BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Laporan Keuangan Agar hasil suatu usaha dapat diketahui, setiap kurun waktu (periode akuntansi) tertentu perusahaan perlu menyusun laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Sedangkan penyusunan laporan keuangan adalah tahap akhir dalam akuntansi. Laporan keuangan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu : relevan, dapat dimengerti, dapat diuji, dapat dibandingkan, dapat dipercaya, lengkap, penyampaian tepat waktu, akurat dan obyektif. Laporan keuangan suatu perusahaan merupakan interpretasi kondisi keuangan suatu perusahaan selama periode tertentu, sehingga fungsi laporan keuangan memegang peranan yang sangat penting dalam pengambilan suatu keputusan, baik di tingkat manajemen maupun di tingkat shareholder/investor terutama yang tidak terlibat secara langsung dalam operasional perusahaan.amril (2002:1). Beberapa pengertian dari laporan keuangan antara lain: 1. Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2002:2) Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan posisi keuangan (yang dapat disajikan diberbagai 5

2 6 cara misalnya laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. Disamping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industri dan geografis serta pengaruh perubahan harga. 2. Menurut Zaki Baridwan (2003:7) Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan dan merupakan suatu transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama satu tahun buku yang bersangkutan. Laporan keuangan ini dibuat oleh managemen dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugastugas yang dibebankan kepadanya oleh pemilik perusahaan. Laporan keuangan selain tercantum dalam pengertian-pengertian yang telah disebutkan diatas juga mencakup karakteristik kualitatif yang merupakan ciri khas yang membuat informasi dapat lebih bermanfaat. Terdapat empat karakteristik kualitatif pokok yaitu dapat dipahami, relevan, keandalan, dan dapat diperbandingkan. Dasar-dasar pengukuran tersebut atas empat karakteristik tersebut sebagai berikut: 1. Biaya Historis Aktiva dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh aktiva tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat

3 7 sebesar jumlah yang diterima sebagai penukar dari kewajiban (obligation), atau dalam keadaan tertentu (misanya, pajak penghasilan), dalam jumlah kas (atau setara kas) yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha yang normal. 2. Biaya Kini Aktiva dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya dibayar bila aktiva yang sama atau setara aktiva diperoleh sekarang. Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas (setara kas) yang tidak didiskontokan (undiscounted) yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban (obligasi) sekarang. 3. Nilai Realisasi atau penyelesaian Aktiva dinyatakan dalam jumlah kas (setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aktiva dalam pelepasan normal (orderly disposal), kewajiban dinyatakan sebesar nilai penyelesaian, yaitu jumlah kas (setara kas) yang tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal. 4. Nilai Sekarang Aktiva dinyatakan sebesar arus kas masuk bersih dimasa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang dari pos yang diharapkan dapat memberikan hasil dalam pelaksanaan usaha normal. Kewajiban

4 8 dinyatakan sebesar arus kas keluar bersih di masa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang yang diharapkan akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal. B. Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal 1. Pengertian laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku, yang bertujuan untuk menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan bisnis dan ekonomi, khususnya informasi tentang prospek arus kas, posisi keuangan, kinerja usaha dan aktivitas investasi pendanaan dan operasi. Pengertian laporan keuangan fiskal menurut Sophar Lumbantoruan (1997:167) Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang terdiri dari neraca, perhitungan laba rugi dan rinciannya. Laporan keuangan harus dilampirkan pada saat penyerahan Surat Pemberitahuan Pajak. Laporan keuangan fiskal terdiri dari perhitungan laba rugi dan neraca perusahaan, yang disusun sesuai dengan peraturan perpajakan. Oleh karena itu untuk menghitung penghasilan kena pajak suatu perusahaan, laporan keuangan komersial perlu dikoreksi sesuai dengan persyaratan-persyaratan fiskal. Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai peraturan perpajakan yang bertujuan menyediakan data dan informasi

5 9 dalam penghitungan besarnya pajak terutang (PPh, PPN, PPn BM). Undang-undang pajak tidak mengatur secara khusus bentuk dari laporan keuangan, hanya memberikan pembatasan untuk hal tertentu, baik dalam pengakuan penghasilan maupun biaya. Akibat dari perbedaan pengakuan ini menyebabkan laba akuntansi dan laba fiskal berbeda. Secara umum, laporan keuangan disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), kecuali diatur secara khusus dalam undang-undang. 2. Perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal Perbedaan antara akuntansi pajak dengan akuntansi keuangan, antara lain karena: tujuan akuntansi keuangan adalah pemberian informasi penting kepada manajer, pemegang saham, pemberi kredit, serta pihak-pihak yang berkepentingan lainnya dan merupakan tanggung jawab akuntan untuk melindungi pihak-pihak tersebut dari informasi yang menyesatkan. Sebaliknya tujuan utama sistem perpajakan (termasuk akuntansi pajak) adalah pemungutan pajak yang adil dan merupakan tanggung jawab Direktorat Jendral Pajak untuk melindungi para pembayar pajak dari tindakan semena-mena. Sejalan dengan tujuan tersebut, prinsip yang dianut oleh akuntansi keuangan adalah prinsip konservatif, sehingga kemungkinan kesalahannya cenderung kepada understatement pelaporan penghasilan atas assetnya dibandingkan dengan pelaporan overstatement. Disamping perbedaan acuan yang dianut dalam penyusunan laporan keuangan untuk kepentingan

