BAB II LANDASAN TEORI DAN HASIL PENELITIAN. A. Modus Operandi Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI DAN HASIL PENELITIAN. A. Modus Operandi Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI DAN HASIL PENELITIAN A. Modus Operandi Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Pengertian modus operandi dalam lingkup kejahatan yaitu operasi cara atau teknik yang berciri khusus dari seorang penjahat dalam melakukan perbuatan jahatnya 11. Modus operandi berasal dari bahasa Latin, artinya prosedur atau cara bergerak atau berbuat sesuatu. Dalam hukum pidana tradisional, seseorang dikatakan sebagai penjahat atau pelaku kejahatan apabila orang tersebut telah melakukan kejahatan yang dapat dihukum dimasa lampau. Pada umumnya dari sudut pandang masyarakat, kita lebih berkepentingan untuk melindungi masyarakat dari tindakantindakan dimasa depan daripada membalas dendam kepada penjahat bagi tindakan-tindakannya dimasa lampau. Perhatian orang lebih terarah pada kemungkinan timbulnya bahaya dimasa depan daripada kejahatan yang telah lewat. 12 Dalam pandangan hukum sendiri penjahat atau pelaku kejahatan adalah seseorang yang dianggap telah melanggar kaidah-kaidah hukum dan perlu dijatuhi hukuman. Namun perlu diketahui pula tentang ukuran-ukuran yang menentukan apakah seseorang dapat diperlakukan sebagai penjahat atau tidak. Kriminalitas berasal dari kata crimen yang berarti 11 Dirjosisworo Ruang Lingkup Kriminalogi.Rajawali. Jakarta 12 Abdulsyani dalam repository.usu.ac.id 20

2 kejahatan. Pengertian tindak kriminalitas menurut bahasa adalah sama dengan kejahatan yaitu perkara kejahatan yang dapat dihukum menurut Undang-Undang, sedangkan pengertian kriminalitas menurut istilah diartikan sebagai suatu kejahatan yang tergolong dalam pelanggaran hukum positif (hukum yang berlaku disuatu Negara). Pengertian kejahatan sebagai unsur tindak kriminalitas secara sosiologis mempunyai 2 unsur, yaitu: Kejahatan ialah perbuatan yang merugikan secara ekonomis dan merugikan secara psikologis dan melukai perasaan susila dari suatu segerombolan manusia, dimana orang-orang itu berhak melahirkan celaan. 13 Dengan demikian, pengertian kriminalitas adalah segala macam bentuk tindakan dan perbuatan yang merugikan secara ekonomis dan psikologis yang melanggar hukum yang berlaku dalam Negara Indonesia serta noma-norma sosial dan agama. Pengertian modus operandi adalah teknik cara-cara beroperasi yang dipakai oleh penjahat. Berdasarkan pada data di lapangan dapat diketahui bahwa modus operandi pelaku tindak pidana pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum Polres Salatiga bervariasi karena modus yang digunakan berbeda-beda bergantung pada lokasi yang akan digunakan sebagai sasaran menjalankan perbuatannya. Lokasi tindak pidana pencurian di 13 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, hal 65 21

3 wilayah hukum Kota Salatiga dilakukan di beberapa lokasi yakni dilakukan di minimarket, rumah, perkantoran, sekolah dan di jalanan. Modus operandi yang digunakan pelaku untuk menjalankan tindak pidana pencurian dengan kekerasan antara lain melakukan dengan cara pelaku membawa senjata api maupun senjata tajam untuk mengancam korban dan pelaku tidak akan nekat dengan melukai korban apabila korban melakukan perlawanan. Modus operandi yang digunakan pelaku dilakukan dengan terencana secara baik dan tersusun dengan rapi karena semua pelaku mempunyai peran dan tugas masing-masing, sehingga memudahkan pelaku untuk melarikan diri. Bentuk-bentuk kekerasan terdiri atas beberapa macam yakni kekerasan fisik, kekerasan suhu, kekerasan arus listrik, kekerasan karena perubahan tekanan, kekerasan udara dan kekerasan bahan kimia. 13 Bentuk kekerasan yang disebutkan diatas terdapat bentuk kekerasan lainnya antara lain bentuk kekerasan fisik berupa memukul, menampar, melukai dengan tangan kosong atau alat atau senjata, bentuk kekerasan psikologi berupa berteriak-teriak, mengancam, bentuk kekerasan seksual yakni melakukan tindakan yang mengarah ke ajakan atau desakan seksual, bentuk kekerasan financial berupa mengambil uang korban dan bentuk kekerasan spiritual berupa merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban. 13 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, hal 65 22

4 B. Tindak Pidana dan Unsur Unsurnya Istilah tindak pidana menunjukan pengertian gerak gerik tingkah laku dan gerak gerik jasmani seseorang. Hal tersebut terdapat juga seseorang untuk tidak berbuat, akan tetapi dengan tidak berbuatnya dia, dia telah melakukan tindak pidana. 14 Pembentuk undang undang sudah tetap dalam pemakaian istilah tindak pidana, dan beliau lebih condong memakai istilah tindak pidana seperti yang telah dilakukan oleh pembentuk undang undang pendapat tersebut. tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, dimana pengertian perbuatan disini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) juga perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya diharuskan oleh hukum). Setelah mengetahui definisi dan pengertian yang lebih mendalam dari tindak pidana itu sendiri, maka di dalam tindak pidana tersebut terdapat unsur unsur tindak pidana yaitu : a. Unsur subyektif 1) sifat melanggar hukum 2) kualitas dari si pelaku 3) kausalitas 14 Prasetyo Teguh PT Raja Grafindo Persada. Jakarta 23

5 b. Unsur subyektif 1) Kesengajaan atau ketidaksengajaan 2) maksud pada suatu percobaan seperti ditentukan dalam pasal 5 ayat (1) KUHP. 3) Macam macam maksud seperti terdapat dalam kejahatan kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan dan sebagainya. 4) merencanakan terlebih dahulu, seperti tercantum dalam pasal 340 KUHP yaitu pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu. 5) Perasaan takut seperti terdapat di dalam pasal 308 KUHP 15 Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar atau aturan-aturan untuk 16 : a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sangsi berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimanayang telah diancamkan, c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. 15 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Abidin, Andi zaenal Asas-Asas Hukum Pidana (Bagian Pertama), Bandung 24

6 Dalam ilmu hukum ada perbedaan antara istilah pidana dengan istilah hukuman. 17 Istilah hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari dibidang pendidikan, moral, agama, dan sebagainya. Oleh karena pidana merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukan cirri-ciri atau sifat-sifatnya yang khas. Pengertian tindak pidana yang di muat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) oleh pembentuk undangundang sering disebut dengan strafbaarfeit. Para pembentuk undangundang tersebut tidak memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai strafbaarfeit itu, maka dari itu terhadap maksud dan tujuan mengenai strafbaarfeit tersebut sering dipergunakan oleh pakar hukum pidana dengan istilah tindak pidana, perbuatan pidana, peristiwa pidana, serta delik. Pengertian Tindak Pidana menurut istilah adalah terjemahan paling umum untuk istilah "strafbaar feit" dalam bahasa Belanda walaupun secara resmi tidak ada terjemahan resmi strafbaar feit. Pendapat beberapa ahli tentang Pengertian Tindak Pidana, yaitu: 17 Poernomo Bambang Hukum Pidana. Jakarta : PT Bina Aksara 25

