumnya adalah Pasal 1867 KUHPerdata. Yang termasuk akta otentik adalah sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1868 KUHPerdata. Selain dari 2 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdara Indonesia, edisi ke 8, cetakan pertama, Liberty, Yogyakarta, 2009 hlm 51 3 Suharjono, Varia Peradilan Tahun XI Nomor 123, Sekilas Tinjauan Akta Menurut Hukum, 1995, hal Abdul Ghofhur Anshori, op.cit, hlm 18 13

7 yang ditentukan dalam pasal tersebut maka termasuk dalam akta di bawah tangan. Dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang dimaksud dengan akta otentik adalah Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Pegawai umum yang dimaksud di sini ialah pegawai-pegawai yang dinyatakan dengan Undang- Undang mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik, misalnya Notaris, panitera juru sita, pegawai pencatat sipil, Hakim dan sebagainya. Akta yang dibuat dengan tidak memenuhi Pasal 1868 KUHPerdata bukanlah akta otentik atau disebut juga akta di bawah tangan. Perbedaan terbesar antara akta otentik dan akta yang dibuat di bawah tangan ialah: 5 1. Akta otentik Merupakan alat bukti yang sempurna, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1870 KUH Perdata. Ia memberikan di antara para pihak termasuk para ahli warisnya atau orang yang mendapat hak dari para pihak itu suatu bukti yang sempurna tentang apa yang diperbuat /dinyatakan dalam akta ini. Ini berarti mempunyai kekuatan bukti sedemikian rupa karena dianggap melekatnya pada akta itu sendiri sehingga tidak perlu dibuktikan lagi dan bagi Hakim itu merupakan Bukti Wajib/Keharusan (Verplicht Bewijs). Dengan demikian barang siapa yang menyatakan bahwa Akta otentik itu palsu, maka ia harus membuktikan tentang kepalsuan akta itu. Oleh karena itulah maka Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian, baik lahiriah, formil maupun materil (Uitwendige, formiele, en materiele bewijskrach). Menurut C.A.Kraan, akta otentik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 6 a.1 Suatu tulisan dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan di dalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut 5 N.G Yudara, Pokok-pokok Pemikiran Diseputar Kedudukan dan Fungsi Notaris serta Akta Notaris Menurut Sistim Hukum Indonesia, Renvoi, Nomor III, tanggal 3 Maret 2006, hal Herlien Soerojo, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah di Indonesia, Arkola, Surabaya, 2003, hlm

8 ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan saja; b.1 Suatu tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat yang berwenang; c.1 Ketentuan peraturan perundang-undangan yang harus dipenuhi; ketentuan tersebut mengatur tata cara pembuatannya (sekurang-kurangnya memuat ketentuanketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu tulisan, nama dan kedudukan atau jabatan pejabat yang membuatnya); d.1 Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan yang mandiri serta tidak memihak dalam menjalankan jabatannya; e.1 Pernyataan atau fakta dari tindakan yang disebut oleh pejabat adalah hubungan hukum di dalam bidang hukum privat. 2. Akta Bawah Tangan Akta di bawah tangan bagi Hakim merupakan Bukti Bebas (VRU Bewijs) karena akta di bawah tangan ini baru mempunyai kekuatan bukti materil setelah dibuktikan kekuatan formilnya. Sedang kekuatan pembuktian formilnya baru terjadi, bila pihak-pihak yang bersangkutan mengakui akan kebenaran isi dan cara pembuatan akta itu. Tulisan di bawah tangan atau disebut juga akta di bawah tangan dibuat dalam bentuk yang tidak ditentukan oleh undang-undang, tanpa perantara atau tidak dihadapan Pejabat Umum yang berwenang, seperti terdapat di Pasal 1874 KUHPerdata. Dengan demikian akta di bawah tangan berlainan dengan akta otentik, sebab bilamana satu akta di bawah tangan dinyatakan palsu, maka yang menggunakan akta di bawah tangan itu sebagai bukti haruslah membuktikan bahwa akta itu tidak palsu. Adapun yang termasuk akta di bawah tangan adalah: a.2 Legalisasi, yaitu akta di bawah tangan yang belum ditandatangani, diberikan pada Notaris dan di hadapan Notaris ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan, setelah isi akta dijelaskan oleh Notaris kepada mereka. Pada 15

9 legalisasi, tanda tangannya dilakukan di hadapan yang melegalisasi. b.2 Waarmerken, yaitu akta di bawah tangan yang didaftarkan untuk memberikan tanggal yang pasti. Akta yang sudah ditandatangani diberikan kepada Notaris untuk didaftarkan dan beri tanggal yang pasti. Pada waarmerken tidak menjelaskan mengenai siapa yang menandatangani dan apakah penandatangan memahami isi akta. Hanya mempunyai kepastian tanggal saja dan tidak ada kepastian tanda tangan. b. Bentuk Akta Notaris sebagai Kekuatan Pembuktian Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan tulisan otentik maupun dengan tulisan tulisan di bawah tangan. 7 Suatu akta Notaris dapat menjadi kekuatan pembuktian di mata hukum dalam mencari kebenaran dari isi akta. Suatu Akta Notaris tercipta dan lahir karena : 1.b Berdasarkan keinginan atau kehendak pihak yang bersangkutan, Notaris menuangkan perbuatan hukum tersebut kedalam akta 2.b Berdasarkan ketentuan Undang-Undang perbuatan hukum harus dituangkan dalam akta otentik agar tidak kehilangan kebatalan atas perbuatan hukum Baik akta otentik maupun akta di bawah tangan dibuat dengan tujuan untuk dipergunakan sebagai alat bukti. Keduanya juga harus memenuhi rumusan mengenai sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata dan secara materiil mengikat para pihak yang membuatnya Pasal 1338 KUHPerdata, sebagai suatu perjanjian yang harus ditepati oleh para pihak (pacta sun servanda). Pertimbangan perlunya dituangkan dalam bentuk akta otentik, adalah untuk menjamin kepastian hukum guna melindungi pihakpihak, baik secara langsung, yaitu para pihak yang berkepentingan langsung dengan akta itu maupun secara tidak langsung, yaitu masyarakat. Sehingga hal itu merupakan jaminan bagi para pihak bahwa perbuatan-perbuatan atau 7 Habib Adjie, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, PT.Refika Aditama, Bandung, 2013, hlm 7 16