6 10 perpajakan, dari sudut pandang Direktorat Jendral Pajak laporan keuangan yang understatement tersebut tentunya tidak dipakai sebagai dasar menetapkan pajak yang terutang. Menurut Gunadi (2009:309), prinsip-prinsip yang menjadi fokus perbedaan orientasi laporan keuangan fiskal dan laporan keuangan komersial tampak sebagai berikut: 1. Penetapan pendapatan dan beban Untuk keperluan komersial, prinsip ini menghendaki pengakuan penghasilan pada saat realisasi transaksi pertukaran atau pembebanan biaya atau beban dalam masa yang sama dengan pengakuan penghasilan. Walaupun pada prinsipnya ketentuan perpajakan menggaris bawahi prinsip itu, kadangkala ketentuan perpajakan dapat menyimpang dari prinsip itu. Misalnya: 1. Perlakuan pembayaran kenikmatan karyawan sebagai beban pengurang penghasilan walaupun secara ekonomis pengeluaran itu merupakan unsur biaya untuk mendapatkan penghasilan perusahaan, 2. Penyusutan asset mulai pada tahun pengeluaran walaupun harta itu belum dimanfaatkan untuk mendapatkan penghasilan, 3. Imputasi penghasilan pada bentuk usaha tetap atas dasar force of attraction walaupun secara legal penghasilan itu tidak diperolehnya dan secara nyata tidak di catat dalam pembukuan BUT. 2. Konsistensi

7 11 Untuk mengetahui kinerja bisnis dari tahun ke tahun diperlukan penerapan suatu metode akuntansi secara taat asas, kecuali terdapat alas an dan bukti yang cukup kuat untuk melakukan penggantian metode. Konsistensi ini lebih menekankan pada penyandingan vertikal (dari tahun ke tahun), dapat saja terjadi, misalnya terhadap berbagai kelompok persediaan dipakai metode penilaian dan pembukuan yang berbeda. Pelaporan fiskal pada dasarnya juga menganut pandangan itu, namun dalam konteks konsepsional, ketentuan perpajakan dapat menentukan lain, misalnya hasil pengakuan-pengakuan operasi bisnis mancanegara (dengan penolakan terhadap konsilidasi kerugian berdasarkan penjelasan pasal 4 UU PPh). 3. Konservatisme Laporan keuangan komersial bersifat konservatif terhadap suatu transaksi yang belum terjadi menjadi suatu fakta. Dalam praktek akuntansi sifat demikian direalisasikan dengan pembentukan penyisihan atas kemungkinan kerugian yang mungkin di derita, tanpa pengakuan atas suatu klaim atau potensi keuntungan yang belum terealisasi. Dalam kasus itu, administrasi pajak kurang tertarik kepada estimasi dan angka-angka yang belum terjadi secara nyata, tetapi lebih cenderung untuk menganut realitas dengan meneliti secara seksama tiap elemen pengurang basis pengenaan pajak. Untuk jenis perusahaan tertentu (bank dan asuransi), penerapan pendekatan konservatif secara limitatif dapat diperkenankan.

8 12 4. Substansi mengesampingkan bentuk formal Seperti laporan keuangan komersial, ketentuan perpajakan juga mengikuti pandangan yang lebih menitik beratkan kepada substansi (hakikat) ekonomis daripada bentuk formal tiap transaksi atau fakta bisnis. Namun ketentuan pajak dalam kasus tertentu (misalnya leasing) kadangkala mengutamakan bentuk formal dibandingkan substansi ekonominya. Seperti laporan keuangan komersial, ketentuan perpajakan juga mengikuti pandangan yang lebih menitik-beratkan kepada substansi (hakikat) ekonomis daripada bentuk formal tiap transaski atau fakta bisnis. Namun, ketentuan pajak, dalam kasus tertentu (misalnya leasing), kadangkala mengutamakan bentuk formal dibandingkan dengan substansi ekonominya

9 13 Tabel 2.1 Perbedaan akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal Akuntansi Komersial Masa Manfaat a. Masa manfaat aktiva ditentukan berdasarkan taksiran umur ekonomisnya maupun umur teknis Akuntansi Fiskal Masa Manfaat a. Ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan b. Ditelaah ulang secara periodik b. Nilai residu tidak dapat diperhitungkan c. Nilai residu bisa diperhitungkan Harga Perolehan a. Untuk pembelian menggunakan harga sesungguhnya b. Untuk pertukaran aktiva tidak sejenis menggunakan harga wajar c. Untuk pertukaran sejenis berdasarkan nilai buku yang dilepas d. Aktiva sumbangan berdasarkan nilai harga pasar a. Garis lurus b. Jumlah angka tahun Metode Penyusutan c. Saldo menurun/ menurun ganda d. Metode jam jasa e. Unit produksi d. Anuitas e. Sistem persediaan Perusahaan dapat memilih salah satu metode yang diaggap sesuai, namun harus diterapkan secara konsisten dan harus ditelaah secara periodik Sistem Penyusutan a. Penyusutan individual b. Penyusutan gabungan/ kelompok Harga Perolehan a. Untuk transaksi yang tidak mempunyai hubungan istimewa berdasarkan harga yang sesungguhnya. b. Untuk transaksi yang mempunyai hubungan istimewa berdasarkan harga pasar c. Untuk transaksi tukar menukar adalah berdasarkan harga pasar d. Dalam rangka liquidasi, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau penggabungan adalah harga pasar kecuali ditentukan lain oleh Menteri Keuangan. Jika direvaluasi adalah sebesar nilai setelah revaluasi Metode Penyusutan a. Untuk aktiva tetap bangunan adalah garis lurus b. Untuk aktiva tetap bukan bangunan, wajib pajak dapat memilih garis lurus atau saldo menurun ganda asal diterapkan secara taat asas Sistem Penyusutan Penyusutan secara individual, kecuali peralatan kecil boleh secara golongan