7 Pengertian Tindak Pidana ialah suatu tindakan atau perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang hukum pidana, bertentangan dengan hukum pidana dan dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. 18 Pengertian Tindak Pidana adalah Suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun dengan tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman trhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum. 19 Pengertian Tindak Pidana dengan isilah peristiwa pidana yang sering juga ia sebut delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan (handelen atau doen positif) atau suatu melalaikan (natalen-negatif), maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu). 20 Van Hmamel juga sependapat dengan rumusan tindak pidana dari simons, tetapi menambahkan adanya sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum. Jadi, pengertian tindak pidana menurut Van Hamael meliputi lima unsur, sebagai berikut : 1. Diancam dengan pidana oleh hukum, 2. Bertentangan dengan hukum, 3. Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan (schuld), 4. Seseorang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya, 18 Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: Sinar Baru, 1992), Schaffmeister, Keijzer, Dan Sutoris, Hukum Pidana, (Yogyakarta: Liberty, 1995) 20 Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2007),38 26

8 5. Sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpukan bahwa pengertian tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan manusia yang dapat bertanggung jawab yang mana perbuatan tersebut dilarang atau diperintahkan atau dibolehkan oleh undangundang hukum pidana yang diberi sanksi berupa sanksi pidana 20 Untuk membedakan suatu perbuatan sebagai tindak pidana atau bukan tindak pidana ialah apakah perbuatan tersebut diberi sanksi pidana atau tidak diberi sanksi pidana. Unsur formal meliputi : a. Perbuatan manusia, yaitu perbuatan dalam arti luas, artinya tidak berbuat yang termasuk perbuatan dan dilakukan oleh manusia. b. Melanggar peraturan pidana. dalam artian bahwa sesuatu akan dihukum apabila sudah ada peraturan pidana sebelumnya yang telah mengatur perbuatan tersebut, jadi hakim tidak dapat menuduh suatu kejahatan yang telah dilakukan dengan suatu peraturan pidana, maka tidak ada tindak pidana. c. Diancam dengan hukuman, hal ini bermaksud bahwa KUHP mengatur tentang hukuman yang berbeda berdasarkan tindak pidana yang telah dilakukan. 20 Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2007) 27

9 d. Dilakukan oleh orang yang bersalah, dimana unsur-unsur kesalahan yaitu harus ada kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang melakukan tindak pidana serta Orang tersebut berbuat sesuatu dengan sengaja, mengetahui dan sadar sebelumnya terhadap akibat perbuatannya. Kesalahan dalam arti sempit dapat diartikan kesalahan yang disebabkan karena si pembuat kurang memperhatikan akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang. e. Pertanggungjawaban yang menentukan bahwa orang yang tidak sehat ingatannya tidak dapat diminta pertanggungjawabannya. Dasar dari pertanggungjawaban seseorang terletak dalam keadaan jiwanya. Unsur material dari tindak pidana bersifat bertentangan dengan hukum, yaitu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sehingga perbuatan yang tidak patut dilakukan. 21 Jadi meskipun perbuatan itu memenuhi rumusan undang-undang, tetapi apabila tidak bersifat melawan hukum, maka perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana dalam ilmu hukum pidana dibedakan dalam dua macam, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif adalah unsur yang terdapat di luar diri pelaku tindak pidana. Unsur ini meliputi: 21 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2008), 54 28

10 a. Perbuatan atau kelakuan manusia, dimana perbuatan atau kelakuan manusia itu ada yang aktif (berbuat sesuatu), misal membunuh (Pasal 338 KUHP), menganiaya (Pasal 351 KUHP). b. Akibat yang menjadi syarat mutlak dari delik. Hal ini terdapat dalam delik material atau delik yang dirumuskan secara material, misalnya pembunuhan (Pasal 338 KUHP), penganiayaan (Pasal 351 KUHP), dan lain-lain. c. Ada unsur melawan hukum. Setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu harus bersifat melawan hukum, meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusan. Unsur lain yang menentukan sifat tindak pidana Ada beberapa tindak pidana yang untuk mendapat sifat tindak pidanya itu memerlukan hal-hal objektif yang menyertainya, seperti penghasutan (Pasal 160 KUHP), melanggar kesusilaan (Pasal 281 KUHP), pengemisan (Pasal 504 KUHP), mabuk (Pasal 561 KUHP). Tindak pidana tersebut harus dilakukan di muka umum. 23 a. Unsur yang memberatkan tindak pidana. Hal ini terdapat dalam delik-delik yang dikualifikasikan oleh akibatnya, yaitu karena timbulnya akibat tertentu, maka ancaman pidana diperberat, contohnya merampas kemerdekaan seseorang (Pasal 333 KUHP) 22 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 23 Cansil dan Cristhine Cansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana 29

11 diancam dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat ancaman pidana diperberat lagi menjadi pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun. b. Unsur tambahan yang menentukan tindak pidana. Misalnya dengan sukarela masuk tentara asing, padahal negara itu akan berperang dengan Indonesia, pelakunya hanya dapat dipidana jika terjadi pecah perang (Pasal 123 KUHP). ini meliputi : Tindak pidana juga mengenal adanya unsur subjektif, unsur a. Kesengajaan (dolus), dimana hal ini terdapat di dalam pelanggaran kesusilaan (Pasal 281 KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal 333 KUHP), pembunuhan (Pasal 338). b. Kealpaan (culpa), dimana hal ini terdapat di dalam perampasan kemerdekaan (Pasal 334 KUHP), dan menyebabkan kematian (Pasal 359 KUHP), dan lain-lain. c. Niat (voornemen), dimana hal ini terdapat di dalam percobaan atau poging (Pasal 53 KUHP) d. Maksud (oogmerk), dimana hal ini terdapat dalam pencurian (Pasal 362 KUHP), pemerasan (Pasal 368 KUHP), penipuan (Pasal 378 KUHP), dan lain-lain 30

12 e. Dengan rencana lebih dahulu (met voorbedachte rade), dimana hal ini terdapat dalam membuang anak sendiri (Pasal 308 KUHP), membunuh anak sendiri (Pasal 341 KUHP), membunuh anak sendiri dengan rencana (Pasal 342 KUHP). Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila orang tersebut melanggar undang-undang yang ditetapkan oleh hukum. Tidak semua tindak pidana merupakan perbuatan melawan hukum karena ada alasan pembenar, berdasarkan pasal 50, pasal 51 KUHP. Sifat dari melawan hukum itu sendiri meliputi : 1. Sifat formil yaitu bahwa perbuatan tersebut diatur oleh undangundang. 2. Sifat materiil yaitu bahwa perbuatan tersebut tidak selalu harus diatur dalam sebuah undang-undang tetapi juga dengan perasaan keadilan dalam masyarakat. Perbuatan melawan hukum dapat dibedakan menjadi : 1. Fungsi negatif yaitu mengakui kemungkinan adanya hal-hal diluar undang-undang dapat menghapus sifat melawan hukum suatu perbuatan yang memenuhi rumusan undang-undang. 2. Fungsi positif yaitu mengakui bahwa suatu perbuatan itu tetap merupakan tindak pidana meskipun tidak dinyatakan diancam pidana 31