10 keterangan-keterangan yang dikemukakan memberikan suatu bukti yang tidak dapat dihilangkan. Akta Notaris disini merupakan alat bukti tertulis yang dibuat oleh Notaris, seperti dalam Pasal 1866 KUHPerdata menerangkan bahwa Alat-alat bukti terdiri atas bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, sumpah, segala sesuatunya dengan mengindahkan aturan-aturan yang ditetapkan dalam bab-bab yang berikut. Letak kekuatan pembuktian yang istimewa dari suatu akta otentik menurut Pasal 1870 KUHPerdata, adalah suatu akta otentik memberikan di antara para pihak, beserta ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya. Akta otentik juga harus merupakan suatu alat bukti yang dianggap benar selama kebenarannya tidak dibuktikan kebalik. Berkaitan dengan kekuatan pembuktian akta Notaris sebagai alat bukti, menurut pendapat yang umum dianut dapat dikatakan bahwa pada setiap akta otentik demikian juga akta Notaris, dibedakan menjadi tiga (3) macam kekuatan pembuktian yaitu sebagai berikut : 1) Kekuatan pembuktian lahiriah (Uitwendige Bewijskracht), yaitu : Kemampuan lahiriah akta Notaris merupakan akta itu sendiri untuk membuktikan kebasahannya sebagai akta otentik. Kemampuan ini berdasarkan Pasal 1875 KUH Perdata tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuatdi bawah tangan. Akta yang dibuatdi bawah tangan berlaku sah, yakni sebagai yang benar benar berasal dari pihak, apabila pihak yang menandatanganinya mengakui kebenarannya dan apabila dengan cara yang menurut hukum telah diakui oleh yang bersangkutan. Apabila akta otentik yang sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik, maka akta tersebut berlaku sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya, artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah. 2) Kekuatan pembuktian formal (Formale Bewijskracht), yaitu: Kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta benar dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuatan al sepanjankta 17

11 menurut peraturan perundangan. Dalam arti formal, sepanjang mengenai akta pejabat akta itu membuktikan kebenaran dari apa yang disaksikan, yang dilihat, didengar juga dilakukan sendiri oleh notaries sebagai pejabat umum di dalam menjalankan jabatannya. Untuk menyangkal aspek formal dari akta notaries harus bisa membuktikan kebenaran atau ketidakbenaran pernyataan atau keterangan para pihak yang diberikan atau disampaikan di hadapan Notaris, jika tidak mampu membuktikan ketidakbenaran akan akan yang, maka akta tersebut harus diterima oleh siapapun. Akta di bawah tangan kekuatan pembuktian ini hanya meliputi kenyataan bahwa keterangan ini diberikan, apabila tanda tangan yang tercantum dalam akta di bawah tangan itu diakui oleh orang yang menandatangani atau dianggap sebagai telah diakui sedemikian menurut hukum. 8 Akta Otentik berlaku kekuatan pembuktian formal dan berlaku terhadap setiap orang yakni apa yang ada dan terdapat diatas tandantangan mereka. 9 3) Kekuatan pembuktian material (Materiele Bewijskracht) 10, yaitu: Kepastain bahwa apa yang ada dalam akta itu merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku untuk umum. Akta Otentik sebagai kepastian yang sebenarnya menjadi bukti yang sah hakim tidak diperkenankan meminta tanda pembuktian lainnya disamping akta otentik. Akta yang dibuat notaris sebagai kekuatan pembutian mengandung makna materiil yang sebaiknya diperjelaskan dalam akta alasan alasan yang menyebabkan nantinya akta itu menjadi celah hukum untuk dipersalahkan dimuka pengadilan, missal seperti pihak yang tidak bisa tandatangan saat itu dikarekan sakit dan lain sebagainya. Lain halnya jika ternyata pernyataan atau keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar, maka hal tersebut menjadi tanggungjawab para pihak sendiri. 8 Abdul Ghofur Anshori, op.cit, hlm 20 9 Ibid 10 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Penerbit Erlangga. Jakarta, 1999, hlm

12 Adapun untuk lebih jelas dalam memahami kekuatan pembuktian akta otentik, menurut pendapat Th. Kussunaryatun dalam penulisan hukum (tesis) Bambang Rianggono, ada tiga macam kekuatan pembuktian akta otentik, yaitu : 11 a.3) Kekuatan bukti lahir yaitu syarat-syarat dari terbentuknya akta otentik sudah terpenuhi. b.3) Kekuatan bukti formil yaitu kebenaran dari peristiwa yang dinyatakan di dalam akta, dengan kata lain apakah pada tanggal tertentu benar-benar telah menerangkan sesuatu. c.3) Kekuatan bukti materiil yaitu kebenaran dari isi akta c. Otentisitas Akta Notaris dipandang dari segi Yuridis, dengan kata lain apakah sesuatu yang diterangkan benar-benar terjadi. Menurut definisi Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, akta otentik harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dalam hal ini yaitu Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN). Otentisitas dari akta notaris bersumber dari Pasal 1 angka 1 dan Pasal 15 ayat (1) UUJN, di mana notaris dijadikan sebagai pejabat umum, sehingga akta yang dibuat oleh notaries dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta otentik. Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa kewenangan Notaris adalah salah satunya membuat akta secara umum. Pembuatan akta harus didasarkan pada Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur mengenai syarat sahnya perjanjian. Setelah semua terpenuhi, dituangkanlah segala yang menyangkut perjanjian kedalam akta Notaris. Akta Notaris pun harus mendasar pada Pasal 38 UUJN, yang terdiri dari: (1) Setiap akta Notaris terdiri atas : a. awal Akta atau Kepala Akta b. badan Akta; dan c. akhir atau penutup Akta. (2) Awal Akta atau Kepala Akta memuat : a. Judul Akta; b. Nomor Akta; c. Jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun ; dan 11 Bambang Rianggono, Kekuatan Akta Pernyataan Keputusan Rapat (PKR) Yang Dibuat Berdasarkan Risalah Rapat Di Bawah Tangan Ditinjau Dari Tanggung Jawab Notaris, Tesis, Universotas Diponegoro, Semarang, 2007, hlm 2 19