10 14 Saat Dimulainya Penyusutan Saat Dimulainya Penyusutan a. Saat perolehan a. Saat perolehan b. Saat penyelesaian b. Dengan ijin menteri keuangan, dapat dilakukan pada tahun penyelesaian atau tahun mulai menghasilkan Sumber: Erly Suandy.2003.Perencanaan Pajak.Salemba Empat.Jakarta Menurut Gunadi (2009:309), beberapa penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan fiskal itu antara lain sebagai berikut: 1. Perbedaan antara apa yang dianggap penghasilan menurut ketentuan perpajakan dan praktek akuntansi, misalnya kenikmatan dan natura (benefit in kinds), intercompany dividen, pembebasan utang, dan penghasilan (BUT) karena atribusi force of attraction. 2. Ketidaksamaan pendekatan penghitungan penghasilan, misalnya link and match antara beban dan penghasilan, metode depresiasi, penerapan norma penghitungan, dan pemajakan dengan metode basis bruto atau neto. 3. Pemberian relatif atau keringanan yang lain misalnya rugi laba pelaporan aktiva, penghasilan tidak kena pajak, perangsang penanaman, dan penyusutan dipercepat. 4. Perbedaan perlakuan kerugian misalnya kerugian mancanegara, atau harta yang tidak dipakai dalam usaha. Kesimpulannya, perbedaan laporan keuangan komersial dan fiskal berpangkal pada adanya perbedaan tujuan yang pada akhirnya menghasilkan perhitungan laba usaha menurut SAK dan laba usaha menurut pajak.

11 15 3. Hubungan Laporan Keuangan Fiskal dan Laporan Keuangan Komersial Laporan keuangan (yang dilaporkan dalam SPT) dapat disusun dengan proses penyesuaian atau rekonsiliasi ketentuan perpajakan terhadap laporan keuangan komersial. Untuk mengamankan data historis, atas penyesuaian itu perlu diadakan pencatatan terhadap pos-pos yang menyebabkan perbedaan sementara (timing difference) antara ketentuan pajak dan standar akutansi keuangan (misalnya penyusutan). Implikasi dari aktivitas itu menunjukkan adanya perangkat pembukuan ganda terhadap pos-pos tertentu yang memungkinkan adanya perbedaan antara ketentuan perpajakan dengan standar akuntansi keuangan untuk mengamankan kontinuitas rekonsiliasi. Namun karena pembukuan itu dapat di rekonsiliasikan secara yuridis fiskal pembukuan ganda itu dapat dipertimbangkan. Dalam praktek, pajak penghasilan dapat dihitung (untuk keperluan laba komersial) berdasarkan laba akuntansi (pajak teoritis) atau laba kena pajak (pajak riil). Selisih antara keduanya dicatat sebagai pos aktiva lain di neraca yang secara teoritis dapat dialokasikan dari waktu ke waktu. Dari praktek itu, tampak SAK memberikan kelonggaran kepada pengusaha untuk memilih metode akuntansi pajak penghasilan.

12 16 C. Pajak 1. Pengertian Pajak Menurut UU Perpajakan Tahun 2000 Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undangundang. Dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Menurut Rochmat Soemitro, dalam Gusfahmi(2007:25) Pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor publik berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat imbalan yang secara langsung dapat ditunjukkan, yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran umum dan digunakan sebagai alat pendorong, penghambat, atau pencegah, untuk mencapai tujuan yang ada di luar bidang keuangan Menurut P. J. A. Adriani, dalam Yusdianto(2004:2) Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutama oleh wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

13 17 Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur: 1. Iuran rakyat kepada negara 2. Berdasarkan undang-undang 3. Tanpa jasa timbal balik 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara Pajak penghasilan merupakan salah satu penerimaan negara yang berasal dari penerimaan masyarakat. Dalam proses pemungutan pajak kepada masyarakat telah diatur di Undang-undang perpajakan No 36 Tahun 2008, hal ini dibutuhkan agar adanya kepastian hukum sesuai dengan peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah. Pengertian dari pajak penghasilan menurut Undang-undang pajak No 36 Tahun 2008 adalah pajak yang dikenakan terhadap subyek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pada tahun pajak. Sedangkan pengertian pajak penghasilan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan (SAK, 2002). Dan dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak penghasilan adalah suatu pungutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima dan diperolehnya pada tahun pajak untuk kepentingan negara dan bernegara sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan. Menurut UU No 36 Tahun 2008 yang menjadi subjek pajak penghasilan sebagai berikut :