13 dalam undang-undang, apabila bertentangan dengan hukum atau aturan-aturan yang ada di luar undang-undang. Sifat melawan hukum untuk yang tercantum dalam undangundang secara tegas haruslah dapat dibuktikan. Jika unsure melawan hukum dianggap memiliki fungsi positif untuk suatu delik maka hal itu haruslah dibuktikan. Jika unsure melawan hukum dianggap memiliki fungsi negatif maka hal itu tidak perlu dibuktikan. 24 Berkaitan dalam asas hukum pidana yaitu Geen straf zonder schuld, actus non facit reum nisi mens sir rea, bahwa tidak dipidana jika tidak ada kesalahan, maka pengertian tindak pidana itu terpisah dengan yangdimaksud pertanggungjawaban tindak pidana. Tindak pidana hanyalah menunjuk kepada dilarang dan diancamnya perbuatan itu dengan suatu pidana, kemudian apakah orang yang melakukan perbuatan itu juga dijatuhi pidana sebagaimana telah diancamkan akan sangat tergantung pada soal apakah dalam melakukan perbuatannya itu si pelaku juga mempunyai kesalahan. Dalam kebanyakan rumusan tindak pidana, unsur kesengajaan atau yang disebut dengan opzet merupakan salah satu unsur yang terpenting. Dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan ini, maka apabila didalam suatu rumusan tindak pidana terdapat perbuatan dengan sengaja atau biasa disebut dengan opzettelijk, maka unsur dengan 24 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 32

14 sengaja ini menguasai atau meliputi semua unsur lain yang ditempatkan dibelakangnya dan harus dibuktikan. Disini dikaitkan dengan teori kehendak yang dirumuskan maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan sengaja adalah kehendak membuat suatu perbuatan dan kehendak untuk menimbulkan suatu akibat dari perbuatan itu atau akibat dari perbuatannya itu yang menjadi maksud dari dilakukannya perbuatan itu. Jika unsur kehendak atau menghendaki dan mengetahui dalam kaitannya dengan unsur kesengajaan tidak dapat dibuktikan dengan jelas secara materiil -karena memang maksud dan kehendak seseorang itu sulit untuk dibuktikan secara materiil- maka pembuktian adanya unsur kesengajaan dalam pelaku melakukan tindakan melanggar hukum sehingga perbuatannya itu dapat dipertanggungjawabkan kepada si pelaku seringkali hanya dikaitkan dengan keadaan serta tindakan si pelaku pada waktu ia melakukan perbuatan melanggar hukum yang dituduhkan kepadanya tersebut. Disamping unsur kesengajaan diatas ada pula yang disebut sebagai unsur kelalaian atau kelapaan yang dalam doktrin hukum pidana disebut sebagai kealpaan yang tidak disadari atau onbewuste schuld dan kealpaan disadari atau bewuste schuld. Dimana dalam unsur ini faktor terpentingnya adalah pelaku dapat menduga terjadinya akibat dari perbuatannya itu atau pelaku kurang berhati-hati. 33

15 Kelalaian ini dapat didefinisikan sebagai apabila seseorang melakukan sesuatu perbuatan dan perbuatan itu menimbulkan suatu akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undangundang, maka walaupun perbuatan itu tidak dilakukan dengan sengaja namun pelaku dapat berbuat secara lain sehingga tidak menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang, atau pelaku dapat tidak melakukan perbuatan itu sama sekali. Dalam kelalaian ini, unsur terpentingnya adalah pelaku mempunyai kesadaran atau pengetahuan yang mana pelaku seharusnya dapat membayangkan akan adanya akibat yang ditimbulkan dari perbuatannya, atau dengan kata lain bahwa pelaku dapat menduga bahwa akibat dari perbuatannya itu akan menimbulkan suatu akibat yang dapat dihukum dan dilarang oleh undang-undang. Maka dari uraian tersebut diatas, dapat dikatakan bahwa jika ada hubungan antara batin pelaku dengan akibat yang timbul karena perbuatannya itu atau ada hubungan lahir yang merupakan hubungan kausal antara perbuatan pelaku dengan akibat yang dilarang itu, maka hukuman pidana dapat dijatuhkan kepada si pelaku atas perbuatan pidananya itu. Pengaturan mengenai penyertaan dalam melakukan tindak pidana terdapat dalam KUHP yaitu Pasal 55 dan Pasal 56. Dari ketentuan dalam KUHP tersebut dapat disimpulkan bahwa antara yang 34

16 menyuruh maupun yang membantu suatu perbuatan tindak pidana dikategorikan sebagai pembuat tindak pidana. Ajaran mengenai penyertaan itu adalah: Sebagai suatu ajaran yang bersifat umum, pada dasarnya merupakan suatu ajaran mengenai pertanggungjawaban dan pembagian pertanggungjawaban, yakni dalam hal dimana suatu delik yang menurut rumusan undang-undang sebenarnya dapat dilakukan oleh seseorang secara sendirian, akan tetapi dalam kenyataannnya telah dilakukan oleh dua orang atau lebih dalam suatu kerja sama yang terpadu baik secara psikis (intelektual) maupun secara material. Berdasarkan pasal-pasal dalam KUHP, penyertaan dibagi menjadi 2 (dua) pembagian besar, yaitu: 1. Pembuat atau Dader Pembuat atau dader diatur dalam Pasal 55 KUHP. Pengertian dader itu berasal dari kata daad yang di dalam bahasa Belanda berarti sebagai hal melakukan atau sebagai tindakan. Dalam ilmu hukum pidana, tidaklah lazim orang mengatakan bahwa seorang pelaku itu telah membuat suatu tindak pidana atau bahwa seorang pembuat itu telah membuat suatu tindak pidana, akan tetapi yang lazim dikatakan orang adalah bahwa seorang pelaku itu telah melakukan suatu tindak pidana. Pembuat atau dadersebagaimana ditentukan dalam Pasal 55 KUHP, yang terdiri dari : 35

17 2. Pelaku (pleger). Pleger adalah setiap orang yang dengan seorang diri telah memenuhi semua unsur dari delik seperti yang telah ditentukan di dalam rumusan delik yang bersangkutan, juga tanpa adanya ketentuan pidana yang mengatur masalah deelneming itu, orang-orang tersebut tetap dapat dihukum. 3. Yang menyuruhlakukan (doenpleger). Mengenai doenplagen atau menyuruh melakukan dalam ilmu pengetahuan hukum pidana biasanya di sebut sebagai seorang middelijjke dader atau seorang mittelbare tater yang artinya seorang pelaku tidak langsung. Ia di sebut pelaku tidak langsung oleh karena ia memang tidak secara langsung melakukan sendiri tindak pidananya, melainkan dengan perantaraan orang lain. Dengan demikian ada dua pihak, yaitu pembuat langsung atau manus ministra/auctorphysicus), dan pembuat tidak langsung atau manus domina/auctor intellectualis. Untuk adanya suatu doenplagen seperti yang dimaksudkan di dalam Pasal 55 ayat (1) KUHP, maka orang yang disuruh melakukan itu haruslah memenuhi beberapa syarat tertentu. Menurut Simons, syarat-syarat tersebut antara lain: a. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu adalah seseorang yang seperti yang tercantum dalam Pasal 44 KUHP. 36

18 b. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana mempunyai suatu kesalahpahaman mengenai salah satu unsur dari tindak pidana yang bersangkutan (dwaling). c. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu sama sekali tidak mempunyai schuld, baik dolus maupun culpa ataupun apabila orang tersebut tidak memenuhi unsur opzet seperti yang telah disyaratkan oleh undang-undang bagi tindak pidana tersebut. d. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu tidak memenuhi unsur oogmerk padahal unsur tersebut tidak disyaratkan di dalam rumusan undang-undang mengenai tindak pidana. e. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana itu telah melakukannya di bawah pengaruh suatu overmacht atau di bawah pengaruh suatu keadaan yang memaksa, dan terhadap paksaan mana orang tersebut tidak mampu memberikan suatu perlawanan. f. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu tindak pidana dengan itikad baik telah melaksanakan suatu perintah jabatan padahal perintah jabatan tersebut diberikan oleh seorang atasan yang tidak berwenang memberikan perintah semacam itu. 37