13 d. Nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris. (3) Badan Akta memuat : a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap dan/atai orang yang mereka wakili; b. Keterangan mengenai kedudukan bertindk penghadap; c. Isi Akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan d. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tenpat tinggal dan tiap-tiap saksi pengenal. (4) Akhir atau pentutup Akta memuat : a. Uraian tentang pembacaan Akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m atau Pasal 16 ayat (7) ; b. Uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemah Akta jika ada; c. Nama lengkap, tempat tanggal lahir, dan pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempattinggal dari tiap-tiap saksi Akta; dan d. Uraian tentang tidak adanya perubahanyang terjadi dalam pembuatan Akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggntian serta jumlah perubahan. (5) Akta Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3), dan (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat uang mengangkatnya. Dari Pasal 38 UUJN ini merupakan syarat Akta Notaris sebagai Akta Otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tatacara yang ditetapkan UUJN, dan secara tersiratnya dalam Pasal 58 ayat (2) UUJN disebutkan bahwa Notaris wajib membuat Daftar Akta dan mencatat semua akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris. Akta yang menjadi kewenangan Notaris, yaitu : (1) Akta yang dibuat oleh (door) Notaris dalam praktik Notaris disebut Akta Relaas atau Akta Berita Acara yang berisi berupa uraian Notaris yang dilihat, didengar, disaksikan, dan diputuskan Notaris sendiri atas permintaan para pihak, agar perbuatan para pihak tersebut dituangkan dalam bentuk akta Notaris. (2) Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) Notaris, dalam praktik Notaris disebut Akta Pihak, yang berisi uraian atau keterangan, pernyataan para pihak yang diberikan atau yang diceritakan di hadapan 20

14 Notaris. Para pihak berkeinginan agar uraian atau keterangan dituangkan dalam bentuk akta Notaris. 12 Dari Pasal 38 UUJN tersebut telah menentukan bahwa suatu bentuk akta dapat berakibat hukum tertentu jika tidak terpenuhi syaratnya. Adapun syarat subjektif artinya syarat yang berkaitan dengan subjek yang mengadakan atau membuat perjanjian, yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan perbuatan hukum, dan syarat objektif artinya syarat yang berkaitan dengan isi perjanjiannya atau berkaitan dengan objek perjanjian yang dijadikan perbuatan hukum, yang terdiri dari suatu hal tertentu dan klausa yang halal. Dari kedua syarat tersebut akta Notaris berakibat hukum dapat dibatalkan apabila syarat subjektif tidak terpenuhi dan batal demi hukum apabila syarat objektif tidak terpenuhi. Berikut uraian mengenai Akta Notaris yang dapat dibatalkan dan batal demi hukum : 13 Tabel 1: Akta Notaris yang Dapat Dibatalkan dan Batal Demi Hukum Keterangan Akta Notaris yang Dapat Dibatalkan Akta Notaris Batal Demi Hukum Alasan Melanggar unsur subjektif, yaitu : Melanggar unsur 1. Sepakat mereka yang objektif, yaitu : mengikatkan dirinya 1. Suatu hal tertentu 2. Kecakapan untuk membuat 2. Seuatu sebab yang suatu perikatan terlarang Mulai berlaku/ - Akta tetap mengikat selama Sejak saat akta tersebut terjadinya belum ada putusan pengadilan ditandatangani dan pembatalan yang telah mempunyai tindakan hukum yang kekuatan hukum tetap. tersebut dalam akta - Akta menjadi tidak mengikat dianggap tidak pernah sejak ada putusan pengadilan terjadi, dan tanpa yang telah mempunyai perluada putusan kekuatan hukum tetap. pengadilan. 12 Habib Adjie op.cit, hlm Ibid, hlm 42 21

15 Akta yang dibuat dihadapan Notaris ini juga merupakan akta yang mempunyai pembuktian sempurna di muka pengadilan. Asalkan baik syarat, tata cara, dan prosedurnya sesuai dengan aturan hukum yang sudang diundangkan. Agar nantinya akibat hukum dari akta yang dibuat dihadapan Notaris ini tidak dapat dibatalkan ataupun batal demi hukum. 3. Tinjauan tentang Perseroan Terbatas (PT) a. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas yang sebelumnya hanya diatur dengan Kitab Undang Undang Hukum Dagang (KUHD). Selama ini Perseroan Terbatas telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, yang menggantikan peraturan perundang-undangan yang berasal dari zaman kolonial. Namun, dalam perkembangannya ketentuan dalam Undang- Undang tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena keadaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi. Di samping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) menuntut penyempurnaan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan dasar hukum bagi pengaturan Perseroan Terbatas di Indonesia. Dalam Undang-Undang ini telah diakomodasikan berbagai ketentuan mengenai Perseroan, baik berupa penambahan ketentuan baru, perbaikan penyempurnaan, maupun mempertahankan ketentuan lama yang dinilai masih relevan. Untuk lebih memperjelas hakikat, di dalam Undang-Undang ini ditegaskan bahwa Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang serta peraturan pelaksanaannya. Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat untuk memperoleh layanan yang cepat, Undang-Undang ini mengatur tata cara : 22