14 18 1. a. Orang Pribadi b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan yang menggantikan yang berhak 2. Badan, dan 3. Bentuk Usaha Tetap Subjek pajak dibedakan menjadi dua, subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Yang dimaksud subjek pajak dalam negeri adalah: 1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. 2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintahan yang memenuhi kriteria: a. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan b. Pembiayannya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah c. Penerimannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah

15 19 d. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan menggantikan yang berhak. 3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. Sedangkan yang dimaksud dengan subjek pajak luar negeri adalah 1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. 2. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Yang dimaksud dengan bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat

16 20 kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa: 1. Tempat kedudukan Manajemen 2. Cabang perusahaan 3. Kantor perwakilan 4. Gedung kantor 5. Pabrik 6. Bengkel 7. Gudang 8. Ruang untuk promosi danb penjualan 9. Pertambangan dan penggalian sumber alam 10. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi 11. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan 12. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan 13. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka 12 bulan 14. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas 15. Agen atau pegawai perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia

17 Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. Tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak menurut keadaan yang sebenarnya. Menurut UU No 36 Tahun 2008 yang tidak termasuksubjek pajak adalah: 1. Kantor perwakilan negara asing 2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabatpejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat: a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota 4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada angka 3 dengan syarat bukan warga negara

18 22 Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. Organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud pada angka 3 ditetapkan dengan Keputusan Mentri Keuangan. 2. Konsep Penghasilan Menurut Akutansi Penghasilan merupakan segala macam kegiatan yang berhubungan dengan perubahan-perubahan pada perusahaan yang nantinya dapat menambah modal perusahaan atau memberikan keuntungan bagi perusahaan. Hal ini terjadi karena adanya aktivitas-aktivitas perusahaan yang berupa penyerahan jasa atau barang dagangan kepada konsumen. Secara spesifik penghasilan masih sulit untuk didefinisikan, hal ini dikarenakan adanya perbedaan ragam dalam penentuan penghasilan dan pengaruh faktor lain yang kadang sulit untuk disatukan. adalah: Definisi penghasilan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) Penghasilan merupakan peningkatan manfaat ekonomi selama suatu periode Akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari konstribusi penanaman modal.

19 23 Dari definisi diatas, maka penghasilan dalam suatu perusahaan dapat diperoleh dari: a. Peningkatan jumlah aktiva perusahaan dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva. Penghasilan yang diperoleh diukur dengan besarnya aktiva yang diperoleh sebagai penukar atas jasa yang telah ditukarkan. b. Penurunan kewajiban suatu perusahaan yang diperoleh dari pembatalan hutang perusahaan terhadap kreditur atau pihak lain c. Aktivitas usaha lain yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue) maupun keuntungan (gains). Pendapatan timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, deviden, dan sewa. Keuntungan mencerminkan keuntungan lainnya yang memenuhi definisi penghasilan dan mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan perusahaan yang biasa. Keuntungan mencerminkan kenaikan manfaat ekonomi dan dengan demikian pada hakikatnya tidak berbeda dengan pendapatan. Oleh karena, pos tersebut tidak dipandang sebagai unsur terpisah dalam kerangka dasar.

20 24 3. Konsep Penghasilan Menurut Perpajakan 3.1 Penghasilan yang menjadi objek pajak Pengertian penghasilan dalam Undang-undang perpajakan No 36 Tahun 2008 menyebutkan penghasilan adalah tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi: a. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya. b. Penghasilan dari usaha dan kegiatan. c. Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, deviden, royalty, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha. d. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

21 25 Karena pengertian penghasilan dalam Undang-undang perpajakan No 36 Tahun 2008 sangat luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya, kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian apabila suatu jenis penghasilan dikenai pajak dengan tarif bersifat final atau dikecualikan dari objek pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenai tarif umum. Berikut ini adalah penghasilan yang menjadi objek pajak: a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini; b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; c. laba usaha; d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,

22 26 sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; 3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama clan dalam bentuk apa pun; 4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihakyang bersangkutan; dan 5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan. e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;

23 27 g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. keuntungan selisih kurs mata uang asing; m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. premi asuransi; o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; q. penghasilan dari usaha berbasis syariah; r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. surplus Bank Indonesia. 3.2 Penghasilan yang bersifat final Dari beberapa penghasilan yang telah disebutkan diatas ada penghasilan yang dikenai tarif bersifat final, sehingga tidak boleh

24 28 digabungkan dengan penghasilan yang menjadi objek pajak secara umum, sesuai Undang-undang No 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (2) yaitu: a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi. b. Penghasilan berupa hadiah undian. c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura. d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan. e. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. 3.3 Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak Dari penghasilan yang sudah disebutkan diatas ada beberapa yang dikecualikan dari objek pajak atau bukan merupakan penghasilan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (3) yang dikecualiakan dari objek pajak adalah: a. 1. bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh

25 29 pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan 2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; b. warisan; c. harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; d. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau

26 30 Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; e. pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; f. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor. g. iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; h. penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;

27 31 i. bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; j. dihapus; k. penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; l. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; m. sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya

28 32 sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan n. bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 3.4 Tarif Pajak Penghasilan Unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak bagi wajib pajak adalah tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam Undang-undang pajak. Besarnya tarif dalam Undang-undang pajak tidak selalu ditentukan secara nilai presentase, tetapi bisa dengan nilai nominal. Menurut Undang-undang PPh No 36 Tahun 2008 tarif pajak untuk wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% berlaku untuk tahun Sedangkan untuk tahun 2010 dan selanjutnya tarif yang berlaku sebesar 25%. 4. Konsep Beban dan Biaya menurut Akuntansi Dalam akuntansi ada dua istilah yang digunakan untuk menggambarkan pengeluaran dalam suatu perusahaan, yaitu beban dan biaya. Pemakaian istilah beban (expense) dan biaya (cost) sering dirancukan tergantung dari tujuan pemakaian istilah tersebut. Pengertian biaya menurut Bustami dan Nurlela (2009:7) adalah: pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu

29 33 Pengertian beban menurut Bustami dan Nurlela (2009: 8) adalah: Beban adalah biaya yang telah memberikan manfaat dan sekarang telah habis. Biaya yang belum dinikmati yang dapat memberikan manfaat dimasa akan datang dikelompokkan sebagai harta. Biaya ini dimasukkan kedalam laporan laba rugi, sebagai pengurangan dari pendapatan. Sehingga dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa istilah dari beban dan biaya itu berbeda, namun untuk mencari perbedaan tersebut cukup sulit. Beban berkaitan erat dengan arus keluarnya barang dan jasa dalam suatu periode yang dipertemukan dengan pendapatan untuk memperoleh laba, sedangkan biaya itu sendiri merupakan nilai tukar atau pengorbanan yang dilakukan untuk memperoleh manfaat barang dan jasa. Beban diakui dalam laporan laba rugi jika penurunan masa manfaat masa depan yang mempunyai hubungan dengan penurunan aktiva atau peningkatan kewajiban yang telah terjadi dan dapat diukur. Dan beban diakui atas dasar hubungan langsung antara yang timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh. 5. Konsep Biaya dan Bukan Biaya menurut perpajakan 5.1 Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih

30 34 dari satu tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari satu tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya biaya gaji, biaya administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya, sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi. Disamping itu, apabila dalam suatu tahun pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, kerugian-kerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Pengertian biaya menurut Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 6 ayat (1) adalah: Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk: a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: 1. biaya pembelian bahan; 2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 3. bunga, sewa, dan royalti;

31 35 4. biaya perjalanan; 5. biaya pengolahan limbah; 6. premi asuransi; 7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 8. biaya administrasi; dan 9. pajak kecuali Pajak Penghasilan; b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e. kerugian selisih kurs mata uang asing; f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi

32 36 komersial; 2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur

33 37 dengan Peraturan Pemerintah; l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sesuai dengan keputusan Dirjen Pajak No KEP-220/PJ./2002, selain biaya-biaya yang sudah disebutkan diatas, terdapat biaya yang boleh dikurangkan sebesar 50% dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak. yakni: 1. Atas biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya 2. Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjannya. 3. Atas biaya perolehan atau pembelian atau perbaikan besar kendaraan sedan atau yang sejenis yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya 4. Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat no 3 diatas yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya.

34 Biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto Pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan Wajib Pajak dapat dibedakan antara pengeluaran yang boleh dan yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari pengeluaran tersebut. Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran. Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 9 menyatakan bahwa biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu: 1. Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan: a. pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; b. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota; c. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:

35 39 1. cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang; 2. cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; 3. cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan; 4. cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan; 5. cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan 6. cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; d. premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan; e. penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

36 40 f. jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan; g. harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah; h. Pajak Penghasilan; i. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya; j. gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham; k. sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan. 2. Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan

37 41 untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11 A. 6. Fungsi, Syarat, dan Tata Cara Pemungutan Pajak Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Oleh karena itu pajak mempunyai beberapa fungsi. Mardiasmo(2000:2) menyebutkan ada dua fungsi pajak yaitu 1. Fungsi Budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya 2. Fungsi Mengatur Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Mardiasmo(2000:2-3) juga menyebutkan agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Pemungutan pajak harus adil 2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang

38 42 3. Tidak mengganggu perekonomian 4. Pemungutan pajak harus efisien 5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana. Hukum Pajak juga mengatur tentang tata cara pemungutan pajak. Menurut Achmad Tjahyono(2000:25-26) pemungutan pajak dapat dilakukan dengan tiga cara berikut ini, yaitu: 1. Stelsel Nyata Pemungutan pajak baru dapat dilaksanakan pada akhir tahun pajak setelah mengetahui penghasilan sesungguhnya yang diperoleh dalam masa pajak yang bersangkutan. 2. Stelsel Anggapan Pemungutan pajak dapat dilakukan pada awal tahun pajak karena berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, hal ini dimungkinkan untuk dilaksanakan berdasarkan suatu anggapan penerimaan/pendapatan yang diperoleh Wajib Pajak. Anggapan ini dapat menggunakan perbandingan data antara penerimaan/pendapatan Wajib Pajak pada tahun sebelumnya yang dianggap sama dengan pendapatan yang akan diperoleh pada tahun sekarang. 3. Stelsel Campuran Pengenaan pajak pada awal tahun yang didasarkan pada suatu anggapan dan pada akhir tahun yang didasarkan pada suatu kenyataan