19 g. Apabila orang yang disuruh melakukan suatu itndak pidana itu tidak mempunyai suatu hoedanigheid atau suatu sifat tertentu seperti yang telah disyaratkan oleh undng-undang yaitu sebagai suatu sifat yang harus dimiliki oleh pelakunya sendiri. C. Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Tindak pidana pencurian di dalam KUHP diatur di dalam Pasal 362 (pencurian biasa), Pasal 363 (pencurian dengan pemberatan), Pasal 364 (pencurian ringan), dan Pasal 365 (pencurian dengan kekerasan). Ketentuan mengenai pencurian dengan kekerasan sebagaimana diatur pada Pasal 365 Ayat (1), (2), ke 1, dan 2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu: 1. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud atau mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri. 2. Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun Masalah kejahatan pada dasarnya sudah ada semenjak manusia itu ada di permukaan bumi ini, atau dengan perkataan lain dapat 38

20 disebutkan bahwa kejahatan itu adalah setua dan seumur dengan umat manusia di alam jagad raya ini. 25 Bahkan dalam perkembangan selanjutnya dewasa ini suatu peristiwa kejahatan sering dilakukan bukan hanya dilakukan oleh satu orang pelaku saja melainkan dilakukan oleh lebih dari seorang pelaku yang dilakukan secara bersama-sama. Untuk melindungi serta menyelamatkan berbagai macam kepentingan yang ada di dalam masyarakat dari berbagai bentuk kejahatan dan demi untuk terciptanya kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan sejahtera maka diciptakanlah berbagai aturan-aturan atau norma-norma didalam kehidupan masyarakat yang diantaranya adalah norma hukum. Dalam hal ini adalah norma hukum pidana atau yang dikenal sebagai hukum pidana. Adapun yang dimaksud dengan hukum pidana adalah 26 : Bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara yang mengadakan dasar-dasar atau aturanaturan untuk: 1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. 25 Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Hukum Pidana 26 Moelyatno, Asas-Asas Hukum Pidana, 39

21 2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan. 3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dpat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. 4. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan. 5. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksnakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Hukum Pidana adalah merupakan aturan yang akan diterapkan kepada orang yang melakukan tindak pidana dan telah terbukti kesalahannya di muka persidangan. Akan tetapi apabila si pelaku dalam melakukan tindak pidananya bukan hanya dilakukannya sendiri melainkan dilakukan lebih dari dua orang bersekutu dan berlanjut, maka penerapan hukum pidana bagi yang bersangkutan secara teoritis harus senantiasa dihubungkan dengan Ajaran Penyertaan dan teori Gabungan Tindak Pidana. Adapun ancaman yang akan dijatuhkan kepada orang yang telah melakukan tindak pidana dinamakan sanksi atau hukuman atau 40

22 pidana yaitu reaksi atas delik dan ini berujud suatu nestapa yang sengaja ditimpakan Negara kepada pembuat delik itu Dengan demikian maka setiap orang yang telah melanggar aturan atau hukum pidana (yang memang telah ditetapkan terlebih dahulu aturannya) sudah barang tentu dapat dipidana. 27 Akan tetapi ternyata menurut ilmu pengetahuan hukum pidana juga ditegaskan : Seseorang yang melakukan suatu tindak pidana tidak selalu dapat dipidana. Hal ini tergantung dari apakah orang itu dalam melakukan tindak pidana itu mempunyai kesalahan atau tidak?. Sebab untuk dapat menjatuhkan pidana terhadap seseorang itu tidak cukup dengan dilakukanya tindak pidana saja tetapi selalin daripada itu harus ada pila kesalahan, atau sikap batin yang dapat dicela. D. Penyidikan Tindak Pidana Pencurian Dengan Kekerasan Menurut Simons, mampu bertanggung jawab adalah mampu menginsyafi sifat melawan hukumnya perbuatan dan sesuai dengan keinsyafan itu mampu untuk menentukan kehendaknya. Menurut Moeljatno bahwa untuk adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada : 1. kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum. 27 Schaffmeister, Keijzer, dan Sutoris, Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 41

23 2. kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik dan buruknya perbuatan tadi. Tersebut butir a. merupakan faktor akal (intellectual factor) yaitu dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dengan yang tidak. Tersebut butir b. merupakan faktor perasaan atau kehendak (volitional factor) yaitu dapat menyesuaikan tingkah lakunya dengan keinsyafan atas mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa orang yang tidak mampu bertanggung jawab adalah orang yang keadaan jiwa/bathinnya tidak seperti apa yang dirumuskan dimuka. 21 Keadaan jiwa/bathinya tidak normal/sehat itu menurut pasal 44 KUHP disebabkan karena jiwanya cacat dalam pertumbuhannya atau terganggu karena penyakit. Tidak mampu bertanggung jawab menurut Pasal 44 KUHP merupakan alasan peniadaan kesalahan (alasan pemaaf) yang dibedakan dengan alasan pemaaf lain seperti diatur di Pasal 48 KUHP (daya paksa), Pasal 49 ayat (2) KUHP (bela paksa lampau batas), Pasal 51 ayat (2) KUHP (perintah jabatan tidak sah). Kalau dalam tidak mampu bertanggung jawab fungsi jiwa/bathinnya tidak normal, sedangkan dalam alasan pemaaf lainnya, fungsi jiwa/bathinnya tidak normal itu disebabkan keadaan dari luar, sedangkan organ 21 Moelyatno, Asas-Asas Hukum Pidana 42

24 jiwa bathinnya adalah normal.untuk menentukan ketidakmampuan bertanggung jawab sehingga ia tidak dapat dipidana ada tiga system 14 : 1) Sistem deskriptif (menyatakan), yaitu dengan cara menentukan dalam perumusannya itu sebab-sebabnya tidak mampu bertanggung jawab. 2) Sistem normative (menilai) yaitu dengan cara hanya menyebutkan akibatnya yakni tidak mampu bertanggung jawab tanpa menentukan sebab-sebabnya. Yang penting di sini adalah apakah orang itu mampu bertanggung jawab atau tidak? Jika dipandang tidak mampu bertanggung jawab, maka apa yang menjadi sebabnya tidak perlu dipikirkan lagi. 3) Sistem deskriptif-normatif yaitu dengan cara gabungan dari cara butir a. dan butir b. tersebut, yakni menyebutkan sebabsebabnya tidak mampu bertanggung jawab. Dan hal ini harus sedemikian rupa akibatnya hingga dipandang atau dinilai sebagai tidak mampu bertanggung jawab. Dari ketiga sistem tersebut di atas, sistem deskriptif-normatif inilah yang dianut oleh KUHP dimana dengan cara gabungan ini maka untuk dapat menentukan terdakwa tidak mampu bertanggung jawab dalam praktek diperlukan adanya kerjasama antara psikiater 14 Moelyatno, Asas-Asas Hukum Pidana 43