16 1. Pengajuan permohonan dan pemberian pengesahan status badan hukum; 2. Pengajuan permohonan dan pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar; 3. Penyampaian pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dan/atau pemberitahuan dan penerimaan pemberitahuan perubahan data lainnya, yang dilakukan melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik di samping tetap dimungkinkan menggunakan sistem manual dalam keadaan tertentu. Berkenaan dengan permohonan pengesahan badan hukum Perseroan, ditegaskan bahwa permohonan tersebut merupakan wewenang pendiri bersama-sama yang dapat dilaksanakan sendiri atau dikuasakan kepada Notaris. Untuk lebih memperjelas dan mempertegas ketentuan yang menyangkut Organ Perseroan, dalam Undang-Undang ini dilakukan perubahan atas ketentuan yang menyangkut penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Dengan demikian, penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan melalui media elektronik seperti telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik lainnya. Undang-Undang Perseroan Terbatas memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris, Undang-Undang ini mengatur mengenai komisaris independen dan komisaris utusan. Sesuai dengan berkembangnya kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, Undang- Undang ini mewajibkan Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris juga mempunyai Dewan Pengawas Syariah. Tugas Dewan Pengawas Syariah adalah memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah. Dalam Undang-Undang ini ketentuan mengenai struktur modal Perseroan tetap sama, yaitu terdiri atas modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor. Namun, modal dasar Perseroan diubah menjadi paling sedikit Rp ,00 (lima puluh juta rupiah), sedangkan kewajiban penyetoran atas modal yang ditempatkan harus penuh. Mengenai pembelian kembali saham 23

17 yang telah dikeluarkan oleh Perseroan pada prinsipnya tetap dapat dilakukan dengan syarat batas waktu Perseroanmenguasai saham yang telah dibeli kembali paling lama 3 (tiga) tahun. Khusus tentang penggunaan laba, Undang- Undang ini menegaskan bahwa Perseroan dapat membagi laba dan menyisihkan cadangan wajib apabila Perseroan mempunyai saldo laba positif. b. Pengertian Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas dalam bahasa Belanda disebut Naamloze Vennotschap (NV) artinya Perseroan tanpa nama, yang dimaksud tanpa nama ialah tanpa nama perseorangan yang memasukkan modalnya. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. 14 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa : Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya. Pengertian perseroan, adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal tertentu, yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksanaannya. 15 Perseroan Terbatas adalah persekutuan yang berbentuk badan hukum, diamana badan hukum ini disebut perseroan. Istilah perseroan pada Perseroan Terbatas menunjuk pada cara penentuan modal pada badan hukum itu yang terdiri dari sero-sero atau saham-saham dan istilah terbatas menunjuk pada batas tanggung jawab para pesero atau pemegang saham, yaitu hanya 14 Mulyoto. Kriminalisasi Notaris Dalam Pembuatan Akta Perseroan Terbatas (PT), Cakrawala Media, Yogyakarta, 2012, hlm 1 15 Ahmad Yani & Gunawan Widjaya, Perseroan Terbatas, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2006, hlm 7. 24

18 terbatas pada jumlah nilainominal dari semua saham-saham yang dimiliki. 16 Dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak diberikan definisi mengenai Perseroan Terbatas, namun dapat ditemukan dalam Pasal 36, 40, 42, dan 4 KUHD. Dalam Pasal tersebut mengandung unsur unsur yang dapat membentuk badan usaha menjadi perseroan terbatas. Unsur-unsur tersebut disimpulkan menjadi : a. Merupakan badan hukum b. Merupakan asosiasi modal c. Didirikan berdasarkan perjanjian d. Berwenang melakukan kegiatan usaha e. Memenuhi persyaratan yang ditetapkan Undang-Undang f. Ada kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi masingmasing pesero g. Adanya pesero yang tanggung jawabnya terbatas pada jumlah nominal saham yang dimilikinya h. Adanya pengurus (Direksi dan Komisaris) Perseroan memerlukan organ-organnya untuk menjalankan usahanya, mengurus kekayaannya dan mewakili perseroan di depan pengadilan maupun di luar pengadilan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 menentukan, bahwa organ perseroan terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Direksi dan Dewan Komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Komisaris. RUPS mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan UU No. 40 Tahun 2007 dan atau Anggaran Dasar. RUPS berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari direksi dan komisaris. Eksistensi RUPS sangat signifikan dalam penyelenggaraan perseroan terbatas, mengingat keputusan-keputusan yang penting dalam suatu Perseroan Terbatas akan diambil melalui mekanisme RUPS. Oleh karena itu, pelaksanaan RUPS harus memenuhi segala sesuatu ketentuan yang termaktub dalam anggaran dasar 16 CST Kansil dan Christine S.T Kansil, Seluk Beluk Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, PT. Rineka Cipta:Jakarta 2009, hlm 2 25

19 perseroan dan peraturan perundangan yang berlaku, khususnya Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. c. Kedudukan Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Pengertian dan definisi badan hukum lahir dari doktrin ilmu hukum yang oleh para ahli, berdasarkan pada kebutuhan praktik hukum dan dunia usaha, hal ini pada akhirnya melahirkan banyak teori tentang badan hukum yang terus berkembang dikembangkan dari waktu ke waktu. Dalam kepustakaan hukum belanda istilah badan hukum dikenal dengan sebutan recthsperson dalam kepustakaan Common Law sering disebut dengan istilah Legal Entity, Juristic Person, Artificial Person. 17 Dari pengertian yang diberikan di atas dapat dilihat bahwa, badan hukum merupakan penyandang hak dan kewajibannya sendiri yang memiliki suatu status yang dipersamakan dengan orang-perorangan sebagai subjek hukum dalam pengertian sebagai penyandang hak dan kewajiban, badan hukum dapat digugat ataupun menggugat di pengadilan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa keberadaannya sebagai badan hukum tidak digantungkan pada kehendak pendiri atau anggotanya melainkan pada sesuatu yang ditentukan oleh hukum. 18 Ilmu hukum mengenal dua macam subjek hukum, yaitu subjek hukum pribadi (orang-perorangan) dan subjek hukum berupa badan hukum. Terhadap masing-masing subjek hukum tersebut berlaku ketentuan hukum yang berbeda satu dengan lainnya, meskipun dalam hal-hal tertentu terhadap keduanya dapat diterapkan suatu aturan yang berlaku umum. 19 Badan hukum merupakan kumpulan manusia pribadi (natuurlijke persoon) dan mungkin pula kumpulan dari badan hukum yang pengaturannya sesuai dengan hukum yang berlaku 20. Badan hukum (rechts persoon) dibedakan dalam dua bentuk yaitu 21 : 17 Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, Jakarta: PT.RajaGrafindo, 2003, hlm Ibid, hlm Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003, hlm 8 20 C.S.T Kansil dan Cristine S.T K ansil, Pokok-Pokok Badan Hukum, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002, hlm 9 21 Ibid, hlm 10 26