39 43 sehingga menurut stelsel ini akan terjadi perhitungan kembali untuk menentukan masalah lebih atau kekurangan pajak. 7. Pembukuan Perpajakan Pengertian pembukuan menurut Erly Suandy (2002:49) adalah proses pencatatan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi tentang keadaan harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya, serta harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang terutang Pajak Pertambahan Nilai, tidak terutang PPN, dikenakan PPN denga tarif 0%, dan dikenakan pajak Penjualan atas barang mewah. Pembukuan ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan perhitungan laba rugi pada setiap akhir tahun pajak. Kutipan pasal 28 UU perpajakan 1. Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebasdan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. 2. Wajib Pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetapi wajib melakukan pencatatan, adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma

40 44 Penghitungan Penghasilan Neto dan wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. 3. Pembukuan dan pencatatan tersebut diselenggarakan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. 4. Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan. 5. Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. 6. Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Direktur Jendral Pajak. 7. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang 8. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan. 9. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah

41 45 pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final. 10. Dihapus 11. Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan ataupencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau ditempat kedudukan Wajib Pajak Badan, 12. Bentuk dan tata cara pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diatur dengan atau berdasarkan Menteri Keuangan. Dari kutipan diatas, perlu dijelaskan pengertian istilah-istilah terkait sebagai berikut: a. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemungut pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. b. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam

42 46 bentuk apapun, firma, kongsi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. c. Pajak terutang adalah pajak pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. d. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan dengan menyusun neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut. 8. Penyusutan Perpajakan Metode penyusutan yang diperkenankan dalam peraturan perpajakanadalah metode garis lurus (Straight Line Method) dan metode saldo menurun (Declining Balance Method) sesuai dengan pasal 11 UU No 36 Tahun Perusahaan dapat memilih salah satu metode yang dianggap sesuai, namun harus diterapkan secara konsisten. Harta berwujud berupa bangunan hanya dapat disusutkan dengan metode garis lurus, sedangkan harta

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO Oleh: I s r o a h, M.Si. isroah@uny.ac.id PRODI/JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANGNOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

PAJAK PENGHASILAN (PPh) PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pengaturan PPh UU No. 7/1983 UU No. 7/1991 UU No. 10/1994 UU No. 17/2000 UU No. 36/2008 tentang PPh Subjek Pajak Orang pribadi atau badan yang memenuhi syarat subjektif (berdomisili

Lebih terperinci

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Copyright 2002 BPHN UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 *8679 Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama, untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi pajak dalam pasal 1 ayat 1 UU KUP No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta BAB II LANDASAN TEORI II.1. Pajak Pajak merupakan salah satu pungutan negara terhadap rakyatnya. Pada hakekatnya, pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta Wajib

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, dalam buku Mardiasmo, (2011:1) Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PAJAK 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Sommerfeld, Anderson, dan Brok dalam Zain (2003:11) berikut ini. Pajak adalah pengalihan sumber dari sektor

Lebih terperinci

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan

PERPAJAKAN II. Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan PERPAJAKAN II Modul ke: Penyajian Laporan Keuangan dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan Fakultas EKONOMI Program Studi MAGISTER AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id Dr. Suhirman Madjid, SE.,MS.i.,Ak., CA. HP/WA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Undang-Undang KUP No. 16 Tahun 2009 Pasal 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Penyusunan laporan keuangan sangatlah penting bagi perusahaan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan perusahaan dan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi BAB II LANDASAN TEORI II.1. Definisi Pajak Pengertian pajak menurut Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi wajib kepada

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN Pertemuan 1 6 P1.1 Teori Pajak Penghasilan Umum Dan Norma Perhitungan Pajak Penghasilan A. UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Dasar Pengenaan Pajak dan cara menghitung Penghasilan Kena Pajak Dasar Pengenaan Pajak (DPP) untuk Wajib Pajak dalam negeri,dan Badan Usaha Tetap (BUT)

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Mardiasmo (2013:1) Pajak adalah iuran rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

Lebih terperinci

A. Pengertian Laporan Keuangan

A. Pengertian Laporan Keuangan BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah kesimpulan dari hasil pencatatan yang disusun secara sistematis berdasarkan standar akuntansi yang di terima umum dan menggambarkan

Lebih terperinci

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan Yang termasuk subjek pajak Orang pribadi Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 LandasanTeori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1. Pengertian Pajak Penghasilan Di Indonesia, pajak atas penghasilan sudah dikenal sejak lebih dari seabad yang lalu. Dimulai dari dikenalkannya Paten Recht

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak Penghasilan II.1.1 Pengertian Umum Pajak Definisi pajak menurut Prof. DR. Rochmat Soemitro, SH. dalam Resmi (2007) adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) Maupun keuntungan ( gain ). Definisi penghasilan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat memahami mengapa kita harus membayar pajak. Dari pemahaman inilah diharapkan muncul kesadaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun 9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2000 Pasal 1 adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang. Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang. Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Koperasi 1. Definisi Koperasi a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi: Koperasi adalah badan usaha

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 Undang-Undang No. 10 Tahun 1994 Tanggal 9 Nopember 1994 DENGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak.