25 dengan hakim. Psikiater yang berhak dan mampu untuk menentukan ada atau tidaknya sebab-sebab yang ditentukan dalam undangundang sedangkan hakim yang menilai apakah karena sebab-sebab itu terdakwa mampu bertanggung jawab atau tidak. Dalam hal menerapkan pertanggung jawaban pidana bagi seorang pelaku pada dasarnya secara teoritis dikaitkan dengan Teori atau ajaran Pertanggung Jawaban Pidana. E. Hasil Penelitian 1. Paparan Kasus Kasus yang terjadi di salatiga adalah modus operandi yang dilakukan di sebuah minimarket. sebuah minimarket Indomaret di Jalan Diponegoro, salatiga dibobol pencuri. Akibat kejadian tersebut kerugian ditaksir 16 juta. salah seorang karyawan toko, bapak sunardi yang pertama mengetahui kalau tempatnya bekerja dibobol oleh maling. Dijelaskannya, ia pertama kali tiba di toko sekitar pukul dan melihat bungkus rokok berantakan di kasir. Tabel 1 Paparan Kasus Kasus I Kasus II Kasus III Telah terjadi Pembunuhan yang korbannya adalah seorang wartawan lepas. Tiga tersangka pembunuh telah ditangkap, sisanya masih buron. Motif pembunuhan murni pencurian saat para tersangka mencuri di rumah korban. Kasus ini adalah kasus pencurian dengan kekerasan dan tidak ada motif yang lain. Terkait dengan peristiwa di atas, tips hukum kali ini membahas tentang aturan hukum pidana pencurian Novi Darmawan alias Empi, 23; Iwan Setiawan alias Odang, 25; Yogi Pangestu alias Ogi, 23; Didinalis Uang, 25; dan Sulaeman alias Eman, 30,diring kuspetugas Polsek dalam kurun aktu beberapa pekan terakhir ini. Pasalnya kelima warga itu kerap meresahkan warga seiring dengan aksi pencurian kendaraan bermotor (curanmor) yang kerap dilakukan komplotan tersebut. Kapolres mengatakan, daritangan para pelaku petugas ikut mengamankan sebanyak 6 unit kendaran motor berbagai jenis berikut 1 kunci letter T yang digunakan dalama ksinya. Dari hasil penyelidikan kelimanya ini merupakan 44

26 Saat itu pintu masuk juga tidak mengalami kerusakan. Melihat ini saya curiga dan saat melakukan pengecekan, ternyata pencuri berhasil membawa kabur sejumlah puluhan slop rokok berbagai merek dan uang tunai sementara itu kapolsek Sidorejo AKP Jumaeri yang menangani kasus ini mengatakan, pihaknya tengah melakukan penyelidikan salah satunya dengan memeriksa CCTV di Indomaret tersebut dan mereka belum bisa memastikan berapa jumlah pencuri yang masuk dan bagaimana mereka bisa masuk di Indomaret dan menyikat barang barang yang mudah dibaa kabur itu. Modus operandi yang dilakukan pada minimarket dengan cara menggunakan senjata api atau senjata tajam dan bentuk ancaman yang dilakukan pelaku dengan cara melukai, mengancam dengan senjata api atau senjata tajam dan mengancam menggunakan kata-kata, pelaku terlebih dahulu mengintai minimarket dengan melihat jam tutup toko, kemudian pelaku masuk minimarket dengan kekerasan. Aturan hukum pidana pencurian dengan kekerasan diatur dalam Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Ancaman hukuman dari pencurian dengan kekerasan hingga menyebabkan mati adalah dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. Selengkapnya Pasal 365 KUHP berbunyi: (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri. (2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua jaringan pencuri sepeda motor yang terorganisir dan meresahkan warga Kabupaten Bandung. Dia menjelaskan, modus operandi yang dilakukan pelaku yakni mengintai sasaran terutama anak dibawah umur yang kerap mengendarai kendaraan bermotor. Kemudian, para pelaku pun mencegat sasarannya ditempat sepi dan merampas kendaraan milik korban dengan upaya kekerasan. Erwin menilai bila modus yang dilakukan para pelaku terbilagn baru karena mengincar sasaran anak dibawah umur. Untuk itu pihaknya mengimbau agar para orang tua dapat mengawasi putra-putrinya saat membawa kendaraan. Lebih lanjut, kata dia, setelah berhasil menggasak motor milik korban kemudian pelaku pun menjualnya kepenadah yang saat ini masih DPO. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pelaku dijerat pasal 363 KUHP dengan ancaman pidana 7 tahun dan pasal 365 KUHP dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara. Pengakuan seorang tersangka Iwan Setiawan alias Odang, 25,terpaksa melakukan aksi ini untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.dari hasil penjualan sepeda motor curian itu diagunakan untuk makan dan sering juga berfoya-foya 45

27 dengan cara mengancam korban dan menyuruh untuk memberitahukan tempat menyimpang brankas, dan apabila terdapat Closed Circuit Television (CCTV) maka pelaku akan merusaknya belas tahun: 1. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan; 2. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; 3. jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu; 4. jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat. (3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, bersama rekannya. Saat ditanya alas an memilih korban yang masih dibawah umur karena dianggap tidak akan melakukan perlawanan. 46

28 disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 1 dan 3. Sebagai perbandingan, jika sekilas melihat peristiwa di atas, para tersangka, dapat juga dikenakan pasal Pembunuhan Dengan Pemberatan (Gequalificeerde Doodslag). Hal ini diatur dalam Pasal 339 KUHP yang bunyinya sebagai berikut: "Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan dan yang dilakukan dengan maksud untuk memudahkan perbuatan itu, jika tertangkap tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau pesertanya daripada hukuman, atau supaya barang yang didapatkannya dengan melawan hukum tetap ada dalam tangannya, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selamalamanya dua puluh tahun." Pembunuhan ini Diikuti, Disertai atau Didahului Dengan Tindak Pidana Lain. Dalam kasus ini tindak pidana pencurian. Unsur- 47

29 unsur dari pasal ini yaitu: 1. Semua unsur pembunuhan (obyektif dan subyektif) Pasal 388 KUHP; 2. Yang (1) diikuti, (2) disertai atau (3) didahului oleh tindak pidana lain; 3. Pembunuhan itu dilakukan dengan maksud: 1) Untuk mempersiapkan tindak pidana lain; 2) Untuk mempermudah pelaksanaan tindak pidana lain; 3) Dalam hal tertangkap tangan ditujukan: a) Untuk menghindarkan: (1) Diri sendiri (2) Peserta lainnya dari pidana b) Untuk memastikan penguasaan benda yang diperolehnya secara melawan hukum (dari tindak pidana lain) Sumber ; Polres salatiga, 2015 F. Analisis 1. Modus Operandi Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan Berdasarkan kasus kasus yang diangkat dalam penelitian pencurian dengan kekerasan pasal Modus operandi tindak pidana yang dilakukan antara lain : Pasal 362 KUHP adalah Barang 48

30 siapa mengambil suatu barang yang sama sekali atau sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, di hukum karena pencurian, dengan hukuman penjara selama lamanya lima tahun. a. Ini adalah pencurian biasa yang elemen elemennya adalah sebagai berikut : 1) Perbuatan mengambil 2) Yang diambil harus suatu barang 3) Barang itu harus, seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain. 4) Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud memiliki barang itu dengan melawan hukum b. Mengambil = mengambil untuk dikuasainya, maksudnya waktu pencuri mengambil barang itu belum ada dalam kekerasannya apabila waktu memiliki itu barangnya sudah ada ditangannya, maka perbuatan ini bukan penggelapan. c. Pengambilan (pencurian) itu sudah dapat dikatakan selesai, apabila barang tersebut sudah pidah tempat. Bila orang baru memegang saja barang itu, dan belum berpindah tempat, maka orang itu belum dapat dikatakan mencuri. 49