20 1. Badan hukum publik atau publick rechts persoon, adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik atau yang menyangkut kepentingan publik atau orang banyak atau Negara pada umumnya Badan hukum privat (sipil) atau privaat rechts persoon, adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil/perdata yang menyangkut kepentingan pribadi pribadi orang di dalam badan hukum itu. 2. Badan hukum privat (sipil) atau privaat rechts persoon, adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil/perdata yang menyangkut kepentingan pribadi pribadi orang di dalam badan hukum itu. d. Macam-Macam Perseroan Terbatas Suatu Perseroan Terbatas dapat diklasifikasi kepada beberapa bentuk apabila dilihat dan berbagai kriteria, yaitu sebagai berikut: 1. Dilihat dari banyaknya Pemegang Saham, jika dilihat dari segi banyaknya pemegang saham suatu Perseroan Terbatas dapat dibagi ke dalam: a) Perusahaan Tertutup b) Perusahaan Terbuka c) Perusahaan Publik 2. Dilihat dari Jenis Penanaman Modal Jika dilihat dan segi jenis penanaman modalnya, suatu Perseroan Terbatas dapat dibagi ke dalam: a) Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) b) Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) c) Perusahaan Non-Penanaman Modal Asing (PMA)/Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) 3. Dilihat Keikutsertaan Pemerintah a) Perusahaan Swasta b) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) c) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 27

21 4. Dilihat dari Sedikitnya Pemegang Saham Jika dilihat dari segi sedikitnya jumlah pemegang saham, maka suatu Perseroan Terbatas dapat dibagi ke dalam : a) Perusahaan Pemegang Saham Tunggal (Corporation Sole) Yang dimaksud dengan perusahaan pemegang saham tunggal (Corporation Sole), adalah suatu Perseroan Terbatas di mana pemegang sahamnya hanya terdiri dari 1 (satu) orang saja. Undang- Undang Perseroan Terbatas tidak memungkinkan eksistensi perusahaan pemegang saham tunggal ini Lihat Pasal 7 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas. Undang-Undang hanya memungkinkan adanya pemegang saham tunggal dalam suatu Perseroan Terbatas hanya dalam 2 (dua) hal sebagai berikut: - Apabila perusahaan tersebut adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). - Dalam waktu maksimal 6 (enam) bulan setelah terjadinya perusahaan pemegang saham tunggal. b) Perusahaan Pemegang Saham Banyak (Corporation Agregate) Perusahaan Pemegang Saham Banyak (Corporation Agregate), adalah Perseroan Terbatas yang jumlah pemegang sahamnya 2 (dua) orang atau lebih. Pada prinsipnya Perseroan Terbatas seperti inilah yang dikehendaki oleh Undang-Undang Perseroan Terbatas. e. Organ-Organ Perseroan Terbatas 1) Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perseroan Terbatas mempunyai alat yang disebut organ perseroan, gunanya untuk menggerakkan perseroan agar badan hukum dapat berjalan sesuai dengan tujuannya. 22 Organ perseroan adalah RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Komisaris. Menurut Misahardi Wilamarta dalam struktur Perseroan Terbatas RUPS mempunyai 22 Gatot Supramono, Hukum Perseroan Terbatas, Djambatan, Jakarta, , hlm 3 28

22 kekuasaan yang tertinggi, tetapi hal tersebut bukan berarti bahwa RUPS memiliki jenjang tertinggi diantara organ perseroan, tetapi sekedar mempunyai kekuasaan tertinggi bila wewenang tersebut tidak dilimpahkan kepada organ perseroan lain. 23 Jadi masing-masing organ perseroan mempunyai tugas dan wewenang yang berdiri sendiri. 1. Hak dan Wewenang RUPS a) Rapat Umum Pemegang Saham mempunyai segala wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Komisaris dalam batas yang ditentukan UU No. 40 Tahun 2007 Pasal 75 ayat 1 dan atau Anggaran Dasar. b) Rapat Umum Pemegang Saham berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan perseroan dari Direksi dan Komisaris. c) Pengangkatan direksi dan komisaris adalah menjadi wewenang RUPS demikian juga dengan pemberhentian direksi dan komisaris d) Pemegang Saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan Perseroan dari Direksi dan/atau Dewan Komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan Perseroan. e) RUPS dalam mata acara lain-lain tidak berhak mengambil keputusan, kecuali semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan menyetujui penambahan mata acara rapat, serta keputusan atas acara rapat harus disetujui suara bulat. Setiap organ diberi kebebabasan asal semuanya dilakukan demi tujuan dan kepentingan perseroan. Instruksi dari organ lain, misalnya RUPS, dapat saja tidak dipenuhi oleh direksi, meskipun direksi diangkat oleh RUPS sebab pengangkatan direksi oleh RUPS tidak berarti bahwa wewenang yang dimiliki direksi merupakan pemberian kuasa atau bersumber dari pemberian kuasa dari RUPS kepada direksi, 23 David, Legalitas Akta Notaris Rapat Umum Pemegang Saham Melalui Media Telekonferensi, Universitas Atma Jaya, Yogjakarta,