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak. BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Umum Tentang Pajak II.1.1 Definisi Pajak Salah satu sumber penerimaan negara yang paling potensial untuk membiayai pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1993 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991 DENGAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II LANDASAN TEORI II.1 Gambaran Umum Pajak II.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Soemitro. R yang dikutip oleh Mardiasmo (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 57/PUU-XII/2014 Penghitungan Pajak Penghasilan I. PEMOHON Supriyono. II. OBJEK PERMOHONAN Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Pajak menurut Soemitro (Resmi, 2016:1) merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pajak a) Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

Lebih terperinci

RUGI LABA BIAYA FISKAL

RUGI LABA BIAYA FISKAL RUGI LABA BIAYA FISKAL BIAYA YANG TIDAK DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN (PASAL 9) Pengeluaran untuk pemegang saham atau pihak yang memillki hubungan istimewa beserta orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Penghasilan 1) Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi, badan, Bentuk Usaha

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak memiliki dimensi atau pengertian yang berbeda-beda menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3) menyatakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penelitian Terdahulu 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas Laporan Laba Rugi Komersial Dalam Penentuan PPh Terhutang Pada PT. Mutiara Intrareksa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 10-1994 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 50, 1983 FINEK. PAJAK. Ekonomi. Uang. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat BAB II LANDASAN TEORI II.1. Dasar Perpajakan II.1.1. Definisi dan Fungsi Pajak Definisi atau pengertian pajak yang mengacu pada pendapat Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus disajikan pada akhir periode untuk disampaikan kepada pihak manajemen. Laporan yang dihasilkan

Lebih terperinci

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal Penghitungan PPh diakhir tahun bagi WP Badan didasarkan atas LK Fiskal (Laba Rugi Fiskal) Laba rugi fiskal disusun berdasarkan Laba Rugi Komersial yang telah disesuaikan

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan BUT

Konsep Dasar Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan BUT Modul 1 Konsep Dasar Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan BUT Drs. H. Bambang Hermanto, M.Si. Mas Rasmini, S.E., M.Si. D PENDAHULUAN alam Modul 1 ini, akan dibahas mengenai konsep dasar pajak penghasilan

Lebih terperinci

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL

BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL BAB III PENYEBAB BEDA AKUNTANSI PAJAK DAN KOMERSIAL A. Adanya Pengeluaran atau Beban yang Tidak Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto akan Dilakukan KOREKSI FISKAL POSITIF. 1. Pembagian laba dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu wujud nyata serta partisipasi masyarakat dalam rangka ikut membiayai pembangunan nasional.

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si PAJAK PENGHASILAN UMUM 1 Yang menjadi Subjek Pajak: 1. Orang Pribadi dan Warisan yang belum terbagi 2. Badan, terdiri dari PT,CV,perseroan lainnya,bumn/bumd 3. BUT (bentuk Usaha Tetap) 2 Subjek Pajak dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak 2.1.1 Menurut Para Ahli a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang

Lebih terperinci

Repositori STIE Ekuitas

Repositori STIE Ekuitas Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2015-12-22 Tinjauan Atas Penerapan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

PAJAK PENGHASILAN. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB PAJAK PENGHASILAN Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB 1 PAJAK PENGHASILAN (PPh) Pasal 1 A D A L A H PAJAK YANG DIKENAKAN TERHADAP SUBJEK PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEHNYA DALAM TAHUN

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008

Lebih terperinci

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan

1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak Penghasilan 1. Pengertian Penghasilan Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 17/2000 adalah setiap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pendapatan dan Beban Menurut Akuntansi 1. Pendapatan Menurut Akuntansi Suatu perusahaan didirikan untuk memperoleh pendapatan yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1adalah kontribusi wajib kepada negara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "Pajak" yang dikemukakan

BAB II LANDASAN TEORI. Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang Pajak yang dikemukakan BAB II LANDASAN TEORI II.1 Perpajakan II.1.1 Pengertian Pajak Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang "Pajak" yang dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah : Menurut Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam upaya untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Definisi Pajak, Wajib Pajak, dan Badan Pajak merupakan salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk memperoleh atau mendapatkan dana dari masyarakat. Dana tersebut digunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum

Lebih terperinci

APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati. Abstrak

APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati. Abstrak APLIKASI UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 2000 DAN PENGARUHNYA TERHADAP LAPORAN KEUANGAN Oleh : Evi Ekawati Abstrak Perbedaan antara laba menurut akuntansi dengan laba menurut pajak, untuk mengatasi perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal a. Definisi Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal Laporan keuangan komersial adalah

Lebih terperinci

Undang-Undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya

Undang-Undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative Undang-Undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya Undang-Undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi.