31 d. Pengambilan itu harus dengan sengaja dan dengan maksud untuk dimilikinya. orang karena keliru mengambil barang barang lain itu bukan pencurian. Seseorang menemukan barang di jalan kemudian diambilnya. Bila waktu mengambil itu sudah ada maksud untuk memiliki barang itu, maka sudah termasuk dalam pencurian. Pasal 363 KUHP : (1) Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun. (2) Bila pencurian tersebut dengan nomor 3 dan 5 perbuatan itu diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pasal 365 KUHP : (1) Diancam dengan pidana paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti engan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian itu, atau bila tertangkap tangan, untuk memungkinkan diri sendiri atau peserta lainnya untuk melarikan diri atau untuk tetap menguasai barang yang dcuri. 50

32 (2) Diancam dengan pidana enjara paling lama dua belas tahun penjara. (3) Bila perbuatan itu mengakibatkan kematian, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. (4) Diancam dengan pidana mati atau pidana mati atau pidana seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun, bila perbuatan itu mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam nomor 1 dan 3. Upaya merupakan suatu tindakan atau langkah-langkah yang digunakan untuk dapat menyelesaikan suatu kendala yang dihadapi oleh penyidik, baik kendala secara internal maupun kendala secara eksternal. Upaya yang dilakukan penyidik untuk mengatasi kendala internal yakni dengan melakukan upaya internal antara lain melakukan penerimaan anggota baru pada Unit Reserse Kriminal Polres Salatiga yang diharapkan dapat memberikan motivasi bagi anggota penyidik yang lama agar menjadi lebih bersemangat dalam menjalankan proses penyidikan. Hal ini bertujuan supaya pelaku dapat dengan mudah untuk ditangkap karena adanya penambahan anggota penyidik baru. 51

33 Penambahan jumlah anggota dalam menjalankan patroli diharapkan dapat mengurangi terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan sehingga tidak menimbulkan korban karena jumlah pelaku banyak oleh karena itu perlu dilakukan koordinasi terhadap unit-unit lainnya dalam melakukan patroli, munculnya pelaku baru tidak membuat penyidik khawatir karena penyidik dapat melihat pada ciri-ciri dari setiap pelaku karena setiap kelompok pasti memiliki ciri yang digunakan dalam menjalankan aksinya, pelaksanaan piket harus dijalankan dengan maksimal agar dalam proses penangkapan penyidik dapat dengan mudah menangkap pelaku, pemanfaatan ruang kantor harus dibuat nyaman agar anggota merasa betah di kantor, seharusnya proses pemberian uang pengganti yang dikeluarkan oleh anggota harus segera cepat diselesaikan agar penyidik tetap bersemangat menjalankan tugasnya karena kebutuhan masing-masing anggota berbeda-beda, perlu ditambah mobil dinas karena apabila mobil kurang maka menggunakan mobil pribadi penyidik, terdapat pembagian wilayah kerja yang terdiri atas wilayah utara, wilayah tengah, wilayah timur, wilayah selatan dan wilayah barat, penyidik melakukan upaya dengan menggunakan bantuan informan untuk memudahkan proses pencarian pelaku, informan adalah seorang yang memberi informasi atau keterangan. 52

34 Penyidik melakukan dengan cara pelaku dirayu dengan tujuan agar dipermudah perkaranya, kebutuhan selama di tahanan dipenuhi, pelaku diadu domba agar terbuka dan apabila tidak menjelaskan maka menanyakan padateman terdekat pelaku maupun dengan teman di tahanan, penyidik mendatangi dan menanyakan keberadaan pelaku pada keluarga, teman nongkrong maupun teman kerja, mencari informan yang dapat membantu tugas penyidik serta apabila berbagai upaya telah dilakukan namun belum mendapatkan hasil hingga waktu yang telah ditentukan maka dikeluarkan Daftar Pencarian Orang (DPO). Upaya eksternal yang dilakukan penyidik antara lain melakukan melakukan negoisasi pada pelaku yang telah tertangkap dengan cara akan diringankan dan akan dijamin kebutuhannya selama dalam proses penyidikan, dengan adanya pemberian keringanan pada penyidik diharapkan dapat mengungkap mengenai persembunyian pelaku selain itu juga diperlukan bantuan informan, polisi mengharapkan agar masyarakat bisa teliti dan mengingat-ingat mengenai barang yang dimiliki. Polisi harus melakukan upaya dengan cara melakukan sosialisasi hukum dan lebih mendekatkan pada masyarakat yang kurang mengerti tentang hukum serta mengayomi dan bersikap bersahaja kepada masyarakat sehingga masyarakat menjadi lebih 53

35 memahami tentang hukum dan tidak takut, dilakukan seharusnya yakni dengan pemasangan Closed Circuit Television (CCTV) secara tersembunyi sehingga pelaku tidak akan mengetahui bahwa tindakannya terekam Closed Circuit Television (CCTV), masyarakat harus bertindak cepat yakni dengan mengingat ciri dari pelaku. Kondisi geografis dan letak wilayah Kota Salatiga yang sulit untuk diakses menggunakan mobil biasa seharusnya ditambahkan dengan mobil besar bak terbuka yang dimiliki Unit Sabhara agar mudah untuk mengakses jalan, upaya yang digunakan untuk meningkatkan keamanan dan kesadaran hukum yakni dengan cara mengadakan siskampling maupun ronda pada setiap RT, sebaiknya ketika melakukan perjalanan hendaknya dengan ditemanin oleh seorang teman atau apabila merasa diikuti oleh orang yang tidak dikenal hendaknya segera melanjutkan kendaraan dengan memacu menggunakan kecepatan yang lebih kencang dan segera mencari tempat yang aman dan ramai orang, perlu dilakukan koordinasi dengan polisi yang ada di wilayah yang dijadikan sasaran untuk pelaku melarikan diri karena pelaku memiliki ciri tempat persembunyian, penyidik perlu melakukan cara bekerjasama dan berkoordinasi dengan pihak kepolisian wilayah lain agar dapat saling membantu untuk informasi mengenai identitas pelaku, untuk mengatasi kendala eksternal mengenai olah tempat kejadian perkara, 54

36 pencarian pelaku, saksi dan korban serta penanganan barang bukti maka dilakukan upaya pada tempat kejadian perkara wajib dijaga oleh semua pihak untuk proses kepentingan penyidikan dan tidak boleh dirusak oleh karena itu setiap terjadi suatu tindak pidana maka tempat kejadian perkara tersebut wajib diberikan police line (garis polisi). Pada pencarian pelaku dengan bantuan informan yang dipercaya dapat membantu penyidik untuk melakukan penangkapan, selain itu juga dilakukan terhadap pelaku yang telah tertangkap dengan cara dirayu agar dipermudah perkaranya dan dicukupi kebutuhannya selama proses penyidikan agar memudahkan untuk memberitahukan posisi kaburnya pelaku serta penyidik harus jeli dan teliti dalam melakukan penyidikan karena setiap pelaku kejahatan akan meninggalkan jejak, selain itu penyidik juga melakukan adu domba agar pelaku mau untuk terbuka, penyidik juga melakukan koordinasi dan kerjasama dengan kepolisian lainnya, upaya yang dilakukan penyidik selama proses penyidikan yakni memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban dan pencarian barang bukti dilakukan dengan cara mengecek nomor barang apabila Handphone maka dapat dilihat nomor IME atau nomor seri pada kardus apabila barang bukti tidak ditemukan maka akan dikeluarkan Daftar 55

37 Pencarian Barang (DPB) dan tidak boleh diganti dengan barang bukti lain. 2. Kendala yang dihadapi dalam Modus Operandi Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan Terjadinya suatu tindak pidana pencurian banyak sekali faktor faktor yang melatar belakanginya. selain faktor dari diri pelaku sebagai pihak yang melakukan suatu tindak pidana pencurian dengan kekerasan, banyak faktor lain yang mendorong dapat terjadinya suatu tindak pidana pencurian dengan kekerasan. terdapat dua faktor yang dapat menjadi kendala dalam mengatasi tindak pidana pencurian, diantaranya ; a. adanya niat pelaku yang kuat b. keadaan ekonomi yang terus menghimpit. adanya kenaikan kebutuhan yang terjadi secara terus menerus tetapi tidak diimbangi adanya penghasilan dan lapangan pekerjaan yang memadai. c. tingkat moral dan pendidikan yang masih relatif rendah. kebanyakan dari kategori ini masih berfikir pendek untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga menghalalkan segala cara untuk dapat memenuhi hal tersebut. maka kemungkinan orang tersebut akan melanggar norma yang berlaku. tingkat pendidikan juga menentukan dapat melakukan tindak pidana pencurian. 56

38 karena dari kebanyakan pelaku tindak pidana pencurian memiliki pendidikan yang tidak terlalu tinggi. d. lingkungan tempat tinggal dapat ditinjau dari segi keamanan. e. kurangnya jumlah personil Polri f. kemampuan Polri dalam menganalisa kasus masih kurang g. data identitas para pelaku pencurian minimarket belum ada h. kurangnya koordinasi antar instansi Polri dan pemerintah daerah terkait pengamanan minimarket. i. banyaknya minimarket yang buka 24 jam sehingga hal ini menjadi kendala. j. kurang optimalnya kualitas CCTV sehingga sulit dalam proses identifikasi. 57

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana 2.1.1. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Pembunuhan berencana sesuai Pasal 340 KUHP adalah suatu pembunuhan biasa seperti Pasal

Lebih terperinci

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku

BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF. Menyimpang itu sendiri menurut Robert M.Z. Lawang penyimpangan perilaku BAB III PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT HUKUM POSITIF A. Pencurian Dengan Kekerasan Dalam KUHP 1. Pengertian Pencurian Dengan Kekerasan Pencurian dengan kekerasan adalah suatu tindakan yang menyimpang.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk

II.TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit. Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian tentang Tindak Pidana atau Strafbaar Feit Pembentuk Undang-undang telah menggunakan kata Strafbaar Feit untuk menyebutkan kata Tindak Pidana di dalam KUHP. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Adanya hukum dan di buat tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dengan tujuan untuk mengatur kehidupan masyarakat baik masyarakat modren maupun masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Sistem pertanggungjawaban pidana dalam hukum pidana positif saat ini menganut asas kesalahan sebagai salah satu asas disamping asas legalitas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai dengan hukuman pidana.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERAMPASAN PAKSA SEPEDA MOTOR A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 362 KUHP mengatur tentang tindak pidana pencurian biasa yang berbunyi 51

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu, fungsi dalam menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap atas tindakan sendiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang

II. TINJAUAN PUSTAKA. arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah tersebut dapat berkonotasi dengan bidang-bidang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban pidana 1. Pengertian Pidana Istilah pidana atau hukuman yang merupakan istilah umum dan konvensional dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah, karena istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen,

BAB I PENDAHULUAN. tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. umumnya maksud tersebut dapat dicapai dengan menentukan beberapa elemen, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbuatan pidana merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai dengan ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana atau strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas

I. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pidana yang bersifat khusus ini akan menunjukan ciri-ciri dan sifatnya yang khas I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Pidana pada umumnya sering diartikan sebagai hukuman, tetapi dalam penulisan skripsi ini perlu dibedakan pengertiannya. Hukuman adalah pengertian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum

I. PENDAHULUAN. Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian dalam mengemban tugasnya sebagai aparat penegak hukum mempunyai berbagai cara dan daya upaya untuk menjaga ketertiban dan keamanan dimasyarakat demi terciptanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan Dactyloscopy adalah ilmu yang mempelajari sidik jari untuk keperluan pengenalan kembali identifikasi orang dengan cara

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT INTERNAL TIMUS KOMISI III DPR-RI DALAM RANGKA PEMBAHASAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, HAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya aktivitas manusia tersebut harus didukung oleh fasilitas pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan dunia saat ini yang telah memasuki era globalisasi, maka aktivitas manusia di segala bidang juga semakin meningkat. Meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai

BAB II TINJAUAN UMUM. Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Pengertian Anak dan Batasan Umur Anak Perumusan tentang pengertian anak sangat beragam dalam berbagai undang-undang. Pengertian tersebut tidak memberikan suatu konsepsi tentang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam penegakan hukum di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam penegakan hukum di Indonesia. Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penyidikan Setiap polisi harus dapat mencerminkan kewibawaan negara dan menunjukkan disiplin yang tinggi dikarenakan polisi pada hakekatnya adalah sebagai pengatur di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN PERKARA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN SECARA BERLANJUT (Studi Kasus No. 55/Pid.B/2010/PN. Palu) RISKA YANTI / D 101 07 622 ABSTRAK Penelitian ini berjudul Pertimbangan Hakim

Lebih terperinci

Penipuan, Perampokan, Penganiayaan, Pemerkosaan, dan Korupsi. Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-najar dalam diktat Pengantar Ilmu Hukum -nya

Penipuan, Perampokan, Penganiayaan, Pemerkosaan, dan Korupsi. Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-najar dalam diktat Pengantar Ilmu Hukum -nya ILMU HUKUM PIDANA Ilmu Hukum Pidana ialah ilmu tentang Hukum Pidana. Yang menjadi objek atau sasaran yang ingin dikaji adalah Hukum Pidana. Ilmu Hukum Pidana mempunyai tugas untuk menjelaskan, menganalisa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti Mengenai pengembalian barang bukti juga diatur dalam Pasal 46 KUHAP. Hal ini mengandung arti bahwa barang bukti selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum, artinya segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia harus berdasarkan hukum yang berlaku di negara Indonesia. Penerapan hukum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang 20 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana didasarkan pada asas kesalahan (culpabilitas), yang didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan, yang berupa perintah atau larangan yang mengharuskan untuk ditaati oleh masyarakat itu. Berkaitan dengan tindak pidana,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai

I. PENDAHULUAN. alat transportasi yang diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan, dari berbagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Transportasi merupakan sarana yang digunakan masyarakat untuk melakukan aktifitasnya. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka semakin banyak pula alat transportasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertangggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah melakukan tindak pidana. Asas kesalahan menyatakan dengan tegas

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN

BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN BAB II PENERAPAN KONSEP NOODWEER DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN SEBAGAI AKIBAT ADANYA TINDAK PIDANA KEHORMATAN KESUSILAAN A. Tindak Pidana Penganiayaan Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan

II. TINJAUAN PUSTAKA. diancam dengan pidana. Pembentuk undang-undang menggunakan perkataan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan

Lebih terperinci

PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi

PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING. Fachrizal Afandi PEMERASAN/AFPERSING AFPERSING DAN PENGANCAMAN/AFDREIGINGAFDREIGING FACHRIZAL AFANDI, S.Psi., SH., MH Fakultas Hukum Universitas Brawijaya PEMERASAN DAN PENGANCAMAN (BAB XXIII) PEMERASAN DALAM BENTUK POKOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan pembunuhan mengalami peningkatan yang berarti dari segi kualitas dan kuantitasnya. Hal ini bisa diketahui dari banyaknya pemberitaan melalui media massa maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar Hal ini. tindakan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Perubahan ke-4 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232] BAB III TINDAK PIDANA TERORISME Pasal 6 Setiap orang yang dengan sengaja

Lebih terperinci

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA

BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA BAB II BATASAN PENGATURAN KEKERASAN FISIK TERHADAP ISTRI JIKA DIKAITKAN DENGAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN MENURUT KETENTUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA A. Batasan Pengaturan Tindak Pidana Kekekerasan Fisik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal 27 Ayat 1 (1) Undang -

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal 27 Ayat 1 (1) Undang - I. PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara hukum dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yakni Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Di samping itu Pasal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

Bab II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II TINJAUAN PUSTAKA Bab II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pembentuk Undang-undang kita telah menggunakan kata strafbaar feit dan ada juga yang mempergunakan istilah delik, untuk menyebutkan apa yang kita kenal

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana merupakan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan melakukan suatu kejahatan atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dan Anak Nakal Pengertian masyarakat pada umumnya tentang anak adalah merupakan titipan dari Sang Pencipta yang akan meneruskan keturunan dari kedua orang tuanya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, asosial sifatnya dan melanggar hukum serta Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari

BAB I PENDAHULUAN. yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan. dilakukan secara psikis maupun pisik, sehingga harus dicari 9 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Penyertaan dalam pasal 55 KUHP di klasifikasikan atas 4 bagian yaitu, pleger, doen pleger, medepleger, uitlokker. Suatu penyertaan dikatakan terjadi jika dalam suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Putusan Pengadilan Pasal 1 angka 11 Bab 1 tentang Ketentuan Umum Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa : Putusan Pengadilan adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya teknologi dan masuknya modernisasi membawa dampak yang cukup serius bagi moral masyarakat. Sadar atau tidak, kemajuan zaman telah mendorong terjadinya

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan upaya

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 6/Ags/2017 PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN MENURUT PASAL 365 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA 1 Oleh : Fentry Tendean 2 ABSTRAK Pandangan ajaran melawan hukum yang metarial, suatu perbuatan selain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Ini berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara harus sesuai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Pencurian 1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian Tindak pidana pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Buku kedua, Bab XXII, Pasal 362 yang berbunyi:

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana Disampaikan oleh : Fully Handayani R. Pendahuluan Istilah Hukum Pidana menurut Prof. Satochid mengandung beberapa arti atau dapat dipandang dari beberapa sudut,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana Menurut Moeljatno (2000: 1), hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN. BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.BLB A. Tindak Pencurian Kendaraan Bermotor yang Dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA. tertentu tanpa menyebutkan wujud dari tindak pidana. Unsur-unsur yang dapat BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA A. Pengertian Pembunuhan Berencana Pembunuhan oleh pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, diancam

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Bab XXII : Pencurian Pasal 362 Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS.

PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS. PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KARENA KELALAIANNYA MENYEBABKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA PADA KECELAKAAN LALU-LINTAS Yuni Dwi Indarti Salah satu unsur tindak pidana (strafbaarfeit) yaitu dilakukan dengan

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 6/Ags/2017 TINJAUAN YURIDIS PENYERTAAN DALAM TINDAK PIDANA MENURUT KUHP 1 Oleh : Chant S. R. Ponglabba 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana unsur-unsur tindak pidana dan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, HASIL Rapat PANJA 25 Juli 2016 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN. A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Tindak Pidana Pembunuhan dan Pembunuhan Berencana 1. Tindak pidana pembunuhan Kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain itu oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelakunya disebut penjahat. Labelling Theory memandang bahwa para

BAB I PENDAHULUAN. pelakunya disebut penjahat. Labelling Theory memandang bahwa para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah suatu nama atau cap yang diciptakan oleh orang untuk menilai perbuatan-perbuatan tertentu sebagai perbuatan kejahatan dan pelakunya disebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Jenis-Jenis Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum di Indonesia, pembinaan dan pengarahan, perlu dilakukan supaya hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan tingkat kemajuan masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan Pengertian Tindak Pidana Pencurian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan dan Pemberatan 2.1.1 Pengertian Tindak Pidana Pencurian pencurian merupakan perbuatan pengambilan barang. Kata mengambil (wegnemen) merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijatuhi pidana apabila terbukti memiliki kesalahan.dengan demikian penilaian

BAB I PENDAHULUAN. dijatuhi pidana apabila terbukti memiliki kesalahan.dengan demikian penilaian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perpektif dalam hukum pidana apabila seseorang yang dinyatakan terbukti melanggar ketentuan pidana dan tidak ada alasan penghapusan pidana, maka tetap dijatuhi

Lebih terperinci

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENCEMARAN NAMA BAIK AKIBAT TRIAL BY THE PRESS. 3.1 Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENCEMARAN NAMA BAIK AKIBAT TRIAL BY THE PRESS. 3.1 Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PENCEMARAN NAMA BAIK AKIBAT TRIAL BY THE PRESS 3.1 Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana Seseorang disebut telah melakukan perbuatan pidana, apabila perbuatannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana 1. Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana 1. Istilah dan Pengertian Tindak Pidana Istilah Istilah Tindak Pidana atau strafbaarfeit atau perbuatan pidana merupakan suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyak kecelakaan lalu lintas yang terjadi disebabkan oleh kelalaian pengemudi baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Beberapa faktor yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA

BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA BAB II PERANAN POLISI SEBAGAI PENYIDIK DALAM MELAKUKAN PENANGANAN TEMPAT KEJADIAN PERKARA A. Peraturan Perundang-undangan Yang Dapat Dijadikan Penyidik Sebagai Dasar Hukum Untuk Melakukan Penanganan Tempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Menurut Roeslan Saleh (1983:75) pengertian pertanggungjawaban pidana adalah suatu yang dipertanggungjawabkan secara pidana terhadap seseorang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindak pidana pencabulan adalah suatu tindak pidana yang bertentangan dan melanggar kesopanan dan kesusilaan seseorang mengenai dan yang berhubungan dengan alat kelamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lebih menciptakan rasa aman dalam masyarakat. bermotor dipengaruhi oleh faktor-faktor yang satu sama lain memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dewasa ini pemerintah melakukan pembangunan di segala bidang, tidak terkecuali pembangunan dalam bidang hukum sebagai wujud reformasi di bidang hukum itu sendiri.

Lebih terperinci

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA Oleh : Sumaidi, SH.MH Abstrak Aparat penegak hukum mengalami kendala dalam proses pengumpulan alat-alat bukti yang sah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. diwajibkan kepada setiap anggota masyarakat yang terkait dengan. penipuan, dan lain sebagainya yang ditengah masyarakat dipandang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hadirnya hukum pidana dalam masyarakat digunakan sebagai sarana masyarakat membasmi kejahatan. Oleh karena itu, pengaturan hukum pidana berkisar pada perbuatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian

Lebih terperinci