23 namun bersumber dari Undang-Undang dan Anggaran Dasar. Oleh karena itu, RUPS tidak dapat mencampuri tindakan pengurusan perseroan sehari-hari yang dilakukan direksi sebab tindakan direksi semata-mata adalah untuk kepentingan perseroan, bukan untuk RUPS. 24 Hal demikian sudah jelas diatur dalam BAB VI Pasal 75 ayat 1 UUPT bahwasanya RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. Selama pengurus menjalankan wewenangnya dalam batas-batas ketentuan Undang-Undang dan anggaran dasar, maka pengurus tersebut berhak untuk tidak mematuhi perintah-perintah atau instruksiinstruksi dari organ lainnya, baik dari komisaris maupun RUPS. Dengan kata lain, menurut paham tersebut wewenang yang ada pada organ-organ dimaksud bukan bersumber dari limpahan atau kuasa dari RUPS, melainkan bersumber dari ketentuan Undang-Undang dan Anggaran Dasar Tempat Kedudukan dan Tempat RUPS Diadakan a) Tempat kedudukan perseroan adalah tempat kantor pusatnya berada atau tempat perseroan melakukan kegiatan usahanya. b) RUPS diadakan di tempat kedudukan perseroan. Dalam Anggaran Dasar dapat ditetapkan bahwa RUPS dapat dilakukan di luar tempat kedudukan perseroan atau kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar tetapi harus terletak di wilayah negara Republik Indonesia. 3. Macam-macam RUPS a) RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya; b) RUPS tahunan, diadakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku, dan dalam RUPS tahunan tersebut harus diajukan semua dokumen perseroan; c) RUPS lainnya dapat diadakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan. 24 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hlm Ibid 30

24 4. Penyelenggaraan dan Pemanggilan RUPS Penyelenggaraan RUPS adalah Direksi. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan untuk kepentingan perseroan, ia juga berwenang menyelenggarakan RUPS lainnya, atau dapat juga dilakukan atas permintaan satu pemegang saham atau lebih yang bersama-sama mewakili 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah, atau suatu jumlah yang lebih kecil sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasar perseroan yang bersangkutan. Permintaan tersebut diajukan kepada Direksi dengan surat tercatat disertai alasannya. Surat tercatat tersebut yang disampaikan oleh pemegang saham tembusannya disampaikan kepada dewan komisaris (Pasal 79 ayat (1), (2), (3), (4) UUPT), RUPS seperti itu hanya dapat membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan yang diajukan tersebut. Direksi wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS dierima. Dalam hal Direksi tidak melakukan pemanggilan RUPS yang dimaksud, permintaan penyelenggaraan RUPS diajukan kembali kepada dewan komisaris atau dewan komisaris sendiri yang melakukan pemanggilan. Dewan komisaris wajib melakukan pemanggilan RUPS dalam jangka waktu paling lambat 15 hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima Pasal 79 ayat (5), (6), dan (7) UUPT) Pemanggilan RUPS dilakukan dengan tahapan : a) Dalam jangka waktu paling lambat 14 hari sebelum tanggal RUPS diadakan. Jangka waktu ini adalah jangka waktu minimal, anggaran dasar tidak dapat menentukan jangka waktu lebih singkat dari 14 hari, kecuali untuk rapat kedua atau ketiga sesuai UUPT (Pasal 82 ayat (1) UUPT); b) Dilakukan dengan surat tercatat dan/atau dengan iklan dalam surat kabar. Dalam panggilan ini dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai 31

25 pemberitahuan bahan yang dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai tanggal RUPS diadakan. Perseroan wajib memeberikan kepada pemegang saham salinan bahan yang akan dibicarakan secara cuma-cuma (Pasal 82 ayat (2), (3). dan (4) UUPT); c) Undangan dibawa saat menghadiri RUPS, untuk menunujukkan jumlah kehadiran pemegang saham sesuai dengan agenda rapat untuk menentukan kuorum dan pengambilan suara dalam RUPS. 5. Kuorum RUPS Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, telah diklarifikasi syarat kuantitas kuorum kehadiran dan pengambilan keputusan bagi setiap agenda atau mata acara RUPS seperti berikut : 26 Tabel 1.2 Ketentuan Kuorum suatu Perseroan Terbatas No TENTANG PENYELENGGARA AN KEHADIRA N KUORUM KEPUTUSA N 1 Perbuatan hukum yang dilakukan calon pendiri(kuas anya) untuk kepentingan perseroan yang belum didirikan RUPS pertama perseroan diselenggarakan paling lambat 60 hari sejak perseroan memperoleh status badan hukum dengan tegas menyatakan mengambil alih hak dan kewajiban yang dilakukan oleh calon pendiri (kuasanya) dimaksud Semua pemegang saham yang Mewakili seluruh saham perseroan atau 100% dari seluruh jumlah saham yang memiliki hak suara Disetujui oleh semua atau (100 %) pemegang saham yang hadir yang mewakili seluruh saham perseroan atau dari sejuruh jumlah saham 13 ayat (1) dan (2) 13 ayat (3) 13 ayat (3) 2 Perbuatan hukum yang RUPS pertama perseroan Semua pemegang Disetujui oleh semua 26 Undang Undang Nomor 40 Tahun

26 dilakukan oleh pendiri untuk kepentingan perseroan yang belum memperoleh status badan hukum diselenggarakan paling lambat 60 hari sejak perseroan memperoleh status badan hukum 14 ayat (5) saham yang mewakili seluruh saham perseroan atau 100% dari seluruh jumlah saham 14 ayat (4) (100 %) pemegang saham yang hadir yang mewakili seluruh saham perseroan atau dari seluruh jumlah saham 14 ayat (4) 3 Perubahan Anggaran Dasar Perseroan. Dasar : Pasal 19 Penambahan modal dasar perseroan. 41ayat (1) dan Pasal 42 ayat (1) Pengurangan modal perseroan. 44 ayat (1) dan Pasal 47 ayat (5) Paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. 88 ayat (1) Disetujui paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan. 88 ayat (1) Apabila tidak tercapai 2/3 bagian, dapat diadakan RUPS kedua, dengan dihadiri minimal 3/5 (tiga perlima) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara. Dalam RUPS kedua disetujui paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah suara yang di keluarkan. 88 ayat (3) 88 ayat (3) 33

commit to user BAB II LANDASAN TEORI

commit to user BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Jabatan Notaris a. Dasar Hukum Jabatan Notaris Tentang Notaris di Indonesia, semula diatur di dalam Reglement op het Notarisambt in Nederlands

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS. A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA SERTA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS A. Pengertian Akta dan Macam-Macam Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL. Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA NOTARIIL 2.1 Pengertian Akta Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut acte atau akta dan dalam bahasa Inggris disebut act atau deed. Secara etimologi menurut

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.3, 2014 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS 1 (satu) bulan ~ Notaris tidak membuat akta Apabila dalam waktu 1 (satu) bulan Notaris tidak membuat akta, Notaris, secara sendiri atau melalui kuasanya menyampaikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Sebagai negara hukum pemerintah negara

Lebih terperinci

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014 BUKU I Biro Peraturan Perundang-undangan, Humas dan Tata Usaha Pimpinan BKPM 2015 DAFTAR ISI 1. UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, LAMPIRAN 218 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan terbatas yang selanjutnya disebut sebagai perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peranan notaris..., E. Paramitha Sapardan, FH UI, hlm. 1. Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan perseroan terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang

Lebih terperinci

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta

BAB II. AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta BAB II AKTA NOTARIS SEBAGAI AKTA OTENTIK YANG MEMILIKI KESALAHAN MATERIL A. Tinjauan Yuridis Tentang Akta dan Macam-Macam Akta Akta menurut A.Pitlo merupakan surat yang ditandatangani, diperbuat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Cakupan pembagunan nasional ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada dasarnya segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang baik dengan sengaja maupun tidak, harus dapat dimintakan pertanggungjawaban terlebih lagi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM RUPS YANG BERKAITAN DENGAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS PERSEROAN

BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM RUPS YANG BERKAITAN DENGAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS PERSEROAN 11 BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM RUPS YANG BERKAITAN DENGAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA DEWAN KOMISARIS PERSEROAN 2.1.Tinjauan Umum Terhadap Peranan Notaris dan Perseroan Terbatas serta Organ Perseroan Terbatas

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM

BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM BAB II PROSEDUR PEMBUATAN AKTA KEPUTUSAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM A. Bentuk-bentuk Rapat Umum Pemegang Saham dan Pengaturannya 1. Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham Notaris yang hadir dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA DI BAWAH TANGAN YANG TELAH MEMPEROLEH LEGALITAS DARI NOTARIS Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1 A. PENDAHULUAN Notaris dengan kewenangan yang diberikan oleh perundang-undangan itu,

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa

Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa Heru Guntoro. Perjanjian Sewa Menyewa... 473 Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayar harga

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara

Lebih terperinci

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN

BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN 28 BAB II AKTA NOTARIS DAPAT MENJADI BATAL OLEH SUATU PUTUSAN PENGADILAN A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui oleh hukum terdiri dari : a. Bukti tulisan;

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS I. UMUM Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum

Lebih terperinci

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS A. Kedudukan Notaris Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (UUJN), menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Gedung DitJend. Peraturan Perundang-undangan Jln. Rasuna Said Kav. 6-7, Kuningan, Jakarta Selatan Email: admin@legalitas.org Go Back Tentang Kami Forum Diskusi FAQ Web Mail. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kehadiran notaris sebagai pejabat publik adalah jawaban dari kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum atas setiap perikatan yang dilakukan, berkaitan

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014

BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 BAB II KEDUDUKAN HUKUM ATAS BATASAN TURUNNYA KEKUATAN PEMBUKTIAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN UUJN NO. 2 TAHUN 2014 A. Karakter Yuridis Akta Notaris Dalam hukum acara perdata, alat bukti yang sah atau diakui

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS A. Karakteristik Notaris Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5491 HUKUM. Notaris. Jabatan. Jasa Hukum. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka diperlukanlah

Lebih terperinci

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan

PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan. PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan ANGGARAN DASAR SAAT INI ANGGARAN DASAR PERUBAHAN PASAL 1 NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Ayat (1) s/d (2): Tidak ada perubahan PASAL 2 JANGKA WAKTU BERDIRINYA PERSEROAN Tidak ada perubahan PASAL 3 MAKSUD DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hukum perdata mengenal mengenal tentang adanya alat-alat bukti. Alat bukti dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS PERPADUAN NASKAH UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini

Lebih terperinci

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan

BAB I. Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan BAB I 1. Latar Belakang Masalah Kehadiran profesi Notaris sangat dinantikan untuk memberikan jaminan kepastian atas transaksi bisnis yang dilakukan para pihak, sifat otentik atas akta yang dibuat oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS 2.1 Perjanjian Pada Umumnya 2.1.1 Pengertian Perjanjian dan Pola Perjanjian Kerjasama

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2

SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 SYARAT-SYARAT SAHNYA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS (PT) DI INDONESIA 1 Oleh : Nicky Yitro Mario Rambing 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apa yang menjadi syarat syarat

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Defenisi Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya

Lebih terperinci

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan

BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT. Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan BAB II PERSEROAN TERBATAS SEBAGAI BADAN HUKUM PRIVAT A. Pengertian Perseroan Terbatas Dari kata Perseroan Terbatas dapat diartikan bahwa, kata Perseroan berasal dari kata Sero", yang mempunyai arti Saham.

Lebih terperinci

MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1

MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 MATRIX KOMPARASI PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT GRAHA LAYAR PRIMA Tbk. Ayat 1 Tidak Ada Perubahan Perubahan Pada Ayat 2 menjadi berbunyi Sbb: NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 Perseroan dapat membuka kantor

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.)

Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait Peraturan Pelaksanaan (PP dst.) Rahmad Hendra DASAR HUKUM Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), yang secara efektif berlaku sejak tanggal 16 Agustus

Lebih terperinci

PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PEMBUATAN AKTA-AKTA TERKAIT DENGAN PERSEROAN TERBATAS YANG WAJIB DIKETAHUI OLEH NOTARIS Oleh: Alwesius, SH, MKn Notaris-PPAT Surabaya, Shangrila Hotel, 22 April 2017 PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN PERSEROAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM PERUBAHAN PERSEROAN TERBATAS NON FASILITAS MENJADI PENANAMAN MODAL ASING

BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM PERUBAHAN PERSEROAN TERBATAS NON FASILITAS MENJADI PENANAMAN MODAL ASING BAB 2 PERANAN NOTARIS DALAM PERUBAHAN PERSEROAN TERBATAS NON FASILITAS MENJADI PENANAMAN MODAL ASING 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Tinjauan Umum Notaris 2.1.1.1 Sejarah Singkat dan Jabatan Notaris berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS

PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS PT Nomor : Pada hari ini, - - Pukul -Hadir dihadapan saya, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang saya, Notaris kenal dan akan disebutkan pada bagian akhir akta ini :- 1. Nama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA. Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP AKTA A. Pengertian Akta Menurut S. J. Fockema Andreae, dalam bukunya Rechts geleerd Handwoorddenboek, kata akta itu berasal dari bahasa Latin acta yang berarti geschrift 32

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1 Hal itu menegaskan bahwa pemerintah menjamin kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris sebagai pejabat umum. Notaris sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris sebagai pejabat umum. Notaris sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip negara hukum menjamin

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA

BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA 23 BAB II PENGATURAN TENTANG PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Ketentuan-Ketentuan Perseroan Terbatas menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 dibanding Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Perseroan terbatas

Lebih terperinci

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT)

NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) NOTARIS TIDAK BERWENANG MEMBUAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT), TAPI BERWENANG MEMBUAT AKTA KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (AKMHT) Pasal 15 ayat (1) undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat (3) menentukan secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip

Lebih terperinci

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK

AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D ABSTRAK AKTA NOTARIS SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA MISSARIYANI / D 101 10 630 ABSTRAK Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenal semua perbuatan, perjanjian

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS

BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS 19 BAB II TINJAUAN UMUM PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Perseroan Terbatas Kata Perseroan dalam pengertian umum adalah Perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai definisi perusahaan dapat ditemukan dalam Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah perusahaan untuk pertama kalinya terdapat di dalam Pasal 6 KUHD yang mengatur mengenai penyelenggaraan pencatatan yang wajib dilakukan oleh setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jabatan Notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis

Lebih terperinci

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN

BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN 34 BAB II PENENTUAN KEABSAHAN SUATU RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM DALAM PERSEROAN A. Rapat Umum Pemegang Saham Dalam setiap Perseroan Terbatas mempunyai alat yang disebut dengan organ perseroan yang bertugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan

BAB I PENDAHULUAN. Akta-akta yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris bersifat autentik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran jabatan Notaris dikehendaki oleh aturan hukum dengan tujuan untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Definisi Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) menurut

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Definisi Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Definisi Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut Perseroan) menurut Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseoan Terbatas ( UUPT ) adalah badan hukum persekutuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. mengatur kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Hubungan antara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat sudah dikenal sejak masyarakat mengenal hukum itu sendiri, sebab hukum itu dibuat untuk mengatur kehidupan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean BAB I PENDAHULUAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERBUATAN-PERBUATAN PENDIRI SEBELUM PERSEROAN MEMPEROLEH PENGESAHAN BADAN HUKUM Oleh: Adem Panggabean A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perseroan Terbatas (PT) sebelumnya diatur

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan di Indonesia

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB II KEABSAHAN RUPS TELECONFERENCE DAN TANDATANGAN ELEKTRONIK

BAB II KEABSAHAN RUPS TELECONFERENCE DAN TANDATANGAN ELEKTRONIK BAB II KEABSAHAN RUPS TELECONFERENCE DAN TANDATANGAN ELEKTRONIK 2. 1 Perseroan Terbatas Dalam kehidupan sehari-hari sulit dibedakan antara istilah perusahaan dengan perseroan. Kita lebih banyak mendengar

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA

BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA BAB II PROSEDUR PENGAMBILAN FOTOKOPI MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS DI INDONESIA A. Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Tertulis Yang Sempurna Lembaga Notariat merupakan lembaga kemasyarakatan yang timbul

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan )

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan ) PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DEWAN KOMISARIS PT MULTIFILING MITRA INDONESIA Tbk ( Perseroan ) 1. Landasan Hukum a. Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas; b. Peraturan Otoritas Jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan

Lebih terperinci

Definisi Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 angka 1 UUPT adalah sebagai

Definisi Perseroan Terbatas menurut Pasal 1 angka 1 UUPT adalah sebagai 14 BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS DALAM KAITANNYA DENGAN PERAN NOTARIS DALAM PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS A. Pengertian Umum Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas merupakan suatu badan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 32 /POJK.04/2014 TENTANG RENCANA DAN PENYELENGGARAAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PERUSAHAAN TERBUKA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Perseroan ), berkedudukan di Kotamadya

Perseroan ), berkedudukan di Kotamadya CONTOH AKTA PENDIRIAN / ANGGARAN DASAR PERSEROAN TERBATAS =============== ------------- NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN ------------- ---------------------- Pasal 1 ---------------------- 1. Perseroan terbatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini perkembangan perekonomian dan dunia usaha semakin bertumbuh pesat. Menurut Peneliti terbukti dengan sangat banyaknya ditemukan pelaku-pelaku usaha

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015 KAJIAN YURIDIS PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA AUTENTIK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 JO. UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2014 1 Oleh : Cicilia R. S. L. Tirajoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya

Lebih terperinci