HAKIKAT REKONSILIASI. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi. HAKIKAT REKONSILIASI Pelaksanaan pembukuan berdasar kebijakan akuntansi perusahaan menyimpang dari ketentuan perpajakan. Perbedaan timbul terkait pengakuan pendapatan dan beban di laporan laba rugi. Penyesuaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Mengenai Pajak 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1985 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG PAJAK PENGHASILAN 1984 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk lebih memberikan kemudahan dan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan

BAB IV PEMBAHASAN. Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk menyajikan BAB IV PEMBAHASAN IV.1. Perhitungan Laba Rugi Secara Komersial Laporan keuangan komersial adalah laporan keuangan yang disusun berdasarkan Peraturan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mardiasmo ( 2006 ) mendefinisikan, Pajak adalah iuran rakyat

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Mardiasmo ( 2006 ) mendefinisikan, Pajak adalah iuran rakyat BAB II LANDASAN TEORI II. 1 Pengaruh Pajak Terhadap Perusahaan Menurut Mardiasmo ( 2006 ) mendefinisikan, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang ( yang dapat dipaksakan )dengan

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB I BENDAHARA DAN KEWAJIBAN PAJAKNYA

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB I BENDAHARA DAN KEWAJIBAN PAJAKNYA 1 BAB I BENDAHARA DAN KEWAJIBAN PAJAKNYA Definisi Bendahara Istilah bendahara secara umum dikenal sebagai orang yang memegang uang baik di perusahaan swasta, sebuah organisasi, maupun di instansi-instansi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Definisi atau pengertian pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Tinjauan Penelitian Terdahulu Alkasari dkk. (2015), menyatakan bahwa perhitungan pajak di Koperasi Wanita Serba Usaha Setia Budi Wanita Jawa Timur masih belum optimal. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep Penghasilan Untuk Keperluan Perpajakan. diperoleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,

BAB II LANDASAN TEORI. Konsep Penghasilan Untuk Keperluan Perpajakan. diperoleh Wajib Pajak, baik berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, BAB II LANDASAN TEORI II.1 Konsep Penghasilan Untuk Keperluan Perpajakan Penghasilan berdasarkan Undang-Undang No.17 Tahun 2000 Tentang PPh Pasal 4 ayat 1 adalah Setiap tambahan kemampuan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak dapat diartikan sebagai iuran wajib yang dipungut oleh Negara dari wajib pajak

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak dapat diartikan sebagai iuran wajib yang dipungut oleh Negara dari wajib pajak BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Umum Tentang pajak II.1.1 Definis Pajak Pajak dapat diartikan sebagai iuran wajib yang dipungut oleh Negara dari wajib pajak yang sifatnya memaksa. Dalam Undang Undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS 4 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pajak 1. Pengertian Pajak Saat ini pajak bukan lagi merupakan sesuatu yang asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Pajak telah dianggap sebagai salah satu kewajiban dalam bernegara,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penghasilan termasuk Objek Pajak. Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Pasal 4(1):

Lampiran 1. Penghasilan termasuk Objek Pajak. Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Pasal 4(1): Lampiran 1 Penghasilan termasuk Objek Pajak Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Pasal 4(1): Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang

Lebih terperinci

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9

BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9 BIAYA YG TIDAK BOLEH DIKURANGKAN DARI PENGHASILAN BRUTO WP DALAM NEGERI WP BUT PASAL 9 a. PEMBAGIAN LABA DENGAN NAMA DAN DALAM BENTUK APAPUN SEPERTI DIVIDEN, TERMASUK DIVIDEN YANG DIBAYARKAN OLEH PERUSAHAAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pajak II.1.1 Definisi dan Klasifikasi Pajak Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh berbagai ahli dibidang perpajakan, antara lain : Menurut Mardiasmo (2006:1) mendefinisikan,

Lebih terperinci

BAB II TELAAH PUSTAKA

BAB II TELAAH PUSTAKA BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Ada beberapa definisi tentang pajak, antara lain: a. Menurut Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007, Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN. Pembagian Subjek Pajak. Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri SIAPA SUBJEK PAJAK?

PAJAK PENGHASILAN. Pembagian Subjek Pajak. Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri SIAPA SUBJEK PAJAK? PAJAK PENGHASILAN Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan SIAPA SUBJEK PAJAK? ORANG PRIBADI 1. Warisan yang berlum terbagi

Lebih terperinci

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Kelompok 3 Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan Pajak penghasilan, subjek, objek pajak dan objek pajak BUT Tata cara dasar pengenaan pajak Kompensasi Kerugian PTKP, Tarif pajak dan cara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011). Pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011). Pajak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2011). Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan

Lebih terperinci

Pajak Penghasilan (PPh) Umum

Pajak Penghasilan (PPh) Umum Modul 1 Pajak Penghasilan (PPh) Umum Dr. H. Heru Tjaraka, Drs. Ak, BKP, M.Si. M PENDAHULUAN odul ini berisi uraian tentang pengertian Pajak Penghasilan dan berbagai metode penghitungan pajak penghasilan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Akuntansi Menurut Earl K. Stice (2004:8), Akuntansi adalah suatu aktivitas jasa yang berfungsi untuk menyediakan informasi yang kuantitatif, terutama informasi keuangan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pajak Penghasilan Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam Standar Akuntansi Keuangan (2012:46.2) pajak penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan atas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci